Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Lari Jarak Pendek 60 ...
Post on 16-Oct-2021
8 Views
Preview:
Transcript
21
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Lari Jarak Pendek 60 Meter Melalui Permainan
Hitam-Hijau pada Siswa Kelas V SD Negeri 17 Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin
Susiyamni1, Asriansyah
2
Universitas PGRI Palembang
susipenjas01@gmail.com1, asriansyah_syah@yahoo.com
2
ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah nilai siswa kelas V SD Negeri 17 Makarti Jaya
masih banyak yang belum tuntas sesuai dengan KKM, dalam proses pembelajaran lari jarak
pendek kurang menarik bagi siswa, sedangkan karakteristik siswa SD suka bermain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar lari jarak
pendek 60 meter melalui pendekatan permainan hijau-hitam. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah
siswa kelas V SD Negeri 17 Makarti Jaya berjumlah 30 siswa. Hasil penelitian ini
menunjukan ada peningkatan hasil belajar lari jarak pendek 60m pada siswa kelas V Sekolah
Dasar Negeri 17 Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin. Penelitian pada siklus I dengan nilai
kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 70, didapatkan sebanyak 13 (43,3%) siswa yang
dinyatakan tuntas dan 17 (56,7%) siswa yang dinyatakan belum tuntas dalam pembelajaran.
Penelitian pada siklus II dengan nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 70,
didapatkan sebanyak 26 (86,7%) siswa yang dinyatakan tuntas dan 4 (13,3%) siswa yang
dinyatakan belum tuntas dalam pembelajaran.
.
Kata Kunci: belajar, lari jarak pendek, permainan hijau-hitam
22
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Lari Jarak Pendek 60 Meter Melalui Permainan
Hitam-Hijau pada Siswa Kelas V SD Negeri 17 Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin
Susiyamni1, Asriansyah
2
Universitas PGRI Palembang
susipenjas01@gmail.com1, asriansyah_syah@yahoo.com
2
Abstract
The problem in this research is the value of fifth grade students of State Elementary School
17 Makarti Jaya still many unresolved accordance with KKM, in the learning process
sprinting less attractive to students, while the characteristics of elementary school students
like to play. This study aims to determine whether there is an increase in the learning
outcomes of the 60 meter short distance running through the green-black game approach on
the fifth grade students of 17 Makarti Jaya Elementary School in Banyuasin Regency. This
study uses the class action research method (CAR). The subjects used in this study were the
fifth grade students of SD Makarti Jaya Elementary School totaling 30 students. The results
of this study indicate that there is an increase in the learning outcomes of 60m short distance
running in the fifth grade students of Makarti Jaya 17 Elementary School in Banyuasin
District. The research in the first cycle with a minimum completeness criteria (KKM) of 70,
found that as many as 13 (43.3%) students who were declared complete and 17 (56.7%)
students who were declared incomplete in learning. The research in the second cycle with a
minimum completeness criteria (KKM) of 70, was found as many as 26 (86.7%) students
who were declared complete and 4 (13.3%) students who were declared incomplete in
learning.
Keywords: learning, sprint, green-black game
23
Pendahuluan
Pendidikan jasmani pada dasarnya
merupakan bagian integral dari sistem
pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena
itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus
di arahkan pada pencapaian tujuan tersebut.
Tujuan pendidikan bukan hanya
mengembangkan ranah jasmani, tetapi juga
mengembangkan aspek kesehatan,
ketrampilan berfikir kritis, stabilitas
emosional, ketrampilan sosial dan tindakan
moral melalui kegiatan aktifitas jasmani dan
olahraga (Husdarta, dkk,2013:2).
Sesuai dengan karakteristik siswa
SD, usia 6-13 tahun siswa cenderung masih
suka bermain, untuk itu guru harus mampu
mengembangkan pembelajaran yang efektif,
disamping harus memahami dan
memperhatikan karakteristik dan kebutuhan
siswa. Pada usia tersebut seluruh aspek
perkembangan manusia baik kognitif,
psikomotor dan afektif mengalami
perubahan. Agar standar kompetensi
pembelajaran pendidikan jasmani dapat
terlaksana sesuai dengan pedoman, maksud
dan tujuan sebagaimana yang ada di dalam
kurikulum maka guru pendidikan jasmani
harus mampu membuat pembelajaran yang
efektif dan tidak membosankan. Untuk itu
perlu adanya pendekatan, variasi maupun
modifikasi dalam pembelajaran.
Atletik adalah induk dari segala
cabang olahraga. Nomor-nomor atletik
dapat dibagi : lari, lompat dan lempar.
Kemampuan lari, lompat dan lempar sudah
dimiliki sejak dahulu, dengan tujuan untuk
mempertahankan diri dalam berburu.
Dengan alasan-alasan itulah, seharusnya
atletik dapat digemari oleh anak
didik”(Sukirno,2011:30).
Menurut Sukirno (2011:35), Lari
merupakan gerak maju untuk memindahkan
badan dengan secepat-cepatnya, kedua kaki
ada saat melayang dan tidak menempel di
tanah atau lantai. Kecepatan lari akan
tergantung dengan frekuensi gerakan kaki
dan ayunan tangan. Lari salah satu
pembelajaran yang di ajarkan pada sekolah
pada mata Pelajaran Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan pada cabang
olahraga atletik. Pembelajaran lari jarak
pendek pada siswa biasanya diajarkan
dengan cara yang beragam. Tujuannya
menciptakan pembelajaran aktif, inovatif,
kreatif, efektif dan menyenangkan. Bahwa
dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa
sehingga siswa aktif bertanya. Peran aktif
dari siswa sangat penting dalam rangka
pembentukan generasi yang kreatif yang
mampu menghasilkan sesuatu untuk
kepentingan dirinya dan orang lain
Atletik salah satu materi pelajaran
yang ada dalam mata pelajaran pendidikan
jasmani olahraga dan kesehatan di sekolah
baik tingkat SD, SMP, maupun SMA.
Gerakan-gerakan dalam atletik seperti jalan,
lari, lompat, dan lempar. Istilah “atletik”
berasal dari bahasa Yunani yaitu “athlon”
yang berarti berlomba atau bertanding.
Atletik adalah aktivitas jasmani atau latihan
fisik yang berisikan gerakan-gerakan
alamiah seperti jalan, lari, lompat dan
lempar. Atletik memegang peranan penting
dalam pengembangan kondisi fisik, dan
sering menjadi dasar pokok untuk
pengembangan maupun peningkatan
prestasi yang optimal bagi cabang olahraga
yang lain.
Dalam pelaksanaan pembelajaran
Penjasorkes khususnya atletik nomor lari
jarak pendek, yang dilakukan oleh beberapa
sekolah yang ada di kabupaten Banyuasin
pada umumnya dan di SD Negeri 17
Makarti Jaya pada khususnya, menunjukkan
bahwa proses pembelajaran lari jarak
pendek yang dilakukan seperti yang
diajarkan orang dewasa, cenderung
24
menggunakan pendekatan olahraga prestasi
dalam pembelajarannya, sedangkan anak-
anak sekolah dasar lebih suka bermain yang
akhirnya anak-anak dalam pembelajaran
atletik nomor lari jarak pendek merasa tidak
menyenangkan atau membosankan.
Pada siswa SD Negeri 17 Makarti
Jaya Kabupaten Banyuasin. Pembelajaran
lari jarak pendek menjadi pembelajaran
memiliki tingkat kesulitan untuk dilakukan
dengan benar. Lari jarak pendek merupakan
pembelajaran yang seharusnya dipelajari
dengan berbagai pendekatan-pendekatan
khusus. Menyikapi hal tersebut perlu
diidentifikasi sumber permasalahan yang
muncul pada proses pembelajaran tersebut.
Berdasarkan analisis bahwa penyebab
masalah tersebut timbul adalah
dikarenakan: 1) metode pembelajaran yang
dipakai saat mengajar masih monoton yang
terkesan kurang memberikan rasa nyaman
pada siswa yang belajar, 2) siswa sudah
jenuh terlebih dahulu ketika guru
menyampaikan bahwa akan melaksanakan
pembelajaran lari, 3) pembelajaran lari
harusnya menggunakan pendeketan yang
sesuai dengan karakteristik siswa agar
mudah memahami dan diikuti oleh siswa
dengan rasa senang, masih jarang.Serta
guru mengalami kesulitan menentukan
metode yang tepat dalam pembelajaran
atletik. Padahal untuk meningkatkan
kompetensi siswa dalam gerak dasar atletik
nomor lari jarak pendek dibutuhkan metode
yang sifatnya menarik dan tidak
membosankan. Dengan demikian guru
dituntut untuk bisa menentukan metode
yang tepat, sesuai dengan karakter siswa
yang dominan nya anak - anak yang masih
suka bermain sehingga bisa direspon baik
oleh siswa.
