Variasi Tekanan Dan Suhu Pada Proses Purifikasi Etanol ...
Post on 03-Nov-2021
11 Views
Preview:
Transcript
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
262
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
Variasi Tekanan Dan Suhu Pada Proses Purifikasi Etanol
Menggunakan Membran Komposit Poly Ether Sulfone Pada
Proses Pervaporasi Membran
Yusuf Hendrawan*, Anang Lastriyanto, Bambang Dwi Argo, Oktaria Eka Y.
Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis Korespondensi, Email: yusuf_h@ub.ac.id
ABSTRAK
Proses pervaporasi (PV) dalam rangka pemurnian etanol merupakan teknologi yang
menjanjikan dan sedang berkembang pesat. Hal ini didukung dengan berbagai kelebihan yang
dimiliki oleh pervaporasi yakni: tidak membutuhkan bahan kimia tambahan, proses lebih
sederhana, serta tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Tujuan dari penelitiaan ini adalah
untuk menentukan kondisi operasi optimal dalam proses pemurnian etanol menggunakan
membran komposit poly-ether-sulfone dengan coating 3% alginat-3% kitosan. Penelitian ini
menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) 2 faktorial 3 kali perulangan, faktor
pertama variasi yaitu temperatur pre-heating bagian feed terdiri dari 63.64, 67.83, dan 72.01oC.
Faktor kedua yaitu tekanan downstream yang terdiri dari 41.325, 46.325, 51.325 absolut kPa.
Hasil konsentrasi pada feed dan fluks permeat akan dianalisa menggunakan ANOVA. Proses
yang berjalan selama 40 menit dengan sistem batch dan konsentrasi umpan etanol sebesar
68.05%(w/t). Hasil percobaan menunjukkan konsentrasi etanol tertinggi didapatkan pada
kondisi operasi pre heating feed 72.01oC dan tekanan downstream sebesar 51.325 Absolut kPa
dengan konsentrasi etanol sebesar 82.84%(w/t). kondisi terbaik akan dikontrol menggunakan
membran komposit non coating dan dihasilkan kenaikan konsentrasi etanol pada bagian permeat
sebesar 76.34%(w/t). Namun performansi membran komposit poly ether sulfone dengan coating
3% alginate-3% kitosan ini belum mampu dalam memisahkan campuran azeotrop etanol-air.
Kata kunci: Etanol, Fluks, Membran Poly Ether Sulfone, Pervaporasi
Various Of Pressure and Temperature In Ethanol
Purification Using Composite Membrane Poly Ether
Sulfone In Membrane Pervaporation System
ABSTRACT
Pervaporation (PV) is one of the ethanol purification technology, it was promising technology
developing by the advantages: no need any chemical additive in the process, simple process,
and did not caused environtmental damage. This research aimed to determine the optimal
operating conditions in the process of purification ethanol using composite membrane poly
ether sulfone modified by 3% alginate-3% chitosan solution coating. This experimental method
used Randomized Block Design (RBD) with two factorials done by 3 times lopping. The first
variation factor was pre-heating temperature which consist of 63.64, 67.83 and 72.01oC, the
second factor was downstream pressure which consist of 41.325, 46.325 and 51.325 abs kPa.
The result of feed concentration and permeate flux will be analized by using ANOVA. The
operating process of this experimental was batch system during 40 min. Ethanol feed
concentration which used was 68.05%(w/t), the experimental shows the highest ethanol
concentration increased up to 82.84%(w/t) at the best operating condition of pre-heating
temperatur at 72.01oC and downstream pressure at 51.325 absolute kPa. To knowing the effect
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
263
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
of modification membrane by coating, ethanol purification done on the best operating condition
and the same feed concentration using membrane composite non coating and the concentrastion
increased up to 76.34% (w/t), but the performance of the composite membrane poly ether
sulfone with coating 3% alginate-3% chitosan doesn’t capable in separating ethanol water
mixture azeotrope.
Key words: Composite Membrane Poly Ether Sulfone, Ethanol, Flux, Pervaporati
PENDAHULUAN
Energi merupakan salah satu issue utama dan menjadi topik yang sangat penting
dalam keberlangsungan kehidupan di suatu negara. Kenyataan bahwa cadangan sumber
energi fosil dunia sudah semakin menipis akan berakibat pada krisis energi dan
berimbas pada terganggunya pertumbuhan perekonomian dunia, disamping itu
pengggunaan energi fosil juga telah disadari menyumbang emisi gas kaca yang
mengakibatkan keasaman perairan meningkat yang berujung pada kerusakan
lingkungan (Teresa et al., 2010). Oleh sebab itu dibutuhkan energi alternatif baru yang
mampu mencukupi atau paling tidak dapat menghemat penggunaan energi dari bahan
bakar fosil (Nurfiana et al., 2009).
