PENGARUH KEPEMIMPINAN RANSFORMASIONAL KEPALA …digilib.unila.ac.id/59331/12/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · pengaruh kepemimpinan trasformasional kepala sekolah, budaya organisasi
Post on 19-Oct-2020
12 Views
Preview:
Transcript
PENGARUH KEPEMIMPINAN RANSFORMASIONAL
KEPALA SEKOLAH, BUDAYA ORGANISASI DAN
KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP
PROFESIONALISME GURU SMK NEGERI
Tesis
Oleh
JUNI SURYANADI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
i
ABSTRACK
THE INFLUENCE OF THE LEADERSHIP OF HEAD MASTER
TRANFOMATIONAL, ORGANIZATIONAL CULTURE AND
EMOTIONAL INTELLIGENCE TO IMPROVE THE
PROFESSIONALISM OF VOCATION TEACHERS
By
JUNI SURYANADI
The purpose of this study was to find out, test and analyze the influence of
principals' transformational leadership, organizational culture and emotional
intelligence on the professionalism of teachers of state vocational schools. This
research was a quantitative descriptive research with data collection techniques in
the form of questionnaires. Hypothesis testing was used simple and multiple linear
regression analysis. The population in this study were 181 teachers who were
certified with the sampling technique using the Slovin formula to obtain 124
samples. The results of the study generally showed a positive and significant
influence between principals' transformational leadership to teacher
professionalism was 31,5%. Organizational culture has a positive and significant
effect on teacher professionalism by 12%. Emotional intelligence has a positive
and significant effect on teacher professionalism of 9,9%. It could be said that
principal's transformational leadership, organizational culture and emotional
intelligence have a positive and significant effect on the professionalism of state
Vocational School teachers.
Key words: transformational leadership, the culture of organization, emotion
intelligence, teachers professionalism.
ii
ABSTRAK
PENGARUH KEPEMIMPINAN TRASFORMASIONAL KEPALA
SEKOLAH, BUDAYA ORGANISASI DAN KECERDASAN
EMOSIONAL TERHADAP PROFESIONALISME GURU
SMK NEGERI
Oleh
JUNI SURYANADI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menguji dan menganalisis
pengaruh kepemimpinan trasformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan
kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru SMK Negeri. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data
berupa kuisoner. Pengujian hipotesis digunakan analisis regresi linier sederhana
dan berganda. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 181 guru yang sudah
bersertifikasi dengan teknik pengambilan sampel mengunakan rumus Slovin
sehingga diperoleh sampel 124. Hasil penelitian secara umum menunjukan
pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan trasformasional kepala
sekolah terhadap perofesionalisme guru sebesar 31,5%. Budaya organisasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap profesionalisme guru sebesar 12%.
Kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
profesionalisme guru sebesar 9,9%. Secara keseluruhan kepemimpinan
trasformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan kecerdasan emosional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap profesionalisme guru SMK Negeri.
Kata kunci: kepemimpinan trasformasional, budaya organisasi, kecerdasan
emosional, profesionalisme guru.
iii
PENGARUH KEPEMIMPINAN RANSFORMASIONAL
KEPALA SEKOLAH, BUDAYA ORGANISASI DAN
KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP
PROFESIONALISME GURU SMK NEGERI
Oleh
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Pada
Program Studi S2 Magister Administrasi Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
JUNI SURYANADI
vii
RIWAYAT HIDUP
Peneliti dilahirkan di desa Batu Kebayan, Kabupaten
Lampung Barat pada tanggal 21 Juni 1993, dengan nama
Juni Suryanadi sebagai anak pertama dari dua
bersaudara, dari Bapak Gendro Utomo dan Ibu
Anggarsih. Peneliti memulai pendidikan Sekolah Dasar
di SD Negeri 1 Nusa Jaya Kabupaten Oku Timur yang
dilselesaikan pada tahun 2006. Peneliti melanjutkan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Nusa Bakti Kabupaten OKU Timur yang
diselesaikan pada tahun 2009. kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat yang
diselesaikan pada tahun 2012. Setelah selasai pendidikan SMA penulis
melanjutkan pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha (STIAB
Smaratungga) di kabupaten Boyolali, Jawa Tengah yang diselesaikan pada tahun
2016. Pada September 2017 penulis melanjutkan pendidikan S2 di Universitas
Lampung mengambil jururusan Magister Manajemen Pendidikan.
viii
MOTO
Pembelajaran tidak didapat dengan kebetulan. Ia harus dicari dengan semangat
dan disimak dengan tekun.
(Abigail Adams)
ix
PERSEMBAHAN
Terpujilah Sanghyang Adi Buddha, Bhagawa Yang Mahasuci, yang telah
mencapai Penerangan Sempurna dan semua Boddhisattva Mahasattvaya. Dengan
penuh bakti dan kerendahan hati penulis mempersembahkan karya ini kepada:
1. Almamater tercinta.
2. Bapak Gendro Utomo dan Ibu Anggarsih yang telah melahirkan dan
memberikan kehidupan yang baik.
3. Mbah Purwanto adalah sosok Kakek yang selalu mendorong untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
4. Y.M. Suhu Nyana Maitri Maha Stavira, guru spiritual yang mengajarkan sifat-
sifat Boddhisattva.
5. MBI Provinsi Lampung yang selalu memberikan dukungan dan doa yang
terbaik bagi penulis.
6. Bapak Ibu dosen Pasca Sarjana Universitas Lampung.
7. Teman-teman Mahasiswa.
x
SANWACANA
Terpujilah Sanghyang Adi Buddha, Bhagawa Yang Mahasuci, yang telah
mencapai Penerangan Sempurna dan semua Boddhisattva Mahasattvaya, sehingga
penulis mampu menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh kepemimpinan
trasformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan kecerdasan emosional
terhadap profesionalisme guru SMK Negeri” adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Megister Manajemen Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, selaku Rektor Universitas Lampung yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh Pendidikan di
Pacasarjana Administrasi Pendidikan Universitas Lampung.
2. Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D., selaku Direktur Pacasarjana Universitas
Lampung yang telah memberikan arahan dan kemudahan.
3. Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan Falkutas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung yang telah memfasilitasi penelitian ini.
4. Drs. Riswandi, M.Pd., selaku Kertua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung yang telah memfasilitasi penelitian ini.
5. Dr. Sowiyah, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Magister Administrasi
Pendidikan Universitas Lampung, sekaligus sebagai dosen penguji pertama
yang memberikan saran dan masukan serta selalu mendorong dan memberi
arahan dalam menyelesaikan penulisan ini.
xi
6. Prof. Dr. Sujarwo, M.S selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, dan masukan-masukan dengan kesabaran danpenuh dengan
ketelitian sehingga mendorong penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
7. Dr. Riswanti Rini, M.Si., selaku pembimbing II yang selalu menyempatkan
waktu untuk membing dengan penuh kesabaran, banyak masukan dan arahan
yang menjadikan dorongan untuk menyelesaikan tesis ini dengan baik.
8. Dr. Irawan Suntoro, M.S., selaku dosen penguji ke dua yang telah memberikan
saran dan masukan kepada tesis ini agar menjadi sebuah karya tulis yang baik.
9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Manajemen Pendidikan
Universitas Lampung yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang
bermanfaat sebagai bekal pengetahuan yang sangat berharga.
10. Seluruh Seluruh Kepala Sekolah Negeri di Kota Metro yang telah mengijinkan
penulis untuk melakukan penelitian serta para guru yang telah menyediakan
waktu untuk mengisi angket penelitian.
11. Sahabat-sahabat Mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Universitas
Lampung ankatan tahun 2017 yang selalu memberikan semangat dan dorongan
untuk menyelesaikan tesis dengan cepat.
Penulis mengharapkan setiap tulisan yang terangkai dalam sebuah kalimat dapat
menjadikan pengetahuan bagi pembaca. Semoga dengan bantuan dan dukungan
yang diberikan dapat menjadikan tesis ini sebagai bacaan yang bermanfaat bagi
kita semua.
Bandar Lampung, 12 September2019
Juni Suryanadi
xi
DAFTAR ISI
Halaman
APSTRAK .............................................................................................. i
HALAMAN JUDUL .............................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ................................................................................. vii
MOTO ..................................................................................................... viii
PERSEMBAHAN ................................................................................... ix
SANWACANA ....................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah .................................................................. 12
1.3. Batasan Masalah ....................................................................... 12
1.4. Rumusan Masalah ..................................................................... 13
1.5. Tujuan Penelitian ...................................................................... 13
1.6. Manfaat Penelitian .................................................................... 14
1.7. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 15
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Profesionalisme Guru ............................................................... 16
2.2. KepemimpinanTransformasional Kepala Sekolah.................... 23
2.3. Budaya Organisasi .................................................................... 33
2.4. Kecerdasan Emosional .............................................................. 38
2.5. Penelitian yang Relevan ............................................................ 43
2.6. Kerangka Pikir .......................................................................... 44
2.7. Hipotesis Penelitian .................................................................. 47
III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Pendekatan Penelitian ........................................... 48
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................... 49
3.2.1 Populasi ............................................................................ 49
3.2.2 Sampel .............................................................................. 49
3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................. 51
3.3.1 Variabel Terikat (Dependent) .......................................... 51
3.3.2 Variabel Bebas (Independen) ........................................... 53
3.4. Tekhnik Pengumpulan Data ...................................................... 56
3.4.1 Teknik Pokok ................................................................... 56
3.4.2 Teknik Penunjang............................................................. 57
3.5. Uji Instrument Penelitian .......................................................... 57
xii
3.5.1 Uji Validitas ..................................................................... 57
3.5.2 Uji Reabilitas .................................................................... 63
3.6. Tekhnik Analisis Data .............................................................. 64
3.6.1 Uji Prasyarat Analisis Data .............................................. 64
3.6.2 Regresi Linier Berganda .................................................. 67
3.6.2 Uji Signifikasi Regresi ..................................................... 68
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...................................................... 69
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ........................................................ 70
4.2.1 Variabel Profesional Guru (Y) ......................................... 71
4.2.2 Variabel Kepemimpinan Trasformasional Kepala
Sekolah (X1) .................................................................... 72
4.2.3 Variabel Budaya Organisasi (X2) .................................... 74
4.2.4 Variabel Kecerdasan Emosional (X3) .............................. 75
4.3. Uji Prasyarat Analisi Regresi ................................................... 76
4.3.1 Uji Normalitas Data ......................................................... 77
4.3.2 Uji Heteroskedastisitas..................................................... 78
4.3.3 Uji Multikolonieritas ........................................................ 78
4.3.4 Pengujian Hipotesis ......................................................... 80
4.3.4.1 Pengaruh kepemimpinan trasformasional kepala
sekolah terhadap profesionalisme guru SMK Negeri ... 80
4.3.4.2 Pengaruh budaya organisasi terhadap profeisionalisme
guru SMK Negeri .......................................................... 82
4.3.4.3 Pengaruh kecerdasan emosional terhadap
profesionalisme guru SMK Negeri ............................... 84
4.3.4.4 Pengaruh kepemimpinan trasformasional kepala
sekolah, budaya organisasi dan kecerdasan emosional
terhadap profesionalisme guru SMK Negeri ................. 86
4.4. Kesimpulan Analisis Statistik ................................................... 88
4.5. Pembahasan .............................................................................. 89
4.6. Keterbatasan Penelitian ............................................................. 95
4.7. Konsep Model Pengembangan Profesionalisme Guru ............. 96
4.7.1 Rasional............................................................................ 96
4.7.2 Asumsi ............................................................................. 99
4.7.3 Langkah-langkah implementasi model ............................ 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ............................................................................... 105
5.2. Saran ........................................................................................ 106
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 108
LAMPIRAN ............................................................................................ 115
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1: Rata-rata Nilai Ujian Nasional SMK N Kota Metro ........................ 3
1.2: Data Guru di SMK N kota metro ..................................................... 4
3.1: Populasi Penelitian ........................................................................... 49
3.2: Sampel Penelitian ............................................................................. 51
3.3: Kisi-kisi instrumen profesionalisme guru ........................................ 52
3.4: Daftar alternatif jawaban .................................................................. 53
3.5: Kisi-kisi instrumen kepemimpinan trasformasional ........................ 54
3.6: Kisi-kisi instrumen budaya organisasi ............................................. 55
3.7: Kisi-kisi instrumen kecerdasan emosional ....................................... 56
3.8: Pengujian validitas profesionalisme guru ........................................ 59
3.9: Pengujian validitas kepemimpinan transformasional kepala
Sekolah ............................................................................................. 60
3.10: Pengujian Validitas budaya organisasi .......................................... 61
3.11: Pengujian validitas kecerdasan emosional ..................................... 62
3.12: Pengujian reliabilitas ...................................................................... 64
4.1: Deskripsi data ................................................................................... 70
4.2: Deskripsi Data Variabel Profesionalisme Guru ............................... 71
4.3: Deskripsi Data Variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah ............... 72
4.4: Deskripsi Data Variabel Budaya Organisasi .................................... 74
4.5: Deskripsi Data Variabel Kecerdasan Emosional ............................. 75
4.6: Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian......................................... 77
4.7: Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian......................................... 77
4.8: Uji Multikolinieritas ......................................................................... 79
4.9: Rekapitulasi uji multikolinieritas ..................................................... 79
4.10: Linieritas Kepemimpinan Transformasional kepala sekolah dan
Profesionalisme guru ...................................................................... 80
4.11. Koefisien Regresi Kepemimpinan Trasformasional Kepala
Sekolah dan Profesionalisme Guru ................................................ 81
4.12. Koefisien Determinasi Kepemimpinan Trasformasional
Kepala Sekolah Dan Profesionalisme Guru……………………… 81
4.13. Linearitas Budaya Organisasi dan Profesionalisme Guru……….. 82
xiv
4.14. Koefesien Regresi Budaya Organisasi dan Profesionalisme
Guru ............................................................................................... 83
4.15. Koefesien Determinasi Budaya Organisasi dan
Profesionalisme Guru…………………………………………… 83
4.16. Linearitas kecerdasan emosional dan Profesionalisme
Guru……………………………………………………………... 84
4.17. Koefesien Regresi Kecerdasan Emosional dan
Profesionalisme Guru……………………………………........…. 85
4.18. Koefesien Determinasi Kecerdasan Emosional dan
Profesionalisme Guru……………………………………………. 85
4.19. Analisis korelasi kepemimpinan trasformasional kepala
sekolah, budaya organisasi dan kecerdasan emosional
terhadap profesionalisme guru……………………………………. 86
4.20. Koefesien Determinasi Kepemimpinan Trasformasional
Kepala Sekolah, Budaya Organisasi dan Kecerdasan
Emosional terhadap Profesionalisme Guru……………………..… 87
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1: Skema paradikma penelitian ............................................................ 47
4.1: Histogram variabel profesionalisme guru ........................................ 72
4.2: Histogram variabel kepemimpinan trasformasional kepala sekolah. 73
4.3: Histogram variabel kepemimpinan trasformasional kepala sekolah. 75
4.4: Histogram variabel kecerdasan emosional ....................................... 76
4.5: Uji Heteroskedasitas ........................................................................ 78
4.6: Hasil analisis regresi kepemimpinan trasformasional kepala sekolah
terhadap profesionalisme guru ......................................................... 82
4.7: hasil analisis regresi budaya organisasi terhadap profesionalisme
guru .................................................................................................. 84
4.8: Hasil analisis regresi kecerdasan emosional terhadap profesionalisme
guru .................................................................................................. 86
4.8: Hasil analisis regresi kepemimpinan trasformasional kepala sekolah,
budaya organisasi dan kecerdasan emosional guru terhadap
profesionalisme guru ........................................................................ 87
4.9: Model Pengembangan ...................................................................... 104
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kuesioner ............................................................................................ 108
2. Data Uji Coba Instrumen .................................................................... 113
3. Data Validitas ...................................................................................... 115
4. Data Reliabilitas .................................................................................. 133
5. Data Angket Penelitian ....................................................................... 134
6. Data T Tabel ........................................................................................ 138
7. Surat Ijin Penelitian ............................................................................. 139
8. Surat Balasan Penelitian ...................................................................... 143
9. Surat Keterangan ................................................................................. 146
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan upaya merekonstruksi suatu peradaban untuk
meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas (Firmansyah, 2013). Salah
satu faktor yang berperan dalam maju tidaknya pendidikan dalam
mengembangkan kemampuan dan watak suatu negara adalah guru (Lestari, 2018).
