Page 1
Introduction
Pengantar 1
EFFECTIVE HELPING
INTERVIEWING AND COUNSELING TECHNIQUES
( Barbara F.Okun )
CHAPTER 1: INTRODUCTION
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kulih: Konseling Keagamaan
Dosen Pembina: Prof.Dr.H.Abin Syamsudin.M, MA
Oleh :
Dudung Rahmat Hidayat
Popon Sumarni
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2007
Page 2
Introduction
Pengantar 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................
C. Tujuan Pembahasan..............................................................
D. Sitematika Penulisan.............................................................
BAB II ISI BUKU......................................................................................
A. Pengantar..........................................................................
B. Tujuan dari Buku Ini................................................
C. Siapakah Penolong itu ?........................................................
D. Penolong Profesional...............................................................
E. Penolong Semi Profesional................................................
F. Penolong Tidak Profesional/Amatiran...............................
G. Bilamanakah Penolong Dikatakan Berhasil...........................
H. Konseling.....................................................................................
I. Dua Tahapan dalam Konseling...............................................
J. Model Konseling Hubungan Antar Manusia.........................
K. Latihan 1...................................................................................
L. Hubungan ( Relationship )......................................................
M. Strategi Kerja / Working.........................................................
N. Menyimak berbagai Pesan Verbal........................................
O. Menangkap Berbagai Pesan Non Verbal...............................
P. Pemberian Respon....................................................................
Q. Nilai-nilai..............................................................................
R. Topik-topik...........................................................................
S. Rangkuman..........................................................................
BAB III PEMBAHASAN...........................................................................
BAB IV KESIMPULAN...........................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
Page 3
Introduction
Pengantar 3
BAB 1
Pengantar
Pada era 1980an kita telah mengalami kemajuan dalam bidang teknologi yang di
samping memberikan berbagai keuntungan bagi kehidupan dan hubungan yang
kita miliki, namun juga mempersulitnya. Keuntungan yang dibawa oleh kemajuan
teknologi di antaranya berupa penemuan dalam perawatan kesehatan dan
kemungkinan untuk memperpanjang usia, meluasnya cakupan komunikasi dan
tujuan perjalanan, serta berbagai pilihan pekerjaan / profesi dan pendidikan.
Dampak negatif dari kemajuan teknologi di antaranya, melebarnya persoalan-
persoalan yang bersifat personal, interpersonal, sosial (masyarakat) dan
internasional, seperti meningkatnya kekerasan dalam lingkungan keluarga,
penyalahgunaan / penyimpangan substansi, pengangguran, inflasi dan kemiskinan,
kejahatan, terorisme, rasa takut akan pembinasaan dengan menggunakan nuklir
serta ketakutan akan kemunculan penyakit-penyakit baru seperti AIDS. Sedikit
sekali individu yang tidak terpengaruh oleh teknologi yang salah arah ini dan juga
oleh perubahan sosial yang terjadi. Ketika norma-norma awal sudah tidak berlaku
lagi, dan rasa aman yang terdapat dalam ekspektasi dan gaya hidup tradisional
menghilang, maka kita menghadapi persoalan individual dan keluarga yang
semakin parah.
Adanya peningkatan dalam kompleksitas sosial ini menyebabkan perlunya
memandang individu beserta perilakunya dalam konteks psikologis dari beragam
sistem sosial: keluarga inti dan keluarga besar (extended), lingkungan dan
komunitas yang selalu berubah, serta suasana lingkungan sekolah dan lingkungan
kerja yang konvensional maupun alternatif. Bukan saja penting untuk
membedakan antara variabel personal, interpersonal dan masyarakat (sosial),
namun juga penting untuk memahami hubungan antara ketiga variabel tersebut.
Sebagai contoh, ketidakpuasan akan pekerjaan dapat membuat anda merasa
terperangkap dan frustrasi. Rasa frustrasi tersebut dapat menimbulkan adanya
konflik dalam pernikahan, maupun melalui gejala-gejala fisik seperti sakit kepala,
gangguan pada kulit atau pun hipertensi. Pada umumnya persoalan-persoalan
personal dapat disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal.
Page 4
Introduction
Pengantar 4
Selama tahun 1960 dan 1970an, yakni pada saat kami mengalami akibat
dari adanya perubahan sosial yang sangat cepat, kami menjadi lebih menyadari
dan juga mengartikulasikan mengenai kebutuhan kami untuk menjalin hubungan
dengan orang lain. Kami menemukan bahwa kedekatan / hubungan interpersonal
dapat membantu dalam mengurangi rasa keterasingan, kesendirian, serta rasa stres
lainnya yang merupakan akibat dari perubahan yang terjadi. Kebutuhan dan hasrat
untuk peduli akan dan menolong orang lain masih dapat dirasakan di tahun
1980an, namun terbentur oleh faktor ekonomi dan politik yang telah
meningkatkan persaingan bagi sumber-sumber / profesi tertentu sehingga
mengakibatkan sebuah konsolidasi dan penyusutan jumlah tenaga ahli dalam
bidang tolong-menolong dan praktisi dari pelayanan manusia / human service. Hal
ini tentu saja merupakan sesuatu yang bersifat paradoks, yakni terdapatnya
perbedaan antara meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan manusia /
human service dengan berkurangnya ketersediaan dan dukungan bagi layanan-
layanan yang dimaksud.
Media masa memuat mengenai berbagai penyakit sosial yang muncul di
masyarakat kita pada masa kini, dan kita juga mengetahui bahwa persoalan
mengenai diri, keluarga dan lingkungan dapat dilihat melalui gejala-gejala fisik,
psikologis dan sosial. Gejala-gejala ini dapat menimbulkan berbagai persoalan
yang bersifat interpersonal yang akan mempengaruhi persahabatan, hubungan
kekeluargaan dan hubungan kerja, serta hubungan masyarakat, bangsa dan
internasional. Banyak dari kita benar-benar peduli terhadap orang lain beserta
persoalan yang dihadapi oleh orang tersebut, namun masih tetap mengalami
kesalahpahaman yang diakibatkan oleh ketidakmampuan kita dalam
mengomunikasikan kepedulian dan keinginan kita untuk menolong.
Komunikasi yang tidak efektif maupun yang salah tampaknya merupakan
penyebab dari mayoritas kesulitan-kesulitan dalam hubungan interpersonal.
Sebaliknya, komunikasi yang efektif sangatlah diperlukan dalam mengembangkan
dan mempertahankan berbagai bentuk hubungan interpersonal. Namun sayangnya,
hanya keahlian komunikasi tertulis saja / teoretis (bukan komunikasi yang bersifat
tatap muka / praktis), yang secara tradisional dianggap sebagai bagian dari
kurikulum yang diajarkan di sekolah-sekolah. Walaupun di sekolah kita belajar
Page 5
Introduction
Pengantar 5
untuk merespon berbagai informasi, namun mereka tidak sepenuhnya berani
untuk mengajarkan kita (para muridnya) untuk mendengar, menangkap dan
merespon berbagai pesan verbal dan non verbal inti dan mendasar. Bagaimana
pun juga, pelatihan kemampuan komunikasi sangatlah penting dalam merintis
segala bentuk hubungan antar umat manusia.
Tujuan dari Buku Ini
Premis utama dari buku ini adalah bahwa setiap individu dapat mempelajari
kemampuan komunikasi yang lebih efektif yang dapat diterapkan oleh individu,
masyarakat, di lingkungan pekerjaan maupun oleh para profesional. Komunikasi
yang efektif merupakan inti dari proses tolong-menolong dan memungkinkan
terciptanya hubungan yang lebih memuaskan dalam segala aspeknya. Peningkatan
hubungan interpersonal memungkinkan seseorang untuk mencari dan memperoleh
dukungan, dan juga membagi serta memberikannya kepada pihak yang
mengalami persoalan baik persoalan yang bersifat personal, berhubungan dengan
keluarga, pekerjaan maupun dengan masyarakat.
