PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN TAMAN …
Post on 15-Oct-2021
6 Views
Preview:
Transcript
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN TAMAN
HUTAN RAYA (TAHURA) WAN ABDUL RACHMAN SEBAGAI
KAWASAN EKOWISATA (STUDI KASUS: KELURAHAN SUMBER
AGUNG, KECAMATAN KEMILING, KOTA BANDAR LAMPUNG)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3 1 Institut Teknologi Sumatera, Jl. Terusan Ryacudu, Lampung Selatan
1 Email : nita.22116175@student.itera.ac.id 2 Institut Teknologi Sumatera, Jl. Terusan Ryacudu, Lampung Selatan
2 Email : dsawitri@pl.itb.ac.id 1 Email : nita.22116175@student.itera.ac.id
3 Institut Teknologi Sumatera, Jl. Terusan Ryacudu, Lampung Selatan 3 Email : yudha.rahman@pwk.itera.ac.id
ABSTRAK
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang menjanjikan bagi
perkembangan wilayah guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk
mengurangi adanya dampak negatif dari pengembangan pariwisata (sosial,
ekonomi, dan lingkungan) dibutuhkan pengembangan pariwisata berkelanjutan
salah satunya ekowisata, dimana mampu menciptakan pelestarian sumberdaya alam
tanpa merusak habibat aslinya. Dalam mencapai tujuan pengembangan kawasan
ekowisata perlu adanya partispasi masyarakat yang efektif dan efesien, karena
partisipasi masyarakat merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan
pengembangannya.Berdasarkan hasil dari penelitian didapatkan bahwa dalam
pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman partisipasi
masyarakat sangat penting. Dibuktikan dalam hal Tingkat partsipasi maupun
Bentuk Partisipasi mengindikasikan adanya hubungan antara pengetahuan dan
keterampilan. Dimana dalam pengambilan keputusan berada pada tangga
partisipasi penentraman, artinya masyarakat belum diajak sepenuhnya dalam
pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan adanya kesenjangan antara
pengetahuan yang dimiliki pemerintah dengan masyarakat. Jika dilihat dari tingkat
pendidikan, masyarakat di Kelurahan Sumber Agung mayoritas hanya lulusan dari
SMP, tidak sebanding dengan pemerintah yang memiliki pengetahuan jauh lebih
unggul. Sedangkan dalam hal bentuk partisipasi, terutama dalam tahap
pelaksanaan dan pemanfaatan hasil, karena kurangnya pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki masyarakat, menyebabkan pemanfaatan secara
ekonomi dan sosial masih tidak maksimal.
Kata Kunci : Ekowisata, Partisipasi Masyarakat, Tingkat Partisipasi Masyarakat,
Bentuk Partisipasi Masyarakat
ABSTRACT
Tourism is a promising sector for regional development in order to boost
economic growth. To reduce the negative impacts of tourism development (social,
economic, and environmental), it is necessary to develop sustainable tourism, one
of which is ecotourism, which is able to create natural resource preservation
without destroying its original habitat. In achieving the goal of developing an
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
ecotourism area, effective and efficient community participation is needed, because
community participation is the main factor in determining the success of its
development. Based on the analysis, it was found that in the development of the
Forest Park Wan Abdul Rachman, community participation was very important.
Evidenced in terms of the level of participation and forms of participation indicate
a relationship between knowledge and skills. Where in decision making is on the
ladder of placation participation, meaning that the community has not been fully
invited to make decisions. This is because there is a gap between the knowledge
held by the government and the community. Meanwhile, in terms of the form of
participation, especially in the implementation and benefits stages, the lack of
knowledge and skills possessed by the community has resulted in inadequate
economic and social use.
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata di Indonesia menurut
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan pasal 1 ayat 3
adalah berbagai macam kegiatan wisata
dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, dan Pemerintah
Daerah. Di Indonesia, pariwisata
merupakan sektor yang menjanjikan
bagi perkembangan wilayah guna
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut data Kementrian Pariwisata
(2016), kontribusi sektor pariwisata
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Nasional pada tahun 2014 telah
mencapai 9% dan menyumbang devisa
negara dari sektor pariwisata sebesar Rp
120 triliun. Menurut UNWTO (2013),
Pariwisata berkelanjutan (Sustainable
Tourism) merupakan pariwisata yang
memperhitungkan penuh dampak
ekonomi, sosial, dan lingkungan saat ini
dan masa depan, serta dapat mengatasi
kebutuhan pengunjung, industri,
lingkungan dan masyarakat setempat.
Salah satu konsep dari Sustainable
Tourism (Pariwisata Berkelanjutan)
yaitu konsep ekowisata.
Menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 33 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pengembangan Ekowisata di
Daerah, telah mendorong Pemerintah
Daerah untuk mengembangkan
ekowisata yang sudah menjadi trend
dalam kegiatan kepariwisataan di
Indonesia. Peraturan ini menyebutkan
bahwa pengembangan ekowisata wajib
memberdayakan masyarakat setempat
yang dalam hal ini sesuai dengan prinsip
ekowisata yaitu peran aktif masyarakat
sekitar dalam kegiatan perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian
ekowisata dengan menghormati nilai-
nilai sosial-budaya dan keagamaan
masyarakat di sekitar kawasan wisata.
Adapun indikator keberhasilan dalam
pengembangan ekowisata (TIES, 2015),
yaitu meminimalkan dampak,
membangun kesadaran rasa hormat
terhadap lingkungan dan budaya,
memberikan pengalaman yang positif
bagi pengunjung dan masyarakat
setempat, memberikan manfaat
keuangan langsung untuk konservasi,
memberikan manfaat finansial dan
pemberdayaan bagi masyarakat
setempat, serta meningkatkan
kesejahteraan dan perekonomian
masyarakat setempat.
Keterlibatan masyarakat lokal yang
menurut Fitriyana (2016) merupakan
kunci utama dalam pengelolaan
kawasan wisata dan memberikan
peluang terjalinnya hubungan
kerjasama antara masyarakat dengan
pengelola. Hubungan kerjasama yang
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
terjalin tersebut akibat adanya
keuntungan yang dirasakan kedua belah
pihak. Pihak masyarakat mendapatkan
keuntungan, salah satunya berupa
terbukanya lapangan pekerjaan dan
karena adanya keuntungan yang
diperoleh masyarakat tersebut maka
masyarakat akan ikut merasakan
pentingnya keberadaan suatu kawasan
ekowisata.
Teori ini selanjutnya dapat
diimplentasikan dalam pengembangan
ekowisata di Taman Hutan Raya Wan
Abdul Rachman (Tahura WAR). Tahura
WAR memiliki fungsi rekreasi karena
adanya beragam potensi sumberdaya
alam yang sangat menarik. Potensi
sumberdaya alam tersebut harus
dikelola dengan baik sehingga dapat
terwujud pariwisata berkelanjutan.
Pariwisata berkelanjutan harus
mencakup kualitas, kesinambungan
serta keseimbangan aspek-aspek
lingkungan, budaya dan manusia. Oleh
karena itu, untuk mewujudkannya, ada
berbagai jenis pariwisata yang dapat
diterapkan di antaranya adalah
ekowisata (ecotourism). Hal ini sesuai
dengan arahan Rencana Tata Ruang
Wilayah 2011-2031 Kota Bandar
Lampung, yang menetapkan Tahura
WAR sebagai kawasan strategis dan
kawasan lindung. Serta arahan
pengembangan wilayah yang tertuang
dalam Rencana Induk Pembangunan
Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi
Lampung 2012-2022 yang menyatakan
bahwa pengembangan pariwisata di
Tahura WAR berbasis ekowisata
dengan pendekatan Community Based
Tourism (CBT) atau partisipasi
masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, maka salah
satu upaya yang dapat dilakukan guna
mendukung terwujudnya ekowisata
pada kawasan Tahura WAR, yaitu
melalui upaya melibatkan masyarakat
lokal. Namun prinsip dalam melibatkan
masyarakat secara langsung hanya
mungkin dapat dicapai apabila
masyarakat sendiri ikut serta ambil
bagian sejak awal proses dan perumusan
hasil. Untuk itu maka diperlukannya
informasi secara jelas bagaimana
sebenarnya peran masyarakat lokal
dalam pengembangan pariwisata
sebagai kawasan ekowisata dengan
pendekatan Community Based Tourism
pada kawasan Taman Hutan Raya Wan
Abdurahman.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan adanya kebijakan Rencana
Tata Ruang Wilayah 2011-2031 Kota
Bandar Lampung, Tahura WAR sebagai
kawasan strategis dan kawasan lindung.
