Transcript
I::
PEDOMAN PENINGKATAN
KOORDINASI ANTAR INSTANSI
TERKAIT DALAM SISTEM
P.ELAYANAN TERPADU
.MI I I k
Perpustakaan • Ma h k am ah I\~u IIo - R,
C'
KEPANITERAAN/SEKRETARIAT JENDERAL
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2004
KATA PENGANTAR
Mahkamah Agung sebagai lembaga Peradilan tertinggi
di Indonesia perlu meningkatkan kualitas Pelayanan kepada
masyarakat terutama pencari keadilan agar lebih konsisten
dan profesional dengan tetap menjunjung tinggi azas
pelayanan yang cepat, sederhana dan biaya ringan,
sehingga pelayanan lembaga peradilan dapat diberikan
secara mudah dan tidak diskriminatip.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan
lembaga peradilan kaitannya dengan instansi lain, maka
Mahkamah Agung merasa perlu untuk menetapkan suatu
kebijakan tentang "Pedoman Peningkatan Koordinasi Antar
lnstansi Terkait Dalam Sistem Pelayanan Terpadu".
Pedoman ini, selain dimaksudkan sebagai acuan dalam
upaya meningkatkan koordinasi antar lnstansi terkait juga
diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk menilai lembaga peradilan secara obyektif
dan periodik terhadap perkembangan kinerja unit pelayanan
bidang peradilan.
Dengan adanya pedoman lnl diharapkan dapat
diterapkan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,
sehingga bermanfaat bagi masyarakat luas, khususnya
masyarakat pencari keadilan.
Pedoman ini merupakan petunjuk pelaksanaan . di
bidang pelayanan oleh Lembaga Peradilan, untuk itu
'iii
iv
diharapkan dapat digunakan sebagai landasan dalam
meningkatkan koordinasi dengan lnstansi terkait dalam
sistem pelayanan terpadu.
PANITERAISEKRETARIS JENDERAL
GUNANTO SURYONO, SH.
.:
i l
l
A. Latar Belakang
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR iii
PEDOMAN PENINGKATAN KOORDINASI ANTAR INSTANSI
TERKAIT DALAM SISTIM PELAYANAN TERPADU 1
I. PENDAHULUAN 1
1
B. Maksud dan Tujuan 2
C. Pengertian Umum 2
D. Hakekat Pelayanan Terpadu 4
E. Azas Pelayanan Terpadu 4
F. Prinsip Pelayanan Terpadu 5
C. Pola Pelayanan Terpadu 7
II. PENINGKATAN KOORDINASI ANTAR INSTANSI
TERKAIT DALAM SYSTEM PELAYANAN
TERPADU................................................................... 9
Ill. PENUTUP 12
POKOK-POKOK LAPORAN HASIL RAKORPANNAS
TAHUN 2004 17
I. Bidang Kelembagaan dan Tatalaksana .. .. .. .. .. 19 A. Kearsipan . .. .. .. . . . .. .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . .. . . 19 B. Tatalaksana · · · · .. · · · .. · 20 C. Kelembagaan 21
11. Bidang Sumberdaya Manusia Aparatur . .. .. . .. .. . . .. .. . .. . 22
111. Bidang Pelayarian Publik .. .. .. 23
IV. Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas . . . .. .. . .. .. . 24
v
SURAT MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
NOMOR : 11/M.PAN/1/2004 TANGGAL 6 JANUARI 2004 ....
27
LAMPIRAN PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN TAHUN
PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK (TP3) 2004
33
I. Latar Belakang . . . . . .. . . . . . . . . . .. . . . . .. .. . . .. . .. .. . . . . . . .. . . . .. . .. . . .. . . . . 33
II. Maksud dan Tujuan 34
111. Kriteria dan Sasaran Kegiatan .. .. . . . . .. .. . . . .. .. .. 35
1. Kriteria Kegiatan .. .. . .. . . .. .. . . . .. .. .. .. .. . .. . .. .. . .. . .. . .. .. . .. 35
2. Sasaran Kegiatan .. . ... .. ... .... .. .. .. .. .. . .. .. .. . ... .. . .. .. .. . 36
IV. Pelaksanaan Kegiatan .. .. . .. . .. . . . . . .. . .. . .. . .. .. .. . .. . .. . 36
V. Hasil Kegiatan . . . . . . .. .. . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .. . .. . .. . .. . . . . .. . .. . ... . . . . . . 39
SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG RI TANGGAL 8 :
TAHUN 1987 Tentang PENJELASAN DAN PETUNJUK·
KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG DAN
MENTERI KEHAKIMAN TANGGAL 16 JULI 1987 NOMOR :
KMA/005/SKBNll/1987 DAN NOMOR M.03-PR.08.05 TAHUN
1987
41
A. Penjelasan Umum 41
B. Petunjuk Administrasi 63
KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG RI,
MENTERI KEHAKIMAN RI, JAKSA AGUNG RI, DAN KEPALA
KEPOLISIAN RI NOMOR : KMA/003/SKB/11/1998; Nomor :
M.02.PW.07.03.Th.1998; Nomor : Kep/007/JA/2/1998;
No.Pol. : Kep/02/11/1998 TENTANG PEMANTAPAN KETER·
PADUAN DALAM PENANGANAN DAN PENYELESAIAN
PERKARA-PERKARA· P·IDANA ················· 91
vi
No.Pol. : Kep/03/11/1998 TENTANG PEMBENTUKAN KELOM·
POK KERJA MAKEHJAPOL ........•....•....... .•..................
107
SURAT KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA DAN PANGLIMA TNI NOMOR : KMA/
065A/SKB/IX/2004 TENTANG PENGGUNAAN DAN PERA·
WATAN ASET DAN BARANG INVENTARIS MARKAS BESAR
TENTARA NASIONAL INDONESIA OLEH PENGADILAN
DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER
115
LAMPIRAN
122
LAMPIRAN KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH
AGUNG RI, MENTERI KEHAKIMAN RI, JAKSA AGUNG RI,
DAN KEPALA KEPOLISIAN RI NOMOR : KMA/003/SKB/II/
1998; Nomor: M.02.PW.07.03.Th.1998; Nomor : Kepi
007/JA/2/1998; No.Pol. : Kep/02/11/1998 TENTANG PEMAN·
PEMANTAPAN KETERPADUAN DALAM PENANGANAN
DAN PENYELESAIAN PERKARA-PERKARA PIDANA 97
A. Dasar 97
B. Rumusan Permasalahan dan Pemecahan 99
KELOMPOK KERJA MAKEHJAPOL 105
KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG RI,
MENTERI KEHAKIMAN RI, JAKSA AGUNG RI, DAN KEPALA
KEPOLISIAN RI NOMOR : KMA/004/SKB/11/1998; Nomor :
M.02.PR.09.03.Th.1998; Nomor : Kep/009/JA/2/1998;
vii
PEDOMAN
PENINGKATAN KOORDINASI ANTAR INSTANSI
TERKAIT DALAM SISTIM PELAYANAN TERPADU
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 telah mengamanatkan bahwa negara wajib
melayani setiap warga negara dan penduduk untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka
pelayanan umurn dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Demikian halnya pada · Lembaga
Peradilan merupakan suatu tuntutan untuk
melaksanakan tugas pelayanan secara efektif dan
efesien di bidang peradilan.
Penyelenggaraan pelayanan Publik yang·
dilaksanakan oleh Lembaga Peradilan dalam
berbagai sektor pelayanan, terutama yang
menyangkut pemenuhan hak-hak masyarakat
pencari keadilan, kinerjanya masih belum sesuai
yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat antara lain
dan banyaknya pengaduan atau keluhan dan
masyarakat terutama masyarakat pencari keadilan,
baik yang disampaikan melalui media massa
maupun media pengaduan lain, seperti
menyangkut prosedur dan mekanisme kerja
pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan,
kurang akomodatif, dan kurang konsisten.
1
~ ...
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik perlu peningkatan koordinasi
antar lembaga peradilan dengan instansi terkait
dalam memberikan sistim pelayanan terpadu,
karena pelaksanaan koordinasi antara instansi
terkait dalam sistim pelayanan terpadu akan
meningkatkan kinerja pelayanan publik.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud pedoman ini sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara lembaga peradilan dengan instansi terkait sesuai dengan
kewenangannya dalam hal memberikan
pelayanan kepada masyarakat terutama
masyarakat pencari keadilan.
· 2. Tujuan pedoman ini adalah untuk mendorong
terwujudnya peningkatan koordinasi dalam
penyelenggaraan pelayanan lembaga
peradilan, baik antar Lembaga Peradilan
maupun dengan instansi terkait.
C. Pengertian Umum
1. Pelayanan Lembaga Peradilan adalah segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
lembaga peradilan sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat pencari keadilan,
maupun sebagai pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2
2. Penyelenggara Pelayanan Peradilan adalah
lembaga peradilan.
3. Lembaga Peradilan adalah lembaga yang
melaksanakan Kekuasaan Kehakiman baik
pada Mahkamah Agung, Pengadilan Tingkat
Banding maupun Pengadilan Tingkat
Pertama.
4. lnstansi Terkait adalah adalah lnstansi
Pemerintah yang berhubungan dengan
Lembaga Peradilan (Kejaksaan, Kepolisian,
Lembaga Pemasyarakatan (LP) dan lain- lain).
5. Unit penyelenggara pelayanan Lembaga
Peradilan adalah unit kerja yang ada pada
lembaga peradilan yang memberikan
pelayanan pada masyarakat pencari keadilan.
6. Pemberi pelayanan adalah pejabat/pegawai
pada lembaga peradilan yang melaksanakan
tugas dan fungsi pelayanan kepada
masyarakat pencari keadilan.
7. Penerima pelayanan lembaga peradilan
adalah orang, masyarakat dan Badan Hukum
Perdata lainnya.
8. lndeks kepuasan masyarakat adalah tingkat
kepuasan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan dan lembaga per~c;iilan dalam
memberikan pelayanan sesuai harapan dan
kebutuhan pencari keadilan.
3
D. Hakekat Pelayanan Terpadu
Hakekat pelayanan terpadu adalah pemberian
pelayanan prima antar lembaga peradilan dan
instansi terkait kepada masyarakat pencari
keadilan yang merupakan perwujudan kewajiban
lembaga peradilan.
E. Azas Pelayanan Terpadu
1. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses
oleh semua pihak yang membutuhkan dan
disediakan secara memadai, serta mudah
dimengerti sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
2. Akuntabiltas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-perundangan.
3. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan
lembaga peradilan dan penerima pelayanan
dalam hal ini masyarakat pencari keadilan
dengan tetap berpegang pada prinsip efesiensi
dan efektivitas.
4. Partisipatif.
Mendorong peran serta masyarakat pencari
keadilan dalam penyelenggaraan pelayanan
peradilan dengan memperhaUkan aspirasi,
4
L\
kebutuhan dan harapan masyarakat pencari
keadilan.
5. Kesamaan hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membe-
dakan suku, ras, agama, golongan, gender
dan status ekonomi.
F. Prinsip Pelayanan Terpadu
Pada hakekatnya prinsip pelayanan terpadu di
bidang peradilan adalah agar tercipta suatu
pelayanan yang cepat, sederhana, dan biaya
ringan.
Secara umum prinsip pelayanan terpadu adalah :
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan di bidang peradilan tidak
berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah
dilaksanakan.
2. Kejelasan
a. Persyaratan teknis dan administratif
pelayanan peradilan.
b. Unit penyelenggara pelayanan Lembaga
Peradilan berwenang dan bertanggung-
j awa b dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat pencarl keadHan.
c. Rincian biaya di bidang pelayanan
penadHan dan tatacana pembayanan.
5
.... ·- " ... - ~.-./
3. Kepastian waktu
Pelaksanaan pelayanan Lembaga Peradilan
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan Lembaga Peradilan diterima
dengan benar, tepat, dan sah.
5. Keamanan
Proses dan produk pelayanan Lembaga
Peradilan memberikan rasa aman dan
kepastian hukum
6. Tanggungjawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan Lembaga
Peradilan atau pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan
pelayanan Lembaga Peradilan.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja,
peralatan kerja dan pendukung lainnya yang
memadai termasuk penyediaan sarana
teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
8. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan
yang memadai, mudah dijangkau oleh
masyarakat, dan dapat memanfaatkan
teknologi telekomunikasi dan informatika.
6
9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin,
sopan dan santun, ramah, serta memberikan
pelayanan dengan iklhas.
10. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,
disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih,
rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta
dilengkapi dengan fasilitas pendukung
pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah
dan lain-lain.
G. Pola Pelayanan. Terpadu
Dengan meningkatnya kesadaran hukum
masyarakat serta adanya tuntutan reformasi
lembaga peradilan, belakangan ini persepsi
masyarakat terhadap pelayanan Lembaga
Peradilan bahwa untuk mendapatkan pelayanan
yang balk merupakan hak masyarakat dan
sebaliknya bagi aparat peradilan berkewajiban
memberikan pelayanan dan pengayoman kepada
masyarakat.
Mahkamah Agung sebagai lembaga tinggi negara
yang melaksanakan kekuasaan kehakiman sudah
selayaknya untuk melaksanakan pola pelayanan
terpadu kepada masyarakat terutama masyarakat
pencari keadilan. Pola pelayanan terpacJu di bidang
peradilan merupakan langkah strategis yang harus
7
dilaksanakan oleh lembaga peradilan, mengingat
lembaga peradilan adalah merupakan suatu
lembaga untuk penegakan hukum. Tegaknya
hukum tidak terlepas dan pola-pola pelayanan
terpadu di bidang peradilan.
Pola pelayanan terpadu sebaiknya mengacu
secara :
1. Fungsional
Lembaga Peradilan berkewajiban menyeleng-
garakan pelayanan terpadu secara fungsional,
sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan
yang ada pada Lembaga Peradilan. Tugas,
fungsi, dan kewenangan yang ada pada
Lembaga Peradilan adalah tugas, fungsi, dan
kewenangan yang berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman untuk penyelenggaraan
peradilan.
2. Terpusat
Pola pelayanan Lembaga Peradilan dilakukan
secara terpusat oleh Mahkamah Agung
kepada Lembaga Peradilan dibawahnya.
3. Terpadu
Pola pelayanan terpadu merupakan satu
kesatuan yang utuh untuk melaksanakan
fungsi-fungsi pelayanan. Pola pelayanan
terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu
tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan
yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan
8
dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis
pelayanan yang sudah dekat dengan
masyarakat tidak perlu disatu atapkan.
Sedangkan pola pelayanan terpadu satu pintu
diselenggarakan pada satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan yang
memiliki keterkaitan proses dan dilayani
melalui satu pintu.
Lembaga peradilan sesuai dengan tugas
pokok, fungsi, dan kewenangan yang dimiliki
dalam memberikan pelayanan dilaksanakan
secara terintegrasi dari pusat sampai ke
lembaga-lembaga peradilan dibawahnya.
Sehingga pol a-pol a pelayanan di I embaga
peradilan menjadi satu pola pelayanan yang
bisa mendukung proses berfangsungnya
penyelenggraan peradilan, yang berkaitan
dengan instansi lain maupun dengan
masyarakat terutama pencari keadilan.
II. PENINGKATAN KOORDINASI ANTAR INSTANSI
TERKAIT DALAM SISTIM PELAYANAN TERPADU.
Kegiatan pelayanan Lembaga Peradilan yang
berhubungan dengan lnstansi terkait perlu dilakukan
secara terkoordinasi, oleh karena itu koordinasi mutlak
dilakukan agar pelayanan Lembaga Peradilan berjalan
dengan lanear dan efektif. Mekanisme koordinasi perlu
dilakukan dengan memperhatikan kewenangan masing•
masing instansi terkait..
9
.
10
a. Peningkatan kelembagaan peradilan
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung, maupun
berlakunya Undang-undang yang terkait dengan
proses peradilan, Kelembagaan Sadan Peradilan
juga perlu menyesuaikan.
