MENGEMBANGKAN MODEL PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS ...
Post on 23-Jan-2017
221 Views
Preview:
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang penelitian
Runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998 membawa perubahan dalam
berbagai tatanan di Indonesia termasuk juga pengelolaan keuangan daerah.
Sebelum era reformasi, Pemerintah Indonesia menganut sistem sentralisasi
yang mengontrol setiap kebijakan keuangan baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Dengan diterbitkannya Undang-Undang No 22 Tahun 1999
tentang Otonomi Daerah maka sistem sentralisasi kemudian berubah menjadi
sistem desentralisasi dengan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada
pemerintah daerah. Sistem sentraliasasi dianggap sebagai suatu sistem yang
kuno dan merintangi asas keadilan bagi pemerataan pembangunan. Dengan
desentralisai fiskal maka pendapatan, belanja dan pembiayaan sekarang diatur
sendiri oleh pemerintah daerah masing-masing demi memenuhi urusan
pelayanan dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Tujuan utama desentralisasi fiskal adalah
mewujudkan alokasi sumber daya nasional yang efisien dan efektif melalui
pola hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan dan akuntabel
melalui instrument-instrumen seperti Dana Alokasi Umum (DAU) Dana
Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dapat digunakan
untuk mengurangi ketidakseimbangan horizontal. Pada era desentralisasi,
pendapatan transfer yang diterima oleh pemerintah daerah naik hampir 5 kali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
lipat yng berarti belanja transfer mengambil porsi sekitar 30% dari total belanja
pemerintah pusat (Ritonga et.al, 2012).
Pelaksanaan desentralisasi keuangan di Indonesia tidak sepenuhnya berjalan
dengan lancar. Kajian Depdagri pada tahun 2011 menyebutkan sebanyak 124
dari 491 kabupaten kota di Indonesia tidak mampu membayar gaji pegawai
negeri sipil karena keuangannya defisit. Sebagian besar pemda mengalami
defisit karena besarnya alokasi untuk belanja pegawai sehingga membebani
anggaran pemerintah daerah. Kebutuhan belanja pegawai lebih besar dibanding
Dana Alokasi Umum yang diperoleh tahun 2011 (2010.menkokesra.go.id, 15
Mei 2014). Kesulitan keuangan atau istilah dalam penelitian disebut financial
distress tidak hanya dialami oleh pemda di Indonesia saja. Financial distress
juga kerap terjadi di Amerika Serikat (AS) seperti pada pemerintah negara
bagian California akibat adanya junk bond market yang disebabkan oleh
menajemen keuangan yang buruk (Indra Bastian, 2006). Dubrow (2009) dan
Login (2005) dalam Hendrick dan Crosby (2014) menegaskan akibat adanya
tekanan terhadap pengeluaran oleh pemerintah sebagai dampak resesi yang
terjadi di Amerika pada tahun 2001 diprediksikan kondisi tersebut
menyebabkan fiscal distress pada pemerintah lokal di AS yang membawa
kepada kebangkrutan suatu pemerintah lokal/negara bagian.
Penduduk suatu daerah menginginkan pemerintah daerahnya dalam
membuat suatu kebijakan yang dituangkan dalam anggaran belanja daerah
(APBD) dapat berguna bagi kepentingan publik. APBD yang telah disahkan
tersebut harus dapat berkontribusi dalam memenuhi fungsi pelayanan umum,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pertahanan, ketertiban dan ketentraman, ekonomi, perlindungan, lingkungan
hidup, perumahan dan pemukiman, kesehatan, pariwisata dan budaya, agama,
pendidikan dan perlindungan sosial. Dengan demikian kesehatan keuangan
suatu daerah merupakan sesuatu yang penting sehingga menjadi indikasi
kemampuan daerah dalam menyediakan pelayanan yang cukup dan memadai
kepada kontituennya. Konstituen sangat bergantung kepada kemampuan
pemerintah daerah dalam merespon berbagai macam permasalahan dan
mempertahankan level kualitas hidup. Hal tersebut dapat dilakukan oleh
pemerintah daerah jika kondisi kesehatan fiskal tidak mengalami kondisi
financial distress yang dapat mempengaruhi secara langsung level penyediaan
jasa (Honadle et al, 2004).
