Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia lahir menjadi bangsa yang merdeka tanggal 17
Agustus 1945.Tonggak sejarah bangsa adalah aspek pendidikan.
Pendidikan ibarat rahim di dalamnya ada gen dengan komposisi yang
rapi dan mempunyai kemampuan. Pendidikan merupakan iklim yang
memenuhi persyaratan untuk mempertahankan dan mengembangkan
semua potensi, yang dibutuhkan oleh setiap individu dan masyarakat.
Oleh karena itu perlu adanya motivasi dalam upaya menggali potensi,
menentukan arah dan membuat perencanaan yang baik dalam
pengembangan pendidikan. Muhaimin menyatakan; Pendidikan
merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk membentuk
generasi yang siap mengganti tongkat estafet generasi tua dalam rangka
membangun masa depan. Karena itu pendidikan berperan
mensosialisasikan kemampuan baru kepada mereka agar mampu
mengantisipasi tuntutan masyarakat yang dinamis (Muhaimin, 1991: 9).
Berdasarkan kutipan di atas, pendidikan adalah kebutuhan
manusia atau kebutuhan pribadi seseorang, dan tidak dapat digantikan
oleh yang lain, karena pendidikan adalah kebutuhan setiap individu
untuk mengembangkan kualitas, potensi dan bakat yang terkandung
dalam diri manusia. Maka pendidikan membentuk manusia dari tidak
tahu menjadi tahu, intinya pendidikan membentuk tubuh untuk lebih
sempurna secara spiritual. Oleh karena itu diperlukan pendidikan
akhlak dan pendidikan karakter. Dalam mensosialisasikan akhlak dan
pendidikan karakter, hendaklah diaplikasikan pada setiap jenjang
pendidikan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah sampai
pendidikan tinggi. Semua tingkat pendidikan merumuskan visi dan misi
masing-masing, tentang pendidikan akhlak dan pendidikan karakter.
Agar akhlak setiap muslim menjadi baik, maka harusmencontoh teladan
Rasulullah. Karena pada diri Rasulullah terdapat seluruh keluhuran
akhlak. Allah berfirman:
Page 2
2
Artinya: Sungguh, Rasulullah Utusan Allah sudah menjadi contoh yang
baik untuk Anda, yaitu, bagi mereka yang berharap untuk
rahmat Allah, dan pada kedatangan Hari Pengadilan, ia
memanggil banyak nama Allah (Q.S. Al-Ahzab/33:21).
Imam Al-Ghazali menyatakan, Akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu tindakan yang
mudah dilakukan; tanpa melalui niat untuk berpikir (lebih lama). Jadi
jika karakteristik ini melahirkan tindakan terpuji sesuai dengan
ketentuan rasio dan norma agama, itu disebut akhlak yang baik. Tetapi
ketika dia melahirkan tindakan buruk, itu disebut akhlak yang tidak
baik (Al-Ghazali: Ihya ‘Ulumiddin, Juz III).
Dalam Al-Quran Allah memuji Rasullah, surat Al-Qolam ayat 4:
Artinya: “Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung” (Al-Qolam ayat 4)
Dari penjelasan di atas, bahwa sifat yang terdapat dalam jiwa
manusia untuk menentukan akhlak baik atau buruk suatu perbuatan
manusia, sifat yang memancarkan perbuatan manusia bersumber dari
dalam diri manusia, sudah dibentuk dari dalam kandungan. Berarti jika
perbuatan orang tuanya baik, maka mudah-mudahan anaknya akan baik,
sebaliknya kalau perbuatan orang tuanya tidak baik, maka anaknya pun
tidak baik. Prilaku orang tua dan pemberian teladan, berupa contoh
perbuatan baik yang dibiasakan sejak dari dalam rahim ibu dan
pembiasaan yang dibiasakan setiap hari, maka akan sangat berimbas
kepada anaknya. Teladan dan pembiasaan yang baik mempermudah
dalam mengatur dan menentukan akhlak mulia untuk setiap anak.
Dengan usaha yang dilaksanakan oleh orang tua tersebut, berarti sangat
memberi kontribusi yang besar dan berperan dalam menciptakan
sumber daya manusia yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain,
baik untuk keluarga maupun untuk lingkungan dimanapun seseorang itu
berada(Imam Al-Ghazali: Ihya ‘Ulumiddin, Juz III).
Page 3
3
Seperti yang dinyatakan Imam Al-Ghazali perkembangan usia
anak penting untukdiperhatikan dan dibantu untuk mencapai
perkembangan yang sempurna. Pada usia anak-anak hingga 14 tahun,
anak-anak membutuhkan lebih banyak waktu untuk bermain. Jadi jika
anak merasa lelah dengan pelajaran teori, guru harus mengakhiri materi,
dan meluangkan waktu untuk bermain. Bermain bagi anak-anak adalah
kegiatan paling penting untuk memacu kecerdasan anak, karena melalui
bermain kreativitas anak dapat tumbuh dan berkembang. Jika dorongan
(gharizah) dihentikan, maka kreativitas anak sulit untuk dikembangkan,
dan memiliki potensi untuk tumbuh menjadi orang yang merusak
(destruktif) (AlGhazali,1994: 58).
Maksud dari kutipan di atas, untuk memperoleh perkembangan
anak yang baik hendaknya dalam pembelajaran diperhatikan usia anak.
Anak-anak butuh banyak bermain, dalam belajar anak-anak harus
dilatih menggunakan waktu belajar secara efektif dan efisien. Pada
dasarnya anak tidak perlu belajar terus menerus, melainkan perlu diberi
petunjuk untuk menggunakan waktu belajar yang diimbangi dengan
waktu untuk bermain, dengan petunjuk penggunaan waktu belajar yang
efektif dan kontinyu. Misalnya pulang sekolah bermain, selanjutnya
istirahat siang, dan memenuhi kebutuhan pribadi, setelah itu siswa baru
mengulangi pelajaran. Sehingga di sekolah siswa dapat belajar dengan
sungguh hati. Kalau siswa bermainnya cukup dan merasa puas, maka di
sekolah dia tidak akan bermain pada waktu belajar (Imam Al-
Ghazali,1994: 58).
Seperti yang dinyatakan Imam Al-Ghazali, guru harus memiliki
belas kasihan kepada siswa, dan memperlakukan siswa dengan lembut
seperti mereka memperlakukan anak-anak mereka sendiri. Guru juga
harus jujur kepada siswa, seperti realisasi sikap mental orang yang
berpengetahuan (‘alim). Dengan sikap yang baik dari guru berarti guru
sudah memberikan teladan dan pembiasaan akhlak mulia dan
menanamkan karakter bagi siswa (Imam Al-Ghazali,1994:50).
Dalam mengajar guru tidak boleh membedakan para siswa, berarti
tidak ada pengecualian. Untuk siswa yang cepat memahami pelajaran
diberikan latihan pengayaan, dan untuk yang cendrung lambat
memahami pelajaran diberikan remidial. Proses pembelajaran antara
guru dan siswa harus diciptakan suasana yang kondusif, maksudnya
kedua pihak merasa saling membutuhkan sehingga tujuan yang telah
Page 4
4
dirumuskan dapat tercapai. Siswa merasa terpenuhi kebutuhannya untuk
mencapai cita-cita yang diinginkan masing-masing. Antara guru dan
siswa, harus dapat menjalin komunikasi yang dapat menunjang
keberhasilan peroses pendidikan yang maksimal.
Berdasarkan sifat yang jujur dan keikhlasan keduanya dapat
memperoleh hasil yang maksimal.Guru dan siswa merupakan dua unsur
yang sangat menunjang keberahasilan peroses pendidikan, dan sangat
dibutuhkan untuk pembangunan suatu negara. Menurut pendapat Imam
Al-Ghazali bahwa: Seorang yang alim harus berkomitmen pada
ilmunya, bertindak sesuai dengan ilmunya. Orang yang saleh juga harus
dapat menimbulkan motivasi tinggi untuk orang lain, sehingga mereka
memiliki antusiasme yang tinggi untuk belajar. Tidak ada prestise untuk
mengatakan tidak tahu, jika dia tidak tahu. Tidak mengatakan
kebenaran kepada orang-orang yang diyakini tidak memiliki
kemampuan untuk memahami dan mempraktikkan kebenaran, seperti
kebenaran konseptual dalam kasus ilmu alam. Orang yang saleh juga
harus menjadi pendengar yang baik, sehingga ia bisa menghargai
pendapat orang lain dan bersedia menerima argumen yang benar,
bahkan jika hal itu berasal dari lawan yang berdebat (Imam Al-Ghazali,
1994: 152).
