Post and New Modern Perspective on Accounting Ethics
Post on 07-Aug-2015
298 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
POST AND NEW MODERN PERSPECTIVE ON ACCOUNTING
ETHICS
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi
dengan dosen pengampu Agus Widarsono, SE, M.Si, Ak (2646)
Oleh
Audri Utaminingsih (1001833)
Cantika Putri Hadiyanti (1005998)
Elsa Syefira Qhoirunnisa (1003039)
N. Siti Dwi Mawarni (1001495)
Sri Dewi Saraswati (1005479)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah memberikan
rahmat dan bimbingan-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik. Makalah dengan judul “Post and New Modern Perspective on Accounting
Ethics”, merupakan makalah yang ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi.
Kami, selaku penyusun makalah, ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak tersebut diantaranya:
1. Bapak Drs. H. Tb. Aman F. Ak., MM., CPA dan Bapak Agus Widarsono,
S.E.,M.Si.Ak, selaku dosen pengampu mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi,
atas kesempatan dan saran yang diberikan untuk penyusunan makalah ini.
2. Keluarga dan teman-teman yang telah memberikan dukungan baik secara
materil maupun immateril dalam penyusunan makalah ini.
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Kami
mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya.
Dengan segala kerendahan hati, kami pun menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan
yang terdapat pada makalah ini. Saran dan kritik yang membangun akan sangat
membantu kami untuk menyusun makalah dengan lebih baik lagi di masa
mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu
pengetahuan bagi pembaca sekalian.
Bandung, Desember 2012
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................2
1.4 Metode Penulisan.......................................................................................................3
1.5 Sistematika Penulisan................................................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Postmodernism...........................................................................................................4
2.2 New-modernism.........................................................................................................10
2.3 Perbandingan Post & New-modernism......................................................................13
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kasus Suap Auditor BPK...........................................................................................14
3.2 Analisis Kasus............................................................................................................15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................................16
4.2 Saran…......................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem akuntansi telah berkembang pesat dan melewati beberapa masa
dimana terdapat peran filsuf dan bidang keilmuan lain dalam
perkembangannya, selanjutnya paham-paham tersebut terus berganti
dikarenakan adanya perkembangan jaman dimana dasar ilmu harus dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul saat era tersebut. Akuntansi
mengadopsi beberapa paham untuk dijadikan sebagai dasar penyelesaian
permasalahan yang timbul dari berbagai macam padangan dalam bidang
keilmuan akuntansi tersebut.
Tuntutan dunia global semakin membuat bidang keilmuan akuntansi
tersebut berada pada batas dimana beragam sudut pandang diungkapkan
secara nyata dengan mengacu pada setiap perubahan yang ada, sehingga
dalam makalah ini kami akan mencoba membahas paham-paham terkini
terhadap etika akuntan dengan berbagai sudut pandang seperti post and new-
modern perspective on accounting ethics.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, timbullah beberapa pertanyaan yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan postmodernism?
2. Apa yang dimaksud dengan new-modernism?
3. Bagaimana perbedaan antara postmodernism dan new-modernism?
4. Pelanggaran yang terkait dengan postmodernism dan new-modernism?
5. Bagaimana analisis kasus postmodernism dan new-modernism?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian dari postmodernism.
2. Mengetahui pengertian dari new-modernism.
1
2
3. Memaparkan perbedaan antara postmodernism dan new-modernism.
4. Mengungkapkan pelanggaran yang terjadi dengan postmodernism dan
new-modernism.
5. Memaparkan analisis kasus postmodernism dan new-modernism.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini
adalah studi literatur yaitu metode dengan cara membaca referensi dari buku
dan browsing di internet.
