SURGERY CLASS #2 Part 4

Post on 01-Oct-2021

0 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

Transcript

SURGERY CLASS #2 Part 4 2 Januari 2021

Curriculum Vitae Nama : Dr. Dion Faisal, Sp.B FICS

TTL : Balikpapan, 31 Mei 1985

Istri & anak :

Dr. Dian Manggiasih

Muhammad Nabil

Muhammad Dhafin

Pendidikan :

S1 Kedokteran Umum FK Unmul 2009

Spesialis Bedah Umum FK Unair 2018

Fellow International College of Surgeon 2020

Pekerjaan :

Kepala SMF Bedah, Subkomite Mutu

RSUD Tarakan

Webinar lecturer in General Surgery

BUKU BEDAH GRATIS???

Telegram https://t.me/joinchat/H98ar0DCkng16V57nkxD-w

PEMBAHASAN

Berikut ini komplikasi yang dapat muncul akibat trakeostomi, kecuali

a. Pneumothoraks

b. Hematothoraks

c. Stenosis trakea

d. Stomatitis

e. Erosi pembuluh darah besar

TRAKEOSTOMI

• DEFINISI: prosedur untuk memasang kanula ke lumen trakea melalui insisi kulit di atas trakea, dan menyisihkan jaringan pretrakealis sehingga melihat secara langsung pada trakea.

• Tehnik:

• Trakeostomi tinggi (cincin 2-3), rendah (cincin 4-5)

• Krikotirotomi: membuat lubang pada membrana krikotiroid)

• Perkutan trakeostomi

R. Yoga Wijayahadi, R. Martatko Marmowinoto, Urip Murtedjo, Sunarto Reksoprawiro, Sahudi. Trakeostomi,

masalah dan penatalaksanaannya. Seksi Bedah Kepala & Leher Bagian Ilmu Bedah FK Unair 2003

TRAKEOSTOMI

INDIKASI:

• Trauma kepala dengan gangguan kesadaran (batuk tidak efektif)

• Peradangan hebat pada wajah, leher dan faring

• Trakeobronkitis dengan edema dan sekret yang banyak

• Perlukaan trakea

• Prosedur operasi kepala leher yang berat

• Tumor saluran nafas

• Operasi tiroid dengan komplikasi perdarahan atau paralisis n. laringeus rekuren bilateral

• Radioterapi daerah leher

• Trauma thoraks dengan pernafasan tidak efektif (flail chest)

• Paska pembedahan dan batuk tidak efektif

• Perlu ventilator sedangkan intubasi sudah >48 jam

• Fraktur tulang wajah multiple dan blast injury

TRAKEOSTOMI

TUJUAN:

• Menjamin jalan nafas aman

• Membersihkan jalan nafas (bronchial toilet)

• Mengurangi deadspace saluran nafas

• Mendukung prolonged ventilator

TRAKEOSTOMI

• KOMPLIKASI:

• Dini/ durante operasi: perdarahan (lesi a. tiroidea ima, v. innominata), lesi esofagus, lesi n. laringeus rekuren, lesi pita suara

• Lanjut: infeksi, obstruksi (plugging), aspirasi, dekanulasi, emfisema subkutis, pneumothoraks, fistel, stenosis trakea, granulasi

Tn. J mengeluh nyeri pada dada dan diikuti benjolan yang tumbuh lambat. Pada

pemeriksaan CT scan ditemukan adanya lesi radiolusen disertai dengan stippled

calcifications. Dokter mendiagnosis penyakit pasien dengan chondrosarcoma.

Tatalaksana yang direkomendasikan adalah

a. Radiasi

b. Kemoterapi

c. Kombinasi radioterapi dan kemoterapi

d. Reseksi luas

e. Reseksi sempit

CHONDROSARCOMA

• Primary neoplasms of the ribs and sternum are rare. Chondrosarcoma is the most common primary malignant bone tumor of the thorax and is most frequently a neoplasm of the anterior chest wall.

