Transcript
TONSILITIS, PHARINGITIS,TUMOR PHARING
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1
Yang dikoordinatori oleh Sri Utami Dwiningsih, MNS
Disusun Oleh :
1. Bekti Choirinnisa P.17420110002
2. Isti Maulia Mulyadi P.17420110014
3. Rizky Kurniawan P.17420110027
PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT. sehingga dengan
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Tonsilitis, pharingitis, dan Tumor pharing” ini tanpa halangan suatu apa pun.
Penulis menyadari, penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, antara lain:
1. Ibu Sri Utami Dwiningsih, MNS selaku Koordinator Mata Kuliah
KMB1
2. Bapak Dan ibu pengampu Mata Kuliah KMB1
3. Segenap tim penyusun makalah
4. Pihak-pihak lain yang telah mendukung terselesaikannya makalah
Penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan dan bantuan dari pihak-
pihak tersebut.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan serta penyusunan makalah ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mohon maaf atas
kekurangan tersebut dan besar harapan penyusun untuk mendapat kritik berikut
saran mengenai kekurangan tersebut.
Semarang, juli 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Epidemologi penyakit pernafasan berupa tumor faring, faringitis dan tonsilitis
adalah hal yang penting dipelajari. Penyakit tersebut banyak menjangkiti
masyarakat. Terlebih di era globalisasi yang membuat angka mobilisasi dan
transportasi naik. Polusi dan segala hal yang penyebarannya melalui udara
tidak mudah dilawan begitu saja dengan sistem imun tubuh jika dihadapkan
dengan diri kita masing-masing.
Terbukti tingginya angka infeksi pada bagian tonsil dan faring sangatlah
tinggi, tentulah karena pola hidup yang utama dan penyebaran bakteri yang
tidak terkendali.
Proses preventif dikalangan masyarakat sungguh sangat minim, pada akhirnya
langkah medis berupa kuratif dan rehabilitatif-lah yang berperan dalam
menghadapi kasus tersebut. Meskipun pada akhirnya belum tentu hasil yang
diharapkan akan didapat, dikarenakan medis bukanlah kumpulan hitungan
matematis, melainkan banyak sekali probabilitas didalamnya. Menjaga diri
adalah hal yang paling baik, sebelum penyakit itu menggerogoti tubuh.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pembuatan makalah ini adalah :
a. Apakah yang disebut dengan Faringitis, Tonsilitis, dan Tumor Faring ?
b. Bagaimanakah identifikasi penyakit tersebut ?
c. Bagaimanakah pelaksanaan medis penyakit tersebut ?
d. Bagaimanakan asuhan keperawatan penyakit tersebut ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
a. Mengetahui tentang Faringitis, Tonsilitis, dan Tumor Faring
b. Mengidentifikasi Faringitis, Tonsilitis, dan Tumor Faring
c. Mengetahui Faringitis, Tonsilitis, dan Tumor Faring
d. Mengetahui Faringitis, Tonsilitis, dan Tumor Faring
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tonsilitis2.1.1 Pengertian Tonsilitis
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri
atau kuman streptococcusi beta hemolyticus, streptococcus viridans dan
streptococcus pyogenes dapat juga disebabkan oleh virus, yang kadang-kadang
mengakibatkan sakit tenggorokan dan demam. Tonsil terdiri atas jaringan limfatik
dan terletak pada kedua sisi orofaring
Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung
sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam, 2006).
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A
streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain
atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004).
2.1.2 Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis menurut Imam Megantara (2006):
1. Tonsillitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan
streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus.
2. Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak
putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit,
epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3. Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan
tonsil.
4. Tonsilitis Membranosa (Septis sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut
menyerupai membrane. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan
berwarna putih kekuning-kuningan.
5. Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok,
makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan
hygiene mulut yang buruk.
Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut,
tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis.
1. TONSILITIS AKUT
ETIOLOGI
Tonsillitis akut ini lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta
hemolitikus, pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes.
Virus terkadang juga menjadi penyebab penyakit ini. Tonsillitis ini seringkali
terjadi mendadak pada anak-anak dengan peningkatan suhu 1-4 derajat celcius.
PATOFISIOLOGI
Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial
bereaksi, terjadi pembendunagn radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear.