Guru mempunyai pengaruh dominan terhadap meningkatkan sumber daya
manusia yang berkualitas, sebab guru adalah sutradara dan sekaligus aktor dalam
proses pembelajaran (Sudjana, 2009). Guru dapat dijelaskan sebagai tenaga
sumber daya manusia atau tenaga penggerak bagi tumbuhnya pendidikan melalui
laju pertumbuhan individu dengan mengikuti sejauh mana tingkat pendidikan
yang dimilikinya. Oleh karena itu, semakin meningkatnya kualitas seseorang guru
maka akan meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tschannen-Moran (2009) Fostering Teacher
Professionalism in Schools The Role of Leadership Orientation and Trust
menunjukan bahwa untuk memenuhi harapan profesionalisme guru yang lebih
tinggi, dibutuhkan perhatian kusus dan harus diberikan pada isu-isu orientasi
kepemimpinan kepala sekolah dan hubungan kepercayaan di sekolah.
Professionalisme yang diperlukan harus berfokus pada perilaku, sikap dan
kecerdasan mereka.
Sebagai anggota ASEAN, Indonesia sendiri ternyata masih berada di bawah
negara tetangga yaitu Malaysia dalam dunia pendidikan. Indonesia berada pada
2
peringkat ke 5 ASEAN (indeks-pendidikan). Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) terus mengupayakan wajib belajar 12 tahun melalui
pelaksanaan Program Indonesia Pintar (PIP) (Kemdikbud). Hal ini berimbas ke
semua wilayah di Indonesia termasuk Provinsi Lampung yang saat mulai
menggenjot membangun infrastruktur di bidang pendidikan untuk meningkatkan
mutu pendidikan di Lampung. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
(Disdikbud) Lampung Sulpakar mengatakan, pembangunan sarana pendidikan
tersebut yakni membangun gedung sekolah baru yang difokuskan pada daerah
terpencil (republika.co.id). Selain itu, peningkatan kompetensi guru dan
partisipasi masyarakat agar dapat menjaga mutu pendidikan.
Pembangunan sarana dan prasarana serta peningkatan kompetensi guru juga
dilakukan di seluruh kabupaten dan kota. Kota Metro menjadi salah satu kota
yang memperhatikan pendidikan sebagai tolak ukur kemajuan sebuah kota, ini
diwujudkan dalam visi dan misi kota metro yang menjadikan kota metro sebagai
Kota Pendidikan. Pendidikan yang baik tidak terlepas dari seorang guru yang
memiliki kemampuan dalam memberikan pembelajaran. Salah satu cara untuk
mengetahui kemampuan seorang guru dalam memberikan pembelajaran dapat
dilihat dari hasil ujian nasional. Capaian rata-rata nilai ujian nasional (UN) pada
tingkat SMK Negeri di Kota Metro dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.1 Rata-rata Nilai Ujian Nasional SMK N Kota Metro
No Mata Pelajaran Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
1 Bahasa Indonesia 69,13 69,20 68,00
2 Bahasa Inggris 51,06 42,17 44,49
3 Matematika 37,14 38,72 35,17
4 Kopetensi 74,62 72,75 48,66
Rata-rata Hasil Ujian Nasional 57,99 55,47 49,41
Sumber: puspendik.kemdikbud.go.id
3
Tabel 1.1 menunjukkan hasil rata-rata Ujian Nasional SMK N Kota Mero
menurun dari 57,99 pada tahun 2016 menjadi 55,47 pada tahun 2017 dan 49,41
pada tahun 2018. Data tersebut merupakan salah satu indikator bahwa
profesionalisme guru dalam memberikan pembelajaran kepada siswa di SMK N
Kota Metro menurun pada kurun tiga tahun terakhir. Menurut penelitian yang
dilakukan Professor John Hattie dari University of Auckland dalam Sumardjoko
(2018) menunjukkan bahwa faktor dominan penentu prestasi siswa adalah (1)
karakteristik siswa (49%), (2) guru (30%), (3) lain-lain (21%). Beberapa
penelitian juga memperlihatkan besarnya pengaruh kemampuan guru terhadap
hasil pendidikan.
Mutu pendidikan di sekolah sangat ditentukan pada kemampuan oleh guru yang
profesional (Praja, 2014). Hal ini dikarenakan guru profesional harus
dikembangkan guna meningkatkan mutu pendidikan secara regional maupun
secara nasional. Guru profesional adalah guru yang mampu mengelola diri dalam
menjalankan tugasnya. Guru harus memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai,
memiliki kompetensi yang diperlukan dan memiliki tanggung jawab atas
pelaksanaan tugas keprofesionalan (Suparman, 2017). Profesionalisme bagi
seorang guru adalah adanya kualifikasi akademik minimum dan bersertifikat
pendidik, sehingga mampu menjalankan fungsi utamanya secara efektif dan
efisien untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
4
bertanggung jawab (Danin, 2010). Seorang guru yang memiliki profesionalisme
yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap
perwujudan dan meningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan
strategi.
Guru memiliki peran, fungsi, dan posisi yang sangat strategis untuk terwujudnya
penyediaan pendidikan yang berkualitas (Ujiarto, dkk, 2017). Kemampuan
profesional guru adalah kemampuan untuk melakukan tugas yang diberikan
dengan kompetensi dasar. Identik dengan organisasi, pertumbuhan sekolah dan
kemajuan ditentukan oleh manajer. Kompetensi seorang manajer dalam
memainkan peran manajerial mereka akan memungkinkan mereka untuk
mewujudkan suatu prestasi dan jika organisasi tersebut terlibat dalam bisnis, tentu
saja, organisasi akan mendapatkan manfaat yang luar biasa. Sekolah identik
dengan organisasi yang membentuk dan menghasilkan sumber daya manusia.
Kemajuan sekolah tidak dapat dipisahkan dari kompetensi manajerial yang
dimainkan dan dimiliki oleh kepala sekolah.
Tabel 1.2. Data guru di SMK Negeri Kota Metro.
No SMK N Jumlah
Guru
Guru
PNS
Guru
Honor Setifikasi Persentase
1 SMK N 1 89 74 15 54 60,67%
2 SMK N 2 100 82 18 69 69%
3 SMK N 3 88 68 20 52 61%
4 SMK N 4 27 8 18 6 22,22%
Jumlah 304 232 71 181
Sumber data: dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id (2018/2019)
Berdasarkan data dan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap guru yang
mengajar di salah satu SMK Negeri Metro, ada beberapa Indikasi yang
menyebabkan tinggi dan rendahnya profesionalisme guru. Tingginya
profesionalisme guru disebabkan oleh manajemen sekolah yang bagus,
5
kepemimpinan kepala sekolah, sarana dan prasarana sekolah lengkap, gaji dan
tunjangan guru terpenuhi dan hubungan antara guru dengan kepala sekolah, rekan
kerja, siswa dan masyarakat selalu baik.
Rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh guru yang tidak melakoni
profesinya secara utuh, kecerdasan emosional yang tidak stabil dan
ketidaksesuaian disiplin ilmu dengan bidang ajar (miss-match), hal ini
dikarenakan sebagian guru yang belum sejahtera, sehingga mencari penghasilan
tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akibatnya waktu untuk
mempersiapkan pembelajaran dan peningkatan kualitas diri berkurang. Kurangnya
motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena merasa sudah berada di
zona aman. Terdapat indikasi lembaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam
proses pendidikan kurang maksimal. Hal ini menggambarkan kompetensi guru di
kota metro belum maksimal. Pendidikan yang bermutu sangat tergantung
pada keberadaan guru yang bermutu yakni guru yang profesional, sejahtra
dan bermartabat (Sudja,2013).
Profesionalisme guru disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal yang
secara langsung mempengaruhinya. Salah satu faktor eksternal yang
mempengaruhi profesionalisme guru adalah kepemimpinan kepala sekolah
(Sudewa, 2013). Kepala sekolah mempunyai tugas dalam pengelolaan
penyelenggaraan pendidikan yang berada di sekolah guna mencapai tujuan
pendidikan (Abdulah, 2018:195). Maka untuk mencapai itu semua, seorang kepala
sekolah dituntut untuk mampu menggali dan mendayagunakan seluruh sumber
daya sekolah guna mencapai tujuan sekolah. Fungsi utama kepala sekolah dalam
6
hal pelaksanaan pengelolaan sumberdaya sekolah, khususnya guru sebagai tulang
punggung proses pembelajaran peserta didik, pengelolaan sumberdayanya akan
berdampak langsung kepada pencapaian tujuan sekolah itu sendiri.
Kepemimpinan kepala sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam
organisasi sekolah, guna menciptakan kondisi yang ideal dalam pengelolaan
sekolah dibutuhkan sosok pemimpin sekolah yang mampu menyesuaikan diri
dengan kondisi dan situasi sekolah, sehingga sumber daya yang ada di sekolah
dapat dikerahkan secara optimal (Praja, 2014). Hasil wawancara dengan salah satu
kepala sekolah SMK Swasta yang berada di kota metro, ada beberapa gaya
kepemimpinan yang dipakai oleh kepala sekolah salah satunya yang paling sering
digunakan adalah kepemimpinan trasformasional. Kepemimpinan
transformasional didefenisikan sebagai model kepemimpinan yang
mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang
ada di dalam sekolah (guru, siswa, pegawai, orang tua siswa, masyarakat, dan
sebagainya) bersedia tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai
tujuan ideal sekolah (Mukhtar, 2009).
Kepemimpinan transformasional kepala sekolah merupakan ujung tombak dan
kemudi bagi jalanya lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tanpa memiliki
pemimpin yang adaptif dan kreatif, menyebabkan kurang optimalnya lembaga
pendidikan, bahkan dapat mengalami kemunduran. Kepemimpinan
transformasional pada dasarnya antara pemimipin dan pengikut saling menaikkan
7
diri ke tingkat moralitas dan motivasi lebih tinggi (Sumaryani, 2009). Peran utama
kepemimpinan kepala sekolah sebagai edukator, manager, administrator,
supervisor, leader, innovator, dan motivator (Depdiknas, 2006).
Melalui kepemimpinan kepala sekolah yang baik yang sesuai dengan standar yang
telah ditentukan akan menghasilkan pendidikan yang bermutu dan berkualitas
baik. Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh positif dalam kemajuan
keprofesionalan seorang guru (Yuliana, dkk, 2014). Kepemimpinan
trasformasional kepala sekolah yang kurang efektif dapat mengakitabtkan
profesionalisme guru akan menjadi buru. Mengingat kepala sekolah merupakan
salah satu input sekolah yang memiliki tugas dan fungsi yang sangat berpengaruh
terhadap berlangsungnya proses persekolahan, maka diperlukan kepala sekolah
tangguh, yaitu kepala sekolah yang memiliki karakteristik serta mampu
berinteraksi dengan baik yang akan mendukung tugas dan fungsinya dalam
mempengaruhi profesionalisme guru. Komitmen guru dalam meningkatkan
kompetensi profesionalnya tidak akan terlepas dari kuat atau lemahnya budaya
organisasi yang ada di sekolah.
Budaya organisasi merupakan pola asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan, perilaku
yang dipegang teguh, dianut serta dikembangkan secara terus menerus dalam
berbagai tantangan dan permasalahan yang muncul di dalam organisasi sekolah
yang melibatkan kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, siswa dan orang tua
siswa. Budaya organisasi mendefinisikan sebagai “Budaya organisasi terdiri dari
nilai-nilai dan asumsi yang dibagikan dalam suatu organisasi. Ini mendefinisikan
apa yang penting dan tidak penting dalam perusahaan dan akibatnya mengarahkan
8
semua orang dalam organisasi menuju "cara yang benar" untuk melakukan
sesuatu (McShane, 2008: 460).
Budaya organisasi yang berlaku di sekolah memberi semangat kepada guru untuk
membawa kesuksesan sekolah mencapai tujuan-tujuannya. McShane (2008, 466)
menyebutkan bahwa “a strong corporate culture potentially increases a
company’s success.” Dengan demikian budaya organisasi yang kuat akan mampu
menyelesaikan permasalahan kompetensi profesional guru dan menjamin
peningkatan kesuksesan organisasi sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah direncanakan. Budaya organisasi yang memiliki nilai-nilai positif tentunya
merupakan sebuah karakter bangsa yang dapat mewujudkan pendidikan yang
bermutu dan bermartabat (Jurman, 2014:276). Pergeseran nilai dan budaya pada
saat ini semakin kita rasakan dan ini semua merupakan efek dari transisi budaya,
yaitu dari budaya tradesional kepada tradisi teknologi dan informasi atau yang
sering diistilahkan dengan globalisasi.
Budaya yang positif merupakan cerminan dan acuan personil dalam mewujudkan
tujuan organisasi. Robbins sebagaimana dikutip oleh Sutrisno mengemukakan
bahwa: “Budaya organisasi merupakan sistem nilai bersama dalam suatu
organisasi yang menentukan tingkatan bagaimana para pegawai/karyawan
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi” (Sutrisno, 2010:24).
Budaya organisasi yang ada di dalam lingkungan suatu sekolah akan berbeda
dengan sekolah lainnya, perbedaan ini akibat adanya lingkungan yang
mempengaruhi organisasi berbeda pula, baik lingkungan eksternal maupun
internal organisasi. Perbedaan antara satu organisasi dengan organisasi lain
9
khususnya secara internal, dibentuk oleh pimpinan beserta anggota organisasi
dalam mencapai tujuannya, begitu juga dengan adanya pergantian pimpinan, akan
mempengaruhi budaya suatu organisasi (Manik, 2011). Persepsi yang negatif
terhadap budaya organisasi akan menciptakan sekolah yang kurang kondusif dan
akan mengakibatkan rendahnya profesionalisme guru.
Profesionalisme guru juga dapat dipengaruhi oleh faktor internal, salah satu
faktornya adalah kecerdasan emosional. Hal ini dikarenakan terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional terhadap profesi yang
melibatkan interaksi sosial seperti guru (Puluhulawa, 2013:2). Kecerdasan
emosional sering terlupakan oleh para pendidik dalam proses pembelajaran.
Padahal keberhasilan atau prestasi yang dicapai manusia masyarakat global tidak
semata-semata ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya, tetapi juga ketentuan,
komitmen, motivasi, kesungguhan, disiplin dan etos kerja, kemampuan berempati,
berinteraksi dan berintegrasi. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan
pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri. Kecerdasan emosional bertumpu pada perasaan, watak dan naluri
moral (Goleman, 2015:13).
Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai bentuk kecerdasan yang bertumpu
pada bagian dalam diri seseorang yang berhubungan dengan kearifan di luar ego
atau kesadaran diri/jiwa (Zohar dan Marshall, 2007:87). Kecerdasan emosional
dikelompokan menjadi lima bagian yaitu tiga komponen berupa kompetensi
emosional (pengenalan diri, pengendalian diri serta motivasi) dan dua komponen
berupa kompetensi sosial yaitu empati dan keterampilan sosial (Goleman,
10
2015:245). Pengembangan kompetensi emosional dan kompetensi sosial inilah
yang membuat guru berkembang dan dapat menjadi guru yang profesional. Hal ini
dikarenakan guru mampu menguasai kebiasaan berfikir yang mendorong
produktivitas (Rahmasari, 2012).