Tujuan utama dari buku ini adalah untuk menyediakan sebuah landasan
bagi individu untuk mengembangkan keahlian hubungan antar manusia yang ia
perlukan dalam membangun hubungan tolong-menolong yang efektif. Sebagai
bagian dari landasan ini adalah sebuah gambaran / tinjauan pengantar mengenai
proses konseling yang ditampilkan guna memperkenalkan penolong dengan
pengetahuan dan keahlian yang digunakan dalam proses tolong-menolong yang
bersifat segera, jangka pendek dan juga jangka panjang.
Buku ini dirancang untuk digunakan baik oleh kelompok maupun
individu, dalam pelatihan hubungan antar manusia baik yang bersifat formal
maupun informal. Fokus utama dari buku ini adalah pengetahuan dan keahlian
yang diperlukan oleh individu-individu yang bergerak dalam bidang pelayanan
manusia / human service (seperti asisten kesehatan mental, konselor/penasehat,
pengawas orang-orang yang berada dalam masa percobaan, pegawai dinas tenaga
kerja) atau individu-individu yang terlibat / memiliki peran untuk menolong orang
lain (seperti pasangan hidup, teman, supervisor, guru dan rekan sejawat).
Page 6
Introduction
Pengantar 6
Gambar 1.1 Keahlian dan pengetahuan yang diperlukan dalam berbagai
tingkatan hubungan tolong-menolong
Bahan dalam buku ini dirancang untuk digunakan dalam pelatihan baik
bagi para siswa pemula yang akan mempelajari profesi dalam bidang tolong-
menolong, maupun bagi orang-orang yang memerlukan atau menginginkan
adanya peningkatan keefektifan hubungan antar manusia yang mereka miliki.
Dikarenakan buku ini mengajarkan keahlian fundamental, maka materi dalam
buku ini akan berguna bagi mereka yang akan melanjutkan pelatihan konseling
baik secara profesional maupun secara non profesional (menerapkannya dalam
hubungan tolong-menolong yang informal). Walaupun beberapa contoh dan studi
kasus yang ditampilkan menggambarkan penggunaan keahlian menolong yang
profesional (lihat gambar 1.1), namun contoh dan studi kasus ini dapat juga
berguna bagi semua penolong, karena merupakan ilustrasi dari materi-materi yang
terdapat di dalam buku ini, dan juga menunjukkan kepada semua orang mengenai
apa yang sebenarnya terjadi di dalam hubungan tolong-menolong yang
profesional. Buku ini terkadang menggunakan terminologi/istilah yang mungkin
tidak anda pahami. Pada saat terminologi ini muncul untuk pertama kalinya akan
ditandai oleh cetakan tebal untuk mengindikasikan letak dari penjelasan istilah
tersebut dalam daftar istilah yang terdapat di akhir buku ini.
Page 7
Introduction
Pengantar 7
Secara keseluruhan, buku ini ditujukan sebagai panduan penerapan
keahlian (bersifat praktis) bukan merupakan sebuah risalah teori (bersifat teoretis).
Bagaimana pun juga, buku ini mencakup sebuah tinjauan dasar mengenai berbagai
pendekatan teoretis yang terdapat dalam proses tolong-menolong sebagai dasar
dari pemahaman terhadap strategi (aplikasi dari teori) dalam proses tersebut. Buku
ini merupakan sebuah pengantar keahlian terapan dalam hubungan antara manusia
yang mendorong penggunanya untuk menggunakan pengetahuan yang
dimilikinya, untuk belajar dari pengalamannya, serta untuk mengintegrasikan
pengetahuan baru dengan kemampuan yang ia miliki. Meskipun begitu, hubungan
antar manusia – interaksi antar manusia- adalah sebuah subjek yang luas. Melalui
buku-buku seperti buku ini, seseorang hanya dapat memperoleh pemahaman yang
terbatas saja mengenai bidang ini. Anda tidak dapat mengharapkan menjadi
seorang ahli dalam bidang ini hanya dengan mengandalkan materi perkenalan
mengenai teori, keahlian, dan praktek yang terdapat dalam satu buku.
Pendekatan dalam proses tolong-menolong yang terdapat dalam buku ini
bersifat fleksibel dan dapat dengan mudah disesuaikan: Apapun strategi dan
pendekatan yang dianggap lebih masuk akal dan berguna dalam situasi yang
dihadapi akan diterapkan, bukan hanya menerapkan satu atau beberapa teori saja
dalam berbagai situasi. Strategi yang dapat digunakan bagi klien tertentu dapat
dimodifikasi atau bahkan ditolak oleh klien yang lain yang menghadapi persoalan
yang sama ataupun berbeda. Demikian juga strategi tertentu akan memiliki
kecocokan dengan nilai personal dan gaya dari penolong / orang tertentu.
Walaupun anda tidak mampu untuk menggunakan strategi-strategi yang
terdapat di dalam buku ini tanpa bantuan maupun latihan lanjutan, namun anda
tetap dapat menerapkan keahlian komunikasi yang dibahas di dalam buku ini. Jadi
pengetahuan anda mengenai strategi dan aplikasinya dapat membantu anda dalam
menghubungkan antara cara kerja anda dengan cara kerja dari para penasehat
profesional yang bergerak dalam bidang jasa manusia / human service. Sebagai
contoh, jika anda bekerja sebagai pengawas dari orang-orang yang sedang berada
dalam masa percobaan dan kemudian menemukan bahwa satu atau beberapa dari
orang-orang yang berada di bawah pengawasan anda memiliki kesulitan dalam
menjalani masa percobaan, maka akan sangat membantu dan sangat penting bagi
Page 8
Introduction
Pengantar 8
anda untuk mengetahui tentang strategi modifikasi perilaku dan bagaimana
strategi ini dapat membantu klien anda dalam mengendalikan lingkungan dan
perilaku mereka. Anda mungkin memerlukan bantuan dalam memformulasikan
dan menerapkan strategi tersebut, namun setidaknya anda telah mengetahui
bidang pengetahuan dan pelatihan apa yang perlu anda pelajari / tingkatkan.
Secara keseluruhan buku ini mengemukakan bahwa (1) komunikasi yang
efektif merupakan inti dari seluruh hubungan tolong-menolong; (2) tujuan dari
setiap penolong adalah untuk membantu klien dalam; (a) meningkatkan
penghargaan terhadap dirinya dan agar klien memiliki penerimaan diri; (b)
memperoleh kemampuan untuk mengendalikan dan memikul tanggung jawab atas
perbuatan dan keputusan yang telah dibuatnya; (3) lebih dari satu strategi dapat
digunakan terhadap setiap klien; (4) evaluasi diri yang terus-menerus yang
dilakukan oleh penolong serta evaluasi mengenai “di manakah hubungan tolong-
menolong itu” diperlukan untuk mengefektifkan proses tolong-menolong; (5)
Penolong harus menyadari nilai, perasaan dan pemikirannya sendiri agar dapat
menolong klien sesuai dengan kebutuhan klien, bukan dengan kebutuhan si
penolong. Dengan menyadari bias personal seseorang, akan membuat penolong
berusaha untuk mencarikan alternatif bagi kliennya bukan berusaha untuk
memaksakan alternatif tersebut kepada si klien.
Seluruh penolong perlu mengetahui dan mengenal materi-materi yang
terdapat di dalam buku ini agar dapat memahami bagian dari praktek konseling
dalam koridor pelayanan manusia / human service.
Siapakah Penolong Itu?
Penolong merupakan orang yang dapat membantu orang lain untuk memahami,
menanggulangi dan menghadapi berbagai persoalan internal maupun persoalan
eksternal. Sering kali kita berpendapat bahwa penolong dalam bidang hubungan
antara manusia merupakan para spesialis yang terlatih: psikiatris, psikolog,
pekerja sosial ataupun penasehat. Namun terdapat juga penolong yang semi
profesional dan amatir yang bekerja baik secara formal maupun informal, asisten
dari penolong profesional maupun tidak bekerja bersama seorang penolong
profesional (mandiri).
Page 9
Introduction
Pengantar 9
Penolong Profesional
Para spesialis yang terlatih merupakan penolong yang profesional (gambaran dari
tingkat profesionalitas dalam hubungan tolong menolong yang terdapat pada
gambar 1.1) yang menjalani pelatihan ekstensif dan berjenjang dalam bidang
perilaku manusia, mempelajari penerapan dari strategi tolong-menolong, serta
telah menjalani pelatihan klinis / praktek yang didampingi oleh pembimbing
dalam menolong individu, keluarga maupun kelompok.
