PENGARUH MODEL ICARE INTRODUCTION, CONNECT, APPLY, …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46659/1/KHOIRUL...suhu dan kalor. Penelitian dilaksanakan di SMK Nusantara
Post on 18-Oct-2019
14 Views
Preview:
Transcript
PENGARUH MODEL ICARE (INTRODUCTION, CONNECT,
APPLY, REFLECT, EXTEND) TERHADAP KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI SUHU DAN
KALOR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Oleh :
KHOIRUL ABDAN
NIM: 1113026300043
PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
iv
ABSTRAK
Khoirul Abdan, 1113016300043. Pengaruh Model ICARE (Introduction,
Connect, Apply, Reflect, Extend) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa pada Materi Suhu dan Kalor. Skripsi Program Studi Tadris Fisika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa
pada materi suhu dan kalor yang disebabkan karena kegiatan pembelajaran masih
berpusat pada guru sehingga kurang menstimulus dan melatih keterampilan
berpikir kritis siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penerapan model ICARE terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada materi
suhu dan kalor. Penelitian dilaksanakan di SMK Nusantara 02 Kesehatan Ciputat
pada bulan April sampai Mei 2019. Sampel diambil secara purposive sampling
yang terdiri dari kelas X-2 Keperawatan (kelas eksperimen) dan kelas X-1
Farmasi (kelas Kontrol). Jumlah siswa kedua kelas sama yaitu 16 siswa, total
sampel 32 siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experiment
sedangkan nonequivalent control group design digunakan sebagai desain
penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian yaitu tes uraian sebanyak
11 butir soal berdasarkan sub indikator berpikir kritis Robert H. Ennis, kemudian
jawaban siswa dianalisis menggunakan uji parametrik. Adapun uji statisitik yang
digunakan adalah uji-T. Hasil pengujian hipotesis dengan paired samples t test
pada α = 0,05 diperoleh nilai symp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,01 kesimpulan yang
didapat adalah H0 ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat perbedaan rata-rata
keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dengan demikian, model pembelajaran ICARE berpengaruh terhadap
keterampilan berpikir kritis siswa. Keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas
eksperimen meningkat lebih tinggi (N-gain 0,59 (sedang)), dibandingkan dengan
kelas kontrol (N-gain 0,39 (sedang)). Peningkatan berpikir kritis siswa pada kelas
eksperimen masih rendah pada sub indikator mengatur strategi yang logis (N-gain
0,20), diperlukan praktikum yang sesuai dengan indikator soal pada tahapan
apply.
Kata kunci: Model ICARE, keterampilan berpikir kritis, suhu dan kalor.
v
ABSTRACT
Khoirul Abdan, 1113016300043. The Effects of Model ICARE (Introduction,
Connect, Apply, Reflect, Extend) towards Student’s Critical Thinking Skills on
Temperature and Calor Materials. Skripsi of Physiscs Education Department
Programme, Faculty of Tarbiyah and Teachers’ Training, Syarif Hidayatullah
State Islamic University Jakarta, 2019.
The research was supported by low level of critical thinking skills of students on
the material heat and temperature caused by learning activities is still teacher-
centered so that it doesn’t stimulate and train students’ critical thinking skills.
The objective of this study is to know the effects of applying model ICARE towards
student’s critical thinking skills on heat and temperature materials. The research
was appliedin SMK Nusantara 02 Kesehatan Ciputat on April 2019 to May 2019.
Samples were taken by purposive sampling contain X-2 Keperawatan (experiment
class) and X-1 Farmasi (controlled class). The number of students of both classes
are 16 students, total samples are 32 students. The research method used is quasi
experiment and nonequivalent control group design is used to design the
research. The instrument used in the research was 11 essay items. The 11 items
are based on critical thinking sub-indicator Robert H. Ennis, The students
answered sheets are analyzed used parametric test. Statistic test used is t-test. The
result showed paired samples t-test on α = 0,05 showed symp value. Sig. (2-
tailed) 0,01 which mean H0 is rejected H1 accepted. There are differences of
students critical thinking skills in experiment class and controlled class. The
learning model of ICARE has significant effects towards student’s critical
thinking skills. Student’s critical thinking skills on experiment class are higher (N-
gain 0,59 (medium)) than controlled class (N-gain 0,39 (medium)). The results
showed that the model ICARE can be used as a choice to improve critical thinking
skills. The lowest increase in experiment class is sub-indicator governs a logical
strategy (N-gain 0,20), a practicum is needed in accordance with the sub-
indicator questions at the apply stage.
Key words: ICARE Model, Critical Thinking Skills, Heat and Temperature.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, taufik dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model
ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, Extend) terhadap
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Suhu dan Kalor”. Sholawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan kita semua selaku umatnya hingga akhir zaman.
Aamiin ya Rabbal‟alamiin.
Apresiasi dan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penelitian ini. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih
tersebut disampaikan kepada:
1. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Iwan Permana Suwarna, M.Pd., selaku ketua Program Studi Tadris Fisika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Iwan Permana Suwarna, M.Pd., selaku penguji I dan Devi Solehat, M.Pd.,
selaku penguji II sidang skripsi.
4. Ai Nurlaela, M.Si., selaku dosen pembimbing I dan Taufiq Al Farizi,
M.PFis., selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu
dan pikirannya untuk membimbing dan memberikan saran kepada peneliti
selama proses pembuatan skripsi ini.
5. Erina Hertanti, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan mengarahkan peneliti selama menjadi mahasiswa
pendidikan fisika.
6. Seluruh dosen, staf, dan karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya jurusan pendidikan IPA, Program Studi Tadris Fisika yang telah
memberikan ilmu pengetahuan, pemahaman, dan pelayanan selama proses
perkuliahan.
vii
7. Bahrozih, SE., MM. selaku Kepala SMK Nusantara 02 Kesehatan Ciputat
yang telah memberikan izin melakukan penelitian di SMK tersebut.
8. Dewan guru, staf, karyawan dan siswa-siswi SMK Nusantara 02 Kesehatan
Ciputat, khususnya kelas X-2 Keperawatan dan X-1 Farmasi tahun ajaran
2018/2019.
9. Keluarga tercinta, Ibunda Romaelah, S.Pd, Ayahanda Supardi dan Fajar Dwi
Khasani, yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi dan dukungan
yang luar biasa kepada peneliti.
10. Sahabat-sahabatku, Rizki, Duta, Fikri, Yosi, dan Fathia yang telah membantu
peneliti dalam penyusunan skripsi.
11. Keluarga Besar Tadris Fisika 2013 yang senantiasa menjadi keluarga selama
di perantauan, tempat peneliti berproses untuk menjadi lebih baik.
12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga segala bentuk bantuan, dorongan, saran dan bimbingan yang
diberikan kepada peneliti mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah SWT.
Amin.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
peneliti harapkan untuk perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak. Amin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Jakarta, Juli 2019
Peneliti
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................ ii SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI .................................................... iii ABSTRAK ............................................................................................................ iv ABSTRACT ........................................................................................................... v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii 1. BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah....................................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ...................................................................................... 5
D. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6
2. BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS....................... 7 A. Deskripsi Teoritis........................................................................................... 7
1. Model ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, Extend)............... 7
2. Keterampilan Berpikir Kritis .................................................................. 12
3. Kajian Materi Subjek Suhu dan Kalor .................................................... 20
B. Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................................... 30
C. Kerangka Berpikir ....................................................................................... 33
D. Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 36
3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 37 A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 37
B. Metode dan Desain Penelitian ..................................................................... 37
C. Prosedur Penelitian ...................................................................................... 38
1. Tahap Persiapan ...................................................................................... 38
2. Tahap Pelaksanaan .................................................................................. 38
3. Tahap Akhir ............................................................................................ 39
D. Variabel Penelitian....................................................................................... 39
E. Populasi dan Sampel .................................................................................... 40
ix
F. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 40
G. Instrumen Penelitian .................................................................................... 41
H. Kalibrasi Instrumen Tes ............................................................................... 43
I. Teknik Analisis Data ................................................................................... 49
1. Uji Normalitas ......................................................................................... 49
2. Uji Homogenitas ..................................................................................... 50
3. Uji Hipotesis ........................................................................................... 50
4. N-Gain (Normal Gain) ............................................................................ 51
4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 53 A. Hasil Penelitian ............................................................................................ 53
1. Data Hasil Pretest ................................................................................... 53
2. Data Hasil Posttest .................................................................................. 55
3. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ................................... 56
4. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Per
Indikator .................................................................................................. 57
5. Hasil Uji Prasyarat Analisis Statistik ...................................................... 58
B. Pembahasan ................................................................................................. 61
5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 68 A. Kesimpulan .................................................................................................. 68
B. Saran ............................................................................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Diagram Tahapan dalam Model Pembelajaran ICARE ..................... 8
Gambar 2. 2 Peta Konsep Materi Suhu dan Kalor ................................................ 20
Gambar 2. 3 Perbandingan Skala pada Termometer Celcius, Fahrenheit, Reamur,
dan Kelvin. .................................................................................... 22
Gambar 2. 4 Aliran Panas Secara Konduksi Tidak Disertai Perpindahan Partikel.
....................................................................................................... 28
Gambar 2. 5 Perpindahan Kalor pada Peristiwa Angin Laut dan Angin Darat
Terjadi Secara Konveksi. ...................................................................................... 29
Gambar 2. 6 Perpindahan Kalor pada Air Mendidih Terjadi Secara Konveksi. ... 29
Gambar 2. 7 Tubuh Menjadi Hangat Ketika Berada Dekat dengan Api Unggun. 30
Gambar 2. 8 Kerangka Berpikir. ........................................................................... 35
Gambar 3. 1 Prosedur Penelitian ........................................................................... 39
Gambar 4. 1 Diagram Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. ........ 54
Gambar 4. 2 Diagram Distribusi Frekuensi Kemampuan Akhir Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. ........ 55
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ................................................ 14
Tabel 2. 2 Kalor Jenis dari berbagai zat ................................................................ 23 Tabel 3. 1 Desain Penelitian.................................................................................. 38
Tabel 3. 2 Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Berpikir Kritis .............................. 41
Tabel 3. 3 Kategori Validitas ................................................................................ 44
Tabel 3. 4 Interpretasi Koefisien Korelasi ............................................................ 44
Tabel 3. 5 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ........................................................ 45
Tabel 3. 6 Kriteria Penafsiran Indeks Reliabilitas ................................................ 46
Tabel 3. 7 Hasil Uji Reliabilitas ............................................................................ 46
Tabel 3. 8 Klasifikasi Indeks Kesukaran............................................................... 47
Tabel 3. 9 Hasil Uji Taraf Kesukaran ................................................................... 47
Tabel 3. 10 Klasifikasi Daya Pembeda ................................................................. 48
Tabel 3. 11 Hasil Uji Daya Pembeda .................................................................... 49
Tabel 3. 12 Kriteria Pengujian N-Gain ................................................................. 52 Tabel 4. 1 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest ....................... 54
Tabel 4. 2 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest ..................... 56
Tabel 4. 5 Rata-rata Hasil Perhitungan N-gain Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol ............................................................................................... 57
Tabel 4. 6 Hasil Perhitungan N-gain Keterampilan Berpikir Kritis Per Indikator
Berdasarkan Indikator Ennis R.H....................................................... 58
Tabel 4. 7 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol .......................................................... 59
Tabel 4. 8 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretest dan Posttest Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol .......................................................... 60
Tabel 4. 9 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Pretest dan Posttest .......................... 60
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. 1 Lembar Wawancara Guru pada Studi Pendahuluan ................... 73
Lampiran A. 2 Hasil Angket Siswa pada Studi Pendahuluan ............................. 75
Lampiran A. 3 RPP Kelas Eksperimen ............................................................... 77
Lampiran A. 4 RPP Kelas Kontrol .................................................................... 116
Lampiran A. 5 Lembar Kerja Siswa(LKS) ....................................................... 137
Lampiran B. 1 Kisi-kisi Instrumen Tes Uji Coba Penelitian ............................ 155
Lampiran B. 2 Instrumen Tes Uji Coba Penelitian ........................................... 157
Lampiran B. 3 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Tes ..................................... 181
Lampiran B. 4 Soal Tes yang Digunakan.......................................................... 189
Lampiran B. 5 Lembar Validasi Ahli Materi .................................................... 204
Lampiran B. 6 Lembar Validasi Ahli Pendidikan ............................................. 206
Lampiran C. 1 Hasil Pretest .............................................................................. 209
Lampiran C. 2 Hasil Posttest ............................................................................. 211
Lampiran C. 3 Hasil Olah Data Per Indikator Berpikir Kritis .......................... 213
Lampiran C. 4 Uji Normalitas Hasil Pretest ..................................................... 217
Lampiran C. 5 Uji Normalitas Hasil Posttest .................................................... 219
Lampiran C. 6 Uji Homogenitas Hasil Pretest .................................................. 221
Lampiran C. 7 Uji Homogenitas Hasil Posttest ................................................ 222
Lampiran C. 8 Uji Hipotesis Hasil Pretest ........................................................ 223
Lampiran C. 9 Uji Hipotesis Hasil Posttest ...................................................... 225
Lampiran C. 10 Uji N-gain ............................................................................... 227
Lampiran C. 11 Hasil Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis perindikator 229
Lampiran D. 1 Surat Keterangan Penelitian ...................................................... 232
Lampiran D. 2 Dokumentasi Penelitian ............................................................ 233
Lampiran D. 3 Uji Refrensi ............................................................................... 235
Lampiran D. 4 Daftar Riwayat Hidup Penulis .................................................. 248
1
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterampilan berpikir merupakan hal yang sangat penting dalam
pembelajaran. Keterampilan berpikir dapat membangun pengetahuan dan
pemahaman siswa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Kurikulum 2013
saat ini menekankan keterampilan menalar, mengolah dan menyaji secara efektif,
kreatif, kritis, produktif, mandiri, kolaboratif, komunikatif dan solutif.1
Keterampilan berpikir kritis penting untuk dilatihkan karena berpikir kritis sebagai
keterampilan belajar dan inovasi yang diperlukan dalam persiapan siswa
menghadapi pendidikan setelah lulus sekolah atau dunia kerja.2 Oleh karena itu,
siswa harus memiliki keterampilan berpikir kritis.
