Transcript
3
PEDOMAN
PENCEGAHAN DANPENGENDALIAN INFEKSI
RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN2013
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu mengenai munculnya penyakit infeksi atau Emerging Infectious Diseases timbul
sejak dua tahun ini dengan kekhawatiran akan terjadinya Pandemi Flu. Perkiraan akan
terjadi pandemi flu, baik akibat virus strain burung maupun virus influenza lainnya, telah
membuat sibuk para ahli virologi, epidomiologi, pembuat kebijakan, maupun pihak pers
dan masyarakat. Keadaan ini menimbulkan “hysteria” yang tak beralasan dikalangan
masyarakat maupun komunitas tertentu, bila tidak dilakukan persiapan upaya pencegahan
dan pengendalian infeksi. Komunitas di bidang kesehatan yang bekerja di fasilitas
kesehatan termasuk kelompok berisiko tinggi untuk terpajan oleh penyakit infeksi yang
berbahaya dan mengancam jiwa. Risiko tersebut meningkat secara signifikan bila terjadi
wabah penyakit pernafasan yang menular, seperti SARS (Severe Acute Respiratory
Syndrome), penyakit meningokokus, flu burung, dll.
SARS pertama kali diidentifikasi di Cina pada bulan November 2002. Tidak lama
kemudian, terjadi wabah di dunia yang pada akhirnya menyebar ke 26 negara dengan
jumlah penderita 8.098 orang dan dari jumlah tersebut, 774 orang meninggal dunia (WHO,
2004). Jumlah tenaga kesehatan yang terinfeksi berkisar antara 20% sampai 60% dari
semua kasus imfeksi di seluruh dunia (WHO, 2005). Pada bulan April 2003, pemerintah
Indonesia secara resmi menyatakan SARS sebagai epidemi nasional, dengan total 2 kasus
probable yang dilaporkan (tidak ada korban jiwa). Pada bulan Juli 2003 WHO menyatakan
wabah SARS telah berakhir. Tidak ada yang mengetahui kapan pandemik SARS akan
muncul kembali.
Penyakit meningokokus adalah penyakit lain yang menyebar melalui sekresi
pernafasan. Penyakit ini muncul secara berkala (musiman) dan dapat terjadi diseluruh
dunia, dengan jumlah kasus terbanyak ditemukan di Afrika. Dalam 30 tahun terakhir, di
Asia pernah terjadi wabah penyakit meningokokus, yaitu di China (1979 dan 1980) dan
Vietnam (1977).
Penularan flu burung subtype H5N1 yang patonegitasnya tinggi pada manusia,
tercatat pertama kali terjadi di Hongkong pada tahun 1997. Penularan flu burung pada
manusia terutama disebabkan karena interaksi manusia dengan hewan unggas yang
terinfeksi H5N1. Beberapa kasus penularan dari manusia ke manusia memang pernah
terjadi. Sebagian besar kasus penularan terjadi antar anggota keluarga yang menderita flu
burung. Namun demikian, ada kekhawatiran bahwa virus tersebut akan dapat bermutasi
menjdi bentuk yang mudah menular antar manusia, yang pada akhirnya bisa menjadi
pandemic. Tenaga kesehatan lebih berisiko tertular karena lebih sering terpapar, buruknya
5
prakti-praktik pencegahan infeksi, serta minimnya tenaga kesehatan yang mendapat
vaksinasi Influenza.
Dunia telah menyepakati, bahwa flu burung merupakan isu global yang harus diatasi
bersama, melalui persiapan menghadapi pandemic flu burung. Dengan latar belakang
tersebut, Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya di Indonesia perlu mempersiapkan
diri dalam menghadapi pandemic penyakit infeksi (Emerging Infectious Diseases),
termasuk flu burung, dengan meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi.
Untuk melindungi tenaga kesehatan, pasien dan pengunjung.
B. Tujuan :
1. Tujuan Umum:
Menyiapkan agar RSKB Rawamangun dapat menerapkan pencegahan dan
pengendalian infeksi sehingga dapat melindungi tenaga kesehatan dan masyarakat dari
penularan penyakit menular (Emerging Infectious Diseases), yang mungkin timbul,
khususnya dalam menghadapi kemungkinan pandemic influenza.
2. Tujuan Khusus:
Memberikan informasi kepada petugas kesehatan di RSKB Rawamangun
Progress mengenai
a. Fakta penyakit menular yang perlu diketahui
b. Pencegahan dan pengendalian infeksi penyakit menular
c. Perawatan pasien dalam isolasi
d. Menjaga Kebersihan Tangan
e. Penggunaan Alat Pelindung Diri
f. Kesiapan menghadapi pandemi flu/penyakit menular lain yang akan muncul
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberikan panduan bagi petugas kesehatan di RSKB Rawamangun
dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap pasien
yang menderita penyakit menular melalui udara (air borne) serta yang menular melaui
droplet, dan atau kontak.
6
BAB II
PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi, dirancang untuk memutus siklus penularan
penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat. Tindakan-
tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi :
A. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua klien dan pasien/orang yang dating ke
fasilitas pelayanan kesehatan. (Infectious controlled guidelines CDC, Australia). Oleh
karena sebagian besar orang yang terinfeksi virus melalui darah seperti HIV dan Hepatitis B
tidak menunjukkan gejala setelah tertular, maka Kewaspadaan Standar dirancang untuk
perawatan bagi semua orang, pasien, petugas atau pengunjung tanpa menghiraukan apakah
meeka terinfeksi atau tidak. Termasuk bagi orang-orang yang terinfeksi dengan penyakit
menular melaui cara lain dan belum menunjukkan gejala,. Kewaspadaaan Standar
diterapkan untuk sekreta pernafasan, darah dan semua cairan tubuh lainnya serta semua
ekskreta (kecuali keringat), kulit yang tidak utuh dan membrane mukosa. Penerapan
ditujukan untuk mengurangi risiko penyebaran mikroorganisme dari sumber infeksi yang
diketahui ataupun tidak diketahui dalam sistem pelayanan kesehatan seperti pasien, benda
yang tercemar, jarum atau spuit yang telah digunakan.
1. Komponen Utama Kewaspadaan Standar dan Penerapannya
Komponen Utama Kewaspadaan Standard dan Penerapannya diuraikan pada
Tabel 1-1. Pengggunaan pelindung (barrier) fisik, mekanik atau kimia antara
mikroorganisme dengan individu – baik untuk pasien rawat jalan, pasien rawat inap atau
petugas kesehatan – adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran infeksi.
Pelindung berfungsi untuk memutus rantai penularan penyakit. Sebai contoh, tindakan
berikut bertujuan melindungi pasien, petugas kesehatan serta pengunjung dari penularan
infeksi dan merupakan cara penerapan Kewaspadaan Standar.
Tabel 1-1. Penerapan Kewaspadaan Standar Komponen Utama
a. Mencuci Tangan (atau menggunakan antiseptik / handrub) Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekreta, eksreta dan
barang-barang yang tercemar Segera setelah membuka sarung tangan
7
Kewaspadaan Standar dirancang untuk mengurangi risiko penularan
mikroorganisme di Rumah Sakit, baik dari sumber infeksi yang
diketahui maupun yang tidak diketahui
Di antara kontak pasien Sebelum dan sesudah melakukan tindakan invasif Setelah menggunakan toilet
b. Sarung Tangan Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-
barang yang tercemar Bila kontak dengan membrane mukosa / selaput lendir dan kulit yang
tidak utuh Sebelum melakukan tindakan invasive
c. Masker, Kacamata, Pelindung WajahMelindungi membrane mukosa mata, hidungdan mulut terhdap kemungkinan percikan, ketika akan kontak dengan darah dan cairan tubuh.
d. Gaun Melindungi kulit dari kemungkinan terkena percikan ketika
kontak dengan darah atau cairan tubuh Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan tindakan yang
melibatkan kontak dengan darah atau cairan tubuh
e. Linen Tangani linen kotor dengan menaga jangan terkena kulit atau
membrane mukosa Jangan merendam / membilas linen kotor di wilayah ruang perawatan Jangan meletakkan linen kotor di lantai dan mengibaskan linen kotor Segera ganti linen yang tercemar / terkena darah atau cairan tubuh.
f. Peralatan Perawatan Pasien Tangani peralatan yang tercemar dengan benar untuk mencegah kontak
langsung dengan kulit atau membrane mukosa / selaput lendir Cegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau lingkungan Cuci dan disinfeksi peralatan bekas pakai sebelum di gunakan kembali
g. Kebersihan LingkunganBersihkan, rawat dan disinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan pasien secara rutin setiap hari dan bilamana perlu.
f. Benda Tajam Hindari menutup kembali jarum yang sudah digunakan, bila terpaksa lakukan
dengan teknik satu tangan Hindari melepas jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai Hindari membengkokkan, menghancurkan atau memanipulasi jarum dengan
tangan Masukkan instrument tajam kedalam wadah yang tahan tusukan dan tahan air
h. Resusitasi PasienGunakan penghubung mulut (mouthpiece/Goedel), Ambubag atau alat ventilasi lain untuk resusitasi mulut ke mulut secara langsung.
i. Penempatan PasienIsolasi pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri serta lingkungan dan dapat mencemari lingkugan di dalam ruangan terpisah / khusus (ruang isolasi)
2. Pertimbangan Praktis
a. Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan
dan rentan terhadap infeksi
b. Cuci tangan prosedur paling penting untuk mencegah pencemaran silang dari orang
ke orang atau dari objek yang tercemar ke orang.
8
c. Gunakan sarung tangan pada kedua tangan sebelum menyentuh kulit yang luka,
membrane mukosa, darah, cairan tubuh sekreta, dan eksreta atau peralatan kotor dan
bahan sampah yang tercemar atau sebelum melakukan prosedur invasive.
d. Gunakan Alat Pelindung Diri /APD (sarung tangan, masker, pelindung muka,
kacamata dan apron pelindung) jika ada kemungkinan tertumpah atau terpercik
cairan tubuh (sekreta dan eksreta), seperti membersihkan peralatan dan barang-
barang tercemar.
e. Gunakan antiseptic berbasis alkohol untuk membersihkan kulit atau membrane
mukosa sebelum pepbedahan, membersihkan luka, serta melakukan penggosokan
tangan surgical handsrub.
f. Terapkan cara kerja aman, tidak memasang kembali penutup jarum, atau
membengkokkan jarum dan menjahit dengan jarum tumpul.
g. Buang sampah infeksius ke tempat yang aman untuk melindungi dan mencegah
penularan atau infeksi kepada masyarakat.
h. Proses peralatan, sarung tangan dan barang-barang lain dengan terlebih dahulu
melakukan dekontaminasi pencucian kemudian melakukan sterilisasi atau disinfeksi
tingkat tinggi, sesuai prosedur yang direkomendasikan.
B. KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI
Kewaspadaan berdasarkan penularan /transmisi hanya diterapkan pada pasien
yang dirawat inap di rumah sakit (Garner and HiCPAC 1996). Sampai diagnosis tersebut
dapat dikesampingkan. Kewaspadaan terhadap penularan / transmisi diperuntukan bagi
pasien yang menunjukan gejala atau dicurigai terinfeksi atau mengalami kolonisasi dengan
kuman yang sangat mudah menular atau sangat pathogen dimana perlu upaya pencegahan
tambahan selain Kewaspadaan Standar untuk memutus rantai penyebaran infeksi.
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi perlu dilakukan sebagai tambahan
Kewaspadaan Standar. Tiga jenis Kewaspadaan Berdasarkan Penularan/Transmisi adalah
sebagai berikut :
1. Kewaspadaan Penularan Melalui Kontak
Kewaspadaan ini dirancang untuk mengurangi resiko transmisi organism pathogen
melalui kontak langsung atau tidak langsung. Transmisi kontak langsung dapat terjadi
pada kontak kulit dengan kulit dan berpindahnya organism selama kegiatan perawatan
pasien. Transmisi kontak langsung juga dapat terjadi antar dua pasien. Transmisi
kontak tidak langsung dapt terjadi bila ada kontak seseorang yang rentan dengan objek
tercemar yang berada di lingkubgan pasien. Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang
dapat menular misalnya herpes zooster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka
lainnya memerlukan penerapan tindakan penyerapan kontak.
2. Kewaspadaan Penularan Melalui Percikan ( droplet )
Kewaspadaan penularan melalui droplet dirancang untuk mengurangi risiko penularan
melalui percikan bahan infeksius. Trasnsmisi droplet terjadi melalui kontak dengan
konjungtiva membrane mukosahidung atau mulut individu yang rentan oleh percikan
partikel besar (> 5 µm) yang mengandung mikroorganisme. Berbicara, batuk, bersin
9
dan tindakan seperti pengisapan lendir dan bronkoskopi dapat menyebarkan
organisme.