1.5 Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Postmodernism
2.2 New-modernism
2.3 Hubungan dan Perbedaan antara Postmodernism dan New-modernism
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kasus Suap Auditor BPK
3.2 Analisis Kasus
BAB IV PENUTUP
3
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Post Modernism
Postmodernism adalah sebuah cara pandang yang mencoba
“meletakkan dirinya diluar paradigma modern, dalam arti bahwa ia menilai
modernisme bukan dari kriteria modernitas, tetapi melihatnya dengan cara
kontemplasi dan dekonstruksi.” (Hadiwinata, 1994). Postmodernism bukan
merupakan suatu bentuk gerakan yang utuh dan homogen di dalam dirinya,
sebagaimana ada alam bentuk pemikiran modernisme (Paradigma
Fungsionalisme/Positivisme) yang selalu sarat dengan sistematika, formalitas,
dan keteraturan. Sebaliknya, ia adalah sebuah gerakan yang mengandung
beraneka ragam pemikiran yang bersumber dari marxisme barat, structuralist
Perancis, nihilisme, etnometodologi, romantisme, populisme, dan
hermeneutika” (Hadiwinata, 1994). Karena keanekaragaman bentuk inilah
akhirnya dikatakan bahwa postmodernism tidak memiliki bentuk asli dari
dirinya (Triyuwono, 2006). Paradigma postmodernism muncul menjawab
kelemahan yang ada pada paradigma positivisme, dengan mencoba
memahami realitas secara lebih utuh dan lengkap (Triyuwono, 2006). Karena
kelemahan paradigma modernisme yang masih sebatas pemahaman terhadap
realitas pada lapisan materi (fisik) saja, sehingga konsep teori yang dibangun
hanya sebatas dunia materi dan belum mampu menyentuh dunia psikis dan
spiritual. Apalagi masuk pada atribut ketuhanan yang dijadikan dasar atas
sebuah keyakinan hakiki. Dengan kata lain, modernisme menghasilkan
produk pemikiran dengan ciri “penunggalan” yang berpijak pada hal-hal yang
bersifat universal, dan mensubordinasikan sesuatu yang lain (sang liyan),
(Triyuwono, 2006) yang berada diluar dirinya. Sehingga menyebabkan
modernisme bersifat parsial dalam segala bentuknya.
Akuntansi merupakan salah satu realitas yang kompleks. Untuk dapat
memahami realitas yang komplek memang tidak bisa dilakukan dengan
pendekatan yang dibatasi dengan orientasi fisik, tetapi harus mampu masuk
4
5
dalam orientasi spirit (jiwa). Karena begitu kompleksnya, di dalam akuntansi
harus berjalan bersamaan antara fisik dan spirit. Fisik merupakan perwakilan
dari aspek teknis pada kondisi praktik akuntansi, sedangkan spirit merupakan
perwakilan dari aspek akuntabilitas yang membawa akuntansi menjadi ilmu
yang tidak bebas nilai (non value free). Oleh karena itu, paradigma ini
menganggap bahwa teori akuntansi digunakan untuk menstimulasi (to
stimulate) kesadaran manusia pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu kesadaran
emosi dan spiritual. Dengan melihat kondisi tersebut, artinya dalam
paradigma postmodernism memberikan pelengkap pada paradigma
modernisme yang masih memiliki keterbatasan pada anggapan bahwa realitas
materi adalah realitas sentral dan tunggal. Postmodernism mengakui adanya
realitas psikis, realitas spiritual, realitas sifat Tuhan dan realitas absolut
(Tuhan) (Triyuwono, 2006a). Realitas-realitas tersebut sejajar dengan realitas
materi dan diakui sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah.
Dengan bertambahnya unsur realitas yang diakui dalam paradigma
postmodernism, berarti pandangan dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan
bersifat terbuka (inklusif). Metodologi yang digunakan untuk konstruksi ilmu
pengetahuan dapat didesain secara bebas dan bahkan para postmodernist
berargumentasi bahwa dalam konstruksi ilmu pengetahuan, postmodernism
tidak memiliki metode yang formal dan prosedur aturan yang harus
dikonfirmasi. Yang ada hanyalah the anti-rule atau anything goes (Rosenau,
1992). Jika modernisme mengatakan bahwa manusia dapat mengkonstruk
ilmu pengetahuan dengan unsur akal, maka postmodernism memberikan
tambahan pada unsur mental dan spiritual (Rosenau, 1992) yang tidak bisa
dikuantifikasi dalam paradigma modernisme. Sehingga ilmu pengetahuan
tidak bersifat sistematis, memiliki logika yang majemuk (heterogical), tidak
terpusat (de-centered), selalu berubah dan berkembang (ever changing) dan
bersifat lokal (Rosenau, 1992).
