MEKANISME PENGUATAN DAN PENGERASAN · Web viewStruktur dislokasi yang terjadi pada deformasi logam polikristalin fcc dan bcc mengikuti pola umum yang sama dengan kristal tunggal;
Post on 03-Mar-2019
233 Views
Preview:
Transcript
MEKANISME PENGUATAN DAN PENGERASAN
A. Pengerasan Cacat Titik
Telah dibahas bahwa kekosongan hasil kuens menghasilkan klaster
cacat kekosongan yang menimbulkan kekerasan pada material. Informasi
mengenai mekanisme pengerasan diperoleh dari pengamatan kebergantungan
batas bawah tegangan luluh pada ukuran butir. Hasil yang diperoleh pada
Gambar 1 menunjukkan bahwa hubungan y = i + kyd-1/2, yang merupakan
persamaan umum propagasi luluh dalam material memang berlaku.
Kebergantungan tegangan luluh, y ini, pada ukuran butir menunjukkan
bahwa kekerasan yang ditimbulkan oleh cacat titik hasil kuens atau iradiasi,
terdiri dari dua tipe: (1) pengerasan oleh sumber dislokasi awal dan (2)
pengerasan kisi umum yang tetap bertahan setelah luluh awal. Suku k y
menunjukkan bahwa pengucian dislokasi disebabkan cacat titik berbentuk jog
yang tersebar, dan pengamatan dislokasi jog dengan bantuan mikroskop
elektron mendukung hal ini.
Gambar 1. (a) Kurva tegangan-regangan untuk tembaga polikristalin butir-butir yang tidak mengalami dan yang telah diiradiasi, diuji pada 20 oC; (b) variasi tegangan luluh terhadap besar butir dan dosis neutron (dari Adams and Higgins, 1959)
Suku gesekan kisi i, jelas bertanggung jawab atas level umum dari
kurva tegangan-regangan setelah luluh dan timbul adri kerapatan yang tinggi
1
dari cacat dislokasi. Namun, mekanisme yang menjelaskan peran loop dan
tetrahedra dalam meningkatkan tegangan alir maish diperdebatkan. Klaster
kekosongan terbentuk in situ akibat tumbukan primer, oleh karena itu tidak
mengherankan bahwa iradiasi neutron pada 4 K mengeraskan material, dan
tidak diperlukan aktivasi termal.
Penghapusan loop prismatik yang cacat maupun tak cacat dan tertrahedra
terjadi karena interaksi koalesen yang kuat dengan ulir untuk membentuk
konfigurasi heliks dan dislokasi jog terjadi kontak antara dislokasi luncur dan
cacat. Tahanan terhadap luncur berasal dari jog yang tidak terletak di bidang
slip dan dari pembentukan jog sesile (misalnya dislokasi Lomer-Cottrell dalam
kirstal fcc).
B. Pengerasan-Kerja
1. Tinjauan teori
Sifat material berubah karena pengerjaan-dingin, yaitu deformasi yang
dilakukan pada temperatur yang relatif rendah dibanding titik leleh material.
Tidak semua sifat mengalami peningkatan, meskipun kekuatan tarik, kekuatan
luluh, dan kekerasan meningkat, plastisitas dan kemampuan berdeformasi
turun. Selain itu, sifat fisik seperti konduktivitas listrik, kerapatan dan lainnya
menurun. Dari semua perubahan sifat ini, yang paling menonjol adalah
perubahan sifat mekanik; tegangan luluh dari baja-karbon-sedang misalnya,
akibat pengerjaan-dingin mengalami kenaikan dari 170 menjadi 1050 MN/m 2.
Karena aliran plastis terjadi akibat mekanisme dislokasi, fakta bahwa
terjadi pengerasan-kerja berarti bahwa pergerakan dislokasi semakin sulit
dengan meningkatnya regangan.