Kecerdasan emosional merupakan serangkaian kemampuan guru untuk mengenali
emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang
lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan
orang lain dengan indikator: (1) mengenali emosi: (2) mengelola emosi: (3)
memotivasi diri sendiri: (4) mengenali emosi orang lain: (5) membina hubungan
dengan orang lain (Goleman. 2015;56). Seseorang dapat membina hubungan baik
dengan orang lain apabila memiliki kecerdasan emosional (Rahardian, 2018). Hal
ini dikarenakan kecerdasan emosional dapat mengontrol emosi dengan baik saat
berhubungan dengan orang lain. Individu yang memiliki kecerdasan emosional
dapat menangani emosi dengan baikketika berhubungan dengan orang lain,
mampu mempengaruhi, memimpin dan bermusyawarah untuk menyelesaikan
perselisihan sehingga tercipta hubungan yang harmonis.
Guru berperan penting dalam melakukan kewajiban sebagai pendidik yang
disampaikan melalui proses komunikasi lisan, tertulis maupun melalui bahasa
isyarat (Puluhulawa, 2013:2). Oleh karena itu, kecerdasan emosional harus
dimiliki seorang guru agar mampu berhubungan dan berinteraksi dengan baik,
secara umum kecerdasan emosi dapat meningkatkan profesionalisme seorang guru
(Sunar, 2010). Kemampuan guru dalam mengelola emosi menumbuhkan perilaku
yang diterima lingkungan kerja dan pengambilan keputusan yang efektif. Namun
11
ada beberapa oknum guru yang masih mengunakan bahasa dan tindakan yang
tidak sesuai ketika memberikan nasehat kepada siswa yang tidak menaati
peraturan sekolah, bahkan ada beberapa kasus yang mengakibatkan antara guru
dengan kepala sekolah ataupun guru dengan rekan kerjanya terjadi cecok karena
perbedaan pendapat.
Kecerdasan emosional sebagai kemampuan merasakan, memahami dan secara
efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi,
koneksi dan pengaruh manusiawi (Cooper dan Swaf, 1997). Kecerdasan
emosional seorang guru yang tinggi dapat memahami dan berempati terhadap
kebutuhan dan perasaan orang lain, menempatkan emosinya pada porsi yang
tepat, memilah kepuasaan dan mengatur suasana hatinya (Jennings & Greenberg,
2009).
Banyak penelitian yang dilakukan di Indonesia maupun di berbagai negara dalam
meningkatkan kualitas pendidikan dan profesionalisme guru. Namun sangat
sedikit atau sangat sulit mencari penelitian tentang profesionalisme guru yang di
pengaruhi oleh kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya organisasi
dan kecerdasan emosional, di provinsi Lampung terlebih lagi di kota Metro. Oleh
karena itu penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi yang berkaitan
dengan hal tersebut.
12
1.2 Indentifikasi Masalah
Berdasarkan paparan pada latar belakang permasalahan di atas, teridentifikasi
beberapa masalah berkaitan dengan judul pengaruh kepemimpinan
transformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan kecerdasan emosional
guru SMK Negeri di Kota Metro yaitu sebagai berikut:
1.2.1 Menurunnya nilai Ujian Nasional.
1.2.2 Rendahnya komitmen kepemimpinan kepala sekolah.
1.2.3 Kepemimpinan transformasional kepala sekolah kurang efektif.
1.2.4 Perspektif negatif tentang budaya organisasi di sekolah
1.2.5 Kurangnya kemampuan untuk berinteraksi pada teman kerja ataupun kepala
sekolah.
1.2.6 Kemampuan mengelola emosional yang kurang baik.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, dapat dilihat
beberapa aspek yang menjadi penyebab munculnya masalah yang dapat
mempengaruhi keprofesionalan guru. Dengan memperhatikan beberapa
pertimbangan maka permasalahan pada penelitian ini dibatasi hanya pada:
1.3.1 Profesionalisme guru.
1.3.2 Kepemimpinan transformasional kepala sekolah.
1.3.3 Budaya organisasi.
1.3.4 Kecerdasan emosional.
13
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian
yang berjudul pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya
organisasi dan kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru SMK Negeri
adalah sebagai berikut:
1.4.1 Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan
transformasional kepala sekolah terhadap profesionalisme guru SMK
Negeri?
1.4.2 Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi terhadap
profesionalisme guru SMK Negeri?
1.4.3 Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan kecerdasan emosional
terhadap profesionalismeguru SMK Negeri?
1.4.4 Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan
transformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan kecerdasan
emosional terhadap profesionalisme guru SMK Negeri?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang berjudul pengaruh kepemimpinan trasformasional kepala
sekolah, budaya organisasi dan kecerdasan emosional terhadap profesionalisme
guru SMK Negeri adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang:
1.5.1 Kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap profesionalisme
guru SMK Negeri.
1.5.2 Budaya organisasi terhadap profesionalisme guru SMK Negeri.
1.5.3 Kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru SMK Negeri.
1.5.4 Kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan
kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru SMK Negeri.
14
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian yang berjudul pengaruh kepemimpinan transformasional kepala
sekolah, budaya organisasi dan kecerdasan emosional terhadap profesionalisme
guru SMK Negeri diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis dan praktis.
1.6.1 Manfaat Teoretis
1.6.1.1 Memperkaya khasanah teori yang telah diperolah melalui penelitian
sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan.
1.6.1.2 Menguji teori manajemen pendidikan yang berkaitan dengan
kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan
kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru.
1.6.2 Manfaat Praktis
1.6.2.1 Bagi guru sebagai masukan agar dapat meningkatkan budaya organisasi
dan kecerdasan emosional sehingga menjadi guru yang profesional.
1.6.2.2 Bagi kepala sekolah, penelitian ini sebagai masukan berkaitan dengan
kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan
kecerdasan emosional yang dapat mempengaruhi profesionalisme guru.
1.6.2.3 Bagi dinas pendidikan, penelitian ini sebagai bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan terkait kepemimpinan transformasional kepala
sekolah, budaya organisasidan kecerdasan emosional yang berpengaruh
terhadap profesionalisme guru.
1.6.2.4 Bagi penelitian selanjutnya, untuk mengetahui kepemimpinan kepala
sekolah, budaya organisasidan kecerdasan emosional terhadap
profesionalisme guru SMK Negeri sehingga dapat melakukan penelitian
lebih lanjut.
15
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Peneliti membatasi ruang lingkup penelitian yang berjudul pengaruh
kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan
kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru SMK Negeri sebagai
berikut:
1.7.1 Ruang lingkup ilmu: penelitian ini merupakan bagian dari ilmu manajemen
pendidikan yang khusus mengkaji kepemimpinan transformasional kepala
sekolah, budaya organisasi dan kecerdasan emosional terhadap
profesionalisme guru.
1.7.2 Objek penelitian: profesionalisme guru, kepemimpinan transformasional
kepala sekolah, budaya organisasi, dan kecerdasan emosional.
1.7.3 Subjek penelitian: guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri Kota
Metro.
1.7.4 Tempat dan waktu penelitian: penelitian dilaksanakan di SMK Negeri Kota
Metro, februari 2019 sampai dengan maret 2019.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profesionalisme Guru
Profesional berasal dari kata profesi yang berarti sesuatu bidang pekerjaan yang
bisa ditekuni oleh seseorang. Profesi juga bisa diartikan sebagai suatu jabatan atau
pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus
yang diperoleh melalui pendidikan akademis yang intensif (Kunandar, 2010).
Profesi merupakan pekerjaan dapat juga sebuah jabatan dalam suatu hirarki
organisasi birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta memiliki etika dan
kriteria khusus (Tilaar, 2010:86).
Profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian
dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan
norma-norma yang berlaku. Keberadaan suatu profesi diatur sesuai dengan aturan
atau norma tertentu yang disebut dengan kode etik profesi (Sudja, 2013:94).
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise)
dari para anggotanya (Satori, 2010:3). Pada intinya profesi tidak bisa dilakukan
oleh semua orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk
melakukan pekerjaan tersebut secara profesionalisme.
Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan
strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai
profesinya. Jadi profesional menunjuk pada dua hal yakni orang yang melakukan
17
pekerjaan dan penampilan atau kinerja orang tersebut dalam melaksanakan tugas
atau pekerjaannya (Daryanto, 2013). Berdasarkan definisi profesionalisme penulis
mensintesiskan profesionalisme sebagai suatu keahlian yang dimiliki seseorang
dalam suatu bidang tertentu dan telah dapat memberikan sumbangan
keprofesiannya (ilmu pengetahuan) kepada masyarakat yang membutuhkan.
Guru profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam
melaksanakan tugas-tugasnya seharihari. Profesionalisme guru oleh kedua
pesangan penulis tersebut dipandang sebagai satu. Proses yang bergerak dari
ketidak tahuan (ignoirance) menjadi tahu, dari ketidak matangan (imnatulity)
menjadi matang, dan diarahkan oleh orang lain (other-dieectedness) menjadi
mengarahkan diri sendiri (Rice dan Bishoprick, 1971).
Guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas
yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode (Kunandar,
2010:47). Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam
melaksanakan seluruh pengabdiannya. Untuk melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya, guru perlu menguasai berbagai hal sebagai kompetensi yang
dimilikinya yang mengangkut keseluruhan dimensi, baik dimensi hasil maupun
dimensi proses (Supriadi, 2009). Guru yang profesional hendaknya mampu
memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik,
orang tua, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya (Syarif, 2009).
Guru profesional adalah guru yang mampu mengelola pembelajaran dengan baik,
berimplikasi pada peningkatan kemampuan peserta didik dalam mengkonstruksi
pengetahuannya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Winarsih, 2012).
18
Profesionalisasi guru dipandang sebagai satu proses yang bergerak dari
ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity)
menjadi matang, dari diarahkan oleh orang lain (other-directedness) menjadi
mengarahkan diri sendiri (Bafadal, 2009: 5).
Guru profesional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan
kemampuan tinggi (profesiensi) sebagai sumber kehidupan. Dalam menjalankan
kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan
(competencies) psikologis yang meliputi: (1) kompetensi kognitif (kecakapan
ranah cipta); kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa); kecakapan psikomotor
(kecakapan ranah karsa). Disamping itu, ada satu kompetensi yang diperlukan
guru, yakni kompetensi kepribadian (Syah, 2011).
Profesionalisme guru adalah kemampuan penguasaan materi secara luas dan
dalam (Rusman, 2012). Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam perspektif kebijakan pendidikan
nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru
sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:
1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam
pengelolaanpeserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau
landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)
pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e)
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil
19
belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a)
mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f)
berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h)
mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara
berkelanjutan.
3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk: (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara
efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat
sekitar.
4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur,
dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi
ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep
antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam
kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks
global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu
keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang
berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara
itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang
20
dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Dengan kata
lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang
yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga
ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
maksimal.
Seorang guru yang profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal,
antara lain: memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki
kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa
kreatif dan produktif,mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap
profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus-menerus
(continuous improviment) melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar dan
semacamnya. Guru harus terus belajar dan menulis baik karya ilmiah maupun
populer untuk seminar maupun publikasi di media massa sebagai bentuk
pengembangan profesionalismenya (Daryanto, 2013).
Prinsip profesionalitas menurut (UU No. 14/2005) menegaskan bahwa: Profesi
guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2)
memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan
dan akhlak mulia, (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan yang sesuai dengan bidang tugas, (4) memiliki kompetensi, (5)
memiliki tanggungjawab atas tugas keprofesionalan, (6) memperoleh penghasilan
yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya, (7) memiliki kesempatan untuk
21
mengembangkan keprofesionalan serta berkelanjutan dengan belajar sepanjang
hayat, (8) memiliki jaminan terhadap perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan, dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Pengembangan profesi dan pemberdayaan guru diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak
diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,
nilai keagamaan, nilai kultural, kemajukan bangsa, dan kode etik profesi. Pasal 8
UU No 14 tahun 2005 tentang Guru & Dosen menjelaskan bahwa guru
profesional adalah seseorang yang wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik
ditentukan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah
perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan
program pengadaan guru. Pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan
mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan. Guru dimaksud harus
memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan memiliki
sertifikat pendidik profesional. Jika seorang guru telah memiliki keduanya,
statusnya diakui oleh negara sebagai guru profesional. Itu pun jika mereka telah
menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi.
Pendidikan profesi guru yang pesertanya ditetapkan oleh Menteri, yang sangat
mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi. Didalam UU No. 14 Tahun 2005
dan PP No 74 Tahun 2008 diamanatkan sebagai berikut:
22
1. Calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV.
2. Sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan
pendidik yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah.
3. Sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif,
transparan, dan akuntabel.
4. Jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh
Menteri.
5. Program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik.
6. Uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja
sesuai dengan standar kompetensi.
7. Ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan:
(1) wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik,
pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan
evaluasi hasil belajar: (2) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai
dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program
yang diampunya: dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni
yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran,
dan/atau program yang diampunya.
8. Ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru Badan PSDMPK-PMP tujuh
pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial pada satuan pendidikan yang relevan. Hal
23
ini mengisyaratkan bahwa hanya seseorang yang berkualifikasi akademik
sekurang-kurangnya S1 atau D-IV dan memiliki sertifikat pendidiklah yang
“legal” direkrut sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas,
harapannya tidak ada alasan calon guru yang direkrut untuk bertugas pada
sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas di bawah standar.
2.2 Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai manfaat
organisasi. Oleh karena itu, tanggung jawab organisasi pembangunan bergantung
terutama pada pemimpin (Atmojo, 2012). Seorang pemimpin yang efektif harus
tanggap terhadap perubahan, mampu menganalisis kekuatan dan kelemahan
sumberdaya manusianya sehingga mampu memaksimalkan kinerja organisasi dan
memecahkan masalah dengan tepat. Berbagai macam gaya kepemimpinan yang
diterapkan di dalam organisasi dapat membantu menciptakan efektifitas kerja
yang positif bagi karyawan (Subhi, 2014).
2.2.1 Pengertian KepemimpinanTransformasional
Kepemimpinan transformasional merupakan salah satu diantara sekian model
kepemimpinan. Kepemimpinan trasformasional sebagai sebuah proses saling
meningkatkan diantara para pemimpin dan pengikut ke tingkat moralitas dan
motivasi yang lebih tinggi (Hilmi, 2011). Kepemimpinan transformasional
merupakan prosedur pengaruh sadar dalam individu atau kelompok untuk
membuat perubahan terus-menerus, perkembangan status quo dan kinerja
organisasi secara keseluruhan (Avolio et al.,2004).
24
Kepemimpinan transformasional merupakan upaya memotivasi pegawai untuk
bekerja demi tercapai sasaran organisasi dan memuaskan kebutuhan mereka pada
tingkat yang lebih tinggi. Adalah suatu hal yang manusiawi, jika seseorang yang
telah bekerja pada bidang dan periode waktu kerja tertentu mendapatkan
keuntungan dan/atau pendapatan yang layak. Model kepemimpinan
transformasional, segala potensi organisasi pembelajaran dapat ditransformasikan
menjadi aktual dalam rangka mencapai tujuan lembaga (Danin, 2005). Di sisi lain
hal ini akan menjadi berbahaya, jika ia bekerja semata-mata karena keinginan
untuk memperoleh keuntungan atau setiappekerjaan yang akan maupun yang
sedang dilakukan dilihat dari aspek untung ruginya saja.
Pemimpin transformasional cenderung memanusiakan manusia melalui berbagai
cara seperti memotivasi dan memberdayakan fungsi dan peran karyawan untuk
mengembangkan organisasi dan pengembangan diri menuju aktualisasi diri yang
nyata (Wutun, 2001: 351). Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan
yang dimiliki oleh manajer atau pemimpin di mana kemampuannya bersifat tidak
umum dan diterjemahkan melalui kemampuan untuk merealisasikan misi,
mendorong para anggota untuk melakukan pembelajaran, serta mampu
memberikan inspirasi kepada bawahan mengenai berbagai hal yang perlu
diketahui dan dikerjakan (Harsiwi, 2003).
Dari beberapa pendapat yang ada dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik dan mempunyai peran
yang baik dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin
transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi dan
25
misi dengan bawahannya. Kepemimpinan transformasional harus mampu
menyatukan seluruh bawahannya dan mampu mengubah keyakinan, sikap, dan
tujuan pribadi masing-masing bawahan demi mencapai tujuan, bahkan melampaui
tujuan yang ditetapkan.
