PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP HAK PEREMPUAN ...repository.unsri.ac.id/27639/2/RAMA_74201_02011181621018...2. Cerai Gugat Cerai Gugat ialah perceraian yang diajukan oleh istri. Sebagaiamana
Post on 03-Feb-2021
11 Views
Preview:
Transcript
PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP HAK PEREMPUAN
DALAM PROSES PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA PALEMBANG
(Studi PERMA Nomor 3 Tahun 2017
tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum)
S K R I P S I
Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya
Oleh :
ISHLAH MARDHATILLAH
02011181621018
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2019
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan, kekuatan, dan kesehatan serta atas segala berkat dan rahmat-nya penulis
dapat menyelesaikan penelitiann skripsi ini dengan mengangkat judul mengenai
“PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP HAK PEREMPUAN DALAM
PROSES PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA PALEMBANG (Studi
PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan
Berhadapan dengan Hukum)”. Penelitian skripsi ini ditulis dalam rangka untuk
memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya.
Kelancaran penelitian skripsi ini selain atas limpahan karunia dari Allah
SWT, juga atas dukungan orang tua, pembimbing, dan juga teman-teman sehingga
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan selama penelitian skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini nantinya dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi dan melindungi kita semua
Amin.
Wasalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Palembang, 2019
Ishlah Mardhatillah
NIM 02011181621018
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................ vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
ABSTRAK ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiii
DAFTAR BAGAN........................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 13
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 13
E. Ruang Lingkup .…........................................................................ 14
F. Kerangka Teori.............................................................................. 14
G. Metode Penelitian ........................................................................ 17
Jenis Penelitian ..................................................................... 17
Pendekatan Penelitian .......................................................... 18
Sifat Penelitian ..................................................................... 18
Bahan Hukum ...................................................................... 19
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ................................... 20
Teknik Analisis Bahan Hukum ............................................ 21
Teknik Penarikan Kesimpulan ............................................. 21
vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penegakkan Hukum ……………................................................. 23
Pengertian Penegakkan Hukum ...………………………… 23
Bentuk- Bentuk Penegakkan Hukum……………………... 24
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum…. 26
B. Perceraian .................................................................................... 32
Pengertian Perceraian ……………………......................... 32
Dasar Perceraian ................................……………………. 35
Pengertian Cerai Talak ..............................………………. 36
Alasan-Alasan Penyebab Perceraian .......………………... 39
Prosedur Pengajuan Perceraian .............................………. 40
C. Hak Perempuan dalam Cerai Talak ............................................ 45
Hak Perempuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974...................................................................................... 45
Hak Perempuan dalam PP Nomor 9 Tahun 1975 ................ 46
Hak Perempuan dalam Kompilasi Hukum Islam ................ 46
D. Praktik Pembebanan Nafkah Iddah dan Mut’ah ......................... 47
E. Pelaksaan Putusan (Eksekusi) ..................................................... 51
Pengertian Eksekusi ............................................................. 51
Macam-Macam Eksekusi ..................................................... 52
Eksekusi Putusan Cerai Talak .............................................. 54
BAB III PEMBAHASAN
A.Penegakan Hukum Hak Perempuan dalam Perceraian
berdasarkan PERMA Nomor 3 Tahun 2017 terhadap putusan
Hakim dalam kepatuhan suami memenuhi hak-hak istri yang
diceraikan ................................................................................... 56
Jumlah Perkara Cerai Talak di Pengadilan Agama
Palembang ........................................................................... 56
Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan dalam
Cerai Talak di Pengadilan Agama Palembang .................... 61
vii
Praktik Pembebanan Hak Perempuan Sebelum dan
Sesudah Adanya PERMA Nomor 3 Tahun 2017 ………… 64
B. Kendala dalam Pemenuhan Hak-Hak Perempuan dalam
Perkara Cerai Talak .................................................................... 67
Kendala dalam Pemenuhan Hak-Hak Perempuan dalam
Cerai Talak dari Sudut Pandang Hakim ….......................... 67
Kendala dalam Pemenuhan Hak-Hak Perempuan dalam
Cerai Talak dari Sudut Perempuan Pencari Keadilan ......... 68
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 69
B. Saran.............................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 71
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Perkara di Pengadilan Agama Palembang Tahun 2016-
2019 .............................................................................................. 57
Tabel 2. Jumlah Perkara Cerai Talak.......................................................... 59
ix
DAFTAR BAGAN
Bagan1. Prosedur Permohonan Cerai Talak.................................................. 42
x
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Keputusan Dosen Pembimbing Skripsi................................................... 76
Kartu Konsultasi Penulisan Skipsi Pembimbing I............................................ 77
Kartu Konsultasi Penulisan Skipsi Pembimbing II.......................................... 78
Surat Pengantar Riset Fakultas......................................................................... 79
Surat Hasil Riset Pengadilan Agama Palembang............................................ 80
PERMA Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Berhadapan
dengan Hukum................................................................................................ 81
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahkamah Agung Republik Indonesia merupakan Lembaga Tinggi
Negara yang menjadi puncak dari peradilan negara tertinggi yang
membawahi 4 lingkungan peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Mahkamah Agung
selanjutnya disebut MA memiliki 6 Fungsi1. Salah satunya ialah fungsi
mengatur yang mana MA berhak mengatur hal-hal lebih lanjut yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan. Apabila terdapat hal-
hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah
Agung serta dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu
untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang. Hal
tersebut sesuai dalam Pasal 79 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 yang
telah mengalami Perubahan Pertama menjadi Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 dan Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
tentang Mahkamah Agung.
