Transcript

JOURNAL READINGEstimation of postmortem interval using thanatochemistry

and postmortem changes

Pembimbing :dr. Ratna Relawati, Sp.KF , Msi.Med.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGALFK UNISSULA SEMARANG

2014

Identitas jurnal

Penulis

• HodaFouad Abdel Salam a, • Eman Ahmed Shaat b,• Manal Hassan Abdel Aziz a,• Abeer Abdel MoneimSheta a,*, • Heba Abdel Samie Mohammed Hussein a

Penerbit• Faculty of Medicine, Alexandria University, Egypt

Tahun • 2012

Estimation of postmortem interval using thanatochemistryand postmortem changes

Judul

MIKAEL

ABSTRAK

• Pendahuluan

THANATOCHEMISTRYPerubahan kimia yang terjadi

setelah kematian tingkat kalium (K +) dan hipoksantin (Hx) di

vitreous humor (VH)

PERUBAHAN POST MORTEM ditentukan dengan menggunakan metode skoring. Tiga perubahan post mortem yaitu hypostasis, kekakuan dan kekeruhan kornea.

interval post mortem (PMI)

MIKAEL

ABSTRAK

• Subyek dan MetodePenelitian dilakukan pada kasus-kasus otopsi yang terdiri dari 70 orang dewasa, yang kurang diketahui perkiraan waktu kematiannya.

Perkembangan kekakuan postmortem, hypostasis dan kekeruhan kornea dinilai dan dijumlah dengan skoring. Tingkat kalium (K +) dan hipoksantin (Hx) di vitreous humor (VH) diukur.

Data dianalisis secara statistik dan analisis regresi linier digunakan untuk mendapatkan persamaan untuk memperhitungkan PMI.

MIKAEL

ABSTRAK

• Result

Semua variabel dipelajari dalam penelitian ini secara signifikan berkorelasi dengan PMI

• Koefisien korelasi tertinggi adalah untuk kekeruhan kornea, diikuti oleh tingkat K + di VH kemudian hypostasis, kekakuan dan terakhir tingkat hipoksantin di VH.

• Lima persamaan yang diperoleh dari penelitian ini dapat memprediksi PMI tapi dengan perbedaan tingkat akurasi.

MIKAEL

PENDAHULUAN

Setelah kematian, akan kembali terjadi keseimbangan karena tidak aktifnya mekanisme pemompaan dan dinding sel menjadi semipermeabel, kemudian K + dapat melewati membran yang bocor dan terjadi keseimbangan tersebut.

Hipoksantin adalah produk degradasi penting dari metabolisme purin. Peningkatan hipoksantin pada periode postmortem dan terutama berdifusi dari retina ke pusat humor vitreous.

PONNY

Humor vitreous sangat cocok sebagai media untuk meneliti perubahan kimia posmortem, karena komposisinya berubah lebih lambat setelah kematian.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkirakan waktu sejak kematian menggunakan metode skoring untuk tiga perubahan postmortem; Yaitu hypostasis, kekakuan dan kekeruhan kornea.

Studi saat ini juga bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan thanatochemistry; level kalium (K +) dan hipoksantin (Hx) pada VH dalam penentuan Interval postmortem (PMI) dan membandingkan keakuratan thanatochemistry dan metode skoring untuk perkiraan perubahan postmortem pada PMI

PONNY

METODE

Penelitian dilakukan pada kasus-kasus otopsi 70 orang dewasa, yang diketahui Interval postmortem, dari departemen medikolegal dari Departemen Kehakiman, di Kom El Dekka, Alexandria, Mesir.

Setelah mengambil persetujuan komite resmi dan etika, kasus tersebut kemudian dipilih secara acak.

Data dikumpulkan dari laporan polisi termasuk; usia, jenis kelamin dan waktu kematian.

