Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan Nasional dan Ketahanan Nasional
adalah dua aspek yang tidak hanya saling terkait tapi
juga saling mempengaruhi satu sama lain. Kepemimpinan
nasional yang kuat pada satu sisi akan berdampak kepada
meningkatnya ketahanan nasional, sementara itu
ketahanan nasional yang mantap pada sisi lain akan
makin memperkokoh kepemimpinan nasional suatu bangsa.
Sebaliknya, tanpa kepemimpinan yang baik dalam
pengelolaan sebuah negara, terutama Indonesia sebagai
bangsa yang multi etnis dengan kondisi geografis
wilayah negara yang berbentuk kepulauan, negeri ini
amat rentan terhadap guncangan sosial dan politik yang
dapat berujung kepada perpecahan dan disintegrasi
bangsa. Ketahanan nasional yang tinggi juga berpengaruh
kuat terhadap terwujudnya kepemimpinan nasional yang
1
Page 2
kuat, dapat menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan
secara efektif dalam mengelola pemerintahan negara.
Keduanya, ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya, saling mendukung dan
saling terimbas. Sejak kemerdekaan Indonesia, 17
Agustus 1945 hingga saat ini, rezim pemerintahan negara
telah berganti beberapa kali, yang dapat dikelompokan
dalam tiga fase atau orde. Setiap penguasa dengan
episode-nya masing-masing memiliki karakteristik dan
gaya pemerintahan yang unik dan berbeda. Orde Lama yang
dikomandani Presiden Republik Indonesia pertama, Ir.
Soekarno, dengan pola pemerintahan nasionalistik-
universal yang didasari oleh suasana batin penolakan
imprealisme-kolonialisme (gaya lama maupun gaya baru,
neokolonialisme) cukup berhasil menyatukan bangsa
Indonesia dalam sebuah negara dan menciptakan ketahanan
nasional yang cukup baik. Bahkan, pada saat Indonesia
masih sangat belia itu, Soekarno dengan gemilang
merebut dan mempertahankan Irian Barat berintegrasi ke
dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Jika jalan
2
Page 3
sejarah tidak berubah yang dipicu oleh tragedi politik
berdarah di tahun 1965, beberapa bagian wilayah lainnya
di seputaran nusantara, seperti Serawak di utara
Kalimantan, Timor-Timur, bahkan Papua Nugini dan
Semenanjung Malaysia dapat ditaklukan untuk
diintegrasikan kedalam wilayah Indonesia dan
menjadikannya bagian integral bangsa Indonesia oleh
penguasa saat itu. Masa pemerintahan Soekarno tidaklah
luput dari berbagai persoalan dan rongrongan yang
mengarah kepada bubarnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Pemberontakan demi pemberontakan
terjadi di beberapa daerah seperti di Sumatera, Jawa
dan Sulawesi. Upaya pecah-belah negara yang baru
terbentuk inipun juga telah dilakukan secara “legal”
melalui pembentukan negara-negara kecil di nusantara
yang menyatu dalam negara Republik Indonesia Serikat
(RIS) hasil perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB)
tahun 1949. Namun, kepemimpinan Orde Lama dengan gaya
khas seorang orator dan diplomat ulung, Soekarno dapat
dipandang berhasil mempertahankan keutuhan NKRI melalui
3
Page 4
berbagai langkah strategis, baik kedalam negeri maupun
ke tataran diplomasi internasional. Kondisi ketahanan
nasional tetap terjaga hingga kepada pergantian rezim
di tahun 1966/67. Era Orde Lama berlalu digantikan Orde
Baru. Ibarat lain padang lain belalang, lain lubuk lain
ikannya.
Demikian juga terjadi dalam dunia pemerintahan
negara Indonesia. Orde Baru, yang dimotori oleh
Jenderal Soeharto yang kemudian menjadi Presiden
Republik Indonesia kedua, muncul dengan slogan barunya:
“bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekwen”. Kalimat sakti mandraguna tersebut
telah berhasil menyihir seluruh lapisan masyarakat yang
rindu dengan pemerintahan yang benar-benar berdasarkan
konstitusi dan mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila tidak hanya dalam kehidupan bermasyarkat
tetapi juga dalam sistim pemerintahan negara.