Sebagai perwujudan fungsi tersebut, MA dapat menerbitkan Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) yang merupakan produk hukum dari
1 Fungsi Mahkamah Agung antara lain ialah: 1) Fungsi Peradilan; 2) Fungsi Pengawasan; 3)
Fungsi Mengatur; 4) Fungsi Nasehat; 5) Fungsi Administratif; 6) Fungsi Lain-lain; Lihat: Mahkamah
Agung, ”Tugas pokok dan fungsi”, https://www.mahkamahagung.go.id/id/tugas-pokok-dan-fungsi, diakses tanggal 28 agustus 2019.
https://www.mahkamahagung.go.id/id/tugas-pokok-dan-fungsi
2
Mahkamah Agung yang dibentuk dan berisi ketentuan hukum acara. Salah
satu hasil produk MA tersebut ialah PERMA No. 3 Tahun 2017 (Tentang
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum).
PERMA No. 3 Tahun 2017 tersebut merujuk pada: 1).Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita; 2).Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung; 3). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Convenant on Civil and Political Rights (Konvenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik); 4). Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Hukum Islam juga mengatur tentang hak-hak yang dimiliki oleh
perempuan. Dalam Al Qur’an surat An-Nisa’ Ayat 32 yang artinya “Bagi
laki-laki ada hak/ bagian dari apa yang diusahakannya, dan bagi perempuan
ada hak/bagian dari apa yang diusahakanya.” menjelaskan bahwa tidak ada
perbedaan hak antara laki-laki dan perempuan2. Salah satu hak perempuan
ialah hak untuk mendapatkan nafkah.
2 Nurhayati B dan Mal Al Fahnum, “Hak-Hak Perempuan menurut Perspeftif Al-Qur’an”,
Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan jender Vol 16 No. 2 2017, hlm 3.
3
Nafkah setelah perceraian ikrar talak pun tertuang dalam Q.S At-
Thalaq Ayat 6 yang artinya “Maka berilah nafkah kepada mereka (isteri-
isteri yang terthalaq) sehimgga mereka melahirkan kandungannya. Jika
mereka menyusui untuk anak-anak kamu sekalian, maka bayarlah upanya
kepada mereka. Dan rundingkanlah diantara kamu sekalian dengan baik.
Dan jika kamu sekalian berselisih maka bolehlah dia (suami) menyusukannya
kepada perempuan-perempuan ini”. Nafkah yang dimaksud meliputi nafkah
mut’ah idah, maskan, kiswah. Adapun besar jumlah nafkah tergantung pada
kemampuan suami. KHI mengatur hak- hak perempuan sebagai akibat dari
cerai talak dalam Pasal 149, Pemberian nafkah tersebut juga dijelaskan oleh
Hadits Nabi yang berbunyi: “Dan hak mereka atas dirimu (suami) ialah kamu
memberi makan dan pakaian kepada mereka dengan cara yang ma’ruf” (HR.
Muslim dan Abu Daud). Hal ini menunjukan bahwa pemberian nafkah itu
wajib dalam keadaan apapun dan tidak bisa dihindari3.
PERMA No. 3 Tahun 2017 bertujuan untuk memberikan keadilan
terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum, menghapuskan potensi
diskriminasi terhadap perempuan sekaligus memberikan acuan kepada hakim
dalam mengadili tanpa adanya diskriminasi gender sesuai asas dalam Pasal 2
PERMA No. 3 Tahun 2017 yang isinya :
a. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia
b. Non diskriminasi
3 Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah 8, (Bandung. PT Alma’arif. 1987). Hlm 171
4
c. Kesetaraan gender
d. Persamaan di depan hukum
e. Keadilan
f. Kemanfaatan
g. Kepastian hukum
Jika dihubungkan dengan hak-hak perempuan yang akan diceraikan
oleh suami dalam Cerai Talak, maka akan timbul pertanyaan apakah asas
tersebut telah menegakkan hak-hak perempuan yang seharusnya didapatkan
dalam proses Cerai Talak di Pengadilan Agama. Selain itu, Asas tersebut juga
bisa dikaitkan dengan pedoman perilaku hakim, apakah telah sesuai atau
belum.