Kelembagaan badan peradilan, terutama yang
terkait dengan fungsi pelayanan publik perlu secara
terprogram dan terus menerus untuk selalu
ditingkatkan sesuai dengan visi dan missi lembaga
peradilan. Fungsi humas perlu lebih ditingkatkan
sesuai dengan keberadaan lembaga peradilan
dalam system satu atap (one roof system), baik
pada Mahkamah Agung maupun pada jajaran
lembaga peradilan dibawahnya.
Humas pada lembaga peradilan mempunyai posisi
yang sangat strategis dalam rangka peningkatan
koordinasi sistim pelayanan terpadu, baik dengan
instansi terkait maupun dengan masyarakat
terutama masyarakat pencari keadilan.
b. Peningkatan sarana dan .prasarana pada Lembaga
Peradilan.
Dalam pelaksanaan tugas pelayanan yang
terakuntabilitas harus didukung oleh sarana da~
prasarana pada lembaga peradilan yang sesua,
dengan kebutuhan untuk melaksanakan kegiatan
1
l
pelayanan, sehingga tujuan tugas pelayanan dapat tercapai secara efektif dan efesien.
Sarana dan prasarana yang mendukung tugas
pelayanan pada lembaga peradilan, menjadi
motivasi dan inovasi bagi para pejabat maupun
pelaksana pelayanan baik pada Mahkamah Agung,
Pengadilan Tingkat Banding maupun Pengadilan
Tingkat Pertama. Keberadaan sistem dan prosedur
kelancaran tugas pelayanan dengan memper-
hati ka n perkembangan sistem teknologi
informatika, dapat memaksimalkan tugas dan
fungsi pelayanan pada lembaga peradilan.
c. Peningkatan profesionalisme aparatur yang
melaksanakan tugas pelayanan Lembaga
Peradilan
Untuk meningkatkan pelayanan Lembaga
Peradilan perlu peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia melalui :
- Pelatihan-pelatihan - Penguasaan sistem teknologi informatika
d. Pengadaan, pengembangan dan pemanfaatan
E-Court.
Dalam upaya meningkatkan pelayanan publik di
bidang peradilan, maka dengan perkembangan
Telematika perlu pengadaan dan pengembangan
penyelenggaraanE-Court atau pelayanan lembaga
peradilan dengan menggunakanjaringan elektronik
(Telematika).
11
. -1
.
e. Koordinasi antar instansi terkait.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masya•
rakat perlu dilakukan koordinasi antara lembaga
peradilan dengan instansi terkait sesuai dengan
kewenangannya.
111. PENUTUP
Buku ini merupakan pedoman umum Peningkatan
Koordinasi Antar lnstansi Terkait Dalam Sistem
Pelayanan Terpadu yang perlu ditindak lanjuti dengan
pedoman teknis lebih lanjut sesuai dengan kondisi dan
situasi lembaga Peradilan, dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat pencari
keadilan.
Lembaga peradilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman perlu melaksanakan sistem pelayanan
secara terpadu baik antar lembaga peradilan maupun
dengan instansi lain, sehingga akan menciptakan
pelayanan yang prima dibidang peradilan. Pelayanan
prima di bidang peradilan merupakan suatu · tuntutan
masyarakat di era reformasi, untuk itu harus dilakukan
secara terus menerus dan berkelanjutan .
... Untuk mengukur tingkat kepuasan penyelenggara .. . ~,:,~:. . .
"pelayanan Lembaga Peradllan perlu digunakan
pengukuran melalui lndeks Kepuasan Masyarakat, hal
mi diperlukan untuk mengetahui perkembangan kinerja
pelayanan. Dan diharapkan dapat terjadi hubungan
timbal balik antara masyarakat pencari keadilan dc.tA
12
Lembaga Peradilan dalam memenuhi pelayanan di
bidang peradilan, sehingga pelayanan tersebut dapat
berjalan secara konsisten, bertanggungjawab dan
akuntabel.
Dengan diterbitkannya buku ini diharapkan menjadi
acuan untuk meningkatkan koordinasi Lembaga
Peradilan dengan lnstansi terkait, sehingga dapat lebih
meningkatkan kualitas pelayanan oleh Lembaga
Peradilan di seluruh Indonesia kepada masyarakat
khususnya pencari keadilan.
13
A.
B.
PENANGGUNG JAWAB :
PENGARAH
Satri Rusyad, SH.
Tasdik Ginanto, SH.
C.
KOORDINATOR
Subagyo, SH.MM.
D. SEKRETARIS
Timbang M. Nainggolan, SH.
E.
ANGGOTA
1. H. Parwoto Wignjosumarto, SH. 2. Drs. H.M. Rum Nessa, SH.MH. 3. Endi Fatony, SH. 4. Drs. Akoso, SH.MM. 5. Drs. Erwin Widanarko 6. Sardiono, SE. 7. Djoko Upoyo, SH. 8. Dodo Surgandha, SH.
TIM PENINGKATAN
KOORDINASI ANTAR INSTANSI TERKAIT DALAM
SISTEM PELAYANAN TERPADU
~
I
(1
·. \
9. Nur Alam, S.Sos.
10. Rosni, S.Sos.
F. SEKRETARIAT 1. Setyo Budiarso, SH.
2. Fany Widya, SE.
3. Wawan
4. Sawiji Suprayitno
5. Gunawan
} ~· lr •f
11 15
.
POKOK-POKOK LAPORAN HASIL
RAKORPANNAS TAHUN 2004
HOTEL SAHID MAKASSAR, 3 - 4 MARET 2004
Terna Rakorpannas tahun 2004, "melalui profesionalisme
dan netralitas birokrat karier kita tingkatkan pelayanan
publik", sangat relevan dengan momentum pembangunan
bangsa ke depan, mengingat tantangan kedepan menuntut
profesionalitas yang tinggi dalam semua aspek
pendayagunaan aparatur negara. Hal ini merupakan
keprihatinan dan harapan kita bersama untuk selalu
ditingkatkan agar lebih profesional. Kepala Negara,
MenPAN, Menko Kesra dan Menko Perekonomian
menyadari pentingnya profesionalisme yang ujung-ujungnya
menuntut perlunya peningkatan pelayanan publik dalam
semua aspek kehidupan masyarakat. Aparatur yang
profesional akan menjadi netral, sikap yang netral berarti
aparatur harus senantiasa profesional dan mampu berjalan
sendiri tanpa dipengaruhi oleh perkembangan situasi politik
yang senantiasa dapat berubah. Dalam hubungan ini
Presiden dalam pengarahan pembukaan Rakorpannas
menekankan 4 (empat) hal Pokok :
1. Konsep perubahan birokrasi dikembangkan secara
lintas batas, tanpa dibatasi wilayah otonomi agar
menumbuhkan peran aparatur negara dan birokrasi
yang oleh benar-benar marnpu rnenjadi perekat
dan pemersatu bangsa dan negara yang
berkebinekaan.
1'7
18 19
2. Birokrasi harus siap membantu mendukung,
memperlancar penyelenggaraan Pemilu 2004 sesuai
hakekat dan doktrin serta ikrarnya, birokrasi harus
berlaku netral tidak memihak kepada salah satu
kontestan Pemilu.
3. Membangun kekuatan aparatur negara yang efektif
yang sejalan dengan hasil pendataan ulang PNS.
4. Merancang sistem pengawasan dan akuntabilitas
kinerja aparatur.
5. Menyiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Untuk memperlancar pelaksanaan
Pemerintahan yang baru yang terbentuk sehagai hasil
pemilu 2004.
Hal tersebut sejalan pula dengan arahan Menko Kesra dan
Menko Perekonomian yang pada hakekatnya menekankan
perlunya peningkatan pelayanan publik dengan senantiasa
mengutamakan daya saing yang meliputi 3 (tiga) aspek,
yaitu : harga, waktu dan kualitas guna menunjang
berkembangnya perekonomian nasional dan kesejahteraan
rakyat.
Untuk mendukung semua itu Men.PAN menyampaikan
bahwa aparatur negara harus senantiasa berupaya
merespon setiap gejala yang menghambat kelancaran roda
pembangunan dengan serta merta mencari jalan keluar.
Hal ini berarti, perlu dibangun kapabilitas aparatur
negara sehingga menjadi kompeten dan profesional dibidangnya.
18 19
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik Pusat maupun
Daerah dicapai kesamaan persepsi, bahwa kinerja Kabinet
beserta Pemerintah Daerah tidak gagal seperti selama ini
dicitrakan oleh sebagian elit politik. Oleh karena itu seluruh
Aparatur Pemerintah harus secara aktif mengekspose apa
yang sudah ada akan dilakukan serta keberhasilan
pencapaian kinerja secara sistematik, untuk mengubah opini
dan citra buruk masyarakat terhadap aparatur pemerintah,
sehingga terbangung opini bahwa Pemerintah telah berbuat
banyak. Hal ini panting dalam rangka mendorong
terbangunnya kemitraan yang efektif antara Pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha.
Sehubungan dengan ltu, dengan memperhatikan latar
belakang permasalahan dan pembahasan pada masing-
masing Komisi diperoleh hal-hal pokok untuk direkomen-
dasikan sebagai program prioritas pendayagunaan aparatur
negara 2005, meliputi :
I. Bidang Kelembagaan dan Tatalaksana
A. KEARSIPAN
1. Perlu pelaksanaan Sistem Kearsipan Nasional
berbasis teknologi informasi pada instansi
pusat dan daerah.
2. Perlu adanya kesadaran yang dapat
meningkatkan apresmasi PNS/Aparatur
negara terhadap pentingnya arsip.
3. Perlu adanya perhargaan berupa peningkatan kesejahteraan/ tunjangan terhadap fungsional
arsiparis.
20 21
4. Adanya perhatian untuk langsung dapat
melaksanakan/ mengimplementasikan SKN
dan beberapa Departemen
B. TATALAKSANA
1. Koordinasi antara pemerintah Pusat dan daerah.
2. Gerakan Disiplin Nas, peningkatan pelayanan publik (biaya kualitas waktu), TQM (Total Quality Management) dan sejenisnya perlu di lakukan disetiap instansi pemerintah.
3. Disiplin AP, pelaksanaan 6 hari kerja, apel bendera, dan kegiatan sejenis lainnya perlu didahului kajian.
4. Komitmen aparatur pemerintah untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik, pemerintah yang bersih ditunjukan dengan penandatanganan 6 pilar Gerakan Nasional Menuju Indonesia Baru yang bersih, transparan, profesional, anti suap, anti KKN yang ditanda tangani oleh Feisal Tamin, Aburizal Bakri KADIN, Amin Sunaryadi, Komarudin Hidayat, Erry Riyana Hardjapamekas, H.S. Dilon.
5. Dalam mendukung kegiatan pemerintahan dimungkinkan untuk pengadaan kendaraan dinas operasional dengan harga standar yang ditetapkan/wajar.
20 21
6. Penyempurnaan sistem dan prosedur, tata
hubugan, sistem dan pengelolaan administrasi
Umum, perkantoran elektronis, sistem dan
pengelolaan sarana dan prasarana kerja
aparatur, serta korporatisasi unit pelayanan
instansi pemerintah agar terus disusun dan
dikembangkan.
7. Dalam upacara-upacara resmi kenegaraan
dan kedinasan, perlu pengaturan suatu
kesetaraan dalam tata keprotokolan.
C. KELEMBAGAAN
1. Peninjuauan kembali status Muspida
2. revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
yang difokuskan kepada penyelenggraan
pembentukan Daerah Otonom dan penyeleng-
garaan otonomi daerah.
3. Memfinalkan RUU Kementerian Negara sebagai payung hukum dalam rangka
penataan Pemerintah Pusat.
4. Perlu keberadaan Balitbangda, perlu
mengakomodir fungsi kelembagaan
pemerintah pusat yang belum tertampung.
5. Wacana implementasi pelaksanaan PP 8/2003
perlu dilanjutkan dan tidak akan direvisi
selama tidak ada perturan yang menganulir
PP 8/2003 tersebut.
6. Memfungsikan Sekjen/Sekda sebagai
pimpinan birokrasi pemerintahan tertinggi pada
masing-masing instansi.
7. Diharapkan segera dapat ditetapkan
organisasi satpol PP, Organisasi Kecamatan,
dan RS Daerah.
II. Bidang Sumberdaya Manusia Aparatur
a. Pembangunan manajemen kepegawaian yang
berdasarkan prestasi kerja dan kompetensi,
menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah Pusat dan Daerah;
b. Penyiapan dan penerapan system tersebut
dilakukan sesuai dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
(1) mengoptimalkan sistem yang berlaku dengan
melakukan perbaikan peraturan perundang•
undangan di bidang kepegawaian;
(2) menyiapkan prasyarat bagi peroragan sistem
kepegawaian berdasarkan prestasi kerja dan
kompetensi serta sistem penggajian yang berdasarkan merit·
' (3) memperjelas konsep kepegawaian yang
"unified" melalui penyempurnaan UU 43 tahun
1999, yang diselaraskan dengan perubahan
UU 22 tahun 1999.
22
23 23
Ill. Bidang Pelayanan Publik
a. Pertu ditingkatkan ekspose berbagai keberhasilan
dan langkah-langkah yang sudah dan yang akan
dilakukan dalam rangka peningkatan pelayanan
publik. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan
citra yang kurang positif terhadap pemerintah.
b. Perlu keseimbangan penerapan reward dan
punishment bagi yang telah menunjukkan prestasi
dalam pelayanan bagi yang tidak/ belum
menunjukkan prestasi. Dalam hubungan ini perlu
di back up dengan peraturan disiplin yang
memadai.
c. Pemantapan koordinasi oleh Kementerian PAN
dalam konteks pelayanan publik.
d. Peningkatan kualitas aparat pelayanan public
secara sistematis dan terencana.
e. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses
perumusan kebijakan di bidang pelayanan.
f. Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi
dalam pelayanan publik.
g. Mengintensifkan penangananan pengaduan
masyarakat dalam bidang pelayanan.
h. Perlu dilakukan evaluasi dan penataan
kelembagaan pada unit-unit pelayanan public
sehingga menunjang kelancaran dan efisiensi dan
efektifitas pelayanan.
IV. Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas
a. Upaya untuk Meningkatkan Sistem Akuntabilitas
Kinerja
Sistem AKIP menjadi semakin penting, yaitu di
satu sisi diperlukan dalam rangka reformasi
birokrasi, dan di sisi lain sekaligus diperlukan dalam
reformasi keuangan dalam rangka penerapan
anggaran berbasis kinerja. Oleh karena itu tidak
ada pilihan lain bagi pemerintah kecuali terus
mengembangkan sistem akuntabilitas kinerja dan
mendorong peningkatan implementasinya baik
secara kuantitatif maupun kualitatif di seluruh
instansi pemerintah dan unit-unit kerjanya.
Penyelenggaraan dan pengembangan
akuntabititas kinerja ke depan dikoordinasikan
Kementerian PAN dengan lnstansi lainnya.
b. Upaya untuk Menyusun Kebijakan Pengawasan
Kebijakan pengawasan merupakan kebijakan
publik, oleh karena itu penyusunan kebijakan
pengawasan memerlukan kepedulian pihak
pimpinan organisasi pemerintahan secara
keseluruhan dan level organisasi pemerintahan
yang tertinggi sampai unit kerja yang terendah.
Dengan adanya interaksi kebijakan yang
menyeluruh antar APIP, sekaligus akan
menghasilkan pelaksanaan pengawasan yang
bersifat partisipatif, dan penjabaran ke dafani
kegiatan operasional dapat lebih safi.n,g
24
25
memfasilitasi hingga dapat menghilangkan
tumpang tindih. Fasilitasi pengawasan
dimungkinkan dengan saling memanfaatkan hasil
pengawasan, melakukan sinergi atau joint audit.
c. Upaya untuk Meningkatkan Koordinasi dan Sinergi Pengawasan
Perbaikan koordinasi dan sinergi pengawasan
membutuhkan kejelasan kelembagaan
pengawasan. Dengan berlakunya Keputusan
Presiden Nomor 8 tahun 2004 yang memberikan
kewenangan kepada Kementerian PAN untuk
mengkoordinasikan kebijakan pelaksanaan
pengawasan dapat didaya gunakan untuk
mengkoordinasikan pengawasan secara lebih
komprehensif.
d. Upaya untuk Menerapkan Paradigma Pengawasan
yang Sejalan dengan Orientasi Manajemen yang
Berbasis Kinerja.