2.2.2 Dimensi-Dimensi KepemimpinanTransformasional
Kepemimpinan transformasional terdiri dari empat aspek yang meliputi: pengaruh
yang ideal (idealized influence), motivasi yang inspirasional (inspirational
motivation), stimulasi intelektual (intellectual stimulation), dan pertimbangan
yang bersifat individual (individualized consideration) (Robbins, 2008: 91 dan
Yukl, 2010: 305).
1) Pengaruh yang Idealis (Iidealized influence) atau dikenal dengan
kepemimpinan Kharismatik, seorang pemimpin transformasional berperilaku
sebagai seorang panutan, dihormati, dikagumi dan dipercaya. Pemimpin
tersebut maumengambil resiko, dapat diandalkan, sertabermoral dan beretika
baik. Pengaruh idealis juga dapat diartikanpemimpinan yang dapat
memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, saling menghormati dan
saling percaya.
2) Motivasi yang inspirasional (inspirational motivation) pemimpin seperti ini
menunjukkan antusiasme dan optimisme, serta menciptakan suasana kerja yang
berkomitmen mencapai tujuan dan visi organisasi. Selain itu pemimpin yang
memiliki karakteristik inspirasi motivasi adalah pemimpin yang mampu
mengkomunikasikan harapan-harapan tinggi, fokus terhadap usaha/upaya dan
mengekspresikan tujuan penting dengan cara yang sederhana.
3) Stimulasi intelektual (intellectual stimulation), behaviormerupakan tindakan
26
karismatik dari seorang pemimpin yang mengacu pada misi, nilai-nilai dan
keyakinan. Pemimpinmemiliki prinsip-prinsip etika dan moral, mendorong dan
menuntut keterikatakan yang tinggi, serta mengkomunikasikan nilai dan tujuan
organisasi secara menyakinkan.
4) Pertimbangan yang bersifat individual (individualized consideration)
merupakan karisma sosial seorang pemimpin yang dipersepsikan sebagai
seorang pemimpin yang berkuasa dan percaya diri, serta fokus pada tujuan.
Pemimpin ini seperti menunjukan kebanggaan, rasa hormat dan kepercayaan
bagi bawahannya.
Keempat aspek kepemimpinan transformasional tersebut mendorong karyawan
untuk bekerja lebih keras, meningkatkan produktifitas, memiliki moril kerja serta
kepuasan kerja yang lebih tinggi, meninggikan efektifitas organisasi,
meminimalkan perputaran karyawan, menurunkan tingkat ketidakhadiran, dan
memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara organisasional yang lebih tinggi
(Robbins, 2010).
Andreas Lako (2004) mengemukakan perilaku-perilaku kepemimpinan
transformasional adalah sebagai berikut:
1. Karismatik (charismatic), yaitu pemimpin yang mempengaruhi para pengikut
dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan
pemimpin tersebut.
a. Tergantung pada reaksi para pengikut terhadap para pemimpin dan aspek
emosional-kognitif dari pemimpin.
b. Mampu membentuk dan memperluas pengikut mereka melalui energi,
keyakinan, ambisi dan asertifitas, serta menangkap peluang yang ada.
27
2. Stimulasi Intelektual (intellectual stimulation), yaitu sebuah proses dimana
para pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalah-
masalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang sebuah masalah
dari sebuah perspektif yang baru. Ciri-ciri pemimpin stimulasi intelektual.
a. Memiliki potensi (general intelligence, cognitive, creativity dan experience)
b. Memiliki orientasi terarah (rational, empirical, existencial dan idealistic)
3. Perhatian individu (individual consideration), yaitu kemampuan dan tanggung
jawab pemimpin untuk memberikan kepuasaan dan mendorong produktivitas
pengikutnya. Pemimpin cenderung bersahabat, informal, dekat dan
memperlakukan pengikutnya atau karyawannya dengan perlakuan yang sama
memberikan nasehat, membantu dan mendukung serta mendorong self-
development para pengikutnya.
4. Inspirasi atau motivasi inspirasional (inspirational), yaitu sampai sejauh mana
seorang pemimpin mengkomunikasikan sejauh mana visi yang menarik,
menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha-usaha bawahan dan
memodelkan perilaku-perilaku yang sesuai.
2.2.3 Prinsip-prinsip KepemimpinanTransformasional
Kepemimpinan transformasional mengangkat tujuh prinsip untuk menciptakan
kepemimpinan transformasional yang sinergis yang terdiri dari simplifikasi,
motivasi, fasilitasi, inovasi, mobilitas, siap siaga dan tekad (Rees, 2001).
Penjelasan tujuh prinsip untuk menciptakan kepemimpinan transformasional yang
sinergis adalah sebagai berikut:
1) Simplifikasi
Keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah visi yang akan
28
menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta keterampilan dalam
mengungkapkan visi secara jelas dan praktis dan tentu saja transformasional
yang dapat menjawab, “Kemana kita akan melangkah?” menjadi hal pertama
yang penting untukimplementasi.
2) Motivasi
Kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap orang yang terlibat
terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang perlu kita
lakukan.Pada saat pemimpin transformasional dapat menciptakan suatu
sinergisitas di dalam organisasi, berarti seharusnya dia dapat mengoptimalkan,
memotivasi, dan memberi energi kepada setiap pengikutnya. Praktisnya, dapat
saja berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul menatang serta memberikan
peluang bagi mereka pula untuk terlibat dalam suatu proses kreatif, baik dalam
hal yang memberikan usulan ataupun mengambil keputusan dalam pemecahan
masalah sehingga hal ini akan memberikan nilai tambah bagimereka.
3) Fasilitasi
Dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif memfasilitasi pembelajaran
yang terjadi di dalam organisasi secara kelembagaan, kelompok, ataupun
individual. Hal ini akan berdampak pada semakin bertambahnya modal
intelektual dari setiap orang yang terlibat di dalam.
4) Inovasi
Kemampuan untuk secara berani dan bertanggungjawab melakukan suatu
perubahan bilamana diperlakukan dan menjadi suatu tuntutan dengan
perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang efektif dan efisien, setiap
orang yang terlibat perlu mengantasipasi perubahan dan seharusnya pula
29
mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin
transformasional harus siap untukmeresponperubahan tanpa mengorbankan
rasa percaya dan tim kerja yang sudahdibangun.
5) Mobilitas
Pengerahan semua sumber daya yang ada untuk melengkapi dan memperkuat
setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam mencapai visi dan tujuan.
Pemimpin transformasional akan selalu mengupayakan pengikut yang penuh
dengan tanggungjawab.
6) Siapsiaga
Kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka sendiri dan
menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif.
7) Tekad
Tekad yang bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat untuk
menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas.Untuk itu tentu perlu pula
didukung oleh pengembangan displin spiritualitas, emosi dan fisik serta
komitmen.
Pemimpin dalam mendorong bawahannya untuk dapat melakukan perubahan
memerlukan berbagai model yang sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan.
Implementasi model kepemimpinan transformasional dalam instansi pendidikan
perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Mengacu pada nilai-nilai agama yang terkandung dalam sistem organisasi atau
instansisekolah
2) Disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sistem organisasi atau
instansisekolah
30
3) Menggali budaya yang ada dalam organisasi
4) Karena sistem pendidikan merupakan suatu sistem maka harus memperhatikan
sistem yang lebih besar yang ada di atasnya seperti systemnegara.
2.2.4 Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yan diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah dimana diselengarakannya pembelajaran. Kepala
sekolah adalah seorang guru yang diberi tugas tambahan memimpin sekolah
dengan diangkat sebagai pejabat struktural sebagai kepala sekolah
(Wahjosumidjo, 2011:83). Kepala sekolah merupakan salah satu komponen
pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Kepala Sekolah sebagai penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan,
administrasi sekolah, pembinaan tenaga pendidikan lainnya, pendayagunaan serta
pemeliharaan sarana dan prasarana juga sebagai supervisor pada sekolah yang
dipimpinnya (Mulyasa, 2007:24).
Kepemimpinan kepala sekolah pada tingkat operasional adalah orang yang berada
di garis terdepan yang mengkordinasikan upaya peningkatan pembelajaran yang
bermutu. Kepala sekolah adalah guru dengan tugas tambahan yang bertanggung
jawab penuh untuk mengkordinasikan upaya bersama mencapai tujuan pendidikan
pada level sekolah yang dipimpin (Yuliana, 2014). Kepemimpinan kepala sekolah
merupakan inisiator, motivator, stimulator, dinamisator, dan innovator dalam
organisasi sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan (Sudewa, 2013).
31
Tugas dan peran kepala sekolah adalah memastikan organisasi sekolah dapat
berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan (Yuliana, 2014). Perspektif
Kebijakan Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: 56) disebutkan ada tujuh peran
utama kepala sekolah yaitu, (1) educator, (2) manager, (3) administrator, (4)
supervisor, (5) leader, (6) inovator dan (7) motivator. Selanjutnya Riduan (2008:
67) menyatakan bahwa kepala sekolah memiliki peran dan tanggung jawab
sebagai manajer pendidikan, pemimpin pendidikan, supervisor pendidikan dan
administrator pendidikan.
1) Sebagai Educator (pendidik)
Sebagai educator (pendidik) peran kepala sekolah yaitu membimbing guru
dalam menyusun program pengajaran, membimbing guru dalam melaksanakan
program pengajaran, membimbing guru mengevaluasi hasil belajar siswa,
membimbing guru dalam melaksanakan program pengayaan dan remedial,
membimbing karyawan dalam program kerja, membimbing karyawan
melaksanakan tugas sehari-hari, pembimbingan dalam kegiatan ekstrakulikuler,
pengembangan staff, mengusulkan kenaikan pangkat gurudan staff secara
periodic, dan mengikuti perkembangan iptek melalui pendidikan dan pelatihan.
2) Sebagai manager
Sebagai manager tugas dan peran kepala sekolah antara lain mengadakan
prediksi masa depan sekolah, melakukan inovasi demi kemajuan sekolah,
menciptakan strategi dan kebijakan, menyusun perencanaan strategis dan
operasional, menemukan sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas
pendidikan, melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan. Tugas dan
peran kepala sekolah sebagai administrator pendidikan diantarannya
32
pengelolaan, pengajaran, kepegawaian, kesiswaan, sarana dan prasarana,
keuangan, dan hubungan dengan masyarakat.
3) Sebagai supervisor
Sebagai supervisor tugas dan peran kepala sekolah meliputi kegiatan
menyusun program supervisi, melaksanakan program supervisi, serta
mengunakan hasil supervisi untuk peningkatan kinerja.
4) Sebagai leader
Sebagai leader tugas dan peran kepala sekolah pada lembaga pendidikan.
Kepala sekolah memiliki kepribadian yang kuat, visi dan memahami misi
sekolah, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan berkomunikasi, dan
memahami kondisi anak buah atau karyawan.
5) Sebagai inovator
Sebagai inovator tugas dan peran kepala sekolah dalam lembaga pendidikan
antara lain mencari dan menemukan gagasan-gagasan baru dan untuk
pembaharuan sekolah.
6) Sebagai motivator
Sebagai motivator tugas dan peran kepala sekolah di sekolah untuk mengatur
lingkungan kondisi kerja, mengatur suasana kerja, dan sebagai penerapan
prinsip pengnilaian dan hukuman bagi karyawan.
2.3 Budaya Organisasi
2.3.1 Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sehimpunan nilai, prinsip-prinsip, tradisi, dan cara-cara
bekerja yang dianut bersama oleh para anggota organisasi dan memengaruhi cara
33
mereka bertindak (Robbins, 2010). Budaya organisasi adalah suatu kekuatan
sosial yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan orang-orang dalam
suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja (Sutrisno, 2010). Budaya
organisasi merupakan pengetahuan sosial organisasi yang berkaitan dengan
aturan-aturan, norma-norma, dan nilai-nilai yang mengukur sikap dan perilaku
para pegawai (Colquit: 2009). Budaya organisasi adalah pokok penyelesaian
masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara
konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-
anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan
merasakan terhadap masalah-masalahnya (Pabundu, 2008).
Budaya organisasi merupakan suatu pola dari asumsi-asumsi mendasar yang
dipahami bersama dalam sebuah organisasi, terutama dalam memecahkan masalah
-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan
disosialisasikan kepada anggota baru dalam organisasi. Budaya organisasi sebagai
nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi
permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan
sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada
dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku. Salah satu teori penting
mengenai budaya organisasi, menyatakan bahwa: setiap anggota di dalam
organisasi mempunyai impian dan harapan, mempunyai pokok persoalan dan
masalah. Mereka ingin berhasil dalam bekerja dan memberikan kontribusinya
kepada organisasi. Pemenuhan harapan, keinginan dan kesesuaian nilai akan
menciptakan energi, rasa bangga, kesetiaan dan gairah. Kesemuanya ini
34
memberikan warna yang kuat kepada budaya kerja, juga kepada budaya organisasi
(Pangestu, 2014).
Budaya mengandung apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan
sehingga dapat dikatakan sebagai suatu pedoman. Pada dasarnya Budaya
organisasi dalam perusahaan merupakan alat untuk mempersatukan setiap
individu yang melakukan aktivitas secara bersama-sama. Robbins
mengungkapkan bahwa ada tujuh dimensi yang menjabarkan budaya sebuah
organisasi, masing-masing dari ketujuh dimensi tersebut adalah:
a. Inovasi dan keberanian mengambil risiko (inovation and risk taking) yaitu
seberapa besar organisasi mendorong para karyawannya untuk bersikap
inovatif dan berani mengambil resiko.
b. Perhatian terhadap detil (attention to detail) yaitu seberapa besar dalam
ketelitian, analisis, dan perhatian pada detail yang dituntut oleh organisasi dari
para karyawannya.
c. Berorientasi kepada hasil (outcome orientation) yaitu seberapa besar organisasi
menekankan pada pencapaian sasaran (hasil), ketimbang pada cara mencapai
sasaran (proses).
d. Berorientasi kepada manusia (people orientation) seberapa jauh organisasi
bersedia mempertimbang kan faktor manusia (karyawan) di dalam
pengambilan keputusan manajemen.
e. Berorientasi tim (team orientation) yaitu seberapa besar organisasi
menekankan pada kerja kelompok (tim), ketimbang kerja individu, dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
35
f. Agresifitas (aggressiveness) yaitu Seberapa besar organisasi mendorong para
karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dari pada santai.
g. Stabilitas (stability) yaitu seberapa besar organisasi menekankan pada
pemeliharaan status quo di dalam pengambilan berbagaikeputusan dan
tindakan (Robbins, 2010:63-64).
2.3.2 Dimenensi Budaya Organisasi
Budaya organisasi mengacu kepada beberapa indikator yaitu, mission and strategy
(misi danstrategi), leadership and management effectiveness (efektivitas
kepemimpinan dan manajemen), communications and decision making
(komunikasi dan pengambilan keputusan), knowledgeand competence
(pengetahuan dan kompetensi), business and organizational interventions
(intervensi bisnis dan organisasi), innovation and risk taking (inovasi dan
pengambilan resiko), change readiness and management (kesiapan perubahan dan
manajemen) (Jerome Want dalam Budaya Organisasi oleh Wibowo, 2011:370).
Budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan
perilaku anggota organisasi (Luthans, 2011). Agar dapat diterima oleh
lingkungannya, maka setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai dengan
budaya yang berlaku pada organisasi tersebut. Jadi budaya organisasi
berhubungan dengan lingkungan merupakan gabungan dari asumsi, perilaku,
cerita, ide dan pemahaman untuk menentukan bagaimana bekerja dalam suatu
organisasi. Budaya organisasi memiliki beberapa fungsi dalam organisasi, sebagai
berikut yaitu:
36
a. Memberi batasan untuk mendefinisikan peran, sehingga memperlihatkan
perbedaan yang jelas antar organisasi.
b. Memberikan pengertian identitas terhadap anggota organisasi.
c. Memudahkan munculnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar
dibanding minat anggota organisasi secara perorangan.
d. Menunjukkan stabilitas sistem sosial.
e. Memberikan pengertian dan mekanisme pengendalian yang dapat dijadikan
pedoman untuk membentuk sikap serta perilaku para anggota organisasi.
f. Membantu para anggota organisasi mengatasi ketidak pastian, karena pada
akhirnya budaya organisasi berperan untuk membentuk pola pikir dan perilaku
(Robbin, 2010).