Setidaknya, melalui sosialisasi jargon Orde Baru
tersebut, rekatan persatuan dan kesatuan antar elemen
4
Page 5
masyarakat yang terdiri dari ratusan suku bangsa dapat
lebih kuat sehingga mengurangi hayalan disintegrasi
bangsa untuk sementara waktu. Langkah pemerintahan
Soeharto yang fokus kepada usaha pemenuhan kebutuhan
pokok rakyat melalui program-program pembangunan lima
tahunan, telah secara signifikan meningkatkan integrasi
nasional yang semakin hari semakin kuat di antara
sesama anak bangsa. Program asimiliasi dan perkawinan
campuran antar suku dan etnis, termasuk di kalangan
Tionghoa, telah membuka sekat-sekat perbedaan di antara
berbagai komponen bangsa untuk bersatu, yang pada
gilirannya dapat mempertinggi ketahanan nasional negara
Indonesia. Program transmigrasi yang diperkirakan telah
membaurkan puluhan juta penduduk etnis Jawa-Madura-Bali
ke hampir semua komunitas di seantero nusantara juga
menjadi salah satu kunci keberhasilan kepemimpinan
nasional di bawah kendali Soeharto dalam menciptakan
persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka peningkatan
ketahanan nasional.
5
Page 6
Dalam mengatasi pergolakan bernuansa disitengrasi,
pemerintahan Orde Baru lebih mengedepankan gaya
militer-otoriteristik melalui berbagai strategi yang
disesuaikan dengan kondisi lapangan. Bahkan untuk
membasmi tindak kriminalitas dan premanisme, pimpinan
nasional saat itu menerapkan pola penghilangan paksa
ala militer melalui satuan khusus bawah tanah, petrus
(penembak misterius) yang menghasilkan matius (mati
misterius). Keberadaan Kopkamtib (Komando Operasional
Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) dan Kantor Sosial
Politik di daerah-daerah menjadi alat “pengamanan” yang
difungsikan tidak hanya sebagai strategi preventif-
represif tapi juga sebagai komponen petugas penindakan
dan recovery terhadap tindakan yang mengarah kepada
pengancaman ketahanan nasional. Di masa Orde Baru,
tingkat stabilitas ketahanan nasional dikategorikan
sangat mantap. Orde Baru harus berakhir, digantikan
dengan Orde Reformasi sejak 1998 dan masih berjalan
hingga saat ini. Pada kurun waktu 13 tahun masa
Reformasi ini, telah muncul silih berganti 4 presiden
6
Page 7
di republik ini, Baharuddin Jusuf Habibi, Abdul Rahman
Wahid, Megawati Soekarnoputra, dan Susilo Bambang
Yudhonono. Dalam kaitannya dengan ketahanan nasional,
buah pahit era Orde Reformasi berupa lepasnya Provinsi
Ke-27 Timor Timur (yang salah satu gubernurnya Abilio
Soares adalah alumnus Lemhannas) dan berpindahnya dua
pulau, Sipadan dan Ligitan ke wilayah kekuasaan negara
Malaysia, dapat dijadikan cerminan awal lemahnya
kepemiminan nasional Indonesia di era ini. Pertanyaan
mendasar yang perlu direnungkan bersama adalah masihkan
kita dapat mengharapkan kepemimpinan nasional saat ini
mampu meningkatkan dan mempertahankan ketahanan
nasional dalam kaitannya dengan penjagaan keutuhan
NKRI? Dengan kata lain, bagaimanakah efektivitas
kepemimpinan nasional di era reformasi terhadap
peningkatan ketahanan nasional? Persoalan utama ini
tentunya amat menarik untuk dijadikan bahan kajian dan
analisis dalam rangka menginspirasi setiap anak bangsa,
teristimewa para pemimpin nasional, dalam mencari
7
Page 8
formula kepemimpinan nasional yang baik, efektif dan
efisien di masa mendatang.
B. Tujuan Penulis
Makalah ini kami susun selain untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila , juga kami memiliki
tujuan agar dapat membantu menambah referensi mengenai
sistem hukum yang ada diindonesia
C. Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam menyusun makalah ini adalah
metode daftar pustaka. Dimana metode ini kami pilih untuk
bahan sumber serta pedoman untuk kami dalam menyusun makalah
ini.