Paradigma baru pengawasan intern adalah suatu
kegiatan pengujian yang objektif dalam rangka
peningkatan kinerja organisasi (quality assurance).
:aradigma baru ini perlu diadopsi agar pen~awas
Intern berfungsi maksimal mendukung manaJemen
yang berorientasi kinerja, sehingga tugas APIP
terentang luas tidak hanya audit keuangan yang
bersifat ketaatan tetapi juga pengawasan dalam
kondor quality assurance seperti peni_laian.. atas
manajemen risiko, audit kinerja, evaluas1 kebiJakan
atau pengembangan suatu sistem kepemerintahan
(governance). Untuk hasil pengawasan yang
berindikasi KKN dapat ditindaklanjuti dengan audit
investigasi.
e. Upaya untuk Memanfaatkan Pejabat Pelaksana
Pengawasan Internal Pemerintah (APIP} Secara
Maksimal.
Manfaat audit sangat bergantung pada
profesionalisme tenaga pemeriksa yang memiliki
kompetensi, indepedensi dan integritas. Oleh
karena itu perlu dikembangkan tenaga pemeriksa
yang profesioanal melalui Jabatan Fungsional
Auditor. BPKP sebagai pembina Jabatan
Fungsional Auditor agar secara terus menerus
meningkatkan efektifitas Diklat Jabatan Fungsional
Auditor di lingkunganAPIP. Tenaga pemeriksa yang
terlatih akan memungkinkan menghasilkan hasil
pengawasan yang optimal guna mendukung
manajemen berbasis kinerja.
Makassar, 4 Maret 2004
26
l _.c.
SURAT MENTERI PENDAYAGUNAAN
APARATUR NEGARA
NOMOR : 11/M.PAN/1/2004
TANGGAL : 6 JANUARI 2004
PERIHAL
PENCANANGAN
TAHUN PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK {TP3)
DAN
PETUNJUK PELAKSANAANNYA
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
Republik Indonesia
2004
~
MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
Nomor : 11 /M.PAN/01/2004 Jakarta, 6 Januari 2004
Lampiran : 1 (satu} berkas
Perihal : Pencanangan Tahun Peningkatan Pelayanan Publik
Kepada Yth.
1. Para Menteri Kabinet Gotong Royong
2. Kepala Kepolisian RI
3. Gubernur Bank Indonesia
4. Para Gubernur seluruh Indonesia
5. Para Bupati/Walikota seluruh Indonesia
6. Para Direktur Utama BUMN/BUMD
di
ternpat
Berdasarkan evaluasi dan sebagai kelanjutan
pelaksanaan kegiatan Bulan Peningkatan Pelayanan Publik
tahun 2003, KementerianPAN akan menindaklanjuti kegiatan
strategis tersebut dengan mencanangkan tahun 2004 sebagai
Tahun Peningkatan Pelayanan Publik yang pelaksanaannya
direncanakan pada pertengahan bulan Februari 2004 dan
berlangsung sampai dengan akhir tahun 2004.
29
··-· _
Sasanan kegiatan Tahun Peningkatan Pelayanan Publik
(TP3) meliputi seluruh sektor/jenis pelayanan publik yang
diberikan oleh Aparatur Pemerintah termasuk BUMN/BUMD.
Cakupan masalah yang ditangani tidak hanya terbatas pada
complainUkeluhan masyarakat saja, melainkan juga berkaitan
dengan inovasi-inovasi yang dilakukan, transparansi,
akuntabilitas dan pencapaian prestasi.
Adapun mekanisme pelaksanaan kegiatan Tahun
Peningkatan Pelayanan Publik adalah sebagai berikut :
a. Masing-masing unit kerja/kantor pelayanan publik
berupaya untuk :
1) Memotivasi aparaturnya melakukan kompetisi dan
berprestasi dalam meningkatkan kualitas
pelayanan;
2) Mewujudkan kualitas pelayanan publik yang prima,
transparan dan akuntabel;
3) Menetapkan/ membentuk unit khusus yang
bertugas untuk menangani complaint masyarakat;
4) Mengindentifikasi masalah-masalah di bidang
pelayanan publik baik yang disampaikan langsung
oleh masyarakat maupun melalui media masa,
dalam rangka deregulasi/debirokratisasi di sektor
pelayanan publik;
5) Menyempurnakan proses pelayanan secara lebih
efisien, mudah, dengan biaya yang terjangkau;
6) Melaksanakan inovasi secara terus menerus untuk
meningkatkan kualitas pelayanan.
b. Pelaksanaan dan evaluasi kegiatan Tahun Peningkatan
Pelayanan Publik agar dikoordinasikan di bawah 30
· ·
'·~ .. ~·.'··
kendali Gubernur masing-masing daerah dan para
Menteri yang berkaitan dengan jenis pelayanan yang
diberikan, untuk selanjutnya dilaporkan kepada
Men.PAN.
Agar kegiatan Tahun Peningkatan Pelayanan Publik
(TP3) dapat menyebar luas di seluruh Indonesia, diharapkan
Saudara dapat memanfaatkan kegiatan TP3 pada unit
kerja/kantor pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya. -
Sebagai acuan, bersama ini disampaikan petunjuk
pelaksanaan kegiatan Tahun Peningkatan Pelayanan Publik
dimaksud.
Atas perhatian dan kerjasama Saudara, disampaikan terima kasih.
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
ttd.
FEISAL TAMIN Tembusan Yth. : 1 · Presiden Republik Indonesia
2. Wakil Presiden Republik Indonesia.
31
l j .I ,l.~.._ ..... ... ·
Lampiran : Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor : 11/M.PAN/01/2004
Tanggal : 6 Januari 2004
PETUNJUK PELAKSANAAN
KEGIATAN TAHUN PENINGKATAN PELAYANAN
PUBLIK (TP3) 2004
I. LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan pelayanan publik yang
dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam berbagai
sektor pelayanan terutama yang menyangkut
pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masih
dirasakan belum sesuai dengan tuntutan dan harapan
masyarakat. Hal ini bisa diketahui antara lain dan
banyaknya pengaduan, keluhan yang disampaikan
oleh masyarakat melalui media massa maupun
langsung kepada unit pelayanan, baik menyangkut
sistem dan prosedur pelayanan yang masih berbelit-
belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang
akomodatif, dan kurang konsisten sehingga tidak
menjamin kepastian (hukum, waktu dan biaya), serta
masih adanya praktek pungutan tidak resmi.
Sejalan dengan meningkatnya kesadaran
,berbangsa,bernegara dan bermasyarakat serta adanya
tuntutan reformasi penyelenggaraan pemerintahan dan
pernbangunan, belakangan ini persepsi masya,rakat
33
J
terhadap pelayanan, bahwa untuk mendapatkan
pelayanan yang baik merupakan hak masyarakat
dan sebaliknya bagi aparatur berkewajiban
memberikan pelayanan dan pengayoman kepada
masyarakat.
Pada tanggal 2 September 2003 Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara telah mencanangkan
Bulan Peningkatan Pelayanan Publik dengan prioritas
unit-unit pelayanan KTP, SIM, STNK, Transportasi
Darat, Pertanahan, Air Minum (POAM) dan IMB.
Guna melanjutkan keberhasilan pencanangan BP3,
Kementerian PAN bekerja sama dengan seluruh
Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota dan instansi
pemerintah terkait, akan melakukan pencanangan
Tahun 2004 sebagai Tahun Peningkatan Pelayanan
Publik dan selanjutnya melakukan kajian atas
pelaksanaan Tahun Peningkatan Pelayanan Publik
terse but.
11. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan diselenggarakannya kegiatan Tahun
Peningkatan Pelayanan Publik ini adalah :
a. Tumbuhnya motivasi aparatur pemerintah
untuk berkompetisi dan berprestasi pada unit/
kantor pelayanan publik dalam meningkatkan
kualitas pelayanan melalui perbaikan dan inovasi
pelayanan yang berkelanjutan serta memanfaatkan teknologi informasi.
34
b. Terwujudnya kualitas pelayanan publik yang
prima, transparan dan akuntabel dengan
melakukan upaya-upaya perbaikan sistem dan
prosedur penyelenggaraan pelayanan publik
melalui mekanisme penyelesaian pengaduan/
complaint pelayanan publik yang transparan,
terkoordinasi, terarah dan tepat sasaran,
sehingga dapat diselesaikan dengan tuntas dan menyeluruh.
c. Melakukan deregulasi/debirokratisasi di sektor
pelayanan publik dengan mengindentifikasi
masalah-masalah di bidang pelayanan publik,
baik yang disampaikan langsung oleh masyarakat
maupun melalui media massa, sehingga
terciptanya hubungan yang baik antara masyarakat
yang menerima pelayanan dengan pemerintah
sebagai penyelenggara pelayanan publik.
Ill. KRITERIA DAN SASARAN KEGIATAN
1. Kriteria Kegiatan
Berbagai jenis-jenis pelayanan publik yang
diberikan oleh Aparatur Pemerintah yang tersebar
di seluruh tingkatan pemerintah, dengan kriteria :
a. Karena amanat UndaAg-undang
b.
c.
Monopoli pemerintah;
Yang menyangkut hajat hidup orang banyak;
d. Yang banyak timbul masalah/penyimpangan. ·
35
i
2. Sasaran Kegiatan
Sasaran penyelenggaraan kegiatan Tahun
Peningkatan Pelayanan Publik adalah seluruh
Unit/Kantor pelayanan publik di lnstansi
Pemerintah Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/ Kota termasuk BUMN/BUMD.
IV. PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan Tahun Peningkatan Pelayanan Publik,
dikoordinasikan oleh Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara bekerja sama dengan Pemerintah
Pusat/Daerah dan lnstansi Pemerintah terkait yang
diatur sebagai berikut :
1. Kegiatan Pencanangan Tahun Peningkatan
Pelayanan Publik Pencanangan Tahun
Peningkatan Pelayanan Publik dilaksanakan pada
bulan Februari 2004 dan berlangsung sampai
dengan akhir tahun 2004.
2. Kegiatan Tahun Peningkatan Pelayanan Publik,
dengan mekanisme sebagai berikut :
a. Unit Kerja/Kantor Pelayanan Publik
1) Masing-masing unit kerja/kantor pelayanan
publik berupaya untuk memotivasi
aparatur pemerintah melakukan kompetisi
dan berprestasi dalam meningkatkan
kualitas pelayanan melalui perbaikan .
pelayanan yang berkelanjutan serta
memanfaatkan teknologi informasi.
36
2) Masing-masing unit kerja/kantor pelayanan
publik mewujudkan kualitas pelayanan
publik yang prima, transparan dan
akuntabel dengan melakukan upaya-
upaya perbaikan sistem dan prosedur
penyelenggaraan pelayanan publik melalui
mekanisme penyelesaian pengaduan/
complaint pelayanan publik yang
transparan, terkoordinasi, terarah dan tepat
sasaran, sehingga dapat diselesaikan
dengan tuntas dan menyeluruh.
3) Masing-masing unit kerja/kantor pelayanan
publik menetapkan/ membentuk unit
khusus yang bertugas untuk menangani
complaint masyarakat,menunjuk pejabat
yang bertugas menangani complaint
tersebut, serta membuat mekanisme,
sistem dan prosedur penanganan
pengaduan masyarakat.
4) Masing-masing unit kerja/kantor pelayanan
publik mengindentifikasi masalah-masalah
di bidang pelayanan publik baik yang
disampaikan langsung oleh masyarakat
maupun melalui media massa, dalam
rangka deregulasi/debirokratisasi di
sektor pelayanan publik, sehingga tercipta
hubungan yang baik antara masyarakat
yang menerima pelayanan dengan
pemerintah sebagai penyelenggara
pelayanan publik.
37 I.·-
38
5) Masing-masing unit kerja/kantor pelayanan
publik menyempurnakan proses
pelayanan secara lebih efisien, mudah,
biaya yang terjangkau.
6) Masing-masing unit kerja/kantor pelayanan
publik melaksanakan inovasi secara terus•
menerus untuk meningkatkan kualitas
pelayanan.
b. Kementerian PAN
1) Melakukan fasilitasi pelaksanaan kegiatan
Tahun Peningkatan Pelayanan Publik.
2) Melakukan sosialisasi melalui dialog
interaktif bersama instansi terkait melalui
media elektronik (TV, radio dll) menqenai
langkah-langkah perbaikan pelayanan
publik pada unit kerja/kantor pelayanan.
3) Memonitor dan mengevaluasi pelaksa•
naa n kegiatan Tahun Peningkatan
Pelayanan Publik bersama-sama lnstansi
terkait.
c. Evaluasi Kegiatan
Pelaksanaan dan evaluasi kegiatan Tahun
Peningkatan Pelayanan Publik agar
dikoordinasikan di bawah kendali Gubernur
masing-masing daerah dan para Menteri yang
bersangkutan dengan pelayanan yang
diberikan, untuk selanjutnya dilaporkan kepada
Men.PAN.
V. HASIL KEGIATAN
Meningkatnya kualitas pelayanan aparatur pemerintah
kepada masyarakat dengan :
1. Tumbuhnya motivasi aparatur pemerintah untuk
berkompetisi dan berprestasi dalam memberikan
pelayanan serta melaksanakan inovasi secara
terus-menerus untuk meningkatkan kualitas
pelayanan;
2. Adanya upaya-upaya perbaikan sistem dan
prosedur penyelenggaraan pelayanan publik
melalui mekanisme penyelesaian pengaduan/
complaint pelayanan publik yang transparan,
terkoordinasi, terarah dan tepat sasaran, sehingga
dapat diselesaikan dengan tuntas dan menyeluruh;
3. Terciptanya hubungan timbal balik (klarifikasi secara
terbuka) antara masyarakat dan petugas dalam
penyelenggaraan pelayanan publik menyangkut
mekanisme, sistem dan prosedur, biaya/tarif serta
kepastian waktu, sehingga ketentuan-ketentuan
dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat
berjalan dengan konsisten, bertanggung jawab dan
akuntabel.
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
ttd.
FEISAL TAMIN
39
·r
. ~· .. . .
01. .• •
. ..... ···.· ..
: . . :. . ' . ~~ .· • ·. :·· .. t •
. ' 'i·
! . t • :!>;
. •!:
..... . ,',>
.· ~ ..
. : . i.. ~
:· ..
.·,:
: I. I ~ ·: '( ~ .-:~ ! ••
41
MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
Nomor : MA/Kumdil/10483/Xl/87 Jakarta, 25 November 2004
Kepada Yth. :
1. Ketua Pengadilan Tinggi
2. Ketua Pengadilan Negeri
di Indonesia
SURAT EDARAN
Tahun : 8 Tahun 1987
tentang
Penjelasan dan Petunjuk-petunjuk Keputusan Bersama
Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman
Tanggal 6 Juli 1987 Nomor : KMA/005/SKB/Vll/1987 dan
Nomor : M.03-PR.08.05 Tahun 1987
A. PENJELASAN UMUM :
Agar penerapan Keputusan Bersama Ketua
Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman tanggal 6
Juli 1987, Nomor : KMA/005/SKB/Vll/1987, dan
Nomor : M.03-PR.08.05 Tahun 1987, tentang TATA
CARA PENGAWASAN PENINDAKAN DAN
PEMBELAAN DIRI PENASEHAT HUKUM oleh
Saudara-saudara Ketua Pengadilan dapat dilakukan
dengan baik, saksama, fair, serta sesuai dengan
pengertian dan tujuannya, maka dipandang perlu untuk
menyampaikan kepada Saudara-saudara penjelasan•
penjelasan serta petunjuk-petunjuk pelaksanaan
mengenai Keputusan Bersama tersebut sebagai
berikut :
1. Dasar hukum dan Keputusan Bersama ini adalah
ketentuan dalam Pasal 54 ayat (4) Undang-undang
No. 2 Tahun 1986 yang memberikan wewenang
yang terbatas dan sekaligus memberi tugas kepada
Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman
untuk menqetur /ebih /anjut tentang tata cara
pengawasan dan penindakan serta pembelaan diri
Penasehat Hukum.
