Tidak semua penderita hipertensi Laporan Riskesdas 2007. ... Hypertension mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera. tertinggi sebesar 27%.
Post on 13-Mar-2020
21 Views
Preview:
Transcript
pusdatin.kemkes.go.id pusdatin kemkes pusdatin kemenkes
Kementerian Kesehatan RIPusat Data dan InformasiJl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9Jakarta Selatan
2019
Didik Budijanto
Rudy Kurniawan
Winne Widiantini
Penanggung Jawab
Redaktur
Penyunting
Supriyono Pangribowo
Dian Mulya
Penulis
Desain Gras/Layouter
ISSN 2442-7659
HipertensiSi Pembunuh Senyap
140110
160110
180110
di wilayah perdesaan pada umumnya memiliki akes terhadap informasi dan edukasi kesehatan yang lebih rendah dibandingkan penduduk di perkotaan. Upaya promotif dan preventif diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini melalui pengukuran tekanan darah secara rutin serta kepatuhan untuk mengkonsumsi obat secara rutin. Langkah ini diyakini sebagai bentuk pengendalian penyakit hipertensi berupa penurunan jumlah kasus, komplikasi, dan kematian akibat hipertensi.
Tim RedaksiReferensi
Sumber : Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan RI. 2009. Hipertensi: Prevalensi dan Determinannya di Indonesia. Jakarta: Ekowati Rahajeng dan Sulistyo Tuminah
Kementerian Kesehatan RI. 2008. Laporan Riskesdas 2007. Jakarta: Badan Litbangkes, Kemenkes
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi. Jakarta: Ditjen Pengendalian Penyakit, Kemenkes
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Laporan Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Kemenkes
Kementerian Kesehatan RI. 2019. Laporan Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Litbangkes, Kemenkes
Tidak semua penderita hipertensi menyadari penyakit yang dideritanya.
Hal ini yang membuat hipertensi kerap disebut sebagai “silent killer”atau
“pembunuh senyap”.
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu penyebab utama kematian prematur di dunia. Organisasi k e s e h a t a n d u n i a ( W o r l d H e a l t h Organization/WHO) mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara global sebesar 22% dari total penduduk dunia. Dari sejumlah penderita tersebut, hanya kurang dari s e p e r l i m a ya n g m e l a k u k a n u p aya pengendalian terhadap tekanan darah yang dimiliki.
Wilayah Afrika memiliki prevalensi hipertensi
180/110
A. Beban Global
dan Definisi Kasus
01
Gambar 3
Kisaran Tekanan Darah Normal dan Hipertensi Menurut WHOSumber : Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VII/JNC-VII, 2003
<120
<80
Sistolik
Diastolik
Normal
120-139
80-89
PreHipertensi
140-159
90-99
HipertensiTingkat 1
>160
HipertensiTingkat 2
>140
<90
Hipertensisistolik
terisolasi
>100dan atau atau atau dan
Berdasarkan penyebab, hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Hipertensi esensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya.
2. Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan melalui tanda-tanda di antaranya kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), dan penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme).
Tidak semua penderita hipertensi menyadari penyakit yang dideritanya. Hal ini yang membuat hipertensi kerap disebut sebagai “silent killer”atau “pembunuh senyap”.
Gambar 4
Gejala HipertensiSumber : Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
pada Hipertensi :
Gangguan
penglihatan
Gangguan
saraf
Gangguan
jantung
Gangguan
ginjal
Gangguan serebral (otak)
yang mengakibatkan kejang,
perdarahan pembuluh darah otak
yang mengakibatkan kelumpuhan,
gangguan kesadaran hingga koma
Sakit
Kepala Gelisah
Jantung
berdebar-
debar
Pusing
Penglihatan
Kabur
Rasa sakit
di dada
mudah
lelah
#KetahuiTekananDarahmu
#KnowYOURNumbers
Keluhan-keluhan pada penderita hipertensi antara lain :
Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun gejala,
sehingga hipertensi sering dijuluki sebagai pembunuh diam-diam (silent killer)
www.p2ptm.kemkes.go.id @p2ptmKemenkesRI @p2ptmKemenkesRI @p2ptmKemenkesRI
02
Gambar 1
Prevalensi Hipertensi di DuniaSumber : WHO, 2019
Wilayah WHO
Prevalensi HipertensiBerdasarkan
AFRIKA27%
ASIA TENGGARA
25%
EROPA23%AMERIKA
18%
PASIFIKBARAT
19%
MEDITERANIATIMUR
26%
14090
DUNIA22%
TIDAK MENYADARI MEREKA
MENDERITA HIPERTENSI.