Serta arahan Rencana Induk
Pembangunan Pariwisata Daerah
(RIPPDA) Provinsi Lampung 2012-
2022 yang menyatakan yang
pengembangan pariwisata Tahura WAR
berbasis ekowisata dengan pendekatan
Community Based Tourism (CBT) atau
partisipasi masyarakat. Tahura WAR
memiliki fungsi sebagai kawasan
lindung dan kawasan konservasi yang
mempunyai daya tarik wisata, mulai
dari keanekaragaman flaura dan fauna,
pemandangan alam, aliran sungai, air
terjun serta keunikan panorama
alamnya yang tentu harus dijaga
kelestariannya. Dengan potensi
sumberdaya alam yang dimiliki tersebut
agar tetap terjaga, tentu harus dikelola
dengan baik sehingga dapat terwujud
pariwisata berkelanjutan. Pariwisata
berkelanjutan harus mencakup kualitas,
kesinambungan serta keseimbangan
aspek-aspek lingkungan, budaya dan
manusia.
Kawasan Tahura WAR masuk ke
dalam dua wilayah administrasi, yaitu
Kota Bandar Lampung dan Kabupaten
Lampung Selatan. Namun, pusat
kegiatan Tahura WAR ada pada
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
Kecamatan Kemiling yang berjarak ±12
km dari pusat Kota Bandar Lampung.
Keberadaan kawasan dekat dengan
pusat kota ini secara tidak langsung
menunjukkan bahwa kawasan ini
berada dengan masyarakat kota. Sikap
masyarakat kota yang cenderung
memiliki sikap dapat mengurus dirinya
sendiri tanpa harus bergantung pada
orang lain (Soekanto, 2003)
dikhawatirkan akan masuk ke
masyarakat sekitar kawasan kemudian
akan berpengaruh terhadap
pengembangan ekowisata Tahura
WAR. Tahura WAR berada di bawah
Pemerintah Daerah Provinsi Lampung
melakukan kegiatan pemberdayaan
masyarakat sekitar dalam pengelolaan
kawasan wisata alam (UPTD Tahura
WAR, 2015). Namun, masyarakat
sekitar kurang berpartisipasi aktif di
dalam pengelolaan kawasan wisata di
Tahura WAR. Disisi lain permasalahan
yang ada di Tahura WAR adalah
keterbatasan sumberdaya manusia.
Kondisi tersebut terjadi akibat
kurangnya interaksi yang terjadi antara
masyarakat dan pengelola. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberdayaan
masyarakat sekitar kawasan ekowisata,
khususnya Tahura WAR belum di
implementasikan secara benar. WAR
sebagai obyek wisata.
Oleh karena itu masyarakat lokal
harus ikut serta dalam pengelolaan
pariwisata demi mewujudkan
pengembangan ekowisata pada kawasan
Tahura WAR. Mengingat konsep
ekowisata adalah pelibatan masyarakat
lokal, sehingga partisipasi masyarakat
dalam pengembangan ekowisata di
Tahura WAR menjadi penting untuk
diperhatikan. Untuk mengetahui hal
tersebut dan berdasarkan uraian
permasalahan di atas, penelitian ini
dilakukan berdasarkan pada pertanyaan
penelitian sebagai berikut.
“Bagaimana patisipasi masyarakat
dalam pengembangan Taman Hutan
Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman
sebagai kawasan ekowisata?”
1.3 Tujuan dam Sasaran
1.3.1 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk
Mengidentifikasi partisipasi masyarakat
dalam pengembangan Taman Hutan
Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman
sebagai kawasan ekowisata.
1.3.2 Sasaran
1. Mengidentifikasi tingkat partisipasi
masyarakat lokal dalam
pengembangan ekowisata di Taman
Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman.
2. Mengidentifikasi bentuk partisipasi
masyarakat lokal dalam
pengembangan ekowisata di Taman
Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman.
1.4 Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah studi pada penelitian ini adalah
Kelurahan Sumber Agung yang terletak
di Kecamatan Kemiling, Kota Bandar
Lampung, Provinsi Lampung.
Kelurahan Sumber Agung sendiri
masuk dalam kawasan Taman Hutan
Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman.
Kelurahan Sumber Agung terpilih
menjadi lokasi wilayah studi karena
merupakan pintu gerbang utama
kawasan Tahura WAR serta Kelurahan
Sumber Agung berada pada blok
pendidikan dan penelitian serta
pengelolaan hutan yang dapat
dimanfaatkan namun tetap
memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi (Dinas Kehutanan Provinsi
Lampung, 2009). Berikut adalah
gambaran wilayah studi dalam
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
penelitian ini.
Sumber : Hasil Olahan ArcGis, 2020
GAMBAR 1. 1
PETA WILAYAH STUDI
1.5 Ruang Lingkup Substansi
1. Sasaran 1 : Tingkat Partisipasi
Partisipasi merupakan suatu
keterlibatan dan keikutsertaan
masyarakat dalam sebuah proses, yaitu
masyarakat diberikan hak dalam
pengambilan keputusan dan masyarakat
berkontribusi dalam pelaksanaan
program yang dapat bermanfaat untuk
kegiatan program pembangunan dan
evaluasi program pembangunan (Cohen
dan Uphoff dalam Harahap, 2001).
Partisipasi masyarakat yang dibahas
dalam sasaran pertama ini adalah
tingkat partisipasi masyarakat akan
disesuaikan dengan karakteristik pada
tangga partisipasi menurut Arnstein
(1969). Dipilihnya tingkat partisipasi
Arnstein (1969) dalam penelitian ini
karena masih sangat relavan untuk
digunakan, tingkat partisipasinya lebih
detail dan merupakan teori yang paling
jelas tingkatannya. Tingkat partisipasi
masyarakat dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana masyarakat
dilibatkan dalam pengambilan
keputusan terkait pengembangan obyek
wisata Tahura WAR. Berdasarkan teori
tersebut, terdapat tiga kelompok tangga
partisipasi masyarakat yaitu :
a. Tidak ada partisipasi (Non-
participation) yang teridir dari
Manipulasi (Manipulation) dan
Terapi (Therapy).
b. Tokenism (Degrees of Tokenism)
yang terdiri dari Informasi
(Information), Konsultasi
(Consultation) dan Penentraman
(Placation).
c. Kekuasaan Warga (Citizen
Power) yang terdiri dari
Kemitraan (Partnership),
Pendelagasian Kekuasaan
(Delegated Power) dan Kontrol
Masyarakat (Citizen Power).