Meskipun mungkin terdapat berbagai penumpukan dalam pelayanan yang
diberikan oleh spesialis yang terlatih, mereka memiliki perbedaan dalam latar
belakang dan tingkat kepercayaan. Psikiatris merupakan dokter yang telah
menyelesaikan praktek/magang pada rumah sakit jiwa maupun unit psikiatri dari
sebuah rumah sakit umum. Kontribusi dari masing-masing psikiatris terhadap
profesi menolong di antaranya berupa pengetahuan mengenai psikofarmalogi,
serta kemampuan untuk menggunakan obat-obatan, pengetahuan mengenai
berbagai penyakit medis dan cara untuk menyembuhkannya, serta berpengalaman
dalam menangani pasien-pasien dengan berbagai penyakit. Sebaliknya, seorang
psikolog memperoleh pelatihan (biasanya pada tingkat doktoral) tentang ilmu-
ilmu behavioral dan khususnya benar-benar paham akan teori-teori psikologi
(belajar, perkembangan, dan kepribadian) yang tentunya berbeda dengan model
medikal. Kontribusi dari psikolog dalam bidang ini adalah melalui pengetahuan
mereka dalam bidang psikodiagnosis dan dalam metodologi penelitian. Pada
kategori profesional yang ketiga, pembimbing biasanya telah mengikuti
pendidikan gelar mengenai cara menciptakan pelayanan yang bersifat preventif
dan developmental yang bertolak belakang dengan pemulihan gangguan-
gangguan yang berat, pendidikan ini minimal berlangsung selama dua tahun. Para
profesional yang termasuk ke dalam kategori ini pada umumnya mengikuti
pendidikan gelar yang sama seperti yang diambil oleh para psikolog, namun
berkonsentrasi pada praktek bukan pada metodologi. Para pekerja sosial juga
mengikuti pendidikan gelar selama dua tahun namun ilmu yang mereka pelajari
lebih berhubungan dengan model remediasional / perbaikan medikal, berdasarkan
pengetahuan serta koordinasi dari pelayanan yang disediakan oleh masyarakat
Page 10
Introduction
Pengantar 10
maupun pemerintah, para profesional ini menawarkan pelayanan yang khas
(memiliki ciri khas).
Para tenaga profesional ini menawarkan bantuan kepada klien sebagai
individu, keluarga maupun kelompok, dan sering kali sangatlah sulit untuk
membedakan antara jenis terapi yang didasari oleh identitas profesional (jenis
terapi yang dilakukan oleh profesional). Melanjutkan pendidikan secara
profesional memberikan kesempatan terciptanya sebuah forum bagi interaksi
interdisipliner serta pengantar terhadap pengetahuan yang diperlukan oleh seluruh
profesi yang berhubungan dengan bidang tolong-menolong. Karenanya persamaan
dan perbedaan di antara penolong profesional lebih terletak pada gaya dan praktek
individual dibanding pada identitas profesionalnya (keprofesionalitasannya).
Gambar 1.2 Kategori penolong yang beririsan (tumpang tindih / overlapping)
Penolong Semi Profesional
Profesi pelayanan manusia / human service yang termasuk ke dalam irisan dari
(termasuk ke dalam kategori penolong profesional dan juga semi profesional)
kategori penolong profesional dan semi profesional (lihat gambar 1.2) di
antaranya, teknisi atau ajudan psikiatris, petugas yang menangani anak-anak
jalanan, staf penitipan anak (day care), pengawas orang-orang yang berada dalam
masa percobaan, serta para pekerja gereja. Pada umumnya, mereka memperoleh
pelatihan hubungan antar manusia melalui pendidikan non gelar dan biasanya
bekerja di dalam tim dengan para profesional atau didampingi oleh seorang ahli /
profesional yang akan memberikan saran / masukan dan juga mengawasi kerja
Page 11
Introduction
Pengantar 11
mereka. Banyak dari pelatihan-pelatihan tersebut dilakukan di dalam pekerjaan
(on the job) baik secara formal maupun informal.
Penolong Tidak Profesional / Amatir
Tentunya kita harus memasukan para penolong yang non profesional ke
dalam pembahasan kita. Meskipun mereka tidak memperoleh pelatihan formal
sebagai penolong, namun mereka bisa saja sering menghadiri seminar-seminar
ataupun berbagai pertemuan yang membahas berbagai persoalan dalam pelayanan
hubungan antar manusia. Kelompok ini terdiri dari individu-individu yang
menyediakan bantuan / pertolongan baik secara formal (pewawancara, supervisor,
guru) maupun secara informal (teman,saudara, rekan sejawat).
Persamaan umum dari ketiga kelompok penolong adalah bahwa mereka
harus menggunakan keahlian komunikasinya secara efektif (lihat bab 3) untuk
memprakarsai dan meningkatkan hubungan tolong menolong (lihat bab 4) dengan
orang-orang yang mereka bantu. Dalam rangka menyediakan dukungan bagi
berbagai jenis persoalan, penolong akan menerapkan berbagai strategi (lihat bab 6
dan 7). Penerapan dari strategi-strategi tersebut memerlukan pelatihan formal dan
pengalaman; buku ini mengilustrasikan penggunaan strategi tersebut oleh
penolong profesional dan oleh beberapa penolong semi profesional.
Bilamanakah Penolong Dikatakan Berhasil?
Penolong yang berhasil adalah penolong yang familier dengan berbagai
pendekatan dan strategi. Dengan memiliki berbagai alternatif memungkinkan
penolong untuk memilih strategi yang sesuai dengan kebutuhan maupun dengan
sistem tertentu dari si klien. Pada saat strategi yang telah dipilih diterapkan,
strategi tersebut disaring oleh kepribadian dari masing-masing penolong. Dengan
kata lain, persepsi, sikap, pikiran dan perasaan dari masing-masing orang akan
mempengaruhi penginterpretasian dan pengaplikasian sebuah teori.
Hal yang mendasari keefektifan dari berbagai strategi yang diterapkan
adalah tingkat kepercayaan di antara penolong dan klien yang berkembang dalam
tahap pertama dari proses tolong-menolong. Kepercayaan berkembang melalui
kemampuan komunikasi dan sangat menunjang keefektifan dari keseluruhan
Page 12
Introduction
Pengantar 12
proses tolong-menolong. Bahkan sering dikatakan bahwa sikap atau kepribadian
dari penolong jauh lebih penting dari pada keahlian strategi yang dimiliki oleh si
penolong.
Agar penolong dapat merasa nyaman dalam menerapkan berbagai strategi
tolong-menolong, maka penolong harus mampu untuk menangani berbagai
domain dari klien, yakni domain afektif (berhubungan dengan perasaan atau
emosi), domain kognitif (berhubungan dengan pemikiran atau proses intelektual),
serta domain perilaku / behavioral (berhubungan dengan aksi atau perbuatan).
Sebagai tambahan, penolong harus mengajarkan klien untuk dapat berfungsi
secara lebih efektif di ketiga domain. Karenanya, penolong harus terus
mengembangkan pemahaman akan dirinya sendiri; penolong perlu mengenali
nilai-nilai sosial, ekonomi dan kebudayaan yang mereka miliki agar dapat
mengenali dan memisahkan kebutuhan dan persoalan mereka dari kebutuhan dan
persoalan yang dihadapi oleh klien.