Dari uraian yang dikemukakan Imam Al-Ghazali, bahwa seorang
yang berilmu lebih mengutamakan kejujuran dalam melaksanakan
tugas. Dengan kejujuran pekerjaan yang dikerjakanakan dapat
dilaksanakan dengan baik dan benar. Dalam melaksanakan tugasnya
orang yang berilmu, sangat membutuhkan informasi dari orang lain
yang sangat berguna untuk meningkatkan kualitas pekerjaan. Orang
yang berilmu hendaknya melakukan pekerjaan sesuai dengan ilmu yang
dimilikinya. Untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal, dalam
melaksanakan tugas orang yang berilmu itu harus bersedia menerima
kritikan dan perbaikan dari orang lain. Orang yang berilmu
pengetahuan, dalam melaksanakan tugas mempunyai cara yang
mudah. Berdasarkan ilmu yang telah dipahami pekerjaan dapat
dilaksankan secara efektif dan efisien. Sehingga hasil yang diperoleh
lebih berkualitas dan berkuantitas. Dengan demikian orang yang
berilmu mempunyai derajat yang lebih tinggi, yang dapat
menghantarkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Allah Swt
Page 5
5
telah menjanjikan derajat orang yang berilmu dalam surat Mujadilah Q.
S 58 ayat 11;
Artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang-orang berilmu pengetahuan
beberapa derajat”.
Dalam kitab Fatihatul Ulum, sebagaimana dikutip oleh
Nakosteen, Imam Al-Ghazali berpesan; agar guru tidak membiarkan
murid-muridnya bertingkah laku buruk. Dalam menegur murid, jangan
sampai mempermalukannya di hadapan orang banyak. Guru tidak
sepantasnya mencaci maki muridnya, karena akan meruntuhkan
mentalnya, dan justru dapat memprovokasi murid tersebut berlaku lebih
buruk. Guru juga hendaknya tidak membicarakan keburukan guru lain
kepada muridnya. Juga hendaknya menghindari mengajarkan seuatu
yang berada di luar kemampuan muridnya. Guru hendaknya
memberikan teladan yang baik kepada muridnya. Guru juga hendaknya
dapat membimbing muridnya agar memilih lingkungan pergaulan yang
baik, dan menghindari mereka dari teman-teman yang buruk, karena
lingkungan pergaulan yang buruk akan berdampak buruk pula bagi
murid. Sebaliknya lingkungan yang baik dapat membentuk akhlak dan
karkter yang baik bagi murid. Guru sangat berperanan penting dalam
membentuk akhlak dan karakter murid-muridnya (Mehdi
Nakosteen,1996: 127)
Page 6
6
Kutipan tersebut maksudnya, dalam mengajar hendaknya guru
dapat menimbulkan aspirasi dan motivasi siswa, supaya siswa
mencontoh tindakan terpuji dari gurunya, guru jangan pernah merasa
bosan mengajak siswa untuk berakhlak mulia. Pesan Imam Al-Ghazali
dalam kitab Fatihatul Ulum menyatakan guru harus mengajari para
siswa untuk bertingkah laku baik dan meninggalkan semua prilaku
buruk. Guru berkewajiban mengajak guru lain untuk berbuat baik
supaya menjadi teladan bagi siswa, dan dalam memberi pelajaran harus
disesuaikan dengan batas kemampuan siswa. Dalam mengajar, selain
akhlak mulia dan karkter yang baik yang menjadi teladan bagi siswa,
guru harus menguasai materi pelajaran, dapat mengatur pengelolaan
ruang kelas, dan dapat memacu semangat belajar bagi siswa.
Proses belajar mengajar dapat berhasil sesuai tujuan yang telah
dirumuskan, sehingga tujuan Pendidikan secara nasional dapat tercapai.
Di sekolah guru mendapat kepercayaan dari orang tua siswa, supaya
dapat memberikan ilmu pengetahuan kepada para siswa dan mendidik
tingkah laku mereka, dengan keikhlasan dan tanggung jawab. Oleh
karena itu guru harus mempunyai akhlak mulia dan karakter yang baik
(Mehdi Nakosteen,1996: 127). Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa
orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka dengan
baik. Di tangan mereka ada anak-anak yang tidak bersalah dan hati
nurani yang bersih, mereka tanggung jawab orang tua. Hatinya seperti
kaca yang siap memantulkan bayangan apa pun yang diletakkan di
depannya, dan meniru apa pun yang dilihatnya. Dia bisa menjadi warga
negara yang baik ketika dididik dengan benar, dan dia bisa
membahayakan orang lain jika dia berpendidikan rendah. Karena anak
adalah tanggung jawab orang tua atau wali untuk memperhatikan anak-
anaknya, maka orang tua akan berbagi dalam kebahagiaan atau
penderitaan sebagai buah dari perbuatan anakanak mereka. Anak-anak
yang didik dengan baik dan benar akan memberikan kepuasan bagi
orang tua dan dapat membawa kebahagiaan di dunia dan di akahirat
(Imam Al-Ghazali, 1994: 55).
Seperti yang dinyatakan Imam Al-Ghazali anak-anak untuk
mencapai akhlak mulia, orang tua sangat berperan aktif, karena anak-
anak memperoleh pendidikan yang pertama dan utama dari dalam
rumah tangga. Dalam Proses tumbuh kembang anak peran orang tua
sangat dibutuhkan, karena sejak dari dalam kandungan anak-anak telah
Page 7
7
mendapatkan imbasan perlakuan ibunya. Kalau ibunya biasa berprilaku
baik maka anaknya akan terbentuk untuk baik pula.
Kebaikan dan keburukan prilaku anak-anak merupakan tanggung
jawab orang tua, dari dunia sampai akhirat. Berdasarkan teladan dan
pembiasan orang tua, anakanak dapat mencontoh. Contoh yang baik
dan benar dari orang tua, membuat anak dapat melaksanakan semua
aktivitasnya dengan tenang dan berhasil dengan baik. Anak-anak
mudah untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Dengan demikian
orang tua dapat berhasil mempertanggung jawabkan akhlak anak-
anaknya. Kerjasama orang tua dengan guru dapat meningkatkan
kualitas akhlak dan karkter yang baik bagi anak didik (Imam Al-
Ghazali, 1994: 55).
Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa sistem pendidikan yang
menganut pola asrama, dikembangkan oleh pondok pesantren, dan
berkembang lebih lanjut menjadi boarding school. Sistem pendidikan
terpadu, dengan menyediakan semua jenjang pendidikan mulai dari
tingkat dasar hingga perguruan tinggi, adalah sistem yang
dikembangkan Imam AlGhazali di madrasah Nizhamiyyah Pondok
Pesantren yang telah mengembangkan Ma’had Aly, yang setara dengan
perguruan tinggi, yang meliputi jenjang S.1(Marhalah Ula),
S.2(Marhalah Wustha), dan S.3(Marhalah Ulya) (Tim PD Pontren,
2004: 51).
Sistem pendidikan di Indonesia ada yang menganut pola
pendidikan asrama. Sistem ini sudah dilaksanakan di pondok pesantren,
pendidikan berasrama memberikan kesempatan kepada siswa untuk
fokus dalam belajar. Di asrama dibuat jadwal dari mulai pagi sampai
malam sebelum tidur, bagi siswa yang mempunyai kemampuan untuk
tujuan belajar yang tinggi, dalam menyiapkan pencapaian cita-cita.
Belajar disekolah yang ada asramanya sangat tepat. Sistem pendidikan
terpadu diterapkan mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi,
terutama sekolah yang menerapkan pola asrama. Pendidikan akhlak
dapat dilaksanakan dengan pengawasan yang kontinyu, sesuai jadwal
yang diatur guru dan petugas yang di asrama. Guru mengatur dan
mengawasi siswa sesuai bidangnya masing-masing. Dengan demikian
sistem pendidikan berasrama mempunyai kontribusi yang besar dalam
Page 8
8
memberikan teladan, latihan dan pembiasaan untuk mempunyai akhlak
mulia dan karkter yang baik(Tim PD Pontren, 2004: 51).
Nakosteen menyatakan, Imam Al-Ghazali melalui Madrasah
Nizhamiyyah telah mengenalkan stratifikasi tenaga pendidik pada level
tertinggi, diduduki oleh chief professor (Syaikh al-Islam) yang
membawahi profesor (masyayikh), dibawahnya terdapat asisten
professor. Stratifikasi tersebut dikembangkan di Universitas yang besar
di seluruh dunia (Mehdi Nakosteen, 1996: 79).
Kontribusi pendidikan Islam dalam dunia pendidikan mempunyai
perananyang aktif, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Sampai sekarang pemikiran Imam Al-Ghazali masih relevan di
Indonesia, yang menekankan penguasaan materi pelajaran dengan
menghafal di tingkat dasar, dan pemahaman di tingkat berikutnya, yang
dapat memenuhi aspek kognitif. Selanjutnya, menekankan praktik
materi pelajaran, terutama yang berkaitan dengan ibadah, melalui
sistem riyadha/olahraga yang dapat memenuhi aspek psikomotorik.
Terakhir, menekankan apresiasi pelajaran dalam kehidupan seharihari,
melalui pemahaman akhlak, yang dapat memenuhi aspek afektif
pendidikan (Mehdi Nakosteen, 1996: 79).
Sebagaimana pendapat Imam Al-Ghazali yang senada dengan
pendapat Ibnu Miskawaih, teori Ibnu Miskawaih, Akhlak adalah
kondisi jiwa yang selalu mendorong (manusia) berbuat sesuatu, tanpa
ia memikirkan (terlalu lama) (Muhammad Yusuf Musa, 1963: 8).