2. Sasaran 2 : Bentuk Partisipasi
Pada sasaran kedua dalam meninjau
bentuk partisipasi masyarakat akan
disesuaikan dengan empat tahap bentuk
partisipasi menurut Cohen dan Uphoff
(1980) serta bentuk partisipasi
masyarakat dalam ekowisata menurut
Rahardjo (2005). Pemilihan
bentuk partisipasi milik Cohen dan
Uphoff (1980) dan Rahardjo (2005),
karena sangat dekat dengan aspek
Perencanaan Wilayah dan Kota,
mewakili tahapan dalam sebuah proses
perencanaan dan dapat digunakan
dalam pengembangan suatu program
yang terdiri dari tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan
hasil, dan tahap evaluasi. Teori ini
digunakan untuk mengetahui bentuk
partisipasi masyarakat atau peran
masyarakat dalam Pengembangan
Tahura WAR sebagai Kawasan
Ekowisata.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan
adalah menggunakan penelitian
deduktif kualitatif. Menurut Sugiyono
(2009) dalam Septi Wulandari, D.
(2019), penelitian kualitatif merupakan
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
suatu penelitian yang memiliki landasan
postpositivisme, hal tersebut digunakan
untuk meneliti kondisi dalam suatu
objek dan dalam pengambilan sampel
menggunakan secara purposive dan
snowball. Selanjutnya pada teknik
pengumpulan data dengan triangulasi
atau secara gabungan. Metode kualitatif
digunakan dalam penelitian ini
didasarkan pada permasalahan yang
dikaji dalam penelitian ini, yaitu
mengidentifikasi tingkat partisipasi
masyarakat dan mengidentifikasi
bentuk partisipasi masyarakat dalam
Pengembangan Tahura WAR sebagai
kawasan ekowisata.
2.2 Pemilihan Informan
Dalam penelitian ini, dalam
pengambilan sampel dilakukan secara
purposive sampling dengan teknik non-
probability sampling. Teknik purposive
sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu, misalnya orang
tersebut dianggap paling tahu tentang
apa yang kita harapkan (Sugiyono,
2009:300). teknik purposive sampling
untuk menentukan kriteria responden
dalam penelitian ini. Penentuan
responden pada penelitian ini
berdasarkan tiga kategori yaitu
pemerintah, pengelola pariwisata, dan
masyarakat lokal. Tabel I. 1
Kriteria Pemilihan Informan Wawancara
N
o Kriteria
Kategori
Informan
1
Institusi yang
bertanggung jawab
dan memahami
secara mendalam
tentang partisipasi
masyarakat dalam
pengembangan
Taman Hutan Raya
(Tahura) Wan
Abdul Rachman
Institusi yang
memahami
Instansi
Pemerintah
N
o Kriteria
Kategori
Informan
kebijakan dan
informasi
kepariwisataan di
kawasan objek
wisata
Bentuk dukungan
dari pemerintah
daerah terkait
pengembangan
objek wisata
Bentuk kemitraan
dan kerjasama
pemerintah daerah
dalam mendukung
pengembangan
kawasan objek
wisata
2
Sejarah
terbentuknya
Pokdarwis dan
struktur organisasi
pokdarwis
Pihak pengelola
objek wisata yang
berwenang dan
ikut berperan
dalam pengelolaan
dan pengembangan
Taman Hutan Raya
(Tahura) Wan
Abdul Rachman
Kemitraan dalam
pengembangan
objek wisata
Permasalahan dan
kendala dalam
pengembangan
objek wisata
Pengelola
pariwisata
3
Masyarakat yang
mengetahui secara
mendalam
mengenai objek
wisata
Masyarakat yang
merasakan adanya
pengaruh terhadap
perekonomian dari
pengembangan
objek wisata
Masyarakat yang
memiliki peran
dalam
pengembangan
objek wisata
Tokoh
masyarakat
dan
masyarakat
lokal
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
N
o Kriteria
Kategori
Informan
Manfaat yang
dirasakan oleh
masayrakat dalam
pemberdayaan
masyarakat dalam
pengembangan
objek wisata
Kendala yang
dirasakan oleh
masyarakat dalam
pengembangan
objek wisata
Sumber : Hasil Analisis, 2020
Pada penelitian ini informan utama (Key
Informan) adalah Ibu Eny Puspasari,
S.Hut., M.Si. Sebagai Kepala UPTD
KPHK Tahura Wan Abdul Rachman
sehingga memiliki informasi secara
menyeluruh tentang permasalahan yang
diangkat oleh peneliti serta mengetahui
kondisi masyarakat secara garis besar.
Berikut alur diagram informan
wawancara dalam penelitian ini :
Sumber : Hasil Analisis, 2020
Gambar 1. 2
Diagram Informan Wawancara Penelitian
2.3 Metode Analisis Data
Analisis deskriptif kualitatif adalah
penjelasan dari hasil wawanacara
temuan lapangan untuk menjawab
sasaran pertama tentang
mengidentifikasi tingkat partisipasi
masyarakat dalam pengembangan
Tahura WAR sebagai ekowisata, serta
menjawab sasaran kedua tentang
mengidentiikasi bentuk partisipasi
masyarakat dalam pengembangan
Tahura WAR sebagai ekowisata.
Analisis ini dilakukan pada beberapa
tahap berupa pengkodean data (Coding)
dan kategorisasi data agar mudah
dipahami.
A. Editting
Kegiatan editing bertujuan untuk
mengecek kembali data-data yang
telah diperoleh yaitu hasil
wawancara dan dokumen-
dokumen literatur. Kegiatan ini
bermanfaat untuk menghilangkan
data-data yang dianggap ragu
kebenerannya atau tidak jelas
sehingga menimbulkan
kebingungan. Kegiatan editing
mencakup hal-hal sebagai berikut
: (Wardiyanta 2006 dalam
Rahman 2016)
Memeriksa kelengkapan data.
Data hasil wawancara dengan
informan yang tidak lengkap
dapat dilakukan wawancara
kembali supaya diperoleh
lengkap dan akurat.
Memeriksa kejelasan data, agar
mudah dipahami.
Memeriksa relevansi data.
Peneliti perlu meyakinkan
informan agar jawaban hasil
wawancara yang diperoleh harus
relavan terhadap permasalahan
penelitian.
Memeriksa konsistensi data,
supaya tidak ada jawaban yang
bertentangan.
Memeriksa keseragaman data,
agar mempermudah dalam
pengolahan data.
B. Pengkodean Data (Coding)
Kegiatan coding bertujuan untuk
mengklasifikasikan jawaban-
jawaban dari hasil penelitian yang
telah diperoleh dari hasil
wawancara terhadap informan-
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
informan (Wardiyanta, 2006
dalam Rahman ,2016). Jawaban
hasil wawancara terhadap
informan maka jawaban tersebut
harus disimpulkan. Coding
digunakan untuk mempermudah
peneliti dalam menganalisis data,
dan membuat kesimpulan hasil
penelitian berdasarkan sasaran-
sasaran yang ditetapkan. Analisis
data tersebut disusun dalam kode-
kode berdasarkan klasifikasi
pertanyaan dari setiap informan
dan satuan informasi. Pengkodean
dilakukan untuk
mengklasifikasikan hasil
wawancara lapangan yang
bertujuan untuk mempermudah
interpretasi dan penggunaan data
dalam analisis. Adapun pola
pengkodean adalah sebagai
berikut :
𝑨 …/𝑩 . . ./𝑪 …/𝑫 . .. Keterangan:
A : jenis kategori informasi dan
cara memperoleh data/informasi
B : kode informan
C : nomor urutan informan
D : nomor urutan informasi
Contoh :
Sasaran ke-1, Pertanyaan no-2,
untuk form wawancara
masyarakat
Didalam suatu pertemuan, apakah
masyarakat diberikan
kesempatan dalam memberikan
pendapat?
Boleh kok mba, pemerintah
Alhamdulillah memberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk
kita berpendapat. Jadi justru
masyarakat sangat aktif dalam
menyampaikan pendapat dan
saran saran begitu. Biasanya sih
pemuda-pemuda nya yang aktif
karena ide-ide mereka masih baru.
Mungkin juga karena kan
masyarakat disini juga berfikir
pendapat dari kita ini penting
karena menyangkut kegiatan
sehari-hari kita yang disini.
