MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANERGARAAN “ RULE OF LAW “ Di susun oleh: 1. Melinda Luthfiarines NIM: I82140 2. Riska Lusiana Putri NIM: I8214041 3. Yusiva Azadina Briantari NIM: I8214048 D3 TEKNIK SIPIL TRANSPORTASI
MAKALAH PENDIDIKANKEWARGANERGARAAN
“ RULE OF LAW “
Di susun oleh:1.Melinda Luthfiarines NIM: I821402.Riska Lusiana Putri NIM: I82140413.Yusiva Azadina Briantari NIM:
I8214048
D3 TEKNIK SIPIL TRANSPORTASI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas rahmat
dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik . Tak lupa sebagai penulis kami ucapkan terima
kasih kepada para sahabat dan pihak-pihak yg mendukung
pembuatan makalah ini. Makalah ini disusun guna melengkapi
tugas Pendidikan Kewarganegaraan “RULE OF LAW (PENEGAKAN
HUKUM)” UKD 3 Semester 2. Dalam penyusunan makalah ini, dengan
kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak, kami telah
berusaha untuk dapat memberikan serta mencapai hasil yang
semaksimal mungkin dan sesuai dengan harapan, walaupun di
dalam pembuatannya kami menghadapi berbagai kesulitan karena
keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang kami
miliki. Oleh sebab itu pada kesempatan ini, kami ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya
kepada Bapak Junaidi selaku dosen pembimbing Pendidikan
Kewarganegaraan. Saya menyadari bahwa dalam penulisan dan
pembuatan makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami
butuhkan untuk dapat menyempurnakan makalah di masa yang akan
datang. Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami dan teman-teman maupun pihak lain yang
berkepentingan.
Surakarta, April 2015
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................
..............................................................
.................I
KATA
PENGANTAR ....................................................
...........................................................2
DAFTAR
ISI ..........................................................
..............................................................
.....3
BAB 1
PENDAHULUAN ..................................................
......................................................4
1.1 LATAR
BELAKANG .....................................................
....................................................4
1.2 RUMUSAN
MASALAH.......................................................
..............................................4
1.3
TUJUAN .......................................................
..............................................................
........4
BAB 2
PEMBAHASAN ...................................................
........................................................6
2.1 PENGERTIAN RULE OF
LAW ..........................................................
..............................6
2.2 SEJARAH BERDIRINYA RULE OF
LAW...........................................................
............8
2.3 FUNGSI RULE OF
LAW ..........................................................
.........................................8
2.4 PELAKSANAAN RULE OF
LAW ..........................................................
..........................9
2.5 DINAMIKA PELAKSANAAN RULE OF LAW DI
INDONESIA ................................10
2.6 PENEGAKAN
HUKUM ........................................................
..........................................12
2.7 PENEGAKAN HUKUM DALAM KASUS KORUPSI …………………………………
2.8 APARATUR PENEGAKAN
HUKUM ........................................................
....................13
2.9 KESADARAN HUKUM
MASYARAKAT ...................................................
..................15
BAB 3
PENUTUP ......................................................
.............................................................1
7
3.1
KESIMPULAN ...................................................
..............................................................
17
3.2
SARAN ........................................................
..............................................................
.......17
3.3 DAFTAR
PUSTAKA ......................................................
.................................................18
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari
hukum, mulai dari norma, nilai, tata krama, hingga hukum
perundang-undangan dalam peradilan. Sayangnya hukum di Negara
Indonesia masih kurang dalam proses penegakkannya, terutama
penegakkan hukum di kalangan pejabat-pejabat dibandingkan
dengan penegakkan hukum dikalangan menengah ke bawah. Hal ini
terjadi karena di Negara kita, hukum dapat dibeli dengan uang.
Siapa yang memiliki kekuasaan, dia yang memenangkan peradilan.