Pendelegasian wewenang ini tidak akan terjadi
kalau Pembuat Undang-undang mau mengatur
sendiri ketentuan tentang tata cara pengawasan,
penindakan serta pembelaan diri Penasehat
Hukum tersebut.
Dengan ketentuan dalam Pasal itu, kedua
Pejabat Tata Usaha Negara tersebut berwenang
dan mempunyai dasar hukum untuk menentukan
dalam bentuk suatu peraturan materi tentang cara
pengawasan, penindakan dan pembelaan diri
Penasehat Hukum.
Pendelegasian wewenang untuk mengatur
yang dilakukan oleh Pembuat Undang-undang
42
43
tersebut dimungkinkan, karena baik oleh TAP-TAP
MPR yang ada maupun oleh Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 hal itu tidak dilarang.
Apakah dari segi politik hukum hal itu dapat
dibenarkan hanyalah MPR sendiri nanti yang dapat
menilainya, karena pendelegasian wewenang
tersebut merupakan suatu ketentuan Undang-
undang.
Karena wewenang ·yang didelegasikan secara
terbatas itu merupakan wewenang untuk mengatur
(legislative power) seperti yang dimiliki oleh
Pembuat Undang-undang sendiri, maka oleh para
delegataris tersebut dllaksanakan perbuatan
hukum dengan mengeluarkan suatu Keputusan
Bersama suatu produk legislatif yang berke-
dudukan sebagai suatu peraturan umum yang
bersifat mengikat seperti peraturan umum yang
bersifat mengikat lainya yang sudah dikenal dalam
TAP MPRS Nomor XX tahun 1966.
2. Kedudukan Hukum Keputusan Bersama.
Walaupun formal Keputusan Bersama tidak
disebutkan dalam TAP MPRS Nomor XX tahun
1966 namun tidak berarti bahwa Keputusan
Bersama demikian itu batal demi hukum atau tidak
berdasar hukum.
Memang bentuk pendelegasian wewenang
untuk mengatur seperti ir1i merupakan h~I yan~
baru dan dapat dikatakan merupakan suatu movasi
Pembuat unoanq-undans sekarang yang belum
pernah dilakukannya. Lebih-lebih kalau dilihat
delegasi wewenang untuk mengatur itu diberikan
kepada alat-alat perlengkapan Negara yang berada
dalam dua linqkunqan kekuasaan Negara yang
berbeda. Suatu hal yang belum terbayangkan
semasa memutuskan TAP MPRS Nomor XX tahun
1966.
Hal mana tidaklah mengherankan, karena
segala sesuatu dalam kehidupan masyarakat itu
apabila sudah dirumuskan dalam bentuk rumusan•
rumusan tertulis seperti TAP MPRS Nomor XX
tahun 1966 tersebut tentu akan bersifat tetap.
Sebaliknya keadaan serta roda kehidupan
dalam masyarakat sendiri termasuk roda
kehidupan dalam dunia Pembuatan Undang-
undang maupun pemerintahan, selalu bergerak
dan berkembang meju terus karena harus
menyesuaikan dengan keadaan-keadaan dan
hubungan kemasyarakatanyang baru yang rnenuju
ke arah pergeseran nilai-nilai.
Karena itu baik dunia Pembuat Undang-undang
maupun pemerintahandalam menghadapi keadaan
dan kenyataan hidup dalam masyarakat yang
kongkrit sering mengharuskan diadakannya
pengaturan-pengaturan maupun tindakan-tindakan
pemerintahan dalam bentuk-bentukyang baru pula
yang semulatidak pernahdigambarkansebelumnya.
Sepanjang kehidupan masyarakat ini masih
berjalan, maka pada suatu saat akan terjadi
44
45
perubahan yang melahirkan instrumentaria
pemerintahan maupun perundang-undangan yang
sebelumnya belum ada. Orang mengatakan "de
wet hingt altijdachter de feit en een".
Karena itu dapat dimengerti produk legislatif
seperti Keputusan Bersama ini formalnya belum/
tidak memperoleh tempat dalam tata urutan
sebagaimana yang dimaksud dalam TAP MPRS
tersebut.
Hal mana tidak beranti, bahwa hanya karena
tidak adanya tempat dalam tata urutan tersebut
lalu harus diartikan Keputusan Bersama itu tidak
mempunyai dasar hukum atau dasar hidup dalam
dunia perundang-undangan· kita. Sebab dasar
existensinya bukan terletak di dalam TAP MPRS
itu, melainkan di dalam Pasal 54 ayat (4) Undang-
Undang No. 2 Tahun 1986. ·
Kalau dilihat bahwa karena produk legislatif
yang berbentuk Keputusan Bersama ini dikeluarkan
oleh alat perlengkapan Negara yang berada dalam
dua lingkungan kekuasaan Negara yang berbeda
dan mengikat salah satu unsur penciptaannya
adalah Ketua Mahkamah Agung, maka sudah jelas
kedudukan produk legislatif ini adalah berada di
atas suatu Peraturan Menteri seperti yang
disebutkan dalam tata urutan Perundang-undangan
menurut TAP MPRS Nomor XX tahun 1966
tersebut.
3. Pengawasan Administratif. Materi yang
diatur dalam Keputusan Bersama yang berupa tata
cara pengawasan dan penindakan serta pembelaan
diri Penasehat Hukum ini merupakan sebagian dari
pada tugas dan wewenang umum yang merupakan
sebagian dari pada tugas dan wewenang umum
yang oleh Pasal 36 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 dibebankan kepada Mahkamah Agung
dan Pemerintah untuk melakukan pengawasan
atas Penasehat Hukum dan Notaris.
Tugas dan wewenang pengawasan yang
bersifat umum tersebut merupakan tugas dan
wewenang di bidang tata usaha negara/
administrasi/Pemerintahan dan bukan tugas dan
wewenang di bidang peradilan, karena tugas
justisial pada dasarnya tidak mungkin dilaksanakan
oleh Mahkamah Agung bersama Pemerintah.
Lagi pula pembebanan suatu tugas justisial
tentu tidak cukup dirumuskan dengan satu katirnat
pendek seperti itu, karena untuk dapat melakukan
tugas justisial yang harus berkedudukan bebas,
masih banyak persyaratan-persyaratan yang perlu
dirumuskan ketentuan-ketentuannya.
Karena Keputusan Bersama yang mengatur
tentang tata cara pengawasan dan penindakan
serta pembelaan diri Penasehat Hukum ini juga
merupakan peraturan tentang pengawasan yang
bersifat administratif yang pada dasarnya berbeda
dengan pengawasan yang bersifat justisial yang
46
I
_
47
48
dilakukan oleh Badan-badan Pengadilan seperti
yang pernah dikenal pada waktu Pasal 192 R.O.
masih berlaku.
Sekalipun para Pejabat Tata Usaha Negara
yang diberi tugas untuk melaksanakan
pengawasan itu, tugas pokoknya sehari-hari adalah
sebagai Hakim atau Pejabat yang melaksanakan
tugas peradilan, namun hal itu tidak mengurangi
sifat dan tugas pengawasan yang harus
dilaksanakannya yang pada dasarnya berbeda
dengan pelaksanaan tugas Hakim dalam mengadili
dan memutus suatu perkara.
Selanjutnya perlu diingat bahwa pengertian
pengawasan administratif yang harus dilakukan
oleh para Ketua Pengadilan itu seperti halnya
pengertian pengawasan pada umumnya tentu pada
dirinya sudah mengandung wewenang untuk
mengenakan suatu penindakan apabila diperlukan.
Sebab wewenang melakukan pengawasan tanpa
kemungkinan untuk mengenakan sesuatu
penindakan adalah sama dengan orang menonton
sandiwara.
Keputusan yang diambilnya dalam rangka
pengawasan administratif ini juga merupakan
keputusan tata usaha negara/administrasi, dan
bukan suatu keputusan Pengadilan.
Sanksi yang dijatuhkannya pun bukan
merupakan pidana melainkan suatu penindakan
yang bersifat administratif.
47
48
Pengawasan ini juga bukan merupakan
pengawasan politis karena pengawasan demikian
itu hanya dilakukan oleh lembaga perwakilan rakyat.
Pengawasan yang bersifat administratif ini oleh
Undang-undang ditentukan harus dilakukan secara
bertingkat dan pelaksanaannya ditugaskan kepada
para Pejabat Tata Usaha Negara dalam lingkungan
Peradilan Umum, yaitu para Ketua Pengadilan
Negeri, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah
Agung serta berakhir pada Menteri Kehakiman.
Sedang para Ketua Pengadilan di luar Lingkungan
Peradilan Umum diwajibkan membantu jalannya
pengawasan tersebut.
Pengawasan administratif ini hanya berlaku
terhadap para individu Penasehat Hukurn yang
memberikan bantuan atau nasehat hukum dalam
bentuk apapun baik sebagai mana pencarian atau
tidak; artinya kegiatan memberikan bantuan atau
nasehat hukum tersebut merupakan pekerjaannya
sehari-hari sebagai profesi.
Kegiatan profesi sehari-hari tersebut dapat
dilakukan baik di luar maupun di muka sidang
peradilan.
Kegiatan profesi di luar peradilan tersebut ada
yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan
dengan suatu perkara, baik yang potensial maupun
yang tidak potensial untuk menimbulkan suatu
perkara; baik yang akan atau sedang diproses di
muka peradilan.
4. Agar pengawasan administratif terhadap para
Penasehat Hukum ini dapat dilakukan secara
saksama, seefektif, fair dan seadil mungkin, tanpa
mengabaikan segi perlindungan hukum bagi
mereka yang mungkin akan dikenakan suatu
tindakan administratif, maka dalam Keputusan
Bersama ini juga diusahakan sejauh mungkin diatur
berlakunya prinsip-prinsip prosedur pengawaan
yang obyektif yang dijiwai oleh azas-azas yang
dijunjung tinggi dalam negara hukum, yaitu prinsip-
prinsip : "that a man may not be a judge in his
own cause" serta "that a man many not be
condemned unheard".
Dengan berpegang kepada pada penjabaran
dalam rumusan prinsip-prinsip itu dalam Keputusan
Bersama in diharapkan dapat dihindarkan
terjadinya tindakan sewenang-wenang oleh para
Pejabat pelaksananya.
Oleh karena itu dalam Keputusan Bersama
ini ditentukan antara lain :
a. bahwa pengawasan itu harus dilakukan secara
bertingkat dalam bentuk kemungkinan
diajukannya banding administratif kepada
Ketua Pengadilan Tinggi terhadap keputusan
administratif di tingkat pertama yang
dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri
yang bersangkutan;·
b. bahwa pada setiap tingkat pengawasan
sebelum dilakukan sesuatu penindakan
49
., ....
50
kepada Penasehat Hukum yang bersangkutan
diberi kesempatan sepenuhnya untuk menge-
mukakan pendapat serta pembelaan dirinya
terhadap hal-hal yang memberatkan dirinya.
c. bahwa wewenang untuk melakukan penin-
dakan harus dilakukan berturutan dan yang
paling ringan lebih dahulu ke arah yang lebih
berat sifatnya dan penindakan pada masing-
masing tingkat ditentukan batas-batasnya; Hal
mana tidak pula mengurangi kemungkinan
pengusulan penindakan yang lebih berat
kepada Menteri Kehakiman melalui Ketua
Mahkamah Agung apabila dipandang perlu
oleh Pejabat pelaksananya.
d. bahwa dalam rangka perlindungan hukum
serta pengawasan terhadap penerapan hukum
serta kebijaksanaan yang dilakukan oleh
instansi-instansi bawahannya, Ketua
MahkamahAgung tanpa diminta oleh siapapun
dapat membatalkan secara spontan, ataupun
memperbaiki keputusan-keputusan yang berisi
penindakan administratif yang telah
dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi
dalam tingkat banding administratif.
e. bahwa kemudian bentuk penindakan yang
paling beratpun hanya dapat dilakukan oleh
Menteri Kehakiman setelah ada usul/pendapat
dari Ketua Mahkamah Agung dan mendengar
organisasi profesi yang bersangkutan.
5. Pengawasan administrasi menurut Keputusan
Bersama ini tidak menghapuskan atau menangkal
berlakunya sistem pengawasan lain berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
terhadap tingkah laku ataupun perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang Penasehat Hukum.
Oleh karena itu apabila suatu perbuatan
seorang Penasehat Hukum itu selain merupakan
pelanggaran terhadap laranqan-laranqan atau
keharusan-keharusan seperti yang dirumuskan
dalam Pasal 3 Keputusan Bersama ini juga
memenuhi suatu delik pidana atau dianggap telah
merugikan hak-hak subyektif seseorang, maka
tidak tertutup kemungkinan dilakukannya/terjadinya
tuntutan pidana atau gugatan perdata terhadap
dirinya.
Dalam kaitan pengawasan yang harus
dilakukan terhadap kegiatan profesi Penasehat
Hukum tersebut perlu dipahami dan ditegaskan
maksud dan penjelasan Pasal 36 Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 yang menentukan :
"Pada umumnya pembinaan dan pengawasan
atas Penasehat Hukum dan Notaris berada di
bawah pengawasan Mahkamah Agung;
Dalam rnetakukan pengawasan itu Mahkamah
Agung dan Pemerintah menghormati dan menjaga
kemandirian Panasehat Hukum dan Notaris dalam
melakukan tugas [abatannya;
Dalam hat dipertukan penindakan terhadap diri
seorang Penasehat Hukum atau seorang Notaris
51
1
yang berupa pemecatan dan pemberhentian
termasuk pemberhentian sementara organisasi
profesi masing-masing terlebih dahulu didengar
pendapatnya".
Alenia pertama dari penjelasan Pasal itu lebih
mempertegas, bahwa pengawasan terhadap
kegiatan profesi Penasehat Hukum itu benar
bersifat administratif bukan pengawasan yang
bersifat justisial karena merupakan suatu tugas
bidang pemerintahan. Karena itu jalannya jalur
pengawasan tersebut sudah tepat seperti yang
diatur dalam Keputusan Bersama ini.
Alenia kedua dari penjelasan pasal itu juga
lebih menegaskan, bahwa jalur pengawasan
menurut hukum acara peradilan yang berlaku
tetap berjalan utuh, sehingga wewenang
pengawasan Mahkamah Agung dalam ruang
lingkup sebagai Hakim Kasasi berjalan pula
secara baik.
Hal ini berarti, bahwa pelaksanaan dan
perwujudan kegiatan-kegiatan para Penasehat
Hukum yang ada kaitannya dengan penyelesaian
suatu perkara sampai tuntas tetap tunduk
kepada hukum acara yang bersangkutan dan
pengawasannya pada tingkat pertama juga
berjalan menurut prosedur hukum acara yang
sedang diterapkan yang akhirnya segala
sesuatunya berada dalam pengawasan tertinggi
dan terakhir pada Mahkamah Agung.
"52
Dalam pada itu dapat terjadi, bahwa selama
pelaksanaan kegiatan yang ada kaitannya dengan
penyelesaian suatu perkara yang tunduk pada
pengawasan menurut hukum acara yang
bersangkutan itu, ada perbuatan atau tingkah laku
seorang Penasehat Hukum yang selain melanggar
tata tertib beracara yang seharusnya tidak terjadi
karena melanggar dan apa yang diatur dalam
ketentuan Pasal 3 Keputusan Bersama ini.
