OUR TRIP :) JEPARA-DEMAK
Post on 22-Jul-2016
235 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
Sri Sumariyanti
Sri Oya Yubi
Annisaa Nur Wiidyastuti
Bigi Pangestuti
M Y T R I P M Y A D V E N T U R E
Alhamdulillah, sungguh luar biasa.....Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan YME2. Orang Tua3. Dosen Aplikasi Komputer Lanjut4. Dosen Jurusan PLS5. Teman - teman PLS A 20136. Ketua FEDEP7. Ketua PKBM Karangmelati8. Ketua PKBM Surya Alam9. Serta berbagai pihak.
Yang telah membantu melancarkan perjalanan kami untuk melaksanakan tugas paktek lapangan ini
welcome
TO OUR ADVENTURE’S BOOK
SEKOLAH UKIR FEDEP JEPARA, PKBM KARANGMLATI DAN
PKBM SURYA ALAM KABUPATEN DEMAK
Nama Anggota :
Sri Sumaryanti (13102241013)
Sri Oya Yubi (13102241028)
Annisaa Nur Widyastuti (13102244010)
Bigi Pangestuti (13102244011)
Kelas : PLS 4 A
Sebuah kehormatan bagi kami kelompok 3 yang terdiri dari empat orang yaitu Sri
Sumaryanti, Sri Oya Yubi, Annisaa Nur Widyastuti dan Bigi Pangestuti, kami berasal dari
kabupaten yang sama yaitu Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Misi kami adalah untuk
mengunjungi dan ikut belajar di beberapa lembaga nonformal yang ada di Indonesia. Maka
diputuskanlah bahwa kami memilih untuk berkunjung dan belajar ke daerah Kabupaten Jepara
dan Demak. Kami diberi waktu selama satu minggu untuk berkunjung ke lembaga nonformal
tersebut. Dan dari kelompok kami, memutuskan untuk berangkat pada hari Senin, tanggal 13
April 2015 sampai dengan hari Jumat, tanggal 17 April 2015. Selama lima hari tersebut
kelompok kami mengunjungi dua kota dan mendatangi lembaga nonformal yang ada di sana.
Untuk tujuan kota pertama adalah Jepara dan yang selanjutnya ke Demak. Karena kami adalah
wanita-wanita tangguh dan kuat untuk pergi mengunjungi kota-kota tersebut hanya kami hanya
bermodalkan dengan mengendarai sepeda motor, itulah kami.
Alasan kami memilih dua kota tersebut adalah yang pertama untuk kota Jepara, kami
ingin melihat bagaimana pendidikan nonformal yang berkembang di Kota Kartini tersebut
dengan kita mendatangi salah satu sekolah ukir yang berada di Jepara, karena Jepara terkenal
dengan ukiran yang menakjubkan. Untuk tujuan kedua yaitu Kabupaten Demak, alasan kami
memilih untuk berkunjung ke lembaga nonformal yang berada di Demak adalah, karena
terdapat salah satu lembaga nonformal yang ada di Demak yaitu PKBM Surya Alam, yang
salah satu programnya adalah mengenai perikanan, yang mana untuk di lembaga-lembaga
nonformal lain (PKBM di daerah lain) belum ada program mengenai perikanan tersebut, kami
sangat tertarik akan program perikanan tersebut karena beda dari yang lainnya.
1
Perjalanan kami dimulai hari Senin, 13 April 2015. Semula kami berkumpul di rumah
Oya, setelah cukup persiapannya, kami bersiap memulai perjalanan dengan menggunakan dua
sepeda motor yang mana Oya berboncengan dengan Sumi dan satu motor lagi Bigi
berboncengan dengan Annisa. Pukul 10.00 WIB kami mulai berangkat meninggalkan rumah
Oya. Selama dalam perjalanan menuju kota Jepara banyak keseruan yang ditemui. Jujur saja
dari kami, empat perempuan ini, belum pernah berkunjung ke kota tersebut. Kami berempat
hanya dengan modal nekat pergi ke sana. Awalnya kami tidak mengetahui rute perjalanan
untuk menuju kota tersebut, walaupun kami hanya tahu sampai kota Semarang saja. Dan kami
diberi petunjuk jalan dari pengelola sekolah ukir di Jepara untuk melewati Tol Ungaran.
Mungkin beliau mengira kami datang dengan mengendarai mobil, namun pada kenyataannya
kami hanya menggunakan sepeda motor saja. Dua jam setelah meninggalkan Kota Yogyakarta
kami beristirahat dan beribadah di sebuah SPBU di daerah Bawen. Sambil melepas penat
setelah berkendara cukup jauh, kami sempatkan juga untuk menikmati bekal makanan yang
dibawa. Setelah kami istirahat kurang lebih 45 menit, lalu kami melanjutkan perjalanan kami.
Pada saat itu cuaca kurang mendukung, karena mendung dan terlihat akan tanda-tanda turunnya
hujan, kabut pegunungan sekitar pun mulai turun dan menutupi jalan yang akan kami lalui,
tetapi karena tekad kami yang kuat maka kami pun tetap melanjutkan perjalanan. Di dalam
perjalanan, kami perpapasan dan juga beriringan dengan truk besar seperti truk tronton karena
jalan yang kita lewati adalah jalur provinsi. Selain itu kami juga disuguhi dengan pemandangan
yang menurut kami lumayan menarik karena kami melihat banyak pabrik-pabrik di jalan raya
Ungaran-Semarang. Karena cukup padatnya lalu lintas di jalan tersebut, membuat kami
terpisah. Tetapi kami sama-sama memiliki felling untuk tetap mengikuti jalan sesuai petunjuk
arah yang ada agar mencapai jalan untuk ke arah Tol Ungaran.
Saat terpisah ada sebuah kejadian menarik yang dialami oleh Oya dan Sumi. Mereka
dengan polosnya mengarahkan lampu sein ke arah jalan tol, tetapi saat itu ada dua orang bapak-
bapak yang menjaga jalan masuk ke arah tol dan dengan gamblangnya, salah satu bapak
tersebut berteriak kepada Oya dan Sumi,
2
“Tol Ungaran, Mbak?!!”, kata bapak itu sembari tetap mengatur lalu lintas.
“Iyaaa Pak! Ungaran!”, polosnya Oya menjawab dengan tetap menjalankan motor
untuk masuk ke arah tol.
“Yaaaa....motor gak boleh masuk laah!”, kata bapak itu dan kemudian mereka
diberhentikan olehnya.
Hal lucu itulah yang kami dapatkan di awal perjalanan kami menuju kota Jepara. Tidak
cukup sampai di situ keseruan lainnya yang kami lalui. Setelah sampai di Semarang pun kami
mengalami insiden yang cukup menegangkan yakni memutari jalanan yang sama alias nyasar.