Pengadilan Agama sebagai salah satu lembaga peradilan di lingkungan
Mahkamah Agung (MA) diakui oleh negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang mempunyai kewenangan absolut dalam memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama sengketa antara
orang islam dalam bidang : a) Perkawinan; b) Waris; c) Wasiat; d) Hibah; e)
Wakaf; f) Zakat g) Infaq; h) Shadaqah; dan i) Ekonomi Syariah. Hal tersebut
berdasarkan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang
telah mengalami perubahan pertama menjadi Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
tentang Peradilan Agama.
5
Perlu diketahui bahwa “Pengadilan” dan “Peradilan” merupakan dua
istilah yang berbeda.4 Istilah “Pengadilan” dalam bahasa Inggris disebut court
dan dalam bahasa Belanda rechtbank, yaitu badan yang melakukan peradilan
berupa memeriksa, mengadili dan memustuskan. Sedangkan istilah
“Peradilan” dalam bahasa Belanda disebut rechtspraak dan dalam bahasa
Inggris disebut judiciary, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas
Negara dalam menegakkan hukum dan keadilan5. Sejalan dengan hal tersebut
salah satu bidang yang menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama ialah
tentang penyelesaian perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga
(sengketa perkawinan/pernikahan).
Perkawinan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
perubahan atas Undang Nomor Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum
Islam (KHI) . Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas
Undang Nomor Nomor 1 Tahun 1974 dijelaskan Pasal 1 yang
berbunyi“Ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami
istri dengan membentuk tujuan keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) Pasal 2 berbunyi “Perkawinan menurut hukum adalah pernikahan
yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizan untuk menaati perintah
Allah dan melakukannya merupakan ibadah”. Dapat disimpulkan dari kedua
4 Ahmad Fathoni Ramli, Administrasi Peradilan Agama, (Bandung. Mandar Maju 2013). Hlm
2 5 Ibid, Hlm 2
6
aturan tersebut bahwa suatu pernikahan/perkawinan merupakan suatu
hubungan yang sakral dan suci yang harus dijaga oleh kedua insan ciptaan
Allah (suami-istri) yang disatukan dalam suatu pernikahan dengan
menjalankan kewajiban dan memperoleh hak-haknya yang timbul dari
pernikahan tersebut.
Dalam suatu hubungan perkawinan/pernikahan tentu ada perbedaan-
perbedaan baik itu kepribadian, sikap, dan pemikiran yang dapat memicu
perpecahan dan keributan apabila tidak disertai dengan pemikiran yang
dewasa. Oleh karena itu di dalam pernikahan tersebut diperlukan kematangan
mental dan fisik. Namun sayangnya hal tersebut tidak menjadi jaminan
keutuhan rumah tangga sehingga banyak juga yang berujung pada perceraian
akibat perpecahan tersebut.
Perceraian ialah putusnya atau berakhirnya suatu perkawinan yang
telah dibina oleh pasangan suami-istri. Dalam istilah fiqih dikenal dengan
istilah talak, talak berarti melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan
secara sukarela, ucapan talak terhadap isterinya dengan kata-kata yang jelas
atau dengan kata-kata sindiran.6”
Di Pengadilan khususnya Pengadilan Agama perceraian terbagi
menjadi 2 jenis yaitu:
1. Cerai Talak
6 M.Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang
No.7 Tahun 1989, (Jakarta. Pusaka Kartini.1993).Hlm 230
7
Cerai Talak ialah cerai yang diajukan oleh pihak suami yang
petitumnya memohon untuk diizinkan menjatuhkan talak terhadap
istrinya7.”Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab XVI Pasal 117
menjelaskan bahwa talak adalah ikrar suami dihadapan sidang
Pengadilan Agama yang menjadi salah satu penyebab putusnya
perkawinan.8
2. Cerai Gugat
Cerai Gugat ialah perceraian yang diajukan oleh istri.
Sebagaiamana diatur dalam Pasal 73 ayat 1 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 yang berbunyi : “Cerai yang gugatan perceraian yang
diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat, kecuali apabila
Penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama
tanpa izin Tergugat atau dapat disimpulkan cerai yang pengajuan
gugatannya berasal dari istri”.
Dalam proses perceraian khususnya Cerai Talak, tidak selesai begitu
saja dengan keluarnya putusan dari pengadilan agama berupa akta cerai
namun juga diiringi dengan timbulnya hak dan kewajiban yang harus di
penuhi oleh mantan suami-istri. Dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam
7 Badilag, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, (Jakarta.
Mahkamah Agung RI. 2013). Hlm 147 8 Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan di
Indonesia, (Yogyakarta. Bina Cipta. 1979). Hlm 46
8
(KHI) Pasal 149 kewajiban mantan suami ialah memberikan nafkah iddah,
mut’ah, maskan dan kiswah selama massa iddah. Adapun kewajiban mantan
istri ialah menjalankan masa iddah.