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah :
Yaitu membahas tentang “upaya menciptakan kepemimpinan
nasional yang demokratis kuat dan efektif”
BAB II
8
Page 9
PEMBAHASAN
A. Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan selalu menarik untuk dibahas. Teori
yang menelaah tentang diskursus ini juga terus
berkembang dan berevolusi. Dimulai dari topik
kepemimpinan yang dikarenakan sifat-sifat yang telah
dimiliki sejak lahir, gaya-gaya kepemimpinan, dan
pembahasan tipe kepemimpinan yang sesuai dengan
situasi-situasi tertentu, hingga ke pokok bahasan
kepemimpinan yang dilihat dari bagaimana dia
berinteraksi dengan orang lain dan mampu membawa
pengikutnya menghadapi perubahan dan berubah (Bolden et
al., 2003). Secara umum, disepakati bersama bahwa
seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan,
keterampilan, dapat menganalisa informasi secara
mendalam untuk mengambil suatu keputusan yang tepat,
dia juga harus bisa melibatkan pihak-pihak yang tepat
dalam proses pengambilan keputusan. Seorang pemimpin
9
Page 10
yang efektif adalah seseorang yang dapat menciptakan
situasi yang menginspirasi para pengikutnya agar
mencapai tujuan yang lebih baik dan lebih tinggi lagi
dari keadaan sekarang. Pada kenyataannya seorang
pemimpin yang efektif adalah orang yang mampu membaca
situasi, mengatasi permasalahan, bertanggung-jawab, mau
mengembangkan pengikutnya dan yang terpenting memiliki
integritas dan etika yang baik, karena dia harus
memberikan contoh atau bertindak sebagai panutan bagi
pengikutnya.Banyak pemikiran bermunculan mewarnai teori
kepemimpinan, dan terus berkembang hingga sekarang.
Berikut adalah perkembangannya mulai dari Great Man
Theories, Trait Theories, Behaviourist Theories,
Situational Leadership, Contingency Theory, dan
Transactional Theory sampai dengan Transformational
Theory atau kepemimpinan transformasional (Bolden et
al. (2003). Transformational theory sebagai pendekatan
yang paling terakhir berkembang, dimulai oleh James
MacGregor Burns dengan bukunya ‘Leadership’. Menurut
Burns, kepemimpinan transformasional adalah suatu
10
Page 11
hubungan yang bersifat mutual dan menuju kearah
peningkatan yang bisa merubah pengikut menjadi pemimpin
dan dapat merubah pemimpin menjadi agen moral. Lebih
lanjut Burns menyatakan kepemimpinan transformasional
terjadi ketika satu orang atau lebih saling
berinteraksi dimana mereka saling mempengaruhi sehingga
baik si pemimpin dan sang pengikut mencapai tingkat
motivasi dan moral yang lebih tinggi.
1. Kepemimpinan Transaksional dan Transfomasional
Pengembangan lebih lanjut oleh Stephen Covey (1992)
dalam bukunya ‘Principle-Centred Leadership’ menyatakan
perbedaan antara pemimpin transaksional dan pemimpin
transformasional sebagai berikut:
Kepemimpinan Transaksional:
- Berdasarkan keinginan untuk menyelesaikan pekerjaan;
- Dimulai dengan kekuatan, posisi dan politik;
- Berdasarkan kejadian sehari-hari;
11
Page 12
- Pencapaian tujuan jangka pendek dan orientasi pada
data yang nyata;
- Fokus pada masalah taktis;
- Mengandalkan hubungan yang baik untuk interaksi antar
sesama;
- Memenuhi peran yang diharapkan melalui kerja yang
efektif sesuai dengan system; dan
- Mendukung sistem dan struktur yang menghasilkan dan
memaksimalkan efisiensi dan menjamin keuntungan dalam
jangka pendek.
Kepemimpinan Transformasional:
- Berdasarkan kebutuhan seseorang untuk suatu arti;
- Dimulai dengan tujuan dan nilai-nilai, moral dan
etika;
- Lebih dari (diatas) kejadian sehari-hari;
12
Page 13
- Pencapaian tujuan jangka panjang tanpa
mengkompromikan nilai-nilai dan prinsip;
- Fokus pada misi dan strategi;
- Mengarahkan potensi; identifikasi dan pengembangan
sumber daya;
- Mendesain dan me-re-desain pekerjaan supaya menjadi
lebih berarti dan menantang; dan
- Menyesuaikan struktur dan sistem internal untuk
pencapaian nilai dan tujuan.