Dalam teori Ibnu Miskawaih dinyatakan bahwa perubahan akhlak
tidak bersifat selamanya, namun harus dipelihara supaya tetap pada
akhlak mulia. Agar tidak mudah berubah menjadi akhlak yang tidak
baik. Setiap manusia harus berusaha dengan mematuhi perintah Allah
dan mempertahankan akhlaks serta dapat menjauhi larangannya. Untuk
dapat mengaplikasikan hal tersebut tentunya dengan ilmu. Ilmu untuk
dunia dan akhirat harus dipelajari secara terus menerus. Dengan ilmu
pengetahuan semua tindakan dapat dikendalikan, sehingga akhlak mulia
dapat dipelihara. Ada empat hal pokok dalam upaya pemeliharaan
kesehatan jiwa (akhlak mulia):
Page 9
9
a. Bergaul dengan orang-orang serupa, yang sama-sama pecinta
kebaikan, pengetahuan esensial dan ma'rifat yang sah, jauh dari
pecinta kesenangan buruk.
b. Ketika Anda telah mencapai tingkat ilmu tertentu, jangan
membanggakan (ujub) dengan pengetahuan Anda, tetapi harus terus
belajar karena pengetahuan tidak terbatas dan di atas semua yang
berpengetahuan ada pengetahuan yang lain, dan jangan malas untuk
mempraktikkan pengetahuan yang ada dan ajarkan itu kepada orang
lain.
c. Selalu sadar bahwa kesehatan mental adalah berkah yang berharga
dari Tuhan yang tidak pantas ditukar dengan orang lain.
d. Terus-menerus berusaha untuk menghinakan diri sendiri dengan
introspeksi serius, seperti melalui teman koreksi atau musuh, musuh
bahkan lebih efektif dalam membongkar aib diri sendiri (Helmi
Hidayat, 1994: 74-76).
Untuk menjaga akhlak mulia dibutuhkan kemauan yang keras
mengoreksi aib diri sendiri. Upaya mewujudkan akhlak mulia semua
sumber daya manusia harus dapat membentuk karkter yang baik, di
Indonesia telah dilaksanakan pendidikan karakter untuk semua jenjang
pendidikan, mulai dari pendidikan tingkat dasar sampai perguruan
tinggi. Tahun 2017 pemerintah menetapkan dalam Perpres. No. 87
tahun 2017 tentang penguatan pendidkan karakter. Pendidikan karakter
berasal dari dua kata pendidikan dan karakter, menurut beberapa ahli,
menunjukkan bahwa kata pendidikan memiliki definisi yang berbeda
tergantung pada perspektif paradigma yang menggunakan, berdasarkan
metodologi dan disiplin ilmu yang digunakan.
D. Marimba menyatakan, pendidikan adalah Bimbingan atau
pembinaan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan Jasmani
dan Rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utuh
(Al-Ma‟arif, 1989: 19).
Maksudnya dengan bimbingan guru siswa dapat membentuk
perkembangan Jasmani dan Rohani, sehingga siswa dapat menjadi
manusia berakhlak mulia dan mempunyai karakter yang baik. Sehingga
terbentuk kepribadian yang utuh. Berarti manusia tersebut sehat
Jasmani dan Rohani, yang sangat berfungsi untuk dapat memanfaatkan
Page 10
10
akal pikirannya. Dengan demikian dapat mencapai cita-cita untuk hidup
berbahagia baik di dunia maupun akhirat.
Sama halnya dengan pendapaKi Hadjar Dewantara juga
menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan
budi pekerti, pikiran, dan jasmani anak agar selaras dengan alam dan
masyarakatnya (Ki Hadjar Dewantara, 2011: 14). Maksudnya dengan
akhlak/budi pekerti, pikiran dan jasmani yang sehat seseorang akan
mudah melakukan hubungan sosial. Untuk tujuan memenuhi kebutuhan
jasmani (kebutuhan berupa barang dan jasa) dan rohani (kebutuhan
jiwa). Semua aktivitas ini dapat dilakukan berdasarkan Pendidikan yang
telah dimiliki oleh setiap orang.
Dari pernyataan di atas, dinyatakan bahwa pendidikan
karakter/akhlak harus menjadi jiwa pendidikan Islam. Karena untuk
mencapai akhlak mulia dan karakter yang sempurna adalah tujuan
pendidikan. Akhlak/karakter adalah aspek fundamental dalam
kehidupan seseorang, masyarakat dan negara. Ini menyatakan bahwa
tujuan utama ajaran Islam adalah untuk membina manusia yang
memiliki akhlak mulia, selain memiliki pengetahuan. Pendidikan
akhlak dan pendidikan karakter merupakan inti dari pendidikan agama
yang keduanya harus dilakukan dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Lebih jelas lagi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 1 ayat
(1) disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang RI Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen serta Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas).
Berdasarkan Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 tantang
Sisdiknas tersebut, sistem pendidikan menyeimbangkan pola
pembangunan sumber daya manusia, dengan menanamkan pendidikan
karakter di Indonesia. Maksud dari isi UU RI No. 20 th 2003, bahwa
proses pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang dilaksanakan
dalam suasana belajar mengajar, sesuai aturan dan sistem pendidikan
Page 11
11
yang sudah diatur dengan tambahan pendidikan karakter yang
ditetapkan tahun 2017.
Sebagaimana pendapat Khan, pendidikan karakter adalah proses
kegiatan yang dilakukan dengan segala daya dan upaya secara sadar dan
terencana untuk mengarahkan anak didik. Pendidikan karakter juga
merupakan proses kegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas
pendidikan dan pengembangan budi pekerti. Yang mengajarkan,
membimbing, dan membina setiap menusia untuk memiliki kompetensi
intelektual, karakter, dan keterampilan menarik (Yahya Khan, 2010:
34). Intinya Pendidikan karakter juga merupakan proses kegiatan yang
mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan
budi pekerti. Yang mengajarkan, membimbing, dan membina setiap
menusia untuk memiliki kompetensi intelektual, karakter/sikap, dan
keterampilan menarik.
Jadi Pendidikan Akhlak dan Pendidikan Karakter mempunyai
tujuan yang sama, untuk membentuk manusia mencapai kepribadian
yang utuh. Yang membedakan sumber dari dasar hukum dalam
mengkaji dan membahas permasalahannya. Pendidikan Akhlak dasar
hukumnya; Al-Quran, Al-Sunnah Rasullah dan Akal. Sedangkan
Pendidikan Karakter dasar hukumnya; pendapat para ahli berdasarkan
penalaaran akal, yang berasal dari ilmuan Islam dan ilmuan nonIslam.
Kekuatan akhlak dalam diri manusia adalah kekuatan dasar yang
dianugrahkan Allah untuk manusia, baik yang beriman maupun yang
kafir. Allah SWT menciptakan manusia dan memberinya dua mata, satu
lidah dan dua bibir, juga menjelaskan kepadanya jalan yang baik dan
buruk, dan menyiapkan kekuatan pilihan untuk berjalan di salah satu
dari dua jalan tersebut. Di era globalisasi ini, telah terjadi kerusakan
nilai-nilai akhlak manusia, bentuk-bentuk kerusakan nilai tersebut
adalah free sex, tersebarnya narkoba, berkembangnya kriminalitas,
tersebarnya kasus-kasus penculikan, dan pembuatan aturan-aturan
hukum yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sehingga usaha
untuk membentuk manusia menjadi manusia yang berakhlak mulia dan
mempunyai karakter, sulit untuk dilakukan dan sulit untuk memperoleh
hasil pendidikan yang maksimal (Mahmud, 2004: 37-39).
Terutama di Indonesia, saat ini mengalami degradasi akhlak
bangsa, hampir di semua segmen kehidupan dan lapisan masyarakat.
Banyak fakta menunjukkan degradasi itu. Di tingkat elit (pemimpin),
Page 12
12
penghancuran karakter bangsawan ditandai dengan maraknya praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme, baik di elite eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (CPI), korupsi di
Indonesia berdasarkan data statistik selama 2018 adalah masalah global.
Indonesia bahkan tergabung dalam 60 negara paling korup di dunia
versi Transparency International. Yang dilaporkan oleh halaman
Transparency International, Indonesia berada di peringkat 118 dari 174
negara dalam daftar peringkat indeks persepsi korupsi. Tetapi jika
merujuk pada poin masing-masing negara, Indonesia berada di posisi 56
negara paling korup. Indeks persepsi persepsi di Indonesia mencapai 32
poin. Indonesia adalah 24 poin dari Somalia yang merupakan negara
paling korup. Indonesia terpaut 58 poin dari Denmark yang dianggap
sebagai negara korupsi pada tahun 2018 (Zohar dan Marshal, 2005:
116-117).