Kewajiban yang dibebankan kepada mantan suami pada praktiknya
terjadi karena adanya tuntutan balik istri (rekonvensi) ataupun tanpa adanya
tuntutan balik dari isteri, karena hakim dapat menetapkan kewajiban-
kewajiban mantan suami berdasarkan hak ex officio (jabatan) dengan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang didapatkan dari fakta-fakta
selama proses persidangan. Dalam hal tersebut diperlukan peran seorang
hakim yang dapat berperilaku adil, bijaksana, dan sesuai hati nurani. Hakim
sebagai pemegang kekuasaan kehakiman harus berpedoman pada prinsip
perilaku hakim yang dijelaskan didalam kode etik hakim.9
Salah satu dari Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Prilaku
Hakim yang harus diimplementasikan ialah berprilaku adil. Adil bermakna
seorang hakim harus menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan
yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang
sama kedudukanya di depan hukum10. Dengan demikian, tuntutan yang paling
mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan memberi
kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap setiap orang oleh
karenanya, seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi di bidang
9Pedoman Perilaku Hakim. Mahkamah Agung RI Pengurus Daerah IKAHI Sumatera Selatan.
2010. Hlm 5 10 Ibid. Hlm 6
9
peradilan yang memikul tanggung jawab menegakkan hukum yang adil dan
benar harus selalu berlaku adil dengan tidak membeda-bedakan orang.
Prinsip berperilaku adil dalam kode etik kehakiman menjelaskan
bahwa hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya dilarang menunjukkan
rasa suka atau tidak suka, keberpihakan, prasangka, atau pelecehan terhadap
suatu ras, jenis kelamin, agama, asal kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik
atau mental, usia atau status sosial ekonomi maupun atas dasar kedekatan
hubungan dengan pencari keadilan atau pihak-pihak yang terlibat dalam
proses peradilan baik melalui perkataan maupun tindakan. Hal tersebut
menunjukkan adanya kesamaan dengan tujuan Pasal 2 PERMA No 3 Tahun
2017 yang menjelaskan bahwa hakim mengadili perkara perempuan yang
berhadapan dengan hukum berdasarkan asas penghargaan atas harkat martabat
manusia, non-diskriminasi, kesetaraan gender, persamaan di depan hukum,
keadilan, dan kepastian hukum. Oleh karena itu penulis tertarik meneliti
dalam praktiknya sudah sejauh mana seorang hakim di Pengadilan Agama
Palembang menjalankan PERMA No 3 Tahun 2017 tersebut dalam beracara
di persidangan.
Hakim dalam mengadili perkara perempuan yang berhadapan dengan
hukum, dituntut agar dapat mengidentifikasi situasi perlakuan yang tidak
setara sehingga mengakibatkan diskriminasi terhadap perempuan dan
menjamin hak perempuan terhadap akses yang setara dalam memperoleh
keadilan. Diskriminasi terhadap perempuan terkadang berasal dari budaya
10
patriarki yang masih melekat di masyarakat Indonesia. Budaya tersebut
terwujud dalam berbagai aspek dan ruang lingkup kehidupan masyarakat,
seperti ekonomi, pendidikan, politik, hingga hukum sekalipun. dampak dari
budaya seperti demikian adalah munculnya berbagai masalah sosial yang
membelenggu kebebasan perempuan dan melanggar hak-hak yang seharusnya
dimiliki oleh perempuan11. Diskriminasi terhadap perempuan diartikan
sebagai setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang di buat atas
dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi
atau menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak-hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosisal,
budaya, sipil, atau apapun lainya oleh wanita.12
Dalam kasus perceraian khususnya Cerai Talak di Pengadilan Agama
pun ketidakadilan pada perempuan juga sering terjadi, seperti permohonan
cerai talak sudah dikabulkan oleh majelis hakim dan dalam putusan tersebut
mantan suami dibebani untuk membayar nafkah-nafkah yang menjadi hak-hak
isteri yang diceraikan, namun dalam praktiknya sering terjadi mantan suami
tidak sampai melaksanakan isi putusan (tidak mengikrarkan talaknya)
sebagaimana dalam isi putusan tersebut, dikarenakan mantan suami telah
11 Amran Suadi, “Peranan Peradilan Agama Dalam Melindungi Hak Perempuan dan Anak
Melalui Putusan Yang Memihak dan Dapat Dilaksanakan’’, Jurnal Hukum dan Peradilan Vol. 7 No.3
2018, hlm 8. 12Kelompok Kerja Perempuan dan Anak Mahkamah Agung RI Masyarakat Pemantau
Peradilan Indonesia Fakultas Hukum UI (MaPPI FHUI), Pedoman Mengadili Perkara Perempuan
Berhadapan Dengan Hukum, ,(Mahkamah Agung Republik Indonesia bekerja sama dengan Australia
Indonesia Partnership for Justice 2, 2018), hlm. 22
11
pergi dan tidak diketahui lagi keberadaannya, sehingga meninggalkan
kewajiban yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Sehingga dalam hal seperti
ini antara suami-istri masih tetap sebagai pasangan suami-istri dalam ikatan
perkawinan/pernikahan.