Keterampilan berpikir kritis merupakan pemikiran yang masuk akal dan
reflektif yang berfokus untuk memutuskan sesuatu tentang apa yang harus
dilakukan atau dipercaya.3 Menurut Schafersman berpikir kritis merupakan
keterampilan belajar yang harus diajarkan pada siswa karena keterampilan ini
sangat diperlukan dalam kehidupan.4 Namun pada kenyataannya keterampilan
berpikir kritis siswa masih rendah.
Beberapa penelitan yang mengindikasikan bahwa keterampilan berpikir
kritis fisika masih rendah adalah penelitian Joko Purwanto dan Winarti yang
menyimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa Madrasah Aliyah se-DIY
masih pada kategori.5 Penelitian lain oleh Shan Duta, dkk. juga menyimpulkan
bahwa rata-rata keterampilan berpikir kritis mahasiswa jurusan pendidikan fisika
pada materi suhu dan kalor hanya sebesar 24,29 dari skala 100 padahal mahasiswa
pendidikan fisika merupakan calon guru yang harus melatihkan keterampilan
1 Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2016), h. 11.
2 Emily R. Lai, “Critical Thinking: A Literatur Review”. Diakses dari
http://www.pearsonassesments.com . Diakses pada 20 Mei 2018. 3 Alec Fisher, Berpikir Kritis Sebuah Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 4.
4 Ibid., h. 2.
5 Joko Purwanto dan Winarti, “Profil Pembelajaran Fisika dan Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa Madrasah Aliyah se-DIY”, Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika, Vol. 7, 2016, h. 17.
2
berpikir kritis kepada siswanya.6 Diperkuat penelitian Ferry Hadi Sutrisno, dkk.
yang menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan
kalor masih dalam kategori rendah dengan nilai rata-rata 30,69 dari skala 100.7
Siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami materi suhu dan kalor.
Hal ini karena pada materi suhu dan kalor siswa dituntut untuk berhitung dan
menghafal teori. Suhu dan kalor merupakan konsep yang banyak diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dibutuhkan kegiatan mengaplikasikan
konsep dalam proses pembelajaran. Selain itu, kompetensi dasar materi suhu dan
kalor pada kurikulum 2013 edisi revisi 2017 mengindikasikan siswa untuk
menganalisis proses pemuaian, perubahan wujud zat, dan perpindahan kalor
dengan konsep suhu dan kalor.8 Sejalan dengan hasil studi pendahuluan di salah
satu SMK swasta di Tangerang Selatan sebesar 92,12% dari 203 siswa kelas XI
dan XII menganggap bahwa materi suhu dan kalor adalah materi yang memiliki
tingkat kesulitan yang tinggi.
Terlepas dari faktor guru yang belum memberikan soal yang dapat
melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa. Salah satu penyebab rendahnya
keterampilan berpikir kritis siswa adalah pembelajaran yang masih berpusat pada
guru (teacher centered) yang menjadikan guru sebagai pemberi informasi
sedangkan siswa hanya sebagai objek pendengar atau penerima informasi. Cara
belajar pasif tidak akan mampu mendorong dan membimbing siswa sampai
mencapai keterampilan berpikir kritis.9 Fakta di lapangan model pembelajaran
yang diterapkan belum berpusat pada siswa (student centered). Guru masih sering
menggunakan metode konvensional dengan ceramah dan latihan soal sehingga
siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan
melatih keterampilan berpikir kritis.
6 Shan Duta, dkk. “Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Tahun Pertama Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang”, Pros. Seminar Pend. IPA Pascasarjana UM, Vol. 1, 2016, h. 467. 7 Fery Hadi Sutrisno, dkk. “Kemampuan Berpikir Kritis Siswa MAN 2 Tulungagung pada
Materi Suhu dan Kalor”, Pros. Seminar Pend. IPA Pascasarjana UM, Vol. 2, 2017, h. 177. 8 Sutejo, Fisika SMK/MAK Kelas X, (Bogor: Yudhistira, 2018), h. V.
9 DBE3, Integrasi Kecakapan Hidup dalam Pembelajaran, (Jakarta: USAID-DBE3 Life
Skills for youth, 2007), h. 7.
3
Berdasarkan permasalahan di atas dapat diatasi dengan cara menerapkan
model pembelajaran yang berpusat pada siswa (teacher centered) pada kegiatan
pembelajaran, sehingga siswa lebih aktif dan interaktif dan dapat melatihkan
keterampilan berpikir kritis. Guru harus merancang pembelajaran yang dapat
melatihkan siswa berpikir kritis agar kesuksesan dalam belajar lebih optimal.
Terdapat banyak model pembelajaran yang dapat dipakai untuk melatih
keterampilan berpikir kritis. Salah satu diantaranya adalah model pembelajaran
ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, Extend).
Penelitian yang relevan mengenai model ICARE yaitu penelitian Muharti
dengan menerapkan model ICARE terbukti mempengaruhi keterampilan berpikir
kritis dan kemampuan kognitif dengan nilai effect size berturut-turut sebesar 2,71
dan 4,73 dengan kategori sangat besar.10
ICARE juga merupakan model yang
menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan guru sebagai fasilitator.11
Penelitian Maskur, Budi, dan Rochmad menggunakan kerangka ICARE yang
beracuan konstruktivisme pada mata pelajaran matematika, terbukti dapat
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (berpikir kreatif) sebesar 0,74
termasuk kategori tinggi.12
Penelitian lain yang telah dilakukan Yumiati dan
Endang Wahyuningrum yang menyimpulkan bahwa pembelajaran ICARE mampu
melatih kemampuan pemecahan masalah siswa yang merupakan salah satu
keterampilan berpikir tingkat tinggi.13
Model pembelajaran ICARE merupakan model pembelajaran aktif yang
memiliki beberapa keunggulan, yaitu (1) Memberikan motivasi kepada siswa
untuk lebih aktif dan meningkatkan rasa ingin tahunya, (2) Melatih siswa untuk
10
Yumiati dan Endang Wahyuningrum, “Pembelajaran ICARE (Inroduction, Connect,
Apply, Reflect, Extend) dalam Tutorial Online Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Mahasiswa UT”, Bandung: Infinity, h. 182. 11
David C. Byrum, “Instructional Development Using the ICARE Model with Novice
Designers”, Association for the Advancement of Computing in Education, Vol. 3, 2013. h. 5016. 12
Ali Maskur, dkk, “Pembelajaran Matematika dengan Strategi ICARE Beracuan
Konstruktivisme untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Materi Dimensi Tiga”,
Journal of Primary Education, Vol. 1, 2012. h. 89. 13
Mis Muharti, “Pengaruh Penerapan Model ICARE (Introduction, Connect, Apply,
Reflect, and Extend) terhadap Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
SMK”. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2016, h. 81,
tidak dipublikasikan.
4
membangun pengetahuannya sendiri sehingga dapat menumbuhkan keterampilan
berpikir kritis, (3) Memberikan siswa kesempatan untuk mengaplikasi konsep
yang telah dipelajari, (4) Memberikan siswa kesempatan untuk mengulang
kembali pembelajaran yang dipelajari pada tahap reflect dan extend sehingga
pengetahuan siswa menjadi lebih kuat dan bertahan lama dalam ingatan, dan (5)
Guru lebih fleksibel dalam mendesain pembelajaran sehingga dapat mengubah
pengalaman belajar siswa.14
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengangkat
tema dengan judul “Pengaruh Model ICARE (Introduction, Connect, Apply,
Reflect, Extend) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Suhu
dan Kalor.”
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang timbul dari latar belakang di atas diantaranya:
1. Keterampilan berpikir kritis siswa masih rendah.
2. Siswa masih menganggap materi suhu dan kalor sebagai materi yang sulit
untuk dipelajari.
3. Suhu dan kalor merupakan konsep yang banyak ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari, guru belum menerapkan model pembelajaran yang
mengaplikasikan konsep suhu dan kalor pada proses pembelajaran.
4. Penerapan kurikulum 2013 di sekolah kurang maksimal karena kegiatan
pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).
5. Siswa kurang aktif dan interaktif pada proses pembelajaran fisika di kelas.
6. Guru kurang menstimulasi dan melatih keterampilan berpikir kritis siswa.
14
Wikan Budi Utami, dkk. Developments of Instructional Design ICARE Assisted
Learning Process, Advances in Social Science, Education and Humanities Research, Vol. 128,
2017. h. 35.
5
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini
hanya dibatasi pada:
1. Indikator soal berpikir kritis menurut Robert H. Ennis yang digunakan hanya
9 sub indikator berpikir kritis; menjawab pertanyaan klarifikasi,
mengidentifikasi alasan, mempertimbangkan prosedur yang tepat,
kemampuan memberikan alasan, menilai laporan observasi berdasarkan
catatan observasi, membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan
fakta, membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan adanya
alternatif, menilai definisi yang telah dibuat, dan membuat strategi yang logis.
2. Keterampilan berpikir yang diukur hanya keterampilan kognitif.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ingin diketahui dalam penelitian ini yaitu:
1. Apakah terdapat pengaruh model ICARE (Introduction, Connect, Apply,
Reflect, Extend) terhadap keterampilan berpikir kritis siswa?
2. Bagaimanakah peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa setelah
diterapkan model ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, Extend)?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui:
1. Pengaruh model ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, Extend)
terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor.
2. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa setelah diterapkan model
ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, Extend).
6
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak sekolah
dalam hal ini siswa, guru dan peneliti sendiri:
1. Siswa
Keterampilan berpikir kritis dapat terlatih dan pemahaman mengenai konsep
suhu dan kalor dapat meningkat sehingga diperoleh nilai yang maksimal.
2. Guru
Model ICARE dapat menjadi inovasi dan memberikan inspirasi mengenai
model pembelajaran untuk mengajar fisika.
3. Peneliti
Penelitian ini dapat membuat peneliti lebih terlatih dan terbiasa melakukan
penelitian di bidang pendidikan.