Melihat karakter postmodernisme yang demikian terlihat seolah
cenderung “memberontak” terhadap grand theory, khususnya teori induktif
yang terbiasa mencari generalisasi. Maka kita bisa menentukan tujuan
6
penelitian dari paradigma ini, adalah untuk melihat dan mengungkapkan
realitas sosial (akuntansi) sebagaimana adanya. Artinya, pertama, realitas
sosial dipahami menurut pemahaman masyarakat (subjek yang menciptakan
realitas sosial) dan diungkapkan oleh subjek peneliti dalam kontek sosial
budaya dan berfikir, dari masyarakat dimana realitas tersebut tercipta dan
dipraktekkan. Kedua, struktur formalitas ilmiah sebagaimana ada pada
positivisme (Rosenau, 1992). Ketiga, realitas sosial dipahami secara lebih
komplek, baik pada tingkat realitas materi ataupun pada struktur yang lebih
tinggi yaitu realitas psikis, spiritual, sifat Tuhan, dan Tuhan itu sendiri
sebagai realitas absolut (Triyuwono, 2006a). Kelemahan dari paradigma ini
terletak pada pendekatannya yang tidak terstruktur, tidak formal, tidak baku
dan cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah ilmiah yang biasa digunakan
peneliti pada umumnya. Sehingga banyak yang menganggap bahwa
paradigma ini tidak dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya. Hal
tersebut karena kita melihatnya masih berdasarkan pandangan umum suatu
metode ilmiah, yang ada pada aliran mainstream. Padahal dalam kontek
postmodernism yang akan menjadi fact finding dalam penelitiannya bukan
dilihat dari seberapa rumit dalam mencari kebenaran hipotesis dengan melihat
hubungan antar variabel yang diteliti dengan metode yang ada pada aliran
mainstream. Melainkan seberapa kuat konstruksi elemen yang diteliti dengan
pemaknaan dan penafsiran berdasarkan kajian yang diluar paradigma arus
utama (non mainstream paradigm). Sehingga dalam memahaminya kita harus
meletakkan pemikiran kita pada ranah dasar pemahaman atas karakter
paradigmanya masing-masing.
Pada perspektif postmodernism pada etika dengan yang lain pemikir
Jerman mengungkapkan: seorang filsuf abad kesembilanbelas (19) disebut
Friedrich Nietzsche, dengan alasan mendasar bahwa gagasan sifat moralitas
itu sendiri yang berbahaya, bukan perilaku tidak etisnya, Nietzsche
fundamental menantang fokus analisis etis konvensional (MacIntyre 1998).
Analisis postmodern mengacu pada premis dasar Nietzsche untuk mendorong
studi etika individual jauh dari pertanyaan tentang bagaimana seseorang harus
7
bersikap terhadap cara di mana pengertian tentang baik dan buruk datang
menjadi ada, yang dipertahankan dan beroperasi. Etika karena itu dilihat tidak
terutama dalam hal esensialis atau normatif, melainkan perspektif postmodern
mengeksplorasi bagaimana gagasan etika, dalam hal apa yang dapat diterima
dan tidak dapat diterima, datang untuk didefinisikan. Hugh Willmott (1998)
misalnya, berbicara tentang mempelajari apa yang ditempatkan di dalam dan
apa yang ditempatkan di luar kerangka referensi ketika gagasan etika
dipanggil dalam konteks tertentu atau wacana. Bagian dari postmodern etika
karena mengacu pada pekerjaan (tapi tidak dalam arti disengaja) yang
berlangsung dalam rangka untuk mempertahankan kerangka acuan. Salah satu
aplikasi yang paling berpengaruh dari perspektif semacam ini telah terjadi
dalam beberapa tahun terakhir melalui karya seorang intelektual Perancis
bernama Michel Foucault.
