SKRIPSI PERBEDAAN KADAR KOLESTEROL TOTAL SETELAH PEMBERIAN GANGGANG RENIK HIJAU-BIRU (Spirulina sp.) SELAMA 14 HARI PADA TIKUS JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK Penelitian Eksperimental Laboratoris GUSTI NGURAH KRISNA DINATHA NIM. 2008.04.0.0091 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH 1
119
Embed
karyatulisilmiah.com · Web view... mencakup ekosistem daratan, dan ekosistem perairan baik itu air tawar, air payau, maupun air laut. Pada hakekatnya S pirulina sp. termasuk dalam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SKRIPSI
PERBEDAAN KADAR KOLESTEROL TOTAL SETELAH PEMBERIAN GANGGANG RENIK HIJAU-BIRU (Spirulina sp.) SELAMA 14 HARI PADA TIKUS JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR YANG
DIBERI DIET TINGGI LEMAK
Penelitian Eksperimental Laboratoris
GUSTI NGURAH KRISNA DINATHANIM. 2008.04.0.0091
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HANG TUAH
S U R A B A Y A2012
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangIndonesia sebagai negara maritim mempunyai prospek yang
cukup cerah dalam memproduksi rumput laut dan turunannya. Hal
ini terbukti beberapa daerah telah menghasilkan berbagai jenis
rumput laut yang mampu memasok bahan baku produk primernya.
Di beberapa negara timur dan kepulauan pasifik, rumput laut
digunakan sebagai sumber makanan, sejumlah besar penduduk
daerah maritim secara langsung ataupun tidak langsung
mengkonsumsi atau berhubungan dengan berbagai bentuk produk
alga laut, dimana rumput laut ini berguna bagi makanan manusia
ataupun untuk hewan, juga obat-obatan, dan sebagai sumber
bahan baku industri (Sulistyowaty, 2009).
Spirulina sp. merupakan gangang renik (mikroalga) laut
hijau-biru yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae, ordo
Nostocales, famili Oscilatoriacee, dan genus Spirulina. Jenis
Spirulina sp. tersebar luas di perairan pantai Indonesia dan sudah
dibudidayakan secara intensif. Rumput laut banyak digunakan
sebagai bahan makanan secara langsung karena mempunyai serat
dan kandungan gizi yang cukup baik sehingga dapat menyehatkan.
Zat gizi yang yang terkandung dalam Spirulina sp. antara lain,
karbohidrat, protein berkisar antara (50-70%) berat kering, vitamin
(provitamin A, inositol, tocupherol, dan niasin), asam amino
Apo A-II HDL, kilomikron Inhibitor Apo A-I danLCAT
Apo A-IV Disekresikan bersamadengan kilomikrontetapi berpindah ke HDL
Fungsinya tidakdiketahui, disintesisoleh usus
Apo B-100 LDL, VLDL, IDL Sekresi VLDL dari hati,Ligand untuk reseptor LDL
Apo B-48 Kilomikron, sisaKilomikron
Sekresi kilomikron dari usus
Apo C-I VLDL, HDL, kilomikron Mungkin aktifatorLCAT
Apo C-II VLDL, HDL, kilomikron Aktifator lipoproteinlipase
Apo C-III VLDL, HDL, kilomikron Menghambat Apo C-IIApo D HDL Bisa berlaku sebagai
protein pemindahlipid
Apo E VLDL, IDL, HDL,kilomikron, sisakilomikron
Ligand untuk reseptor sisa kilomikron di hatidan reseptor LDL
Tabel 2.3 Apolipoprotein pada lipoprotein plasma manusia (Ganong,
2008)
Ada empat kelompok utama lipoprotein yang telah
diidentifikasi; keempat kelompok lipoprotein ini mempunyai makna
yang penting secara fisiologis dan untuk diagnosis klinis. Keempat
kelompok ini adalah (1) kilomikron yang berasal dari penyerapan
triasilgliserol/trigliserida di usus; (2) lipoprotein dengan densitas sangat rendah atau very low density lipoprotein (VLDL atau pre-
B-lipoprotein) yang berasal dari hati untuk mengeluarkan
triasilgliserol; (3) lipoprotein dengan densitas rendah atau low density lipoprotein (LDL atau B-lipoprotein) yang memperlihatkan
tahap akhir di dalam katabolisme VLDL; dan (4) lipoprotein dengan densitas tinggi atau high density lipoprotein (HDL atau
A-lipoprotein) yang terlibat di dalam metabolisme VLDL dan
kilomikron serta pengangkutan kolesterol. Triasilgliserol merupakan
21
unsur lipid yang dominan pada kilomikron dan VLDL, sedangkan
kolesterol dan fosfolipid masing-masing dominan pada LDL dan
HDL. Zat-zat tersebut beredar dalam darah sebagai lipoprotein larut
plasma. Apolipoprotein berfungsi untuk mempertahankan struktur
lipoprotein dan mengarahkan metabolisme lipid tersebut.
Organisasi berbagai lipoprotein ini ke dalam jalur eksogen yang
memindahkan lemak dari usus ke hati, dan jalur endogen yang
memindahkan lemak ke dan dari jaringan, yang berarti lipoprotein
ini bertugas mengangkut lipid dari tempat sintesisnya menuju
tempat penggunaannya. Dengan kata lain lipoprotein memperantai
siklus ini dengan mengangkut lipid dari intestinal sebagai kilomikron
dan dari hati sebagai VLDL ke sebagian besar jaringan tubuh untuk
oksidasi dan ke jaringan adiposa untuk penyimpanan. Lipid
diangkut dari jaringan adiposa sebagai asam lemak bebas (FFA ;
free fatty acid) yang terikat dengan albumin serum (Ganong,
2008).
Gambar 2.3 Transport lipid (Ganong, 2008)
Jalur Eksogen. Kilomikron dan sisanya merupakan suatu
sistem transport untuk lipid eksogen dari makanan. Kilomikron
22
terbentuk di mukosa usus selama proses penyerapan produk
pencernaan lemak. Senyawa ini adalah kompleks lipoprotein yang
sangat besar yang memasuki sirkulasi melalui pembuluh limfe.
Setelah makan, konsentrasi partikel-partikel ini sedemikian
tingginya dalam darah sehingga plasma dapat tampak seperti susu
(lipemia). Kilomikron dibersihkan dari sirkulasi oleh kerja lipoprotein
lipase, yang terletak di permukaan endotel kapiler. Enzim ini
mengkatalisis pemecahan trigliserida di dalam kilomikron menjadi
FFA dan gliserol, yang kemudian masuk ke sel adiposa dan
direesterifikasi. Kalau tidak, FFA tetap di dalam sirkulasi dengan
terikat pada albumin. Lipoprotein lipase, yang memerlukan heparin
sebagai kofaktor, juga mengeluarkan trigliserida dari lipoprotein densitas sangat rendah (very low density lipoproteins, VLDL).
Kilomikron dan VLDL mengandung APO C, suatu kompleks protein
yang memisahkan diri dari keduanya di kapiler. Satu komponen
dari kompleks tersebut yaitu apolipoprotein C-II, yang mengaktifkan
lipoprotein lipase. Kilomikron yang kehabisan trigliseridanya tetap
berada dalam sirkulasi sebagai lipoprotein kaya-kolesterol yang
disebut sisa kilomikron, yang berdiameter 30-80 nm. Sisa-sisa ini
dibawa ke hati, tempat sisa kilomikron ini berikatan dengan sisa
kilomikron lain dan reseptor LDL. Sisa kilomikron ini segera
diinternalisasi melalui proses endositosis berperantara reseptor,
dan diuraikan di dalam lisosom (Ganong, 2008).
