UJI SIFAT FISIK DAN PALATABILITAS WAFER LIMBAH … · Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah pembuatan wafer hijauan. Penelitian ... Persiapan dimulai dari penulisan
Post on 14-Mar-2019
236 Views
Preview:
Transcript
i
UJI SIFAT FISIK WAFER LIMBAH SAYURAN PASAR DAN
PALATABILITASNYA PADA TERNAK DOMBA
SKRIPSI
FIETA PRESCILIA SYANANTA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ii
RINGKASAN
FIETA PRESCILIA S. D24053408. 2009. Uji Sifat Fisik Wafer Limbah Sayuran
Pasar dan Palatabilitasnya pada Ternak Domba. Skripsi. Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc
Pembimbing Anggota : Ir. Lidy Herawati, MS
Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak
digunakan atau banyak ditemukan di pasar-pasar sayuran. Kelemahan limbah
sayuran pasar antara lain adalah mudah busuk, voluminous (bulky) dan
ketersediaannya berfluktuasi sehingga diperlukan teknologi pengolahan pakan untuk
membuat bahan menjadi tahan lama, mudah disimpan dan diberikan pada ternak.
Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah pembuatan wafer hijauan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan palatabilitas wafer limbah
sayuran pasar yang akan diberikan pada ternak domba.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Wafer limbah sayuran
pasar terdiri dari lima perlakuan yaitu R1 : 100% klobot jagung ; R2 : 75% klobot
jagung + 25% limbah kecambah kacang hijau ; R3 : 50% klobot jagung + 25%
limbah kecambah kacang hijau + 25% daun kembang kol ; R4 : 25% klobot jagung +
50% limbah kecambah kacang hijau + 25% daun kembang kol ; R5 : 25% klobot
jagung + 25% limbah kecambah kacang hijau + 50% daun kembang kol.
Peubah yang diukur adalah daya serap air, aktivitas air, kerapatan dan
palatabilitas wafer limbah sayuran pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan wafer limbah sayuran pasar berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
daya serap air dan kerapatan wafer serta berpengaruh nyata (P<0,08) terhadap
aktivitas air dan palatabilitas wafer (P<0,05). Berdasarkan hasil uji sifat fisik wafer
limbah sayuran pasar dan palatabilitasnya pada ternak domba dapat disimpulkan
bahwa wafer yang mengandung 25% klobot jagung + 50% limbah kecambah kacang
hijau + 25% daun kembang kol merupakan wafer yang terbaik karena wafer tersebut
memiliki nilai palatabilitas tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Kata-kata kunci : limbah sayuran, palatabilitas, sifat fisik dan wafer
iii
ABSTRACT
The Physical Characteristic of Market Vegetable Waste Wafer and that
Palatability for Sheep Livestock
F. P. Syananta, Y. Retnani, L. Herawati
Vegetable waste is part of vegetables or vegetables that are discarded. The
weakness of this vegetable market waste, among others, is perishable, voluminous
(bulky) and the availability was fluctuated so the processing technology is needed to
make this vegetable waste to be durable, easy to stored and to be given to dorbia. To
solve this problem vegetable waste could be formed as wafer. The objective of this
experiment was to determine the physical characteristic and palatability of vegetable
market waste after formed as a wafer.
The experimental design used in this research was Completely Randomized
Design with 5 treatments and 4 replications. The treatments were : R1: maize straw
100%; R2: maize straw 75% + mungbeans sprout waste 25%; R3: maize straw 50%
+ mungbeans sprout waste 25% + cauliflowers 25%; R4: maize straw 25% +
mungbeans sprout waste 50% + cauliflowers 25%; R5: maize straw 25% +
mungbeans sprout waste 25% + cauliflowers 50%.
Wafer’s variables measured were water activity, water absorption, density
and palatability. The results of this research indicated that the treatment of wafer
made from vegetable waste gave significant effect to the water activity (P<0.08) and
wafer palatability (P<0.05). The highly significant effect (P<0.01) were from on
water absorption and wafer density. Based on physical characteristic result of market
vegetable waste wafer R1 have the highest water absorption. Wafer R5 gave a lowest
water activity and wafer R3 gave a highest wafer density. The ration R4 was the
most palatable compare to other treatments for the experimental sheep.
Keywords : physical characteristic, wafer palatability, wafer and vegetable waste
iv
UJI SIFAT FISIK WAFER LIMBAH SAYURAN PASAR DAN
PALATABILITASNYA PADA TERNAK DOMBA
FIETA PRESCILIA SYANANTA
D24053408
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
v
UJI SIFAT FISIK WAFER LIMBAH SAYURAN PASAR DAN
PALATABILITASNYA PADA TERNAK DOMBA
Oleh
FIETA PRESCILIA SYANANTA
D24053408
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 3 September 2009
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc Ir. Lidy Herawati, MS
NIP. 19640724 199002 2 001 NIP. 19620914 198703 2 009
Dekan Fakultas Peternakan Ketua Departemen
Institut Pertanian Bogor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr Dr. Ir. Idat G. Permana, MSc. Agr
NIP : 19670107199103 1 003 NIP. 19670506 199103 1 001
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Januari 1988 di Bandar Lampung. Penulis
merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Syakib Arsalan
dan Ernani Asmarantaka.
Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri 2 Bandar
Lampung pada tahun 1993 dan diselesaikan pada tahun 1999. Pendidikan lanjutan
pertama dimulai oleh penulis pada tahun 1999 dan diselesaikan pada tahun 2002 di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 4 Bandar Lampung. Penulis
kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Bandar
Lampung pada tahun 2002 dan lulus pada tahun 2005.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui program Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis aktif dalam organisasi Himpunan
Profesi Mahasiswa Ilmu Nutrisi Ternak (HIMASITER) periode 2005-2006. Selain
itu, penulis aktif sebagai anggota Paduan Suara Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor (Graziono symphonia) tahun 2006-2007.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan.
Skripsi ini berjudul ”Uji Sifat Fisik Limbah Sayuran Pasar dan
Palatabilitasnya pada Ternak Domba”. Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu
pengujian sifat fisik yang dilakukan di Laboratorium Industri Makanan Ternak dan
untuk pengukuran palatabilitas terhdap ternak domba dilakukan di peternakan ”Mitra
Tani Farm”. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari hingga Mei 2009.
Persiapan dimulai dari penulisan proposal dilanjutkan dengan pengoleksian limbah
sayuran pasar yang dilakukan di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, pembuatan wafer,
pengujian sifat fisik wafer, pengukuran palatabilitas wafer limbah sayuran pasar
terhadap ternak domba dan penulisan hasil.
Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan penulis adanya sumbangan pemikiran
dari berbagai kalangan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis pun mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, September 2009
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................. ii
ABSTRACT ................................................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1
Perumusan Masalah ......................................................................... 2
Tujuan ............................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3
Limbah Sayuran ............................................................................... 3
Wafer................................................................................................. 4
Tetes .................................................................................................. 5
Kadar Air ........................................................................................... 5
Suhu dan Kelembaban ....................................................................... 6
Kualitas Sifat Fisik Wafer .................................................................. 6
Daya Serap Air ......................................................................... 7
Aktivitas Air ............................................................................ 7
Kerapatan ................................................................................. 8
Palatabilitas ....................................................................................... 8
Domba .............................................................................................. 9
METODE ................................................................................................... 11
Lokasi dan Waktu ............................................................................ 11
Materi .............................................................................................. 11
Bahan ....................................................................................... 11
Alat .......................................................................................... 11
Ternak ...................................................................................... 12
Kandang ................................................................................... 12
Rancangan Percobaan ........................................................................ 12
Perlakuan dan Model Matematika ............................................. 12
Peubah yang Diamati ................................................................ 12
Prosedur Pembuatan Wafer Limbah Sayuran Pasar ............................ 13
Pengujian Sifat Fisik .......................................................................... 13
Daya Serap Air.......................................................................... 13
Aktivitas Air ............................................................................ 14
ix
Kerapatan .................................................................................. 14
Pengujian Palatabilitas Wafer ........................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 15
Keadaan Umum Wafer ....................................................................... 15
Sifat Fisik Wafer ................................................................................. 17
Daya Serap Air ......................................................................... 18
Aktivitas Air ............................................................................ 19
Kerapatan ................................................................................. 21
Palatabilitas Wafer Limbah Sayuran Pasar ......................................... 23
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 25
Kesimpulan........................................................................................ 25
Saran ................................................................................................. 25
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 27
LAMPIRAN ................................................................................................ 30
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Kimia Limbah Sayuran Pasar yang Digunakan pada
Penelitian (100% BK) ........................................................................ 11
2. Keadaan Umum Wafer Limbah Sayuran Pasar ................................... 15
3. Hasil Analisa Kimiawi Wafer Limbah Sayuran Pasar (100% BK) ...... 16
4. Uji Sifat Fisik Wafer Limbah Sayuran Pasar ...................................... 18
5. Hasil Uji Palatabilitas Wafer Limbah Sayuran Pasar (g/ekor/jam) ...... 23
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Limbah Sayuran Pasar di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta ................. 3
2. Bentuk Fisik Wafer Limbah Sayuran Pasar ........................................ 15
3. Grafik Batang Daya Serap Air Wafer Limbah Sayuran Pasar ............. 18
4. Grafik Batang Aktivitas Air Wafer Limbah Sayuran Pasar ................. 20
5. Grafik Batang Kerapatan Wafer Limbah Sayuran Pasar ..................... 21
6. Grafik Persamaan Garis Daya Serap Air dengan Kerapatan wafer. ..... 22
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) Daya Serap Air (%) ............................ 31
2. Hasil Uji Lanjut Duncan Daya Serap Air ........................................... 31
3. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) Kerapatan Wafer (g/cm3) .................... 31
4. Hasil Uji Lanjut Duncan Kerapatan Wafer ......................................... 32
5. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) Aktivitas Air (%) ................................ 32
6. Hasil Uji Lanjut Duncan Aktivitas Air ............................................... 32
7. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) Palatabilitas Wafer (g/ekor/jam) ......... 33
8. Hasil Uji Lanjut Duncan Palatabilitas Wafer ...................................... 33
9. Klobot Jagung .................................................................................... 34
10. Daun Kembang Kol ........................................................................... 34
11. Limbah Kecambah Kacang Hijau ....................................................... 34
12. Mesin Forage chopper ....................................................................... 35
13. Mesin Hammer mill ........................................................................... 35
14. Mesin Kempa Wafer .......................................................................... 35
15. Alat-alat Pengujian Sifat Fisik Wafer ................................................. 36
16. Domba Ekor Gemuk .......................................................................... 36
xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan pasar terhadap kebutuhan daging secara keseluruhan setiap
tahunnya semakin meningkat, akan tetapi produksi daging dalam negeri belum dapat
memenuhi permintaan pasar sehingga pemerintah perlu melakukan impor hingga
sebanyak 80.000 ton pada tahun 2008. Pengembangan peternakan domba sangat
berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi impor
daging sapi, selain untuk memenuhi substitusi kebutuhan daging sapi dalam negeri,
usaha pengembangan ternak domba juga dapat membuka peluang untuk memenuhi
permintaan pasar luar negeri (Praharani, 1999).
Penyediaan dan pemberian pakan merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan produktivitas ternak. Firdaus et al. (2004), menyatakan bahwa ternak
yang dipelihara dengan sistem perkandangan harus dapat memenuhi kebutuhan
sejumlah nutrien yang dibutuhkan agar dapat tumbuh dan berkembang. Sumber
pakan bagi ternak terdiri dari dua macam, yaitu hijauan dan konsentrat. Saat ini
pengembangan penyediaan protein hewani yang berasal dari ternak pedaging perlu
mendapat perhatian mengingat keberhasilan dan kemajuan suatu peternakan sangat
bergantung pada produktivitas hijauan pakan. Hijauan merupakan pakan utama bagi
ternak, khususnya ternak ruminansia. Namun, seperti diketahui bahwa produktivitas
hijauan bersifat musiman, pada saat musim hujan hijauan melimpah, tetapi pada
musim kemarau sangat sedikit bahkan tidak ada sehingga peternakan domba dapat
mengalami penurunan produktivitasnya. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu
dilakukan upaya pencarian pakan alternatif pengganti hijauan pakan pada musim
kemarau dan pada waktu pakan berkekurangan.
Pertambahan penduduk khususnya kota Jakarta yang semakin meningkat,
menuntut penyediaan pangan yang semakin meningkat pula. Hal tersebut berdampak
dengan meluasnya lahan yang digunakan untuk pasar-pasar tradisional sebagai
tempat penyedia kebutuhan pangan yang umum didatangi oleh masyarakat. Efek
negatif dari kondisi tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan yang salah
satu diantaranya adalah menumpuknya limbah sayuran pasar.
Limbah sayuran pasar apabila digunakan sebagai bahan baku pakan memiliki
beberapa kelebihan yaitu memiliki nilai ekonomis karena dapat menghasilkan
xiv
beberapa produk yang berguna dan harganya yang murah, mudah didapat dan tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia. Selain itu juga dapat mengurangi masalah
pencemaran lingkungan akibat limbah pasar yang menumpuk. Kelemahan limbah
pasar antara lain adalah mudah busuk, voluminous (bulky) dan ketersediaannya
berfluktuasi sehingga diperlukan teknologi pengolahan pakan untuk membuat bahan
menjadi tahan lama, mudah disimpan dan diberikan pada ternak.
Salah satu contoh teknologi pengawetan adalah pengepresan menggunakan
mesin kempa dengan teknik pencampuran bahan pada limbah sayuran menjadi wafer.
Komposisi wafer tersebut dibuat menyerupai komposisi hijauan pakan sehingga
diharapkan disukai oleh ternak (palatabel) serta dapat mengatasi kelangkaan hijauan
pada musim kemarau.
Perumusan Masalah
Ketersediaan rumput yang berfluktuasi dan tergantung pada musim
menyebabkan peternak mengalami kesulitan untuk mendapatkan rumput, sementara
itu setiap hari selalu terjadi penumpukan limbah pasar di beberapa pasar di DKI
Jakarta yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan perkotaan, oleh karena itu
perlu dicarikan jalan keluar untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satunya
adalah dengan memanfaatkan limbah pasar khususnya limbah sayuran sebagai
pengganti hijauan pakan ternak terutama pada musim kemarau.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan palatabilitas wafer
limbah sayuran pasar pada ternak domba.
xv
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Sayuran
Menurut Apriadji (1990) dan Sutamihardja (1978), limbah atau sampah
merupakan zat-zat atau bahan-bahan yang sudah tidak terpakai lagi. Hadiwiyoto
(1983), mengelompokkan sampah atau limbah berdasarkan beberapa faktor yaitu
menurut bentuk dan sifatnya. Berdasarkan bentuknya, sampah dibedakan menjadi
sampah padat, cair dan gas. Berdasarkan sifatnya, sampah dibedakan menjadi
sampah yang mengandung senyawa organik yang berasal dari tanaman, hewan dan
mikroba dan sampah anorganik yaitu garbage (bahan yang mudah membusuk) dan
rubbish (bahan yang tidak mudah membusuk). Salah satu sampah atau limbah yang
banyak terdapat di sekitar kota adalah limbah pasar. Limbah pasar merupakan bahan-
bahan hasil sampingan dari kegiatan manusia yang berada di pasar dan banyak
mengandung bahan organik. Kondisi melimpahnya limbah sayuran pasar dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Limbah Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta
Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah pasar yang banyak mengandung bahan
organik adalah sampah-sampah hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan dan
daun-daunan serta dari hasil perikanan dan peternakan. Limbah sayuran adalah
bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak dapat digunakan atau dibuang.
Berdasarkan pengamatan di lapangan (2009), limbah yang terdapat di Pasar Induk
Kramat Jati Jakarta terdiri dari limbah buah-buahan dan sayur-sayuran. Limbah
buah-buahan terdiri dari limbah buah semangka, melon, pepaya, jeruk, nenas dan
lain-lain sedangkan limbah sayuran terdiri dari limbah daun bawang, seledri, sawi
xvi
hijau, sawi putih, kol, limbah kecambah kacang hijau, klobot jagung, daun kembang
kol dan masih banyak lagi limbah-limbah sayuran lainnya. Namun yang lebih
berpeluang digunakan sebagai bahan pengganti hijauan untuk pakan ternak adalah
limbah sayuran karena selain ketersediaannya yang melimpah, limbah sayuran juga
memiliki kadar air yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan limbah buah-
buahan sehingga jika limbah sayuran dipergunakan sebagai bahan baku untuk pakan
ternak maka bahan pakan tersebut akan relatif tahan lama atau tidak mudah busuk.
Wafer
Wafer merupakan suatu bahan yang mempunyai dimensi (panjang, lebar, dan
tinggi) dengan komposisi terdiri dari beberapa serat yang sama atau seragam (ASAE,
1994). Wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi
bentuk cube, dalam proses pembuatannya mengalami proses pencampuran
(homogenisasi), pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu.
