Makalah Pengantar Ilmu Pendidikan - Aspek Spiritual Pendidikan.pdf
Post on 14-Oct-2015
316 Views
Preview:
Transcript
Makalah Pengantar Ilmu Pendidikan
Dosen: Dra. Irah Kasirah, M.Pd.
Aspek Spiritual Pendidikan Abdul Goffar Al Mubarok
5215134375
Ditujukan untuk memenuhi penilaian mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan.
S1 Pendidikan Teknik Elektronika
Fakultas Teknik
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014
ii
KATA PENGANTAR
Assalaamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan Makalah Pengantar Ilmu Pendidikan ini sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Keberhasilan dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini tidak
lepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Irah Kasirah sebagai dosen mata kuliah Pengantar Ilmu
Pendidikan.
2. Kedua orangtua yang senantiasa memberikan support dan doa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari predikat
sempurna, masih banyak kekurangan di sana sini. Oleh sebab itu, kami
meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca sebagai
masukan bagi agar kami dapat menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat diterima untuk
memenuhi persyaratan nilai mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan
Wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatuh
Jakarta, 31 Mei 2014
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR II
DAFTAR ISI III
BAB I : PENDAHULUAN 1
1.1. LATAR BELAKANG 1
1.2. PERUMUSAN MASALAH 3
BAB II : PEMBAHASAN 4
BAB III : PENUTUP 22
KESIMPULAN 22
DAFTAR PUSTAKA 23
1
BAB I : Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang paling
sempurna. Sesuai dengan firman Allah, Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya. 1
Manusia memiliki kelebihan dibanding mahluk lain, yakni akal
pikiran. Akal tersebut yang mendorong manusia menjadi lebih maju
dibanding mahluk lain di muka Bumi ini. Dimana akal pikiran
menjadi motor penggerak karsa cipta manusia untuk
mempermudah kehidupan mereka.
Manusia terlahir ke dunia dalam keadaan lemah dan tidak
berdaya, sehingga manusia memerlukan bantuan orang lain untuk
dapat hidup. Dan dari orang lain pula manusia memperoleh
pengetahuan mengenai tata cara bertahan hidup, bahkan berkat
akal yang dimilikinya manusia tidak hanya menggunakan
pengetahuan yang ia dapat untuk sekedar bertahan hidup saja, tapi
juga mengembangkan pengetahuan tersebut untuk aktualisasi diri
dan menciptakan berbagai hal baru yang berguna bagi dirinya
sendiri dan orang lain.
Akal yang dimiliki manusia dikembangkan melalui berbagai
proses pendidikan yang dialaminya, sehingga akal tersebut dapat
lebih peka dan tanggap menghadapi berbagai permasalahan yang
muncul dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini kita mengenal
beberapa kecerdasan, dan yang berkaitan dengan kecerdasan
daya nalar atau kemampuan berpikir adalah Intelligency Quotient
(IQ). IQ kerap dijadikan harga mati bagi tingkat kemajuan
pendidikan seorang manusia. Padahal sebenarnya IQ saja tidak
1 Q.S. At-Tin(95) ayat 4
2
cukup untuk dijadikan patokan dalam mengukur kemajuan
pendidikan seseorang.
Di samping IQ ada juga Emotional Quotient (EQ) yang
memiliki pengaruh penting dalam pribadi seseorang, sebagai
penentu sikap yang akan diambil oleh seseorang. Jika seseorang
yang memiliki IQ tinggi namun lemah dalam aspek EQ maka
kemampuan intelektual yang dimilikinya tidak akan optimal karena
tidak disertai dengan kemampuan pengendalian emosi yang baik.
Selain IQ dan EQ kita juga mengenal Spiritual Quotient (SQ)
yang sama besar pengaruhnya, bahkan disinyalir SQ merupakan
aspek kecerdasan yang paling berpengaruh dalam kepribadian
seseorang. Dimana kecerdasan spiritual merupakan gambaran dari
kesadaran seseorang akan suatu kekuatan yang mengatur
jalannya alam semesta dan seisinya, Yang Maha Melihat segala
tingkah laku yang ia perbuat, sehingga akan muncul sikap positif
dari individu tersebut kapanpun dan dimanapun.
Berbagai aspek kecerdasan yang dimiliki manusia perlu
dikembangkan sejak dini, masa kanak-kanak merupakan masa
yang tepat dalam mengembangkan kecerdasan-kecerdasan
tersebut. Anak-anak mudah menyerap atau mengimitasi apa yang
mereka lihat, dengar, dan terima, baik itu merupakan kebaikan
maupun keburukan. Sehingga perlu dilakukan pembiasaan
berperilaku baik sejak usia dini.
Perilaku yang notabene berkaitan erat dengan EQ dan SQ
merupakan modal besar yang dibutuhkan manusia untuk dapat
hidup dengan baik sebagai mahluk indivual, sosial, dan mahluk
Tuhan. Pembentukan EQ dan SQ akan sulit dilakukan ketika
seseorang sudah mencapai usia yang matang, yakni usia remaja
ataupun usia dewasa. Sehingga kami rasa anak-anak yang kelak
akan menjadi pemimpin di masa depan membutuhkan pendidikan
EQ dan SQ yang intensif disertai dengan pemberian contoh atau
teladan yang baik.
3
1.2. Perumusan Masalah
Penulisan makalah ini merupakan ide pemecahan
permasalahan yang digambarkan melalui beberapa
pertanyaan berikut:
1. Seperti apa hakikat manusia yang sesungguhnya?
2. Mengapa manusia memerlukan pendidikan?
3. Bagaimanakah hubungan antara pendidikan dan kepribadian
seseorang?
4. Apakah pendidikan bertumpu pada kecerdasan intelektual
semata?
5. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual?
6. Kapankah waktu yang tepat untuk membentuk pribadi
seseorang melaui pengembangan spiritual?