Pada pemeriksaan postmortem eksternal, pengembangan kekakuan postmortem, hypostasis dan kekeruhan kornea dapat dinilai dengan score secara numerik.PONNY

Penilaian Laboratorium kalium (K +) dan level hipoksantin (Hx) pada humor vitreous (VH) dilakukan dengan : mengambil 0,1 ml VH pada mata kanan dari setiap kasusnya sebagai permulaan otopsi dengan menggunakan tusukan scleral dekat canthus luar, untuk menghindari perubahan bentuk mata, menggunakan nomor jarum 20-gauge. Kemudian kelopak ditarik, sehingga lubang dapat terbuka. Kemudian cairan itu ditarik perlahan-lahan untuk menjaga jarum tetap di tengah untuk menghindari terlepasnya retina. Setiap spesimen yang tidak jelas kristalnya disingkirkan, sampel yang telah membeku pada suhu -70 C untuk diuji hipoksantin dan potassium.

PONNY

VH

kalium (K +)

hipoksantin (Hx)

Metode turbidimetri

metode kolorimetri

VANDA

ANALYSIS STATISTIK

Data dianalisis menggunakan statistik (SPSS) versi 18 untuk perhitungan rata-rata aritmatika, standar deviasi dan chi square, F-test dan uji Fisher.

Spearman Rho dan Pearson koefisien korelasi tingkat korelasi antara variabel yang berbeda.

Analisis regresi linier persamaan dalam perhitungan interval postmortem.

Perkiraan keakuratan persamaan rumus Stein:

Perbandingan berpasangan repeat ANOVA dan uji post hoc. Tingkat signifikansi p ≤0.05

VANDA

VANDA

USIA15-65 tahun

PENYEBAB KEMATIAN

Trauma, Asfiksia, kematian

mendadak

JENIS KELAMIN

L: 58 W:12

HASIL

•8-60 jam• rata-rata 24.99 ± 11.54 jam

Interval postmortem

VANDA HASIL

VANDA HASIL

TABEL 3. HUBUNGAN PERBEDAAN ANTARA SKOR HIPOSTASIS (LEBAM MAYAT) DAN PMI (POSTMORTEM INTERVAL) (N=70)

TABEL 3. HUBUNGAN PERBEDAAN ANTARA SKOR HIPOSTASIS (LEBAM MAYAT) DAN PMI (POSTMORTEM INTERVAL) (N=70)

RENNY

kekakuan postmortem, itu dikategorikan menjadi lima fase sesuai dengan perkembangan dan resolusi.

Hubungan yang signifikan itu melihat antara nilai kekakuan dan PMI dengan x2 = 18.33 dan p = 0,001.

Di PMI kurang dari 12 jam (kelompok I), sebagian besar kasus (83,3%) milik skor 4 sedangkan

pada kelompok II, 56,3% kasus milik skor 3 Dalam rentang PMI antara 24 dan 60 jam (kelompok III),

sebagian besar kasus yang ditemukan dalam skor 4. Skor 1 dan 2 tidak diberikan ke salah satu kasus (Tabel 4).

RENNY

Kekeruhan kornea postmortem dikategorikan menjadi empat fase sesuai dengan tingkat kekeruhan.

hubungan signifikan dapat dilihat antara nilai kekeruhan kornea dan PMI x2 = 65,62 dan p 6 0,0001).

Pada PMI kurang dari 12 jam (kelompok I), sebagian besar kasus (83,3%) termasuuk skore 1.

kisaran PMI dari 12 sampai dengan kurang dari 24 jam(kelompok II), 81,3% kasus berada di skor 2.

Dalam rentang PMI antara 24 dan 60 jam (kelompok III), jumlah tertinggi kasus (38,1%) masuk dalam skor 4 dan hanya 2,4% kasus ditemukan dalam skor 1 (Tabel 5).

RENNY

Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara hypostasis, kekakuan dan kekeruhan kornea dengan PMI menggunakan koefisien korelasi rho Spearman dengan p value <0,0001, 0,001 dan <0,0001 dan r = 0.57, 0.4 dan 0.81, masing-masing (Tabel 6).

RENNY

Mengenai PMI, tingkat tertinggi K + di VH ditemukan di PMI berkisar antara 24 hingga 60 jam (kelompok III) dengan nilai rata-rata dari 11.63 ± 3.04 mmol / l sedangkan

paling sedikit adalah di PMI kurang dari 12 jam (kelompok I) dengan rata-rata 8,4 ± 1,65 mmol / l.

hubungan signifikan dapat dilihat antara level K + di VH dan PMI dengan F-test = 6.01 dan p = 0,004 (Tabel 7).