Kasus perceraian di Pengadilan Agama Palembang dalam 2 (dua)
tahun terakhir ini, sebanyak 5273 kasus terdiri 4041 kasus cerai gugat dan
1232 kasus cerai talak. Dari jumlah kasus tersebut tidak semua kasus
terselesaikan dalam tiap tahunnya dikarenakan beberapa faktor, seperti kasus
yang masuk sudah di akhir tahun atau sedang dalam proses persidangan
sehingga belum sampai pada tahap putusan tahun berjalan sudah berakhir, dan
sering banyak kasus yang menjadi sisa di akhir tahun adalah perkara yang
pihak Tergugat atau Termohonnya tidak diketahui alamatnya.
Namun dari jumlah kasus diatas ada kurang lebih 5% kasus yang tidak
sampai mengikrarkan talak, padahal sidang ikrar talak telah ditetapkan. Hal itu
disebabkan karena pada saat hari sidang pengucapan ikrar talak yang telah
ditetapkan ternyata si suami (Pemohon) tidak hadir di persidangan hingga
akhir jangka waktu pengucapan ikrar talak (enam bulan), padahal suami telah
di panggil secara resmi dan patut ataupun tidak adanya iktikad baik dari
mantan suami.13 Penyebab kasus tersebut ialah tidak ada iktikad baik terhadap
13 Syaiful Annas, “Implementasi PERMA No. 3 Tahun 2017”. Varia Peradilan Majalah
Hukum Tahun XXXIII No. 391 Juni 2018. Ikatan Hakim Indonesia. Hlm 115
12
mantan istri dari mantan suami atau kondisi ekonomi mantan suami
(Pemohon) yang tidak mampu.
Dengan lahirnya PERMA No 3 Tahun 2017 tentang Pedoman
Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, apakah sudah
menunjukkan bahwa hukum semakin memperhatikan nasib kaum hawa terkait
kesetaraan gender terkhususnya dalam perceraian (cerai talak). Selain itu,
penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap hak
perempuan setelah lahirnya PERMA Nomor 3 Tahun 2017, bagaimana
Penegakan PERMA No. 3 Tahun 2017 dalam Putusan Hakim, apakah
PERMA Nomor 3 Tahun 2017 telah dijadikan acuan dalam pertimbangan
hakim dalam memutus suatu perkara.
Berdasarkan pada hal-hal yang telah di paparkan di atas, maka penulis
tertarik untuk meneliti masalah tersebut dengan mengadakan penelitian
dengan hasilnya berupa karya ilmiah yakni skripsi dengan judul “Penegakan
Hukum Terhadap Hak Perempuan Dalam Proses Perceraian di
Pengadilan Agama Palembang (Studi PERMA Nomor 3 Tahun 2017
tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan
Hukum)”.
13
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas penulis hanya akan membatasi permasalahan
mengenai:
1. Bagaimana Penegakan Hukum Hak Perempuan dalam perceraian
berdasarkan PERMA No. 3 Tahun 2017 terhadap putusan hakim dalam
kepatuhan suami memenuhi hak-hak istri yang diceraikan?
2. Apa kendala dalam pemenuhan hak-hak perempuan dalam perkara Cerai
Talak?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan Penegakan Hukum Hak Perempuan
dalam perceraian berdasarkan PERMA No. 3 Tahun 2017 terhadap putusan
hakim dalam kepatuhan suami memenuhi hak-hak istri yang diceraikan.
2. Untuk mengetahui kendala dalam pemenuhan hak istri dalam perkara Cerai
Talak.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Hasil penulisan & Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmu
pengetahuan dan pengembangan ilmu terkait penegakkan PERMA Nomor
3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan
14
Berhadapan Depan Hukum di Pengadilan Agama Palembang dalam
perkara perceraian khususnya Cerai Talak.
2. Secara Praktis
Hasil Penulisan & Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk menambah ilmu pengetahuan pembaca atau masyarakat, mengenai
penegakan PERMA No. 3 Tahun 2017 terhadap hak perempuan dalam
perceraian khususnya Cerai Talak di Pengadilan Agama Palembang.
E. Ruang Lingkup
Sesuai dengan judul skripsi yang akan dibahas yaitu, “Penegakan
Hukum Terhadap Hak Perempuan Dalam Proses Perceraian di Pengadilan
Agama Palembang (Studi PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman
Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dnegan Hukum)”, maka penulis
akan membatasi ruang lingkup penelitian hanya pada perkara perceraian
khususnya cerai talak.