• Nearly 75% of our patients had tumors that arise in either the costochondral arches or sternum.

• Male & older age >

• Sign & symptom:

a. Solitary tumor (rib/sternum)

b. Firm mass, painful

c. Pancoast like syndrome

d. Spinal cord compression

e. Dysphagia

f. Hemoptysis

g. Weight loss

• Diagnosis: histopatology

• Tx: wide resection

Molly K. McAfee et al. Chondrosarcoma of the Chest Wall: Factors Affecting Survival. The Annals of Thoracic Surgery Vol 40 No 6 December 1985

Chondrosarcoma: mottled type of calcification

Pada tumor dinding dada yang mengenai kosta, manakah batas reseksi kosta yang

benar

a. Hanya kosta yang terdampak

b. Dua kosta sehat di atas dan di bawah tumor

c. Satu kosta sehat di atas dan di bawah tumor

d. Satu kosta sehat di bawah tumor

e. Satu kosta sehat di atas tumor

An. J usia 2 hari, datang dengan keluhan terus menerus mengeluarkan lidah dari

mulutnya. Ketika diberi ASI oleh ibu pasien batuk, seperti tersedak. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan abdomen distensi, dan anak tampak sesak yang terus

menerus memberat. Diagnosis yang paling mendekati adalah

a. Atresia esofagus

b. Atresia bilier

c. Atresia duodenum

d. Atresia ani

e. Fistula restrosekal

Pemeriksaan sederhana yang bisa dilakukan pada diagnosis atresia esofagus

adalah

a. Pasang pipa orogastric

b. Bubur barium

c. CT Scan tanpa kontras

d. MRI Abdomen

e. MRI kepala

• Esofagus dan trakhea divertikulum ventralis foregut pada janin usia 22-23 hari.

• Divertikulum memanjangproliferasi sel endodermal pada dinding lateral.

• Rosenthal : temukan massa sel yang tumbuh jadi tonjolan jaringanmembagi foregut atas saluran trakhea dan esofagussempurna setelah hari ke 34 atau 36 fertilisasilapisan submukosa dan otot sudah jelas terlihat pada esofagus dan trakhea

Kelainan Penyerta

• Hampir 50% dari 218 kasus atresia esofagus (Waterstoon, dkk) disertai berbagai malformasi, misalnya :

- kelainan jantung bawaan

- Imperforatus ani

- Obstruksi saluran cerna

• VACTERL : kelainan vertebral, anal, cardiac,

tracheoesophageal,renal, limb

anomali

Gejala Klinis • Awal : regurgitasi saliva yang terkumpul didalam

esofagus bagian proksimal yang buntu sampai jelas kelihatan sekitar mulut sebagai buih

• Minum pertama tersedak, batuk, dan regurgitasi

• Distensi abdomen paling dominan, karena adanya udara lewat fistel ke dalam gaster

• Seringkali cairan gaster naik ke atas esofagus bagian distal fistel trakeoesofageal menyebar ke trakhea dan paru pneumonia kimiawi

• Nafas sulit karena atelektasis dan terdorongnya diafragma oleh gaster yang distensi

Pemeriksaan Tambahan • Foto polos abdomen :

dengan memasukkan NGT ke dalam gaster

• Foto dengan kontras, dengan proyeksi lateral memperlihatkan panjang esofagus yang buntu dan ekstensinya ke dalam mediastinum

• Gambaran udara dalam usus fistel trakeoesofageal (+)

• Thorax foto: pneumonia atau atelektasis akan tampak

Kategori Waterstoon (1962) A : berat badan lahir ≥ 2 ½ kg, KU baik. Survival 95%.

Immediate primary repair

B. Survival 68%. Delayed repair

1. berat badan lahir 1,8-2 ½ kg, KU baik.

2. berat badan lahir ≥ 2 ½ kg, dengan pneumonia sedang dan disertai kelainan kongenital lain.