Berdasarkan pengalaman peneliti
menunjukan bahwa pembelajaran lari jarak
pendek di SD Negeri 17 Makarti Jaya
Kabupaten Banyuasin, lebih dari 50% siswa
belum mencapai kriteria ketuntasan
minimum (KKM) yaitu rata-rata perkelas
85% dengan angka nilai 75 per orang. Fakta
yang telah ditemukan dilapangan saat
pembelajaran berlangsung melalui tes unjuk
kerja bahwa rata-rata nilai per kelas
khususnya kelas V, 50% siswa belum tuntas
kriteria (KKM) perolehan rata-rata perkelas
hanya senilai 7,3.
Dengan demikian berdasarkan
penjelasan-penjelasan di atas, maka peneliti
akan mencoba memberikan solusi terhadap
permasalahan-permasalahan dalam
pembelajaran lari jarak pendek di SD, agar
pembelajaran atletik semakin menarik dan
dapat meningkat KKM siswa sesuai yang
diharapkan di SD Negeri 17 Makarti Jaya
Kabupaten Banyuasin. Melalui permainan
hitam-hijau adalah jenis permainan lari
jarak pendek yang akan marangsang reaksi
kecepatan pada siswa, akan tetapi siswa
tidak menyadari bahwa sedang berlari
dengan kecepatan. Penelitian ini akan
memberikan perlakuan kepada anak tentang
pendekatan permainan hitam-hijau supaya
anak lebih giat dan menyenangkan
mengikuti pembelajaran lari jarak pendek.
Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian
Ilham (Universitas Negeri Jambi 2015)
yang berjudul, “Kontribusi permainan
hitam-hijau terhadap keterampilan lari
Sprint Murid SMP Negeri 11 Kota Jambi”
dengan pencapaian kriteria ketuntasan
minimum perkelas sebesar 93%. Sedangkan
penelitian yang dilakukan Dakwatul
(Universitas Negeri Surabaya 2015) dalam
penelitiannya yang berjudul Penelitian,
“Pengaruh Pembelajaran Gerak Dasar Lari
Terhadap Hasil Belajar Lari Jarak Pendek
40 Meter”.dengan pencapaian kriteria
ketuntasan minimum perkelas sebesar
18.55%. Penelitian selanjutnya dilakukan
oleh Andreas (STKIP Muhammadiyah
Kuningan 2015), menjelaskan bahwa
25
pelaksanaan pembelajaran lari sprint
melalui penerapan permainan hitam hijau
dapat meningkatkan hasil belajar lari sprint
dari kondisi awal persentase siswa yang
nilainya mencapai KKM 75 sebesar 40%
atau 20 anak dari jumlah keseluruhan siswa,
pada tindakan siklus pertama persentase
siswa yang nilainya mencapai KKM
mencapai 70% atau sebanyak 35 siswa
kemudian pada siklus kedua persentase
ketuntasan belajar mencapai 86% atau
sebanyak 43 siswa.
Dengan demikian peneliti akan
meneliti dengan judul “Upaya
meningkatkan hasil belajar lari jarak pendek
60 meter melalui permainan hitam-hijau
pada siswa kelas V SD Negeri 17 Makarti
Jaya Kabupaten Banyuasin”.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah ada peningkatan hasil
belajar lari jarak pendek 60 meter melalui
pendekatan permainan hijau-hitam pada siswa
kelas V SD Negeri 17 Makarti Jaya Kabupaten
Banyuasin.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan,
diharapkan dapat memberikan manfaat
praktis yaitu:
1. Bagi siswa, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan meningkatkan pembelajaran lari jarak
pendek melalui permainan hijau-hitam
pada pembelajaran.
2. Bagi guru, dengan adanya penelitian ini
dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam
pembelajaran lari pada pembelajaran
penjas
3. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan motivasi
dan kemampuan untuk melaksanakan
penelitian selanjutnya.
Bagi sekolah, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi salah satu bahan
atau rujukan dalam pembelajaran cabang
atletik, khususnya nomor lari 60 meter.
Kajian Pustaka
Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan
salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh
manusia dalam mewujudkan terciptanya
karakter manusia yang berorientasi pada
pertumbuhan fisik dan perkembangan
mental. Pendidikan jasmani melalui
rangkaian kegiatannya memiliki
kebermaknaan yang sangat penting bagi
manusia. Pendidikan Jasmani adalah proses
pendidikan yang memanfaatkan aktivitas
jasmani yang direncanakan secara
sistematik, bertujuan untuk meningkatkan
individual secara organik, neuromuscular,
perceptual, kognitif, sosial dan emosional
Depdiknas (2003).
Menurut Husdarta (2011:3)
pendidikan jasmani dan kesehatan pada
hakikatnya adalah proses pendidikan yang
memanfaatkan aktivitas fisik dan kesehatan
untuk menghasilkan perubahan holistik
dalam kualitas individu, baik dalam hal
fisik, mental, serta emosional. Pendidikan
jasmani memperlakukan anak sebagai
sebuah kesatuan utuh, makhluk total
daripada hanya mengganggapnya sebagai
seorang terpisah kualitas fisik dan
mentalnya. Secara umum pendidikan
jasmani dan olahraga dapat didefinisikan
sebagai proses pendidikan melalui
aktifivitas jasmani, permainan atau olahraga
yang untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan jasmani ini karenanya
harus menyebabkan perbaikan dalam
‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi
seluruh aspek kehidupan harian seseorang.
Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk
pula penekanan pada ketiga domain
26
kependidikan: psikomotor, kognitif dan
afektif. Dengan meminjam ungkapan
Robert Gensemer, penjas diistilahkan
sebagai proses menciptakan “tubuhya baik
bagi tempat pikiran atau jiwa”. Artinya,
dalam tubuh yang baik diharapkan pula
terdapat jiwa yang sehat.
Pendapat di atas mewakili beberapa
pengertian mengenai pendidikan jasmani
adalah sebagai proses pendidikan via gerak
insani (human movement) yang dapat
berupa aktivitas jasmani, permainan atau
olahraga untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan jasmani dapat juga disimpulkan
bahwa pendidikan jasmani adalah suatu
proses pendidikan yang dilakukan dengan
melalui aktivitas jasmani yang di desain
untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan seluruh ranah, jasmani,
psikomotor, kognitif dan afektif siswa.
Pendidikan Jasmani olahraga dan kesehatan
merupakan satu mata ajar yang diberikan di
suatu jenjang sekolah tertentu yang
merupakan salah satu bagian dari
pendidikan keseluruhan yang
mengutamakan aktivitas jasmani dan
pembinaan hidup sehat untuk bertumbuh
dan perkembangan jasmani, mental, sosial
dan emosional yang serasi, selaras dan
seimbang (Depdiknas 2006: 131). Menurut
Suherman, W (2004: 23) Pendidikan
Jasmani olahraga dan kesehatan adalah
suatu proses pembelajaran melalui aktivitas
jasmani yang didesain untuk meningkatkan
kebugaran jasmani, mengembangkan
keterampilan motorik, pengetahuan dan
perilaku hidup sehat dan aktif, dan sikap
sportif, kecerdasan emosi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan Jasmani
adalah suatu proses pembelajaran dan
pendidikan melalui pembelajaran aktivitas
gerak yang terstruktur untuk
menskelompokulus, meningkatkan dan
mengembangkan keterampilan
fisik/motorik, afektif, kogntif, dan hidup
sehat.
Pendidikan Jasmani mempunyai
tujuan diantaranya untuk meningkatkan
keterampilan gerak, menstimulus
pertumbuhan dan perkembangan siswa,
menjaga dan meningkatkan kebugaran
jasmani. Bagi siswa setingkat SD (Sekolah
Dasar) Keterampilan gerak yang dimaksud
adalah keterampilan untuk berolahraga
bukan untuk pencapaian prestasi tertinggi,
namun untuk menuju meraih prestasi
tersebut. Melalui pengenalan olahraga di
pembelajaran pendidikan jasmani siswa
disiapkan melalui pembelajaran gerak dan
sesuai dengan tahap perkembangan dan
kematangannya. Melalui permainan kecil
atau aktivitas bermain secara tidak langsung
siswa-siswa disiapkan untuk menuju
prestasi tertinggi sesuai dengan minat dan
bakat siswa (permainan multilateral).
Belajar dan Pembelajaran
Menurut Dimyati, Mudjiono
(2012:293) Belajar adalah kegiatan individu
memperoleh pengetahuan, perilaku dan
keterampilan dengan cara mengolah bahan
belajar. Dalam belajar tersebut individu
menggunakan ranah-ranah kognitif (otak),
efektif (sikap dan nilai), psikomotorik
(keterampilan).
Menurut Syah (2003 : 63-68).
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam penyelenggaraan setiap jenis dan
jenjang pendidikan. Belajar juga dapat
dipahami sebagai tahapan perubahan
seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif.
Menurut Sardiman (2012 : 20).