Hubungan antara akhlak dan kecerdasan seseorang, Sukidi
mengungkapkan bahwa akhlak terkait dengan kecerdasan mental, yaitu
kecerdasan spiritual (SQ). Lebih lanjut Agustian menyatakan untuk
membuat kebutuhan manusia yang sempurna untuk menyeimbangkan
kutub duniawi dan kutub akhirat. Keseimbangannya adalah melalui
konsep ESQ, yaitu kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual
(SQ). Saat ini, keberhasilan siswa dalam belajar cenderung
memprioritaskan IQ. Paradigma harus dirubah. Perubahan paradigma
berpikir untuk setiap unsur penyelenggara pendidikan, teruma guru,
kepala sekolah dan pengawas yang selama beberapa dekade
dininabobokan paradigma tentang kecerdasan intelektual semata untuk
mengukur keberhasilan siswa. Paradigma ini menyatakan bahwa siswa
yang cerdas adalah siswa yang kecerdasan intelektualnya (IQ
=intellectual Quotient) tinggi, sebaliknya siswa yang IQ-nya rendah
dicap sebagai siswa yang bodoh. Masa kejayaan paradigma kecerdasan
intelektual merupakan dekade cara berpikir bahwa cerdas tidaknya
seseorang sudah terlahir secara fitrah dan tidak banyak hal yang dapat
dilakukan untuk mengubahnya (Sukidi, 2004:27).
Berdasarkan pendapat di atas, faktor yang sangat menentukan
keberhasilan seseorang selain kecerdasan intektual (IQ), dibutuhkan
kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Pentingnya
EQ dan SQ dalam menunjang keberhasilan seseorang, telah banyak
diungkapkan oleh para ahli. Goleman mengemukakan bahwa dengan
Page 13
13
mengoptimalkan kecerdasan emosional, akan menghasilkan kompetensi
yang efektif dan efisien. Goleman menegaskan bahwa kemampuan
akademik yang tinggi tidak menjadi jaminan sukses dalam karier.
Kecerdasan EQ, SQ sangat penting dalam membimbing seseorang
menjadi the genuine self, yaitu original dan autentik menuju kebenaran
hakiki melalui pendekatan vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kecerdasan EQ sebagai pendekatan horizontal, mendidik hati ke dalam
budi pekerti yang baik, bijaksana, dan jujur. Kedua kecerdasan ini
bermuara pada akhlak seseorang. Seseorang yang mampu mendasarkan
kehidupannya pada hal-hal spiritual, selanjunya disebut orang yang
memiliki kecerdasan spiritual (Spiritual Quontient = SQ). Seseorang
yang mampu mendasarkan kehidupannya pada kesadaran emosional
disebut orang yang memiliki kecerdasan emosional (Emotional
Quontient= EQ). (Goleman, 2003 : 23)
Pendapat Sukidi dan Goleman, bahwa yang menentukan
keberhasilan seseorang dibutuhkan kecerdasan intektual (IQ),
dibutuhkan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Ketiga kecerdasan ini sesuai dengan pendapat Agustian berfungsi
menyeimbangkan kutub keduniaan dan kutub keakhiratan, yang dapat
dikendalikan dengan kekuatan akhlak mulia dan karakter seseorang.
Berdasarkan uraian di atas penulis mempunyai keinginan
mengkaji tentang “Pendidikan Akhlak Menurut Pemikiran Imam Al
Ghazali dan Kajian Relevansinyadengan Pendidikan Karakter di
Indonesia”. Kajian ini perlu dilakukan untuk memberi kontribusi akhlak
di era globalisasi dunia sekarang, terutama pembentukan akhlak siswa,
guru, dan tenaga kependidikan. Pendidikan akhlak dan pendidikan
karakter merupakan kunci kebahagiaan hakiki. Agar manusia memiliki
akhlak mulia yang baik (akhlakul karimah) dan tidak menimbulkan
kehancuran, maka Allah SWT mengutus Nabi Muhammad untuk
menyempurnakan akhlak manusia (HR Al-Bazzaar).
B. RumusanMasalah
Memperhatikan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kajian pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazali?
2. Bagaimana kajian pendidikan karakter di Indonesia?
Page 14
14
3. Bagaimana relavansi pendidikan akhlak Imam Al-Ghazali dengan
pendidikan karakter di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:
1. Pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazali;
2. Pendidikan karakter di Indonesia;
3. Relavansi pemikiran pendidikan akhlak Imam Al-Ghazali dengan
pendidikan karakter di Indonesia.
Kegunaan Penelitian:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat, sebagai hasanah pemikiran
tentang relavansi pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazali
dengan pendidikan karakter di Indonesia.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan dipedomani dalam
bidang pendidikan di Indonesia, baik oleh siswa, guru, tenaga
kependidikan maupun pemerintah.
D. Kajian Pustaka
Telaah Penelitian Terdahulu, Karya ilmiah yang membicarakan
tentang pemikiran Imam Al-Ghazali;
1. Dalam penelitian Sitti Riadil Janna dengan judul “Konsep
Pendidikan AnakDalam Perspektif Imam Al-Ghazali (Implikasinya
Dalam Pendidikan Agama Islam),” Jurnal Al-Ta‟dib, Vol. 6 no.2
edisi Juli-Desember, tahun 2013. Dalam tulisannya, menyatakan
pendidikan anak merupakan sesuatu yang urgen untuk diperhatikan.
Karena anak lahir dengan memiliki potensi yang perlu untuk
ditumbuh kembangkan. Selain itu anak merupakan bagian terpenting
dari seluruh proses pertumbuhan manusia. Berkualitas atau tidaknya
ia dimasa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan
pendidikan yang diterima di masa kanak-kanaknya. Oleh karena itu
pendidikan anak berarti perencanaan peradaban dan kemajuan
bangsa. Sehingga tanpa pendidikan anak sesungguhnya tidak akan
pernah ada peradaban dan kemajuan bangsa. Imam Al-Ghazali
Page 15
15
memiliki konsep pendidikan anak yang holistik yaitumencakup
aspek spiritual, akhlak, sosial, kognitif dan fisik. Tujuan
pendidikannya pun tidak terbatas pada taqorrub ila Allah, tetapi juga
pengembangan potensi jasmani dan rohani. Karena Imam Al-Ghazali
memandang anak sebagai pribadi yang dilahirkan dengan potensi -
potensinya dan mempunyai kecenderungan fitrah ke arah baik dan
buruk, sehingga sangat memerlukan pendidikan.
Adapun materi pendidikan anak yang ditetapkan Imam Al-Ghazali
adalah berdasarkan aspek-aspek pendidikan yang dirumuskan, sesuai
tingkat usia anak. Mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
Sedangkan metode pendidikan yang ditetapkan bervariasi dan
tentunya hal itu disesuaikan dengan periodisasi anak. Adapun
implikasinya terhadap Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan
hendaknya selalu disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan
peserta didik seperti perkembangan afektif, kognitif, psikomotorik
dan akhlaknya. Pendidikan merupakan proses sinergis antara
pendidik, peserta didik, metode dan materi dalam mencapai tujuan
pendidikan.
2. Dalam penelitian Agung Setiyawan yang berjudul “Konsep
Pendidikan Menurut Imam Al-Ghazali dan Al-Farabi (Studi
Komparasi Pemikiran),” Jurnal Tarbawiyah, Vol. 13, No.1, Edisi
Januari - Juni 201. Konsep pendidikan selalu menarik untuk
didiskusikan. Banyak tokoh telah mengupasnya baik dari kalangan
Muslim maupun non-Muslim. Imam Al-Ghazali dan Al-Farabi
merupakan kedua tokoh Muslim yang memiliki perhatian besar
terhadap pendidikan.
Pemikiran keduanya menarik sekali untuk diperbandingkan, karena
memiliki latar belakang yang hampir sama dalam bidang filsafat
sehingga pendekatan dalam penelitian ini digunakan studi komparasi
dengan objek pembahasan tertuju pada pemikiran kedua tokoh
tentang konsep pendidikan. Hasil penelitian diperoleh bahwa
pendidikan dalam pemikiran Imam al-Ghazali harus mengarah
kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik
penekanannya pada perolehan keutamaan dan taqarrub kepada Allah
dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan
kemegahan dunia, sedangkan menurut Al-Farabi, pendidikan
Page 16
16
merupakan media untuk mendapatkan serangkaian nilai,
pengetahuan, dan keterampilan praktis bagi individu dalam periode
dan budaya tertentu. Tujuan akhirnya, membimbing individu untuk
menuju kesempurnaan.
3. Pemikiran Abi Iman Tohidi dengan judul penelitian”Konsep
Pendidikan Karakter Menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab
Ayyuha Al-Walad,” Jurnal Ilmiah Kajian Islam, Vol 2. No 1, edisi
Agustus 2017. Penelitian ini dilatar belakangi oleh keingintahuan
penulis tentang pendidikan karakter yang belum sepenuhnya
dipahami oleh siswa dan belum sepenuhnya menjadi pedoman utama
dan belum sepenuhnya diterapkan dalam dunia pendidikan di
Indonesia, terutama pendidikan karakter yang terkandung dalam
buku ayyuhal- walad oleh Imam Al-Ghazali.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan (1) bagaimana
konsep pendidikan karakter menurut Islam, (2) bagaimana konsep
pendidikan karakter menurut Imam Al-Ghazali dalam Ayyuha-walad
dan (3) Apa metode pendidikan karakter menurut Imam Al-Ghazali
dalam Ayyuha-walad. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
(library research), dengan objek penelitian buku Ayyuhal-Walad
dan didukung oleh beberapa buku lainnya. Pendekatan penelitian
yang digunakan adalah pendekatan filosofis. Sedangkan analisis data
menggunakan analisis isi. Dengan fokus penelitian yang dibahas
dalam penelitian ini adalah konsep pendidikan karakter menurut
Imam Al Ghazali dalam buku ayyuhal-walad.