Interaksi elastis merupakan salah satu cara sederhana dimana dua
dislokasi terhenti. Jadi, dua dislokasi sisi sejajar denag ntanda yang berlawanan
yang bergerak pada bidang yang sejajar dalam suatu subbutir terhenti karena
terjadi interaksi.
2
Gambar 2. Kebergantungan tegangan alir pada (kerapatan dislokasi) 1/2 untuk Cu, Ag, dan Cu-Al
Tegangan alir adalah tegangan yang diperlukan untuk menggerakkan
dislokasi dalam medan gaya dari dislokasi yang mengelilinginya. Tegangan
ini ditentukan oleh rumus berikut:
= b/l (1)
dimana adalah modulus geser, b adalah vektor Burgers, l adalah jarak rata-
rata antar dislokasi yaitu -1/2, dan adalah konstanta (pada model Taylor
= 1/8 (1 – v). Gambar 2 memperlihatkan hubunagn ini untuk kristal tunggal
Cu-Al dan polikristalin Ag dan Cu.
Teori Taylor hanya menggunakan model dua-dimensional dari logam
pengerjaan-dingin. Akan tetapi, karena deformasi plastis timbul akibat gerakan
loop dislokasi dari sumber, maka apbila regangan plastis adalah , telah
dilepas N loop dislokasi dengan sisi L (demi kemudahan dimisalkan terjadi
loop persegi) per satuan volume. Regangan plastis yang dihasilkan adalah:
= N L2 b (2)
dan l adalah:
l = [1/1/2] = [1/4LN]1/2 (3)
Kombinasi kedua persamaan menghasilkan hubungan tegangan-regangan:
= konst. (b/L)1/2 1/2 (4)
3
Taylor mengasumsikan L, yaitu panjang garis slip adalah konstan, dan
dihasilkan suatu hubungan parabolik antara dan .
Hasil percobaan terhadap kristal menunjukkan, bahwa kurva pengerasan
kerja atau pengerasan-regangan mengalami deviasi yang besar dari perilaku
yang besar dari perilaku parabolik, dan selain bergantung pada variabel lain
seperti orientasi kristal, kemurnian dan kondisi permukaan (lihat Gambar 3
dan 4).
Gambar 3. Kurva tegangan-regangan kristal tunggal (dari Hirsch and Mitchell, 1967; seizin National Research Council of Canada)
Gambar 4. Kurva tegangan-regangan dengan tiga tahapan pengerasan-kerja
4
Peran struktur kristal penting (lihat Gambar 3) karena pada kristal-
tunggal-logam heksagonal slip hanya terjadi pada satu kelompok bidang slip,
yang sejajar dengan bidang basal, dan jenis logam ini mempunyai laju
pengerasan-kerja yang rendah. Bagian plastis dari kurva tegangan-regangan
hampir linear dengan kemirinagn yang sangat kecil; kemiringan (d/d)
tersebut makin kecil dengan meningkatnya temperatur deformasi. Sebaliknya,
kristal kubik berdeformasi dengan cara yang kompleks pada beberapa sistem
slip, dan logam ini biasanya mempunyai perilaku pengerasan-kerja yang kuat.
Perilaku pengerasan-kerja pada logam berstruktur kubik lebih kompleks
dibandingkan struktur lainnya karena keberadaan beragam sistem slip, sehingga
terdapat banyak bukti eksperimen berkaitan dengan logam ini, khususnya
dengan struktur fcc.