Budaya organisasi menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh suatu institusi
atau lembaga, karena budaya organisasi akan mencerminkan dinamika organisasi
sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai ujud interaksi yang diharapkan mampu
memberikan kenyamanan dan kepastian bekerja. Budaya organisasi berasal dari
tiga sumber utama, yaitu sebagai berikut:
a. Pendiri organisasi. Pendiri sering disebut memiliki kepribadian dinamis, nilai
yang kuat, dan visi yang jelas tentang bagaimana organisasi seharusnya.
Pendiri mempunyai peranan kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai
mereka siap diteruskan kepada karyawan baru. Akibatnya, pandangan mereka
diterima oleh karyawan dalam organisasi, dan tetap dipertahankan sepanjang
pendiri berada dalam organisasi tersebut, atau bahkan setelah pendirinya
meninggalkan organisasi.
37
b. Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal. Penghargaan
organisasi terhadap tindakan tertentu dan kebijakannya mengarah pada
pengembangan berbagai sikap dan nilai.
c. Karyawan, hubungan kerja. Karyawan membawa harapan, nilai, sikap mereka
ke dalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan aktivitas utama organisasi
yang membentuk sikap dan nilai (Robbins, 2010).
Budaya organisasi sering dibentuk oleh pengaruh orang-orang yang mendirikan
organisasi tersebut, oleh lingkungan eksternal dimana organisasi beroperasi, dan
oleh karyawan serta hakekat dari organisasi tersebut. Nilai-nilai budaya apabila
dikaitkan dengan kehidupan organisasi, seyogianya dijadikan sebagai budaya
organisasi dengan peran dan fungsi antara lain. (1) Pengendalian diri masing-
masing anggota organisasi. (2) Perekat anggota organisasi untuk membangun
kepentingan organisasi dan kepentingan bersama. (3) Perekat solidaritas antara
anggota organisasi untuk hidup saling menghargai, menghormati dan saling
mendukung.
Budaya organisasi yang berfungsi seperti itu dalam suatu organisasi akan menjadi
alat untuk menyemangati dan mendorong aktifitas-aktifitas para sumber daya
manusia tersebut dalam rangka mewujudkan cita-cita dan perjuangan
organisasinya. Prinsip ”saling mendukung”, dalam kehidupan organisasi tidak
kalah pentingnya, oleh karena esensinya adalah terwujudnya kebersamaan dalam
rangka melaksanakan tugas, fungsi dan atau misi organisasi (Wahyuning, 2016).
Budaya organisai dalam penelitian ini merupakan suatu pola asumsi-asumsi dasar
yang berkenaan dengan kepercayaan, nilai-nilai dan tingkah laku yang diciptakan
dan dikembangkan oleh suatu organisasi pendidikan sebagai dasar dalam
38
menentukan tujuan, konsensus, keunggulan, prestasi, inovasi, kesatuan,
keakraban, dan integritas organisasi yang dijadikan sebagai norma atau pedoman
bagi para anggota organisasi atau guru untuk berperilaku sama dan mampu
memecahkan masalah organisasi baik di dalam maupun di luar guna mendukung
pertumbuhan dan perkembangan organisasi itu sendiri.
2.4 Kecerdasan Emosional
2.4.1 Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Emotional
Quotient (EQ) adalah sebuah kemampuan yang dimiliki oleh manusia untuk
menerima, menilai, mengelola serta mengendalikan emosi yang ada dalam dirinya
dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Kecerdasan emosional pertama kali
diteliti oleh sekumpulan psikolog yang berasal dari Amerika pada tahun 1980
yaitu Howard Gardner, Peter Salovey, John Mayer, dan penelitian ini
mulaimenjadi perhatian publik sejak Daniel Goleman yang berlatar belakang
seorang psikolog dari Harvard University menulis buku mengenai EQ ini pada
tahun 1995.
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan pengendalian diri, semangat dan
ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Kecerdasan
emosional bertumpu pada perasaan, watak dan naluri moral (Goleman 2015:13).
Selanjutnya Kecerdasan emosional diartikan sebagai kemampuan untuk
“mendengarkan” bisikan emosional, dan menjadikannya sebagai sumber
informasi maha penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi
mencapai sebuah tujuan (Agustian, 2012: 62). Kecerdasan emosional
didefinisikan sebagai kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi,
dan pengaruh manusiawi (Cooper & Swaf, 2002).
39
Kecerdasan emosional adalah sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial
yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan
kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan
informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. Menurut Goleman
kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan
emosinya dengan intelegensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya
melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, empati dan keterampilan
sosial. Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat
menetap, dan berubah-ubah setiap saat. Peran lingkungan terutama orang tua pada
masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan
emosional (Shapiro, 2008).
Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif,
namun keduannya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual
maupun pada dunia nyata serta tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan (Shapiro,
2008:10). Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik.
Apabila seseorang pandai menyesuaikan dengan suasana hati individu yang lain
atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang
baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta
lingkungannya.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam
memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi
dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan
emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang
40
tepat, memiliki kepuasan dan mengatur suasana hati. Sebuah model pelopor
tentang kecerdasan emosional diajukan oleh (Bar-On, 2000) mendefenisikan
kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial
yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi
tuntutan dan tekanan lingkungan. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, menjaga keselarasan
emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian
diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial (Goleman, 2015).
Dari beberapa pendapat ahli dapat di sintesiskan bahwa kecerdasan emosional
berperan penting di tempat kerja, keluarga, masyarakat dan dalam kehidupan
sehari-hari. Kecerdasan emosional mengkondisikan kita untuk mnentukan pilihan-
pilihan dalam melakukan segala sesuatu berdasarkan keseimbangan dan
kebutuhan pribadi. Kemampuan mengendalikan emosional dapat memotivasi diri
sendiri ketika dihadapkan dengan kondisi yang tidak sesuai dengan keinginan kita.
2.4.2 Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
Kecerdasan monolitik yang dimiliki seseorang tidak hanya ada satu untuk meraih
sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan
tujuan varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spesial, kinestetik,
musik, interpersonal dan intrapersonal, kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner
sebagai kecerdasan pribadi sedangkan oleh Goleman disebut sebagai kecerdasan
emosional (Goleman, 2015). Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa
inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup kemampuan untuk membedakan dan
menanggapi dengan tepat suasana hati, tempramen, motivasi dan hasrat orang
lain. Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan
41
diri, mencantumkan akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan
kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta
memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku (Goleman, 2015:52).
Berdasarkan kemampuan yang dinyatakan Gardner tersebut, Selovey dalam
Goleman (2015:57), memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan
intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan
emosional pada diri individu.
Aspek-aspek Kecerdasan Emosi menurut Salovey yang menempatkan kecerdasan
pribadi Gardner yang mencetuskan aspek-aspek kecerdasan emosi sebagai
berikut:
a. Mengenali emosi diri Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan
untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Aspek mengenali
emosi diri terjadi dari: kesadaran diri, penilaian diri, dan percaya diri.
Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli psikologi
menyebutkan bahwa kesadaran diri merupakan kesadaran seseorang akan
emosinya sendiri.
b. Mengelola emosi Mengelola emosi merupakan kemampuan inividu dalam
menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga
tercapai keseimbangan dalam diri individu.
c. Memotivasi diri sendiri Dalam mengerjakan sesuatu, memotivasi diri sendiri
adalah salah satu kunci keberhasilan.Mampu menata emosi guna mencapai
tujuan yang diinginkan.Kendali diri secara emosi, menahan diri terhadap
kepuasan dan megendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan di
segala bidang.
42
d. Mengenali emosi orang lain Kemampuan mengenali emosi orang lain sangat
bergantung pada kesadaran diri emosi. Empati merupakan salah salah satu
kemampuan mengenali emosi orang lain, dengan ikut merasakan apa yang
dialami oleh orang lain. Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain
atau peduli, menunjukkan empati seseorang. Individu yang memiliki
kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
tersembunyi dan mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan oleh oaring lain
sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap
perasan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain Goleman
(2005: 59).
e. Membina hubungan dengan orang lain Kemampuan membina hubungan
sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain.
Keterampilan ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas,
kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang yang dapat membina
hubungan dengan orang lain akan sukses dalam bidang apa pun yang
mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.
Aspek-aspek tersebut sesuai dengan aspek perkembangan manusia yang harus
dikembangkan sejak usia kanak-kanak sampai remaja, yaitu meliputi fisik,
intelektual, sosial, emosi, bahasa, moral dan agama (Sari, 2017). Dapat
disintesiskan bahwa, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama)
dengan orang lain.
2.5 Penelitian yang Relevan
2.5.1 Demirkasimoglu, 2010. Penelitian ini menunjukan profesionalisme guru
berpengaruh terhadap status mengajar yang dinamis. Perubahan politik dan
sosial menghasilkan pengeseran makna dan status pengajaran profesi guru.
43
2.5.2 Fatimah, 2018. Penelitian menunjukan terdapat pengaruh signifikan secara
parsial antara kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi profesional
terhadap kinerja guru SMP Negeri 4 Banjarbaru.
2.5.3 Wajihidin, dkk, 2015. Penelitian yang dilakukan bahwa budaya organisasi
berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru.
2.5.4 Springer, 2012. Perubahan budaya membutuhkan kepemimpinan yang
berani untuk mendesain ulang, mendefinisikan kembali, dan mengubah
budaya dan iklim organisasi yang dapat mempengaruhi profesionalisme
guru.
2.5.5 Manik, 2011. Penelitian menunjukan Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja secara bersama-sama berpengaruh
secara signifikan terhadap Kinerja guru di SMP Negeri 3 Rancaekek dengan
besarnya pengaruh 87,00 %.
2.5.6 Veiseh, 2014. Penelitian menunjukan paradigma baru, kepemimpinan
transformasional memiliki pengaruh luar biasa pada pembangunan budaya
organisasi. Selama dekade terakhir, penulis telah menekankan pada budaya
dan kepemimpinan sebagai dua faktor utama yang memengaruhi pada
kinerja organisasi.
2.5.7 Kurniawati, dkk, 2018. Penelitian menunjukan kecerdasan emosional
memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kinerja guru MTs Darul
Hikmah Ngompak, Ngawi, Jawa Timur.
2.5.8 Vesely, 2013. Penelitian ini menunjukan peningkatan tuntutan terhadap
sumber daya intelektual dan emosional guru saling terkait untuk
44
meningkatkan profesionalisme kerja, kelelahan, dan penurunan kepuasan
kerja.
2.5.9 Tschannen, 2009. Fostering Teacher Professionalism in Schools The Role of
Leadership Orientation and Trust menunjukan bahwa untuk memenuhi
harapan profesionalisme guru yang lebih tinggi, dibutuhkan perhatian
khusus dan harus diberikan pada isu-isu orientasi kepemimpinan kepala
sekolah dan hubungan kepercayaan di sekolah. Professionalisme yang
diperlukan harus berfokus pada perilaku, sikap dan kecerdasan mereka.
Berdasarkan penelitian relevan yang di peroleh, implikasi dari penelitian ini
adalah untuk memberikan sumber pendukung pada setiap variabel penelitian.
Implikasi penelitian yang relevan mengacu pada dua hal, yakni implikasi teoretis
dan praktis. Implikasi teoretis berhubungan dengan kontribusi bagi teori-teori,
pendekatan dan kajian tentang penelitian dengan kepemimpinan transformasional
kepala sekolah, budaya organisasi, kecerdasan emosional dan profesionalisme
guru. Implikasi praktis berkaitan dengan kontribusi temuan penelitian dalam hal
ini penelitian yang relevan menjadi salah satu pengacu kebermanfaatan terhadap
penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
2.6 Kerangka Pikir
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mengajar, mendidik,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Pengertia profesi adalah pekerjaan ataui kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
45
Jadi, guru yang professional adalah pendidik yang tugasnya meliputi mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik di sekolah tugas itu menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan, yang memerlukan standar
mutu atau norma.
Profesionalisme guru adalah variabel yang tidak bisa berdiri sendiri melainkan
dipengaruhi beberapa variabel lain seperti kepemimpinan trasformasiomal kepala
sekolah, budaya organisasi, dan kecerdasan emosional, pengaruhnya pada variabel
profesionalisme guru yaitu.
2.6.1 Pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap
profesionalismeguru. Kepemimpinan transformasional merupakan upaya
memotivasi pegawai untuk bekerja demi tercapai sasaran organisasi dan
memuaskan kebutuhan mereka pada tingkat yang lebih tinggi. Sehubungan
dengan kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang sesuai dengan
tugas dan funsinya maka akan berdapak baik terhadap profesionalisme
guru.
2.6.2 Pengaruh budaya organisasi terhadap profesionalisme guru. Budaya
organisasi tercipta dengan adanya kerjasama semua warga sekolah dengan
dukungan dan peran serta kepala sekolah. Menjunjung tinggi peraturan
sekolah yang diterapkan tidak hanya kepada murid melainkan kepada
seluruh sekolah baik guru maupun kepala sekolah sehingga tidak ada
pengecualian terhadap peraturan yang ditetapkan. Dengan terciptanya
kondisi sekolah yang kondusif didukung oleh seluruh warga sekolah maka
profesionalisme seorang guru dapat terpengaruhi, dengan kesadaran untuk
46
mematuhi peraturan sekolah, berlaku disiplin dengan atau tanpa peraturan
yang diberlakukan, merasa malu akan tindakan yang menciptakan suasana
yang tidak menyenangkan di sekolah.
2.6.3 Pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru. Kecerdasan
emosi merupakan kemampuan pengendalian diri, semangat dan ketekunan,
serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Kecerdasan emosional
bertumpu pada perasaan, watak dan naluri moral. Dengan terciptanya
pengendalian emosional yang dimiliki oleh seorang guru maka
profesionalisme seorang guru dapat akan dengan sendirinya muncul melalui
kondisi emosional yang baik.
2.6.4 Pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya
organisasi dan kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru.
Kepemimpinan transformasional, budaya organisasi dan kecerdasan
emosional terhadap profesionalisme guru dapat bersama-sama
mempengaruhi profesionalisme guru karena terlaksananya semua kondisi
untuk mempengaruhi profesionalosme. Sehingga guru yang memiliki
dedikasi yang tinggi terhadap profesi atau pekerjaannya, selalu melakukan
inovasi, meningkatkan mutu diri sehingga predikat profesionalisme itu akan
disandang guru baik dengan pengukuhan sertifikat profesionalisme.
Pengaruh antar avariabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini secara
lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini:
47
X1= Kepemimpinan Trasformasional Kepala Sekolah
X2= Budaya Organisasi
X3= Kecerdasan Emosional
Y = Profesionalisme Guru
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka, maka hipotesis
umum yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah “ada pengaruh yang positif
dan signifikan dari kepemimpinan trasformasional kepala sekolah atas
profesionalisme guru, budaya organisasi dan kecerdasan emosional terhadap
profesionalisme guru SMK Negeri. Bertitik tolak dari hipotesis umum di atas,
maka penelitian mengajukan hipotesis kerja sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap
profesionalisme guru SMK Negeri Kota Metro.
2. Terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap profesionalisme guru SMK
Negeri Kota Metro.
3. Terdapat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru SMK
Negeri Kota Metro.
4. Terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah,budaya
organisasi dan kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru SMK
Negeri Kota Metro.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh sehubungan dengan
penelitian yang dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis.
Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data
yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu
pengetahuan tertentu sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan,
dan mengantisispasi masalah (Sugiyono, 2016).