7. Bagaimana cara yang tepat dalam mengembangkan
kecerdasan spiritual seseorang?
4
BAB II : Pembahasan
Dalam tinjauan biologi, manusia merupakan organisme atau
mahluk hidup yang paling kompleks. Tubuh manusia terdiri atas sistem
organ yang merupakan kesatuan dari beberapa organ yang memiliki
fungsi tertentu, dan organ tersebut tersusun atas jaringan-jaringan yang
berbagai jenis bentuk dan fungsinya, lalu jaringan-jaringan yang
menyusun organ tersusun atas milyaran sel yang di dalamnya terdapat
organel-organel sel yang memiliki peranan masing-masing dalam
menggerakkan kehidupan manusia. Salah satu organ yang paling
kompleks yang dimiliki manusia adalah otak. Otak merupakan organ yang
tersusun atas milyaran sel saraf, otak juga merupakan pusat kendali dari
seluruh gerakan, rangsangan, dan kerja tiap organ bahkan sel-sel yang
lain.
Otak juga kerap dikaitkan dengan akal pikiran. Akal dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai daya pikir (untuk memahami
sesuatu), pikiran, ingatan. Secara fungsional otak dan akal merupakan hal
yang analog atau sebanding. Namun, pengertian akal di sini bukan
sebatas daging yang memiliki memori untuk mengingat dan berpikir.
Karena jika diartikan demikian hewan seperti keledai pun memiliki otak,
sehingga akal di sini memiliki pengertian yang lebih luas.
Akal merupakan karunia Tuhan yang khusus diberikan kepada
manusia, atau dapat dituliskan manusia merupakan satu-satunya mahluk
yang memiliki akal. Akal inilah yang menjadikan manusia lebih mulia
dibandingkan mahluk lainnya di muka Bumi ini. Dengan akal yang ia miliki,
manusia terdorong untuk belajar secara lebih mendalam sehingga
manusia dapat mengembangkan dirinya. Selain itu, dengan akal itu pula
manusia dapat menciptakan kumpulan perilaku baru yang mencerminkan
tingginya tingkat kreativitas yang disebabkan oleh akal manusia. Manusia
5
juga tidak akan pernah membatasi dirinya dalam belajar berkat sokongan
dari akal yang dikaruniakan oleh Tuhan untuknya.
Sementara itu hewan juga mengalami proses belajar, namun lain
halnya dengan manusia yang menjadikan belajar sebagai sarana dalam
mengembangkan diri, hewan justru menjadikan belajar hanya sekedar
upaya untuk survive atau bertahan hidup. Hewan juga tidak menciptakan
perilaku baru, melainkan hanya mewarisi perilaku-perilaku dari para
pendahulunya dari species yang sama. Dan hewan juga belajar dalam
cakupan yang terbatas hanya sesuai dengan jenis/species dari hewan
tersebut. Maka dapat dikatakan salah satu karakteristik yang
membedakan manusia dengan hewan adalah akal. Sehingga jika ada
manusia yang tidak mengembangkan akalnya, sesungguhnya ia dapat
disamakan dengan hewan yang rendah.
Meskipun sudah dilengkapi dengan senjata canggih pemberian
Tuhan berupa akal, tetap saja manusia terlahir ke alam dunia dalam
keadaan lemah dan tidak berdaya. Seorang bayi yang baru lahir mutlak
memerlukan pertolongan orang lain untuk dapat bertahan hidup.
Kemampuan akal yang dimiliki manusia tidak begitu saja datang,
melainkan didapat melalui suatu proses, yaitu proses belajar dan
pendidikan. Dan jika dikaitkan antara hakikat manusia dengan pendidikan,
kita akan mendapatkan beberapa poin, yakni:
a. Manusia sebagai mahluk individu. Setiap manusia memiliki
perbedaan, tidak ada satu manusiapun yang sama persis
dengan manusia lain. Setiap individu berbeda potensinya
dengan individu lain, dimana setiap individu ini bersifat unik.
Manusia memiliki keinginan untuk dapat hidup mandiri, namun
tetap butuh bimbingan dari orang lain untuk mencapai
kemandirian.
6
b. Manusia sebagai mahluk sosial. Manusia memiliki potensi
sosialitas yang dikaruniai sejak lahir 2 , yakni mempunyai
kemungkinan untuk dapat bersosialisasi dan bergaul dalam
artian bersedia memberi dan menerima pemberian orang lain.
Karena memang manusia tidak akan dapat mencapai apa yang
ia inginkan seorang diri, setiap manusia memerlukan kehadiran
manusia lain.
c. Manusia sebagai mahluk susila. Sesungguhnya hanya manusia
saja mahluk yang dapat mengerti dan menghayati norma-norma
dan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan, dimana manusia
dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.
d. Manusia sebagai mahluk beragama. Agama merupakan
kebutuhan manusia sebagai mahluk yang lemah. Manusia
memerlukan sokongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa untuk
dapat menjalani kehidupan ini, manusia butuh tempat
berlindung dari segala permasalahan yang mungkin muncul
dalam kehidupannya.
Manusia pada hakikatnya memiliki potensi masing-masing yang
unik dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Potensi tersebut
secara eksplisit diartikan sebagai akal yang dikaruniakan Tuhan bagi
setiap manusia untuk menjadikan manusia sebagai mahluk yang mampu
mengelola kehidupan di muka Bumi ini. Akal di sini bukan melulu
berkaitan dengan kemampuan intelektual semata, tapi juga berkaitan
dengan kemampuan emosional dan kemampuan spiritual sesuai dengan
beberapa peranan manusia sebagai mahluk individual, sosial, susila, dan
beragama.