7
2. BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis
1. Model ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, Extend)
a. Sejarah Model ICARE
Awalnya, model pembelajaran ICARE dirancang untuk pembelajaran sistem
online. Seiiring berjalannya waktu, pada tahun 2006 model ICARE mulai
digunakan sebagai model pembelajaran di kelas.15
Secara historis, model ini
diperkenalkan pada tahun 1998 oleh Bob Hoffman dan Donn Ritchie di San Diego
State University dalam dokumen mereka yang berjudul “Teaching and Learning
Online: Tools, Templates, and Training”.16
Dalam dokumen mereka
menerangkan bagaimana merancang Tools, Templates, and Training atau yang
dikenal dengan T3 workshop dengan menggunakan lima tahapan yang terdapat
dalam ICARE. Lima tahapan dalam model ICARE tersebut sesuai dengan
singkatannya, yaitu Introduction, Connect, Apply, Reflect, Extend. Penyusunan
perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
Lembar Kerja Siswa (LKS) yang digunakan dalam pembelajaran, peneliti
menggunakan model pembelajaran ICARE yang terdapat pada modul 1 dari
USAID-DBE3 dengan lima tahapan dalam ICARE.17
b. Tahapan Model ICARE
Tahapan model ICARE dapat dilihat seperti pada gambar 2.1. Adapun lima
tahapan model pembelajaran ICARE yang dimaksud pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
15
Carni, et. al., An Implementation of ICARE Aproach (Introduction, Connection,
Application, Reflection, Extension) to Improve The Creative Thinking Skills, Journal of Physics:
Conf. series 812 012.022, 2017, h. 2. 16
Bob Hoffman dan Don Ritchie, Teaching and Learning Online: Tools, Templates, and
Training, (California: Educational Resources Information Center (ERIC), 1998), h. 4. 17
DBE3, Integrasi Kecakapan Hidup dalam Pembelajaran, (Jakarta: USAID-DBE3 Life
Skills for youth, 2007), h. 12.
8
Gambar 2. 1 Diagram Tahapan dalam Model Pembelajaran ICARE
1) Introduction (pengenalan)
Pada tahap ini, guru menetapkan isi pelajaran kepada siswa. Guru
menyampaikan informasi terkait proses pembelajaran kepada siswa, mencakup
penjelasan tentang tujuan dan sasaran yang diharapkan akan dicapai selama
kegiatan pembelajaran. Selain itu, guru memperkenalkan siswa tentang fenomena
yang telah dirancang untuk pembelajaran kontekstual. Kemudian, para siswa
mengamati fenomena tersebut, dan mereka memiliki kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang sedang ditampilkan. Selain itu,
motivasi juga harus diberikan pada tahap ini untuk membuat siswa tertarik
terhadap materi yang akan dipelajari di kelas. 18
2) Connect (menghubungkan)
Pada tahap ini, guru mencoba untuk menghubungkan pengetahuan baru
dengan sesuatu yang sudah dipelajari siswa dari pembelajaran atau pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam kelas, guru menunjukkan bahan
pembelajaran, dan ada sesi tanya jawab yang membuat siswa menceritakan apa
yang mereka ingat dari pengalaman belajar sebelumnya. Hal yang paling penting
18 Ibid, h. 12.
Introduction
Connect
Apply
Reflect
Extend
9
pada tahap ini adalah penanaman konsep dengan cara mengajak para siswa untuk
merencanakan dan melakukan beberapa kegiatan secara mandiri atau kelompok
dalam konteks dunia nyata berdasarkan penyelidikan.
3) Apply (mengaplikasikan)
Tahap aplikasi merupakan tahap yang paling penting dari belajar. Setelah
siswa memperoleh pengetahuan atau keterampilan baru dari tahap connect,
mereka harus diberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan dalam kegiatan sehari-hari mereka di sekolah. Tahap penerapan
pembelajaran mengambil periode terpanjang dalam proses pembelajaran karena
siswa dituntut melakukan eksperimen untuk menerapkan pengetahuan mereka
dalam konteks dunia nyata. Dan ini berbeda dari aplikasi sampel yang telah
dilakukan pada tahap sebelumnya, tahap connect.
4) Reflect (refleksi)
Dalam tahap ini, siswa memiliki kesempatan untuk merefleksikan apa yang
telah mereka pelajari di kelas. Dengan berbagai cara, tugas guru adalah untuk
menilai sejauh mana pembelajaran. Refleksi atau kegiatan lanjutan dapat
melibatkan diskusi kelompok dimana guru membimbing siswa untuk membuat
presentasi atau menjelaskan apa yang telah mereka pelajari. Sebagai alternatif,
mereka dapat membuat kegiatan menulis individu di mana siswa menulis
ringkasan dari hasil pembelajaran. Selain itu, aktivitas lanjutan juga bisa dalam
bentuk kuis cepat yang mana guru memberikan beberapa pertanyaan berdasarkan
isi dari objek. Poin penting pada tahap refleksi adalah guru harus memberikan
kesempatan bagi siswa untuk mengekspresikan apa yang telah mereka pelajari di
kelas.19
5) Extend (perluasan)
Meskipun kegiatan belajar telah selesai, hal ini tidak berarti bahwa semua
siswa mampu untuk menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Dalam hal ini,
guru harus melakukan tindakan perluasan yang mendukung pembelajaran lanjutan
bagi siswa. Tahap extend adalah kegiatan di mana guru menyajikan kegiatan yang
dapat menguatkan dan memperluas pembelajaran. Dengan kata lain, guru bisa
19
Ibid., h. 13
10
memberikan kegiatan penyuluhan bagi siswa yang kurang dalam memahami
pelajaran atau memberikan tugas berupa pekerjaan rumah bagi siswa. Kegiatan
penyuluhan dapat mencakup penyediaan bahan bacaan pelengkap, melanjutkan
materi berikutnya atau beberapa pertanyaan untuk latihan.20
c. Keunggulan model ICARE
Model pembelajaran ICARE merupakan model pembelajaran aktif yang
memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih aktif dan meningkatkan rasa
ingin tahunya.
Siswa memperoleh motivasi yang disampaikan guru pada kegiatan
pendahuluan pembelajaran atau pada tahapan ICARE disebut introduction
(pengenalan). Tahapan introduction membuat siswa lebih aktif dan meningkatkan
rasa ingin tahunya karena pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran
pada materi suhu dan kalor. Dilanjutkan kegiatan tanya jawab mengenai hubungan
konsep suhu dan kalor dengan konsep materi sebelumnya yang telah dipelajari
sehingga menstimulus siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran.
2) Melatih siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui kegiatan inti
pembelajaran yaitu melalui tahap connect (menghubungkan) dan apply
(mengaplikasi). Tahapan connect menstimulus siswa untuk menggali informasi
sebanyak-banyaknya melalui informasi yang diterima melalui demonstrasi atau
tayangan video yang ditampilkan oleh guru. Tahapan apply melatih siswa
membangun pengetahuannya sendiri melalui kegiatan praktikum dan diskusi
kelompok. Siswa berusaha membuktikan kebenaran konsep suhu dan kalor dari
berbagai sumber yang dihubungkan dengan hasil praktikum sehingga sehingga
diharapkan pada tahap ini siswa dapat melatih keterampilan berpikir kritisnya
pada indikator menilai suatu definisi, menilai kredibilitas sumber, menilai laporan
observasi dan berinteraksi dengan orang lain.
3) Memberikan siswa kesempatan untuk mengaplikasi konsep yang telah
dipelajari.
20
Ibid., h. 13.
11
Siswa diberikan kesempatan untuk mengaplikasi konsep yang telah
dipelajari pada tahap apply. Tahapan apply memberi kesempatan siswa untuk
melakukan praktikum sehingga siswa dapat mengaplikasikan konsep yang telah
mereka pelajari.
4) Memberikan siswa kesempatan untuk mengulang kembali pembelajaran yang
dipelajari.
Siswa diberikan kesempatan untuk mengulang kembali pembelajaran yang
telah dipelajari pada tahap reflect dan extend sehingga pengetahuan siswa menjadi
lebih kuat dan bertahan lama dalam ingatan. Tahapan reflect melatih siswa untuk
membuat konjektur, mencari alternatif dan menarik kesimpulan melalui kegiatan
diskusi antar kelompok dalam pembelajaran.
5) Guru lebih fleksibel dalam mendesain pembelajaran sehingga dapat
mengubah pengalaman belajar siswa.
Kegiatan pada kelima tahapan model pembelajaran ICARE mudah
diterapkan untuk pembelajaran di kelas sehingga guru lebih fleksibel dalam
mendesain pembelajaran yang dapat mengubah pengalaman belajar siswa. 21
d. Kelemahan model ICARE
Model pembelajaran ICARE merupakan model pembelajaran aktif yang
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah sebagai berikut:22
1) Ketidakpaduan ide-ide dalam suatu pokok bahasan membuat usaha untuk
mengembangkan keterhubungan antar materi menjadi terabaikan.
2) Membutuhkan waktu yang lebih lama.
3) Guru harus melakukan persiapan dengan matang.
4) Tidak semua siswa terampil bertanya.
Berdasarkan beberapa kelemahan di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply,
Reflect, Extend) memiliki kelemahan yaitu membutuhkan waktu yang lama
21
Wikan Budi Utami, dkk. Developments of Instructional Design ICARE Assisted
Learning Process, Advances in Social Science, Education and Humanities Research, Vol. 128,
2017. h. 35. 22
Thobroni, Belajar Dan Pembelajaran Teori Dan Praktik, , (Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia
2015), h. 287.
12
sehingga waktu pembelajaran kurang efisien dan tidak semua siswa berani untuk
mengungkapkan pertanyaan dari apa yang belum dipahaminya.
2. Keterampilan Berpikir Kritis
a. Pengertian Berpikir
Berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan
penemuan yang terarah kepada suatu tujuan.23
Dengan berpikir maka individu
akan menghasilkan ide maupun gagasan yang dapat membantu untuk
memecahkan masalah yang ditemuinya sehingga individu tersebut dapat
meggunakan proses berpikirnya untuk mencapai tujan yang diharapkan.
Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan
penemuan yang terarah kepada suatu tujuan.24
Dengan berpikir maka individu
akan menghasilkan ide maupun gagasan yang dapat membantu untuk
memecahkan masalah yang ditemuinya sehingga individu tersebut dapat
meggunakan proses berpikirnya untuk mencapai tujan yang diharapkan.
b. Pengertian Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan suatu istilah yang cukup popular, terutama dalam
dunia pendidikan. John Dewey mendefiniskan berpikir kritis sebagai
pertimbangan aktif dan terus menerus serta teliti mengenai keyakinan terhadap
pengetahuan yang diterima dengan menyertakan alasan-alasan yang mendukung
dan kesimpulan yang menjadi kecenderungannya.25
Sedangkan berpikir kritis
yang dikemukakan oleh Ennis adalah „reasonable decision about what to believe
and what to do’. Keterampilan berpikir kritis berarti keputusan dengan penalaran
untuk memutuskan apa yang diyakini dan dilakukan.26
Menurut Ennis terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis yang
disingkat menjadi FRISCO (Focus, Reaseon, Inference, Situation, Clarity,
Overview). Adapun penjelasan dari keenam unsur dasar tersebut adalah sebagai
berikut.27
23
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h.43. 24
Ibid. 25
Alec Fisher, Bepikir Kritis:Sebuah pengantar, (Jakarta:Erlangga, 2009), h. 2. 26
Robert H. Ennis, Critical Thinking, (United States of America: Prentice Hall, 1996), h.
xvii. 27
Ibid., h. 4-8
13
1) Focus
Focus, artinya memfokuskan pertanyaan atau isu yang ada untuk
mengambil keputusan tentang apa yang diyakini dari permasalahan yang ada.
2) Reason
Reason, artinya mengetahui alasan-alasan rasional yang mendukung atau
menolak putusan-putusan yang dibuat berdasar situasi dan fakta yang relevan.
3) Inference
Inference yaitu, membuat kesimpulan berdasarkan bukti yang meyakinkan
dengan cara mengidentifikasi berbagai asumsi dan mencari alternatif pemecahan,
serta tetap mempertimbangkan bukti yang ada.
4) Situation
Situation yaitu, memahami situasi dan selalu menjaga situasi dalam berpikir
untuk membantu memperjelas pertanyaan (dalam F) dan mengetahui arti istilah-
istilah kunci, bagian-bagian yang relevan sebagai pendukung.
5) Clarity
Clarity yaitu, memberikan penjelasan tentang arti atau istilah-istilah yang
digunakan.
6) Overview
Overview yaitu, meninjau kembali dan memeriksa secara menyeluruh
keputusan yang diambil (yang dihasilkan dari FRISC).