MANIFESTASI KLINIK
Tonsillitis Streotokokus grup A harus dibedakan dri difteri, faringitis non
bacterial, faringitis bakteri bentuk lain dan mononucleosis infeksiosa. Gejala dan
tanda-tanda yang ditemukan dalam tonsillitis akut ini meliputi suhu tubuh naik
hingga 40o celcius, nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu menelan, nafas yang
berbau, suara akan menjadi serak, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga. Pada
pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lacuna akan tertutup oleh membrane semu. Kelenjar
submandibula membengkak dan nyeri tekan.
KOMPLIKASI
Otitis media akut (pada anak-anak), abses peritonsil, abses parafaring,
toksemia, septicemia, bronchitis, nefritis akut, miokarditis, dan arthritis.
PEMERIKSAAN
1. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam
tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam
renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering.
2. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3. Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan
obat kumur yang mengandung desinfektan.
PERAWATAN
Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan perawatan
sendiri dan dengan menggunakan antibiotic. Tindakan operasi hanya dilakukan
jika sudah mencapai tonsillitis yang tidak dapat ditangani sendiri.
1. Perawatan sendiri
Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu
hilang dengan sendirinya. Selma satu atau dua minggu sebaiknya penderita
banyak istirahat, minum minuman hangat juga mengkonsumsi cairan
menyejukkan.
2. Antibiotik
Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotic yang akan berperan
dalam proses penyembuhan. Antibiotic oral perlu dimakan selama setidaknya
10 hari.
3. Tindakan operasi
Tonsillectomy biasanya dilakukan pada anak-anak jika ank mengalami
tonsillitis.selama tujuh kali atau lebih dalam setahun, anak mengalami
tonsillitis lima kali atau lebih dalam dua tahun, amandel membengkak dan
berakibat sulit bernafas, adanya abses.
2. TONSILITIS MEMBRANOSA
Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa
beberapa diantaranya yaitu Tonsilitis difteri, Tonsilitis septic, serta Angina Plaut
Vincent.
1.TONSILITIS DIFTERI
ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri
gram positis pleomorfik5penghuni saluran pernapasan atas yang dapat
menimbulkan abnormalitas toksik yang dapat mematikan bila terinfeksi
bakteriofag.
PATOFISIOLOGI
Bakteri masuk melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak pada
permukaan mukosa saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang
merembes ke sekeliling lalu selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalu
pembuluh darah dan limfe. Toksin ini merupakan suatu protein yang mempunyai
2 fragmen yaitu aminoterminal sebagai fragmen A dan fragmen B,
carboxyterminal yang disatukan melalui ikatan disulfide.
MANIFESTASI KLINIS
Tonsillitis difteri ini lebih sering terjadi pada anak-anak pada usia 2-5 tahun.
Penularan melalui udara, benda atau makanan uang terkontaminasai dengan masa
inkubasi 2-7 hari.
Gejala umum dari penyaki ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebril, nyeri
tnggorok, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, dan nadi lambat.
Gejala local berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor makin lama makin meluas dan menyatu membentuk membran semu.
Membran ini melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul pendarahan.
Jika menutupi laring akan menimbulkan serak dan stridor inspirasi, bila
menghebat akan terjadi sesak nafas. Bila infeksi tidak terbendung kelenjar limfa
leher akan membengkak menyerupai leher sapi. Gejala eksotoksin akan
menimbulkan kerusakan pada jantung berupa miokarditis sampai decompensation
cordis .
KOMPLIKASI
Laryngitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan
otot mata, otot faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot pernapasan,
dan albuminuria.
DIAGNOSIS
Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis
karenapenundaan pengobatan akan membahayakan jiwa penderita. Pemeriksaan
preparatlangsung diidentifikasi secara fluorescent antibody technique yang
memerlukanseorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C, diphteriae dengan
pembiakan padamedia Loffler dilanjutkan tes toksinogenesitas secara vivo dan
vitro. Cara PCR(Polymerase Chain Reaction) dapat membantu menegakkan
diagnosis tapipemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penjagn lebih lanjut
untuk menggunakan secara luas.