Potensi yang dimiliki manusia hanya akan menjadi potensi yang
terkubur jika tidak dikembangkan. Potensi akal manusia perlu
dikembangkan melalui suatu proses, yakni proses pendidikan. Sejalan
2 Irah Kasirah, Part 2 Hakikat Manusia.ppt (Jakarta), slide 6
7
dengan akal, pendidikan pun tidak melulu pendidikan formal yang identik
dengan sekolah saja, tapi pendidikan yang diperlukan untuk
mengembangkan potensi akal juga mencakup pendidikan informal seperti
kursus dan les, serta pendidikan nonformal seperti organisasi karang
taruna yang bergerak di bidang kepemudaan, organisasi thariqat yang
bergerak di bidang keagamaan, sanggar seni yang bergerak di bidang
kesenian dan kebudayaan, dan padepokan beladiri yang bergerak di
bidang olahraga.
Persepsi yang hinggap dalam pikiran sebagian besar masyarakat
mengenai kecerdasan adalah kecerdasan yang berkaitan dengan
kemampuan intelektual. Seseorang yang mendapatkan poin besar dalam
tes IQ akan dielu-elukan oleh orang banyak, karena dianggap sebagai
orang yang luar biasa, jenius, dan sebagainya. Hal ini merupakan suatu
hal yang wajar mengingat kategori superior dalam tes IQ adalah di atas
120, dan di atas itu sudah digolongkan very superior atau jenius. Namun,
sebenarnya manusia memiliki banyak aspek kecerdasan lain yang
menentukan kemampuan dan potensi dirinya.
Seorang manusia yang memiliki IQ setingkat superior belum tentu
dapat menjadi seorang public speaker yang handal. Hal ini terjadi karena
public speaking menuntut kelihaian seseorang dalam berbicara
menyampaikan ide yang ia miliki kepada orang lain, serta bagaimana
mempengaruhi para audience yang mendengarkan ide yang ia sampaikan.
Hal ini tidak melulu bertumpu pada kemampuan pikir seseorang, tapi juga
membutuhkan kemampuan pengendalian emosi yang baik yang tidak
terdapat dalam kecerdasan intelektual.
Kemampuan seseorang dalam mengelola emosi dan tindakan yang
akan ia ambil merupakan bagian dari EQ atau Emontional Quotient yang
bertitik berat pada bidang emosi dan psikologi seseorang. Aspek
kecerdasan emosional ini memiliki pengaruh yang lebih besar untuk
menentukan potensi yang dimiliki oleh seseorang dibandingkan dengan
kecerdasan intelektual. Pembawaan yang tenang, kemampuan membaca
8
situasi dan kondisi, serta kemampuan mengendalikan diri menjadi senjata
utama yang membuat kecerdasan emosi lebih berpengaruh dibanding
kemampuan intelektual seseorang.
Sementara itu, di samping EQ kita mengenal ada kecerdasan lain
yang juga sangat mempengaruhi kepribadian seseorang yakni kecerdasan
spiritual atau SQ. Spiritual Quotient memiliki andil penting dalam
pembentukan pribadi seseorang, SQ merupakan penengah antara EQ
dan IQ. Jika diibaratkan kecerdasan intelektual merupakan kecerdasan
yang berkaitan dengan motorik atau tubuh, sementara kecerdasan
emosional merupakan kecerdasan yang berkaitan dengan sensorik atau
kejiwaan. Jadi, kesatuan antara tubuh dan jiwa3 merupakan perwujudan
dari kecerdasan spiritual (SQ).
Sebagai perumpamaan, pernah satu waktu para dokter olahraga
mengatakan bahwa batas kecepatan lari manusia adalah empat menit
dalam satu mil. Manusia tidak mungkin dapat menempuh satu mil lebih
dari empat menit. Bahkan, jika manusia berlari melebihi batas kecepatan
itu, maka jantungnya akan pecah karena kelebihan tenaga. Namun, Roger
Bannisier berhasil menepis pernyataan para dokter itu dengan
memecahkan rekor lari satu mil dalam waktu 3 menit, 59,4 detik. Tak lama
setelah aksi dari Bannisier itu, banyak orang yang menganggapnya
sebagai manusia super dimana tidak ada seorang pun yang dapat
mendahuluinya. Namun, satu bulan setelah itu Landy salah satu pelari
Australia berhasil menempuh jarak satu mil dengan waktu yang lebih
singkat. Dan setelah itu banyak orang yang berhasil menganulir
pernyataan para dokter mengenai kemampuan jantung manusia itu.
Salah satu penjelasan tentang keberhasilan ini adalah teori
modelling. Ketika ada seseorang yang berhasil melalukan sesuatu, maka
orang lain akan berpikir sama. Manusia berpikir jika orang lain mampu,
mengapa kita tidak. Hal ini membuktikan bahwa kekuatan fisik seseorang
3 Jalaludin Rakhmat, SQ for Kids Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini (Bandung:
Mizan, 2007.), p.27
9
dapat dimanipulasi oleh pikiran. You dont think what you are. You are
what you think4. Secara sederhana, hal ini sudah dapat menjelaskan apa
peranan dari kecerdasan spiritual dalam pembentukan pribadi seseorang.
Contoh lain yang dapat menggambarkan peranan kecerdasan
spiritual dalam diri seseorang, kembali kita mengambil kasus dari bidang
kedokteran. Ilmu kedokteran modern menemukan bahwa sistem imun
(immune system) dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, secara
langsung atau melalui sistem indoktrin. Tubuh kita ternyata menghasilkan
sejumlah zat utusan (messenger subtances): neurotransmitter, sepertin
serotonin, neuropreptid seperti endorfin, hormon seperti adrenalin, sitokin
seperti interferon. Zat-zat ini mempengaruhi perubahan kondisi fisik dan
psikologis manusia. Lebih menarik lagi, produksi zat itu sangat erat
kaitannya dengan kondisi pikiran kita, dengan jiwa kita.