C. Survival 6%. Staged repair

1. berat badan lahir < 1,8 kg.

2. berat badan lahir ≥ 2 ½ kg dengan pneumonia berat dan kelainan kongenital lain yang berat.

Kriteria Lewis Spitz Tahun 1994

• Group 1 : Birth weight >1500 g without major cardiac anomaly (survival 97%).

• Group 2 : Birth weight <1500 g or major cardiac anomaly (survival 59%).

• Group 3 : Birth weight <1500 g and major cardiac anomaly (survival 22%).

Pengelolaan 1. Bayi ditempatkan pada boks bayi dengan

penghangat (warmer)

2. Posisi head up

3. Terapi cairan intravena

4. Terapi antibiotika

5. Pemasangan NGT pada esofagus yang buntu, dan dihisap reguler, jika tidak memadai maka dilakukan gastrostomi sementara.

Manajemen Post Operatif

• Neonatal intensive care unit (NICU)

• Cairan intravenus

• Antibiotik profilaksis dilanjutkan

• Nutrisi lewat transanatomotic nasogastric tube diberikan pada hari ke 2-3 post op

• Oesophagogram dilakukan 7 hari post op, dan jika tidak didapatkan leakage thorax drain dapat di lepas

• Oral feeding bisa dimulai setelah thorax drain dilepas

• Fisiotherapi napas dilakukan secara terus menerus dengan suction nasopharingeal

Komplikasi • Kematian

• Anastomotic leakage

• Gastro-oesophageal reflux

• Tracheomalacia

• Recurrent tracheo-oesophageal fistula

• Anastomotic strictures

Repair definitive pada atresia esofagus dilakukan pada saat usia bayi mencapai

a. 1 hari

b. 1 minggu

c. 1 bulan

d. 1 tahun

e. 10 hari

Pada pasien yang stabil tatalaksana atresia esofagus dan fistulatransekofageal

dilakukan dengan

a. Esofagostomi

b. Esophagoesophagostomi

c. Esophagoduodenostomi

d. Gastrotosmi

e. Gastroesophagostomi

Tn. J, 55 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut serta berat badan yang turun

sejak 6 bulan yang lalu. Pasien mengeluh susah makan, dan ketika makan terasa

tidak nyaman. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis dan teraba

masa besar pada abdomen. Pada pemeriksaan feses ditemukan adanya heme

positif. Jika dokter mencurigai adanya tumor gaster, pemeriksaan penunjang

selanjutnya yang penting adalah

a. Kolonoskopi

b. Endoskopi atas

c. Bubur barium

d. Foto polos abdomen

e. LLD

Berikut ini yang merupakan pembagian subtype morfologi dari kanker gaster,

kecuali

a. Polypoid

b. Fungating

c. Ulcerative

d. Schirrous

e. Bleeding

Pada pasien dengan keadaan klinis mengarah pada diagnosis karsinoma gaster,

namun endoskopi dan biopsy negative, apakah langkah selanjutnya?

a. Barium enema

b. Biopsi dan endoskopi ulang

c. Open biopsy

d. Kolonoskopi

e. Observasi

Tatalaksana adenocarcinoma gaster yang utama adalah

a. Reseksi tumor

b. Radioterapi

c. Kemoterapi

d. Kombinasi radioterapi dan kemoterapi

e. Metotreksat

NCCN

Ny. J, 68 tahun, datang dengan keluhan jatuh terduduk dari lantai 2 rumahnya.

