Pengertian Hygiene dan Sanitasi makanan
Post on 24-Jul-2015
3789 Views
Preview:
Transcript
21
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hygiene dan Sanitasi
Menurut Widyawati (2002), hygiene adalah suatu pencegahan penyakit yang
menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan
tempat orang tersebut berada. Selain itu menurut Depkes RI (2004), hygiene adalah
upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya
seperti mencuci tangan dangan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan
tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian
makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.
Penanganan makanan secara hygiene bertujuan untuk mengendalikan keberadaan
patogen dalam makanan.
Yang dimaksud dengan sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit
yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia
(Widyawati, 2002). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya, menyediakan air yang
bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk
mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).
Pengertian kesehatan menurut UU No. 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Oleh karena itu penting dilakukan
tindakan pengendalian terhadap penyakit seperti halnya perilaku hygiene sanitasi
yang tentunya akan mempengaruhi kualitas kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
22
2.2 Hygiene dan Sanitasi Makanan
Makanan penting baik untuk pertumbuhan maupun untuk mempertahankan
kehidupan. Makanan memberikan energi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk
membantu dan mengganti jaringan, untuk bekerja dan untuk memelihara pertahanan
tubuh terhadap penyakit (Adams, 2001). Makanan merupakan salah satu bagian yang
penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit
yang diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne
disease) dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain,
kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang
tidak bersih dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi (Chandra, 2005). Pada
kebanyakan kasus, makanan terkontaminasi bukan secara sengaja tetapi lebih karena
kecerobohan atau karena kurang memadainya pendidikan atau pelatihan dalam hal
keamanan pangan (Adams, 1999).
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran dan hotel
(Depkes RI, 2003). Buah potong merupakan salah satu makanan jajanan yang sedang
tersebar luas penjualannya di masyarakat. Memiliki harga yang relatif murah dan
memberikan manfaat yang dapat dinikmati konsumen. Umumnya dijual oleh
pedagang kaki lima yang rentan terhadap pencemaran secara fisik, kimia, biologi baik
dalam tahap pengolahan hingga tahap penjualan. Untuk itulah perlu diperhatikan
aspek hygiene dan sanitasinya.
Universitas Sumatera Utara
23
Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor
makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Penanganan makanan jajanan
adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian,
peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan,
penyajian makanan atau minuman (Depkes RI, 2003).
2.3 Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan
harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh.
Pengelolaan yang baik dan benar pada dasarnya adalah mengelola makanan
berdasarkan kaidah-kaidah dan prinsip hygiene sanitasi makanan. Prinsip-prinsip ini
penting untuk diketahui karena berperan besar sebagai faktor kunci keberhasilan
usaha makanan. Suatu usaha makanan yang telah tumbuh dan berkembang dengan
baik, jika mengabaikan prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman, besar
kemungkinan pada suatu saat akan merugi (Depkes RI, 2004).
2.3.1 Pemilihan Bahan Makanan
Pilihlah bahan makanan yang masih segar, masih utuh, tidak retak atau
pecah, terutama makanan yang cepat membusuk seperti daging, telur, ikan, susu,
dalam bahan tidak terdapat kotoran, bahan tidak berulat. Bahan makanan sayuran
yang tidak ada bolong-bolong patut dicurigai telah tercemar pestisida (Depkes RI,
2004)
Universitas Sumatera Utara
24
2.3.1.1 Ciri-Ciri Bahan Makanan yang Baik
1. Buah-buahan
a. Keadaan fisiknya baik, isinya penuh, kulit utuh, tidak rusak atau kotor
b. Isi masih terbungkus kulit dengan rapi
c. Warna sesuai dengan bawaannya, tidak ada warna tambahan, warna
buatan (karbitan) dan warna lain selain warna buah
d. Tidak berbau busuk , bau asam/basi atau bau yang tidak segar lainnya
e. Tidak ada cairan lain selain getah aslinya
2. Sayuran
a. Daun, buah atau umbi dalam keadaan segar, utuh dan tidak layu
b. Kulit buah atau umbi utuh dan tidak rusak/pecah
c. Tidak ada bekas gigitan hewan, serangga atau manusia
d. Tidak ada bagian tubuh yang ternoda atau berubah warnanya
e. Bebas dari tanah atau kotoran lainnya
3. Biji-bijian
a. Kering, isi penuh (tidak keriput)
b. Permukaannya baik, tidak ada noda karena rusak, jamur atau kotoran
selain warna aslinya
c. Biji tidak berlubang-lubang
d. Tidak tercium bau lain selain bau khas yang bersangkutan
e. Tidak tumbuh kecambah, tunas kecuali dikehendaki untuk itu (touge)
Universitas Sumatera Utara
25
2.3.1.2 Sumber Bahan-Bahan Makanan yang Baik
Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber-
sumber makanan yang baik. Sumber bahan makanan yang baik sering kali tidak
mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang demikian panjang dan
melalui jaringan perdangan pangan.