Ennis mencetuskan 12 indikator yang harus dicapai untuk melatih
keterampilan berpikir kritis, berikut ini merupakan indikator berpikir kritis yang
digunakan dalam penelitian seperti pada tabel 2.1.
14
Tabel 2. 1 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis28
No Kelompok Indikator Sub Indikator
1 Klarifikasi
dasar (Basic
Clarification)
a. Memfokuskan
pertanyaan
1) Mengidentifikasi atau
merumuskan pertanyaan
2) Mengidentifikasi atau
merumuskan kriteria untuk
mempertimbangkan
kemungkinan jawaban
3) Menjaga kondisi berpikir
b. Menganalisis
argumen
1) Mengidentifikasi kesimpulan
2) Mengidentifikasi alasan atau
premis
3) Mengidentifikasi asumsi
sederhana
4) Mengidentifikasi dan
menangani suatu
ketidaktepatan
5) Melihat struktur dari suatu
argumen
6) Membuat ringkasan
c. Bertanya dan
menjawab
pertanyaan
1) Membuat pertanyaan untuk
meminta penjelasan
2) Menjawab pertanyaan untuk
menjelaskan suatu klarifikasi
28
Robert H. Ennis, “The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking
Dispositions and Abilities”. University of Lilyonis. 2011 h. 2-4.
15
No Kelompok Indikator Sub Indikator
2. Dasar dalam
mengambil
keputusan
atau
dukungan
d. Menilai
kredibilitas
sumber
1) Mempertimbangkan keahlian
2) Mempertimbangkan
kemenarikan konflik
3) Mempertimbangkan kesesuaian
Sumber
4) Mempertimbangkan
penggunaan prosedur yang
tepat
5) Mempertimbangkan resiko atau
reputasi
6) Kemampuan untuk
memberikan alasan
e. Menilai
laporan
observasi
1) Melibatkan sedikit dugaan
2) Menggunkan waktu yang
singkat antara observasi dan
laporan
3) Menilai laporan observasi
berdasarkan kriteria catatan
observasi
4) Merekam hasil observasi
5) Menggunakan bukti-bukti yang
benar
6) Menggunakan akses yang baik
7) Memberikan penilaian terhadap
kompeten atau kesesuaian
dengan teknologi
8) Mempertanggungjawabkan
hasil observasi
16
No Kelompok Indikator Sub Indikator
3 Inferensi f. Mendeduksi
dan menilai
deduksi
g. Menginduksi
dan
mempertimba
ngkan hasil
induksi (make
inferences
(roughly
induction”)
1) Siklus logika euler
2) Mengkondisikan logika
3) Menyatakan tafsiran
4) Mengemukakan hal-hal yang
umum
5) Mengemukakan kesimpulan
dan hipotesis
6) Mengemukakan hipotesis
7) Merancang eksperimen
8) Menarik kesimpulan sesuai
fakta
9) Memberikan asumsi yang
masuk akal
10) Menarik kesimpulan dari hasil
menyelidiki
h. Membuat dan
menentukan
hasil
pertimbangan
1) Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan berdasarkan latar
belakang fakta-fakta
2) Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan berdasarkan
penerapan fakta
3) Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan berdasarkan
adanya alternatif
17
No Kelompok Indikator Sub Indikator
4 Memberikan
penjelasan
lanjut
i. Menilai suatu
definisi
1) Membuat bentuk definisi
„strategi membuat definisi‟
bertindak dengan memberikan
penjelasan lanjut
2) Memberikan penilaian terhadap
definisi yang telah dibuat
3) Mengidentifikasi dan
menangani ketidakbenaran
yang disengaja
4) Membuat isi definisi
j. Mengidentifik
asi asumsi-
asumsi
1) Penjelasan bukan pernyataan
2) Mengonstruksi argument
5 Mengatur
strategi dan
taktik
k. Menentukan
suatu tindakan
1) Mengungkap masalah
2) Memilih kriteria untuk
mempertimbangkan solusi yang
mungkin „merumuskan solusi
alternatif
3) Menentukan tindakan
sementara
4) Mengulang kembali
5) Mengamati penerapannya
l. Berinteraksi
dengan orang
lain
1) Menggunakan argumen
2) Menggunakan strategi logika
3) Menggunakan strategi retorika
4) Menunjukkan posisi, orasi, atau
tulisan.
18
c. Tahapan Berpikir Kritis
Keterampilan berpikir kritis memiliki enam tahap, yaitu menggali informasi
yang dibutuhkan, mengajukan dugaan, melakukan inkuiri, membuat konjektur,
mencari alternatif, dan menarik kesimpulan. Penjelasan enam tahapan berpikir
kritis adalah sebagai berikut:29
1) Menggali informasi
Masalah yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga menuntut siswa untuk
melakukan investigasi konteks, sebab tidak semua informasi diberikan secara
eksplisit.
2) Mengajukan dugaan
Siswa mengajukan dugaan penyelesaian masalah, beberapa siswa dalam
kelompok mengajukan beberapa penyelesaian
3) Melakukan inkuiri
Dalam inkuiri, individu mengajukan pertanyaan dan mencari informasi yang
cukup dengan mengkaji dan menganalisa informasi pada tahapan sebelumnya
untuk menjawab pertanyaan yang muncul.
4) Membuat konjektur
Suatu pernyataan nilai yang benar dihasilkan berdasarkan pengamatan atau
eksplorasi, percobaan, namun belum dibuktikan kebenarannya secara formal
dalam bentuk kesimpulan secara umum, tetapi tidak formal. Ketika pernyataan ini
dibuktikan secara fakta, maka konjektur tadi berubah namanya menjadi suatu
teorema.
5) Mencari alternatif
Siswa melalui tahap demi tahap sebelum menarik kesimpulan, siswa
mencoba untuk mencari alternatif terlebih dahulu. Siswa mencari alternatif
penyelesaian lain dari suatu persoalan yang dapat diselesaikan dengan beragam
cara penyelesaian.
29
Rosnawati, “Enam Tahapan Aktivitas dalam Pembelajaran Matematika untuk
Mendayagunakan Berpikir Tingkat Tingginya”, Seminar Nasional, Yogyakarta, 16 Mei 2009, h. 1-
6.
19
6) Menarik kesimpulan
Kegiatan terakhir, siswa melihat kembali persoalan yang harus diselesaikan.
Pada tahapan menyusun konjektur siswa menyelesaikan sesuai dengan tahapan
berpikir dengan memanfaatkan semua kemampuan yang dimiliki terdahulu,
diakhir siswa mengembalikan penyelesaian pada persoalan semula.
d. Asesmen Berpikir Kritis
Fisher dan Solrven mengatakan bahwa berpikir kritis merupakan
keterampilan dan interpretasi aktif serta evaluasi dari penyelidikan, komunikasi,
informasi dan argumen.30
Keterampilan berpikir kritis memerlukan kemampuan
mengingat dan memahami. Oleh sebab itu, kemampuan mengingat adalah bagian
terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir, artinya belum tentu
seseorang yang memiliki kemampuan mengingat dan memahami juga memiliki
kemampuan dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan berpikir seseorang sudah
pasti diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Dengan demikian,
untuk dapat mengingat dan memahami diperlukan proses mental yang disebut
berpikir.
Dari beberapa definisi keterampilan berpikir krits yang telah dikemukakan,
dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan suatu
keterampilan berpikir tingkat tinggi dimana seseorang dapat menggunakan
pikirannya dengan teliti, mencari informasi sampai jelas, mampu memecahkan
masalah yang dihadapkan padanya serta mampu berkomunikasi dengan baik.
Keterampilan berpikir kritis yang dimiliki seseorang tidak dapat tumbuh dengan
sendirinya tetapi harus dilatih dan membutuhkan proses agar keterampilan
tersebut dapat benar-benar ada pada setiap individu. Tujuannya adalah agar
pemahaman yang diperoleh menjadi lebih bermakna dan mendalam.
30
Debra McGregor, Developing Thinking: Developing Learning: A Guide to Thinking
Skills In Education, (New York: McGraw-Hill, 1997), h. 192.
20
3. Kajian Materi Subjek Suhu dan Kalor
a. Peta Konsep
Peta konsep materi suhu dan kalor dapat dilihat pada gambar 2.2.
Alat ukur Menyebabkan
Berdasarkan skala
Berdasarkan jenis zat
yang diukur
Berkurang Bertambah
Berupa
Mekanisme
Perpindahannya
Gambar 2. 2 Peta Konsep Materi Suhu dan Kalor
b. Uraian Materi
1) Suhu
Suhu merupakan besaran yang menyatakan derajat panas atau dingin suatu
benda. Benda yang panas dikatakan dikatakan memiliki suhu tinggi. Benda yang
dingin dikatakan memiliki suhu rendah. Suhu dapat didefinisikan sebagai ukuran
rata-rata energi kinetik yang memiliki molekul-molekul benda. Definisi ini
berdasarkan pada tinjauan mikroskopis.
2.Kalor 1.Suhu
Termometer
Reamur
Termometer
Celcius
Pemuaian Penyusutan
Perubahan
Suhu
Termometer
Termometer
Fahrenheit
Termometer
Kelvin
Termometer
Bimetal
Termometer
Zat Gas
Termometer
Zat Cair
Pemuaian
luas
Pemuaian
panjang
Pemuaian
volume
Radiasi Konveksi Konduksi
2.Kalor 1.Suhu
Perubahan Wujud
21
2) Termometer
Termometer dibuat berdasarkan sifat termometrik zat. Sifat termometrik
adalah sifat zat yang dapat berubah akibat perubahan suhu pada benda tersebut.
Sebagai contoh, apabila zat cair dipanaskan maka volumenya akan naik.
Sebaliknya, apabila zat cair didinginkan maka volumenya akan turun. Naik atau
turunnya volume zat cair tersebut dimanfaatkan sebagai acuan untuk menentukan
suhu suatu benda. Namun, tidak semua zat cair dapat digunakan sebagai bahan
pengisi termometer.
Ada kriteria yang harus dipenuhi agar suatu zat dapat
digunakan sebagai bahan pengisi termometer, diantaranya memiliki pemuaian
yang teratur, mudah dilihat, dan tidak membasahi dinding termometer. 31
3) Skala Termometer
Setiap termometer pasti memiliki skala. Penetapan skala pada termometer
melalui tahapan penetapan titik tetap atas dan titik tetap bawah. Titik tetap
termometer tersebut diukur pada tekanan 1 atmosfer. Penetapan titik tetap bawah
berdasarkan pada suhu ketika es melebur dan penetapan titik tetap atas adalah
suhu air ketika mendidih.
Titik tetap bawah dipilih titik beku air, yaitu suhu campuran antara es dan
air pada tekanan normal (76 cm Hg) dinyatakan 0 . Titik tetap atas dipilih titik
didih air, yaitu suhu ketika air mendidih pada tekanan normal dinyatakan 100 .32
Terdapat empat skala termometer yang sering digunakan, yaitu skala
Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin. Perbandingan antarskala tersebut adalah
sebagai berikut.
31
Siti Wahyuni, Fisika Jilid 1 untuk SMK/MAK Kelas X (Bidang Keahlian Teknologi dan
Rekayasa, Kesehatan), (Jakarta: Sinektika, 2014), h. 194 32
Ibid., h. 195.
22
Gambar 2. 3 Perbandingan Skala pada Termometer Celcius, Fahrenheit, Reamur,
dan Kelvin.
Misal terdapat dua buah termometer X dan termometer Y, maka perumusan
umum untuk menentukan nilai suhu pada termometer X dan termometer Y adalah
sebagai berikut. 33
(2.1)
Dengan
Tx = suhu pada termometer X;
Tbx = titik tetap bawah termometer X;
Tax = titik tetap atas termometer X;
Ty = suhu pada termometer Y;
Tby = titik tetap bawah termometer Y;
Tay = titik tetap atas termometer Y.
4) Kalor
Kalor merupakan salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari benda
bersuhu tinggi ke benda bersuhu lebih rendah. Kalor dapat menyebabkan
perubahan suhu suatu benda. Benda yang menerima kalor, suhunya menjadi lebih
tinggi. Benda yang melepaskan kalor, suhunya menjadi lebih rendah. Dengan
demikian, terdapat hubungan antara kalor dan perubahan suhu benda, yaitu
berbanding lurus. Artinya, jika suatu benda menerima (melepaskan) sejumlah
33
Ibid, h. 196.