3. Kewaspadaan Penularan Melalui Udara ( airborne )
Kewaspadaan penularan melalui udara dirancang untuk mrngurangi risiko penularan
melalui penyebaran partikel kecil (< 5 µm) ke udara, baik secara langsung atau melalui
partikel debu yang mengandung mikroorganisme infeksius. Partikel ini dapat tersebar
dengan cara batuk, bersin, berbicara dan tindakan seperti bronkoskopi atau lendir.
Partikel infeksius dapat menetap di udara selama beberapa jam dan dapat disebarkan
secara luas dalam suatu ruangan atau dalam jarak yang lebih jauh. Pengelolaan secara
khusus dan ventilasi diperlukan untuk mencegah transmisi melalui udara.
Kewaspadaan Berbasis Transmisi harus dilaksanakan sebagai tambahan
Kewaspadaan Standar, bila penyakit menular selain melalui darah
4. Gabungan Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
Penularan melalui droplet dan kontak merupakan cara penyebaran flu musiman
tersering, termasuk H5N1. Menggabungkan ketiga Kewaspadaan Berdasarkan
Transmisi disamping penerapan Kewaspadaan standar akan menghasilkan tingkat
kewaspadaan yang mewadai untuk semua penyakit menular (Emerging Infectious
Diseases). Tindakan pencegahan perlu diterapkan pada pasien infeksius, sebagai
berikut :
a. Tindakan kewaspadaan perlu dilakukan saat masuk fasilitas kesehatan sampai
dengan batas masa penularan, contoh :
1) Untuk kasus flu burung orang dewasa ( >12 tahun ) sampai 7 hari bebas demam.
2) Anak-anak ( usia < 12 tahun ) sampai 21 hari sejak onset penyakit
b. Apabila ini tidak mungkin dilakukan misalnya karena kekurangan sumber daya
setempat, keluarga harus diberi pendidikan mengenai cara menjaga kebersihan
pribadi dan cara pencegahan infeksi. Sebagai contoh, selalu cuci tangan dan
gunakan masker kertas atau masker bedah pada anak yang sedang batuk.
5. Komponen utama Kewaspadaan Berdasarkan Penularan/Transmisi dan
penerapannya
a. Menjaga Kebersihan tangan dan pemakaian sarung tangan
1) Petugas kesehatan harus mencuci tangan atau menggunakan Handrub alkohol
setelah kontak dengan pasien atau bahan menular dan setelah melepaskan sarung
tangan.
2) Sarung tangan bukan menggantikan kebutuhan mencuci tangan, karena pada
sarung tangan mungkin ada pori kecil yang tidak terlihat dan sobek selama
penggunaan atau tangan dapat terkontaminasi pada saat melepaskan sarung
tangan merupakan risiko.
3) Tidak mengganti sarung tangan setelah kontak antar pasien merupakan risiko
penyebaran infeksi.
10
4) Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan
pasien dan segera mencuci tangan atau menggunakan handrub berbasis alkohol.
b. Masker, Pelindung Pernafasan, Pelindung Mata dan Pelindung Wajah
1) Setiap orang yang berhubungan langsung, berada dekat dengan pasien atau
memasuki suatu ruangan dimana ada pasien dengan penyakit menular harus
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai. Untuk pasien dengan
penyakit menular melalui udara, petugas perlu menggunakan masker khusus
yang dapat melindungi setidaknya seperti N95, EU FFP2 atau sejenis yang
tersertifikasi oleh U.S. NIOSH, gaun, pelindung wajah atau pelindung mata/
goggles dan sarung tangan.
2) Berbagai macam jenis masker, pelindung mata dan pelindung wajah dapat
digunakan terpisah atau bersamaan untuk memberi perlindungan yang efektif.
3) Semua orang yang memasuki ruangan pasien dengan penyakit menular melalui
udara, harus menggunakan masker N-95. ini dapat digunakan beberapa kali, jika
digunakan oleh orang yang sama. Lapisi respirator dengan masker bedah yang di
buang setiap setelah digunakan. Jika respirator khusus tidak tersedia, petugas
harus menggunakan masker bedah yang dapat melekat erat menutup hidung dan
mulut dengan rapat.
4) Masker bedah tidak memberikan perlindungan terhadap aerosol partikel kecil
(nuklei droplet ). Tindakan yang menimbulkan aerosol tidak boleh dilakukan
untuk pasien dengan penyakit menular melalui udara jika respirator khusus tidak
tersedia.
5) Prosedur standar yang tepat perlu dilakukan untuk memilih respirator khusus
yang sesuai dan uji kelekatan oleh pengguna setiap kali respirator sekali pakai
akan digunakan.
c. Gaun dan apron
1) Gaun dan apron dipakai sebagai perlindungan diri dan untuk mengurangi
kemungkinan penyebaraan mikroorganisme di dalam rumah sakit.
2) Gaun perlu dipakai untuk mencegah kontaminasi pakaian dan untuk melindungi
kulit petugas dari pajanan darah atau cairan tubuh.
3) Gaun yang dipakai hendaknya terbuat dari bahan kedap air. Penutup kaki atau
sepatu boot akan memberikan perlindungan lebih lanjut terhadap kulit bila ada
kemungkinaan terjadi tumpahan atau percikan bahan infeksius dalam jumlah
besar.
4) Petugas kesehatan hendaknya memakai gaun ketika merawat pasien yang
terinfeksi patogen infeksius untuk mengurangi kemungkinan penyebaran dari
pasien atau barang di lingkungan mereka kepada pasien atau lingkungan lain.
5) Belum ada data yang cukup mengenai spesifikasi gaun yang tepat untuk tujuan
ini.
11
Petugas wajib mengganti APD dan mencuci tangan jika meninggalkan
area isolasi
d. Linen dan pakaian kotor
1) Meskipun linen tercemar oleh mikroorganisme patogen, risiko penularan
penyakit akan minimal jika linen tersebut ditangani dengan baik, diangkut dan
dicuci dengan cara yang dapat mencegah penyebaran mikroorganisme pada
pasien, petugas dan lingkungan.
2) Petugas tidak boleh memegang linen dekat tubuh atau mengibaskan linen
tersebut.
3) Menjaga kebersihan, penanganan dan penyimpanan linen bersih sangat
dianjurkan.
e. Makanan, gelas, cangkir dan peralatan makan
Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara dan percikan, bila
memungkinkan, upayakan penggunaan satu barang untuk satu pasien. Tidak
dibenarkan orang lain menggunakan bersama-sama peralatan makan pasien.
Peralatan makan dapat digunakan kembali untuk pasien suspek dan probable
penyakit menular, dengan menerapkan pencegahan Kewaspadaan Standar. Piring
dan peralatan makan yang akan digunakan kembali, dicuci dengan air panas dan
sabun deterjen, bila mungkin di dalam mesin pencuci piring. Petugas perlu
menggunakan sarung tangan ketika menangani nampan, piring dan peralatan makan
pasien.
f. Pencegahan infeksi untuk prosedur yang menimbulkan aerosol pada pasien yang suspek atau probable menderita penyakit menular melalui udara/ airborne.
Tindakan yang dapat menimbulkan batuk akan meningkatkan pengeluaran
droplet nuclei ke udara. Tindakan yang menghasilkan aerosol antara lain tindakan
pengobatan yang diaerosolisasi (misalnya salbutamol), induksi sputum diagnostik,
bronkoskopi, pengisapan jalan napas dan intubasi endotrakeal.
1) Petugas kesehatan harus memastikan bahwa pasien sudah diobservasi terhadap
kemungkinan penyakit menular melalui udara / airborne sebelum memulai
prosedur yang menimbulkan aerosol.
2) Tindakan yang menimbulkan aerosol pada pasien dengan penyakit menular
melalui udara/ airborne, dilakukan hanya bila ada indikasi medis yang penting.
3) Tindakan harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan
Penularan melalui udara.
12
Petugas kesehatan harus menerapkan Kewaspadaan Standar
(cuci tangan), Kewaspadaan Berdasarkan Penularan melalui
udara (alat pelindung pernafasan dengan efisiensi penyaringan
sama atau lebih dari 95%) dan Kewaspadaan Berdasarkan
Penularan melalui kontak (sarung tangan, gaun dan pelindung
mata) ketika melakukan tindakan yang menghasilkan aerosol
dilakukan pada pasien dengan penyakit menular melalui udara/
airborne.
g. Pemrosesan peralatan yang aman
Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara/ airborne, perlu diikuti
petunjuk umum untuk pemerosesan.
C. PERAWATAN PASIEN DALAM ISOLASI
Pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang isolasi (bila
memungkinkan) untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung. Jumlah petugas
yang merawat pasien, harus dijaga seminimal mungkin sesuai dengan tingkat perawatan
petugas perlu diawasi secara ketat dan hendaknya berpengalaman di dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi.
Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuia petunjuk untuk
mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dari pasien ke petugas pelayanan kesehatan
atau orang lain.
Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak mencukupi,
pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebersihan, sengaja mencemari lingkungan atau
tidak dapat diharapkan bekerja sama dalam menerapkan tindakan pencegahan infeksi dan
transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan misalnya pada anak-anak, pasien
dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau orang lanjut usia.
1. Fasilitas Kamar Isolasi
a. Akomodasi
a) Letakkan wadah khusus anti bocor untuk benda tajam di dalam ruangan
b) Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi
c) Sediakan peralatan tersendiri untuk masing-masing pasien, seperti stetoskop,
termometer dan tensimeter
d) Bila karena keterbatasan ketersediaan, peralatan digunakan untuk pasien lain,
maka semua peralatan hendaknya dibersihkan dan didisinfeksi sebelum
digunakan
13
e) Tempat tidur tunggal dengan fasilitas cuci tangan
f) Fasilitas toilet
g) Cek kebersihan ruangan sebelum pasien dimasukkan
h) Minimalisasi furnitur dan peralatan yang tidak diperlukan, terutama bila
potensial sebagai sarana reservoir mikroorganisme seperti hiasan, karpet,
taplak, dll.
b. Kelengkapan Pra Ruang Isolasi
1) Sabun cuci tangan
2) Handrub berbasis alkohol
3) Apron plastic
4) Sarung tangan sekali pakai
5) Masker / baju khusus / goggles(kaca mata) bila diperlukan
6) Tempat sampah medis dengan plastic kuning
7) Keranjang tertutup untuk tempat barang re-use
c. Kelengkapan Ruang Isolasi
1) Sabun cuci tangan
2) Wastafel
3) Handrub berbasis alkohol
4) Kantong sampah plastic kuning (medis) dan hitam (non medis)
d. Tata Laksana
1) Pasang tanda peringatan di pintu
2) Pintu harus dalam keadaan selalu tertutup
3) Sediakan lembar catatan di pintu masuk atau nurse station
4) Semua petugas kesehatan yang masuk area isolasi harus mengisi lembar catatan
tersebut, agar bila dibutuhkan tindak lanjut, tersedia data yang dibutuhkan
5) Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang lengkap
sesuai dengan kewaspadaan berbasis transmisi
6) Cuci tangan dengan handrub berbasis alcohol sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
7) Cuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan isolasi
8) Bila melakukan prosedur invasive, lakukan antiseptic hand scrub
e. Prosedur Management Limbah, Linen dan Kebersihan Ruangan
1) Pindahkan semua perabotan yang tidak penting, terutama yang potensial sebagai
tempat kolonisasi mikroorganisme seperti hiasan, karpet, taplak, dll
2) Linen dikumpulkan dalam plastik kuning, ditandai infeksius kemudian dikirim
ke unit laundry dan ditangani sebagai linen yang kotor dan terkontaminasi
3) Letakkan tempat sampah dengan injakan kaki
4) Perlakukan semua sampah sebagai sampah infeksius, diletakkan dalam kantong
kuning
5) Bersihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi seluruh
permukaan
14
6) Sediakan peralatan kebersihan (mop/pel basah/disinfektan) yang dibutuhkan di
dalam ruangan pasien
7) Alat kebersihan harus dibersihkan setelah setiap selesai penggunaan. Kirim
semua peralatan kebersihan tersebut ke laundry untuk dicuci dengan air panas.