Sumber-sumber bahan makanan yang baik adalah :
1. Pusat penjulan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang
dikendalikan dengan baik (swalayan)
2. Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah
dengan baik (Depkes RI, 2004)
2.3.2 Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan dimaksudkan agar bahan makanan tersebut
tidak mudah rusak dan tidak kehilangan nilai gizinya. Pada umumnya semua bahan
pangan sebelum disimpan, dibersihkan terlebih dahulu dan dicuci. Lalu setelah itu di
bungkus dengan pembungkus yang bersih baru disimpan dalam ruangan yang
bersuhu rendah seperti lemari es (Koesmayadi, 2010).
Dalam penyimpanan bahan makanan hal-hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :
1. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan
memenuhi syarat
2. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga :
a. Mudah untuk mengambilnya
Universitas Sumatera Utara
26
b. Tidak menjadi tempat bersarang/bersembunyi serangga, tikus dan
binatang pengganggu lainnya
c. Tidak mudah membusuk dan rusak, untuk bahan-bahan yang mudah
membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin
d. Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan
untuk riwayat keluar masuk barang dengan sistem FIFO (first in first out)
Ada empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya
menurut Depkes RI, 2004 :
1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10oC – 15oC untuk
jenis minuman buah, es krim dan sayur
2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4oC - 10oC untuk
bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali
3. Untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam
4. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0oC - 4oC
Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0oC untuk bahan
makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.
2.3.3 Pengolahan Bahan Makanan
Pengolahan makanan dan minuman adalah proses pengubahan bentuk dari
bahan mentah menjadi minuman yang siap saji. Pengolahan makanan yang baik
adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi makanan
(Depkes RI, 2004)
Universitas Sumatera Utara
27
2.3.3.1 Penjamah Makanan
Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan
penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain (Depkes RI,
2003):
1. Tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza,
diare, penyakit perut sejenisnya
2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya)
3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian
4. Memakai celemek dan tutup kepala
5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan
6. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas
tangan
7. Tidak sambil merokok, mengaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut
atau bagian lainnya)
8. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan dan atau tanpa menutup
mulut dan hidung
9. Tidak menggunakan hiasan emas
10. Tidak bercakap-cakap saat menangani minuman
Makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal :
1. Mengolah makanan atau makanan dengan tangan kotor
2. Memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan
3. Menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja, perabotan bersih
Universitas Sumatera Utara
28
4. Dapur, alat masak dan makan yang kotor, dan lain-lain.
2.3.3.2 Persiapan Tempat Pengolahan
Pedagang berkewajiban menyediakan tempat pengolahan makanan atau
disebut dapur yang memenuhi standard dan persyaratan hygiene dan sanitasi untuk
mencegah resiko pencemaran terhadap makanan.
