PEMBELAJARAN SEJARAH DALAM UPAYA PENGUATAN …
Post on 16-Oct-2021
4 Views
Preview:
Transcript
PEMBELAJARAN SEJARAH
DALAM UPAYA PENGUATAN KARAKTER DAN IDENTITAS BANGSA
Oleh : Suswandari1
A. PENDAHULUAN
Sejarah dan pembelajaran sejarah seringkali menjadi perbincangan
hangat, baik di kalangan para pengajar sejarah, orang tua, peserta didik, peserta
antar kolega pendidik, para pengambil kebijakan dan lain sebagainya. Kondisi ini
tidak lain karena basis filosofi untuk menangkap makna sejarah dan
pembelajaran sejarah dalam banyak versi dan sarat dengan kepentingan atau
muatan tertentu. History make man be wise, ungkapan yang diungkapkan Sir John
Seeley, tentang pentingnya sejarah dalam menumbuhkan sikap bijak bagi orang
yang mampu mempelajarinya dengan baik. Di tengah gempuran budaya global
yang maha dahsyat saat ini, sejarah dan pembelajaran sejarah tidak lagi
dianggap sebagai materi penting dalam proses pendidikan, terkait dengan
tuntutan kehidupan global yang didominasi oleh teknologi yanng serba canggih.
Realitas ini tidak selamanya dapat dibenarkan terkait dengan pentingnya
sumber daya bangsa dengan karakter dan identitas yang kuat. Di beberapa
negara maju, pembelajaran sejarah dapat menjadi sajian menarik dan menjadi
kebanggaan karena mampu menyajikan suasana kelampauan begitu nyata,
melibatkan semua yang ada, disajikan dengan suasana dramatis yang menarik
dan tidak membosankan. Pada kondisi ini, disertai dengan kebijakan pendidikan
yang tidak terdeferensiasi antar keilmuan karena tuntutan ekonomi semata.
Terkait dengan hal ini, sejarah menjadi ilmu/ mata pelajaran yang kering karena
tidak secara langsung menghasilkan material bila dibandingkan dengan ilmu
kedokteran, ilmu hukum, ilmu ekonomi dan sebagainya.
Beberapa negara maju melihat pembelajaran sejarah sebagai wahana
penting bagi eksistensi suatu bangsa. Bagaimana orang Amerika Serikat ini akan
tahu, bila berdirinya negara Amerika Serikat ini karena adanya dorongan kuat
bagi para imigrant Inggris untuk menemukan kebebasan dalam menentukan
nasib sendiri. Demikian pula di Indonesia. Bagaimana para generasi muda ini 1 Guru Besar Pendidikan IPS Pada Program Studi Pendidikan Sejarah dan Magister Pendidikan IPS Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Jakarta. Disampaikan Dalam kuliah umum Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Pada Tanggal 26 November 2016
akan tahu tentang Indonesia yang terbentuk karena keanekaragaman dan
kekuatan yang sama untuk membentuk satu Indonesia yang jaya. Pendidikan
sejarah berkorelasi tinggi dalam upaya menanamkan dan mengikat rasa
kebangsaan yang telah dibangun oleh para pahlawan bangsa. Sejarah dan
pembelajaran sejarah akan menjelaskan semua itu sebagai upaya penyadaran
nilai sejarah berbangsa dan bernegara. Terdapat suatu keyakinan bahwa
pembelajaran sejarah akan mampu mengembangkan sifat, karakter dan
memperkuat identitas bagi generasi muda di tengah pergaulan global saat ini.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Said Hamid Hasan bahwa : “...melalui
pembelajaran sejarah para generasi muda mampu memahami bangsa ini lahir
dan berkembang, permasalahan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di masa lalu serta strategi penyelesaian persoalan
yang dilakukan untuk masa kini dan masa yang akan datang “.2
Makalah ini mencoba untuk mengulas beberapa problema pembelajaran
sejarah terkait dengan penguatan karakter dan identitas bangsa. Pembahasan
akan dimulai dengan mengungkapkan pentingnya pembelajaran sejarah, nilai
nilai karakter dalam materi sejarah untuk menguatkan identitas bangsa dan
penutup sebagimana dipaparkan dalam uraian berikut di bawah ini.