Jalur Endogen. Sistem endogen yang mengangkut
trigliserida dan kolesterol ke seluruh tubuh antara lain : lipoprotein densitas sangat rendah (very low density lipoproteins, VLDL), lipoprotein densitas sedang (intermediate-density lipoproteins, IDL), lipoprotein densitas rendah (lower-density lipoproteins, LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (high-density lipoproteins, HDL). VLDL terbentuk di hati dan mengangkut
trigliserida yang terbentuk dari asam lemak dan karbohidrat di hati
ke jaringan ekstrahati. Setelah sebagian besar trigliserida
23
dikeluarkan oleh kerja lipoprotein lipase, VLDL ini menjadi IDL, IDL
menyerahkan fosfolipid dan, melalui kerja enzim plasma lesitin-kolesterol asiltransferase (lecithin cholesterol acyltransferase, LCAT), mengambil ester kolesterol yang terbentuk dari kolesterol di
HDL. Sebagian IDL diserap oleh hati. IDL sisanya kemudian
melepaskan lebih banyak trigliserida dan protein, kemungkinan di
sinusoid hati, dan menjadi LDL. Selama perubahan ini, sistem
endogen kehilangan APO E, tetapi APO B-100 tetap ada. LDL
menyediakan kolesterol bagi jaringan. Kolesterol adalah suatu
unsur pokok membran sel dan digunakan oleh sel kelenjar untuk
membentuk hormon steroid. Di hati dan kebanyakan jaringan
ekstrahati, LDL diambil melalui endositosis dengan berperantara
reseptor di coated pits (lubang berselubung). Reseptor tersebut
mengenali komponen APO B-100 dari LDL tersebut. Reseptor
tersebut juga mengikat APO E tetapi tidak mengikat APO B-48.
Dalam proses endositisis berperantara reseptor, setiap lubang
berselubung terlepas membentuk vesikel berselubung dan
kemudian membentuk endosom. Kolesterol di dalam sel juga
menghambat sintesis kolesterol intrasel dengan menghambat
HMG-KoA reduktase, merangsang esterifikasi setiap kelebihan
kolesterol yang dilepaskan, dan menghambat sintesis reseptor LDL
baru. Semua reaksi ini menjadi kendali umpan balik bagi jumlah
kolesterol di dalam sel tersebut. LDL juga diserap oleh sistem yang
berafinitas lebih rendah di dalam makrofag dan beberapa sel lain.
Selain itu, makrofag lebih banyak mengambil LDL yang telah
dimodifikasi oleh oksidasi. Oksidasi juga dapat terjadi di dalam
makrofag. Reseptor LDL di makrofag dan sel terkait disebut
scavenger receptor (“reseptor penyapu”). Reseptor ini berbeda
dari reseptor di sel lain dan mempunyai afinitas yang lebih besar
untuk LDL yang telah berubah. Apabila mengandung LDL
teroksidasi dalam jumlah berlebihan, makrofag akan berubah
menjadi “sel busa” (foam cell) yang dijumpai di lesi aterosklerotik
24
dini. Dalam keadaan mantap (steady state) kolesterol keluar-masuk
sel, dan kemudian kolesterol ini diserap oleh HDL. Lipoprotein ini
disintesis di hati dan usus. Reseptor ini terutama dijumpai di
kelenjar endokrin yang membuat hormon steroid dan di hati. Sistem
HDL memindahkan kolesterol ke hati, yang kemudian dieksresikan
di empedu. Dengan cara ini, kolesterol plasma dapat diturunkan
(Ganong, 2008).
2.2.4 Kelas-kelas lipoprotein plasma beserta sifat dan fungsinyaTerdapat 5 kelas utama menurut Montgomery et al (1993) yaitu :
1. Kilomikron, disintesis dalam mukosa usus, terutama
mengandung trigliserida, dan kurang lebih 98% dari berat
keringnya berupa lipid. Kilomikron berfungsi utama dalam
pengangkutan lemak diet ke dalam tubuh. Selain itu,
mengangkut pula kolesterol yang sebelumnya diubah menjadi
ester kolesterol sebelum bergabung dengan kilomikron
(Montgomery, et al, 1993).
2. Lipoprotein berkepadatan sangat rendah (very low density
lipoprotein/VLDL), mengandung sekitar 90% lipid (50-60%
adalah trigliserida). VLDL disintesis dalam hati dan bertugas
mengangkut trigliserida dari hati (intrahepatika) ke jaringan lain
(ekstrahepatika), terutama jaringan adiposit (Montgomery, et al,
1993).
3. Lipoprotein berkepadatan rendah (low density lipoprotein/LDL),
terdapat sekitar 75% kolesterol di dalamnya dalam bentuk ester
kolesterol. LDL terbentuk dalam plasma selama katabolisme
VLDL. Asupan kolesterol yang berlebih memiliki konsentrasi
LDL yang tinggi. Konsentrasi LDL yang tinggi ini berkontribusi
besar dalam menimbulkan gejala arteriosklerosis (Montgomery,
et al, 1993).
4. Lipoprotein berkepadatan sedang (intermediate density
lipoprotein/IDL), terbentuk dalam plasma selama terjadi
perubahan VLDL menjadi LDL. Memiliki 2 fungsi utama yaitu
25
mengeluarkan kelebihan asam lemak dari hati dan mengambil
ester kolesterol yang telah terbentuk dalam plasma
(Montgomery, et al, 1993).
5. Lipoprotein berkepadatan tinggi (high density lipoprotein/HDL),
disintesis dalam hati dan usus, namun sintesis terjadi melalui
rute tak langsung. HDLbekerja sebagai katalis, mempermudah
katabolisme VLDL dan kilomikron. HDL berfungsi menyediakan
kolesterol bagi produksi asam empedu, selain itu pula
menyediakan pula kolesterol bagi jaringan pembuat hormon
steroid (korteks adrenal), (Montgomery, et al, 1993).
2.2.5 Peran HDL dan LDL terhadap kolesterol darah
Lipoprotein jenis LDL dan HDL memiliki fungsi yang
berlawanan. Peranan LDL bersifat atherogenik dan disebut juga
dengan kolesterol jahat karena mudah melekat pada pembuluh
darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang lambat laun
mengeras (membentuk flak) dan menyumbat pembuluh darah yang
disebut dengan arteriosklerosis (penyempitan dan pengerasan
pembuluh darah arteri). Proses arteriosklerosis yang terjadi di
pembuluh darah jantung dapat memicu terjadinya penyakit jantung
koroner. Penyumbatan pembuluh darah pada otak dapat
menyebabkan terjadinya gejala stroke (Montgomery, et al, 1993).
Peningkatan konsentrasi plasma HDL dapat melindungi dinding
arteri terhadap pengembangan flak aterosklerotik, yang difasilitasi
oleh mekanisme balik transport kolesterol, dalam mengeluarkan
kolesterol pada jaringan peripheral menuju hati. Fungsi HDL inilah
yang mengasumsikan bahwa HDL disebut juga dengan kolesterol
baik, karena memiliki efek antiatherogenik yaitu mengangkut
kolesterol bebas dari pembuluh darah dan jaringan lain menuju
hati, kemudian organ hati mengeksresikannya melalui empedu
(Dorfman, et al, 2004).
2.2.5.1 Kolesterol dan metabolisme
26
2.2.5.1.1 Definisi kolesterol
Beberapa senyawa kimia di dalam makanan dan tubuh
diklasifikasikan sebagai lipid. Lipid ini meliputi : (1) lemak netral,
yang dikenal sebagai trigliserida; (2) fosfolipid; (3) kolesterol; (4)
dan beberapa lipid lain yang kurang penting. Dari sudut fisiologi,
kolesterol terdapat dalam diet semua orang dan dapat
diabsorbsi dengan lambat dari saluran pencernaan ke dalam
saluran limfe usus. Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi
hanya sedikit larut dalam air. Kolesterol secara spesifik mampu
membentuk ester dengan asam lemak. Hampir 70% kolesterol
dalam lipoprotein plasma memang dalam bentuk ester
kolesterol (Guyton, Hall, 2007). Sedangkan dari sudut biokimia,
senyawa ini juga mempunyai makna penting karena menjadi
prekursor sejumlah besar senyawa steroid (Murray, et al, 2003).
Struktur kimia kolesterol ditunjukkan pada gambar dibawah :
Gambar 2.4 Struktur kimia kolesterol, dikutip dari :
(Infromasitips.com, sumber : Google.com-cholesterol)
2.2.5.1.2 Pembentukan kolesterol
Selain kolesterol yang diabsorbsi setiap hari dari saluran
pencernaan, yang disebut kolesterol eksogen, suatu jumlah
yang bahkan lebih besar dibentuk dalam sel tubuh, disebut
kolesterol endogen. Pada dasarnya semua kolesterol endogen
yang beredar dalam lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi
semua sel tubuh lain setidaknya membentuk sedikit kolesterol,
yang sesuai dengan kenyataan bahwa banyak struktur
27
membran dari seluruh sel, sebagian disusun dari zat ini
(Guyton, Hall, 2007).
Struktur dasar kolesterol adalah inti sterol. Inti sterol
seluruhnya dibentuk dari molekul asetil-KoA. Selanjutnya, inti
sterol dapat dimodifikasi dengan berbagai rantai samping untuk
membentuk (1) kolesterol; (2) asam kolat, yang merupakan
dasar dari asam empedu yang dibentuk di hati; dan (3)
beberapa hormon steroid penting yang disekresi oleh korteks
adrenal, ovarium, dan testis (Guyton, Hall, 2007).