Beberapa hal yang penting dalam persiapan di dapur adalah (Depkes RI, 2003) :
1. Ventilasi harus cukup baik agar asap dan udara panas dapur keluar dengan
sempurna
2. Lantai, dinding dan ruangan bersih dan terpelihara agar menekan
kemungkinan pencemaran terhadap makanan
3. Meja peracikan bersih dan permukaannya kuat/tahan goresan agar bekas
irisan tidak masuk ke dalam makanan
4. Tungku dilengkapi dengan alat penangkap asap atau pembuang asap berupa
sungkup (hood) atau cerobong asap, agar asap tidak mengotori ruangan
5. Ruangan bebas lalat dan tikus. Lalat dan tikus adalah sumber pencemar yang
cukup potensial pada makanan
2.3.3.3 Peralatan Masak
1. Bahan peralatan
Tidak boleh melepaskan zat beracun kepada makanan seperti Cadmium,
Plumbum, Zinkum, Cuprum, Stibium, atau Arsenicum. Logam ini beracun
yang dapat berakumulasi sebagai penyakit saluran kemih dan kanker
Universitas Sumatera Utara
29
2. Keutuhan peralatan
Tidak boleh patah, gompel, penyok, tergores atau retak, karena akan menjadi
sarang kotoran atau bakteri. Peralatan tidak utuh tidak mungkin dapat dicuci
sempurna sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi
3. Fungsi
Setiap peralatan mempunyai fungsi tersendiri yang berbeda dan jangan
dicampur aduk. Gunakanlah gagang sebagai tanda dalam penggunaan.
Contoh : gagang pisau warna biru/hitam digunakan untuk makanan masak,
gagang pisau warna merah/kuning digunakan untuk makanan mentah
dimana peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan
kontaminasi
4. Letak
Peralatan yang bersih dan siap dipergunakan sudah berada pada tempat
masing-masing sehingga memudahkan untuk mencari dan mengambilnya.
Peralatan yang dipergunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan
harus juga sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene
dan sanitasi, antara lain (Depkes RI, 2003) :
1. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan
sabun
2. Lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih
3. Kemudian peralatan yang bersih tersebut disimpan ditempat yang
bebas dari pencemaran
Universitas Sumatera Utara
30
4. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang untuk sekali
pakai
2.3.4 Penyimpanan Makanan Masak
Kualitas makanan yang telah diolah sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana
terdapat titik-titik rawan perkembangan bakteri patogen pada suhu yang sesuai
dengan kondisinya. Namun demikian perkembangan bakteri masih ditentukan oleh
jenis makanan yang sesuai sebagai media pertumbuhannya. Prinsip dari tehnik
penyimpanan ditujukan untuk mencegah pertumbuhan/perkembangan bakteri,
mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan (Depkes, 2004).
2.3.4.1 Wadah
Setelah selesai proses pengadaan, penerimaaan bahan makanan, pencucian,
peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, maka akan dilakukan pengemasan atau
pewadahan. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan wadah yang bersih dan
aman bagi kesehatan, dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup pembungkus yang
digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan tidak
mencemari makanan (Depkes RI, 2003). Pada dasarnya hygiene sanitasi dalam
pewadahan mencakup beberapa hal, antara lain :
1. Semua makanan masak mempunyai wadah masing-masing yang terpisah
2. Pemisahan didasarkan pada saat makanan mulai diolah dan jenis makanan
3. Setiap wadah mempunyai tutup, tetap berventilasi yang dapat mengeluarkan
uap air
4. Makanan berkuah dipisah antara lauk dengan saus dan kuahnya
Universitas Sumatera Utara
31
2.3.4.2 Suhu
Suhu makanan yang kemungkinan dapat membahayakan yaitu pada suhu
penyimpanan 5oC atau lebih rendah dari suhu tersebut dan diatas 60oC (Anonimus,
2001).