4. Dalam penelitian Dailami Julis dengan judul penelitian "Pemikiran
Pendidikan Imam Al-Ghazali dan Implikasinya bagi Pendidikan
Islam," Jurnal Imam Al-Ghazali, Vol. 1, No. 1, Juni 2017 edisi
pendidikan Islam memiliki posisi yang sangat strategis dalam
pengembangan sifat manusia. Oleh karena itu, studi pendidikan
banyak menjadi perhatian para ahli. Abu Hamid AlGhazali, atau
dikenal sebagai Imam Al-Ghazali, adalah salah satu tokoh terpenting
yang memikirkan masalah pendidikan. Para sarjana ini dari Iran
sangat berkontribusi dalam memberikan konsep pendidikan, melalui
pemikiran Imam AlGhazali yang diabadikan dalam berbagai
buku/risalah dan menjadi referensi untuk generasi setelahnya.
Page 17
17
5. Dalam penelitian AryAntony Putra dengan judul penelitian”Konsep
Pendidikan Agama Islam Perspektif Imam Al-Ghazali,”Jurnal Al-
Thariqah, Vol.1, No.1, edisi Juni 2016. Secara umum, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan agama Islam
menurut Imam Al-Ghazali.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pemikiran AlGhazali tentang sains, dan untuk mengetahui pemikiran
Imam Al-Ghazali tentang konsep Pendidikan Islam. Untuk
menjawab tujuan penelitian dalam penelitian kepustakaan ini,
digunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu analisis data berpikir
reflektif, yaitu teknik analisis data dengan proses berpikir bolak-
balik. Selain itu, untuk menganalisis data yang ada, penulis juga
menggunakan metode komparatif, yang meneliti faktor-faktor
dengan situasi atau fenomena yang sedang diselidiki dan
membandingkannya dari satu faktor ke faktor lainnya. Temuan
penelitian ini menunjukkan bahwa sains adalah sumber kebahagiaan
di dunia dan akhirat. Dengan sains akan membuat manusia menjadi
makhluk yang mulia dan terhormat dibandingkan dengan makhluk
yang lain.
6. Dalam penelitian Sholeh yang berjudul riset, "Pendidikan Moral di
Lingkungan Keluarga menurut Imam Al-Ghazali," Jurnal itu, Vol. 1,
No. 1edisi Juni 2016. Penilaian baik dan buruk seseorang ditentukan
oleh moral mereka. Akhir-akhir ini, kehancuran moralitas generasi
muda tanpa terkecuali, siswa dan siswa dari segala jenis dan bentuk
adalah ancaman berbahaya. Bukan hanya terhadap para pelaku,
tetapi juga merupakan ancaman serius bagi stabilitas sosial, ekonomi
dan keamanan serta persatuan nasional.
Untuk membentuk karakter yang luhur, penanaman akhlak kepada
anakanak harus didorong sejak dini, karena pembentukannya akan
lebih mudah daripada setelah anak mencapai usia dewasa. Imam Al-
Ghazali adalah seorang tokoh dan ulama besar yang memiliki gaya
berpikir unik seperti yang terlihat dari perkembangan pemikirannya.
Imam Al-Ghazali juga banyak membahas tentang lingkungan
keluarga. Menurut Imam Al-Ghazali lingkungan keluarga sangat
dominan dalam membina pendidikan akhlak, karena anak-anak
muda dan kecil lebih banyak berada di lingkungan keluarga daripada
Page 18
18
di luar. Oleh karena itu, artikel ini menguraikan urgensi pendidikan
akhlak di lingkungan keluarga dalam perspektif Imam Al-Ghazali.
7. Dalam penelitian Alwizar dengan judul penelitian,”Pemikiran
Pendidikan Imam Al-Ghazali,” Jurnal Pofensia, Vol. 14 edisi 1
Januari-Juni 2015. Imam Al-Ghazali merupakan pemikir pendidikan,
walaupun karya-karyanya banyak dalam bidang kajian yang lain,
namun ia meluangkan waktunya untuk membahas pendidikan.
Setelah dianalisis ternyata pemikiran dan pandangannya tentang
Pendidikan sangat brillian dan memberikan konstribusi bagi dunia
pendidikan Islam dan masih eksis dan relevan untuk diterapkan pada
dunia pendidikan di zaman modren sekarang.
Dari berbagai pandangan dan pemikiran pendidikan yang
dikemukakan oleh tokoh besar tersebut diterapkan dalam dunia
pendidikan, maka akan menghasilkan konsep yang terintegrasi
dalam menata pendidikan Islam. Implementasi dari pandangan dan
pemikiran Imam Al-Ghazali di dunia pendidikan pada masa
sekarang tentu perlu penambahan dan penyempurnaan serta
modifikasi agar sesuai dengan perkembangan teknologi pendidikan
dan system Pendidikan sekarang.
8. Dalam penelitian Rahmadi dengan judul penelitian,”Konsep Guru
dan Murid Menurut Ulama Abad Pertengahan (Komparasi Antara
AlMawardi dan Imam Al-Ghazali),” Jurnal Studi Islam dan
Humaniora, Vol. 14. No. 2 edisi Desember 2016. Artikel ini
memberikan analisis komparatif mengenai perspektifal-Mâwardî dan
Al-Ghazâlî tentang tiga masalah yang berkaitan dengan guru dan
murid yaitu: (1) hakikat guru dan hakikat murid, (2) profesionalisme
guru dan strategi belajar murid, dan (3) relasi-etis guru-murid. Hasil
komparasi ini menemukan bahwa keduanya memiliki gagasan
tentang keseimbangan guru dan murid dalam berbagai segi. Bagi
keduanya, baik guru maupun murid harus diberdayakan secara
bersama-sama agar terjadi kombinasi guru-murid yang serasi baik
dari segi kualitas maupun kuantitas tentang penerapan akhlak dalam
proses belajar dan mengajar.
Page 19
19
E. Kerangka Teori dan Kerangka Penelitian
Islam diturunkan menjadi pedoman hidup yang mencakup semua
bidang kehidupan. Ajaran dasar disampaikan dalam Al-Quran,
sedangkan model implementasi dicontohkan melalui sunnah Nabi
Muhammad SAW. Setelah kematian Nabi Muhammad, tokoh ulama
muncul sebagai pewaris Nabi untuk memahami Islam dalam berbagai
aspek. Karena itu, peran pemimpin dan ulama dalam sejarah
perkembangan Islam sangat penting, untuk perkembangan Islam dan
aspek pengajarannya. Salah satu tokoh terpenting dalam pemikiran
pendidikan adalah Imam Al-Ghazali. Pengaruh Imam Al-Ghazali bagi
Indonesia, melalui pemikirannya diabadikan dalam berbagai buku dan
risalah (Muhammad Yusuf Musa, 1963: 8). Pemikiran Imam Al-
Ghazali tentang konsep pendidikanIslam adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor pendidikan Islam, yaitu:
a. Tujuan utama dalam menuntut ilmu adalah untuk memperoleh
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, maka sebagai
landasan utama di bidang pendidikan adalah Al-Quran dan
Hadits;
b. Seorang pendidik harus memiliki niat awal dalam mendidik
dirinya sendiri untuk mendekat kepada Tuhan, memberikan
contoh bagi murid-muridnya dan memiliki kompetensi dalam
mengajar;
c. Siswa dalam pembelajaran harus memiliki niat untuk lebih dekat
dengan Tuhan, menjauh dari amoralitas karena sains itu suci dan
tidak akan diberikan kepada orang yang tidak suci, menghormati
guru dan belajar keras dengan mempelajari pelajaran yang telah
diberikan oleh gurunya;
d. Kurikulum sebagai alat pendidikan harus disesuaikan dengan
perkembangan siswa;
e. Siswa harus dijauhkan dari pergaulan yang buruk, karena
lingkungan yang buruk akan mempengaruhi perkembangan
siswa, terutama di keluarga, sekolah atau masyarakat.
2. Manifestasi penerapan nilai-nilai pendidikan dalam perspektif Imam
Al-Ghazali di masa sekarang ditandai dengan munculnya model-
model lembaga pendidikan yang memasukkan nilai-nilai pendidikan
Islam dalam kurikulum, seperti shalat duha, tadarus Al-Quran, dan
Page 20
20
sholat berjamaah. Dalam penelitan ini penulis menuturkan pemikiran
Imam Al-Ghazali di bidang pendidikan yaitu Pendidikan Akhlak,
yang terdapat dalam buku Ihya ‘Ulumuddin (Zuhri, M, 2009: 524).
1. KerangkaTeori
Double movement theory.