Tetapi karena kita anak PLS yang cerdas maka kami bertanya kepada orang-orang sekitar dan
kami pun mendapati jawaban yang berbeda-beda, padahal pertanyaanya sama, “Arah ke Jepara
ke mana yaa??”. Hampir putus asa, karena tak menemui jalan yang kami tuju maka kami
putuskan untuk terus melaju dan membiarkan roda motor terus menggelinding agar kami tak
memiliki rasa putus asa tersebut. Dan pada akhirnya kami bertemu dengan seorang bapak yang
baik sekali karena mau mengantar menuju jalan yang seharusnya kami lalui. Bapak tersebut
berpesan untuk mengikuti jalan ke arah Surabaya. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada beliau. Waktu sudah mulai sore, kami sudah meninggalkan kota Semarang dan
perjalanan kami masih setengahnya. Selepas dari Semarang kemudian kami beristirahat dan
beribadah di sebuah SPBU di pinggir jalan Semarang-Demak. Lepas 20 menit kami shalat
Ashar dan beristirahat, selanjutnya kami tancap gas agar tidak kemalaman sampai di tujuan.
Waktu itu kami sudah merasa sangat capek dan lelah sekali. Tapi perjalanan yang kita tempuh
masih lama. Lalu kami gugah semangat yang ada di dalam diri kami dan melanjutkan
perjalanan lagi, terasa semangat jiwa muda kami terbakar dan berapi-api. Bahkan di setiap kali
kesempatan kami diperhatikan banyak orang karena plat motor kami “AB”. Tetapi pandangan
mata mereka tidak terlihat meremehkan dan merendahkan tetapi kami dianggap tangguh, gila,
super, dan mungkin hebat. Mata mereka menunjukan akan hal kekaguman pada kami dan inilah
yang membuat kami terus bisa melajukan sepeda motor kami menuju tempat tujuan kami. Dan
lagi-lagi kegigihan kami diuji kekuatannya, yakni jalan satu-satunya menuju Jepara ternyata
sedang diperbaiki. Jalan yang ditempuh tidak semulus jalan dari saat kami berangkat. Jalannya
sangat tidak nyaman untuk dipakai pejalan jauh seperti kami.
3
Dari motor yang awalnya bersih dan kinclong setelah kami melewati jalanan tersebut
motor yang kami tumpangi berubah wujud menjadi coklat berlumpur karena jalan di sana
masih sebagian tanah sama seperti di daerah pegunungan ditambah lagi bercampur dengan air
hujan semakin becek pula jalanan yang kami lalui. Jalan yang rusak tersebut cukup panjang
yakni sekitar 20 kilometer. Sekitar sehabis adzan Maghrib kami berempat sampai di kota tujuan
pertama yaitu kota Jepara. Kami beristirahat di depan gapura selamat datang sambil menunggu
jemputan. Kami merasakan kesenangan yang luar biasa dan seakan kelelahan yang melanda
sirna begitu saja karena kami telah berhasil sampai di tempat tujuan pertama, dan untuk
menghilangkan kejenuhan menunggu kami sempatkan untuk berfoto dan makan apa aja yang
tersisa hari itu di ransel kami. Sekitar pukul 18.24 WIB, kakak sepupu Sumi datang menjemput
kami. Pada waktu Isya kami sudah sampai di rumah saudara Sumi yang akan menjadi tempat
singgah pertama kami selama di Jepara. Di rumah tersebut tinggal kakak sepupu Sumi, istri
dan kedua putrinya.
Kebetulan rumah kakak sepupu Sumi tersebut berada tepat di depan masjid, jadi kami
langsung sholat di sana. Saat shalat Isya selesai, sang imam memimpin dzikir atau doa seusai
sholat. Nah, di sini saat kami merasakan kekhusyukan yang luar biasa dalam doa kami
dikejutkan oleh kalimat dzikir yang terlontar dari sang imam yang membuat kami tidak tahan
untuk tidak tertawa. Padahal kami masih duduk di antara jamaah putri lainnya yang merupakan
masyarakat sekitar. Mereka pun menyadari bahwa kami menertawakan sang imam. Sang imam
memimpin dzikirnya aneh sekali, dalam melafalkan kalimat “Laailahailallah” terdengar hanya
melafalkan “ilallah” saja. Sehingga terdengar “ilallah.. ilallah…” begitu dan seterusnya dengan
irama dzikir. Menurut kami, hal itu kedengarannya masih asing seperti irama musik gendang
yang ada di lagu-lagu dangdut. Karena tidak dapat menahan tawa, maka kami memutuskan
untuk segera keluar masjid. Setelah berada di luar masjid kami pun bisa tertawa lepas. Ada
seorang ibu yang sudah cukup umur, sepertinya juga bukan berasal dari desa tersebut, beliau
pun juga tertawa dan menanyakan akan hal tersebut kepada kami. Bukannya menjawab kami
pun malah tertawa.
4
Perang obor atau disebut juga obor-oboran, merupakan salah satu upacara tradisional
yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Jepara, khususnya Desa Tegal Sambi, Kecamatan
Tahunan, Kabupaten Jepara. Upacara ini diadakan setahun sekali pada Senin Pahing, malam
Selasa Pon di Bulan Dzulhijjah. Obor pada upacara tradisional ini adalah gulungan atau
bendelan 2 (dua) atau 3 (tiga) pelepah kelapa yang sudah kering dan bagian dalamnya diisi
dengan daun pisang kering. Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk digunakan
sebagai alat untuk saling menyerang sehingga sering terjadi benturan–benturan obor yang dapat
mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar, yang memunculkan nama Perang Obor. Di
dimulai dengan adanya sebuah legenda yakni legenda tentang Ki Gemblong. Upacara ini
didasarkan atas legenda Ki Gemblong yang dipercaya oleh Kyai Babadan untuk merawat dan
menggembalakan ternaknya. Namun karena terlena dengan ikan dan udang di sungai, ternak
tersebut terlupakan sehingga sakit atau mati. Kyai Babadan yang tidak terima dengan kelalaian
Ki Gemblong, memukul Ki Gemblong dengan obor dari pelapah kelapa. Akibatnya ia
menggunakan obor serupa untuk membela diri. Tanpa diduga, benturan kedua obor
menyebarkan api di tumpukan jerami di sebelah kandang. Ternak yang awalnya sakit tiba-tiba
menjadi sembuh. Kepercayaan terhadap api obor yang mampu mendatangkan kesehatan dan
menolak bala inilah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan upacara Perang Obor.
Pelaksanaannya di perempatan jalan, ini mengartikan bahwa rejeki yang didapat akan terus
mengalir dari seluruh penjuru arah yang ada, dan yang pasti yang mengikuti perang obor
tersebut adalah para lelaki. Ang datang dan menghadiri bukan hanya warga sekitar tetapi dari
banyak desa bahkan ada yang dari Semarang jauh-jauh hanya untuk menyaksikan acara
tersebut. Tidak hanya itu saja tetapi ternyata ritual perang obor ini telah diliput oleh berbagai
acara ditelevisi. Tetapi karena lelah yang melanda kami, kemudian kami pulang walaupun tidak
mengikuti perang obor hingga usai, karena setelah perang obor akan dilaksanakan wayangan,
kami pun pulang dan beristirahat menyiapkan tenaga untuk misi baru menjelajahi kota Jepara
dengan semangat baru.