Sumber: berpendidikan.com
23
kalor yang besar maka perubahan suhuyang terjadi pada benda tersebut juga
besar.
Selain perubahan suhu benda, massa benda juga berpengaruh terhadap kalor
yang diserap atau dilepaskan. Misalnya pada saat memasak air menggunakan dua
buah bejana. Bejana pertama berisi 1 kg air, sedangkan bejana kedua berisi 4 kg
air. Apabila kedua bejana dipanaskan atau diberi kalor dengan jumlah yang sama
maka bejana yang berisi air lebih sedikit akan lebih cepat naik suhunya. Hal ini
berarti, untuk menaikkan suhu air sampai rentang suhu yang sama, air yang
massanya lebih kecil memerlukan kalor yang lebih kecil. Begitu pula sebaliknya,
air yang massanya lebih besar memerlukan kalor yang lebih besar juga.
5) Kalor jenis
Selain massa benda, dua benda yang berbeda yang diberi kalor yang sama
mengalami perubahan suhu yang berbeda. Ternyata, setiap benda memerlukan
jumlah kalor yang berbeda untuk perubahan suhu yang sama. Misalnya, 1 kg besi
dan 1 kg air diberi kalor yang sama besar. Ternyata, besi akan mengalami
kenaikan suhu yang lebih besar dibandingkan air. Karakteristik suatu benda yang
menyatakan kemampuan benda tersebut untuk menyerap kalor disebut dengan
kalor jenis. Jadi, kalor jenis didefinisikan sebagai banyakanya kalor yang
diperlukan oleh 1 kg benda untuk menaikkan atau menurunkan suhu benda
sebesar 1 atau 1 K. 34
Tabel 2. 2 Kalor Jenis dari berbagai zat35
No Zat Kalor Jenis
J.kg-1
. -1 kKal.kg
-1. -1
1. Air 4.200 1.000
2. Alkohol 2.400 580
3. Gliserin 2.400 580
4. Minyak tanah 2.200 550
5. Es 2.100 500
6. Uap air 2.010 480
34
Ibid., h. 204. 35
Ibid., h. 205.
24
No Zat Kalor Jenis
J.kg-1
. -1 kKal.kg
-1. -1
7. Kayu 1.700 400
8. Alumunium 900 210
9. Marmer 860 210
10. Besi/baja 450 110
11. Seng 390 90
12. Tembaga 390 90
13. Kuningan 380 90
14. Perak 230 60
15. Raksa 140 30
16. Emas 130 30
17. Timbal 130 30
Dari uraian tersebut, hubungan antara kalor dengan massa, perubahan
suhu, dan kalor jenis dirumuskan sebagai berikut.
(2.2)
Dengan
= kalor yang diserap/ dilepas benda (J);
= massa benda (kg);
= kalor jenis benda (J.kg-1
. -1);
= perubahan suhu ( ).
Kapasitas kalor didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan
untuk menaikkan suhu suatu benda sebesar 1 .
(2.3)
Dengan
= kapasitas kalor benda (J/ ).
Dengan menggunakan hubungan antara kalor dan kapasitas kalor,
perumusan atas dapat dituliskan kembali dalam bentuk yang lain, yaitu sebagai
berikut.36
36
Ibid.
25
(2.4)
6) Asas Black
Dua benda yang suhunya berbeda dicampur, maka akan terjadi aliran kalor
dari benda bersuhu lebih tinggi ke benda bersuhu lebih rendah hingga terjadi
kesetimbangan. Hal ini diselidiki oleh Joseph Black, seorang ilmuwan Inggris.
Black menemukan fakta bahwa banyaknya kalor yang dilepas zat yang suhunya
lebih tinggi sama dengan banyaknya kalor yang diterima oleh benda yang bersuhu
lebih rendah. Pernyatan tersebut disebut asas Black yang dalam bentuk persamaan
sederhana dapat ditulis,
Qlepas = Qditerima (2.5)
dengan Qlepas adalah banyaknya kalor yang dilepas oleh benda bersuhu lebih
rendah. Dalam hal ini diasumsikan taka da kalor yang terbuang.
Berdasarkan asas Black berlaku persamaan berikut:37
atau (2.6)
7) Perubahan Wujud Zat
Besar kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud benda sebanding
dengan massa benda dan nilai karakteristik benda itu yang mewakili suatu besaran
yang mewakili suatu besaran yang disebut kalor laten. Kalor laten suatu zat
didefinisikan sebagai besar kalor yang diperlukan oleh 1 kilogram zat tersebut
untuk berubah wujud. Kalor laten secara umum dilambangkan dengan L,
sedangkan massa benda dilambangkan dengan m sehingga kalor (Q) yang
diperlukan untuk mengubah wujud benda dapat dirumuskan dengan:38
Q = m . L (2.7)
Dalam SI, satuan kalor laten adalah joule per kilogram (J/kg). Ada dua
macam kalor laten sehubungan dengan perubahan wujud zat, yaitu kalor laten
lebur atau disingkat kalor lebur (Lb) dan kalor laten uap atau disingkat kalor uap
(Lu).
37
Sutejo, Fisika SMK/MAK Kelas X, (Bogor: Yudhistira, 2018), h. 165. 38
Ibid., h. 171.
26
Tabel 2.3 Kalor Laten Zat39
Zat Titik Lebur
( )
Kalor Lebur
(J.kg-1
)
Titik Didih
( )
Kalor Uap
(J.kg-1
)
Alumunium 660 2,45 x 104
2.450 1,14 x 104
Emas 1.063 6,45 x 104 2.660 1,58 x 10
6
Air 0 3,34 x 105 100 2,26 x 10
6
Raksa 507 1,18 x 104 903 2,72 x 10
5
8) Pemuaian
Benda akan mengalami pemuaian jika suhunya dinaikkan dan akan
menyusut jika suhunya diturunkan. Pemuaian dapat terjadi pada zat padat, zat cair
dan gas. Pemuaian pada zat pada zat padat dibedakan menjadi tiga, yaitu muai
panjang, luas, dan ruang (volume). Rumus untuk menentukan muai panjang, luas
dan volume pada zat padat dapat dilihat pada tabel 2.3.
Gas hanya mengalami pemuaian volume. Pemuaian pada gas dapat
berlangsung pada tekanan tetap, volume tetap atau suhu tetap. Perumusan
pemuaian pada gas mengikuti hukum Boyle-Gay Lussac.
atau
(2.8)
Dengan
V = volume gas (m3)
T = suhu mutlak gas (K)
P = tekanan gas (N.m-2
)
Tabel 2.4 Rumus Menentukan Muai Panjang, Luas dan Volume pada Zat Padat40
Muai panjang Muai luas Muai volume
39
Ibid, h. 172 40
Siti Wahyuni, op.cit., h. 217
27
9) Perpindahan Kalor
Perpindahan kalor dapat dibedakan menjadi tiga cara, yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi:
a) Konduksi
Konduksi kalor pada banyak zat dapat digambarkan sebagai hasil tumbukan
antar molekul. Tumbukan molekul mentransfer energi gerakan termal ke
sepanjang benda. Konduksi atau kecepatan aliran kalor dinyatakan oleh
hubungan,41
(2.9)
Di mana A adalah luas penampang suatu benda, l adalah jarak antara kedua
ujung, yang mempunyai temperature dan dan k adalah konstanta
pembanding atau konduktivitas termal yang merupakan karakteristik zat tersebut.
Zat-zat dimana k besar, menghantarkan kalor dengan baik dan cepat dinamakan
konduktor. Sedangkan zat-zat yang memiliki k yang kecil merupakan penghantar
kalor yang buruk atau isolator.42
Jadi, zat non logam umumnya merupakan
penghantar kalor yang buruk (isolator), termasuk air dan udara. Udara sebagai
isolator sering kita manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika malam hari,
udara terasa dingin sehingga kita sering tidur menggunakan selimut untuk
melindungi badan kita dari udara dingin. Udara yang terperangkap diantara badan
dan selimut berfungsi sebagai isolator, yang dapat menghambat perpindahan kalor
dari tubuh ke udara dingin di luar selimut yang menyebabkan badan kita tetap
hangat. Fenomena pada peristiwa konduksi dapat dilihat pada gambar 2.4.
41
Douglas C Giancoli, Fisika, Edisi 5, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2001), h. 501. 42
Ibid, h. 502
28
Gambar 2. 4 Aliran Panas Secara Konduksi Tidak Disertai Perpindahan Partikel.
b) Konveksi
Konveksi adalah proses dimana kalor ditransfer dengan pergerakan molekul
dari satu tempat ke tempat yang lain. Apabila konduksi hanya melibatkan molekul
yang bergerak dalam jarak dekat dan bertumbukan, maka konveksi melibatkan
pergerakan molekul dalam jarak yang lebih jauh.43
Jadi, konveksi merupakan
transfer energi dengan cara perpindahan massa menempuh jarak yang cukup jauh.
Proses konveksi dapat diamati pada air yang dimasak di atas kompor. Air
yang berada di dasar wadah mendapatkan kalor dari nyala api secara konduksi.
Kemudian suhu air di dasar wadah akan bertambah sehingga volumenya naik.
Kenaikan volume ini yang menyebabkan massa jenis air menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan air yang ada di bagian atas sehingga air menjadi lebih
ringan lalu bergerak ke atas. Perpindahan tersebut meninggalkan ruang kosong
yang langsung diisi oleh air yang belum panas dengan massa jenis lebih besar. Hal
ini akan terus terjadi sampai air bergerak dan terus berputar. Jadi, perpindahan
kalor secara konveksi dipengaruhi oleh perbedaan massa jenis fluida. Salah satu
contoh perpindahan kalor secara konveksi pada udara adalah peristiwa angin laut
dan angina darat, sedangkan perpindahan kalor secara konveksi pada air adalah
peristiwa air yang dimasak hingga mendidih seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.5 dan gambar 2.6.
43
Ibid., h. 504.
29
Gambar 2. 5 Perpindahan Kalor pada Peristiwa Angin Laut dan Angin Darat
Terjadi Secara Konveksi.
Gambar 2. 6 Perpindahan Kalor pada Air Mendidih Terjadi Secara Konveksi.
c) Radiasi
Setiap kehidupan di bumi ini bergantung pada transfer energi oleh matahari.
Energi ini ditransfer ke bumi melalui ruang yang hampa. Bentuk transfer energi
dari matahari ke bumi dalam kalor dinamakan radiasi. Radiasi pada intinya terdiri
dari gelombang elektromagnetik. Jadi, radiasi merupakan transfer energi oleh
gelombang elektromagnetik yang tidak memerlukan adanya materi, seperti dari
matahari. 44
44
Ibid., h. 507.
Sumber: mikirbae.com
30
Gambar 2. 7 Tubuh Menjadi Hangat Ketika Berada Dekat dengan Api Unggun.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan adalah:
1. Yoanna Nurul Asri dan Dadi Rusdiana (2016) pada Jurnal Internasional yang
berjudul “ICARE Model Integrated with Science Magic to Improvement of
Students’ Cognitive Competence In Heat and Temperature Subject”. Peneliti
menyimpulkan bahwa model ICARE terpadu dengan “Science Magic”dapat
meningkatkan kemampuan kognitif siswa pada materi suhu dan kalor.45
2. Mis Muharti (2016) pada tesis yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model
ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) terhadap
Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMK”. Peneliti
menyimpulkan bahwa model ICARE dapat meningkatkan kemampuan
kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa SMK pada materi elastisitas.46
3. Nori Agustini (2016) pada tesis yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend)
untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami dan Mengaplikasikan dalam
Konteks Dunia Nyata Siswa SMA”. Peneliti menyimpulkan bahwa penerapan
model ICARE dapat meningkatkan kemampuan memahami dan
45
Yoanna Nurul Asri and Dadi Rusdiana, ICARE Model Integrated with Science Magic to
Improvement of Students‟ Cognitive Competence In Heat and Temperature Subject, Advances in
Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), Vol. 57, 2017, p. 138. 46
Mis Muharti, “Pengaruh Penerapan Model ICARE (Introduction, Connect, Apply,
Reflect, and Extend) terhadap Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
SMK”, Tesis pada Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2016, h. 81, tidak
dipublikasikan.