(Wawancara A2. MASY-02.07)
Keterangan :
…… : data yang dapat digunakan
dalam analisis
C. Kategorisasi Data
Kategorisasi data ini dilakukan
dengan memberikan kode
terhadap data sesuai dengan tujuan
dan informasi yang terkandung
dalam data tersebut. Kategorisasi
data dilakukan sesuai dengan
informan dalam mengeskplorasi
fenomena pengaruh
pengembangan pariwisata. Jenis
kode informasi data pada
penelitian diperjelas dengan
keterangan sebagai berikut :
IP : Instansi Pemerintah
PW : Pengelola Wisata
MASY : Masyarakat Lokal
D. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses
menyederhanakan atau memilah
data yang penting dan data yang
tidak digunakan dalam analisis.
Reduksi ini bertujuan untuk
mempermudah dalam proses
analisis data. Proses reduksi ini
juga harus tetap berpedoman pada
kebutuhan data.
E. Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan
data, selanjutnya dilakukan
analisis data menggunakan
metode analisis yang disesuaikan.
Analisis data ini disesuaikan
dengan sasaran yang telah
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
ditentukan sebelumnya. Analisis
yang digunakan meliputi analisis
dalam mengidentifikasi tingkat
partisipasi masyarakat dan
mengidentifikasi bentuk
partisipasi masyarakat dalam
pengembangan Tahura WAR
sebagai kawasan ekowisata.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Tingkat Partisipasi
Masyarakat dalam Pengambilan
Keputusan
Pada bagian ini akan dipaparkan
mengenai hasil analisis yang dilakukan
berdasarkan pengamatan (observasi)
dan wawancara. Pada penelitian ini,
dilakukan analisis terhadap tingkat
partisipasi masyarakat lokal dalam
pengembangan Tahura WAR sebagai
kawasan ekowisata menggunakan
tangga partisipasi Arnstein untuk
mengetahui sejauh mana masyarakat
dilibatkan dan sejauh mana ide atau
usulan masyarakat digunakan dalam
pengambilan keputusan.
Penentuan tingkat partisipasi
masyarakat disesuaikan berdasarkan
karakteristik tangga partisipasi menurut
Arnstein dengan karakteristik
partisipasi masyarakat lokal di
Kelurahan Sumber Agung. Penyesuaian
karakteristik partisipasi dilakukan
melalui wawancara terstruktur pada
informan-informan kunci berdasarkan
kriteria-kriteria yang telah ditentukan
oleh peneliti. Terdapat delapan
indikator tangga partisipasi Arnstein,
yaitu manipulasi, terapi, informasi,
konsultasi, penentraman, kemitraan,
pendelegasian, dan kotrol masyarakat.
Dimana indikator tersebut untuk
mengetahui sejauh mana masyarakat
dilibatkan dalam pengambilan
keputusan.
Pada tangga manipulasi tidak ada
kesesuaian karakteristik pada tangga
partisipasi menurut Arnstein (1969)
dengan masyarakat di Kelurahan
Sumber Agung. Masyarakat
Kelurahan Sumber Agung sendiri
sudah memiliki kemauan untuk hadir
dalam pertemuan atau rapat-rapat yang
diadakan oleh pemerintah, sehingga
masyarakat memahami tujuan dan
maksud dari Pengembangan di Tahura
WAR. Berdasarkan hasil wawancara
yang telah dilakukan, sebelum adanya
Pengembangan di Tahura WAR,
seluruh informan sepakat bahwa ada
sosialisasi yang dialkukan oleh
pemerintah. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh salah satu informan
sebagai berikut:
“Di Tahura sendiri, kita sudah mulai
memberikan sosialisasi yang namanya
sosialisasi Sadar Wisata dan Sapa Pesona
artinya ditempat mereka itu tidak hanya
hutannya saja yang dijadikan icon saja tetapi
bagaimana daerah disekitarnya supaya bisa
menunjang kegiatan itu, kalau hutannya tidak
perlu disinggung karena hutan itu adalah
ranahnya yaitu pemeritah. Masyarakatnya
adalah imbas dari adanya hutan itu apa yang di
dapat oleh masyarakat. Apalagi di Sumber
Agung banyak sekali potensinya yang bisa
diambil, disinilah kuncinya pemerintah selalu
memberikan sosialisasi pada masyarakat setiap
kali pemerintah mau melaksanakan program-
programnya, agar dapat mengelola pontensi
yang ada sehingga menjadikan nilai bagi
perekonomiannya “.(Wawancara, IP-03.04)
Hasil pengamatan di lapangan juga
menunjukkan bahwa kegiatan rapat
sangat rutin dilakukan, sehingga
seluruh masyarakat yang ikut serta
dalam kegiatan wisata sangat
mengetahui perkembangan terkait
obyek wisata di Tahura WAR yang
ada. Umumnya kegiatan rapat yang
biasa diselenggarakan rutin
dilaksanakan setiap 2 sampai 4 setiap
bulannya. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh salah satu informan
sebagai berikut:
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
“Kalau untuk pertemuan sih sering
dilakukan, apalagi pada saat rencana
penetapan desa wisata dengan Dinas
Pariwisata sering diskusi, itu udah beberapa
kali dilakukan dari bulan Januari, pokoknya
dalam sebulan 2 sampai 3 kali pasti diadakan
rapat rutin. Tapi sekarang yaa terkendala juga
karena covid makanya sekarang belum ada
kelanjutan lagi. Untuk pertemuan seperti itu,
biasanya dari yang diundang hanya beberapa
perwakilan saja, seperti tokoh-tokoh
masyarakat dan dari pokdarwisnya sendiri”
(Wawancara PW-02.05)
Selanjutnya pada tangga terapi,
tidak ada kesesuaian karakteristik pada
tangga partisipasi menurut Arnstein
(1969) dengan masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung. Pada
penyebaran informasi, seluruh
informan sepakat menjawab bahwa
adanya pemberitahuan pertemuan atau
rapat antara pemeritnah dan
masyarakat dalam Pengembangan di
Tahura WAR. Penyebaran informasi
diberikan kepada pokdarwis,
gapoktan, atau kepada tim penyuluh.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh
salah satu informan sebagai berikut:
“…informasi yang kami berikan kepada
masyarakat langsung kami tunjukkan pada
Pokdarwisnya atau tokoh-tokoh
masyarakatnya, atau Gapoktannya dan dibantu
dengan tim penyuluh dari tahuranya. Nanti
pokdarwis yang akan menyampaikan pada
masyarakatnya atau
anggotanya…”(Wawancara, IP-03.04)
Selanjutnya pada tangga informasi,
tidak ada kesesuaian karakteristik pada
tangga partisipasi menurut Arnstein
(1969) dengan masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung. Pada setiap
pertemuan yang dilakukan,
masyarakat di Kelurahan Sumber
Agung diberikan kesempatan dalam
menyampaikan pendapat, serta telah
adanya komunikasi dua arah antara
pemerintah dan masyarakat dalam
rapat dan diskusi yang dilakukan.
Berdasarkan dari hasil wawancara,
informan sepakat bahwa dalam setiap
pertemuan yang dilakukan,
masyarakat diberikan kesempatan
untuk menyampaikan pendapat terkait
Pengembangan di Tahura WAR. Hal
ini seperti yang dikatakan oleh salah
satu informan sebagai berikut:
“Boleh kok mba, pemerintah Alhamdulillah
memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
kita berpendapat. Jadi justru masyarakat sangat
aktif dalam menyampaikan pendapat dan saran
saran begitu. Biasanya sih pemuda-pemuda nya
yang aktif karena ide-ide mereka masih baru.