Hari kedua, Selasa, 14 April 2015. Kami memulai perjalanan penjelajahan kami ke
lembaga nonformal pertama di Jepara yaitu sekolah ukir “Fedep” yang terletak di Desa
Sukodono, juga Kecamatan Tahunan. Sekolah ukir “Fedep” adalah salah satu lembaga non-
formal yang selama ini menyelenggarakan pendidikan ukir di Jepara.
5
Akibatnya ia menggunakan obor serupa untuk membela diri. Tanpa diduga, benturan
kedua obor menyebarkan api di tumpukan jerami di sebelah kandang. Ternak yang awalnya
sakit tiba-tiba menjadi sembuh. Kepercayaan terhadap api obor yang mampu mendatangkan
kesehatan dan menolak bala inilah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan upacara Perang
Obor. Pelaksanaannya di perempatan jalan, ini mengartikan bahwa rejeki yang didapat akan
terus mengalir dari seluruh penjuru arah yang ada, dan yang pasti yang mengikuti perang obor
tersebut adalah para lelaki. Para penonton upacara Perang Obor bukan hanya warga sekitar
saja, tetapi juga berasal dari desa sekitarnya bahkan ada juga yang berasal dari Semarang.
Perang Obor inipun tak luput dari incaran wartawan lokal maupun nasional, baik media cetak
maupun elektronik seperti televisi. Untung saja, kami bisa meringsek masuk mendekati titik
pusat Perang Obor, yakni di tengah perempatan jalan. Kami dapat menyaksikan langsung
proses awal upacara ini. Beberapa lelaki berkumpul membawa gulungan blarak dan klaras lalu
bersiap menyulutnya dengan api yang sudah dinyalakan di tengah-tengah jalan. Perang
Oborpun dimulai, riuh sorak-sorai penonton menyemangati para “petarung” Perang Obor itu.
Kami berada di barisan depan penonton, mengabadikan acara tersebut. Banyak juga fotografer
yang ikut serta. Meskipun berdesak-desakan dan terkena panasnya api yang dibawa oleh para
“petarung” kami menikmati atraksi langka ini. Satu jam lebih sudah terlewati, Perang Obor
telah selesai, karena lelah sekali kami pun memutuskan untuk pulang. Senin malam ini ditutup
dengan agenda melepas lelah dan beristirahat untuk menyiapkan tenaga untuk misi menjelajahi
kota Jepara dengan semangat baru esok hari.
Hari kedua, Selasa, 14 April 2015. Kami memulai perjalanan penjelajahan kami ke
lembaga nonformal pertama di Jepara yaitu Sekolah Ukir FEDEP yang terletak di Desa
Sukodono, Kecamatan Tahunan. Sekolah Ukir FEDEP adalah salah satu lembaga nonformal
yang selama ini menyelenggarakan pendidikan ukir di Jepara. Selain Sekolah Ukir FEDEP
terdapat juga Sekolah Ukir yang berlokasi di Desa Pekeng, Kecamatan Tahunan. Sekolah Ukir
FEDEP dibangun pada tahun 2002, dan mulai berjalan dari tahun 2005. Pendirian Sekolah Ukir
FEDEP ini berlatar belakang dari banyaknya permintaan mebel kayu di Jepara dan didukung
dengan ketersediaan bahan baku kayu yang memiliki harga murah. Pada saat itu juga nilai dolar
terhadap rupiah juga sangat tinggi, maka permintaan mebel ke luar negeri pun meningkat,
sehingga ukiran Jepara sangat potensial untuk dipelajari.
6
Program pendidikan di FEDEP difokuskan pada keterampilan praktis mengukir, tentu
setelah sebelumnya dibekali dengan teori dan pengetahuan mengenai motif dan jenis ukiran.
Pada tahun 2002 hingga 2004 tercatat minimal ada 20 siswa yang belajar di sekolah ukir ini.
Mereka ada yang asli orang Jepara ada juga yang luar Jepara. Namun, sekitar 3 sampai 4 tahun
belakangan ini siswa yang mengikuti sekolah ukir mulai menurun, hanya ada 8 orang.
Sayangnya, Sekolah Ukir FEDEP ini sudah lama vakum atau sudah tidak ada lagi
kegiatan operasionalnya. Dengan alasan tidak ada siswa yang mau sekolah mengukir lagi.
Karena Sekolah Ukir FEDEP tersebut mendapat biaya dari pemerintah Kabupaten Jepara, yang
mana mengharuskan alokasi 70% warga belajar asli Jepara dan 30% warga belajar dari luar
Jepara. Ketentuan inilah yang membuat vakumnya sekolah ukir ini. Pada kenyataannya, anak-
anak muda di Jepara sendiri sudah tidak mau belajar mengukir karena dengan alasan malu dan
ingin menjadi pegawai negeri. Mereka sudah merasa perekonomian keluarganya mapan
dengan usaha mebel Jepara. Bahkan orangtuapun merasa malu kalau anaknya harus belajar
mengukir apalagi bersekolah di FEDEP. Belajar ukir sudah dipandang sebelah mata oleh
mereka, bekerja di kantor lebih baik daripada harus bergulat dengan tatah dan palu. Sebaliknya,
anak-anak muda yang berasal dari luar Jepara banyak yang tertarik untuk mengukir dan mau
belajar di Sekolah Ukir FEDEP. Karena kondisi itulah pada akhirnya sekolah ukir tersebut
ditutup. Padahal jika pemerintah mau mengubah mindset mereka, pasti Sekolah Ukir FEDEP
akan tetap bisa berjalan. Sebenarnya kami berempat merasa sangat kecewa dengan kenyataan
yang harus kami terima saat mendatangi Sekolah Ukir FEDEP.
Sekarang ini Sekolah Ukir FEDEP hanya tinggal nama dan bangunannya saja. Namun
perjalanannya tidak berhenti di sini, Sekolah Ukir FEDEP mampu bertransformasi dan melebur
ke dalam masyarakat sekitarnya. Dulunya pendidikan nonformal sekarang berubah menjadi
pendidikan informal karena anak-anak yang ingin belajar ke Sekolah Ukir FEDEP dapat
langsung belajar di tengah-tengah masyarakat sekitar yang memang berprofesi sebagai
pengukir. Kami pun diajak untuk berkeliling desa tersebut dengan Bapak Hartoyo, selaku tuan
rumah Sekolah Ukir FEDEP. Kanan kiri jalan di desa Sukodono banyak ukiran kayu, ada
mebel, patung dan juga ornament. Di depan rumah-rumah warga pasti ada kesibukan mengukir.
Tidak hanya kaum lelaki yang mengukir, kaum perempuannya pun juga bisa mengukir.