Etanol merupakan sumber energi alternatif yang sangat potensial digunakan
sebagai pengganti bahan bakar fosil . Sebelum dapat digunakan sebagai bahan bakar,
proses pemisahan dan pemurnian etanol (dehidrasi) merupakan salah satu langkah
penting yang harus dilalui, karena etanol hasil fermentasi hanya memiliki kemurnian
kurang dari 10% (Uragami, 2005), sementara untuk dapat dimanfaatkan menjadi
pencampur bahan bakar fosil, etanol ini harus memiliki kadar kemurnian tertentu, yakni
sebesar 95-96% sedangkan apabila etanol digunakan sebagai bahan bakar harus
memiliki kemurnian sebesar 99,5% (Unlu, 2013). Teknologi yang telah banyak
digunakan pada tahap ini adalah distilasi konvensional, namun etanol yang dihasilkan
kemurniannya maksimal hanya mencapai 95% karena terbentuknya campuran azeotrop
antara etanol dan air (Uragami, 2005). Beberapa metode telah diusulkan untuk
pemisahan campuran azeotrop etanol-air guna mendapatkan etanol dengan kemurnian
mendekati 100%. Distilasi ekstraksi dan distilasi absorben merupakan metode yang
banyak dikenal, kedua teknik tersebut telah terbukti mampu memisahkan campuran
azeotrop, tetapi prosesnya kurang kompetitif karena sangat komplek dan memerlukan
penambahan zat kimia (Kozaric et al., 1987). Salah satu proses pemisahan yang mulai
banyak diminati oleh pihak industri sebagai alternatif dari distilasi adalah pemisahan
menggunakan teknologi membran yang lebih dikenal dengan istilah pervaporasi.
Pervaporasi (PV) merupakan proses pemisahan menggunakan membran dengan
gaya dorong perbedaan tekanan menawarkan pemecahan masalah pemurnian etanol.
Kemampuan PV dalam memisahkan campuran azeotrop dengan proses yang sederhana
dan tanpa memerlukan penambahan zat kimia (Huang et al., 2007) menjadikan
teknologi ini aplikatif untuk dehidrasi etanol. Untuk banyak kasus, teknologi ini
memberikan keuntungan ekonomis yang lebih baik, terutama karena biaya instalasi dan
operasi yang rendah serta tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Spillman,
1989). Pervaporasi dapat diaplikasikan dalam proses dehidrasi pelarut dan pemisahan
campuran organik dan proses ini merupakan kombinasi dari proses permeasi membran
dan evaporasi, sehingga penelitian tentang pervaporasi untuk pemurnian etanol menjadi
energi terbarukan sangat menarik untuk dilakukan dan dikaji.
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
264
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : bahan utama penelitian
berupa etanol pro analysis dari PT. SMART LAB INDONESIA yang didapatkan dari
CV. Makmur Sejati-Malang, Membran komposit poly ether sulfone coating alginat-
kitosan dengan konsentrasi masing-masing sebesar 3% dibuat di Laboratorium Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya, Granule PES sebagai bahan membran komposit yang dibeli dari
www.goodfellow.com England. Bubuk Alginat dan Kitosan sebagai bahan baku utama
coating yang di peroleh dari CV. Panadia Laboratory, N-Metil-Pyrolydone sebagai
pelarut utama membran komposit diperoleh dari CV. Panadia Laboratory, Aquadest
sebagai pelarut etanol diperoleh dari CV. Panadia Laboratory dan air sebagai bahan
pendingin. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : seperangkat alat
Pervaporasi sederhana yang dibuat di Bengkel CV. Inovasi Anak Bangsa Universitas
Brawijaya, dimana alat tersebut terdiri dari dua buah Erlenmeyer merk pyrex dengan
volume 500mL sebagai feed tank dan permeate tank yang diperoleh dari CV. Panadia
Laboratory, Water Bath yang digunakan sebagai pemanas diperoleh dari CV. Panadia
Laboratory, Pompa Vakum Merk Rocker 300 yang diperoleh dari CV. Panadia
Laboratory, Kondensor, Statif, pompa sirkulator, Selang Penghubung, membrane
spacer serta module membrane.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimental Rancang Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktorial yang dilakukan 3
kali ulangan dan dianalisa menggunakan ANOVA serta pengaruh beda nyata dari
faktor-faktor tersebut akan diuji menggunakan BNT. Faktor pertama yakni tekanan
downstream yang terdiri dari 3 varasi yakni 41,325; 46,325 dan 51,325 abs kPa pada
sisi permeat, sedangkan faktor kedua yakni suhu pre heating pada bagian umpan yang
juga terdiri dari 3 variasi yakni 63,64; 67,83 dan 72,01oC. pemilihan variasi tekanan
downstream dan suhu pre heating merupakan hasil dari berbagai studi literatur serta
penelitian pendahuluan dan telah disesuaikan dengan penggunaan membran dalam
penelitian. Berikut merupakan tabel perlakuan yang digunakan dalam penelitan ini.