8) Bersihkan peralatan makan dengan air sabun panas
2. Tata cara :
a. Memasuki Ruangan
1) Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan
2) Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
3) Pakai APD
4) Masuk ruangan dan tutup pintu
b. Meninggalkan Ruangan
Di pintu keluar, lepaskan APD dengan urutan yang benar :
1) Sarung tangan : lepas dan buang ke dalam tong sampah medis
2) Kaca mata atau pelindung wajah : letakkan dalam peralatan bekas pakai
3) Gaun : dengan tidak memegang bagian luar gaun, masukkan ke dalam tempat
cucian
4) Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
5) Tinggalkan ruangan
6) Lepaskan masker atau respirator dengan memegang elastis di belakang telinga.
Jangan memegang bagian depan masker
7) Setelah keluar ruangan, gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci
tangan dengan air mengalir
8) Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di kamar ganti sebelum
meninggalkan ruangan dan mengenakan pakaian dari rumah
Gambar 1.3 Manajemen kasus:
Pencegahan Infeksi Awal dan Kontrol Tindakan Pencegahan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
MANAJEMEN KASUS DENGAN PENYAKIT MENULAR MELALUI UDARA
15
PASIEN dengan gejala penyakit pernafasan akut dan riwayat terpaan/kontak
Pasien dilakukan triage
TINDAKAN PENCEGAHAN dan Pengendalian Infeksi
1. Pakaian masker bedah pada pasien. Jika masker tidak siap tersedia – minta pasien untuk menutup mulut dan hidung dengan tissue ketika bersin atau batuk
2. Tempatkan pasien terpisah dari pasien lain (diisolasi)
Diadaptasi dari: WHO. 2004. Influenza A (H5N1): WHO Interm Infection Control Guidelines for
Health Care Farileties (Updated 10 March)
16
Tempatkan diruang tersendiri – dengan tekanan negatif Petugas harus memakai APD lengkap ketika masuk ruangan
Pasien dilakukan pemeriksaan untuk penyakit menular
Pasien dikonfirmasi sebagai penderita penyakit infeksi Diagnosis lain Kaji kembali tindakan
pencegahan
Terapkan tindakan pencegahan & pengendalian infeksi lengkap selama periode waktu yang di butuhkan, sesuai masa penularan
KASUS YANG MEMBUTUHKAN KEWASPADAAN ISOLASI
Infeksi Rute
Transmisi
Evidence
Penyebaran
di Rumah
Sakit
Resistensi
Antibiotika
Faktor Variabel Waktu Isolasi Kategori
Resiko
Varicella Airborne Sering Sedikit Ante-natal/Post-natal/Neonatus
Pasien onkologi atau
immunocompromised
Sampai vesikel
menjadi krusta
Tinggi
Tinggi
Clostridium
dificille
Fecal-oral Sedang Sedikit Fecal incontinece Diare berhenti
selama 48 jam
Medium
Diare (infektif) Fecal-oral Sering Sedikit Fecal incontinece Diare berhenti
selama 48 jam
Medium
Hepatitis B Bloodborne Jarang Hindari paparan dengan darah dan
cairan tubuh
Tidak diperlukan
kecuali dengan
perdarahan yang
tidak terkontrol
Rendah
HIV/AIDS Bloodborne Tergantung organisme/infeksi yang
spesifik
Rujukan
mikrobiologist
Rendah /
Tinggi
Campak Airborne Sering Sedikit Ante-natal/Post-natal/Neonatus
Pasien onkologi atau
immunocompromised
14 hari Tinggi
Tinggi
17
Meningitis
(undiagnosed
atau
meningococcus)
Droplet Jarang Sedikit Batuk : tenaga kesehatan harus
memakai masker pada jarak 3
kaki dari pasien sampai dengan
24 jam setelah pemberian terapi
antibiotika yang efektif
Tanpa batuk
24 jam setelah
pemberian terapi
antibiotika yang
efektif
Medium
Rendah
MRSA Kontak Sering Serius Penyakit kulit deskuamasi
(eczema, psoriasis) atau
kolonisasi sputum
Kolonisasi > 1 tempat
Karier nasal
Tidak dapat
ditentukan
Tidak ditemukan
lagi pada screening
Tinggi
Medium
Rendah
Tuberculosis
(BTA positif)
Tuberculosis
– MDRTB
(atau high
probability)
Airborne
Airborne
Sering
Sering
Sedikit
Serius Merujuk pada kebijakan
tuberkulosis
2 minggu
Sampai BTA
negatif
Tinggi
Tinggi
Respiratory
Syncytial Virus
Droplet dan
kontak
Sering Situasi non epidemic
Situasi epidemic
Sampai gejala
hilang
Medium
Avian Influenza Airborne,
Droplet dan
Sering Serius Dewasa : 7 hari
bebas panas
Tinggi
18
Kontak Anak (<12
tahun) : 21 hari
bebas panas
19
JENIS KEWASPADAAN DIKAITKAN DENGAN RUTE TRANSMISI
Kewaspadaan Kondisi Pathogen
Standart Semua pasien
Penyakit bloodborne HIV, Hepatitis B dan C
Kontak Diare
Infeksi kulit dan jaringan lunak
Organisme resisten antibiotika
Infeksi saluran nafas
E. coli
Clostridium dificille
Rotavirus
Norovirus
Scabies
Streptococcus grup A (dewasa)
Staphylococcus aureus
MRSA
Virus Herpes simplex
Influenza
Pseudomonas aeruginosa
SARS
Respiratory Syncytial Virus
(indirek melalui mainan)
Droplet Meningitis
Infeksi saluran pernafasan
Infeksi dengan rash
Lainnya
Neisseria meningitides
Haemophillus influenzae
Influenza Virus, Adenovirus
Difteri
Mycoplasma
Pertusis
Respiratory Syncytial Virus
Rubella
Streptococcus grup A (anak)
Mumps
20
Airborne Infeksi saluran pernafasan
Infeksi dengan rash
Diare
Mycobacterium tuberculosa
Avian Influenza
Varicella-zooster
Measles
Rotavirus (partikel kecil aerosol)
Norovirus (partikel faeces,
vomitus)
21
KOMPONEN KEWASPADAAN PENCEGAHAN INFEKSI
Standart Kontak Droplet Airborne
Penempatan pasien Tempatkan di ruang rawat
terpisah, bila tidak
mungkin, kohorting. Bila
tidak mungkin,
pertimbangkan
epidemiologi mikrobanya
dan populasi pasien.
Tempatkan dengan jarak >
1 meter antar tempat tidur.
Jaga agar tidak ada
kontaminasi silang ke
lingkungan dan pasien
lain.
Tempatkan di ruang rawat
terpisah, bila tidak
mungkin, kohorting. Bila
tidak mungkin, buat
pemisah dengan jarak > 1
meter antar tempat tidur
dan jarak dengan
pengunjung. Pertahankan
pintu terbuka, tidak perlu
penanganan khusus
terhadap udara dan
ventilasi.
Tempatkan di ruang rawat
terpisah yang mempunyai :
1. Tekanan negatif
2. Pertukaran udara 6-
12x/jam
3. Pengeluaran udara
terfiltrasi sebelum
udara mengalir ke
ruang atau tempat lain
di RS
Usahakan pintu ruang
pasien tertutup. Bila ruang
terpisah tidak
memungkinkan, tempatkan
pasien dengan pasien lain
yang mengidap mikroba
yang sama, jangan
dicampur dengan infeksi
lain (kohorting) dengan
22
jarak > 1 meter.
Standart Kontak Droplet Airborne
Transport pasien Batasi gerak, transport
pasien hanya kalau perlu
saja. Bila diperbolehkan
pasien keluar ruangan,
perlu kewaspadaan agar
resiko minimal transmisi
ke pasien lain atau
lingkungan
Batasi gerak dan
transportasi untuk batasi
droplet dari pasien dengan
mengenakan masker pada
pasien dan menerapkan
etika batuk.
Batasi gerakan dan
transport pasien hanya
kalau diperlukan saja. Bila
perlu untuk pemeriksaan,
pasien dapat diberi masker
bedah untuk mencegah
penyebaran droplet nuklei.
Cuci tangan Ya Ya Ya Ya
Sarung tangan Hanya jika akan
menyentuh darah, cairan
tubuh dan benda yang
terkontaminasi
Memakai sarung tangan
lateks bersih non steril saat
masuk ke ruang pasien.
Ganti sarung tangan
setelah kontak dengan
bahan infeksius (faeces,
cairan drain). Lepaskan
sarung tangan sebelum
keluar dari kamar dan cuci
Hanya jika akan
menyentuh darah, cairan
tubuh dan benda yang
terkontaminasi
Jika akan menyentuh
darah, cairan tubuh dan
benda yang terkontaminasi
dan bila melakun tindakan
23
tangan dengan antiseptik.
Masker Selama prosedur yang
memungkinkan
kontaminasi dengan darah
dan cairan tubuh
Selama prosedur yang
memungkinkan
kontaminasi dengan darah
dan cairan tubuh
Pakailah bila bekerja
dalam radius 1 meter
terhadap pasien (kontak
erat). Masker seyogyanya
melindungi
Kenakan masker respirator
(N95 / Kategori N pada
efisiensi 95%) saat masuk
ke ruang pasien atau
suspek TB
Standart Kontak Droplet Airborne
hidung dan mulut, dipakai
saat memasuki ruang rawat
pasien dengan infeksi
saluran nafas.
Paru. Orang yang rentan
seharusnya tidak boleh
masuk ke ruang pasien
yang diketahui atau suspek
campak, cacar air, kecuali
petugas yang telah imun.
Bila terpaksa harus masuk,
maka harus mengenakan
masker respirator untuk
pencegahan. Orang yang
telah pernah sakit campak
atau cacar air tidak perlu
memakai masker.
Kacamata (googles) Selama prosedur yang
memungkinkan
Selama prosedur yang
memungkinkan
Bila melakukan tindakan
dengan kemungkinan
Bila melakukan tindakan
dengan kemungkinan
24
kontaminasi dengan darah
dan cairan tubuh
kontaminasi dengan darah
dan cairan tubuh
timbul aerosol. timbul aerosol.
Gaun Selama prosedur yang
memungkinkan
kontaminasi dengan darah
dan cairan tubuh
Pakai gaun bersih, tidak
steril saat masuk ke ruang
pasien untuk melindungi
baju dari kontk dengan
pasien, permukaan
lingkungan, barang di
ruang pasien,
Bila melakukan tindakan
dengan kemungkinan
timbul aerosol.
Bila melakukan tindakan
dengan kemungkinan
timbul aerosol.
Standart Kontak Droplet Airborne
cairan diare pasien,
ileostomy, colostomy, luka
terbuka. Lepaskan gaun
sebelum keluar ruangan.
Jaga agar tidak ada
kontaminasi silang ke
lingkungan dan pasien
lain.
Apron
Bila gaun permeable,
untuk mengurangi
penetrasi cairan. Tidak
25
dipakai sendiri.
Peralatan untuk perawatan
pasien
Bila memungkinkan
peralatan non kritikal
dipakai untuk 1 pasien atau
pasien dengan infeksi
mikroba yang sama.
Bersihkan dan disinfeksi
sebelum dipakai untuk
pasien lain.
Tidak perlu penanganan
udara secara khusus karena
mikroba tidak bergerak
jarak jauh
Transmisi pada TB
Sesuai pedoman TB CDC
“Guideline for Preventing
of Tuberculosis in
Healthcare Facilities”
26
PERIODE INKUBASI PADA PENYAKIT INFEKSI
Penyakit Periode Inkubasi Durasi Infeksius
Varicella 13-21 hari 1-5 hari sebelum muncul rash hingga vesikel
mengalami krustasi
Measles 7-18 hari Dari awal gejala prodromal hingga 4 hari setelah
muncul rash
Mumps 12-25 hari 1 minggu sebelum dan hingga 9 hari setelah
muncul pembengkakan
Rubella 14-23 hari 7 hari sebelum hingga 4 hari setelah muncul rash
RSV 3-7 hari 3 hari sebelum muncul gejala hingga
asimptomatis
Influenza 1-5 hari 1 hari sebelum hingga 4 hari setelah muncul
gejala klinis
Avian Influenza 1-4 hari Dewasa : 7 hari bebas panas
Anak-anak (<12 tahun) : 21 hari bebas panas
Pertussis 7-10 hari 21 hari setelah muncul paroxismal
Rotavirus 1-3 hari Dari muncul gejala hingga 5 hari setelah resolusi
Herpes Simplex Virus 2-11 hari Infeksi primer : 3-4 minggu
Infeksi sekunder :3-5 hari
Hepatitis A 15-50 hari 7 hari setelah muncul jaundice
Penyakit
Meningococcal
2-10 hari 24 jam setelah pemberian terapi adekuat
Difteri 2-5 hari Mendapat terapi : 3 hari
Tidak mendapat terapi : 28 hari
56
BAB III
KEBERSIHAN TANGAN
Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai
sebab utama infeksi nosokmial dan penyebaran mikroorganisme multiresisten di fasilitas
pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya
wabah (Boyce dan Pitlet 2002)
Dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi, praktek membersihkan tangan
dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menghilangkan
semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit.