B. PENTINGNYA SEJARAH DAN PEMBELAJARAN SEJARAH
Seorang Sejarawan E. H. Carr menyatakan what is history?, yang
kemudian dilanjutkan oleh pertanyaan-pertanyaan lain, apakah guna Sejarah
dan mengapa kita mempelajari Sejarah? Berbagai pertanyaan tersebut
selalu ada dalam benak setiap insan yang memang belum mengerti tentang
apa dan bagaimana yang disebut dengan Sejarah, Ilmu Sejarah dan Pelajaran
Sejarah. Dari pengalaman dan pengamatan selama ini, banyak dijumpai
orang-orang yang belum mengerti tentang Sejarah secara bulat dan utuh.
Bahkan sebagian besar diantara mereka menilai Ilmu Sejarah dengan cara
pandang skeptis dan tidak adil. Dengan kata lain, dapat diungkapkan, tidak
2 Said Hamid Hasan . (Tt). Problematika Pembelajaran Sejarah”. Handbook Pendidikan Sejarah. Universitas
Pendidikan Indonesia.
sedikit masyarakat kita yang cenderung menganggap rendah Ilmu Sejarah
bila dibandingkan dengan ilmu lainnya3.
Memang kita tidak dapat menyalahkan begitu saja. Karena dalam
kenyataannya Sejarah bukanlah materi ilmu yang siap pakai bila
dibandingkan dengan Ilmu Kedokteran, Ilmu Hukum, Ilmu Ekonomi, Ilmu
Fisika, dan ilmu-ilmu yang lainnya. Dalam kaitan ini ilmu-ilmu yang
tersebut terakhir itu dilihat lebih praktis dan menguntungkan untuk masa
sekarang. Dengan pengertian, ilmu tersebut dikatakan mudah mendatangkan
keuntungan dalam menghadapi kehidupan yang semakin kompetitif dan
materialistis. Dewasa ini, Sejarah sering nampak bukan sebagai ilmu yang
ideal, dan dilihat lemah dalam tertib intelektual. Bahkan . Dengan demikian
dapat ditarik satu benang merah bahwa Sejarah sebagai suatu ilmu yang
memiliki pengertian yang cukup kompleks. Ia adalah sesuatu yang terjadi di
masa lampau, dan masa lampau itu sendiri adalah kemungkinan yang tidak
dapat diteliti secara langsung4. Namun demikian, dengan cara pendekatan
tertentu serta didukung oleh berbagai fakta Sejarah yang ada, maka
informasi tentang Sejarah dapat diketahui dan secara epistemologi memenuhi
persyaran tuntutan keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan
Di tengah problematika yang terus berkambang tentang Sejarah, Ilmu
Sejarah dan Pelajaran Sejarah, terdapat banyak pihak yang menyadari akan
pentingnya Sejarah bagi kehidupan manusia. Dapat disebut misalnya Sir
John Seeley yang mengatakan we study history that we may be wise before
the event. Kemudian dapat pula disebut Louis Gottschalk 5 ada beberapa
alasan untuk mempelajari Sejarah, yaitu :
1) Adanya rasa ingin tahu tentang masa lampau diri sendiri dan
tempat tinggalnya.
2) Adanya keinginan untuk menerangkan pada diri sendiri
tentang asal usul budayanya.
3) Sebagai minat patriotik untuk mengetahui asal usul negerinya.
3 Suswandari. (2015). “ Makna Sejarah dalam Penguatan karakter dan Identitas Bangsa”. Makalah Seminar
Internasional di Universitas Negeri Malang. Sebagian tulisan ini adalah bagian dari tulisan yang sudah ada. 4 Herry Johnson, dalam Suswandari (2015). “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Sejarah”. Makalah
Seminar Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA. 5 Louis Gottschalk . (1984). Terjemahan Nugroho Noto Susanto. Mengerti Sejarah. Universitas Indonesia.
4) Untuk mengetahui dan mengerti perkembangan masa lampau
suatu permasalahan dan dapat lebih mengerti implikasinya di
masa kini.
