Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif)
kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan
dan pusat penelitian medik. Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Unit gawat darurat adalah unit pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan
pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan
melibatkan berbagai multidisiplin (DepKes RI, 2005). Jumlah dan kasus pasien yang
datang ke unit gawat darurat tidak dapat diprediksi karena kejadian kegawatan atau
bencana dapat terjadi kapan saja, dimana saja serta menimpa siapa saja. Karena kondisinya
yang tidak terjadwal dan bersifat mendadak serta tuntutan pelayanan yang cepat dan tepat
maka diperlukan triage sebagai langkah awal penanganan pasien di unit gawat darurat
dalam kondisi sehari-hari, kejadian luar biasa maupun bencana.
Triage pertamakali dilakukan tahun 1797 oleh Dominique Jean Larrey ahli bedah
Napoleon Bonaparte, dengan cara memilah kasus berdasarkan kondisi luka. Prioritas utama
saat itu adalah tentara dengan luka ringan dapat segera kembali ke medan perang setelah
dilakukan penanganan minimal. Konsep triage dilakukan saat itu karena pertempuran
mengakibatkan banyak korban sementara ahli bedah Napoleon terbatas.
Florence Nightingale menggunakan konsep triage selama perang crime dengan cara
memilah korban perang yang mungkin atau tidak mungkin bertahan hidup dan
memerlukan perawatan lebih lanjut (Thomas, Bernardo & Herman 2003, dalam Semonin,
2008) Pada tahun 1960 triage mulai berkembang dan dilakukan di unit gawat darurat.
Awalnya triage dilakukan oleh dokter atau tim yang terdiri dari dokter dan perawat, saat ini
triage umumnya dilakukan oleh seorang perawat unit gawat darurat yang telah
berpengalaman (Gilboy, Travers & Wuerz 1999, dalam Semonin, 2008)
1
Triage adalah suatu sistem seleksi dan pemilihan pasien untuk menentukan tingkat
kegawatan dan prioritas penanganan pasien (DepKes RI, 2005). Sistem triage merupakan
salah satu penerapan sistem manajemen risiko di unit gawat darurat sehingga pasien yang
datang mendapatkan penanganan dengan cepat dan tepat sesuai kebutuhannya dengan
menggunakan sumberdaya yang tersedia. Triage juga membantu mengatur pelayanan
sesuai dengan alur pasien di unit gawat darurat. Penilaian triage merupakan pengkajian
awal pasien unit gawat darurat yang dilakukan oleh perawat.
Triage merupakan salah satu ketrampilan keperawatan yang harus dimiliki oleh
perawat unit gawat darurat dan hal ini membedakan antara perawat unit gawat darurat
dengan perawat unit khusus lainnya. Karena triage harus dilakukan dengan cepat dan
akurat maka diperlukan perawat yang berpengalaman dan kompeten dalam melakukan
triage.
Sesuai standar DepKes RI perawat yang melakukan triage adalah perawat yang telah
bersertifikat pelatihan PPGD (Penanggulangan Pasien Gawat Darurat) atau BTCLS (Basic
Trauma Cardiac life support) (Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Rumah
Sakit, 2005). Selain itu perawat triage sebaiknya mempunyai pengalaman dan pengetahuan
yang memadai karena harus trampil dalam pengkajian serta harus mampu mengatasi situasi
yang komplek dan penuh tekanan sehingga memerlukan kematangan professional untuk
mentoleransi stress yang terjadi dalam mengambil keputusan terkait dengan kondisi akut
pasien dan menghadapi keluarga pasien (Elliott et al, 2007, hlm 466). Berdasarkan kondisi
tersebut menggambarkan bahwa tidak mudah bagi perawat untuk melaksanakan triage.
Pelaksanaan triage saat ini dilakukan dengan berbagai metode tetapi semuanya
tetap berprinsip pada penilaian jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation) atau primary survey. Agar penilaian triage lebih akurat primary survey akan
dilanjutkan dengan fokus survey sekunder. Untuk melakukan penilaian tersebut tentunya
diperlukan fasilitas yang memadai.
Fasilitas yang diperlukan adalah tempat dan peralatan untuk menilai kondisi pasien.
Karena fungsinya sebagai penilaian awal pasien yang datang ke unit gawat darurat maka
lokasi yang ideal untuk triage adalah ruangan terdekat dengan pintu masuk pasien.