Bahan baku yang digunakan terdiri dari sumber serat yaitu hijauan dan konsentrat
dengan komposisi yang disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak dan dalam
proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan 12 kg/cm2
dan
pemanasan pada suhu 120°C selama 10 menit (Noviagama, 2002). Menurut Winarno
(1997) tekanan dan pemanasan tersebut menyebabkan terjadinya reaksi Maillard
yang mengakibatkan wafer yang dihasilkan beraroma harum khas karamel. Prinsip
pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel. Proses pembuatan
wafer membutuhkan perekat yang mampu mengikat partikel-partikel bahan sehingga
dihasilkan wafer yang kompak dan padat sesuai dengan densitas yang diinginkan.
Menurut Sutigno (1994), perekat adalah suatu bahan yang dapat menahan dua buah
benda berdasarkan ikatan permukaan.
Adapun keuntungan wafer menurut Trisyulianti (1998) adalah : (1) kualitas
nutrisi lengkap, (2) bahan baku bukan hanya dari hijauan makanan ternak seperti
rumput dan legum, tetapi juga dapat memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan,
atau limbah pabrik pangan, (3) tidak mudah rusak oleh faktor biologis karena
mempuyai kadar air kurang dari 14%, (4) ketersediaannya berkesinambungan karena
sifatnya yang awet dapat bertahan cukup lama sehingga dapat mengantisipasi
ketersediaan pakan pada musim kemarau serta dapat dibuat pada saat musim hujan
ketika hasil hijauan makanan ternak dan produk pertanian melimpah, dan (5)
xvii
kemudahan dalam penanganan karena bentuknya padat kompak sehingga
memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi.
Beberapa penelitian telah dilakukan di Indonesia dengan tujuan mencari cara
untuk memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan. Upaya ini meliputi
penggunaan langsung dalam pakan, pengolahan untuk mempertinggi nilai pakannya,
dan pengawetan agar dapat mengatasi fluktuasi penyediaan (Lebdosukoyo, 1983).
Tetes
Tetes atau molases adalah cairan kental limbah pemurnian gula yang
merupakan sisa nira yang telah mengalami proses kristalisasi. Bentuk fisik tetes atau
molases tampak sebagai cairan pekat dan berwarna gelap disebabkan oleh adanya
reaksi “browning”, memiliki rasa pahit-pahit manis dan merupakan cairan yang
berviskositas tinggi sehingga tidak mudah membeku (Tedjowahjono, 1987).
Menurut Hariyati et al. (1976), tetes ini dapat membantu fiksasi nitrogen dalam
rumen dan fermentasi sehingga daya cernanya meningkat.
Menurut Akhirany (1998), bahan-bahan yang mengandung pati dan gula
sangat baik sebagai bahan pengikat karena mempunyai kemampuan merekat yang
baik. Molases mengandung 50-60% gula, sejumlah asam amino dan mineral
sehingga baik digunakan sebagai perekat (Puturan, 1982). Komposisi kimia tetes
atau molases dari limbah industri perkebunan tebu adalah 3,9% protein, 0,29%
lemak, 0,4% SK dan 84,4% Beta-N.
Kadar Air
Kerusakan bahan pakan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi dan kapang; aktivitas-
aktivitas enzim di dalam bahan pakan; serangga, parasit dan tikus; suhu termasuk
suhu pemanasan dan pendinginan; kadar air, udara; dan jangka waktu penyimpanan.
Kadar air pada permukaan bahan pakan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH)
udara disekitarnya. Bila kadar air bahan rendah, RH disekitarnya tinggi, maka akan
terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air
menjadi lebih tinggi. (Winarno et al., 1980).
Kadar air suatu bahan dapat diukur dengan berbagai cara. Metode
pengukuran yang umum dilakukan di laboratorium adalah dengan pemanasan di
xviii
dalam oven atau dengan cara destilasi. Kadar air bahan merupakan pengukuran
jumlah air total yang terkandung dalam bahan pakan, tanpa memperlihatkan kondisi
atau derajat keterikatan air (Syarief dan Halid, 1993).
Suhu dan Kelembaban
Suhu dan kelembaban sangat menentukan laju pertumbuhan dan jumlah
mikroorganisme pada penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka
kelembaban relatif makin rendah. Kelembaban relatif yang terlalu tinggi
menyebabkan cairan akan terkondensasi pada permukaan, sehingga permukaan
bahan basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan mikroba.
Berdasarkan hasil suhu maksimum dan optimum, mikroorganisme dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu : (1) Mesofil, suhu pertumbuhan yang paling baik pada
25ºC hingga 40ºC dan suhu minimum adalah 10ºC, (2) Psikrofil, merupakan
mikroorganisme yang dapat tumbuh pada suhu 0ºC atau lebih rendah, tetapi suhu
optimalnya adalah 20ºC hingga 30ºC, (3) Thermofil, merupakan mikroorganisme
yang tumbuh dengan baik pada temperatur antara 45ºC hingga 60ºC. Berdasarkan
penelitian karena suhu udara tempat penyimpanan berkisar antara 27,40ºC hingga
28,16ºC maka mikroba yang berpeluang untuk berkembang biak adalah mikroba dari
kelompok Mesofil dan Psikrofil (Amiroh, 2008).
Kualitas Sifat Fisik Wafer
Prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel. Sifat
fisik merupakan bagian dari karakteristik mutu yang berhubungan dengan nilai
kepuasan konsumen terhadap bahan. Sifat-sifat bahan serta perubahan-perubahan
yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menentukan mutu pakan,
selain itu pengetahuan tentang sifat fisik digunakan juga untuk menentukan keofisien
suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan (Muchtadi dan Sugiono,
1989).
xix
Daya Serap Air
Daya serap air merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan untuk
menyerap air disekelilingnya agar berikatan dengan partikel bahan atau tertahan pada
pori antar partikel bahan (Jayusmar, 2000).
Trisyulianti (1998) menyatakan, wafer dengan kemampuan daya serap air
tinggi akan berakibat terjadinya pengembangan tebal yang tinggi pula, karena
semakin banyak volume air hasil penyerapan yang tersimpan dalam wafer akan
diikuti dengan peningkatan perubahan muai wafer. Daya serap air berbanding
terbalik dengan kerapatan. Semakin tinggi kerapatan wafer menyebabkan
kemampuan daya serap air yang lebih rendah.
Furqaanida (2004) menyatakan, ransum komplit dengan campuran kelobot
jagung paling banyak lebih mudah hancur ketika direndam air jika dibandingkan
wafer ransum komplit dengan campuran rumput lapang. Hal tersebut disebabkan
oleh kemampuan ikatan antar partikel penyusun wafer yang berdeda-beda.
Aktivitas Air
Aktivitas air bahan pakan adalah air bebas yang terkandung dalam bahan
pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarif dan Halid,
1993). Aktivitas air erat hubungannya dengan kadar air. Komposisi bahan baku
sumber serat meyebabkan terdapatnya rongga-rongga udara pada wafer, semakin
banyak kandungan sumber serat maka rongga yang terdapat dalam wafer juga akan
semakin banyak dan besar yang menyebabkan jalannya penguapan terjadi lebih cepat
sehingga dapat meningkatkan kadar air yang terdapat dalam wafer (Widiarti, 2008).
Adnan (1982) dalam Florensyah (2007) menyatakan, bahwa pada umumnya bila
aktivitas air dikurangi sampai batas tertentu akan menekan pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme. Winarno (1997) menyatakan, berbagai
mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik,
misalnya bakteri tumbuh pada Aw 0,90, khamir pada Aw 0,80-0,90, dan kapang pada
Aw 0,60-0,70.
Tingginya aktivitas air disebabkan oleh ransum yang disimpan dalam jumlah
yang cukup tinggi, dan pelepasan air ke udara ruang penyimpanan tidak besar tetapi
tinggi sehingga nilai aktivitas air tinggi (Ayu, 2003).
xx
Kerapatan
Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan dari partikel dalam lembaran dan
sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan
kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran. Wafer pakan yang
mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras
sehingga mudah dalam penanganan baik penyimpanan maupun goncangan pada saat
transportasi dan diperkirakan akan lebih lama dalam penyimpanan (Trisyulianti,
1998), sebaliknya pakan yang memiliki kerapatan rendah akan memperlihatkan
bentuk wafer pakan yang tidak terlalu padat dan tekstur yang lebih lunak serta porous
(berongga), sehingga diperkirakan hanya dapat bertahan dalam penyimpanan
beberapa waktu saja.