5) Untuk mendapatkan pelajaran, sehingga dapat membantu
dalam pemecahan berbagai permasalahan masa kini.
6) Sebagai suatu pendalaman terhadap masa lampau untuk
memprediksi masa yang akan datang.
Selanjutnya, Sartono Katodirdjo6 berpendapat bahwa Sejarah
mempunyai peran penting dalam rangka pembangunan bangsa Indonesia
sekarang ini, yaitu dalam rangka pembentukan kesadaran nasional dan
identitas bangsa Selanjutnya dalam catatan lama dari C.P. Hill menyatakan :
“...membantu mengembangkan rasa tjinta tanah airnja dan pengertian
tantang adat istiadatnja dan tjara-tjara hidupnja, bagaimana tanah airnja
telah djadi bersatu atau bagaimana ia telah membebaskan dirinja dari
kekuasaan asing, bagaimana sistem pemerintahannja terdjadi.... perubahan-
perubahan apakah yang terdjadi dalam kehidupan ekonomis dan sosialnja
dan seterusnja “.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belajar Sejarah pada
hakikatnya dapat memberikan pelajaran moral baik untuk setiap manusia.
Maksudnya kita belajar dari peristiwa yang terjadi di masa lampau, untuk
kepentingan kita di masa sekarang dan mendatang. Belajar Sejarah juga
mempertebal semangat nasionalismenya pada tanah airnya. Karena kita
dapat mengerti seluas-luasnya semua yang pernah dialami oleh nenek
moyang kita. Seperti, bagaimanakah mereka menghadapi persoalan
sosialnya, bagaimanakah cara mereka membebaskan diri dari
penderitaannya, bagaimana cara mereka mengatasi bencana alam dan
sebagainya. Tentang prediksi masa depan memang bukan hanya wewenang
Sejarah, sebagaimana juga bukan wewenang dari ilmu-ilmu sosial lainnya.
Tetapi setidaknya dari pengalaman masa lampau itulah orang akan
mempunyai kepekaan nurani dan ketajaman pikiran, sehingga mereka
6 Sartono Kartodirdjo. (1982).
mampu menangkap pelajaran (makna) moralnya untuk kepentingan
kekinian dan kepentingan di masa yang akan datang (future)7.
Bila Sejarah dihubungkan dengan masalah pembangunan nasional,
maka sumbangan Sejarah terletak pada pengungkapan ajaran moral yang
terdapat dalam peristiwa Sejarah itu sendiri, guna mengarahkan langkah
kita dalam menghadapi masa kini. Hal yang seperti ini diungkapkan Ibn
bahwa Sejarah mempunyai tujuan praktis, yaitu menangkap tanda-tanda
yang dipantulkan oleh pelajaran moral (ibar), yang dapat diamati dari
peristiwa-peristiwa masa lampau. Contoh ajaran ini dapat dijadikan
pedoman bagi perumusan dan pelaksanaan kebijakan dalam menghadapi
dan menangani masalah kemasyarakatan dan kenegaraan. Seperti yang telah
diuraikan sebelumnya, hanyalah mereka yang mempunyai kepekaan nurani
yang mampu dan mau belajar dari masa lampau. Tetapi kondisi sekarang
memperlihatkan bahwa kebanyakan dari kita sudah terlalu terjerat pada
urusan dan kepentingan materiil, yang kemudian dikenal dengan
berkembangnya budaya hedonisme. Contoh: maraknya berbagai bentuk
penyalahgunaan wewenang yang disebabkan situasi kehidupan nurani
manusia yang terpasung oleh kehidupan kekinian yang serba dangkal. Di
sini lah tugas Sejarah dengan berbagai karya-karyanya dapat membantu
membebaskan manusia dari pandangan yang bersifat parokhial (sempit)
dalam meniti kehidupan ini.