Dengan melihat kenyataan seperti itu, pembenahan
peradilan di Negara kita dapat dimulai dari diri sendiri
dengan mempelajari norma atau hukum sekaligus memahami dan
menegakkannya sesuai dengan keadilan yang benar. Dalam bahasan
ini dibahas supaya keadilan dapat ditegakkan, maka akan
terkait semua aspek yang ada didalamnya yang mempengaruhi dan
menjadi penentu apakah keadilan dapat ditegakan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah:
1. Apa pengertian Rule of Law?
2. Bagaimana terbentuknya Rule of Law?
3. Apa fungsi dari Rule of Law?
4. Bagaimana pelaksanaan Rule of Law?
5. Bagaimanakah dinamika pelaksanaan Rule of Law?
6. Apakah Negara Indonesia termasuk Negara yang adil dalam
penegakan hukumnya?
7. Apa itu Aparatur Penegak Hukum?
8. Bagaimana kesadaran hukum di masyarakat?
1.3 TUJUAN
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat
mengetahui dan menjelaskan :
1. Pengertian Rule of Law
2. Sejarah berdirinya Rule of Law
3. Fungsi Rule of Law
4. Pelaksanaan Rule of Law
5. Dinamika pelaksanaan Rule of Law
6. Penegakan hukum
7. Aparatur Penegak Hukum
8. Kesadaran hukum di masyarakat
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN RULE OF LAW
Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja
maupun penyelenggaraan negara harus dibatasi dan diatur
melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan
dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan
itulah yang sering diistilahkan dengan Rule of Law. Misalnya
gerakan revolusi Perancis serta gerakan melawan absolutisme di
Eropa lainnya, baik dalam melawan kekuasaan raja, bangsawan
maupun golongan teologis. Oleh karena itu menurut Friedman,
antara pengertian negara hukum atau rechtsstaat dan Rule of
Law sebenarnya saling mengisi (Friedman, 1960: 546).
Berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan
publik yang diatur secara legal.
Setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat
termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law. Dalam hubungan
ini pengertian Rule of Law berdasarkan substansi atau isinya
sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam suatu negara.
Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat
atau Rule Of Law. Rechsstaat atau Rule Of Law itu sendiri
dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis dari gagasan
konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan negara
hukum merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.
Negara Indonesia pada hakikatnya menganut prinsip “Rule
of Law, and not of Man”, yang sejalan dengan pengertian
nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum atau
nomos. Dalam negara hukum yang demikian ini, harus diadakan
jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan
menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi
hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakikatnya berasal
dari kedaulatan rakyat. Oleh karena itu prinsip negara hukum
hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip
demokrasi atau kedaulatan rakyat atau democratische
rechstssaat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan
dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka
atau machtsstaat. Karena itu perlu ditegaskan pula bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan menurut
Undang-Undang Dasar atau constitutional democracy yang
diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis
(democratische rechtsstaat) Asshid diqie, 2005: 69-70).
Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam
pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:
a. Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,…karena
tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan ”peri keadilan”;
b. …kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
”adil” dan makmur;
c. …untuk memajukan ”kesejahteraan umum”,…dan ”keadilan
social”;
d. …disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indoensia itu dalam
suatu ”Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”;
e. ”…kemanusiaan yang adil dan beradab”;
f. …serta dengan mewujudkan suatu ”keadilan sosial” bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya
keadilan bagi masyarakat terutama keadilan sosial.
Adapun unsur – unsur Rule Of Law menerurut AV Dicey
terdiri dari :
1. Supremasi hukum, dalam artian tidak boleh ada kesewenang-
wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika
melanggar hukum.
2. Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat
biasa maupun bagi pejabat.
3. Terjamin hak-hak manusia dalam undang-undang atau
keputusan pengandilan.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan
yang demokrasi menurut rule of law adalah :
1. Adanya perlindungan konstitusional
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Pemilihan umum yang bebas.
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi
6. Pendidikan kewarganegaraan
Ada tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan
oleh “kenyataan”, apakah rakyat menikmati keadilan, dalam arti
perlakuan adil, baik sesama warga Negara maupun pemerintah.
