i ANALISIS SERAT OPTIK MULTIMODE INFICORE 300 TERBENGKOKKAN UNTUK APLIKASI PENIMBANGAN BEBAN KENDARAAN BERJALAN (WEIGH IN MOTION) TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Fisika Oleh : WAHYU HIDAYAT S911208009 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user
148
Embed
digilib.uns.ac.id · ii ANALISIS SERAT OPTIK MULTIMODE INFICORE 300 TERBENGKOKKAN UNTUK APLIKASI PENIMBANGAN BEBAN KENDARAAN BERJALAN (WEIGH IN MOTION) TESIS Oleh Wahyu Hidayat S911208009
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
ANALISIS SERAT OPTIK MULTIMODE INFICORE 300
TERBENGKOKKAN UNTUK APLIKASI PENIMBANGAN
BEBAN KENDARAAN BERJALAN (WEIGH IN MOTION)
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat MagisterProgram Studi Ilmu Fisika
Oleh :
WAHYU HIDAYAT
S911208009
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS SERAT OPTIK MULTIMODE INFICORE 300
TERBENGKOKKAN UNTUK APLIKASI PENIMBANGAN BEBAN
KENDARAAN BERJALAN (WEIGH IN MOTION)
TESIS
OlehWahyu Hidayat
S911208009
Komisi
Pembimbing
Nama Tanda
Tangan
Tanggal
Pembimbing IAhmad MarzukiS.Si, Ph.D
NIP. 19680508 199702 1 001
………….. …………
Pembimbing II Ir. Ari Setyawan, M.Sc, PhD
NIP. 19661204 199512 1 001
………….. …………
Telah dinyatakan memenuhi syaratPada tanggal.… Januari 2015
1. Tesis yang berjudul: “Analisis Serat Optik Multimode Inficore 300
Terbengkokkan Untuk Aplikasi Penimbangan Beban Kendaraan Berjalan
(Weigh In Motion).” Ini adalah karya penelitian saya sendiri bebas plagiat,
serta tidak terdapat karya yang pernah diajukan orang lain untuk memperoleh
gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagian acuan
dalam naskah ini dan disebut dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila
di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
sedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan
(Permendiknas No. 17, tahun 2010)
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs
UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu
semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi
dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Ilmu Fisika PPs-UNS
berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi
Ilmu Fisika PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan
publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, Januari 2015
Wahyu Hidayat
S911208009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Hidayah adalah Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki,
Pegang Erat Jangan Sampai Lepas
Nglurug tanpa Bala, Digdaya tanpa Aji, Menang Tanpa Ngasorake
Life is like ridding a bycycle. To keep your balance you must keep moving
(Einstein)
Life is a choice, make your life colourful
Wong nandur iku bakale ngunduh,
Gelo mesti neng mburi, mumpung isih gesang tumindak ingkap sae
Kesyukuran adalah poin penting mengarungi kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Dengan segenap penuh rasa syukur kepada Allah SWT
Kupersembahkan karya indah ini kepada:
Orangtuaku tercinta di Cemani, Sukoharjo
Terimakasih atas kasih sayang yang tiada akhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
Wahyu Hidayat, S911208009. Analisis Serat Optik Multimode INFICORE 300Terbengkokkan Untuk Aplikasi Penimbangan Beban Kendaraan Berjalan (Weigh inMotion). Tesis. Pembimbing I: Ahmad Marzuki S.Si., Ph.D II: Ir. Ari Setyawan, M.Sc, Ph.D.Program Studi Ilmu Fisika, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Tesis ini berisi analisis tentang pengujian prototipe sensor penimbangan beban kendaraanyang sedang berjalan dengan menggunakan konfigurasi silinder rubber berulir yang diberi lilitanserat optik jenis multimode INFICORE 300. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuisensor penimbangan beban kendaraan berjalan yang dibuat dari serat optik yang terlilit danmengetahui pengaruh kecepatan terhadap perubahan intensitas cahaya yang terdapat pada sensorpenimbangan beban kendaraan berjalan (WIM). Pengujian konfigurasi silinder rubber berulirdimulai dari pengujian jari-jari kritis, pengujian histerisis dan dilanjutkan dengan pengujianpergeseran terhadap transmitansi dan loss. Dari pengujian jari-jari kritis didapatkan hasil bahwapada daerah dengan diameter 1 cm. 1,5 cm, 2 cm dan 2,5 cm merupakan daerah sensitifitasterbaik. Sementara itu pengujian histerisis loss di daearah diameter 1 cm, 1,5 cm, 2 cm dan 2,5cm dengan pergeseran 0,25 cm, 0,5 cm dan 0,75 cm menghasilkan nilai perubahan loss pada saatdiberi tekanan dan saat tekanan dihilangkan secara bertahap dalam batas-batas ketelitianeksperimen adalah sama. Dan pengujian pergeseran terhadap transmitansi dan loss padadiameter 1 cm. 1,5 cm, 2 cm dan 2,5 cm dengan lilitan 1- 4 mendapatkan hasil bahwa semakinkecil diameter maka semakin besar nilai loss dan semakin kecil nilai transmitansinya sedangkansemakin besar diameter maka menyebabkan semakin besar nilai transmitansi dan semakin kecilnilai loss. Sedangkan Pengaruh perubahan kecepatan terhadap perubahan intensitas cahayadalam penelitian ini yaitu semakin besar kecepatan maka nilai perubahan transmitansi akansemakin kecil dan semakin kecil kecepatan akan menyebabkan perubahan nilai transmitansisemakin besar serta posisi penempatan beban tidak mempengaruhi nilai total gaya berat tetapibeban yang diberikan pada kendaraan yang berjalan akan terdistribusi secara merata padamasing-masing sumbu roda kendaraan. Sedangkan posisi penempatan akan mempengaruhipersentase berat yang terdistribusi pada masing-masing sumbu kendaraan.
Kata kunci : Sensor, WIM, Transmitansi Cahaya, Loss, Kecepatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Wahyu Hidayat, S911208009. An Analysis on Bended Multimode INFICORE300 Fiber Optic for Weigh in Motion Application. Thesis. First Counselor:Ahmad Marzuki S.Si., Ph.D, Second Counselor: Ir. Ari Setyawan, M.Sc, Ph.D.Physics Study Program, Postgraduate Program, Surakarta Sebelas MaretUniversity.
Abstract
This thesis contained an analysis on the weigh in motion sensory prototypetesting using threaded rubber cylinder configuration with INFICORE 300 fiberoptic coil. The objective of research was to find out the sensor of Weigh inMotion made of coiled fiber optic and to find out the effect of speed on thechanging light intensity existing in weigh in motion (WIM) sensor. The threadedrubber cylinder configuration was tested from critical radius, hysteresis, and shifttests on transmittance and loss. From the critical radius testing, it could be foundthat the area with 1 cm, 1.5 cm and 2.5 cm diameters is the one with the bestsensitivity. Meanwhile, hysteresis loss testing in an area with 1 cm, 1.5 cm, 2 cmand 2.5 cm diameters with shift of 0,25 cm, 0.5 cm, and 0.75 cm showed that thechange of loss when the pressure was applied and when the pressure was removedgradually in the experimental precision limit was equal. And the shift testing onloss transmittance in 1 cm, 1.5 cm, 2 cm and 2.5 cm diameters and 1-4 coilshowed that the smaller the diameter, the larger was the loss value and the smallerwas the transmittance value, while the larger the diameter, the larger was thetransmittance value and the smaller the loss value. Meanwhile, the effect ofchanging speed on the changing light intensity in this research was that the higherthe speed, the smaller was the changing transmittance value, and the lower thespeed, the larger was the transmittance value and the burden positioning did notaffect the total gravitation value but the burden applied to the moving vehicle willbe distributed evenly in each vehicle’s wheel axis. Whereas, the positioning wouldaffected the percentage weigh distributed in each vehicle axis.