Menurut Jayusmar (2000), wafer dengan nilai kerapatan yang tinggi tidak
begitu disukai oleh ternak, karena terlalu padat sehingga ternak sulit untuk
mengkonsumsinya. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Elita (2002) yang
menyatakan bahwa pada umumnya ternak tidak menyukai pakan yang terlalu keras
atau memiliki kerapatan tinggi, namun ternak lebih memilih pakan yang lebih remah.
Palatabilitas
Palatabilitas didefinisikan sebagai respon yang diberikan oleh ternak terhadap
pakan yang diberikan dan hal ini tidak hanya oleh ternak ruminansia tetapi juga oleh
hewan mamalia lainnya terutama dalam memilih pakan yang diberikan (Church and
Pond, 1998). Pemberian ransum atau pakan selain harus memenuhi zat-zat nutrisi
yang dibutuhkan dalam jumlah yang tepat, pakan tersebut harus memenuhi syarat-
syarat seperti aman untuk dikonsumsi, palatabel, ekonomis dan berkadar gizi yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak (Afriyanti, 2002).
Salah satu indikasi wafer yang baik adalah adanya tingkat palatabilitas yang
tinggi. Palatabilitas merupakan hasil keseluruhan dari faktor-faktor yang menentukan
suatu pakan menarik bagi ternak. Faktor-faktor tersebut adalah bau, rasa, bentuk dan
temperatur pakan (Lawrence, 1990). Pond et al. (1995) mendefinisikan palatabilitas
sebagai daya tarik suatu pakan atau bahan pakan untuk menimbulkan selera makan
dan langsung dimakan oleh ternak. Palatabilitas biasanya diukur dengan cara
memberikan dua atau lebih pakan kepada ternak sehingga ternak dapat memilih dan
memakan pakan mana yang lebih disukai. Palatabilitas ransum merupakan faktor
xxi
penting dalam cafetaria feeding. Palatabilitas dapat diuji dengan cafeteria feeding
yaitu dengan cara memberikan kepada ternak untuk memilih sendiri makanan atau
bahan ransum yang ada untuk dikonsumsi lebih banyak, agar kebutuhan zat-zat
makanan terpenuhi (Patrick dan Schaible, 1980). Bahan ransum yang mempunyai
palatabilitas tinggi akan dikonsumsi lebih banyak (Ewing, 1963). Penentuan tingkat
palatabilitas ini dinyatakan dengan jumlah konsumsi total bahan kering per hari oleh
suatu ternak (Apriati, 1989). Tahap akhir dari uji palatabilitas adalah dengan
menimbang dan mengukur sisa satu jam dari pakan yang diberikan pada ternak
(Edney, 1982).
Domba
Ternak domba termasuk subfamili Cuprinae, famili Bovidae, genus Ovis dan
spesies Ovis aries. Subfamili Cuprinae berasal dari dataran tinggi di daerah
pegunungan dan berkembang menjadi spesies, subspesies, varietas serta ras-ras lokal
tertentu. Ternak domba dari Asia tersebar kesebelah barat antara lain Mediterania,
termasuk Eropa dan Afrika serta kesebelah timur tersebar kedaerah subkontinen
India dan Asia Tenggara (Devendra dan McLeroy, 1982).
Ternak domba merupakan salah satu ternak yang berkembang di Indonesia,
terutama di pedesaan karena domba berperan besar dalam menunjang ekonomi
keluarga peternak. Efisiensi produksi domba sebagian besar tergantung pada cara
pemberian pakan, tingkat manajemen pemberian pakan dan ketersediaan gizi untuk
mendapatkan produksi yang tinggi. Untuk meningkatkan produktivitas domba
diperlukan dukungan akan ketersedian pakan yang kontinyu, sehingga ternak domba
dapat tumbuh dan mendapat ransum dalam jumlah dan kualitas yang cukup
(Tomaszewska et al., 1993).
Pemeliharaan ternak domba mempunyai beberapa keunggulan antara lain : (a)
dapat beranak sepanjang tahun dan tidak dipengaruhi oleh musim, (b) mempunyai
adaptasi yang baik dan tahan terhadap serangan beberapa penyakit atau parasit, (c)
dapat beranak banyak dan (d) dapat segera bunting kembali sebulan setelah beranak
(Diwyanto dan Inounu, 2001).
Sumber energi utama bagi ternak ruminansia khususnya domba dapat
diperoleh dari hijauan, silase, dan biji-bijian. Kekurangan energi dapat menyebabkan
terjadinya penurunan bobot badan ternak, memperlambat pertumbuhan, mengurangi
xxii
efisiensi reproduksi, mengurangi produksi susu, dan meningkatkan mortalitas
(McDonald et al., 1995). Dalam usaha penggemukan ternak domba, kecukupan
energi, protein, vitamin, dan mineral dalam ransum memegang peranan yang penting
(Stanton dan Le Valley, 2003). Jika domba diberi makanan padat (kering) di kandang
maka sebaiknya diberi minum ad libitum. Namun, domba tidak harus minum setiap
saat terutama jika digembalakan pada pastura yang muda dan basah (Williamson dan
Payne, 1993).
Domba Ekor Gemuk
Menurut Bradford dan Inounu (1996), bahwa domba Ekor Gemuk banyak
terdapat di Jawa Timur. Menurut FAO (2004), domba Ekor Gemuk banyak
ditemukan di daerah Madura, Jawa Timur dan wilayah Indonesia Timur seperti
Lombok, Sumbawa, Kisar dan Sawa. Domba Ekor Gemuk yang dihasilkan di
Indonesia merupakan persilangan antara domba kirmani jantan dan domba asli
Indonesia (Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur 1981 dalam
Puspianah 2008). Dijelaskan lebih lanjut oleh Bradford dan Inounu (1996), bahwa
tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas domba Ekor Gemuk adalah ekornya
yang besar, lebar dan panjang. Menurut FAO (2004), bentuk tubuh domba Ekor
Gemuk lebih besar daripada domba Ekor Tipis. Domba Ekor Gemuk memiliki berat
jantan dewasa 45-50 kg dan betina dewasa 25-35 kg. Tinggi badan pada jantan
dewasa 60-65 cm dan betina dewasa 52-60 cm. Warna bulu putih, tidak bertanduk
dengan bulu wol kasar dimiliki oleh jenis domba Ekor Gemuk. Domba ini dikenal
sebagai domba yang tahan terhadap panas dan kering.
xxiii
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2009. Koleksi limbah
sayuran dilakukan di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, pengolahan limbah sayuran
pasar dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor dan uji palatabilitas pada ternak domba dilakukan di Mitra Tani
Farm Bogor.
Materi
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah sayuran (klobot
jagung, limbah kecambah kacang hijau dan daun kembang kol) berasal dari Pasar
Induk Kramat Jati Jakarta dan bahan perekat yaitu molases/tetes. Komposisi kimia
dari beberapa limbah sayuran pasar dan rumput lapang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Sayuran Pasar yang Digunakan pada
Penelitian (100%BK)
Analisa Kimia Kelobot Jagung Limbah Kecambah
Kacang Hijau Daun Kembang Kol
BK 22,87 34,63 54,92
Abu 2,80 2,40 11,31
PK 5,33 21,95 27,57
SK 48,19 57,06 18,94
LK 0,61 0,52 3,50
Beta-N 43,07 18,08 38,69
Keterangan : Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2009).
Alat
Alat yang digunakan meliputi tong penampung limbah sayuran, mesin forage
choper, mixer, mesin kempa panas yang digunakan dalam proses pengempaan pada
pembuatan wafer dan kemasan karung plastik.
xxiv
Ternak
Penelitian ini menggunakan ternak Domba Ekor Gemuk jantan sebanyak 15
ekor dengan bobot badan 21-24 kg.
Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran 1,5 x 0,8 x
1 m3. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum.