C. PEMBELAJARAN SEJARAH UNTUK PENGUATAN KARAKTER DAN IDENTITAS
KEBANGSAAN
Sebagaimana diungkapkan oleh Siswono Yodohusodo 8 sekolah menjadi
tempat pembentukan wawasan kebangsaan, yang tidak hanya bertugas
mengajarkan moralitas baik, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, akan
tetapi sekolah juga mendidik dan membentuk kepribadian siswa menjadi orang
Indonesia. Fenomena sosial seperti radikalisme, tawuran antar pelajar, konflik
antar kampung, korupsi dan yang sejenisnya bukanlah kepribadian Indonesia
yang terbentuk melalui pendidikan di sekolah. Indonesia sebagai bangsa
7 A Syafii Maarif. (1991). Kumpulan Kuliah Filsafat Sejarah. IKIP Yogyakarta
8 Siswono Yudohusodo. (2015). “Pengajaran Sejarah”. Kompas. 23 April
majemuk, memiliki sejarah panjang dalam pembentukan NKRI menjadi kawasan
yang sangat menarik untuk kepentingan global9 baik positif ataupun negatif.10.
Terlebih akhir akhir ini terjadi fanatisme golongan yang mampu memerosotkan
sikap pluralisme dan toleransi yang dipicu oleh kasus-kasus politik pemilihan
kepala daerah.
Pendidikan sejarah (yang didalamnya terkandung proses pembelajaran)
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa,
kualitas manusia dan masyarakat Indonesia umumnya11. Pembelajaran sejarah
memiliki fungsi yang sangat strategis dalam pengembangan karakter dan
identitas kebangsaan . Identitas kebangsaan Indonesia, terbangun kokoh karena
memiliki sejarah dan keinginan yang sama untuk membangun Indonesia sebagai
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang didalamnya ditandai dengan
berbagai keragaman menyatu dalam kesatuan yang kokoh. Pembelajaran sejarah
yang baik, seharusnya mampu menyajikannilai- nilai utama negara kesatuan
dalam keragaman yang menjadi basis kekuatan. Melalui kajian teks Proklamasi
kemerdekaan, dapat diungkapkan nilai- nilai ketokohan, keberanian, semangat
cinta tanah air untuk bebas dari penjajahan. Dalam tema-tema masa kejayaan
Hindu, pengaruh agaman Budha, perkembangan Islam dan masuknya
kolonialisme dan akibatnya serta perjalanan panjang pemerintahan Indonesia
setelah kemerdekaan sampai saat ini, disajikan dalam proses pembelajaran yang
menarik dan melibatkan peserta didik secara utuh. Ketokohan para pahlawan
bangsa diungkapkan sikap-sikap keluhurannya serta karya karya besarnya
sehingga bisa menjadi landasan kuat ketika memimpin pergerakan yang
dilakukan.
Penyajian pembelajaran sejarah diberbagai negara tersebut tidak lagi
menekankan pada peserta didik untuk menghafal peristiwa, tanggal, tahun dan
tempat kejadian, melainkan sejak dini sesuai dengan perkembangan psikologis
mereka ditarik substansi dari suatu peristiwa yang terjadi dengan penonjolan
nilai- nilai luhur yang menyertainya.
9 Ibid
10 Ibid
11 Magdalia Alfian. (2011). “Pendidikan Sejarah dan Permasalahan yang Dihadapi”. Khazanah Pendidikan.
Jurnal Ilmiah Pendidikan . Vol III Nomor 2 Maret
Secara filosofis, pembelajaran sejarah memiliki dimensi ideologi, politik,
moral dan etika sebagai landasan karakter dan identitas kebangsaan yang dapat
membedakan dengan bangsa lain di dunia ini. Ideologi sebagai sumber nilai
ditanamkan melalui pembelajaran sejarah yang akan menjadi tuntutan dalam
bertingkah laku. Oleh karena itu, mengutip apa yang dinyatakan oleh Annis
Matta 12 bahwa jika Sejarah adalah cerita hari kemarin, hari ini dan hari esok,
maka sejarah bukan saja metode untuk memahami masa lalu dan masa kini,
melainkan juga menjadi jalan paling efektif menemukan alasan untuk tetap
berharap bahwa esok hari adalah cerita hidup yang lebih baik. Pernyataan ini
menegaskan bahwa membaca peristiwa sejarah adalah upaya besar untuk terus
memiliki harapan pada kehidupan yang lebih baik. Bangsa Indonesia telah
melewati perjalanan sejarah yang begitu panjang sejak jaman pra sejarah,
sejarah, masa kolonial, masa kemerdekaan, reformasi hingga saat ini. Indonesia
memiliki sejumlah tokoh dengan teladan yang hebat, nilai-nilai luhur yang luar
biasa yang akan memperkuat karakter dalam perubahan sosial yang pesat pada
saat ini.