. Dalam hal demikian penertiban melalui
ketentuan hukum acara baik dalam persidangan
yang harus dilakukan oleh Ketua Sidang
Pengadilan maupun oleh Ketua Pengadilan Negeri
sendiri, umpama selama eksekusi perkara perdata
berjalan, harus tetap dapat berjalan.
Tetapi disamping itu apabila dianggap perlu
juga tidak tertutup kemungkinan diterapkannya
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Keputusan
Bersama ini yang harus dilakukan oleh Ketua
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan Penasehat Hukum yang bersangkutan.
Dan kalau kebetulan perbuatan itu dilakukan
oleh seorang Penasehat Hukum sewaktu ia sedang
beracara di muka Pengadilan di luar daerah
hukumnya, maka perbuatan yang melampaui batas
yang dapat diterti.bkan menurut hukum acara tersebut oleh Majelis yang bersidang dllaporkan
kepada Ketua Pengadilan tersebut di mana sidang
itu dilakukan untuk kemudian oleh Ketua
Penqadilan tersebut dilaporkan kepada Ketua
53
- , 1. - -· • ~ .J I
Pengadilan di tempat kediaman Penasehat Hukum
yang bersangkutan yang pertama-tama yang
berwenang memulai melakukan penelitian akan
kebenaran perbuatannya yang dianggap
melanggar itu.
Alinea ketiga merupakan kewajiban bagi para
Pejabat Tata Usaha Negara yang dibebani dengan
tugas pengawasan atas Penasehat Hukum
menurut Keputusan Bersama ini untuk selalu
menjaga dan menghormati kemandirian Penasehat
Hukum di dalam menjalankan tugas jabatan
masing-masing.
Kemandirian tersebut memang merupakan
salah satu perwujudan atau bentuk dari kebebasan
mengeluarkan pendapat yang selain diakui di
mana-mana juga merupakan hal yang dijamin
eksistensinya oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Namun hendaknya diingat, bahwa isi maupun
perwujudan dari pengertian kemandirian tersebut seperti hak-hak kemanusiaan lainnya adalah tidak
I sama di tiap negara.
Sudah tentu tidak dapat kita terima
kemandirian suatu kehidupan profesi apapun yang
sifatnya bebas tanpa batas.
Dalam alam kehidupan demokrasi menurut
Pancasila kita kemandirian Penasehat Hukum
dalam menjalankan tugas jabatannya itu harus
diwujudkan dalam perbuatan, sikap, tingkah laku
maupun ucapan-ucapanyang dapat dipertanggung
54
jawabkan menurut ukuran-ukuran yang dapat
diterima dalam masyarakat kita sendiri.
Secara singkat dapat dikatakan apapun yang
dilakukan oleh seorang Penasehat Hukum dalam
kegiatan profesinya itu hendaknya dilakukan
dengan cara zakelijk, proporsional, baik, tertib,
sopan dan bertanggung jawab.
Alinea keempat dari penjelasan pasal tersebut
mengharuskan kepada para Pejabat Tata Usaha
Negara yang dibebani tugas pengawasan agar
sebelum mengenakan sesuatu penindakan yang
berupa pemecatan dan pemberhentian, termasuk
pemberhentian sementara organisasi profesi yang
bersangkutanterlebih dahulu didengar pendapatnya.
Sayang, bahwa tidak setiap Penasehat Hukum
itu dalam kenyataannya sudah menjadi anggota
suatu organisasi profesi Penasehat Hukurn,
sehingga keharusan tersebut hanya dapat dipenuhi
manakala yang bersangkutan ada induk organisasi
profesinya.
6. Pengawasan yang dilakukan atas para Penasehat
Hukum ini harus bersifat membimbing dan
membina yang diantaranya diwujudkan dengan
diadakannya pertemuan-pertumuan baik di tingkat
Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Tinggi
maupun di Tingkat Pusat. ,
Nama usaha membina dan rnemblmblng ~:\
tersebut harus berJalan secara wajar dan
55 '.J
proporsional sifatnya sehingga kalau dipandang-
perlu kemungkinan penerapan sanksi-sanksi
administratif yang tersebut dalam Pasal 4 tetap
harus dapat ditetapkan sekalipun harus dilakukan
dengan sangat hati-hati serta saksama.
7. Setiap Penasehat Hukum itu seperti halnya
angota masyarakat lainnya memiliki
kebebasan untuk bergabung atau tidak dalam
suatu organisasi pro- fesi yang merupakan suatu
organisasi masyarakat.
Pengawasan terhadap berbagai macam
organisasi masyarakat yang dibentuk oleh
mereka yang berprofesi sebagai Penasehat
Hukum tidak tunduk kepada ketentuan-ketentuan
Keputusan Bersama ini, melainkan tunduk kepada
ketentuan - ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985.
8. Sesuai dengan maksud dan istilah '1Penasehat
Hukum" dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor
14 tahun 1970, Keputusan Bersama ini atas dasar
ukuran Pejabat mana yang dasarnya telah
mengeluarkan izin untuk berpraktek hukurn
membedakan mereka yang sehari-hari berprofesi
sebagai Penasehat Hukum hanya dalam dua
golongan, yaitu :
a. para Pengacara Advokad yang telah diangkat
oleh Menteri Kehakiman dan atas dasar itu
memperoleh izin melakukan kegiatan
berpraktek hukum di manapun.
56
b. para Pengacara Praktek yang diberi izin oleh
para Ketua Pengadilan linggi untuk berpraktek
hukum di dalam daerah Hukum Pengadilan
Tinggi yang bersangkutan.
Baik para Advokat maupun para Pengacara
Praktek tersebut masing-masing tempat kedudukan
yang sudah ditentukan dalam surat keputusan
pengangkatannya atau surat "izin praktek" yang
dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi
setempat.
Semenjak mereka mengucapkan sumpah
profesinya di muka Ketua Pengadilan Tinggi
setempat, nama mereka terdaftar baik kepada
Kepaniteraan Pengadilan Tinggi tersebut maupun
pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri di mana
tempat kedudukannya ditentukan.
Hanya Penasehat Hukum yang namanya
terdaftar pada suatu Pengadilan Tinggi/Negeri
sajalah yang dapat dibenarkan beracara di muka
Pengadilan sesuai dengan maksud surat
keputusan pengangkatannya atau "surat izin
praktek" yang dipegangnya.
Hal itu perlu dilakukan mengingat kepentingan
rakyat pencari keadilan yang umumnya
mendambakan agar kepentingannya di muka
Pengadilan yang mengandung banyak liku-liku
hukumnya itu hanya dibela dan dibantu dan di
bidang hukum oleh mereka yang selain benar•
benar mampu dan trampil serta menguasai segala
57
aspek hukum juga memiliki semangat pengabdian,
dedikasi, rasa tanggung jawab dan integritas
pribadi yang tinggi.
Karena itu lambat laun harus dicegah
kecendrungan yang banyak terjadi dalam praktek,
karena alasan kesibukan lalu diberikannya
kebebasan kepada kuasa prinsipal untuk menunjuk
sembarang orang sebagai kuasa substitusi yang
sebenarnya tidak memiliki kwalitas sebagai
Penasehat Hukum. Karena hal itu selain tidak
menunjang sudah terwujudnya keinginan rakyat
banyak pencari keadilan tersebut juga sering
mepghambat diwujudkannya proses peradilan yang
cepat dan tepat.
Semenjak mereka mengucapkan sumpah
profesinya dan berada serta bekerja pada alamat
di tempat kedudukan yang ditentukan mereka
dianggap telah mulai dengan kegiatan profesinya
sebagai Penasehat Hukum dengan beracara baik
di muka maupun di luar Pengadilan.
9. Dalam kenyataan baik para Advokat maupun para
Pengacara Praktek itu di dalam melaksanakan
kegiatan profesinya sebagai Penasehat Hukum
dapat bergabung dalam persekutuan-persekutuan
Penasehat Hukum dengan berbagai macam nama
sebagai kantor atau tempat mereka bekerja.
Keanggotaan dan persekutuan Penasehat
Hukum demikian itu dapat terdiri dari para Advokat
maupun para Pengacara Praktek. · ·
58
Guna tertibnya jalannya pengawasan, maka
tiap persekutuan Hukum demikian itu didaftar
menurut formulir isian yang ditentukan baik pada
Kepaniteraan Pengadilan Tinggi maupun
Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat.
Para Penasehat Hukum tersebut dalam
menjalankan profesinya sehari-hari ada yang
semata-mata bertujuan untuk memberikan jasa
Hukum kepada para pencari keadilan yang tidak
mampu tanpa meminta sesuatu imbalan atau jasa
dalam bentuk apapun serta ada pula yang
menjalankan kegiatan profesi itu sebagai suatu
bentuk mata pencaharian sehari-hari.
10. Norma-norma yang dirumuskan dalam Pasal 3
Keputusan Bersama merupakan norma-norma
yang bersifat umum yang isi pengertian tetapnya
baru akan berbentuk setelah nanti terjadi
Jurisprudensi administratif yang bersifat tetap.
11. Bentuk-bentuk penindakan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 4 dilakukan sebagai
berikut :
A. Ketua Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan
Penasehat Hukum yang bersangkutan yang
pertama-tama berwenang menerapkan penindakan menurut Keputusan Bersama ini seperti yang tersebut pada ayat a, b dan c
saja.
59 ±ii"""~.
60
ltupun harus dilakukan menurut tata urutan,
yaitu penindakan a dahulu sebelum
mengenakan penindakan tersebut b.
Penindakan pemberhentian sementara
tersebut c dikenakan dengan minimum 3 bulan
dan maximum 6 bulan.
Di samping itu jika terdapat cukup alasan yang
memberatkan, Ketua Pengadilan Negeri
walaupun baru berwenang mengenakan
penindakan tersebut a, ia juga berwenang
untuk mengusulkan penindakan yang lebih
berat (penindakan d dan e) sebagaimana
dimaksud dalarn Pasal 15.
B. Wewenang Ketua Pengadilan Tinggi dalam
tingkat banding administratif adalah :
a. membatalkan keputusan administratif
Ketua Pengadilan Negeri yang telah
mengenakan penindakan tersebut butir c, atau
b. memperbaiki penindakan yang telah
dikenakan tersebut butir c; artinya hanya
memperbaiki mengenai lamanya masa
pemberhentian sementara yang dikenakan;
Dalam hal yang dikenakan tindakan
administratif itu seorang Advokat, rnaka
disamping mengadakan perbaikan atas
keputusan Ketua Pengadilan Negeri yang
banding itu, apabila ada alasan-alasan yang
cukup memberatkan ia juga berwenang
mengusulkan penindakan yang lebih berat (d
atau e) seperti yang dimaksud dalam Pasal
16.
Khusus mengenai para Penasehat Hukum
yang berstatus Pengacara Praktek hendaknya
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Para Pengacara Praktek adalah mereka yang
memperoleh "izin berpraktek hukum" oleh
Ketua Pengadilan Tinggi setempat. Mereka itu
juga ditunjuk tempat kedudukannya oleh Ketua
Pengadilan Tinggi yang bersangkutan.
Daerah di mana mereka melakukan praktek
hukum tersebut hanya berlaku dalam daerah
hukum Ketua Pengadilan Tinggi yang menge-
luarkan "izln praktek" yang bersangkutan.
Karena merek sudah pernah lulus dalam ujian
hukum yang pernah dilakukan oleh Pengadilan
Tinggi setempat, rnaka mereka juga dapat
berpraktek hukum/membela perkara di muka
Lingkungan Peradilan yang lain yang berada
dalam wilayah hukum Ketua PengadilanTinggi
yang mengeluarkan "izin praktek" untuknya.
Karena mereka itu tidak diangkat oleh
Menteri Kehakiman '
maka sebelum hal in. i
diatur kemudian dalam peraturan Menten,
maka Ketua Pengadilan Tinggi dalam tingkat
banding administratif berwenang untuk
61
62
mengenakan penindakan sampai tingkat
penindakan yang terberat (Pasal 4 sub e)
terhadap seorang Pengacara Praktek.
Namun wewenangnya tersebut tetap
tunduk kepada pengawasan spontan yang
dapat dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung
menurut Pasal 14 ayat ( 1) Keputusan Bersama
ini yang mungkin juga usul atau saranya
datang dari Menteri Kehakiman sendiri.
Bagi Ketua Pengadilan Negeri berwenang
penindakan terhadap Pengacara Praktek yang
dapat ia perlakukan tidak berbeda dengan
kemungkinan yang dapat ia lakukan terhadap
advokat.
C. Wewenang Ketua Mahkamah Agung dalam
pengawasan spontan yang dilakukannyapun
terbatas pada pembatalan, perbaikan
Keputusan Ketua Pengadilan Tinggi di tingkat
administratif mengenai lamanya pemberhen-
tian sementara yang hanya bergerak antara
minimum 3 bulan sampai 6 bulan seperti yang
dimaksud dalam Pasal 4 sub c.
Di samping itu bila terdapat cukup alasan
yang memberatkan baik atas dasar
penilaiannya sendiri atau atas dasar
persetujuan yang diberikannya atas usul-usul
yang datang dari Ketua Pengadilan Negeri
atau Ketua Pengadilan Tinggi menurut Pasal
15 atau Pasal 16 Ketua Mahkamah Agung
I
l . I
dapat mengusulkan penindakan yang lebih t
berat kepada Menteri Kehakiman seperti yang
tersebut dalam Pasal 4 d maupun e.
I I
B. PETUNJUK ADMINISTRASI
Untuk kemudahan dan keseragaman administrasi
pelaksanaan pengawasan ini hendaknya formular-
formulir terlampir digunakan :
1. Tiap langkah permulaan ke arah pengawasan dan
penindakan terhadap seorang Penasehat Hukum
menurut Pasal 5 dan 6 Keputusan Bersama ini,
agar seragam bentuknya serta memudahkan cara
pengadministrasiannya hendaknya digunakan
contoh formulir 1. serta jangan dilupakan hal-hal
yang tersebut pada catatan di bawahnya.
2. Apabila setelah dinyatakan penelitian secukupnya
dianggap tidak perlu dilakukan penindakan lebih
lanjut, maka contoh formulir 2. digunakan untuk
menyampaikan pemberitahuan kepada Penasehat
Hukum yang bersangkutan menurut Pasal 8
Keputusan Bersama.
3. Dalam hal hendak dilakukan penegoran menurut
Pasal 9 Keputusan Bersama, maka contoh formulir
3. yang digunakan.
4. Apabila Ketua Pengadilan Negeri hendak
mengeluarkan keputusan administratif yang berisi
suatu penindakan menurut Pasal 11 Keputusan
bersama, maka contoh formolir 4 yang diguna:kan.
63
64
Dengan penyesuaian seperlunya formulir
tersebut dapat digunakan baik untuk penindakan
terhadap seorang Advokat maupun Pengacara
Praktek.
Yang perlu diperhatikan adalah Catatan dalam
contoh formulir tersebut, khusus mengenai
pertimbangan Ketua Pengadilan Negeri yang
mengeluarkan keputusan administratif yang berisi
penindakan tersebut.
5. Penyampaian salinan keputusan administratif yang
mengandung suatu penindakan perlu disampaikan
dengan suatu cara yang memberikan kepastian,
yaitu dikirim dengan surat tercatat.
Karena itu contoh formulir No. 5 yang juga berisi
pemberitahuan tentang hak Penasehat Hukum
yang dikenakan penindakan untuk mengajukan
banding administratif serta tenggang-tenggangnya
seperti yang dimaksud dalam Pasal 11 dan 12
perlu dilakukan dengan cermat.
6. Juga untuk keputusan Ketua Pengadilan Tinggi
dalam tingkat banding administratif dapat dilihat
pada contoh formulir No. 6.
Sedang surat pengantarnya, walaupun tidak
mempunyai akibat apa-apa juga dapat mencontoh
pada bentuk formulir No. 5.
