Transcript
Muhkam dan MutasyabihBahan Presentasi ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Ulumul Qur’an”
Dosen Pengampu :
Abdullah Affandi, M.Ag
Oleh Kelompok 6 :
M. Ery Kurniawan Bayu Ersandy (932121013)
Nur Mustofa Kamal (932121113)
Azza Shofia Masykuroh (932121213)
Semester 1 (F)
Jurusan Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kediri
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah
ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas Model-
model penelitian agama sebagai produksi budaya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak
mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita sekalian.
2
Kediri, 16 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Sampul Depan .................................... 1
Kata Pengantar.................................. 2
Daftar Isi...................................... 3
Bab I Pendahuluan............................... 4
A. Latar Belakang.............................. 4
B. Rumusan Masalah............................. 4
C. Tujuan dan Manfaat.......................... 5
Bab II Pembahasan................................ 6
3
A. Pengertian Muhkam Mutasyabih................ 6
B. Pendapat Ulama Tentang Muhkam Mutasyabih.... 7
C. Macam-Macam Mutasyabihat.................... 9
D. Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat.............. 11
Bab III Penutup................................. 13
A. Kesimpulan................................. 13
B. Saran...................................... 14
Daftar Pustaka.................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an, selain merupakan wahyu, juga merupakan
bagian kehidupan umat yang dapat membukakan mata hati
dalam diri setiap insan. Firman Ilahi tersebut sudah
4
dipandang sebagai kehidupan itu sendiri dan tidak
semata-mata kitab biasa. Layaknya sebuah kehidupan,
untuk dapat memahaminya biasanya diperlukan alat bantu
yang kadang kala tidak sedikit.
Pada masa-masa permulaan turunnya, Al-Qur’an lebih
banyak dihafal dan dipahami oleh para sahabat nabi SAW.
Sehingga kemudian tidak ada alternatif lain bagi para
sahabat kecuali berupaya menulisnya. Apabila tidak
dituliskan, maka mutiara yang bernilai demikian luhur
dikhawatirkan akan bercampur dengan hal-hal lain yang
tidak diperlukan. Sehingga, firman Ilahi yang mengiringi
kehidupan umat Islam (dan juga seluruh umat manusia)
telah tersedia dalam bentuk tertulis, bahkan berbentuk
sebuah kitab.
Oleh sebab itu, tidak dapat dihindari jika kemudian
berkembang ilmu pengetahuan tentang Al-Qur’an yang tidak
lain tujuannya untuk mempermudah dalam memahaminya.
Salah satu ilmu pengetahuan tentang Alquran adalah ilmu
muhkam dan mutasyabih, biasa diartikan sebagai ilmu yang
menerangkan tentang ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Muhkam dan Mutasyabih ?
2. Apa pendapat para Ulama tentang ayat-ayat Mutasyabih ?
3. Apa macam-macam dari ayat-ayat Mutasyabih ?
4. Apa hikmah diturunkannya ayat-ayat Mutasyabih ?
5
C. Manfaat dan Tujuan
1. Mengetahui pengertian Muhkam dan Mutasyabih.
2. Mengetahui mengenai pendapat para ulama tentang ayat-
ayat Mutasyabih.
3. Membedakan macam-macam dari ayat-ayat Mutasyabih.
4. Memahami hikmah diturunkannya ayat-ayat Mutasyabih.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
1. Pengertian Muhkam
Muhkam berasal dari kata Ihkam, yang berarti
kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan.
Sedangkan secara terminologi, Muhkam berarti ayat-ayat
yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan
dari ayat-ayat lain.
Contoh: Surat Al-Baqarah ayat 83, yang Artinya:
“Dan (ingatlah) tatkala Kami membuat janji dengan Bani
Israil, supaya jangan mereka menyembah melainkan
kepada Allah, dan terhadap kedua Ibu Bapak hendaklah
berbuat baik, dan (juga) kepada kerabat dekat, dan
anak-anak yatim dan orang orang miskin , dan hendaklah
mengucapkan perkataan yang baik kepada manusia, dan
7
dirikanlah sholat dan keluarkanlah zakat. Kemudian,
berpaling kamu , kecuali sedikit, padahal kamu tidak
memperdulikan.”
2. Pengertian Mutasyabih
Kata Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang
secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang
biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal.