Foucault mengungkapkan kerangka etika dasar dalam bentuk empat
elemen utama (McPhail 1999):
1. The means: dimana kita mengubah diri kita sendiri agar menjadi
pelajaran etika: diri dikenakan disiplin;
2. The telos: tipe orang yang kita bercita-cita untuk menjadi ketika
kita berperilaku moral;
3. Ethical substance: bagian dari diri kita yang diambil untuk menjadi
domain yang relevan untuk penilaian etika;
4. The mode of subjection: cara di mana individu yang menghasut
untuk mengakui kewajiban moral mereka. Sebagai contoh,
beberapa kewajiban dapat ditimbulkan oleh doa agama sementara
yang lain dapat ditimbulkan oleh konvensi sosial, dan yang lain
lagi dengan analisis beralasan.
Foucault menggunakan istilah disiplin diri untuk merujuk pada
kekuatan disiplin yang sering kita mengerahkan terhadap diri kita sendiri
untuk mengatur tindakan kita. Seringkali ketika kita merenungkan bagaimana
kekuasaan bekerja biasanya kita berpikir dalam kerangka satu individu atau
kelompok individu melaksanakan kekuasaan terhadap individu lain yang
8
kurang kuat atau kelompok. Tentu saja hal ini modus kekuasaan tidak selalu
sangat efektif sebagai orang-orang terhadap siapa kekuasaan dijalankan dapat
menahan dalam banyak cara yang berbeda. Namun, Foucault tertarik
bagaimana individu secara sengaja dan dalam banyak cara gembira
menjalankan kekuasaan terhadap diri mereka sendiri. Sementara dalam
bentuk yang lebih terbuka dan menindas kontrol, hanya individu mungkin
enggan mematuhi, operasi kekuasaan melalui pembangunan subjektivitas
etika mungkin memiliki konotasi kurang mengancam. Seorang individu
mungkin sebenarnya merasakan kebaikan moral atau kebenaran melalui jenis
disiplin diri kekuasaan yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya atas
nama etika. Sementara kekuasaan semacam ini mungkin jauh lebih efektif
dalam melayani kepentingan tertentu, Foucault tidak menyarankan bahwa ada
kelompok kontrol individu sengaja strategi tentang bagaimana cara terbaik
untuk mendapatkan kita untuk mendisiplinkan diri.
Karakteristik kedua dari konsepsi Foucault etik, yang telos, berkaitan
dengan jenis individu kita bercita-cita untuk menjadi ketika kita
mendisiplinkan diri kita untuk berperilaku moral. Sebelum kita melangkah
lebih jauh dengan jeda gagasan ini mari dan merenung sejenak. Membuat
catatan mental karakteristik seorang akuntan yang baik. Di mana Anda pikir
karakteristik ini berasal dan bagaimana Anda berpikir mereka mempengaruhi
tindakan Anda, jika sama sekali? Bagaimana tipe ideal Anda akuntan berbeda
dari cara akuntan disajikan di media dan film?
Kami ingin tahu apakah cara akuntansi yang diajarkan memiliki
dampak pada daftar karakteristik? Karena akuntansi umumnya diajarkan
dalam rubrik ekonomi pasar neoklasik, korporasi umumnya dianggap
bertanggung jawab kepada masyarakat terutama sejauh yang memaksimalkan
efisiensi sendiri dan kekayaan pemegang saham. Keputusan ekonomi yang
rasional dibenarkan murni dalam hal dampak keuangan mereka pada
keuntungan. Sedangkan tipe orang bahwa setiap akuntan individu.
Karakteristik ketiga dalam konsepsi Foucault etik adalah substansi etis.