7
Lalu sampailah kami di rumah salah seorang warga yang juga menjadi home industry
ukiran Jepara. Di rumah tersebut, yang juga merupakan mitra Sekolah Ukir FEDEP ada
beberapa orang yang belajar mengukir. Mengambil tempat di depan rumah dengan beratapkan
genteng dan beralaskan tikar, mereka belajar mengukir. Ada seorang “tutor” yang juga sang
empunya rumah sedang menyelesaikan sandaran kursi. Di sekelilingnya ada 4 “warga
belajarnya”, 2 laki laki dan 2 lainnya perempuan. Kami sempat berbincang-bincang dengan
mereka. Salah seorang perempuan tersebut masih duduk di bangku SMA, ia berasal dari
tetangga desa Sukodono. Sepulang sekolah ia berangkat ke “sanggarnya” untuk belajar
mengukir. Motivasinya sangat luar biasa, ia sendiri asli Jepara dan perempuan pula, dengan
belajar mengukir ia mampu memiliki bekal keterampilan untuk bekerja di masa depan. Di saat
yang lain mulai berpaling dari ukiran Jepara, ternyata masih ada pemuda-pemudi Jepara yang
tetap mempertahankan warisan budayanya
Seorang perempuan yang lainnya juga bercerita,
“Kalau saya sedang berada di luar kota dan ditanyai, ‘Dari mana asalnya?’
saya jawab ‘Jepara’. Kemudian ditanya lagi, ‘Bisa mengukir?’ pasti saya
akan jawab dengan bangga ‘Walaupun saya perempuan saya bisa mengukir’.
Yaa.. saya sangat bangga, Mbak. Asal saya Jepara dan saya bisa mengukir”.
Ibu tersebut begitu semangat dan menunjukan rasa bangga sebagai perempuan Jepara
yang bisa mengukir. Apalagi beliau mau mengajari kami teknik dasar mengukir.
Hasil wawancara dengan mereka sangat mengejutkan, bahwa ternyata sudah puluhan
orang belajar ukir di home industri tersebut. Tidak hanya dari Jepara, ada juga pemagang dari
Bali, Banten dan Jogja juga. Para pemagang ini akan tinggal di rumahnya selama belajar
mengukir. Rerata lama pemagang akan belajar sampai mahir dibutuhkan waktu selama kurang
lebih 8 bulan. Selama mereka belajar pasti banyak biaya yang dikeluarkan. Namun, hasilnya
akan sebanding dengan karya mereka. Biaya hidup selama tinggal di Jepara bagi yang berasal
dari luar Jepara, besarnya berbeda-beda. Sedangkan alat ukirnya sudah disediakan oleh
“gurunya.” Namun pada akhirnya, pemagang akan dibelikan satu set alat ukir yang sudah
lengkap sebagai bentuk “ijazah” bagi mereka yang telah lulus. Memang tidak ada ijazah yang
mereka dapatkan, tidak ada ujian yang harus dikerjakan seperti di sekolah formal. Sehingga
bentuk sekolah informal ini membuat aturan sendiri dan menentukan sendiri standar kualitas
lulusannya. Anak yang giat berlatih akan cepat selesai dan hasil ukirannya pun akan halus dan
bagus.
8
Kami sempat diajarkan cara mengukir oleh sang ibu yang tadi kita wawancarai.
Ternyata banyak alat ukir yang digunakan jumlahnya bisa puluhan. Alat ukir tersebut cukup
sederhana, hanya besi pipih yang panjang. Namun, bentuknya bermacam-macam, setiap alat
memiliki fungsi sendiri-sendiri. Warga belajar diharuskan menghafal setiap alat dan
kegunaannya serta cara yang benar untuk menggunakannya. Selain itu, dalam mengukir tidak
hanya tangan saja yang bekerja, kakipun juga ikut bekerja. Dengan berlesehan di tikar, para
pengukir ini dengan cermat memainkan alat-alat ukirnya dan menggunakan kedua kakinya
untuk menahan kayu yang diukir. Jika tidak hati-hati, mereka dapat meleset ukirannya ataupun
terkena palu tangannya.
Setelah itu, kami diajak berkunjung ke rumah Mbah Suhud, beliau dikenal sebagai
maestronya pengukir Jepara. Kami sangat takjub ketika sampai di halaman rumahnya. Masih
terletak di desa Tahunan, di tengah permukiman desa, rumah Mbah Suhud dapat mudah
dikenali karena desain rumahnya yang unik. Rumahnya beratapkan jerami, namun atapnya
menjulang ke bawah dan hampir menutupi tanah. Di beranda rumahnya terdapat galeri
karyanya yang unik dan beragam. Ada pohon sawo yang rindang di depan rumahnya, di
samping rumah terdapat gazebo. Hal ini menambah kesan sejuk dan asri yang dapat membuat
siapapun betah lebih lama tinggal di sini. Kami dipersilakan masuk oleh beliau, kesan pertama
yang hadir dari Mbah Suhud adalah seorang kakek yang sangat sederhana. Sejenak
memperkenalkan diri, dan memulai mengawali tour kecil di rumahnya. Dari balik
kacamatanya, terdapat guratan-guratan bahwa kakek ini merupakan seorang seniman yang
hebat namun ia memilih untuk berhenti mengukir dan bekerja di sawah. Menurut cerita Mbah
Suhud, ia mengukir sejak beliau masih muda dan sekarang ini sudah berhenti mengukir karena
sudah tua. Selain itu sudah banyak juga yang pandai mengukir di desa Tahunan. Mbah Suhud
yang membuat ukiran Jepara terkenal adalah ukiran kepiting. Kepiting merupakan hewan yang
hidup di air, di Jepara memang dekat dengan perairan. Mbah Suhud berkreasi dengan hewan
ini untuk membuat warna baru bagi ukiran Jepara yang pada waktu itu mulai lesu. Benar saja,
dengan membuat desain meja dan kursi kepiting ini, karyanya sangat laku di pasaran, dan
membuat ukiran Jepara bangkit lagi. Sekarang sudah banyak pengukir yang bisa mengukir
kursi dan meja kepiting ini.
9
Kami juga sempat mencoba duduk di kursi kepiting kayunya tersebut, memang ada
kesan berbeda. Kursi tersebut seperti kursi sofa atau busa, tidak terkesan keras seperti kursi
kayu pada umumnya. Memang Mbah Suhud ini memiliki teknik khusus dalam mengukir,
sehingga kursi kayunya tersebut nyaman dan empuk untuk diduduki. Menurut pengakuannya,
Mbah Suhud mampu membuat ukiran kursi kepiting itu dalam waktu dua minggu saja.
Kami diajak untuk memasuki galeri di belakang rumahnya. Terdapat pendopo yang
terbuka untuk menyimpan ukiran-ukirannya. Kami sangat terkejut adalah kursi-kursi kepiting
yang lain, patung dewa, babi, dan ukiran rumit lainnya yang dibiarkan saja berdebu dan bahkan
ada yang menjadi sarang lebah dan laba-laba. Sayang memang, seharusnya dapat dirawat
dengan baik. Apalagi kami juga diperlihatkan pada beberapa karya yang indah yakni ukiran
bawah laut yang tingginya kurang lebih 2 meter. Ada dua buah karya ukiran, menurut
pengakuan Mbah Suhud, beliau membutuhkan waktu selama 2 tahun untuk mengerjakan satu
buah karyanya ini. Ukiran ini dibuat dari akar pohon yang besar yang ia kerjakan sendiri. Kami
sangat takjub melihat detail ukiran raksasa ini, terdapat ukiran berbagai jenis ikan, berbagai
jenis terumbu karang, kerang dan percikan-percikan air. Membayangkannya saja sudah
membuat kami tak kuasa untuk membuatnya, wajar saja jika perlu waktu yang cukup lama
untuk mengukir.