Mikroorganisme ini tidak hanya mencakup sebagian besar organisme yang diperoleh dari kontak
dengan pasien dan lingkungan tetapi juga sejumlah mikroorganisme permanen yang tinggal di
lapisan terdalam kulit. Selain memahami panduan dan rekomendasi untuk kebersihan tangan,
para petugas kesehatan perlu memahami keuntungan dan terutama keterbatasan pemakaian
sarung tangan.
A. Definisi
1. Mencuci tangan
Proses yang secara mekanik melepasan kotoran dan debris dari kulit tangan
dengan menggunakan sabun biasa dan air.
2. Agen antiseptik atau antimikroba (istilah yang digunakan bergantian)
Bahan kimia yang diaplikasikan di atas kulit atau jaringan hidup lain untuk
menghambat atau membunuh mikroorganisme (baik yang sementara atau yang
merupakan penghuni tetap), sehingga mengurangi jumlah hitung bakteri total.
Contohnya adalah :
a. Alkohol 60-90% (etil dan isopropil atau metil alkohol)
b. Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane)
c. Klorheksidin glukonat dan cetrimide, dalam berbagai konsentrasi (Savlon)
d. Yodium 3%. Yodium dan produk alkohol berisi yodium atau lincture (yodium
linktur)
e. Lodofor 7,5-10% , berbagai konsentrasi (Betadine atau Wescodyne)
f. Kloroksilenol 0,5-4% (para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi
(Dettol)
g. Triklosan 0,2-2%
3. Air bersih
Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga aman
untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya (misalnya mencuci tangan dan
membersihkan instrument medis) karena memenuhi standar kesehatan yang telah
ditetapkan. Pada keadaan minimal, air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan
memiliki turbiditas rendah (jernih, tidak berkabut).
4. Emollient
Cairan organik, seperti gliserol, propilen glikol, atau sorbitol yang ketika
ditambahkan pada handrub dan losion tangan akan melunakan kulit dan membantu
57
mencegah kerusakan kulit (keretakan, kekeringan, iritasi, dan dermatitis) akibat
pencucian tangan dengan sabun yang sering (dengan atau tanpa antiseptik) dan air.
5. Infeksi nosokomial atau infeksi yang didapat dari fasilitas pelayanan kesehatan
Infeksi yang tidak ada atau tidak sedang dalam inkubasi ketika pasien datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Sabun dan deterjen
Produk-produk pembersih (batang, cair, lembar, bubuk) yang menurunkan
tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan
mikroorganisme yang menempel sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan
gosokan untuk melepas mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptik
(antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan dari
hampir sebagian besar mikroorganisme.
7. Flora transien dan flora residen
Istilah ini menggambarkan dimana bakteri dan mikroorganisme berada dalam
lapisan kulit. Flora transien diperoleh melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan
lain atau permukaan yang terkontaminasi (misalnya meja periksa, lantai atau toilet)
selama bekerja. Organisme ini tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat sebagian dengan
mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan air. Flora residen tinggal dilapisan kulit
yang lebih dalam serta didalam folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya,
bahkan dengan pencucian dan pembilasan kertas dengan sabun dan air bersih.
Untungnya, pada sebagian besar kasus, flora residen kemungkinan kecil terkait dengan
penyakit infeksi yang menular melalui udara, seperti flu burung. Tangan atau kuku dari
sejumlah petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme yang
menyebabkan infeksi seperti S.aureus, batang Gram negatif si ragi.
8. Handrub antiseptik berbasis alkohol tanpa air
Antiseptik handrub yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau
mengurangi mikroorganisme penghuni tetap tanpa melindungi kulit tanpa menggunakan
air. Sebagian besar antiseptik ini mengandung alkohol 60-90%, suatu emolient dan
seringkali antiseptik tambahan (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4%) yang memiliki
aksi residual (Larson et al. 2001).
B. Cuci Tangan
Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu-satunya yang paling penting
dan efektif untuk mencegah penularan infeksi. Idealnya, air mengalir dan sabun yang
digosok-gosokkan harus digunakan selama 40 sampai 60 detik. Penting sekali untuk
mengeringkan tangan setelah mencucinya.
Pemakaian sabun dan air tetap penting ketika tangan terlihat kotor. Untuk
kebersihan tangan rutin ketika tidak terlihat kotoran atau debris, alternatif seperti handrub
berbasis alkohol 70% yang tidak mahal, mudah didapat, mudah dijangkau dan sudah semakin
diterima terutama ditempat dimana akses wastafel dan air bersih berbatas.
Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara
mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Mencuci tangan dengan sabun
58
biasa dan air bersih adalah sama efektifnya mencuci tangan dengan sabun antimikroba
(pereira, Lee dan Wade 1997). Sebagai tambahan, sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi
kulit (pereira, Lee dan Wade 1990).
1. 5 Saat Mencuci Tangan :
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Sebelum melakukan tindakan / prosedur terhadap pasien
c. Setelah tindakan / prosedur atau beresiko terpapar cairan tubuh pasien
d. Setelah kontak dengan pasien
e. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien
Tangan harus dicuci dengan sabun dan air bersih (atau handrub antiseptik) setelah
melepas sarung tangan karena pada saat tersebut mungkin sarung tangan ada
lubang kecil atau robek, sehingga bakteri dapat dengan cepat berkembang biak
pada tangan akibat lingkungan yang lembab dan hangat di dalam sarung tangan
(CDC 1989, Korniewicz et al 1990)
2. Teknik Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir harus dilakukan seperti di
bawah ini
a. Buka kran dan basahi tangan dengan air
b. Tuangkan sabun cair secukupnya
c. Gosok kedua telapak tangan hingga merata
d. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
e. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
f. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci dan saling digosokkan
g. Gosok ibu jari kiri berputar kearah bawah dalam genggaman tangan kanan dan
sebaliknya
h. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan
sebaliknya
i. Bilas tangan dengan air bersih
j. Keringkan tangan dengan menggunakan handuk kertas
k. Gunakan handuk kertas tersebut untuk memutar kran sewaktu mematikan air
l. Setiap gerakan dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali. Lamanya seluruh prosedur
sebaiknya selama 40-60 detik.
Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada keadaan lembab dan air
yang tidak mengalir, maka :
a. Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang
b. Jangan menambahkan sabun cair kedalam tempatnya bila masih ada isinya,
penambahan ini dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang
dimasukkan
c. Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun memakai tambahan
antiseptik (seperti Dettol atau Savlon), mikroorganisme dapat bertahan dan
berkembang biak dalam larutan ini (Rutala 1996)
d. Jika air mengalir tidak tersedia, gunakan wadah air dengan kran atau gunakan
ember dan gayung, tampung air yang telah digunakan dalam sebuah ember dan
buanglah di toilet
59
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk yang bersih
sekali pakai atau keringkan dengan udara. Handuk yang digunakan bersama dapat
dengan cepat terkontaminasi dan tidak boleh. Untuk mendorong agar mencuci tangan
diterapkan dengan baik, kepala instalasi harus melakukan segala cara untuk
menyediakan sabun dan pasokan bersih terus menerus baik dari keran atau ember dan
handuk sekali pakai atau handuk kertas.
3. Handrub Antiseptik (Handrub Berbasis Alkohol)
Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif
membunuh flora residen dan flora transien daripada mencuci tangan dengan sabun
antiseptik atau dengan sabun biasa dan air. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan
serta menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih besar (Girou et
al.2002). Handrub antiseptik juga berisi emolien seperti gliserin, glisol propelin, atau
serbitol yang melindungi dan melembutkan kulit.
Teknik Mencuci Tangan dengan Handrub Antiseptik harus dilakukan seperti
di bawah ini :
a. Tuangkan segenggam penuh bahan antiseptik berbasis alkohol ke dalam tangan
b. Gosok kedua telapak tangan hingga merata
c. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
d. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
e. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci dan saling digosokkan
f. Gosok ibu jari kiri berputar kearah bawah dalam genggaman tangan kanan dan
sebaliknya
g. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan
sebaliknya
h. Biarkan tangan mengering
Setiap gerakan dilakukan sebanyak 4 (empat) kali. Lamanya seluruh prosedur
sebaiknya selama 20-30 detik.
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika
tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh, harus mencuci tangan
dengan sabun dan air terlebih dahulu. Selain itu, untuk mengurangi ”penumpukan” emolien
pada tangan setelah pemakaian handrub antiseptik berulang, tetap diperlukan mencuci tangan
dengan sabun dan air setiap kali setelah 5 kali aplikasi handrub. Terakhir, handrub yang
hanya berisi alkohol sebagai bahan aktifnya, memiliki efek residual yang terbatas
dibandingkan dengan handrub yang berisi campuran alkohol dan antiseptik seperti khlorheksidin.
Larutan Alkohol untuk Membersihkan Tangan
Handrub antiseptik yang tidak mengiritasi dapat dibuat dengan menambahkan gliserin,
glikol propilen atau sorbitol ke dalam alkohol (2 mL dlm 100 mL etil atau isopropil
alkohol 60-90%)
C. Upaya Meningkatkan Kebersihan Tangan
Mencuci tangan telah dianggap sebagai salah satu tindakan terpenting untuk
mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi selama lebih dari 150 tahun.
penelitian Semmelwesis (1861) dan banyak penelitian lainnya memperlihatkan. bahwa
penularan penyakit menular dari pasien ke pasien mungkin terjadi melalui tangan petugas
60
kesehatan. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dapat mencegah penularan
mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial (Boyce 1999; Larson 1995).
Masalah yang selalu timbul adalah bagaiman membuat petugas kesehatan patuh pada
praktek mencuci tangan yang telah direkomendasikan. Meskipun sulit untuk merubah
kebiasaan mengenai hal ini, ada beberapa cara yang dapat meningkatkan keberhasilan, seperti
:
1. Menyebar luaskan panduan terbaru mengenai praktek menjaga kebersihan tangan
dimana tercantum bukti mengenai efektifitasnya dalam mencegah penyakit dan
perlunya petugas kesehatan untuk mengikuti panduan tersebut
2. Melibatkan pimpinan/pengelola rumah sakit dalam diseminasi dan penerapan
pedoman kebersihan tangan
3. Menggunakan teknik pendidikan yang efektif, termasuk role model (khususnya
supervisor), mentoring, monitoring, dan umpan balik positif
4. Menggunakan pendekatan kinerja yang ditargetkan ke semua petugas kesehatan,
bukan hanya dokter dan perawat, untuk meningkatkan kepatuhan
5. Mempertimbangkan kenyamanan petugas dan pilihan yang efektif untuk menjaga
kebersihan tangan sehingga membuat petugas lebih mudah mematuhinya.
Selain itu, salah satu cara mudah untuk meningkatkan kepatuhan adalah dengan
menyediakan botol kecil handrub antiseptik untuk setiap petugas. Pengembangan produk di
mulai dari observasi bahwa teknik pencucian tangan yang tidak layak serta rendahnya
kepatuhan akan menjadikan tidak efektifnya rekomendasi untuk menjaga kebersihan tangan.
Pemakaian handrub antiseptik yang murah dengan pembuatannya yang mudah dapat
meminimalisasi banyak faktor yang menghambat penerapan panduan yang telah
direkomendasikan. Sebagai tambahan, handrub lebih efektip dibanding mencuci tangan
dengan sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat disediakan diberbagai tempat sesuai
jumlah yang dibutuhkan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang
menimbulkan iritasi kulit ( tidak kering, pecah-pecah atau merekah ).
Dengan demikian, handrub antiseptik dapat menggantikan proses cuci tangan
dengan sabun dan air sebagai prosedur utama untuk meningkatkan kepatuhan (Larson et al.
2000 ; Pittet et al. 2000). Penyediaan handrub bagi meningkatkan praktik kebersihan tangan
untuk jangka panjang. Tidak cukup dengan hanya menyediakan dispenser handrub antiseptik
( Muto dkk 2000 ).