F. Kerangka Teori
Dalam mengkaji dan menganalisis permasalahan tentang
perlindungan hukum terhadap hak-hak yang didapatkan mantan istri dalam
proses perceraian Ikrar Talak maka penulis menggunakan kerangka teori
sebagai berikut:
15
1. Teori Putusnya Perkawinan
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2019 perubahan atas Undang-undang nomor 1 Tahun 1974,
Perkawinan dapat putus karena: 1).Kematian; 2).Perceraian; 3).Keputusan
Pengadilan.
1. Kematian
Putusnya perkawinan dapat pula disebabkan karena kematian
suami atau isteri. Sejak dari matinya salah satu pihak tersebut maka
dikenal dengan putusnya perkawinan karena kematian.14
Walaupun dengan kematian suami tidak dimungkinkan
hubungan mereka disambung lagi, namun bagi isteri yang kematian
suami tidak boleh segera melaksanakan perkawinan baru dengan laki-
laki lain. Si isteri harus menunggu masa iddahnya habis yang lamanya
empat bulan sepuluh hari.15
2. Perceraian
Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan
hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.16
14 Riduan Syahrani, Seluk beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata (Bandung. PT Alumni 2006),
hlm 98 15Ardy chndra, putusnya perkawinan berdasarkan hukum islam,
https://ardychandra.wordpress.com/2008/09/06/putusnya-perkawinan-berdasarkan-hukum-islam/,
diakses pada Senin, 23 September 2019 pukul 20.00 WIB 16 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata. (Jakarta. PT Intermasa 1980). hlm 42
https://ardychandra.wordpress.com/2008/09/06/putusnya-perkawinan-berdasarkan-hukum-islam/
16
Perceraian merupakan salah satu sebab putusnya perkawinan.
Putusnya perkawinan karena adanya perceraian dapat terjadi karena
adanya talak atau gugatan perceraian. Perceraian karena talak atau
disebut juga Cerai Talak adalah perceraian yang diajukan kepada
Pengadilan Agama yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya karena
adanya alasan-alasan perceraian. Sedangkan perkara cerai gugat
adalah perkara perceraian yang diajukan oleh istri kepada suami
karena adanya alasan-alasan perceraian17.
3. Keputusan Pengadilan
Putusnya perkawinan atas keputusan pengadilan juga bisa
terjadi karena adanya permohonan dari salah satu pihak suami atau
istri atau para anggota keluarga. Putusan pengadilan sangat penting
karena hakim sesuai dengan kewenangan memiliki apa yang
dikonsepsikan sebagai rule of recognition yaitu kaidah yang
menetapkan kaidah perilaku mana yang di dalam masyarakat hukum
tertentu harus dipatuhi.18
2. Teori Penegakan Hukum
Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum pada hakikatnya
merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan,
kebenaran, kemamfaatan sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum
17 Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama. (Bandung. CV. Mandar Maju
2018). hlm 58 18 Sudarso, Hukum Perkawinan Nasional. (Jakarta. Rineka Cipta 2005). hlm. 148
17
merupakan usaha untuk mewujudkan ide dan konsep-konsep tadi menjadi
kenyataan.19 Penegakkan hukum dalam artian luas, mencakup pada nilai-
nilai keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun
nilai-nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat. Sedangkan dalam arti
sempit, penegakkan hukum itu hanya menyangkut penegakkan peraturan
yang formal dan tertulis.20
Hak-hak perempuan dalam proses perceraian khususnya cerai talak
diatur dalam Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam yaitu memberikan nafkah
mut’ah, nafkah iddah, maskan dan kiswah.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian hukum
yuridis normatif didukung dengan penelitian empiris. Pendekatan yuridis
normatif Menurut Soerjono Soekanto ialah penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai
bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap
peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.21 Sedangkan Penelitian empiris dilakukan
19 Shant Dellyana, Konsep Penegakan Hukum. (Yogyakarta. Liberty 1988). hlm 32 20 Ibid., hlm 34 21 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
(Jakarta. Rajawali Pers. 2001). Hlm. 13
18
dengan berdasarkan data primer (hasil penelitian dilapangan) yaitu
wawancara, data jumlah perkara dll.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam penulisan ini terdapat beberapa pendekatan yang merupakan
pendekatan perundang-undangan (Statue Approach) yaitu penelitian
terhadap produk-produk hukum. Pendekatan ini dilakukan untuk
menelaah undang-undang maupun regulasi yang berkaitan dengan
penelitian yang akan diteliti.22 Pendekatan Perundang-undangan (Statute
Approach) dilakukan dengan menelaah Undang-undang Nomor 16 Tahun
2019 Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi
Hukum Islam dengan PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang penegakan
Hukum terhadap hak wanita dalam proses perceraian.