Tabel 1. Variasi Perlakuan Penelitian
P
(Tekanan Downstream)
T Suhu pre-heating (oC)
T1
63.64
T2
67.83
T3
72.01
P1 41.325 kPa P1T1 P1T2 P1T3
P2 46.325 kPa P2T1 P2T2 P2T3
P3 51.325 kPa P3T1 P3T2 P3T3
Persiapan Sampel
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah etanol (Pro-Analysis) P.A dari
P.T SMART LAB INDONESIA dengan kemurnian sebesar 99.7% yang diperoleh dari
CV. Makmur Sejati. Selanjutnya dilakukan proses pengenceran pada sampel
menggunakan rumus M1V1=M2V2 sehingga diperoleh rerata kadar sampel sebesar
68,05% (w/t) sebanyak 200mL.
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
265
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
Perangkaian Alat Pervaporasi
Setelah sampel siap, alat pervaporasi yang akan digunakan dilakukan perangkaian
dengan selang dan alat penghubung lainnya, Gambar rangkaian alat Pervaporai yang
digunakan dalam percobaan dapat dilihat pada Gambar 1. dibawah ini. Selanjutnya
menyiapkan air sebanyak 4 Liter sebagai media perantara panas pada water bath untuk
memanaskan sampel pada feed tank, air dimasukkan dan suhu pada water bath
disetting sesuai dengan suhu yang diinginkan. Berikutnya, membran yang akan
digunakan sebagai media pemurnian etanol ditimbang terlebih dahulu massa awalnya
menggunakan neraca analitik kemudian dirangkai pada modul membran dengan
membrane spacer dan direkatkan menggunakan jepitan dengan samping modul
membran ditutup menggunakan lakban serta plastisin untuk mengantisipasi terjadi
kebocoran saat proses berlangsung.
Setelah semua komponen alat dirangkai dan suhu waterbath disetting sesuai
dengan suhu yang diinginkan, dilakukan tes kebocoran dengan menyalakan pompa
vakum. Indikator bahwa pada rangkaian tidak terjadi kebocoran adalah manometer
pada pompa vakum telah melebihi pada angka 65kPa (pressure gauge). Berikutnya
sampel sebanyak 200mL dituangkan kedalam feed tank dan ditutup rapat kemudian
dimasukkan kedalam water bath. Feed tank yang telah ditutup rapat diberikan plastisin
pada sela-sela atas untuk menghindari kebocoran dan kehilangan massa pada saat
proses pre-heating.
Sampel yang telah dimasukkan kedalam feed tank kemudian ditunggu hingga
keadaan batas uap yang ditandain dengan terbentuk uap pada dinding feed tank
selanjutnya dinyalakan pompa vakum dan diatur sesuai dengan tekanan yang
diharapkan. Setelah manometer pada pompa vakum mencapai tekanan yang
diharapkan, dinyalakan stopwatch selama 40 menit. Proses yang berjalan secara batch
(continue) selama 40 menit.
Gambar 1. Rangkaian Alat
Spesifikasi Membran dan Modul Membran
Membran yang digunakan dalam penelitian ini merupakan membran Komposit
Poly ether sulfone (PES) yang dicoating menggunakan Alginat 3%-Kitosan 3%
berbentuk flat sheet, dimana pemilihan membran ini sesuai dengan hasil terbaik dari
penelitian sebelumnya oleh Rahmi (2017). PES yang digunakan dibeli secara online
melalui goodfellow.com, Inggris Raya dengan spesifikasi ukuran 3mm dengan
penampakan berbentuk granule bening keruh yang di larutkan kedalam NMP (N-Metil-
Pyrolydone). Membran ini digunakan sebagai bagian penyokong, selanjutnya membran
penyokong dilakukan proses coating menggunakan larutan alginat-kitosan dengan
konsentrasi pelarut masing-masing sebesar 3% sehingga didapatkan hasil akhir
membran komposit Poly ether sufone alginate-kitosan dengan spesifikasi rerata
ketebalan sebesar 1.62-2.34mm dan rerata ukuran pori hasil SEM sebesar 4.33-6.73µm.