2.8. Sistem Akuisisi Data....................................................................2829
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 313.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 313.2. Alat dan Bahan yang Digunakan....................................................... 31
3.2.1. Alat yang Digunakan............................................................ 323.2.2. Bahan yang Digunakan....................................................... 333.2.3. Software Penunjang............................................................. 34
3.3. Metode Penelitian ........................................................................... 353.3.1. Penyiapan Alat dan Bahan................................................... 363.3.2. Pembuatan Sumber Cahaya, Detektor dan Transmisi Chy..3.3.2.1 Pembuatan Sumber Cahaya.................................................3.3.2.2 Pembuatan Detektor Cahaya...............................................3.3.2.3 Pembuatan Sistem Transmisi Cahaya.................................
3.5. Set up Alat........................................................................................ 433.6 Pengujian Jari- Jari Kritis................................................................. 443.7. Pengambilan Data............................................................................ 453.8. Pengujian Histerisis Loss pada Serat Optik..................................... 453.9. Analisis Data.................................................................................... 473.10 Kesimpulan...................................................................................... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 484.1. Hasil Uji LDR.................................................................................. 494.2. Hasil Uji Jari-Jari Kritis................................................................... 504.3. Pengujian Transmitansi dan Loss terhadap Pergeseran................... 53
4.3.1.Pengujian Transmitansi Terhadap Pergeseran....................... 554.3.2.Pengujian Loss Terhadap Pergeseran.................................... 594.3.3.Pengujian Histerisis Loss pada Serat Optik Yang Terlilit..... 62
4.4. Hasil Data Pengaruh Perubahan Signal Akibat Pengaruh Variasi MassaBeban Berjalan.......................................................................................
71
4.4.1. Pengujian Variasi Massa Beban Berjalan............................ 714.4.2. Pengujian Variasi Kecepatan Beban Berjalan 80
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 855.1. Kesimpulan ..................................................................................... 855.2. Saran ............................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 86LAMPIRAN ..................................................................................................... 89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
HalamanTabel 3.1. Variasi massa beban bagian belakang....................................... 46Tabel 3.2. Variasi massa beban bagian tengah........................................... 46Tabel 3.3. Variasi massa beban bagian depan............................................ 47Tabel 3.4. Variasi Kecepatan dengan massa beban tetap........................... 47Tabel 4.1. Persamaan garis pada grafik hubungan pergeseran dengan
transmitansi............................................................................. 58Tabel 4.2 Gradien Garis Loss Cahaya Pada Serat Optik.......................... 61Tabel 4.3 Persamaan garis variasi penjumlahan total beban.................... 77Tabel 4.4 Persamaan garis variasi acak posisi penambahan massa beban 79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
HalamanGambarGambar
2.12.2.
Struktur Serat Optik............................................................Polarisasi Gelombang Elektromagnetik..............................
45
Gambar 2.3. Spektrum Radiasi Elektromagnetik dengan Range PanjangGelombang Untuk Berbagai Macam Warna padaSpektrum Cahaya Tampak.................................................. 6
Gambar 2.4. Pola Mode Melintang di Dalam Pemandu Gelombang PlatSimetris............................................................................... 7
Gambar 2.5. Pemantulan dan Pembiasan cahaya................................... 8Gambar 2.6. Perambatan Sinar dalam Serat Optik .................................. 9Gambar 2.7. Sudut Penerimaan ketika sinar cahaya memasuki serat
optik...................................................................................... 10Gambar 2.8. Sinar Cahaya yang Masuk pada Serat Optik dengan ɸ >
Sudut Kritis......................................................................... 10Gambar 2.9. Loss Transmission in Fiber.................................................. 12Gambar 2.10. Pemantulan Fresnell............................................................ 15Gambar 2.11. Mekanisme Jalannya Cahaya pada peristiwa
pembengkokan Makro......................................................... 16Gambar 2.12. Profil Indeks Bias pada Serat Optik.................................... 17Gambar 2.13. Loss Energi pada Bengkokkan Serat Optik ....................... 18Gambar
Gambar
2.14
2.15.
Geometri Ellips Struktur Perubahan Jari-jari kelengkunganSerat Optik........................................................................Loss Karena Lengkungan dengan Variasi Jari-Jari danJumlah Lilitan ......................................................................
19
20
Gambar 2.16. Linear Quartz Piezo Electric Weigh In Motion ................... 22Gambar 2.17. Sensor Weigh In Motion Bending Plate............................... 23Gambar 2.18. Sensor Single Load Cell....................................................... 24Gambar 2.19 Sistem Weigh in Motion pada Capasitive Mats yang
terhubung dengan sistem akuisisi data................................. 25Gambar 2.20 Kurva Karakteristik sistem Macrobending......................... 27Gambar 2.21 Struktur Umum Sebuah Sistem Serat Optik Sensor............. 28Gambar 3.1. Skema Set- Up Alat Eksperimen.......................................... 31Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian....................................................... 35Gambar 3.3 Rangkaian Sumber Cahaya................................................. 36Gambar 3.4 Rangkaian Detektor Cahaya................................................ 37Gambar 3.5 Konfigurasi Sistem Transmisi Pada Serat Optik................. 38Gambar 3.6. Desain Rubber Berulir......................................................... 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Gambar 3.7. Cetakan Berulir Diameter (a) 1 cm (b) 1,5 cm (c) 2 cm (d)2,5 cm .................................................................................. 40
Gambar 3.8. Cetakan Silinder berulir .................................. 41Gambar 3.9. Set Pompa dan Tabung Campuran rubber .......................... 42Gambar 3.10 Silinder Berulir pada Rubber.............................................. 42Gambar 3.11. Skema tempat Sensor Serat Optik (a) tampak depan (b)
tampak belakang................................................................... 43Gambar 3.12. Rangkaian Arduino Uno................................................... 43Gambar 3.13. Alat Uji Jari-Jari Kritis...................................................... 44Gambar 3.14 Mobil RC dengan posisi tanpa beban.................................. 46Gambar 4.1. Hasil Pengujian LDR hubungan antara intensitas cahaya
dengan tegangan.................................................................. 49Gambar 4.2. Grafik Hubungan Loss dengan Diameter............................ 50Gambar 4.3. Perjalanan Sinar di Dalam Serat Optik Terlilit..................... 54Gambar 4.4. Grafik Hubungan Pergeseran dengan Transmitansi pada
Diameter lilitan (a) 1 cm, (b) 1,5 cm (c) 2 cm, (d) 2,5 cm .. 56Gambar 4.5. Grafik Hubungan Pergeseran dengan Loss pada Diameter
lilitan (a) 1 cm, (b) 1,5 cm (c) 2 cm, (d) 2,5 cm ................. 61Gambar 4.6. Grafik Hubungan Pergeseran dengan Transmitansi pada 1
lilitan pergeseran 0,25 mm variasi diameter (a) 1 cm, (b)1,5 cm (c) 2 cm, (d) 2,5 cm ................................................. 64
Gambar 4.7. Grafik Hubungan Pergeseran dengan Transmitansi pada 1lilitan pergeseran 0,50 mm variasi diameter (a) 1 cm, (b)1,5 cm (c) 2 cm, (d) 2,5 cm ................................................. 65
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Pergeseran dengan Transmitansi pada 1lilitan pergeseran 0,75 mm variasi diameter (a) 1 cm, (b)1,5 cm (c) 2 cm, (d) 2,5 cm ................................................. 67
Gambar 4.9 Penggambaran Terjadinya Rugi-Rugi (Loss) pada LilitanSerat Optik .......................................................................... 68
Gambar 4.10. Grafik Hubungan Pergeseran dengan Transmitansi padadiameter1,5 cm, 2 cm dan 2,5 cm (a) 1lilitan pergeseran0,25 mm, (b) 2 lilitan pergeseran 0,25 mm, (c) 3 lilitanpergeseran 0,25 mm, .......................................................... 70
Gambar 4.11. Rafik Hubungan Transmitansi dengan waktu dalampengujian sensor serat optik yang diberi perlakuanpenekanan mobil RC......................................................... 72
Gambar 4.12. Grafik Hubungan Beban Total dengan Kedalaman Lembahpada variasi massa (a) Bagian Depan (b) Bagian tengah (c)Bagian Belakang.................................................................. 74
Gambar 4.13. Grafik Hubungan Beban Total dengan Jumlah KedalamanLembah pada variasi beban (a) Bagian Depan (b) Bagiantengah (c) Bagian Belakang................................................. 76
Gambar 4.14. (a) Grafik Hubungan Beban Total dengan KedalamanLembah pada variasi beban bagian belakang dan (b) 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Grafik Hubungan Beban Total dengan Jumlah KedalamanLembah pada variasi beban bagian belakang......................