Tasyabaha, Isytabaha sama dengan Asybaha (mirip,
serupa, sama) satu dengan yang lain sehingga menjadi
kabur, tercampur. Sedangkan secara terminoligi
Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas
maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya,
atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan
keterangan tertentu, atau hanya Allah yang
mengetahuinya.
Contoh: Surat Thoha ayat 5, yang Artinya: (Allah) Yang
Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arasy’
B. Pendapat Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabih
Pada dasarnya perbedaan pendapat para Ulama dalam
menanggapi sifat-sifat mutasyabihat dalam Al-Qur’an
dilatarbelakangi oleh perbedaan pemahaman atas firman
Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 7.
8
Subhi Al-Shalih membedakan pendapat para ulama ke dalam
dua mazhab, yaitu:
1. Mazhab Salaf
Yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani
sifat-sifat mutasyabihat ini dan menyerahkan
hakikatnya kepada Allah sendiri.1 Para Ulama Salaf
mengharuskan kita berwaqaf (berhenti) dalam membaca
QS. Ali Imran : 7 pada lafal jalalah. Hal ini
memberikan pengertian bahwa hanya Allah yang mengerti
takwil dari ayat-ayat mutasyabihat yang ada. Mazhab
ini juga disebut mazhab Muwaffidah atau Tafwid
2. Mazhab Khalaf
Yaitu orang-orang yang mentakwilkan (mempertangguhkan)
lafal yang mustahil dzahirnya kepada makna yang layak
dengan zat Allah.2 Dalam memahami QS. Ali-Imran : 7
mazhab ini mewaqafkan bacaan mereka pada lafal
“Warraasikhuuna fil ‘Ilmi”. Hal ini memberikan
pengertian bahwa yang mengetahui takwil dari ayat-ayat
mutasyabih adalah Allah dan orang-orang yang Rasikh
(mendalam) dalam ilmunya. Mazhab ini disebut juga
Mazhab Muawwilah atau Mazhab Takwil.
1 Ahmad Syadali, op.cit., hlm.211
2 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Ilmu-ilmu Ulumul Al Quran, (Semarang :Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 173
9
Berikut ini adalah beberapa contoh sifat-sifat
mutasyabih yang menjadikan perbedaan pendapat antara
mazhab Salaf dan mazhab Khalaf:
1. Lafal “Ístawa” pada Al-Qur’an surah Thaha ayat 5.
Allah berfirman:
Artinya: “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang
bersemayam di atas ‘Ars.”
Dalam ayat ini diterangkan bahwa pencipta langit
dan bumi ini adalah Allah Yang Maha Pemurah yang
bersemayam di atas Arsy.
Menurut mazhab Salaf, arti kata Istiwa’ sudah
jelas, yaitu bersemayam (duduk) di atas Arsy (tahta).
Namun tata cara dan kafiatnya tidak kita ketahui dan
diharuskan bagi kita untuk menyerahkan sepenuhnya
urusan mengetahui hakikat kata Istiwa’ itu kepada
Allah sendiri.
Pernah ditanyakan kepada Imam Malik tentang makna
Istiwa’, maka beliau menjawab:
Artinya: “Istiwa’ itu ma’lum, caranya tidak
diketahui, mempertanyakannya adalah bid’ah (mengada-
ada). Saya kira engkau ini adalah orang jahat.
Keluarkan olehmu orang ini dari majlis saya.”
10
Berkata Ibnu Kasir dalam tafsirnya, bahwa jalan
yang paling selamat mengenai hal ini adalah jalan yang
telah ditempuh oleh ulama salaf karena hal ini
sepenuhnya adalah termasuk wewenang Allah semata-mata
dan tidak dibenarkan sama sekali makhluk campur
tangan.3
Sedangkan mazhab Khalaf memaknakan Istiwa’ dengan
ketinggian yang abstrak berupa pengendalian Allah
terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan.4
2. Lafal “yadun” pada Al-Qur’an surah Al-Fath ayat 10.
Allah berfirman:
Artinya: ”Bahwasanya orang-orang yang berjanji
setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah tangan Allah di atas tangan mereka.”
Pada ayat di atas terdapat lafal yadun yang secara
bahasa berarti tangan. Para ulama salaf mengartikan
sebagaimana adanya dan menyerahkan hakikat maknanya
kepada Allah. Sedangkah ulama Khalaf memaknai lafal
yadun dengan “kekuasaan” karena tidak mungkin Allah
itu mempunyai tangan seperti halnya pada makhluk.