Elemen ini mengacu pada bidang kehidupan kita yang kita ambil untuk
9
menjadi domain yang relevan untuk penilaian etika atau, dengan kata lain
cara, bagian-bagian dari kehidupan kita yang melibatkan penalaran moral
kita. Mari kita jeda lagi di titik ini dan meminta Anda untuk membuat catatan
mental dari semua aspek akuntansi di mana etika datang ke dalam bermain.
Seperti yang kita mencatat pada awal buku ini, banyak penelitian
menunjukkan bahwa akuntan hanya tidak melihat praktek akuntansi sebagai
sesuatu yang melibatkan setiap pertimbangan etika sama sekali.
Akhirnya, gagasan Foucault tentang modus tunduk mengacu pada
media dasar melalui mana kita datang untuk mengakui kewajiban moral kita.
Sebagai contoh, dalam akuntansi, tanggung jawab moral yang dibuahkan
terutama melalui rasional, analisis ekonomi, namun, modus tunduk sama bisa
maksim agama.
Oleh karena itu, karya Foucault telah digunakan untuk mengeksplorasi
bagaimana kekuasaan beroperasi dalam arti kreatif untuk membangun dan
mempertahankan subjektivitas etis akuntan individu. Memang, literatur kritis
dan pasca-strukturalis yang lebih luas akan menantang profesi akuntansi
untuk merefleksikan bagaimana kekuasaan beroperasi melalui etika
profesional dalam rangka untuk melayani kepentingan tertentu.
2.2 New Modernisme
Peradaban barat mengadopsi dua peradaban kuno yakni Yunani dengan
filsafat dan seni, dan Romawi dengan hukum dan tatanegaranya. Inilah
transisi masuknya bangsa barat menuju ke zaman modernisme. Yang
berkembang saat itu adalah industri dan ilmu pengetahuannya. Renaissance
yang sangat dielu-elukan merupakan transisi dari zaman kegelapan ke zaman
yang terang benderang. Sering tidak diceritakan dengan jelas bagaimana
transisi tersebut terjadi. Padahal sebenarnya masa transisi tersebut adalah
zaman penerjemah (translation ages). Artinya masa menerjemahkan karya
muslim ke bahasa latin agar dapat mengambil ilmu Islam yang telah
berkembang pesat saat itu.
10
Peran kita umat Islam luar biasa dalam memajukan peradaban barat
sehingga boleh dibilang bahwa munculnya peradaban barat karena peradaban
Islam. Salah satu faktor penting peradaban barat adalah penerjemahan karya
cendekiawan muslim yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
Pada abad pencerahan ada 2 revolusi yang terjadi yakni revolusi
industri dan revolusi Perancis. Sehingga semua berubah menjadi scientific
view. Suatu pemikiran bahwa jika seseorang tidak ilmiah, maka dia tidak
maju. Trennya adalah belajar dan ilmu pengetahuan. Segala sesuatu dilihat
dari keilmuan. Zaman modernisme ini melahirkan banyak paham seperti:
1. Sekularisme
Salah satu pengertian sekularisme yang dikutip dari dalam
webster dictionary bahwasanya sekularisme didefinisikan sebagai “A
system of doctrines and practices that rejects any form of religious faith
and worship” (Sebuah sistem doktrin dan praktik yang menolak bentuk
apa pun dari keimanan dan upacara ritual keagamaan) atau sebagai:
“The belief that religion and ecclesiastical affairs should not enter into
the function of the state especially into public education” (Sebuah
kepercayaan bahwa agama dan ajaran-ajaran gereja tidak boleh
memasuki fungsi negara, khususnya dalam pendidikan publik).
Berangkat dari pengertian ini dapat diklasifikasikan bahwasanya
sekularisme terdiri dari:
1. sebuah sistem/kepercayaan/paham;
2. pemisahan agama dari ruang publik.
Konsep ini lahir di eropa menjelang masa “Renaissance” / abad
pencerahan di Eropa. Berangkat dari kondisi traumatis masyarakat
eropa terhadap dominasi gereja terhadap kehidupan publik dan
pembatasan rasionalisme di Eropa pada masa dark age, maka sebagai
suatu win win solution atas masalahnya, muncullah sekularisme.