2.2.5.1.3 Metabolisme kolesterol
Kolesterol adalah prekursor hormon steroid dan asam
empedu dan merupakan unsur pokok yang penting dalam
membran sel. Zat ini hanya ditemukan pada hewan. Sterol yang
serupa ditemukan pada tumbuhan, tetapi sterol tumbuhan
normalnya tidak diabsorpsi dari saluran cerna. Kebanyakan
kolesterol dalam diet terkandung di dalam kuning telur dan
lemak hewani (Ganong, 2008).
Kolesterol diabsorpsi dari usus dan dimasukkan ke dalam
kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa usus. Setelah
kilomikron melepaskan trigliseridanya di jaringan adiposa,
kilomikron sisanya menyerahkan kolesterolnya ke hati. Hati dan
jaringan lain juga menyintesis kolesterol. Sebagian kolesterol di
hati diekskresi di empedu, baik dalam bentuk bebas maupun
asam empedu. Sebagian kolesterol empedu direabsorpsi dari
usus. Kebanyakan kolesterol di hati digabungkan ke dalam
VLDL, dan semuanya bersirkulasi dalam kompleks lipoprotein.
Biosintesis kolesterol dari asetat dan juga kolesterol
memberikan umpan balik untuk menghambat sintesisnya sendiri
dengan menghambat HMG-KoA reduktase, enzim yang
mengubah 3-hidroksi-3-metilglutaril-Koenzim A (HMG-KoA)
28
menjadi asam mevalonat. Dengan demikian, kalau asupan
kolesterol dari makanan tinggi, sintesis kolesterol oleh hati
menurun, dan demikian pula sebaliknya. Namun, kompensasi
umpan balik ini tidak sempurna, karena diet yang rendah
kolesterol dan lemak jenuh hanya menyebabkan penurunan
kolesterol yang bersirkulasi dalam plasma darah dengan jumlah
sedang (Ganong, 2008).
Kadar kolesterol plasma menurun oleh hormon tiroid dan
estrogen. Kedua hormon ini meningkatkan jumlah reseptor LDL
di hati. Estrogen juga meningkatkan kadar HDL plasma. Obat-
obat yang meningkatkan jumlah reseptor LDL di hati saat ini
sedang diujicobakan pada hewan. Kolesterol plasma meningkat
kalau ada obstruksi empedu dan pada diabetes melitus yang
tidak diobati. Jika reabsorpsi asam empedu di usus menurun
akibat resin seperti kolestipol, lebih banyak kolesterol
dibelokkan untuk membentuk asam empedu. Namun,
penurunan kolesterol plasma relatif kecil karena terjadi
kompensasi peningkatan sintesis kolesterol. Obat lain yang
sering digunakan untuk menurunkan kolesterol plasma adalah
vitamin niasin, yang dalam dosis besar menghambat mobilisasi
asam lemak bebas dari simpanan lemak perifer sehingga
menurunkan pembentukan VLDL di hati. Namun, obat yang
paling manjur dan luas digunakan untuk menurunkan kolesterol
adalah lovastatin dan statin lainnya, yang mengurangi
pembentukan kolesterol dengan menghambat HMG-KoA
(Ganong, 2008).
2.2.5.1.4 Pengaturan sintesis kolesterol
Sintesis kolesterol diatur oleh asupan kolesterol dalam
diet, asupan kalori, hormon-hormon tertentu, dan asam-asam
empedu. Kolesterol dalam diet sendiri tidak menghambat
sintesis kolesterol usus, namun ia memiliki pengaruh hambatan
29
umpan balik yang kuat terhadap sintesis kolesterol dalam hati.
Diketahui ada 3 hambatan umpan balik terhadap sintesis
kolesterol, yaitu : (a) berlangsung dalam hati, hal ini terutama
lewat sisa kilomikron; (b) berlangsung dalam kelenjar endokrin
yang mensintesis kolesterol, seperti ovarium dan korteks
adrenal, yang diperantai oleh HDL; dan (c) berlangsung dalam
jaringan-jaringan selain hati dan kelenjar endokrin, yang
diperantai oleh HDL (Ganong, 2008).
2.2.5.1.5 Peranan asam empedu
Empedu terdiri atas garam empedu, pigmen empedu,
dan zat lain yang larut dalam larutan elektrolit alkalis yang mirip
dengan getah pankreas. Sekitar 500 mL empedu disekresikan
setiap hari. Sebagai komponen empedu direabsorpsi di usus
kemudian diekskresikan kembali oleh hati (sirkulasi enterohepatik). Glukuronida dalam pigmen empedu, yaitu
bilirubin dan biliverdin, membuat empedu menjadi berwarna
kuning keemasan. Garam empedu adalah garam natrium dan
kalium asam empedu, dan semua yang disekresikan ke dalam
empedu dikonjugasikan dengan glisin atau taurin, yakni suatu
turunan sistein. Asam empedu disintesis dari kolesterol. Empat
asam empedu yang ditemukan pada manusia adalah : (1) asam
kolat; (2) asam kenodioksikolat; (3) asam deoksikolat; (4) asam
litokolat. Dua asam empedu utama (primer) yang terbentuk di
hati adalah asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Di kolon,
bekteri mengubah asam kolat menjadi asam deoksikolat dan
asam kenodeoksikolat menjadi asam litokolat. Karena terbentuk
akibat kerja bakteri, asam deoksikolat dan asam litokolat disebut
sebagai asam empedu (sekunder), (Ganong, 2008).
Garam empedu memiliki sejumlah efek penting. Garam-
garam ini menurunkan tegangan permukaan dan, bersama
fosfolipid dan monogliserida, berperan pada emulsifikasi lemak
30
sebagai persiapan untuk pencernaan dan penyerapannya di
usus halus. Garam-garam ini bersifat amfipatik, yaitu memiliki
ranah hidrofilik dan hidrofobik; salah satu permukaan molekul
bersifat hidrofilik karena ikatan peptida polar dan gugus
karboksil serta hidroksil berada di permukaan tersebut,
sedangkan permukaan lain bersifat hidrofobik. Dengan
demikian, garam empedu cenderung membentuk lempeng
silindris yang disebut misel (struktur bundar). Secara morfologi
misel tersebut memiliki bagian hidrofiliknya menghadap ke luar
dan permukaan hidofobiknya menghadap ke dalam. Semua
garam empedu yang ditambahkan ke dalam larutan membentuk
misel. Lemak berkumpul di dalam misel, dengan kolesterol di
pusat hidrofobik dan fosfolipid amfipatik serta monogliserida
yang berjajar dengan ujung hidrofilik di bagian luar dan ekor
hidrofobiknya di bagian tengah. Misel berperan penting untuk
mempertahankan lemak dalam larutan dan membawanya ke
brush border sel epitel usus, tempat lemak tersebut diserap
(Ganong, 2008).
Sembilan puluh sampai 95% garam empedu diserap dari
usus halus. Sebagian diserap melalui difusi nonionik, tetapi
sebagian besar garam empedu diserap dari ileum terminal oleh
suatu sistem kotranspor Na+-garam empedu yang sangat efisien
dan dijalankan oleh Na+-K+-ATPase basolateral. Sisa garam
empedu sebesar 5-10% masuk ke dalam kolon dan diubah
menjadi garam asam deoksikolat dan asam litokolat. Litokolat
relatif tidak larut dan sebagian besar diekskresikan dalam tinja;
hanya 1% yang diserap, namun deoksikolat diserap. Garam
empedu yang diserap disalurkan kembali ke hati dalam vena
porta dan diekskresikan kembali ke dalam empedu (sirkulasi
enterohepatik). Garam yang keluar melalui tinja diganti melalui
sintesis zat ini di hati; kecepatan normal sintesis garam empedu
adalah 0,2-0,4 g/hari. Jumlah total garam empedu yang
31
mengalami siklus berulang-ulang melalui sirkulasi enterohepatik
adalah sekitar 3,5 g; telah diperhitungkan bahwa jumlah total
tersebut bersirkulasi dua kali per waktu makan dan enam
sampai delapan kali per hari. Bila empedu tidak ada dalam
usus, hampir 50% lemak yang dimakan akan keluar melalui
feses dan akan terjadi malabsorpsi berat vitamin larut-lemak.
