Pembahas I.B.G. Pujaastawa fileBagi sebagian besar mahasiswa, penelitian etnografi suku-suku bangsa NTB dan NTT dirasakan menjadi beban, terutama biaya penelitian yang sepenuhnya harus
Post on 30-Oct-2019
26 Views
Preview:
Transcript
Peluncuran dan Bedah Buku
MENEROBOS BADAI
Biografi Intelektual Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus
Karya I Nyoman Wijaya
Pembahas
I.B.G. Pujaastawa
MENYIMAK KIPRAH SANG GURU BESAR
Kerjasama Pusat Kajian Hindu dengan Fakultas sastra Unud
Denpasar, 28 Desember 2012
PEMBAHASAN
Terbitnya buku “Menerobos Badai
Biografi Intelektual Prof. Dr. I Gusti
Ngurah Bagus” patut diapresiasi.
Prof. Bagus, pemikir besar yang
memberi inspirasi sekaligus memotivasi
kesadaran mengenai pentingnya peran
kebudayaan dalam pembangunan dan
pentingnya pembangunan kebudayaan
itu sendiri.
Apresiasi terhadap kepiawaian dan
keuletan sejarawan Nyoman Wijaya
dalam mendeskripsikan sosok Prof.
Bagus sebagai tokoh intelektual di Bali
secara luas dan mendalam.
Nyoman Wijaya, salah satu dari segelintir
intelektual muda yang tergolong memiliki
hubungan bersifat informal dan akrab
dengan Prof. Bagus.
Deskripsi tentang biografi intelektual Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus
yang begitu luas dan mendalam membuka ruang yang cukup luas bagi
siapa saja yang berminat untuk membahasnya.
Pembahasan ini akan lebih difokuskan pada kiprah intelektual Prof.
Bagus sejak awal dekade delapan puluhan, tatkala pembahas mulai
menuntut ilmu di Jurusan Antropologi Fakultas Sastra Universitas
Udayana (1981) kemudian berlanjut sebagai tenaga pengajar di jurusan
yang sama.
Penekanan pada bagian-bagian yang
tercecer dan luput dari perhatian
sang penulis biografinya
Siapa Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus?
Sebelum pembahas duduk di bangku kuliah, nama
Prof. Bagus hampir tak pernah terlintas di benak
pembahas.
Begitu pula sebelumnya pembahas sangat buta
tentang ilmu antropologi.
Hal di atas antara lain disebabkan oleh kurikulum
sekolah menengah atas (SMA) pada masa itu kurang
memberi ruang terhadap muatan kebudayaan.
Terbitnya buku Biografi Prof. Bagus yang ditulis oleh
Nyoman Wijaya ini tentunya telah mengisi ruang-
ruang kosong saya tentang sosok Prof.
Pemegang Otoritas Tunggal
Di samping modal intelektualitasnya, popularitas Prof. Bagus sebagai
seorang antropolog kiranya tidak dapat dilepaskan dengan eksotisme
pulau Bali dan perkembangan dunia akademis di Bali kala itu.
Keunikan budaya dan keindahan alam Pulau Bali tidak hanya menarik
minat para wisatawan, tetapi juga menggugah perhatian para peneliti
asing untuk melakukan penelitian tentang berbagai aspek kebudayaan
Bali serta dinamika pariwisata Bali dengan segala implikasinya.
Sementara perkembangan dunia akademis khususnya bidang ilmu
antropologi di Bali saat itu yang baru memasuki fase awal, menjadikan
Prof. Bagus sebagai pemegang otoritas tunggal untuk studi-studi
tentang kebudayaan di Bali.
Pintu masuk bagi para peneliti asing yang
tertarik menjadikan Bali sebagai fokus
risetnya sekaligus sebagai kamus untuk
kebudayaan Bali (Dharma Putra)
Barulah pada akhir dekade sembilanpuluhan supremasi Prof.
Bagus di bidang ilmu antropologi mulai mendapat tandingan, di
antaranya dari Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A; dosen
Undiksha yang berhasil meraih gelar doktor untuk bidang ilmu
antropologi di Universitas Indonesia.
Prof. Bagus menunjukkan sikap ilmiahnya dengan merekrut Prof.
Bawa Atmadja menjadi tenaga pengajar S2 dan S3 Kajian Budaya.
Sebagaimana Prof. Bagus, Prof. Bawa
Atmadja juga gemar melakukan penelitian,
menulis artikel di berbagai jurnal dan surat
kabar, sebagai pembicara dalam berbagai
seminar, dan menerbitkan sejumlah buku.
Lebih mudah memahami karya tulisnya daripada mendengarkan
ceramahnya.
Konsep “Jengah”
Sering melontarkan konsep “jengah” dalam memotivasi mahasiswa
untuk mengeksplorasi berbagai aspek kebudayaan Bali yang selama
ini lebih banyak dilakukan oleh peneliti asing. Konsep ini juga kerap
digunakan untuk memotivasi masyarakat lokal dalam menghadapi
kontestasi bisnis di bidang pariwisata.