Pasien terpeleset kemudian jatuh terduduk. Pasien wanita, dan pernah didagnosis

dengan osteoporosis. Fraktur yang paling mungkin terjadi pada kasus ini adalah

fraktur

a. Hip

b. Kranium

c. Servikal

d. Pedis

e. Elbow koint

Berikut ini ligament yang pasti robek ketika terjadi dislokasi genu

a. PCL

b. BCL

c. MCL

d. LCL

e. ECL

Klasifikasi fraktur plateu tibia diklasifikasikan menurut klasifikasi

a. Schultz

b. Schatzker

c. Parker

d. Down

e. Turner

Schatzker & AO

Pemeriksaan penunjang pada pembesaran prostat yang bisa mengarahkan

diagnosis pada keganasan prostat adalah

a. Serum PSA

b. TSH

c. Fe serum

d. PSH

e. Ca 24

70

• PSA is a serine protease, an enzyme that breaks down a serine amino acid sequence in a protein

• First detected by ABLIN et al in 1970 in prostate

• 1979 Purification of PSA from prostate tissue by Wang et al

• 1987 first mayor clinical paper of PSA by Stamey et al

PROSTATIC SPECIFIC ANTIGEN

71

• Not specific for Ca P

• Elevation of PSA can cause by :

BPH infection, instrumentation

• Cut off point : 4 ng %. 0-4 Normal

• Refinement of PSA to detect more Ca P :

• PSA velocity (change over time) : 0,75 ng/mL/y

• PSA density : BPH = 0,12 ng/mL tissue

PSAD > 0,15 Biopsy

• Age adjusted PSA (Oesterling, 1993)

Age Normal Range (ng%)

40 – 49 0 – 2,5

50 – 59 0 – 3,5

60 – 69 0 – 4,5

70 – 79 0 – 6,5

PROSTATIC SPECIFIC ANTIGEN

BPH - DMS 2005 72

PSA interpretation

PSA value

0.5 - 4 ng/ml

4 - 10 ng/ml

> 10 ng/ml

rise of > 20%/year

Interpretation

Normal

20% chance of Ca

50% chance of Ca

Refer for biopsy

Tatalaksana awal lini pertama pada BPH adalah

a. TURB

b. TURP

c. Alpha blockers

d. Beta blockers

e. Steroid

Patogenesis BPH Syarat terjadinya BPH : * Testis yg memproduksi androgen * Ketuaan ( ? )

Theory Dihydrotestosteron hypothesis Oestrogen-testosteron imbalance Stromal-epithelial interactions Reduced cell death Stem cell theory

Theories for the cause of BPH

Cause 5- reductase and androgen receptors Oestrogens Testosteron Epidermal growth factor/fibroblast growth factor Transforming growth factor Oestrogens Stem cells

Effect Epithelial and stromal hyperplasia Stromal hyperplasia Epithelial and stromal hyperplasia Longevity of stroma and epithelium Proliferation of transit cells

BPH - DMS 2005 77

Kontra-indikasi Tx medik BPH

• Retensi urin (akut atau kronik)

• Insufisiensi renal

• Dilatasi traktus atas

• Hematuria berulang

• ISK berulang

• Batu buli-buli / divertikel

Terapi medik BPH

• Alpha blocker • terazosin

• prazosin

• tamsulosin, dll

• Supresi Androgen • 5 alfa-reduktase inhibitor

• Fitoterapi

Rasional penggunaan alpha blocker

• Kontraksi otot polos prostat dimediasi oleh: stimulasi simpatis reseptor alpha

• Kontraksi otot polos (kapsul, adenoma, leher buli) : merupakan 40% dari penyebab obstruksi saluran keluar

• Alpha blocker : • relaksasi otot polos prostat

• mengurangi simptom

• memperbaiki pancaran kencing

Intervensi urologi

• Balloon dilatation

• Prostatic stent

• Thermotherapy

• TUIP (transurethral incision of the prostate)

• TURP (transurethral resection of the p.)

• Laser TURP

• Open prostatectomy

BPH - DMS 2005 81

PROSTATIC STENT THERMOTHERAPY

83

TN. J 45 tahun datang dengan keluhan ingin berkemih dan nyeri saat berkemih.