Belajar senantiasa merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan
27
serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan,
meniru dan lain sebagainya. Dan belajar itu
akan lebih baik, kalau si subjek belajar itu
mengalami atau melakukannya, jadi tidak
bersifat sehingga tingkah lakunya
berkembang. Semua aktifitas dan prestasi
verbalistik.
Sedangkan pembelajaran menurut
Sanjaya (2013:51) menyatakan,
“Pembelajaran adalah kegiatan yang
bertujuan untuk membelajarkan siswa.
Proses pembelajaran merupakan rangkaian-
rangkaian yang melibatkan berbagai
komponen dengan harapan perubahan
tingkah laku berupa sikap, pengetahuan dan
keterampilan”. Pembelajaran adalah proses
yang diselenggarakan oleh guru untuk
membelajarkan siswa dalam belajar
bagaimana belajar memperoleh dan
memproses pengetahuan, keterampilan dan
sikap ( Dimyati dan Mudjiono 2006 :15 ).
Dari pengertian para pakar di atas
dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses usaha sadar untuk
memperoleh perubahan baik tingkah laku,
sifat, tata cara untuk menghadapi kehidupan
sebagai suatu pengalaman. Pembelajaran
adalah kegiatan yang bertujuan untuk
membelajarkan siswa. Proses pembelajaran
merupakan rangkaian-rangkaian yang
melibatkan berbagai komponen dengan
harapan perubahan tingkah laku berupa
sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Penjelasan di atas dapat ditarik
sebuah kesimpulan mengenai hakikat
belajar dan pembelajaran adalah usaha yang
dirancang sebagai bentuk perangkat satuan
tersusun untuk mendukung proses
terwujudnya perubahan tingkah laku
manusia baik sifat, dan tata kehidupan
untuk bekal selama hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Atletik
Cabang olahraga atletik bertindak
sebagai cabang olahraga yang dikenal
sebagai induknya seluruh olahraga lainnya.
Cabang olahraga atletik menggambarkan
cara kerja kehidupan manusia sehari-hari.
Atletik adalah gabungan dari beberapa jenis
olahraga yang secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi lari, lempar, dan
lompat. Atletik telah lama dikenal sebagai
“mother of sport” artinya atletik merupakan
sumber gerakan dari olahraga lainnya.
Menurut Bahagia (2011:18), dalam
olahraga atletik,terdapat beberapa nomor-
nomor yang diperlombakan, antara lain Lari
Lompat, dan Lempar.
a) Nomor lari, lari sprint: 100 m.
200 m dan 400 m; lari
menengah: 800 m dan 1500 m
dan lari jarak jauh dari lari
5000 m sampai kepada lari
marathon.
b) Nomor lompat, seperti:
lompat jauh, lompat tinggi,
lompat jangkit dan lompat
tinggi galah.
c) Nomor lempar, seperti:
lempar cakram, lempar
lembing, tolak peluru dan
lontar martil.
Lari Jarak Pendek
Lari jarak pendek merupakan lari
yang di perlombakan pada nomor-nomor
atletik khususnya nomor lintasan. Lari
merupakan gerak maju untuk memindahkan
badan dengan secepat-cepatnya, kedua kaki
ada saat melayang dan tidak menempel
ditanah atau lantai. Kecepatan lari akan
tergantung dengan frekuensi gerakan kaki
dan ayunan tangan.
Sprint disebut juga lari jarak pendek
(Kurniawan 2010:14). Setiap pelari dituntut
berlari secepat mungkin hingga ke garis
finish. Hal ini memerlukan kesiapan fisik
28
yang prima untuk menunjang keberhasilan
teknik yang digunakan. Adapun nomor
lomba dalam sprint, yaitu : 100 m, 200 m,
dam 400 m. Menurut Rachman (2014:45)
Tujuan lari jarak pendek adalah melakukan
kecepatan secara horizontal dengan
maksimal dan secepat-cepatnya.
Dari beberapa defenisi tersebut di
atas dapat disimpulkan bahwa lari adalah
salah satu cabang dalam olahraga atletik
dimana dalam cabang tersebut terdapat
beberapa nomor-nomor lari yaitu, lari jarak
pendek (sprint), lari jarak menengah dan
lari jarak jauh. Terutama lari jarak pendek
yang sangat membutuhkan kecepatan yang
maksimum untuk memenangkan sebuah
pertandingan. Penelitian ini disesuaikan
pada kurikulum pendidikan jasmani pada
tingkat sekolah dasar yaitu menggunakan
lari jarak pendek 60 meter dengan media
permainan hitam-hijau.
Teknik Dasar Lari Jarak Pendek
Olahraga atletik jarak pendek pada
dasarnya sama dengan olahraga atletik
lainya, hanya terdapat perbedaan pada daya
tahan tubuh, halangan dan jarak tempuh
yang dekat. Pada olahraga atletik lari jarak
pendek 100 meter lebih menekankan
kecepatan daripada daya tahan tubuh.
Karena olahraga ini tidak membutuhkan
waktu yang lama, mungkin hanya bebrapa
detik saja. Maka dari itu kita harus
mengetahui hal apa saja yang terpenting
dalam melakukan olahraga ini. Berikut
adalah teknik dasar yang harus kamu
ketahui.
Teknik Start Lari 100 Meter.
Dalam setiap perlombaan atletik lari
ada 3 macam bentuk dalam melakukan start
yaitu:
1) Start jongkok (crouching start) teknik ini
dipakai saat lari jarak pendek.
2) Start berdiri (standing start) teknik ini
dipakai saat lari jarak menengah, jarak
jauh dan marathon.
3) Start melayang (flying start) teknik ini
dipakai saat saat lari sambung atau estafet
oleh pelari yang kedua dan pelari
selanjutnya.
Teknik Start Jongkok Dibagi Menjadi 3
Macam Posisi:
1) Start Pendek (Short startbunc start)
Pada garis start sampai block start
depan diukur 16 inchi. Ketika melakukan
jongkok lutut salah satu kaki berada di
depan ujung kaki yang lain. Jika berdiri,
bagian ujung kaki belakang kaki berada di
samping tumit. Teknik start ini akan
menghasilkan kecepatan yang tinggi jika
dilakukan secara benar, teapi untuk anak-
anak teknik start ini tidak cocok digunakan,
sebab dengan posisi kaki yang berdekatan,
peran kedua tangan juga akan terasa lebih
berat, sehingga teknik start ini sesuai bila
digunakan oleh atlet yang terlatih.
2) Start Menengah (Medium start)
Pada garis start sampai block start
depan diukur 21 inchi. Ketika melakukan
jongkok lutut kaki bagian belakang berada
di samping lekukan telapak kaki depan.
Teknik ini dapat menghasilkan kecepatan
yang tinggi. Saat posisi ini dilakukan atlet
perlu mengeluarkan tenaga yang cukup
besar untuk melesat jauh dari block start
dengan kecepatan tinggi. Karena itu teknik
ini banyak digunakan oleh para atlet.
3) Start Panjang (Long start)
Pada garis start sampai block start
depan diukur 21 inchi, dengan jarak antar
block 26 inchi diantara block. Ketika
melakukan jongkok lutut kaki bagian
belakang berada di samping atau kira-kira
sejajar dengan tumit kaki bagian depan atau
bagian lutut berada sedikit lebih mundur,
29
kedua telapak kaki saling berjauhan. Pada
teknik ini jarang dilakukan oleh para atlet,
hanya pelari yang mempunyai kaki panjang
saja dalam melakukan teknik start ini.
Gerakan yang Dilakukan Saat Melakukan
Lari Jarak Pendek.
1) Ketika aba-aba bersedia.
Saat ada aba-aba posisi lutut bagian
belakang diangkat ke atas saat itu
posisi pinggang otomatis akan
mengikuti, sehingga tumpuan berada
di ujung kedua kaki. Posisi
punggung lurus, pandangan mata ke
depan.
2) Ketika bunyi pistol atau aba-aba
mulai.
Pada saat posisi ini atlet
mengeluarkan tenaga penuh untuk
melakukan reaksi yang sepat
bertolak dari balok start. Saat
mengangkat kedua tangan dan
memulai untuk melakukan lari posisi
badan tidak seimbang, hal ini umum
dirasakan oleh setiap atlet karena
sebagai tahap awal dari gerakan
start.
Teknik yang dilakukan Saat Melakukan
Lari Jarak Pendek 100 meter.
1) Langkah Kaki
Salah satu faktor yang bisa
mempengaruhi kecepatan lari adalah
gerakan kaki atau langkah kaki. Jika kita
berlari dengan menggunakan teknik yang
salah. hal ini sangat berpengaruh pada
kecepatan langkah kaki. Ada beberapa
teknik gerakan kaki yaitu tahap melangkah
(drive), kontak (contact), support dan tahap
pemulihan (recovery).