1. Makanan kering (goreng-gorengan) disimpan dalam suhu kamar (25oC-
30oC)
2. Makanan basah (kuah, sop, gulai) harus segera disajikan pada suhu diatas
60oC
3. Makanan basah yang masih lama disajikan disimpan pada suhu di bawah
10oC
2.3.4.3 Waktu tunggu (holding time)
1. Makanan masak yang baru saja selesai diolah suhunya masih cukup panas
yaitu di atas 80oC. Makanan pada suhu demikian masih berada pada kondisi
aman
2. Makanan dalam waktu tunggu kurang dari 4 jam biasanya dapat diabaikan
suhunya
3. Suhu makanan dalam waktu tunggu yang sudah berada di bawah 60oC
segera dihidangkan dan waktu tunggunya semakin singkat
4. Makanan yang disajikan panas harus tetap dipanaskan dalam suhu di atas
60oC
5. Makanan yang disajikan dingin disimpan dalam keadaan dingin pada suhu di
bawah 10oC
Universitas Sumatera Utara
32
6. Makanan yang disimpan pada suhu di bawah 10oC harus dipanaskan kembali
(reheating) sebelum disajikan
2.3.5 Pengangkutan Makanan
Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah
terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi
resikonya daripada pencemaran pada bahan makanan. Oleh karena itu, titik berat
pengendalian yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak. Dalam proses
pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan,
orang, suhu dan kendaraan pengangkutan itu sendiri (Depkes RI, 2004)
2.3.5.1 Pengangkutan Bahan Makanan
Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran
fisik, mikroba maupun kimia. Untuk mencegahnya adalah membuang atau setidaknya
mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran. Caranya yaitu
( Depkes RI, 2004) :
1. Mengangkut bahan makanan tidak tercampur dengan bahan berbahaya dan
beracun (B3), seperti pupuk, obat hama atau bahan berbahaya lainnya
2. Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut
bahan lain seperti mengangkut orang, hewan, atau barang-barang
3. Kendaraan yang digunakan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap
akan digunakan untuk makanan selalu dalam keadaan bersih
4. Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau
pestisida walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran
Universitas Sumatera Utara
33
5. Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan pengangkutan seperti
perlakuan makanan yang ditumpuk, diinjak, dan dibanting
6. Jika memungkinkan gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan yang
menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa makanan dengan
jangkauan lebih jauh, tetapi tentu saja biayanya akan menjadi jauh lebih
besar sehingga akan menaikkan harga makanan
2.3.5.2 Pengangkutan Makanan Siap Santap
Makanan siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu
penanganan yang ekstra hati-hati. Sehingga dalam prinsip pengangkutan makanan
siap santap perlu diperhatikan sebagai berikut (Depkes RI, 2004):
1. Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing
2. Wadah yang digunakan harus utuh, kuat, dan ukurannya memadai dengan
makanan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat atau bocor
3. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar tetap panas
dalam keadaan tertutup sampai di tempat penyajian
4. Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak digunakan untuk
keperluan mengangkut bahan lain.
2.3.6 Penyajian/Penjajaan Makanan
Proses terakhir adalah penjualan/penjajaan/penyajian makanan. Makanan
jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 (enam) jam apabila masih dalam
keadaan baik, harus diolah kembali sebelum disajikan. Makanan disajikan pada
tempat yang bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat
Universitas Sumatera Utara
34
berlangsung, penyaji berpakaian bersih, rapi, menggunakan tutup rambut. Tangan
penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan.
2.3.6.1 Perlengkapan/Sarana penjaja
Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan disarankan
menggunakan perlengkapan/sarana penjaja yang juga memenuhi syarat kesehatan.
Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran, antara lain
(Depkes RI, 2003) :
1. Mudah dibersihkan
2. Harus terlindung dari debu dan pencemaran
3. Tersedia tempat untuk :
a. Air bersih
b. Penyimpanan bahan makanan
c. Penyimpanan makanan jadi/siap disajikan
d. Penyimpanan peralatan
e. Tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan)
2.3.6.2 Lokasi penjualan
a. Lokasi usaha harus jauh atau minimal 500 meter dari sumber
pencemaran
b. Lokasi usaha terhindar dari serangga
c. Lokasi usaha dilengkapi tempat pembuangan sampah yang tertutup
d. Lokasi usaha dilengkapi fasilitas pengendali serangga
Universitas Sumatera Utara
35
e. Dilengkapi fasilitas sanitasi air bersih, tempat penampungan sampah,
saluran pembuangan air limbah, jamban dan peturasan.
2.4 Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan dan Minuman
Menurut Adams (1999), food borne disease (penyakit bawaan makanan)
terutama disebabkan oleh organisme pathogen menjadi masalah yang serius di semua
negara. Diare adalah ciri khas dari sebagian besar penyakit tersebut dan sekitar 70 %
dari seluruh kejadian diare mungkin diakibatkan oleh konsumsi makanan dan air yang
terkontaminasi. Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme bawaan makanan,
terutama bakteri berkaitan dengan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah,
nyeri lambung dan diare. Karena diare adalah gejala klinis yang paling umum pada
food borne disease maka banyak diantara penyakit tersebut yang disebut penyakit
diare.