Jumlah lemak dalam tinja akan meningkat jika reabsorpsi garam
empedu terhalang akibat reseksi ileum terminal atau suatu
penyakit di bagian usus halus ini, jumlah lemak dalam tinja juga
akan meningkat jika sirkulasi enterohepatik terputus, sedangkan
hati tidak mampu meningkatkan kecepatan pembentukan garam
empedu untuk dapat mengkompensasi kehilangan yang terjadi
(Ganong, 2008).
Gambar 2.5 Sirkulasi enterohepatik garam empedu, dikutip
dari : (Diana’s Wikispace for Physiology, sumber : Google.com-
enterohepatic cycle)
32
2.3 Tikus Wistar (Rattus norvegicus)
2.3.1 Tikus percobaan
Malole dan Pramono (1989) menjelaskan sifat-sifat yang
dimiliki tikus atau rat (Rattus Norvegicus) antara lain mudah
dipelihara dan relatif sehat, sehingga memenuhi kriteria sebagai
hewan percobaan di dalam suatu penelitian. Tikus yang digunakan
secar luas di dalam penelitian laboratorium menurut Malole dan
Pramono (1989) adalah tikus putih yang berasal dari Asia Tengah
(Sudrajat, 2008).
2.3.2 Galur tikus
Menurut Malole dan Pramono (1989) terdapat beberapa
galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu antar
lain galur Sprague-Dawley dengan ciri-ciri berwarna albino putih,
berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya;
Wistar dengan ciri-ciri kepala besar dan ekor yang lebih pendek;
Long-Evans bercirikan ukuran lebih kecil daripada tikus putih serta
memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian depan; serta
galur inbred (Sudrajat, 2008).
2.3.3 Penggunaan tikus percobaan dalam penelitian
Tikus merupakan salah satu alasan pengguna hewan-hewan
ini dalam penelitian berbasis percobaan nutrisi (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988). Penelitian menggunakan tikus percobaan
akan bermanfaat jika digunakan dalam demonstrasi fisiologi dan
farmakologi. Anatomi dan fisiologis tikus mendukung suatu
penelitian percobaan nutrisi dengan menggunakan metode ad
libitum (Muchtadi, 1989). Ada dua sifat yang membedakan tikus
dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa tikus tidak dapat muntah
karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus yang
bermuara ke dalam lambung, serta tidak memiliki kantong empedu
33
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pernyataan yang hampir sama
dikemukakan Muchtadi et al,. (1993) bahwa karakteristik tikus
yaitu : (1) tidak memiliki kantung empedu (gall blader), (2) tidak
dapat memuntahkan kembali isi perutnya, (3) tidak pernah berhenti
tumbuh, namun kecepatannya akan menurun setelah berumur 100
hari (Sudrajat, 2008).
Penelitian menggunakan tikus percobaan harus memenuhi
aspek kenyamanan hewan percobaan selama masa penelitian, hal
tersebut dilakukan untuk meminimalkan bias lingkungan penelitian
terhadap hewan percobaan. Kandang tikus harus berlokasi pada
tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari asap industri
atau polutan lainnya. Kandang harus cukup kuat, tidak mudah
rusak, terbuat dari bahan yang mudah dibongkar, mudah
dibersihkan dan mudah dipasang kembali. Kandang harus tahan
gigitan, hewan tidak mudah lepas, tetapi hewan harus tampak jelas
dari luar. Alas kandang selalu kering dan tidak berbau untuk
mencegah gangguan respirasi, serta alat-alat dalam kandang
dibersihkan 1-2kali/minggu. Suhu kandang yang ideal berkisar
antar 18-270 C dan kelembaban berkisar antara 40-70%. Cahaya
harus diusahakan agar terdapat keadaan 12 jam terang dan 12 jam
gelap (Malole dan Pramono, 1989; Sudrajat, 2008).
Tikus tergolong hewan yang makan pada malam hari
(nocturnal) dan tidur pada siang hari. Kualitas makanan tikus
merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan tikus
mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berbiak serta aktifitas
hidup sehari-hari. Makanan tikus tidak berbeda seperti hewan
percobaan lainnya yang membutuhkan protein, lemak, energi serta
mineral. Tikus mengkonsumsi makanan dalam sehari tiap ekor
berkisar 12-20 g dan konsumsi minum 20-45 ml air (Muchtadi,
1989; Sudrajat, 2008).
34
Sebelum penelitian dilakukan, beberapa sifat yang dimiliki
oleh tikus percobaan perlu diketahui. Sifat tersebut salah satunya
adalah nilai fisiologis dari tikus percobaan tersebut. Tabel di bawah
ini menyajikan beberapa nilai biologis dan fisiologis tikus percobaan
yang menunjang kebutuhan penelitian.
Kriteria NilaiTemperatur tubuh (0C) 35,9-37,5Konsumsi makanan (g/100 g bobot badan/hari) 10Konsumsi air minum (ml/100 g bobot badan/hari) 10-12Jumlah pernapasan (/menit) 70-115Detak jantung (/menit) 250-450Trigliserida (mg/dl) 26-145Kolesterol (mg/dl) 40-130
Tabel 2.4 Nilai biologis dan fisiologis tikus (Sumber : Malole dan
Pramono, 1989; Sudrajat, 2008)
Malole dan Pramono (1989) melaporkan bahwa konsentrasi
TPC normal pada tikus adalah 40-130 mg/dl dan trigliserida darah
normal 26-145 mg/dl. Jika dianalogikan dengan manusia, apabila
konsentrasi total darah tikus meningkat ~20% maka dapat
dikatakan bahwa tikus tersebut mengalami hiperkolesterolemia.
Peningkatan kolesterol plasma juga dipengaruhi oleh jenis lemak
yang ada dalam diet. Hal ini dapat dihubungkan dengan berbagai
studi mengenai diet yang berhubungan dengan kolesterolemia
yang telah dikemukakan bahwa, lemak jenuh akan meningkatkan
kolesterol sedangkan lemak tidak jenuh akan menurunkannya
(Purnamaningsih, 2001; Sudrajat, 2008).
2.3.4 Pengambilan sampel darah tikus
Untuk memperoleh darah dalam jumlah besar dan dalam
waktu singkat digunakan cara intracardial. Akan tetapi teknik ini
sulit dilakukan dan membutuhkan seorang operator yang
berpengalaman karena cara ini mudah menyebabkan terjadinya
kematian. Cara ini sebaiknya dilaksanakan pada hewan yang
35
teranestesi. Jarum ditusukkan melalui dinding abdomen bagian
ventral sedikit di sebelah lateral processus xiphoideus. Untuk
hewan dewasa, jarum ditusukkan melalui dinding thorax, sedikit
lateral daerah palpitasi jantung maksimum (Kusumawati, 2004).
Pengambilan darah dari sinus orbitalis relatif mudah dan
hanya membutuhkan sedikit peralatan. Mata maupun kesehatan
hewan tampaknya tidak terpengaruh bila teknik ini dilakukan
dengan benar. Hewan dipegang dengan ibu jari dan operator
memberi tekanan pada vena jugularis di bagian caudal mandibula.
Cara ini dapat membendung aliran kembali darah vena dari sinus
orbitalis. Selanjutnya jari telunjuk operator tersebut menarik bagian
dorsal kelopak mata kebelakang sehingga akan menimbulkan
sedikit exophthalmus. Alat yang dibutuhkan biasanya tabung
kapiler kaca untuk penetrasi conjunctiva orbitalis dan agar terjadi
ruptura sinus orbitalis. Beberapa pakar menyarankan penggunaan
tabung polyethylen berdiameter kecil dengan ujung menyerong
untuk mengurangi kejadian epistaxis ataupun trauma. Bila sinus
atau plexus telah ruptur maka darah akan mengalir melalui tabung.
Aliran darah akan berhenti bila tabung dilepaskan dan tekanan
pada vena jugularis dihilangkan (Kusumawati, 2004).
Pengambilan darah melalui ekor mudah dikerjakan dan juga
hanya membutuhkan sedikit peralatan. Biasanya dilakukan
amputasi ujung ekor dan darah yang mengalir dapat dikumpulkan
dalam jumlah cukup besar, terutama bila menggunakan alat
vaccum. Kerugian utama teknik pengambilan dari ekor ini adalah
terjadinya bekuan darah sebelum volume darah yang dibutuhkan
tercapai atau bahkan darah tidak dapat mengalir dari luka. Untuk
mengatasi itu, digunakan heparin atau citrate yang dipakai
langsung pada luka guna memperlambat pembentukan bekuan.