Strategi yang dipilih dalam menolong klien tertentu secara formal
sangatlah bergantung pada penilaian penolong mengenai kekurangan dalam
domain tertentu (kognitif, afektif dan psikomotor), dan juga tergantung pada
perspektif teoretis penolong. Berikut ini merupakan contoh dari poin-poin yang
dimaksud:
Pada suatu hari, salah seorang rekan saya mereferensikan kliennya
untuk menemui saya guna terapi “systematic desensitization” yakni sebuah
teknik presisi perilaku yang dikembangkan oleh Joseph Wolfe dan
bertujuan untuk mengurangi kecemasan seseorang dengan cara
menggabungkan respon yang tidak diinginkan dengan relaksasi, dan
respon antagonis dengan kecemasan, hal ini dilakukan untuk
menghilangkan respon-respon yang tidak diinginkan. Klien adalah seorang
pria berusia 30 tahun yang gusar / jengkel terhadap suara-suara yang ia
anggap mengganggu: Suara istrinya ketika mengunyah, suara pensil yang
diketuk-ketukkan ke meja oleh rekan kerjanya, serta suara tangis bayinya
dapat membuatnya menjadi sangat marah. Setelah beberapa sesi, kami
menemukan bahwa domain yang berfungsi dalam diri si klien hanyalah
domain kognitif dan psikomotornya saja, dan si klien benar-benar tidak
Page 13
Introduction
Pengantar 13
dapat memahami perasaannya maupun perasaan orang lain. Hal ini
menyebabkan ia tidak dapat menciptakan dan merasakan sebuah hubungan
antar manusia yang efektif, dan juga mengakibatkan pernikahannya berada
di ambang kehancuran. Selama berlangsungnya beberapa sesi, kami tetap
tidak berhasil menerapkan “systematic desensitization” ini untuk dapat
memenuhi harapan si klien. Pada saat yang bersamaan, saya berusaha
untuk menciptakan sebuah hubungan yang dilandasi oleh rasa saling
percaya. Pada saat klien mulai mempercayai saya, dan merasa lebih
nyaman berada di dekat saya, saya mengusulkan untuk menggunakan
strategi yang berorientasi pada klien dan juga strategi Gestalt guna
membuka domain afektifnya dan membantunya untuk menyadari dan
mengeksplorasi perasaannya. Istri dari klien juga ikut dilibatkan pada sesi
terakhir, dan ia membuktikan/membenarkan laporan dari suaminya bahwa
ketika sang suami mulai belajar untuk merasakan dan mengeksplorasi
emosinya, hubungan di antara keduanya dan juga antara diri suaminya
dengan orang lain menjadi semakin baik, selain itu toleransi sang suami
terhadap berbagai bunyi juga semakin meningkat.
Seorang wanita muda bekerja menjadi seorang pengasuh anak pada
sebuah keluarga dengan tiga orang anak pada saat orang tua anak-anak
tersebut melakukan perjalanan. Nenek dari anak-anak terebut yang baru
saja menjanda pindah dan tinggal bersama dengan keluarga tersebut. Si
pengasuh anak telah diberitahukan oleh orang tua anak-anak tersebut
bahwa si nenek sedang menderita penyakit depresi (manic-depressive
illness) yang sangat parah. Selama dua hari pertama, si pengasuh
mengamati bahwa si nenek mengatur keluarga dengan cara menolak untuk
makan, dengan membicarakan mengenai dirinya yang malang, dan dengan
terus menerus bersikap muram. Si nenek sangatlah semrawut, dan seluruh
anggota keluarga selalu merasa bersalah dan tidak pernah dapat
membuatnya gembira, dengan cara apa pun! Berdasarkan prinsip mengenai
perilaku dan juga teknik terapi realita yang ia ketahui dan juga karena
keinginannya untuk mengubah suasana di rumah ini, maka si pengasuh
Page 14
Introduction
Pengantar 14
menunjukkan kepada ketiga anak asuhnya mengenai cara mereka dalam
menghadapi situasi tersebut, selain itu ia juga memberikan contoh kepada
anak-anak mengenai perilaku yang membantu dengan harapan agar mereka
juga ikut menerapkannya: mengabaikan keluhan dan penolakan dari sang
nenek untuk makan, namun duduk di samping sang nenek dan berbicara
kepadanya serta “menyerangnya” (dengan memberikan perhatian yang
lebih) pada saat ia menunjukkan minat terhadap hal lain selain dirinya.
Pada saat yang sama, si pengasuh memberitahukan kepada sang nenek
bahwa ia sangat mengerti keadaan sang nenek, dan memberitahukan
bagaimana ia telah menarik diri dari anggota keluarga lainnya. Si pengasuh
juga memberitahukan kepada si nenek bahwa ia tidak akan menerima
depresi maupun penolakannya untuk makan. Hal ini dilakukan dengan cara
yang penuh kasih namun tegas. Di akhir minggu, si nenek mendiskusikan
mengenai debat presidensial dengan siapa pun yang mau
mendengarkannya, berjalan-jalan dengan tetangga, mulai membaca buku-
buku dan koran, serta tidak lagi menolak untuk makan. Si nenek
sesungguhnya benar-benar membutuhkan perhatian, agar ia merasa
berharga. Kini ia telah belajar untuk memperolehnya melalui perilaku yang
positif.
Seorang salesmen yang bekerja pada sebuah pabrik datang dan
menceritakan keluhannya kepada penasehat karyawan bahwa ia bekerja di
bawah banyak tekanan dan ia juga merasa bahwa dirinya tidak akan
sanggup menjalankan pekerjaan ini. Secara panjang lebar ia membicarakan
gejala-gejala dari rasa cemasnya: ia tidak dapat tidur, dan tidak memiliki
selera makan. Selama ini ia selalu berhasil, namun kini ia beranggapan
bahwa ia tidak akan dapat memenuhi tugas dari manajernya. Si penasehat
merasa bahwa si klien terlalu terfokus pada perasaannya secara berlebihan
sehingga menyebabkannya mengalami gangguan syaraf / histeria.
Karenanya si penasehat mencoba beberapa restrukturisasi kognitif
berdasarkan pada terapi rasional- emosi. Setelah beberapa pertemuan dan
setelah si klien diberikan beberapa bahan bacaan, maka ia pun mampu
Page 15
Introduction
Pengantar 15
mengoreksi beberapa dari pikirannya yang salah. Ia tidak lagi berkata pada
dirinya bahwa ia harus memperoleh kuota pemasaran tertinggi pada
departemennya untuk menjadi seorang yang berarti / berharga, dan dia
dapat bertanggung jawab / menyadari akan tekanan-tekanan yang ia
berikan pada dirinya serta berhenti menyalahkan manajernya. Pada saat ia
mampu mengubah pemikirannya, maka gejala-gejala yang dulu dialaminya
pun menghilang. Bahkan penjualannya semakin meningkat seiring dengan
semakin nyatanya harapan/ekspektasi dirinya .
Dari contoh-contoh di atas kita dapat menyimpulkan bahwa (1) masing-
masing orang memerlukan pertolongan dalam berbagai fungsi yang berbeda
(afektif, kognitif dan psikomotor); (2) hasil akhir akan memuaskan / dikatakan
sukses jika penolong menyesuaikan strategi yang dipakainya dengan kebutuhan
tiap klien (tidak menggunakan strategi yang sama untuk setiap kasus); dan (3)
terkadang strategi yang efektif cenderung sangat sederhana dan dapat
dipergunakan oleh seseorang yang bukan profesional.
Konseling
Istilah “konseling” yang digunakan dalam buku ini meliputi bentuk tolong
menolong yang bersifat profesional, semi profesional dan amatir. Istilah
pembimbing / konselor dan penolong digunakan secara bergantian, begitu pun
istilah orang yang memerlukan pertolongan dan klien.
Keahlian dan pengetahuan dalam bidang konseling yang terdapat di dalam
buku ini dapat digunakan baik oleh penolong yang profesional, semi profesional
maupun amatir. Hal ini dikarenakan dasar dari keahlian berkomunikasi yang
diperlukan dalam proses tolong-menolong yang formal maupun informal dan juga
yang diperlukan dalam hubungan tolong-menolong yang profesional, semi
profesional maupun amatir tetaplah sama, banyak hal yang merupakan bagian dari
pelatihan profesional terbukti efektif untuk para penolong yang semi profesional
dan amatir.
Banyak orang menganggap konseling sebagai sebuah seni dan juga ilmu.