Gambar 4.15. Grafik Gabungan variasi depan, tengah, belakang dan acak/ bebas.................................................................................. 79
Gambar 4.16. Grafik Hubungan Transmitansi dan Kecepatan pada rodabelakang RC........................................................................ 80
Gambar 4.17. Grafik Hubungan Transmitansi dan Kecepatan pada rodadepan RC............................................................................. 81
Gambar 4.18. Rubber Silicone yang dipandang sebagai deretan pegas..... 82Gambar 4.19. Pegas yang terkena gaya penekan oleh massa..................... 82Gambar 4.20. Grafik Hubungan Beban Total dengan Kedalaman Lembah
pada dua kecepatan yang berbeda...................................... 84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR SIMBOL
Satuan= Indeks Bias Medium Pertama= Indeks Bias Medium Kedua= Sudut Sinar Datang Dengan Garis Normal Radian Atau Derajat= Sudut Sinar Bias Dengan Garis Normal Radian Atau Derajat= Sudut Kritis Radian atau Derajt= Sudut Maksimum Radian Atau Derajat
NA = Numerical Aperture Radian Atau Derajat= Indeks Bias Relatif Core dengan Cladding= jumlah mode efektif= Parameter Serat Optik= 3,14= Panjang Gelombang m= Jarak Penjalaran Gelombang Cahaya mɛ = Medan Gelombang Awal J= Penitration Depth= Radius Kelengkungan Serat Optik m= Jari-jari Kritis (Critical Radius) m= Kelengkungan m-1
= KelengkunganMaksimum m= Transmitansi Cahaya a.u= Intensitas Modulasi Watt/m2
= Intensitas Referensi Watt/m2
= Konstanta= Konstanta= Koefisien Atenuasi km-1
= Intensitas Cahaya Masuk Watt/m2
= Intensitas Cahaya Keluar Setelah N Lilitan Watt/m2℃ = suhu Celcius= koefisien refleksi= koefisien transmisiΔ = Indeks Bias Relatif CoreDengan Cladding= Tegangan Modulasi Volt= Tegangan Referensi Volt= Daya Diterima Detektor Watt= Daya Masuk Watt= Faktor Kesebandingan= Arus Listrik AmpereΔ = Perubahan Sudut Radian Atau DerajatΔ = Perubahan Jarak mΔt = perubahan Waktu s
= Gaya Berat NEk = Energi kinetik JouleEp = Energi potensial JouleI = Implus N.tH = Konstanta kesebandingan (konstanta Planc) J.sᶹ = frekuensi radiasi HzPin = Daya masuk WattPout = Daya Keluar Watts = Panjang ma = diameter inti mR = Radius Bending m
= Profil Indeks bias efektif= Profil Indeks bias awal
dB = Rugi-Rugi Daya dBL = Panjang Kmy = Kedalaman Penetrasi nm
= Jumlah Mode efektif= Jumlah total mode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
DAFTAR LAMPIRAN
HalamanLampiran 1 Data Pengujian LDR..................................................... 89Lampiran 2 Data Pengujian Nilai Pergeseran Dengan Jari-Jari
Kritis.............................................................................. 90Lampiran 3 Data Pengujian Serat Optik Dengan Variasi Diameter.. 91Lampiran 4 Data Transmitansi Histerisis........................................... 95Lampiran 5 Grafik Gabungan Histerisis............................................ 101Lampiran 6 Data Transmitansi Silikon Rubber Berulir yang Terlilit
Serat Optik Ketika Diberi Beban Statis........................ 106Lampiran 7 Data Pergeseran Silikon Rubber Berulir Terlilit Serat
Optik............................................................................. 112Lampiran 8 Data Transmitansi Cahaya Silikon Rubber Berulir
Terlilit Serat Optik Ketika Dilewati Beban Berjalan...... 113Lampiran 9 Data Variasi Beban Bagian Depan................................ 119Lampiran 10 Data Variasi Beban Bagian Tengah............................... 120Lampiran 11 Data Variasi Beban Bagian Belakang.......................... 121Lampiran 12 Data Kedalaman Lembah dengan Dua Kecepatan
Berbeda........................................................................ 122Lampiran 13 Data Variasi Beban Acak............................................. 123Lampiran 14 Data Tinjauan Transmitansi Silikon Rubber Berulir
terlilit Serat Optik yang Dilewati Beban Berjalandengan Kecepatan Bervariasi....................................... 124
Lampiran 15 Contoh Grafik Transmitansi Silikon Rubber Beruliryang terlilit Serat Optik ketika Dilewati BebanBerjalan....................................................................... 126
Lampiran 16 List Program Arduino................................................ 127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Transportasi memegang peranan penting guna mendukung kelancaran kegiatan
ekonomi terutama pergerakan barang. Pergerakan barang melalui darat terutama
menggunakan sarana jalan masih menjadi pilihan yang dianggap lebih efisien karena jalan
darat mempunyai keunggulan dalam hal aksesibilitas dan mobilitas. Pilihan ini tentu
berpengaruh terhadap beban lalu lintas di jalan dan mempercepat tingkat kerusakan jalan.
Kerusakan jalan dapat diakibatkan dari 3 faktor yakni faktor perancangan, faktor
pelaksanaan dan faktor operasional. Diantara ketiga faktor tersebut, faktor operasional adalah
yang paling mendominasi. Salah satu dari faktor operasional yaitu banyaknya kendaraan
barang yang melebihi tonase yang menjadi penyebab rusaknya jalan (Solopos, 21 Januari
2014). Kerusakan jalan mengakibatkan lumpuhnya perekonomian, meningkatnya biaya
transportasi karena waktu perjalanan menjadi lebih lama, kerusakan kendaraan akibat
guncangan pada jalan berlubang, dan meningkatnya jumlah kecelakaan lalu-lintas. Salah satu
terobosan baru diantaranya pembuatan sensor beban.