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
266
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
Spesifikasi modul membran yang digunakan terbuat dari akrilik bening berukuran
170x90x40mm dengan ketebalan dinding bahan 10mm sehinga memiliki luasan aktif
module membrane sebesar 150x70mm. Modul membrane dilengkapi dengan 1 input
untuk mengalirkan feed menuju membran dan 2 output untuk mengalirkan permeat
menuju downstream serta untuk retentate.
Pengukuran Kadar Etanol
Pengukuran kadar etanol dilakukan dengan menggunakan metode massa jenis,
dimana etanol pada bagian permeat, retentate serta feed setelah proses berlangsung
akan dihitung kadarnya, rumus yang digunakan dalam perhitungan massan jenis seperti
yang ada di bawah ini:
Keterangan:
: berat jenis larutan (g/ml)
m : massa (g)
v : volume piknometer (ml)
Etanol tersebut akan diukur suhunya menggunakan termometer selama 15 detik.
Massa serta suhu hasil pengukuran etanol akan di cocokkan serta diinterpolasi pada
tabel massa jenis etanol “Perry’s Chemical Engineering Book” sehingga akan
didapatkan kadar etanol dengan kemurnian yang akurat.
Pengukuran fluks Massa Permeat
Pengukuran Fluks Massa permeat menggunakan rumus dibawah ini, dimana pada
penelitian ini dilakukan selama 40menit dalam sistem batch.
Dimana:
J = Fluks (kg/m2.jam)
m = Massa permeat (kg)
A = Luas penampang membran (m2)
t = Waktu permease (jam)
Pengukuran derajat Swelling Membran
Derajat swelling merupakan suatu kemampuan membran dalam menyerap suatu
bahan atau kemampuan menggelembung, dalam penelitian ini derajat swelling
membran diukur dengan cara menimbang massa membran sebelum digunakan dalam
proses purifikasi, massa membrane setelah digunakan dalam proses dengan rumus
penentuan derajat swelling ada di bawah ini:
Keterangan:
: massa awal (gram)
m2 : massa akhir (gram)
Pengukuran Selektivitas Membran
Selektivitas membran merupakan suatu kemampuan membran dalam melewatkan
zat tertentu. Selektivitas ini dapat diukur dengan menggunakan rumus dibawah ini:
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
267
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
Keterangan:
: Fraksi komponen uap air
yb : Fraksi komponen uap etanol
xa: Fraksi komponen cairan air
xb: Fraksi komponen cairan etanol
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi etanol bagian Permeat
Berdasarkan yang ditunjukkan pada Gambar 2. hasil tersebut maka kemurnian
tertinggi sebesar 82.84%(w/t) diperoleh dari variasi kondisi operasi pemanasan dengan
suhu pre heating sebesar 72.01oC dengan tekanan pada bagian downstream disetting
sebesar 51.325 Absolut kPa. Seluruh data tersebut berasal dari 3 ulangan yang telah
dilakukan perhitungan rerata.
Gambar 2. Konsentrasi Etanol pada Permeat
Hasil penelitian dapat dilihat pada grafik, dimana nilai konsentrasi etanol pada
bagian permeat menunjukkan hasil yang fluktuatif, hal ini mungkin disebabkan akibat
perbedaan ketebalan membran serta kondisi dan suhu lingkungan pada saat pengukuran
kadar etanol. Sedangkan pada saat pre-heating dengan suhu 72.01oC dengan
menurunkan tekanan menjadi 46.325 dan 41.325 Absolut kPa kemurnian etanol pada
sisi permeat mengalami penurunan hal ini dapat disebabkan karena free volume pada
membran mengalami perbesaran seiring dengan berkurangnya tekanan pada bagian
downstream sehingga menyebabkan banyak molekul air yang lolos dan mengakibatkan
penurunan kemurnian etanol yang dihasilkan (Wahyuni, 2012).
Sesuai dengan pernyataan Franken (1990) yang mengatakan bahwa temperatur
pada proses pervaporasi yang digunakan untuk memperbesar driving force harus berada
diantara 70-100oC untuk daerah feed dan temperatur pada bagian permeat harus pada
range 20-50oC agar dihasilkan performasi yang terbaik pada proses pervaporasi.