Pasien juga mengeluhkan nyeri suprapubic, dan urin yang berbau tidak enak. Pada

pemeriksaan urinalisis ditemukan pyuria, hematuria, dan bacteriuria. Diagnosis

yang paling mendekati pada pasien ini adalah

a. Sistitis

b. BPH

c. Ca prostat

d. Bulititis

e. Balanthitis

Klasifikasi oleh Whitaker pada tahun 1981 membagi anomaly kraniofasial

kongenital menjadi empat. Keempat tipe tersebut adalah sebagai berikut, kecuali

a. Clefts

b. Synostoses

c. Atrofi-hipoplasia

d. Hipertrofi-hiperplasia-neoplasia

e. Neoplasia-atrofikans

WHITTAKER CLASSIFICATION

Seorang pasien mengalami kelainan hanya pada bagian soft palate nya saja.

Menurut klasifikasi Veau, pasien ini masuk dalam klasifikasi

a. I

b. III

c. II

d. IV

e. V

Tatalaksana pada cleft palate repair adalah palatoplasty. Tujuan utama dari terapi

ini adalah

a. Perbaikan kondisi visual pasien

b. Mencegah infeksi orofaring

c. Memastikan anak dapat berbicara dengan normal

d. Mencegah gagal tumbuh

e. Mencegah gangguan psikologis

Pada peningkatan tekanan intracranial, lesi temporal dapat menekan berbagai

struktur ke medial dan menekan midbrain. Fenomena ini disebut sebagai

a. Herniasi uncus

b. Doktrin Monroe-Kelly

c. Herniasi brain stem

d. Herniasi temporal

e. Herniasi corpus callosum

BRAIN SHIFT

HERNIASI OTAK

BERAKIBAT :

KERUSAKAN OTAK SECARA MEKANIK

TERJEPITNYA PEMBULUH DARAH

NEKROSIS YANG LEBIH LUAS

KENAIKAN ICP UMUM ISKEMIA LUAS

SIRKULUS VITIOSUS

Tekanan pada fossa posterior dapat menyebabkan kematian pasien dengan dua

cara. Oklusi dari ventrikel keempat dan

a. Kompresi uncus

b. Kompresi batang otak

c. Kompresi colliculus superior

d. Infark pada brain stem

e. Infark pada medulla oblongata

FOSSA POSTERIOR

Intervensi pada fraktur basis cranii perlu dilakukan jika terdapat tanda berikut

a. Fraktur pada frontal

b. Fraktur pada tulang nasal

c. Kehilangan darah > 250 cc

d. Terdapat deficit neurologis

e. Fraktur melebihi 5 cm

FRAKTUR BASIS CRANII

Kebocoran cairan serebrospinal ke varing via tuba eustacius kemudian terkumpul

di bagian telinga disebut sebagai

a. Racoon’s sign

b. Otorhinohematoma

c. Battle’s Sign

d. James’s Sign

e. Eardrum fracture

Tatalaksana traumatic brain injury kepala dapat dilakukan dengan langkah di

bawah ini kecuali

a. Kontrol TIK

b. Pemberian glukosa pada pasien hipoglikemia

c. Monitoring tekanan darah

d. Pemberian steroid

e. Manajemen hipotermia

PERTAHANKAN PERFUSI OTAK

CPP = MAP – ICP

TEKANAN PERFUSI OTAK = CPP

TEKANAN INTRAKRANIAL ICP

TEKANAN ARTERI RATA-RATA MAP

A.L. : POSISI KEPALA, HEAD UP 30°, TIDAK HIPERFLEKSI

MENGETAHUI SEDINI MUNGKIN TERJADINYA HEMATOMA INTRAKRANIAL DAN MELAKUKAN PEMBEDAHAN SESUAI INDIKASI

MENCEGAH TERJADINYA INSULT SEKUNDER

MENURUNKAN TEKANAN INTRAKRANIAL ( ICP )

DASAR-DASAR PENANGANAN CEDERA OTAK

GANGGUAN KESADARAN ( < 15 )