Ruangan triage memerlukan peralatan untuk melakukan pemeriksaan awal pada pasien
seperti tensimeter, thermometer, pulse oxymeter, stetoskop dan glucometer. Peralatan ini
membantu perawat untuk melakukan penilaian triage dengan tepat, terutama pada pasien
dengan kondisi airway, breathing, circulationyang terlihat stabil tetapi setelah dilakukan
pemeriksaan gula darahnya lebih dari 500 mg/dl atau tekanan darah sistoliknya 200 mmHg
2
atau lebih. Kondisi tersebut tentunya membutuhkan penanganan segera untuk menghindari
komplikasi lebih lanjut demi keselamatan pasien.
Keselamatan pasien saat ini menjadi perhatian dalam pelayanan kesehatan seperti
di rumah sakit (RS). RS Puri Indah juga berusaha menerapkan standar keselamatan pasien
di dalam pelayanannya kepada pasien salahsatunya adalah dengan pelaksanaan triage di
unit gawat darurat (UGD). Di UGD RS Puri Indah pelaksanaan triage menggunakan
standar Cape Triage Score yang dilakukan oleh 14 perawat yang telah bersertifikat BTCLS
dan sebagian ACLS.
Standar triage cape triage score yang terdiri dari penilaian TEWS (triage early
warning score) berdasarkan pengukuran tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, mobilisasi,
adanya riwayat trauma dan penilaian deskriminator dengan melihat penampilan pasien,
mekanisme injury dan tingkat nyeri pasien. Standar triage ini digunakan dengan
pertimbangan bahwa perawat UGD RS Puri Indah mayoritas perawat baru yang rata-rata
mempunyai pengalaman kerja 2 sampai 3 tahun dan triage tersebut lebih mudah
pelaksanaannya serta merupakan triage komprehensif. Ruang triage berada di lobby ruang
UGD dekat pintu masuk dan dilengkapi dengan dinamap (untuk pemeriksaan tensi, nadi,
Spo2), glucometer, thermometer, timbangan berat badan, pengukur tinggi badan dan
peralatan pelindung diri (masker, handrub, sarung tangan).
Berdasarkan observasi dan penilaian dokumentasi triage pada file pasien ketepatan
penilaian triage pada bulan September 2010 94,24%, Oktober 2010 95,95% dan
November 2010 98, 61%. Tetapi pelaksanaan triage belum sepenuhnya dilakukan di ruang
triage yang telah disediakan karena masih ditemukan perawat tidak selalu berada di ruang
triage dan adanya faktor pasien yang tidak mau dilakukan triage. Berdasarkan observasi
pada bulan November 2010 dari 100 pasien hanya 40% pasien yang dilakukan triage di
ruang triage sesuai dengan alur pasien. Mengingat tingginya kunjungan kasus false
emergency di RS Puri Indah yaitu 86,79% pada bulan Oktober, 86,27% pada bulan
November dan 87,31% pada bulan Desember 2010 hal ini dapat beresiko terjadinya
keterlambatan penanganan atau penanganan menjadi tidak sesuai dengan prioritas
kegawatan pasien.
3
1.2 Tujuan Pembahasan
Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna
bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya dibagi
menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah
wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan
melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I fakultas kedokteran, dimana pemikiran
ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu
persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini
ialah sebagai berikut :
a. Melengkapi tugas small group discussion skenario satu, modul dua puluh satu tentang
kedaruratan jalan napas.
b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis.
c. Sebagai bahan referensi mahasiswa/I Fakultas Kedokteran UISU dalam menghadapi
ujian akhir modul.
Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat diharapkan
dapat berguna setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh tujuan tersebut
dapat tercapai dengan baik
1.3 Metode dan Teknik
Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering
digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, yaitu dengan
menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber
data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga diperoleh
informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi yang
didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulan sesuai dengan pembahasan yang akan
dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah ini.
Itulah sekilas tentang metode dan teknik yang digunakan dalam penyusunan makalah ini.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
LEDAKAN M-CITY
Anda dimintai bantuan keruang gawat darurat dimana 5 orang dibawah setelah mengalami
cedera akibat ledakan disuatu fasilitas hiburan. Setelah memperhatikan situasi dengan
cepat, berikut kondisi dari para pasien:
PASIEN KONDISI
A Seorang pemuda berteriak, “Tolong ....., sakit sekali kakiku!”