Sumber: fisikaasyik90.blogspot.com
31
mengaplikasikan lebih baik dibandingkan dengan penerapan model
pembelajaran biasa.47
4. Yumiati dan Endang Wahyuningrum (2015) pada Jurnal Nasional yang
berjudul penelitian “Pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply,
Reflect, Extend) dalam Tutorial Online untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Mahasiswa UT”. Peneliti menyimpulkan bahwa
pembelajaran ICARE membuat pembelajaran e-learning efektif
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.48
5. Fery Hadi Sutrisno, dkk. (2017) pada jurnal Nasional yang berjudul
“Kemampuan Berpikir Kritis Siswa MAN 2 Tulungagung pada Materi Suhu
dan Kalor.” Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan
berpikir kritis siswa masih dalam kategori rendah dengan nilai rata-rata 30,69
dari skala 100.49
6. Yoni Sunaryo (2014) dalam jurnalnya “Model Pembelajaran Berbasis
Masalah untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif
Matematik Siswa SMA di Tasikmalaya” hasil penelitian ini menjelaskan
bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang pada
pembelajarannya menerapkan model pembelajaran berbasis masalah lebih
baik dari peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik yang
pada pembelajarannya menerapkan model pembelajaran langsung.50
7. Carni, dkk. (2017) dalam jurnal Internasional yang berjudul “An
Implementation of ICARE Aproach (Introduction, Connection, Application,
Reflection, Extension) to Improve The Creative Thinking Skills.” Hasil
47
Nori Agustini, “Penerapan Model ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and
Extend) untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami dan Mengaplikasikan dalam Konteks
Dunia Nyata Siswa SMA”, Tesis pada Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung,
2016, h. 80, tidak dipublikasikan. 48
Yumiati dan Endang Wahyuningrum, “Pembelajaran ICARE (Inroduction, Connect,
Apply, Reflect, Extend) dalam Tutorial Online Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis”, Infinity, Vol. 4, 2015, h. 182. 49
Fery Hadi Sutrisno, dkk. “Kemampuan Berpikir Kritis Siswa MAN 2 Tulungagung pada
Materi Suhu dan Kalor”, Pros. Seminar Pend. IPA Pascasarjana UM Vol. 2, 2017, h. 177. 50
Yoni Sunaryo, “Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa SMA di Tasikmalaya”, Jurnal
Pendidikan dan Keguruan. Vol. 1, 2014, h. 50.
32
penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran ICARE
dapat meningkatkan kemampuan berpikikir kreatif siswa dengan rata-rata
sebesar 0,52 dengan kategori sedang.51
8. Yoana Nurul Asri, dkk. (2016) dalam jurnalnya yang berjudul “Profil Sikap
pada Pembelajaran Suhu dan Kalor dengan Menggunakan Model
ICARE.”Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa model pembelajaran
ICARE berdampak baik terhadap profil sikap siswa SMA pada materi suhu
dan kalor. 52
9. Mamik Suendarti dan Hawa Liberna (2018) dalam jurnalnya yang berjudul
“The Effect of I-CARE Learning Model on Students‟ Metacognition.” Hasil
penelitian ini mengemukakan bahwa hasil kemampuan metakognitif
matematika siswa dengan model ICARE lebih baik daripada hasil
kemampuan metakognitif matematika siswa dengan model pembelajaran
kontruktivisme.53
10. Ida Wahyuni dan Deo Demonta Panggabean (2017) dalam jurnalnya yang
berjudul “Need Assesment untuk Pengembangan Buku Ajar Mata Kuliah
Fisika SMA Disertai LKM Berorientasi ICARE untuk meningkatkan
Kreativitas dan Keterampilan Sains Mahasiswa Pendidikan Fisika FMIPA
Universitas Negeri Medan.” Hasil penelitian ini menyatakan bahwa persepsi
dosen terhadap penggunaan LKM berorientasi ICARE dalam buku ajar fisika
SMA sangat dibutuhkan.54
11. Mahdian, dkk. (2019) dalam jurnalnya yang berjudul “Implementasi Model
Pembelajaran ICARE (Introduction-Connect-Apply-Reflect-Extend) terhadap
Keterampilan Proses Sains pada Materi Larutan Elektrolit dan Non
51
Carni, et al., An Implementation of ICARE Aproach (Introduction, Connection,
Application, Reflection, Extension) to Improve The Creative Thinking Skills, Journal of Physics:
Conf. series 812 012.022, 2017, p. 4. 52
Yoana Nurul Asri, dkk., “Profil Sikap pada Pembelajaran Suhu dan Kalor dengan
Menggunakan Model ICARE”, Prosiding SNIPS 2016, Vol. 2, 2016, h. 943. 53
Mamik Suendarti dan Hawa Liberna, The Effect of I-CARE Learning Model on
Students‟ Metacognition, Journal of Mathematics Education, Vol. 3, 2018, p. 45. 54
Ida Wahyuni dan Deo Demonta Panggabean, Need Assesment untuk Pengembangan
Buku Ajar Mata Kuliah Fisika SMA Disertai LKM Berorientasi ICARE untuk meningkatkan
Kreativitas dan Keterampilan Sains Mahasiswa Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri
Medan, Prosiding SNFA (Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya), 2017, h. 99.
33
Elektrolit.” Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa peningkatan
keterampilan proses sains siswa pada materi larutan elektrolit dan non
elektrolit yang belajar dengan model pembelajaran ICARE lebih tinggi
dibandingkan siswa yang belajar dengan model DI.55
12. Habibi Hidayat (2017) dalam jurnalnya yang berjudul “Implementation of
ICARE Learning Model Using Visualization Animation on Biotechnology
Course.” Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa nilai rata-rata hasil
belajar (middle test dan final test) bioteknologi mahasiswa FMIPA UI
mengalami peningkatan sebesar 75% pada middle test dan 68,63% pada final
test setelah diterapkan model pembelajaran ICARE berbantuan animasi
visual.56
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan penelitian Sutrisno dan Asri menunjukkan bahwa keterampilan
berpikir kritis siswa masih rendah. Keterampilan berpikir kritis merupakan
keterampilan berpikir yang penting untuk dilatihkan pada siswa karena
keterampilan tersebut sangat penting untuk kehidupan mereka di masa yang akan
datang. Salah satu penyebab kurangnya keterampilan berpikir kritis siswa yaitu
karena kerapkali dalam proses pembelajaran guru masih menjadi pusat
pembelajaran. Guru menjadi pusat pembelajaran sedangkan siswa hanya sebagai
objek penerima informasi saja. Sehingga siswa kurang mengoptimalkan
kemampuannya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir
kritis. Selain itu guru belum menstimulus keterampilan berpikir kritis siswa dan
banyak siswa yang menganggap konsep suhu dan kalor sebagai konsep yang sulit
untuk dipahami.
Berdasarkan permasalahan di atas dapat diatasi dengan melatih siswa
berpikir kritis melalui kegiatan pembelajaran. Guru sebagai tenaga pendidik harus
merancang kegiatan pembelajaran yang dapat melatihkan keterampilan berpikir
55
Mahdian, dkk., “Implementasi Model Pembelajaran ICARE (Introduction-Connect-
Apply-Reflect-Extend) terhadap Keterampilan Proses Sains pada Materi Larutan Elektrolit dan Non
Elektrolit”, Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), Vol. 5, 2019, p. 96. 56
Habibi Hidayat, Implementation of ICARE Learning Model Using Visualization
Animation on Biotechnology Course, AIP Conference Proceeding, 2017, p. 4.
34
kritis siswa agar kesuksesan dalam belajar lebih optimal. Salah satu model
pembelajaran yang dapat diterapkan untuk melatih keterampilan berpikir kritis
adalah model pembelajaran ICARE.
Model pembelajaran ICARE merupakan model pembelajaran aktif yang
berpusat pada siswa dengan guru sebagai fasilitator. Model pembelajaran ICARE
melibatkan siswa secara langsung untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran
sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Model pembelajaran ICARE juga
melatih siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri sehingga dapat
menumbuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, seperti keterampilan berpikir
kritis. Dengan menerapkan model ICARE siswa menjadi lebih aktif dalam
mengaplikasikan materi konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa akan
meningkat. Bagan kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.
35
Gambar 2. 8 Kerangka Berpikir.
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Masih rendah
Penyebab:
Siswa masih menganggap konsep Suhu dan Kalor sebagai
konsep yang sulit untuk dipahami.
Kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru
Guru kurang menstimulasi dan melatih keterampilan berpikir
kritis siswa.
Solusi: model pembelajaran ICARE
Siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran dan siswa dapat
memahami, berperan aktif dalam belajar, dan menstimulus kemampuan
berpikir kritis.
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Meningkat
36
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori-teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan,
maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu: “Penggunaan model ICARE
(Introduction, Connect, Apply, Reflect, Extend) berpengaruh terhadap
keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor”.
37
3. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan di SMK Nusantara 02 Kesehatan yang
berlokasi di Jl. Tarumanegara Dalam No. 01 Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Penelitian ini berlangsung selama 12 bulan, sedangkan untuk pengambilan data
dilakukan selama empat minggu dari tanggal 4 April sampai dengan 2 Mei 2019
pada semester genap tahun ajaran 2018/2019.
B. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode quasi
experimental (eksperimen semu). Metode quasi experimental (eksperimen semu)
merupakan sebuah metode yang bertujuan untuk mencari sebuah pengaruh dari
sebuah treatment (perlakuan) yang diberikan terhadap sebuah populasi atau
sampel, desain ini mempunyai kelas kontrol tetapi tidak dapat berfungsi
sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
pelaksanaan eksperimen.57
Metode ini digunakan untuk mengetahui perbedaan
tingkat keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor yang
diberikan pembelajaran dengan model ICARE dengan pembelajaran
konvensional. Desain penelitian ini menggunakan desain nonequivalent control
group design. Desain ini terdapat dua kelas (kelas eksperimen dan kelas kontrol)
yang tidak dipilih secara acak.58
Kedua kelas yang digunakan pada pelaksanaan penelitian ini diberikan
perlakuan yang berbeda. Kelas pertama diberikan perlakuan dengan model
pembelajaran ICARE sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas kedua dijadikan
kelas kontrol dengan model pembelajaran konvensional sesuai dengan yang biasa
digunakan guru disekolah tempat penelitian berlangsung.
Kedua kelas tersebut akan diberikan tes awal (pretest) sebelum dilakukan
perlakuan dan tes akhir (posttest) setelah dilakukan perlakuan dan hasil dari kedua
57
Sugiyono, Metode penelitian kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2016), h. 116. 58
Ibid., h. 118.
38
kelas tersebut dibandingkan oleh peneliti. Desain penelitian ini dapat dilihat dalam
rancangan sebagai berikut:59
Tabel 3. 1 Desain Penelitian
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2
Keterangan:
X1 : Pembelajaran berdasarkan model pembelajaran ICARE
X2 : Pembelajaran konvensional
O1 : Test awal (Pretest) sebelum diberikan perlakuan
O2 : Test akhir (Posttest) sesudah diberikan perlakuan
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini memiliki tiga tahap prosedur penelitian yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahapan awal dari penelitian. Tahapan ini
meliputi merumuskan masalah yang akan diteliti; studi pendahuluan berupa
wawancara guru; penyusunan RPP; menganalisis beberapa sumber referensi;
pembuatan instrumen tes. Kemudian instrumen tes yang telah disusun divalidasi
oleh beberapa ahli dan siswa untuk menguji kelayakan instrumen yang digunakan
untuk pretest dan posttest sebagai tes pengukuran variabel yang akan dicapai.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan atau tahap pengambilan data dimulai dengan
memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui
kemampuan awal peserta didik terhadap konsep fisika yang akan dipelajari.
Kemudian, dilanjutkan dengan memberikan perlakuan pembelajaran kepada kelas
eksperimen menggunakan model pembelajaran ICARE, sedangkan kelas kontrol
menggunakan pembelajaran konvensional. Setelah proses pembelajaran dan
pembelajaran selesai, peserta didik diberikan posttest untuk mengetahui adanya
59
Ibid.
39
pengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik pada materi suhu dan
kalor.