Beberapa ahli yang lain menganjurkan menghangatkan ekor lebih
dulu agar aliran darah meningkat (Kusumawati, 2004).
36
Dekapitasi dapat dilakukan bagi rodentia yang lebih kecil
dengan menggunakan gunting besar dengan harapan darah akan
mengalir dari leher yang terpotong dan selanjutnya dikumpulkan ke
dalam tabung. Kerugiannya adalah darah yang diperoleh akan
terkontaminasi dengan sekresi trakhea ataupun saliva. Di samping
itu pengumpulan darah hanya dapat dilakukan satu kali saja (tidak
dapat berulang-ulang). Untuk guinea pig, pengambilan darah atau
suntikan intravena sulit dilakukan karena pembuluh darah
perifernya relatif kecil. Untuk itu darah biasanya diambil melalui
pemotongan sebuah kuku jari atau dapat pula melalui vena di
telinga dengan bantuan alat vacuum. Pengambilan darah
intracardial melalui lateral dinding thorax di daerah palpitasi jantung
maksimum yang telah dianestesi terlebih dahulu (Kusumawati,
2004).
2.3.5 Metabolisme lemak pada tikus
Karnitin, koenzim vital dalam jaringan tubuh hewan dan
berperan dalam metabolisme lemak, merupakan substansi yang
bersifat seperti vitamin. Karnitin disintesis dalam hati. Pada tikus,
kandungan tertinggi ditemukan pada kelenjar adrenalin, jantung,
otot rangka, jaringan adiposa, dan hati serta sedikit terkandung
dalam ginjal dan otak. Pada manusia, kandungan karnitin otot
rangka 40 kali lebih banyak dari yang ada dalam darah. Seperti
vitamin yang larut dalam air, karnitin dipercaya lebih mudah dan
dapat terserap seluruh oleh tubuh (Abdurahman, 2008).
Karnitin memiiki peran penting dalam metabolisme lemak
dan produksi energi pada mamalia, fungsi tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Pemindahan dan pembakaran asam lemak
Karnitin memfasilitasi pemindahan melalui membran
mitokondria. Karnitin merupakan bagian dari mekanisme
37
pembawa, dimana asam lemak rantai panjang dibuat menjadi
turunan asli karnitin dan dibawa melalui membran mitokondria.
Membran mitokondria sendiri tidak dapat dilalui oleh asam
lemak rantai panjang sendirian atau oleh ester koenzim A-nya.
Begitu melalui membran mitokondria, asil karnitin akan diubah
menjadi bentuk koenzim A asam lemak dan dalam kondisi beta-
oksidasi akan melepaskan energi (Abdurahman, 2008).
2. Sintesis lemak
Meskipun peranan ini masih kontroversial, karnitin
berperan dalam pemindahan kelompok asetil kembali ke
sitoplasma untuk sintesis asam lemak (Abdurahman, 2008).
3. Pemanfaatan badan keton
Karnitin memacu oksidasi asetoaseton sehingga
berperan dalam pemanfaatan badan keton (Abdurahman,
2008).
2.4 Diet Tinggi Lemak
2.4.1 Pendahuluan
Lemak merupakan komponen gizi yang sangat penting bagi
tubuh. Fungsi pertama lemak sebagai pemasok energi tertinggi,
yaitu 9 kal/g. Jumlah pasokan tersebut lebih tinggi dari karbohidrat
maupun protein yang hanya 4 kal/gram. Fungsi kedua sebagai
sumber energi yang lebih diutamakan dalam tubuh. Fungsi ketiga
sebagai komponen struktural tubuh dalam membran sel dan
sebagai kerangka senyawa-senyawa mirip hormon yang dikenal
sebagai “prostaglandin” (Subroto, 2008).
Selain memiliki fungsi yang sangat vital dalam tubuh, lemak
pun kerap dituding sebagai penyebab munculnya sejumlah
penyakit degeneratif seperti kanker, hipertensi, penyakit jantung,
stroke, dan diabetes jika dikonsumsi secara berlebihan. Hal ini
disebabkan kelebihan lemak akan dikonversi menjadi lemak tubuh
38
dan disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh sebab itu, konsumsi lemak
tetap penting, tetapi harus dibatasi dan dipilih jenis lemak yang
tepat (Subroto, 2008).
Makanan tinggi lemak, terutama lemak jenuh dan kolesterol,
merupakan penyebab timbulnya penyakit degeneratif. Walaupun
demikian, lemak juga sangat penting bagi tubuh, misalnya
perannya dalam transport vitamin larut lemak (A, D, E, dan K).
Umumnya, para ahli gizi menganjurkan konsumsi lemak dibatasi
hingga kurang dari 30% total kalori. Lemak yang perlu dikurangi
terutama lemak jenuh, asam lemak trans (margarin), dan lemak
omega-6. Sementara asupan asam lemak omega-3 dan asam
lemak tak jenuh tunggal perlu ditingkatkan. Sumber lemak omega-6
yang perlu dihindari adalah daging dan minyak sayur seperti
minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak jagung.
Sumber asupan lemak tak jenuh tunggal yang perlu ditingkatkan
adalah kacang-kacangan, biji-bijian, minyak zaitun, dan minyak
lobak. Sementar asupan lemak omega-3 dapat diperoleh dari ikan
dan minyak biji rami (Subroto, 2008). Berikut ini daftar makanan
metabolisme pada makan, dan gaya hidup masyarakat modern
sekarang ini.
Penggunaan ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.) sebagai
penurun kadar kolesterol total. Dimana dalam suatu penelitian,
tikus wistar laboratorium diberikan pakan diet tinggi lemak
dengan kelompok eksperimen yang diberikan suatu zat Gamma
Linolenic Acid (GLA), beta-karotin, dan serat yang terdapat
pada Spirulina sp. tersebut.
Mekanisme kerja Gamma Linolenic Acid (GLA), beta-karotin,
dan serat adalah dalam hal menurunkan kadar kolesterol.
Kandungan asam lemak esensial yaitu Gamma Linolenic Acid
(GLA) mengontrol sintesa kolesterol dalam liver, sementara
kandungan beta-karotinnya mengurangi formasi dan oksidasi
dari protein “Low Density Lipoprotein” (LDL kolesterol). Serat
yang terkandung juga mempunyai daya hisap yang sangat kuat
terhadap asam empedu. Semakin banyak serat makanan,
semakin banyak pula asam empedu yang dibuang, sehingga
kolesterol yang dikeluarkan melalui feses bertambah banyak
42
3.2 KERANGKA KONSEPTUAL
Gambar 3.1 Bagan kerangka konseptual penelitian
43
Tikus wistar jantan (Rattus norvegicus)
Diet tinggi lemak (pellet + minyak babi ;
500mg : 50ml)
Peningkatan kadar kolesterol total
Pemberian Spirulina sp. 150mg/kg BB tikus/hari
selama 14 hari (disonde)
GLA mengontrol sintesa kolesterol dalam liver, beta-karotin mengurangi
formasi dan oksidasi protein (LDL kolesterol)
Penurunan kadar kolesterol total
Hiperkolesterolemia
Asupan lemak meningkat
Serat meningkatkan daya hisap terhadap
asam empedu
Asupan lemak menurun
Eksresi asam empedu melalui feses meningkat
Ket :
(dilakukan) ------- (tidak dilakukan)
3.3 HIPOTESISPemberian ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.) selama
14 hari dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari menunjukkan perbedaan kadar kolesterol total pada tikus jantan (Rattus norvegicus) galur wistar yang diberi diet tinggi lemak.
44
BAB 4
METODA PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni
laboratoris yang dilakukan dalam laboratorium dimana baik sampel
(hewan coba) maupun perlakuan lebih terkendali, terukur dan
pengaruh perlakuan dapat lebih dipercaya. Rancangan penelitian
ini tergolong jenis penelitian The Randomized Separately Pretest-
Posttest Control Group Design (Campbell & Stanley, 1996). Secara
skematis rancangan penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 4.1 Bagan rancangan penelitian
Keterangan :
R : Randomisasi.
K1 : Kelompok I yang mendapat diet tinggi lemak saja sebagai
kontrol.
K2 : Kelompok II yang mendapat diet tinggi lemak dan Spirulina
sp. sebagai perlakuan.
45
P1 : Perlakuan dengan memberikan diet tinggi lemak.
P2 : Perlakuan dengan memberikan diet tinggi lemak dan
Spirulina sp. dosis 150 mg/kgBB tikus/hari selama 14 hari
dengan cara disonde.