B Seorang wanita muda tampak sianosis dan takipnue dengan suara napas
yang gaduh
C Seorang pria tua berusia 50 tahun yang terbaring diatas genangan darah,
tampak kain celana pada kaki kirinya berlumuran darah
D Seorang pemuda telungkup kaku diatas usungan
E Seorang pemuda yang berteriak-teriak agar seseorang menolongnya atau
dia akan memanggil pengacaranya
2.2 Learning Objective
Mampu mengetahui, memahami, serta menjelaskan Triase, meliputi;
1. Defenisi
2. Klasifikasi
3. Tujuan
4. Prinsip
5. Pemilihan pasien gawat darurat pada pasien triase
6. Tindakan awal kedaruratan
7. Penaganan Kegawatdaruratan
8. Revaluasi kegawatdaruratan
9. Dokumentasi Triase
5
2.3 Defenisi Triase
Triase berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triage dan diturunkan dalam
bahasa Indonesia triaseyang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini
istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang
cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang
memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya. Sistem triase mulai dikembangkan mulai
pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD yang melampaui kemampuan
sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan segera.(Oman, 2008). Tujuan
daritriase dimanapun dilakukan, bukan saja supaya bertindak dengan cepat dan waktu yang
tepat tetapi juga melakukan yang terbaik untuk pasien. Dimana triase dilakukan
berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera, jumlah pasien yang datang, sarana kesehatan
yang tersdia serta kemungkinan hidup pasien.( Pusponegoro, 2010)
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling
efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan
pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan
dan sumber daya yang ada.
Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat
ringannya kondisi klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage,
perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan
memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
Triase berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triage danditurunkan dalam
bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaituproses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cedera ataupenyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kiniistilah
tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konseppengkajian yang cepat dan
berfokus dengan suatu cara yangmemungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia,
peralatan sertafasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang
memerlukanperawatan di UGD setiap tahunnya.(Pusponegoro, 2010)
Triage adalah suatu sistem untuk menyeleksi problem pasien yang datang ke Unit
Gawat Darurat (UGD) sesuai dengan skala prioritas kegawat daruratannya.
6
Triage officer adalah petugas yang bertanggung jawab melakukan triage pasien yang
datang memerlukan pelayanan UGD.
Triage dilakukan oleh seorang dokter, bila kondisi tidak memungkinkan triage
dilakukan oleh perawat Senior UGD (katim) yang telah dilatih untuk menyeleksi pasien
sesuai dengan prioritas kegawat daruratannya
2.4 Tujuan Triase
Tujuan triage adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan
pertolongan kedaruratan. Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat
2.5 Klasifikasi Triase
Tipe Triage Di Rumah Sakit
1. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
a. Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b. Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
d. Tidak ada dokumentasi
e. Tidak menggunakan protocol
2. Tipe 2 : Cek Triage Cepat
a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregristrasi atau dokter
b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Evaluasi terbatas
d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat
perawatan pertama
3. Tipe 3 : Comprehensive Triage
a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b. 4 sampai 5 sistem katagori
c. Sesuai protocol
7
Beberapa tipe sistem triagelainnya :
a. Traffic Director
Dalam sistem ini, perawat hanya mengidentifikasi keluhan utama dan memilih antara
status “mendesak” atau “tidak mendesak”.Tidak ada tes diagnostik permulaan yang
diintruksikan dan tidak ada evaluasi yang dilakukan sampai tiba waktu pemeriksaan.
b. Spot Check
Pada sistem ini, perawat mendapatkan keluhan utama bersama dengan data subjektif
dan objektif yang terbatas, dan pasien dikategorikan ke dalam salah satu dari 3 prioritas
pengobatan yaitu “gawat darurat”, “mendesak”, atau “ditunda”. Dapat dilakukan
beberapa tes diagnostik pendahuluan, dan pasien ditempatkan di area perawatan
tertentu atau di ruang tunggu.Tidak ada evaluasi ulang yang direncanakan sampai
dilakukan pengobatan.
c. Comprehensive
Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan dokter dan perawat
dalam menjalankan peran triage.Data dasar yang diperoleh meliputi pendidikan dan
kebutuhan pelayanan kesehatan primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan
objektif. Tes diagnostik pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan di ruang
perawatan akut atau ruang tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit
(Iyer, 2004).