Covey menyatakan bahwa kedua tipe kepemimpinan di
atas dibutuhkan. Kepemimpinan transaksional diperlukan
sebagai model bagi banyak orang dan untuk organisasi
yang stabil dan tidak memerlukan perubahan; sedangkan
kepemimpinan transformasional diperlukan untuk
menghadapi dan memfasilitasi perubahan (Bolden et al.,
2003). Pada 1994, Bass dan avolio menyatakan bahwa
pemimpin transformasional menunjukkan perilaku-perilaku
yang berasosiasi dengan 5 gaya transformasi, yakni:
13
Page 14
Ideal Behaviour yang berpegang teguh pada idealism sang
pemimpin; Inspirational Motivation, yang selalu
menginspirasi orang lain; Intellectual Stimulation,
yang senantiasa menstimulai orang lain; Individualized
Consideration, yang berupaya melatih dan membangun
orang lain; dan Idealized Attributes, yang menghargai,
mempercayai dan meyakinkan orang lai. Kepemimpinan
transformasional bersifat proaktif dalam berbagai macam
dan caranya yang unik. Para pemimpin ini berusaha untuk
mengoptimasikan pengembangan dan tidak hanya fokus pada
kinerja saja, mereka juga mendorong rekan-rekannya
untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi termasuk juga
pada peningkatan standar moral dan etika. Melalui
pengembangan rekan-rekannya mereka yakin organisasinya
juga akan otomatis berkembang.
2 . Kepemimpinan Efektif dan Tidak Efektif
14
Page 15
Pengembangan lebih lanjut dari teori kepemimpinan
transformasional adalah oleh Hooper dan Potter (1997)
yang mengidentifikasi tujuh kompetensi inti dari
‘transcendent leaders”; yaitu pemimpin yang mampu
mengikat dukungan emosi dari para pengikutnya dan mampu
dengan efektif melakukan perubahan yang transenden
(Bolden et al., 2003): Menentukan tujuan, Memberikan
contoh, Komunikasi, Melakukan harmonisasi, Mengeluarkan
kemampuan terbaik dari pengikutnya, Menjadi agen
perubahan, Memberikan keputusan di saat kritis dan
kebingungan. Hamlin (2002) dalam Bolden et al,. 2003
mengajukan model generik untuk manajer dan kepemimpinan
yang efektif berdasarkan analisa peta perilaku
kepemimpinan dan manajemen di 4 organisasi sektor
publik di UK; yang dibedakan menjadi indikator-
indikator positif dan negatif:
Indikator Positif, meliputi:
1. Kemampuan berorganisasi yang efektif dan manajemen
perencanaan;
15
Page 16
2. Kepemimpinan partisipatif dan supportif,
kepemimpinan tim proaktif;
3. Empowerment dan delegasi;
4. Memperhatikan keadaan, kebutuhan, dan perkembangan
anggota;
5. Manajemen pendekatan terbuka dan personal; dan
6. Berkomunikasi dan berkonsultasi dengan semua
pihak.
Indikator Negatif, meliputi:
1. Tidak memperhatikan pendapat sekitar (manajemen
otokratik);
2. Tidak memperhatikan orang lain, tidak melayani,
berperilaku mengintimidasi;
3. Membiarkan kinerja yang buruk dan standar yang
rendah;
4. Menyerahkan peran dan tanggungjawabnya ke orang
lain; dan
5. Menolak ide-ide baru.
16
Page 17
Hamlin (2007) mendapatkan hasil yang mirip untuk
kepemimpinan yang efektif, yakni:
Perilaku Positif (kepemimpinan efektif), meliputi:
- Menunjukkan perhatian kepada orang lain (rakyat),
merespon terhadap kebutuhan mereka;
- Berkonsultasi dan melibatkan orang lain dalam
pengambilan keputusan;
- Melakukan pertemuan dan komunikasi regular dengan
seluruh elemen terkait untuk penentuan target, tujuan,
pembagian tugas dan penilaian kinerja;
- Menghadapi permasalahan dengan penuh tanggung-jawab;
- Mendorong semua pihak (sektor swasta dan masyarakat)
untuk bertindak dan bekerja atas inisiatifnya masing-
masing;
- Mengakui kerja keras dan komitmen orang lain;
17
Page 18
- Menggunakan informasi, pengetahuan dan pengalaman
secara efektif untuk pengambilan keputusan;
- Manajemen perencanaan proyek yang efektif;
- Mencari cara peningkatan berkelanjutan di atas segala
permasalahan dan hambatan yang ada;
- Selalu siap menghadapi permasalahan yang sulit dan
sensitif;
- Menunjukkan semangat dan antusiasme yang tinggi;
- Menyampaikan pertanggung-jawaban kepada rakyat
tentang apa yang sudah dilakukan secara periodik,
transparan dan akuntabel;
- Gaya komunikasi yang langsung, terbuka, jujur;
- Mendidik, melatih dan mengembangkan kemandirian
anggota masyarakat sesuai dengan pengalaman dan
potensinya;
- Menunjukkan perilaku yang patut dicontoh; dan
18
Page 19
- Mempertimbangkan akibat sebelum bertindak.