Kami sangat terkesan dengan silaturahmi tak terduga ini. Kami mengakui bahwa Mbah
Suhud adalah seorang seniman hebat, namun sayangnya beliau memutuskan untuk berhenti
mengukir karena alasan usia. Sebenarnya, usia tidak menjadi masalah, beliau dapat
mengajarkan ilmunya tersebut agar kelak ia mampu mewariskan bakat seninya untuk
kelangsungan kejayaan ukiran Jepara.
Perjalanan di hari pertama kami cukup sampai di sini, dengan hasil yang tidak sesuai
harapan kami. Sekolah ukir FEDEP sudah tidak berdiri lagi, bukan lagi sebuah lembaga
nonformal yang kita cari, namun keberadaannya melebur dengan masyarakat sekitar menjadi
bentuk sekolah informal. Kita juga menemukan masalah di sini sebenarnya, sekolah FEDEP
perlu bantuan agar dapat eksis lagi seperti dahulu. Namun sepertinya kita tidak dapat
membantu menemukan solusinya, mengingat jarak yang cukup jauh. Mungkin pada lain
kesempatan kita dapat berkunjung lagi untuk berdiskusi bersama masyarakat sekitar.
10
Hari ketiga, Rabu, 15 April 2015 sekitar pukul 11.00 WIB kami melanjutkan perjalanan
ke Kota Demak yang menjadi kota tujuan kedua. Setelah dua setengah jam perjalanan, akhirnya
kami tiba di Kota Demak yakni sekitar pukul 13.30 WIB. Kemudian kita memutuskan untuk
sejenak beristirahat dan melaksanakan sholat di Masjid Agung Demak. Setelah adzan asar
berkumandang kami melaksanakan sholat dan melanjutkan perjalanan untuk mencari alamat
lembaga non-formal yang akan kami singgahi yaitu di PKBM Karangmlati. PKBM
Karangmlati adalah salah satu lembaga pendidikan non formal yang berada di Kota Demak
tepatnya berlokasi di Jalan Demak-Bonang Km. 05 Dukuh Karangpandan Desa Karangmlati
Rt. 06 Rw.02 Kecamatan Demak Kabupaten Demak. Kami tiba di PKBM tersebut sekitar pukul
17.00 WIB, kedatangan kami pun disambut hangat oleh Bapak Drs. H. Khumaidullah, M.Pd
selaku suami dari pendiri PKBM Karangmlati. Ketika kami berkunjung ke PKBM
Karangmlati, saat itu sedang dilaksanakannya Ujian nasional untuk paket C sehingga di PKBM
terasa sepi. Apalagi istri Bapak Drs. H. Khumaidullah, M.Pd yaitu ibu Hj. Dwi Marfiana, S.Pd,
M.H yang selaku ketua penyelenggara di PKBM Karangmlati tersebut sedang melaksanakan
dinas keluar kota selama dua minggu. Untuk mengetahui Kegiatan di PKBM Karangmlati,
maka kami menginap disana selama tiga hari dua malam. Selama di PKBM Karangmlati kami
ditemani oleh dua orang kejar paket C yang tinggal dan membantu di PKBM tersebut.
Selama menunggu kepulangan kedua warga belajar yang tinggal di PKBM, kami
menyempatkan mengamati keadaan sekeliling PKBM. Disana ada gedung yang sedang
dibangun guna menjadi tempat kegiatan belajar para warga belajar. Gedung tersebut telah
digunakan belajar walaupun baru 75% pengerjaan pembangunannya. Kemudian adzan magrib
berkumandang dan kami bergegas masuk ke dalam rumah Drs. H. Khumaidullah yang
sekaligus sebagai PKBM. Saat kami berbenah kedua warga belajar yang juga tinggal di PKBM
pulang dari Ujian Nasinal Paket C, mereka bernama Mbak Ifah dan Mbak Nanik. Seusai
melaksanakan solah magrib kami berbincang-bincang dengan Mbk Ifah dan Mbak nanik
dimulai dengan berkenalan dan membahas tentang PKBM. Ternyata di PKBM terdapat
perbedaan dengan PKBM yang lain, yaitu warga belajar yang mengikuti kejar paket juga diberi
keterampilan membatik. Mereka membatik batik khas Kota Demak, yaitu corak sisik ikan
kemudian hasil membatik tersebut dijual kepada umum. Karena di PKBM telah disediakan
toko atau tempat untuk membuka semua hasil kerajian batik warga belajar. Batik yang
dihasilkan dari warga belajar di PKBM Karangmlati pemasarannya sudah mencapai luar negeri
serta hasil membatiknya pun pernah diikutkan pada sebuah show batik atau fashion show yang
dilaksanakan di Demak ataupun Semarang.
11
Hari keempat, Kamis, 16 April 2015 pagi ini kami dengan Mbak Ifah dan Mbak Nanik
melakukan akan melakuakan kegiatan membatik di PKBM. Batik yang ada di PKBM
Karangmlati selain batik tulis juga terdapat batik capnya batik-batik yang dihasilkan terlihat
sangat bagus. Batik yang ada di PKBM Karangmlati menjadi awalan munculnya batik khas di
Kota Demak, begitulah sekilas info munculnya kembali eksistensi batik khas Demak.
Kemudian kami mulai membatik, ide kratif kami harus dimunculkan pagi ini, tetapi karena
banyak yang sudah kami rencanakan kemarin sebelum tidur termasuk tema untuk membatik,
jadi kami menggambar apa adanya. Pembatikan yang kami lakukan hanya sampai di proses
pelilinan saja tetapi kami sungguh merasa sangat senang. Karena Mbak Ifah yang menemani
kami membatik masih harus berangkat Ujian nasional paket C, maka dia tidak bisa membantu
proses pembatikan hingga selesai. Usai membatik, siangnya kami ikut Mbak Ifah dan Mbak
Nanik ke SMP Negeri 3 Demak untuk mengikuti ke tempat ujian nasional di hari terakhir
pelaksannannya yakni dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Ternayata di
Demak pelaksanaan Ujian nasional pendidikan kesetaraan paket C dilaksanakan di dua tempat,
salah satunya adalah di SMP Negeri 3 Demak tempat dimana Mbak Ifah dan Mbak Nanik
melaksanakan ujian.