Mungkin juga karena kan masyarakat disini
juga berfikir pendapat dari kita ini penting
karena menyangkut kegiatan sehari-hari kita
yang disini”.(Wawancara, MASY-02.07)
Selanjutnya pada tangga
konsultasi, adanya kesesuaian
karakteristik pada tangga partisipasi
menurut Arnstein (1969) dengan
masyarakat di Kelurahan Sumber
Agung. Namun, pendapat yang tidak
diperhitungkan tidak sesuai dengan
karakteristik partisipasi pada
Kelurahan Sumber Agung. Pada setiap
pertemuan yang dilakukan,
masyarakat di Kelurahan Sumber
Agung diberikan kesempatan dalam
menyampaikan pendapat, serta telah
adanya komunikasi dua arah antara
pemerintah dan masyarakat dalam
rapat dan diskusi yang dilakukan. Serta
masyarakat diberikan kesempatan
yang seluas-luasnya dalam
menyampaikan pendapat. Pendapat
yang disampaikan masyarakat
diterima dan dipertimbangkan oleh
pemerintah. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh salah satu informan
sebagai berikut:
“Apapun hasil diskusi yang disampaikan
setiap kali ada perkumpulan selalu benar-benar
jadi bahan pertimbangan bagi pemerintah.
Karena dari pemerintahnya pun membuka
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat
untuk terlibat dalam semua kegiatan di
Tahura”. (Wawancara, MASY-01.06)
Selanjutnya pada tangga
penentraman, adanya kesesuaian
karakteristik pada tangga partisipasi
menurut Arnstein (1969) dengan
masyarakat di Kelurahan Sumber
Agung. Hal ini sesuai dengan
karakteristik tangga partisipasi pada
tingkat penentraman yang dijelaskan
Arnstein, dimana telah ada adanya
pemberitahuan informasi terkait rapat
dan diskusi dalam pengembangan
obyek wisata kepada masyarakat.
Namun pemberitahuan informasi
dilakukan hanya melalui kelompok
sadar wisata yang kemudian baru
diinformasikan kepada masyarakat.
Selain itu, telah adanya komunikasi dua
arah dalam rapat dan diskusi yang
dilakukan. Masyarakat diberikan
kesempatan yang seluas-luasnya dalam
menyampaikan pendapat. Pendapat
yang disampaikan masyarakat diterima
dan dipertimbangkan, namun dari
semua hasil yang ada, pengambilan
keputusan diputuskan oleh pemerintah
dan pihak pengelola yang juga
mempertimbangkan pendapat
masyarakat. Keterangan ini sejalan
dengan penjelasan institusi
pemerintahan dalam wawancara
peneliti:
“…pasti ada pengaruhnya, karena ide-ide dari
mereka pun sangat kita butuhkan. Makanya
pendapat-pendapat dari mereka pasti kami
tampung sebagai bahan masukan dan
pertimbangan bagi pemerintah daerah dan
pusat. Kalau emang ide mereka sesuai dengan
rencana pasti akan kami usahan terlaksana.
Kami selalu memberikan kewenangan kepada
masyarakat, apalagi tenagga dari mereka pun
sangat dibutuhkan, karena pemerintah tidak
bisa berdiri sendiri. Namun, kami masih selalu
memantau kegiatan mereka, agar tidak
melenceng…” (Wawancara, IP-02.03
Berdasarkan hasil analisis dari
tingkat partisipasi masyarakat dalam
pengembangan Tahura WAR sebagai
kawasan ekowisata berada pada
tangga penentraman. Tangga
penentraman merupakan tingkat
dimana keikutsertaan masyarakat
sudah terlihat dalam bentuk rapat-rapat
atau diskusi-diskusi pertemuan.
Masyarakat diberikan hak dan
kesempatan dalam menyampaikan
pendapat, saran, maupun kritikan. Dari
masukan yang ada tersebut diterima
dan dipertimbangkan bagi pemerintah
maupun pihak pengelola dalam
penentuan pengambilan keputusan.
Namun, partisipasi masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung masih
tergolong semu, dimana partisipasi
yang dilakukan tidak menunjukkan
hasil yang signifikan, bahkan umpan
balik yang disampaikan oleh
masyarakat lokal atas keputusan yang
dambil oleh pemerintah masih ada
yang diabaikan. Padahal substansi
dalam pengembangan wisata berbasis
masyarakat seharusnya partisipasi
yang dilakukan bersifat aktif dan
langsung. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam pengambilan keputusan untuk
pengembangan obyek wisata Tahura
WAR sebagai kawasan ekowisata
masih bersifat top-down dengan kata
lain, pemerintah masih mendominasi
dalam pengembangan Tahura WAR.
3.2 Analisis Bentuk Partisipasi
Masyarakat dalam Pengembangan
Kawasan Ekowisata
3.2.1 Tahap Perencanaan
Pada analisis ini, bentuk partisipasi
masyarakat dalam tahapan
perencanaan memiliki parameter yang
digunakan untuk menentukan derajat
partisipasi masyarakat dalam tahap
perencanaan, yaitu masyarakat
memiliki kehadiran dan keaktifan
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
peserta dalam menyampaikan
pendapat terkait pengembangan obyek
wisata. Bentuk partisipasi masyarakat
dalam tahap perencanaan, masyarakat
memiliki kemauan dalam menghadiri
pertemuan mengenai pengembangan
Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura)
Wan Abdul Rachman. Berdasarkan
hasil wawancara dengan informan,
menemukan bahwa kehadiran
masyarakat dalam pertemuan atau
rapat-rapat cukup antusias. Dalam hal
perwakilan masyarakat pada rapat-
rapat atau pertemuan, biasanya
pemerintah hanya mengundang
pokdarwis, tokoh-tokoh masyarakat,
kelompok karang taruna, dan beberapa
perwakilan masyarakat tiap-tiap dusun
di Kelurahan Sumber Agung. Hasil
wawancara menyatakan bahwa
masyarakat tidak dapat diundang
seluruhnya karena kurangnya
kapasitas ruangan rapat. Hal ini seperti
yang dikatakan oleh salah satu
informan sebagai berikut:
“Ya sering, itu sudah jadi kegiatan rutin,
biasanya yang diundang itu tokoh masyarakat,
pak RT, Lurah dan kita-kita yang biasa
kegiatan sosial dimasyarakat gitu. Baru nanti
informasi yang kita dapatkan diinfokan lagi
kemasyarakat luas. Jadi biasanya nanti kita
itu kumpul lagi sama masyarakat mba buat
informasikan hasil yang
didapatkan.”(Wawancara, MASY-01.06)
Berdasarkan hasil wawancara
diatas, maka dapat dipahami bahwa
partisipasi masyarakat terhadap
pengembangan obyek wisata
merupakan partisipasi masyarakat
yang ikut serta hanya orang-orang
tertentu saja. Kemudian tidak semua
masyarakat ikut serta dalam pertemuan
atau rapat-rapat dalam pengambilan
keputusan tersebut. Hal ini karena
kurangnya kapasitas ruang rapat yang
menjadi salah satu faktor
ketidakhadiran masyarakat. Pada
umumnya mereka mengaku sangat
senang berpartisipasi dalam
perencanaan karena tidak jarang usul
atau saran yang diberikan masyarakat
dilaksanakan oleh pemerintah dan
pihak pengelola.