2.6 Prinsip Triase
Di rumah sakit, didalam triase mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala.
Perawat triase menggunakan ABC keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan dan
sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan
inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan memar untuk mempriori taskan
perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat.Perawat memberikan
prioritas pertama untuk pasien gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu.
Pasien-pasien ini mungkin memiliki kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah
jantung dan mereka menerima pengobatan pertama. Pasien yang memiliki masalah yang
sangat mengancam kehidupan diberikan pengobatan langsung bahkan jika mereka
diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak sumber daya medis.(Bagus,2007).
8
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan sistemprioritas, prioritas
adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang
mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan :
1. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit.
2. Dapat mati dalam hitungan jam.
3. Trauma ringan.
4. Sudah meninggal.
Prinsip dalam pelaksanaan triase :
1. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam
kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
2. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Intinya, ketetilian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses
interview.
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat
informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat seorang
pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk
intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang dapat
diterima untuk suatu pengobatan.
5. Tercapainya kepuasan pasien
a. Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat menetapkan hasil
secara serempak dengan pasien
b. Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat
menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dengan
keadaan kritis.
c. Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga atau
temannya.
9
2.7 Pemilihan Pasien Gawat Darurat Pada Pasien Triase
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada keluhan
utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasil
pengkajian fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive Speciality Standard, ENA tahun
1999, penentuan triase didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial
selain pada factor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien
lewat sistem pelayanan kedaruratan.Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup setiap
gejala ringan yang cenderung berulang atau meningkat keparahannya .
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul.Beberapa hal yang
mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage adalah kondisi klien yang meliputi :
a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
c. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan
ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / pernafasan, Circulation / sirkulasi), jika tidak
ditolong segera maka dapat meninggal / cacat (Wijaya, 2010)
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik. Artinya memilih berdasar
prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE.
1. Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah
untuk berat dan biru untuk sangat berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu
resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan
III > 25%.
2. Prioritas II (medium) warna kuning
Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka
waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah
tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen,
laserasi luas, trauma bola mata.
10
3. Prioritas III (rendah) warna hijau
Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan.
4. Prioritas 0 warna Hitam.
Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif.
Contoh henti jantung kritis, trauma kepala berat. (Mosby, 2008).
Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran,
trauma mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti
oleh dokter spesialis. Misalnya ; pasien kanker
tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar,
tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut
dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur
minor / tertutup, sistitis, otitis media dan
lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda
klinis ringan / asimptomatis. Misalnya
penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya
11
Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)
KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi
dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan
hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan
bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka
terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III > 25%
Prioritas II (kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila
tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan
terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak /
abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu
segera. Penanganan dan pemindahan bersifat
terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti
jantung kritis, trauma kepala kritis.
12
Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan(Iyer, 2004)
TINGKAT KEAKUTAN
Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya memar minor);
dapat menunggu lama tanpa bahaya
Kelas II Nonurgen / tidak mendesak (misalnya ruam, gejala
flu); dapat menunggu lama tanpa bahaya
Kelas III Semi-urgen / semi mendesak (misalnya otitis media);
dapat menunggu sampai 2 jam sebelum pengobatan
Kelas IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur panggul, laserasi
berat, asma); dapat menunggu selama 1 jam
Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung, syok); tidak
boleh ada keterlambatan pengobatan ; situasi yang
mengancam hidup
Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
13
a. Nyeri hebat
b. Perdarahan aktif
c. Stupor / mengantuk
d. Disorientasi
e. Gangguan emosi
f. Dispnea saat istirahat
g. Diaforesis yang ekstrem
h. Sianosis
i. Tanda vital di luar batas normal (Iyer, 2004).
2.8 Tindakan Awal Kegawatdaruratan
Menurut Oman, 2008 penilaian triase terdiri dari:
a. Primary survey
priorotas (ABC) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya.
b. Secondary survey
pemeriksaan menyeluruh (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III,0 dan
selanjutnya.
c. Monitoring
korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan pada (A,B,C) derajat
kesadaran dan tanda vital lainnya. Perubahan prioritas karena perubahan kondisi
korban. Penanganan pasien UGD perawat dalam pelaksanaan triase harus sesuai
dengan protap pelayanan triase agar dalam penanganan pasien tidak terlalu lama.