Seorang sarjana kontemporer yang menyumbangkan
pembaharuan terhadap metodologi pembacaan Al-Quran ialah Fazlur
Rahman, Menurutnya untuk melakukan kontekstualisasi terhadap
pesan-pesan internal universal AlQuran yang hendak diaplikasikan
di era kontemporer (Abdul Mustaqim, 2012: 11). Nilai universal
yang dimaksud adalah nilai kebebasan, kemanusian, keadilan, dan
kesetaraan, dengan memahami pesan Alquran sebagai satu kesatuan.
Mempelajarinya dengan sebuah latar belakang sosio-historis ketika
ayat turun, latar belakangnya langsung berkaitan dengan aktifitas
Nabi dan perjuangan dakwah selama 23 tahun di bawah bimbingan
Al-Quran.
Double movement theory pada dasarnya mengandung dua
gerakan. Gerakan pertama yakni memahami suatu permasalahan,
sesuai konsep penelitian berkaitan dengan Pendidikan Akhlak dan
Pendidikan Karakter. Diuraikan menggunakan double movement
theory yang dipelopori oleh Fazlur Rahman seorang pemikir Islam
yang lahir di Hazara Punjab tanggal 21 September 1919. (Fazlur
Rahaman, 1985: 2-3).
GerakanPertama
Menurut Imam Al-Ghazali masalah pendidikan lebih empiris,
artinya pemikiran Imam Al-Ghazali berdasarkan pengalamannya sendiri
dan konsepnya dari Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SWT. Imam
Al-Ghazali meletakan dasar hukum dan tujuan pendidikan berdasarkan
Al-Quran, Hadis, dan argumen 'Akli terlihat dalam pernyataan
"Pemikiran pendidikan Imam Al-Ghazali sejalan dengan filsafat, yang
religius dan sufistik. Ia dengan jelas merumuskan dasar dan tujuan
pendidikan sesuai dengan filosofinya (Fathiyah Hasan Sulaiman, 1990:
6). Untuk mencapai tujuan dari setiap sistem pendidikan, ada dua
faktor yang mutlak harus ada yaitu: kurikulum dan metode yang
Page 21
21
digunakan untuk menyampaikan ilmu atau bahan yang sesuai dengan
kurikulum yang berlaku.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 A
tahun 2013 tentang Penerapan Kurikulum Lampiran IV berupa
Pedoman Umum Pembelajaran, menyatakan bahwa strategi
pembelajaran sangat diperlukan dalam mendukung realisasi semua
kompetensi yang terkandung dalam Kurikulum 2013.
Pendidikan karakter memiliki intisari dan makna yang sama
dengan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah untuk membentuk setiap
individu sehingga menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang
baik dan warga negara yang baik. Kriteria manusia yang baik, warga
masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu bangsa,
secara umum banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya masyarakat
dan budaya bangsa. Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter dalam
konteks pendidikan Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan
nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia (Heri
Gunawan, 2012: 23-24).
Gerakan Kedua
Double movement theory, gerakan kedua menjelaskan bahwa
akhlak yang diperoleh dari pembahasan masalah diambil untuk
memecahkan problematika masa kini. Jadi yang diambil dari gerakan
kedua ini adalah, Pendidikan Akhlak Menurut Imam Al-Ghazali dan
Kajian Relavansinya dengan Pendidikan Karakter Di Indonesia, karena
konteks masalah zaman Rasulullah dan zaman sekarang sudah berbeda.
Hal itu terpaut dengan kondisi sosial masyarakat, tempat
bersosialisasinya suatu masyarakat dan waktu tertentu (Heri Gunawan,
2012: 24). Maka pendidikan akhlak ada relevansinya dengan
pendidikan karakter, sesuai dengan kerangka penelitian sebagai berikut:
Page 22
22
Relevansi Pendidikan Karakter
Di Indonesia
Pend idikan Akhlaq
Imam Al - Ghazali
Karaktristik Akhlaq
Islami/Mulia
2. Kerangka Penelitian:
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Merujuk pada rumusan masalah yang diajukan, pendekatan
penelitian ini dapat diklasifikasikan penelitian kualitatif deskriptif
analisis kritis. Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong,
mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2002 : 3)
Pengertian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan
karakteristik individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Jadi
penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis
tertentu, tetapi hanya menggambarkan "sebagaimana adanya" suatu
variabel, fenomena, atau keadaan.Setelah gejala, kondisi, variabel,
ide dijelaskan maka peneliti menganalisis secara kritis dengan upaya
untuk dipelajari. Pendekatan ini digunakan peneliti, karena
pengumpulan data dalam disertasi ini bersifat kualitatif dan dalam
penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis. Hanya
menganalisis secara kritis suatu masalah, yaitu pendidikan akhlak
dalam pemikiran Imam Al-Ghazali dan relevansinya dengan
pendidikan karakter di Indonesia.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan.
Dengan demikian, pembahasan dalam disertasi ini didasarkan pada
tinjauan literatur dan beberapa tulisan yang memiliki relevansi
dengan objek penelitian.
Page 23
23
2. InstrumenPenelitian
Salah satu dari banyak karakteristik penelitian kualitatif adalah
manusia sebagai instrumen. Moleong menyatakan bahwa posisi
peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, peneliti pada saat
yang sama berfungsi sebagai perencana, pelaksana, pengumpulan
data, analisis, penerjemah data dan pada akhirnya ia menjadi reporter
tentang hasil penelitiannya. Imron Arifin mengatakan bahwa
manusia sabagai instrumen berarti peneliti merupakan instrumen
kunci (key instrument) guna menangkap makna. Interaksi nilai dan
nilai lokal yang berbeda. Hal ini tidak mungkin diungkapkan dengan
kuesioner (Sutrisno, 1987: 42).
Berdasarkan pendapat Moleong dan Sutrisno, dalam penelitian
ini peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana pengumpul data,
analisis penafsir data yang terdapat dalam kitab atau buku. Akhirnya
peneliti menjadi pelapor hasil penelitiannya. Deskripsi yang
diberikan para ahli ; Janis (1949), Berelson (1952), Lindzey dan
Aronson (1968) tentang Content Analysis, menampilkan tiga syarat,
yaitu: objektivitas, pendekatan sistematis, dan generalisasi. Secara
teknik Content analysis mencakup upaya-upaya: klasfikasi lambang-
lambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria
dalam klasifikasi, dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam
membuat prediksi. Content Analysis digunakan dalam analisis-
analisis verifikasi (Moleong, 2002: 5).
Teknik Content Analysis dipandang sebagai teknik analisis
data yang paling umum. Artinya, teknik ini adalah yang paling tepat
untuk menganalisis data-data kualitatif. Content Analysis berasal dari
ilmu-ilmu sosial yang menyatakan bahwa studi tentang proses dan isi
komunikasi adalah dasar dari studi-studi ilmu sosial.
3. Bahan Data
Sesuai dengan metode yang digunakan dalam disertasi ini,
peneliti mengambil dan menyusun data yang berasal dari beberapa
pendapat pemikir pendidikan, baik dalam bentuk buku, jurnal, dan
artikel yang berkaitan dengan pendidikan Islam, dan khususnya
karya-karya yang berisi tentang pendidikan akhlak dalam pemikiran
Imam Al-Ghazali dan relevansinya dengan pendidikan karakter di
Indonesia. Semua kajian yang dapat menambah pemahaman dalam
Page 24
24
membahas rumusan masalah, disusun secara sestimatis. Sehingga
hasil penelitian ini mudah dimengerti oleh yang membutuhkan,
terutama untuk peneliti lain yang mempunyai persamaan dengan
kajian penelitian ini. Berikut ini bahan data primer dan skunder yang
dijadikan rujukan:
a. Bahan Data Primer
Bahan data primer penelitian ialah buku karya Imam Al-
Ghazali yang berkaitan dengan Pendidikan Akhlak, judul buku yang
dikarangnya adalah sebagai berikut: Ihya Ulumuddin dan Ayyuhal
Walad. Buku PenguatanPendidikan Karaker dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
b. Bahan Data Sekunder
Bahan data sekunder penelitian adalah tulisan-tulisan yang
membahas tentang pendidikan akhlak dalam pemikiran Imam Al-
Ghazali dan relevansinya dengan pendidikan karakter di Indonesia.
Baik berupa artikel, buku, dan makalah, maupun berupa hasil-hasil
penelitian, termasuk tesis dan disertasi serta buku-buku yang relevan
dengan judul kajian disertasi.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penulisan penelitian ini, bersifat
kepustakaan (Library Reaseach). Karena bersifat Library Reasearch
maka dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik sebagai
berikut:
a. Menelusuri karya-karya Imam Al-Ghazali
b. Membaca Buku Penguatan Pendidikan Karaker dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
5. Teknik Analisis Data
Pendapat Moleong, analisis data merupakan tahap terpenting
dari sebuah penelitian. Sebab pada tahap ini dapat dikerjakan dan
dimanfaatkan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan sebuah
penyampaian yang benar-benar dapat digunakan untuk menjawab
persoalan-persoalan yang telah dirumuskan. Secara definitif, analisis
data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data ke
dalam pola kategori dan suatu uraian dasar, sehingga dapat
Page 25
25
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja (Moleong,
2002: 14).