Sensor beban yang selama ini diterapkan di jalan adalah stasiun jembatan timbang.
Berdasarkan PP 43 tahun 1993, jembatan timbang adalah alat penimbangan yang dapat
menimbang kendaraan bermotor sehingga dapat diketahui berat kendaraan dan muatannya
sebagai upaya pengawasan dan pengamanan prasarana dan sarana jalan dan angkutan jalan.
Pada pelaksanaannya di lapangan, Stasiun Jembatan timbang mempunyai beberapa kendala
diantaranya harus berhenti saat pengukuran, biaya konstruksi dan biaya pemeliharaan yang
mahal, kehilangan waktu dan kemacetan lalu lintas (DEPHUB, 1997). Untuk mengatasi
kekurangan dari stasiun jembatan timbang, baru-baru ini telah dikembangkan teknologi baru
yang bernama Weigh in Motion (WIM).
Weigh in motion (WIM) merupakan teknologi pengukuran beban untuk kendaraan
berjalan (Cheng dkk, 2007). Ada beberapa keuntungan pengukuran kendaraan berjalan
menggunakan sistem WIM diantaranya penghematan waktu dan biaya serta menghindari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kemacetan lalu lintas (Malla dkk, 2008). Sehingga terobosan ini dapat mendukung
modernisasi pada sistem lalu lintas (Corttel, 1992)
Banyak teknologi sensor beban berbasis WIM telah dikembangkan salah satunya
adalah WIM berbasis sensor serat optik (Yuan dkk, 2005). Serat optik memiliki berbagai
kelebihan diantaranya: bandwith yang besar, transmitansi cahaya yang hilang kecil, tahan
terhadap interferensi elektromagnetik, tahan terhadap radiasi serta ukuran dan berat yang
kecil (M. Arumugam, 2001). Pada tahun 2009 harga 1 meter serat grating dipatok oleh
industri serat corning adalah $1000. Harga serat telekomunikasi untuk panjang yang sama
dari corning hanya sekitar $0.20. Berkait dengan kendala harga dan besarnya rugi-rugi yang
ditimbulkan, beberapa orang telah berupaya untuk merekayasa serat optik dari telkom yang
murah itu untuk menjadi sensor serat optik, salah satunya dengan memanfaatkan timbulnya
rugi-rugi pada serat optik karena pembengkokan (Marzuki, 2012).
Prinsip kerja dari sensor serat optik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan perubahan intensitas. Lekukan yang tajam (macrobend) pada sebuah kabel
serat optik dapat menyebabkan timbulnya rugi daya yang cukup serius dan lebih jauh
kemungkinan terjadinya kerusakan mekanis (pecahnya serat optik). Rugi daya karena
lekukan serat optik sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk banyak hal melalui dua cara:
dengan memanfaatkan peningkatan loss yang terjadi di dalam serat optik dan dengan
memanfaatkan cahaya yang lolos dari serat optik. Dengan memanfaatkan rugi-rugi daya
akibat kenaikan atenuasi didalam serat optik yang dilekukan dapat dimanfaatkan salah
satunya adalah untuk membuat sensor beban (Crisp dan Elliot, 2005). Sensor serat optik
berbasis aplikasi Weigh in Motion (WIM) yang akan dibuat dalam penelitian ini,
memanfaatkan rugi-rugi daya yang dihasilkan dari lekukan pada serat optik yang telah
dililitkan pada silinder rubber ulir berongga. Dari hasil penelitian dapat diperoleh grafik linier
yang mencerminkan keterkaiatan antara jari-jari kelengkungan dengan intensitas cahaya dan
kecepatan sehingga hasilnya dapat memunuhi syarat untuk dijadikan sensor berbasis serat
optik dengan aplikasi weight in motion (WIM).
1.2. Perumusan Masalah
Uji loss untuk serat optik yang terlilit dalam Silinder Rubber yang terulir telah
dilakukan. Pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian adalah :
1. Bagaimana serat optik dapat terlilit dibuat menjadi sensor Weigh In Motion (WIM)?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
2. Bagaimana pengaruh kecepatan massa berjalan terhadap loss pada sensor serat optik
berbasis Weigh in Motion (WIM) ?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini dilakukan dengan batasan :
1. Lilitan dibuat dengan jari-jari di sekitar jari-jari kritis.
2. Sensor dibuat dengan bobot beban hingga 10 ton.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sensor weigh in motion (WIM) yang dibuat dari serat optik yang
terlilit.
2. Mengetahui pengaruh kecepatan terhadap perubahan intensitas cahaya yang
terdapat pada sensor serat optik berbasis aplikasi weigh in motion (WIM).
1.5. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini manfaat yang diharapkan adalah :
1. Dapat mengetahui manfaat dari serat optik yang terlilit yang dapat
dimanfaatkan sebagai sensor serat optik yang berbasis modulasi intensitas
untuk pemantauan bobot kendaraan berjalan .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Serat Optik
Serat optik adalah untaian tipis yang terbuat dari kaca atau plastik yang
menghubungkan sumber cahaya ke tempat tujuan (Decusatis, 2006). Struktur dasar serat
optik terdiri dari 3 macam bagian yaitu inti (core), selubung (cladding) dan lapisan
pelindung (coating). Gambar 2.1. menunjukkan struktur serat optik. Inti (core ) berada pada
lapisan yang terdalam kemudian dilapisi lapisan selubung (cladding) dan lapisan terluar
adalah lapisan pelindung (coating).
Gambar 2.1 Struktur Serat Optik
Inti (Core) adalah sebuah material batang silinder dielektrik dan umumnya terbuat dari
kaca atau plastik. Kaca yang digunakan dalam pembuatan inti serat optik ini sangat murni
terbuat dari silikon dioksida. Inti juga merupakan bagian terkecil dari serat optik dan bagian
yang paling mudah pecah. Perambatan cahaya terjadi pada bagian inti. (Woodward dan
Husson, 2005)
Selubung (Cladding) adalah bahan dielektrik yang terbuat dari kaca atau plastik yang
berada mengelilingi lapisan inti dan mempunyai indeks bias lebih kecil dibandingkan inti.
Hal ini berguna agar inti serat optik dapat bekerja secara optimal . Fungsi dari cladding ini
antara lain yaitu mengeksekusi fungsi seperti penurunan hilangnya cahaya dari inti ke udara
sekitar, mengurangi kerugian hamburan di permukaan inti, melindungi serat dari menyerap
permukaan kontaminan dan menambahkan kekuatan mekanik.
Sedangkan lapisan pelindung (Coating) merupakan lapisan bahan yang digunakan untuk
melindungi serat optik dari kerusakan fisik. Bahan yang digunakan untuk buffer adalah jenis
plastik elastik yang berfungsi untuk mencegah terjadinya lecet. (Fidanboylu dan Efendioğlu,
2009).
