Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emfisema pulmonum adalah keadaan pembesaran paru- paru yang disebabkan oleh menggembungnya alveoli secara berlebihan yang disertai atau tanpa disertai robeknya dinding alveoli tergantung dengan kerusakan alveoli. Udara pernafasan akan terdapat di dalam rongga jaringan interstitial atau tetap berada di dalam rongga alveoli saja. Proses dapat berjalan secara akut maupun kronik. Secara umum, emfisema paru-paru ditandai dengan dipsnoea ekspiratorik, hyperpnoea dan mudahnya penderita mengalami kelelahan. Emfisema adalah penyakit yang umum. Tetapi insidensi pastinya sulit diperkirakan karena diagnosis pasti, yang didasarkan pada morfologi, hanya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan paru saat autopsy. Secara umum disepakati bahwa emfisema terdapat pada50% orang dewasa yang diautopsi. Emfisema jauh lebih sering ditemukan dan lebih parah pada laki– laki. Meskipun emfisema tidak menyebabkan disabilitas sampai usia sekitar lima puluh hingga delapanpuluh tahun, deficit ventilasi sudah dapat bermanifestasi klinik beberapadecade sebelumnya. 1
36
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: document

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Emfisema pulmonum adalah keadaan pembesaran paru-paru yang

disebabkan oleh menggembungnya alveoli secara berlebihan yang disertai atau

tanpa disertai robeknya dinding alveoli tergantung dengan kerusakan alveoli.

Udara pernafasan akan terdapat di dalam rongga jaringan interstitial atau tetap

berada di dalam rongga alveoli saja. Proses dapat berjalan secara akut maupun

kronik. Secara umum, emfisema paru-paru ditandai dengan dipsnoea ekspiratorik,

hyperpnoea dan mudahnya penderita mengalami kelelahan.

Emfisema adalah penyakit yang umum. Tetapi insidensi pastinya sulit

diperkirakan karena diagnosis pasti, yang didasarkan pada morfologi, hanya dapat

ditegakkan melalui pemeriksaan paru saat autopsy. Secara umum disepakati

bahwa emfisema terdapat pada50% orang dewasa yang diautopsi. Emfisema jauh

lebih sering ditemukan dan lebih parah pada laki– laki. Meskipun emfisema tidak

menyebabkan disabilitas sampai usia sekitar lima puluh hingga delapanpuluh

tahun, deficit ventilasi sudah dapat bermanifestasi klinik beberapadecade

sebelumnya.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada emfisema adalah pemeriksaan

fisik dan radiologi. Pemeriksaan foto thorax sangat membantu dalam menegakkan

diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit paru lain.

Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang diambil dari seorang pasien

berjenis kelamin laki- laki, berusia 62 tahun yang melakukan pemeriksaan Thorax

AP. Penting kiranya bagi kita untuk memperhatikan dan mencermatinya, untuk

kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman dilapangan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi paru manusia ?

2. Apa definisi emfisema ?

1

Page 2: document

2

3. Apa etiologi emfisema?

4. Bagaimana patofisiologi emfisema?

5. Bagaimana manifestasi klinis dari emfisema?

6. Bagaimana gambaran radiologis dari emfisema?

7. Bagaimana penatalaksanaan emfisema ?

8. Bagaimana prognosis emfisema?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui anatomi paru manusia

2. Mengetahui definisi emfisema

3. Mengetahui etiologi emfisema

4. Mengetahui patofisiologi emfisema

5. Mengetahui manifestasi klinis dari emfisema

6. Mengetahui gambaran radiologis dari emfisema

7. Mengetahui penatalaksanaan emfisema

8. Mengetahui prognosis emfisema

1.4 Manfaat

Dengan mengetahui manifestasi klinis dan gambaran radiologis dari

emfisema, kita dapat menegakkan diagnosa emfisema, sehingga nantinya kita

dapat memberikan terapi yang tepat bagi pasien.