Rancangan Percobaan
Perlakuan dan Model Matematika
Rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Ransum wafer
limbah sayuran terdiri dari 5 macam perlakuan, yaitu:
R1 = 100% klobot jagung R2 = 75% klobot jagung + 25% limbah kecambah kacang hijau
R3 = 50% klobot jagung + 25% limbah kecambah kacang hijau + 25% daun kembang kol
R4 = 25% klobot jagung + 50% limbah kecambah kacang hijau + 25% daun kembang kol R5 = 25% klobot jagung + 25% limbah kecambah kacang hijau + 50% daun kembang kol
Adapun Model Matematik dari rancangan percobaan yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Yij = µ + i + ij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dalam ulangan ke-j
μ = Nilai rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati diuji dengan analisis
ragam atau analysis of variance (ANOVA) dan jika memberikan hasil yang nyata
maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
Peubah yang Diamati
1. Uji Sifat Fisik Wafer Limbah Sayuran Pasar
a. Pengukuran Daya Serap Air
b. Penetapan Aktivitas Air
c. Kerapatan Wafer
xxv
2. Pengujian Palatabilitas Wafer Limbah Sayuran Pasar
Prosedur Pembuatan Wafer Limbah Sayuran Pasar
a. Pengumpulan limbah sayuran pasar yang akan digunakan sebagai bahan baku
wafer.
b. Limbah sayuran dipotong-potong menggunakan mesin forage chopper
dengan ukuran 2-3 cm.
c. Limbah sayuran dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 15-17%.
d. Limbah sayuran yang telah kering digiling kasar dengan mesin hammer mill,
e. Kemudian hasil gilingan limbah sayuran ditimbang sebanyak 400 g dan
dicampur dengan tetes sebanyak 5% (20 g) dari bahan baku yang
dipergunakan hingga bahan-bahan tersebut tercampur dengan rata
(homogen).
f. Pencetakan wafer dengan menggunakan mesin wafer yang memiliki ukuran
wafer sebesar 20 x 20 x 1,5 cm dan dilakukan pengempaan panas selama 10
menit dengan suhu 120ºC.
g. Pengondisian wafer dilakukan dengan cara membiarkan pada udara terbuka
(suhu kamar) sampai kadar air dan beratnya konstan.
Pembuatan wafer limbah sayuran pasar pada penelitian kali ini dilakukan di
Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pengujian Sifat Fisik
Daya Serap Air (Widarmana, 1997)
Daya serap air (DSA) diperoleh dari pengukuran berat sebelum dan sesudah
perendaman wafer limbah sayuran pasar berukuran 5 x 5 x 1 cm dalam air selama 5
menit. Nilai daya serap air dihitung dengan rumus:
DSA (%) = BA
BABBx 100%
Keterangan:
DSA = daya serap air wafer (%)
BA = berat awal (g)
BB = berat akhir (g)
xxvi
Aktivitas Air
Aktivitas air diperoleh dari hasil pengukuran wafer limbah sayuran pasar
berukuran 5 x 5 x 1 cm dengan menggunakan Aw meter selama satu jam pengamatan
yang sebelumnya telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan
Barium Klorida (BaCl2). Larutan dibiarkan selama tiga jam setelah jarum Aw meter
ditera sampai menunjukkan angka 0,9 karena BaCl2 mempunyai kelembaban garam
jenuh sebesar 90%. Nilai aktivitas air dihitung dengan rumus:
Aw = Skala ± {|suhu - 20| x 0,002}
Kerapatan (Widarmana, 1997)
Kerapatan adalah salah satu faktor penting pada sifat fisik wafer dan
merupakan pedoman untuk memperoleh gambaran tentang kekuatan wafer yang
diinginkan. Wafer yang digunakan untuk pengukuran kerapatan berukuran 5 x 5 x 1
cm. Nilai kerapatan dihitung dengan rumus:
K = )(PxTxL
W x 100%
Keterangan:
K = kerapatan (g/cm3)
W = berat uji contoh (g)
P = panjang contoh uji (cm)
L = lebar contoh uji (cm)
T = tebal contoh uji (cm)
Pengujian Palatabilitas Wafer
Pengujian palatabilitas dari kelima perlakuan pakan wafer tersebut dilakukan
dengan melihat tingkat konsumsi pakan dari ternak domba yang berjumlah 15 ekor.
Uji palatabilitas dilakukan dengan cara memberikan wafer masing-masing perlakuan
pada tiga ekor domba yang berbeda selama satu jam pengamatan yaitu pada pukul
07.00-08.00 WIB. Nilai palatabilitas wafer limbah sayuran pasar diperoleh dari
berapa banyak wafer (g) yang dikonsumsi oleh ternak domba.
HASIL DAN PEMBAHASAN
xxvii
Keadaan Umum Wafer
Wafer limbah sayuran pasar adalah suatu produk pengolahan pakan ternak
yang berbahan dasar limbah sayuran pasar yang dapat digunakan sebagai pakan
alternatif pengganti hijauan pada musim kemarau. Bentuk, ukuran dan warna wafer
limbah sayuran pasar menurut perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bentuk Fisik Wafer Limbah Sayuran Pasar
Keadaan umum wafer limbah sayuran pasar dalam penelitian ini adalah
berbentuk persegi dan padat. Bentuk tersebut sangat menguntungkan karena
mempermudah dalam penanganan, penyimpanan serta transportasi. Keadaan umum
wafer limbah sayuran pasar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Keadaan Umum Wafer Limbah Sayuran Pasar
Perlakuan Tekstur Kepadatan Warna Aroma
R1 kasar sekali Kompak sekali coklat muda Harum
R2 Kasar Kompak coklat Harum
R3 agak kasar agak remah coklat tua Harum
R4 sedikit kasar sedikit remah coklat tua kehijauan harum sekali
R5 sedikit kasar sedikit Remah coklat tua kehijauan harum menyengat
Keterangan : R1 = 100% Klobot jagung R2 = 75% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau R3 = 50% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol R4 = 25% Klobot jagung + 50% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol R5 = 25% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 50% Daun kembang kol
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa wafer limbah sayuran pasar rata-
rata memiliki tekstur yang kasar, jika komposisi klobot jagung yang terkandung
dalam wafer semakin banyak maka tekstur yang dihasilkan akan semakin kasar.
xxviii
Selain itu juga, semakin bervariasinya bahan yang digunakan maka kepadatan wafer
yang dihasilkan akan semakin remah khususnya wafer yang komposisi klobot
jagungnya hanya 25% yaitu, wafer R4 dan R5.
Wafer yang dihasilkan berwarna coklat hingga coklat tua kehijauan atau
gelap, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan komposisi jumlah
limbah sayuran yang terkandung didalamnya, semakin beragam jenis bahannya maka
warna yang dihasilkan juga akan semakin coklat tua kehijauan khususnya pada wafer
yang mengandung komposisi daun kembang kol. Warna coklat pada wafer yang
dihasilkan berasal dari reaksi browning non enzimatik yaitu reaksi-reaksi antara
asam organik dengan gula pereduksi dan antara asam-asam amino dengan gula
pereduksi (Winarno, 1997).
Wafer yang dihasilkan dalam penelitian ini beraroma harum khas karamel.
Hasil ini didukung dengan pernyataan Winarno (1997), bahwa tekanan kempa dan
pemanasan pada bahan baku pakan dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard
sehingga wafer yang dihasilkan memiliki aroma harum khas karamel. Hasil analisa
kimiawi wafer limbah sayuran pasar menurut perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisa Kimiawi Wafer Limbah Sayuran Pasar (100%BK)
Keterangan : Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2009)
R1 = 100% Klobot jagung R2 = 75% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau R3 = 50% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol R4 = 25% Klobot jagung + 50% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol R5 = 25% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 50% Daun kembang kol
Data pada Tabel 2 berdasarkan hasil analisa proksimat kandungan kadar air
terendah terdapat pada wafer R5 (9,42%), sedangkan kandungan kadar air tertinggi
terdapat pada wafer R1 (20,46%). Tinggi-rendahnya kandungan kadar air pada
wafer dipengaruhi oleh kadar air bahan baku yang digunakan dan kelembaban nisbi
Analisa
Kimiawi R1 R2 R3 R4 R5
Kadar Air 20,46 10,28 12,20 9,42 13,09
Abu 3,86 3,31 7,94 7,74 10,59
Protein Kasar 9,89 9,80 14,45 17,20 21,83
Serat Kasar 44,90 40,40 32,85 34,83 28,63
Lemak kasar 0,79 0,74 1,28 1,06 1,16
Beta-N 40,56 45,75 43,49 39,17 37,80
xxix
(RH) disekitar wafer. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas
bahan atau pakan yang dapat mengakibatkan tumbuhnya jamur atau perkembangan
bakteri (Winarno et al., 1980). Berdasarkan hasil pengukuran suhu yang diperoleh
dari penelitian sebelumnya, karena suhu udara tempat penyimpanan berkisar antara
27,40ºC hingga 28,16ºC maka mikroba yang berpeluang untuk berkembang biak
adalah mikroba dari kelompok Mesofil dan Psikrofil (Amiroh, 2008).