2.TONSILITIS SEPTIK
Penyebab dari tonsillitis ini adalah Streptokokus hemolitiku yang terdapat dalam
susu sapi sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena itu perlu adanya
pasteurisasi sebelum mengkonsumsi susu sapi tersebut.
3. ANGINA PLAUT VINCENT
ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi vitamin C
serta kuman spirilum dan basil fusi form.
MANIFESTASI KLINIS
Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam sampai 39o celcius, nuyeri kepala,
badan lemah, dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut,
hipersalivasi, gigi, dan gusi berdarah.
PEMERIKSAAN
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih keabuan di atas
tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan
kelenjar submanibula membesar.
PENGOBATAN
Memperbaiki hygiene mulut, antibiotika spectrum lebar selama 1 minggu, juga
pemberian vitamin C dan B kompleks.
3.TONSILITIS KRONIS
ETIOLOGI
bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut , namun
terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif.
FAKTOR PREDISPOSISI
Mulut yang tidak hygiene, pengobatan rdang akut yang tidak adekuat, rangsangan
kronik karena rokok maupun makanan.
PATOFISIOLOGI
Karena proses rang berulang maka epitel mukosa dan jarinagn limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan
parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar yang
akan diisi oleh detritus, proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya
timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.
MANIFESTASI KLINIS
Adanya keluhan pasien di tenggookan seperti ada penghalang, tenggorokan terasa
kering, pernapasan berbau. Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan
permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus.
KOMPLIKASI
Timbul rhinitis kronis, sinusitis atau optitis media secara perkontinuitatum,
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitus, dermatitis, pruritus,
urtikaria, dan furunkulosis.
PEMERIKSAAN
1. Terapi
Terapi mulut (terapi lokal) ditujukan kepada hygiene mulut dengan berkumur atau
obat isap. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa tidak
berhasil.
2. Faktor penunjang
Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil.
PENGOBATAN
Tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut, obat kumur, obat
hisap, dan tonsilektomi.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Sebaiknya pasien tirah baring. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup,
serta makan – makanan yang berisi namun tidak terlalu padat dan merangsang
tenggorokan. Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan mengurangi
sakit kepala. Di pasaran banyak beredar analgetik (parasetamol) yang sudah
dikombinasikan dengan kofein, yang berfungsi untuk menyegarkan badan.
Jika penyebab tonsilitis adalah bakteri maka antibiotik harus diberikan. Obat
pilihan adalah penisilin. Kadang – kadang juga digunakan eritromisin. Idealnya,
jenis antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan
antara 5 sampai 10 hari.
Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah Streptokokus beta
hemolitkus grup A, terapi antibiotik harus digenapkan 10 hari untuk mencegah
kemungkinan komplikasi nefritis dan penyakit jantung rematik. Kadang – kadang
dibutuhkan suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika
diperkirakan pengobatan orang tidak adekuat.
• Terapi obat lokal untuk hegiene mulut dengan obat kumur atau obat isap.
• Antibiotik golongan penisilin atau sulfonamida selama 5 hari.
• Antipiretik.
• Obat kumur atau obat isap dengan desinfektan.
• Bila alergi pada penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamigin.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada tonsilitis akut adalah :
1. hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil
2. nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
3. resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan adanya anoreksia
4. intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
5. gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya obstruksi
pada tuba eustakii
FOKUS INTERVENSI
1. DP : hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil
Intervensi :
• Pantau suhu tubuh anak ( derajat dan pola ), perhatikan menggigil atau tidak
• Pantau suhu lingkungan
• Batasi penggunaan linen, pakaian yang dikenakan klien
• Berikan kompres hangat
• Berikan cairan yang banyak ( 1500 – 2000 cc/hari )
• Kolaborasi pemberian antipiretik
2. DP : nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
Intervensi :
• Pantau nyeri klien(skala, intensitas, kedalaman, frekuensi )
• Kaji TTV
• Berikan posisi yang nyaman
• Berikan tehnik relaksasi dengan tarik nafas panjang melalui hidung dan
mengeluarkannya pelan – pelan melalui mulut
• Berikan tehnik distraksi untuk mengalihkan perhatian anak
• Kolaborasi pemberian analgetik
3.DP : resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan adanya anoreksia
Intervensi :
• Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit
• Timbang BB tiap hari
• Berikan makanan dalam keadaan hangat
• Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi seringsajikan makanan dalam bentuk
yang menarik
• Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat makan
• Kolaborasi pemberian vitamin penambah nafsu makan
4. DP : intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Intervensi :
• Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
• Observasi adanya kelelahan dalam melakukan aktifitas
• Monitor TTV sebelum, selama dan sesudah melakukan aktifitas
• Berikan lingkungan yang tenang
• Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi klien
5. DP : gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya
obstruksi pada tuba eustakii
Intervensi :
• Kaji ulang gangguan pendengaran yang dialami klien
• Lakukan irigasi telinga
• Berbicaralah dengan jelas dan pelan
• Gunakan papan tulis / kertas untuk berkomunikasi jika terdapat kesulitan dalam
berkomunikasi
• Kolaborasi pemeriksaan audiometri
• Kolaborasi pemberian tetes telinga
2.2 Faringitis
2.2.1 Pengertian Faringitis
(dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan
yangmenyerang tenggorok atau faring yang disebabkan oleh
bakteri atau virus tertentu. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok.