Setibanya disana, kami diajak Mbak Ifah dan Mbak Nanik untuk bertemu dengan Bapak
Didik, beliau adalah adik dari pemilik PKBM Karangmlati yang juga ikut membantu mengelola
PKBM Karangmlati tersebut. Disana kami berbincang-bincang, awalnya kami membicarakan
mengenai PKBM Karangmlati sendiri hingga masukan kami untuk pengembangan PKBM
sendiri. Hasil perbincangan kami adalah bahwa di PKBM Karangmlati itu sekarang sudah
jarang ada warga belajarnya. Namun program yang ditawarkan di PKBM ini sangat bagus
mungkin karena pengemasan dan cara promosinya yang dirasa kurang bisa menarik minat dan
antusias masyarakat disekitarnya atau masyarakat yang lainnya. Dimana semua warga belajar
di PKBM Karangmlati diberi bekal keterampilan membatik dan bahkan dengan hasil membatik
tersebut sebenarnya bisa dijadikan untuk daya tarik yang ada di Demak yang mana batik yang
dihasilkan dari PKBM Karangmlati sudah terkenal dengan usaha Ibu Hj. Dwi Marfiana, S.Pd,
M.H. Beliau memasarkan hingga ke luar kota dan juga luar negeri karena ibu Dwi juga bekerja
di Dinas Pariwisata di Demak ini mempermudahkan beliau untuk bisa memperkenalkan hasil
warga belajarnya menambah kedunia fashion dan bisnis hingga ke manca negara.
12
Selain itu perbincangan kami juga mengarah ke penyelenggaraan Ujian nasional paket
C di Demak. Di SMP Negeri 3 Demak terdapat 25 kelas guna menyediakan tempat bagi warga
belajar yang mengikuti Ujian nasional paket C, yang merupakan rayon dua yang ada di Demak
dan terdiri dari PKBM, Pondok Pesantren, dan lembaga nonformal lainnya yang
mengikutsertakan warga belajarnya. Ujian nasional paket C berjalan dengan suasana yang
kondusif, nyaman, dan tenang. Dari PKBM Karangmlati sendiri, kurang lebih ada 20 warga
belajarnya yang mengikuti ujian nasional kejar paket C. Karena waktu yang cukup lama bagi
mereka mengerjakan soal ujian maka untuk menghilangkan kejenuhan menunggu ujian selesai,
kami putuskan untuk menjelajah kota Demak sore itu.karena ujian tersebut akan berakhir
sekitar pukul 17.00 WIB.
Saat ujin dimulai kami putusakn sejenak bermain dan beristirahat untuk menikmati
makanan khas Demak yaitu Bakso Tulang, warungnya tepat berada di depan Masjid Agung
Demak, tetapi harus menyeberang lapangannya. Kemudian kami juga putuskan untuk sholat
magrib di masjid Agung Demak, dan sehabis magrib kami baru pulang ke PKBM Karangmlati.
Malam itu, kami berbincang-bincang dengan bapak Khumaidullah yang bercerita tentang
PKBM. Kemudian kami saling bertanya dan berdiskusi mengenai apa dan bagaimana kondisi
juga aktivitas yang ada di PKBM Karangmlati. Beliau menceritakan banyak hal mulai dari
sejarah PKBM hingga pembangunan gedung yang berada di sekitar PKBM yang tepatnya
berada di sebelah barat rumah Pak Khumaidullah atau PKBM tersebut. Sebenarnya gedung
tersebut telah disewakan untuk kegiatan perkuliahan untuk sebuah institusi swasta yakni
AKBID atau Akademi Kebidanan. Tetapi walaupun sekarang belum 100% jadi, gedung
tersebut telah digunakan untuk kegiatan pembelajaran PKBM, karena saat kami tinjau
keadaanya sudah lumayan nyaman dan kondusif. Malam itu kami habiskan untuk bercerita
tentang kami dan tentang PKBM hingga anak-anak paket C yang telah lulus. Disela-sela
perbincangan Mbak Ifah pun mengeluhkan sikap salah seorang anak paket C yang tadi sore
ditagih uang pembayaran ujian nasional. Padahal Mbak Ifah bukan hanya menagih saja tetapi
juga memberikan hasil ujiannya yakni ijasah ujian paket C. Dan Pak Khumaidullah memang
menyayangkan akan hal tersebut, padahal hal tersebut sudah diwanti-wanti oleh beliau sejak
adanya siswa baru. Mereka dapat menyicil uang ujian sejak awal mengikuti pembelajaran
meskipun itu hanya Rp1.000,- Pak Khumaidullah pasti akan menerimanya. Kemudian malam
yang semakin larut memaksa kami untuk mengakhiri perbincangan malam itu.
13
Pagi harinya, Jumat, 17 April 2015 kami berpamitan dengan bapak Khumaidullah,
Mbak Ifah dan Mbak Nanik untuk melanjutkan perjalanan menuju lembaga nonformal di
daerah jalan raya Semarang-Demak. Seusai berfoto bersama sekitar pukul 07.30 WIB, kami
serombongan melanjutkan langkah untuk datang ke PKBM Surya Alam yang mana terletak di
Jalan Raya Semarang-Demak Km.15, Batu RT 02 RW 01 Kecamatan Karangtengah Kabupaten
Demak. Tetapi sebelum menuju ke PKBM Surya Alam kami mengambil barang kami di jalan
utama jalan raya Semarang-Demak tetapi masih ke arah timur lagi dan hampir ke jalan
alternatif ke Semarang, dan itu kami lakukan hanya untuk mengambil baju laundry. Kalian tahu
kenapa di sana? Karena saat pagi hari sebelum kegiatan membatik Oya dan Sumi berniatan
melaundrykan pakaian mereka tetapi saat dalam proses pencarian mereka malah ke arah pantai
yang memang PKBM Karangmlati terletak hanya 10 kilometer dari pantai. Dan perburuan
laundry Oya dan Sumi tidak dapat menemukan walau sudah menempuh 10 kilometer lebih
karena saat memburu hingga pantai dan putar balik arah hingga jalan utama atau jalan
Semarang –Demak tetap saja tidak menemukan yang namanya laundry. Makanya Oya dan
Sumi terpaksa harus tetap ke arah timur karena jarang sekali kalau laundry berada di pinggiran
jalan besar, itu yang dipikirkan Oya dan Sumi. Tetapi perburuan Oya dan Sumi pun terhenti
pada sebuh laundry yang buka cukup pagi pada hari itu dan tempatnya paling ujung sebelum
memasuki hutan. Setelah mengambil laudryan kami melanjutkan perjalanan ke PKBM Surya
Alam.
Setibanya di PKBM Surya Alam pukul 08.00 WIB kami disambut hangat oleh pihak
ketua PKBM, yaitu Ibu Laili serta penyambutan hangat kemeriahan anak-anak PAUD, karena
pada saat itu sedang berlangsung pembelajaran PAUD. Kami masuk dan langsung membagi
menjadi 2 kelompok, karena Ibu Laili harus pergi di pukul 09.00 nanti. Dua orang yaitu bigi
dan Sumi masuk ke ruang tamu sedangkan Anis dan Oya melakukan dokumentasi untuk
kegiatan pembelajaran PAUD yang saat itu sedang belajar senam. Karena waktu yang semakin
mendesak maka, kami diajak berkeliling di bagian dalam PKBM. Ruangan yang ada di PKBM
adalah ruang pendidik beserta ruang tamu, taman baca yang sekaligus sebagai tempat belajar
komputer, kemudian area luas untuk belajar anak-anak PAUD yang disertai dengan alat
pembelajaran edukatif di dalam kelas, ruang dapur beserta peralatan memasak.