Kebanyakan penderita hipertensi
pria menderita hipertensi
1 dari 4
TIDAK MENYADARI MEREKA
MENDERITA HIPERTENSI.
Kebanyakan penderita hipertensi
wanita menderita hipertensi
1 dari 5
untuk melakukan pengukuran. Hipertensi ditandai dengan hasil pengukuran tekanan darah yang menunjukkan tekanan sistolik sebesar > 140 mmhg atau dan tekanan diastolik sebesar > 90 mmhg. Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar British Society of Hypertension mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera.
tertinggi sebesar 27%. Asia Tenggara berada di posisi ke-3 tertinggi dengan prevalensi sebesar 25% terhadap total penduduk. WHO juga memperkirakan 1 di antara 5 orang perempuan di seluruh dunia memiliki hipertensi. Jumlah ini lebih besar diantara kelompok laki-laki, yaitu 1 di antara 4.
Gambar 2Proporsi Penderita Hipertensi di Dunia Menurut Jenis KelaminSumber : WHO, 2019
Hipertensi menjadi ancaman kesehatan masyarakat karena potensinya yang mampu mengakibatkan kondisi komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal. Penegakkan diagnosa dapat dilakukan melalui pengukuran tekanan darah oleh tenaga kesehatan atau kader kesehatan yang telah dilatih dan dinyatakan layak oleh tenaga kesehatan
KomplikasiKomplikasi
Prevalensi hipertensi pada Riskesdas 2018 diukur dengan wawancara dan pengukuran. Melalu i wawancara responden akan ditanyakan apakah pernah didiagnosis menderita hipertensi. Selain itu, juga ditanyakan mengenai kepatuhan meminum obat hipertensi. Sehingga Riskesdas 2018 menghasilkan tiga angka prevalensi, yaitu berdasarkan diagnosis (D), diagnosis atau sedang minum obat (D/O), dan pengukuran (U). Metode pengukuran secara umum
Gambar 5
Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran pada Riskesdas Tahun 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
03
Gambar 6
Prevalensi Hipertensi di Indonesia di Indonesia pada Riskesdas Tahun 2013 dan Tahun 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Angka prevalensi di atas diperoleh melalui pengukuran tekanan darah pada responden Riskesdas dengan berdasarkan pada kriteria JNC VII yaitu bila tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau tekanan darah diastolic > 90 mmHg. Prevalensi ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi pada tahun 2013 sebesar 25,8%.
04
menghasilkan angka prevalensi yang lebih lebih besar karena berhasil menjaring responden yang merupakan penderita hipertensi namun tidak menyadari jika mereka memil ik i tekanan darah yang t inggi . Sedangkan angka prevalensi berdasarkan diagnosis atau minum obat sangat bergantung pada kemampuan mengingat responden, dan tidak mampu menjaring responden yang memiliki tekanan darah tinggi namun tidak menyadarinya.
Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan angka prevalensi hipertensi pada penduduk > 18 tahun berdasarkan pengukuran secara nasional sebesar 34,11%.