Untuk membangun kesadaran di masyarakat maka perlu
memasukkan materi instruksional Rule of Law sebagai salah satu
materi di dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
2.2 SEJARAH BERDIRINYA RULE OF LAW
Latar belakang kelahiran rule of law:
a. Diawali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan
kekuasaan pemerintahan Negara.
b. Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu
Demokrasi Konstitusional.
c. Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional adalah
konsepsi negara hukum.
Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19,
seiring degan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law
adalah konsep tentang common law
Unsur-unsur rule of law menurut A.V. Dicey terdiri dari:
- Supremasi aturan-aturan hukum.
- Kedudukan yang sama didalam menghadapi hukum.
- Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang
serta keputusan-keputusan
pengadilan.
Paham rule of law di Inggris diletakan pada hubungan antara
hukum dan keadilan, di Amerika di letakan pada hak-hak asasi
manusia, dan di Belanda paham rule of law lahir dari paham
kedaulatan Negara, melalui paham kedaulatan hokum untuk
mengawasi pelaksanaan tugas kekuatan pemerintah. Di Indonesia,
inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi
seluruh masyarakatnya, khususnya keadilan social.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang
demokrasi menurut rule of law adalah:
- Adanya perlindungan konstitusional.
- Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
- Pemilihan umum yang bebas.
- Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
- Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
- Pendidikan kewarganegaraan.
2.3 FUNGSI RULE OF LAW
Fungsi Rule Of Law pada hakikat nya adalah jaminan adanya
keadilan social bagi masyarakat, terutama keadilan social.
Penjabaran prinsip-prinsip Rule Of Law secara formal
termuat dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu:
Pasal 1 ayat 3
Pasal 24 ayat 1
Pasa 27 ayat 1
Pasal 28D ayat 1 dan 2
2.4 PELAKSANAAN RULE OF LAW
Agar pelaksanaan rule of law bisa berjalan dengan yang
diharapkan, maka:
a. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus
didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan
kepribadian masing-masing setiap bangsa.
b. Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus
didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
c. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan
social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan
negara, harus ditegakan secara adil juga memihak pada
keadilan.
Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto
Raharjo: 2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri,
bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar
hokum progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”, bukan
sebaliknya. Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan
yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa yang
bersangkutan atau “back to law and order”, kembali pada hukum
dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu.
Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
1. Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi.
2. Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak
terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan apapun.
3. Legalitas terwujud dalam segala bentuk.
Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia
(Masyarakat Transparansi Internasional: 2005).
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law
antara lain:
Kasus korupsi;
Kasus illegal logging;
Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat
Mahkamah Agung (MA);
Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika ;
Kasus perdagangan wanita dan anak.
2.5 DINAMIKA PELAKSANAAN RULE OF LAW DI INDONESIA
Dalam Proses Penegakan hokum di Indonesia di lakukan oleh
lembaga penegak hukum yang terdiri dari:
Kepolisian
Fungsinya memelihara keamanan dalam negeri. Yang memiliki
tugas pokok yaitu:
- Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
- Menegakan Hukum.
- Memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.
wewenang kepolisian adalah sebagai berikut:
- Mengawasi aliran yang menimbulkan perpecahan dan
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
- Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan.
- Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari
tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.
- Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan
pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain,
serta kegiatan masyarakat.
- Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan
kegiatan masyarakat lainnya.
- Memberikan izin melakukan pengawasan senjata api, bahan
peledak, dan senjata tajam.
Kejaksaan
Wewenang dan tugas kejaksaan:
- Melakukan penuntutan.
- Melaksanakan penetapan hakim dan putusa pengadilan yang
telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
- Melakukan pengawasan tehadap pelaksanaan putusan pidana
masyarakat, putusan pidana pengawasan, dan keputusa lepas
bersyarat.
- Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang.
- Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan dan dalam pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan penyidik.
KPK( komisi Pemberantasn Korupsi)
KPK di tetapkan dengan UU no 20 tahun 2002 dengan tujuan
meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Tugas KPK:
- Berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi.
- Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana
korupsi.
- Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan
Negara.
Wewenang KPK.
- Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan, terhadap
instansi yang menjalankan tugas dan wewenang dengan
pemberantasan tindak korupsi.
- Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku
tindak korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan
kejaksaan.
- Menetapkan system pelaporan dalam kegiatan
pemberantasan korupsi.
- Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan
tindak pidana korupsi.
- Hanya menangani perkara korupsi yang terjadi setelah 27
Desember 2002.
- Peradilan tindak pidana korupsi tidak bisa berjalan
dengan landasan hukum UU KPK.
Badan peradilan
1) Mahkamah Agung (MA) merupakan puncak kekuasaan kehakiman
di Indonesia. MA mempunyai kewenangan.
- Mengadili pada tingkat kasai terhadap putusan yang
diberikan pada tingkat terakhir oleh peradilan.
- Menguji peraturan perundang- undangan di bawah undang-
undang terhadap Undang-undang.
- Kewenangan lain yang ditentukan undang-undang.
2) Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga peradilan
pada tignkat pertama dan terakhir:
- Menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
- Memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
- Memutuskan pembubaran parpol.
- Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
3) Peradilan Tinggi dan Negeri merupakan peradilan umum di
tingkat provinsi dan kabupaten. Fungsi kedua peradilan
tersebut adalah menyelenggarakan peradilan baik pidana dan
perdata di tingkat kabupaten, dan tingkat banding di
peradilan tinggi. Pasal 57 UU No. 8 tahun 2004 menetapkan
agar peradilan memberikan prioritas peradilan terhadap
tindak korupsi, terorisme, narkotika atau psikotropika
pencucian uang, dan selanjutnya, tindak pidana.
2.6 PENEGAKAN HUKUM
Penegakkan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk
tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata
sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan–
hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakkan hukum itu dapat
dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan
sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek
hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan
aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang
berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.
Dalam arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakkan hukum
itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakkan hukum
tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu,
apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan
untuk menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakkan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut
obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini,
pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam
arti luas, penegakkan hukum itu mencakup pada nilai-nilai
keadilan yang terkandung didalamnya bunyi aturan formal maupun
nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tatapi dalam
arti sempit, penegakkan hukum itu hanya menyangkut penegakkan
peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu,
penerjemahan perkataan “Law Enforcement” ke dalam bahasa
Indonesia dalam menggunakan perkataan “Penegakkan Hukum” dalam
arti luas dapat pula digunakan istilah “Penegakkan Peraturan”
dalam arti sempit.
Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan
cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga
timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan dikembangkannya
istilah “the rule of law” atau dalam istilah “ the rule of law
and not of a man” versus istilah “ the rule by law” yang
berarti “the rule of man by law” Dalam istilah “ the rule of
law” terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan
dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai
keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan
istilah “ the rule of just law”. Dalam istilah “the rule of
law and not of man”, dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada
hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu
dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya
adalah “the rule by law” yang dimaksudkan sebagai pemerintahan
oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat
kekuasaan belaka.
Dengan uraian diatas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud
dengan penegakkan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang
dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil
yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai
pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para
subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakkan
hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-
undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita tentang
penegakkan hukum dapat kita tentukan sendiri batas-batasnya
Apakah kita akan membahas keseluruhan aspek dan dimensi
penegakan hukum itu, baik dari segi subyeknya maupun obyeknya
atau kita batasi haya membahas hal-hal tertentu saja, misalnya
hanya menelaah aspek-aspek subyektif saja. Makalah ini memang
sengaja dibuat untuk memberikan gambaran saja mengenai
keseluruhan aspek yang terkait dengan tema penegakkan hukum
itu.
2.8 PENEGAKAN HUKUM DALAM KASUS KORUPSI
Korupsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya :buruk, rusak, busuk, suka memakai barang (uang) ygdipercayakan padanya, dapat disogok (memakai kekuasaannya utkkepentingan pribadi). Negara Indonesia adalah sebuah Negarademokrasi yang sedang berkembang. Seperti yang diketahui ,Negara Indonesia mensisakan catatan sebagai sebuah Negara yangtingkat korupsi yang tinggi. Peringkat Indonesia di indekskorupsi yang dikeluarkan Transparency International naik dari114 ke 107. Tapi masih jauh di bawah negara-negara tetanggaseperti Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura.
Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia telahdilakukan sejak tahun 1967, dengan dibentuknya TimPemberantasan Korupsi. Pada tahun 1970 dibentuk Komite AntiKorupsi (KAK). Selanjutnya dibentuk juga Komisi Empat. Tahun1977 dibentuklah Opstib. Kemudian pada tahun 1982 TimPemberantas Korupsi (TPK) dihidupkan kembali. Tahun 1999dibentuk tim yang bertugas untuk memeriksa kekayaan pejabatnegara yaitu KPKKN. Selanjutnya dibentuk Tim GabunganPemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) tahun 1999. Padatahun 2002 terbentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penegakan hukum di Indonesia tentang korupsi PemerintahIndonesia telah melakukan terobosan dengan memaksimalkanhukuman bagi koruptor yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UUNo. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001 TentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dimana dalam pasal inisanksi hukumanya adalah hukuman mati, bilamana tindakankorupsi itu dilakukan terhadap dana yang diperuntukkan bagipenanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional,penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas,
penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangantindak pidana korupsi.
Penjatuhan pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsihanya dijatuhkan apabila dilakukan dalam keadaan tertentu. Halini menjadi titik kelemahan perangkat undang-undang kita,mengapa “si pembuat undang-undang” tidak menyeragamkan semuabentuk-bentuk korupsi dengan ancaman maksimal hukuman matiatau dengan membuat suatu batasan minimal berapa besar nilaikorupsinya untuk dapat dijatuhi hukuman mati.
Adapun kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia yangdapat dipidana mati berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU No.31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001 TentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi, misalnya kasus BantuanLikuiditas Bank Indonesia (BLBI), Dana Bantuan CGI, kreditmacet yang melahirkan pengutang-utang raksasa, ataupun kasus-kasus lain yang dapat dijerat dengan pidana mati.Sampai saat ini di Indonesia penerapan pidana mati hanyaditerapkan kepada kejahatan-kejahatan konvensional, misalnyapembunuhan berencana dan pengedaran narkoba, meskipun pidanamati masih menimbulkan prokontra dengan alasan pelanggaran hakasasi manusia (HAM).
Khusus untuk kasus korupsi efek penjeraan dipandang lebihefektif apabila diterapkan hukuman berat berupa hukumanmaksimum 20 tahun bahkan hukuman mati atau hukuman seumurhidup sekalipun. Alasannya penjatuhan pidana berat pada duastratifikasi sosial, antara pejabat atau konglomerat disatusisi dengan masyarakat pinggiran atau gelandangan disisi lain,akan memberikan dampak psikologis (penjeraan) yang berbeda.Akan sangat terasa efek penjeraan terhadap parapejabat/konglomerat. Ada hasil penelitian mengungkapkan bahwapenjatuhan pidana berat tidak berpengaruh terhadap penurunanangka kejahatan, yang perlu digaris bawahi dari hasilpenelitian tersebut yaitu objek penelitiannya adalahmasyarakat pinggiran/kumuh, berbeda ketika sanksi pidana beratditerapkan kepada para pejabat atau konglomerat.
Rekapitulasi putusan perkara tindak pidana korupsidiseluruh Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir,
secara keseluruhan menunjukkan bahwa penjatuhan sanksi pidanaoleh hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupunMahkamah Agung tergolong relatif sangat rendah, kurang adildan tidak proporsional bila dibandingkan tindak pidanalainnya. Bahkan Teten Masduki (Koordinator ICW) menilai bahwahukuman tindak pidana korupsi sama sekali tidak membuat efekjera, karena hakim tidak memerintahkan terpidana untuk masukpenjara, misalnya kasus Probosutedjo dengan pidana empat tahunpenjara, namun seperti vonis-vonis kasus korupsi lainnya,hakim tak memerintahkan Probosutedjo untuk segera masukpenjara. Alasannya, Probosutedjo tidak akan melarikan diri,sampai ada vonis yang berkekuatan hukum tetap. Tampaknya halini menjadi model penyelesaian kasus korupsi lewat pengadilanuntuk melobi hakim di tingkat banding atau kasasi untukmeringankan putusan atau menunggu sampai terjadi pergantiankekuasaan.