Beberapa negara bagian di AS seperti Pensilvania telah memiliki aturan
hukum seperti The Fiscally Distressed Municipalities Act of 1987 (Act 47) dan
mengidentifkasi sebelas kriteria yang dapat menentukan suatu pemerintah
lokal mengalami financial distress atau tidak (Patrick dan Trussel, 2011). Hal
tersebut tidak terjadi di Indonesia, baik pemerintah pusat maupun daerah belum
memiliki sistem dan aturan hukum yang dapat memberikan peringatan dini dan
kebijakan terjadinya financial distress. Padahal pada sektor privat, financial
distress merupakan fase kondisi yang terjadi sebelum perusahaan mengalami
kebangkrutan sehingga dengan mengetahui kondisi financial distress sejak dini
diharapkan para pengambil keputusan baik eksekutif mupun legislatif memiliki
pandangan dan pengetahuan untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan
sebelum berubah menjadi fase yang lebih buruk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Financial distress menjadi subjek penelitian dari tahun 1970 terutama
setelah adanya kesulitan fiskal di beberapa kota di AS seperti New York dan
Cleveland (Kloha dan Klein, 2005). Penelitian terkait financial distress yang
terjadi pada pemerintah daerah di Indonesia masih sedikit. Hal tersebut
disebabkan karena umur akuntansi sektor publik di indonesia masih baru
sehingga literatur dan penelitian masih sangat sedikit jumlahnya bila
dibandingkan penelitian serupa di sektor privat. Selain itu, masih banyak
terdapat perbedaan tentang cara menaksir kondisi keuangan suatu pemerintah
daerah pada penelitian-penelitian sektor publik. Hal sebaliknya tidak terjadi
pada sektor privat karena perkiraan terkait kondisi keuangan jelas dan tidak
terlalu banyak perbedaan(Ritonga et.al, 2010).
Beberapa penelitian yang membahas financial distress pada perusahaan
antara lain :
1. Whitaker (1999) menemukan bahwa sebagian besar perusahaan
mengalami financial distress akibat kesalahan lemahnya manajemen
keuangan daripada karena kondisi perekonomian. Selain itu, financial
distress membuat perusahaan membuat langkah koreksi yang dapat
meningkatkan performa perusahaan. Kriteria financial distress
mengunakan ukuran cash flow yang tidak mencukupi ketika tagihan
hutang jangka panjang telah jatuh tempo.
2. Rawi (2008) menyatakan bahwa perusahaan yang selalu menambah
hutang maka akan menghadapi kebangkrutan di masa yang akan datang.
Selain itu juga menemukan bahwa penggunaan analisa z-score pada rasio-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
rasio keuangan tidak dapat memberikan prediksi yang baik terhadap
kebangkrutan namun dapat digunakan untuk memprediksi financial
distress.
3. Sheiki et al. (2012) menggunakan distress score yang didapatkan dari
DEA sebagai prediktor financial distress. Dalam penelitian variabel
prediktor dibagi menjadi 2 bagian yaitu dari distress score yang
didapatkan dengan menggunakan output oriented BCC model dan rasio-
rasio dari laporan keuangan yang mencerminkan profitabilitas, likuiditas,
aktivitas dan leverage. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model logit
dengan distress score memberikan hasil lebih baik daripada tanpa distress
score.
4. Platt dan Platt (2006) menemukan bahwa financial distress terjadi sebagai
konsekuensi dari keputusan operasional atau dorongan dari luar sedangkan
kebangkrutan merupakan hal yang perusahaan pilih untuk melindungi aset
mereka dari kreditur.