3 Bustami A Gani, dkk., Alqur’an dan Tafsirnya. (Semarang: Citra Effhar.1993).hlm. 1244 Ahmad syadali,dkk. Op.cit., hlm. 217
11
3. Lafal Ainun pada Al-Qur’an surah Thaha ayat 39. Allah
berfirman :
Artinya: “ dan supaya kamu dibawah pengawasanku.”
Lafal Ainun dari segi lafdziyyah mempunyai arti
mata. Menurut mazhab khalaf, lafal Ainun dalam ayat
di atas bermakna pengawasan Allah kepada Nabi Musa
yang dihanyutkan di Sungai Nil pada masa Raja Fir’aun.
Adapun contoh yang lain terdapat dalam QS.Al-Fajr :
22, QS. Al-An’am : 61, QS. Al-Zumar : 56, QS. Al-
Rahman : 27, QS.Ali-Imran: 28. Dalam ayat-ayat
tersebut terdapat kata-kata “datang”, “di atas”,
“sisi”, “wajah”, dan “diri” yang dijadikan sifat bagi
Allah. Namun, ulama khalaf memaknai kata-kata tersebut
sebagai: “kedatangan perintah-Nya”, “Maha Tinggi,
bukan berada di suatu tempat”, “hak”, “zat”,dan
”siksa”.
C. Macam-macam Ayat Mutasyabih
Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat-ayat
mutasyabihat dalam Al-Qur’an, maka ayat-ayat tersebut
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:5
5 Abdul Djalal H.A., Op.cit., hlm.251-253
12
1. Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh
seluruh umat manusia, atau kecuali Allah SWT.
Contohnya seperti Dzat Allah SWT, hakikat sifat-
sifatNya, waktu datangnya hari kiamat, dan hal-hal
ghoib lainnya. Seperti keterangan surah Al-An’am ayat
59:
Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua
yang ghoib: tidak ada yang mengetahui kecuali Dia
sendiri.”
Dan seperti isi surat lukman ayat 34:
Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya
sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah
yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada
dalam rahim dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan
tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana
dia akan mati.”
2. Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui maksudnya
oleh semua orang. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan
pembahasan dan pengkajian/penelitian yang mendalam.
Contohnya ayat-ayat mutasyabihat yang kesamarannya
timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan
seumpamanya.
13
Jadi, dalam menyikapi ayat-ayat ini adalah
merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak,
menqayidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang
tertib, dan sebagainya. Seperti dalam firman Allah
Q.S. An-Nisa ayat 3:
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim, maka
kawinilah wanita-wanita (lain).”
Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasannya
timbul karena lafalnya yang ringkas. Kalimat asalnya
berbunyi:6
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil terhadap perempuan yang yatim sekiranya kamu
kawini mereka, maka kawinilah wanita-wanita selain
mereka.”
3. Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh
para pakar ilmu dan sain, bukan semua orang. Ahmad
Syadzali dalam bukunya tipe yang ketiga ini lebih
menspesifikkan lagi. Ia menyatakan maksudnya ayat-ayat
tersebut hanya dapat diketahui oleh para ulama
tertentu dan bukan semua ulama. Jadi bukan semua ulama
apalagi orang awam yang dapat mengetahui maksudnya.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 7:6 Ahmad Syadali, op.cit., hlm.207
14
Artinya: “Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya
melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam
ilmunya.”
Dalam pengertian yang sama, Al-Raghib Al-
Ashfahani memberikan penjelasan yang mirip. Menurut
dia, ayat-ayat mutasyabihat terbagi menjadi tiga
jenis, yaitu jenis yang tidak ada jalan untuk
mengetahuinya, seperti waktu kiamat, keluarnya dabbah
(binatang), dan sebagainya; jenis yang dapat diketahui
manusia seperti lafal-lafal yang ganjil (gharib) dan
hukum yang tertutup, dan jenis yang hanya diketahui
oleh ulama tertentu yang sudah mendapat ilmu. Jenis
terakhir inilah yang disyaratkan Nabi dengan doanya
bagi Ibnu Abbas:7
Artinya: “Ya Tuhanku, jadikanlah dia seorang yang
paham dalam Agama, dan ajarkanlah kepadanya takwil.”