Perilaku Negatif (kepemimpinan tidak efektif),
meliputi:
- Tidak menunjukkan komitmen dan perhatian terhadap
orang lain (rakyat) dan tidak menghargai sumbangsih
kerja mereka;
- Tidak melibatkan orang lain dalam pengambilan
keputusan;
- Tidak bertanggung jawab, merasa memiliki atau
akuntabel;
- Reaktif, fokus pada hal kecil bukan pada keseluruhan
permasalahan;
- Membatalkan atau mengatur ulang rapat pada saat-saat
terakhir;
- Bersikap emosional, irasional dan temperamental;
- Komunikasi yang tidak jelas atau membingungkan;
19
Page 20
- Tidak berkomunikasi atau menguasai perubahan secara
efektif;
- Gagal mencapai persetujuan atau mengklarifikasi
harapan;
- Menunjukkan keengganan untuk berhadapan dengan
konflik;
- Menunjukkan ketidakterbukaan dan fokus pada halangan-
halangan;
- Membiarkan standar dan kinerja yang rendah; dan
- Persiapan atau perencanaan yang kurang.
3 . Kepemimpinan Nasional di Era Reformasi
Negara Indonesia dibentuk dalam kerangka mencapai
tujuan nasional Indonesia Merdeka yakni sebagaimana
tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, yaitu: melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
20
Page 21
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia. Hal tersebut tentunya harus dimaknai bahwa
keberhasilan bangsa Indonesia sebagai suatu negara akan
diukur dari seberapa jauh tingkat kemampuan Pemerintah
bersama rakyatnya mewujudkan masyarakat Indonesia yang
sejahtera, aman, adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan
tersebut, pengorganisasian seluruh rakyat dan segala
sumber daya yang tersedia amat penting dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Dalam hal pengelolaan organisasi
negara inilah, faktor kepemimpinan nasional amat
menentukan.
Empatbelas tahun hampir tuntas sudah Indonesia
menjalani babak baru pasca Orde Baru, yang kita sebut
Orde Reformasi. Perubahan demi perubahan menjadi
fenomena bangsa kita sejak kejatuhan Soeharto hingga
memasuki masa tujuh-delapan tahun kepemimpinan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono saat ini. Pada kurun waktu
empatbelas tahun itu sesungguhnya rakyat sudah
semestinya dapat menikmati hasil dari perubahan yang
21
Page 22
menjadi tuntutan jutaan mahasiswa dan masyarakat di
akhir rezim Orde Baru tiga-belasan lalu. Namun,
kenyataan mengindikasikan seakan-akan pemerintah
Indonesia belum mampu membawa rakyatnya kepada kondisi
yang diidamkan tersebut. Berbagai kasus yang terjadi
silih berganti di hampir seluruh pelosok tanah air
menjadi pertanda bahwa tujuan negara sebagaimana
tercantum dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945
belum tercapai, bahkan seakan tiada akan terwujud.