Penanaman karakter dan penguatan identitas bangsa melalui pelajaran
sejarah dilakukan dengan pendekatan-pendekatan modern untuk membuang
jauh kesan pembelajaran sejarah yang membosankan sebagaimana yang terjadi
selama ini. Pendidikan karakter bertujuan 13sebagai berikut :
1. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai
manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa melalui aspek pedagogis
2. mengembangkan kebiasaan dan perilaku terpuji sejalan dengan nilai-
nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
3. menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa;
4. mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
12Annis Matta. (2013). ’Politik dan Sejarah”. Kompas Opini. Sabtu 7 Desember
13 M. Halomoan. (tt). “ Kajian Terhadap Pengembangan Nilai- Nilai pendidikan karakter Bangsa di Satuan Pendidikan”. Widya Iswara MBK Medan.
5. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity)
Penguatan ketrampilan mengajar sejarah bagi para guru sejarah menjadi
bagian penting untuk memperoleh hasil pembelajaran sejarah yang penuh
dengan makna hingga tercapai tujuan filosofis belajar sejarah yang sebenarnya.
Kiranya semua itu dapat berlangsung dengan baik, maka dapat diyakini bila
berbagai gejolak sosial yang terjadi saat ini seperti maraknya tindak korupsi,
nepotisme, konflik sosial, perilaku menyerobot, perilaku menang sendiri, tidak
jujur dan berbagai sikap asocial lain berangsur angsur berubah menuju jalan
kehidupan dan berkebangsaan yang baik. Revolusi mental dalam belajar dan
pembelajaran sejarah yang harus dilakukan oleh guru, siswa, sekolah dan
masyarakat mejadi satu rangkaian yang saling mengkait menuju Indonesia yang
lebih baik. Filosofis Kurikulum 2013 telah mendemonstrasikan langkah visioner
dalam menyongsong Indonesia seabad Indonesia pada tahun 2045 14.
D. PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN SEJARAH DI INDONESIA
Said Hamid Hasan 15 menganalisis problematika pembelajaran sejarah di
Indonesia sebagai berikut :
1. Filosofi pendidikan yang menjadi dasar pendidikan sejarah, yaitu
kemampuan untuk mengetahui arah dan tujuan pendidikan secara
holistik serta tujuan pendidikan sejarah. Hal ini menjadi problem
tersendiri ketika terdapat asumsi bahwa asumsi pekerjaan guru itu
mudah dan bisa dilakukan oleh siapapun. Terlebih menjadi guru
sejarah, cukup dengan modal membaca atau meminta persrta
didiknya membaca, nonton vidio dan kemuadian diminta untuk
menceritakan kembali. Penguasaan terhadap konsep filosofi
pendidikan dan pendidikan sejarah akan menjadi penentu dalam arah,
materi, proses dan hasil belajar sejarah.
2. Kedudukan dan tujuan mata pelajaran yaitu, melihat pentingnya
tujuan dalam materi ajar yang akan disampaikan
14
Naufal Istikhari KR. (2014). “Pendidikan Kesejarahan”. Kompas. 24 Maret. 15
Op. cit
3. Materi pendidikan sejarah, terkait dengan penyampaian materi yang
mampu mengaitkan kelampuan dengan masa kini
4. Proses pembelajaran sejarah yang masih konvensional
5. Evaluasi pembelajaran sejarah yang masih terfokus pada aspek
kognitif
6. Guru sejarah, dengan kompetens yang masih perlu ditingkatkan
7. Peserta didik yang seringkali skeptis dengan mata pelajaran sejarah
8. Masyarakat yang kurang pedulu dengan mata pelajaran sejarah.
Kedelapan aspek ini, secara umum hampir menjadi kenyataan di
sekolah sekolah di Indonesia sampai saat ini. Kurangnya sarana dan
prasarana, anggapan sebagai mata pelajaran yang tidak penting,
kenyataan sebagai mata pelajaran yang tidak diujiannasionalkan, dan
sebagainya menjadi kendala yang harus dirubah oleh guru, kepala
sekolah, masyarakat dan para orang tua terkait dengan upaya penguatan
karakter dan identitas kebangsaan melalui pendidikan, khususnya
pendidikan sejarah.