Konseling dipandang sebagai sebuah seni dalam artian bahwa kepribadian, nilai-
Page 16
Introduction
Pengantar 16
nilai dan tindakan (yang disertai oleh keahlian dan pengetahuan) dari
penasehat/pembimbing merupakan variabel yang subjektif dalam sebuah proses
bimbingan yang juga sulit untuk diukur ataupun didefinisikan. Konseling
dipandang sebagai sebuah ilmu dikarenakan perilaku manusia dan beberapa
strategi tolong-menolong telah dikembangkan ke dalam sebuah sistem bimbingan
yang terstruktur, dapat diukur dan objektif. Konseling dapat digambarkan sebagai
sebuah proses yang terdiri dari dua bagian atau tahapan yang tumpang tindih:
tahapan pertama lebih merupakan sebuah seni, dan tahap yang kedua lebih
merupakan sebuah ilmu. Selain itu gaya seorang pembimbing dalam
membawakan tugasnya juga dapat dikategorikan sebagai sebuah seni yang
dipraktekkan dalam seluruh hubungan tolong-menolong.
Dua Tahapan dalam Konseling
Empati, didefinisikan sebagai memahami orang lain berdasarkan kerangka atau
referensi yang berasal dari orang tersebut, dasar dari suksesnya sebuah hubungan
tolong-menolong, serta sebagai sesuatu yang perlu dipupuk pada tahap awal
penciptaan hubungan dalam proses ini. Penolong dan klien membangun
kepercayaan satu sama lain pada tahap pertama dari proses konseling ini, dan
penolong menawarkan dukungan kepada klien untuk melakukan proses
penyingkapan diri (self disclosure) guna sebanyak mungkin membongkar dan
mengeksplor informasi dan perasaan. Eksplorasi ini memungkinkan penolong dan
klien untuk bersama-sama menentukan sasaran dan tujuan dari tolong-menolong,
yakni menentukan arah dari hubungan tolong-menolong.
Keahlian yang digunakan dalam membangun sebuah hubungan satu lawan
satu (satu penolong, satu klien) merupakan keahlian fundamental yang dapat
digunakan pada saat berinteraksi dengan orang lain di rumah, sekolah, kantor,
maupun di dalam masyarakat. Keahlian-keahlian yang diperlukan dalam membina
hubungan ini berdasarkan pada hasil penelitian dari Carkhuff (1967, 1969, 1971,
1973, 1980), Gordon (1970), Egan (1986), Kagan (1975), Ivey dan Authier
(1978), dan peneliti lainnya yang telah mengembangkan sistem pelatihan bagi
penolong yang sistematis yang berasal dari teori Rogerian yang berorientasi /
berpusat pada klien (lihat bab 5). Sistem ini meliputi menyimak, menghadiri,
Page 17
Introduction
Pengantar 17
merasakan, dan merespon yang juga merupakan komponen dari komunikasi (lihat
bab 2).
Tahap kedua dari proses tolong-menolong terdiri dari perencanaan strategi,
implementasi dan evaluasi, yang menuju pada terminasi / penghentian proses dan
tindak lanjut (follow up).Tahapan dari proses tolong-menolong ini pada kasus
tertentu bisa juga dilakukan oleh penolong yang semi profesional, namun pada
dasarnya merupakan wewenang/bidang dari penolong profesional. Meskipun para
penolong amatir biasanya tidak terlibat di dalam tahapan ini, namun mereka tetap
memerlukan pengetahuan elementer mengenai teori dan aplikasi dari strategi
tolong-menolong dalam sebuah hubungan tolong-menolong yang bersifat
profesional maupun semi profesional agar dapat memahami dan secara tepat
menggunakan sumber-sumber pelayanan manusia / human services. Keberhasilan
dari tahap kedua ini sangat bergantung pada keefektifan dari keahlian komunikasi
dalam menciptakan sebuah hubungan tolong-menolong yang positif yang
dilakukan pada tahap pertama.
Para penolong harus selalu mengingat bahwa terdapat perbedaan budaya
dalam cara kelompok menunjukkan rasa empati mereka; dengan kata lain, apa
yang dianggap sebagai empati oleh seorang klien (sebagai contoh,
menyentuh/sentuhan) belum tentu berarti sama bagi orang lain. Selain itu,
pemilihan strategi juga turut dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya. Sensitivitas
akan nuansa dan implikasi dari variabel budaya dapat membantu seorang
penolong untuk bekerja secara efektif dengan klien-klien dengan berbagai latar
belakang.
Model Konseling Hubungan Antar Manusia
Buku ini ditulis berdasarkan model bimbingan hubungan antar manusia. Model ini
sebagian besar diambil dari berbagai pandangan teoretis formal yang dibahas pada
bab 5. Model ini merupakan sebuah model yang berpusat pada klien (client-
centered), serta menekankan pentingnya hubungan tolong menolong yang
berfungsi untuk memecahkan persoalan, di mana perubahan perilaku dan aksi
dapat berasal dari salah satu atau kedua hal berikut ini: (1) eksplorasi dan
pemahaman klien tentang perasaan, pikiran dan tindakannya, atau (2) pemahaman
Page 18
Introduction
Pengantar 18
klien terhadap variabel serta keputusan klien untuk memodifikasi variabel yang
berhubungan dengan lingkungan dan sistem. Strategi-strategi kognitif, afektif,
ataupun psikomotor digunakan secara terpisah ataupun secara bersamaan pada
saat penolong dan klien bersama-sama menentukan sasaran dan waktu yang tepat.
Selain itu, terdapat juga strategi-strategi yang mengombinasikan beberapa aspek
yang berasal dari teori dasar tolong-menolong.
Berbagai asumsi teoretis mengenai model konseling hubungan antar
manusia merefleksikan pengaruh-pengaruh baik yang eksistensial maupun
behavioral. Berikut ini merupakan serangkaian asumsi yang dimaksud:
1. Manusia bertanggung jawab atas dan mampu untuk mengambil keputusan
secara mandiri.
2. Pada tingkat tertentu, manusia dikendalikan oleh lingkungannya, namun
mereka mampu untuk mengarahkan kehidupannya jauh dari apa yang
mereka sadari. Manusia selalu memiliki kebebasan untuk memilih, bahkan
jika pilihan yang tersedia dibatasi oleh variabel lingkungan, sifat biologis
maupun kecenderungan kepribadian.
3. Perilaku merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh maksud dan tujuan.
Manusia secara terus-menerus berusaha untuk memenuhi kebutuhannya,
dari mulai kebutuhan psikologis dasar hingga aktualisasi diri yang sifatnya
abstrak (kebutuhan psikologis, sosiologis dan estetis).
4. Manusia ingin merasa puas dengan dirinya dan selalu memerlukan sebuah
konfirmasi yang positif mengenai arti dari keberadaannya dari orang-orang
tertentu. Mereka ingin merasa dan berperilaku sepantasnya untuk
mengurangi ketidaksesuaian antara realita internal dan eksternal.
5. Manusia mampu mempelajari perilaku baru dan juga perilaku yang
dimiliki secara alamiah, dan perilaku manusia menimbulkan konsekuensi
terhadap lingkungan maupun dirinya sendiri, yang pada akhirnya berfungsi
sebagai sebuah penguatan. Manusia berusaha untuk memperkuat hal-hal
yang berarti dan sejalan dengan nilai dan sistem kepercayaan mereka.
6. Persoalan pribadi seseorang bisa saja diakibatkan oleh persoalan yang
belum diselesaikan (konflik yang tidak dapat dipecahkan) yang berasal
dari masa lalu (menyangkut peristiwa dan hubungan), dan meskipun
Page 19
Introduction
Pengantar 19
penelusuran terhadap penyebab dapat membantu di beberapa kasus, namun
sebagian besar persoalan diselesaikan dengan memfokuskan diri pada
kejadian masa kini- yakni pada pilihan yang dimiliki oleh seseorang pada
saat ini. Persoalan juga dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian antara
persepsi internal dan eksternal yang sedang berlangsung (pada saat ini) –
yakni jarak antara pengalaman nyata seseorang dengan gambaran orang
tersebut mengenai pengalamannya.
7. Persoalan-persoalan yang dialami oleh kebanyakan orang pada masa kini
pada umumnya lebih merupakan masalah sosial atau sistem dibanding
persoalan yang bersifat intra maupun interpersonal. Manusia mampu untuk
belajar dalam menentukan pilihan serta dalam mengadakan perubahan
baik dari dalam maupun dari luar sistem.