O1, O2, O3, O4 : Dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol total (PRE
dan POST).
4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
4.2.1 Populasi
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tikus putih jenis Wistar (Rattus norvegicus strain Wistar) dewasa.
4.2.2 Sampel
Sampel yang digunakan yaitu tikus jantan strain Wistar
berumur 10-12 minggu dengan berat badan awal antara 150-170 gr
sebanyak 16 ekor yang diperoleh dari Laboratorium Biokimia
Fakultas Kedokteran Umum UHT.
Kriteria inklusi :
1. Jenis Wistar.
2. Umur 10-12 minggu.
3. Berat badan 150-170 gram.
4. Jenis kelamin jantan.
5. Sehat selama penelitian (keadaan tikus: gerakan lincah, mata
cerah, bulu halus, nafsu makan baik, anatomi tubuh sempurna).
Kriteria eksklusi :
1. Sakit dalam masa persiapan atau adaptasi (tubuh melemah,
kurang lincah, mata pudar, nafsu makan turun, bulu kasar dan
berdiri).
46
Kriteria drop out :1. Mati selama proses penelitian.
2. Menderita penyakit lain, disamping yang disebabkan oleh
perlakuan.
4.2.3 Besar sampel
Besar sampel yang digunakan untuk setiap kelompok
perlakuan berdasar rumus (Steel & Torrie, 1991) :
n = (Zα/2 + Zβ)² σ²
δ
α = 0,05
Zα/2 = 1,96
1-β = 0,80
Zβ = 0,85
Pada penelitian eksperimental σ²/ δ = 1
Sekarang :
n = (1,96+0,85)² = 7,9 dibulatkan menjadi 8.
Besar sample yang diperlukan untuk masing-masing kelompok
adalah menjadi 8 tikus.
4.2.4 Teknik pengambilan sampel
Pemilihan sampel penelitian untuk pengelompokan
perlakuan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
atau Randomized Completely Design (RCD) karena sampel hewan
coba diambil secara acak. Pada rancangan ini dimungkinkan setiap
hewan coba berpeluang sama untuk mendapat kesempatan
sebagai sampel baik dalam kelompok perlakuan maupun dalam
kelompok kontrol.
47
4.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
4.3.1 Variabel penelitian
Dalam penelitian ini ada 3 variabel, yaitu :
1. Variabel Bebas : ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.).
2. Variabel Terikat : kadar kolesterol total.
3. Variabel Kendali :
a. Jenis hewan coba.
b. Jenis kelamin hewan coba.
c. Umur hewan coba.
d. Kesehatan fisik hewan coba.
e. Makanan.
f. Kondisi lingkungan kandang.
g. Dosis dan waktu pemberian ganggang renik hijau-biru
(Spirulina sp.).
4.3.2 Definisi operasional variabel
1. Spirulina sp. merupakan ganggang renik hijau-biru yang
mengandung Gamma Linoleic Acid (GLA), beta-karotin, dan
serat. Pada penelitian ini Spirulina sp. yang digunakan sebesar
150mg/kgBB tikus/hari yang diberikan peroral melalui sonde.
Pemberian Spirulina sp. dilakukan secara rutin setiap hari
selama 14 hari.
2. Kolesterol adalah prekursor hormon steroid, asam empedu dan
merupakan unsur pokok yang penting dalam membran sel.
Kadar kolesterol diukur dengan alat digital Easy Touch® GCU
yang sudah diberi strip kolesterol. Satuan yang digunakan
dalam pemeriksaan ini adalah mg/dl.
4.4 Bahan Penelitian
1. Hewan coba
48
Hewan coba adalah Rattus norvegicus strain Wistar, jenis
kelamin jantan, umur 10-12 minggu dengan berat badan 150-
170 gram.
2. Bahan untuk perlakuan
a. Spirulina sp. sejumlah 150mg/kgBB tikus/hari.
b. Makanan (pellet + minyak babi).
c. Aquadest.
d. CMCNa 0,5%.
3. Bahan untuk pemeriksaan
a. Easy Touch® GCU, model ET-201 (alat).
b. Easy Touch® Blood Cholesterol Test Strips, code no : 9343.
b. Kapas + alkohol 70%.
c. Handscoen.
4.5 Instrumen Penelitian
1. Kandang ukuran 30 x 40 cm.
2. Botol minum untuk tikus.
3. Timbangan Torbal (Torsion balance) untuk berat badan tikus.
4. Timbangan analitik.
5. Alat pengekang hewan coba.
6. Gunting.
7. Sonde untuk memasukkan Spirulina sp. peroral.
8. Spuit 3 ml.
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.6.1 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Laboratorium Biokimia Jurusan
Kedokteran Fakultas Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah
Surabaya.
4.6.2 Waktu penelitian
49
Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari
pengumpulan data untuk dasar teori hingga waktu selama masa
perlakuan.
4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
Adapun tahapan pelaksanaan penelitian, antara lain :
a) Mengelompokkan tikus putih percobaan yang berjumlah 16 ekor
secara random dengan acak menjadi 2 kelompok, yaitu satu
kelompok kontrol dan satu kelompok perlakuan. Masing –
masing kelompok 8 ekor tikus.
b) Kelompok I mendapat diet tinggi lemak saja sebagai kontrol
dengan dua kali pemeriksaan. Setelah 14 hari pertama,
dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol untuk mengetahui
kadar kolesterol yang naik setelah pemberian diet tinggi lemak.
Kemudian 14 hari selanjutnya diukur lagi kadar kolesterolnya.
Diet tinggi lemak dengan cara memberikan pakan yang
mengandung pellet + minyak babi = 500 gram : 50 ml, selama 4
minggu.
c) Kelompok II pada 14 hari pertama mendapat diet tinggi lemak
saja untuk mendapatkan peningkatan profil lemak dari tikus dan
dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol. Kemudian 14 hari
selanjutnya diberikan tambahan Spirulina sp. selain diet tinggi
lemak, dan diakhir perlakuan diperiksa kadar kolesterol untuk
melihat hasil dari perlakuan.
Tikus hiperkolesterolemia diperlakukan sebagai berikut :
Kelompok I : Sebagai kontrol positif tanpa diberi Spirulina sp. .
Kelompok II : Diberi Spirulina sp. selama 14 hari dengan dosis
150mg/kgBB tikus/hari peroral (disonde).
Pemberian Spirulina sp. dilakukan peroral, dengan cara
disonde selama 14 hari. Pada akhir hari ke-14 tikus ditimbang dan
50
sampel darahnya diambil melalui ujung ekor tikus dengan cara
didesinfeksi terlebih dahulu sambil dipijat atau diurut perlahan-
lahan ekor tikus. Sebelumnya tikus dipuasakan 1 malam (kurang
lebih 18 jam), minum tetap diberikan dan pagi hari dilakukan
penimbangan terakhir.
4.8 Pemeriksaan Kadar Kolesterol Total Darah Tikus
Untuk mengukur kadar kolesterol total darah tikus
menggunakan alat cek darah digital yang mudah dan praktis, yaitu
Easy Touch® GCU. Alat ini dirancang untuk mengukur secara
kuantitatif kadar kolesterol darah. Alat tes darah ini berbentuk alat
elektronik yang bisa mengukur kadar kolesterol darah dengan
menggunakan strip khusus (Easy Touch® Blood Cholesterol Test
Strips) yang ditetesi sampel darah utuh kapiler yang segar. Ketika
sampel darah secara gentel diletakkan pada area target pada strip,
darah secara otomatis menuju zona reaksi pada strip. Hasil tes
akan tampak di layar dalam hitungan 150 detik.
Pada semua kelompok tikus, diukur kadar kolesterolnya
sesudah diberi perlakuan sesuai batas waktu yang ditentukan.
Sebelum dilakukan pengambilan sampel darah, hewan-hewan uji
telah dipuasakan selama 1 malam (kurang lebih 18 jam) tetapi
persediaan air minum tidak dihentikan. Pengukuran dilakukan
dengan cara ujung ekor tikus didesinfeksi terlebih dahulu sambil
memijat ekor tikus dari pangkal sampai ujung ekor agar aliran
darah terkumpul pada ujung ekor, kemudian digunting. Selanjutnya
darah yang menetes dikenakan pada strip kolesterol Easy Touch
dan tunggu beberapa detik (150 detik) sampai hasil kadar
kolesterolnya keluar (satuan mg/dl). Kemudian catat hasil
pemeriksaan (Soemardji, 2004).