34,1144,1339,6039,3037,5736,9936,3234,7734,4733,4333,1233,0232,8631,6830,4430,9729,9429,9029,7529,7529,6429,4729,1929,1428,9928,9928,1427,8027,7226,4525,9025,8425,1624,6522,22
INDONESIAKalimantan Selatan
Jawa BaratKalimantan Timur
Jawa TengahKalimantan Barat
Jawa TimurSulawesi Barat
Kalimantan TengahDKI Jakarta
Sulawesi UtaraKalimantan Utara
DI YogyakartaSulawesi Selatan
Sumatera SelatanBali
LampungKep. Bangka Belitung
Selawesi TenggaraSulawesi Tengah
GorontaloBanten
Sumatera UtaraRiau
JambiMaluku
BengkuluNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
AcehPapua Barat
Kepulauan RiauSumatera Barat
Maluku UtaraPapua
0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0
20182013
Ace
hSu
mate
ra U
tara
Sum
ate
ra B
ara
tRi
au
Jam
bi
Sum
ate
ra S
elata
nBe
ngku
luLa
mpun
gKep
. Bang
ka B
elitu
ngKep
uala
uan
Riau
DKI J
aka
rta
Jaw
a B
ara
tJa
wa T
engah
DI Y
ogya
kart
aJa
wa T
imur
Bant
enBa
liN
TB
NTT
Kalim
ant
an
Bara
tKalim
ant
an
Teng
ah
Kalim
ant
an
Sela
tan
Kalim
ant
an
Tim
urSu
law
esi U
tara
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Sel
ata
nSu
law
esi T
enggara
Gor
onta
loSu
law
esi B
ara
tM
alu
kuM
alu
ku U
tara
Papua
Bara
tPa
pua
Indones
ia
100
80
60
40
20
0
34,11
25,8
Pe n i n g k a t a n p r e va l e n s i h i p e r t e n s i berdasarkan cara pengukuran juga terjadi di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Peningkatan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta sebesar 13,4%, Kalimantan Selatan sebesar 13,3%, dan Sulawesi Barat sebesar 12,3%.
Hasil Riskesdas 2018 menunjukan bahwa Provins i Kal imantan Selatan memil ik i prevalensi tertinggi sebesar 44,13% diikuti oleh Jawa Barat sebesar 39,6%, Kalimantan Timur sebesar 39,3%. Provinsi Papua memiliki prevensi hipertensi terendah sebesar 22,2% diikuti oleh Maluku Utara sebesar 24,65% dan Sumatera Barat sebesar 25,16%.
Secara nasional prevalensi hipertensi menunjukkan kecenderungan peningkatan dari Riskesdas tahun 2007. Berdasarkan hasil
Riskesdas 2007, prevalensi hipertensi di Indonesia pada tiga jenis metode menunjukkan peningkatan.
Gambar 7
Prevalensi Hipertensi BerdasarkanDiagnosis, Konsumsi Obat, dan Pengukuran pada RiskesdasTahun 2007, 2013, dan 2018 (%)Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
40
30
20
10
0D D/O U
7,29,48,36
31,7
25,8
34,11
7,69,58,84
20132007 2018
05 06
Gambar di samping menunjukkan bahwa kelompok perempuan memiliki proporsi hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki. Pola ini terjadi pada hasil Riskesdas tahun 2013 dan tahun 2018.
Gambar 8
Proporsi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran pada Riskesdas Tahun 2013 dan 2018
Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
36,85
28,80
31,34
2013 2018
Gambar 9
Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Kelompok Umur pada Riskesdas 2013Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Gambar 10
Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Kelompok Umur pada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
70 80
15-24
25-34
35-44
45-54
55-64
65-74
75+
8,7
14,7
24,8
35,6
45,9
57,6
63,8
50 6030 4010 200 70 80
18-24
25-34
35-44
45-54
55-64
65-74
75+
13,2
20,1
31,6
45,3
55,2
63,2
69,5
50 6030 4010 200
Proporsi Hipertensi juga meningkat seiring dengan peningkatan kelompok umur. Pola ini terjadi pada dua Riskesdas terakhir di tahun 2013 dan 2018. Secara siologis semakin tinggi umur seseorang maka semakin berisiko untuk mengidap hipertensi.