2) Gerakan Tangan
Ketika melakukan teknik lari jarak
pendek ayunan tangan akan bergerak lebih
cepat dibandingkan dengan lari jarak
menengah atau jauh. Hal ini disebabkan
oleh pengaruh kecepatan lari.
3) Kemiringan Badan
Pada teknik lari jarak pendek ini
posisi kemiringan badan lebih condong
kedepan, tidak membusungkan dada dan
juga tidak membungkukan tubuh, untuk
pandangan mata sebaiknya tidak terlalu
jauh mengarah kedepan, disarankan 5
sampai 10 meter kedepan.
4) Teknik Ketika Mendekati Garis Finish
a) Berlari terus menerus dan tidak
mengubah sikap lari.
b) Posisi dada sedikit dicondongkan ke
depan, kedua tangan diayunkan dari
bawah ke belakang. Di negara
Amerika umumnya disebut
merobohkan diri atau the lunge.
c) Posisi dada diputar menggunakan
ayunan tangan ke depan atas hingga
bahu sebelah sedikit maju ke depan.
d) Saat mendekati garis finish, teknik
yang umum dipakai oleh pelari jarak
pendek adalah dengan menggunakan
cara posisi dada dicondongkan
kedepan, kedua tangan di ayunkan
ke belakang.
Bermain dan Permainan
Bermain merupakan salah satu
metode pendekatan dalam pembelajaran,
“Play and game are a source of creativity
from below, renewed by each young
generation” (Eichberg, 2005: 4),
maksudnya bahwa bermain dan permainan
adalah salah satu sumber kreativitas bagi
generasi siswa muda. Dengan demikian
bermain dapat menjadi media utama bagi
30
proses belajar-mengajar, proses ini juga
dilatarbelakangi karena dunia siswa adalah
bermain dan belajarnya siswa melalui
bermain. Sebagaimana menurut Huizinga
dalam orasinya yang berjudul "The
Cultural Limits of Play and the Seriously"
bahwa karakteristik manusia adalah
makhluk bermain (Homo Ludens) (Caillois,
2001: 3).
Menurut Tomoliyus (2009) bermain
memiliki dua pengertian yang harus
dibedakan, pengertian pertama dapat
bermakna sebagai aktivitas bermain yang
murni mencari kesenangan tanpa mencari
menang atau kalah (Play). Sedangkan
pengertian yang kedua sebagai aktivitas
bermain yang dilakukan dalam rangka
mencari kesenangan dan kepuasan namun
ditandai dengan adanya pencarian menang
atau kalah (games). Menurut Sukadiyanto
(2012) Bermain merupakan suatu aktivitas
yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh kesenangan, tanpa
mempertimbangkan hasil akhir. Menurut
Utama (2010: 3) bermain merupakan
aktivitas yang menggembirakan mempunyai
arti dalam kehidupan siswa yaitu mampu
membawa siswa ke perubahan yang baik
dalam berbagai aspek kehidupannya.
Selanjutnya menurut Mudjihartono (2009:
3) bermain merupakan cara untuk
bereksploitasi dan bereksperimen dengan
dunia sekitar sehingga siswa akan
menemukan sesuatu dari pengalaman
bermain.
Mencermati beberapa pengertian
bermain yang dikemukakan di atas, maka
bermain dapat dimaknai suatu aktivitas fisik
yang dilakukan secara individu atau
kelompok untuk mengeksplorasi diri
melalui benda-benda dan lingkungan untuk
mendapatkan rasa senang. Dari hasil
bermain tersebut siswa mendapat berbagai
pengalaman baik itu pengalaman gerak dan
pengetahuan/informasi melalui lingkungan
alam sekitar.
Teori Bermain
Menurut beberapa ahli, bahwa ada
beberapa teori yang relevan dengan kajian
bermain. Berikut ini adalah teori-teori
tentang bermain dari para pakar:
Teori Kelebihan Tenaga Dari Herbert
Spencer
Teori ini menjelaskan bahwa tenaga
yang berlebihan pada siswa akan menuntut
disalurkan melalui sebuah aktivitas
bermain. Dengan demikian melalui aktivitas
bermain salah satunya permainan
tradisional, kelebihan tenaga yang dimiliki
seorang siswa dapat disalurkan. Penyaluran
tenaga ini dapat menstimulus pertumbuhan
dan perkembangan seorang siswa tercapai
dengan optimal.
Teori Rekreasi dari Schaller dan Lazarus
Teori ini menjelaskan bahwa
permainan adalah keasyikan yang bukan
dalam waktu bekerja atau rutinitas sehari-
hari dan bermaksud untuk bersenang-
senang. Rekreasi atau bersenang-senang
merupakan kebutuhan setiap orang. Siswa
memiliki rutinitas yakni menimba ilmu di
sekolah dan juga lembaga-lembaga
pendidikan informal. Dalam rutinitas
sehari-hari yang dilakukan siswa tentu
menimbulkan rasa jenuh (bosan) dan dalam
keadaan bersamaan menimbulkan keinginan
untuk mencari kesenangan atau rekreasi.
Permainan tradisional merupakan aktivitas
bermain yang dapat menimbulkan rasa
senang dan gembira. Dengan demikian
sangat tepat jika permainan tradisional
dijadikan sebagai aktivitas rekreasi atau
olahraga rekreasi di sekolah melalui
pembelajaran pendidikan jasmani.
31
Teori Atavisme dari Stanley Hall
Menerangkan bahwa permainan
siswa-siswa adalah ulangan dari pada
kehidupan nenek moyangnya. Teori ini
boleh dikatakan sesuai dengan pendapat
Haeckel, yang mengatakan bahwa menurut
hukum dasar biogenese setiap manusia akan
mengulangi perbuatan-perbuatan nenek
moyangnya. Beberapa permainan
tradisional sampai saat ini belum ada yang
mengetahui siapa dan kapan permainan
tradisional diciptakan, namun permainan
tradisional selalu dimainkan dan diturunkan
dari generasi ke generasi.
Teori Persiapan atau Latihan dari Gross
Teori persiapan atau latihan
menjelaskan bahwa memandang bermain
sebagai latihan awal manusia sebelum
dewasa untuk menyiapkan beberapa fungsi
bagi keperluan hidup selanjutnya. Misalnya
permainan Pikak melatih gerakan lompat
dan loncat gerakan ini berhubungan dengan
gerakan cabang olahraga atletik yakni
lompat dan loncat. Permainan Panteng
melatih koordinasi mata dan tangan,
gerakan ini berhubungan dengan gerakan
cabang permainan Bulutangkis, permainan
Tenis Meja, Permainan Tenis Lapangan,
yang menggunakan koordinasi mata dan
tangan. Setiap permainan tradisional
mempunyai karakteristik dan aspek-aspek
pengembangannya, sehingga tidak
berlebihan jika permainan tradisional dapat
dijadikan sebagai salah satu rujukan untuk
persiapan atlet dan dimasuka dalam
program latihan.
Berdasarkan beberapa jenis teori
bermain menurut para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa permainan tradisional
dapat menjangkau teori-teori bermain
tersebut. Secara teoritis dapat disimpulkan
bahwa permainan tradisional merupakan
permainan yang kompleks dan mempunyai
banyak manfaat bagi pertumbuhan dan
perkembangan siswa, dengan demikian
permainan kecil dapat dijadikan sebagai
bahan pembelajaran Pendidikan Jasmani di
sekolah sebagai bentuk latihan/persiapan,
dan juga rekreasi.
Manfaat Aktivitas Bermain
Melalui bermain dapat mengaktifkan
fungsi otak sebagai solusi untuk
mengembangkan kecerdasan-kecerdasan
yang dimiliki siswa. Dalam proses belajar
siswa adalah sebagian besar melalui
bermain yang dilakukan oleh siswa-siswa
itu sendiri, baik itu bersama teman-teman,
guru, orangtua dan orang dewasa. Siswa-
siswa yang bermain akan mendapatkan
sebuah pengalaman yang berharga bagi
perkembangan dan pertumbuhan siswa
selanjutnya. Play becomes increasingly
imaginative and is an important part of
kids' growth and development now (Parent,
2014: http:// kidshealth.org/parent
/growth/growth/growth_4_to_5. html),
maksudnya adalah bermain membuat siswa
semakin imajinatif dan merupakan bagian
penting dari pertumbuhan dan
perkembangan siswa, dengan demikian
sangat disarankan kepada guru, orangtua,
dan orang dewasa harus memberikan
kesempatan leluasa kepada siswa untuk
bermain agar siswa tumbuh dan kembang
secara wajar sesuai dengan usia siswa,
namun bermain harus mempunyai manfaat
yang positif bagi siswa, dan juga
keselamatan siswa. Siswa-siswa pada
zaman sekarang sudah diberikan les baik itu
les keterampilan, bahasa ataupun akademik.
Kesemua program itu baik, namun aktivitas
jasmani dan bermain siswa berkurang
sehingga akan menghambat perkembangan
gerak siswa dan juga menghambat proses
tumbuh kembang siswa secara optimal.