TERDAPAT GGN. NEUROLOGIK

TERDAPAT FR. TULANG KEPALA

MUNTAH-MUNTAH SERING

GANGGUAN FAAL VITAL

TANDA TRAUMA DI BAGIAN LAIN

INDIKASI MRS

TUJUAN MRS

OBSERVASI

UPAYA DETEKSI DINI TERJADINYA

KOMPLIKASI

PERAWATAN

MEMBERIKAN KONDISI OPTIMAL UNTUK

PENYEMBUHAN = CEGAH SEC. INSULTS

MENCEGAH KOMPLIKASI

SECONDARY INSULTS

• KONDISI YANG MENAMBAH BEBAN METABOLISME PADA OTAK YANG SUDAH CEDERA

• HIPOTENSI, HIPOKSEMIA, ANEMIA, HIPONATREMIA, GANGGUAN FAAL HEMOSTASIS

• PENINGKATAN ICP, BRAIN EDEMA, BRAIN SWELLING, BRAIN SHIFT, VASOSPASME, KEJANG

PERAWATAN PENDERITA DI RUANGAN

• TETAP PERHATIKAN A, B,C

• A - POSISI TIDUR

- SEKRET, DARAH, MUNTAHAN

- CEDERA DAERAH MUKA

K/P TRAKHEOSTOMI

• C ( SIRKULASI )

HIPOTENSI

HIPERTENSI

KONDISI KARDIOLOGIS

ANEMI Hb < 10 gr

Ht < 30%

POSISI KEPALA 30° HEAD UP

TIDAK HIPERFLEKSI

PENYEMBUHAN LAMBAT

CAIRAN /ELEKTROLIT

• PASANG INFUS

CAIRAN MAINTENANCE

- GULA DALAM SALINE

( MIS. D5 0.45 NaCl )

• PASANG KATETER

BALANS CAIRAN, CEGAH OVERHIDRASI

KEADAAN STABIL GASTRIC FEEDING

SUHU BADAN KENAIKAN SUHU BADAN METABOLISME

PERMEABILITAS KAPILER

CARI PENYEBAB :

* PENGGANTIAN CAIRAN TAK ADEKUAT

* INFEKSI PARU

* KOMPLIKASI TRAKHEOSTOMI

* INFEKSI SALURAN SENI

* INFEKSI LUKA-LUKA

* REAKSI TRANSFUSI

* DRUG FEVER

* CEDERA OTAK / SENTRAL

GELISAH

• MENYEBABKAN ICP

• TIDAK ADA KEBERATAN MEMBERIKAN

TRANSQUILIZER, ASAL DIPANTAU SEBELUM

DAN SESUDAH PEMBERIAN

• TRANSQUILIZER DAPAT MENGABURKAN

PEMANTAUAN KLINIS ( KESADARAN )

KULIT

CEGAH DEKUBITUS

• POSISI PENDERITA

• TEMPAT TIDUR KERING, TIDAK MELIPAT-

LIPAT

• KATETER / KONDOM – KATETER

KEJANG, TRAUMATIC EPILEPSY ( T.E. )

- IMMEDIATE

T.E. - EARLY

- LATE

EARLY T.E. : - CEDERA OTAK LEBIH DALAM

- BERPENGARUH THD. PROGNOSA

- MUNGKIN ADA MASSA INTRAKRANIAL

KEJANG-KEJANG

MENINGKATKAN METABOLISME OTAK

O2 SUPPLY

EDEMA OTAK

ICP

SEGERA HENTIKAN :

DIAZEPAM 0,4 mg/KgBB

PROFILAKSI PADA CEDERA BERAT DILANTIN /

DIFENIL HIDANTOIN 5 mg/KgBB

ULKUS LAMBUNG

• TRAUMA = STRESS, CORTICO STEROID

• PENINGKATAN ASAM LAMBUNG

TERAPI :

• ANTASIDA

• PRODUKSI ASAM : MIS. SIMETIDIN

top related