ROSSIE

Tabel 8. Hubungan antara konsentrasi Hx (Hipoxantin) dalam humor vitreus dan PMI (Postmortem Interval) (n=70)

ROSSIE

Tabel 9. Persamaan regresi yang didapat untuk nilai prediktor PMI (Postmortem Interval)

ROSSIE

Tabel 10. Persamaan regresi yang didapat untuk nilai prediktor PMI (Postmortem Interval) dengan nilai R2 yang disesuaikan dan presentase

MONDA

Tabel 11. Nilai rata-rata Confidence Interval (CI) 95 % dari nilai residu deviasi absolut untuk 5 persamaan.

MONDA

Tabel 12. Perbandingan berpasangan dari perbedaan antara nilai rata-rata dari deviasi absolut untuk residual untuk 5 persamaan

MONDA

Gambar 1. Sebaran bidang untuk hubungan antara konsentrasi K+ (Kalium) dalam humor vitreus dan PMI (Postmortem Interval) dengan interval kepercayaan 95% (n=70)

RIA

Gambar 2. Sebaran bidang untuk hubungan antara konsentrasi Hx(hipoxantin) dalam humor vitreus dan PMI (Postmortem Interval) dengan interval kepercayaan 95% (n=70)

RIA

Gambar 3. Nilai rata-rata dan jarak konfiden 95% dari deviasi absolut untuk residual dari lima persamaan. 95% CI: interval konfiden 95%. Abs K : Residu absolut yang diperoleh dari persamaan 1. Abs H: Residu absolut sisa yang diperoleh dari persamaan 2. Abs KH: Residu absolut yang diperoleh dari persamaan 3. Abs CRH: Residu absolut sisa yang diperoleh dari persamaan 4. Abs CRHKH: Residu absolut sisa yang diperoleh dari persamaan 5.  

RIA

DISKUSI

DISKUSI

1. Prinsip estimasi PMI (Postmortem Interval) dengan Ekstrapolasi menyebabkan interval atau perkiraan waktu yang tidak tepat. Sementara banyak penelitian tunggal tentang perubahan postmortem dilakukan, pemeriksaan secara simultan beberapa perubahan postmortem untuk estimasi waktu kematian jarang dilakukan

FALIKHATUL IBRIZA

2.Usia kasus otopsi dalam penelitian ini berkisar 15-65 tahun dimana jarak difusi dari retina ke humor vitreous pada periode postmortem lebih kecil pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Akibatnya, penilaian postmortem untuk orang dewasa mungkin tidak cocok.21,22

FALIKHATUL IBRIZA

diskusi3.Cedera pada mata, penyakit mata, trauma craniocerebral , penyakit kronis dan gagal ginjal dikeluarkan dalam penelitian ini untuk menjaga integritas dari keseluruhan mata sebagai nilai vitreous yang valid

4. Korelasi yang signifikan antara skor hipostasis (lebam mayat) dan PMI (Postmortem Interval). Prahlow24 dan Houck dan Siegel25 menyatakan bahwa hipostasis (lebam mayat) postmortem dapat dilihat paling dini 20 menit setelah kematian, memuncak pada sekitar 3-4 jam

.

FALIKHATUL IBRIZA

5

• sebagian besar kasus hampir tidak menunjukan lebam mayat pada penekanan ibu jari (skor 3) ditemukan sebelum 12 jam postmortem

6

• sementara semua kasus diatas 12 jam postmortem, memiliki lebam mayat yang tidak dapat dipindahkan dengan penekanan jempol (skor 4).

yudis

DI PMI kurang dari 12 jam, banyak kasus dengan skor 4 berada dikisaran PMI antara 12 dan 24 jam, sebagian besar kasus berada di skor 4. Dikarenakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi urutan terjadinya serta waktu kaku mayat.

PMI kaku mayatkorelasi yang signifikan

TapiDistribusi

tidak teratur

yudis

Kekeruhan kornea pemeriksaan postmortem

yang terpenting.

Perubahan kekeruhan kornea diyakini menjadi penyebab kedua dalam

perubahan hidrasi.