Baliologi dan Eksvansi Wilayah Kajian Antropologi Unud
Terkait Proyek Baliologi dekade delapan puluhan, banyak orang
berpikir bahwa tema-tema skripsi S 1 akan lebih diarahkan untuk
mengeksplorasi berbagai aspek etnografi manusia Bali. Namun di luar
dugaan, Prof. Bagus justru mengarahkan mahasiswa Jurusan
Antropologi untuk mengeksplorasi etnografi suku-suku bangsa NTB
dan NTT. Sementara berbagai kajian tentang aspek-aspek kebudayaan
Bali lebih banyak digarap oleh Tim Peneliti Baliologi yang dipimpinnya
sendiri.
Bagi sebagian besar mahasiswa, penelitian etnografi suku-sukubangsa NTB dan NTT dirasakan menjadi beban, terutama biayapenelitian yang sepenuhnya harus ditanggung oleh mahasiswa yangbersangkutan.
Tampaknya Prof. Bagus cukup memahami masalah ini denganmemberi rekomendasi kepada para mahasiswa untuk mendapatkanKridit Mahasiswa Indonesia (KMI) yang besarnya Rp.750.000 untukmasing-masing mahasiswa.
Memasuki dekade sembilanpuluhan, wilayah kajian etnografiJurusan Antropologi Unud tidak hanya mencakup Bali, NTB, danNTT saja, tetapi juga diperluas hingga Timor-Timur dan SulawesiSelatan (Tana Toraja). Meskipun kala itu pemerintah tidak lagimengucurkan bantuan KMI.
Kalimat yang kerap disampaikannya di dalam kelas untukmemotivasi mahasiswa melakukan penelitian di luar daerah : “….sebagai seorang antropolog saudara tidak boleh menjadi katakdalam tempurung. Saya ingin antropolog Udayana tidak hanya dapatmenguasai Bali, tetapi juga menguasai Nusa Tenggara, bahkanNusantara…..”
Sebelumnya tidak ada yang tahu tentang gagasan besar apa
gerangan yang tersembunyi dalam benak Prof. Bagus yang begitu
gencar mengarahkan mahasiswa untuk menulis skripsi dengan
tema-tema etnografi Nusa Tenggara dan beberapa daerah lainnya di
Indonesia.
Pertemuan dengan James Fox
Etnografer NTT
Saatnya peneliti asing menggunakan tulisan kita sebagai
referensi
Gagasan besar menerbitkan buku Potret Manusia dan Kebudayaan
Nusa Tenggara dengan meramu skripsi-skripsi mahasiswa sebagai
bahan mentahnya.
Anehnya, Prof. Bagus melarang untuk mengkomunikasikan gagasan
besar ini, karena khawatir gagasannya dicuri oleh pihak lain tanpa
menyebut siapa pihak yang dimaksud.
Obsesi yang Terbengkelai
Begitu banyaknya gagasan besar dan mutakhir yang bersemayam dibenak Prof. Bagus, terkadang membuat gagasan-gagasansebelumnya terbengkelai.
Penyusunan buku Potret Manusia dan
Kebudayaan Nusa Tenggara itu tidak
kunjung terealisasi.
Sebelumnya, hal serupa juga terjadi
terhadap penerbitan buku Eka Dasa
Rudra dan Pola-pola Relasi Patron Klion
pada Masyarakat Bali.
Mengembangkan dan Mengkritisi Kebudayaan
dan Pariwisata Bali
Tahap awal pandangan optimis (revitalisasi
budaya Bali),
Tahap Lanjut pandangan kritis (Kajian
Budaya).
Lebih berkutat di tataran dunia akademis
(teoritis) terkait dengan pengembangan lembaga
keilmuan (Ilmu Pariwisata dan Kajian Budaya).
Pada tataran praktis khususnya dalam
kerjasama penyusunan kebijakan dengan
pemerintah daerah lebih didominasi oleh Wayan
Geriya.
Terbit Terbatas
Keuletan Nyoman Wijaya dalam melacak karya-karya Prof. Baguspatut diacungi jempol, mengingat dari sekian banyak karyanyahanya sebagian kecil yang diterbitkan (itu pun dalam bentukterbitan terbatas yang tidak diperjual-belikan).
Selebihnya tersimpan di berbagaiinstansi atau sebagai koleksi pribadipihak-pihak yang kebetulanberuntung memilikinya.
Terbatasnya penerbitan karya-karya Prof. Bagus dapat membuatkurang dikenalnya nama besar Prof. Bagus di kalangan generasiberikutnya. Namun demikian, kekhawatiran tersebut telah sedikitterobati dengan diterbitkannya buku biografi Prof. Bagus yangdisusun oleh Nyoman Wijaya ini.
top related