Kandungan protein kasar pada wafer limbah sayuran pasar yang tertinggi
(21,83%) terdapat pada wafer R5 dan terendah (9,80%) terdapat pada wafer R2,
sedangkan untuk kandungan serat kasar yang tertinggi (40,90%) terdapat pada wafer
R1 dan terendah (28,63%) terdapat pada wafer R5, hal tersebut dikarenakan adanya
pengaruh dari komposisi protein dan serat yang terkandung di dalam bahan baku
yang digunakan untuk membuat wafer limbah sayuran pasar.
Sifat Fisik Wafer
Sifat fisik yang diamati pada peubah dalam penelitian ini meliputi daya serap
air, aktivitas air dan kerapatan wafer limbah sayuran pasar. Hingga saat ini belum
ada standar yang tepat untuk menentukan kualitas dari wafer sebagai pakan ternak,
sehingga penentuan standar wafer limbah sayuran pasar hasil penelitian ini hanya
mengacu pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Hasil pengujian sifat fisik
wafer limbah sayuran pasar selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Uji Sifat Fisik Wafer Limbah Sayuran Pasar
Ulangan Peubah
Daya Serap Air (%) Aktivitas Air (%) Kerapatan (g/cm3)
R1 525,20 ± 12,27A 0,91 ± 0,03
a 0,70 ± 0,06
B
xxx
R2 121,35 ± 53,41BC
0,91 ± 0,01a 0,71 ± 0,08
B
R3 80,79 ± 32,48CD
0,93 ± 0,01a 0,88 ± 0,02
A
R4 157,53 ± 36,14B 0,91 ± 0,01
a 0,56± 0,07
C
R5 42,34 ± 4,86D 0,82 ± 0,11
b 0,78 ± 0,07
B
Rataan 185,44 0,89 0,69
Keterangan : Superskrip huruf kapital dan kecil yang berbeda pada baris yang sama masing-masing menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01) dan berbeda nyata (P<0,08) R1 = 100% Klobot jagung
R2 = 75% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau R3 = 50% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol R4 = 25% Klobot jagung + 50% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol
R5 = 25% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 50% Daun kembang kol
Daya Serap Air
Daya serap air merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan untuk
menyerap air di sekelilingnya untuk berikatan dengan partikel bahan atau tertahan
pada pori antar partikel bahan (Jayusmar, 2000). Wafer limbah sayuran pasar
diharapkan juga mempunyai kecepatan yang tinggi untuk menjadi lunak saat terkena
air liur ternak pada waktu dikunyah oleh ternak. Rataan daya serap air pada wafer
limbah sayuran pasar dapat dilihat pada Gambar 3.
525.20
121.3580.79
157.53
42.34
0
100
200
300
400
500
600
1 2 3 4 5
Perlakuan
Daya S
erap
Air
Keterangan : 1 = 100% Klobot jagung 2 = 75% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau 3 = 50% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol 4 = 25% Klobot jagung + 50% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol 5 = 25% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 50% Daun kembang kol
Gambar 3. Grafik Batang Daya Serap Air Wafer Limbah Sayuran Pasar
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa sumber serat dalam hal ini adalah
klobot jagung sebagai penyusun wafer limbah sayuran pasar memberikan pengaruh
yang sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi-rendahnya persentase daya serap air.
Daya serap air dari wafer limbah sayuran pasar pada penelitian ini merupakan
xxxi
perubahan pertambahan berat wafer setelah mengalami perendaman selama lima
menit. Nilai rataan daya serap air terendah (42,34 ± 4,86%) terdapat pada wafer R5
dan tertinggi (525,20 ± 12,27%) terdapat pada R1. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa perlakuan R1 sangat berbeda nyata jika dibandingkan dengan
perlakuan R2, R3, R4 dan R5. Perlakuan R4 dan R2 menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata antar perlakuannya akan tetapi berbeda nyata jika dibandingkan
dengan perlakuan R3 dan R5.
Wafer limbah sayuran pasar yang memiliki kandungan klobot jagung lebih
banyak akan dapat menyerap air lebih banyak pula, hal ini disebabkan klobot jagung
merupakan pakan sumber serat yang memiliki rongga udara lebih banyak sehingga
mampu menyerap air lebih banyak juga. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil
penelitian sebelumnya (Furqaanida, 2004) bahwa, ransum komplit dengan campuran
klobot jagung paling banyak lebih mudah hancur ketika direndam air jika
dibandingkan wafer ransum komplit dengan campuran rumput lapang. Trisyulianti
(1998) menyatakan, wafer dengan kemampuan daya serap air tinggi akan
mengakibatkan terjadinya pengembangan yang semakin tebal juga, karena semakin
banyak volume air hasil dari penyerapan yang tersimpan dalam wafer diikuti dengan
peningkatan perubahan ketebalan wafer.
Aktivitas Air
Aktivitas air bahan pakan adalah air bebas yang terkandung dalam bahan
pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarif dan Halid,
1993). Adnan (1982) dalam Florensyah (2007) menyatakan, bahwa pada umumnya
bila aktivitas air dikurangi sampai batas tertentu akan menekan pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme. Nilai aktivitas air pada wafer limbah sayuran pasar
menurut perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.
xxxii
0.91 0.91
0.93
0.91
0.82
0.76
0.78
0.80
0.82
0.84
0.86
0.88
0.90
0.92
0.94
1 2 3 4 5
Perlakuan
Ak
tivit
as
Air
Keterangan : 1 = 100% Klobot jagung 2 = 75% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau 3 = 50% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol 4 = 25% Klobot jagung + 50% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol 5 = 25% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 50% Daun kembang kol
Gambar 4. Grafik Batang Aktivitas Air Wafer Limbah Sayuran Pasar
Hasil sidik ragam menunjukkan hasil aktivitas air yang berbeda nyata
(P<0,08) pada setiap perlakuan wafer limbah sayuran pasar. Nilai rataan aktivitas air
tertinggi (0,93 ± 0,01%) terdapat pada wafer R3 dan terendah (0,82 ± 0,11%)
terdapat pada R5. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan R5 berbeda
nyata jika dibandingkan dengan perlakuan R1, R2, R3 dan R4. Namun, pada
perlakuan R1, R2, R3 dan R4 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar
perlakuannya.
Dari pengukuran Aw pada penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan
bahwa perlakuan R5 merupakan wafer yang paling rendah karena adanya pengaruh
dari besarnya kadar air yang terkandung dalam bahan baku wafer. Komposisi bahan
baku sumber serat menyebabkan terdapatnya rongga-rongga udara pada wafer,
semakin banyak kandungan sumber serat maka rongga yang terdapat dalam wafer
juga akan semakin banyak dan besar yang menyebabkan jalannya penguapan terjadi
lebih cepat sehingga dapat meningkatkan kadar air yang terdapat dalam wafer
(Widiarti, 2008). Hal tersebut juga diperkuat dengan penyataan Ayu (2003) yang
menyatakan bahwa tinggi-rendahnya aktivitas air pada wafer dapat dipengaruhi oleh
xxxiii
kadar air yang terkandung dalam bahan baku ataupun suhu lingkungan tempat
penyimpanan wafer.
Menurut Winarno (1997), berbagai mikroorganisme mempunyai Aw
minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri tumbuh pada Aw 0,90,
khamir pada Aw 0,80-0,90, dan kapang pada Aw 0,60-0,70.
Kerapatan
Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan suatu partikel dalam lembaran
dan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya
tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran. Wafer pakan
yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras
sehingga mudah dalam penanganan baik penyimpanan maupun goncangan pada saat
transportasi dan diperkirakan akan lebih lama dalam penyimpanan (Trisyulianti,
1998). Nilai kerapatan pada wafer limbah sayuran pasar menurut perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 5.
0.70 0.71
0.88
0.56
0.78
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
1 2 3 4 5
Perlakuan
Ker
ap
ata
n
Keterangan : 1 = 100% Klobot jagung 2 = 75% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau 3 = 50% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol 4 = 25% Klobot jagung + 50% Limbah kecambah kacang hijau + 25% Daun kembang kol 5 = 25% Klobot jagung + 25% Limbah kecambah kacang hijau + 50% Daun kembang kol
Gambar 5. Grafik Batang Kerapatan Wafer Limbah Sayuran Pasar
Hasil sidik ragam kerapatan wafer menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01) pada setiap perlakuan wafer limbah sayuran pasar. Kerapatan wafer yang
terendah (0,70 ± 0,06 g/cm
3) terdapat pada R4 dan yang tertinggi (0,88 ± 0,02 g/cm
3)
xxxiv
terdapat pada R3. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan R3
berbeda sangat nyata jika dibandingkan dengan perlakuan R1, R2, R4 dan R5. Hasil
yang sama juga ditunjukkan pada perlakuan R1, R2 dan R5 jika dibandingkan
dengan perlakuan R4. Namun, berbeda pada perlakuan R1, R2 dan R5 yang
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuannya.