2. Pengerasan tiga-tahap
Kurva tegangan-regangan kristal tunggal fcc tampak pada Gambar 4
dan dari hasil percobaan dapat dibedakan tiga-tahap pengerasan. Tahap I, atau
daerah luncur-mudah, berada sesudah titik luluh dan memiliki karakteristik
laju pengerasan-kerja 1 yang rendah; daerah dengan panjang beberapa persen
luncuran ini bergantung pada orientasi, kemurnian dan ukuran kristal. Besar
laju pengerasan (1/) ~ 10-4 dan memiliki orde yan gsama dengan logam
heksagonal. Tahap II, atau daerah penguasaan-linear, memperlihatkan peningkatan
laju pengerasan-kerja yang cepat. Rasio (11/) = (d/d)/ memiliki besar
orde yang sama untuk semua jenis logam fcc, yaitu 1/300 meskipun untuk
orientasi pada sudut segitiga stereografik adalah 1/150. Pada tahap ini tiba-
tiba terbentuk garis slip yang pendek selama peregangan, yaitu peningkatan
tegangan yang singkat, dan sesudah itu tidak bertambah panjang atau
meningkat intesitasnya. Awal tahap III, atau daerah pengerasan-parabolik,
sangat bergantung pada temperatur. Tahap ini mempunyai laju pengerasan-
kerja 111, yang rendah dan memiliki wujud pita slip yang kasar. Tahap ini
mulai terbentuk pada regangan yang bertambah dengan berkurangnya temperatur
dan mungkin berkaitan dengan lenyapnya dislokasi akibat slip-silang.
5
Karena tegangan alir logam dapat dipengaruhi oleh perubahan temperatur
atau laju regangan, untuk kemudahan dianggap bahwa tegangan terdiri dari dua
bagian sesuai hubungan berikut:
= s + g
dimana s adalah bagian dari tegangan alir yang bergantung pada temperatur
selain variasi modulus elastisitas dengan temperatur, dan g adalah kontribusi
yang yang tidak bergantung pada temperatur. Peran penting s dan g dapat
dipelajari dengan cermat dengan mengukur kebergantungan tegangan alir pada
temperatur atau laju regangan.
Daerah luncur-mudah atau tahap I pada kristal kubik, dengan pengerasan-
linear yang kecil, mirip dengan pengerasan kristal cph dimana hanya beroperasi
satu bidang luncur. Di sini jarak slip besar, ordenya setingkat denagn diameter
spesimen, dengan kemungkinan bahwa dislokasi slip keluar meinggalkan kristal.
Selain itu diperkirakan bahwa tegangan alir pada luncur-mudah ditentukan
oleh mudah-tidaknya sumber beroperasi.
Karakteristik deformasi pada tahap II adalah terjadinya slip baik pada
sistem slip primer maupun sekunder. Hasilnya, terbentuk beberapa ketidak-
teraturan kisi baru mencakup: (1) dislokasi hutan, (2) hambatan Lomer-Cottrell,
dan (3) jog yang dihasilkan dislokasi yang bergerak memotong dislokasi-hutan
atau jog yang dihasilkan dislokasi hutan yang memotong sumber dislokasi.
Oleh karena itu, tegangan alir dapat diidentifikasi, sebagai tegangan yang
cukup besar untuk mengoperasikan sumber dan kemudian menggerakkan
dislokasi menentang (1) tegangan elastis internal dari dislokasi hutan, (2)
tegangan rentang-jauh dari kelompok tumpukan dislokasi di belakang hambatan,
dan (3) tahanan gesekan akibat jog. Semua faktor ini terdapat dalam logam
pengerjaan-dingin, akan tetapi karena hukum pengerasan liniear dapat diturunkan
dengan menggunakan berbagai faktor pendukung, terdapat beberapa teori
mengenai pengerasan-tahap II. Teori tersebut adalah, (1) teori penumpukan,
(2) teori dislokasi hutan dan (3) teori jog.
3. Pengerasan-kerja pada polikristal
6
Struktur dislokasi yang terjadi pada deformasi logam polikristalin fcc
dan bcc mengikuti pola umum yang sama dengan kristal tunggal; dislokasi
primer menghasilkan dipol dan loop melalui interaksi dengan dislokasi sekunder,
yang membentuk gumpalan dislokasi lokal yang secara bertahap berubah
menjadi jaringan subbatas tiga-dimensional.