14
Kemudian naik tangga, yakni dilantai dua ada ruang belajar untuk warga belajar kejar
paket yang mana sudah ada dua ruang kelas yang fleksibel karena jika warga belajarnya datang
dengan jumlah yang banyak, maka penyekatnya dapat dibuka sehingga akan tercipta satu ruang
kelas yang besar. Ada juga ruang kursus jahit dengan fasilitas mesin jahitnya yakni dari mesin
jahit manual, mesin jahit komputer, mesin obras, serta mesin bordir. Untuk program life
skillsnya menjahit diperuntukkan ibu-ibu, warga sekitar yang ingin memiliki keterampilan
menjahit dan bagi yang telah mengikuti keterampilan tersebut bisa langsung bekerja di pabrik-
pabrik, yang mana di sekitar PKBM Surya Alam terdapat banyak pabrik-pabrik. Selain itu juga
PKBM Surya Alam bekerja sama dengan pabrik garmen disekitar lokasi, yakni dengan
memberikan pelatian mendalam tentang menjahit bagi pekerja pabrik. Setelah kami melihat
kondisi yang ada di dalam PKBM, kami lalu diajak untuk melihat kolam ikan lele. Kolam ikan
lele tersebut merupakan suatu program desa vokasi atau desa binaan. Selain ikan lele desa
binaan ini mengembangkan ikan mujaer, yang jumlahnya tak kalah banyak dengan kolam lele.
Kolam ikan lele dan mujaer tersebut merupakan lahan persawahan yang dimiliki oleh warga
sekitar, karena akibat adanya pembangunan pabrik menjadikan lahan persawahan milik warga
menjadi tergenang air. Sehingga tidak dapat untuk ditanami, dan jumlah sawah yang terkena
dampak pembangunan pabrik itu tidak hanya satu atau dua petak saja tetapi bisa lebih dari satu
setengah hektar lahan pertanian yang rusak akibat dari pembangunan pabrik tersebut. Karena
itu warga sekitar yang bermata pencaharian petani, maka menjadikan mereka harus beralih
profesi atau menjaul lahan tersebut. Melihat hal ini, Ibu Laili menjadikan ini sebagai peluang
bagi PKBM Surya Alam untuk dapat dikembangkan serta mengajak warga sekitr untuk dapat
lebih produktif dan maju membangun mata pencaharin lain yang menguntungkan dari akibat
lahan persawahan mereka rusak. PKBM Surya Alam berinisiatif untuk menyulap lahan sawah
yang tidak produktif tersebut menjadi kolam penghasil pundi-pundi uang bagi warga sekitar.
Lahan sawah tersebut diubah menjadi kolam ikan mujaer dan lele yang kurang lebih ada 10
kolam ikan yang dimiliki oleh sepuluh kelompok masyarakat sekitar. Untuk bibitnya
disediakan oleh PKBM Surya Alam, yang masing-masing kelompok mendapat bibit sebanyak
300 ekor untuk satu jenis ikan. Kemudian untuk pakan ikan, pemeliharan ikan, kebersihan
tempat, kebersihan air, dan penyakit-penyakit yang akan menyerang ikan ditanggung oleh
setiap kelompok tetapi disertai dengan pengarahan tentang cara membudidayakan ikan lele
ataupun ikan mujaer.
15
Selanjutnya untuk hasil panen didistribusikan melalui PKBM Surya Alam, yakni hasil
panen tersebut akan diambil oleh mitra usaha PKBM seperti warung lesehan pecel lele, penjual
ikan di pasar, dan restoran atau rumah makan yang ada di sekitar lokasi PKBM Surya Alam.
Selain dijual mentah, terdapat inovasi olahan ikan lele, seperti olahan kerupuk ikan lele, keripik
kulit ikan mujaer, dan abon ikan lele. Olahan produk-produk tersebut dikerjakan oleh ibu-ibu
warga belajar di PKBM Surya Alam. Untuk tempat pengolahan produk tersebut berada di ruang
dapur PKBM Surya Alam dan juga diolah di rumah Ibu Parjilah. Cerita perjalanan di PKBM
Surya Alam selesai sampai disini dikarekan ibu ketua pengelola PKBM Surya Alam akan
mengikuti pertemuan untuk pemantapan lomba jambore PTK PAUDNI se-Jawa Tengah di
Dikpora (Dinas Pendidikan dan Olahraga) Kabupaten Demak.
Setelah kami belajar di PKBM Surya Alam, kami melanjutkan perjalanan untuk
kembali ke kota Yogyakarta. Kami berangkat dari PKBM Surya Alam kurang lebih pukul
10.00 WIB. Selama perjalanan kami menemui halangan dan rintangan berupa air bah yang
meluap di jalan Semarang, sungguh miris perjalanan yang kami lalui. Apalagi kesalahan masuk
tol ungaran akan dilakukan lagi oleh salah satu rekan kami lagi. Kurang lebih kami menempuh
perjalanan pulang selama 6 jam dengan istirahat dua kali. Tetapi semangat untuk pulang telah
terkobar, maka dari itu sekitar pukul 16.00 WIB kami tiba di Yogyakarta. Rasanya sangat
senang karena saat di jalan magelang kami sudah mendapati kembali plat motor AB, itu artinya
kami bukan AB sendirian lagi. Bukan hanya itu saja tetapi kebahagiaan yang kami rasakan juga
karena dapat bertemu kembali dengan keluarga yang ada dirumah. Syukur yang kami panjatkan
juga adalah karana selama di perjalanan kami diberikan kesehatan dan keselamatan dari
keberangkatan hingga berbagai tempat yang menjadikan tujuan.
16
Kesan dan pesan dari perjalanan yang kami lalui adalah :
1. Sekolah Ukir FEDEP Jepara
· Dalam pencarian lokasi sekolah ukir FEDEP, sangat membingungkan karena plakat
lembaga sudah tidak ada.
· Selain itu ketika bertanya dengan masyarakat informasi petunjuk arah yang
diberikan tidak akurat. Tetapi akhirnya kami menemukan lokasi sekolah tersebut.
· Dan hal yang tak di duga dan tak disangka adalah gedung sekolah ukir FEDEP
tersebut tidak sesuai dengan gambaran harapan kami.
· Setelah mendengar cerita dari Bapak Hartoyo, selaku tuan rumah dan pengurus
FEDEP ternyata sekolah tersebut telah bubar. Yang bersangkutan juga bersikap tidak
ramah.
· Walaupun bersikap tidak ramah, tetapi beliau juga menunjukkan ketempat-tempat
yang digunakan untuk belajar mengukir dan kami juga diajak untuk bertemu dengan
empunya ukir di Tahunan, Jepara yaitu simbah Suhud. Kesan kami bahwa,
walaupunsekolah itu sudah tidak ada tetapi dampaknya dapat membuka semacam
sekolah informal yang ada dirumah-rumah warga.
2. PKBM Karangmlati Demak
· Pengelola PKBM Karangmlati yang ramah dan dalam melayani dan menyambut
kedatangan kami.
· Banyak ilmu yang didapat. Bahwa PKBM dapat membuat bisnis batik yang dapat
menghasilkan uang dan dapat memberdayakan masyarakat dan warga belajar.