3. Tahap Akhir
Tahap akhir merupakan tahapan analisis dan pelaporan. Pada tahap ini,
peneliti akan melakukan pengolahan dan menganalisis data yang diperoleh selama
pelaksanaan pembelajaran. Kemudian, peneliti akan menguji hipotesis penelitian
hingga penarikan kesimpulan. Prosedur penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1
berikut.
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian yaitu suatu atribut yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.60
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas (Independent) dan
variabel terikat (Dependent). Variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian
ini adalah:
1. Variabel Bebas (Independent), yaitu Model Pembelajaran ICARE.
60
Ibid., h.64.
Tahap Awal
Merumuskan masalah
Studi pendahuluan (wawancara)
Menyusun RPP dan pembuatan instrumen tes
Menyelesaikan perizinan uji instrumen dan penelitian
Menguji kelayakan instrumen penelitian
Menganalisis data hasil uji kelayakan instrumen
Tahap Pelaksanaan
Pretest
Pembelajaran menggunakan model pembelajaran ICARE
Posttest
Tahap Akhir
Menganalisis data hasil penelitian
Menguji Hipotesis
Penarikan kesimpulan penelitian
Gambar 3. 1 Prosedur Penelitian
40
2. Variabel Terikat (Dependent), yaitu Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada
Materi Suhu dan Kalor.
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.61
Populasi pada penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas X di SMK Nusantara 02 Kesahatan Ciputat tahun
ajaran 2018/2019.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.62
Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa kelas X-2 Keperawatan sebagai kelas eksperimen
dan X-1 Farmasi sebagai kelas kontrol.
Teknik pemilihan sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan
tertentu.63
Pengambilan sampel dengan teknik ini bertujuan untuk menentukan
kelas yang akan dijadikan subjek penelitian, sehingga dari beberapa kelas yang
menjadi populasi diambil dua kelas yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel
penelitian.
F. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua tahapan dalam Teknik pengumpulan data pada penelitian ini
yaitu tahap pertama dengan melakukan wawancara pada beberapa guru fisika di
Tangerang Selatan untuk mengetahui proses pembelajaran yang dilakukan dan
keterampilan berpikir kritis peserta didik. Pada tahap kedua ketika
berlangsungnya pembelajaran dengan memberikan tes pada kelompok eksperimen
dan kontrol. Tes adalah kumpulan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk
mengukur pengetahuan, keterampilan maupun bakat yang dimiliki oleh
seseorang.64
61
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi V.
(Jakarta: Rineka Cipta, 2002). h. 108.
62 Ibid. h. 109.
63 Sugiyono. loc. cit., h.126
64 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2013), cet. 15, h. 193
41
Tes yang digunakan berupa pretest yang diberikan sebelum perlakuan dan
posttest yang diberikan setelah diterapkan model pembelajaran ICARE pada kelas
eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian.65
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian adalah instrumen tes. Instrumen
tes dalam penelitian ini berupa soal uraian yang bertujuan untuk mengukur
keterampilan berpikir kritis peserta didik yang memenuhi indikator tes, yaitu (1)
bertanya dan menjawab pertanyaan; (2) menganalisis argumen; (3) menilai
kredibilitas dari sebuah sumber; (4) menilai laporan observasi; (5) membuat dan
menentukan hasil pertimbangan; (6) menilai suatu definisi; (7) berinteraksi
dengan orang lain. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal
uraian yang terdiri atas 11 soal dan diberikan kepada peserta didik kelas X SMK
Nusantara 02 kesehatan Kota Tangerang Selatan.
Kisi-kisi instrumen tes keterampilan berpikir kritis siswa dapat dilihat pada
tabel 3.2.
Tabel 3. 2 Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Berpikir Kritis
No Sub Materi Kelompok Sub Indikator
Berpikir Kritis No Soal Jumlah
1. Suhu dan
Kalor
Klarifikasi dasar
Menjawab
pertanyaan
klarifikasi
3* 1
Klarifikasi
lanjut
Menilai definisi
yang telah dibuat
1* dan
13* 2
2.
Pemuaian
dan
Perubahan
Wujud zat
Klarifikasi dasar
Menjawab
pertanyaan
klarifikasi
4* dan 9 1
65
Sugiyono, op. cit., h. 148
42
No Sub Materi Keterampilan
Berpikir Kritis
Sub Indikator
Berpikir Kritis No Soal Jumlah
Dasar dalam
mengambil
keputusan atau
dukungan
Mempertimbangkan
prosedur yang tepat 5* dan 6 1
Inferensi
Membuat dan
menentukan hasil
pertimbangan
berdasarkan fakta
12* 1
Mengatur
strategi dan
taktik
Mengatur strategi
yang logis
14 dan
15* 1
3.
Azas Black
dan
Perpindahan
Kalor
Dasar dalam
mengambil
keputusan atau
dukungan
Menilai laporan
observasi 7* dan 8 1
Kemampuan
memberikan alasan 16* 1
Inferensi
Membuat dan
menentukan hasil
pertimbangan
berdasarkan adanya
alternatif
11* 1
Klarifikasi dasar
Mengidentifikasi
alasan 2* 1
Menjawab
pertanyaan
klarifikasi
10* 1
43
H. Kalibrasi Instrumen Tes
Kalibrasi instrumen digunakan untuk mengetahui kualitas dan kelayakan
instrumen yang digunakan. Sebelum instrumen tes digunakan pada sampel,
terlebih dahulu diuji cobakan pada siswa yang sudah mempelajari materi suhu dan
kalor. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari setiap butir soal.
Berikut uji coba yang dilakukan peneliti dengan bantuan Software anates A4.
1. Uji Validitas
Pada uji validitas dilakukan melalui dua tahap yaitu validitas konstruk dan
validitas lapangan.
a. Validitas Konstruk
Validasi konstruk pada penelitian ini menggunakan pendapat ahli
(Judgement expert) untuk menilai kesesuaian antara instrumen dengan aspek yang
diukur. Jumlah tenaga ahli yang digunakan minimal tiga orang sesuai dengan
lingkup yang diteliti. Validitas konstruk ini memiliki dua aspek yang dapat
diukur, yaitu aspek materi meliputi kesesuaian isi materi fisika dalam soal dengan
materi fisika yang digunakan dalam penelitian yaitu suhu dan kalor dan aspek
pendidikan meliputi kesesuaian indikator soal dengan indikator berpikir kritis,
indikator pembelajaran yang tercantum pada RPP, serta kaidah penulisan soal.
b. Validitas Lapangan
Validitas lapangan dilakukan setelah pengujian konstruk oleh ahli dengan
uji coba instrumen. Instrumen tersebut di uji cobakan pada sampel darimana
populasi diambil dengan jumlah sampel yang digunakan 37 siswa pada kelas XII-
1 Keperawatan SMK Nusantara 02 Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
Hasil validitas lapangan dapat dihitung menggunakan rumus product
moment (rxy) dari persen yang dinyatakan secara matematis pada persamaan 3.1.66
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑ (3.1)
Keterangan:
rxy = Koefisien Korelasi antara variabel X dan variabel Y
66
Suharsimi Arikunto. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2, (Jakarta: Bumi
Aksara,2006), h. 87.
44
N = Jumlah responden
X = Skor item
Y = Skor total
Untuk mengetahui valid atau tidak validnya suatu butir soal (item), maka rxy
hitung dibandingkan dengan rxy tabel Product moment.
Tabel 3. 3 Kategori Validitas
Interpretasi besarnya koefisien korelasi dan hasil uji validasi instrumen tes
dapat dilihat pada tabel 3.4 dan tabel 3.5.
Tabel 3. 4 Interpretasi Koefisien Korelasi67
Koefisien Korelasi Kriteria Validitas
0,81 ˂ rxy ≤ 1,00 Sangat Tinggi
0,61 ˂ rxy ≤ 0,80 Tinggi
0,41 ˂ rxy ≤ 0,60 Cukup
0,21 ˂ rxy ≤ 0,40 Rendah
0,00 ˂ rxy ≤ 0,20 Sangat Rendah
67
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 257.
Ketentuan nilai rtabel Kategori
rxy ≥ rtabel Valid
rxy ˂ rtabel Tidak Valid
45
Hasil uji validitas instrumen tes dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3. 5 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes
Statistik Butir Soal
Jumlah Soal 16
Jumlah Siswa 37
Nomor Soal yang Valid 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 15, 16
Jumlah Soal yang Valid 13
Presentase Soal yang Valid 81,25%
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui keajegan instrumen
dalam tes yang diukur. Artinya jika hasil tes tersebut dapat memberikan hasil yang
tetap maka tes tersebut dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang
tinggi.68
Uji reliabilitas dapat dilakukan dengan cara menghitung koefisien
reliabilitas, rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas tes uraian
menggunakan rumus Alpha, yaitu:69
(
) ( ∑
) (3.2)
Keterangan:
r = Jumlah butir soal
= Varians butir soal
= Varians skor total
68
Arikunto, op.cit., h. 100. 69
Ibid., h. 122.
46
Kriteria penafsiran indeks reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.6.70
Tabel 3. 6 Kriteria Penafsiran Indeks Reliabilitas
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,80 ˂ rxy ≤ 1,00 Sangat Tinggi
0,60 ˂ rxy ≤ 0,80 Tinggi
0,40 ˂ rxy ≤ 0.60 Cukup
0,20 ˂ rxy ≤ 0,40 Rendah
0,00 ˂ rxy ≤ 0,20 Sangat Rendah (Tidak Valid)
Pengujian relabilitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan Software
Anates A4 untuk menguji reliabilitas, kemudian output indeks koefisien
reliabilitas ditafsirkan dalam kriteria reliabilitas di atas. Hasil uji reliabilitas dapat
dilihat pada tabel 3.7 berikut:
Tabel 3. 7 Hasil Uji Reliabilitas
Statistik Reliabilitas
r11 0,95
Kesimpulan Sangat tinggi
3. Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu
sukar.71
Soal yang dibuat terlalu mudah merangsang siswa untuk meningkatkan
kemampuan berpikirnya, sebaliknya soal yang terlalu sukar membuat siswa
menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena
terlalu jauh dari jangkauan kemampuan berpikirnya. Adapun persamaan untuk
menentukan tingkat kesukaran:
(3.3)
Keterangan :
P = Indeks Kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal benar
70
Ibid., h. 89. 71
Ibid., h. 223.
47
Js = Jumlah seluruh peserta tes
Klasifikasi yang lebih rinci mengenai nilai-nilai tingkat kesukaran dapat
dilihat pada tabel 3.8 berikut:72
Tabel 3. 8 Klasifikasi Indeks Kesukaran
No Rentang Nilai Kriteria
1 0,00 – 0,30 Sukar
2 0,30 – 0,70 Sedang
3 0,70 – 1,00 Mudah
Berikut kriteria tingkat kesukaran butir soal berdasarkan hasil analisis pada
16 soal yang diuji cobakan, diperoleh hasil analisis tingkat kesukaran butir soal
pada tabel 3.9.
Tabel 3. 9 Hasil Uji Taraf Kesukaran
Tingkat Kesukaran
Butir Soal
Jumlah Soal Presentase
Mudah 1 6,25%
Sedang 11 68,75%
Sukar 2 12,50%
Sangat Sukar 2 12,50%
Jumlah 16 100%
4. Daya Pembeda
Daya Pembeda merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
72
Ibid., h. 225.
48
rendah.73
Untuk menghitung daya pembeda dapat ditentukan dengan persamaan
berikut.74
(3.4)
Keterangan:
D = Indeks daya pembeda
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
JA = Proporsi peserta kelompok atas
JB = Proporsi peserta kelompok bawah
Adapun kriteria daya pembeda suatu butir soal didasarkan pada klasifikasi
yang dapat dilihat pada tabel 3.10.75
Tabel 3. 10 Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Klasifikasi
Negative Drop
0,00 – 0,20 Buruk
0,21 – 0,40 Cukup
0,41 – 0,70 Baik
0,71 – 1,00 Baik Sekali
73
Ibid., h.226. 74
Ibid., h. 228. 75
Ibid., h. 232.
49
Berikut kriteria daya pembeda berdasarkan hasil analisis pada 16 soal yang
diujicobakan dapat dilihat pada Tabel 3.11.