Pandangan mengenai kesatuan jiwa dan badan ini sempat
tersisihkan pada para pemikir pasca-Reinassance Descartes, misalnya,
berpendapat bahwa jiwa consist entirely in thinking, and for its existence,
has no need of place and is not dependent on any material thing 5
(Sepenuhnya bersemayam dalam pikiran dan keberadaannya tidak
memerlukan ruang dan tidak bergantung pada materi apapun).
Sejak Descartes, berkembang pemikiran lain, yakni dualistik dan
reduksionistik. Tetapi mulai abad ke-20, pemikiran atau pandangan
interaksionis tampak pada bidang-bidang baru yang menggabungkan
berbagai disiplin ilmu, seperti psikobiologi, psikoneuromunologi, somatic
education, holistic health, dan sebagainya. Penemuan-penemuan baru di
bidang ini memberikan implikasi yang begitu luas terhadap dunia
pendidikan.
Pertama, tubuh dan jiwa memiliki hubungan yang sangat interaktif
sehingga kita dapat mempengaruhi perubahan psikologis dengan
4 Ibid.,p.28
5 Ibid., p.29
10
memanipulasi proses tubuh (bodily process). Kedua, manusia memiliki
jiwa dan tubuh yang saling terkait satu sama lain mempunyai kemampuan
transformatif yang jauh lebih fleksibel daripada yang dapat dibayangkan.
Hal ini dapat kita jadikan suatu filosofi, yakni menyadari dahsyatnya
kesatuan antara tubuh dan jiwa.
Spiritualitas sebenarnya memiliki konsep evolusi tersendiri, yakni
berupa tahapan-tahapan transisi kondisi spiritualitas seseorang yang oleh
paleontolog George Gaylord Simson disebut sebagai quantum evolution
dimana terjadi loncatan-loncatan besar sejak tahap anorganik, tahap
biologis, sampai tahan psikososial. Samuel Alexander, C. Llloyd Morgan,
C.D. Board, Joseph Needham, Michael Polanyi, dan lain-lain
mengembangkan teori bahwa evolusi melahirkan struktur, proses, dan
hukum yang sebelumnya tidak ada. Item yang muncul merupakan item
yang benar-benar baru, dan bukan merupakan susunan baru dari unsur-
unsur sebelumnya. Berbeda bukan saja secara kuantitatif, tetapi juga
secara kualitatif.
Kita gunakan suatu konsep yang dikenal dengan sebutan konsep
emergence. Suatu konsep yang menyiratkan adanya tahap-tahap wujud.
Masing-masing tahapan berjalan dengan pola dan hukum yang khas
(distinctive). Morgan menyebut ada empat tahap, yaitu: psychophysical
events, life, mind dan spirit (God). Alexander menyebut ada lima tahap:
space, time, matter, life, mind, dan Deity. Semua bentuk penahapan yang
dikemukakan oleh para ahli menunjukkan bahwa semua wujud bergerak
menuju kesempurnaan, yakni menuju Tuhan.
Manusia pun bergerak dari wujud psikofisik menuju wujud Tuhan.
Sejarah umat manusia tidak lain dari rekaman evolusi kesadaran. Menurut
Hegel, setiap tahap perkembangan manusia dinasakh tetapi disimpan
dalam kemajuan sejarah yang bersifat dialektif. Dalam The
Phenomenology of Spirit (1805), Hegel melacak proses ini sejak budak
masa purba, yang berjuang melawan kesulitan alam, sampai kepada
orang Stoik yang menegakkan kebebasan dari tuntutan alam, sampai
11
kepada orang Skeptik yang membebaskan diri mereka dari kungkungan
kategori pemikitan, sampai kepada orang Kristen yang menemukan
kebebasan dalam Tuhan yang transenden, sampai kepada intelektual
modern yang menggunakan prinsip tertinggi dari rasio. Dalam proses
dialektik ini, bentuk-bentuk kesadaran yang muncul (Gestalten des
Bewwustseins) menyerap bentuk-bentuk sebelumnya.6
Seorang filsuf Hindu mutakhir, Aurobindo membahas berbagai
tingkat kesadaran yang berpuncak pada Supermind. Pada Supermind,
keesaan Tuhan dinyatakan dengan keragaman. Individu diselaraskan
dengan Universal Ground dan kemampuan personal digabungkan dengan
tindakan kosmik. Ia bercerita tentang tahap-tahap jiwa dengan jenis-jenis
kegiatan tipikalnya: higher mind dalam pemikiran sinoptik, illumined mind
dalam inspirasi mistik, intuitive mind dalam genius religius, over mind,
dalam tindakan yang mengubah dunia. Ia mengingatkan kita pada Henri
Bergson. Bergson juga menyebutkan tahap kesadaran yang memuncak
pada intuisi. Ia berasal dari kegiatan instinktif hewani, tetapi dalam diri
manusia, intuisi berubah menjadi disinterested dan self-conscious.
Menurut Bergson, intuisi bukan kilasan insight yang datang tiba-tiba.
Intuisi adalah modus berpikir. Intuisi adalah proses mental ketika kita
berpartisipasi langsung dengan apa yang kita intuisikan. Bila intelek
berusaha membuat jarak dengan objek, intuisi masuk ke dalam apa yang
diketahui. Dalam intuisi, terjadi perpaduan antara yang mengetahui dan
yang diketahui.
Melalui intuisi, kata Bergson, kita akan dapat menangkap tujuan
ilahiah dalam proses evolusi. Elan vital, kekuatan yang mendasari semua
evolusi ini kadang-kadang dikomunikasikan kepada kaum mistik dalam
keseluruhannya. Kaum mistik telah mencapai sebagian perpaduan
(coincidence) dengan upaya kreatif yang dari Tuhan , kalau bukan Tuhan
itu sendiri. Kekuatan inilah yang mendorong kaum mistik untuk
merealisasikan tujuan Ilahi dengan memajukan kebaikan sesama manusia.
6 Ibid., p.32
12
Menurut Bergson, hanya dengan semangat para mistiklah kita dapat
menjamin kemajuan umat manusia.