4.9 Cara Analisis Data
51
Data yang diperoleh dari penelitian ini, dianalisis dengan
metode parametrik uji-t dua sampel bebas dengan α = 0,05.
Sebelumnya dilakukan analisa deskriptif untuk mengetahui rerata.
Setelah itu dilakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov
( = 0,05) dan uji homogenitas varians.
4.10 Kerangka Operasional Penelitian
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
52
Pemeriksaan kadar kolesterol total
Kelompok I Kelompok II
diet tinggi lemak (pellet + minyak babi = 500gram : 50ml)
Pemeriksaan kadar kolesterol total
diet tinggi lemak (pellet + minyak babi = 500gram : 50ml)
diet tinggi lemak (pellet + minyak babi = 500gram : 50ml)
diet tinggi lemak + Spirulina sp. dosis
150mg/kgBB tikus/hari selama 14 hari
(disonde)
14 HARI PERTAMA
14 HARI KEDUA
Tikus wistar jantan (Rattus norvegicus)
5.1 Hasil Penelitian Kadar Kolesterol PretestPenelitian yang dilakukan di Laboratorium Biokimia
Universitas Hang Tuah selama 6 bulan dengan menggunakan 16
ekor tikus putih jantan strain wistar (Rattus norvegicus) berumur 10-
12 minggu dengan berat tikus antara 150-170 gram.
Data hasil pengukuran kadar kolesterol pada kelompok
kontrol dan perlakuan sebelum perlakuan tersaji pada table 5.1 dan
5.2.
Tabel 5.1 Kadar kolesterol kelompok kontrol (mg/dl).
kadar kolesterol
(mg/dl)PRE
1 165
2 139
3 131
4 162
5 193
6 118
7 225
8 179
Total N 8
Tabel 5.2 Kadar kolesterol kelompok perlakuan (mg/dl)
53
kadar kolesterol
(mg/dl)PRE
1 181
2 156
3 194
4 143
5 165
6 184
7 143
8 141
Total N 8
Kita akan melihat deskripsi data pada variabel penelitian,
diperoleh hasil output menggunakan SPSS 20 sebagai berikut :
Tabel 5.3 Deskripsi data variabel penelitian
Descriptive Statistics: Kontrol, Perlakuan
Variable Total Count Mean StDev Minimum Maximum
Kontrol 8 164.00 35.096 118 225
Perlakuan 8 163.38 20.914 141 194
Berdasarkan output dari SPSS 20 dapat kita lihat data yang
digunakan adalah sejumlah 8 data sesuai sampel yang diperlukan
untuk penelitian ini. Pada penelitian kali ini variabel kontrol dan
perlakuan sama-sama dikenakan perlakuan yang sama pada 14
hari pertama yaitu diberikan diet tinggi lemak. Kemudian untuk data
tikus kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata kolesterol sebesar
164.00 mg/dL dengan standar deviasi sebesar 35.096, sedangkan
untuk data pengamatan tikus kelompok perlakuan diperoleh nilai
kolesterol rata-rata sebesar 163.38 mg/dL dengan standar deviasi
sebesar 20.914.
54
5.2 Analisis Data
Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan yaitu untuk
mengetahui apakah ada perbedaan kadar kolesterol total setelah
pemberian ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.) selama 14 hari
dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari pada tikus jantan (Rattus
norvegicus) galur wistar yang diberi diet tinggi lemak, maka
diperlukan pemenuhan persyaratan analisis dalam menguji
hipotesis penelitian dan dilakukan beberapa langkah meliputi uji
normalitas distribusi data, uji homogenitas variansi data, kemudian
dilanjutkan dengan uji parametrik yaitu uji-t dua sampel bebas.
5.2.1 Uji normalitas distribusi dataKarena data berskala rasio (kadar kolesterol), untuk melihat
perbedaan kadar kolesterol antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan, akan digunakan uji-t dua sampel bebas. Untuk itu
dilakukan uji normalitas (dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov) sebagai syarat penggunaan uji-t dan diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 5.4 Deskripsi hasil uji normalitas
Kadar kolesterol (mg/dl)
PRE
N 16
Normal Parameters(a,b)
Mean 163.69
Std. Deviation 27.911
Most Extreme Differences
Absolute .146
Positive .146
Negative -.083
Kolmogorov-Smirnov Z .583
Asymp. Sig. (2-tailed) .886
55
Hipotesis statistika dari uji Kolmogorov-Smirnov adalah:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.886. Jika digunakan α =
0,05 maka dapat disimpulkan H0 diterima (karena α < signifikansi).
Sehingga dapat disimpulkan data kadar kolesterol berdistribusi
normal.
5.2.2 Uji kesamaan varians Setelah diketahui bahwa kedua data telah mengikuti
distribusi normal, kemudian dilakukan uji kesamaan varians dari
kedua data tersebut.
Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : Varian data homogen
H1 : Varian data heterogen
Hasil uji kesamaan varians dengan menggunakan uji Levene
melalui SPSS 20 dapat dilihat pada Tabel 5.6. Berdasarkan Tabel
5.6, bahwa nilai signifikansi bernilai 0.286, apabila menggunakan α
= 0,05 maka H0 diterima (karena α < signifikansi). Sehingga
pembacaan hasil uji-t dua sampel bebas menggunakan hasil varian
data homogen.
5.2.3 Uji-t dua sampel bebas pretestSetelah uji kesamaan varians terpenuhi kemudian dilakukan
uji-t dua sampel bebas untuk mengetahui perbedaan antara kontrol
dan perlakuan. Penelitian ini ingin mengetahui apakah ada
perbedaan pada kadar kolesterol total kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan sebelum perlakuan.
Tabel 5.5 Hasil uji-t dua sampel bebas
56
Kelompok N Mean
Std. Deviatio
n
Std. Error Mean
kadar kolesterol (mg/dl) PRE
Kontrol 8 164.00 35.096 12.408
Perlakuan 8 163.38 20.914 7.394
Tabel 5.6 Lanjutan Hasil uji-t dua sampel bebasLevene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T DfSig. (2-tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
kadar kolesterol (mg/dl) PRE
Equal variances assumed
1.232 .286 .043 14 .966 .63 14.444 -30.355 31.605
Equal variances not assumed
.043 11.415 .966 .63 14.444 -31.026 32.276
Tabel diatas adalah hasil analisis uji-t. Hipotesis statistika dari uji-t dua sampel bebas adalah :
H0 : Tidak ada beda kadar kolesterol sebelum perlakuan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
H1 : Ada beda kadar kolesterol sebelum perlakuan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Diperoleh statistika uji-t = 0,043 dengan nilai signifikansi
sebesar 0.966. Jika digunakan α = 0,05 maka dapat disimpulkan
H0 diterima (karena α < signifikansi). Sehingga dapat disimpulkan
tidak ada beda kadar kolesterol sebelum perlakuan antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
5.3 Hasil Penelitian Kadar Kolesterol Posttest
57
Data hasil pengukuran kadar kolesterol pada kelompok
kontrol dan perlakuan setelah perlakuan tersaji pada table 5.7 dan
5.8.
Tabel 5.7 Kadar kolesterol kelompok kontrol (mg/dl).
kadar kolesterol
(mg/dl)POST
1 131
2 159
3 135
4 169
5 139
6 131
7 156
8 159
Total N 8
Tabel 5.8 Kadar kolesterol kelompok perlakuan (mg/dl)
kadar kolesterol
(mg/dl)POST
1 169
2 119
3 166
4 188
5 188
6 159
7 176
8 148
Total N 8
58
Kita akan melihat deskripsi data pada variabel penelitian,
diperoleh hasil output menggunakan SPSS 20 sebagai berikut :
Tabel 5.9 Deskripsi data variabel penelitian
Descriptive Statistics: Kontrol, Perlakuan
Variable Total Count Mean StDev Minimum Maximum
Kontrol 8 147.38 14.985 131 169
Perlakuan 8 164.13 22.775 119 188
Berdasarkan output dari SPSS 20 dapat kita lihat data yang
digunakan adalah sejumlah 8 data sesuai sampel yang diperlukan
untuk penelitian ini. Pada penelitian kali ini variabel kontrol dan
perlakuan dibedakan pada 14 hari kedua. Pada kelompok kontrol
tetap diberikan diet tinggi lemak, namun pada kelompok perlakuan
selain diberikan diet tinggi lemak juga diberikan Spirulina sp..