Menurut Trisyulianti (1998), kerapatan berbanding terbalik dengan daya
serap air, semakin tinggi kerapatan wafer menyebabkan kemampuan daya serap air
semakin rendah. Namun, pernyataan tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian
yang diperoleh. Kondisi tersebut diduga dipengaruhi oleh perbedaan kerapatan dari
bahan baku wafer yang dipergunakan, sehingga mempengaruhi kerapatan wafer yang
diperoleh pada penelitian ini. Selain sangat bergantung pada kerapatan bahan baku
yang digunakan, kerapatan wafer juga sangat bergantung dengan besarnya tekanan
kempa yang diberikan selama preoses pembuatan. Wafer yang mempunyai kerapatan
tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras, sebaliknya wafer yang
mempunyai kerapatan rendah akan memperlihatkan bentuk yang tidak terlalu padat,
tekstur yang lebih lunak dan memiliki rongga-ronga. Persamaan garis antara daya
serap air dengan kerapatan wafer limbah sayuran pasar dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Persamaan Garis Daya Serap Air dengan Kerapatan Wafer
y = -0,0002x + 0,7573
R2 = 0,0944
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
0 100 200 300 400 500 600
Daya Serap Air
Kerap
ata
n
Kerapatan Linear (Kerapatan)Keterangan :
xxxv
Berdasarkan grafik persamaan garis daya serap air dengan kerapatan wafer,
dapat ditarik kesimpulan bahwa, daya serap air pada wafer limbah sayuran pasar
tidak dapat mencerminkan kerapatan wafer. Hal ini dikarenakan nilai R2 yang
dihasilkan pada grafik persamaan linier memiliki nilai yang terlalu kecil.
Palatabilitas Wafer Limbah Sayuran Pasar
Palatabilitas didefinisikan sebagai respon yang diberikan oleh ternak terhadap
pakan yang diberikan dan hal ini tidak hanya dilakukan oleh ternak ruminansia tetapi
juga dilakukan oleh hewan mamalia lainnya terutama dalam memilih pakan yang
diberikan (Church et al., 1974). Palatabilitas terhadap wafer limbah sayuran pasar
pada penelitian kali ini digunakan sebagai penunjang atau indikator untuk
mengetahui seberapa besar ternak domba Ekor Gemuk menyukai wafer tersebut.
Pengujian palatabilitas ini dilakukan selama satu hari dengan lama pemberian wafer
selama satu jam. Hasil uji palatabilitas wafer limbah sayuran pasar dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Palatabilitas Wafer Limbah Sayuran Pasar (g/ekor/jam)
Ulangan Perlakuan
R1 R2 R3 R4 R5
1 14, 90 56,60 6,50 58,10 3,50
2 46,10 49,20 44,80 80,50 8,00
3 79,20 34,50 37,90 69,0 5,20
Rataan 46,73 ± 32,15ab 46,77 ± 11,25ab 29,73 ± 20,41bc 69,27 ± 11,20a 5,57 ± 2,27c
Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0,05)
Hasil sidik ragam uji palatabilitas menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) pada perlakuan wafer limbah sayuran pasar. Rataan hasil penelitian (Tabel
5) menunjukkan perlakuan R4 memiliki palatabilitas yang lebih tinggi (69,27 ± 11,20
g/ekor/jam) jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya (P<0,05). Nilai standar
deviasi yang tinggi pada setiap perlakuan diduga disebabkan oleh waktu pengujian
palatabilitas pada ternak domba yang terlalu singkat yaitu selama satu jam
pengamatan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan R4, R1 dan R2
berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan R3 dan R5. Pada R3 dan R5
berbeda nyata antar perlakuan akan tetapi pada R4, R1 dan R2 tidak menunjukkan
xxxvi
perbedaan yang nyata. Tingginya palatabilitas disebabkan pada perlakuan R4
memiliki komposisi limbah kecambah kacang hijau paling banyak, yang memiliki
ukuran yang lebih kecil sehingga memudahkan untuk dikonsumsi oleh ternak domba,
selain itu juga wafer tersebut memiliki yang aroma yang lebih harum dan tidak
terlalu menyengat jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Salah satu ciri wafer yang baik adalah mempunyai tingkat palatibilitas yang
tinggi. Palatabilitas sangat penting karena merupakan gabungan dari beberapa faktor
yang berbeda yang dirasakan oleh ternak, yang mewakili rangsangan dari
penglihatan, penciuman, sentuhan dan rasa yang dipengaruhi oleh faktor fisik dan
kimia dari ternak yang berbeda (Lawrence, 1990).
xxxvii
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji sifat fisik wafer limbah sayuran pasar dan
palatabilitasnya pada ternak domba dapat disimpulkan bahwa wafer yang
mengandung 25% klobot jagung + 50% limbah kecambah kacang hijau + 25% daun
kembang kol merupakan wafer yang terbaik, karena wafer tersebut memiliki nilai
palatabilitas tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Saran
1. Limbah Sayuran Pasar dapat menjadi pakan alternatif pengganti hijauan pada
musim kemarau.
2. Perlunya penambahan waktu saat pengujian palatabilitas pada ternak domba.
3. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya simpan wafer limbah
sayuran pasar.
xxxviii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah
memberikan segala limpahan nikmat, rahmat, hidayah serta inayahNya sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc.
sebagai dosen pembimbing utama dan Ir. Lidy Herawati, MS. sebagai dosen
pembimbing anggota atas segala bimbingannya selama penelitian hingga penulisan
skripsi. Kepada Ir. Abdul Djamil Hasjmi, MS. sebagai dosen penguji seminar, Prof.
Dr. Ir. Pollung H Siagian MS. dan Dr. Ir Ahmad Darobin Lubis, M.Sc. sebagai dosen
penguji tugas akhir atas saran dan kritik dalam perbaikan skripsi ini, serta kepada
segenap civitas akademika Fakultas Peternakan IPB atas sumbangsih ilmu dan
bantuan yang tak ternilai kepada penulis.
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamya penulis sampaikan kepada
Ayahanda Syakib Arsalan dan Ibunda Ernani Asmarantaka tercinta, tetehku Nicky
Pradipta Syananta, adikku Dinda Amalia Syananta dan Kammaruzaman Alfarizi,
sepupu-sepupuku Cece’ Vini, Ses Ica , Aci Gadis, Cici’ Ika, Qiyai Aldi, Rezi, Wa’
Uncu, Uncle Sam, serta keluarga besar Harun Al-Rasyid dan keluarga besar Hasyim
Asmarantaka atas doa, kasih sayang, semangat, perhatian dan dukungannya hingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mbak Weny, ibu Andi, pak
Yudi, pak wardi, pak atib, pak hadi dan mbak anis yang telah membantu Penulis
untuk melakukan penelitian di Laboratorium Industri Makanan Ternak. Teman satu
tim penelitian Shondy terima kasih atas kerjasama, pengertian dan kebersamaannya.
Terimakasih kepada seluruh teman-teman INTP khususnya INTP 42 Riani, Fella,
Gladys, Elga, Chandra, Franco dan teman-teman Nutrisi 42 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu atas bantuan, persahabatan dan semangatnya kita selama ini.
Teman-teman di Kost Novia II terima kasih atas semangatnya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak
yang membutuhkan.
Bogor, September 2009
Penulis
xxxix
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti, L. 2002. Daun bawang merah (Allium ascalonicum L.) sebagai hijauan
substitusi rumput lapang pada ternak Domba Ekor Gemuk. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Akhirany, A. R. N. 1998. Nilai nutrisi ransum pellet komplit berbasis jerami padi
dengan berbagai level energi dan protein untuk pertumbuhan kambing
kacang. Thesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Amiroh, I. 2008. Pengaruh wafer ransum komplit limbah tebu dan penyimpanan
kualitas sifat fisik. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Apriati, L.1989. Palatibilitas dan kecernaan berbagai straw mix dari rumput gajah
(Pennisetum Purpureum) pada sapi peternakan Fries Holland. Karya Ilmiah.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Apriadji, W. H. 1990. Memproses Sampah. Penebar Swadaya Masyarakat. Jakarta.