Perubahan pada temperatur deformasi juga mempengaruhi perubahan
distribusi dislokasi; penurunan temperatur deformasi menurunkan kecenderungan
pembentukan sel, seperti tampak pada Gambar 5. Untuk distribusi dislokasi
tertentu, kerapatan dislokasi mempunyai hubungan yang sederhana dengan
tegangan alir mengikuti rumus:
= 0 + b1/2 (5)
dimana adalah suatu konstanta pada temperatur tertentu 0,5; 0 sama
dengan nol untuk logam fcc (lihat Gambar 2). Laju pengerasan-kerja ditentukan
oleh mudah-tidaknya gumpalan dislokasi mengatur diri kembali.
Gambar 5. Pengaruh regangan deformasi dan temperatur terhadap pembentukan struktur sel dalam besi-.
Batas butir mempengaruhi pengerasan-kerja dan merupakan hambatan
slip dari butir yang satu ke butir lainnya. Selain itu, kriteria kontinuitas dari
polikristal memaksakan terjadinya slip kompleks di daerah sekitar batas yang
menyebar ke butir denagn meningkatnya deformasi. Hal ini menyebabkan
7
ketergantungan laju pengerasan-kerja pada besar butir hingga mencapai
beberapa persen elongasi. Namun setelah tahap ini, laju pengerasan-kerja tidak
lagi bergantung pada ukuran butir dan untuk polikristal fcc nilainya sekitar
/40. Dengan mempertimbangkan faktor orientasi, secara kasar nilai tersebut
dapat dibandingkan dengan nilai kristal tunggal yang berdeformasi dengan
slip-ganda. Jadi dari hubungan = m dan = /m maka tegangan geser
terurai rata-rata kurang dari setengah tegangan tarik yang diterapkan. Jadi
hubungan antara laju pengerasan-kerja polikristal dan laju pengerasan-kerja
kristal tunggal adalah:
d/d = m2d/d (6)
Untuk logam bcc dengan sistem slip-ganda dan slip-silang yang mudah dinilai m
mendekati 2, sehingga laju pengerasan-kerja rendah. Pada logam cph polikristalin,
deformasi dipersulit oleh kembaran, akan tetapi tanpa kembaran m 6,5,
sehingga laju pengerasan-kerja diperkirakan satu orde lebih besar dibandingkan
dengan nilai m kristal tunggal, dan juga lebih tinggi daripada laju yang terdapat
pada polikristal fcc dimana m 3.
4. Paduan pengerasan-dispersi
Pada deformasi paduan yang mengandung partikel inkoheren yang tidak
dapat dideformasi, laju pengerasan-kerja jauh lebih besar daripada dalam matriks
itu sendiri. Gumpalan dislokasi yang rapat terjadi dalam partikel dan terbentuk
struktur sel dengan partikel yang terutama berada di dinding sel.
Pada regangan yang kecil (< 1 %) pengerasan-kerja mungkin timbul
akibat tegangan balik yang berasal dari beberapa loop Orowan di sekeliling
partikel, seperti diuraikan oleh Fisher, Hart, dan Pry. Kurva tegangan-regangan
hampir linear dengan regangan sesuai dengan rumus:
= i + f3/2
dan pengerasan-kerja hanya bergantung pada f, fraksi volume partikel.
Penentuan kerapatan dislokasi rata-rata sekeliling partikel yang berinteraksi
dengan dislokasi primer memungkinkan pembuatan perkiraan mengenai laju
8
pengerasan-kerja, sesuai gagasan Ashby. Jadi, untuk regangan dan diameter
partikel d tertentu maka jumlah loop per partikel adalah:
n ~ d/b
dan jumlah partikel pe rsatuan volume adalah:
NV = 3f/4r2, atau 6f/d3
Jumlah total loop per satuan volume adalah nN V, sehingga kerapatan dislokasi
= nNV d = 6f/db. Maka hubungan tegangan-regangan berdasarkan
persamaan (5) adalah:
= i + (fb/d)1/2 1/2 (7)
dan laju pengerasan-kerja
d/d = ' (f/d)1/2 (b/)1/2 (8)
Gambar 6. Diagram skematik (a) superdislokasi dengan jog yang tidak sebaris, yang setelah meluncur, menghasilkan tabung-APB dan (b) slip silang superdislokasi pada bidang kubus yang membentuk kunci Kear-Wilsdorf (K-W)
Telah dijabarkan model alternatif dengan mempertimbangkan detail
struktur dari susunan dislokasi (seperti Orowan, loop prismatik, dan loop
sekunder) untuk menjelaskan detail lebih halus dari material pengerasan-
dispersi.