Teknik analisis, pada tahap ini adalah pengembangan metode
analisis kritis. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis isi atau
content analysis, yaitu pengolahan data dengan pemilahan terpisah
terkait dengan pembahasan beberapa ide atau pemikiran pemimpin
pendidikan yang kemudian dideskripsikan dan dibahas. Selanjutnya
dikategorikan (dikelompokan) dengan data yang sama, dan dianalisis
secara kritis isinya untuk mendapatkan formulasi yang konkret dan
memadai, sehingga pada akhirnya digunakan sebagai langkah dalam
menarik kesimpulan dalam menanggapi rumusan masalah yang ada
(Moleong, 2002: 14).
Berdasarkan pendapat Moleong tersebut, peneliti
mengumpulkan data yang relevan dengan fokus rumusan masalah,
yakni data untuk menjawab rumusan masalah. Data yang ditulis
tentang pendidikan akhlak Imam Al- Ghazali, pendidikan karakter
dan relevansi kedua obyek tersebut. Dalam menyelesaikan
penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis data. Teknik
Analisis yang digunakan adalah Analisis Isi (Content Analysis).
Sesuai pendapat yang dikemukakan Eriyanto konsep ditulis ada 3
macam (Eriyanto,2011: 32-42). Konsep dalam analisis isi yakni:
1. Analisis bersifat sistematis. Hal ini berarti isi yang akan dianalisis
dipilih menurut aturan-aturan yang ditetapkan secara implisit.
2. Analisis isi bersifat obyektif.
3. Analisis isi bersifat kualititatif
Tujuan analisis isi Ada lima, yaitu:
a. Menggambarkan karakteristik dari pesan
b. Menggambarkan secara detail isi (content)
c. Melihat pesan pada khalayak yang berbeda
d. Melihat pesan dari komunikator yang berbeda
e. Menarik kesimpulan penyebab dari suatu pesan
Temuan-temuan dalam analisis isi dibatasi oleh kerangka
kategori, dan definisi yang digunakan dalam analisis isi adalah
pesan-pesan yang relevan dengan kajian penelitian tersebut. Dalam
penelitian kualitatif, penggunaan analisis isi lebih banyak ditekankan
Page 26
26
pada bagaimana simbol-simbol yang ada pada komunikasi itu
terbaca dalam interkasi sosial, dan bagaimana simbol-simbol itu
dibaca dan dianalisis oleh peneliti. Tahapan awal dalam menyusun
kajian penelitian ialah menentukan dengan jelas tujuan analisis isi.
Hanya dengan tujuan yang jelas, maka kajian penelitian dapat
dirumuskan dengan jelas pula. Karena kajian penelitian pada
dasarnya dibuat untuk menjawab pertanyaan dalam tujuan penelitian
(Eriyanto, 2011: 32-42).
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan dalam pemahaman masalah yang akan
dibahas, penulis menyajikan penelitian ini dengan sistematika sebagai
berikut:
Bab pertama, berisi Pendahuluan, dalam bab ini peneliti
mendeskripsikan secara umum dan menyeluruh tentang penelitian, yang
dimulai dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, kerangka teori dan perangka penelitian, metode
penelitian, sistematikapembahasan.
Bab kedua, berisi tentang Landasan Teori: Pemikiran Pendidikan
Akhlak Imam Al-Ghazali dan Pendidikan Karakter di Indonesia,
tinjauan filsafat ruang lingkupnya meliputi hakekat ontologi,
efistemologi dan aksilogi.
Bab ketiga, berisi tentang: Kajian Pendidikan Akhlak Imam Al-
Ghazali
Bab keempat, berisi tentang: Kajian Pendidikan Karakter di
Indonesia
Bab kelima, berisi tentang: Relevansi Pendidikan Akhlak
menurutPemikiran Imam Al-Ghazali dengan Pendidikan Karakter di
Indonesia
Bab keenam, berisi tentang kesimpulan, implikasi dan saran
Page 27
27
BAB VI
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah peneliti menganalisis Pemikiran Imam Al-Ghazali tentang
Relevansi Pendidikan Akhlak dengan Pendidikan Karakter di Indonesia,
dapat menarik kesimpulan berikut:
1. Pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazali adalah untuk
mendapatkan berkah dari Allah Subhana Wa Ta'ala. Metode
pendidikan akhlak yang ditawarkan oleh Imam Al-Ghazali terdiri
dari pendidikan akhlak terhadap Allah subhanahu Wa Ta'ala,
pendidikan akhlak untuk diri sendiri, dan pendidikan akhlak untuk
orang lain. Ciri khas pemikiran Imam al-Ghazali menekankan pada
ajaran contoh/teladan yang dilaksanakan melalui latihan dam
pembiasaan sikap yang baik, dengan tujuan untuk mendapat Ridho
Allah SWT demi meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
2. Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar mengajar di kelas
dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang terintegrasi di
semua mata pelajaran. Khusus materi Pendidikan Agama dan
Pendidikan Kewarganegaraan yang memuat nilainilai karakter,
karena misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap,
pengembangan karakter harus menjadi fokus utama yang dapat
menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan karakter. Untuk
kedua mata pelajaran ini, karakter dikembangkan sebagai hasil
pembelajaran sebagai dampak pendampingan yang khusus.
Pendidikan karakter juga dapat dilakukan secara
integratif/menyeluruh dan paralel dengan kurikulum yang sedang
dikembangkan. Kurikulum 2013 yang digunakan sekarang relevan
dengan pendidikan karakter, yang harus dimiliki oleh siswa.
3. Pendidikan Akhlak menurut pemikiran Imam Al-Ghazali
mempunyai relevansi dengan Pendidikan Karakter yang
dilaksanakan Di Indonesia. Karena Pendidikan Akhlak dan
Pendidikan Karakter focus utamanya atau benang merahnya pada
nilai kejiwaan atau sikap setiap manusia. Pada hakekatnya
pendidikan akhlak dan pendidikan karakter direalisasikan dalam
Page 28
28
kurikulum pendidikan 2013, yang sekarang berlaku di Indonesia
mulai dari tingkat Paud samapai Perguruan Tinggi.
B. Implikasi
Untuk meningkatkan nilai-nilai kepribadian seseorang,
dibutuhkan dan perlu diberikan pendidikan akhlak dan pendidikan
karakter. Akhlak dan karakter merupakan hal yang sangat penting dan
mendasar, yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain sperti
hewan dan tumbuhan. Manusia yang berakhlak dan berkarakter
memiliki kepribadian yang baik dan benar, secara individu dan social
kemasyarakatannya mudah untuk diterima dalam hubungan dengan
lingkungan dimanapun berada. Orang tersebut mempunyai sikap yang
luwes.
C. Saran
Dari hasil kesimpulan tersebut, maka bagi penulis perlu
memberikan saran yang membangun untuk dunia pendidikan, baik bagi
pendidik maupun lembaga yang mengelola pendidikan. Sebagai seorang
guru atau pendidik, harus dapat menjadi teladan bagi siswa atau
mahasiswa, melatih dan membiasakan untuk berperilaku yang baik dan
benar, sehingga seorang guru atau dosen harus "digugu dan ditiru" oleh
siswa atau mahasiswa. Perlu disosialisasikan kepada pendidik dan
masyarakat luas tentang pendidikan akhlak dan pendidikan karakter.
Page 29
29
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta: 1998.
Ahmad Syafi‟i Ma‟arif, Masalah Pembaruan Pendidikan Islam, dalam
Ahmad Busyairi dan Sahil,Azharuddin, Tantangan
Pendidikan Islam, Yogyakarta: LPM UII, 1997.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2004.
--------, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:
Mizan 1964.
---------, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma‟arif,
1989.
Ali Al-Jumbulati Abdul Futuh At-Tuwanisi, Perbandingan Pendidikan
Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Ali‟Abdul Hamid Mahmud, Akhlak Mulia, terj Abdul Hayyie Alkattani,
Jakarta: Gema Insani, 2004.
Al-Ta‟dib, Vol. 6 no.2 edisi Juli-Desember, tahun 2013.
Al-Ghazali, Iman, Ihya Ulumuddin, III, Beirut: Dar al-kitab Al-
Alamiyah, 1994.
-----------, Ilmu Jiwa Agama, Cet. HV. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
----------, Mutiara Ihya` Ulumuddin. Terj Iwan Kurniawan, 2001
----------, Tahafut al-Falasifah, Yogyakarta: Islamika, 2003
Page 30
30
-----------, Ihya Ulumuddin,(Penerjemah: Moh. Zuhri, dkk). Semarang:
Asy Syifa 2009.
-----------, Ihya Ulumuddin, III, Beirut: Dar al-kitab Al-Alamiyah, 2012.
-----------, Ihya Ulumuddin (Juz 3 Menghidupakn ILmu Agama),
Bandung, Marza, 2016.
----------, Ihya Ulumuddin, (Penerjemah: Moh. Zuhri, dkk). Semarang:
Asy Syifa
Al-Ghazali, Vol. 1, No. 1, Juni 2017. Al-Thariqah, Vol.1, No.1, edisi
Juni 2016.
Amin Abdullah, Antara al- Ghazali dan Kant: Filsatat Etika Islam,
Penerj. Hamzah, Bandung: Mizan, 2002.