Bagi kebanyakan orang dewasa insiden food borne disease memang tidak
menyenangkan, tetapi umumnya ringan dan terbatas pada timbulnya perasaan kurang
enak badan seperti gastroenteritis dan biasanya tidak mengancam nyawa.
Pengecualian terjadi terutama pada individu yang rentan, seperti lansia atau yang
berusia sangat muda, ibu hamil, atau mereka yang sudah sangat sakit atau lemas
karena beberapa alasan. Proporsi kelompok yang rentan ini cukup besar dalam
populasi dan bagi kebanyakan dari mereka diare bisa mengancam nyawa.
Universitas Sumatera Utara
36
2.5 Eschericia coli
2.5.1 Sifat – Sifat Eschericia coli
Eschericia coli adalah salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup
secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan, oleh karena itu disebut juga
koliform fekal. Bakteri koliform lainnya berasal dari hewan dan tanaman mati dan
disebut koliform nonfekal (Fardiaz, 2007). Kuman ini berbentuk batang pendek
(kokobasil), negatif gram, ukuran 0,4-0,7 µm x 1,4 µm. Sebagian besar bergerak
positif dan beberapa strain mempunyai kapsul (Syarurachman, 1993). Bakteri yang
ditemukan oleh Theodor Escherich ini selama bertahun-tahun telah dicurigai sebagai
penyebab diare sedang sampai gawat yang kadang-kadang timbul pada manusia dan
hewan (Wikipedia, 2010).
Eschericia coli yang merupakan group koliform ini mempunyai sifat dapat
memfermentasi laktose dan memproduksi asam dan gas pada suhu 37oC maupun suhu
44,5 + 0,5oC dalam waktu 48 jam (Fardiaz, 2007).
Eschericia coli berkembang biak pada suhu 40oC dan bakteri ini akan mati
pada suhu 60oC selama 30 menit dan tidak bisa bertahan pada tempat kering dan kena
pembasmi kuman, bila dilihat dibawah mikroskop maka kumpulan Eschericia coli
berwarna merah.
Eschericia coli relatif peka panas, segera hancur oleh suhu pasteurisasi dan
pemanasan. Sedangkan pada proses pembekuan tidak akan membinasakan bakteri,
sehingga bakteri dapat hidup dalam suhu yang rendah dalam jangka waktu yang
relatif panjang (Volk & Wheeler, 1984).
Universitas Sumatera Utara
37
2.5.2 Klasifikasi Eschericia coli Berdasarkan Sifat Virulensinya
Menurut Zawetz, Eschericia coli yang menyebabkan diare sangat sering
ditemukan di seluruh dunia. Eschericia coli ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat –
sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang
berbeda, antara lain :
a. Eschericia coli Enteropatogenik (EPEC) adalah penyebab diare penting pada
bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan
wabah diare pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa
usus kecil. Faktor yang diperantarai secara kromosom menimbulkan pelekatan
yang kuat. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair, yang biasanya sembuh
sendiri tetapi dapat juga menjadi kronik. Lamanya diare EPEC dapat
diperpendek dan diare kronik dapat diobati dengan pemberian antibiotik.
b. Eschericia coli Enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab yang sering dari
“diare wisatawan” dan sangat penting menyebabkan diare pada bayi di negara
berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia
menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Beberapa strain
menghasilkan eksotoksin tidak tahan panas (LT). LT merangsang
pembentukan antibodi netralisasi dalam serum dan barangkali pada
permukaan usus pada orang yang sebelumnya terinfeksi dengan
enterotoksigenik Eschericia coli. Orang - orang yang tinggal di daerah
pinggiran dimana organisme semacam ini sangat prevalen umumnya memiliki
antibodi dan jarang mengalami diare pada pemaparan kembali Eschericia coli
Universitas Sumatera Utara
38
penghasil LT. Beberapa strain lainnya menghasilkan enterotoksin tahan panas
(STa) yang merangsang cairan pada sel epitel usus yang menimbulkan diare
yang hebat. Banyak strain positif STa yang juga menghasilkan LT.
c. Eschericia coli Enterohemoragik (EHEC) merupakan bakteri yang sangat
berbahaya yang hidup dalam daging mentah. Bakteri ini menghasilkan
verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksinya pada sel vero, suatu sel hijau dari
monyet hijau Afrika. Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenic dari toksin.