Volume Etanol pada bagian Permeat
Berbeda dengan volume permeat yang dihasilkan, dimana volume rerata yang
ditunjukkan pada tabel dapat dilihat kecenderungan terjadinya penambahan volume
seiring sengan bertambahnya suhu pre heating dan penurunan tekanan downstream.
Pengaruh temperatur dan tekanan downstream pada volume permeat dapat dilihat pada
Gambar 3. dibawah ini:
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
268
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
Gambar 3. Volume Etanol pada bagian Permeat
Berdasarkan analisa sidik ragam dapat terlihat bahwa nilai faktor perlakuan pada
tekanan (P) cukup signifikan dengan nilai F hitung sebesar 25.939 lebih besar
dibadingkan dengan F tabel yakni sebesar 3.63 untuk 5% dan sebesar 6.23 untuk
standar deviasi sebesar 1%.
Dari percobaan ini maka dapat disimpulkan bahwa variasi temperatur pada bagian
feed dan tekanan pada bagian downstream akan berkesinambungan dalam menyediakan
free volume sehingga akan lebih mudah melewatkan fluida pada membran dan
menghasilkan volume yang terus meningkat. Kenaikan volume pada bagian permeat ini
pula cenderung berbanding tebalik dengan kemunian dari etanol yang dihasilkan karena
semakin banyak volume rendemen yang dihasilkan maka kemurnian akan semakin
berkurang akibat selektivitas pada membran mengalami penurunan (Franken, 1990).
Kadar Etanol pada bagian Retentate
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa terjadi tren penurunan kadar etanol
seiring dengan bertambahnya suhu pre heating pada feed dan rendahnya tekanan pada
sisi downstream. Hal ini dapat terjadi akibat terjadinya pembesaran free volume pada
pori-pori membran yang digunakan sehingga molekul air akan lebih mudah lolos dan
berakibat pada penurunan kadar etanol. Pada kondisi tekanan downstream sama dan
suhu pemanasan feed divariasikan, maka semakin tinggi suhu pre heating pada feed
akan menurunkan kadar etanol. Kemudian pada saat suhu pre heating feed sebagai
variabel tetap sedang tekanan downstream divariasikan, dapat dilihat pula terjadi
penurunan kemurnian etanol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variasi tekanan
downstream dan temperatur pre heating pada feed akan berpengaruh terhadap
penurunan kadar etanol pada retentate.
Gambar 4. Kadar Etanol Retentate
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
269
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
Volume Retentate
Pada Gambar 5 dapat dlihat pengaruh variasi suhu pre heating pada feed dan
tekanan pada permeat terhadap volume retentate. Dari grafik tersebut terlihat bahwa
jumlah volume retentate yang dihasilkan cukup fluktuatif, hal ini disebabkan akibat
membran yang digunakan memiliki ketebalan yang tidak seragam sehingga
menghasilkan derajat swelling yang berbeda pula, derajat swelling merupakan
kemampuan suatu membran menyimpan cairan di dalam lapisan tipis, lapisan tersebut
mengisi free volume yang terdapat pada membran sehingga berpengaruh terhadap
volume retentate yang dihasilkan. Perbedaan ketebalan membran ini dapat diakibatkan
saat penuangan cairan PES-NMP pada pembuatan membran penyokong, permukaan
meja yang digunakan pada saat pembuatan membran berubah sehingga dihasilkan
ketebalan yang tidak seragam, selanjutnya saat proses coating pada membran tray oven
yang digunakan pun tidak rata dan pemanasan dari dalam oven yang tidak seragam
sehingga dapat mengakibatkan ketebalan membran yang berbeda dan derajat swelling
yang berbeda pula.
Gambar 5. Volume Retentate
Penurunan konsentrasi etanol pada bagian Feed
Pada Gambar 6. dapat dilihat pengaruh variasi suhu pre heating pada feed dan
tekanan downstream terhadap penurunan konsentrasi pada feed setelah proses
berlangsung. Terlihat pada grafik tersebut bahwa terjadi penurunan kadar etanol pada
feed setelah terjadinya pemanasan, hal ini dikarena etanol memiliki massa jenis yang
lebih ringan dibandingkan dengan air sehingga memiliki kemampuan untuk menguap
lebih cepat, sedangkan air tetap tertinggal, sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah
atau konsentrasi etanol yang terdapat didalam feed dan menyebabkan kadar etanol
dalam feed berkurang. Secara rata-rata pada kenaikan suhu dan tekanan akan
berpengaruh terhadap penurunan kadar etanol dalam feed setelah terjadinya proses.