Latihan
Latihan 1.1 Lihatlah kembali daftar dari ketujuh asumsi di atas, kemudian
pelajarilah setiap dugaan berdasarkan skala sikap (setuju dan tidak setuju).
Apakah menurut anda, anda sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju ataukah
sangat setuju dengan masing-masing asumsi? Perubahan apakah yang akan anda
lakukan terhadap masing-masing asumsi dan mengapa? Apa yang akan anda
tambahkan? Dugaan mana yang paling sulit untuk anda terima dan bagaimana
dugaan tersebut akan mempengaruhi anda ketika bekerja dengan klien anda?
Pada saat seluruh anggota dalam kelompok anda memberitakan sikapnya
terhadap asumsi-asumsi di atas, kenalilah anggota kelompok mana yang
sependapat dan tidak sependapat dengan anda. Anda mungkin menginginkan
sebuah kelompok kecil untuk mendiskusikan setiap dugaan, yang dikelompokkan
berdasarkan masing-masing sikap, yakni kelompok yang sangat tidak setuju, tidak
setuju, setuju dan sangat setuju; setelah itu kumpulkanlah/gabungkanlah kembali
kelompok-kelompok kecil tadi untuk mendiskusikan persamaan dan perbedaan
yang anda temukan.
Model konseling hubungan antar manusia juga menekankan identifikasi
mutual oleh kedua belah pihak – penolong dan klien - mengenai sasaran, tujuan
Page 20
Introduction
Pengantar 20
dan strategi intervensi, di mana keberhasilannya dapat dilihat melalui perubahan
perilaku pada diri klien yang terlihat (dapat diamati). Model ini menampilkan
sebuah pendekatan eklektik, yakni menggunakan berbagai teknik dan strategi
konseling dalam mendorong terjadinya sebuah perubahan, namun sarana utama
untuk terjadinya perubahan adalah perkembangan dan pemeliharaan hubungan
yang hangat, terlibat secara personal dan berempati.
Penolong dituntut untuk mempelajari sistem (konteks) yang berhubungan
dengan kehidupan dan fungsi dari kliennya. Selain itu, penolong juga harus
mempelajari saat dan cara yang tepat dalam menggunakan berbagai teknik dan
strategi, serta belajar untuk menggunakan pendekatan yang berbeda terhadap
seorang klien guna mengungkap berbagai persoalan yang dialami oleh si klien
baik dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotor. Tujuan dari menolong
adalah untuk mengintegrasikan ketiga bidang tersebut, untuk membantu klien agar
menyadari tanggung jawab dan pilihannya baik secara emosional maupun
kognitif, serta untuk melihat bahwa kesadaran diterjemahkan ke dalam tindakan.
Jika klien mampu untuk bertanggung jawab terhadap perasaan, pikiran dan
tindakannya, serta mampu untuk mengurangi kontradiksi di antara ketiganya,
maka klien akan merasa puas dengan dirinya dan dunia, serta mampu untuk
menentukan pilihan yang merefleksikan adanya integrasi antara variabel internal
dan eksternal. Klien pun akan mampu untuk bertindak secara proaktif dalam
sistem hubungannya.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa hubungan tolong-
menolong merupakan landasan yang esensial dari sebuah proses tolong-menolong.
Dan dasar dari hubungan ini adalah proses dari komunikasi verbal dan non verbal,
bukan isi/konten. Selama terdapat sebuah hubungan tolong-menolong yang efektif
yang mampu mengomunikasikan kepada klien mengenai kapasitas penolong
dalam memahami, dalam memperlakukan seseorang secara manusiawi
(humanness), serta kapasitasnya untuk menolak manipulasi, maka akan tercipta
sebuah kondisi yang aman dan terlindung yang memungkinkan adanya
fleksibilitas dalam pemilihan dan penerapan strategi.
Strategi merupakan hal yang tidak terlalu penting dalam sebuah hubungan
tolong-menolong. Bahkan, penelitian mengindikasikan bahwa dalam proses
Page 21
Introduction
Pengantar 21
tolong-menolong, variabel klien dan variabel penasehat / konselor lebih signifikan
dibandingkan variabel teknik. (Variabel penolong dan variabel klien akan dibahas
pada bab 2.) Jika strategi tertentu tidak bekerja/tidak dapat digunakan, namun
terdapat hubungan tolong-menolong yang erat, maka proses tolong menolong
tidak akan terganggu. Sebagai contoh, Jika anda telah berhasil menciptakan
sebuah hubungan yang dilandasi oleh kepercayaan dengan klien anda kemudian
anda memintanya untuk “berperan” sebagai ibunya (Lihat teknik Gestalt yang
terdapat pada bab 5) – dengan berperan sebagi dirinya dan juga sebagi ibunya,
maka klien akan lebih menyadari perasaan negatif dan positif yang ia miliki
terhadap ibunya- dan jika ia tidak dapat melakukannya, maka ia tidak akan
menganggap anda gila atau tidak mampu untuk menerapkan strategi ini. Jika si
klien mempercayai dan menghormati anda, ia akan melanjutkan eksplorasi ini
dengan anda, mencari strategi yang akan dapat membantu. Hubungan tolong-
menolong ini bersifat resiprok, yakni penolong dianggap sama / setara dengan
klien, bukan dianggap sebagai seorang ahli maupun pesulap. “Kesetaraan” dalam
hal ini berarti bahwa penolong meminimalkan jarak sosial, dan kedua pihak sama-
sama bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi: penolong dan klien bekerja
sama dalam menetapkan sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Pada waktu yang
bersamaan, penolong harus mampu mengomunikasikan kepada si klien mengenai
pemahaman terhadap perilaku manusia, serta harus memiliki kemampuan untuk
membantu klien dalam mengubah perilakunya. Hubungan tolong-menolong
bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan eksplorasi diri si klien, namun
bukan dengan cara menenangkan hati dan dengan pemberian dukungan yang
palsu. Tujuan dari hubungan ini lebih bersifat jujur dan menyediakan ruang untuk
mengekspresikan ketidaknyamanan dan luka yang mungkin terlibat dalam proses
tolong-menolong. Kejujuran ini memungkinkan penolong untuk menolerir
ketidaknyamanan yang ia dan kliennya rasakan tanpa perlu menutup-nutupinya
dengan penenteraman hati yang semu dan menjaga jarak.
Berikut ini merupakan implikasi utama dari model bimbingan hubungan
antar manusia bagi penolong. Model dalam buku ini juga mencakup implikasi-
implikasi tersebut.
Page 22
Introduction
Pengantar 22
1. Mendefinisikan keahlian dalam berkomunikasi sebagai inti dari hubungan
antar manusia yang efektif.
2. Memungkinkan keahlian komunikasi untuk diajarkan kepada seluruh
penolong pada segala jenis hubungan tolong-menolong.
3. Menyediakan ruang bagi perbedaan dan fleksibilitas sehingga penolong
dapat mempelajari berbagai strategi intervensi yang dikatakan efektif jika
mampu mengembangkan dan memelihara hubungan tolong-menolong
yang berhasil.
4. Memodifikasi dan mengintegrasikan berbagai strategi dan pendekatan
yang ada.
5. Menyediakan keragaman (versatility) dan fleksibilitas yang diperlukan
dalam memenuhi kebutuhan dari populasi yang heterogen.
6. Memungkinkan untuk menangani perasaan, pikiran dan perilaku dalam
jangka pendek, yang pada pelaksanaannya disesuaikan dengan kehidupan
si klien.
7. Lebih berpusat pada / memperhatikan aspek-aspek positif dari kehidupan
klien dari pada aspek-aspek negatifnya (yakni memperhatikan aspek yang
dapat diubah oleh seseorang, bukan aspek yang tidak dapat dikendalikan
oleh orang tersebut).
8. Membantu klien untuk secara aktif bertanggung jawab atas kehidupannya
dan atas keputusan yang dibuatnya.
Konseling terdiri dari tiga dimensi yang saling terintegrasi: tingkatan (stage),
keahlian dan persoalan.