Regulasi pemerintah terkait dengan kondisi ini juga tidak kalah
pentingnya. Hadirnya kurikulum 2013, sebagai paradigma baru dalam
pembelajaran di Indonesia, dapat dilihat sebagai upaya mengubah proses
pembelajaran secara menyeluruh termasuk pembelajaran secarah. Kata
kunci dalam proses pembelajaran melalui Kurikulum 2013 ini antara lain
fokus proses kepada peserta didik, dengan guru sebagai fasilitator
dengan seluruh ketrampilan metodik pedagogiknya. Enam ciri khas
kurikulum 2013 untuk proses pembelajaran bagi peserta didik yang
meliputi ; mengamati (observing), menanyakan (questioning), menalar
(associating), mencoba (experimenting), membentuk jejaring (networking)
dan mencari tahu bukan diberi tahu ( discovering).
Kurikulum 2013, menjadi kebijakan progresif meski harus
disempurnakan sana sini, termasuk materi sejarah. Kurikulum 2013
menjadi langkah visioner untuk memperbarui proses pembelajaran di
Indonesia.
E. PENUTUP
Akhir kata sajian ini menyimpulkan bahwa ditengah gempuran
budaya global, Sejarah, peristiwa Sejarah dan pembelajaran Sejarah
menjadi instrumen penting dalam membangun karakter, identitas dan
integritas bangsa. Kesadaran Sejarah bangsa menjadi bagian tidak
terpisahkan dari upaya untuk memahami makna sejarah yang
sebenarnya, sehingga sejarah tidak lagi dilihat sebagai kumpulan masa
lalu yang usang. Namun demikian. Di era global saat ini kita harus mampu
untuk menyepakati bahwa sejarah adalah kemarin, hari ini dan yang
akan datang. Melalui pembelajaran sejarah yang tepat akan mampu
menanamkan karakter dan identitas bangsa yang : mampu berfikir kritis,
mampu mengembangkan rasa ingin tahu terhadap bangsanya dan bangsa
bangsa lain, mengembangkan kemampuan untuk mampu berfikir kreatif,
menanamkan sikap kepahlawanan dan kepemimpinan,
menumbuhkembangkan semangat kebangsaan, mengembangkan sikap
kesetiakawanan sosial dan cinta sesama, kemampuan menyelesaikan
masalah tanpa konflik, kemampuan untuk berinteraksi secara beradap
dan menjadi dasar penguatan identitas kebangsaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Benedict. ( 1983 ). Imagined Communities: Reflection on the OriginalSpread of Nationalsim. The Thetford Press.
Anthony Giddens. (2002 ). “The Third Way: The Renewal of Social Democracy “. Alih
Bahasa : Ketut Arya Mahardika. Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial. Jakarta: PT SUN
Arnold Toynbee. ( 2004 ). “ Mankind and Mother Earth A Narrative History of The World. Alih bahasa : Agung Prihantoro, dkk : Sejarah Umat Manusia. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
A.Syafii Maarif. (1991). Kumpulan Kuliah Filsafat Sejarah. IKIP Yogyakarta. Ben Agger. ( 2005 ). “ Critical Social Theories an Introduction. “ Alih Bahasa : Nurhadi :
Teori Sosial Kritis : Pandangan dan Implikasinya. Yogyakarta: Kreasi wacana. Budi Winarno. “ Akhir Negara bangsa dan Kematian Demokrasi : Tajuk rencana. Rabu
19 Mei 2004.
Donald K. Emerson. ( 1999 ). “ Konflik Peradaban Atau Fantasi Huntington”. Jurnal
Ulumul Quran. Jakarta Eko Heri Widiastuti. (2013). “Spirit dan aktualisasi Nilai Kesejarahan Untuk
Pemahaman Rasa Kebangsaan”. Edisi Khusus Dies Natalis Vol XX 23 Agustus. Fared Zakaria. ( 2004 ). “The future Of Freedom “. Alih bahasa : Ahmad Lukman: Masa
Depan Kebebasan : Penyimpangan Demokrasi Di Amerika Serikat dan NegaraLain: Jakarta Ina Publikatama
Francis Fukuyama. ( 1999 ). “ The End Of History and the Last Man “. Alih Bahasa : M.H.