Gambar 6. Penurunan konsentrasi etanol pada bagian Feed
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
270
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
Penurunan volume pada bagian Feed
Pada Gambar 7. dapat dilihat pengaruh variasi suhu pemanas pada feed dan tekanan
downstream terhadap volume etanol pada feed setelah proses berlangsung, dapat dilihat
bahwa semakin besar suhu dan tekanan yang digunakan dalam sistem akan
berpengaruh pada penurunan volume pada feed setelah proses berlangsung, hal ini
berbanding terbalik dengan jumlah permeat yang dihasilkan, semakin besar suhu dan
tekanan yang digunakan maka volume permeat akan semakin besar. Hal ini dapat
terjadi akibat terjadinya pelebaran free volume pada membran yang menyebabkan
fluida dapat melewati membran dengan mudah menuju permeate tank yang
menyebabkan volume pada feed tank berkurang akibat terjadi perpindahan fluida ke
permeate tank
Gambar 7. Penurunan volume pada bagian Feed
Pengaruh variasi tekanan dan suhu terhadap nilai fluks
Gambar 8. menunjukkan pengaruh variasi suhu pemanas pada feed dan tekanan
downstream terhadap fluks yang dihasilkan selama proses berlangsung. Dari nilai fluks
yang disajikan pada gambar diatas dapat dilihat bahwa seiring dengan terjadinya
kenaikan suhu pre heating pada bagian feed dan berkurangnya tekanan absolut pada
bagian downstream akan berakibat pada bertambahnya fluks yang dihasilkan pada
bagian permeat. Berdasarkan analisa sidik ragam terlihat bahwa nilai faktor perlakuan
pada tekanan (P) cukup signifikan dengan nilai F hitung sebesar 26.768 lebih besar
dibandingkan dengan F table yakni sebesar 3.63 untuk 5% dan sebesar 6.23 untuk
standart deviasi sebesar 1%.
Gambar 8. Nilai Fluks pada Permeat
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
271
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
Dari hasil ANOVA tersebut dilakukan uji BNT untuk mengetahui pengaruh
perbedaan dari tiap variasi tekanan yang digunakan, dari hasil uji BNT bahwa variasi
tekanan yang diberikan pada bagian downstream berpengaruh terhadap penambahan
fluks pada bagian permeat. Hal ini sesuai dengan teori free volume bahwa semakin
tinggi suhu pre heating dan penurunan tekanan downstream akan berakibat pada
membukanya pori-pori membran yang berakibat pada ketersediaan free volume yang
lebih besar sehigga memudahkan suatu zat untuk melewatinya.
Pengaruh tekanan dan suhu operasi terhadap derajat swelling pada membrane
Pada Gambar 9. dapat dlihat pengaruh variasi suhu pemanas pada feed dan tekanan
pada permeat terhadap derajat swelling membran selama proses berlangsung. Dari hasil
penelitian ini pada tekanan operasi 51.325 Absolut kPa dengan suhu pemanasan
dilakukan variasi terlihat tren yang semakin naik, hal ini terjadi akibat membran
menyerap air dengan kuantitas yang terus meningkat. Dalam kasus ini dapat
dihubungkan dengan kemurnian sisi permeat tertinggi yakni pada kondisi operasi
72.01oC/51.325 absolut kPa dengan derajat swelling tertinggi pula, coating membran
berupa alginat dan kitosan memiliki sifat hidrofilik (kecenderungan menyerap air) pada
saat derajat swelling tertinggi artinya banyak air yang terperangkap dalam membran
sehingga proses pemurnian lebih optimal.
Namun secara keseluruhan diagram yang ditunjukkan pada Gambar 9.
menunjukkan nilai swelling secara fluktuatif, hal ini dapat juga terjadi akibat waktu
penimbangan membran yang tidak seragam sehingga terjadi kehilangan zat cairan pada
membran, tebal coating membran yang tidak rata, serta kesalahan teknis lainnya yang
dapat terjadi selama penelitian berlangsung.