Gambar 1.3 menunjukkan bahwa dimensi yang pertama meliputi proses
tolong-menolong yang terdiri dari dua tahapan seperti yang terdapat pada halaman
9 dan 10. Kedua tahapan tersebut meliputi:
1. Hubungan (perkembangan hubungan, kepercayaan, kejujuran dan empati)
a. Permulaan / masuk (entry)
b. Identifikasi dan klarifikasi persoalan
c. Struktur atau perjanjian dalam hubungan tolong-menolong
d. Eksplorasi permasalahan secara intensif
Page 23
Introduction
Pengantar 23
e. Penetapan tujuan yang mungkin dapat dicapai dari hubungan tolong-
menolong
2. Strategi (kerja)
a. Kedua belah pihak –penolong dan klien- menerima tujuan dari tolong-
menolong yang telah didefinisikan.
b. Perencanaan strategi
c. Penerapan strategi
d. Evaluasi Strategi
e. Terminasi / Penghentian
f. Tindak lanjut / Follow-up
Gambar 1.3. Berbagai Dimensi dalam Model Konseling Hubungan Antara
Manusia
Hubungan (Relationship)
Tesis dari buku ini adalah bahwa hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan
antara penolong dan orang yang memerlukan pertolongan (klien) merupakan dasar
dari seluruh strategi atau pendekatan yang digunakan dalam proses tolong-
Page 24
Introduction
Pengantar 24
menolong, dan juga merupakan sebuah persyaratan mutlak bagi keberhasilan
seluruh proses tolong-menolong. Pada dasarnya, hubungan ini tergantung pada
pandangan teoretis seseorang mengenai manusia, perilaku, dunia dan tolong-
menolong. Upaya untuk mengembangkan sebuah hubungan merupakan sebuah
usaha yang memerlukan waktu lama; namun, penolong yang memiliki keahlian
dapat memandu perkembangan ini sehingga ia dapat membantu klien
mengembangkan hubungan ini dalam waktu yang cukup singkat.
Perkembangan dimulai dengan kontak awal antara penolong dan orang
yang memerlukan pertolongan (klien). Penolong haruslah menciptakan iklim yang
dapat membantu klien dalam mengeksplorasi persoalan yang dihadapinya dan
juga membantu klien dalam mengidentifikasi kerisauannya baik yang tampak
ataupun tidak. Kemudian klien akan mulai dapat memahami kerisauannya tersebut
serta implikasi dari kerisauannya terhadap kehidupan, dan klien akan mulai
menjelaskan kebutuhan dan harapannya dari hubungan tolong-menolong agar
dapat memfasilitasi eksplorasi diri, pemahaman diri, serta pemilihan aksi.
Suksesnya hubungan tolong-menolong sangatlah penting dalam penentuan
sasaran dan tujuan yang tepat.
Strategi (Kerja / working)
Ketika sasaran dan tujuan telah ditetapkan, maka penolong meninjau kembali
seluruh strategi efektif yang ada (atau serangkaian aksi yang dapat menunjang
keefektifan tolong-menolong) kemudian secara rasional penolong berdiskusi
dengan klien mengenai pemilihan strategi tertentu. Semua konsekuensi dan
kemungkinan yang diakibatkan oleh penerapan strategi tersebut juga turut
dibahas.
Jika kedua pihak telah menyepakati serangkaian aksi yang akan
digunakan, maka penolong pun akan mulai menerapkan strategi tersebut, melihat
segala kemungkinan untuk memodifikasi ataupun menyesuaikannya dengan
kebutuhan klien. Karenanya evaluasi yang berkelanjutan sangatlah diperlukan
agar strategi yang dipilih bisa bekerja secara efektif.
Jika hasil akhir telah disepakati oleh kedua belah pihak -penolong dan
klien-, maka hubungan tolong-menolong dapat diakhiri, atau dapat juga
Page 25
Introduction
Pengantar 25
dilanjutkan namun berkonsentrasi pada sasaran dan tujuan yang lain. Jika kedua
pihak memilih untuk mengakhiri hubungan, maka kemudian penolong baik secara
formal maupun informal memantau kemajuan dari kliennya. Biasanya,
pengakhiran sebuah hubungan tolong-menolong lebih merupakan sebuah proses
yang cukup panjang, bukan merupakan sebuah penghentian kegiatan yang
mendadak. Ward (1984) mengungkapkan tiga tahapan utama dari proses
penghentian / terminasi: (1) menilai kesiapan klien dalam mengakhiri hubungan
tolong-menolong; (2) menyempurnakan akhir dari hubungan tolong-menolong;
dan (3) memaksimalkan kepercayaan diri dan keyakinan klien untuk
mempertahankan perubahan yang telah dicapainya seusai berakhirnya hubungan
tolong-menolong. Sebuah penghentian / terminasi yang berhasil,
mengimplikasikan bahwa hubungan dan keterampilan dalam memecahkan
permasalahan yang telah dipelajari oleh klien selama berlangsungnya proses
tolong menolong akan diterapkan dalam hubungan dan persoalan di masa yang
akan datang. Karenanya, proses penghentian atau pelepasan sebuah hubungan
sama pentingnya dengan proses pengembangan atau pembentukan sebuah
hubungan yang baru.
Dimensi yang kedua (bagian teratas pada gambar 1.3) menampilkan
keahlian dalam berkomunikasi: menyimak berbagai pesan verbal, menangkap
berbagai pesan non verbal dan merespon pesan verbal dan non verbal. Keahlian
komunikasi ini diperlukan dalam mengefektifkan kedua tahap proses tolong-
menolong (hubungan dan strategi) yang merupakan bagian dari dimensi pertama.
Model mengasumsikan adanya konsistensi antara pesan verbal dan non verbal dari
si penolong. Hal ini juga tergantung pada kemampuan si penolong dalam
merespon kliennya, yakni dengan menjelaskan perasaan dan pemikiran utama
yang muncul kemudian melalui cara yang sama dengan cara yang digunakan
untuk meningkatkan pemahaman diri klien.
Dengan mengembangkan keahlian komunikasi ini, penolong juga turut
mengembangkan kesadaran dirinya. Hal ini terjadi pada saat penolong belajar
untuk menggunakan perasaan dan kata hatinya yang dapat memandunya agar
dapat menyimak pesan dari orang lain, dengan cara ini penolong mengasah
Page 26
Introduction
Pengantar 26
keahlian menolongnya. Penolong selalu bertanya pada dirinya, “Apa yang
sebenarnya orang ini coba katakan padaku?”, “Apa yang sesungguhnya ia
rasakan?”- kemudian penolong mencoba untuk mengomunikasikan kepada klien
mengenai pemahamannya terhadap pesan dan perasaan si klien.
Menyimak Berbagai Pesan Verbal
Pesan verbal merupakan muatan yang paling pokok dan paling nyata dari
pernyataan kognitif dan afektif klien. Biasanya pemahaman terhadap muatan
implisit dan eksplisit merupakan modal tambahan dalam memahami perasaan
yang dikomunikasikan oleh klien.
Menangkap Berbagai Pesan Non Verbal
Pesan non verbal biasanya disampaikan melalui gerak tubuh, nada suara, ekspresi
wajah, serta isyarat lainnya yang menyertai pesan verbal. Penolong belajar untuk
mengenali ketidaksesuaian antara pesan verbal dan non verbal serta meningkatkan
kesadaran klien mengenai ketidaksesuaian dan ketidakkonsistenan tersebut.
Pemberian Respon
Pemberian respon memerlukan reaksi yang segera, tulus, nyata dam empati
terhadap pesan-pesan verbal dan non verbal. Baik signifikansi pesan yang utama
dan nyata maupun hubungan dan ketidakkonsistenannya akan menentukan
ketepatan dalam pemberian respon.
Dimensi ketiga dari model bimbingan (Bagian samping dari gambar 1.3)
adalah berbagai persoalan, di mana nilai dan topik kognitif memotong / melintasi
kedua dimensi lainnya. Persoalan ini tidak hanya mencakup hubungan seorang
individu dengan individu lainnya dan juga dengan lingkungannya, namun juga
mencakup berbagai subjek seperti seks, rasisme, ageism / penuaan dan
kemiskinan. Selain itu, dimensi ini juga mencakup persoalan-persoalan dari pihak
pakar (penolong), seperti etika, pelatihan dan praktek serta nilai-nilai yang
berhubungan dengan profesionalitas dan perilaku dari si penolong.