D. Hikmah Diturunkannya Ayat-ayat Mutasyabih
Adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Alquran membawa
faedah/ hikmah yang banyak juga. Bahkan, lebih banyak
daripada hikmah ayat-ayat muhkamat di atas. Adapun
hikmahnya adalah sebagai berikut;
7 Ibid., hlm. 208
15
1. Sebagai rahmat Allah SWT. Hal ini jelas sekali, karena
jika tidak disamarkan, bisa jadi merupakan siksaan
bagi mereka, terutama mereka yang tidak tahan
menzahirkannya.
2. Ujian dan cobaan terhadap kekuatan iman umat manusia.
3. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia.
4. Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan
rajin meneliti.
5. Memperlihatkan kemukjizatan Al-Qur’an ketinggian mutu
sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari
sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia
biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
6. Memudahkan orang dalam memahami Al-Qur’an. Sebab,
adanya ayat-ayat yang mutasyabihat tersebut pasti
mendorong seseorang untuk serius menghadapinya.
Sehingga, dengan sendirinya akan lebih meresapkan
hasil-hasil usahanya itu yang pada gilirannya dapat
mempermudah segalanya.
7. Menambah pahala umat manusia, dengan bertambah
sukarnya memahami ayat-ayat mutasyabihat. Sebab,
semakin sukar kerjaan orang, akan semakin besar
pahalanya.
8. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu
pengetahuan yang bermacam-macam. Sebab, adanya ayat-
ayat mutasyabihat dalam Alquran, mendorong orang-orang
yang akan mempelajarinya harus lebih dahulu
16
mempelajari beberapa disiplin ilmu yang terkait dengan
berbagai isi ajaran Al-Qur’an yang bermacam-macam.
Seperti Ilmu matematika, bahasa, kimia, fisika, dan
sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari definisi-definisi tentang muhkam dan
mutasyabih di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa muhkam
adalah suatu lafadz yang artinya dapat diketahui dengan
17
jelas dan kuat berdiri sendiri serta mudah dipahami.
Sedangkan mutasyabih adalah suatu lafadz yang artinya
samar, maksudnya tidak jelas dan sulit bisa ditangkap
karena mengandung penafsiran yang berbeda-beda dan bisa
jadi mengandung pengertian arti yang bermacam-macam.
Adapun penyebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur’an
adalah ketersembunyian dalam makna dan lafal. Sedangkan
macam-macam ayat mutasyabih ada tiga; ayat yang tidak
dapat diketahui artinya kecuali oleh Allah, ayat yang
dapat diketahui artinya dengan jalan pembahasan, dan
ayat yang dapat diketahui artinya oleh ulama tertentu.
Pandangan ulama mengenai ayat-ayat mutasyabihat dan
dipahami manusia atau tidak ada dua pendapat. Sebagian
ulama ada yang mengatakan bahwa arti dan ayat-ayat
mutasyabihat dapat diketahui oleh umat manusia, dan
ulama yang lain mengatakan bahwa umat manusia tidak
dapat mengetahuinya.
Di antara hikmah ayat-ayat muhkamat adalah memberi
rahmat pada manusia, khususnya orang yang bahasa Arabnya
lemah, memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya
juga memudahkan mereka menghayati makna maksudnya agar
mudah melaksanakan ajaran-ajarannya. Sedangkan hikmah
dari ayat-ayat mutasyabihat salah satunya adalah
menambah pahala usaha umat manusia, dengan bertambah
18
sukarnya memahami ayat-ayat mutasyabih sebab semakin
sukar pekerjaan seseorang maka akan semakin besar
jugalah pahalanya.
B. SARAN
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Sebagai
insan yang dlaif tentunya masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Kritik dan saran sangat kami
harapkan dari pembaca sekalian untuk perbaikan dan
evaluasi dari apa yang penulis dapat sajikan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2002. Ilmu-Ilmu Ulumul
Al Quran, Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Gani, Bustami A, dkk.1993. Alqur’an dan Tafsirnya.
Semarang: Citra Effhar.
H.A., Abdul Djalal. 2000. Ulumul Quran. Surabaya: Dunia
Ilmu.
Supiana, dkk. 1994. Ulumul Quran. Jakarta: Pustaka
Islamika.
20
top related