Play gives the child a possibility of
active participation and enables
development, achieving self-confidence and
better relations within the group. At a
younger school age, play has a special
32
significance for children’s development and
can easily be integrated in the teaching
process (Kovacevic & Opic, 2014: 98).
Keaktifan seorang anak dalam bermain
memberikan atau menstimulus anak dalam
meningkatkan perkembangan.
Menurut Kennets Ginsburg dari
laporan klinik Akademi Pediatrics dari
Amerika dalam jurnal Dimension
Educational Research Fundation (Dana,
2009: 4) bahwa ada beberapa manfaat dari
bermain yakni:
1) Penting untuk perkembangan otak yang
sehat.
2) Memungkinkan siswa-siswa untuk menjadi
kreativitas, selain itu untuk pengembangan
imajinasinya, ketangkasan, fisik, kognitif,
dan kekuatan emosional.
3) Memungkinkan siswa-siswa untuk membuat
dan menjelajahi dunianya dengan menguasai,
menaklukkan ketakutan mereka saat berlatih
peran orang dewasa.
4) Membantu siswa mengembangkan
kompetensi baru yang mengarah pada tingkat
keyakinan dan ketahanan untuk menghadapi
tantangan masa depan.
5) Bermain memungkinkan siswa-siswa untuk
bekerja dalam kelompok berbagi,
bernegosiasi, menyelesaikan konflik, dan
belajar mandiri menyokong keterampilan.
6) Siswa yang aktif bermain memungkinkan
siswa-siswa untuk berlatih keterampilan,
membuat keputusan, bergerak dengan
kecepatanya sendiri, menemukan jati diri
sendiri, dan terlibat penuh dalam
kegemarannya.
7) Membangun tubuh yang selalu sehat.
8) Membantu siswa dalam bidang akademik,
menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekolah dan meningkatkan kesiapan belajar
siswa, perilaku belajar, dan kemampuan
memecahkan masalah.
9) Bermain yang terjadwal memungkinkan
siswa untuk interaksi teman sebaya
merupakan komponen penting dari
pembelajaran sosial-emosional.
Menurut Zulkifli (2005: 41) ada
beberapa faedah dari permainan bagi siswa
antara lain:
1) Saran untuk membawa siswa ke alam
masyarakat.
2) Mampu mengenal kekuatan sendiri.
3) Mendapat kesempatan mengembangkan
fantasi dan menyalurkan kecenderungan
pembawaanya.
4) Berlatih menempah perasaan siswa.
5) Memperoleh kegembiraan, kesenangan,
dan kepuasan.
6) Melatih diri untuk menaati peraturan yang
berlaku.
Menurut Asriansyah (2017: 222)
bahwa permainan merupakan suatu aktivitas
yang penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan siswa. Yang memberikan
manfaat-manfaat bagi siswa, yakni:
1) Dengan siswa bermain secara fisiologis
organ-organ tubuh siswa akan tumbuh
dengan optimal.
2) Dengan siswa bermain otak siswaakan
aktif bekerja.
3) Dengan bermain potensi siswaakan
terlihat.
4) Dengan bermain karakter siswaakan
terbentuk.
5) Dengan bermain siswaakan
memperoleh kepuasaan, kegembiraan,
kesenangan.
6) Dengan bermain emosional siswa akan
terbentuk.
7) Dengan bermain jiwa sosial siswa akan
terbentuk.
Permainan Tradisional
Tradtitional games are part one’s
heritage and cultural tradition, but, with the
passing of time, they are being forgotten
and are not passed on to younger
generations, due to modern slifestyle and
growing alienation (Kovacevic, 2013: 99).
Permainan tradisional adalah salah satu
33
bagian dari kekayaan tradisi dan budaya
yang terlupakan oleh gaya hidup modern.
Permainan kecil atau sering juga
disebut permainan tradisional adalah suatu
bentuk permainan yang tidak mempunyai
peraturan baku, baik mengenai peraturan
permainannya, alat-alat yang digunakan,
ukuran lapangan, maupun lama
permainannya (Hartati, 2012: 7-28).
permainan kecil merupakan permainan yang
berasal dari hasil cipta arya nenek moyang
yang diturunkan secara turun temurun
(tradisi) sebagai aktivitas untuk mencari
kesenangan di waktu luang yang
menggembirkan (Asriansyah, 2018: 96).
Permainan tradisional mempunyai
ciri-ciri yakni tidak mempunyai peraturan
baku, baik mengenai peraturan
permainannya, alat-alat yang digunakan,
ukuran lapangan, waktu permainannya.
Permainan tradisional dapat
mencangkup ketiga ruang lingkup olahraga
tersebut. Permainan tradisional dapat
dijadikan sebagai olahraga pendidikan
karena permainan tradisional dapat
mengembangkan aspek psikomotorik, aspek
kognitif, dan aspek afektif, sama halnya
dengan pendidikan jasmani. Permainan
tradisional dapat dijadikan sebagai olahraga
rekreasi, dengan bermain permainan
tradisonal akan menimbulkan rasa senang,
gembira, sehingga dapat dijadikan sebagai
penawar rasa jenuh/bosan dari rutinitas
aktivitas belajar siswa. Olahraga prestasi
dalam hal ini sebagai pembentukkan awal
untuk menuju olahraga prestasi (calon atlet)
karena salah satu manfaat dari aktivitas
permainan tradisonal siswa akan
mempunyai pengalaman-pengalaman gerak
biomotor (Asriansyah. 2018: 84).
Permainan mempunyai jenis-jenis
atau bentuk yang dapat dimain perankan
oleh siswa. Beberapa jenis permainan
(game) di antaranya adalah:
Agon
Agon merupakan permainan yang
bersifat pertandingan/perlombaan kedua
pihak mendapat kesempatan yang sama
untuk meraih kemenangan, sehingga
memerlukan perjuangan secara fisik.
Contohnya permainan Sepakbola, Bolavoli,
Bolabasket, perlombaan cabang atletik, dan
lain-lain.
Alea
Alea adalah permainan yang
mengandalkan hasil secara untung-
untungan (hukum peluang). Contohnya
permainan Ular tangga, permainan
monopoli, bentuk permainanya
melemparkan dadu, sehingga bagi pemain
untung-untungan.
Mimikri
Mimikri adalah permainan fantasi
yang memerlukan kebebasan dan tidak
sungguh-sungguh. Bentuk permainan ini
dapat dicontohkan yakni bermain mobil-
mobilan, seorang anak laki-laki yang
bermain mobil-mobilan memerankan
seorang sopir dan juga menirukan suara
mobilnya.
Illink
Illink adalah permainan yang
mencerminkan keinginan untuk
melampiaskan kebutuhan untuk bergerak,
berpetualang. Permainan ini merupakan
permainan yang dilakukan seseorang secara
tiba-tiba untuk bergerak, misalnya anak
melihat suatu benda, kemudian anak
bermain dengan benda tersebut.
Dari beberapa jenis permainan di
atas, maka permainan kecil atau permainan
tradisional merupakan permainan yang
mencangkup keempat jenis permainan
tersebut. Permainan kecil tidak hanya
semata-mata sebagai media pelampiasan
gerak siswa, namun lebih dari itu, siswa
memperoleh informasi pengetahuan yang
34
bermakna dari tema permainan dan jenis
permainan yang dimainkan.
Permainan Hijau-Hitam
Permainan hitam hijau adalah
bentuk permainan sederhana tanpa alat yang
dimainkan oleh dua regu yang bertujuan
untuk melatih kecepatan reaksi dalam
berlari. Permainan Hijau-Hitam adalah
suatu permainan yang berusaha untuk
menyentuh ketika nama Hijau atau Hitam
disebut dan berlari hingga sampai garis
finish. Permainan Hitam Hijau merupakan
permainan tradisional yang dapat melatih
biomotor seperti dapat melatih aksi-reaksi,
melatih kecepatan, konsenterasi (kognitif)
dan pancaindera yakni pendengaran
(Asriansyah, 2018: 175-176).
Permainan Hitam Hijau merupakan
permainan tradisional yang dapat melatih
biomotor seperti dapat melatih aksi-reaksi,
melatih kecepatan, konsenterasi (kognitif)
dan pancaindera yakni pendengaran.
Permainan ini disebut permainan Hijau-
Hitam karena pemilihan kata untuk melatih
konsenterasi dan pendengaran anak, pada
saat permainan berlangsung kata Hi
dipanjangkan Hiiiiitam atau Hiiiiijau. Kata
Hijau-Hitam dapat diganti dengan kata lain
seperti Bunga dan Buah, pada saat
permainan berlangsung kata Bu
dipanjangkan Buuuuunga atau Buuuuuah.
Diskripsi Tata Cara Bermain 1) Permainan ini akan dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok hijau dan
kelompok hitam.