CoatingCladdingCore
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2.2 Gelombang Elektromagnet
Pada abad ke-17 Sir Isaac Newton mengemukakan teori emisi Newton yakni dari
sumber cahaya dipancarkan partikel-partikel yang sangat kecil dan ringan dengan kecepatan
yang sangat besar. Newton menganggap sinar cahaya seperti arus partikel yang sangat kecil
yang dipancarkan dari sumber cahaya dan bergerak pada garis lurus. Pada penelitian lain,
Christian Huygens menyatakan bahwa cahaya adalah gerak gelombang yang menyebar ke
segala arah dari sumber cahaya dan merambat menembus medium elastik. Kemudian James
Clerk Maxwel mengemukakan bahwa muatan listrik yang dipercepat menimbulkan gangguan
listrik dan magnetik yang menjalar terus-menerus melalui ruang hampa. Jika muatan bergetar
secara periodik menyebabkan munculnya gelombang dengan amplitudo berubah-rubah secara
periodik. Gelombang mempunyai komponen medan listrik dan medan magnet yang saling
tegak lurus. Ditunjukkan pada gambar 2.2 (Pedrotti, 1993).
Gambar 2.2 Polarisasi Gelombang Elektromagnetik (Wiliam dan David, 2009).
Gambar 2.2 Merupakan sebuah gelombang elektromagnetik yang terpolarisasi ke arah
sumbu-x. Komponen medan listrik ditunjukkan dengan simbol , komponen medan magnet
ditunjukkan dengan simbol H dan komponen A merupakan Amplitudo .Medan listrik E dan
medan magnet H merambat saling tegak lurus. Medan magnet merambat secara horizontal
terhadap sumbu-y. Medan listrik merambat secara vertikal terhadap sumbu-x.
Cahaya, panas, radar, gelombang radio, sinar x semuanya merupakan bentuk dari
radiasi elektromagnet. Masing-masing dikarakterisasi oleh sebuah jarak spesifik dari panjang
gelombang. Cahaya tampak memiliki area yang sangat sempit dalam spektrum radiasi
elektromagnetik yaitu pada jarak antara 0,4 μm sampai 0,7 μm. Cahaya putih merupakan
gabungan dari semua warna sesuai gambar 2.2. Sebuah radiasi elektromagnetik yang
menjalar pada ruang hampa disebut kecepatan cahaya yang dirumuskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
c = (2.1)
dimana nilai c adalah 3 10 / (186,000 mil/s). Kecepatan c memiliki hubungan dengan
permitivitas listrik dalam ruang hampa dan permeabilitas magnet dalam ruang hampa.
Sehingga ada hubungan antara c dengan konstanta listrik dan magnetik. Dimana frekuensi v
dan panjang gelombang adalah sebuah fungsi dari c sesuai rumus
(2.2)
Frequensi memiliki satuan Hertz (Hz). Dimana 1 Hz = 1 putaran per sekon.
Gambar 2.3 Spektrum radiasi elektromagnetik dengan range panjang gelombang untuk berbagai macam
warna pada spektrum cahaya tampak (Serway dan Jewett, 2004)
Gambar 2.3 menjelaskan spektrum elektromagnetik sesuai dengan range panjang
gelombang. Tampak pada gambar bahwa range panjang gelombang cahaya tampak adalah
pada range 400 nm sampai 700 nm. Radiasi elektromagnetik dapat dipandang dari perspektif
mekanika kuantum. Radiasi elektromagnetik diartikan sebagai partikel yang terdiri dari
paket-paket energi yang disebut foton (Pedrotti, 1993). Menurut Planck, energi E radiasi
elektromagnetik sebanding dengan frekuensi radiasi v:
(2.3)
Dimana h adalah konstanta kesebandingan atau konstanta Planck yang memiliki nilai
6,63 x 10-34 J.s. Energi foton sebanding dengan frekuensi radiasi dan berbanding terbalik
dengan panjang gelombang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2.3 Pandu Gelombang
Konsep pemandu gelombang pada prinsipnya terdiri dari dua lapisan bahan kaca atau
silika yang memiliki indeks bias yang berbeda dan dimana < sehingga dapat
merambatkan cahaya dari ujung satu ke ujung yang lain.
Gb 2.4 Pola mode melintang di dalam pemandu gelombang plat simetris (Keiser, 2000)
Medan elektrik di dalam lapisan tipis akan berubah secara sinusoidal pada bidang
melintang yang disebabkan oleh adanya interferensi antara gelombang berjalan naik dan
turun. Penembusan ke lapisan luar bertambah dengan pertambahan orde mode ke-m. Bila m
bertambah maka sudut sinar akan mendekati sudut kritis. Gambar 2.4 menunjukkan adanya
perbedaan mode yaitu mode 1 ditunjukkan dengan , mode 2 dengan dan mode 3
dengan . TE merupakan medan listrik E yang tegak lurus bidang datang dan medan
Magnet B sejajar bidang datang. Selain itu dapat diketahui bahwa mode-mode yang berorde
tinggi dan bersudut curam merambat pada lintasan zig-zag yang lebih panjang daripada yang
berorde lebih rendah. Mode-mode yang mendekati putus adalah mode-mode yang berorde
tinggi dan sinarnya mendekati sudut kritis. Sinar-sinar ini akan mudah disimpangkan di
bawah sudut kritis sehingga medannya akan menembus dalam lapisan luar. Di daerah ini
mode-mode tersebut mengalami penyerapan dan menyusut cepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2.4 Karakteristik Transmisi Optik
2.4.1 Pembiasan (Refraction)
Gambar 2.5. Pemantulan dan pembiasan cahaya (Griffiths, 1981)
Pada gambar 2.5 Ir merupakan besar intesitas cahaya yang dipantulkan, It merupakan
besar intensitas cahaya yang dibiaskan dan Ii merupakan besar intensitas cahaya datang.
Selain itu, dapat diketahui bahwa suatu sinar cahaya yang datang dari medium menuju
medium dimana > (indeks bias pertama lebih besar daripada indeks bias kedua)
maka sebagian sinar yang telah mengenai bidang batas akan mengalami pembiasan dan
sebagian lagi mengalami pemantulan. Sinar datang akan dipantulkan dengan sudut sama
besar dengan sudut sinar datang dan sinar bias dibiaskan menjauhi garis normal dengan
sudut .
Perambatan cahaya dalam serat optik mengikuti prinsip pemantulan internal total yang
sesuai dengan Hukum Snell. Hubungan analitis matematis antara dan dan dan
ditemukan melalui eksperimen pada tahun 1621 oleh Willebrord Snellius sebagai berikut:
sin 2.4Dimana dan secara berturut turut adalah nilai indeks bias bahan pertama dan bahan
kedua sedangkan dan berturut turut adalah sudut datang dan sudut bias. Persamaan 2.4
menjunjukkan bahwa Hukum Snell menjelaskan jalannya sinar pada dua medium yang
mempunyai indeks bias berbeda. Indeks bias merupakan perbandingan kecepatan cahaya di
dalam ruang hampa dibanding kecepatan cahaya di dalam medium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Gambar 2.6. Perambatan Sinar Dalam Serat Optik (Keiser, 1991)
Pada gambar 2.6 dapat dijelaskan bahwa apabila sudut cahaya datang dalam bahan
pertama menuju bidang perbatasan semakin diperbesar, akan tercapai suatu keadaan dimana
sudut biasnya menjadi bernilai 90°. Karena sudut datang tersebut sangat berpengaruh
terhadap sudut bias maka sudut datang ini dinamakan sudut kritis (θ1 = θc) seperti Gambar
2.6.b. Sudut datang dimana hal ini terjadi disebut sudut kritis ( ) (Serway dan Jewett, 2004).