Pandangan tentang evolusi kesadaran mengingatkan kita pada
peta pengembangan kesadaran. Pendidikan harus meletakkan anak didik
pada proses dialektik sejarah yang panjang. Ia harus dapat mengantarkan
anak melalui berbagai tingkat kesadaran. Tidak boleh ada satu tahap
kesadaran yang dinafikan. Salah saru di antara tahap kesadaran-yang
selama ini justru dikesampingkan dalam sistem pendidikan kita-adalah
kesadaran mistik, kesadaran akan sesuatu yang bersifat ruhaniah. Inilah
awal kecerdasan spiritual. Selanjutnya kita akan menggunakan pemikiran
para tokoh Islam.
Dalam Islam, konsep Spiritual Quotient banyak dikemukakan oleh
para tokoh yang mumpuni ilmunya, khususnya oleh para tokoh sufi yang
mendalami tasawuf dan menjadikan marifat sebagai tujuan akhir dan
impian tertinggi yang hendak mereka capai.
Dalam kitab yang memuat wasiat dari tokoh besar dalam Islam
yang terkenal sebagai Qutbil ghauts dan pemimpin para auliya Syeikh
Sayyid Abdul Qodir al Jilani al Hasani al Huseini yang disusun oleh
anaknya, disebutkan get out from your own self and be away from it and
be a stranger to your sense of self, surrender everything to God and
become His gatekeeper at the door of your heart and keep His
commandments by admitting whomever He permits to be admitted, and
honour His prohibition by keeping out everything which He forbids so as
not to allow the desire of the flesh to get into your heart after it has gone
out of it.7
Atau jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, Keluarlah
dari dirimu sendiri dan serahkanlah segalanya kepada Allah. Penuhi
hatimu dengan Allah, patuhlah pada perintah-Nya dan larikanlah dirimu
7 Syeikh Sayyid Abdul Qodir al Jilani RA, Futuhul Ghoib(English)., p.34
13
dari larangan-Nya agar nafsu badaniahmu tidak memasuki hatimu setelah
ia keluar.
Dalam konsep kecerdasan spiritual secara general disebutkan
tingkat spiritualitas merupakan analogi dari kesadaran seseorang. Maka
dalam konsep spiritualitas Islam juga disebutkan kesadaran sebagai salah
satu amal yang paling utama. Disebutkan dalam hadits qudsi, Amalan
yang paling utama ada tiga, kesadaran seseorang atas dirinya, menolong
saudaranya dalam hal harta, dan dzikrullah azza wa jalla. Barangsiapa
yang menyibukkan dirinya dengan ber-dizkr mengingat-Ku dibanding
meminta pada-Kumaka Aku akan memberikan yang lebih utama.
Kembali Kepada Allah
Ini merupakan cara yang paling mutakhir untuk mencapai
kesadaran yang merupakan tahap tertinggi dalam kecerdasan spiritual.
Kembali kepada Allah di sini berarti menyerah dan menggantungkan
segala sesuatu kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Seperti yang disampaikan oleh Syeikh Abdul Qodir al Jilani kepada
anaknya sebagai berikut.
Apabila kamu mati dari mahluk, maka akan dikatakan kepada
kamu,Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu. Kemudian
Allah akan mematikan kamu dari nafsu-nafsu badanniyah. Apabila kamu
telah mati dari nafsu badanniyah, maka akan dikatakan kepada
kamu, Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu. Kemudian
Allah akan menghidupkan kamu di dalam suatu kehidupan yang baru.
Kemudian beliau melanjutkan wasiat tersebut dengan menjelaskan
manfaat dari sikap tawakal atau penyerahan diri secara bulat terhadap
Allah.
Setelah itu kamu akan diberi hidup yang tidak ada mati lai. Kamu
akan dikayakan dan tidak akan pernah papa lagi. Kamu akan diberkati
dan tidak akan dimurkai. Kamu akan diberi ilmu, sehingga kamu tidak
akan pernah bodoh lagi. Kamu akan diberik kesentausaan dan kamu tidak
14
akan merasa ketakutan lagi. Kamu akan maju dan tidak akan pernah
mundur lagi. Nasib kamu akan baik, tidak akan pernah buruk. Kamu akan
dimuliakan dan tidak akan dihinakan. Kamu akan didekati oleh Allah dan
tidak akan dijauhi oleh-Nya. Martabat kamu akan menjadi tinggi dan tidak
akan pernah rendah lagi. Kamu akan dibersihkan, sehingga kamu tidak
lagi merasa kotor. Ringkasnya, jadilah kamu seorang yang tinggi dan
memiliki kepribadian yang mandiri. Dengan demikian kamu boleh
dikatakan sebagai manusia super atau orang yang luar biasa. Jadilah
kamu ahli waris para Rosul, para Nabi, dan orang-orang yang shiddiq.
Dengan demikian, kamu akan menjadi titik akhir bagi segala kewalian, dan
wali-wali yang masih hidup akan datang menemui kamu. Melalui kamu,
segala kesulitan dapat diselesaikan, dan melalui shalatmu, tanaman-
tanaman dapat ditumbuhkan, hujan dapat diturunkan, dan malapetaka
yang akan menimpa umat manusia dari seluruh tingkatan dan lapisan
dapat dihindarkan. Boleh dikatakan kamu adalah polisi yang menjaga kota
dan rakyat. Orang-orang akan berdatangan menemui kamu dari tempat-
tempat yang dekat dan jauh dengan membawa hadiah dan oleh-oleh dan
memberikan khidmat (penghormatan) mereka kepadamu. Semua ini
hanyalah karena izin Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa jua.