2) Siswa berbaris bershaf dan berpasang-
pasangan antara kelompok hijau dan
hitam (setiap pasangan diusahakan
mimiliki kemampuan yang seimbang,
misalnya siswa putri berpasangan
dengan putri, siswa putra berpasangan
dengan putra, siswa yang tinggi
berpasangan dengan yang tinggi, siswa
yang gemuk berpasangan dengan siswa
sama gemuk).
3) Jarak antar shaf satu dengan yang lain
1.5m, sedangkan jarak antara kelompok
Hihau dan Hitam 1.5m dengan posisi
berhadap-hadapan.
4) Siswa bersiap-siap untuk berlari atau
dikejar dengan mendengarkan aba-aba
dari guru. Posisi siap mulai dari yang
mudah hingga yang sulit, misalnya
pada pelaksanaan pertama posisi antar
kelompok saling berhadap-hadapan,
pelaksanaan yang kedua saling
membelakangi, pelaksanaan ketiga
jongkok, pelaksanaan keempat duduk.
5) Kelompok yang disebut namanya
merupakan regu yang dikejar
sebaliknya kelompok yang tidak
disebut mengejar. Contoh, apabila guru
meneriakkan aba-aba "hiiiiiiiiiiii-tam"
maka kelompok yang berlari adalah
kelompok hitam sedangkan kelompok
hijau mengejar hingga garis finish
begitupun sebaliknya.
6) Siswa berlari secepat-cepatnya untuk
menghindari lawan yang mengejar
hingga garis finish, dan tidak boleh
berbelok-belok supaya menghindari
tabrakan antar siswa.
7) Setiap siswa yang mampu sampai di
garis finish mendapat poin satu
sebaliknya siswa yang tersentuh/gagal
mendapat pengurangan poin satu,
dengan demikian poin finish dikurang
poin yang gagal sehingga didapat poin
total kelompok yang menang dan
kelompok yang kalah.
Desain permainan Jiau-Hitam dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
35
Gambar 1: Lapangan Hitam-Hijau
(Asriansyah, 2018: 179)
Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Setiap individu memiliki ciri-ciri
yang khas atau karakteristik, karakteristik
seorang individu dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah diperoleh
melalui pengaruh dari lingkungan.Pengaruh
dari lingkungan dapat diidenfikasi yakni
dari aktivitas bermain. Tahapan bermain
pada siswa SD kelas atas (usia10-11 tahun)
berada pada tahapan permainan sosial yang
memiliki aturan, misalnya permainan
tradisional. Menurut Desmita (2010: 35)
usia rata-rata siswa Indonesia saat masuk
sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai
pasa usia 12 tahun. Mengacu pada
pembagian tahapan perkembangan siswa,
bahwa siswa usia sekolah berada dalam dua
masa perkembangan, yaitu masa anak-anak
tengah (6-9 tahun), dan masa anak-anak
akhir (10-12 tahun). Siswa-siswa usia
sekolah ini memiliki karakteristik yang
berbeda dengan siswa-siswa yang usianya
lebih muda. Siswa-siswa senang bermain,
senang bergerak, senang bekerja dalam
kelompok, dan senang merasakan atau
melakukan sesuatu secara langsung.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah
metode tindakan kelas (PTK). Penelitian
tindakan kelas di arahkan untuk menjawab
permasalahan yang muncul pada
pembelajaran yang sedang berlangsung.
Adapun jenis PTK dalam penelitian
ini adalah PTK partisipan yaitu apabila
orang yang akan melaksanakan penelitian
terlibat langsung dalam proses penelitian
sejak awal sampai dengan hasil penelitian
berupa penyusunan laporan. Dengan
demikian, sejak perencanan panelitian
peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya
peneliti memantau, mencacat, dan
mengumpulkan data, lalu menganalisa data
serta berakhir dengan melaporkan hasil
panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga
dilakukan di sekolah. Hanya saja, di sini
peneliti dituntut keterlibatannya secara
langsung dan terus-menerus sejak awal
sampai berakhir penelitian (Syarifah,
2014:3). PTK terdiri atas empat tahap, yaitu
planning (perencanaan), action (tindakan),
observation (pengamatan), dan Reflection
(refleksi) disetiap siklusnya.
Prosedur Penilitian
Penelitian Tindakan Kelas terdiri
dari dua siklus. Penelitian Tindakan Kelas
ini ditujukan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa materi pokok lari jarak pendek
60 meter. Setiap siklus mencakup empat
tahapan yaitu perencanaan (planning),
tindakan (action), pengamatan (observasi)
dan refleksi (reflection)
36
Gambar 5. Siklus Penelitian (Arikunto (2006:124)
SIKLUS
Evaluasi 1
Pelaksanaan
Perencanaan
SIKLUS
Evaluasi 2
RefleksiPelaksanaan
?
Refleksi
PERENCANAAN
Gambar 2. Siklus Penelitian (Arikunto
(2006:124)
Rancangan Siklus I
Tahap Perencanaan
a. Mengidentifikasi masalah,
mendiagnosis masalah, dan
mengembangkan pemecahan
masalah.
b. Merancang rencana pembelajaran
sesuai indikator pada siklus I yaitu
melakukan lari jarak pendek melalui
pendekatan permainan hitam-hijau.
c. Merancang media peraga untuk
permainan hitam-hijau.
d. Menyusun lembar pengamatan
proses pembelajaran siswa.
Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah kegiatan yang
dilakukan pada tahap pelaksanaan dari
perencanaan yang telah dibuat adalah
dengan melaksanakan proses pembelajaran
antara lain:
a. Menyiapkan rencana pembelajaran
b. Menyiapkan media pembelajaran.
c. Menyiapkan lembar pengamatan
aktivitas belajar siswa, kemudian
memberikan kepada guru mitra
(pengamat) untuk mengamati proses
pembelajaran.
d. Melakukan pengelolaan kelas,
meliputi:
1) Kesiapan siswa dalam
mengikuti pembelajaran.
2) Mengadakan presensi dari
semua siswa yang hadir.
3) Menjelaskan kegiatan belajar
mengajar lari jarak pendek
melalui pendekatan
permainan hitam-hijau.
4) Melakukan pemanasan.
5) Melakukan pembelajaran
permainan hitam-hijau.
6) Penilaian dilaksanakan
selama proses pembelajaran
berlangsung.
7) Melakukan pendinginan.
8) Menarik kesimpulan.
Pengamatan Tindakan
Pengamatan dilakukan untuk
mengamati proses pembelajaran dibuat
dengan urutan 1, 2, 3 dan 4 dengan
ketentuan:
1. Kurang Baik
2. Cukup Baik
3. Baik
4. Sangat Baik
37
TABEL 1
PENGAMATAN TINDAKAN TABEL 2PENGAMATAN TINDAKAN
NO OBJEK YANG DIAMATI
Skala
Skor
1 2 3 4
1 Minat belajar siswa ketika melakukan tindakan
2 Motivasi siswa selama mengikuti proses pembelajaran
3 Keseriusan siswa melakukan kegiatan
4 Keaktifan siswa selama pembelajaran
5 Antusias siswa selama pembelajaran
6 Keberanian siswa dalam melakukan gerakan
7 Kedisiplinan siswa (gerakan dilakukan dengan tertib)
8 Kelancaran langkah-langkah pembelajaran
9Tanggung jawab siswa (menjaga keselamatan diri dan orang
lain)
10 Kerjasama siswa
JUMLAH SKOR PEROLEHAN
JUMLAH SKOR MAKSIMAL
Sumber : RPP KTSP
Tahap Evaluasi (Refleksi)
Refleksi merupakan uraian tentang
prosedur analisis terhadap hasil penelitian
dan refleksi berkaitan dengan proses dan
dampak tindakan yang dilaksanakan serta
kriteria dan rencana bagi siklus berikutnya.
Rancangan Siklus II
Pada siklus II perencanaan tindakan
dikaitkan dengan hasil yang telah dicapai
pada tindakan siklus I sebagai upaya
perbaikan dari siklus tersebut dengan materi
pembelajaran sesuai dengan silabus mata
pelajaran pendidikan jasmani. Demikian
juga termasuk perwujudan tahap
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan
tindakan, dan refleksi juga mengacu pada
siklus sebelumnya.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Observasi
Dalam menggunakan metode
observasi cara yang paling efektif adalah
melengkapinya dengan format atau blangko
pengamatan sebagai instrumen (Arikunto,
2006: 229). Pelaksanaan observasi
dilakukan oleh peneliti dan guru mitra pada
saat pembelajaran berlangsung. Observasi
dimaksudkan untuk mengetahui apakah
selama proses pembelajaran siswa aktif dan
bertanggung jawab, baik secara individual
maupun secara kelompok dengan
instrument lembar pengamatan aktivitas
siswa.