Page 27
Introduction
Pengantar 27
Persoalan-persoalan yang merembet akan mempengaruhi kedua tahapan
proses tolong-menolong. Dengan mengekspos dan mengklarifikasi persoalan-
persoalan ini maka para penolong akan mampu menemukan jenis hubungan
tolong-menolong yang akan mendukung keberhasilan proses tolong-menolong.
Kemampuan untuk menyimak secara responsif merupakan sebuah teknik yang
efektif dalam mengungkap dan menyelidiki persoalan-persoalan tersebut.
Nilai-Nilai
Agar dapat mengklarifikasi nilai, penolong dan klien harus turut bertanggung
jawab terhadap perilaku, keyakinan dan nilai yang mereka anut. Sebagai contoh,
seorang pembimbing pria (berjenis kelamin laki-laki) di sebuah sekolah menengah
yang mengatakan kepada seorang siswi bahwa ia tidak dapat mengambil atau
seharusnya tidak mempertimbangkan untuk mempelajari mata pelajaran yang
berhubungan dengan pertukangan, mungkin telah membiarkan nilai-nilai yang
dianutnya sebagai seorang pria mempengaruhi pendapatnya dalam proses
konseling / pembimbingan. Jika penolong tidak menyadari prasangkanya, maka
hal tersebut akan menimbulkan efek yang berbahaya. Namun jika penolong sadar
akan prasangka mereka, maka akan mengurangi kecenderungan penolong untuk
memaksakannya prasangka mereka kepada klien. Penelitian telah membuktikan
bahwa pada dasarnya penolong memang mengomunikasikan nilai yang mereka
anut kepada kliennya, baik secara sadar maupun tidak. Dengan membeberkan dan
berusaha untuk menyadari nilai yang dianutnya, dapat mencegah penolong agar
tidak memaksakannya / menerapkannya pada orang lain.
Topik-Topik
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses tolong-menolong di antaranya
adalah, ketidakrelaan (penolakan) dari klien, rasa tidak suka penolong terhadap
klien, dan persoalan-persoalan etika seperti kerahasiaan dan tanggung jawab
penolong terhadap institusi tempat ia bernaung.
Dalam menggambarkan sebuah model bimbingan dalam bentuk diagram
diperlukan perumusan dan sebuah sistem yang teratur yang tampaknya kaku dan
berubah-ubah. Namun pandangan multidimensional ini sangat berguna dalam
Page 28
Introduction
Pengantar 28
menampilkan sebuah tinjauan yang sederhana mengenai apa yang sebenarnya
terjadi dan apa saja yang diperlukan untuk mencapai sebuah proses tolong-
menolong yang efektif. Karenanya hal tersebut dapat menyediakan sebuah
kerangka kerja yang berguna dalam mempelajari berbagai keahlian yang
diperlukan dalam proses konseling dan perkembangan. Pada dasarnya, para
penolong akan memodifikasi dan merancang ulang model konseptual ini sesuai
dengan kerangka kerjanya masing-masing.
Keseluruhan buku ini membahas mengenai model konseling hubungan
antar manusia. Bab 2 dari buku ini mendefinisikan dan menggambarkan hubungan
tolong-menolong yang efektif dan yang tidak efektif. Bab 3 menampilkan materi
yang diperlukan dalam mengembangkan teknik dari komunikasi yang efektif. Bab
4 mengupas tuntas berbagai tahapan dalam hubungan, dan bab 5 menampilkan
sebuah tinjauan mengenai pendekatan teoretis yang berhubungan dengan strategi-
strategi yang dibahas pada bab 6. Bab 7 membahas mengenai penerapan strategi,
sedangkan bab 8 menampilkan krisis / persoalan dalam teori dan intervensi. Bab 9
memberikan sebuah tinjauan singkat mengenai persoalan-persoalan yang
mempengaruhi proses tolong-menolong dan sebuah catatan akhir tambahan yang
merupakan rangkuman dari keseluruhan model.
Bab-bab dalam buku ini juga dilengkapi dengan contoh kasus dan latihan-
latihan yang dirancang untuk memfasilitasi anda agar dapat menerapkan
pemahaman konseptual dan praktikal anda mengenai materi-materi yang terdapat
di dalam buku ini. Latihan-latihan yang terdapat dalam buku ini dirancang untuk
dipraktekkan dalam kelompok yang diawasi oleh pembimbing.
Rangkuman
Maksud dari penulisan buku ini adalah untuk menyediakan sebuah pengantar yang
fundamental mengenai keahlian dan pengetahuan yang diperlukan untuk
menciptakan sebuah hubungan tolong-menolong yang efektif. Keahlian dan
pengetahuan ini dalam tingkat yang berbeda diperlukan oleh para “pekerja di
bidang pelayanan manusia (human service)” baik yang amatir, semi profesional,
maupun profesional agar dapat meningkatkan dan mempertahankan hubungan
interpersonal yang memuaskan dan membantu.
Page 29
Introduction
Pengantar 29
Bab ini diawali dengan menggambarkan dampak dari perubahan teknologi
dan sosial yang kompleks terhadap individu dan keluarga. Kekacauan dan
persoalan yang berasal dari perubahan yang terjadi dapat memperburuk
kecemasan serta rasa keterasingan dan ketidakberdayaan: karenanya buku ini
membahas bahwa seseorang dapat menolong dirinya dan orang lain agar tidak
terlalu merasa terasing dan tak berdaya dengan cara meningkatkan hubungan
interpersonal. Jika seorang penolong telah berhasil menciptakan hubungan
interpersonal yang baik bagi dirinya, maka ia dapat menggunakan keahliannya
sebagai sebuah model dan mengajarkannya kepada orang lain melalui sarana yang
berupa hubungan tolong-menolong, agar mereka juga dapat meningkatkan
kualitas hubungannya. Konseling sebagai salah satu jenis interaksi dalam
menolong dan juga merupakan salah satu bagian penting dari pelayanan manusia
(human service)”, dan digunakan untuk mendemonstrasikan hubungan tolong-
menolong.
Tujuan dari hubungan tolong-menolong adalah untuk membantu klien agar
dapat menerima dan menghargai dirinya (self-acceptance dan self-esteem) serta
agar klien mampu mengendalikan perilaku dan keputusannya. Hubungan tolong-
menolong didasari oleh pengomunikasian rasa empati dan aplikasi dari berbagai
strategi yang tepat. Oleh sebab itu, maka model konseling hubungan antar
manusia terdiri dari tiga dimensi yang sama pentingnya dan saling berhubungan
antara satu dengan yang lainnya: tingkatan/stage (hubungan dan strategi/kerja),
keahlian dan persoalan. Proses tolong-menolong sangat bergantung pada
perkembangan dari hubungan yang dilandasi oleh kepercayaan antara penolong
dan orang yang memerlukan pertolongan (klien); komunikasi yang efektif dapat
membantu menciptakan dan meningkatkan hubungan tersebut, serta dapat
menyediakan sebuah cara untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang
kontroversial, sedangkan strategi berfungsi sebagai pendekatan yang digunakan
oleh penolong untuk mendorong eksplorasi diri, pemahaman dan perubahan
dalam diri orang yang memerlukan pertolongan (klien), yang pada akhirnya akan
turut meningkatkan penerimaan diri dan tanggung jawab dari si klien. Strategi
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran klien dan meningkatkan keberhasilan
dari fungsi afektif (perasaan), perilaku (aksi), dan kognitif (pemikiran). Terminasi
Page 30
Introduction
Pengantar 30
/ penghentian dari hubungan ini adalah pada saat kedua pihak – penolong dan
klien- sama-sama merasa bahwa klien secara mendiri dapat mengatasi dan
menyelesaikan persoalannya serta mampu menerapkan apa yang telah ia pelajari
dari hubungan tolong-menolong dalam situasi dan hubungan di masa yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA
Okun Barbara F.1987. Effective Helping Interviewing and Counseling
Techniques, California. Brooks/Cole Publishing
Company Monterey