· Di PKBM terdapat unit usaha produksi dan toko batik tulis dan cap khas Karangmlati
yang sudah banyak pelanggannya.
3. PKBM Surya Alam Demak
· Perlu melihat banyak peluang yang ada disekitar lokasi PKBM Surya Alam yang
dapat digunakan untuk menjadi lahan garapan PKBM.
· Sedikit kecewa karena tidak bisa membeli kerupuk ataupun abon ikan lele yang
mana telah menjadi khasnya atau hasil olahan dari PKBM Surya Alam.
17
Data dari lembaga nonformal yang kami datangi :
1. PKBM Karangmlati Demak
a. Profil PKBM Karangmlati Demak
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM ) merupakan salah satu satuan
pendidikan non formal yang dikelola oleh, dari dan untuk masyarakat. Sebagai pusat
kegiatan pembelajaran dan pemberdayaan yang berada ditengah- tengah masyarakat
melalui pendidikan kecakapan hidup sebagai cara peningkatan kualitas sumberdaya
manusia dalam masyarakat. Keberadaan PKBM di zaman sekarang ini dirasakan
sangatlah penting hal ini dikarenakan banyak warga masyarakat yang tidak
berkesempatan untuk mengenyam pendidikan formal akibat biaya pendidikan formal
yang dirasa masih belum dapat bias digapai warga masyarakat karena terlalu tinggi,
selain itu disebabkan nilai pengangguran yang tinggi dan masalah social lainnya.
Sehingga diharapkan keberadaan PKBM dapat berperan penting dalam penuntasan buta
aksara, wajib belajar sembilan tahun, memperluas pendidikan keterampilan serta
meningkatkan kualitas hidup serta kualitas pendidikan masyarakat disekitarnya.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Karangmlati adalah salahsatu
pendidikan non formal yang beralamatkan di Jalan Demak-Bonang Km. 05 Dukuh
Karangpandan Desa Karangmlati Rt. 06 Rw.02 Kec. Demak Kab. Demak yang
mempunyai berbagai program kegiatan yang diharapkan mampu untuk memberikan
kesempatan pada warga masyarakat di daerah Karangmlati khususnya untuk
mengenyam pendidikan sewajarnya layaknya pendidikan formal, hal tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan hidup masyarakat.
b. VISI dan MISI
Memberikan pelayanan pendidikan nonformal yang berkualitas yang dapat
disejajarkan dengan pendidikan formal.
c. TUJUAN
Untuk meningkatkan keterampilan, pendidikan, pengetahuan dan sikap warga
masyarakat.
18
2. PKBM Surya Alam Demak
a. Profil PKBM Surya Alam
Nama PKBM : SURYA ALAM
Alamat PKBM : Dusun Batu Rt. 01/Rw. 02 Kecamatan Karangtengah
Kabupaten Demak 59561. Hp. 081 325 001 868
Badan hukum : ijin operasional : 430/62/2010
(Perpanjangan): 421.9/101 berlaku s/d 22 Januari 2016
Akta notaris : No. -1-/tanggal 11 Jnuari 2010
NPWP : 02.772.185.1-515.000
NILEM : 33.1.08.4.1.0012
Pendiri PKBM : Naili Shofiyati, S.Pd.I
Tanggal berdiri : 23 Desember 2006
Tempat yang digunakan : gedung PKBM Surya Alam
Status bangunan : milik sendiri
Luas tanah : 500 m2
Luas bangunan : 150 m2
Pengelola : Perorangan PKBM
b. VISI
Mewujudkan masyarakat yang mandiri, berpendidikan dan berketerampilan dalam
meningkatkan kesejahteraan hidup melalui pendidikan seumur hidup.
c. Misi
1. Menyelenggarakan program-program PNF guna membantu masyarakat kurang
mampu dalam bidang pendidikan.
2. Menyelanggarakan kegiatan pelatihan dalam meningkatkan keterampilan hidup
masyarakat guna berwirausaha
3. Melibatkan lembaga pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat sebagai mitra
kerja dalam penyelengaraan program.
19
d. Tujuan
1. Melatih warga belajar agar memiliki keterampilan dan melatih warga belajar untuk
mengenal dunia usaha.
2. Melatih wrga belajar untuk memiliki manajemen kerja dan usaha yang baik sejak
dini.
3. Mencetak warga belajar yang produktif, mandiri dan berdaya saing.
20
photo story JEPARA - DEMAK
16 Maret 2015 at 09.47 am STARKarena kita mahasiswi NEKAT .....STRONG.....bukan kereta, bus,dan sejenisnya yang kita jadikan transportasi menujuTKP ( Tempat Kegiatan Praktek ) AKL
DILARANG KERAS
Hiraukan saja !!!!ZOOM IN.
at 18.15 p.msekitar 7 jam perjalanan......kedatangan kitadisambut selamat datang“JEPARA BUMI KARTINI“
21
mengukir masa depan di Sekolah Ukir Jepara
TATAH.. PAHAT...PAHAT.. TATAH...SEMANGAT
22
Pic. 1Ngeksis dulu boleh dong??berpartisipasi dalamAcara Sedekah Bumi Desa Sukodono Tahunan
Menyaksikan pertunjukan “PERANG OBOR”Aset budaya kecamatan Tahunan
WOW AMAZING ..................
23
UKIR KONTEMPORER (EMPU SUHUD)
Pic.2 Silaturahmi ke sesepuh ukir di jepara, pengukir kontemporer
UKIRANYA TIDAK ADA YANG MENANDINGI BRO...KEREN ABIZZZ.....
24
MEMBATIK
ITU
ASYIK
25
Pemberian kenang”ankepada pengelola PKBM Karang Melati
Termakasih dan sampai bertemu lagi bapak PKBM....
pasukan PENGAWAS UJIAN NASIONAL PAKET Cdi SMPN 3 Demak
26
Ya ALLAH...hamba ingin curhat kepa-MuAmpunilah perbuatan kami ini,kita keLAPAR Ya Allah....
Kalau dirasa tidak SOPAN mohon tidak ditertawakankarena wujud asli kami ya begitulah.
Makan Besar Bersama Panen Buah Blimbing dan Jampu di PKBM
27
Gedung PKBM Surya Alam Demak
Pembelajaran PAUD di PKBM
Ini loh gedung
PKBM Surya
Alam... bagus
kan :)
Anak-anak yang
PAUD pada
semangat
sekolah juga nii...
Setiap
pembelajaran
membentuk
huruf “S” disana
28
Kolam lele nya ada banyak, yang mau mancing lele
boleh disini
daripada
mancing
keributan aja
:D
29
Ini pemberian kenang-kenangan untuk PKBM SuryaAlam Demak. Sekaligus mengakhiri perjalanan jalan-jalan kelompok kami di kota Jepara dan DemakSee you.... semoga dapat bertemu di lain kesempatan
30
TIM KREATIF:Sri Sumariyanti
EDITOR:Annisaa Nur Widyastuti
PENULIS:Bigi Pangestuti
REPORTER:Sri Oya Yubi
1320150413 0945 4321 17042015
BASS Press Yogyakarta
2015
PENERBIT:
top related