2.9 Penangan Kegawat Daruratan
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus mulai
memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian,
misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelum mengarahkan ke
ruang perawatan yang tepat.
14
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih
dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat
triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat;
misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung
dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah
triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap
60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat,
pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu.Setiap pengkajian ulang harus
didokumentasikan dalam rekam medis.Informasi baru dapat mengubah kategorisasi
keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan.Misalnya kebutuhan untuk memindahkan
pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika
pasien tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis.(Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif bahwa ia
mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani
terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif
sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian
dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer)
Alur dalam proses triase.
1. Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.
2. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan
di luar ruang triase (di depan gedung IGD).
4. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kodewarna:
a. Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya:Tension
pneumothorax, distress pernafasan (RR< 30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
b. Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada
ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup
pada ekstrimitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan
tubuh, dsb.
15
c. Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong
diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor, memar dan lecet,
luka bakar superfisial.
d. Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski
mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh,
kerusakan organ vital, dsb.
e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah,
kuning, hijau, hitam.
f. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan
diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,
penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit
lain.
g. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih
lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien
dengan kategori triase merah selesai ditangani.
h. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila
sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat
diperbolehkan untuk pulang.
i. Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
(Rowles, 2007).
Protap dalam triase
a. Pasiendatang diterima petugas / paramedis UGD.
b. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatannya. Oleh perawat.
c. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan
di luar ruang triase (di depan gedung IGD).
d. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kode warna:
Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya: Tension
pneumothorax,distress pernafasan (RR< 30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada
ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup
16
pada ekstrimitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan
tubuh, dsb.
Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong
diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor, memar dan lecet,
luka bakar superfisial.
Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski
mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh
tubuh,kerusakan organ vital, dsb.
Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna: merah,
kuning, hijau, hitam.
Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikanpengobatan
diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,
penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit
lain.
Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih
lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien
dengan kategori triase merah selesai ditangani.
Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan kerawat jalan, atau bila
sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat
diperbolehkan untuk pulang.
Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
(Rowles, 2007)
2.10 Revaluasi Kegawatdaruratan
Dalam konteks organisasi keperawatan, evaluasi adalah ukuran dari apakah tindakan
yang diambil tersebut efektif atau tidak. Jika pasien tidak membaik, perawat memiliki
tanggung jawab untuk menilai kembali pasien, mengkonfirmasikan diagnosa urgen,
merevisi rencana perawatan jika diperlukan, merencanakan, dan kemudian mengevaluasi
kembali. Pertemuan ini bukan yang terakhir, sampai perawat memiliki keyakinan bahwa
pasien akan kembali atau mencari perawatan yang tepat jika kondisi mereka memburuk
atau gagal untuk meningkatkan seperti yang diharapkan. Sebagai catatan akhir, adalah
penting bahwa perawat triase harus bertindak hati-hati, Jika ada keraguan tentang penilaian
17
yang sudah dibuat, kolaborasi dengan medis, perlu diingat perawat triase harus selalu
bersandar pada arah keselamatan pasien. (Rutenberg, 2009).
2.11 Dokumentasi Triase
Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau
merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap
berharga dan penting
Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan
yang harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan kepada pasien. Dokumentasi
merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien,
kegiatan asuhan keperawatan serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya.
Dengan demikian dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan
klinis pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama
asuhan dilaksanakan. Disamping itu catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi dan
koordinasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk mengungkap
suatu fakta aktual untuk dipertanggungjawabkan.
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian pemahaman dan
ketrampilan dalam menerapkan standar dengan baik merupakan suatu hal yang mutlak
bagi setiap tenaga keperawatan agar mampu membuat dokumentasi keperawatan secara
baik dan benar.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional
berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut memungkinkan
peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah melakukan pemantauan
dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien kepada tim kesehatan.
Pencatatan, baik dengan computer, catatan naratif, atau lembar alur harus menunjukkan
bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian dan komunikasi, perencanaan
dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan yang diberikan, dan melaporkan data
penting pada dokter selama situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus
menunjukkan bahwa perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat pasien ketika terjadi
penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan pasien.