5. Pengerasan-kerja pada paduan tertata
9
Karakteristik dari paduan dengan tatanan rentang-jauh adalah bahwa
paduan ini mengalami pengerasan-kerja yang lebih cepat dibandingkan dalam
keadaan-tertata. Pada temperatur ruang 11 untuk Fe-Al dengan struktur B2
tertata adalah /50, beberapa kali lebih besar daripada nilai untuk loga fcc
atau bcc tipikal. Bentuk geometri yang mungkin terjadi diperlihatkan pada
Gambar 7.a; superdislokasi parsial yang tampak masing-masing mengandung
jog yang dihasilkan. Apabila dislokasi meluncur dan jog bergerak secara
nonkonservatif maka dihasilkan tabung APB. Bukti langsung hadirnya tabung
yang terlihat dengan bantuan mikroskop elektro berkas-lemah pertama kali
ditemukan pada Fe-30 % atom Al. Mikrograf menampakkan garis selebar
sekitar 3 nm yang samar-samar denagn arah (1 1 1), yaitu arah vektor Burgers.
Teori menyatakan bahwa jog pada superdislokasi dengan orientasi ulir
menghasilkan mekanisme pengerasan yang baik, dan diperkirakan sekitar
delapan kali lebih kuat dibandingkan dengan hasil pencabutan tabung APB
pada jog yang tidak sebaris pada dislokasi sisi. Kontribusi utama bagi tegangan
untuk menggerakkan dislokasi adalah (1) s, tegangan untuk menghasilkan cacat
titik atau tabung, dan (2) tegangan interaksi i dengan dislokasi pada bidang
slip bertetangga, dan s + i = ¾ s (f/p) . Jadi, dengan s = 1,3 dan apabila
f/p konstan dan kecil, maka diperoleh pergeseran-linear dengan laju
terobservasi.
Untuk paduan dengan struktur L12, slip-silang dari superparsial ulir
dengan b = ½ [1 0 1] dari bidang (1 1 1) primer ke bidang (0 1 0) pertam-tama
diajukan oleh Kear dan Wilsdorf. Kedua superparsial ½ [1 0 1], satu di bidang
(1 1 1) dan satu lagi di bidang (0 1 0), dengan sendirinya berdisosiasi menjadi
parsial tipe 1 1 2 dan seluruh konfigurasi bersifat sesile. Susunan dislokasi
ini disebut kunci Kear-Wilsdorf (K-W) dan dapat dilihat pada gambar 6.b.
Karena slip-silang teraktivasi secara termal, jumlah kunci, dan dengan demikian
tahanan terhadap luncuran (1 1 1) meningkat dengan naiknya temperatur.
10
Gambar 7. Gambar kutub (1 1 1) untuk (a) tembaga, (b) kuningan- setelah deformasi 95 % (satuan intensitas sebarang)
Slip-silang kubus dan slip kubus kini dapat diamati pada sejumlah
seyawa L12, dengan bantuan TEM. Selain itu ada bukti TEM bahwa energi
APB pada bidang kubus lebih rendah darip[ada yang terdapat pada bidang (1 1 1)
sehingga terjadi slip-silang yang dibantu oleh momen yang terdapat antara
komponen pasangan dislokasi ulir akibat anisotropi elastis.