7. Contoh formulir 7 hendaknya digunakan dalam hal
baik Ketua Pengadilan Negeri maupun Ketua
Pengadilan Tinggi mengusulkan penindakan yang
lebih berat (Pasal 4 d atau 3) dan penindakan
yang telah dijatuhkannya(Pasal 15 dan Pasal 16).
Tembusankepada Yth.:
1. Sdr. Menteri Ket,akiman RI
2. Sdr. Wakil Ketua Matikamah Agung RI
3. Sdr. Ketua Muda/Korwil MahkarnahAgung RI
4. Sdr-Sdr. Hawasda MahkamahAgung RI
5. Sdr-Sdr. Hakim Agung MahkamahAgung RI
6. Sdr-Sdr. Ketua Mahkamah Militer Agung
7. Sdr-Sdr. Ketua Mahmilti seluruh Indonesia
8. Sdr-Sdr. Ketua Pengadilan Tinggi Agama seluruh
Indonesia 9. Sdr-Sdr Ketua Mahmil seluruh Indonesia 10. Sdr-Sdr. Ketua PengadilanAgama seluruh Indonesia
11. Pertinggal.
65
~ j.
. ~1:1
) ,·
J
'll . ··,.11
:'
{ ( I'
r
'
Lampiran : 1 Formulir : 1 Pns.HK.
PENGAWASAN ATAS PENASEHAT HUKUM
PASAL : 5 DAN 6 K.B.
Ketua Pengadilan Negeri di .
Tanggal .
Nomor
Hal
. ··························································· : Penyampaian hal-hal yang memberatkan.
Ketua Pengadilan Negeri tersebut :
telah menerima suatu laporan/pengaduan/pemberitaan
bersifat memberatkan mengenai diri Saudara tertanggal
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . yang berasal dari
.....................................................seperti yang tertera dalam
foto copy terlampir.
atau
Setelah mengadakan pengamatan atas perbuatan-
perbuatan Saudara yang bersifat memberatkan diri Saudara
ringkasnya seperti tersebut dalam lampiran. Maka dalam
rangka tugas pengawasan yang harus dilakukan
memandang perlu untuk melakukan penelitian akan
kebenaran laporan/pengaduan/pemberitahuan/pengamatan
tersebut.
Untuk kelancaran pelaksanaan maksud tersebut,
dengan ini diminta kepada Saudara agar dalam waktu 14
hari se,telah diterimanya surat tercatat ini, menyampaikan
67
68
secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri tersebut di
atas yang berisi pendapat serta pembelaan terhadap hal•
hal yang memberatkan diri Saudara itu.
Apabila setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal pengiriman surat ini, tidak diterima berita apapun
dan Saudara, maka Saudara akan dianggap tidak
menggunakan kesempatan untuk mengadakan pembelaan
diri.
Kepada
Yth. Saudara Ketua Pengadilan Negeri
(Advokat/Pengacara Praktek) · · · · · · · · · · · · ·
JI. . .
di .
Tanda tangan
Tembusan sebagai laporan :
I. Yth. Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
2. Yth. Bapak Menteri Kehakiman RI
3. Yth. Bapak Ketua Pengadilan Tinggi di
4. Pertinggal.
Catatan :
1. Yang tidak perlu dicoret
2. Lampiran dari surat ini menyebutkan nomor dan ta~ggal
surat penyampaian laporan/pengaduan/pembentaan
yang bersangkutan, dan dapat berupa :
datang dan para Ketua Pengadilan
lingkungan Peradilan, maupun
di lain
b. Uraian singkat dan Ketua Pengadilan
sendiri sebagai hasil pengamatannya.
Negeri
3. Surat ini dikirim dengan tercatat
4. lsi surat ini dimasukkan dalam buku/kartu
Penasehat Hukum yang bersangkutan.
daftar
a. Foto copy dan laporan/pengaduan/pemberitaan
dari mana dan siapapun datangnya, termasuk yang
69
70
Kepada
Yth. Saudara ··························
(Advokat/Pengacara Praktek) Jl. di
Ketua Pengadilan Negeri ------------------------------- (Cap/tanda tangan)
1 j
I Lampiran : 2 Formulir : 2 Pns.HK.
PENGAWASAN ATAS PENASEHAT HUKUM
PASAL : 8 K.B.
Ketua Pengadilan Negeri di .
Tanggal .
Nomor
Hal
. . . : tidak perlu dikenakan tindakan pengawasan.
Ketua Pengadilan Negeri tersebut :
Setelah memperhatikan mengadakan penelitian serta
mempertimbangkan :
a. Laporan/pengaduan/pemberitaan/uraian singkat yang
bersifat memberatkan diri Saudara sebagai terlampir
pada Surat Ketua Pengadilan Negeri tanggal
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . No . . .
yang telah disampaikan kepada Saudara; serta
b. Pembelaan diri yang disertai bukti-buktl secukupnya
seperti yang telah Saudara sampaikan kepada Ketua
Pengadilan Negeri tersebut dengan surat Saudara
tanggal No .
b. Surat tersebut dikirim dengan surat tercatat.
c. lsi surat tersebut dicatat dalam buku/kartu daftar
'
Tembusan sebagai laporan :
1. Yth. Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
2. Yth. Bapak Menteri Kehakiman RI.
3. Yth. Bapak Ketua Pengadilan Tinggi di
4. Pertinggal.
Catatan :
a. Yang tidak perlu dicoret
Penasehat Hukum yang bersangkutan.
' I
71
t,
Lampiran : 3 Formulir: 3 Pns.HK.
PENGAWASAN ATAS PENAS.EHAT HUKUM
PASAL : 9 S.K.B.
Ketua Pengadilan Negeri di .
Tanggal .
Nomor
Hal
. . . : Penegoran tertulis/peringatan keras
Ketua Pengadilan Negeri tersebut, setelah :
1. Memperhatikan isi surat Ketua Pengadilan tersebut
tanggal No .
· perihal penyampaian hal-hal yang memberatkan diri
Saudara beserta la_mpiran-lampirannya;
2. Mengingat dan mempertimbangkan :
a. Jawaban/pendapat/pembelaan Saudara yang telah Saudara sampaikan secara tertulis dengan surat tanggal _. dan dapat diterima di
Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal ·· ·
, ! atau , f
b. Jawaban/pendapat/pembelaanSaudara yang telah
Saudara sampaikan secara lisan pada tanggal
································· atau
c. Karena ternyata setelah lewat 1 bulan dan tanggal
dikirimkannya surat tersebut No. 1 tidak diterima
72
I
.r. '
berita apapun dari Saudara, berpendapat, bahwa
Saudara sebagai Penasehat Hukum telah berbuat
sesuatu yang tidak terpuji yang berupa .
................................................................................
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Oleh karena itu dengan surat ini Saudara diberi
peringatan tertulis/peringatan keras dengan surat,
agar perbuatan semacam itu jangan sampai terjadi
lagi.
Kepada
Yth. Saudara Ketua Pengadilan Negeri
(Advokat/Pengacara Praktek) · · · · · · · · · · · · ·
JI. .
di .
Tanda tangan
Tembusan sebagai laporan :
I. Yth. Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
2. Yth. Bapak Menteri Kehakiman RI
3. Yth. di
Bapak Ketua Pengadilan Tinggi
4. Pertinggal.
73
74
Catatan :
1. Yang tidak perlu dicoret
2. Apa yang menjadi dasar diberikannya peringatan
tertulis/peringatan keras dengan surat agar
dipertimbangkan dengan cermat.
3. Surat kepada yang bersangkutan dikirim dengan
tercatat.
4. lsi pokok dari peringatan tertulis/peringatan keras
dengan surat dimasukkan dalam buku/kartu daftar
Penasehat Hukum yang bersangkutan.
diri Penasehat Hukum bernama
............................ ;
Lamplrah ~ 4 fgrmtJlir : 4 Pns.HK.
PENGAWASAN ATAS PENASEHAT HUKUM
PASAL : 11 K.B.
SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI
DI ···················································································
Dikeluarkan tanggal : .
Nomor
Hal
. ·····································································
: Penindakan administratif.
Ketua Pengadilan Negeri tersebut, setelah :
1. Memperhatikan :
a. Surat Ketua Pengadilan tersebut No ..
................... tanggal .
perihal penyampaian hal-hal yang memberatkan
..
b. Pembelaan diri terhadap hal-hal yang tersebut
pada butir : a sebagaimana diuraikan secara lisan
atau secara tertulis tersebut dalam surat Penasehat
Hukum terse but tanggal · · .. · .. · · · · · · · · · .. · · · · .. · · · ·
beserta bukti-bukti lampirannya;
atau
c. Setelah lewatnya tenggang waktu 30 (tiga puluh)
hari semenjak dikirimkannya surat tersebut pada
butir a, tidak diterima berita apapun dan Penasehat
Hukum tersebut;
75
76
2. Mempertimbangkan :
.......................................................................................
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
·······················································································
······················································································· {disini diuraikan pertimbangan-pertimbangan Ketua
Pengadilan Negeri yang bersangkutan yang pada
akhirnya berkesimpulan, bahwa ia memandang perlu
untuk mengenakan sesuatu tindakan terhadap
Penasehat Hukum yang bersangkutan, karena
perbuatan-perbuatannya merupakan salah satu atau
lebih dari perbuatan/tingkah laku sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 3 KB; qualifikasi dari
Perbuatan/sikap/ucapan yang tidak terpuji disebutkan
dalam pertimbangan. Hendaknya diingat, bahwa penin-
dakan menurut Pasal 11 KB ini baru dapat dikenakan
apabila Penasehat Hukum tersebut pernah dikenakan
penindakan yang tersebut Pasal 4 a atau b).
3. Mengingat Pasal 3, 4, 9 dan 11 Keputusan Bersama
Ketua Mahkamah Agung Nomor KMA 005/SKBNll/1987
dan Menteri Kehakiman Nomor M.03-PR.08.05 Tahun 1987;
Memutuskan :
1. Memberhentikan untuk sementara Penasehat Hukum
bernama yang menurut SK Menteri
Kehakiman tanggal · · · ·
Nomor telah diangkat sebagai
Pengacara/Advokat dan berkedudukan di JI. .
...............................................................selama . bulan
sebagai Penasehat Hukum.
(Kalau yang bersangkutan diberhentikan untuk semen-
tara darijabatannya itu seorang PengacaraPraktek, maka
yang disebutkan adalah nomor dan tanggal izin praktek
yang dimiliki Pengacara Praktek yang bersangkutan);
2. Memperhatikan kepada Panitera Pengadilan Negeri di
agar salinan surat keputusan ini dikirim dengan surat
tercatat kepada Penasihat Hukum yang bersangkutan.
Ketua Pengadilan Negeri tersebut,
(Tanda tangan)
Tembusan sebagai laporan :
I. Yth. Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
2. Yth. Bapak Menteri Kehakiman RI.
3. Yth. Bapak Ketua Pengadilan Tinggi di ..................................................
4. Pertinggal.
Catatan :
1. Yang tidak perlu dicoret
2. Pertimbangan diusahakan sejelas dan sekonkrit
mungkin dengan tidak melupakan qualifikasinya.
3. lsi keputusan penindakan ini dicatat dalam buku/kartu
daftar Penasehat Hukum yang bersangkutan.
77
Lampiran : 5 Formulir : 5 Pns.HK.
PENGAWASAN ATAS PENASEHAT HUKUM
PASAL : 11 dan 12 K.B.
Panitera Kepala Pengadilan Negeri di
................................................................................
Tanggal
Nomor
Hal
. . .
. . . : Surat pengantar/penyampaian surat
keputusan.
Bersama ini disampaikan kepada Saudara Surat
Keputusan Ketua Pengadilan Negeri di .
tang gal Nornor : .
yang berisi penindakan administrasi terhadap diri Saudara.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Keputusan Bersama
Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman tanggal
6 Juli 1987, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah
dikirimkannya surat keputusan ini, Saudara dapat
mengajukan banding administratif kepada Ketua Pengadilan
di dengan suatu surat melalui
Ketua Pengadilan Negeri.
Apabila setelah dikirimkannya surat ini, jangka waktu
30 (tiga puluh) hari tersebut telah lewat tidak diterima
permohonan banding administratif dari Saudara, maka
penindakan administratif terhadap Saudara tersebut mulai
berlaku dan bersifat mengikat.
78
79
Kepada
Yth. Saudara Ketua Pengadilan Negeri
(Advokat/Pengacara Praktek) ·
JI. .
di . (Cap/tanda tangan)
Tembusan sebagai laporan :
1. Yth. Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
2. Yth. Bapak Menteri Kehakiman RI
3. Yth. Bapak Ketua Pengadilan Tinggi
di .
4. Pertinggal.
Catatan :
1. Yang tidak perlu dicoret
2. Data pengiriman dicatat dalam buku/kartu daftar
Penasehat Hukum yang bersangkutan.
Lampiran : 6 Formulir : 6 Pns.HK.
PENGAWASAN ATAS PENASEHAT HUKUM
PASAL : 13 K.B.
KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN TINGGI DI
....................................................................................... Dikeluarkan tanggal : .
Nomor
Hal
. . . : Keputusan banding administratif.
Ketua Pengadilan Tinggi tersebut, setelah :
1. Memperhatikan :
a. Surat permohonan banding administratif yang diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri di . · · · · · · · · · pada tanggal yang
diajukan oleh Penasehat Hukum yang berdasarkan
SK Menteri Kehakiman tanggal .
Nornor adalah seorang
Advokat (atau oleh Penasehat-penasehat Hukum
yang berdasarkan surat izin praktek yang
dikeluarkan Ketua Pengadilan Tinggi di · · ·
..................···················· tanggal .
Nomor ........................................ adalah seorang
Pengacara Praktek), yang dilampiri dengan
alasan-alasan bandingnya serta bukti-bukti untuk
menguatkannya;
80
21 81
b. Surat Keputusan Administratif Ketua Pengadilan
Negeri terse but tanggal .
Nomor . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . yang amarnya
berbunyi: .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . " . c. Hari tanggal pengiriman Surat Keputusan
Administratif Ketua Pengadilan Negeri tersebut;
2. Mempertimbangkan : ....................................................................................... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(disini diuraikan pertimbangan-pertimbangan Ketua
Pengadilan Tinggi mengapa ia menguatkan/memper-
baiki/membatalkan Keputusan Administratif yang
dibanding itu. Jangan dilupakan pertimbangan-pertim-
bangan tentang tenggang banding, kwalifikasi dan
perbuatan yang dianggap telah dilakukan oleh Pena-
sehat Hukum yang dikenakan tindakan administratif.
Perbaikan yang mungkin dilakukan dalam tingkat
banding ini hanyalah mengenai kwalifikasi perbuatan
dan lamanya (bulan) pemberhentian Sementara yang
dijatuhkan seperti tersebut pada Pasal 4 c KB).
3. Mengingat : Pasal 3, 4 dan 13 Keputusan Bersarna
Ketua MahkamahAgung Nomor KMA 005/SKBNH/1987
dan Menteri Kehakiman Nomor M.03-PR.08.05 Tahun
1987;
Memutuskan :
1. Menguatkan Keputusan Administratif Ketua Pengadilan
Negeri di Tanggal .
Nomor yang amarnya
berbunyi : .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . " .
atau
Memperbaiki Keputusan Administratif Ketua Pengadilan
Negeri di Tanggal .
Nomor sehingga amarnya
rneniadl : ~ .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (Perbaikan mengenai lamanya pemberhentian semen•
tara);
2. Mengirimkan seluruh berkas yang berkenaan dengan
keputusan administratif ini kepada yang terhormat
Bapak Ketua Mahkamah Agung;
atau
A. Membatalkan Keputusan Administratif Ketua
Pengadilan Negeri di · · · · · · · · · · · · · · · · · · .. · · · · · · · · · · · · ·
82
Tanggal Nornor .