Amin, Ahmad, etika (Ilmu Akhlak), Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
A.n Nahlawi, Abdurrahman, Prinsi-prinsip dan Metode Pendidikan
Islam, Diponegoro: Bandung, 1996.
Anwar, Rosihan, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2010.
---------, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Asmani, Jamal Ma‟mur, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan
Karakter di Sekolah, Yogyakarta: Diva Press, 2012.
Atiyah al-Abrasyi, Muhammad,Dasar-DasarPokok Pendidikan Islam,
terjemahan. H. Bustami dan Johar Bahry, Jakarta: Bulan
Bintang, 1987.
--------, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terjemahan. H. Bustami
dan Johar Bahry, Jakarta: Bulan Bintang, 2004
Page 31
31
Daradjad, Zakiyah, Dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumu Aksara,
1996.
----------, Dkk, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofik dan
Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung: Tri Genda, 1993.
Depertemen Agama, Alqu‟ran dan Terjemahanya, Ahidayah, Jakarta:
1986
Depertemen Agama, Alqu‟ran dan Terjemahanya, Ahidayah, Jakarta:
1986.
Doni Koesoema A, “Pendidikan Karakter (Strategi Mendidik Anak Di
Zaman Global)”, Jakarta: Grasindo, 2007.
ESQ: The ESQ Way 165 (Berdasarkan 1 Ih dan 6 Rukun Iman dan 5
Rukun Islam), Jakarta: Arga, 2005.
Fazlur Rahaman, Islam dan Modernitas Tentang Transformasi
Intelektual, terj.Ahsin Muhammad ‚Islam and Modernity:
Transformation of An Intellectual Tradition‛ (Bandung: Pustaka,
1985)).
Goleman, Daniel, Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional, terj.
T. Hermaya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Gunawan, Heri, Pendidikan Karakater Konsep dan Implementasi,
Bandung: Alfabeta, 2012.
Hasan Sulaiman, Fatiyah, Aliran-aliran Dalam Pendidikan, Tej. Ahmad
Hakim dan Imam Aziz, Jakarta: P3M, 1990.
---------, Konsep Pendidikan Akhlak Al-Ghazali, (terj. Ahmad Hakim
dan Imam Aziz), Jakarta: P3M,1990.
---------, Alam Pikiran Al-Ghazali Mengenal Pendidikan Dan Ilmu, Di
Penegoro, Bandung: Mizan, 2002.
Page 32
32
Hariyanto, Samani, Muchlas, Konsep dan Model Pendidikan Karakter,
Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2011.
Hidayat Helmi, Menuju Kesempurnaan Akhlak, terj. Kitab Tahdzib al-
Akhlak. Bandung: Mizan, 1994.
----------, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Terj. Tahdzib al-Akhlak Ibnu
Miskawaih, Bandung: Mizan, 1994.
Ilmiah Kajian Islam, Vol 2. No 1, edisi Agustus 2017.
Iqbal, AM. (2013). Konsep Pemikiran AlGhazali Tentang Pendidikan,
Madiun: Jaya Star Nine
Jalaluddin, Fisafat Pendidikan Islam Tentang Telaah Sejarah dan
Pemikirannnya, Jakarta: Kalam Mulia, 2012
J. Moleong, Lexy Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002.
Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, terj. Alex Tri
Kantjono, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Kecerdasan Emosional, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Khan, Shafique Ali Filsafat Pendidikan Al-Ghazali, Bandung: CV
Pustaka Setia 2005.
Khan, Yahya, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri:
Mendongkrak Kualitas Pendidikan. Yogyakarta: Pelangi
Publishing, 2010.
Lickona, Thomas, Educating ForCharacter: How Our School Can
Teach Respect and Responsibility, New York: Bantam Books,
1992.
Mahjuddin, “Akhlak Tasawuf”, Jakarta, Kalam Mulia, 2010.
Page 33
33
Majid, Abdul, Dian andayani, Pendidikan karakater dalam persepektif
Islam, Bandung: Insan Cita Utama, 2011.
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2004.
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Marimba, D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-
Ma‟arif, 1989.
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimen sional, Jakarta, Bumi Aksara, 2013.
--------, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, Jakarta; Bumi Aksara, 2011.
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002.
Mowry, Sharon, “Integrating Character Across TheCurriculum: dalam
Merle J. Schwartz (ed), Effective Character Education: A
Guidebook for FutureEducators, (New York: McGraw-Hill
Companies), 2007.
Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam, Solo: Ramadhan, 1991.
-------, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang Kusut Dunia
Pandidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada 2006.
Musa, M. Yusuf, Falsafat al-akhlak fi al-Islam, terjemahan, Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1963.
Nakosteen, Mehdi, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat,
Surabaya: Risalah Gusti, 2004.
Nata Abuddin, 2003. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri
Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Page 34
34
----------, Akhlak Tasawuf, Jakarta” Rajawali Press, 2003
----------, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2006.
---------, Kapita Selekta Pendidikan Islam: Isu-isu Kontemporer tentang
Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Pofensia, Vol. 14 Edisi 1 Januari-Juni 2015.
Sardiman A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:
Rajawali Press, 1990.
Sirajuddin, Filsafat Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada 2007.
Studi Islam dan Humaniora, Vol. 14. No.2 edisi Desember 2016.
Sukidi, Rahasia Sukses, Hidup Bahagia: Kecerdasan Spiritual,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Umata, 2002.
Supriyadin, Dedi, Pengantar Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia,
2009.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan
Penerbit Fak.Psikologi UGM, 1987.
---------, Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan Penerbit
Fak.Psikologi UGM, 2007.
Suwarno, Wiji, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jogjakarta: Ar-ruzz
Media, 2006, cet. I
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta:
Belukar, 2004.
Syamsu Yusuf, psikologi: Perkembangan Anak Dan Remaja, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2009.
Page 35
35
Ta‟dib, Vol. XVI, No. 01, Edisi Juni 2013.
Tarbawiyah, Vol. 13, No.1, Edisi Januari - Juni 201.
Tim PD Pontren, Petunjuk Teknis Pondok Pesantren, Jakarta: Depag
RI, 2004.
Umarie, Barmawie (1995) Materia Akhlak. Solo: Ramadhani 1995.
Undang-undang RI, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Cet. VII,
Semarang Aneka Ilmu, 2003.
UU RI Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen serta UU RI No. 20
Tahun 2003 tentang Sisdinas, Bandung: Citra Umbara, 2006.
Vol. 1, No. 1, edisi Juni tahun 2016.
Zainuddin. Seluk-Beluk Pendidikan dari al-Ghazali. Jakart: Bumi
Aksara, 1991.
Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, Jakarta: Bumi
Aksara, 2005.
Zohar, Danah dan Ian Marshall, SQ (Kecerdasan Spiritual), Terj.
Rahmani
Astuti dan Ahmad Zuhairin, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. III.
Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
Page 36
36
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Lily Arliya
Tempat tgl Lahir : Palembang / 06 Juni 1966
NIP : 196606061990032016
Pangkat / Gol. : Pembina Tk. I/ IV.b
Alamat Rumah : Jl. Irigasi Lrg. Sehat Rw 15 Rt 54 No.
3259 KelurahanPakjoKecamatan Ilir
Barat I Alang-alang Lebar Palembang
Nama Ayah : Anwar
Nama Ibu : Asmak
Nama Suami : Birhijrotin, SH
Nama Anak : 1. Redho Rizki Pratama, S.Tr. K
: 2. Redhi Rizki Pratama, S. S. T
: 3. Reni Oktavianti, S.T
: 4. Rena Fazza Shauma (semester 7
UNSRI)
B. Riwayat Pendidikan
a. SD / MI, tahun lulus: SD Negeri 38 Palembang Tahun 1980
b. SMP / MTs, tahun lulus: SMP Negeri 20 Palembang Tahun 1983
c. SMA / MA, tahun lulus: SPG Negeri I Palembang Tahun 1986
d. D3, tahun lulus: D3 UNSRI Tahun 1989
e. S1, tahun lulus: FKIP UNSRI Tahun 2002
f. S2, tahun lulus: FAK. EKONOMI UNSRI Tahun 2011
g. S 3, tahun lulus: Prog. Studi PAI UIN RAFA Plg. Tahun 2020
C. Riwayat Pekerjaan:
1. Capek 1990
2. PNS 1991
3. Guru SMA 1990 s.d 2016:
a. SMA Negeri 1 Pangkala Balai Banyuasin III, tahun 1990 s.d 1994
b. SMA Negeri 3 Palembang, tahun 1994 s.d 2007
c. SMA Negeri 17 Palembang, tahun 2007 s.d 2016
4. Kepala Sekolah SMP N 2 Palembang 2016 s.d 2019
5. ASN Struktural Fakultas Syari‟ah dan Hukum 2019 s.d sekarang
Page 37
37
D. Prestasi/ Penghargaan
1. Stiya Lencana 10 Tahun
2. Stiya Lencana 20 Tahun
3. Stiya Lencana 30 Tahun
Palembang, 10 Agustus 2020
Dr. Hj. Lily Arliya, S.Pd., M. Si
NIP 196606061990032016