Dengan semakin banyaknya jumlah perkara korupsi danmengakibatkan kerugian negara yang begitu besar, tetapirendahnya tingkat penjatuhan sanksi pidana terhadap pelakukejahatan korupsi membuktikan bahwa lemahnya political actionpemerintah maupun aparat penegak hukum. Berbagai argumentasidan alasan yang dikemukakan berkaitan dengan hal ini, bahwalemahnya political action pemerintah maupun aparat penegakhukum disebabkan dunia peradilan sudah dikuasai oleh para“mafia peradilan”, praktek dunia penegakan hukum sudahtercemar dengan jual beli atau dagang hukum.
Berdasarkan hal diatas menunjukkan bahwa political actionpenjatuhan pidana mati terhadap pelaku kejahatan korupsi diIndonesia masih lemah, hal inilah mungkin sebagai penyebabstatistik kejahatan korupsi dari tahun ke tahun terusmeningkat karena sanksi pidana yang dijatuhkan masih ringan.Tetapi Penggunaan sanksi pidana berat (pidana mati) tidakhanya sekedar mempertontonkan atau membuktikan komitmen bahwapenegakan hukum sudah dilakukan secara sungguh-sungguh, tetapilebih dari itu hukum pidana mempunyai tujuan prevensi. Danjuga pemberantasan korupsi sebagai musuh bangsa bukanlahbersifat sporadis dan temporal tetapi secara sistematis hingga
ke akar-akarnya
2.8 APARATUR PENEGAKAN HUKUM
Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai
institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum.
Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat
tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat
hukum, jaksa hakim dan petugas-petugas sipir pemasyarakatan.
Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak
yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait
dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan
pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali
(resosialisasi) terpidana.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat 3
elemen penting yang mempengaruhi, yaitu:
1. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat, sarana
dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya,
2. Budaya kerja ytang terkait dengan aparatnya, termasuk
mengenai kesejahteraan aparatnya,
3. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja
kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang
dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum
acaranya.
Upaya penegakkan hukum secara sistematik haruslah
memperhatikan ketiga aspek itu, sehingga proses penegakkan
hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat
diwujudkan secara nyata.
Namun selain ketiga faktor diatas, keluhan berkenaan dengan
kinerja penegakkan hukum di negara kita selama ini, sebenarnya
juga memerlukan analisis yang lebih menyeluruh lagi. Upaya
penegakkan hukum hanya satu elemen saja dari keseluruhan
persoalan kita sebagai negara hukum yang mencita-citakan upaya
menegakkan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia. Hukum tidak mungkin akan tegak, jika hukum itu
sendiri atau belum mencerminkan perasaan atau nilai-nilai
keadilan yang hidup didalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin
menjamin keadilan jika materinya sebagian besar merupakan
warisan masa lalu yang tidak sesuai, lain dengan tuntutan
zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan hanya
berkenaan dengan upaya penegakan hukum tetapi juga pembaharuan
hukum atau pembuatan hukum baru.
Karena itu, ada empat fungsi penting yang memerlukan perhatian
yang seksama, yaitu:
1. Pembuatan hukum (‘the legislation of law atau Law and
rule making),
2. Sosialisasi, penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum
( socialization and promulgation of law),
3. Penegakkan hukum (the enforcement of law). Ketiganya
membutuhkan dukungan
4. Administrasi hukum (the administration of law) yang
efektif dan efisien yang dijalankan oleh pemerintahan
(eksekutif) yang bertanggungjawab (accountable).