Kemudian untuk data tikus kelompok kontrol diperoleh nilai rata-
rata kolesterol sebesar 147.38 mg/dL dengan standar deviasi
sebesar 14.985 Sedangkan untuk data pengamatan tikus kelompok
perlakuan diperoleh nilai rata-rata kolesterol sebesar 164.13 mg/dL
dengan standar deviasi sebesar 22.775.
5.4 Analisis Data
Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan yaitu untuk
mengetahui apakah ada perbedaan kadar kolesterol total setelah
pemberian ganggang renik hijau-biru (Spirulina sp.) selama 14 hari
dengan dosis 150mg/kgBB tikus/hari pada tikus jantan (Rattus
norvegicus) galur wistar yang diberi diet tinggi lemak, maka
diperlukan pemenuhan persyaratan analisis dalam menguji
hipotesis penelitian dan dilakukan beberapa langkah meliputi uji
normalitas distribusi data, uji homogenitas variansi data, kemudian
dilanjutkan dengan uji parametrik yaitu uji-t dua sampel bebas.
59
5.4.1 Uji normalitas distribusi dataKarena data berskala rasio (kadar kolesterol), untuk melihat
perbedaan kadar kolesterol antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol, akan digunakan uji-t dua sampel bebas. Untuk itu
dilakukan uji normalitas (dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov) sebagai syarat penggunaan uji-t dan diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 5.10 Deskripsi hasil uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
kadar kolesterol
(mg/dl)
N 16
Normal Parameters(a,b)
Mean 155.75
Std. Deviation 20.535
Most Extreme Differences
Absolute .130
Positive .105
Negative -.130
Kolmogorov-Smirnov Z .519
Asymp. Sig. (2-tailed) .950
Hipotesis statistika dari uji Kolmogorov-Smirnov adalah:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.950. Jika digunakan α
= 0,05 maka dapat disimpulkan H0 diterima (karena α <
signifikansi). Sehingga dapat disimpulkan data kadar kolesterol
berdistribusi normal.
60
5.4.2 Uji kesamaan varians Setelah diketahui bahwa kedua data telah mengikuti
distribusi normal, kemudian dilakukan uji kesamaan varians dari
kedua data tersebut. Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : Varian data homogen
H1 : Varian data heterogen
Hasil uji kesamaan varians dengan menggunakan uji Levene
melalui SPSS 20 dapat dilihat pada Tabel 5.12. Berdasarkan Tabel
5.12 bahwa nilai signifikansi bernilai 0.553, apabila menggunakan α
= 0,05 maka H0 diterima (karena α < signifikansi). Sehingga
pembacaan hasil uji-t dua sampel bebas menggunakan hasil data
varian homogen.
5.4.3 Uji-t dua sampel bebas posttestSetelah uji kesamaan varians terpenuhi kemudian dilakukan
uji-t dua sampel bebas untuk mengetahui perbedaan antara
perlakuan dan kontrol. Penelitian ini ingin mengetahui apakah ada
perbadaan pada kadar kolesterol kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan.
Tabel 5.11 Hasil uji-t dua sampel bebas
Kelompok N Mean
Std. Deviatio
n
Std. Error Mean
kadar kolesterol (mg/dl) POST
Kontrol 8 147.38 14.985 5.298
Perlakuan8 164.13 22.775 8.052
61
Tabel 5.12 Lanjutan hasil uji-t dua sampel bebasLevene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
Penelitian eksperimental laboratoris, Universitas Diponegoro,
Semarang.
33. Sudrajat juliansyah, 2008. Profil lemak, kolesterol darah, dan
respon fisiologis tikus wistar yang diberi ransum mengandung gulai
daging sapi lean. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
34. Subroto MA, 2008. Real food true health. Edisi pertama, Jakarta :
PT Agromediapustaka, h : 89-103.
35. Tala Zaimah Z, 2009. Manfaat serat bagi kesehatan. Skripsi,
Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.
LAMPIRANLampiran 1 : Jadwal Pelaksanaan
70
JADWAL PELAKSANAAN
No Waktu Pelaksaan Feb Mar April Mei Juni
1. Persiapan
2. Pelaksanaan penelitian
3. Analisis data
4. Penulisan laporan
Lampiran 2 : Surat Keterangan Identifikasi Spirulina sp.
71
Lampiran 3 : Data Kolesterol Total Dari Laboratorium Biokimia UHT
72
73
Lampiran 4 : Pembuatan Pakan Pellet Tinggi Lemak
74
Alat :
1. Gelas ukur (buat ukur minyak babi)2. Timbangan (buat pellet standartnya)3. Mesin penggiling
Bahan :
1. Pellet standart2. Minyak babi
Cara pembuatan :
1. Timbang dahulu pellet standart (20 kg).2. Campurkan bahan pellet standart dengan minyak babi (2 L).3. Dilakuan proses penggilingan dan selanjutnya dilakukan
pengeringan dengan sinar matahari.4. Setelah kering siap diberikan pada tikus.
Lampiran 5 : Pembuatan Larutan CMCNa 0,5%
75
Alat :
1. Gelas Becker2. Pengaduk Stiler 3. Timbangan analitik4. Hot plate
Bahan :
1. CMCNa dalam bentuk bubuk2. Aquadest 100 ml
Cara pembuatan :
1. Timbang terlebih dahulu CMCNa dengan timbangan analitik yang akan dilarutkan sebanyak 0,5 gram.
2. Ambil aquadest sebanyak 100 ml.3. Campurkan CMCNa dengan aquadest dalam gelas Becker,
masukkan pengaduk Stiler.4. Letakkan diatas hot plate, tunggu sampai CMCNa tercampur rata
1. Timbang terlebih dahulu Spirulina sp. yang akan dilarutkan sebanyak 250 mg.
2. Ambil larutan CMCNa 0,5% sebanyak 16,7 ml.3. Campurkan Spirulina sp. dengan larutan CMCNa 0,5%.4. Aduk sampai rata.5. Dibuat untuk 8 tikus.6. Dibuat setiap hari.
Lampiran 7 : Proses Penyondean Spirulina sp.
77
Alat :
1. Spuit ukuran 3 ml2. Feeding tube ukuran 6
Bahan :
1. Larutan Spirulina sp. yang sudah dicampur dengan CMCNa 0,5%
Cara penyondean :
1. Timbang setiap hewan coba dan dicatat.2. Hitung jumlah larutan Spirulina sp. yang akan disondekan.
NO Berat badan hewan coba (gram)
Larutan Spirulina sp. + CMCNa 0,5% yang akan disondekan (ml)
TOTAL 15,73. Hewan coba dipegang kemudian disondekan larutan Spirulina sp. +
CMCNa 0,5% sesuai tabel.4. Dilakukan setiap hari selama 14 hari.
Lampiran 8 : Pengambilan dan Pemeriksaan Kadar Kolesterol Total
78
Alat dan bahan :
1. Gunting bedah2. Handscoen3. Kapas + alkohol 70%4. Alat pengekang hewan coba untuk menahan gerak tikus5. Easy Touch® GCU, model ET-201 (alat)6. Easy Touch® Blood Cholesterol Test Strips , code no : 9343
Cara pelaksanaan :
1. Pertama, pegang tikus dengan erat atau bisa juga masukkan tikus pada alat pengekang hewan coba untuk menahan gerak tikus.
2. Lalu bersihkan ekor tikus menggunakan kapas yang sudah terisi alkohol 70% sambil diurut dari pangkal sampai ke ujung ekor.
3. Lalu gunting ekor kurang lebih 1 cm, saat darah sudah keluar teteskan pada strip kolesterol Easy Touch yang sudah terpasang pada alat Easy Touch® GCU.
4. Tunggu beberapa detik (150 detik) sampai hasil kadar kolesterolnya keluar (satuan mg/dl).
Lampiran 9 : Gambar Penelitian
79
Gambar 1. Kandang tikus
Gambar 2. Pemberian makan dan minum pada tikus
80
Gambar 3 : Timbangan berat badan tikus
Gambar 4. Easy Touch GCU Gambar 5. Cholesterol test strips
81
Gambar 6. Pengambilan darah dari ujung ekor tikus
Gambar 7. Pengukuran kadar kolesterol darah
Gambar 8. Spirulina sp. yang digunakan
82
Gambar 9. Gelas ukur dan mikropipet
Gambar 10. Serbuk CMCNa dan aquadest
Gambar 11. Penimbangan CMCNa (dengan timbangan analitik)
83
Gambar 12. Pembuatan larutan CMCNa 0,5% (dipanaskan dengan Hot Plate)
Gambar 13. Spirulina sp. yang sudah tercampur CMCNa 0,5% yang akan disonde ke tikus