Amrullah. Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal. Yogyakarta : Qolam. I Gde Widya. (1991). Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Bandug :
Angkasa. Jan Garret. “ Rawls Mature Theory of Social Justice”. Http: //. Yahoo. Com. 05-01-06 Kenichi Ohmae. ( 1995 ). “The End of The Nation State : The Rise of Regional Economies.
Alih bahasa : Ruslani. Hancurnya Negara Bangsa Bangkitnya Negara Kawasan dan Geliat Ekonomi Regional di Dunia Tak Terbatas. Yogyakarta : Qalam.
Kohn, Hans. ( 1965 ). Nationalisme Its Meaning and History. H.J Van Nostrand. Kwik Kian Gie. “ Membangun Kekuatan Nasional untuk Kemandirian “. Karawang. Polar.
Com Magdalia Alfian. (2011). “Pendidikan Sejarah dan Permasalahan yang Dihadapi”.
Khazanah Pendidikan. Jurnal Ilmiah Pendidikan . Vol III Nomor 2 Maret M. Sadli. “ Mengenal IMF dan Bank Dunia”. Http: // Yahoo. Com. Mochtar Mas’ud. ( 1998 ). “Nasionalisme dan Tantangan Global Masa Kini “.
Dalam Ichlasul Amal. Regionalisme, Nasionalisme dan Ketahanan Nasional. Yogyakarta : University Press.
Muji Sutrisno. (2006). “ Refeleksi Keadilan, Moral dan Hukum”. Http:// Yaho. Com. 05-
01-06 Said Hamid Hasan . (Tt). Problematika Pembelajaran Sejarah”. Handbook Pendidikan
Sejarah. Universitas Pendidikan Indonesia Samsul AB, Dkk ( 2006 ). “ The Role Of ICT in a GlobalizedKnowledge Production”. Http:
// Yaho. Com. Suswandari (2015). “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Sejarah”. Makalah Seminar
Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
Suswandari. (2015). “ Makna Sejarah dalam Penguatan karakter dan Identitas Bangsa”. Makalah Seminar Internasional di Universitas Negeri Malang. Sebagian tulisan ini adalah bagian dari tulisan yang sudah ada.
Taufik Abdullah. ( 2001 ). Nasionalisme dan Sejarah. Jakarta : Satya Historika. Yasraf Amir Piliang. ( 1999). “Revolusi Mentalitas Bangsa”. Kompas. Jumat 3 September. Zamroni. ( 2001). “ Ketimpangan dalam Pendidikan dan Kebersamaan dalam
Pembelajaran” . Kompas. 15 April.
SUMBER MEDIA Agus Subagyo dan Sutejo Atmowasito. ( 2003) “ Menelanjangi Kapitalisme Global.
Pikiran Rakyat. 15 Maret. Annis Matta. (2013). ’Politik dan Sejarah”. Kompas Opini. Sabtu 7 Desember
Dono Koesoema. (2014). ”Menunggu Gebrakan Pendidikan”. Kompas. 13 November.
Kartini Sjahrir. (2015). ”Bangsa Pemberang”. Kompas. 24 April.
Siswono Yodo Husodo. (2015). ”Belajar Bernegara”. Kompas. 7 Maret
Siswono Yodo Husodo. (2015). ”Pengajaran Sejarah”. Kompas. 22 April.
Taufik Abdullah. (2015). ”Tiga Peristiwa Satu Napas”. Kompas. Jumat 14 Agustus.
Yonky Karman. (2015). ”Kemerdekaan Progresif”. Kompas. Selasa 11 Agustus.
Yudhistira ANM Massardi. (2014). ” Revolusu Kebudayaan”. Kompas 2 Desember.
top related