Cara dua adalah menganjurkan para petugas menggunakan produk perawatan tangan
( losion pelembab dan crem ) untuk membantu mencegah iritasi kulit dan dermatitis kontak
yang berhubungan dengan seringnya mencuci tangan, terutama dengan sabun dan diterjen
yang mengandung agen antiseptik. Tidak hanya petugas menjadi puas akan hasilnya, namun
yang terpenting, pada penelitian oleh McCormick et al. (2000), kondisi kulit yang lebih baik
karena penggunaan losion tangan menghasilkan 50% peningkatan frekuensi pencucian
tangan.
Meskipun meningkatkan kemampuan kepatuhan untuk menjaga kebersihan tangan
dengan panduan sulit, sejumlah program dan institusi mulai mencapai keberhasilan. Kunci
keberhasilan berasal dari berbagai intrvensi yang melibatkan perubahan prilaku, pendidikan
kreatif, monitoring dan evaluasi, dan lebih penting adalah keterlibatan supervisor sebagai role
model serta dukungan pimpinan.
61
D. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Menjaga Kebersihan Tangan
1. Jari Tangan
Penelitihan membuktikan bahwa daerah di bawah kuku ( ruang subungual )
mengandung jumlah mikroba tertinggi ( McGinley, Larson dan Leydon 1988 ). Beberapa
penelitian baru-baru ini telah memperlihatkan kuku yang panjang dapat berperan sebagai
resevoar untuk bakteri Gram negatif ( P. aeruginosa ), jamur dan patogen lain
( Hedderwick et al. 2000 ). Kuku panjang, baik yang alami maupun buatan, lebih mudah
melubangi sarung tangan ( Olsen et al. 1993 ). Oleh karena itu, kuku harus dijaga tetap
pendek, tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari.
2. Kuku Buatan
Kuku buatan ( pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik ) yang dipakai
oleh petugas kesehatan dapat berperan dalm infeksi nosokomial (Hedderwick et al. 2000 ).
Selain itu, telah terbukti bahwa kuku buatan dapat berperan sebagai reservoar untuk
bakteri Gram negatif, pemakaiannya oleh petugas kesehatan harus dilarang.
3. Cat kuku
Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan.
4. Perhiasan
Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperkenankan
62
BAB IV
PANDUAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI
A. Alat Pelindung Diri (APD)
Pelindung barrier, yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri ( APD ),
telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang
ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya AIDS dan hepatitis C, serta
meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara, pemakaian APD menjadi juga sangat
penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti flu burung,
SARS dan penyakit infeksi lainnya nanti ( Emerging Infectious Diseases ), pemakaian APD
yang tepat dan benar mrnjadi semakin penting.
Agar menjadi efektif, APD harus digunakan secara benar. Misalnya, gaun dan duk
telah terbukti dapat mencegah infeksi luka hanya bila dalam keadaan kering. Sedangkan
dalam keadaan basah, kain bereaksi sebagai spons yang menarik bakteri dari kulit atau
peralatan melalui bahan kain sehingga dapat mengkontaminasi luka operasi.
Sebagai konsekuensinya, pengelola rumah sakit, penyedia dan para petugas
kesehatan harus mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu,
tetapi juga peran APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi sehingga dapat
digunakan secara efektif dan efisien.
B. Apa yang dimaksud dengan Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai dengan
bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan petugas itu sendiri dan orang lain
disekitarnya. Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, alat pelindung mata (pelindung
wajah, dan kaca mata), topi, gaun, apron dan pelindung lainnya. Di banyak negara, topi,
masker, gaun dan duk sering terbuat dari kain dan kertas, namun pelindung paling baik
adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air
atau cairan lain ( darah atau cairan tubuh ). Bahan yang tahan cairan ini tidak banyak
tersedia karena harganya mahal. Di banyak negara, kain katun ringan ( dengan jumlah
benang 140/inci persegi ) adalah bahan yang paling umum digunakan untuk pakaian bedah (
masker, topi dan gaun ) serta duk. Sayangnya katun yang ringan tersebut tidak merupakan
penghalang yang efektif, karena cairan dapat tembus dengan mudah sehingga
memungkinkan terjadinya kontaminasi. Denim, kanvas dan bahan berat lainnya, di sisi lain
terlalu tebal untuk ditembus oleh uap air pada waktu pengukusan sehingga tidak dapat
disterilkan, sulit dicuci dan memerlukan waktu terlalu lama untuk kering. Sebaiknya bahan
kain yang digunakan berwarna putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat
dengan mudah. Topi atau masker yang terbuat dari kertas tidak boleh digunakan ulang
karena tidak ada cara untuk membersihkannya dengan baik. Jika tidak dapat dicuci,
jangan digunakan lagi !
C. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri
1. Sarung Tangan
63
Berfungsi melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan.
Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk mencegah
penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien
ke pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang.
Ingat!
Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan
atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan
Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci
dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan
bebas infeksi (Garner dan Favero 1986). Selain itu, pemahaman mengenai kapan sarung
tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan sarung tangan tidak
perlu digunakan, penting untuk diketahui agar dapat menghemat biaya dengan tetap
menjaga keamanan pasien dan petugas.
a. Kapan Pemakaian Sarung Tangan Diperlukan
Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah
kontaminasi dari petugas kesehatan telah terbukti berulang kali (Tenorio et al.
2001) tetapi pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk
mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik sekalipun,
mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin robek
pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung tangan (Bagg,
Jenkins dan Barker 1990; Davis 2001).
Ingatlah untuk:
Mencuci tangan atau menggunakan antiseptik cair yang
digosokkan di tangan sebelum memakai sarung tangan dan
setelah melepas sarung tangan
Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus
digunakan oleh semua petugas ketika :
1) Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain,
membran mukosa atau kulit yang terlepas
2) Melakukan prosedur medis yang besifat invasif misalnya memasang infus
3) Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau
menyentuh permukaan yang tercemar
4) Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan melalui kontak (yang
diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah di ketahui
atau dicurigai), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung
tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruang pasien. Petugas
kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan
ruangan pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub
berbasis alkohol.
Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai
upaya menghindari kontaminasi silang (CDC 1987). Pemakaian sepasang sarung
64
tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika
berpindah dari satu pasien ke pasien lain atau ketika melakukan perawatan di
bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan
merupakan praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues (1988) menemukan
bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan
dalam keadaan masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan
ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain.
Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan
b. Hal Yang Harus Dilakukan Bila Persediaan Sarung Tangan TerbatasBila sumber daya terbatas dan jumlah sarung tangan periksa tidak memadai,
sarung tangan bedah sekali pakai (disposable) yang sudah digunakan dapat diproses
ulang dengan cara :
1) Dekontaminasi dengan merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
2) Dicuci dan bilas, serta dikeringkan
3) Sterilkan dengan menggunakan autoklaf atau didisinfeksi tingkat tinggi (dengan
dikukus)
Jangan memproses ulang sarung tangan yang retak,
mengelupas atau memiliki lubang atau robekan yang dapat
terdeteksi (Bagg, Jenkins dan Barker 1990)
Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan dua lapis sarung
tangan atau sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan
perlindungan yang cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, tenaga
pembantu keperawatan (TPK) serta petugas yang menangani dan membuang
limbah medis.
c. Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian Sarung Tangan
65
Tanpa Sarung Tangan
Apakah kontak dengan darah atau
cairan tubuh?
Sarung tangan steril AtauSarung tangan dtt
Ya
Apakah kontak dengan jaringan di
bawah kulit?
Sarung tangan bersih atau
Sarung tangan dtt
Tidak
Ya
Sarung tangan rumah tangga
atau sarung tangan bersih
TidakApakah kontak dengan pasien?
Tidak
Ya
1) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung
tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat
mengganggu ketrampilan dan mudah robek
2) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan robek
3) Tarik sarung tangan ke atas manset gaun (jika Anda memakainya) untuk
melindungi pergelangan tangan
4) Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak) untuk
mencegah kulit tangan kering/berkerut.
5) Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung
tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks
6) Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengndung parfum karena dapat
menyebabkan iritasi pada kulit
7) Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu yang terlalu panas atau
terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas,
AC, cahaya ultra violet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat
merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai
pelindung
d. Reaksi Alergi Terhadap Sarung Tangan
Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan
oleh berbagai petugas di fasilitas kesehatan, ternasuk bagian rumah tangga, petugas
laboratorium dan dokter gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks
( nitril ) atau sarung tangan lateks rendah alergen harus digunakan, jika dicurigai
terjadi alergi ( reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi lebih jarang ). Selain
itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak juga direkomendasikan. Sarung tangan
dengan bedak banyak menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak pada sarung
tangan membawa partikel lateks ke udara. Jika hal ini tidak memungkinkan,
pemakaian sarung tangan kain atau vinil di bawah sarung tangan lateks dapat
membantu mencegah sersitisasi kulit. Meskipun demikian, tindakan ini tidak akan
dapat mencegah sersitisasi pada membran mukosa mata dan hidung. ( Garner dan
HICPAC 1996 ).
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna
merah pada kulit, hidung berair dab gatal-gatal pada mata, mungkin berulang atau
semakin parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi
alergi terhadap lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada
umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian yang lebih lama, sekitar 3-5 tahun,
bahkan sampai 15 tahun ( Baumann 1992 ), meskipun pada orang yang rentan.
Belum ada terapi atau desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu-satunya
pilihan adalah menghindari kontak.
2. Masker
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu,
dan rambut pada wajah ( jenggot ). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar
sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk
mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas
66
kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak
efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa,
kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari
katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai
filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan
partikel berukuran besar ( >5 um ) yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang
berada di dekat pasien ( kurang dari 1 meter ). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak
dirancang untuk benar-banar menutup pas secara erat ( menempel sepenuhnya pada wajah )
sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak
dapat secara efektif menyaring udara yang dihisap ( Chen dan Welleke 1992 ) dan tidak
dapat direkomendasikan untuk tujuan tersebut.
Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengan
masker merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi
( Rothrock, McEwen dan Smith 2003 )
Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel
mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.
Masker dengan efesiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang
direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada perawatan
seseorang yang telah diketehui atau dicurigai menderita flu burung atau SARS. Masker
dengan efesiensi tinggi misalnya N95 melindungi dari partikel dengan ukuran < 5 mikron
yang dibawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan bahan penyaring dan
harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran. Dilain pihak pelindung
ini juga lebih mengganggu pernafasan dan lebih mahal dari pada masker bedah. Sebelum
petugas memakai masker N95 perlu fit test pada setiap pemakaiannya.
Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui airborne maupun droplate, seperti misalnya flu burung atau
SARS, petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi. pelindung ini
merupakan perangkat N-95 yang telah di sertifikasi oleh US National Institute for
Occupational Safety dan Health (NIOSH),di setujui oleh European CE, atau standar
nasional / regional yang sebanding dengan standar tersebut dari negara yang
memperoduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan tingkat efisiensi lebih tinggi dapat juga
di gunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti khususnya N-95, harus di uji pengepasannya (fit
test) untuk menjamin bahwa perangkat tersebut pas dengan benar pada wajah pemakainya.
a. Pemakaian masker efisiensi tinggi
Petugas Kesehatan harus:
1) Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah umtuk melihat apakah lapisan
utuh dan tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor,buang masker tersebut.
67
selain itu, masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong atau, terlipat pada sisi
dalam masker juga tidak dapat digunakan.
2) memeriksa tali-tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. tali harus
menempel dengan baik disemua titik sambungan.
3) memastikan bahwa klip hidung yang terbut dari logam (jika ada) berada pada
tempatnya dan berfungsi dengan baik.
b. Fit tes untuk masker efisiensi tinggi
Fungsi masker akan terganggu/tidak efektif, jika masker tidak dapat
melekat secara sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
1) Adanya janggut, cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah
atau adanya gagang kaca mata
2) ketiadaan satu atau dua gigi pada edua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian
wajah masker.
3) apabila klip hidung dari logam dipencet/dijepit, karena akan menyebabkan
kebocoran. Ratakan klip tersebut diatas hidung setelah anda memasang masker,
menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas
masker.
4) Jika mungkin dianjurkan fit tes dilakukan setiap saat sebelum memakai masker
efisiensi tinggi.
c. Kewaspadaan
Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh
individu yang alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk
menggunakan dan mengepaskan masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien.
3. Alat Pelindung Mata
Pelindung mata melindung petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain
dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kaca mata (goggles) plastik
bening, kaca mata pengaman, pelindung wajah, dan visor. Kaca mata koreksi atau kaca
mata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung
pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata
atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan
secara tidak sengaja kearah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan
dapat menggunakan kaca mata pelindung atau kaca mata biasa serta masker.
4. Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk kedalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk
menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada
pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan
tubuh yang terpercik atau menyemprot.
5. Gaun Pelindung
Gaun digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain,
pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/airborne. Pemakain gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju baju
dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui
atau dicurigai penderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan
68
gaun pelindung setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan
terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi. Pangkal sarung tangan
harus menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area
pasien. setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian
yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organisme.
6. Apron
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan
apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan
tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan
mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas keamanan.
7. Pelindung Kaki
Pelindun kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau
benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal,
sandal jepit atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu
boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus
dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup
sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau
kedap air harus tersedia dikamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup
sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah
merembes melalui sepatu dan sering kali digunakan sampai di luar ruang operasi.
Kemudian di lepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran ’(Summer et al. 1992).
D. Pemakaian Apd Di Sarana Pelayanan Kesehatan
1. Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD
a) Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki
ruangan
b) Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi
c) Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat sampah infeksius yang telah di sediakan
diruang ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan
d) Segera lakukan pencucian tangan dengan handrub antiseptik atau air mengalir dan
sabun
2. Cara Mengenakan APD
Urutan mengenai APD
1. Pelindung kaki
2. Apron, Gaun pelindung dan Topi
3. Masker
4. Kacamata atau Pelindung wajah
5. Sarung tangan
* kombinasi APD akan mempengaruhi urutan- lakukan dengan cara praktis
69
a. Gaun pelindung
1) Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian
pergelangan tangan dan selubungkan ke balakang punggung
2) Ikat dibagian belakang leher dan pinggang
b. Masker
1) Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher
2) Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
3) Paskan dengan erat pada wajah dan dibawah dagu sehingga melekat dengan
baik
4) Periksa ulang pengepasan masker
c. Kacamata atau pelindung wajah
Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas
d. Sarung tangan
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi
3. Cara Melepas APD
Kecuali masker, lepaskan APD di pintu atau di anteroom. Masker dilepaskan
setelah meninggalkan ruangan pasien dan menutup pintunya.
Urutan Melepas APD
1. Sarung tangan
2. Kacamata atau pelindung wajah
3. Apron, Gaun pelindung dan Topi
4. Masker
5. Pelindung kaki
*Ikuti urutan untuk meminimalkan penyebaran penyakit
a. Sarung Tangan
1) Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi!
2) Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarungtangan lainnya, lepaskan
3) Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih
memakai sarung tangan
4) Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung tangan
yang belum dilepas di pergelangan tangan
5) Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama
6) Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius
b. Kacamata atau Pelindung wajah
1) Ingatlah bahwa bagian luar kacamata atau pelindung wajah telah terkontaminasi!
2) Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kacamata
70
3) Letakkan di wajah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat sampah
infeksius
c. Gaun Pelindung
1) Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi !
2) Lepas tali
3) Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja
4) Balik gaun pelindung
5) Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan untuk
diproses ulang atau buang di tempat sampah infeksius
d. Masker
1) Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi. – JANGAN SENTUH!
2) Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas
3) Buang ke tempat sampah infeksius
71
BAB V
PEMPROSESAN ALAT DAN LINEN YANG AMAN
A. Latar belakang
Deskripsi: Konsep penting dalam bab ini meliputi cara memproses instrumen
yang kotor, sarung tangan, dan alat yang akan di pakai kembali, dekontaminasi dengan
larutan klorin 0,5%, mengamankan alat-alat kotor yang akan tersentuh dan akan di tangani,
serta memilih dan alasan setiap proses yang di gunakan.
Untuk menciptakan lingkungan bebas infeksi, yang terpenting adalah bahwa
rasional setiap proses pencegahan infeksi yang di anjurkan dan keterbatasannya di mengerti
oleh staf kesehatan pada setiap tingkat, dari petugas pelayanan kesehatan sampai ke petugas
pembersihan dan pemeliharaan. Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk
mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan bedah, dan
barang-barang habis pakai lainnya adalah dekontaminasi, pencucian dan pembersihan,
sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT).
Sementara masih memakai sarung tangan setelah melakukan pembedahan atau
tindakan medis invasif, seorang dokter dan / atau asistennya harus membuang benda- benda
yang terkontaminasi (kassa atau katun dan barang terbuang lainnya) dalam kantong plastik
atau wadah tertutup yang tahan bocor. Selanjutnya, benda-benda tajam yang akan di buang
(umpamanya skalpel dan jarum jahit) harus di tempatkan di wadah barang tajam. Jika ada
peralatan atau barang yang akan di pakai kembali seperti sarung tangan bedah, semprit, dan
kanula hisap, baik yang telah di pakai maupun belum sewaktu pembedahan, haruslah di
kontaminasi dengan merendamnya selama 10 menit dalam disinfektan (misalnya larutan
klorin 0,5%) terlebih dahulu. Langkah ini sangat penting, terutama jika peralatan atau
barang tersebut akan di bersihkan dengan tangan (NYSTROM 1981). Setelah di
dekontaminasi, peralatan dan barang yang akan di pakai kembali haruslah di bersihkan
dengan sabun dan air, kemudian di bilas lalu di keringkan. Peralatan bedah dan barang-
barang yang akan bersentuhan dengan darah atau jaringan steril di bawah kulit lainnya
(critical items), harus di sterilisasi untuk menghancurkan semua mikroorganisme, termasuk
endospora bakterial. (apabila sterilisasi tidak mungkin di lakukan atau alatnya tidak ada,
maka dapat di lakukan DTT dengan dididihkan, diuapkan atau direndam dalam larutan
disinfektan kimiawi yang merupakan satu-satunya alternatif yang di anjurkan). Peralatan
atau barang-barang lain yang hanya menyentuh selaput lendir atau kulit luar yang terluka
(semicritical items), cukup dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT).
Dekontaminasi
72
DEKONTAMINASIRendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit
KESELURUHAN DICUCI DAN DIBILASPakai sarung tangan dan pelindung lain bila perlu
(kaca mata, visors, google)
B. Definisi
1. Dekontaminasi : Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh
petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan
mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.
2. Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua debu yang tampak, kotoran,
darah atau cairan tubuh lain dari benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau
menangani objek tersebut. Proses ini terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau
deterjen dan air, membilas dengan air bersih dan mengeringkan/
3. Desinfeksi Tingkat Tinggi : Proses menghilangkan semua mikroorganisme kecuali
beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau memakai
desinfektan kimiawi.
4. Sterilisasi : Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan
parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan uap tekanan tinggi
(otoklaf), panas kering (oven), sterilan kimiawi atau radiasi.
Setiap benda, baik peralatan metal maupun sarung tangan, memerlukan penanganan
dan pemrosesan khusus agar :
1. Mengurangi resiko perlukaan aksi dental atau terpapar darah atau duh tubuh terhadap
petugas pembersih dan rumah tangga
2. Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi (umpamanya peralatan atau benda lain yang
steril atau yang didesinfeksi tingkat tinggi (DTT)
73
Cara yang diinginkan
Cara yang bisa diterima
STERILISASI DESINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT)
Radiasi KimiawiRendam
10-24 jam
Otoklaf 106 k/pa tekanan
(15 lbs/m2 121°C atau 250°F) 20 menit tidak dibungkus, 30 menit
dibungkus
Panaskan 170°C 60
menit
Didihkan / semprot
uap Tutup 20
menit
KimiawiRendam 20 menit
DINGINKAN(pakai segera/simpan)
BAB VI
PENGELOLAAN SAMPAH
A. Definisi
1. Bahan berbahaya : Setiap unsur peralatan, bahan atau proses yang mampu atau
berpotensi menyebabkan kerusakan
2. Benda-benda tajam : Jarum suntik, jarum jahit bedah, pisau skalpel, gunting, benang
kawat, pecahan kaca dan benda lain yang dapat menusuk dan melukai.
3. Insinerasi : Pembakaran sampah padat, cair atau gas mudah terbakar yang terkontrol
untuk menghasilkan gas dan sisa yang tidak atau tinggal sedikit mengandung bahan
mudah terbakar.
4. Sampah infeksius : Bagian dari sampah medis yang dapat menyebabkan penyakit
infeksi.
B. Pengelolaan Sampah
Maksud pengelolaan sampah ialah :
1. Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan
2. Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
3. Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
4. Membuang bahan-bahan berbahaya ( bahan toksin dan radioaktif ) dengan aman
Tumpukan sampah terbuka harus dihindari, karena :
1. Menjadi objek pemulung yang akan memanfaatkan sampah yang terkontaminasi
2. Dapat menyebabkan perlukaan
3. Menimbulkan bau busuk
4. Mengundang lalat dan hewan penyebar penyakit lainnya
C. Pembuangan Sampah Terkontaminasi
Pembuangan sampah terkontaminasi yang benar meliputi :
1. Menuangkan cairan atau sampah basah ke sistem pembuangan kotoran tertutup
2. Insinerasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus
mikroorganismenya. ( ini merupakan metode terbaik untuk pembuangan sampah
terkontaminasi. Pembakaran juga akan mengurangi volume sampah dan memastikan
bahwa bahan-bahan tersebut tidak akan dijarah dan dipakai ulang )
3. Mengubur sampah terkontaminasi agar tidak disentuh lagi
Penanganan sampah terkontaminasi yang tepat akan mengurangi penyebaran
infeksi pada petugas kesehatan dan masyarakat setempat. Jika memungkinkan, sampah
terkontaminasi harus dikumpulkan dan dipindahkan ke tempat pembuangan dalam wadah
tertutup dan antibocor.
1. Untuk sampah terkontaminasi, pakailah kantong plastik berwarna kuning untuk
membedakannya dengan sampah rumah tangga / sampah tidak terkontaminasi.
74
2. Gunakan wadah tahan tembus (safety box) untuk pembuangan semua benda-benda
tajam.
3. Tempatkan wadah sampah dekat dengan lokasi terjadinya sampah itu dan mudah dicapai
oleh pemakai (mengangkat-angkat sampah kemana-mana meningkatkan risiko infeksi
pada pembawanya). Terutama penting sekali terhadap benda tajam yang membawa
risiko besar kecelakaan perlukaan pada petugas kesehatan dan staf.
4. Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkat sampah tidak boleh
dipakai untuk keperluan lain di klinik atau rumah sakit. Wadah sampah sebaiknya
ditandai sebagai wadah sampah terkontaminasi (bio hazard).
5. Cuci semua wadah sampah dengan larutan pembersih disinfektan (larutan klorin 0,5 %
ditambah sabun) dan bilas teratur dengan air.
6. Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk sampah yang akan dibakar dan yang tidak
akan dibakar sebelum dibuang. Langkah ini akan menghindarkan petugas dari
memisahkan sampah dengan tangan kemudian
7. Gunakan Alat Perlindungan Diri (APD) ketika menangani sampah (misalnya sarung
tangan utilitas dan sepatu pelindung tertutup)
8. Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar alkohol tanpa air
setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani sampah
Karena sebagian besar sampah fasilitas kesehatan dapat dikirim kepusat
pembuangan sampah kotapraja atau umum (cara yang sangat murah dan mudah untuk
membuang sampah), adalah sangat penting untuk melatih semua petugas kesehatan,
termasuk dokter untuk memisahkan sampah terkontaminasi dan yang terkontaminasi.
Sebagai contoh, membuang jarum suntik bekas pakai kedalam keranjang sampah dikamar
pasien secara otomatis menjadikan wadah tersebut berbahaya untuk ditangani petugas
pembuangan sampah. Jika diketahui, maka keranjang sampah tersebut harus ditangani dan
dibuang sebagai sampah berbahaya dan terkontaminasi.
D. Bagaimana Membuang Benda-Benda Tajam
Benda-benda tajam sekali pakai (jarum suntik, jarum jahit, silet, pisau skalpel)
memerlukan penanganan khusus karena benda-benda ini dapat melukai petugas
pembuangan sampah umum.
Insinerasi adalah proses pembakaran dengan suhu tinggi untuk mengurangi isi dan
berat sampah. Proses ini biasanya dipilih untuk menangani sampah terkontaminasi, sampah
yang tidak dapat didaur ulang, dipakai lagi, atau dibuang ketempat pembuangan sampah
atau tempat kebersihan perataan tanah.
Pembakaran terbuka tidak dianjurkan karena berbahaya, batas pandangan tidak
jelas, dan angin dapat menyebarkan sampah ke mana-mana. Jika pembakaran terbuka harus
dikerjakan, lakukan pada tempat tertentu dan terbatas, pindahkan sampah ketempat tersebut
hanya segera sebelum dibakar dan biarkan terbakar sehingga surut.