........................... tersebut;
B. Berpendapat, bahwa terhadap Penasehat Hukum
bernama terse but tidak perlu
dikenakan penindakan administratif;
C. Mengirimkan seluruh berkas yang berkaitan
dengan keputusan administratif ini kepada yang
terhormat Bapak Ketua Mahkamah Agung;
D. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Tinggi
di agar salinan Keputusan
ini disampaikan dengan surat tercatat kepada
Penasehat Hukum yang bersangkutan.
Ketua Pengadilan Tinggi di
(Tanda tangan)
Tembusan sebagai laporan :
1. Yth. Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
2. Yth. Bapak Menteri Kehakiman RI
3. Yth. Bapak Ketua Pengadilan Tinggi
di ....................................... 4. Pertinggal.
83
Catatan :
1. Yang tidak perlu dicoret;
2. Salinan surat keputusan dikirim dengan surat tercatat
kepada Penasehat Hukum yang bersangkutan;
3. lsi keputusan administratif dimasukkan dalam buku/
kartu daftar Penasehat Hukum yang bersangkutan.
84
Lampinan : 7 Formulir : 7 Pns.HK.
PENGAWASAN ATAS PENASEHAT HUKUM
PASAL : 15 dan 16 K.B.
Kepada Yth.
Bapak Menteri Kehakiman RI
melalui
Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
di
Jakarta
Dengan hormat,
Pada tanggal . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . kami : KetuaPengadilan Negeri /
Tinggi di1 .
"Memberikan tegoran dengan lisan/tertulis sebagaimana
terlampir ; atau
"Memberikan peringatan dengan keras dengan surat
sebagaimana salinannya terlampir; atau
"Mengeluarkan keputusan administratif/banding administratif
yang berisi penindakan sebagai tersebut dalam Pasal 4
sub c Keputusan Bersama sebagaimana terlampir, terhadap
Penasehat Hukum bernama : ·· ·· · ···· ·· · · · · ····· ··· · · · ····· · beralamat di Jalan ······················· . yang telah menjalankan pekerjaan sebagai Advokat
berdasarkan SK Menteri Kehakiman tanggal · · · · · · · · · · · · · Nomor . . . . . . . .................................... ; atau
85
terhadap Penasehat Hukum bernama .
beralamat di Jalan .
yang telah menjalankan pekerjaan sebagai Pengacara
Praktek berdasarkan izin praktek yang dikeluarkan oleh
Ketua Pengadilan Tinggi di tanggal
...................................... Nomor ;
Sebenarnya penindakan yang telah kami lakukan
tersebut tidak cukup memadai kalau dibandingkan dengan
perbuatan yang dilakukan oleh Penasehat Hukum tersebut;
Karena itu kami mengusulkan kepada Bapak agar terhadap
Penasehat Hukum tersebut dikenakan penindakan yang
lebih berat dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut :
....................................................................................................
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ···································································································· ···································································································· .................................................................................................... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (Di sini pertama dijelaskan mengapa Ketua Pengadilan
Negeri/Ketua Pengadilan Tinggi yang bersangkutan tidak
dapat mengenakan penindakan yang memadai yang
mungkin disebabkan karena baru kali ini terhadap
Penasehat Hukum yang bersangkutan dilakukan
penindakan dalam rangka pengawasan, kemudian diuraikan
alasan-alasan mengapa Ketua Pengadilan Negeri/Ket~a
Pengadilan Tinggi mengusulkan penindakan yang lebth
berat).
86
Bersama ini kami sampaikan pula berkas yang
berkaitan dengan perbuatan Penasehat Hukum tersebut
untuk menjadi bahan pertimbangan Bapak.
Ketua Pengadilan Negeri/Tinggi
(Tanda tangan)
Tembusan:
1 . Yth. Bapak Ketua Pengadilan Tinggi di .
(kalau yang mengusulkan itu adalah Ketua Pengadilan
Negeri)
2. Sdr. Ketua Pengadilan Negeri di .
(kalau yang mengusulkan itu adalah Ketua Pengadilan
Tinggi)
3. Sdr. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(nama dan ala mat
Penasehat Hukum yang bersangkutan).
Catatan :
1. Yang tidak perlu dicoret
2. Dalam pertimbangan pengusulan yang lebih berat
hendaknya diuraikan secara jelas jalannya kejadian
maupun segi-segi hukum yang dilanggar serta saran
beratnya penindakan mengenai kebijaksanaan yang
harus ditempuh dalam rangka pengawasan yang
bersifat refressif ini.
3. Ringkasan usul tersebut dimasukkan dalam buku/kartu
daftar Penasehat Hukum yang bensangkutan.
87
MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
Jakarta, 18 Februari 1988
Nomor : MA/Kumdil/0944/11/86 Kepada Yth.
1. Sdr. Ketua Pengadilan Banding
2. Sdr. Ketua Pengadilan Tingkat Pertama
di Seluruh Indonesia
SURAT EDARAN
Nomor : 1 Tahun 1988
tentang
Kegiatan Persidangan
Dalam rangka pelaksanaan wewenang Pengawasan
Mahkamah Agung terhadap penyelenggaraan Peradilan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang•
Undang No. 14 Tahun 1985, diminta perhatian agar kepada
semua Hakim dalam lingkungan kerja Saudara membuat
dan mengisi daftar kegiatan persidangan (contoh terlampir)
demi terselenggaranya tertib persidangan.
Pembuatan dan pengisian daftar kegiatan persidangan
tersebut supaya dilaksanakan dengan teratur dan tertib dan
88
para Ketua Pengadilan Banding maupun Ketua Pengadilan
Tingkat Pertama agar melakukan pengawasan pelaksa•
naannya.
Untuk lingkungan Peradilan Agama dan Peradilan
Militer, formulir terlampir dapat digunakan dengan
penyesuaian menurut kebutuhan.
Demikian untuk memperoleh perhatian Saudara.
KETUA MAHKAMAH AGUNG RI
cap/ttd.
ALI SAID, SH.
Tembusan :
1. Yth. Sdr. Menteri Kehakiman RI
2. Yth. Sdr. Wakil Ketua Mahkamah Agung RI
3. Yth. Sdr. Para Ketua Muda Mahkamah Agung RI 4. Arsip.
89
KEPUTUSAN BERSAMA
KETUA MAHKAMAH AGUNG RI,
MENTERI KEHAKIMAN RI, JAKSA AGUNG RI, DAN
KEPALA KEPOLISIAN RI
Nomor : KMA/003/SKB/11/1998
Nomor : M.02.PW.07.03.Th.1998
Nomor : Kep/007/JA/2/1998 No.Pol. : Kep/02/11/1998
TENTANG
PEMANTAPAN KETERPADUAN DALAM PENANGANAN
DAN PENYELESAIAN PERKARA-PERKARA PIDANA
Menimbang a. bahwa ditemukannya beberapa
kendala dalam pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-
u nda ngan hukum pldana dan
nukurn acara pidana, dipa.ndang
perlu dilakukan penyempurnaan
untuk mencapai kesatuanvisi dan
persepsi dalarn pelaksanaannya;
91
92
b. bahwa untuk menjamin kesinam-
bungan usaha-usaha pemantapan
keterpaduan aparat penegak
hukum, maka perlu diberikan
petunjuk-petunjuk lebih lanjut dalam
pelaksanaan ketentuan-ketentuan
tersebut untuk dijadikan pedoman
dalam menangani dan menyelesai-
kan perkara-perkara pidana;
c. bahwa dipandang perlu hasil yang
telah disepakati oleh rapat
Kelompok Kerja Makehjapol tanggal
3 Pebruari 1998 di Departemen
Kehakiman RI perlu ditampung dan
dituangkan dalam Keputusan
Bersama.
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2951);
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (Lembaran
Negara Tahun 1971 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2458);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3209);
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung RI
(Lembaran Negara Tahun 1985
Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Nornor 3316);
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum
(Lembaran Negara Tahun 1986
Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3327);
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1991 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia (Lembaran Negara Tahun
1991 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3451);
7. Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1992 tentang Keimigrasian
(Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3474);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1997 tentang Kepollslan N e g ar a
Republik Indonesia (Lembaran
93
I: - • -- • •• ·--·--·-· ·~· ii
94
Negara Tahun 1997 Nomor 81,
Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3710);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
KUHAP (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3258);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1994 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pencegahan dan
Penangkalan (Lembaran Negara
Tahun 1994 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Nega~a Nomor 3561).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan KEPUTUSAN BERSAMA KETUA
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA MENTERI KEHAKIMAN
REPUBLIK INDONESIA, JAKSA
AGUNG REPUBLIK INDONESIA, DAN
KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK
INDONESIA TENTANG PEMANTAPAN
KETERPADUAN DALAM
PENANGANAN DAN PENYELESAIAN
PERKARA-PERKARA PIDANA.
Pertama · Menerima hasil-hasil rumusan kese-
pakatan Kelompok Kerja Makehjapol
yang diselenggarakan di Departemen
Kehakiman yang hasilnya sebagaimana
terlampir dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dan Keputusan Bersama ml
untuk dijadikan petunjuk dan pedoman
oleh Departemen Kehakiman RI,
Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian
Negara RI dalam menangani :
1. Kewenangan permintaan Pence-
gahan dan penangkalan oleh
Kepolisian Negara RI.
2. Kewenangan POLRI dalam
mengawasi aliran kepercayaan.
3. Laporan dan atau pengaduan
masyarakat terhadap Jaksa.
4. Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP).
5. Penyerahan berkas perkara tahap
II.
6. Pemeriksaan tambahan oleh Jaksa
Penuntut Umum.
95
. .!
96
Kedua Keputusan Bersama ini mulai berlaku
sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di JAKARTA
Pada tanggal 5 Februari 1998
MENTERI KEHAKIMAN RI KETUA MAHKAMAH AGUNG RI
ttd. ttd.
OETOJO OESMAN,SH. SARWATA,SH.
KEPALA KEPOLISIAN RI JAKSA AGUNG RI
ttd. ttd.
SUDIBYO WIDODO SINGGIH,SH.
JENDERAL POLISI
LAMPIRAN KEPUTUSAN BERSAMA
KETUA MAHKAMAH AGUNG RI, MENTERI KEHAKIMAN RI, JAKSA AGUNG RI, DAN
KEPALA KEPOLISIAN RI
Nomor : KMA/003/SKB/11/1998
Nomor : M.02.PW.07.03.Th.1998
Nomor : Kop/007/JA/2/1998
No.Pol. : Kep/02/11/1998
Tanggal : 5 Pebruari 1998
A. Dasar
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Keha•
kiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951);
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran
Negara Tahun 1971 Nomor 19, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2458);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana ·(Lembaran Negara Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3209);
97
98
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung RI (Lembaran Negara Tahun
1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3316);
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum (Lembaran Negara Tahun 1986
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3327);
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara
Tahun 1991 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3451);
7. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang
Keimigrasian (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3474);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1997 Nomor 81, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 371O);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan KUHAP (Lembaran Negara
Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3258);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994
tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan
Penangkalan (Lembaran Negara Tahun 1994
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3561 ).
B. Rumusan Permasalahan dan Pemecahan.
1. Kewenangan permintaan pencegahan dan
penangkalan oleh Kepolisian Negara RI.
Permasalahan
Dalam Pasal 16 huruf J Undang-Undang No. 28
Tahun 1997 tentang Kepolislan Negara RI
diatur kewenangan POLRI untuk mengajukari
permintaan pencegahan .dan penangkalan
langsung kepada Pejabat lmigrasi "dalarn keadaan
mendesak".
Pemecahan
Ketentuan tentang pencegahan dan penangkalan
sudah diatur dalam Undang-Undang No. 9 Tahun
-1992 tentang Keimigrasian dan Peraturan
Pemerintah No. 30 Tahun 1994 tentanq Tata
Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penang- kalan.
Agar tidak terdapat tumpang tindih dalam
, pelaksanaan pencegahan dan penangkalan maka
perlu diatur mekanisme pelaksanaan permintaan
pencegahan dan penangkalan yang mengatur
pengertian "dalam keadaan mendesak" dan unsur-
unsur dalam Pasal 16 huruf J Undang-Undang
No. 28 Tahun 1997 kedalarn Keputusan Bersama
Menteri Kehakiman RI, Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian RI.
99
100
2. Kewenangan POLRI dalam mengawasi Aliran
Kepercayaan
Permasalahan
Kewenangan POLRI dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf h Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997
dalam pengawasan aliran kepercayaan.
Pemecahan
Kewenangan Kepolisian Negara RI dalam hal
pengawasan aliran kepercayaan dalam
pelaksanaan di lapangan perlu dikoordinasikan
dalam Sadan Koordinasi PAKEM sesuai
tingkatannya yaitu: di Tingkat II diketuai oleh Kajari,
di Tingkat I oleh Kajati, dan di Tingkat Pusat oleh
Jaksa Agung RI.
3. Laporan dan atau pengaduan masyarakat terhadap
Jaksa. · ·
Permasalahan
Jaksa yang telah melakukan tugas penuntutan
dilaporkan dan atau diadukan oleh masyarakat
kepada penyidik.
Pemecahan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-
Undang No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan RI
dan Pasal 26 Undang-Undang No. 28 Tahun 1997
tentang Kepolisian Negara RI, maka Undang-
Undang No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian
Negara RI, maka terhadap Jaksa tersebut sebelum
dilakukan upaya paksa oleh penyidik agar
ditempuh langkah-langkah koordinasi secara hirarki
kecuali dalam hal tertangkap tangan dalam
melakukan tindak pidana dan untuk selanjutnya
dilakukan koordinasi.
4. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan
(SPDP).
Permasalahan
Masih adanya keterlambatan pengiriman SPDP
yang mengakibatkan koordinasi tidak/kurang
dimanfaatkan, dan hal ini dapat mengakibatkan
bolak baliknya perkara.
Pemecahan
Sesuai ketentuan dalam Pasal 109 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
KUHAP, agar :
a. Penyidik segera mengirimkan SPDP ke Jaksa
Penuntut Umum.
b. Sejak Kejaksaan menerima SPDP agar menunjuk Jaksa. Peneliti yang memantau
perkembangan penyidikan.
c. Penunjukan Jaksa Peneliti sekaligus sebagai
petugas yang melakukan koordinasi dan
101
102
konsultasi dalam penanganan penyidikan
perkara.
d. Agar memperoleh kesempurnaan Berkas
Perkara yang memadai untuk dapat
ditingkatkan ke tahap penuntutan maka
langkah koordinasi dan konsultasi perlu
ditingkatkan.
e. Perlu ditentukan waktu secara limitatif dalam
pengiriman SPDP oleh Penyidik yaitu
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak
diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan dan
untuk daerah terpencil selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari.
5. Penyerahan Berkas Perkara Tahap 11.
Permasalahan
Dalam praktek ditemukan berkas perkara yang
telah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum
dan telah dinyatakan lengkap (P21) tetapi tidak
diikuti penyerahan tanggung jawab tersangka dan
barang bukti.
Hal mana menimbulkan permasalahan dalam
penanganan perkara tersebut.
Pemecahan
a. Berdasarkan ketentuan Pasal 16 huruf I
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997
tentang Kepolisian Negara RI beserta
penjelasannya maka penyerahan berkas
perkara adalah merupakan satu kesatuan
dengan penyerahan tersangka dan barang
bukti;
b. Jika terjadi penyerahan berkas perkara tidak
diikuti dengan penyerahan tersangka dan
barang bukti maka hal tersebut belum
dianggap sebagai penyerahan secara lengkap,
dan bila penyidik dalam waktu selambat-
lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak P21
diterima, belum dapat menyerahkan tersangka
dan barang bukti maka berkas perkara dapat
dikembalikan kepada penyidik, namun
demikian koordinasi dan konsultasi antara
penuntut umum dan penyidik harus tetap
dilakukan agar berkas perkara secara lengkap
dapat diterima.
6. Pemeriksaan Tambahan oleh Jaksa Penuntut
Umum.