Lisan manusia tak henti-hentinya menghormati dan memuji kamu. Tidak
ada dua orang yang beriman yang bertingkah kepadamu. Wahai mereka
yang baik-baik, yang tinggal di tempat ramai dan merka yang
mengembara, inilah karunia Allah. Dan Allah mempunyai kekuasaan yang
tiada batas.8
Kesadaran tinggi akan diri seseorang yang muncul merupakan
akibat dari rasa cinta yang timbul dalam hati seseorang. Cinta di sini
merupakan perwujudan rasa syukur terhadap segala nikmat yang
diberikan oleh Tuhan secara cuma-cuma terhadap seluruh mahluk-Nya.
Seorang manusia yang benar-benar meresapi perasaan senang akan
segala ketentuan yang diberikan Tuhan, menyerah secara bulat terhadap
8 Syeikh Abdul Qodir Al Jilani RA, Futuhul Ghoib(Bahasa Indonesia)., p.6
15
kekuasaan Tuhan dan bersyukur atas segala apa yang Tuhan berikan
kepadanya baik itu adalah kebaikan ataupun musibah. Orang yang telah
mencapai tahap kesadaran akan menyadari benar bahwa ketentuan
Tuhan merupakan kebaikan meskipun menurut manusia itu merupakan
keburukan dan bencana. Kecintaan dan sikap syukur yang semacam ini
perlu ditanamkan sejak dini terhadap anak-anak untuk dapat
mengembangkan kecerdasan spiritualnya.
Metode
Kita dapat menarik tiga hal yang menjadi dasar bagi penarikan
metode pengembangan kecerdasan spiritual. Pertama, pendidikan harus
memerhatikan perpaduan antara tubuh dengan jiwa. Harus disadari
bahwa hal-hal yang bersifat fisik berpengaruh besar pada proses
psikologis, seperti persepsi, kognisi, volisi, konsep-diri, dan sebagainya.
Pada saat yang sama, pikiran-yang mewakili jiwa manusia-memengaruhi
proses psikologis dan fisiologis sekaligus. Kedua, manusia memiliki
kemampuan yang hampir tidak ada batasnya. Tubuh dan jiwa manusia
dapat berkembang jauh lebih tinggi daripada apa yang kita bayangkan.
Pendidikan harus berusaha mengoptimalkan seluruh potensi ini. Ketiga,
dimensi mistikal dalam kehidupan manusia harus dikembalikan lagi pada
situasi belajar. Karena sepanjang sejarah, agama memberikan jalan
sistematis untuk memperoleh pengalaman mistikal, maka kita dapat
merujuk pada jaran-ajaran agama yang bersifat mistikal. Agama yang
mensucikan adalah agama yang mengantarkan anak didik pada proses
kembali kepada Tuhan, yang membimbing mereka dalam kerinduan
mereka untuk kembali kepada al-Mashir, untuk-sambil mengutip penyair
Jerman, Novalis-immer nach Hause.9
Dari tiga hal tersebut, kita dapat merumuskan tiga metode:
maksimalisasi pengaruh tubuh terhadap jiwa, maksimalisasi pengaruh jiwa
terhadap proses psikofisik dan psikososial, serta bimbingan ke arah
9 Jalaludin Rakhmat, SQ for Kids Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini (Bandung:
Mizan, 2007.), p.39
16
pengalaman mistikal. Untuk memaksimalkan pengaruh tubuh, banyak
metode dapat dikembangkan, namun kita hanya akan menggunakan
beberapa metode saja yaitu lingkungan fisik yang menyenagkan,
penggunaan musik, dan memaksimalkan pengaruh jiwa yang akan dapat
menimbulkan kepercayaan diri.
Lingkungan fisik yang menyenangkan. Lingkungan yang
dirasakan menyenangkan oleh seseorang akan membuat orang tersebut
nyaman dan rela menghabiskan waktu untuk suatu proses pendidikan.
Berikut ini kutipan yang didapat dari Bobbi De Porter:Dengan
mengendalikan lingkungan Anda, Anda melakukan langkah efektif
pertama untuk mengendalikan seluruh pengalaman belajar Anda.
Skiranya saya harus menyebutkan salah satu alasan mengapa program
kami berhasil membuat orang belajar lebih baik, saya harus menyebutkan
karena kami berusaha menciptakan lingkungan optimal, baik secara fisik
maupun emosional.
Sebelum program dimulai, staf kami pergi ke setiap ruangan kelas
dan mengubahnya menjadi tempat di mana anak didik merasa senang,
terangsang, dan dibantu. Kami memasukkan tanaman, sistem musik, dan
bila perlu kami menyesuaikan temperatur dan memperbaiki pencahayaan
(lighting). Kami mengatur bantalan kursi agar merka duduk dengan enak,
membersihkan jendela, menghias dinding dengan poster-poster yang
indah dan pernyataan-pernyataan yang positif. Ketika anak didik masuk ke
lingkungan fisik yang cerah, menyenangkan, dan menantang pada hari
pertama, setiap orang ditegur secara personal oleh pemimpin tim. Mereka
dibawa bermain dengan yang lain dalam tim, sehingga mereka mulai
pelajaran dengan sense of belonging. Semua pengalaman mereka yang
pertama sangat menyenangkan dan membuat mereka bahagia.10
Jadi dengan lingkungan fisik tempat belajar seseorang yang
nyaman dan menyenangkan, seseorang akan merasa memiliki tempat itu
10 Ibid., p.40
17
dan merangsang secara emosional untuk dapat belajar dengan penuh
semangat dan antusiasme yang tinggi. Secara spiritual dalam Islam, hal
ini berkaitan dengan mahabbah, yakni cinta. Jika seseorang sudah
mencintai sesuatu, ia tidak akan mudah melepaskan apa yang ia cintai.
Bahkan ia akan tunduk dan patuh kepada aturan yang membuat ia dekat
dan akrab dengan kecintaannya tersebut. Dan Tuhan merupakan titik
tertinggi diantara hal lainnya yang dapat dijadikan kecintaan oleh manusia.