(Wikipedia.com)
2.2.2 Epidemiologi
Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin,
tetapi frekuensi yang paling tinggi terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang
ditemukan pada usia di bawah 1 tahun. Insidensinya meningkat dan mencapai
puncaknya pada usia 4-7 tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-
anak dan kehidupan dewasa. Kematian yang diakibatkan faringitis jarang
terjadi,tetapi dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini.
2.2.3 Etiologi
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan
disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus,
mononukleosis atau HIV. Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah
streptokokus grup A, korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae
atau Chlamydia pneumoniae.
2.2.4 Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel
kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium
awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat
mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat
melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring
menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau abu-abu
terdapat pada folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan
bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi
meradang dan membengkak sehingaa timbul radang pada tenggorok atau
faringitis.
2.2.5 Klasifikasi
Berdasarkan lama berlangsungnya :
• Faringitis akut, adalah radang tenggorok yang disebabkan oleh virus dan
bakteri yaitu streptokokus grup A dengan tanda dan gejala mukosa dan tonsil yang
masih berwarna merah, malaise, nyeri tenggorok dan kadang disertai demam dan
batuk.Faringitis ini terjadinya masih baru,belum berlangsung lama.
• Faringitis kronis, radang tenggorok yang sudah berlangsung dalam waktu
yang lama, biasanya tidak disertai nyeri menelan, cuma terasa ada sesuatu yang
mengganjal di tenggorok.Faringitis kronis umumnya terjadi pada individu dewasa
yang bekerja atau tinggal dalam lingkungan berdebu,menggunakan suara
berlebihan, menderita batu kronik, dan kebiasan menkonsumsi alcohol dan
tembakau. Faringitis kronik dibagi menjadi 3, yaitu:
− Faringitis hipertrofi,ditandai dengan penebalan umum dan kongesti membrane
mukosa
− Faringitis atrofi kemungkinan merupakan tahap lanjut dari jenis pertama
(membrane tipis, keputihan,licin dan pada waktunya berkerut)
− Faringitis granular kronik terjadi pembengkakan folikel limfe pada dinding
faring
Berdasarkan agen penyebab Faringitis Virus Faringitis Bakteri
Biasanya tidak ditemukan nanah di tenggorokan, Sering ditemukan nanah di
tenggorokan Demam ringan atau tanpa demam. Demam ringan sampai sedang
Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat. Jumlah sel darah putih
meningkat ringan sampai sedang Kelenjar getah bening normal atau sedikit
membesar Pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening.
Tes apus tenggorokan memberikan hasil negatif Tes apus tenggorokan
memberikan hasil positif untuk strep throat Pada biakan di laboratorium tidak
tumbuh bakteri Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium
2.2.6 Gejala Klinis
Penyakit ini cenderung akut dengan disertai demam yang tinggi, sakit
kepala, rasa nyeri di perut dan muntah-muntah. Tenggorokan terasa nyeri,
amandel menjadi berwarna merah dan membengkak. Pada anak yang sudah lebih
besar, akan terlihat adanya lapisan seperti krim di atas amandel (eksudat) yang
tidak mengeluarkan darah bila disentuh. Kelenjar getah bening di leher sering
membengkak dan terasa nyeri bila ditekan. Berbeda dengan faringitis virus,
penderita faringitis streptokokus tidak mengalami rhinitis, suara serak atau batuk.