Tokoh sekularisme adalah Mustafa Kamal Attaturk. Istilah
sekularisme pertama kali digunakan oleh penulis Inggris George
Holoyake pada tahun 1846. Walaupun istilah yang digunakannya
11
adalah baru, namun konsep kebebasan berpikir yang darinya
sekularisme didasarkan, telah ada sepanjang sejarah dan telah muncul
sebelum istilah penyebutan ”sekular” itu sendiri. Sekularisme sendiri
pada dasarnya adalah suatu paham yang muncul dari hasil pemikiran
manusia. Tentu saja terdapat tokoh yang menyuarakannya dan juga
sebagai suatu paham, tentu saja sekularisme ini menjadi pegangan
manusia dalam kehidupannya. Diantara sekian banyak tokoh yang
mendapat gelar tokoh sekular, ada beberapa orang yang secara langsung
menyebut bahwa dirinya menganut paham sekular. Tentu orang ini juga
bersikap sekular dalam masyarakat dan negara. Lebih adil jika
mencantumkan tokoh yang memang sadar bahwasanya dia mengakui
sendiri dia sekular, daripada mencantumkan orang yang mendapat label
sekular dari pihak lain.
2. Rasionalisme
Definisi rasionalisme yaitu paham yang mendasarkan pada rasio
sebagai sumber kebenaran tertinggi, materialisme yang meletakkan
materi sebagai nilai tertinggi, empirisme yang mendasarkan atas
kebenaran fakta empiris (yang dapat ditangkap melalui indra manusia),
serta individualisme yang meletakkan nilai dari kebebasan individu
sebagai nilai tertinggi dalam segala aspek kehidupan masyarakat dan
negara. Rasionalisme juga merupakan teori (paham) yg menganggap
bahwa pikiran dan akal merupakan satu-satunya dasar untuk
memecahkan problem (kebenaran) yang lepas dari jangkauan indra;
paham yg lebih mengutamakan (kemampuan) akal dari pada emosi atau
batin.
3. Empirisisme atau sering disebut positivisme
Dimana segala sesuatu yang terjadi di dunia ini selalu
berdasarkan sebab dan sebab itu akan terus berkembang dan dicari. Jadi
tidak ada konsep takdir. Paham ini menafikan keberadaan metafisis
dimana semua bisa dijangkau dengan akal. Melihat ciptaan bukan untuk
memperhatikan kebesaran Allah, tapi untuk mencari sebabnya. (Kita,
12
sebagai umat Islam, boleh menganggap ‘sebab akibat’ berperan dalam
hidup kita tapi kita juga harus melihat peran Allah disana)
4. Dikotomis
Paham yang memisahkan antar agama dengan kehidupan dunia.
5. Disakralisasi
Bahwa tidak ada sesuatu yang sakral di dunia ini, termasuk
wahyu juga bukan hal yang sakral.
6. Pragmatisme
Kepercayaan bahwa kebenaran atau nilai suatu ajaran (paham,
doktrin, gagasan, pernyataan, ucapan, dsb) bergantung pada
penerapannya bagi kepentingan manusia. Paham yang menyatakan
bahwa segala sesuatu tidak tetap, melainkan tumbuh dan berubah terus.
Pandangan yang memberi penjelasan yang berguna suatu permasalahan
dengan melihat sebab akibat berdasarkan kenyataan untuk tujuan
praktis.
Akhirnya sekularisme membuat para agamis hanya membicarakan
agama di tempat ibadah saja. Mereka tidak boleh membawa agama dalam
scientific. Dalam modernisme, sains adalah sesuatu yang sentral dan paling
populer sampai menggeser posisi Tuhan dan agama dikesampingkan. Ilmu
pengetahuan harus diproteksi dari agama (Kristen) karena agama memiliki
doktrin (dogmatis) yang tidak sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.