Adapun yang akan diobservasi
dalam penelitian ini yakni, tentang cara-cara
yang digunakan dalam proses belajar untuk
meningkatkan atau memperbaiki keadaan
(masalah) sudahkah berjalan dengan
semestinya. Misalnya, jika cara
meningkatkan proses belajar dan hasil
belajar murid itu dengan menggunakan alat
peraga, maka diteliti apakah cara
menggunakan alat peraga (bagaimana alat
peraga itu digunakan untuk meragakan
materi pelajaran) sudah berjalan dengan
baik. Selain itu, peneliti juga mengobservasi
tentang alat bantu pengajaran yang
digunakan apakah sudah tepat atau belum.
Aspek motivasi belajar siswa dan tingkat
keberhasilan siswa yang diukur melalui tes
juga menjadi bahan observasi peneliti.
Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal katanya
dokumen, yang artinya barang-barang
tertulis (Arikunto, 2006:158). Dalam
penelitian ini, dokumentasi akan digunakan
meliputi data nilai Pendidikan Jasmani
Olahraga dan Kesehatan materi lari jarak
pendek dan foto-foto kegiatan
pembelajaran. Dokumentasi dalam
penelitian ini adalah seluruh bahan rekaman
selama penelitian berlangsung dan hasil
38
kartu kegiatan siswa, buku-buku, catatan-
catatan, transkip nilai dan foto yang
berhubungan dengan penelitian tindakan
kelas ini yaitu tentang “peningkatan hasil
belajar lari jarak pendek 60 meter melalui
pendekatan permainan hitam-hijau pada
siswa kelas V SD Negeri 17 Makarti Jaya
Kabupaten Banyuasin”. Dari hasil
dokumentasi ini dapat dijadikan petunjuk
dan bahan pertimbangan pelaksanaan
selanjutnya dan penarikan kesimpulan.
Tes Unjuk Kerja
Adalah instrumen yang berupa tes
subjektif yang berisi perintah pada siswa
dengan memperhatikan aspek-aspek
penilaian. Bentuk instrumen Tes, yaitu
berupa hasil belajar lari jarak pendek. Tes
digunakan untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam melakukan lari jarak pendek
pada siswa kelas V SD Negeri 17 Makarti
Jaya Kabupaten Banyuasin. Adapun
indikator-indikator penilaian lari jarak
pendek sebagai berikut :
TABEL 2.
INDIKATOR PENILAIAN TEKNIK
DASAR LARI CEPAT
TABEL 3. INDIKATOR PENILAIAN
TEKNIK DASAR LARI CEPAT
NO INDIKATOR SUB INDIKATOR SKALA
1 2 3 4
1SIKAP AWAL(START)
Posisi tubuh saat aba-aba bersedia
Posisi tubuh saat aba-aba siap
Posisi tubuh saat aba-aba Ya
2SIKAPPELAKSANAAN
Sikap tubuh condong ke depan dantolakan kaki
Langkah kaki dan ayunan tangansemakin kencang
Pandangan mata lurus ke depan
3 SIKAP AKHIR Pelari tidak mengubah kecepatan
Sikap tubuh membusungkan dada ke
depan
Langkah dan ayunan tangan di
perlambat setelah memasuki garisfinish
JUMLAH
JUMLAH SKOR MAKSIMAL 36
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah di SD
Negeri 17 Makarti Jaya Jalan Kenanga
Dusun III. Pendowo Harjo. Kabupaten
Banyuasin.
Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dilaksanakan
pada bulan Oktober 2018.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulanya. Teknik sampel
menggunakan sampel jenuh, dengan
demikian sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 17
Makarti Jaya dengan berjumlah 30 siswa.
Kriteria Keberhasilan Tindakan
Analisis data kuantitatif dilakukan
dengan cara menghitung data berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh dari hasil tes
maupun nontes siswa sebanyak dua kali,
yaitu siklus I dan siklus II.
a. Merekap skor yang diperoleh siswa
b. Menghitung skor komulatif dari seluruh
aspek
c. Menghitung skor rata-rata
d. Merekap perhitungan nilai masing-
masing tes (siklus I dan siklus II).
e. Nilai pembelajaran lari jarak pendek pada
tiap siklus dirata-rata.
f. Membandingkan hasil nilai antara siklus
I dan siklus II (meningkat atau tidak).
g. Menghitung persentase peningkatan lari
jarak pendek dari siklus I ke siklus II.
Hasil perhitungan peningkatan
belajar lari jarak pendek melalui permainan
hitam-hijau dari masing-masing siklus ini
39
dibandingkan. Hasil ini memberikan
gambaran mengenai persentase
peningkatan. Dengan adanya peningkatan
ini berarti peningkatan kemampuan siswa
dalam belajar lari jarak pendek melalui
permainan hitam-hijau dapat berhasil
optimal. Adapun kriteria keberhasilan
tindakan dapat di lihat pada tabel di bawah
ini :
TABEL 3.
KRITERIA KEBERHASILAN
TINDAKAN
Interval Keterangan
0 – 24 Sangat tidak tuntas KKM
25 – 49 Tidak tuntas KKM
50 – 74 Belum Tuntas
75 – 100 Tuntas KKM
Jumlah
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini
dilaksanakan selama 2 siklus. Masing-
masing siklus dilakukan sebanyak satu kali
pertemuan. Siklus I berlangsung pada
tanggal 01 Oktober 2018. Siklus II
berlangsung pada tanggal 04 Oktober 2018
di SD Negeri 17 Makarti Jaya Kabupaten
Banyuasin.
Siklus I Berdasarkan hasil observasi
diketahui hasil observasi aktivitas guru pada
siklus I Memperoleh skor sebesar 10 yang
menujukan katagori penilaian cukup,
menurut pengamat ada beberapa aspek yang
dilakukan Guru yang belum berjalan
dengan baik, adapun aspek-aspek tersebut
adalah :
a. Guru belum memberikan pembelajaran
lari jarak pendek yang menarik pada
siswa
b. Guru belum menggunakan metode
permainan hijau-hitam.
Sedangkan nilai hasil observasi
aktivitas siswa selama proses pembelajaran
diperoleh skor sebesar 19 dengan katagori
penilaian cukup, aspek yang menurut
pengamat belum dilakukan oleh siswa
dengan maksimal antara lain:
a) Siswa masih kurang aktif dalam
pembelajaran penjaskes.
b) Siswa kurang antusias dalam mengikuti
pembelajaran lari jarak pendek.
Hasil Tes Siklus I
Dari tes yang dilakukan oleh peneliti
terhadap hasil belajar lari jarak pendek
siswa pada siklus I diperoleh hasil sebagai
berikut:
TABEL 4. PERHITUNGAN NILAI HASIL TES BELAJAR LARI JARAK PENDEK
SISWA SIKLUS I
Perhitungan Nilai Hasil Tes Belajar Lar i Jarak Pendek Siswa Siklus I
No Aspek
Ketuntasan
Jumlah
Siswa
Nilai
KKM
Persentase
(% )
1 Tuntas 13 ≥ 70 43,3%
2 Belum Tuntas 17 ≤ 70 56,7%
30
Berdasarkan tabel di atas, diketahui
pada siklus I dengan nilai kriteria
ketuntasan minimal (KKM) sebesar 70,
didapatkan sebanyak 13 (43,3%) siswa yang
dinyatakan tuntas dan 17 (56,7%) siswa
yang dinyatakan belum tuntas dalam
pembelajaran.
40
Adapun hasil tes unjuk kerja siswa
dalam tes lari jarak pendek 60 meter dapat
dilihat pada table berikut.
TABEL 5. KETUNTASAN LARI JARAK
PENDEK 60 METER SISWA SIKLUS I
NO INDIKATOR SUB INDIKATORPersentase
Ketuntasan
Tuntas Tidak
Tuntas
1SIKAP AWAL
(START)Posisi tubuh saat aba-aba bersedia
40% 60%
Posisi tubuh saat aba-aba siap 40% 60%
Posisi tubuh saat aba-aba Ya 33,3% 56,7%
2
SIKAP
PELAKSANA
AN
Sikap tubuh condong ke depan dan
tolakan kaki
33,3% 56,7%
Langkah kaki dan ayunan tangan
semakin kencang
33,3% 56,7%
Pandangan mata lurus ke depan 33,3% 56,7%
3SIKAP
AKHIRPelari tidak mengubah kecepatan
36,6% 53,4%
Sikap tubuh membusungkan dada ke
depan
33,3% 56,7%
Langkah dan ayunan tangan di
perlambat setelah memasuki garis
finish
40% 60%
Refleksi siklus I.
Hasil refleksi analisis data siswa
yang memperoleh nilai 70 keatas jumlahnya
13 orang dengan persentase ketuntasan 43,3
%. Hal ini belum mencapai ketuntasan
secara klasikal maka peneliti harus
memperbaiki pembelajaran pada siklus
selanjutnya.