3. Sifat Penelitian
Sifat Penelitian dalam skripsi ialah Penelitian Eksploratif. Penelitian
Eksploratif ialah penelitian yang dilaksanakan untuk menggali data dan
informasi tentang topik atau isu-isu baru yang ditujukan untuk
kepentingan pendalaman atau penelitian lanjutan.23
22Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta. Prenada Media Group,.2007). hlm.
136. 23 Asrofi, “Dimensi-Dimensi Peneltian”, diakses dari
https://asropi.wordpress.com/tag/eksploratif/, pada tanggal 19 September 2019 pukul 20.00
https://asropi.wordpress.com/tag/eksploratif/
19
4. Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam menganalisis permasalahan
ialah dengan memadukan data primer yang ada di lapangan dan data
sekunder
a. Data Primer, ialah data yang diperoleh dari sumber yang berwenang
memberikan informasi yang terkait yaitu hakim di Pengadilan
Agama Palembang melalui proses wawancara.
b. Data Sekunder, ialah data yang diperoleh dari Peraturan Perundang-
Undangan, dokumen-dokumen resmi, buku-buku, Jurnal, Hasil
Penelitian yang berhubungan dengan objek penelitian yang terbagi
menjadi:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer dalam penelitian ini adalah:
a) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
b) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman;
c) Peraturan Pemeritah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan;
d) PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili
Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum;
20
e) Kompilasi Hukum Islam;
f) Pedoman Perilaku Hakim
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang berupa buku-
buku, hasil penelitian, karya ilmiah, majalah, jurnal, pendapat
para pakar hukum yang relevan dengan objek kajian
penelitian.
3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang
memberikan petunjuk atau penjelasan dari bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder, misalnya Kamus Hukum atau baik
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) serta referensi lainnya
yang relevan.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan Data dalam skripsi ini dilakukan melalui:
a. Studi Lapangan
Dalam hal ini dilakukan dengan cara wawancara, yang mana
menurut Koentjaraningrat merupakan metode yang digunakan untuk
tugas tertentu, mencoba untuk memperoleh informasi dan secara lisan
pembentukan responden, untuk berkomunikasi secara langsung. Dalam
hal ini yang menjadi responden atau narasumber wawancara ialah 3
orang Hakim Pengadilan Agama Palembang, 1 orang petugas
21
administrasi (Panitera) Pengadilan Agama Palembang dan 1 orang
korban Cerai Talak
b. Studi Dokumen
Dilakukan dengan mencari, mengumpulkan, dan mempelajari
data yang berupa Peraturan Perundang-Undangan, Literatur berupa
buku, jurnal, karya ilmiah, majalah dan lain sebagainya.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Bahan Hukum yang telah dikumpulkan dan didapatkan dari hasil
penelitian nantinya akan diuraikan dan dari penguraian itu Data yang
diperoleh dari penelitian akan diolah dan diklasifikasi menurut
pengelompokannya, dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif, dengan
cara memaparkan data yang telah diperoleh dari studi kepustakaan lalu
dikonseptualisasikan dan ditarik kesimpulan.24
7. Teknik Penarikan Kesimpulan
Metode penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode deduktif,
yaitu suatu pola pikir yang didasarkan pada fakta yang bersifat umum,
kemudian ditarik kesimpulan fakta yang bersifat khusus.25 Hasil
penelitian ini merupakan proposisi umum yang kemudian dihubungkan
24Soerjono Soekanto & Sri Memuji, Penelitian Hukum Normatid Suatu Tindakan Singkat,
(Radjawali Pers.Jakarta. 1990). hlm.52 25Amirudin dan Zainul Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Raja Grafindo Persada,
Jakarta.2004). Hlm.25
22
dengan permasalahan untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat lebih
khusus guna menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
72
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdullah Tri Wahyudi, 2018. Hukum Acara Peradilan Agama. Bandung: CV
Mandar Maju
Abi Zakariya,_. Fathul Wahhab bi syarhin Minhaju At Tullab (Juz II). Semarang:
Maktabah Usaha Keluarga
Ahmad Fathoni Ramli, 2013. Administrasi Peradilan Agama, Jakarta: CV
Mandar Maju
Amirudin dan Zainul Asikin, 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Badilag, 2013. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama, Jakarta: Mahkamah Agung RI
Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
H.A.Mukti Arto, 2017. Teori dan Seni Menyelesaikan Perkara Perdata di
Pengadilan Agama. Jakarta: Kencana
H.A.Basiq Djalil, 2010. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup
H.S.A Alhamdani, 2002. Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), Jakarta:
Pustaka Amani
Kelompok Kerja Perempuan dan Anak Mahkamah Agung RI Masyarakat
Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum UI (MaPPI FHUI),
2018. Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan
Hukum, Mahkamah Agung Republik Indonesia bekerja sama dengan
Australia Indonesia Partnership for Justice 2
Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial. 2010. Pedoman Perilaku Hakim,
Mahkamah Agung RI dan Pengurus Daerah IKAHI Sumatera Selatan.