Tabel 3. 11 Hasil Uji Daya Pembeda
Kriteria Daya
Pembeda
Butir Soal
Jumlah Soal Presentase
Drop - -
Buruk 3 18,75%
Cukup 7 43,75%
Baik 6 37,50%
Sangat Baik - -
Jumlah 16 100%
I. Teknik Analisis Data
Data yang nantinya diperoleh melalui instrumen penelitian selanjutnya
akan diolah dan dianalisis dengan maksud agar hasilnya dapat menjawab
pertanyaan penelitian dan menguji hipotesis.76
Analisis data pada penelitian ini
menggunakan software SPSS untuk menguji normalitas, homogenitas, dan
hipotesis.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji asumsi yang digunakan untuk mengecek
apakah populasi data terdistribusi normal atau tidak.77
Teknik yang digunakan
untuk menguji normalitas dalam penelitian ini adalah uji Kolmogorof-Smirnov
dan Shapiro Wilk dengan bantuan Software Product and Service Solution (SPSS),
dengan langkah-langkah sebagai berikut:78
a. Tetapkan hipotesis statistik.
1) H0 = Data berasal dari populasi berdistribusi normal
76
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan RnD, (Bandung: Alfabeta,2011),
h.147. 77
Syofian Siregar, Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Bumi Aksara,
2014), h. 153. 78
Ibid.
50
2) H1 = Data berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
b. Gunakan taraf signifikan α = 5%.
c. Setelah melakukan pengolahan data, perhatikan nilai yang ditunjukan oleh
significance (sig.) pada output yang dihasilkan untuk memutuskan hipotesis
yang akan dipilih.
d. Kriteria pengambilan keputusan adalah:
1) Jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak
2) Jika signifikansi ≤ 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.
2. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas merupakan pengujian terhadap sebuah objek (kelas
eksperimen dan kelas kontrol) yang bertujuan untuk mengetahui apakah objek
tersebut memiliki varian data yang sama (homogen) atau tidak79
. Uji homogenitas
dalam penelitian ini menggunakan uji One Way Anova pada Software Product and
Service Solution (SPSS) dengan langkah-langkah sebagai berikut:80
a. Tetapkan hipotesis statistik
1) Ho = tidak ada perbedaan varian nilai dari kedua kelas (homogen)
2) H1 = ada perbedaan varian nilai dari kedua kelas (tidak homogen)
b. Gunakan taraf signifikan α = 0,05
c. Perhatikan significance (sig.) pada output setelah pengolahan data
d. Perhatikan kriteria pengambilan keputusan dibawah ini:
1) Jika sig. > 0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak, yaitu kedua kelas memiliki
varian nilai yang sama (homogen)
2) Jika sig. ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima, yaitu kedua kelas memiliki
varian nilai yang berbeda (tidak homogen)
3. Uji Hipotesis
Untuk mengetahui pengaruh pada penerapan model pembelajaran ICARE
secara signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada penelitian ini
menggunakan uji hipotesis yang dilakukan dengan bantuan Software Product and
Service Solution (SPSS). Uji hipotesis yang digunakan dalam tahap ini harus
79
Ibid,. h. 167. 80
Ibid,. h. 168.
51
sesuai dengan asumsi-asumsi statistik (uji normalitas dan uji homogenitas) yang
telah dilakukan. Langkah-langkah uji hipotesis menggunakan bantuan software
SPSS sebagai berikut:81
a. Tetapkan hipotesis statistik
1) Ho = tidak terdapat perbedaan rata-rata pretest hasil belajar siswa pada kedua
kelas
2) H1 = terdapat perbedaan rata-rata pretest hasil belajar siswa pada kedua kelas
b. Gunakan taraf signifikan α = 0,05
c. Perhatikan significance (2-tailed) pada output setelah pengolahan data
d. Perhatikan kriteria pengambilan keputusan dibawah ini:
1) Jika sig. (2-tailed) > 0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak, yaitu tidak
terdapat perbedaan rata-rata pretest hasil belajar siswa pada kedua kelompok
2) Jika sig. (2-tailed) ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima, yaitu terdapat
perbedaan rata-rata pretest hasil belajar siswa pada kedua kelompok
4. N-Gain (Normal Gain)
Gain merupakan selisih antara nilai posttest dan pretest yang menunjukkan
peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran. Uji
N-gain digunakan untuk mengetahui “judgement nilai” hasil peningkatan yang
terjadi (tinggi/sedang/rendah).82
N-Gain (Normalized Gain) digunakan untuk
mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil N-Gain dapat
diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut.83
(3.7)
81
Ibid., h. 178. 82
Yanti Herlanti, Buku Saku Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains, (Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h.76. 83
Karman La Nani and Yaya S. Kusumah, The Effectiveness Ofict-Assisted Project Based
Learning In Enhancing Students’ Statistical Communication Ability, International Journal of
Education and Research: Vol.3 No. 8 August 2015, h. 190.
52
Kriteria pengujian N-Gain menurut Hake dapat dilihat pada tabel 3.12.84
Tabel 3. 12 Kriteria Pengujian N-Gain
Nilai N-Gain (g) Kriteria
N-gain < 0,3 Rendah
N-gain 0,3 – 0,7 Sedang
N-gain > 0,7 Tinggi
84
Ibid., h. 191.
68
4. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Model pembelajaran ICARE memiliki pengaruh terhadap keterampilan
berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor. Hal tersebut berdasarkan
pada hasil uji hipotesis dengan sig. (2-tailed) sebesar 0,01 (sig. (2-tailed)
0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya ada
perbedaan rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Dengan demikian, model pembelajaran ICARE
berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis siswa.
2. Keterampilan berpikir kritis siswa pada setiap indikator berpikir kritis yang
digunakan dalam penelitian mengalami peningkatan setelah penerapan model
ICARE dalam pembelajaran. Hal ini berdasarkan hasil uji N-gain dengan rata-
rata peningkatan per indikator berpikir kritis sebesar 0,59 dengan kategori
sedang.
B. Saran
Berdasarkan temuan hasil penelitian, saran yang dapat dipertimbangkan
antara lain:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dengan model
ICARE dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa, sehingga
model pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai pilihan utama dalam
melakukan pembelajaran fisika yang bisa melibatkan siswa secara aktif dan
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
2. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada sub indikator
mengidentifikasi alasan, menilai laporan observasi berdasarkan kriteria
catatan observasi dan mengatur strategi yang logis masih dalam kategori
rendah, disarankan untuk penelitian selanjutnya kegiatan praktikum
disesuaikan dengan indikator soal pada tahapan apply sehingga siswa dapat
lebih melatihkan berpikir kritis pada sub indikator tersebut secara langsung.
69
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, Nori. “Penerapan Model ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect,
and Extend) untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami dan
Mengaplikasikan dalam Konteks Dunia Nyata Siswa SMA”, Tesis pada
Pascasarjana UPI Bandung: 2016. tidak dipublikasikan.
Ananda, Rusyidi, dan Rafida, Tien. Pengantar Evaluasi Program Pendidikan.
Medan: Perdana Mulya Sarana, 2017.
Arifin, Zainal, Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi
V. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
-------, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Ed. Jakarta: Rineka Cipta,
2013.
Asri, Y.N., dan Rusdiana, Dadi. ICARE Model Integrated with Science Magic to
Improvement of Students‟ Cognitive Competence in Heat and Temperature
Subject. Advances in Social Science, Education and Humanities Research
(ASSEHR). 57, 2016.
Asri, Y.N., dkk. Profil Sikap pada Pembelajaran Suhu dan Kalor dengan
Menggunakan Model ICARE. Prosiding SNIPS 2016. 2, 2016.
Byrum, D.C. Instructional Development Using the ICARE model with Novice
Designers. In R. McBride & M. Searson (Eds.), Procedings of Society for
Information Tecnology & Teacher Educational International Conference.
Association for the Advancement of Computing in Education (AAC). 2013.
Carni, et al. An Implementation of ICARE Approach (Introduction, Connection,
Application, Reflection, Extension) to Improve The Creative Thinking
Skills. Journal of Phisics; Conference Series. 812, 2017.
DBE3, Integrasi Kecakapan Hidup dalam Pembelajaran,Jakarta: USAID-DBE3
Life Skills for youth, 2007.
Ennis, Robert H, Critical Thinking. 1996.
-------, Robert H, The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking
Disposition and Abilities. University of Lillinois. 1996.
Fisher, Alec, Bepikir Kritis:Sebuah pengantar. Jakarta:Erlangga, 2009.
Giancoli, D.C., Fisika, Edisi 5, Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2001.
70
Hidayat, Habibi. Implementation of ICARE Learning Model Using Visualization
Animation on Biotechnology Course. AIP Conference Proceeding. 2017.
Hoffman, Bob., dan Ritchie, Donn. Teaching and Learning Online: Tools,
Templates, and Training. Educational Resources Information Center
(ERIC), document resume, 1998.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Silabus SMK/MAK Mata Pelajaran
Fisika. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017.
Krisnawati, P.Y. dkk. Penerapan Model Pembelajaran ICARE (Introduction
Connection Application Reflection Extension) untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Kumpulan Artikel
Mahasiswa pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI). 3, 2014.
La Nani, Karman and Kusumah, Yaya S. “The Effectiveness Ofict-Assisted
Project Based Learning In Enhancing Students‟ Statistical Communication
Ability, International Journal of Education and Research. 3, 2015.
Mahdian, dkk. Implementasi Model Pembelajaran ICARE (Introduction-Connect-
Apply-Reflect-Extend) terhadap Keterampilan Proses Sains pada Materi
Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA
(JPPIPA). 5, 2019.
Maskur, Ali dkk. Pembelajaran Matematika dengan Strategi ICARE Beracuan
Konstruktivisme untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Materi
Dimensi Tiga. Journal of Primary Education. 1, 2012.
McGregor, Debra, Developing Thinking: Developing Learning: A Guide to
Thinking Skills In Education. (New York: McGraw-Hill), 1997.
Muharti, Mis. “Pengaruh Penerapan Model ICARE (Introduction, Connect,
Apply, Reflect, Extend) terhadap Kemampuan Kognitif dan Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa SMK”, Tesis pada Pascasarjana UPI Bandung: 2016.
tidak dipublikasikan.
OECD, “Programme For International Student Assassment (PISA) 2015”, 2016.
Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.
Razak, D.A. Wawancara. Tangerang Selatan, 17 April 2018.
Rosnawati, “Enam Tahapan Aktivitas dalam Pembelajaran Matematika untuk
Mendayagunakan Berpikir Tingkat Tingginya”, Makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Revitalisasi MIPA dan Pendidikan MIPA dalam Rangka
Penguasaan Kapasitas Kelembagaan dan Profesionalisme Menuju WCU. 16
Mei. Yogyakarkat: FMIPA UNY 2009.
71
Siregar, Syofian. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Bumi
Aksara. 2014.
Suendarti, Mamik dan Liberna, Hawa. The Effect of I-CARE Learning Model on
Students‟ Metacognition. Journal of Mathematics Education. 3, 2018.
Sugiyono, Metode penelitian kombinasi. Bandung: Alfabeta, 2016.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2011.
Sulistyo, Joko, 6 Hari jago SPSS 17. Yogyakarta: Cakrawala, 2011.
Sutejo. Fisika. Bogor: Yudhistira, 2018.
Sutrisno, F.H. dkk. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa MAN 2 Tulungagung pada
Materi Suhu dan Kalor. Pros. Seminar Pend. IPA Pascasarjana. 2, 2017.
Utami, W.B. dkk. Developments of Instructional Design ICARE Assisted
Learning Process, Advances in Social Science, Education and Humanities
Research.128, 2017.
Wahyuni, Ida dan Panggabean, D.D. Need Assesment untuk Pengembangan Buku
Ajar Mata Kuliah Fisika SMA Disertai LKM Berorientasi ICARE untuk
Meningkatkan Kreativitas dan Keterampilan Sains Mahasiswa Pendidikan
Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan. Prosiding SNFA (Seminar
Nasional Fisika dan Aplikasinya). 2017
Wahyuni, Siti. Fisika Jilid 1 untuk SMK dan MAK Kelas X. Jakarta: Sinektika
Parbuesa, 2014.
Yumiati dan Wahyuningrum, Endang. Pembelajaran ICARE (Introduction,
Connect, Apply, Reflect, Extend) dalam Tutorial Online untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa UT. Infinity. 4,
2015.
72
top related