2.2.7 Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : kemerahan pada faring,adanya pembengkakan di daerah leher
Palpasi : adanya kenaikan suhu pada bagian leher, adanya nyeri tekan
TTV : suhu tubuh mengalami kenaikan, nadi meningkat, dan napasnya cepat.
2.2.8 Pemeriksaan diagnostic : Kultur dan uji resistensi.
2.2.9 Diagnosis
• Pemeriksaan serologic
• Pemeriksaan sputum untuk mengetahui basil tahan asam
• Fotothorak untuk melihat adanya tuberkolusis paru
• Biopsi jaringan untuk mengetahui proses keganasan serta mencari basil
tahan asam di jaringan.
2.2.10 Tindakan penanganan
• Untuk faringitis virus penanganan dilakukan dengan memberikan aspirin
atau asetaminofen cairan dan istirahat baring. Komplikasi seperti sinusitis atau
pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri karena adanya nekrosis epitel yang
disebabkan oleh virus sehingga untuk mengatsi komplikasi ini dicadangkan untuk
menggunakan antibiotika.
• Untuk faringitis bakteri paling baik diobati dengan pemberian penisilin G
sebanyak 200.000-250.000 unit, 3-4 kali sehari selama 10 hari. Pemberian obat ini
biasanya akan menghasilkan respon klinis yang cepat dengan terjadinya suhu
badan dalam waktu 24 jam. Erritromisin atau klindamisin merupakan obat alin
dengan hasil memuaskan jika penderita alergi terhadap penisilin. Jika penderita
menderita nyeri tenggorokan yang sangat hebat, selain terapi obat, pemberian
kompres panas atau dingin pada leher dapat membantu meringankan nyeri.
Berkumur-kumur dengan larutan garam hangat dapat pula meringankan gejala
nyeri tenggorokan dan hal ini dapat disarankan pada anak-anak yang lebih besar
untuk dapat bekerja sama.
2.2.11 Komplikasi
Penyakit ini, jika dibiarkan sampai menjadi berat, dapat menimbulkan
radang ginjal (glomerulonefritis akut), demam rematik akut, otitis media (radang
telinga bagian tengah), sinusitis, abses peritonsila dan abses retropharynx (radang
di sekitar amandel atau bagian belakang tenggorokan yang dapat menimbulkan
nanah).
2.2.12 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
− Data Dasar
• Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa
medis, sumber biaya, dan sumber informasi)
• Identitas Penanggung ((nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, dan
hubungan dengan pasien)
− Riwayat Keperawatan, meliputi :
• Riwayat Kesehatan Sekarang Mengkaji data subjektif yaitu data yang
didapatkan dari klien, meliputi:
Alasan masuk rumah sakit.
Pasien mengatakan terasa nyeri di leher dan mengatakan sakit saat
menelan.
Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri dan merasa tidak nyaman pada daerah leher
Pasien mengatakan mual dan muntah.
Pasien mengatakan sakit saat menelan
Kronologis keluhan
Pasien mengeluh nyeri di leher
• Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama
atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya,
sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami infeksi pada saluran
tenggorokan dan pernah menjalani perawatan di RS....
• Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami
penyakit yang sama
• Riwayat Psikososial dan Spiritual
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak
penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien,
mekanisme koping terhadap stres, persepsi pasien terhadap penyakitnya,
tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai kepercayaan.
− Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
Dikaji 14 kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Handerson, seperti :
• Bernafas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk,
serta ukur respirasi rate.
• Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS,
apakah pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.
• Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah
ada perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).
• Eliminasi
Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar. Terutama difokuskan
tentang apakah pasien cenderung susah dalam buang air kecil (kaji
kebiasaan dan volume urine) atau mempunyai keluhan saat BAK.
• Gerak aktivitas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan
aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah
didiagnosa mengalami Faringitis) atau saat menjalani perawatan di RS.