Hal ini berbeda dengan Islam karena pengetahuan selalu mendukung
apa yang ada di dalam Islam. Contoh yang mungkin bertentangan dengan
Islam adalah hukum kekekalan energi yang memang tidak bisa dibuktikan
secara empiris. “Energi tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan”.
Tidak ada yang bisa membuktikan apakah ada energi yang keluar ketika
misalnya adanya konversi energi listrik ke energi gerak.
2.3 Perbandingan Modernism dan New-modernism
2.3.1 Modernism
13
a. Alam diatur oleh undang-undang yang dapat ditemukan melalui
penyelidikan ilmiah.
b. Hukum bahwa alam diperintah dari jenis yang sama dengan yang
alam manusia atur.
c. Manusia mampu mengadakan perbaikan.
d. Setiap individu mengejar sejumlah tujuan obyektif manusia, seperti
kebahagiaan, pengetahuan, dan keadilan.
e. Kemiskinan manusia dan kerusakan akhlak itu karena ketidaktahuan.
f. Sifat manusia terdiri satu set dasar karakteristik mengingat bahwa
manusia dibedakan dari spesies lain. Sebuah keyakinan yang kuat
bahwa kemajuan dapat dibuat melalui penerapan alasan.
Sumber: berdasarkan Berlin (1993).
2.3.2 New-modernism
a. Penolakan besar, semua yang mencakup narasi besar.
b. Penolakan terhadap gagasan tentang kemajuan.
c. Penolakan terhadap gagasan sifat manusia yang diberikan, sering
disebut sebagai 'decentring of the subject’.
d. Delegitimisasi tradisi mapan dan otoritas.
e. Fragmentasi kesadaran ke dalam peran yang berbeda dan sering
bertentangan.
f. Menurunnya akademisi menjadi industri jasa.
g. Gare juga menunjukkan bahwa krisis lingkungan mungkin baik
merupakan gejala postmodernitas dan dakwaan modernitas.
Sumber: sebagian besar didasarkan pada Gare (1995) Mc.Phail
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus Suap Auditor BPK
Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa empat pegawai negeri sipil
dan pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dalam kasus dugaan suap
auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat. Salah satu
pejabat yang diperiksa adalah Ketua KONI Bekasi Edi Prihadi. "Uang yang
ditemukan KPK berjumlah Rp 272 juta diduga berasal dari kas KONI,"
ungkap Edi usai diperiksa di gedung KPK, Rabu (30/6). Edi
menerangkan,tiap tahun KONI Bekasi biasa menerima kucuran dana sebesar
Rp 19 miliar dari total anggaran Rp 23 miliar. "Saya tidak tahu ada
kejanggalan atau tidak," sambungnya. Menurut juru bicara KPK Johan Budi
SP, Edi diperiksa sebagai saksi untuk pejabat Pemkot Bekasi berinisial HS
dan HL. Keduanya adalah tersangka dugaan pemberian suap kepada auditor
BPK Jabar berinisial S yang ditangkap KPK beberapa waktu lalu.
Suap itu dimaksudkan agar hasil audit laporan keuangan Pemkot Bekasi
diberi nilai wajar tanpa pengecualian. Selain Edi, KPK memeriksa empat
pegawai negeri sipil Pemkot Bekasi. Mereka antara lain Makbullah (Kepala
Dinas Pertamanan dan Pemakaman), Aan Suhanda (Kepala Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi), Dedi Juwanda (Kepala Satpol PP)
dan Abdul Iman (Kepala Dinas Sosial).
Johan pun menambahkan, KPK akan menetapkan tersangka baru dalam
kasus ini. "Petang ini ditetapkan tersangka baru dari BPK Jabar dan langsung
ditahan," ungkapnya.
14
15
3.2 Analisis Kasus
Mengenai kasus penyuapan itu memang termasuk ke dalam
pelanggaran etika. Seorang profesional dalam bidang akuntansi memang
terkadang rentan jika menghadapi permasalahan mengenai harta, jabatan,
maupun tahta. Dalam bidang keilmuan sendiri etika tidak di singgung terlalu
jauh, hanya dengan pembelajaran kasus dan analisis kasus yang terjadi serta
perumusan solusi terhadap setiap pelanggaran yang ada. Kunci utama dari
pelanggaran etika adalah karakter diri dan pendidikan rohani.