Mardani, 2010. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah
Syariah. Jakarta: Sinar Grafika
73
M.Yahya Harahap, 1993. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama
Undang-Undang No.7 Tahun 1989. Jakarta: Pusaka Kartini
M.Yahya Harahap, 2008. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
Peradilan Agama cetakan II, Jakarta: Yayasan Al-Hikmah
M. Yahya Harahap, 2012. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang
Perdata, Jakarta: Sinar Grafika
Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi, _. Tausyih’Ala Ibni Qasim Qutnu Al-
Jaibi Al-Gharib, Indonesia: Maktabah Daru Ihya’ Al-Kitab Al-Arabiyah
Mukti Arto, 2005. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Jakarta:
Pustaka Pelajar Offset
Muslim Ibnu Muhammad Ibnu Majid Ad-Dusry, 2010. Al-Mumta’ Fi Qowa’idul
Fiqhiyah, Riyadh: Daru Zidni
Riduan Syahrani, 2006. Seluk beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: PT Alumni
Sayid Sabiq, 1987, Fiqih Sunnah 8, Bandung: PT Alma’arif
Satjipto Rahardjo,2000. Ilmu hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti
Shant Dellyana. 1988. Konsep Penegakan Hukum, Yogyakarta: Liberty
Soerjono Soekanto. 2004. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), Jakarta. Rajawali Pers
Subekti, 1980. Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa
Sudarso, 2005. Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta
Sudikno Mertkusumo, 2013. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:
Cahaya Atma Pustaka
Peter Mahmud Marzuki, 2007. Penelitian Hukum, Jakarta. Prenada Media Group
P.N.H. Simanjuntak, 2007. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Pustaka Djambatan
R. Soetojo Prawirohamidjojo, 1986. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung:
Alumni
Zahry Hamid, 1979. Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-
Undang Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta. Bina Cipta
B. PerUndang-Undangan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
Peraturann Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum
Kompilasi Hukum Islam
74
C. Jurnal Ilmiah
Amran Suadi (2018). “Peranan Peradilan Agama Dalam Melindungi Hak
Perempuan dan Anak Melalui Putusan Yang Memihak dan Dapat
Dilaksanakan” . Jurnal Hukum dan Peradilan., Volume 7 No.3.
Nurhayati B dan Mal Al Fahnum (2017). “Hak-Hak Perempuan menurut
Perspeftif Al-Qur’an”. Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan jender,
Volume 16 No. 2.
D. Majalah
Annas, Syaiful. 2018. Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun XXXIII No. 391
Juni 2018. Implementasi PERMA No. 3 Tahun 2017.
E. Internet
https://ardychandra.wordpress.com/2008/09/06/putusnya-perkawinan-berdasarkan-hukum-islam/
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/masa-pembayaran-
beban-mutah-dan-nafkah-iddah-kaitannya-dengan-hak-pengucapan-ikrar-talak-
oleh-kusnoto-shi-mh-20-10
https://asropi.wordpress.com/tag/eksploratif/
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-perceraian-dalam-islam
https://ecourt.mahkamahagung.go.id/
https://ibnudin.net/pengertian-ciri-unsur-kebudayaan/
https://www.kompasiana.com/erianto-/551b69bb8133116f0c9de6ce/perceraian-
dan-pandangan-sosial?page=all
https://kbbi.web.id/sarana
https://www.mahkamahagung.go.id/id/tugas-pokok-dan-fungsi.
75
https://ardychandra.wordpress.com/2008/09/06/putusnya-perkawinan-berdasarkan-hukum-islam/https://ardychandra.wordpress.com/2008/09/06/putusnya-perkawinan-berdasarkan-hukum-islam/https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/masa-pembayaran-beban-mutah-dan-nafkah-iddah-kaitannya-dengan-hak-pengucapan-ikrar-talak-oleh-kusnoto-shi-mh-20-10https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/masa-pembayaran-beban-mutah-dan-nafkah-iddah-kaitannya-dengan-hak-pengucapan-ikrar-talak-oleh-kusnoto-shi-mh-20-10https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/masa-pembayaran-beban-mutah-dan-nafkah-iddah-kaitannya-dengan-hak-pengucapan-ikrar-talak-oleh-kusnoto-shi-mh-20-10https://asropi.wordpress.com/tag/eksploratif/https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-perceraian-dalam-islamhttps://ecourt.mahkamahagung.go.id/https://ibnudin.net/pengertian-ciri-unsur-kebudayaan/https://www.kompasiana.com/erianto-/551b69bb8133116f0c9de6ce/perceraian-dan-pandangan-sosial?page=allhttps://www.kompasiana.com/erianto-/551b69bb8133116f0c9de6ce/perceraian-dan-pandangan-sosial?page=allhttps://www.mahkamahagung.go.id/id/tugas-pokok-dan-fungsi
top related