Siklus I I
Setelah diiterapkannya tindakan
disiklus I, kemudian dilanjutkan siklus II,
berikut ini hasil penelitian siklus II:
TABEL 6. PERHITUNGAN NILAI HASIL TES BELAJAR LARI JARAK PENDEK
SISWA SIKLUS I No
Aspek Ketuntasan
Jumlah
Siswa
Nilai KKM
Persentase (%)
1 Tuntas 26 ≥ 70 86,7%
2 Belum Tuntas
4 ≤ 70 13,3%
30
Berdasarkan tabel di atas, diketahui
pada siklus II dengan nilai kriteria
ketuntasan minimal (KKM) sebesar 70,
didapatkan sebanyak 26 (86,7%) siswa yang
dinyatakan tuntas dan 4 (13,3%) siswa yang
dinyatakan belum tuntas dalam
pembelajaran.
Adapun hasil tes unjuk kerja siswa
dalam tes lari jarak pendek 60 meter dapat
dilihat pada table berikut.
TABEL 7. KETUNTASAN LARI JARAK
PENDEK 60 METER SISWA SIKLUS II
NO INDIKATOR SUB INDIKATORPersentase
Ketuntasan
Tuntas Tidak
Tuntas
1SIKAP AWAL
(START)Posisi tubuh saat aba-aba bersedia
80% 20%
Posisi tubuh saat aba-aba siap 70% 30%
Posisi tubuh saat aba-aba Ya 60% 40%
2SIKAP
PELAKSANAAN
Sikap tubuh condong ke depan dan
tolakan kaki
70% 30%
Langkah kaki dan ayunan tangan
semakin kencang
80% 20%
Pandangan mata lurus ke depan 80% 20%
3 SIKAP AKHIR Pelari tidak mengubah kecepatan 83,6% 27,4%
Sikap tubuh membusungkan dada
ke depan
70% 30%
Langkah dan ayunan tangan di
perlambat setelah memasuki garis
finish
40% 60%
41
Refleksi siklus II.
Pelaksanaan siklus II ini apabila
dilihat per aspek, maka hasil refleksi
analisis data siswa yang memperoleh nilai 7
keatas meningkat jumlahnya menjadi 26
orang dengan prosentase 86,6 %. Ini sudah
dapat dikatakan tuntas apabila dilihat secara
klasikal siswa yang mendapat nilai 7 keatas
mencapai 85 % .
Berdasarkan hasil yang dicapai
tersebut diatas, maka data penelitian ini
cukup untuk bahan analisis suatu karya
ilmiah sesuai dengan prosedur yang ada.
Pembahasan
Berdasarkan hasil data yang telah
dicapai persiklusnya mengalami
peningkatan pada siklus I menjadi 43,3%,
siklus II meningkat sebesar 86,6% ini sudah
dikatakan tuntas karena menurut Depdiknas
(2006) bahwa pembelajaran dikatakan
tuntas apabila secara klasikal siswa yang
mendapat nilai 7 keatas mencapai 85 %.
Dalam hal ini peneliti berusaha
memecahkan permasalahan dari siklus I
rata-rata 6,4 dan pada siklus II naik menjadi
7,1 maka permainan hitam dan hijau dalam
pembelajaran lari jarak pendek 60 meter
dapat meningkatkan hasil belajar lari jarak
pendek 60m siswa kelas V Sekolah Dasar
Negeri 17 Makarti Jaya Kabupaten
Banyuasin sehingga siswa dapat termotivasi
untuk mengikuti pembelajaran.
Dari hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil
belajar lari jarak pendek pada siswa, dengan
demikian dalam proses pembelajaran
pendidikan jasmani perlu ada pendekatan
atau metode pembelajaran supaya hasil
belajar dapat tercapai dengan optimal,
metode belajar ini yakni dengan bermain,
melalui pendekatan permainan hijau-hitam.
Berdasarkan karakteristiknya bahwa siswa
SD berada pada masa senang bermain
sehingga pembelajaran dapat diterima dan
menyenangkan.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pengolahan data dapat disimpulkan bahwa
melalui permainan hijau-hitam ada
peningkatan hasil belajar lari jarak pendek
60m pada siswa kelas V Sekolah Dasar
Negeri 17 Makarti Jaya Kabupaten
Banyuasin. Penelitian pada siklus I dengan
nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM)
sebesar 70, didapatkan sebanyak 13
(43,3%) siswa yang dinyatakan tuntas dan
17 (56,7%) siswa yang dinyatakan belum
tuntas dalam pembelajaran. Penelitian pada
siklus II dengan nilai kriteria ketuntasan
minimal (KKM) sebesar 70, didapatkan
sebanyak 26 (86,7%) siswa yang dinyatakan
tuntas dan 4 (13,3%) siswa yang dinyatakan
belum tuntas dalam pembelajaran.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2006. Proedur Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta.
Akbari H., et.al. 2009. The effect of
traditional games in fundamental
motor skill development in 7-9 year-
old boys. Journal. Vol 19 (No 2),
Pp:123-129).
Asriansyah. (2018). Permainan Kecil. Edisi
1. Inspira: Bogor.
------------. (2014). Permainan tradisional
dalam dunia pendidikan dan
kepelatihan. Makalah disampaikan
dalam seminar Peluang dan
Tantangan Pendidikan di Era
Masyarakat Ekonomi Asia (MEA),
pada tanggal 7 Maret 2015. di
Universitas PGRI Palembang.
42
Asriansyah & Almy Akmal, M. (2017).
Developing of traditional games as
nation culture through in physical
education learning for elementary
school students. Makalah
disampaikan dalam seminar
internasional dengan tema 1st
Yogyakarta International Seminar on
Health, Physical Education, and
Sports Science. Pada tanggal 14
Oktober 2017 di Hotel Eastparc
Yogyakarta.
__________. (2018). Pengembangan
permainan tradisional untuk
melestraikan budaya bangsa melalui
pendidikan jasmani di sekolah dasar.
Jurnal Pendidikan Jasmani dan
Olahraga. Volume 3 No 1 April.
ISSN. 2580-071X (online), Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Bahagia, Yoyo. 2011. Atletik. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Caillois, R. (2001). Man, play and games.
(Terjemahan Mayer Barash).
Paris: Librarie Gallimard.
Dana., L.M. (2007). The seeds of learning:
Young children develop important
skills through their gardening
activities at a midwestern early
education program. Applied
Ensvironmental Education and
Communication, 6(1), 49-66.
Darst, P. W., Pangrazi, R. P., Sariscsany,
M. J., & Brusseau, T. A. (2012).
Dynamic physical education for
secondary school students (7th ed.).
San Francisco, CA: Benjamin
Cummings.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar
Kompetensi Mata Pelajaran
Pendidikan Jasmani. Jakarta.
Didik Sidik, Zafar. 2010. Gemar Atletik.
Bandung: Alfabeta
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Eichberg, H. 2005. Traditional games: A
joker in modern development. Some
experiences from Nordic countries
and Nordic-African exchange. Paper
for the international conference Play
the game. Copenhagen: University of
Southern Denmark, Centre for Sport,
Health and Civil Society, Gerlev.
Hartati Yuli, C.S., dkk. (2012. Permainan
kecil. Wineka Media: Malang.
Husdarta. 2010. Sejarah dan Falsafah
Olahraga. Alfabeta. Bandung.
Kurniawan. Feri. 2010. Buku Pintar Olahraga.
Bandung: Alfabeta.
Kovacevic, T., & Opic S. (2014).
Contribution of tradisional games to
the quality of students relation and
frequency of students socialization in
primary education. Journal of
Education.
Mudjihartono. (2009). Seminar nasional
permainan kecil sebagai media
untuk pengembangan potensial
kemampuan siswa di sekolah.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Odok, E.A., et.al. (2013). Effects of motor
skills and flexibility on psychomotor
achievement of secondary school
stidents in physical education in
43
calabar municipitality of cross river
state, Nigeria. Asian Journal of
Education and e-Learning, (ISSN:
2321-2454).
Parents. (2014). http://www.pbs.org/
parents/ childdevelopmenttracker
/five/socialandemotionalgrowth.
html. Dikutip Tanggal 11 Maret
2014. Jam 21:40.
Rosdiani, D. (2012). Model pembelajaran
langsung dalam Pendidikan Jasmani
dan kesehatan. Alfabeta: Bandung. Sanjaya, Wina. 2013. Strategi Pembelajaran.
Jakarta: Kencana
Sardiman. 2010. Motivasi Pembelajaran.
Alfabeta; Bandung.
Sugiyono. (2010). Prosedur penelitian
suatu pendekatan praktek. Rineka
Cipta: Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20
tahun 2003, Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Utama, B. (2010). Bermain dalam
pendidikan jasmani. Fakultas Ilmu
Keolahragaan. Universitas Negeri
Yogyakarta: Yogyakarta.
Zulkifli, L. (2005). Psikologi
perkembangan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
(https://www.statista.com/statistics/712741/
share- of- gamers- by- gender-and-
ageindonesia/. dikutip tanggal 5 Juli
2018).
top related