EHEC berhubungan dengan holitis hemoragik, bentuk diare yang berat dan
dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginja akut,
anemia hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC
dapat dicegah dengan memasak daging sampai matang. Diare ini ditemukan
pada manusia, sapi, dan kambing.
d. Eschericia coli Enteroinvasif (EIEC), menimbulkan penyakit yang sangat
mirip dengan shigellosis yang paling sering terjadi pada anak-anak di negara
berkembang dan pada para wisatawan yang menuju ke negara tersebut.
Seperti shiggela. Strain EIEC bersifat nonlaktosa atau melakukan fermentasi
laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan
penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.
e. Eschericia coli Enteroagroregatif (EAEC), bakteri ini menyebabkan diare
akut dan kronik pada masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai
dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. EAEC menproduksi
hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC.
Universitas Sumatera Utara
39
2.5.3 Eschericia coli Sebagai Indikator Pencemaran
Eschericia coli sudah lama diketahui sebagai indikator adanya pencemaran
tinja manusia pada minuman ataupun makanan. Beberapa alasan mengapa Eschericia
coli disebut sebagai indikator pencemaran pada tinja dibanding bakteri lainnya adalah
(Chandra, 2005) :
a. Jumlah organisme cukup banyak dalam usus manusia. Sekitar 200 - 400
miliar organisme ini dikeluarkan melalui tinja setiap harinya. Karena jarang
sekali ditemukan dalam air, keberadaan kuman ini dalam air memberi bukti
kuat adanya kontaminasi tinja manusia.
b. Organisme ini lebih mudah dideteksi melalui metode kultur (walau hanya
terdapat 1 kuman dalam 100 cc air) dibanding tipe kuman patogen lainnya.
c. Organisme ini lebih tahan hidup dibandingkan dengan kuman usus patogen
lainnya.
d. Organisme ini lebih resisten terhadap proses purifikasi air secara alamiah. Bila
koliform organisme ini ditemukan di dalam sampel air maka dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa kuman usus patogen yang lain dapat juga ditemukan
dalam sampel air tersebut di atas walaupun dalam jumlah yang kecil.
2.6 Buah-buahan
Buah adalah bahan makanan yang kaya akan vitamin, mineral, lemak, protein
dan serat. Selain itu setiap jenis buah mempunyai keunikan dan daya tarik tersendiri
seperti rasa yang lezat, aroma yang khas, serta warna dan bentuk yang mengandung
nilai-nilai estetis (Syabullah, 1996).
Universitas Sumatera Utara
40
2.6.1 Cara Membuat Buah Potong
Buah potong merupakan buah yang sudah dipotong dengan ukuran tertentu
kemudian buah tersebut dijajakan secara perpotong. Beberapa jenis dari buah-buahan
yang biasa dijajakan adalah kedondong, nenas, semangka, melon, ketimun,
bengkoang, manisan jambu biji, dan jambu air. Adapun cara membuat buah potong
adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan jenis buah-buahan yang dibutuhkan
2. Membersihkan buah-buahan
3. Mengupas buah dan memotongnya menjadi ukuran tertentu
4. Beberapa jenis buah setelah dikupas ada yang direndam ke dalam air gula
terlebih dahulu seperti kedondong dan jambu biji
5. Menyusun buah ke dalam sebuah wadah berbentuk kaca untuk dijajakan
secara berkeliling
2.6.2 Manfaat Buah-Buahan
Buah-buahan memegang peran penting dalam menunjang kesehatan dan
kebugaran tubuh. Manfaat buah-buahan yang utama adalah sebagai sumber protein,
vitamin, dan mineral nabati yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan jasmani dan
kesehatan. Selain sebagai sumber vitamin dan mineral, buah-buahan juga
mengandung bahan antioksida yang mampu mencegah sel-sel dari proses penuaan
atau kematian jaringan. Oleh karena itu apabila kita mengkonsumsi buah-buahan
secara teratur, proses penuaan kulit dapat dihambat. Bagi orang yang sedang
Universitas Sumatera Utara
41
menjalani diet, mengonsumsi buah merupakan cara yang efektif untuk
mempertahankan berat badan guna menuju hidup sehat (Ashari, 2006).