Irman Gusman mencatat bahwa belakangan ini
terdapat berbagai persoalan yang menjadi menu
keseharian rakyat Indonesia, mulai dari masalah makelar
kasus, manipulasi pertanahan dan kisruh agraria di
mana-mana, penegakan hukum yang hanya berpihak kepada
kelompok tertentu, hingga penggelapan pajak triliunan
rupiah adalah cerita miris yang menghimpit setiap
nurani kita. Masih banyak kisah pilu lainnya yang
mendera bangsa ini. Pemandangan penggusuran paksa,
konflik-konflik bernuansa SARA, tawuran antar desa,
22
Page 23
antar sekolah, antar kampus, antar komunitas hingga ke
persoalan separitisme Organisasi Papua Merdeka,
Republik Maluku Selatan, dan lain-lain, masih menghiasi
layar media massa kita hari-hari ini. Di lain waktu
kita juga disugihi informasi tentang hingar-bingarnya
pola hidup hedonis-materialistis dari sebagian
masyarakat di tataran elit yang lebih beruntung
nasibnya secara materil dari kebanyakan rakyat di
negara ini. Belum lagi jika kita lihat secara vulgar
strategi berpolitik para elit politik bangsa yang
hampir seluruhnya menerapkan pola politik uang, sebuah
kehidupan politik yang oleh sebagian pihak menyebutnya
sebagai sistem penerapan demokrasi yang tidak
manusiawi. Negeri ini sedang mengalami kerapuhan di
segala bidang yang menjurus kepada perpecahan dan
disintegrasi bangsa. (Irman Gusman, 2011).
Badan dan institusi negara bermunculan dibentuk
pemerintah yang ditujukan untuk memperlancar penuntasan
masalah dan berbagai persoalan kebangsaan dan
23
Page 24
kenegaraan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi misalnya, diadakan sejak
pemerintahan Presiden Megawati Sukarno Putri untuk
menangani perkara korupsi yang dikategorikan sebagai
the extra-ordinary crime, yang telah menggurita secara
luar biasa di berbagai lapisan masyarakat kita.
Sebagaimana yang diketahui bersama, hingga saat ini KPK
belum mampu menuntaskan kasus korupsi yang melibatkan
elite partai politik, pejabat tinggi negara, maupun
birokrat. Pada tataran yang lebih penting, mendesak,
dan amat fundamental bagi rakyat, yakni menyangkut
kehidupan sehari-hari rakyat, terlihat bahwa pemerintah
masih kesulitan mengendalikan kenaikan harga bahan
pokok yang semakin hari semakin membumbung tak
terjangkau oleh rakyat kebanyakan. Pangan seakan
menjadi barang langka dan sulit diakses oleh
masyarakat. Ketahanan pangan menjadi pertaruhan bagi
kelangsungan hidup rakyat, yang sekaligus juga menjadi
salah satu indikator penentu kuat-lemahnya ketahanan
nasional Indonesia.
24
Page 25
4. Ketahanan Nasional dan Efektivitas
Kepemimpinan Nasional
Ketahanan Nasional Indonesia adalah kondisi
dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek
kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan
dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi
segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik
yang datang dari luar maupun dari dalam untuk menjamin
identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan
negara serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya.
Hakikat Ketahanan Nasional Indonesia adalah keuletan
dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional untuk dapat menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai
tujuan nasional. Pendekatan yang semestinya ditempuh
para pemimpin nasional dalam meningkatkan dan
mempertahankan ketahanan nasional adalah dengan
kebijakan pemenuhan kebutuhan hidup rakyat melalui
25
Page 26
pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan
ekonomi, pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat,
serta kesehatan dan keamaan umum. Pada kondisi
terpenuhinya hajat hidup orang banyak dengan mudah dan
tersedia terjangkau setiap saat di semua tempat di
nusantara, maka nasionalisme bangsa akan semakin
menguat yang selanjutnya akan menjadi modal terbesar
dalam mengeliminir keinginan disintegrasi bangsa.