Gambar 9. Nilai derajat swelling membran
Pengaruh tekanan dan suhu operasi terhadap Selektivitas Membran
Pengaruh temperatur dan tekanan terhadap selektivitas membran ditujukkan pada
Gambar 9 dibawah ini. Nilai selektivitas akan naik sebanding dengan kenaikan
temperatur operasi dan selanjutnya akan mengalami penurunan kembali. Semakin
tinggi temperatur umpan yang melewati membran, maka akan menyebabkan fluks pada
sisi permeat meningkat, hal ini juga pada akhirnya akan mempengaruhi sifat fisik pada
material membran menjadi bersifat plastis, dan akan menyebabkan penurunan tingkat
selektivitas, sehingga banyak molekul air yang ikut tersaring dan mengakibatkan
penurunan konsentrasi pada permeat (Wahyuni, 2012).Seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 10 dibawah ini terjadi penurunan nilai selektifitas secara periodik suhu operasi
63.64oC, 67.83oC dan 72.01oC.
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
272
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
Franken (1990) dalam penelitiannya yang berjudul “Pervaporation Process using a
Thermal Gradient as The Driving Force” didapatkan kenaikan fluks seiring dengan
bertambahnya suhu operasi pemanasan pada bagian feed, dan nilai fluks akan
berbanding terbalik dengan selektivitas pada membran yang digunakan.
Gambar 10. Konsentrasi Etanol pada Permeat
Pemisahan campuran azeotrope etanol-air
Etanol membentuk sistem azeotrop dengan air pada konsentrasi etanol sebesar
95.5% (w/t). Pada konsentrasi ini campuran etanol-air tidak dapat dipisahkan dengan
proses distilasi biasa. Oleh karena itu, pada proses pervaporasi kali ini setelah di
dapatkan kondisi optimum pada variasi temperatur pre heating dan tekanan
downstream maka dilakukan uji kinerja performansi membran komposit Poly Ether
Sulfone dengan coating alginat-kitosan.
Dalam percobaan ini dilakukan pervaporasi campuran etanol air dengan
konsentrasi etanol sebesar 85.5490% (w/t) sebagai pembanding. Perbandingan ini
dilakukan untuk meneliti kinerja membran komposit Poly Ether Sulfone dengan
coating alginate-kitosan dalam pemisahan campuran azeotrop etanol-air. Dari hasil
penelitian yang dilakukan menggunakan konsentrasi etanol pada feed sebesar
85.55%(w/t) yang dilakukan proses pemurnian dengan pervaporasi pada kondisi
operasi T= 72.01oC dan tekanan downstream dikondisikan sebesar 51.325 Absolut kPa,
diperoleh hasil kemurnian etanol pada bagian permeat sebesar 92.5219% (w/t), terjadi
kenaikan kadar etanol pada bagian permeat sebesar 6.9729% (w/t) dan dalam hal ini
kinerja membran komposit poly ether sulfone dengan coating alginate-kitosan belum
berhasil dalam proses pemisahan campuran azeotrop etanol-air seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 10 dibawah ini.
Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Pratiwi (2011) dalam
penelitiannya yang berjudul Pembuatan Membran Komposit Pervaporasi berbasis
Polyether Sulfone-Biopolimer untuk Dehidrasi Bioetanol, Pratiwi (2011) menggunakan
umpan berupa bioetanol dengan konsentrasi sebesar 94.34% dan dihasilkan kenaikan
konsentrasi etanol tertinggi mencapai 99.30%. Hal ini dapat saja terjadi akibat pori-pori
permukaan membran yang masih terlalu besar dalam proses pemisahan campuran
azeotrop etanol-air oleh membran komposit PES-alginat-kitosan, sesuai dengan Keane,
et al (2007) yang mengatakan bahwa kenaikan permeabilitas berdampak pada
penurunan selektivitas hal tersebut terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh
Pratiwi (2011) bahwa kadar etanol terbaik pada uji pervaporasi diperoleh pada
penggunaan PES-Kitosan yang dibuat dengan konsentrasi larutan kitosan 2,5% dan
kuantitas coating 3x.
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
273
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
Gambar 11. Pemisahan campuran Azeotrop etanol-air
KESIMPULAN
Kondisi operasi proses terbaik adalah pada suhu pre heating sebesar 72.01 oC dan
tekanan downstream sebesar 41.325 absolut kPa yang menghasilkan kemurnian etanol
sebesar 82.84%(w/t) dari konsentrasi feed sebesar 68.05%(w/t). Kenaikan konsentrasi
etanol terendah terjadi pada kondisi operasi suhu pre heating sebesar 67.83oC dan
tekanan downstream sebesar 46.325 absolut kPa yang menghasilkan kemurnian etanol
pada bagian permeat sebesar 77.41% (w/t). Nilai fluks tertinggi didapatkan pada saat
kondisi operasi pre heating sebesar 72.01oC dan tekanan downstream sebesar 41.325
abs kPa. Dimana hal ini sesuai dengan hipotesa bahwa semakin tinggi suhu pre heating
yang digunakan dan semakin rendahnya tekanan vakum maka fluks yang dihasilkan
akan semakin banyak, berbanding terbalik dengan nilai selektivitas membran.