Proporsi hipertensi menurut tingkat pendidikan menunjukkan kecenderungan penurunan seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan. Pada Riskesdas 2013 dan 2018, proporsi hipertensi pada kelompok penduduk tidak/belum pernah sekolah sebesar 42% dan 51,6% yang menunjukkan penurunan hingga 22,1% dan 28,3% pada kelompok yang tamat D1/D2/D3/PT.
Gambar 12
Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Jenis Perkerjaan pada Riskesdas 2013Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Gambar 13
Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Jenis Pekerjaanpada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Tidak Bekerja
PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD
Petani/Buruh Tani
Lainnya
Wiraswasta
Buruh/sopir/asisten rumah tangga
Nelayan
Pegawai swasta
Sekolah
0 10 20 30 40 50
14,84
24,37
27,85
30,22
34,03
34,79
36,14
36,91
39,73
0 10 20 30 40 50
Tidak Bekerja
Petani/Nelayan/Buruh
Wiraswasta
Lainnya
Pegawai 20,6
24,1
24,7
25,0
29,2
Kelompok penduduk tidak bekerja memiliki proporsi hipertensi tertinggi diantara kelompok lainnya baik pada Riskesdas 2013 maupun Riskesdas 2018.
Perkotaan
25,5
Perdesaan
50
40
30
20
10
0
26,1
Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan bermakna antara penyakit tidak menular dengan faktor sosio demogra, perilaku, kondisi sik, dan riwayat penyakit lainnya. Hal ini sejalan dengan analisis lanjut yang dilakukan terhadap hasil Riskesdas 2007 oleh Ekowati Rahajeng dan Sulistyo Tuminah. Studi tersebut menunjukkan bahwa hipertensi berhubungan dengan faktor-faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, tingkat Pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, perilaku merokok, konsumsi alkohol, konsumsi sayur dan buah, konsumsi makanan berkafein, dan aktitas sik.
180/110
B. Faktor Risiko
Hipertensi
Gambar 11
Proporsi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran Menurut Tingkat Pendidikan pada Riskesdas Tahun 2013 dan 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Tidak/BelumPernah Sekolah
Tidak TamatSD/MI
TamatSD/MI
TamatSLTP/MTS
TamatSLTA/MA
TamatD1/D2/D3/PT
60
50
40
30
20
10
0
42,051,6
34,7
46,3
29,7
40,0
20,629,1
18,625,9
22,128,3
2018
2013
Gambar 14
Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Tempat Tinggal
pada Riskesdas 2013Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
22,80
07 08
Selain faktor sosio-demogra seperti jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan, penyakit tidak menular sangat terkait dengan gaya hidup dan perilaku. Gaya hidup sedentary yang hanya sedikit mengeluarkan energi, konsumsi makanan instan dengan kandungan bahan kimia, perilaku merokok, konsumsi alkohol, dan rendahnya konsumsi buah dan sayur merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi.
Gambar 16
Persentase Perilaku Berisiko PTM pada Riskesdas Tahun 2013 dan 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Kurang KonsumsiBuah Sayur
Kurang Aktivitas Fisik
KonsumsiMakanan Asin
Merokok
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
93,5 95,4
26,2 29,7
12,324,326,1
33,5
Perilaku yang menjadi faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) pada gambar di atas adalah kurang konsumsi buah dan sayur, kurang aktivitas sik, konsumi makanan asin, dan merokok. Seluruh perilaku tersebut mengalami peningkatan pada Riskesdas 2013 dan Riskesdas 2018.
Perilaku kurang konsumsi buah dan sayur memiliki persentase yang sangat tinggi di antara perilaku sedentary lainnya, yaitu 93,5% pada tahun 2013 menjadi 95,4% di tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Indonesia sangat kurang mengkonsumsi buah dan sayur. Kecenderungan peningkatan kurang masyarakat mengkonsumsi buah dan sayur dapat disebabkan semakin maraknya produk makanan kemasan dan cepat saji yang cenderung lebih disukai oleh masyarakat karena kenikmatan rasa dan kemudahan cara memperoleh yang ditawarkan.