Bercermin dari kondisi nyata di masyarakat Indonesia
saat ini sebagaimana telah dituliskan di atas,
dikaitkan dengan teori efektivitas kepemimpinan yang
diuraikan di awal tadi, maka dengan sangat jelas
terlihat bahwa pelaksanaan amanah rakyat oleh para
pemimpin nasional, mulai dari tingkat pusat hingga ke
daerah-daerah, dapat dikategorikan belum mencapai
efektivitas yang baik. Sikap dan perilaku kepemimpinan
nasional yang kurang menunjukkan komitmen dan perhatian
terhadap rakyat kecil dan termarginalkan oleh sistem
kapitalisme, pendidikan yang dibiayai oleh 20% APBN
namun semakin tidak terjangkau oleh rakyat pinggiran,
26
Page 27
akses kesehatan yang mahal, serta harga bahan pokok
kebutuhan sehari-hari yang amat menyengsarakan karena
tidak mampu dikendalikan oleh pemerintah, merupakan
sebagian dari contoh potret ketidak-efektifan
kepemimpinan nasional. Kurangnya komunikasi dan
sinergitas antar elemen dalam sistem manajemen
pemerintahan nasional yang mengindikasikan ketidak-
terlibatan pihak-pihak terkait dalam pengambilan
keputusan, yang pada intinya adalah penghindaran atas
sikap bertanggung jawab terhadap tugas dan tanggung
jawab yang diberikan serta egoisme sektoral, juga
menjadi contoh lainnya dari kurang efektifnya
kepemimpinan nasional Indonesia. Sikap emosional,
irasional dan perilaku temperamental sering menjadi
tontonan “unik” yang diperlihatkan para pemimpin
nasional di negeri ini. Hal tersebut berdampak kepada
munculnya komunikasi yang tidak jelas dan membingungkan
sehingga bermuara kepada gagalnya pencapaian
kesepahaman dan kesepakatan untuk kepentingan bangsa
dan negara. Selain itu, seringnya pemimpin nasional
27
Page 28
menunjukkan keengganan untuk menghadapi perbedaan
pendapat, apalagi konflik, dan bersikap tertutup
terhadap kinerja pelayanan publik yang sudah
dilaksanakan, mencerminkan ketidak-mampuan kepemimpinan
nasional menjalankan fungsinya sebagai pemimpin
nasional. Tambahan lagi, ketidak-becusan para pimpinan
nasional untuk memperbaiki dan meningkatkan standar dan
kinerja pemerintahan dalam melayani rakyat yang
diakibatkan oleh ketidak-siapan menjadi pemimpin
nasional serta perencaan yang kurang matang sebagai
dampak sistim rekrutmen pemimpin melalui politik
transaksional, menjadikan efektivitas kepemimpinan
nasional bertambah buruk.
B . Kondisi Ideal dan Upaya
Kondisi-kondisi kepempimpinan seperti ini
sesungguhnya amat rawan bagi pencapaian tingkat
ketahanan nasional yang baik serta mempertahankannya.
Oleh karena itu, tidak heran jika keinginan melepaskan
diri dari NKRI akan tetap subur di tengah masyakarat
28
Page 29
Indonesia, khususnya bagi mereka yang secara ekonomi-
politik termarginalkan. Kasus-kasus perbatasan dan
gerakan-gerakan disintegrasi di beberapa wilayah dan di
kota-kota – semisal NII, JI, Papua Merdeka, dan
sebagainya – adalah sedikit contoh dari fenomena nyata
di depan mata saat ini. Jika pola kepemimpinan nasional
yang kurang efektif ini tidak diperbaiki dengan segera,
bukan tidak mungkin kondisi tersebut akan dimanfaatkan
oleh pihak-pihak berkepentingan baik di dalam negeri
maupun luar negeri untuk memporak-porandakan keutuhan
NKRI.
Memimpin dan mengelola Indonesia itu tidak mudah,
namun tidak juga sulit. Rakyat pada hakekatnya hanya
butuh tiga hal utama dalam hidupnya di negeri yang
subur-makmur ini: kesejahteraan (ekonomi-sosial),
kesehatan, dan pendidikan. Jika kepemimpinan nasional
mampu menyediakan pelayanan kepada rakyat dan fokus
pada tiga masalah pokok tersebut, maka akan berdampak
kepada semakin tingginya tingkat cinta tanah air dan
29
Page 30
rela berkorban demi NKRI dari bangsa di seluruh pelosok
tanah air, yang tentunya berkorelasi langsung dengan
peningkatan dan stabilitas ketahanan nasional.
Bagaimana hal ini bisa dilakukan? Para pemimpin
nasional perlu menunjukkan perhatian sungguh-sungguh
terhadap kebutuhan rakyatnya, selalu berkonsultasi dan
melibatkan semua pihak terkait dalam pengambilan
keputusan melalui sebuah sinergitas dan komunikasi yang
baik antar elemen, serta siap senantiasa menghadapi
permasalahan dengan penuh tanggung-jawab. Pemimpin
nasional juga harus mendorong semua pihak (sektor
swasta dan masyarakat) untuk terlibat dan bekerja atas
inisiatifnya masing-masing dalam gerak-dinamis
pembangunan bangsa, memberi penghargaan atas hasil
karya dan kerja keras yang sudah dilakukan, serta
memelihara komitmen terhadap konsekwensi sebagai
pemimpin nasional. Penting sekali juga untuk senantiasa
mengupayakan peningkatan kinerja kepemimpinan nasional,
baik untuk diri sendiri sang pemimpin maupun untuk
kinerja organisasi (termasuk sub sistem) bangsa dan
30
Page 31
negara yang dipimpinnya. Hal itu akan memberikan
dorongan yang kuat tidak hanya bagi pencapaian tujuan
negara dengan lebih cepat tetapi juga dengan hasil yang
berkualitas tinggi.