Selanjutnya, partisipasi
masyarakat dalam tahap perencanaan
pada parameter keaktifan masyarakat
dalam mengemukakan pendapat
sangat baik. Masyarakat berperan aktif
dalam menyampaikan pendapat terkait
perencanaan pengembangan Taman
Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh salah satu informan
sebagai berikut:
“Kalau kita pasti sih, nyampein pendapat,
masukan dari temen-temen. Yaa kalau
masyarakat pasti ngasih saran, karena banyak
ide-ide yang mau kita sampein. Karena dari
pemerintahnya juga ngasih kita kesempatan
seluas-luasnya buat nyampaikan pendapat
mba” (Wawancara, MASY-03.08)
Secara keseluruhan pada partisipasi
tahap perencanaan, masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung telah
memiliki minat dan kemauan dari
masyarakat untuk ikut berpartisipasi,
terlihat dari antusias dan banyaknya
masyarakat yang ikut hadir dalam
perencanaan. Keaktifan masyarakat
dalam menyampaikan pendapat sudah
baik. Dengan upaya sosialisasi atau
pemberian pengetahuan yang dilakukan
oleh pemerintah dalam pelibatan
masyarakat telah memberikan
kesempatan kepada masyarakat seluas-
luasnya untuk menyampaikan usul atau
ide yang mereka miliki dalam
perencanaan.
3.2.2 Tahap Pelaksanaan
Partisipasi masyarakat salah satu
wujud dari keterlibatan seseorang atau
sekelompok orang dalam melakukan
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
sesuatu. Bentuk partisipasi masyarakat
dalam pengembangan obyek wisata
dapat dilihat dari keterlibatan
masyarakat dalam berbagai kegiatan
yang telah disepakati oleh masyarakat
dan juga pemerintah dalam pelaksanaan
pengambangan pariwisata di Taman
Hutan Raya Wan Abdul Rachman.
Parameter partisipasi masyarakat
dalam tahap pelaksanaan adalah adanya
atraksi atau pertunjukkan masyarakat
lokal, adanya fasilitas kenyamanan yang
disediakan masyarakat, adanya
pemandu wisata dari masyarakat lokal,
adanya penjual cinderamata khas lokal,
masyarakat turut menjaga kenyamanan,
keamanan, ketertiban dan kebersihan,
masyarakat turut serta dalam kerja
bakti, masyarakat turut menyediakan
homestay, membuka warung atau
rumah makan, masyarakat turut
mempromosikan obyek wisata serta
masyarakat turut berpartisipasi dalam
sosialisasi dan pelatihan keterampilan.
Dalam perencanaan pembangunan
tentu masyarakat akan dilibatkan.
Maka dari itu rencana pembangunan
obyek wisata sudah tentu adanya
pelaksanaan di lapangan. Peran serta
masyarakat yang terjadi saat
pelaksanaan pembangunan yaitu
saling berkolaborasi antara pemerintah
dan masyarakat lokal dalam
pengembangan obyek wisata. Hal ini
seperti yang dikatakan oleh salah satu
informan sebagai berikut:
“Kalo untuk keterlibatan kami dari masyarakat
Alhamdulillah sampai saat ini masyarakat
mendapatkan peluang lebih dan seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk ikut andil, yang
penting tidak menabrak aturan di Tahuranya.
Masyarakat diberikan peluang dalam
mengembangkan pariwisata seperti rumah
pohon, penangkaran rusa, pasar dadakan tidak
hanya itu masih banyak lagi yang lainnya,
karena adanya wisata sekarang ini kita-kita
udah ada yang ngebuka penginapan gitu mba
untuk wisatawan yang ingin bermalam sebelum
naik ke bukit, dan masyarakat juga udah banyak
yang ngebuka warung-warung dan rumah
makan mba” (Wawancara, MASY-01.06)
Berdasarkan hasil wawancara
diatas, maka dapat dipahami bahwa
partisipasi masyarakat atau
keikutsertaan masyarakat dalam
pelaksaan pembangunan kawasan
obyek wisata sangat diperlukan karena
dengan melibatkan masyarakat,
pembangunan tersebut akan berjalan
dengan semestinya. Pemerintah tetap
berusaha untuk berupaya mengajak
masyarakat untuk ikut serta dalam
pelaksanaan pembangunan kawasan
obyek wsiata. Partisipasi masyarakat
merupakan faktor penentu sekaligus
sebagai indikator keberhasilan dalam
suatu pembangunan. Seberapa kerja
kerasnya pemerintah membangun untuk
menjalankan program-program, jika
tidak melibatkan masyarakat, maka
tingkat keberhasilan pembangunan dan
keberlanjutan pembangunan akan
berbeda dengan kondisi jika masyarakat
berpartisipasi.
Selain itu, berdasarkan dari hasil
wawancara keterlibatan masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung dalam
pengembangan obyek wisata
selanjutnya berupa partisipasi dalam
bentuk tenaga, masyarakat bergotong
royong dalam hal melakukan
pembangunan dan menjaga kebersihan
di kawasan obyek wisata. Hal ini
seperti yang dikatakan oleh salah satu
informan sebagai berikut:
“…kita gotong royong dalam melakukan
pembangunan-pembangunan yang ada di
Tahura ini, kita disini ada kegiatan rutin juga
mba kayak jumat bersih begitu setiap pagi kita
lakuin, yaa kita sama-sama menjaga aja apa
yang kita miliki disini. Intinya kita disini
masyarakat saling kerja sama supaya
wisatawan yang datang kesini bisa
nyaman…” (Wawancara, MASY-03.08)
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
Dalam hal program pelatihan
pemandu wisata atau tourguide yang
dilaksanakan Dinas Pariwisata
Provinsi Lampung dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya
manusia khususnya masyarakat lokal
yang memiliki potensi sebagai
pramuwisata. Pelatihan pemandu
wisata ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya
masyarakat lokal dalam penerimaan
wisatawan yang berkunjung ke
kawasan obyek wisata. Pelatihan
obyek wisata ini diikuti oleh
masyarakat lokal yang dilatih untuk
mempersiapkan diri menyambut
wisatawan kedepannya. Hal ini seperti
yang dikatakan oleh salah satu
informan sebagai berikut:
“Sering itu, kaya jadi Tour Guide, pelatihan
ini itu, kalau saya dari bujang dulu udah
sering begitu. kalau sekarang mah saya cari
temen untuk yang mewakili. Intinya pelatihan-
pelatihan seperti itu banyak, bahkan ini sudah
jadi kegiatan rutinan dari Dinas Pariwisata
dan Dinas Pertanian” (Wawancara, MASY-
01.06)
Secara keseluruhan pada partisipasi
tahap pelaksanaan atau implementasi,
masyarakat di Kelurahan Sumber
Agung masih bersifat terbatas. Bentuk
partisipasi masyarakat dalam tahap
pelaksanaan atau implementasi pada
pengembangan pariwisata di Taman
Hutan Raya Wan Abdul Rachman
masih bersifat pasif, dimana masyarakat
menyediakan fasilitas penunjang wisata
seperti penyewaan tenda dan warung
makan, masyarakat berperan sebagai
pemandu wisata (tourguide),
masyarakat menjaga keamaan dan
kenyamanan kawasan wisata melalui
gotong-royong dan menjaga kebersihan
kawasan wisata, selain itu masyarakat
ikut dalam menyediakan homestay,
serta masyarakat mengikuti pelatihan-
pelatihan keterampilan yang diberikan
oleh pemerintah. Dalam hal ini masih
terdapat kelemahan pada tahap
pelaksanaan pengembangan seperti
belum adanya pertunjukkan atau atraksi
wisata, cinderamata atau oleh-oleh khas
wisata setempat belom tersedia, serta
dalam hal mempromosikan obyek
wisata belum terlihat dalam tahap
pelaksanaan. Padahal tiga hal tersebut
merupakan hal penting untuk
meningkatkan serta memperkenalkan
sebagai daya tarik wisata di Taman
Hutan Raya Wan Abdul Rachman.
3.2.3 Tahap Pemanfaatan Hasil
Tahap menikmati hasil diwujudkan
dari keterlibatan seseorang pada tahap
pemanfaaan suatu proyek atau kegiatan
setelah proyek tersebut selesai
dikerjakan. Menikmati hasil dapat
diterima dalam bentuk materi, jejaring,
maupun fisik dari wilayah tersebut.