Cahaya yang merambat dengan sudut datang kurang dari sudut kritis, cahaya akan dibiaskan
masuk ke bahan kedua. Namun, cahaya yang merambat dengan sudut datang lebih dari sudut
kritis, maka cahaya tersebut akan dipantulkan kembali (oleh bidang perbatasan) masuk ke
dalam bahan pertama seperti gambar 2.6 c.. Keadaan ini disebut sebagai pemantulan internal
Jika cahaya merambat melebihi sudut kritis maka cahaya akan dibiaskan keluar dari
media awal , akan tetapi bila cahaya merambat menuju bidang perbatasan dengan sudut
datang yang lebih kecil dari sudut kritis maka cahaya akan dipantulkan kembali oleh bidang
perbatasan ke dalam media awal . Dalam hal ini tidak ada berkas bias sama sekali dan
seluruh cahaya terpantulkan. Efek semacam ini disebut dengan pemantulan internal sempurna
(Crisp dan Elliot, 2005).
Numerical Aperture adalah parameter yang mengukur kemampuan serat optik untuk
mengumpulkan atau memerangkap sinar cahaya (Crisp dan Elliot, 2005).
n1
θ2
n2
θ1
θ1>θc
θ1 θ1n1 n1
n2 n2
a b c
θ1= θc
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Gambar 2.7. sudut penerimaan ketika sinar cahaya memasuki serat optik (Senior, 2009)
Perambatan cahaya dalam serat optik bergantung kepada titik awal dimana sinar cahaya
masuk ke dalam serat optik. Gambar 2.7 menunjukkan sinar meridional A di ∅ sudut kritis
dalam serat pada core-cladding. Dari gambar ditunjukkan bahwa sinar memasuki inti pada
sudut dengan sumbu serat dan dibiaskan pada core udara sebelum transmisi ke core –
cladding pada sudut kritis pada serat. Setiap sinar yang datang ke dalam core serat pada
sudut yang lebih besar dari akan dikirimkan ke core-cladding pada sudut kurang dari ∅ .
(Senior, 2009)
Agar sudut kritis tetap terjaga, sinar harus masuk dengan range yang spesifik yang
disebut dengan kerucut penerimaan atau lebih dikenal dengan sudut penerimaan. Area pada
gambar didefinisikan oleh sebuah kerucut yang diperluas keluar dari inti serat optik. Sinar
cahaya masuk ke dalam inti dari luar kerucut atau melebihi sudut penerimaan tidak akan
masuk ke dalam inti serat optik. (Woodward dan Husson, 2005)
Gambar 2.8. Sinar cahaya yang masuk pada serat optik dengan ɸ> sudut kritis (Senior,2009)
Gambar 2.8. menjelaskan adanya sudut triangle ABC dimana sinar yang datang dari
medium udara dengan sudut akan mengalami pembelokan mendekati garis normal atau
pembiasan saat masuk medium dan kemudian setelah terkena bidang perbatasan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
memiliki indeks bias atau perbatasan core dan cladding sinar mengalami pemantulan
internal sempurna, hal ini terjadi dikarenakan sudut datang sinar lebih besar daripada sudut
kritis. Dari persamaan 2.29 tentang hukum Snellius dan sesuai gambar 2.8 tentang triangle
sudut ABC maka diperoleh :ɸ = − (2.6)
Dimana 1lebih besar daripada sudut kritis pada interface core –cladding, kemudian jika
disubtitusi pada persamaan 2.4 menjadisin = ɸ(2.7)Dengan menggunakan hubungan trigonometri ɸ+ ɸ= 1 , sehingga persamaan 2.7
dapat menjadisin = (1 − ɸ) (2.8)Ketika kasus dibatasi untuk total internal reflection, dimana menjadi sama dengan
sudut kritis untuk core dan cladding interface yang diberikan pada persamaan 2.5 dimana
menjadi dikombinasikan dengan persamaan 2.8 sehingga menjadisin = ( − ) (2.9)Sehingga= sin = ( − ) (2.10)Pertsamaan 2.10 menjelaskan bahwa Numerical Aperture (NA) sebanding dengan sudut
datang terbesar yang dapat diterima pemandu dan diteruskan. NA sering digunakan untuk
serat optik di udara dimana adalah kesatuan, hal itu sama dengan sin . Atau dalam range
0 ≤ ≤ sinar akan disebar di dalam serat optik. NA dapat juga dinyatakan dengan
perbedaan indeks bias relatif antara core dan cladding= ≃ untuk ≪ 1 (2.11)Kemudian digabungkan dengan persamaan 2.10 menjadi= (2 ) (2.12)Hubungan antara persamaan 2.10 dan 2.12 untuk numerical aperture adalah sangat berguna
untuk pengukuran kemampuan pengumpulan cahaya pada serat optik. (Senior, 2009).
Umunya NA pada single mode serat optik adalah 0,1 dan untuk serat optik multimode
berkisar 0,2 sampai 0,3. (Keiser, 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2.4.2 Atenuasi
Atenuasi adalah rugi-rugi atau pelemahan energi atau daya yang dibawa oleh cahaya.
Besaran pelemahan energi sinyal informasi dari serat optik dinyatakan dalam deci-Bell (dB).
Atenuasi menyebabkan pelemahan energi sehingga amplitudo gelombang yang sampai pada
penerima menjadi lebih kecil daripada yang dikirimkan oleh pemancar (Keiser, 2000). Besar
atenuasi dapat dicari dengan persamaan:10 2.13Dari persamaan 2.13 dapat dijelaskan bahwa besarnya nilai atenuasi dalam satuan dB atau
deci-Bell diperoleh dari logaritma perbandingan nilai P2 atau Daya yang diterima detektor
(Watt) dibanding dengan nilai P1 Daya awal yang masuk (Watt)
Gambar 2.9. Loss Transmission in Fiber (Jenny, 2000)
Gambar 2.9. menunjukkan adanya pelemahan (atenuasi) terhadap panjang gelombang
kaca optik. Ada tiga rentang panjang gelombang yang lebih disukai untuk transmisi yang
pertama pada panjang gelombang 850 nm, sumber cahaya dan elektronik dapat dibuat dari
paduan senikonduktor dengan GA1-xAlxAs. Yang kedua yaitu daerah sekitar 1300 nm. Pada
panjang gelombang ini adalah puncaknya redaman karena absorbsi cahaya oleh ion hidroksi
(OH) ynag terjebak dalam serat optik selama pemrosesan. Pada panjang gelombang ini juga
bertepatan dengan titik dispersi kromatik minimum serat optik. Dan yang terakhir serat optik
mengalami transparansi terbesar pada panjang gelombang sekitar 1550 nm dimana redaman
menurun hingga 0,2 dB per km. Dan diatas 1600 nm terjadi peningkatan yang diakibatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
adanya penyerapan. (Power, 1993) pada dasarnya hilangnya energi cahaya di dalam serat
optik ada dua yaitu bahan inti serat optik tidak cukup jernih atau kotor dan cahaya dibelokkan
ke arah yang salah (Crisp dan Elliot, 2005).
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya atenuasi dalam serat optik yaitu hamburan
Rayleigh (scattering), Penyerapan (absorption), Pemantulan Fresnel dan pembengkokan
(bending losses).