Stroma kornea Kadar air meningkat

pembengkakan dan kekeruhan setelah

kematian.

yudis

Menurut penelitian, tidak ada hubungan antara konsentrasi K+ pada Humor Vitreus dengan jenis kelamin (penelitian Oo, Jashnani, Yoguraj)

Selain itu juga tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi K+ pada Humor Vitreus dengan umur (penelitian Garg dan Ahi)

Namun, ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi K+ pada Humor Vitreus dan PMISERAFINA

Konsentrasi K+

< 12 jam Konsentrasi paling sedikit

12-24 jam

Bertambah secara

berangsur-angsur

24-60 jam Konsentrasi tertinggi

SERAFINA

Meninggal

Keterbatasan mekanik membran

Kebocoran pottasium terus menerus

Semakin meningkat dengan bertambahnya waktu kematian

Gangguan keseimbangan plasma

Konsentrasi K+ semakin meningkat seiring dengan meningkatnya waktu post-partum

SERAFINA

Konsentrasi Hx

< 12 jam Ditemukan meningkat

12-24 jam

Meningkat secara

berangsur-angsur

24-60 jam Konsentrasi tertinggi

SERAFINA

Peningkatan Hx

Peningkatan AMP

Penurunan transformasi

Hx pada asam urat

Penghambat oksidase xantin

SERAFINA

Terdapat suatu korelasi yang signifikan antara konsentrasi Hx

dalam VH dan PMI. Peningkatan Hx sebanding dengan peningkatan

PMI.Hal ini sesuai dengan penelitian Munoz Barus et al.,

Madea and Passos et al..

TASIA

Kelandaian dari peningkatan level Hx dalam VH dalam penelitian ini adalah

4,55 µmol/l/h.

Hal ini menandakan bahwa level Hx dalam VH meningkat 4,55 µmol/l dalam

setiap jam peningkatan PMI.

TASIA

Madea

POST-MORTEM terjadi peningkatan vitreous K+ menyebar dari retina ke pusat bola mata

Hx dibentuk dari beberapa reaksi enzimatik menyebar ke sekitar dengan konsentrasi yang

tinggi.

peningkatan level Hx hasil degradasi dari metabolisme adenine nucleotid.

TASIA

.

Semua variable penelitian dalam penelitian ini secara signifikan berhubungan dengan PMI, tetapi nilai koefisien korelasi berbeda di antara variable

yang berbeda

1.kekeruhan kornea2.level K+ dalam VH 3.Hypostasis4.Kekakuan5.level Hx dalam

VH.

TASIA

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa persamaan yang paling akurat adalah persamaan

menyangkut semua variabel yang diteliti (tiga postmortem perubahan di samping K + dan

tingkat Hx di VH). Selain itu, metode penilaian untuk Perubahan fisik postmortem ini telah terbukti lebih berharga dalam estimasi PMI dari thanatochemistry dalam kisaran yang

diselidiki dari PMI adalah sampai dengan 60 jam.

TASIA

Critical Appraisal

YOGY IMA

Estimation of postmortem

interval using thanatochemistr

yand postmortem

changes

Judul cukup menggambarkan

isi penelitian secara jelas

Kedudukan variaibel yang diukur cukup

tercermin dengan jelasYOGY IMA

Patient : kasus-kasus otopsi yang terdiri dari 70

orang dewasa

Intervention :

-

Comparison :thanatochemistryand postmortem

changes

Outcome :- 5 variabel memilki korelasi signifikan dengan PMI (Post Mortem interval) dengan nilai p < 0,05 - Prediktor untuk penelitian ini yaitu kekeruhan kornea, tingkat K+ di VH, Hipostasis, Kaku mayat dan Hx di VH

PICO

YOGY IMA

Validitas uji diagnostik

Pertanyaan Jawaban* Apakah penelitian uji diagnostik

dilakukan secara tersamar dengan baku emas yang benar?

 Ya

* Apakah uji diagnostik dilakukan terhadap pasien dengan spektrum penyakit atau kelainan yang memadai seingga dapat diterapkan dalam praktek sehari-hari?

 Ya

* Apakah pemeriksaan dengan baku emas dilakukan tanpa memandang hasil pemeriksaan dengan uji diagnostik?

 Ya

YOGY IMA

Hasil penelitian valid

Hasil penelitian penting

Hasil penelitian dapat diterapkan

Kesimpulan

YOGY IMA

TERIMA KASIH

Wassalamualaikum Wr.Wb...

top related