C. Pengembangan Orientasi yang Diutamakan
1. Aspek kristalografi
Apabila logam polikristalin mengalami deformasi plastis, maka butir
individu cenderung berorientasi mengarah membentuk orientasi bersama.
Derajat tekstur yang dihasilkan oleh deformasi tertentu dapat dilihat pada foto
transmisi sinar-X monokromatik, karena butir tidak lagi merefleksikan sinar-X
ke cincin diraksi secara merata tetapi hanya membentuk segmen tertentu saja.
Hasilnya dinyatakan sebagai suku orientasi ideal, seperti [u, v, w] untuk
tekstur serat dan terbentuk karena penarikan atau swage, dan {hkl} uvw
untuk tekstur pengerolan dimana bidang (hkl) sejajar dengan bidang pengerolan,
dan arah tipe uvw sejajar dengan arah pengerolan. Akan tetapi, hamburan
terharap orientasi ideal hanya dapat diwakili dengan gambar-kutub yang
11
menguraikan sebaran orientasi di skeitar orientasi ideal untuk suatu set kutub
(hkl) khusus (lihat Gambar 7).
Ketika ditarik, butir berputar sedemikian sehingga pergerakan sumbu
tegangan yang bekerja mengarah ke slip operasional dan untuk kompresi,
tegangan yang bekerja bergerak mengarah ke normal bidang slip.
Untuk logam fcc dihasilkan transisi tekstur deformasi yang menonjol,
baik dengan menurunkan temperatur deformasi atau dengan menambahkan
elemen paduan larutan padat yang menurunkan energi salah susun. Transisi
tekstur ini dapat dicapai pada sebagian besar logam fcc dengan penambahan
paduan atau dengan mengubah temperatur pengerolan. Namun, Al mempunyai
energi salah-susun yang tinggi dan karena keterbatasan pelarutan padat, sulit
untuk menurunkan energi salah susun melalui perpaduan. Tipe ekstrem tekstur
pengerolan, yang dialami tembaga dan kuningan 70/30, diperlihatkan pada
Gambar 7.a dan 7.b.
Tekstur deformasi umumnya tidak dapat dihilangkan dengan operasi
anil meskipun perlakuan seperti ini menimbulkan rekristalisasi. Sebaliknya,
biasanya terbentuk tekstur anil yang baru, yang terkait dengan tekstur deformasi
dengan rotasi kisi standar.
2. Pengerasan-tekstur
Tegangan alir pada kristal tunggal bervariasi dengan orientasi sesuai
hukum Schmid, oleh karena itu material dengan orientasi-yang-diutamakan
juga memiliki anisotropi plastis serupa, bergantung pada kesempurnaan tekstur.
Pentingnya hubungan ini digambarkan dengan jelas oleh kristal berilium yang
mempunyai struktur cph dan hanya mengalami slip di bidang basal. Pengerasan-
tekstur diterapkan pada lembaran untuk bejana-tekan, ketahanan terhadap
penyolok, dan sebagainya yang memerlukan lembaran bertekstur yang memiliki
kekuatan biaksial tinggi. Pembahasan deformasi kristal tunggal memberikan
petunjuk; pada kristal heksagonal m bervariasi dari 2 (bidang basal membentuk
sudut 45 o dengan sumbu tegangan) hingga tak terbatas (jika bidang basal tegak
12
lurus), pada kristal fcc m hanya bervariasi dengan faktor 2 terhadap orientasi,
dan pada kristal bcc variasnya kurang dari itu.
Variasi kekuatan pada bidang lembaran dapat dengan mudah diketahui
dengan uji tarik yang dilakukan dalam berbagai arah, relatif terhadap arah
pengerolan. Namun, pada berbagai aplikasi lembaran, dipersyaratkan kekuatan
dalam arah tebal (yaitu ketahanan terhadap penipisan selama operasi pengepresan).