Metode penelitian mencakup prosedur dan teknik penelitian. Metode penelitian
merupakan langkah penting untuk memecahkan masalah-masalah penelitian.
Dengan menguasai metode penelitian, bukan hanya dapat memecahkan berbagai
masalah penelitian, namun juga dapat mengembangkan bidang keilmuan yang
digeluti.Selain itu, memperbanyak penemuan-penemuan baru yang bermanfaat
bagi masyarakat luas dan dunia pendidikan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif (expost facto), yaitu penelitian
yang bertujuan untuk menyelidiki peristiwa yang telah terjadi dan kemudian
merunut kebelakang untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya peristiwa tersebut (Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini pengumpulan
dan analisis data diperoleh untuk mengungkap peristiwa yang telah terjadi.
49
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yaitu
penelitian yang difokuskan pada kajian fenomena objektif untuk dikaji secara
kuantitatif (Musfiqon, 2012;59). Penelitian kuantitatif berkaitan erat dengan
teknik-teknik survei sosial termasuk wawancara, kuesioner yang tersusun,dan
lain-lain (Sutama, 2016:43). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner, kemudian analisis data sudah dilakukan dengan menggunakan SPSS
versi 22.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya atau keseluruhan subjek penelitian
(Arikunto, 2016, Sugiyono, 2016;61). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
guru sekolah menengah kejuruan negeri (SMK N) yang sudah bersertifikasi ada di
Kota Metro dengan jumlah 181 (Dapodik, 2018-2019).
Tabel 3.1 Populasi Penelitian
No SMK N Jumlah Guru
1 SMK N 1 54
2 SMK N 2 69
3 SMK N 3 52
4 SMK N 4 6
Jumlah 181
Sumber: dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id (2018/2019)
3.2.2 Sampel
Pengambilan sampel penelitian dengan tekhnik proportional random sampling
yaitu tekhnik pengambilan sampel berdasarkan daerah atau kelompok populasi
yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2016:121). Pengambilan sampel dengan tekhnik
ini mempertimbangkan proporsi jumlah populasi pada masing-masing
50
kelompok/sekolah. Populasi guru yang sudah ber sertifikasi di SMK Negeri di
Kota Metro berjumlah 181 guru dari 4 sekolah Negeri (Dapodik, 2017-2018).
Sampel dengan menggunakan rumus Slovin berikut ini:
Keterangan
N : jumlah populasi
n : jumlah sampel
d : presisi atau batas toleransi kesalahan yang digunakan sebesar 0,05
Sumber: Sugiyono (2016)
Dengan rumus tersebut, perhitunganya adalah sebagai berikut:
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling
acak yaitu pengambilan sampel dari populasi dengan cara acak dan proporsional
yang tersebar. Pengambilan sampel secara teknik sampling acak menggunakan
rumus sebagai berikut:
Keterangan:
: sampel (jumlah guru) pada kelas ke i
n : sampel penelitian
N: populasi penelitian
Ni: populasi pada kelas ke i
Sumber: Sugiyono (2016)
51
Tabel 3.2 Sampel Penelitian
No SMK N Jumlah Guru Sampel
1 SMK N 1 54
2 SMK N 2 69
3 SMK N 3 52
4 SMK N 4 6
Jumlah 181 124
Sumber data: dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id (2018/2019)
Populasi adalah Guru SMK Negeri Kota Metro yang berjumlah 181 orang. Jumlah
sampel ditentukan dengan rumus slovin dengan presisi atau batas toleransi
kesalahan yang digunakan sebesar 0,05 sehingga jumlah sampel ditentukan
sebesar 124. Jumlah sampel 124 ini selanjutnya diambil secara acak tanpa
memperhatikan kelas, usia dan jenis kelamin mengunakan Microsoft Excel
dengan rumus =RANDBETWEN(BUTTOM,UP), yaitu memasukan angka batas
bawah dan batas atas =RANDBETWEN(1,124) kemudian tekan enter maka akan
muncul angka secara acak 1 sampai 124. Angka yang muncul kemudian di
samakan dengan nomor absensi populasi dan dijadikan sebagai sempel penelitian.
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga macam variabel yaitu variabel bebas dan terikat.
3.3.1 Variabel Terikat (Dependent)
Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas (independent). Variabel terikat pada
penelitian ini adalah Profesionalisme Guru.
52
3.3.1.1 Definisi Konseptual Variabel Profesionalisme Guru (Y)
Berdasarkan definisi profesionalisme maka penulis mensintesiskan
profesionalisme sebagai orang-orang yang melaksanakan tugas profesi secara
profesional dengan adanya keahlian, kewajiban dan tangung jawab, kode etik,
serta kesetiaan pada profesinya.
3.3.1.2 Definisi Operasional Variabel Profesionalisme Guru
Definisi operasional variabel profesionalisme guru adalah seluruh nilai total yang
diperoleh melalui kuesioner penilaian diri guru yang meliputi empat indikator
yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan
kompetensi profesional. Variabel profesionalisme guru pada penelitian ini diukur
melalui angket berisi pernyataan dengan menggunakan skala likert, dilengkapi 5
alternatif jawaban (SS) Sangat Setuju, (S) Setuju, (RR) Ragu-ragu, (TS) Tidak
Setuju dan (STS) Sangat Tidak Setuju. Pernyataan dilakukan dalam bentuk
pertanyaan atau pernyataan yang bersifat positif dan negatif. Setiap pilihan
jawaban menggunakan bobot penilaian pada tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Kisi-kisi instrumen profesionalisme guru.
No Indikator Sub Indikator Item 1 Kompetensi Pedagogik 1. Memahami peserta serta
mengembangkan peserta didik
2. Merancang, melaksanakan dan
melakasanakan evaluasi
pembelajaran
1,2,3,4,5
2 Kompetensi kepribadian 3. Kepribadian yang mantap dan
stabil
4. Akhlak mulia, berwibawa dan
menjadi teladan
6,7,8,9,10
3 Kompetensi sosial 5. Mampu berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan
sesama tenaga pendidik
6. Mampu berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan
orang tua
11,12,13,1
4,15
4 Kompetensi profesional 7. Menguasai subtansi keilmuan
8. Menguasai struktur dan metode
keilmuan
19,20
Sumber: Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
53
Tabel 3.4 daftar alternatif jawaban
No Alternatif Jawaban Kode Bobot Nilai
1 Sangat Setuju SS 5
2 Setuju S 4
3 Ragu-ragu R 3
4 Tidak Setuju TS 2
5 Sangat Tidak Setuju STS 1
3.3.2 Variabel Bebas (independent)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahanya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini
yang menjadi variabel bebas yaitu Kepemimpinan transformasional kepala
sekolah (X1), budaya organisasi (X2), dan kecerdasan emosional (X3).
3.3.2.1 Definisi Konseptual Kepemimpinan Transformasional Kepala
Sekolah
Secara konseptual kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam
penelitian ini adalah kemampuan kepala sekolah dalam mempengaruhi
bawahanya guna mencapai tuuan yang telah ditetapkan, dalam hal ini dilihat
berdasarkan tugas dan peranan kepala sekolah dalam memimpin sekolah.
3.3.2.2 Definisi Operasional Kepemimpinan Transformasional Kepala
Sekolah
Definisi operasional variabel kepemimpinan trasformasional kepala sekolah
adalah seluruh nilai total yang diperoleh melalui kuesioner penilaian diri guru
yang meliputi yang meliputi dimensi karismatik, kepekaan individual dan
stimulasi intelektual. Variabel kepemimpinan trasformasional kepala sekolah pada
penelitian ini diukur melalui angket berisi pernyataan dengan menggunakan skala
Likert, dilengkapi 5 alternatif jawaban (SS) Sangat Setuju, (S) Setuju, (RR) Ragu-
ragu, (TS) Tidak Setuju dan (STS) Sangat Tidak Setuju. Pernyataan dilakukan
dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan yang bersifat positif dan negatif. Setiap
pilihan jawaban menggunakan bobot penilaian pada tabel 3.5 sebagai berikut.
54
Tabel 3.5 Kisi-kisi instrumen kepemimpinan transformasional
No Dimensi Indikator Item
1 Karismatik 1. Menjaadi figur yang dominan
2. Mengikutsertakan guru dan
Melibatkan diri dalam perencanaan
suatu kegiatan
3. Menjadi inspirator dan
membangkitkan loyalitas terhadap
organisasi
1,2,3,4,5,6,
7
2 Kepekaan individual 4. Menyemangati guru
mengekpspresikan gagasan dan
pendapat mereka
5. Memberikan penghargaan kepada
guru yang berprestasi
6. Menghadiri berbagi pertemuan
7. Cukup mengenal guru-guru secara
idividual
8,9,10,
11,12, 13
3 Stimulasi Intelektual 8. Memecahkan problem-probem
lama dengan cara yang baru
9. Mendorong guru untuk
mengevaluasi hasil kerja
10. Mendorong guru untuk berinovasi
dalam pembelajaran
11. Mendorong guru untuk bekerja
secara profesional
14, 15, 16,
17, 18, 19,
20
Sumber: Bass (1985) dan Silin (1994) yang diadaptasi oleh Atmojo. 2018
3.3.2.3 Definisi Konseptual Budaya Organisasi
Budaya organisai dalam penelitian ini merupakan suatu pola asumsi-asumsi dasar
yang berkenaan dengan kepercayaan, nilai-nilai dan tingkah laku yang diciptakan
dan dikembangkan oleh suatu organisasi sebagai dasar dalam menentukan tujuan,
konsensus, keunggulan, prestasi, inovasi, kesatuan, keakraban, dan integritas
organisasi yang dijadikan sebagai norma atau pedoman bagi para anggota
organisasi untuk berperilaku sama dan mampu memecahkan masalah organisasi
baik di dalam maupun di luar guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan
organisasi itu sendiri.
3.3.2.4 Definisi Operasional Budaya Organisasi
Definisi operasional variabel budaya organisasi adalah seluruh nilai total yang
diperoleh melalui kuesioner penilaian diri guru yang meliputi dimensi meliputi
55
dimensi nilai, norma, dan sikap/perilaku. Variabel budaya organisasi pada
penelitian ini diukur melalui angket berisi pernyataan dengan menggunakan skala
Likert, dilengkapi 5 alternatif jawaban (SS) Sangat Setuju, (S) Setuju, (RR) Ragu-
ragu, (TS) Tidak Setuju dan (STS) Sangat Tidak Setuju. Pernyataan dilakukan
dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan yang bersifat positif dan negatif. Setiap
pilihan jawaban menggunakan bobot penilaian pada tabel 3.7 sebagai berikut.
Tabel 3.6 Kisi-kisi instrumen Budaya organisasi
No Dimensi Indikator Item
1 Nilai
Keyakinan terhadap Agama 1,2,3
Kebiasaan yang dianggap benar 4,5, 6
2 Norma
Mematuhi peraturan sekolah 7,8,910
Tata kelakuan 11,12,13
3 Sikap/ perilaku
Mendorong kemandirian 14,15,16,17
Komitmen dalam pencapaian
tujuan
18,19,20
Sumber: Colquit: 2009
3.3.2.5 Definisi Konseptual Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri
dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang
lain.
3.3.2.6 Definisi Operasional Kecerdasan Emosional
Definisi operasional variabel kecerdasan emosional adalah seluruh nilai total yang
diperoleh melalui kuesioner penilaian diri guru yang meliputi dimensi meliputi
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang
lain dan membina hubungan dengan orang lain. Variabel kecerdasan emosional
pada penelitian ini diukur melalui angket berisi pernyataan dengan menggunakan
skala Likert, dilengkapi 5 alternatif jawaban (SS) Sangat Setuju, (S) Setuju, (RR)
Ragu-ragu, (TS) Tidak Setuju dan (STS) Sangat Tidak Setuju. Pernyataan
56
dilakukan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan yang bersifat positif dan
negatif. Setiap pilihan jawaban menggunakan bobot penilaian sebagai berikut.
Tabel 3.7 Kisi-kisi instrumen Kecerdasan Emosional
Variabel Sub Indikator Item
Kecerdasan
Emosional
Mengenal emosi 1,2,3,4
Mengelola emosi 5,6,7,8
Memotivasi diri sendiri 9,10,11,12
Mengenal emosi orang lain 13,14,15,16
Membina hubungan dengan orang lain 17,18,19,20
Sumber: Goelman, 2016.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap dan valid, yang dapat
mendukung keberhasilan dalam penelitian ini.
3.4.1 Teknik Pokok
Teknik pokok dalam penelitian ini adalah kuesioner (angket) merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan
atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Apabila ada kesulitan
dalam memahami kuesioner, responden bisa langsung bertanya kepada peneliti.
Angket (kuesioner) adalah instrumen penelitian yang berisi serangkaian
pernyataan yang akan dijawab oleh responden mengenai kondisi kehidupan,
keyakinan, atau sikap mereka (Sutama, 2016). Dengan menggunakan skala likert,
yaitu sebuah alat ukur yang mewajibkan pengamat untuk menetapkan subyek
57
kepada kategori atau kontinum dengan memberikan nomor atau angka pada
kategori tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, angket yang digunakan dalam penelitian ini
adalah termasuk angket langsung dan tertutup. Disebut langsung sebab disebarkan
langsung kepada responden dan dikumpulkan pada waktu itu juga, sedang disebut
tertutup karena responden terikat pada jawaban yang telah disediakan oleh
peneliti.
3.4.2 Teknik Penunjang
Teknik penunjang dalam penelitian ini adalah dokumentasi, studi kepustakaan,
teknik-teknik tersebut digunakan sebagai data pelengkap. Metode dokumentasi
digunakan untuk memperoleh data mengenai jumlah guru yang di teliti di SMK
Negeri Kota Metro.
3.5 Uji Instrumen Penelitian
Instrumen yang baik harus memenuhi dua prasyarat penting yaitu harus valid dan
reliabel (Arikunto, 2016). Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui apakah
instrumen yang digunakan benar-benar sahih dan handal. Instrumen yang valid
atau sadih adalah apakah alat ukur tersebut mampu mengukur yang hendak
diukur. Sedangkan reliabel atau handal adalah untuk melihat apakah alat ukur
mampu memberikan hasil pengukuran yang konsisten dalam waktu dan tempat
yang berbeda.
3.5.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu
instrumen. Suatu instrumen dianggap valid (sahih) jika instrumen tersebut mampu
mengukur terhadap apa yang diinginkan. Dalam menyusun instrumen yang valid
58
(validitas isi, validitas konstruk) langkah yang harus ditempuh adalah
mengidentifikasi topik pokok tingkah laku yang akan diukur, membuat tabel
spesifik perinci sampel butir pertanyaan yang digunakan, dan membuat tes atau
angket yang paling mendekati tabel spesifik. Apabila semua indikator dan
diskriptor sudah terwakili dalam butir instrumen, maka instrumen dipandang telah
memiliki validitas isi (Arikunto, 2016:159).
Meminta bantuan ahli untuk memeriksa isi instrumen tersebut secara sistematis,
serta mengevaluasi relevansinya dengan apa yang akan diukur. Apabila ahli yang
memeriksa memandang bahwa instrumen tersebut sudah mencerminkan wilayah
isi dengan memadai, maka instrumen tersebut dapat dikatakan telah memadai.
Teknik uji validitas untuk menentukan validitas terhadap item-item skala
psikologis dengan menggunakan rumus korelasi product moment, yaitu:
Rumus Korelasi product moment:
Keterangan:
r = Koefisien korelasi aitem skala angket
N = Banya Sampel
X = jumlah Skor Skala
Y = Jumlah skor total
Kesesuaian nilai rxy yang diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan
rumus tersebut kemudian dikonsultasikan kepada tabel r kritik Product Moment
59
dengan kaedah keputusan sebagai berikut. Jika rhitung > rtabel, maka instrumen
tersebut dikategorikan valid. Tetapi sebaliknya, manakala rhitung < rtabel, maka
instrumen tersebut dikategorikan tidak valid dan tidak layak untuk digunakan
pengambilan data. Reliabilitas bermakna bahwa suatu instrumen terpercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpul data.Suatu instrumen dapat dikatakan
mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi manakala instrumen tersebut dapat
memberikan hasil yang tetap atau ajeg. (Arikunto, 2016:86).