Dalam hal peningkatan persentase, perilaku merokok memiliki peningkatan tertinggi di antara dua pelaksanaan survei hampir sebesar 100%, yaitu dari 12,3% menjadi 24,3%. Maraknya iklan rokok di media massa yang sangat massif dalam membentuk persepsi publik dalam dekade terakhir diasumsikan berkontribusi terhadap peningkatan tersebut.
Proporsi penderita hipertensi pada penduduk d i w i l ayah pe r ko taan l eb i h be sa r dibandingkan di wilayah perdesaan. Pada tahun 2013 proprosi di kedua wilayah tersebut sebesar 26,1% dan 25,5% yang meningkat menjadi 34,4% dan 33,7% di tahun 2018. Pola ini dapat diasumsikan terjadi karena faktor risiko perilaku yang berpotensi menyebabkan hipertensi lebih banyak d i t e m u k a n d i w i l a ya h p e r k o t a a n dibandingkan di wilayah perdesaan.
Gambar 15
Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Tempat Tinggalpada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Perkotaan
33,7
Perdesaan
50
40
30
20
10
0
34,4
180/110
C. Upaya
Pengendalian Hipertensi
Pendekatan farmakologis merupakan upaya pengobatan untuk mengontrol tekanan darah penderita hipertensi yang dapat diawali dari pelayanan kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas atau klinik. Terapi farmakologis dimulai dengan obat tunggal yang mempunyai masa kerja panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari dan dosisnya dititrasi. Obat berikutnya dapat ditambahkan selama beberapa bulan pertama selama terapi dilakukan.
Jenis obat hipertensi terdiri dari diuretic, penyekat beta, golongan penghambat Angiotensin Converting
Enzyme (ACE), dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB), golongan Calcium Channel Blockers (CCB), dan
golongan anti hipertensi lain.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan hipertensi antara lain :
Pengobatan esensial dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dengan tujuan memperpanjang harapan hidup dan mengurangi komplikasi.
Pengobatan sekunder lebih ditujukan untuk mengendalikan penyebab hipertensi.
Pemilihan kombinasi obat anti-hipertensi didasarkan pada keparahan dan respon penderita terhadap obat yang diberikan.
Pengobatan hipertensi dilakukan dalam waktu yang lama, bahkan mungkin sampai seumur hidup.
Pasien yang berhasil mengontrol tekanan darah, maka pemberian obat hipertensi di puskesmas diberikan pada saat kunjugan, dengan catatan obat yang baru diberikan untuk pemakaian selama 30 hari bila tanpa keluhan baru.
Penderita yang baru didiagnosis, disarankan melakukan kontrol ulang 4 kali dalam sebulan atau seminggu sekali, bila tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 100 mmH sebaiknya diberikan terapi kombinasi setelah kunjungan kedua (dalam 2 minggu) tekanan darah tidak dapat dikontrol.
Kasus hipertensi atau tekanan darah tidak dapat dikontrol setelah pemberian obat pertama, maka langsung diberikan terapi pengobatan kombinasi bila tidak dapat dirujuk ke fasyankes yang lebih tinggi.
Pengendalian hipertensi bertujuan untuk mencegah dan menurunkan probabilitas kesakitan, komplikasi, dan kematian. Langkah ini dapat dikelompokkan menjadi pendekatan farmakologis dan non-farmakologis.
09 10
Gambar 17
Kepatuhan Minum Obat HipertensiPenduduk > 18 Tahun pada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Gambar 18
Alasan Tidak Minum Obat HipertensiSecara Rutin Penduduk > 18 Tahunpada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
60
50
40
30
20
10
0
14,5 12,5
Dalam hal kepatuhan minum obat, sebagian besar penderita hipertensi rutin minum obat yaitu sebanyak 54,4%. Sementara penduduk yang tidak rutin minum obat dan tidak minum obat sama sekali masing-masing sebesar 32,27% dan 13,33%.