• Istirahat/tidur
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pola tidur akibat penyakitnya,
misalnya gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak saat merasa nyeri di leher
• Pengaturan suhu tubuh
Dikaji/ukur TTV pasien untuk mengetahui keadaan umum pasien, apakah
pasien mengalami demam atau tidak. Selain itu, observasi kondisi pasien
mulai dari ekspresi wajah sampai kulit, apakah kulitnya hangat atau
kemerahan, wajahnya pucat atau tidak.
• Kebersihan diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS, bila perlu libatkan keluarga
pasien dalam melakukan perawatan diri pasien, misalnya saat mandi dan
sebagainya.
• Rasa nyaman
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala
penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian bawah (dikaji
dengan PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi,
lamanya dan skala nyeri)
• Rasa aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan
yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat
ditemani keluarganya selama di RS.
• Sosial dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan
lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).
• Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat
ini dan terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.
• Rekreasi
Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
• Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien
menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun
sebaliknya.
1. Pengkajian Fisik, meliputi :
• Keadaan Umum, yaitu dengan mengobservasi bentuk tubuh, warna kulit,
kesadaran, dan kesan umum pasien (saat pertama kali MRS)
• Gejala Kardinal, yaitu dengan mengukur TTV (suhu, nadi, tekanan
darah, dan respirasi)
• Keadaan Fisik, yaitu melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi dari kepala sampai anus, tapi lebih difokuskan pada bagian
leher
• Pemeriksaan Penunjang, yaitu dari hasil pemeriksaan laboratorium
dengan uji kultur dan uji resistensi
2. Anamnesa
Adanya riwayat merokok,adanya riwayat streptokokus,dan yang penting
ditanyakan apakah klien pernah mengalami nyeri/lesi pada mulut (nyeri
saat menelan)
3. Diagnosa keperawatan :
• Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada tenggorokan
• Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dengan sekret
yang kental ditandai dengan kesulitan dalam bernafas,
• Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kesulitan menelan
• Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi
4. Perencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri pasien
berkurang Dengan kriteria hasil:
1. Nyeri pasien berkurang dari skala 5 menjadi 3
2. Pasien tidak tampak meringis
3. TTV normal, Nadi:60-100 x permenit, RR:16-20 x permenit,
TD:100-140/60-90 mmHg, Suhu:36,8-37,2 C
Kaji ulang tingkat nyeri
Ajarkan teknik relaksasi
Kaji TTV
Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Agar tepat dalam memilih tindakan untuk mengatasi nyeri, Meningkatkan
relaksasi dan mengurangi nyeri, Untuk mengetahui keaadaan umum
pasien, Untuk mengurangi nyeri
2. Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat
bernapas lancar Dengan kriteria hasil:
1.Pasien dapat mengeluarkan sputum
2.Pasien mengatakan dapat bernapas dengan lancar
Identifikasi kualitas atau kedalaman nafas pasien
Anjurkan untuk minum air hangat
Ajari pasien untuk batuk efektif
Kolaborasi untuk pemberian ekspektoran
Untuk mengetahui keadaan napas pasien
Untuk mencairkan sputum agar mudah dikeluarkan
Untuk melegakan saluran pernapasan
Untuk mengencerkan dahak
3. Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi
pasien dapat terpenuhi Dengan kriteria hasil:
1.Pasien mengatakan tidak sakit dalam menelan makanan
2.Pasien makan dengan lahap
3.Nafsu makan pasien meningkat
4.Pasien nampak lebih segar
Kaji intake makanan pasien
Anjurkan pasien untuk makan makanan yang tinggi kalori dan serat
kolaborasi dengan ahli gizi
1. Untuk mengetahui adanya peningkatan nafsu makan
2. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
3. Untuk mendapatkan menu makanan yang sesuai dengan kebutuhannya
3. Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien
meningkat Dengan kriteria hasil:
1. Pasien dapat menyebutkan kembali apa yang dijelaskan perawat
2. Pasien mengangguk dan nampak mengerti
3. Pasien mengatakan mengerti
Kaji tingkat pengetahuan pasien
Lakukan BHSP
Berikan Health Education
Lakukan evaluasi
1. Untuk mengetahui seberapa tahu pasien akan penyakitnya
2. Agar pasien percaya terhadap perawat
3. Untuk menambah pengetahuan dan informasi tentang penyakitnya
4. Untuk mengetahui daya tangkap pasien setelah diberikan HE
4. Evaluasi
• Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada tenggorokan
S : Pasien mengatakan nyerinya berkurang (penurunan skala nyeri)
O : Wajah pasien tampak relaks (tidak tampak meringis)
TTV normal, Nadi:60-100 x permenit, RR:16-20 x permenit
TD:100-140/60-90mmHg,
Suhu:36,8-37,2C
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
• Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dengan sekret yang
kental ditandai dengan kesulitan dalam bernafas
S : Pasien mengatakan dapat bernapas lancar
O : Pasien dapat mengeluarkan sputum
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
• Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan menelan
S : Pasien mengatakan tidak sakit saat menelan makanan
O : - Pasien makan dengan lahap
- Nafsu makan pasien meningkat
- Pasien nampak lebih segar
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
• Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi
S : Pasien mengatakan mengerti tentang penjelasan perawat
O : - Pasien dapat menyebutkan kembali apa yang dijelaskan perawat
- Pasien mengangguk dan nampak mengerti
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
2.3 Tumor Faring
PENDAHULUAN
Tumor faring merupakan suatau tantangan bagi ahli THT, karena faring adalah
bagian integral dari traktus aerodigestif bagian atas. Faring adalah kesatuan antara
nasofaring, orofaring, dan hipofaring yang hamper tidak Nampak batas-batasnya
secara anatomic dan fungsional. Struktur-struktur diatas memiliki fungsi yang
multiple, seperti berbicara dan menelan, pertahanan imunologi dan respirasi.
Tumor pada stadium lanjut akan mengganggu fungsi-fungsi tersebut. Menurut
asal tumor, biologi dan stadium pada saat ditemukan, sifat-sifat tumor faring
bervariasi dari jinak, sampai ganas dan membutuhkan lebih dari satu jenis
penanganan. Pencegahan dan diagnosis dini sangat penting supaya prognosis dan
hasil fungsional operasi baik.
Evaluasi dan penanganan tumor faring memerlukan pengetahuan yang
mendalamtentang anatomi dan embriologi yang relevan, keuntungan dan
kelemahan sistwm staging tumor, factor etiologi, histopatologi, biologi tumor, dan
sifat-sifat klinis tumor. Pengetahuan yang baik mengenai beberapa pilihan terapi
bedah dan non bedah sangan penting untuk melakukan konsultasi dengan pasien
dan merencanakan terapi,
INSIDEN
Di seluruh dunia, kira-kira ditemukan 390.000 kasus baru kanker cavum oris dan
faring yang didiagnosis setiap tahun. Insidens tumor-tumor ini sangat tinggi di
Asia Tengah, Afrika Selatan, dan Eropa. Data dari negara berkembang
menunjukkan bahwa insidennya pun meningkat.
Di Amerika Serikat, insidens kanker mulut dan faring adalah 11,9/100.000
populasi per tahun dengan rerata 30.000 kasus baru per tahun. Insidens menurut
umur dan angka mortalitas akan meningkat sesuai peningkatan umur dan lebih
tinggi 3 kali lipat pada pria dibandingkan dengan wanita.
GEJALA KLINIS
Gejala dapat dibagi ke dalam tanda-tanda awal dan tanda-tanda lanjut. Tanda-
tanda awal tumor faring sering diabaikan oleh penderita. Gejala-gejala terebut
berupa iritasi tenggorok, rasa terbakar bila memakan makanan yang asam-asam,
benjolan pada leher dan adynophagia. Nyeri alih telinga unilateral juga sering
ditemukan. Hemoptisis atau perdarahan melalui mulut juga dapat terjadi.
Tanda-tanda lanjut meliputi disfagia, disartria atau “Hot Potato Voice”,trismus,
gejala sumbatan jalan nafas, otitis media serosa akibat sekunder dari obstruksi
tuba eustachius, dan penurunan berat badan.
PATOFISIOLOGI
Belum ada kejelasan secara pasti penyebab terjadinya tumor faring, namun
kemungkinan besar disebabkan karena merokok dan polusi udara.