Dilakukan uji performansi membran komposit poly ether sulfone dengan coating 3%
alginat-3% kitosan pada pemisahan campuran azeotrop etanol-air pada kondisi operasi
terbaik dengan konsentrasi etanol pada feed sebesar 85.55%(w/t) dan diperoleh
kenaikan kemurnian etanol pada bagian permeat sebesar 92.52%(w/t) sehingga dapat
disimpulkan bahwa membran komposit poly ether sulfone dengan coating 3% alginat-
3% kitosan ini belum mampu dalam memisahkan campuran azeotrop etanol-air.
Semakin tinggi suhu dan tekanan operasi pada pervaporasi akan berbanding lurus
terhadap volume pada permeat yang dihasilkan, namun hal ini akan berbanding terbalik
dengan volume feed sisa setelah operasi berlangsung dan selektivitas membran.
DAFTAR PUSTAKA
Franken, A, C, N., Mulder, M, H, V., Smolders, C, A. 1990. Pervaporation Process
using a Thermal Gradient as The Driving Force. Journal of Membran Science 53 (1990) Departement of Chemichal Engineering University of Twente: The Netherlands. 127-141
Huang, S, H, Lin, W, L, Liaw, D, J, Li, C, L, Kao, S, T, Wang, D, M, Lai, J, Y. 2008. Characterization, Transport and Sorption Properties of Polythiol Ester Amide Thin-Film Composite Pervaporation Membranes. Journal of Membrane Science, 322(1), 139-145
Keane, D., Eoin, F., Michael, M. 2007. Preparation of Polymer-Based Membrane for Dehydration of Ethanol by Pervaporation. Environmental Protection Agency STRIVE Programme 2007-2013. STRIVE Report Series. No 50:1-37
Kozaric, N, Farkas, A, Salim, H, Mayer, O. 1987. Ethanol. In Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Vol. A.9. Tokyo: VCH. 615-630
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 4 No. 3, September 2016, 262-274
274
Variasi Tekanan dan Suhu – Yusuf hendrawan dkk
Nurfiana, F, Mukaromah, U, Jeannisa, V, C, Putra, S. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Biji Durian sebagai Sumber Energi Alternatif. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nulir: Yogyakarta 5 November 2009
Pratiwi, M, A. 2011. Pembuatan Membran Komposit Pervaporasi berbasis Polyether Sulfone-Biopolimer untuk Dehidrasi Bioetanol. Tesis. Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro: Semarang
Punyalina, Alexnadra Yu. Polotskaya, Galina A. Veremeychik, Kseniya Yu. Goikhman, Mikhail Ya. Podeshvo, Irina V. Toikka, Alexander M. 2015. Ethanol Purification from Methanol via Pervaporation using Polybenzoxazinoneimide Membran. Fuel Processing Techonology. Department of Chemical and Thermodinamics and Kinetic, Saint Petersburg: Rusia
Rahmi, Primacita Nahlia. 2017. Karakterisasi Membran Pervaporasi Berbasis Polyethersulfone dengan Coating Kitosal-Alginat. Skripsi: Universitas Brawijaya
Spillman, Robert W., 1989. Economics of Gas Separation Membranes. Chemical engineering Progress. 41-62
Teresa, M, M, Antonio, A, M, Caetano, N, S. 2010. Microalgae for Biodiesel Production and Other Applications: A Review, Renewable and Sustainable Energy 14 217-232
Unlu, D, Hilmioglu, N, D. 2013. Purification of Fluel Bioetanol by Purification. Kocaeli University, Chemical Engineering Departmen, Kocaeli Turkey. June 18-21 2013
Uragami, T. 2005. Dehydration Performance of Alcohol from Biomass Fermentation by Various Chitosan Membranes. Journal of Metals. Materials and Minerals. 15(1) : 49-57
Wahyuni, Ika. 2012. Studi Pemisahan Campuran Azeotrop Etanol-Air dan Isopropil Alkohol-Air melalui Proses Pervaporasi dengan Membran Thin Film Composite Komersial. Thesis: Fakultas Tenknik Unversitas Indonesia: Depok
top related