Page 3: document

BAB II

DATA KASUS

2.1 Identitas Pasien

Pada tanggal 1 Juni 2014 seorang pasien diantar oleh petugas rumah sakit

datang ke Instalasi Radiologi RSUD Mardi Waluyo – Blitar. Data pasien tersebut

adalah sebagai berikut :

Nama : Tn. A

Umur : 62 tahun

Jenis kelamin : laki – laki

Klinis : Sesak

Permintaan Foto : Thorax AP

2.2 Riwayat Pasien

Pasien dengan keluhan sesak, kemudian berobat ke IGD Rumah Sakit

Mardi Waluyo Blitar, oleh dokter pasien disarankan untuk dilakukan pemeriksaan

penunjang radiologi yaitu foto thorax AP untuk menegakkan diagnosis dan

menyingkirkan penyakit-penyakit lain pada paru.

2.3 Pelaksanaan Pemeriksaan

Pada pemeriksaan foto thorax AP, pasien tidur terlentang di atas meja

pemeriksaan dengan kedua tangan di samping tubuh. Kemudian posisikan MSP

(Mid Sagital Plane) tubuh sejajar dengan garis tengah meja pemeriksaan / tengah

kaset, batas atas 3-5 cm di atas shoulder joint. Jika memungkinkan fleksikan

elbow, pronasikankan tangan serta letakkan kedua tangan pada hips untuk

meminimalkan gambaran scapula ke arah lateral. Usahakan shoulder simetris

kanan kiri dan inspirasi penuh jika memungkinkan. Arahkan sinar tegak lurus film

lurus Menuju manubrium (Vertebta Thoracal VII).

3

Page 4: document

4

Gambar pemeriksaan foto thorax anteroposterior(AP)

2.4 Hasil Pemeriksaan Radiologis ( Tanggal 1 Juni 2014 )

Thorax Photo AP :

Page 5: document

5

Hasil Pemeriksaan :

Jantung : Tidak membesar

Paru-paru : Kedua paru hyperaerasi dengan branchovasculer patteen tak

meningkat dan tampak melurus, tidak ada infiltrat

Sinus costophrenicus menumpul, diaphragma mendatar

Tulang-tulang baik dan intact

Kesimpulan : Cardiomegali dengan Emphysematous Lung.

Page 6: document

6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sistem Pernafasan

3.1.1 Anatomi Paru

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.

pembentukan paru dimulai dari sebuah groove yang berasal dari foregut.

Selanjutnya pada groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu

jaringan yang disebut primary lung bud.

Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi dua, yaitu esophagus dan

trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary

lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronki dan cabang-cabangnya.

Bronchial tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli

baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak

berumur 8 tahun. Ukuran alveoli bertambah besar sesuai dengan perkembangan

dinding thorax. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus

tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti.

Gambar 1. Anatomi Paru

Page 7: document

7

3.1.2 Definisi Pernafasan

Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang

mengandung oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang

banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari

tubuh. Sisa respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru-

paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam

pernafasan otot sehingga trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan dan

melembabkan udara yang masuk, juga melindungi organ lembut. penghisapan ini

disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.

3.1.3 Saluran Pernafasan

Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua

bagian, yaitu :

1. Zona Konduksi

Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara

pernapasan, serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara

pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada

proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea,

bronkus, serta bronkioli terminalis.

a. Hidung

Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearah faring berperan

sebagai sistem pembersih pada hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang

oleh konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat

mengendapkan partikel-partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat

mucus. System turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang

berukuran lebih besar dari 4 mikron.

b. Faring

Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan

bagian atas. Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta

laringofaring.

Page 8: document

8

c. Trakea

Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-

muko-siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat

zat mucus kearah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat

dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok.

d. Bronki atau bronkioli

Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Akan tetapi

mulai bronki sekunder, perubahan struktur mulai terjadi. Pada bagian akhir dari

bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan.

Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara

pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini

menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat disebabkan

oleh beberapa faktor. Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus sehingga

berfungsi sebagai pembersih udara. Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh

sel makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa

dan selanjutnya dibuang.

2. Zona Respiratorik

Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan.

Pertukaran gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas

terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting

untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem

pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat

merusak

Page 9: document

9

Gambar 2 Sistem Saluran Pernafasan

3.1.4 Fungsi Pernapasan

Adapun fungsi pernapasan, yaitu :

1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh

(sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran

2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran,

kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak

berguna lagi oleh tubuh)

3. Melembabkan udara, Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah

dan udara berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur

oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernapasan),

dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler

dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang

dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan

berbahaya lewat udara pada paparan kerja.