E. Membuang Sampah Berbahaya
75
Bahan Bakar kimia termasuk sisa-sisa bahan sewaktu pengepakan, bahan-bahan
kadaluarsa atau kimia dekomposisi, atau bahan kimia tidak dipakai lagi. Bahan kimia yang
tidak terlalu banyak dapat dikumpulkan dalam wadah dengan sampah terinfeksi, dan
kemudian diinsinerasi, enkapsulasi atau dikubur. Pada jumlah yang banyak, tidak boleh
dikumpulkan dengan sampah terinfeksi. Karena tidak ada metode yang aman dan murah,
maka pilihan penanganannya adalah sebagai berikut :
1. Insinerasi pada suhu tinggi merupakan opsi terbaik untuk pembuangan sampah kimia.
2. Jika ini tidak mungkin, kembalikan sampah kimia tersebut kepada pemasok.
Karena kedua metode ini mungkin mahal dan tidak praktis, maka jagalah agar
sampah kimia terdapat seminimal mungkin.
D. Sampah Farmasi
Dalam jumlah yang sedikit sampah farmasi (obat dan bahan obat-obatan), dapat
dikumpulkan dalam wadah dengan sampah terinfeksi dan di buang dengan cara yang sama
insinerasi, enkapsulisasi atau dikubur secara aman. Perlu dicatat bahwa suhu yang dicapai
dalam insinerasi kamar tunggal seperti tong atau insinerator dari bata adalah tidak cukup
untuk menghancurkan total sampah farmasi ini, sehingga tetap berbahaya. Sampah farmasi
dapat di buang secara metode berikut :
1. Sitotoksik dan antibiotik dapat di insinerasi, sisanya dikubur di tempat pemerataan
tanah (gunakan insinerator seperti untuk membuat mencapai suhu pembakaran hingga
800 C)
2. Bahan yang larut air, campuran ringan bahan farmasi seperti larutan vitamin, obat
batuk, cairan intravena, tetes mata, dan lain-lain dapat diencerkan dengan sejumlah
besar air lalu dibuang dalam tempat pembuangan kotoran ( jika terdapat sistem
pembuangan kotoran )
3. Jika itu semua gagal, kembalikan ke pemasok, jika mungkin.
D. Sampah dengan Bahan Mengandung Logam Berat
Baterai, termometer dan lain-lain benda dan mengandung logam berat seperti air
raksa atau kadmium. Opsi pembuangannya adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan daur ulang tersedia (melalui industri pabrik). Ini adalah pilihan terbaik jika
ada.
2. Enkapsulasi. Jika daur ulang tidak mungkin maka pembuangan sampah enkapsulasi
dapat dilakukan, jika tersedia.
Jenis sampah ini tidak boleh diinsinerasi karena uap logam beracun yang
dikeluarkan, juga tidak boleh dikubur tanpa enkapsulasi karena mengakibatkan polusi
lapisan air ditanah. Biasanya, sampah jenis ini hanya terdapat dalam jumlah yang kecil di
fasilitas kesehatan.
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh kembang janin
dan bayi. Jika di buang dalam air dan uadara, air raksa masuk dan mengkontaminasi danau,
sungai, dan aliran air lainnya. Untuk mengurangi risiko polusi, benda-benda yang
mengandung air raksa seperti termometer dan tensimeter sebaiknya diganti dengan yang
tidak mengandung air raksa.
76
Jika termometer pecah :
1. Pakai sarung tangan pemeriksaan pada keduabelah tangan.
2. Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok, dan mungkin dalam
wadah kecil tertutup untuk dibuang atau dipakai kembali.
F. Wadah Penyembur Aerosol tidak Daur Ulang
1. Semua tekanan sisa harus dikeluarkan sebelum aerosol dikubur.
2. Wadah bertekanan gas tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena dapat meledak.
Sebagai kesimpulan, sedapat-dapatnya hindarkan membeli atau memakai produk
kimia yang sukar atau sangat mahal untuk dibuang.
77
BAB VII
PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN
Petugas kesehatan yang merawat pasien penyakit menular melalui udara harus
mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran, tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang sesuai dan protokol bila terpajan. Petugas yang tidak terlibat langsung
dengan pasien harus diberikan penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
A. Profilaksis Anti Virus dan Vaksin Flu
Petugas kesehatan yang kemungkinan kontak dengan pasien penyakit menular
melalui udara atau lingkungan yang terkontaminasi oleh virus, perlu melakukan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Mendapat vaksinasi dengan vaksin flu musiman yang dianjurkan WHO sesegera
mungkin. Kadar anti bodi yang bersifat protektif biasanya dapat terditeksi antara 2 dan 4
minggu setelah vaksinasi dengan vaksin flu inter-pendemic. Vaksin ini tidak akan
memberi perlindungan terhadap influenza A seperti flu burung (H5N1), tetapi vaksin
tersebut dapat mencegah infeksi oleh flu manusia bila terjadi infeksi flu burung. Vaksin
ini akan meminimalisasi kemungkinan munculnya bermacam-macam flu pada suatu
waktu.
2. Jika kontak terjadi, perlu pengawasan terhadap suhu tubuh dua kali sehari. Bila ada
demam, petugas kesehatan harus dibebaskan dari tugas merawat pasien dan menjalani
uji diagnosis. Jika alternatif penyebab tidak teridentifikasi, petugas kesehatan harus
diberi pengobatan anti virus misalnya oseltamivir dosis 75-150 mg setiap hari, selama-
lamanya 7 hari dimulai sesegera mungkin setelah kontak. Dengan luasnya pemakaian
oseltamivir, rekomendasi untuk regimennya mungkin akan ditinjau kembali di masa
mendatang. Saat ini beberapa ahli sudah merekomendasikan dosis yang lebih tinggi
( 150 mg ) dengan waktu yang lebih panjang. Percobaan klinis juga telah menunjukan
bahwa Relenza mungkin akan menjadi profilaksis yang efektif, meskipun saat ini
Relenza belum direkomendasikan oleh FDA ( Food and Drug Agency ).
B. Menjaga Diri
Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui udara
harus menjaga fungsi saluran pernafsan ( tidak merokok, minuman dingin ) dengan baik dan
menjaga kebersihan tangan setiap saat dan :
1. Memeriksa suhu dua kali sehari dan mewaspadai terhadap munculnya gejala pernafasan
terutama batuk
2. Memiliki catatan pribadi mengenai kontak yang dialami. Catatan tidak boleh dibawa ke
dalam area isolasi
3. Bila timbul demam, segera batasi interaksi dan isolasi diri dari area umum. Segera lapor
ke Kepala Ruangan / Penanggung Jawab Shift, Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi dan Tim K3 Rumah Sakit Royal Progress mengenai adanya kemungkinan
terinfeksi penyakit menular yang sedang ditangani
78
C. Petunjuk Pencegahan Infeksi untuk Petugas Kesehatan yang Kontak dengan Kasus
Penyakit Menular
Kemungkinan bahwa petugas kesehatan tertular penyakit menular setelah merawat
pasien tetap ada. Meskipun transmisi virus tertentu seperti flu burung dari manusia ke
manusia belum dapat dibuktikan, satu kasus penularan pada petugas kesehatan tampaknya
telah terjadi setelah berhubungan dekat dengan pasien-pasien yang memiliki gejala
(demam, gangguan pernafasan) . Saat itu belum dilakukan prosedur pencegahan dan
pengendalian infeksi.
1. Untuk mencegah transmisi penyakit menular di dalam tatanan pelayanan kesehatan,
petugas kesehatan harus menggunakan APD yang sesuai untuk Kewaspadaan Standar
serta Kewaspadaan Berdasarkan Penularan secara kontak, droplet atau udara sesuai
penyebaran penyakit
2. Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala penyakit menular
yang sedang dihadapi
3. Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus di evaluasi untuk
memastikan agen penyebab. Dan ditentukan apakah perlu dipindah tugaskan dari kontak
dengan pasien langsung, terutama mereka yang bertugas di unit perawatan intensif
(ICU) dan ruang rawat anak.
4. Jika petugas kesehatan mengalami gejala demam atau gangguan pernafasan dalam
jangka waktu 10 hari setelah terpajan penyakit menular melalui udara, maka ia perlu
dibebas tugaskan dan dirawat di ruang isolasi
5. Bebas tugas tidak diharuskan untuk petugas kesehatan yang terpajan jika ia tidak
memiliki gejala demam atau gangguan pernafasan. Akan tetapi petugas tersebut harus
melaporkan pajanan yang dialami segera kepada Tim pencegahan dan pengendalian
infeksi
6. Petugas kesehatan yang mengalami gejala tidak dibenarkan masuk kerja dan harus
segera mencari pertolongan medis. Sebelumya, petugas tersebut harus memberitahukan
kepada dokternya bahwa ia mungkin telah tertular penyakit menular tertentu. Selain itu,
petugas harus melaporkan masalah ini kepada Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi dan Tim K3 Rumah Sakit Royal Progress
7. Surveilans aktif perlu dilakukan terhadap gejala demam dan gangguan pernafasan setiap
hari pada petugas kesehatan yang terpajan. Petugas diinstruksikan untuk mewaspadai
terhadap timbulnya demam, gejala gangguan pernafasan dan/atau peradangan terhadap
konjungtiva selama 10 hari setelah terpajan pasien dengan penyakit menular melalui
udara
Selama musim flu, petugas kesehatan yang mengalami gejala seperti flu dianjurkan
untuk diam di rumah sampai 24 jam setelah demam menurun, kecuali terdiagnosis
penyakit lain atau uji diagnosis negatif untuk penyakit menular yang sedang
meningkat. Selama di rumah, orang sakit harus menjaga kebersihan pernafasan yang
baik dan etika batuk untuk mengurangi risiko penularan virus kepada orang lain
79
D. Petunjuk bagi petugas yang mengalami kecelakaan tertusuk jarum bekas pakai :
1. Jangan panik
2. Segera keluarkan darah dengan memijat bagian tubuh yang tertusuk dan cuci dengan air
mengalir menggunakan sabun atau cairan antiseptik
3. Lapor ke Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dan Tim K3 Rumah Sakit Royal
Progress. Tim PPI akan melakukan tindakan lanjut
4. Menentukan status pasien sebagai sumber jarum/alat tajam bekas pakai terhadap status
HIV, HBV,HCV
5. Petugas yang terpapar diperiksa status HIV, HBV, HCV jika tidak diketahui sumber
paparannya
6. Bila status pasien bebas HIV, HBV, HCV dan bukan dalam masa inkubasi, tidak perlu
tindakan khusus untuk petugas, tetapi bila petugas khawatir dapat dilakukan konseling
7. Bila status pasien HIV, HBV, HCV positif maka tentukan status HIV, HBV, HCV
petugas kesehatan tersebut.
Profilaksis Pasca Pajanan
- Obat ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam
- Termasuk didalamnya pajanan terhadap cairan serebrospinal, cairan semen, cairan
vagina, cairan sinovial/pleural/pericardial/peritoneal/amnion dari pasien dengan HIV
positif
STATUS HIV PASIEN
Pajanan Tidak Diketahui
Positif PositifResiko Tinggi
Regimen
Kulit utuh Tidak perlu Tidak perlu Tidak perluMukosa atau kulit yang tidak utuh
Pertimbangkan regimen 2 obat
Pertimbangkan regimen 2 obat
Pertimbangkan regimen 2 obat
- AZT 300mg / 12 jam x 28 hari
- 3TC 150 mg / 12 jam x 28 hari
Tusukan (benda tajam solid)
Pertimbangkan regimen 2 obat
Pertimbangkan regimen 2 obat
Pertimbangkan regimen3 obat
- AZT 300mg / 12 jam x 28 hari
- 3TC 150 mg / 12 jam x 28 hari
- Lop/r 400/100 mg / 12 jam x 28 hari
Tusukan (benda tajam berongga)
Pertimbangkan regimen 2 obat
Pertimbangkan regimen 3 obat
Pertimbangkan regimen 3 obat
Resiko
Faktor yang meningkatkan resiko serokonversi :
80
1. Pajanan darah atau cairan tubuh dalam jumlah besar, ditandai dengan :
a. Luka yang dalam
b. Terlihat jelas darah
c. Prosedur medis yang menggunakan jarum
2. Sumber pajanan adalah pasien stadium AIDS
Monitoring
1. Profilaksis harus diberikan selama 28 hari
2. Dibutuhkan dukungan psikososial
3. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mengetahui infeksi HIV dan untuk
memonitor toksisitas obat
4. Tes HIV diulang setelah 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan
E. Petunjuk bagi petugas laboratorium yang menagani penyakit menular
1. Petugas laboratorium harus mendapatkan pelatihan mengenai biosafety (keamanan
biologik)
2. Petugas laboratorium haus mempunyai contoh serum dasar yang disimpan untuk
kebutuhan di masa depan
3. Vaksin flu sebaiknya diberikan untuk mencegah penyakit virus flu manusia, dan
vaksinasi Hepatitis B hendaknya di berikan untuk pencegahan terhadap Hepatitis B
4. Petugas yang menangani spesimen dari pasien penyakit menular harus melaporkan jika
mengalami atau timbul gejala utama penyakit tersebut seperti sesak nafas atau demam
dan harus dipantau secara ketat
5. Laporkan juga gejala-gejala yang mengarah kepada penyakit menular yang sedang di
periksa spesimennya
F. Pengumpulan bahan spesimen
Semua bahan spesimen harus dianggap infeksius dan petugas yang mengambil,
mengumpulkan atau membawa bahan spesimen klinis sebaiknya mengikuti dengan
penerapan Kewaspadaan standar upaya perlindungan untuk meminimalisasi pajanan.