Tahap ini dapat diartikan sebagai buah
dari kinerja yang sudah dilaksanakan
dalam pengembangan obyek wisata.
Dengan kata lain, keuntungan yang
diterima masyarakat dari adanya
pengembangan obyek wisata.
Partisipasi dalam tahap pemanfaatan
hasil merupakan salah satu indikator
keberhasilan dari sebuah partisipasi.
Semakin besar manfaat yang dirasakan
maka program tersebut telah berhasil
dilaksanakan. Keberhasilan ini ditandai
dengan adanya peningkatan jumlah
pengunjung. Hal ini secara tidak
langsung telah memberikan dampak
dalam kehidupan masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung, khususnya
dampak ekonomi. Dampak tersebut
merupakan akibat dari adanya
partisipasi masyarakat untuk
mengembangkan obyek wisata.
Pada mulanya masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung adalah
masyarakat dimana penghasilan mereka
mayoritas diperoleh dari berkebun,
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
bertani, dan kuli bangunan, akan tetapi
sejak saat adanya pengembangan obyek
wisata ini warga masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung mulai
terbuka dengan masyarakat pariwisata,
hal itu ditandai dengan banyaknya
warga yang bekerja dan berjualan
disekitar kawasan obyek wisata. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh
penulis, menunjukkan bahwa pariwisata
mampu mempengaruhi kondisi
ekonomi di Kelurahan Sumber Agung.
Selain mampu memberikan kontribusi
terhadap daerah berupa pendapatan
daerah, pariwisata juga mampu
menciptakan lapangan kerja dari segi
formal ataupun non-formal,
peningkatan lapangan kerja ini secara
tidak langsung dapat memberikan
dampak positif terhadap pengurangan
angka pengangguran dan kriminalitas di
Kelurahan Sumber Agung, hal ini sesuai
dengan apa yang disampaikan oleh
salah satu informan sebagai berikut :
“Dampak ekonomi secara umumnya ya bagus,
ngaruh banget malah, dengan adanya
pariwisata itu salah satu sektor yang bagus,
karena ini lagi Covid jadi semua plan hancur.
Sebelum ada wisata yang dikembangkan
disini, masyarakat itu monoton mba, paling
berkebun, kuli bangunan, sekarang sudah
banyak yang berjualan dipingir jalan, banyak
ide kreatif” (Wawancara, MASY-01.06)
Selain hal diatas masih ada dampak
yang begitu terasa akibat adanya
kegiatan pengembangan pariwisata di
Taman Hutan Raya (Tahura) Wan
Abdul Rachman yaitu peningkatan
kegiatan ekonomi sebagai akibat
dampak dibangunnya sarana-sarana
demi pengembangan pariwisata daerah
tersebut. Hal itu bisa dilihat dari
semakin banyaknya masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung melakukan
kegiatan ekonomi di lokasi obyek
wisata seperti berjualan dan bekerja
sebagai tenaga formal maupun tidak
formal di obyek wisata tersebut. Hal
itu sesuai dengan apa yang
disampaikan oleh salah satu informan
sebagai berikut :
“Menurut saya sih yaa ngaruh mbak, apalagi
setelah ada wisata ini, pekerjaan masyarakat
gak monoton lagi karena udah banyak ide-ide
kreatif muncul. Dari tahun ke tahun bisa
dikatakan selalu terjadi peningkatan dari segi
perekonomian masyarakat disini, itu bisa
dilihat dari banyaknya masyarakat yang
bekerja ditempat wisata, semisal berdagang,
menjadi tukang ojek, tukang parkir atau
penjaga wc. semua itu yang bekerja
masyarakat disini mba, kami memberdayakan
masyarakat desa kami” (Wawancara, MASY-
02.07)
Secara keseluruhan, dalam tahap
pemanfaatan hasil menunjukkan bahwa
pariwisata mampu mempengaruhi
kondisi ekonomi di Kelurahan Sumber
Agung serta mampu menciptakan
lapangan pekerjaan dari segi normal
ataupun non-formal, peningkatan
lapangan kerja ini secara tidak langsung
dapat memberikan dampak positif
terhadap pengurangan angka
pengangguran dan kemiskinan di
Kelurahan Sumber Agung. Namun hal
ini, partisipasi masyarakat pada tahap
pemanfaatan hasil belum mampu
meningkatkan perekonomian secara
signifikan pada lapisan terbawah di
Kelurahan Sumber Agung, karena
secara keseluruhan usaha pariwisata
yang dikelola oleh masyarakat lokal
mayoritas hanya berskala kecil.
Sehingga kesenjangan masih dapat
dirasakan di Kelurahan Sumber Agung
ini.
3.2.4 Tahap Evaluasi
Partisipasi masyarakat dinilai dalam
bentuk keikutsertaan masyarakat atau
turut berpartisipasi untuk menjaga
jalannya kegiatan pembangunan agar
sesuai dengan yang telah direncanakan
sebelumnya serta mengawasi kegiatan
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
pembangunan serta hasil-hasilnya.
Salah satu aspek yang penting dalam
pelaksanaan rencana sebagai bagian
dari proses perencanaan yang
menyeluruh adalan evaluasi. Evaluasi
ini dimaksudkan untuk mengetahui
pelaksanaan pembangunan berjalan
sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan atau tidak. Dengan dilakukan
evaluasi akan diketahui penyimpangan-
penyimpangan atau permasalahan yang
terjadi dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan. Pada penelitian ini
parameter partisipasi masyarakat yang
digunakan pada tahap evaluasi yaitu
masyarakat diminta untuk menilai
kebijakan pembangunan pariwisata,
masyarakat hadir dan aktif dalam
mengikuti rapat atau pertemuan
evaluasi pengembangan obyek wisata
dan masyarakat berinisiatif memberikan
penilaian, kritik dan saran terhadap
pengembangan pariwisata.
Berdasarkan hasil wawancara,
diketahui bahwa partisipasi masyarakat
pada tahap evaluasi, adanya ajakan dari
pemerintah secara resmi kepada
masyarakat untuk melakukan evaluasi
terkait pengembangan wisata. Evaluasi
yang dilakukan melibatkan pokdarwis,
tokoh-tokoh masyarakat, serta
masyarakat lokal, karena dalam
perencanaan pengembangan yang
dilakukan oleh pemerintah sudah
mendengarkan masukkan dari
masyarakat. Sehingga masyarakat dapat
memberikan pendapat dan usulannya
dari awal hingga pelaksanaan evaluasi.
Hal itu sesuai dengan apa yang
disampaikan oleh salah satu informan
sebagai berikut :
“… pemerintah sekarang mainsetnya tidak lagi
topdown semua, pasti buttom up jadi pasti
mendengar pendapat masyarakat dan pihak-
pihak lainnya. Mengapa kita mengundang
mereka kalau kita tidak mendengar pendapat
mereka...” (Wawancara, IP-01.01)
Selain itu, masyarakat juga ikut
hadir dan aktif dalam penyampaian
pendapat maupun usul dalam rapat
evaluasi, serta berinisiatif memberikan
penilaian, kritik maupun saran terhadap
pengembangan obyek wisata. Kondisi
ini hampir sama seperti pada tahapan
perencanaan. Masyarakat yang hadir
dalam rapat pertemuan baik
perencanaan maupun evaluasi
cenderung aktif dalam penyampaian
pendapat. Masyarakat beranggapan
bahwa kesempatan yang diberikan oleh
pemerintah untuk menyampaikan
pendapat dan usulan harus
dimanfaatkan secara efektif, sehingga
masyarakat berperan aktif dalam
menyampaikan pendapat dan ikut
menjalankan keputusan yang
ditentukan. Hal itu sesuai dengan apa
yang disampaikan oleh salah satu
informan sebagai berikut :
“Ohh yaa pasti ikut mba, masyarakat disini juga
memang seneng sekali kalau ada rapat-rapat
atau perkumpulan. Kalo terakit dengan hasil
evaluasi gitu kita sering mba bahas dengan
pemerintahya, karena kendala atau masalah
kan pasti ada, tapi masyarakat disini dan pihak
tahura saling kolaborasi, kita saling tuker
pikiran gimana baiknya untuk pengembangan
kedepan. Karena kalau pengembangan itu
berhasil kan masyarakat juga yang merasakan
dan diuntungkan.” (Wawancara, MASY-03.08)
Berdasarkan pernyataan diatas,
secara keseluruhan bentuk partisipasi
masyarakat di Kelurahan Sumber
Agung pada tahap evaluasi sudah ada
kehadiran dari masyarakat dan kemauan
masyarakat untuk memberikan
pendapat atau saran. Masyarakat terlibat
dalam pelaksanaan program yang
berjalan untuk mencapai tujuan. Ketika
program dijalankan, masyarakat
mengetahui kekurangan yang harus
diperbaiki untuk kemajuan kedepannya.