(Anonimous,2002).
18
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus trauma, perawatan
minor versus perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (misal. balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur diagnostik
seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram (EKG), atau Gas Darah Arteri (GDA))
(ENA, 2005).
KOMPONEN DOKUMENTASI TRIAGE
Tanggal dan waktu tiba
Umur pasien
Waktu pengkajian
Riwayat alergi
Riwayat pengobatan
Tingkat kegawatan pasien
Tanda - tanda vital
Pertolongan pertama yang diberikan
Pengkajian ulang
Pengkajian nyeri
Keluhan utama
Riwayat keluhan saat ini
Data subjektif dan data objektif
Periode menstruasi terakhir
Imunisasi tetanus terakhir
Pemeriksaan diagnostik
Administrasi pengobatan
Tanda tangan registered nurse
19
Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta dokumentasi
pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana perawatan formal
(dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat
instruksi tersebut ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi
perubahan status pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara
bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan ketaatan pada
standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan
standar yang disetujui.Perawat harus mengevaluasi secara kontinu perawatan pasien
berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan perkembangan pasien ke arah
hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi
pengobatan dan perkembangannya.Standar Joint Commision (1996) menyatakan bahwa
rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus
mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir,
kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.
Proses dokumentasi triage menggunakan sistem SOAPIE, sebagai berikut :
1. S : data subjektif
2. O : data objektif
3. A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan
4. P : rencana keperawatan
5. I : implementasi, termasuk di dalamnya tes diagnostic
6. E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap pengobatan dan
perawatan yang diberikan (ENA, 2005)
Untuk mendukung kepatuhan terhadap standar yang memerlukan stabilisasi, dokumentasi mencakup hal - hal sebagai berikut:
1. Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim
2. Tindakan yang dilakukan atau pengobatan yang diimplementasikan di fasilitas
pengirim
3. Deskripsi respon pasien terhadap pengobatan
20
Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan lebih jauh pada kondisi pasien
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara
yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang
paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang
memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Terdiri dari suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat
ringannya kondisi klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage,
perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan
memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
yang dapat dilakukan oleh petugas yang bertanggung jawab melakukan triage pasien
yang datang memerlukan pelayanan UGD, seorang dokter, bila kondisi tidak
memungkinkan triage dilakukan oleh perawat Senior UGD (katim) yang telah dilatih
untuk menyeleksi pasien sesuai dengan prioritas kegawat daruratannya
Tujuan triage adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang
memerlukan pertolongan kedaruratan. Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
21
menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien, menetapkan
area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan, memfasilitasi alur
pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat
Menurut Oman, 2008 penilaian triase terdiri dari:
a. Primary survey
priorotas (ABC) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya.
b. Secondary survey
pemeriksaan menyeluruh (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III,0 dan
selanjutnya.
c. Monitoring
korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan pada (A,B,C) derajat
kesadaran dan tanda vital lainnya. Perubahan prioritas karena perubahan kondisi
korban. Penanganan pasien UGD perawat dalam pelaksanaan triase harus sesuai
dengan protap pelayanan triase agar dalam penanganan pasien tidak terlalu lama.
3.2 Saran
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan
mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :
a. Kombinasikan metode pembuatan makalah berikutnya.
b. Pembahsan yang lebih mendalam disertai data-data yang lebih akurat.
Beberapa poin diatas merupakan saran yang kami berikan apabila ada pihak-pihak
yang ingin melanjutkan penelitian terhadap makalah ini, dan demikian makalah ini disusun
serta besar harapan nantinya makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususunya
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatra Utara semester VI/2014 dalam
penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan
22
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1999.Triage Officers Course. Singapore : Department of Emergency
Medicine Singapore General Hospital
Anonimous, 2002.Disaster Medicine. Philadephia USA : Lippincott Williams
ENA, 2005.Emergency Care.USA : WB Saunders Company
Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan.Jakarta : EGC
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC
Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar : PSIK FK
Unud
(online), tersedia :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/122/jtptunimus-gdl-imaanggrai-6090-2-bab2.pdf
(04 Mei 2014)
(online), tersedia :
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/TSA-2011-0017%201.pdf
(04 Mei 2014)
23
top related