Page 10: document

10

Proses dari sistem pernapasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa

tahap, yaitu :

1. Ventilasi, yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru

2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernapasan

luar

3. Transportasi gas melalui darah

4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut

pernapasan dalam

5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang

disebut juga pernapasan seluler

3.2 Definisi Emfisema

Emfisema merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam COPD

(Chronic Obstructive Pulmonal Disease). Emfisema adalah pembesaran permanen

yang abnormal dari ruang udara pada posisi distal terhadap bronkiol terminal

disertai kerusakan dindingnya, tetapi tanpa fibrosis yang jelas. Emfisema paru-

paru merupakan penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi)

saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan

dan mengalami kerusakan yang luas.Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika

ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya

destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema,

melainkan hanya sebagai “overinflation”.

Udara pernafasan akan terdapat didalam rongga jaringan interstitial atau

tetap berada didalam rongga alveoli saja. Proses dapat berjalan secara akut

maupun kronik. Secara umum, emfisema paru- paru ditandai dengan dipsnoea

ekspiratorik, hyperpnoea dan mudahnya penderita mengalami kelelahan

(Subronto,2003).

Page 11: document

11

3.3 Patogenesis

Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema, yaitu :

Hilangnya elastisitas paru

Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas

kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut,

kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi

kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya

mungkin dapat menjadi membesar.

Page 12: document

12

Hyperinflation paru

Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi

istirahat normal selama ekspirasi.

Terbentuknya bullae

Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu

bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.

Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap

Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif

intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas.

Foto toraks pada emfisema paru :

o Hiperinflasi dada

diafragma datar dan rendah dengan pergerakan yang terbatas saat

insprasi dan ekspirasi

peningkatan diameter AP dada dengan perluasan pada rongga

retrosternal (barrel chest).

Penampakan bayangan jantung yang tipis, panjang, dan sempit,

lebih disebabkan oleh inflasi berlebihan dan diafragma rendah.

o Perubahan vascular

Paru secara umum dipengaruhi oleh distribusi vaskularisasi

pulmonal yang secara abnormal tidak rata; pembuluh darah

menjadi tipis, diserta hilangnya gradasi halus normal dari

pembuluh darah yang berasal dari hilus menuju perifer.

Hipertensi pulmonal menyebabkan cor pulmonal. Arteri pulmonal

proksimal secara progresif membesar dan menyebabkan gagal

jantung kanan.

o Bullae

Rongga menyerupai kista sering terbentuk akibat rupturnya alveolus

yang melebar. Pada film dada, rongga tersebut tampak sebagai daerah

tranlusen dengan dindingnya terlihat sebagai bayangan kurva linear

menyerupai garis rambut. Bullae meiliki ukuran bervariasi dengan

diameter mulai dari beberapa sentimeter hingga menempati bagian

Page 13: document

13

yang luas pada hemitoraks menggantikan, mendesak paru normal

disekitarnya.

3.4 Klasifikasi Emfisema

Berdasarkan radiologik

o Emfisema obstruktif:

a. Akut

b. Kronik

c. Bullous

o Emfisema non-obstruktif:

a. Kompensasi

b. Senilis (postural)

Gambar 1. Gambaran radiologi emfisema secara umum

1. Emfisema lobaris

Emfisema lobaris biasanya terjadi padabayi baru lahir dengan kelainan

tulang rawan, bronkus, mukosa bronchial yang tebal, sumbatan mucus (mucous

plug), penekanan bronkus dari luar oleh anomaly pembuluh darah.Gambaran

radiologiknya berupa bayangan radiolusen pada bagian paru yang

bersangkutan dengan pendorongan mediastinum kearah kontra-lateral.

Page 14: document

14

Gambar . Emfisema lobaris

2. Hiperlusen idiopatik unilateral

Hiperlusen idiopatik unilateral ialah emfisema yang unilateral dengan

hipoplasi arteri pulmonalis dan gambaran bronkiektasis. Secara radiologic, paru

yang terkena lebih radiolusen tanpa penambahan ukuran paru seperti pada

umumnya emfisema lainnya.