Tabel 3.8 Pengujian validitas profesionalisme guru
No
pada taraf
kepercayaan 95%
Keterangan
1. 0.602 0.444 Valid
2. 0.786 0.444 Valid
3. 0.336 0.444 Tidak Valid
4. 0.567 0.444 Valid
5. 0.933 0.444 Valid
6. 0.602 0.444 Valid
7. 0.773 0.444 Valid
8. 0.933 0.444 Valid
9. 0.773 0.444 Valid
10. 0.605 0.444 Valid
11. 0.593 0.444 Valid
12. 0.584 0.444 Valid
13. 0.602 0.444 Valid
14. 0.601 0.444 Valid
15. 0.605 0.444 Valid
16. 0.602 0.444 Valid
17. 0.285 0.444 TidakValid
18. 0.933 0.444 Valid
19. 0.768 0.444 Valid
20. 0.242 0.444 Tidak Valid
Hasil pengujian validitas menunjukkan bahwa pada variabel profesionalisme
guru, terdapat 3 pernyataan yang tidak valid, yaitu nomor 3, 17 dan 20 sehingga
tidak dapat digunakan, sedangkan pernyataan lainya dinyatakan valid dan dapat
digunakan sebagai instrumen pengambilan data.
60
a. Variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah
Hasil perhitungan validitas pada variabel kepemimpinan transformasional
kepala sekolah disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.9 Pengujian validitas kepemimpinan transformasional kepala sekolah
No
taraf kepercayaan 95% Keterangan
1 0.566 0.444 Valid
2 0.909 0.444 Valid
3 0.628 0.444 Valid
4 0.782 0.444 Valid
5 0.320 0.444 Tidak Valid
6 0.739 0.444 Valid
7 0.909 0.444 Valid
8 0.592 0.444 Valid
9 0.622 0.444 Valid
10 0.628 0.444 Valid
11 0.690 0.444 Valid
12 0.614 0.444 Valid
13 0.622 0.444 Valid
14 0.909 0.444 Valid
15 0.281 0.444 TidakValid
16 0.801 0.444 Valid
17 0.566 0.444 Valid
18 0.801 0.444 Valid
19 0.592 0.444 Valid
20 0.114 0.444 Tidak Valid
Hasil pengujian validitas menunjukkan bahwa pada variabel kepemimpinan
trasformasional kepala sekolah, terdapat 3 pernyataan yang tidak valid, yaitu
nomor 5, 15 dan 20 sehingga tidak dapat digunakan, sedangkan pernyataan
lainya dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai instrumen pengambilan
data.
61
b. Variabel budaya organisasi
Hasil perhitungan validitas pada variabel budaya organisasi disajikan pada
tabel berikut:
Tabel 3.10 Pengujian validitas budaya organisasi
No
Taraf kepercayaan 95% Keterangan
1 0.857 0.444 Valid
2 0.871 0.444 Valid
3 0.910 0.444 Valid
4 0.629 0.444 Valid
5 0.659 0.444 Valid
6 0.672 0.444 Valid
7 0.707 0.444 Valid
8 0.659 0.444 Valid
9 0.910 0.444 Valid
10 0.629 0.444 Valid
11 0.577 0.444 Valid
12 0.910 0.444 Valid
13 0.659 0.444 Valid
14 0.857 0.444 Valid
15 0.162 0.444 TidakValid
16 0.857 0.444 Valid
17 0.871 0.444 Valid
18 0.577 0.444 Valid
19 0.682 0.444 Valid
20 0.871 0.444 Valid
Hasil pengujian validitas menunjukkan bahwa pada variabel budaya organisasi,
terdapat 1 pernyataan yang tidak valid, yaitu nomor 15 sehingga tidak dapat
digunakan, sedangkan pernyataan lainya dinyatakan valid dan dapat digunakan
sebagai instrumen pengambilan data.
62
c. Variabel kecerdasan emosional
Hasil perhitungan validitas pada variabel kecerdasan emosional sekolah
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.11 Pengujian validitas kecerdasan emosional
No
Taraf kepercayaan 95% Keterangan
1 0.818 0.444 Valid
2 0.897 0.444 Valid
3 0.818 0.444 Valid
4 0.464 0.444 Valid
5 0.615 0.444 Valid
6 0.679 0.444 Valid
7 0.807 0.444 Valid
8 0.629 0.444 Valid
9 0.718 0.444 Valid
10 0.591 0.444 Valid
11 0.272 0.444 TidakValid
12 0.673 0.444 Valid
13 0.585 0.444 Valid
14 0.872 0.444 Valid
15 0.230 0.444 TidakValid
16 0.822 0.444 Valid
17 0.806 0.444 Valid
18 0.520 0.444 Valid
19 0.487 0.444 Valid
20 0.727 0.444 Valid
Hasil pengujian validitas menunjukkan bahwa pada variabel kecerdasan
emosional, terdapat 2 pernyataan yang tidak valid, yaitu nomor 11 dan 15
sehingga tidak dapat digunakan, sedangkan pernyataan lainya dinyatakan valid
dan dapat digunakan sebagai instrumen pengambilan data.
63
3.5.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan ketepatan atau tingkat presisi suatu ukuran atau alat
pengukur. Dalam hal ini suatu alat ukur disebut mempunyai reliabilitas tinggi atau
dapat dipercaya, jika alat ukur itu mantap atau stabil, dapat diandalkan dan dapat
diramalkan. Reliabilitas lebih menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu alat
instrumen cukup dapat dipercaya untuk dipergunakan sebagai alat pengumpul
data.
Teknik yang dipakai untuk menentukan reliabilitas (keajegan) instrumen adalah
dengan rumus Alpha. Peneliti menggunakan rumus ini karena instrumen yang
dipergunakan berbentuk angket denganskor skala bertingkat. Untuk angket
dengan skala bertingkat diuji dengan menggunakan rumus Alpha (Arikunto, 2016:
190).
Dengan kriteria pengujian jika r hitung > r tabel dengan taraf signifikansi 0,05 maka
alat ukur tersebut reliabel. Begitu pula sebaliknya, jika r hitung < r tabel maka alat
ukur tersebut tidak reliabel.
Pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian yang berjumlah 80
pernyataan, yang terdiri dari empat variabel penelitian yaitu 20 pernyataan pada
variabel kepemimpinan kepala sekolah (X1), 20 pernyataan pada kecerdasan
emosional guru (X2), 20 pernyataan pada kecerdasan spiritual guru (Y), dan 20
64
pernyataan pada profesionaisme guru (Y). Pengujian instrumen dilakukan
terhadap 20 orang guru. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan dengan
membandingkan nilai korelasi (r hitung) setiap penyataan (terlampir) dengan nilai
kritik r (rtabel) pada df = 18 dengan taraf kepercayaan 95%.
Tabel 3.12 Pengujian reliabilitas
No Variabel Alpa
Pada taraf
kepercayaan
98%
Keterangan
1 Kepemimpinan trasformasional
kepala sekolah (X1) 0.917 0.444 Reliabel
2 Budaya organisasi (X2) 0.955 0.444 Reliabel
3 Kecerdasan emosional (X3) 0.930 0.444 Reliabel
4 Profesionalisme guru (Y) 0.929 0.444 Reliabel
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa instumen kepemimpinan
transformasional kepala sekolah, budaya organisasi, kecerdasan emosional, dan
profesionalisme guru dinyatakan reliabel dan dapat dipergunakan sebagai
instrumen pengambilan data.
3.6 Teknik Analisis Data
3.6.1 Uji Prasyarat Analisis Data
Uji prasyarat analisis dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu uji
normalitas, uji heteroskedastisitas, uji multikolinearitas dan uji linearitas.
Adapun pengertian dan uji prasyarat analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan
sebagai alat pengumpul data berdistribusi normal atau tidak. Menurut Sugiyono
(2010:239), hal tersebut penting karena bila data setiap variabel tidak normal,
65
maka pengujian hipotesis tidak bisa menggunakan statistik parametik.
Statistik parametrik dapat digunakan jika sebuah data lolos uji normalitas dan
berdistribusi normal. Dalam hal ini, peneliti menggunakan aplikasi program
SPSS 22. Pengujian normalitas data hasil penelitian dengan uji Kolomogrov
Smirnov, dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut:
a) Perumusan hipotesis
Ho : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1: sampel berasal dari populasi berdsitribusi tidak normal
b) Data diurutkan dari yang terkecil ke yang terbesar
c) Menentukan kumulatif proporsi (kp)
d) Data ditransformasikan ke nilai baku Zi
e) Menentukan luas kurva Z (Z – tabel)
f) Menentukan a1 dan a2:
a2: selisih Z tabel dan kp pada batas atas (a2=absolut (kp-z-tab )
a1: selisih Z tabel dan kp pada batas bawah (a1= absolut (a2-fi/n)
g). Nilai mutlak maksimum dari a1 dan a2 dinotasikan dengan D0
h). Menentukan nilai D-tabel
i). Kriteria pengujian
Jika D0 ≤ D- tabel maka H0 diterima
Jika D0 ≥ D- tabel maka H0 ditolak
j) Kesimpulan
D0 ≤ D- tabel: sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
D0 ≥ D- tabel : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal
Sugiyono (2010:229)
66
Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan
persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain. Konsep dasar dari
uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi
data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku.
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain Menurut
(Sugiyono, 2010:259). Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas adalah dengan melihat pada grafik scatterplot. Deteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya
pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Jika hasil dalam
grafik, sebaran datanya tidak membentuk pola, berarti tidak mengalami
heteroskesdastisitas melainkan homoskesdasitisitas yang berarti datanya
homogen.
3. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (Sugiyono, 2010:270),. Untuk menguji
multikolinearitas, dapat dilakukan dengan cara melihat nilai VIF masing-masing
variabel independen, jika nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan data bebas dari
gejala multikolinieritas.
4. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan yang linear atau tidak secara
signifikan variabel penelitian (Prayitno 2010:73). Uji ini digunakan sebagai
persyaratan dalam analisis korelasi atau regresi linier. Pengujian linearitas
67
pada penelitian ini menggunakan test for linearity pada taraf signifikan 0,05.
Variabel penelitian dikatakan mempunyai hubungan yang linear apabila
signifikasi kurang dari 0,05.
Uji linearitas adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui status
linier tidaknya suatu distribuusi data penelitian (Sugiyono 2010:356). Hasil yang
diperoleh melalui uji linearitas akan menetukan teknik analisis yang akan
digunakan. Apabila dari hasil uji linearitas didapatkan kesimpulan bahwa
distribusi data linear, maka penelitian diselesaikan dengan teknik analisis
linear, namun apabila distribusi data tidak linear, maka penelitian
diselesaikan dengan teknik non-linear. Adapun kriteria dari uji linearitas adalah
apabila Fhitung< Ftabel maka data tersebut linear dan sebaliknya apabila diketahui
nilai Fhitung> Ftabel maka data tersebut tidak linear. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan program perhitungan SPSS Versi 22.
3.6.2 Regresi Linear Berganda
Uji korelasi ganda atau persamaan regresi ganda digunakan untuk menguji
hipotesis ke empat sampai dengan hipotesis ke tujuh dengan rumus sebagai
berikut : Y = a +a1 X1 + a2 X2 + a3 X3
Keterangan :
Y : Profesionalisme Guru
X1 : Variabel Kepemimpinan Trasformasional Kepala Sekolah
X2 : Variabel Budaya Organisasi
X3 : Variabel Kecerdasan Emosional
a1, a2, dan a3 : Koefisien regresi yang dicari kemudian dilanjutkan menguji
hipotesis dengan ketentuan sebagai berikut :
Pengaruh X1, X2, X3 terhadap Y secara simultan (uji F)
68
a. H0: α = 0, artinya X1, X2, X3 secara simultan (bersama-sama) tidak berpengaruh
signifikan terhadap Y
b. H0: α ≠ 0, artinya X1, X2, X3 secara simultan (bersama-sama) berpengaruh
signifikan terhadap Y
Kaidah pengambilan keputusan :
a. Jika Sig Fhitung > Sig Ftabel maka H0 ditolak
b. Jika Sig Fhitung < Sig Ftabel maka H0 diterima
Untuk mengetahui apakah persamaan regresi yang diperoleh dapat dipergunakan
untuk menarik kesimpulan pengaruh antara variabel bebas X terhadap variabel
terikat Y, maka dilakukan uji linearitas dan signifikansi regresi.
3.6.3 Uji Signifikansi Regresi
Pengujian tingkat keberartian regresi yang didapat dilakukan dengan uji t untuk
persamaan regresi linear sederhana dan uji F untuk persamaan regresi ganda.
Hipotesis yang diajukan dalam uji ini adalah:
Ho: Persamaan regresi tidak signifikan
H1: Persamaan regresi signifikan
Kriteria uji yang digunakan untuk uji t pada taraf signifikan 0,05 adalah tolak Ho
jika nilai Thitung > Ttabel, dan dalam hal lain Ho diterima. Untuk uji F pada taraf
signifikan 0,05 adalah tolak Ho jika nilai Fhitung > Ftabel, dalam hal lain Ho diterima.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian
dan analisis data penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
5.1.1 Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan
trasformasional kepala sekolah terhadap profesionalisme guru. Hal ini
menunjukkan semakin tinggi kepemimpinan transformasional kepala
sekolah maka semakin baik profesionalisme guru. Begitu juga sebaliknya
jika kepemimpinan trasformasional kepala sekolah semakin rendah maka
akan mempengaruhi profesionalisme guru menjadi rendah.
5.1.2 Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara budaya organisasi
terhadap profesionalisme guru. Hal ini menunjukkan semakin tinggi budaya
organisasi maka semakin baik profesionalisme guru. Begitu juga sebaliknya
jika budaya organisasi semakin rendah maka akan mempengaruhi
profesionalisme guru menjadi rendah.
5.1.3 Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional
terhadap profesionalisme guru. Hal ini menunjukkan semakin tinggi
kecerdasan emosional maka semakin baik profesionalisme guru. Begitu juga
sebaliknya jika kecerdasan emosional semakin rendah maka akan
mempengaruhi profesionalisme guru menjadi rendah.
106
5.1.4 Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan
trasformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan kecerdasan
emosional terhadap profesionalisme guru. Hal ini menunjukkan semakin
tinggi kepemimpinan trasformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan
kecerdasan emosional maka semakin baik profesionalisme guru. Begitu juga
sebaliknya jika kepemimpinan trasformasional kepala sekolah, budaya
organisasi dan kecerdasan emosional semakin rendah maka akan
mempengaruhi profesionalisme guru menjadi rendah.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian berikut beberapa saran yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
5.2.1 Bagi Guru
Hendaknya bagi guru dapat meningkatkan kualitas diri dengan mengikuti
pelatihan, serta mempraktikan materi pelatihan dan memahami bimbingan kepala
sekolah guna memahami budaya organisasi dan mampu meningkatkan kecerdasan
emosional. Tugas seorang guru adalah mengabdikan dirinya untuk mengajarkan
suatu ilmu, mendidik, mengarahkan, dan melatih muridnya agar mampu untuk
memahami apa yang telah diajarkan sehingga dapat digunakan dalam
kehidupannya. Seorang guru hendaknya harus memiliki kemampuan untuk
melihat kebutuhan pendidikan, seperti kemampuan untuk melihat suatu budaya
organisasi dan kecerdasan emosional.
107
5.2.2 Bagi Kepala Sekolah
Bagi kepala sekolah hendaknya dalam menjalankan kepemimpinanya harus
memperhatikan seluruh bawahannya terutama guru. Karena guru memiliki peran
yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Keseimbangan dalam
menjalin hubungan baik tentu akan menghasilkan budaya organisi yang baik,
selain itu kemampuan kepemimpinan trasformasional hendaknya dijalankan
dengan baik sehingga kualitas kepemimpinan dapat dijalankan dengan baik.