2.4.3 Hamburan Rayleigh (Scattering)
Ketika cahaya melewati sebuah material yang mempunyai indeks bias yang berbeda,
beberapa cahaya akan terhambur pada permukaan antara dua medium selama medium adalah
transparan, hamburan tersebut disebut hamburan Rayleigh. Hamburan Rayleigh merupakan
efek terpancarnya cahaya akibat terjadinya perubahan kecil yang bersifat lokal pada indeks
bias bahan inti dan bahan mantel. Dikatakan bersifat lokal, karena hanya terjadi di lokasi-
lokasi tertentu dan ukuran daerah yang terkena pengaruh perubahan ini sangat kecil, yaitu
kurang dari satu panjang gelombang cahaya. Hamburan Rayleigh disebabkan oleh adanya
ketidakmerataan adonan bahan-bahan pembuat serat optik dan pergeseran-pergeseran kecil
pada kerapatan bahan. (Crisp dan Elliot, 2005)
2.4.4 Penyerapan (Absorption)
Penyerapan cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi antara
gelombang cahaya (foton) dengan atom / molekul. Energi yang diserap oleh atom/ molekul
akan digunakan elektron di dalam atom untuk bertransisi dari suatu level energi ( ) ke
tingkat energi elektronik yang lebih tinggi ( ). Penyerapan hanya terjadi jika selisih kedua
tingkat energi elektronik (∆ = − ) bersesuaian dengan energi cahaya yang datang
yakni :∆ = (2.14)
Penyerapan terjadi pada saat foton bertumbukan langsung pada suatu material dan
menyerahkan energinya pada elektron atom. Foton mengalami perlambatan dan akhirnya
berhenti, sehingga pancaran sinar yang keluar dari material berkurang dibanding saat masuk
ke material. Absorbansi menyatakan banyaknya cahaya yang diserap oleh suatu lapisan tipis
dari total yang dilewatkan pada lapisan tipis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Penyerapan terjadi karena tiga faktor yaitu disebabkan oleh adanya deffect atomic pada
komposisi kaca, adanya penyerapan dari luar dan juga adanya penyerapan dari dalam. Faktor
deffect atomic disebabkan karena ketidaksempurnaan dari material struktur atom pada serat
optik diantaranya kehilanghan molekul, area kerapatan yang tinggi dan oxygen deffect dalam
struktur kaca. (Keiser, 2000) Faktor dari dalam disebabkan karena bahan pembuat itu sendiri.
Sedangkan faktor dari luar terjadi karena campuran dalam serat. Zat kotoran (impurity) atau
apapun yang masih tersisa di dalam bahan inti akan menyerap sebagian energi cahaya yang
merambat di dalam serat optik. Zat kotoran yang tersisa dalam inti diantaranya yaitu logam
Iron, Chromium, Cobalt, Copper dan ion OH.
2.4.5 Pemantulan Fresnel
Pemantulan merupakan kejadian dimana cahaya terpantul pada medium. Pada saat
cahaya melewati medium menuju medium dimana > (indeks bias pertama lebih
besar daripada indeks bias kedua) dimana sudut datang mendekati garis normal (90 ), maka
sebagian besar cahaya akan dibiaskan menembus bidang perbatasan seperti dalam gambar 2.9
(a). Namun sebagian kecil dari cahaya yang datang dan hendak memasuki serat optik akan
terpantul balik oleh bidang perbatasan udara – inti seperti gambar 2.9 (b). Besarnya sudut
pemantulan sama dengan sudut datangnya cahaya, hal ini disebut dengan pemantulan Fresnel.
Pemantulan cahaya harus mempertimbangkan cahaya yang hilang ketika beberapa medium
saling berhadapan (Woodward dan Husson, 2005). Augustin Fresnel menjelaskan besarnya
cahaya yang hilang pada pemantulan Fresnel ketika melewati medium satu ke medium yang
lain dengan persamaan Fresnel sebagai berikut (Crisp dan Elliot, 2005):
= ( )( ) (2.15)
Persamaan 2.15 dapat dijelaskan bahwa nilai R yang merupakan koefisien redaman refleksi
Fresnel didapatkan dari pengurangan indeks bias relatif core dengan indeks bias udara dikuadratkan kemudian hasilnya dibagi kuadrat dari penjumlahan indeks bias relatif core dengan indeks bias udara . Hal ini berarti pemantulan Fresnel bergantung pada perbedaan
relatif antara dua indeks bias. Tingkat daya cahaya yang dipantulkan tergantung pada
kehalusan permukaan batas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Gambar 2.10. (a) Pemantulan Fresnel, (b) Pemantulan Fresnel di setiapBidang Batas (Crisp dan Elliot, 2005)
Pada gambar 2.10 dapat dijelaskan bahwa sinar yang datang dengan daya masuk
sebesar 1 joule per detik (Watt) akan mengalami pemantulan Fresnel yang berada di dalam
serat optik tetapi akan mengalami loss atau kehilangan energi sebesar 4% setelah melewati
bidang batas artinya hanya 96 % yang diteruskan karena mengalami pemantulan pada bidang
batas dan bila sinar tersebut masuk kembali pada serat optik lain juga akan mengalami loss
sebesar 4% sehingga sinar yang masuk hanya 92% dari total daya yang masuk .
Pada proses pemantulan, cahaya dapat terpolarisasi sebagian atau seluruhnya oleh
refleksi. Jenis polarisasi yang terjadi yaitu transverse electric (TE) dimana medan listrik E
tegak lurus bidang datang dan medan magnet B sejajar bidang datang. Sebaliknya jika medan
listrik E sejajar bidang datang maka jenis polarisasi ini disebut transverse magnetic (TM).
Reflektasnsi TE dan TM dapat dicari dengan menggunakan persamaan dibawah ini (Pedrotti,
1993).
RTM = ( ) (2.16)
RTE = ( ) (2.17)
Cahaya datang
Sedikitnya 96%
Ujung output serat
Hingga 4%
(a)
Rugidaya4%Daya input = 1 W Daya output = 0,92 W
Daya = 0.96 W
(b)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2.4.6 Pelengkungan (Bending)
Rugi – rugi pembengkokan serat optik adalah hilangnya cahaya (loss) pada saluran
serat optik ketika serat optik mengalami pembengkokan atau lekukan. Di dalam serat optik
terdapat 2 jenis rugi-rugi pembengkokan (bending loss) yaitu pembengkokan mikro
(microbending) dan pembengkokan makro (macrobending). Microbending biasanya
disebabkan karena perbedaan laju pemuaian dan penyusutan antara serat optik dengan lapisan
pelindung luarnya. Jika bagian inti menyusut lebih lambat dari pada lapisan luarnya, maka
bagian inti akan bergeser dari posisi semula sehingga menimbulkan lekukan-lekukan pada
serat optik (Crisp dan Elliot, 2005).