Jika ada manusia yang mencintai yang Maha Kekal, maka ia akan
beruntung karena cintanya tidak akan pernah habis. Sementara itu, jika
manusia mencintai hal yang akan hancur dan rusak, maka kecintaannya
itu akan hilang seiring hancurnya hal yang ia cintai itu.
Cinta menghasilkan keinginan yang kuat, hal ini tersirat dalam
salah satu doa munajat Imam Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi
Thalib:Tuhanku sungguh Engkau mengetahui tentang diriku. Jika
ketaatanku belum terlaksana dengan mantap, maka sesungguhnya ia
telah ada dan abadi dalam bentuk cinta dan keinginan yang kuat.11
Penggunaan musik. Kegiatan belajar merupakan pekerjaan
mental yang dapat digolongkan ke dalam kategori berat. Tekanan darat
seorang murid dapat naik drastis ketika belajar. Gelombang otak
bertambah cepat dan otot-otot menjadi tegang. Ketika relaksasi, tekanan
darah menurun dan otot-otot kembali relaks dan melonggar. Namun,
kondisi yang terlalu relaks atau deeply relaxed akan membuat seorang
murid sulit untuk berkonsentrasi.
Penelitian Dr. Georgi Lozanov menunjukkan bahwa ada musik-
musik tertentu yang membuat kita setengah relaks sehingga kita tetap
dapat berkonsentrasi. Hal ini dapat kita sebut sebagai relaxed focus.
Menurutnya musik Baroque merupakan jenis musik yang paling kondusif
untuk belajar, seperti ciptaan Bach, Handel, Pachelbel, dan Vivaldi. Ketika
kita belajar, otak kiri kita diaktifkan dan dipaksa bekerja keras untuk
11 Syeikh Muhammad Mahdi Al-Ashifi, Muatan Cinta Ilahi dalam Doa-Doa Ahlul Bayt(Bandung:
Pustaka Hidayah, 1994)., p.18
18
berpikir; dan ketika mendengarkan musik, otak kanan kita akan
dirangsang oleh musik yang diperdengarkan. Otak kanan seringkali
mengusik kita ketika belajar, karena ia tidak diberi pekerjaan, sehingga
malah menciptakan beragam persepsi dan imajinasi.
Dalam Islam, penggunaan lantunan nada-nada yang indah juga
sangat dianjurkan. Seperti pembacaan ayat suci Al-Quran, serta puji-
pujian yang dilantunkan dengan suara yang merdu. Selain itu, salah satu
musik dalam Islam yang populer diperdengarkan, khususnya dalam
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan thariqat tertentu adalah
qasidah. Qasidah yang diperdengarkan bukan hanya menggunakan
paduan musik dari terbangan dan merdunya suara vokal dari munsyid
(penyanyi), tapi juga konten dan lirik yang dilantunkan dalam qasidah
merupakan kalimat yang menggugah rasa cinta terhadap Allah dan Rosul-
Nya. Jika anak-anak diajarkan juga untuk melantunkan pujian yang indah
serta diajarkan makna dan filosofi dari qasidah, maka akan tertanam
kecintaan yang mendalam terhadap Allah dan Rosul-Nya dalam hati anak-
anak tersebut.
Memaksimalkan pengaruh jiwa. Untuk memaksimalkan pengaruh
jiwa,, kita memerlukan beberapa aspek, contoh: modelling, menanamkan
rasa bangga, berpikir positif, dan menghindari kritik.12 Modelling, sudah
merupakan fitrah manusia untuk meniru perilaku orang lain. Dan kita
hanya perlu menyebutkan bahwa bila manusia menemukan model yang
tepat, ia akan berusaha menjadi model itu. Ia perlahan-lahan anak
mengalami perubahan secara ruhaniah, juga jasmaniah mendekat orang
yang menjadi model itu. Dalam Al-Quran disebutkan Sesungguhnya
telah ada dalam diri Rosulullah suri tauladan yang baik bagi kalian....13
Kita mengenal istilah imitasi, yang memiliki arti peniruan sesaat
yang dilakukan anak dalam memperhatikan perilaku dan perkataan
12 Jalaludin Rakhmat, SQ for Kids Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini
(Bandung: Mizan, 2007.), p.42
13 Q.S. Al Ahzab:21
19
maupun sikap orang lain. Peniruan akan terjadi apabila perilaku dan
perkataan itu menarik, menyenangkan dan mempunyai kesan tersendiri
pada dirinya. Berlangsungnya imitasi ini sangat singkat dan sesaat.
Peniruan yang lama akan hilang dan ditinggalkan apabila ia mendapat
peniruan yang baru.14
Peniruan akan menetap sewaktu anak mendapat respon positif
yaitu setiap peniruannya mendapat tanggapan penerimaan dari
lingkungannya, maupun respon negatif yaitu setiap peniruannya
mendapat penolakan dari lingkungannya. Umumnya anak di bawah lima
tahun dapat dengan mudah menirukan kata-kata kasar yang dicontohkan
oleh orang yang lebih tua. Jika lingkungan sekitarnya merespon positif
terhadap tingkah lakunya, maka anak tersebut akan mengulanginya lagi.
Dan jika lingkungannya merespon negatif, besar kemungkinan ia tidak
akan mengulanginya lagi.
Menanamkan rasa bangga. Keterkaitan antara hasrat berprestasi
dan rasa bangga dikemukaan oleh David McCleland. Bangsa-bangsa
yang berhasil membangun peradaban adalah mereka yang merasa
menjadi manusia istimewa. McCleland menyebut gerakan reformasi dan
Protestanisme yang disertai dengan keyakinan sebagai umat pilihan. Kita
sekarang paham mengapa Al-Quran mengingatkan pemeluk Islam bahwa
antum al-alaun, kuntum khaira uummatin (kalianlah umat yang terbaik)
dan sebagainya. Atau Rosulullah SAW yang mendidik sahabat-
sahabatnya untuk tidak merendah di hadapan orang-orang kafir. Dalam
hubungannya dengan pendidikan, pendidik harus berhasil menanamkan
pada anak-anak didiknya bahwa mereka bukan sembarang orang. Mereka
adalah the selected few. Secara praktis, guru dapat mengembangkan rasa
bangga.