IX. PENATALAKSANAAN
Radioterapi hingga sekarang masih merupakan terapi utama dan pengobatan
tambahan yang dapat diberikan berupa bedah diseksi leher, pemberian tetrasiklin,
interferon, kemoterapi, dan vaksin antivirus. Perhatian terhadap efek samping dari
pemberian radioterapi seperti, mulut terasa kering, jamur pada mulut, rasa kaku di
leher, sakit kepala, mual dan muntah kadang-kadang dapat timbul. Oleh karena itu
dapat dianjurkan pada penderita untuk membawa air minum dalam aktivitas dan
berusaha menjaga kebersihan pada mulut dan gigi. Pemberian vaksin pada
penduduk dengan resiko tinggi dapat dilakukan untuk mengurangi angka kejadian
penyakit ini pada daerah tersebut.
Diagnosa Keperawatan Tumor
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 :
17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M.
Judith, 2006) meliputi :
1) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman
terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan
orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping
penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan
penampilan.
3) Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan,
keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
4) Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,
hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan
penampilan.
5) Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker),
ketidakberdayaan.
6) Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kerusakan saraf/otot, dan nyeri.
Intervensi dan Implementasi Tumor
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
(Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif (Wilkinson, M.
Judith, 2006) adalah :
1) Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak
mudah atau dread yang disertai dengan respons autonomis ; sumbernya
seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan
khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan
tanda bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan
memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi
ancaman.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil : - klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-
situasi yang membuat stress.
- klien mampu mempertahankan penampilan peran.
- klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
- klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
- tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan intervensi.
Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas
di masa lalu.
Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan
kemampuan mengontrol ansietas.
Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.
Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari
meskipun dalam keadaan cemas.
Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu
mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan
dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
Sediakan informasi faktual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga
menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
2) Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik
seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
Kriteria hasil : - pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
- memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
- menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang
tubuhnya.
Rasional : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra
tubuh.
Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
Rasional : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien
sehingga pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.
Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya
perhatian terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping,
mengurangi kecemasan.
Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat pasien.
Rasional : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan
perasaan berarti dalam diri pasien.
3) Koping individu, ketidakefektifan adalah ketidakmampuan membuat penilaian
yang tepat terhadap stressor, pilihan respons untuk bertindak secara tidak adekuat,
dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber yang tersedia.
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil : - pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi
waktu luang.
- mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping
yang efektif.
- menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
- berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan
pandangan pemberi pelayanan kesehatan.
Rasional : mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kondisinya.
Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
Rasional : menghindari ketakutan dan menciptakan hubungan saling percaya,
memudahkan intervensi
Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang
realitas.
Rasional : memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata yang
ada saat ini.
Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain.
Rasional : meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang positif.
Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan
dukungan emosional untuk pasien dan keluarga.
Rasional : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan mengurangi
kecemasan.
4) Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau
fungsi keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran
keluarga.
Kriteria hasil : - pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
- pasien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan
dengan perawatan setelah rawat inap.
Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin
menghambat pengobatan.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi.
Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan
koping yang digunakan.
Rasional : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang
tepat .
Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak
yang normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
Rasional : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota
keluarga.
5) Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara
sadar dan bahaya nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil :
- mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
- menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
- mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang
dapat menurunkan atau mengurangi takut.
Rasional : mempertahankan perilaku koping yang efektif.
Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.
6) Mobilitas fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,
pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik:
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan
pengajaran.
3= membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
Evaluasi
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor adalah :
1) Ansietas berkurang/terkontrol.
2) Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
3) Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4) Pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
5) Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6) Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
DISKUSI
Tumor faring merupakan kasus yang menantang para ahli bedah. Hal tersebut
disebabkan karena kompleksnya struktur pembuluh darah dan saraf yang berada
pada daerah tersebut. Selain hal tersebut, penanganan jalan nafas harus menjadi
perhatian serius. Pada kasus ini dilakukan dua kali operasi untuk melakukan
ekstirpasi tumor orofaring yang sudah ekstensi ke nasofaring dan hipofaring.
Pasca operasi terjadi keluhan berupa disfagia motorik yang terjadi akibat paralisis.
Dilakukan fisioterapi selama 3 minggu, terdapat perubahan yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. Edisi 8.
Jakarta:EGC
Carpenito, Lynda Jual. 2002. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta : EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC
top related