Page 15: document

15

Gambaran Hiperlusen idiopatik unilateral

3. Emfisema hipertrofi kronik

Terjadi sebagai akibat komplikasi penyakit paru seperti asma bronchial

yang parah, bronkiektasis, peradangan paru berat, pneumokinosis ganas, dan

tuberculosis.

Gambaran radiologic menunjukkan peningkatan aerasi dan penambahan ukuran

toraks yang biasanya hanya terjadi pada satu sisi. Sering ditemukan bleb atau

bulla yang berupa bayangan radiolusen tanpa struktur jaringan paru.

4. Emfisema bulla

Bulla merupakan emfisema vesikuler setempat dengan ukuran antara 1-2

cm atau lebih besar, yang kadang-kadang sukar dibedakan dengan pneumotoraks.

Penyebabnya sering tidak diketahui tapi dianggap sebagai akibat suatu penyakit

paru yang menyebabkan penyumbatan seperti bronkiolitis atau peradangan akut

lainnya dan perangsangan atau iritasi gas yang terhisap. Sering factor

penyebabnya sudah tidak tampak lagi, tetapi akibatnya adalah emfisema bulla

yang tetap atau bertambah besar.

Gambaran radiologik berupa suatu kantong radiolusen di perifer lapangan

paru, terutama bagian apeks paru dan bagian basal paru dimana jaringan paru

normal sekitarnya akan terkompresi sehingga menimbulkan keluhan sesak nafas.

Page 16: document

16

Gambar . Emfisema Bulosa

5. Emfisema Kompensasi

Keadaan ini merupakan usaha tubuh secara fisiologik menggantikan

jaringan paru yang tidak berfungsi (atelektasis) atau mengisi toraks bagian paru

yang terangkat pada pneumoektomi.

6. Emfisema Senilis

Merupakan akibat proses degenerative org tua pada kolumna vertebra yang

mengalami kifosis di mana ukuran anterior-posterior toraks bertambah sedangkan

tinggi toraks secara vertical tidak bertambah, begitu pula bentuk diafragma dan

peranjakan diafragma tetap tidak berubah. Keadaan ini akan menimbulkan atrofi

septa alveolar dan jaringan paru berkurang dan akan diisi oleh udara sehingga

secara radiologic tampak toraks yang lebih radiolusen, corakan bronkovaskuler

yang jarang dan diafragma yang normal.

Page 17: document

17

Gambar . emfisema senilis

3.5 Etiologi

Merokok. Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat

hubungan yang erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi

paksa (FEV).(Nowak,2004)

 Keturunan. Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau

tidak pada emfisema kecuali pada penderita dengan enzim alfa 1-

antitripsin. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteoitik ysng sering

dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan

paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi

alfa 1-antitripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autosom

resesif. Orang yang sering menderita emfisema paru dalah penderita yang

memiliki gen S atau Z. Emfisema paru akan lebih cepat timbul bila

penderita tersebut merokok.

Infeksi. Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga

gejala-gejalanya pun menjadi lebih berat. Infeksi saluran pernafasan atas

pada seseorang penderita bronkhitis kronis hampir selalu menyebabkan

Page 18: document

18

infeksi paru bagian bawah, dan menyebabkan kerusakan paru bertambah.

Eksaserbasi bronkhitis kronis disangka paling sering diawali dengan

infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.

 Hipotesis Elastase-Antielastase. Di dalam paru terdapat keseimbangan

antara enzim proteolitik elastase dan antielastase agar tidak terjadi

kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara keduanya akan

menimbulkan kerusakan pada jaringan elastis paru. Struktur paru akan

berubah dan timbulah emfisema. Sumber elastase yang penting adalah

pankreas, sel-sel PMN, dan marofag alveolar (pulmonary alveolar

macrophage-PAM). Rangsangan pada paru antara lain oleh asap rokok

dan infeksi menyebabkan elastase bertambah banyak. Aktivitas sistem

antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1-protease-inhibitor terutama enzim

alfa 1-antitripsin menjadi menurun. Akibat yang ditimbulkan karena tidak

ada lagi keseimbangan antara elastase dan antielastase akan menimbulkan

kerusakan jaringan elastis paru dan kemudian emfisema. 