Beberapa jenis buah mampu menurunkan kolesterol darah, kadar gula darah,
mencegah penyebaran sel kanker. Buah juga sebagai antibiotik, menyembuhkan luka
lambung, mengurangi serangan rematik, mencegah karies gigi, diare, menyembuhkan
sakit kepala dan lain-lain. Buah-buahan mengandung karoten dan vitamin C yang
berperan penting sebagai antioksidan untuk mengatasi serangan radikal bebas yang
dapat menyebabkan kanker. Buah-buahan juga mengandung serat pangan yang tinggi
untuk mencegah sembelit, diabetes melitus, kanker kolon, tekanan darah tinggi, dan
lain-lain (Astawan, 2010).
2.6.3 Cemaran Eschericia coli Pada Buah
Buah, sayur dan umbi dapat mengalami kerusakan oleh berbagai jenis
mikroba (bakteri, khapang dan khamir). Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk
kerusakan buah, sayur dan umbi adalah :
1. Jumlah mikroba awal yang mencemari buah, sayur atau umbi
2. Sifat-sifat substrat (faktor intrinsik)
3. Kondisi penyimpanan
4. Mikroba yang dominan pada substrat (Nurwanto, 1997)
Saat penanaman, pemanenan dan penyimpanan, buah-buahan dan sayuran
dapat terkontaminasi oleh patogen dari sumber seperti air, tanah dan kotoran hewan.
Resiko pencemaran akan semakin tinggi akibat praktik penggunaan kotoran hewan
atau manusia sebagai pupuk atau melakukan irigasi dengan air yang tercemar limbah.
Universitas Sumatera Utara
42
Masalah ini akan semakin buruk dengan pada produk yang tumbuh di tanah atau yang
sangat dekat dengan tanah (Djafar, 2007).
Kontaminasi pada buah-buahan dan sayuran dapat dikurangi dengan
mencucinya secara benar dengan air bersih. Penggunaan agen desinfeksi seperti
hipoklorit dengan air dapat meningkatkan penghancuran mikroorganisme yang
berhubungan dengan produk tersebut tetapi hal ini tidak menjamin keamanannya.
Permukaan kebanyakan buah tidak halus dan memiliki banyak gerigi kecil dimana
mikroorganisme bisa bersembunyi atau tertinggal pada produk tersebut setelah dicuci
dengan air bersih. Jika air yang digunakan untuk mencuci buah-buahan tercemar ini
tentunya memiliki efek yang berlawanan dan dapat memasukkan kontaminasi yang
berbahaya.
Pertumbuhan mikroba pada buah-buahan yang utuh atau tidak cacat akan
terbatas karena tanaman tersebut memiliki penghalang antimikroba alamiah dalam
bentuk kulit yang melindunginya dari infeksi selama hidup. Setiap kerusakan yang
mematahkan lapisan antimikroba ini akan mengakibatkan masuk dan bertumbuhnya
mikroba dalam jaringan di bagian lapisan itu sehingga setiap bentuk perlakuan seperti
pemotongan, pengirisan, atau pengupasan akan meningkatkan kemampuan
pertumbuhan atau pertahanan hidup kontaminan dan risiko penularan foodborne
illness (Adams, 1999).
Universitas Sumatera Utara
43
2.7 Kerangka Konsep
Hygiene sanitasiberdasarkan 6 prinsip :
1. Pemilihan bahanbuah potong
2. Penyimpananbahan buah potong
3. Pengolahan buahpotong
4. Penyimpanan buahpotong
5. Pengangkutan buahpotong
6. Penyajian buahpotong
Kepmenkes RINo.942/Menkes/SK/VII/2003
Memenuhi syarat
Tidak memenuhisyarat
Kandungan E. colipada Buah potong :
- 1. Pada saat dijajakan- 2. Sesudah 6 jam
dijajakan-
Permenkes RI No.429/Menkes/PER/
IV/2010
AdaE. coli
Tidak adaE. coli
JumlahE. coli
PemeriksaanLaboratorium
Universitas Sumatera Utara
top related