Sedangkan penelitian yang terkait dengan financial distress yang terjadi
pada sektor publik baik di indonesia maupun di negara lain antara lain sebagai
berikut :
1. Kloha dan Klein (2005) dalam penelitiannya mengembangkan suatu
model dan menguji model gabungan untuk memprediksi financial distress
dengan menggunakan 10 poin skala untuk memprediksi permasalahan dan
menguji skala tersebut untuk memprediksi financial distress dengan
sample negara bagian Michigan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Sutaryo (2010) melakukan penelitian untuk memperoleh bukti empiris
terkait nilai relevan informasi pemerintah daerah yang terdapat dalam rasio
kinerja keuangan, rasio posisi keuangan, rasio efisiensi dan rasio utang
dalam memprediksi financial distress pemerintah daerah di Indonesia
dengan metode regresi binari logistik. Sutaryo (2010) menemukan bahwa
rasio kinerja keuangan, variabel efesiensi dan rasio hutang pemerintah
berpengaruh positif terhadap financial distress sehingga nilai informasi
dalam laporan keuangan pemerintah memiliki relevansi sebagai salah satu
alat pengambilan keputusan.
3. Patrick dan Trussel (2011) menemukan bahwa 31,7% pemerintah daerah
yang mengalami financial distress menurunkan belanja pelayanan publik
dari tahun 1998 sampai dengan 2008. Selain itu Patrick dan Trussel (2011)
juga menemukan bahwa prediktor yang paling penting dalam menentukan
pengurangan belanja publik adalah penurunan tingkat belanja modal
dibandingkan dengan total pendapatan dan obligasi yang diterbitkan pada
saat pengurangan belanja pelayanan publik itu terjadi.
4. Ritonga et al. (2012) dalam penelitian eksplorasinya membuat suatu
kerangka yang dapat digunakan dalam melakukan penaksiran terhadap
kondisi keuangan pemerintah daerah dengan menggunakan enam dimensi
rasio yaitu short-term solvency, long-term solvency, budgetary solvency,
service-level solvency, financial flexibility, dan financial independence.
5. Nursetyautami (2013) melakukan replikasi terhadap penelitian yang
dilakukan Patrick dan Trussel (2011) menemukan bahwa pengurangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
belanja pelayanan publik secara positif berhubungan dengan resiko
pendapatan dan penggunaan utang dan secara negatif berhubungan dengan
sumberdaya entitas dan organization slack.
6. Hendrick dan Cosby (2014) dalam penelitiannya terhadap Pemerintah
Kota Chicago melakukan pengujian terhadap dimensi solvency untuk
menentukan hubungan antara dimensi dan kemungkinan insolvency pada
beberapa pemerintah lokal (suburban di chicago). Hasil penelitian
menunjukkan adanya indikasi hubungan tetapi juga terdapat variasi yang
jauh dalam hubungan tersebut.
Hal-hal tersebut membuat peneliti ingin menganalisis lebih lanjut tentang
pengaruh rasio-rasio keuangan yang dapat mempengaruhi financial distress di
Indonesia serta mengembangkan model yang dapat digunakan sebagai
prediktor gejala financial distress. Serupa dengan penelitian Nursetyautami
(2013), penelitian ini menggunakan faktor besaran belanja pelayanan publik
dengan perubahan pada definisi belanja pelayanan publik. Dalam penelitian
Nursetyautami (2013) belanja operasi disamakan sebagai belanja pelayanan
publik namun dalam penelitian ini membatasi pada belanja pelayanan publik
dasar yang terdiri atas belanja kesehatan, pendidikan dan pelayanan umum.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah:
1. Objek penelitian ini adalah laporan keuangan pemerintah daerah pada
tingkat kabupaten dan kota tahun anggaran 2008, 2009 dan 2010 yang
telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK
RI) serta memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan dalam variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
penelitian sedangkan laporan keuangan pemerintah provinsi tidak menjadi
sampel dalam penelitian.