5.2.3 Bagi Dinas Pendidikan
1. Memfasilitasi terbangunnya komunikasi pemerintahan yang mendukung
kemandirian kepala sekolah.
2. Memfasilitasi terbangunnya sistem pemerintahan yang mendukung
pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual yang baik.
3. Memfasilitasi pendidik dan tenaga kependidikan meningkatkan
profesionalisme.
5.2.4 Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini terbatas hanya di SMK Negeri Kota Metro, selain itu peneliti hanya
meneliti kepemimpinan trasformasional kepala sekolah, budaya organisasi,
kecerdasan emosional dan profesionalisme guru. Saran untuk peneliti selanjutnya
dapat menggunakan objek yang berbeda, dan memperluas populasi. Penelitian ini
mengunakan metode kuantitatif, untuk penelitian selanjutnya dapat mengunakan
metode penelitian yang lain atau kombinasi sehingga dapat mengetahui hasil yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Abdorrakhman, Gintings. 2011. Esensi Praktis Manajemen Pendidikan dan
Pelatihan. Bandung: Humaniora
Abdullah, Mulyana. 2018. Manajemen Mutu Pendidikan di Sekolah Peran
Kepemimpinan Kepala Sekolah, Profesionalisme Guru, Dan Partisipasi
Masyarakat dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah. Jurnal
Penelitian Pendidikan: Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia, e-
ISSN 2541-4135. Hal:195. Diakses pada 07/08/2018 pukul 08.42 WIB
di: ejournal.upi.edu.
Agustian, Ary Ginanjar. 2012. Emotional spiritual quotient (the esq way 165).
PTArga Tilanta. Jakarta
Arikunto, Suharsimi. 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Atmojo, Marnis. 2012. The Influence of Transformational Leadership on Job
Satisfaction, Organizational Commitment, and Employee Performance.
International research journar of business studies. Vol. 5. No. 2. Diakses
pada 16/08/2018 pukul 09.12 WIB di: irjbs.com.
Avolio, Bruce J., Weichun Zhu, William Koh dan Puja Bhatia. 2004.
―Transformational leadership and organizational commitment:
mediating role of psychological empowerment and moderating role of
structural distance‖. Journal of Organizational Behavior, Vol. 25, pp.
951-968. Diakses pada 21/08/2018 pukul 12.24 WIB di: Wiley Online
Library.
Bafadal, I. 2009. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta:
Bumi Aksara
Bar-On, R. 2000. Emotional and Social Intelligence: Insights from the Emotional
Quotient Inventory. In R. Bar-On, and J.D.A. Parker, (Eds.), The
Handbook of Emotional Intelligence 17, pp. 363-388. Jossey-Bass, San
Francisco
Colquitt, J.A., Lepine, J.A., & Wesson, M.J. 2009. Organizational behavior:
Improving Performance and Commitment in the Workplace.
McGrawHill.
Cooper, R. K., & Swaf, A. 2002. Executive EQ. Orient Books. New York
Damin, S. 2005. Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi
Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
113
Danin, S. 2010. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Bandung : CV.
Alfabeta.
Daryanto, 2013. Standar Kompetensi dan Penilaian Kinerja Guru Profesional.
Yogyakarta : Gava Media.
Daryanto, 2013. Standar Kompetensi dan Penilaian Kinerja Guru
Profesional,Yogyakarta : Gava Media
Demirkasımoğlu, N. 2010. Defining ―Teacher Professionalism‖ from different
perspectives. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 9, 2047-2051.
Diakses pada 15/01/2019 pukul 20.43 WIB
di:ttps://scholar.google.co.id// Elsevier.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005,
Tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Depdiknas.
Fatimah, Siti. 2018.Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kompetensi
Profesional Guru dalam Meningkatkan Kinerja Guru Pada Smpn 4
Banjarbaru. Jieb : Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis. Jilid 4 Nomor, Hal
014-028. Diakses pada 20/09/2018 pukul 10.05 WIB di:
Http://Ejurnal.Stiepancasetia.Ac.Id/Index.Php/Jieb.
Firmansyah, Yuli. , Albeben Ambarita, & Sowiyah. 2013. Pengaruh supervisi
akademik kepala sekolah dan profesionalitas guru terhadap mutu
layanan pendidikan di madrasah tsanawiyah se-kecamatan Labuhan
Maringai Lampung Timur. Fkip Universitas Lampung.
Goleman, Daniel. 2015. Emotional Intelligence : Kecerdasan emosional mengapa
EI lebih penting daripada IQ. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Harsiwi, Agung . 2003. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hilmi. 2011. Kepemimpinan Transformasional Dan Perilaku Kewargaan
Organisasional Di Politeknik Negeri Lhokseumawe. Jurnal Perspekstif
Manajemen dan Perbankan, 2(1), h: 36-62.
Jennings, P. A., & Greenberg, M. T. 2009. The prososial classroom: Teacher
sosial and motional competence in relation to student and classroom
outcomes. Review of Educational Research, 79(1), 491-525. Diakses
pada 20/09/2018 pukul 10.30 WIB di: journals.sagepub.com.
Jurman, J. 2014. Budaya Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Pada
SMA Negeri 1 Simeulue Timur. Jurnal Ilmiah Didaktika, 14(2). Diakses
pada 25/08/2018 pukul 11.05 WIB di: jurnal.ar-raniry.ac.id.
Kamil, Mustofa. 2012. Model Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Alfabeta
114
Komariah, Aan dan Triatna, Cepi 2010. Visionary Leadership: Menuju Sekolah
Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kunandar. 2010. Guru Profesional, Cetakan ke-6. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kurniawati, A. D., Sunaryo, H., & Priyono, A. A. 2018. Pengaruh Kecerdasan
Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual Terhadap
Kinerja Guru (Studi Empiris Pada Guru MTs Darul Hikmah Ngompak,
Ngawi, Jawa Timur). Jurnal Ilmiah Riset Manajemen, 7(03). Diakses
pada 03/10/2018 pukul 09.57 WIB di: riset.unisma.ac.id.
Lestari, Endah dan Benar Sembiring. 2018. Pengaruh Profesionalisme Guru
Terhadap Semangat Kerja Guru Di Sma Pgri 2 Kota Jambi. Scientific
Journals of Economic Education. SJEE Volume 2, Nomor 1. Diakses
pada19/09/2018 pukul 17.25 WIB
di:http://sjee.unbari.ac.id/index.php/ojssjee/article/viewFile/20/22.
Luthans, Fred. 2011. Perilaku organisasi. Yogayakarta : Andi
Manik, Ester & Kamal Bustomi. 2011. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Budaya Organisasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Pada
Smp Negeri 3 Rancaekek. Jurnal Ekonomi, Bisnis & Entrepreneurship
Vol. 5, No. 2, 97-107. Diakses pada 22/09/2018 pukul 21.54 WIB di:
stiepas.ac.id.
McShane, Steven L., & Von Glinow, Mary Ann. 2008. Organizational Behavior –
4th edi-tion. New York: McGraw-Hill/Irwin.
Mukhtar. 2009. Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. (Cet. I; Jakarta: Gaung
Persada.
Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung: Rosdakarya
Musfiqon. 2012. Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. PT Prestasi
pustaka. Jakarta
Pabundu, Tika. 2008. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Praja, Gani Indra. 2014. Pengaruh kompetensi menejerial dan kompetensi
supervisi akademik kepala sekolah terhadap profesionalisme guru smp
Negeri di kecamatan pungur kabupaten Lampung tengah. Jurnal FKIP
universitas Lampung.
Prayitno, D. 2010. Paham Analisis Data Statistik Dengan SPSS. MediaKom,
Yogyakarta.
Puluhulawa, C.W. 2013. Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual
Meningkatkan Kompetensi Sosial Guru. Makara Seri SosialHumaniora,
115
17(2), 139-147. Diakses pada 24/09/2018 pukul 20.03 WIB di:
http://hubsasia.ui.ac.id/article/view/177?fulltext=true
Rahardian, Zakka Ryan, dan Endang Sri Indrawati. 2018. Hubungan Antara
Kecerdasan Emosional Dengan Disiplin Kerja Pada Guru SMP Negeri 6
dan 8 Kabupaten Pemalang. Jurnal Empati, Januari 2018, Volume 7
(Nomor 1), Halaman 345-301. Diakses pada 19/09/2018 pukul 15.37
WIB di:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/viewFile/20247/19
099
Rahman, Bujang. 2014. Refleksi Diri Dan Upaya Peningkatan Profesionalisme
GuruSekolah Dasar di Provinsi Lampung. FKIP Unila, Jln. Prof. Dr.
Sumantri Brojonegoro No.1, Bandar Lampung
Rahmasari, Lisda. 2012. Pengaruh kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan. Jurnal ilmiah
informatika. Vol 3. no 1. Diakses pada 04/09/2018 pukul 05.38 WIB di:
unaki.ac.id.
Rees, Erik. 2001. Seven Principles of Transformational Leadership: Creating A
Synergy of Energy. Diakses pada 14/08/2018 pukul 19.57 WIB di:
http://cicministry.org/commentary/issue85_warren_article.pdf
Rice. G.H & Bishoprick, D.W. 1971. Conceptual Models of Organization. New
York: Meredith Corporation
Robbins, Stephen P & Judges, Timot hy A. 2010. Perilaku Organisasi Buku 2.
Jakarta: Salemba Empat.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran, Pengembangan Guru Profesional.
Jakarta : Grafindo Persada
Saphiro, Lawrence E. 2008. Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak.
Jakarta : Gramedia.
Sari, S. 2017. Tinjauan Perkembangan Psikologi Manusia pada Usia Kanak-
Kanak dan Remaja. Primary Education Journal (PEJ), 1(1), 46 - 50.
Diakses pada 12/08/2018 pukul 12.37 WIB di: pej.ftk.uinjambi.ac.id.
Satori, Djam’an dkk. 2010. Profesi keguruan. Universitas terbuka Jakarta. Jakarta
Sinambela, Lijan Poltak. 2012. Kinerja Pegawai. Yogyakarta: Graha Ilmu
Springer, P. J., Clark, C. M., Strohfus, P., & Belcheir, M. 2012. Using
transformational change to improve organizational culture and climate
in a school of nursing. Journal of Nursing Education, 51(2), 81-88.
Diakses pada 15/01/2019 pukul 20.52 WIB di: healio.com.
116
Subhi, Emil Ryan. 2014. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap
Kinerja Karyawan dengan Penghargaan Sebagai Variabel Moderating.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 2. Diakses pada 15/11/2018
pukul 20.52 WIB di:ttps://scholar.google.co.id
Sudewa, Ivan Tri. 2013. Pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap
profesionalisme guru di TK Lovely Lovita Tanjung Pinang. Fakultas ilmu
sosial dan politik Universitas Maritime Raja Ali Haji Tanjung Pinang.
Sudja, I. N. 2013. Pengaruh kompetensi, kepemimpinan diri, sistem penghargaan,
lingkungan kerja, terhadap komitmen pada profesi dan profesionalisme
guru SMA Negeri di Bali. DIE, 9(2).
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Belajar Mengajar.Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif Kualitati.
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sulistiya, M. 2013. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja
Guru. Ekonomi IKIP Veteran Semarang, 1(2).
Sumardjoko, Bambang. 2018. Model Pengembangan Profesi Guru Berbasis
Konstruktivis-Kolaboratif. Sukoharjo: Diomedia
Sumaryani, Cucu. 2009. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala
Sekolah dan Iklim Organisasi Sekolah Terhadap Produktivitas Sekolah
(Bandung: Alfabeta.
Sunar, P. D. 2010. Edisi lengkap tes IQ, SQ & SQ. Hash Books. Jogyakarta
Suparman. 2017. Pengaruh pemberian tunjangan dan organizational citizenship
behavior (OCB) terhadap kinerja guru (Studi pada sekolah dasar negeri
di Kecamatan Poasia). Tesis. Program Pascasarjana Program Studi Ilmu
Manajemen, Universitas Halu Oleo Kendari.
Supriadi, Oding. 2009. Pengembangan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar.
Jurnal Tabularasa PPS Unimed Vol.6, No.1.
Sutama. 2016.Metode Penelitian Pendidikan:Kuantitatif, Kualitatif, PTK, R & D.
Surakarta: Fairuz Media.
Sutrisno, Edy. 2010.Budaya Organisasi. Jakarta: Kencana.
Syah, M. 2011. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Syarif, Elina, Zulkarnaen & Sumarno. 2009. Pembelajaran Menulis. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional.
117
Tilaar, 2010. Manajemen Pendidikan Nasional. Remaja Rosdakarya:Bandung
Tschannen-Moran, M. 2009. Fostering teacher professionalism in schools: The
role of leadership orientation and trust. Educational Administration
Quarterly, 45(2), 217-247
Ujiarto, Toto, Rusdarti, Rifai & Tri Joko Raharjo. 2017. Effect of the School
Principal’s Management, Academic Supervision, Organizational
Culture, and Work Motivation to the Teacher’s Professionalism. The
Journal of Educational Development. JED 5 (3) 414- 424.
Umar, Husein. 2010. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Veiseh, S., Mohammadi, E., Pirzadian, M., & Sharafi, V. (2014). The relation
between transformational leadership and organizational culture (Case
study: Medical school of Ilam). Journal of Business Studies Quarterly,
5(3), 113. Diakses pada 15/01/2019 pukul 20.58 WIB di:ttps://
Citeseer.scholar.google.co.id
Vesely, A. K., Saklofske, D. H., & Leschied, A. D. (2013). Teachers—The vital
resource: The contribution of emotional intelligence to teacher efficacy
and well-being. Canadian Journal of School Psychology, 28(1), 71-89.
Diakses pada 15/01/2019 pukul 21.01 WIB di journals.sagepub.com.
Wahjosumidjo. 2011. Kepemimpinan Kepala Sekolah. PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
Wahyuning, Tri. 2016. Pengaruh Budaya Organisasi, Komitmen, Motivasi
Berprestasi Terhadap Profesionalisme Guru Sd Negeri Kecamatan
Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara. Tesis. Program Studi Magister
Manajemen Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung.
Wajihidin, M., Fathorrazi, M., & Tobing, D. S. K. (2015). Pengaruh Kompensasi
dan Budaya Organisasi Terhadap Profesionalisme Guru Dengan
Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel
Intervening (Studi Kasus di Mts Dan Ma Miftahul Ulum Banyu Putih
Kidul Jatiroto Lumajang). Jurnal Relasi STIE Mandala Jember, 10(2).
Diakses pada 3/03/2019 pukul 14.30 WIB di: jurnal.stie-mandala.ac.id.
Wibowo. 2011. Manajemen Kinerja, Jakarta:Rajawali Pers
Widya Pangestu. 2014. Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja
Terhadap Keterikatan Karyawan di PT Sucofindo Cabang Bandung,
Jurnal Ekonomi, Universitas Komputer Indonesia,
Winarsih, A. & S. Mulyani. 2012. Peningkatan Profesionalisme Guru Ipa Melalui
Lesson Study Dalam Pengembangan Model Pembelajaran PBI.
ournal.unnes.ac.id. JPII 1 (1), 43-50.
118
Wutun, R.P. 2001. ―Persepsi Karyawan tentang Perilaku Kepemimpinan Atasan.
Suatu Kajian Teori Transformasional-Transaksional‖, dalam
Sjabadhyni, B., Graito, B.K, & Wutun, R.P. Pengembangan Kualitas
SDM dari Prespektif PIO. Jakarta: Bagian Psikologi Industri dan
Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Yukl, Gary. 2010. Kepemimpinan dalam Organisasi. Edisi Kelima. Jakarta: PT.
Indeks.
Yuliana, Bujang Rahman, & Sulton Djasmi 2014. Kepemimpinan kepala sekolah
dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan di SDN 4 Metro timur.
FKIP Universitas Lampung.
Zakharia, Febry. 2014, Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja
Terhadap Kinerja Guru SmpYadika 3 Tangerang, Jakarta
Zohar, D., & Marshall , I. 2007. Kecerdasana Spiritual (Edisi Revisi 2007).
Bandung: Mizan Pustaka.
top related