Dari seluruh penderita hipertensi yang tidak minum obat secara rutin, sebagian besar beralasan karena merasa dirinya sudah sehat, yaitu sebanyak 59,8%. Faktanya, terdapat selisih antara penderita hipertensi berdasarkan pengukuran sebesar 34,11% dengan penderita hipertensi berdasarkan diagnosis sebesar 8,36%. Hal ini mengindikasikan sedikitnya 25% penduduk yang memiliki tekanan darah tinggi namun belum didiagnosa atau belum menyadari mengidap hipertensi. Pengukuran tekanan darah merupakan salah satu upaya pengendalian untuk mencegah hipertensi dan mengurangi komplikasi.
Gambar 20
Penduduk Usia > 18 Tahun yang Tidak Melakukan Pengukuran Tekanan Darah RutinMenurut Umur, Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Gambar 21
Penduduk Usia > 18 Tahun yang Tidak Melakukan Pengukuran Tekanan Darah Rutin Menurut Jenis Kelamin,Riskesdas 2018
%Rutin54,4
Tidak Minum Obat13,33
Tidak Rutin 32,27
Merasa sudah sehat
Tidakrutin
berobat
Minumobat
tradisional
Lain-nya
Seringlupa
Tidakmampubeli obat
TidaktahanESO
Obattidak
tersedia
59,8
31,3
11,58,1
4,5 2,0
_ _
Gambar 19
Kerutinan Mengukur Tekanan DarahPenduduk > 18 Tahun pada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
_
12
41
47
Rutin
Kadang-kadang
TidakMelakukanPengukuran
Sebagian besar penduduk >18 tahun hanya kadang-kadang melakukan pengukuran tekanan darah secara rutin sebesar 47%, diikuti oleh yang tidak melakukan pengukuran sebesar 41%. Sedangkan penduduk >18 tahun yang melakukan pengukuran darah secara rutin hanya sebesar 12%. Pada kelompok yang tidak melakukan pengukuran tekanan darah secara rutin, dapat dilihat menurut kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tempat tinggal.
Kesadaran dan partisipasi masyarakat yang rendah dalam melakukan deteksi dini dan upaya pencegahan terhadap hipertensi dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengetahuan, dan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
50,5
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
31,3
Laki-laki Perempuan
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
018-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 75+
33,430,732,435,540
44,2
55,3
_ _
Berdasarkan variabel umur dan jenis kelamin, kelompok yang banyak berkontribusi terhadap ketidakpatuhan pengukuran tekanan darah adalah kelompok umur 18-24 tahun dengan proporsi sebesar 55,3% dan lak-laki sebesar 50,5%.
Gambar 22
Penduduk Usia > 18 Tahun yang Tidak Melakukan Pengukuran Tekanan Darah Rutin Menurut Tingkat Pendidikan, Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Tidak/Belum Pernah Sekolah
Tidak TamatSD/MI
TamatSD/MI
TamatSLTP/MTS
TamatSLTA/MA
TamatDiploma ke Atas
50
40
30
20
10
0
44,6 41,6 41,8 43,7 41,6
28,8
_Gambar 23
Penduduk Usia > 18 Tahun yang Tidak Melakukan Pengukuran Tekanan Darah Rutin Menurut Tempat Tinggal, Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
_
Perkotaan
44
Perdesaan
50
40
30
20
10
0
38,6
Penduduk yang tidak pernah sekolah dan penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan memiliki proporsi yang tinggi pada ketidakpatuhan pengukuran darah secara rutin, yaitu masing-masing sebesar 44,6% dan 44%. Hal ini dapat diasumsikan karena perilaku sehat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan akses terhadap informasi dan edukasi kesehatan. Penduduk
top related