2. Penelitian ini menggunakan variabel independen seperti yang digunakan
oleh Nursetyautami (2013) yaitu kenaikan/pengurangan terhadap belanja
pelayanan dasar dibandingkan dengan kenaikan/penurunan pendapatan
dengan perubahan pada denominator belanja operasi diganti menjadi
belanja pelayanan dasar yang terdiri atas tiga macam belanja berdasarkan
fungsi yaitu belanja kesehatan, pendidikan dan pelayanan umum.
3. Dalam membuat model prediksi, penelitian ini menggunakan rasio yang
diadopsi dari kerangka penaksiran kondisi keuangan penelitian Ritonga et
al. (2012) yang berbeda dengan rasio yang dipakai penelitian Sutaryo
(2010). Dalam penelitian Sutaryo (2010) rasio yang dipakai merupakan
rasio yang digunakan dalam mengukur kinerja suatu perusahaan dari
akuntansi sektor privat. Selain itu, metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan binari regresi logistik dengan metode
stepwise yang berbeda dengan metode yang dipakai oleh Sutaryo (2010).
Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini meneliti tentang
Mengembangkan Model Prediksi Financial Distress Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia
1.2 Masalah penelitian
Berdasarkan uraian diatas, peneliti bermaksud untuk menguji pengaruh
rasio-rasio keuangan terhadap kemungkinan suatu pemda mengalami kejadian
financial distress dengan rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
1. Apakah rasio short-term solvency berpengaruh dalam memprediksi pemda
yang mengalami financial distress ?
2. Apakah rasio long-term solvency berpengaruh dalam memprediksi pemda
yang mengalami financial distress ?
3. Apakah rasio budgetary solvency berpengaruh dalam memprediksi pemda
yang mengalami financial distress ?
4. Apakah rasio financial flexibility berpengaruh dalam memprediksi pemda
yang mengalami financial distress ?
5. Apakah rasio financial independence berpengaruh dalam memprediksi
pemda yang mengalami financial distress ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian tersebut maka tujuan penelitian ini
untuk menganalisis pengaruh dari rasio short term solvency, long term
solvency, budgetary solvency, financial flexibility, financial independence
terhadap kemungkinan terjadinya financial distress pada pemerintah daerah.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini untuk:
1. Bagi penulis
Menambah ilmu pengetahuan mengenai financial distress yang terjadi
pada pemerintah daerah di Indonesia serta mengembangkan suatu model
yang dapat digunakan untuk memprediksi gejala yang timbul dimasa
mendatang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Bagi Pemerintah Daerah (Eksekutif)
Memberikan informasi kepada pemerintah daerah tentang gejala
terjadinya financial distress sehingga dapat dengan segera merumuskan
kebijakan dalam menanggulangi permasalahan tersebut.
3. Bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif)
Memberikan informasi kepada DPRD sebagai salah satu stakeholder
laporan keuangan pemerintah daerah tentang adanya kemungkinan
terjadinya financial distress yang mempengaruhi besarnya anggaran
pelayanan dasar yang dapat diberikan pemerintah kepada masyarakat.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi
bagi penelitian di akuntansi sektor publik
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Agar penelitian ini dapat menjawab rumusan masalah serta mencapai tujuan
penelitian diatas, maka pembahasan ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini menggunakan data dari laporan keuangan pemerintah daerah
pada tingkat kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun anggaran 2008,
2009, dan 2010 yang telah selesai di audit oleh BPK RI. LKPD pemerintah
provinsi dikecualikan dalam sample penelitian.
2. Penelitian ini menggunakan laporan keuangan pemerintah daerah yang
lengkap, yang terdiri dari neraca, laporan realisasi anggaran, dan laporan
realisasi belanja berdasarkan fungsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
3. Penelitian ini menggunakan laporan keuangan pemerintah daerah yang
mengandung data sesuai persyaratan variabel dependen dan independen
yang digunakan dalam penelitian.
top related