Berpikir positif sudah sangat sering dibahas oleh banyak penulis
dalam bukunya. Berpikir positif artinya mempunyai pandangan yang positif
14 A. Baraja, Mendidik Anak dengan Teladan (Jakarta: Studia Press), p.14
20
tentang diri Anda, pekerjaan Anda, dan pandangan orang lain pada
pekerjaan Anda. Berpikir positif juga mempunyai ekspektasi yang baik dan
berusaha mewujudkannya. You are what you think. Konon, Henry Ford
berkata,Wheter you think you can or think you cannot-youre right!
Hindari kritik terhadap peserta didik. Ketika seorang anak kecil
belajar berjalan, ia terjatuh beberapa kali. Tidak seorang dewasa pun
yang menegurnya,Hai, bodoh betul kamu. Salah! Bukan begitu
caranya. Atau Memang kamu sulit belajar? Orang-orang dewasa
bahkan menggembirakannya, mendorongnya, dan memberikan semangat
kepadanya. Dalam satu tahun, anak itu sudah sanggup berjalan, sebuah
gerak yang sangat kompleks baik secara fisik maupun neurologis.
Dalam dua tahun, anak mulai belajar berbahasa. Dalam lima tahun,
mereka mengetahui 90% dari semua kata yang biasanya dipergunakan
oleh orang dewasa. Semuanya diperoleh tanpa mempelajari buku tata
bahasa atau kurikulum yang sistematik. Tetapi begitu anak masuk sekolah,
mulailah ia mendengar orang dewasa mengkritiknya, memberikan
komentar yang tidak sedap tentang prestasinya. Tahun 1982, Jack
Canfield, psikolog ahli self-esteem, menemukan bahwa dalam satu hari
rata-rata setiap anak menerima 460 komentar negatif dan 75 komentar
positif.15 Terdapat enam kali lebih banyak komentar negatif dibandingkan
dengan komentar positif. Setelah beberapa tahun di sekolah, terjadilah
learning shuddown, yang menguras banyak tenaga kreatif manusia.
Dimensi mistikal dapat dimasukkan ke dalam proses belajar
mengajar, kita dapat merujuk pada latihan ruhani dari berbagai agama.
Untuk umat Islam, kita dapat mengambil pelajaran dari ajaran thariqat
yang telah disebutkan sebelumnya di awal. Sebenarnya pada aspek inilah
proses pengembangan kecerdasan spiritual seseorang dapat terlihat
dengan pesat. Dalam thariqat dikenal istilah mursyid yang artinya guru
pembimbing. Mursyid merupakan orang yang sudah memiliki ijazah
15 Jalaludin Rakhmat, SQ for Kids Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini
(Bandung: Mizan, 2007.), p.44
21
langsung dari Allah dan memiliki kemampuan mengawasi, mengarahkan,
serta membimbing murid atau salik untuk mencapai taraf spiritualitas yang
tinggi (taqwa). Namun, peranan orangtua dan guru di sekolah juga dapat
dikategorikan sebagai semi-mursyid yang dengan telaten dan penuh rasa
kasih sayang membimbing anak-anaknya dalam hal penyucian jiwa dari
sifat-sifat tercela, untuk kemudian dibimbing untuk aktualisasi diri terhadap
sifat-sifat luhur dan terpuji yang dikehendaki oleh Tuhan.
22
BAB III : Penutup
KESIMPULAN
Manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna
dibandingkan mahluk lainnya. Manusia merupakan satu-satunya mahluk
yang dilengkapi dengan akal. Sehingga manusia memiliki banyak aspek
kecerdasan, di antaranya kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
dan kecerdasan spiritual.
Pada umumnya manusia terlalu mementingkan kecerdasan
intelektual di atas segalanya, padahal kecerdasan spiritual merupakan
aspek kecerdasan yang tidak kalah penting guna menunjang kehidupan
seorang manusia. Manusia yang hidup hebat dengan pemikirannya akan
menjadi sampah tanpa budi pekerti yang baik. Di sinilah peranan
kecerdasan spiritual, menjadikan manusia sebagai manusia yang
hakikatnya memiliki akal yang dapat membedakan kebaikan dan
keburukan.
Kecerdasan spiritual perlu ditanamkan sejak dini. Pendidikan
mengenai spiritualitas merupakan tanggungjawab seluruh lapisan
masyarakat, khususnya orangtua dan para kaum agamis yang memiliki
kompetensi dalam mendidik manusia menjadi individu yang memiliki ahlak
yang terpuji.
23
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ashifi, Muhammad Mahdi. Muatan Cinta Ilahi dalam Doa-Doa Ahlul
Bayt. Disunting oleh Jalaludin Rakhmat. Dialihbahasakan oleh
Ikhlash, Irwan, Husain Al-Kaf, & Musa Al-Kazhim. Bandung:
Pustaka Hidayah, 1994.
Al-Jilani, Syeikh Abdul Qodir. Futuhul Ghoib. Baghdad, t.thn.
Allen, Jane Elizabeth, dan Marylin Cheryl. Disiplin Positif: Menciptakan
Dunia Penitipan Anak yang Edukatif Bagi Anak Pra-Sekolah.
Dialihbahasakan oleh Imam Machfud. Jakarta: Prestasi Pustakarya,
2005.
Baraja, A. Mendidik Anak dengan Teladan. Jakarta: Studia Press, 2006.
Kasirah, Irah. Part 2 Hakikat Manusia. Jakarta Timur, Jakarta, Februari
2014.
Rakhmat, Jalaludin. SQ for Kids: Mengembangkan Kecerdasan Spiritual
Anak Sejak Dini. Bandung: Mizan, 2007.
top related