Macrobending adalah pembengkokan serat optik dimana jari-jari bengkokannya lebih
besar dari pada diameter serat optik. Karena terjadi kelengkungan pada serat optik
menyebabkan cahaya yang melewati serat optik akan mengalami pelemahan atenuasi pada
bagian core serat optik, seperti terlihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Mekanisme Jalannya Cahaya Pada Peristiwa Pembengkokan Makro(Crisp dan Elliot, 2005)
Berdasarkan gambar 2.11 dapat dijelaskan prinsip pemantulan dan pembiasan cahaya,
sudut sinar datang yang lebih kecil daripada sudut kritis ( dan < ), maka sinar yang
masuk tidak dipantulkan secara sempurna melainkan lebih banyak dibiaskan keluar dari inti
serat optik. Sedangkan untuk sinar yang membentuk sudut datang lebih besar dari sudut kritis
( ), maka sebagian besar mode cahaya akan dipantulkan kembali masuk ke dalam
selubung seperti halnya prinsip pemantulan total. Kondisi ini mengakibatkan perubahan nilai
intensitas. Jumlah radiasi optik dari kelengkungan serat optik tergantung kekuatan medan
dan kelengkungan jari-jari R.
Cladding
Core
R
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Gambar 2.12. Profil indeks bias (a) dan Geometri serat optik terbengkokkan (b) (Lei dkk., 2009).
Gambar 2.12 (a) dapat dijelaskan bahwa pada garis biru merupakan profil indeks bias
yang melewati serat optik terfabrikasi dan garis merah putus-putus merupakan profil indeks
bias ketika serat optik dibengkokkan di titik kritis dan rim merupakan titik radius maksimal
pembengkokan serat optik. Sedangkan gambar 2.12 (b) menjelaskan tentang geometri dari
sebuah serat optik yang terbengkokkan, x origin pada axis serat optik. Serat optik yang
terbengkokan akan menyebabkan sinar yang berada terkungkung dalam serat optik menjadi
kehilangan energi atau loss dikarenakan sudut datang sianr kurang dari sudut kritis sehingga
sinar tidak akan terpantul atau sinar mengalami pembiasan keluar dari daerah core.
Beberapa lekukan pada serat optik dapat dinyatakan dengan transformasi conformal,
yaitu menyetarakan dengan serat yang lurus dimana pengaruh kelengkungan memberikan
profil indeks bias efektif (ne). persamaan indeks bias efektif dapat dilihat pada persamaan
2.18 berikut: 1 (2.18)
Di mana n0 adalah profil indeks bias ketika serat optik lurus; χ adalah efek akomodasi elastis
optik; merupakan koordinat melintang sepanjang garis yang menghubungkan pusat
kelengkungan dan pusat dari serat optik dengan titik awal di tengah serat optik dan keluar
positif, sementara R adalah jari-jari kelengkungan pada serat optik (Lei dkk, 2009).
Geometri dari sebuah lekukan serat optik ditunjukkan pada Gambar 2.12.a. Karena
serat optik lurus dengan distribusi indeks bias efektif pada persamaan 2.18 mempunyai sifat
yang sama dengan serat optik yang melengkung. Distribusi kelengkungan pada Gambar
2.12.a dapat diwakili oleh serat optik lurus yang mempunyai distribusi indek bias yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
bervariasi seperti yang diilustrasikan secara skematik pada Gambar 2.11.b (Gambling dkk,
1979).
Gambar 2.13. Loss Energi pada Bengkokan Serat Optik (Keiser, 2000)
Gambar 2.13 menunjukkan adanya medan evanescent pada serat optik yang
dibengkokkan. Banyaknya pancaran cahaya yang keluar dari sebuah serat optik yang
dibengkokkan tergantung dari kuat medan di Xc dan jari-jari bengkokan R. Jumlah mode
pada serat optik yang dibengkokkan akan berkurang atau lebih sedikit dari pada serat optik
yang lurus. Jumlah mode efektif Neff pada serat optik multimode berjari-jari a yang di
bengkokkan dapat dilihat pada persamaan 2.19
Neff=N∞ 1 ∆ (2.19)
dimana α didefinisikan perbedaan indeks, ∆ adalah perbedaan indeks bias core-cladding, n2
adalah indeks bias cladding dan k=2π/ konstanta penyebaran gelombang. Persamaan 2.19
menjelaskan bahwa nilai jumlah mode efektif Neff ditentukan oleh nilai jumlah total mode
dalam serat optik N∞, jari-jari bengkokan R, panjang gelombang dan konstanta penyebaran
gelombang k serta indeks bias n. Semakin besar jari-jari bengkokan maka akan mempengauhi
nilai jumlah mode efektif yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai transmitansi cahaya
yang akan ditransmisiskan.
N∞= ∆ (2.20)
Persamaan 2.20 menunjukkan adanya keterkaitan antara panjang gelombang dengan indeks
bias dan N∞ yaitu jumlah total mode dalam serat optik yang lurus. Semakin besar
panjang gelombang yang dilewatkan dalam serat optik maka nilai transmisi cahaya yang
diteruskan akan semakin berkurang dikarenakan frekuensi semakin kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2.5. Kelengkungan dan Jari-Jari Kelengkungan
Gambar 2.14. Geometri Ellips Struktur Perubahan Jari-Jari Kelengkungan Serat Optik
Perhitungan nilai rugi-rugi pada serat optik secara melingkar dapat di analogikan pada
gambar 2.14. Saat serat optik mengalami pergeseran maka akan mengalami proses perubahan
bentuk dari struktur lingkaran menjadi ellips. Hal ini akan menyebabkan panjang a dan b
menjadi berkurang. Panjang nilai akan bertambah dan nilai b akan berkurang, namun hal ini
tidak menyebabkan perubahan keliling, seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.21 :
Perlengkapan Jalan. Departemen Perhubungan Direktorat Jendral
Perhubungan Darat, Jakarta.
Domanski, A.W., Poczęsny, T., Prokopczuk, K., & Makowski, P. 2010. An
Optical Fiber Loop Sensor For Vibration Monitoring.Photonics Letters Of
Poland, 2(2), 58-60.
Farrell, G. 2002. Optical Communication System. Institute of Technology. Dublin.
Fidanboylu, K. dan Efendioğlu, H. S.. 2009. Fiber Optic Sensors and Their
Applications. 5th International Advanced Technologies Symposium
(IATS’09), May 13-15, 2009, Karabuk, Turkey, Hal 1-6.
Gambling, W.A., Matsumura, H., Ragdale, C.M. 1978. Curvature and
microbending Losses in Single-Mode optical fibres. Optical and Quantum
Electronics, 11, 43-59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Griffiths, D. J. (1981). Introduction to electrodynamic (3 ed.). New jersey:
Prentice hall.
Keiser G., 2000, Optical Fiber Communication, Mc Graw-Hill Publishing
Company. Singapore.
Kollipara V. D., 2013.A rheology Model of Soft Elastomeric Capasitor For Weigh
In Motion Aplication. Digital Repository Iowa State University. Ames,
Iowa , USA.
Lei, Y., Shu-Qin, L. dan Shui-Sheng, J. 2009. Analysis and Simulation of
Adiabatic Bend Transitions in Optical Fibers. CHIN. PHYS. LETT., 26,
074213-1-4
Liu, C.S., Cou, G.W., Liang, X., Reinhall, P.G, and Wang. Wie C. 2007. Design
of a multi-layered optical bend loss sensor for pressure and shear sensing.
Health Monitoring of Structural and Biological Systems, Proc. of SPIE
Vol. 6532
Lu Deng† and C.S. Cai‡. 2007. Applications of fiber optic sensors in civilengineering . Department of Civil and Environmental Engineering,Louisianan State University. Structural Engineering and Mechanics, Vol.25, No. 5
Malla R. B., Sen A. dan Garrick N.W., 2008, “A Special Fiber Optic Sensor for