Permasalahan
Kewenangan pemeriksaan tambahan oleh
Kejaksaan berdasarkan Pasal 27 ayat (1) huruf d
Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 tentang
Kejaksaan RI sering dipermasalahkan yang
menyangkut :
a. Pemeriksaan Saksi
b. Pelaksanaan Koordinasi
103
I
104 105
Pemecahan
Berdasarkan batasan-batasan yang ada,
pemeriksaan tambahan untuk melengkapi berkas
perkara pelaksanaannya adalah :
a. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan
sudah pernah diberi petunjuk dan petunjuk
tersebut tidak dapat lagi dipenuhi oleh
penyidik.
b. Tidak dilakukan terhadap tersangka.
c. Diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas)
hari.
d. Prinsip koordinasi bukan berarti memeriksa
bersama tetapi memberitahukan kepada
penyidik dan penyidik dapat memberikan
bantuan yang diperlukan.
e. Dalam melakukan pemeriksaan tambahan
maka tembusan panggilan saksi disampaikan
kepada penyidik POLRI.
POKJA MAKEHJAPOL
104 105
KELOMPOK KERJA MAKEHJAPOL :
MAHKAMAH AGUNG R.I.
1. DJOKO SARWOKO, SH
2. S. SUTRISNO, SH.
KEHAKIMAN R.I.
1. SOEJATNO, SH.
Direktur Pidana Mahkamah Agung RI
Direktur Hukum dan Peradilan
Mahkamah Agung RI
lnspektur Jenderal Departemen
Kehakiman RI.
2. ZULKARNAIN YUNUS, SH.MH. Kasubdit Pidana Umum Direktorat
Pidana
Ditjen. Hukum dan Perundang•
undangan Dep. Kehakiman3. YANS ZAILANI, SH
4. Drs MIRZA ISKANDAR
KEJAKSAAN AGUNG R.I.
Kasi Berdiam Sementara Dit. Status
Keimigrasian
Ditjen. lmigrasi Dep. Kehakiman
Kasi Pencegahan dan Penangkalan
Dit. Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian
Ditjen. lmigrasi Dep. Kehakiman
1. LUKHARNI, SH. Direktur Politik lntelejen Kejaksaan Agung R.1
2. SOENARTO PRIATMAN, SH. Direktur Tindak Pidana Umum Lain
Kejaksaan Agung R.1
3. NASKOM SITOMPUL, SH. Direktur Tindak Pidana Korupsi
Pidana Khusus
106 107
4. MANGELLAI. OS, SH. Kasubdit Eksaminasi
Direktorat II Pidum
KEPOLISIAN R.I.
1. Drs R. ABDUSSALAM, SH.MH Wakil Kepala Dinas Hukum Polri
2. Drs F. ZALUCHU, SH. Koordinator Kelompok Ahli Penyidik
Korps. Serse Polri
3. Drs LOOEWYK, SH. Direktur Reserse Koordinasi
Pengawasan PPNS dan Tipiter
106 107
KEPUTUSAN BERSAMA KETUA
MAHKAMAH AGUNG RI, MENTERI KEHAKIMAN RI, JAKSA AGUNG RI, DAN
KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : KMA/004/SKB/11/1998
Nomor : M.02.PR.09.03.Th.1998
Nomor : Kep/009/JA/2/1998
No.Pol. : Kep/03/11/1998
TENTANG
PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA MAKEHJAPOL
Menimbang a. bahwa sebagai pelaksanaan
Keputusan Bersama Ketua
Mahkamah Agung RI, Menteri
Kehakiman RI, Jaksa Agung RI, dan
Kepala Kepolisian Republik
Indonesia pada tanggal 4 Maret
1992 Nomor KMA/007/SKB/111/1992,
M.01-PW.07.03-1992, KEP-017/JA/
3/1992 dan KEP/Ol/111/1992telah
beberapa kall dladakan pertemuan
anggota-anggota MAKEHJAPOL
untuk membahas berbagai perma-
salahan hukum yang kemudian
diajukan kepada Pimpinan
MAKEHJAPOL untuk ditentukan
langkah-langkah kebijaksanaan
yang dianggap perlu;
b. bahwa untuk kesinambungan usaha-
usaha pemantapan keterpaduan
aparat penegak hukum, maka
pimpinan MAKEHJAPOL meman-
dang perlu untuk membentuk
kembali kelompok kerja yang
anggota-anggotanya terdiri dan
pejabat-pejabat yang ditunjuk oleh
Pimpinan MAHKEJAPOL yang ber-
tugas membantu Pimpinan menyiap-
kan bahan-bahan pembahasan dan
konsep-konsep kebijaksanaan yang
diusulkan untuk diputus oleh
Pimpinan MAKEHJAPOL.
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang KetentuanKetentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman
(Lembaran Negara Tahun 1970
Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2951);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana
108
_I_
(Lembaran Negara Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung RI
(Lembaran Negara Tahun 1985
Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3316);
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum
(Lembaran Negara Tahun 1986
Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3327);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (Lembaran Negara Tahun
1986 Nomor 7, Tambahan Lem•
baran Negara Nomor 3344):
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1991 tentang Kejaksaan RI
(Lembaran Negara Tahun 1991
Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3451);
7. Undanq-Undanq Nomor 9 Tahun
1992 tentang Keimigrasian
(Lembaran Negara Tahun 199.2
Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negana Nomor 3474).;
109
~~ .~ --··-· ~ · -- • ....i
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1997 tentang Kepolisian Negara RI
(Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 81, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3710).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG RI, MENTERI
KEHAKIMAN RI, JAKSA AGUNG RI DAN
KEPALA KEPOLISIAN RI TENTANG
PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA
MAKEHJAPOL.
PERTAMA Membentuk Kelompok Kerja MAKEH•
JAPOL Tingkat Pusat, untuk selanjutnya
disebut POKJA PUSAT.
a. Anggota Tetap :
1. Ketua : 1. ISKANDAR KAMIL, SH.
Hakim Agung
Mahkamah Agung R.I
2. SOEJATNO, SH. lnspektur Jenderal Oepartemen Kehakiman R.1
3. PARMAN SOEPARMAN, SH. Direktur Jenderal Badilumtun
Departemen Kehakiman R.I
110
4. I MADE GELGEL, SH.
Jaksa Agung Muda Tindak
Umum
5. Mayjen.Pol.Drs. NURFAIZI
Dan Kor Serse POLRI
2. Sekretaris : ZULKARNAIN YUNUS, SH.MH
Direktur Pidana, Ditjen Hukum
dan Perundang-undangan,
Departemen Kehakiman
b -'] .
3. Anggota•
anggota
1. NY. MARNIS KAHAR, SH
Hakim Agung
Mahkamah Agung RI
2. ACHMAD KOWI, SH
Hakim Agung
Mahkamah Agung R.1
3. DJOKO SARWOKO, SH
Direktur Pidana
Mahkamah Agung R.I
4. LUKHARNI, SH
Direktur Politik lntelejen
Kejaksaan Agung R. I
5. SOENARTO PRIATMAN, SH
Direktur Tindak Pidana
Umum Lain KeJaksaan Agung R.1
6. NASKOM SITOMPUL, SH
Direktur Tindak Pidana
111
112
Korupsi. Pidana Khusus
Kejaksaan Agung R. I
7. SURYANTO, SH
Direktur Ketertiban dan
Keamanan Umum.
Pidana Umum
Kejaksaan Agung R. I
8. MULYOHARJO, SH
Direktur Tindak Pidana
Subversi. Pidana Khusus
Kejaksaan Agung R.I
9. MANGELLAI. OS, SH
Kasubdit Eksaminasi
Direktorat II Pidana Umum
Kejaksaan Agung R. I
10. HANTORO, SH
Kasubdit Kora lntelejen
Kejaksaan Agung R. I
11. Brigjen. Pol. Drs ANWARI, SH
Kadiskum POLRI
12. Kol. Pol. Drs. R. ABDUS•
SALAM, SH.MH
Waka Diskum POLRI
13. Kol. Pol. Drs F. ZALUCHU, SH
Koordinator Kelompok Ahli
Korserse POLRI
14. Kol. Pol. Drs LODEWYK, SH
Direktur Serse Korwas
PPNS dan Tipiter POLRI
15. Let.Kol.Pol.Drs K. LUBIS, SH
Wadir Serse Umum POLRI
16. Mayor. Pol. Drs FADRI
RIZA, SH.MH
Stat Ahli KAPOLRI
b. Anggota Tidak Tetap :
Para Pejabat yang sewaktu-waktu diperlukan
untuk masalah-masalah khusus.
KETIGA · POKJA PUSAT mempunyai tugas untuk menyiapkan bahan-bahan bagi Pimpinan
MAHKEJAPOL dan merumuskan konsep•
konsep kebijaksanaan dalam penegakan
hukum, merumuskan konsep jawaban
terhadap permasalahan yang diajukan oleh
kelompok kerja daerah, memberikan saran•
saran dalam rangka Pembangunan Hukum
Nasional.
KEEMPAT Pokja pusat dapat mengadakan pertemuan
terbatas sesuai dengan lingkup tugas dan
wewenangnya untuk menyelesaikan perma•
salahanyang timbul dan mengambillangkah•
langkah kebijaksanaan, yang hasilnya perlu
dikoordinasikandan dikonsultasikandenqan
instansi penegak hukum lainnya.
KELIMA POJKA Daerah dibentuk berdasarkan
kesepakatan bersama yang terdiri dari :
a. Anggota Tetap :
Pejabat dan Pengadilan, Kejaksa~n
dan Kepolisian Negara Republrk
113
·- ;.
KEE NAM
KETUJUH
Indonesia baik di Daerah Tingkat I dan
Daerah Tingkat II (DILJAPOL).
b. Anggota Tidak Tetap :
Para Pejabat yang sewaktu-waktu
diperlukan untuk masalah-masalah
khusus.
POKJA PUSAT sekaligus berfungsi
sebagai Sekretariat Tetap MAKEHJAPOL.
Keputusan Bersama ini mulai berlaku sejak
tanggal ditetapkan.
Apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam Keputusan ini, akan
diperbaiki sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di JAKARTA
Pada tanggal 5 Februari 1998
MENTERI KEHAKIMAN RI KETUA MAHKAMAH AGUNG RI
ttd. ttd.
OETOJOOESMAN,SH. SARWATA,SH.
KEPALA KEPOLISIAN RI JAKSA AGUNG RI
ttd. ttd.
SUDIBYOWIDODO SINGGIH,SH.
JENDERAL POLISI
114
SURAT KEPUTUSAN BERSAMA
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
DAN
PANGLIMA TNI
Nomor : KMA/065A/SKB/IX/2004 Nomor
tentang
PENGGUNAAN DAN PERAWATAN ASET DAN BARANG
INVENTARIS MARKAS BESAR TENTARA NASIONAL
INDONESIA OLEH PENGADILAN DALAM
LINGKUNGAN PERADILAN MILITER
KETUA MAHKAMAH AGUNG RI
DAN PANGLIMA TNI
Menimbang a. Bahwa dalam rangka penggunaan
dan perawatan aset dan barang
inventaris Markas Besar TNI yang
digunakan pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Militer, perlu
diadakan kesepakatan anta~a
Mahkamah Agung Republ1k
115
Indonesia dan Markas Besar
Tentara Nasional Indonesia.
b. Bahwa kesepakatan sebagaimana
dimaksud pada huruf a di atas,
bersifat fungsional dan saling mem•
bantu dengan tidak mengurangi
wewenang masing-masing, sesuai
dengan peraturan perundang•
undangan yang berlaku.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf
a dan b di atas, perlu dikeluarkan
Surat Keputusan Bersama.
Mengingat 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun
Bersenjata Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1988
Nomor 4, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3369);
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Keha ...
kiman (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4358);
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung
Republik Indonesia (Lembaran
116
i
~
Negara Tahun 1985 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3316), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 9,
Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4359);
5. Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 56 Tahun 2004
tentang Pengalihan Organisasi,
Administrasi, dan Finansial
Pengadilan dalam Lingkungan
Peradilan Militer dan Markas Besar
Tentara Nasional Indonesia ke
Mahkamah Agung.
6. Keputusan Menteri Keuangan RI
Nomor 18/KMK.018/1999 tanggal
14 Januari 1999 tentang Klasifikasi
dan Kodefikasi Barang lnventaris
Milik Negara.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan PENGGUNAAN DAN PERAWATAN
ASET DAN BARANG INVENTARIS
MARKAS BESAR TENTARA
NASIONAL INDONESIA OLEH
PENGADILAN DALAM LINGKUNGAN
PERADILAN MILITER.
117
BAB I KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Surat Keputusan Bersama ini, yang dimaksud
dengan :
a. Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya
disebut Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tantanq
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985.
b. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat
TNI . adalah Lembaga sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2002 tentang Pertahanan Negara;
c. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer terdiri
dari Pengadilan Militer yang selanjutnya disingkat Dilmil,
Pengadilan Militer Tinggi yang selanjutnya disingkat
Dilmilti, dan Pengadilan Militer Utama yang selanjutnya
disingkat Dilmiltama.
d. Sarana dan Prasarana adalah aset dan barang
inventaris Markas Besar Tentara Nasional Indonesia
yang selanjutnya disebut Mabes TNI yang digunakan
oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer.
e. Fasilitas alat kesatrian yang selanJutnyadisebut a!sairi
dan alat mesin kantor yang selanjutnya disebut alsintor.
118
f. Aset dan barang inventaris Mabes TNI meliputi :
1) Tanah dan bangunan Dilmiltama, Dilmilti I s.d. Ill
dan Dilmil 1-01 s.d. Oilmil 111-19, sebagaimana
tercantum pada Lampiran I Surat Keputusan
Bersama ini.
2) Alsatri dan alsintor Dilmiltama, Dilmilti I s.d. Ill
dan Dilmil 1-01 s.d. Dilmil 111-19, sebagaimana
tercantum pada Lampiran 11 Surat Keputusan
Bersama ini.
3) Kendaraan bermotor Dilmiltama, Dilmilti I s.d. Ill
dan Dilmil 1-01 s.d. Dilmil 111-19, sebagaimana
tercantum pada Lampiran 111 Surat Keputusan
Bersama ini.
BAB II
PENGGUNAAN DAN PERAWATAN ASET DAN
BARANG INVENTARIS
Pasal 2
Semua aset dan barang inventaris Mabes TNI yang
digunakan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Militer tidak dialihkan ke Mahkamah Agung.
Pasal 3
Penqadaan asst dan barang inventaris yang digunakan
oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer menjadi
beban dan tanggung jawab Mahkamah Agung.
119
120
Pasal 4
(1) Sebelum aset dan barang inventaris atau sarana dan
prasarana disediakan oleh Mahkamah Agung, pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Militer masih tetap
menggunakan aset dan barang inventaris Mabes TNI.
(2) Waktu penggunaan aset dan barang inventaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama
sampai akhir tahun 2006.
(3) Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Mahkamah Agung belum dapat menyediakan aset
dan barang inventaris sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, diadakan perpanjangan dengan surat
keputusan bersama tersendiri antara Mahkamah Agung
dan Mabes TNI.
Pasal 5
(1) Biaya pemeliharaan atas penggunaan aset dan barang
inventaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
dibebankan pada anggaran Mahkamah Agung terhitung
sejak tahun anggaran 2005.
(2) Pelaksanaan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Mahkamah Agung berkoordinasi dengan Mabes
TNI dalam hal ini Badan Pembinaan Hukum TNI.
Pasal 6
Mahkamah Agung mulai tahun anggaran 2005 secara
bertahap melaksanakan pengadaan aset dan barang
inventaris yang digunakan pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Militer.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 7
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Surat Keputusan
Bersama ini, yang di kemudian hari dipandang perlu akan
diatur dalam Surat Keputusan tersendiri.
Pasal 8
Surat Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan. Apabila di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan, akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 01 September 2004
PANGLIMA TNI KETUA MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
ttd. ttd.
ENDRIARTONO SUTARTO PROF. DR. BAGIR MANAN, SH.MCL.
JENDERAL TNI
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
top related