ASAE Standart. 1994. Wafer, pellet and crumbles-definitions and methods for
determining specific weight, durability and moisture content. In: R. R. Mc
Ellhiney (Editor). Feed Manufacturing Technology IV. American Feed
Industry Association, Inc. Arlington.
Ayu, D. P. F. 2003. Pengaruh penggunaan perekat bentonit dan Super Bind® dalam
ransum ayam broiler terhadap sifat fisik selama penyimpanan enam minggu.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bradford, G. E. dan I. Inounu. 1996. Prolific breeds of Indonesia. M. H. Fahmy (Ed).
Prolific Sheep. CAB International. University Press, Cambridge.
Church, D. C., E.S. Gary., J.P Fontenot and A. T Ralston. 1974. Digestive
physiology and nutrition of ruminants. Vol 2. O & B Books. New York.
Church, D., and W. G. Pond. 1998. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd
Ed. John
Wiley and Sons, New York.
Devendra, C dan G. B. Mc Leroy. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropics.
Longman Group Ltd, Singapore.
Diwyanto, K. dan I. Inounu. 2001. Ketersediaan teknologi dan pengembangan
ruminansia kecil. Makalah pada Seminar Nasional Domba dan Kambing.
Institut Pertanian Bogor.
Edney, A. T. B. 1982. Dog and Cat Nutrition. Pergamon Press Ltd. New York.
Elita, M. 2002. Upaya pemanfaatan hijauan dan sumber serat limbah pertanian dalam
pembuatan wafer ransum komplit. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Ewing, W. R.1963. Poultry Nutrition 5th
Edition The Ray Ewing Co., Pasadena
California.
FAO. 2004. Prolific sheep in Java. http://www.fao.org/DOCREP/X6517E04.htm.
[5 Agustus 2009].
xl
Firdaus, D., A. Astuti dan E. Wina. 2004. Pengaruh kondisi fisik kaliandra dan
campurannya dengan gamal segar terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien
pada domba. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 9(1): 12-16.
Florensyah, A. I. 2007. Pengaruh lama penyimpanan ransum komersial ayam broiler
starter bentuk crumble terhadap kadar air, aktivitas air dan sifat fisik. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan klobot jagung sebagai substitusi sumber serat
ditinjau dari kualitas fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk
domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hadiwiyoto. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Indayu, Jakarta.
Hariyati, D., A. Parakkasi dan R. Herman. 1976. Pengaruh level dan waktu
pemberian urea terhadap daya cerna bahan kering, bahan organik, dan serat
kasar pada domba. Media Peternakan : 4-6.
Jayusmar. 2000. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer
ransum komplit dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk
ternak ruminansia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Lawrence, T. L. J. 1990. Influence of Palatabilities and Diet Asimilation in Non
Ruminants. In: J. Wiseman and P. J. A. Cole (Editor). 1990. Feedstuff
Evaluation. University Press. Cambridge: 115-141.
Lebdosukoyo, S. 1983. Pemanfaatan limbah pertanian untuk menunjang kebutuhan
pakan ruminansia. Proc. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Fakultas
Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mahaputra, S., P. Kurniadhi., Rokhman dan Kadiran. 2003. Analisis biaya
pemeliharaan domba dengan complete feed. Buletin Teknik Pertanian Vol.8.
(2): 47-48.
McDonald, P., R. A. Edwards., J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 1995. Animal
Nutrition. 5th Edition. Jhon Willey and Sons, Inc. New York.
Muchtadi, R. T. dan Sugiono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk
Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor.
Noviagama, V. R. 2002. Penggunaan tepung gaplek sebagai bahan perekat alternatif
dalam pembuatan wafer ransum komplit. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Patrick, H and P. J. Schaible. 1980. Poultry Feeds and Nutrition. Avi Publishing C.,
Inc, Westport Connecticut.
Pond, W. G., D.C. Church and K. R. Pond,. 1995. Basic Animal Nutrition and
Feeding. John Wiley and Sons, New York.
Puspianah, R. 2008. Pengaruh penyusutan dan konsentrat terhadap pemulihan bobot
badan domba ekor gemuk pasca transportasi. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
xli
Puturan, J. M. 1982. By Product of the Cane Sugar Industry an Introduction to Their
Technology. 2 nd
Ed. Elsevier Publishing Co., Amsterdam.
Stanton, T. L. and S. B. Le Valley. 2003. Lamb Feedlot Nutrition. Colorado State
University. Cooperative Extention, Colorado.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Sutamihardja, R. T. M. 1978. Kualitas dan pencemaran lingkungan. Laporan
Masalah Khusus Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sutigno, P. 1994. Teknologi Papan Partikel. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.
Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tedjowahjono, S. A. 1987. Pengaruh suplementasi konsentrat, daun trembesi
(Samanea Saman Jaca) dan daun gamal (Gliricidia Maculata H. B. K)
terhadap performance sapi yang mendapat pakan pucuk tebu. Proc. Seminar.
Limbah Pertanian sebagai Pakan dan Manfaat Lainnya.
Tomaszewska, M. W., A. Djajanegara, S. Gardiner, T. R. Wiradarya and I. M.
Mastika. 1993. Small Ruminant Production in the Humid Tropics. Sebelas
Maret University, Surakarta, Indonesia.
Trisyulianti, E. 1998. Pembuatan wafer rumput gajah untuk pakan ruminansia besar.
Proc. Seminar Hasil-hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widarmana, S. 1977. Panil-panil berasal dari kayu sebagai bahan bangunan.
Proceding Seminar Persaki di Bogor Tgl. 23-24 Juni 1977. Pengurus Pusat
Persaki, Bogor.
Widiarti, W. 2008. Uji sifat fisik dan palatabilitas ransum komplit wafer pucuk tebu
dan ampas tebu untuk pedet sapi Fries Holland. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Williamson, G. and W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.
Winarno, F G. 1997. Kimia Pangan Gizi. Edisi Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
xlii
LAMPIRAN
xliii
Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) Daya Serap Air (%)
SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 4 607001,970 151750,492 140,834**
3,056 4,893
Error 15 16162,678 1077,512
Total 19 623164,648 32798,139
Keterangan : ** sangat berbeda nyata (P<0,01)
Lampiran 2. Hasil Uji Lanjut Duncan Daya Serap Air
Perlakuan N Subset
1 2 3 4
5 4 42,342
3 4 80,790 80,790
2 4 1,213 1,213
4 4 1,575
1 4 5,252
Signifikansi 0,118 0,101 0,140 1,000
Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) Kerapatan Wafer (g/cm3)
SK Db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 4 0,213 0,053 12,904** 3,056 4,893
Error 15 0,062 0,004
Total 19 0,276 0,015
Keterangan : ** sangat berbeda nyata (P<0,01)
xliv
Lampiran 4. Hasil Uji Lanjut Duncan Kerapatan Wafer
Perlakuan N
Subset
1 2 3
4 4 0,563
1 4 0,695
2 4 0,708
5 4 0,775
3 4 0,878
Sig. 1,000 0,115 1,000
Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) Aktivitas Air (%)
SK Db JK KT F hitung F 0,01 F 0,08
Perlakuan 4 0,030 0,008 2,914* 4,893 2,580
Error 15 0,039 0,003
Total 19 0,069 0,004
Keterangan : * berbeda nyata (P<0,08)
Lampiran 6. Hasil Uji Lanjut Duncan Aktivitas Air
Perlakuan N
Subset
1 2
5 4 0,818
2 4 0,908
1 4 0,910
4 4 0,910
3 4 0,925
Signifikansi 1,000 0,660
xlv
Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) Palatabilitas Wafer (g/ekor/jam)
SK Db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan 4 6713,924 1678,481 4,914* 3,478 5,994
Error 10 3415,633 341,563
Total 14 10129,557 723,540
Keterangan : * berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 8. Hasil Uji Lanjut Duncan Palatabilitas Wafer
Perlakuan N
Subset
1 2 3
5 3 5,567
3 3 29,733 29,733
1 3 46,733 46,733
2 3 46,767 46,767
4 3 69,267
Signifikansi 0,140 0,307 0,184
xlvi
Lampiran 9. Klobot Jagung
Lampiran 10. Daun Kembang Kol
Lampiran 11. Limbah Kecambah Kacang hijau
xlvii
Lampiran 12. Mesin Forage chopper
Lampiran 13. Mesin Hammer mill
Lampiran 14. Mesin Kempa Wafer
xlviii
Lampiran 15. Alat-alat Pengujian Sifat Fisik Wafer
Lampiran 16. Domba Ekor Gemuk
top related