Spesimen yang akan dikirim harus diletakan dalam wadah anti bocor yang memiliki
tutup berulir yaitu wadah plastik untuk spesimen biohazard. Petugas yang membawa
spesimen hendaknya dilatih untuk penanganan yang aman dan prosedur dekontaminasi jika
terjadi tumpahan.
Form permintaan yang menyertai harus diberi label dengan jelas sesuai dengan
jenis penyakit menular dan laboratorium harus diberitahu melalui telpon bahwa bahan
tersebut ”sedang dalam perjalanan”. Spesimen harus dikirim dan diserahkan langsung
kepada petugas yang memeriksa. Sistem tabung pneumatik tidak boleh digunakan untuk
mengantar spesimen.
Harus dibuat daftar petugas yang menangani spesimen dan pasien yang sedang
dialami terhadap kemungkinan menderita penyakit menular.
81
BAB VII
PENANGANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR/SUSPEK
A. Manajemen Pasien dengan Penyakit Menular / Suspek
1. Penempatan Pasien dengan Penyakit Menular / Suspek
Untuk kasus / suspek penyakit menular melalui udara :
a. Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri tidak
tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah di dalam
ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang belum
dikonfirmasi atau sedang didiagnosis (kohorting). Bila ditempatkan dalam 1
ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat tidur
harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
b. Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan negatif
dengan 6-12 pergantian udara per jam dan sistem pembuangan udara keluar atau
menggunakan saringan udara partikulasi efisiensi tinggi (filter HEPA) yang
termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit.
c. Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara
partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negatif di dalam ruangan pasien dengan
memasang pendingin ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar
aliran udara ke luar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan
tidak mengarah ke area publik. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan dengan
menempatkan sedikit bedak tabur di bawah pintu dan amati apakah terhisap ke
dalam ruangan. Jika diperlukan, kipas angin tambahan di dalam ruangan dapat
meningkatkan aliran udara.
d. Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya
tindakan pencegahan ini.
e. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai.
2. Pertimbangan pada saat penempatan pasien :
a. Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan, misalnya
luka lebar dengan cairan yang merembes keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol
b. Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara ke
kontak, misalnya luka dengan infeksi kuman gram positif
c. Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke area
tidak ada orang lalu lalang, misalnya pada TBC
d. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas,
misalnya varicella
e. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, gangguan
mental).
f. Bila kamar terpisah tidak memungkinkan, dapat dilakukan sistem kohorting. Bila
pasien infeksi dicampur dengan pasien non infeksi, petugas dan pengunjung
menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi
Keluarga pendamping pasien di rumah sakit harus diedukasi oleh petugas agar
menjaga kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah
82
penyebaran infeksi kepada mereka sendiri ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan
seperti yang dijalankan oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan.
B. Transport Pasien Infeksius
1. Transport pada pasien infeksius harus dibatasi, bila perlu saja.
2. Bila mikroba pasien virulen, hal yang perlu diperhatikan :
1) Pasien dipakaikan APD (masker, gaun)
2) Petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut sehingga
dapat menjalankan kewaspadaan berdasarkan transmisi yang sesuai
3) Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak terjadi
transmisi kepada orang lain
3. Pada pasien dengan diagnosa SARS atau Flu Burung
a. Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk pelayanan
kesehatan penting
b. Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan terpajannya
staff, pasien lain atau pengunjung
c. Bila memungkinkan, pasien memakai masker bedah. Petugas kesehatan harus
menggunakan masker, gaun pelindung dan sarung tangan.
C. Pemindahan Pasien yang Dirawat Di Ruang Isolasi
Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk
keperluan penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan menerima
sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari ruangan / area isolasi
dalam rumah sakit, pasien harus dipakaikan masker dan gaun.semua petugas yang terlibat
dalam transportasi pasien harus menggunakan APD yang sesuai. Demikian pula bila pasien
perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan kesehatan. Semua permukaan yang kontak
dengan pasien harus dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulans, maka
sesudahnya ambulans tersebut harus dibersihkan dengan desinfektan.
D. Pemulangan Pasien
1. Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa penularan
2. Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena penyakit
menular melalui udara / airborne harus diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut
mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai diagnosa alternatif dibuat
atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit
tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan
pengendalian infeksi serta perlindungan diri
3. Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang tindakan
pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan infeksi yang diderita
pasien
4. Pembersihan dan desinfeksi ruangan yang benar harus dilakukan setelah pemulangan
pasien
83
E. Pemulasaraan Jenazah
1. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika menangani pasien
yang meninggal akibat penyakit menular
2. APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut
meninggal dalam masa penularan
3. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus
sebelum dipindahkan ke kamar jenazah
4. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah
5. Segera pindahkan ke kamar jenazah setelah meninggal dunia
6. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya sebelum
jenazah dimasukkan dalam kantong jenazah dengan menggunakan APD
7. Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus
bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas agama, adat
istiadat dan budaya harus diperhatikan ketika seseorang dengan penyakit menular
meninggal dunia
8. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet
9. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
10. Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus
11. Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam disemayamkan di pemulasaraan jenazah
84
BAB IX
KEBERSIHAN RUANG PERAWATAN
A. Pembersihan Harian dan Pembersihan Pada Akhir Perawatan
Disamping pembersihan secara seksama, desinfeksi bagi peralatan tempat tidur dan
permukaan perlu dilakukan. Permukaan yang perlu didesinfeksi antara lain dorongan
tempat tidur, meja di samping tempat tidur, kereta dorong, lemari baju, tombol pintu, keran,
tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV dan remote kontrol. Virus dapat dinon-aktifkan
oleh alkohol 70% dan klorin. Dianjurkan untuk melakukan pembersihan lingkungan dengan
deterjen yang netral dilanjutkan dengan larutan desinfektan.
B. Pembuangan Sampah
1. Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang dalam
wadah atau kantong yang sesuai, yaitu :
a. Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning. Kemudian diikat dengan
tali warna kuning atau diberi tanda “infeksius”. Semua sampah dari suatu ruangan
atau area yang merawat pasien dengan penyakit menular melalui udara (airborne)
harus ditangani sebagai sampah infeksius.
b. Untuk sampah non infeksius / tidak menular gunakan kantong plastik hitam
c. Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan tusukan
2. Kantong sampah bila sudah ¾ penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak boleh
dibuka kembali.
3. Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal/area isolasi
harus menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah.
4. Kantong pembuangan sampah infeksius perlu diberi label biohazard yang sesuai dan
dimusnahkan dengan incinerator.
5. Kantong sampah non infeksius dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Pemerintah
Kota.
6. Limbah cair seperti urine atau faeces dibuang dalam sistem pembuangan kotoran yang
tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.
85
Tabel Pengenceran Tablet Precept® Untuk Sanitasi Lingkungan
UNTUK DESINFEKSI
No Kriteria Barang Konsentrasi Clorin yang Dibutuhkan
Derajat Pengenceran Lama PerendamanTablet 0,5
gramTablet 2,5
gramTablet 5,0
gram1. Instrumen/barang yang non kritikal (alat yang
kontak dengan kulit utuh) a.l :a. Tubing/suctionb. Manset, Termometerc. Alat-alat lain
1000 ppm 4 tablet1 liter air
4 tablet5 liter air
3,5 tablet10 liter air
Rendam perlengkapan dalam larutan Precept selama 1 jam
2. Sanitasi lingkungan untuk Area Kritikal (OK, Lab, HD dan VK)
1000 ppm 4 tablet1 liter air
4 tablet5 liter air
3,5 tablet10 liter air
Usap permukaan area dengan lap yang telah direndam dalam larutan precepta. Lantai
b. Lemaric. Permukaan meja
d. Permukaan dindinge. Lap / sikatf. Pel lantai
3. Sanitasi lingkungan untuk umum 140 ppm 1 tablet2 liter air
1 tablet10 liter air
1 tablet20 liter air
Usap permukaan area dengan lap yang telah direndam dalam larutan precept
a. Lantaib. Lemaric. Permukaan
meja
d. Permukaan dindinge. Lap / sikatf. Pel lantai
4. Khusus sanitasi lingkungan yang terkontaminasi dengan darah
10.000 ppm 18 tablet0,5 liter air
7 tablet1 liter air
9 tablet2,5 liter air
Basahi lap dengan larutan Presept dan bersihkan darah dengan lap tersebut
86
BAB X
PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
UNTUK PENGUNJUNG
A. Pengunjung dengan Gejala Infeksi Saluran Pernafasan Selama Terjangkitnya
Penyakit Menular
1. Pengunjung denan gejala demam dan gangguan pernafasan tidak boleh mengunjungi
pasien di dalam rumah sakit
2. Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu dibatasi
kunjungan ke pasien
3. Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu penularan
penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di
rumah sakit
4. Kebijakan ini agar dicantumkan di papan pengumuman rumah sakit
B. Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang
merawat penderita atau suspek flu burung
Anggota keluarga perlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang
merawat di rumah sakit
C. Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara
1. Petugas kesehatan atau Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi perlu mendidik
pengunjung pasien dengan penyakit menular mengenai cara penularan penyakit, dan
menganjurkan mereka untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa penularan
2. Jika keluarga pasien atau teman perlu mengunjungi pasien yang masih suspek atau telah
dikonfirmasi menderita penyakit menular melalui udara, pengunjung tersebut harus
mengikuti prosedur pencegahan infeksi di rumah sakit. Pengunjung harus memakai
APD lengkap (masker, gaun, sarung tangan dan kaca mata) jika kontak langsung
dengan pasien atau lingkungan pasien
3. Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara benar bagi
pengunjung
4. Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci tangan
5. Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara, petugas
kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah ia memiliki
gejala demam atau infeksi saluran pernafasan. Karena berhubungan dekat dengan
pasien meningkatkan resiko untuk terinfeksi. Jika ada demam atau gejala pernafasan,
pengunjung tersebut harus dievaluasi untuk penyakit menular yang sama dan ditangani
dengan tepat
87
6. Rumah sakit harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan pencegahan dan
pengendalian infeksi dan wajib mentaatinya ketika mengunjungi pasien penyakit
menular
D. Menjaga kebersihan alat pernafasan dan etika batuk di tempat pelayanan kesehatan
Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernafasan di rumah sakit, kebersihan
saluran pernafasan dan etika batuk harus menjadi bagian mendasar dari perilaku sehat.
Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernafasan (batuk, bersin) harus :
1. Menutup hidung dan mulut ketika batuk atau bersin
2. Menggunakan tissue untuk menahan sekresi pernafasan dan buang di tempat sampah
medis
3. Bila tissue tidak tersedia, dapat menggunakan lengan baju bagian dalam
4. Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernafasan
E. Rumah sakit harus menjamin tersedianya :
1. Tempat sampah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan dengan
pijakan kaki di semua area
2. Tempat cuci tangan dengan air mengalir di ruang tunggu
3. Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap pengunjung
yang batuk
Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak 1
meter dari yang lainnya di ruang tunggu. Pada pintu masuk dan di ruang fasilitas rawat jalan
seperti ruang gawat darurat, ruangan dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi
untuk pasien dan pengantarnya agar mempraktekkan kebersihan alat pernafasan dan etika
batuk serta memberitahukan pada petugas sesegera mungkin mengenai gejala penyakit yang
diderita. Bagi orang yang batuk harus disediakan masker.
88
top related