3.6 Gejala Klinis

Kesulitan bernapas sehingga terjadi hiperinflasi paru yang akan

menyebabkan diafragma terdorong dan menyebabkan kesulitan bernapas

dan otot-otot pernapasan tambahan akan digunakan, seperti muskulus

sternokleidomastoideus, muskulus interkosatalis internus, dan lainnya.

Kapasitas difusi paru menurun sehingga menyebabkan hipoksemia dan

selanjutnya terjadi hipoksia. Udara pernapasan yang tertahan

menyebabkan PaCO2 meningkat, terjadi asidosis respiratoris.

3.7 Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi

pernapasan serta penggunaan obat bantu napas. Pada inspeksi, klien biasanya

tapak mempunyai bentuk dada barrel chest(akibat udara yang terperangkap),

penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan

abnormal tidak efektif dan penggunaan otot-otot bantu napas

Page 19: document

19

(sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas

bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi.

Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam

mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.

Palpasi

Ekspansi meningkat dan taktil femitus biasanya menurun.

Perkusi

Didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma

menurun.

Auskultasi

Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat

beratnya obstruksi pada bronkhiolus.

3.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Chest X-Ray: dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened

diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda

vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular

(bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)

2. Pemeriksaan Fungsi Paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dari

dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi

atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi

efek dari terapi, misal: bronchodilator.

3. TLC: meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma,

menurun pada emfisema.

4. Kapasitas Inspirasi: menurun pada emfisema.

5. FEV1/FVC: ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan

kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.

6. ABGs: menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun

dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi

seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis

respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau

asthma).

Page 20: document

20

7. Bronchogram: dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi,

kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar

mukus (bronchitis).

8. Darah Komplit: peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan

eosinofil (asthma).

9. Kimia Darah: alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang

pada emfisema primer.

10.Sputum Kultur: untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi

patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau

allergi.

11.ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial

disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi

(bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema).

12.Exercise ECG, Stress Test: menolong mengkaji tingkat disfungsi

pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator,

merencanakan/evaluasi program.

3.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan utama pada klien emfisema adalah meningkatkan kualitas

hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi

saluran napas agar tidak terjadi hipoksia. Pendekatan terapi mencakup :

Pemberian terapi untuk  meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja

napas

 Mencegah dan mengobati infeksi 

Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatlan ventilasi paru

Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi

pernapasan yang adekuat

 Dukungan psikologis

 Edukasi dan rehabilitasi klien

Page 21: document

21

Penatalaksanaan Medis

Jenis obat yang diberikan berupa :

Bronkodilator. Terdapat dua jenis bronkodilator yaitu simpatomimetik

(adrenergik) dan senyawa xanthine. Bronkodilator ini bekerja pada tempat

yang berbeda dan tampaknya bekerja secara sinergis bilamana digunakan

bersama-sama. Obat-obatan adrenalik yang bekerja pada beta 2 yang

terletak pada otot polos saluran nafas memiliki efek samping terhadap

jantung yang lebih kecil daripada obat-obatan golongan beta 1 yang

memiliki reseptor myokardium.

Terapi aerosol, Terapi aerosol membantu mengencerkan sekresi sehingga

dapat dibuang. Tindakan terapi aerosol harus diberika sebelum waktu

makan untuk memperbaiki ventilasi paru dan dengan demikian

mengurangi keletihan yang menyertai aktivitas makan.

Kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid tetap kontroversial dalam

pengobatan emfisema. Kortikosteroid digunakan untuk melebarkan

bronkhiolus yang membuang sekresi setelah tindakan lain tidak

menunjukkan hasil. Prednison biasanya diresepkan. Dosis disesuaikan

untuk menjaga klien pada dosis yang serendah mungkin. Efek samping

jangka pendek termasuk gangguan gastrointestinal dan peninkatan nafsu

makan. Pada jangka panjang, klien mungkin mengalami ulkus

peptikum,osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid, dan pembentukan

katarak.

Oksigenasi. Terapi oksigenasi dapat meningkatkan kelangsungan hidup

pada klien emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi

oksigen rendah untuk meningkatkan PaO2 hingga antara 65 dan 80 mmHg.

Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya 16 jam per hari, dengan

24 jam lebih baik. Modalitas ini dapat menghilangkan gejala-gejala klien

dan memperbaiki kulaitas hidup klien.

Page 22: document

22

3.10 KOMPLIKASI

Pada tahap akhir penyakit, sistem eliminasi karbon dioksida mengalami

kerusakan. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam

darah arteri (hiperkapnea) dan menyebabkan asidosis respiratorik. Karena dinding

alveolar terus mengalami kerusakan, maka jaringan kapiler pulmonal berkurang.

Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk

mempertahankan tekanan darah (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasi

emfisema.terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena

jugularis, atau nyeri apada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.

Page 23: document

23

BAB IV

PEMBAHASAN

Hasil foto thoraks AP menunjukkan ada pembesaran dari jantung. Karena bayangan ukuran jantung yang membesar dengan CTR > 50%,

A+B/C= (2.5 + 11.5) /27x 100%= 52%

Menurut teori, pada emfisema akan didapatkan gambaran jantung yang

memanjang ataupun seperti teardrop. Dikarenakan adanya pembesaran jantung, maka

gambaran ini tak terlihat.

Pada foto toraks AP tersebut kedua paru hyperaerasi dengan

branchovasculer pattern tak meningkat dan tampak melurus. Hal ini dikarenakan

aerasi paru yang bertambah pada seluruh paru atau lobaris ataupun segmental,

B

A

C

Page 24: document

24

sehingga akan menghasilkan bayangan lebih radiolusen, sehingga corakan

jaringan paru tampak lebih jelas selain vascular paru yang relatif jarang.

Sinus costophrenicus masih tajam, dan diaphragma berbentuk dome shape.

Pada teori, pada emfisema seharusnya didapatkan diafragma yang mendatar dan

sinus costofrenicus yang mendatar. Hal ini dikarenakan adanya penambahan

ukuran paru vertical yang menyebabkan diafragma letak rendah dengan bentuk

diafragma yang datar dan peranjakan diafragma berkurang pada pengamatan

Kesimpulan foto toraks AP dengan Cardiomegali dengan Emphysematous

Lung.

Page 25: document

25

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Emfisema adalah suatu keadaan dimana paru lebih banyak berisi udara,

sehingga ukuran paru bertambah, baik anterior-posterior, maupun ukuran paru

secara vertical kearah diagfragma. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada

emfisema adalah pemeriksaan fisik dan radiologi. Pemeriksaan foto thorax sangat

membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit

paru lain.

Penatalaksanaan penderita emfisema perlu dilakukan penilaian awal yang

teliti mengenai tingkat perjalanan penyakit, lamanya gejala, adanya gangguan faal

obstruksi jalan nafas dan derajat obstruksi. Penatalaksanaan selalu mencakup

suatu pengobatan yang terarah  dan rasional, bukan semata-mata pengobatan

medika mentosa. Mengusahakan penghentian merokok harus diusahakan

semaksimal mungkin dan secara terus-menerus. Prinsip pengobatan terdiri dari

usaha pencegahan, mobilisasi dahak yang lancar, memberantas infeksi yang ada,

mengatasi obstruksi jalan nafas, mengatasi hipoksemia pada keadaan dengan

gangguan faal yang berat, fisioterapi dan rehabilitasi dengan tujuan memperbaiki

kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup.

5.2 Saran

Bila ditemukan gejala emfisema segera periksakan ke dokter agar penyakit

tidak bertambah parah dan mengganggu aktifitas.

Page 26: document

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and

Related Anatomy, Fifth Edition. USA : CV. Mosby, Company

2. Djojodibroto, R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Madicine). Jakarta.

EGC

3. Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC.

4. Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook of

Imaging, second edition, Churchil Livingstone, page :122.

5. Harrison : Prinsip Prinsip  Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga,

Jakarta 20003, hal :1347-1353.

6. Kurt J. et.,2000 Al, dalam Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih

Bahasa: Ahmad H. Asdie, Vol. 3, EGC , Jakarta.

7. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. Balai Penerbit FK

UI : Jakarta.

8. Scanlon VC, Sanders T. 2007. Essential of anatomy and physiology. 5th ed.

US: FA Davis Company.

9. Van de Graaf KM. 2001. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill

Companies.