Sifat jujur, terbuka, dan komunikasi langsung apa
adanya, merupakan beberapa karakter yang harus dimiliki
oleh kepemimpinan nasional yang efektif dan efisien
dalam berbagai hal. Memelihara semangat yang tinggi,
dan kegemaran untuk menyampaikan pertanggung-jawaban
kepada rakyat tentang apa yang sudah dilakukan secara
periodik, transparan dan akuntabel, adalah dua unsur
penting yang perlu dibudayakan oleh kepemimpinan
nasional. Pada lingkup masing-masing, pemimpin nasional
perlu mengimplementasikan kegiatan mendidik, melatih
dan mengembangkan kemandirian anggota masyarakat sesuai
dengan pengalaman dan potensi mereka, yang tentu saja
tidak perlu dengan ceramah teoritis belaka namun
terpenting menunjukkan perilaku yang patut dicontoh.
Senantiasa mempertimbangkan akibat sebelum bertindak
31
Page 32
adalah salah satu kata kunci penting bagi kesuksesan
kepemimpinan nasional di setiap masa.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Memantapkan ketahanan nasional merupakan salah
satu prioritas utama dalam pembangunan, tidak hanya
bagi Indonesia tetapi juga bagi semua negara di dunia
ini. Hal tersebut terutama disebabkan oleh satu prinsip
pokok bahwa tanpa ketahanan nasional, suatu negara akan
32
Page 33
menghadapi situasi sulit, yakni distegrasi bangsa.
Untuk mencapai tingkat ketahanan nasional yang memadai,
sekaligus mempertahankan stabilitas ketahanan nasional
tersebut dibutuhkan kepempimpinan nasional yang kuat
dan efektif. Kepemimpinan Nasional dan Ketahanan
Nasional adalah dua aspek yang tidak hanya saling
terkait tapi juga saling mempengaruhi satu sama lain.
Kepemimpinan nasional yang kuat pada satu sisi akan
berdampak kepada meningkatnya ketahanan nasional,
sementara itu ketahanan nasional yang mantap pada sisi
lain akan makin memperkokoh kepemimpinan nasional suatu
bangsa. Berdasarkan fenomena lapangan yang ada di
masyarakat, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan nasional
di era reformasi ini relatif kurang efektif dikaitkan
dengan peningkatan ketahanan nasional. Hal itu dapat
terlihat dari masih adanya dinamika disintegrasi yang
muncul akibat masih tingginya angka kemiskinan,
kemelaratan, dan kebodohan di masyarakat Indonesia.
33
Page 34
2. Saran
Untuk mengantisipasi kondisi yang lebih buruk
terhadap ketahanan nasional Indonesia, disarankan agar
dilakukan revitalisasi sistem kepemimpinan nasional
yang baik dengan sinergitas dan komunikasi-koordinatif
antar semua elemen bangsa, serta perlunya pendidikan
karakter kepemimpinan nasional yang efektif bagi para
pemimpin dan calon pemimpin nasional.
34
Page 35
Daftar Pustaka
Bolden, R., Gosling, J., Marturano, A. and Dennison, P.
2003. A Review of Leadership Theory and Competency
Frameworks. Centre for Leadership Studies, University
of Exeter. UK.
Hamlin, R. 2007. Developing effective leadership
behaviours: the value of evidence based management.
Business Leadership Review IV:IV October 2007, UK
Irman Gusman, 2011, Dokumen Pidato dan Orasi Ilmiah
ketua DPD-RI Tahun 2011.
Lemhannas, 2012, Buku Modul Bidang Studi Ketahanan
Nasional.
Lemhannas, 2012, Buku Modul Bidang Studi Kepemimpinan
Nasional.
35