Postmodernism dan new-modernism terlahir dari pemikiran
manusia yang menganggap bahwa satu landasan etik berasal dari diri sendiri.
Dengan merujuk pada keinginan seseorang untuk merubah dirinya sendiri
kearah yang lebih baik, kemudian memahami kenapa setiap tindakan harus
sesuai dengan norma-norma yang berlaku, serta mengetahui tanggung jawab
apa saja yang diemban sehingga perlu juga menafsirkan sebab akibat apa
yang akan terjadi di kemudian hari. New-modernism ada bukan karena sebab,
melihat dari banyaknya persoalan yang ada pada postmodernism maka filsuf
menambahkan paham baru yang kemungkinan dapat membantu individu
dalam memahami dirinya sendiri.
Kasus suap yang terjadi bukanlah semata-mata kesalahan individu
tersebut, karena jika mengacu pada sekularisme kesalahan juga terjadi karena
sistem yang belum dapat mengatur secara keseluruhan bagaimana individu
tersebut bertindak dengan mempertimbangkan sebab akibat yang akan terjadi.
Pembentukan karakter seseorang sebagai individu seharusnya bukan hanya
dari pendidikan formal saja, namun juga melalui pendekatan kerohanian agar
individu tersebut tidak hanya menjadi sosok yang intelek saja, tapi memiliki
rasa takut pada Tuhannya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Karena tuntutan jaman, akuntansi diharuskan mengadopsi beberapa
paham untuk dijadikan sebagai dasar penyelesaian permasalahan yang timbul
dari berbagai macam padangan dalam bidang keilmuan akuntansi tersebut.
Sudut pandang tersebut seperti post and new-modern perspective on
accounting ethics.
Menurut postmodernism, akuntansi merupakan salah satu realitas yang
kompleks. Karena begitu kompleksnya, di dalam akuntansi harus berjalan
bersamaan antara fisik dan spirit. Etika karena itu dilihat tidak terutama
dalam hal esensialis atau normatif, melainkan perspektif postmodern
mengeksplorasi bagaimana gagasan etika, dalam hal apa yang dapat diterima
dan tidak dapat diterima, datang untuk didefinisikan.
Sedangkan menurut new-modernism, melahirkan paham-paham seperti,
sekularisme (sebuah kepercayaan bahwa agama dan ajaran-ajaran gereja tidak
boleh memasuki fungsi negara, khususnya dalam pendidikan publik),
rasionalisme, empirisisme, dikotomis, disakralisasi, pramagtisme.
4.2 Saran
1. Perspektif-perspektif baru harus lebih bijak dalam perubahan-perubahan
yang terjadi.
2. Setiap individu semestinya dapat memilah dan memilih perspektif
manakah yang paling baik untuk mereka jadika pegangan agar tidak
terdapat kesalahan dalam beretika.
3. Ketika kita telah memutuskan untuk memegang etika, seharusnya etika
tersebut dipegang teguh dan tidak dilupakan begitu saja.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadaryo. (2010). Sekularisme dan Tokohnya [Online]. Tersedia:
http://ahmadaryo.wordpress.com/2010/11/15/sekulerisme-dan-tokohnya/
[1 Desember 2012]
Effendi, David. (2011). Postmodernisme [Online]. Tersedia: http://library-
ump.org/index.php?option=com_content&task=view&id=136&Itemid=44
[1 Desember 2012]
Kumpulaninstilahcom. (2011). Pengertian Rasinalisme [Online]. Tersedia:
http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2117281-
pengertian-rasionalisme/#ixzz2E5SV7LqW [1 Desember 2012]
McPhail, Ken dan Diane Walters. (2009). Accounting and Business Ethics. New
York: Taylor & Francis Group, an informa.
iii
top related