Karena itu, pengembangan administrasi hukum dan sistem
hukum dapat disebut sebagai agenda penting yang keempat
sebagai tambahan terhadap ketiga agenda tersebut diatas. Dalam
arti luas, The administration of law itu mencakup pengertian
pelaksanaan hukum (rules executing) dan tata administrasi
hukum itu sendiri dalam pengertian yang sempit. Misalnya dapat
dipersoalkan sejauh mana sistem dokumentasi dan publikasi
berbagai produk hukum yang ada selama ini telah dikembangkan
dalam rangka pendokumentasian peraturan-peraturan (regels),
keputusan-keputusan administrasi Negara (beschikings), ataupun
penetapan dan putusan (vonis) hakim di seluruh jajaran dan
lapisan pemerintahan dari pusat sampai ke daerah-daerah. Jika
sistem administrasinya tidak jelas, bagaimana mungkin akses
masyarakat luas terhadap aneka bentuk produk hukum tersebut
dapat terbuka?. Jika akses tidak ada, bagaimana mungkin
mengharapkan masyarakat dapat taat pada aturan yang tidak
diketahuinya?.
Meskipun ada teori “fiktif” yang diakui sebagai doktrin
hukum yang bersifat universal, hukum juga perlu difungsikan
sebagai sarana pendidikan dan pembaharuan masyarakat (social
reform), dan karena itu ketidak tahuan masyarakat akan hukum
tidak boleh dibiarkan tanpa usaha sosial dan pembudayaan hukum
secara sistematis dan bersengaja.
2.9 KESADARAN HUKUM MASYARAKAT
Tindakan atau cara apakah yang sekiranya efektif untuk
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat? Tindakan drastis,
misalnya memperberat ancaman hukum atau dengan lebih
mengetatkan penataan ketaatan warga negara terhadap undang-
undang saja, yang hanya bersifat insidentil dan kejutan,
kiranya bukanlah merupakan tindakan yang tepat untuk
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Mungkin untuk
beberapa waktu lamanya akan tampak atau terasa adanya
penertiban tetapi kesadaran hukum masyarakat tidak dapat
dipaksakan dan tidak mungkin diciptakan dengan tindakan yang
drastis yang bersifat insidentil saja.
Kita harus menyadari bahwa setelah mengetahui kesadaran
hukum masyarakat dewasa ini, yang menjadi tujuan kita pada
hakekatnya bukanlah semata-mata sekedar meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat saja, tetapi membina kesadaran hukum
masyarakat. Seperti yang telah diketengahkan di muka maka
kesadaran hukum erat hubungannya dengan hukum, sedang hukum
adalah produk kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatu
”blueprint of behaviour” yang memberikan pedoman-pedoman
tentang apa yang harus dilakukan boleh dilakukan dan apa yang
dilarang. Dengan demikian maka kebudayaan mencakup suatu
sistem tujuan-tujuan dan nilai-nilai.
Hukum merupakan pencerminan nilai-nilai yang terdapat di
dalam masyarakat. Menanamkan kesadaran hukum berarti
menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan
dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah
mengetahui kemungkinan sebab-sebab merosotnya kesadaran hukum
masyarakat usaha peningkatan dan pembinaan yang utama, efektif
dan efisien ialah dengan pendidikan. Pendidikan tidaklah
merupakan suatu tindakan yang ”einmalig” atau insidentil
sifatnya, tetapi merupakan suatu kegiatan yang kontinyu dan
intensif dan terutama dalam hal pendidikan kesadaran hukum ini
akan memakan waktu yang lama.
Kiranya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa dengan
pendidikan yang intensif hasil peningkatan dan pembinaan
kesadaran hukum baru dapat kita lihat hasilnya yang memuaskan
sekurang-kurangnya 18 atau 19 tahun lagi. Ini bukan suatu hal
yang harus kita hadapi dengan pesimisme, tetapi harus kita
sambut dengan tekad yang bulat untuk mensukseskannya. Dengan
pendidikan sasarannya akan lebih kena secara intensif daripada
cara lain yang bersifat drastis. Pendidikan yang dimaksud di
sini bukan semata-mata pendidikan formal disekolah-sekolah
dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, tetapi juga
pendidikan non formal di luar sekolah kepada masyarakat luas.