Namun, dalam jalannya program-
program pengembangan di kawasan
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
pariwisata di Taman Hutan Raya
(Tahura) Wan Abdul Rachman masih
sepenuhnya diawasi oleh pemerintah,
sehingga masyarakat yang seharusnya
terlibat dalam hal ini tidak merasakan
mengawasi jalannya pengembangan
pariwisata.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa
partisipasi masyarakat sangat penting
dalam pengembangan Tahura WAR
sebagai kawasan ekowisata. Dibuktikan
bahwa partisipasi masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung dalam
pengembangan obyek wisata yang
belum sempurna, hal ini dikarenakan
mayoritas sumber penghasilan utama di
Kelurahan Sumber Agung adalah tani
dan buruh, serta masih rendahnya
tingkat pendidikan pada masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung. Hal ini
membuktikan bahwa Sumber Daya
Manusia (SDM) di Kelurahan Sumber
Agung masih sangat terbatas atau masih
tergolong rendah, sehingga
pengembangan pariwisata di kawasan
Tahura WAR belum menghasilkan hasil
yang baik, karena masih kurangnya
pengetahuan yang dimiliki oleh
masyarakat untuk ikut berpartisipasi
dalam pengembangan obyek wisata.
Tingkat partisipasi masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung berada pada
tangga partisipasi penentraman yaitu
sudah adanya pastisipasi masyarakat,
namun partisipasi masyarakat tersebut
masih tergolong semu, dimana
partisipasi yang dilakukan tidak
menunjukkan hasil yang signifikan,
bahkan umpan balik yang disampaikan
oleh masyarakat lokal atas keputusan
yang dambil oleh pemerintah masih ada
yang diabaikan. Selanjutnya, pada
partisipasi masyarakat dalam tahapan
pengembangan berdasarkan dari
keempat tahapan yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap
pemanfaatan hasil, dan tahap evaluasi.
Secara keseluruhan masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung berpartisipasi
aktif pada tahap perencanaan dan
tahap evaluasi, hal ini dapat dikatakan
berpartisipasi aktif karena partisipasi
masyarakat pada Kelurahan Sumber
Agung dalam kedua tahap tersebut
berupa partisipasi dalam bentuk buah
pikiran atau pendapat dan kehadiran
dalam suatu pertemuan dengan
pemerintah. Sedangkan pada tahap
pelaksanaan masih memiliki kelemahan
dimana belum adanya atraksi wisata,
cinderamata, serta dalam hal
mempromosikan obyek wisata belum
dilakukan. Padahal tiga hal tersebut
merupakan hal penting untuk
meningkatkan daya tarik wisata di
Tahura WAR. Kemudian tahap
pemanfaatan hasil, walaupun
masyarakat merasakan adanya
peningkatan ekonomi, namun
peningkatan tersebut tidak signifikan,
karena secara keseluruhan usaha
pariwisata yang dikelola oleh
masyarakat lokal mayoritas hanya
berskala kecil. Sehingga kesenjangan
masih dapat dirasakan di Kelurahan
Sumber Agung.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam
pengembangan obyek wisata Tahura
WAR sebagai kawasan ekowisata baik
dari tingkat partisipasi maupun dari hal
bentuk partisipasi, mengindikasikan
bahwa adanya hubungan dengan
pengetahuan dan keterampilan. Hal
ini dibuktikan dalam hal pengambilan
keputusan yang masih berada ada
tingkat penentraman, dimana
masyarakat belum diajak sepenuhnya
dalam pengambilan keputusan. Jika
dilihat dari teori, terdapat kesenjangan
antara pengetahuan yang dimiliki oleh
pemerintah dengan pengetahuan yang
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul
Rachman sebagai Kawasan Ekowisata (Studi Kasus: Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Kota Bandar Lampung)
Nita Febriana1, Dewi Sawitri2, Yudha Rahman3
dimiliki oleh masyarakat. Jika dilihat
dari tingkat pendidikan, masyarakat di
Kelurahan Sumber Agung mayoritas
hanya lulusan dari SMP, tidak
sebanding dengan pemerintah yang
memiliki pengetahuan jauh lebih
unggul. Kemudian jika dilihat dalam
setiap tahapan pengembangan, terutama
dalam hal tahap pelaksanaan dan tahap
pemanfaatan hasil, karena kurangnya
pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki masyarakat, menyebabkan
pemanfaatan secara ekonomi dan sosial
masih tidak maksimal. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pengembangan Tahura
WAR masih bersifat top-down dengan
kata lain, pemerintah masih
mendominasi dalam pengembangan
pariwisata. Padahal bila mengacu pada
konsep pariwisata berkelanjutan
(ekowisata), peran pemerintah
diharapkan sebagai fasilitator dengan
memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk pengembangan
pariwisata. Hal ini menunjukkan bahwa
pengembangan pariwisata di Tahura
WAR dengan konsep ekowisata
berbasis Community Based Tourism
(CBT) belum terwujud
DAFTAR PUSTAKA
(UNWTO), W. T. (2013). Sustainable
Tourism for Development
Guidebook. Madrid: World
Tourism Organization
(UNWTO).
[UPTD Tahura WAR] Unit Pengelola
Teknis Daerah Tahura WAR.
2015. Rencana Pengelolaan
Jangka Panjang Taman Huta
Raya Wan Abdul Rachman.
Lampung (ID): UPTD Tahura
WAR.
Arnstain, S. R. (1969). A Leader of
Citizen Participation, 35(4),
216-224.
Cohen, J. M., & Uphoff, N. T. (1980).
Participation’s place in rural
development: Seeking clarity
through specificity. World
Development, Vol 8(3), 213–
235.
Fitriyana, D. (2016). Konflik
Manajemen antara Pengelola
dan Masyarakat di Tahura
Djuanda Bandung. Jawa Barat:
JUMPA
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33
Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengembangan Ekowisata di
Daerah
Rahman, Y. (2016). Perubahan
Perilaku Ekonomi Masyarakat
sebagai Dampak
Pengembangan Pariwisata
Alam Perdesaan : Studi Kasus
Pemandu Wisata Air Terjun
Nyarai Kecamatan Lubuk
Alung, Provinsi Sumatera Barat.
Semarang: Universitas
Diponegoro
Septi Wulandari, D. (2019). Partisipasi
Masyarakat Lokal dalam
Mendukung Pengembangan
Obyek Wisata Air Terjun
Temam sebagai Kawasan
Ekowisata. Lampung Selatan:
Institut Teknologi Sumatera. Soekanto S. 2003. Sosiologi suatu
Pengantar. Jakarta (ID): PT Raja
Grafindo Persada.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&B.
Bandung: Alfabeta.
top related