Hal ini lebih sulit untuk diukur dan seringkali diases dari pengujian tarik
uniaksial dengan mengukur rasio regangan dalam arah lebar terhadap regangan
dalam arah tebal pada benda uji. Rasio
R = w/t = ln (w0/w)/ln(t0/t)
= ln (w0/w)/ln (wL/w0L) (9)
dimana w0, L0, t0 adalah dimensi awal untuk lebar, panjang dan tebal dan w, L,
dan t adalah dimensi setelah peregangan, yang diturunkan dengan asumsi
bahwa tidak ada perubahan volume.
Gambar 8. Diagaram skematik operasi penarikan-dalam memperlihatkan sistem tegangan yang beroperasi dalam flens dan dinding mangkuk. Rasio limit penarikan (limiting drawing ratio) didefinisikan sebagai rasio diameter bakalan terbesar yang mampu menghasilkan penarikan lengkap dengan baik (Dmaks) terhadap diameter pons (d) (dari Dillamore, Smallman dan Wilson, 1969; seizin the Canadian Institute of Mining and Metallurgy)
Pada penarikan-dalam, lihat skema pada Gambar 8, sistem tegangan
yang dominan adalah tegangan radial dikombinasikan dengan kompresi melingkar
di zona penarikan. Kegagalan pada penarikan terjadi apabila zona pembentukan-
13
penarikan tengah tidak mampu menahan beban yang diperlukan untuk menarik
bagian luar bakalan melewati die. Jelas bahwa level kekuatan diferensial di
dua daerah ini, memudahkan deformasi di zona penarikan dibandingkan di
zona perentangan, akan memungkinkan penarikan yang lebih dalam. Ini adalah
efek dari peningkatan nilai R , yaitu kekuatan dalam arah tebal yang relatif
tinggi dibandingkan kekuatan dalam bidang lembaran akan meningkatkan
kemampuan penarikan. Hal ini dibuktikan pada Gambar 9, dimana kemampuan
penarikan-dalam yang ditentukan oleh limit rasio penarikan (yaitu rasio
diameter maksimum bakalan yang ditarik terhadap diameter mangkuk akhir)
ternyata tidak peka terhadap keuletan dan level kekuatan absolut dengan
mengacu berbagai material yang terdapat dalam gambar.
Gambar 9. Rasio limit penarikan (LDR) sebagai fungsi dari nilai R rata-rata dan dari regangan hingga perpatahan diukur dengan uji tarik dalam arah 0 o, 45 o
dan 90 o dengan arah pengerolan (dari Wilson, 1966; seizin the Institute of Metals)
Pada logam kubik pengerasan-tekstur agak kurang, tetapi material fcc
dengan sistem slip {1 1 1} 1 1 0 dan bcc dengan {1 1 0} 1 1 1 mengalami
peningkatan R apabila tekstur mempunyai komponen {1 1 1} dan {1 1 0}
sejajar dengan bidang lembaran.
14
Pada kebanyakan kasus yang dijumpai diketahui bahwa nilai R bervariasi
dengan arah pengujian dan ini mempunyai relevansi dengan distribusi
regangan pada pembentukan lembaran logam.
15
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................. i
MEKANISME PENGUATAN DAN PENGERASAN.............................. 1A. Pengerasan Cacat Titik..................................................................... 1B. Pengerasan-Kerja.............................................................................. 2
1. Tinjauan teori............................................................................... 22. Pengerasan tiga-tahap................................................................. 53. Pengerasan-kerja pada polikristal............................................. 74. Paduan pengerasan-dispersi....................................................... 85. Pengerasan-kerja pada paduan tertata....................................... 10
C. Pengembangan Orientasi yang Diutamakan................................... 111. Aspek kristalografi...................................................................... 112. Pengerasan-tekstur...................................................................... 12
i
Tugas
MEKANISME PENGUATAN DAN PENGERASAN
Disusun Oleh:
NAJMUDDI N 0351610061
JURUSAN TEKNIK PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH2006
top related