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Setiap Negara tentu memerlukan hukum agar tercipta
ketertiban di dalamnya. Rule of Law sangat diperlukan untuk
Negara seperti Indonesia karena akan mewujudkan keadilan.
Tetapi harus mengacu pada orang yang ada di dalamnya yaitu
orang-orang yang jujur, tidak memihak, dan hanya memikirkan
keadilan, tidak terkotori oleh hal-hal yang buruk. Aparatur
penegak hukum juga berperan penting dalam penegakkan hukum
yang adil dalam suatu Negara.
Ada tidaknya Rule of Law pada suatu Negara ditentukan
oleh “Kenyataan”. Apakah rakyat dapat menikmati keadilan,
dalam arti perlakuan yang adil didalam hukum, baik sesama
warga Negara maupun pemerintah.
Agar pelaksanaan rule of law bisa berjalan sesuai dengan
yang diharapkan, maka :
a. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus
didasarkan pada corak masyarakan hukum yang bersangkutan dan
kepribadian masing-masing setiap bangsa.
b. Rule of law yang merupakan institusi sosial harus
didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
c. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan
sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakan dan
negara, harus ditegakkan secara adil juga memihak pada
keadilan.
Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam
pembukaan UUD 1945.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat
di dalam pasal-pasal UUD 1945. Agar kita dapat menikmati
keadilan maka seluruh aspek Negara harus bersih, jujur,
mentaati undang-undang, juga bertanggung jawab, dan
menjalankan UU 1945 dengan baik.
3.2 SARAN
Sebagai seorang warga Negara yang baik haruslah
menjunjung menjadi seseorang yang menjunjung tinggi hukum
serta kaidah-kadiah agar tercipta keamanan, ketentraman, dan
kenyamanan. Mempelajari Undang-Undang 1945 berserta butir-
butir nilainya dan menjalankan apa yang menjadi tuntutannya
agar terjadi kehidupan yang stabil dan taat hukum. Dalam suatu
penegakkan hukum di suatu Negara seperti Indonesia, maka
seluruh aspek kehidupan harus dapat merasakan dan diharapkan
aspek-aspek tersebut dapat mentaati hukum, maka akan
terciptalah pemerintahan dan kehidupan Negara yang harmonis,
selaras dengan keadaan dan sesuai dengan apa yang diharapakan
yaitu suatu bangsa yang makmur, damai, serta taat hukum.
Keadilan pada penegakkan hukum juga harus dilaksanakan
karena dengan keadilan pada penegakkan hukum dapat menjadikan
Negara Indonesia yang damai dan berperi kemanusian yang
seadil-adilnya.
3.3 DAFTAR PUSTAKA
Widodo, SRI., dkk. 2011.pendidikan pancasila dan
kewarganegaraan.UMC press
Winarno. 2007. Paradigma Baru “Pendidikan Kewarganegaraan”
Panduan Kuliah Di Perguruan Tinggi. PT.Bumi Aksara;Jakarta
Hombar Pakpahan, Kesadaran Hukum Masyarakat
http://ilmucomputer2.blogspot.com/2009/08/kesadaran-hukum-
masyarakat.html
Nasrul, Rule Of Law Dan Hak Asasi Manusia,
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/rul
e-law-dan-hak-asasi-manusia, January 16th 2010
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Penegakan Hukum
,
http://www.djahu.depkumham.go.id/detail_artikel.php?artid=7,
Jumat, 02-Mei-200
http://theresiaaaw.blogspot.com/2013/05/makalah-pendidikan-kewarganegaraan-1.html
http://zriefmaronie.blogspot.com/2010/04/perbandingan-pidana-mati-terhadap.html , jumat 24 April 2015
http://www.dw.de/indeks-korupsi-peringkat-indonesia-membaik-tapi-masih-buruk/a-18107694, jumat 24 April 2015