Makalah Mengapa Orang Papua Tidak Bisa Berbisnis
Post on 04-Aug-2015
467 Views
Preview:
Transcript
JUDUL
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MASYARAKAT PAPUA TIDAK BISA MENJADI PEBISNIS
DISUSUN OLEH:
Nama : Erlangga Febby Chrisnanda
NIM : 0120440102
Jurusan : Akuntansi
Semester/Tahun : I / (2012/2013)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN
MASYARAKAT PAPUA TIDAK BISA MENJADI PEBISNIS” ini bertujuan untuk
menambah wawasan pembaca mengenai kendala yang menghambat sulitnya masyarakat
Papua untuk merintis sebuah bisnis.
Sebelumnya penulis ingin meminta maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan di
hati pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.
Jayapura, 12 Oktober 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Permasalahan 3
B. Faktor Penyebab
4
BAB III PEMECAHAN MASALAH
A. Solusi 10
B. Cara Berbisnis Yang Benar 12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 13
B. Saran 14
Daftar Pustaka 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis ekonomi global telah melanda berbagai negara baik negara yang sedang
berkembang maupun negara maju, kondisi ini menuntut kita untuk menetapkan langkah-
langkah konkret guna memulihkan kondisi perekonomian negara. Pemulihan
perekonomian harus dilakukan oleh semua pihak, baik yang berhubungan langsung
maupun yang tidak langsung dengan perekonomian itu sendiri.
Kewirausahaan (Entrepreneurship) merupakan salah satu solusi untuk mendukung
perekonomian Negara. Keunggulan Wirausaha dalam mendukung perekonomian Negara
yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatnya lapangan pekerjaan,
meningkatnya kualitas hidup, meningkatnya pemerataan pendapatan, serta meningkatnya
penerimaan pemerintah melalui pajak.
Papua merupakan suatu daerah dimana masih banyak sekali peluang usaha yang
potensial, sehingga membuat orang-orang dari luar daerah Papua untuk merantau atau
meninggalkan kampung halaman untuk mencari pekerjaan maupun mencari peluang
bisnis di daerah Papua. Bagaimana dengan orang Papua, apakah mereka juga menyadari
adanya peluang-peluang usaha di tanah mereka sendiri? Jawabannya bisa ya dan tidak.
Mengapa demikian? Karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa sangat jarang dan
mungkin hampir tidak pernah kita menemukan orang Papua yang mengelola usaha seperti
usaha rumah makan, distro, mini market, dan lain sebagainya.
Untuk dapat mengetahui berbagai penyebab mengapa orang Papua tidak bisa
berbisnis, bahkan di daerah mereka sendiri, maka penulis membuat makalah ini dengan
judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MASYARAKAT PAPUA
TIDAK BISA MENJADI PEBISNIS”.
1
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang d atas maka terdapat rumusan masalah yang akan penulis jelaskan
dan akan di selesaikan dengn jalan keluar.
Berikut rumusan masalah :
1. Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Papua tidak bisa menjadi pebisnis ?
2. Solusi atau jalan keluar dari masalah tersebut ?
C. Tujuan
Tujuan daripada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui faktor penyebab mengapa orang Papua tidak bisa berbisnis.
2. Mengetahui solusi untuk masalah tersebut
D. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya bagi para pembaca agar menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
berbagai faktor dan penyebab mengapa orang Papua tidak bisa berbisnis. Manfaat lain
yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah dapat mengubah pola pikir masyarakat
Papua mengenai bisnis dan memotivasi mereka agar kedepannya dapat mendirikan suatu
usaha dan bersaing dengan para pebisnis yang notabene masyarakat Non-Papua atau
pendatang.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Permasalahan
Papua merupakan tempat yang menjanjikan bagi masyarakat Non-Papua atau
pendatang yang berkeinginan untuk keluar dari kesusahan ataupun ingin mengubah taraf
hidup mereka menjadi lebih baik. Para pendatang ini dapat melihat dengan jeli berbagai
peluang usaha yang ada di tanah Papua. Bagaimana dengan orang Papua itu sendiri?
Sebenarnya pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh orang Papua itu sendiri. Akan tetapi
jika melihat situasi dan kondisi yang terjadi di Papua saat ini, untuk meningkatkan
kemampuan orang Papua dalam merintis sebuah usaha atau bisnis membutuhkan waktu
yang sangat lama. Itupun jika pemimpin dan tokoh adat tanah Papua memiliki kepedulian
terhadap permasalahan ini, maka akan terlihat upaya-upaya Gubernur, Walikota, Bupati,
dan para Kepala Adat dalam mewujudkan tanah Papua untuk orang Papua secara khusus
dan Indonesia pada umumnya.
Tidak pernah kita lihat satu pun wirausaha yang benar-benar asli orang Papua.
Bengkel, rumah makan, toko-toko kelontong, penjual ponsel, produsen bahan-bahan
bangunan, dan sebagainya semua dijalankan oleh masyarakat Non-Papua atau kaum
pendatang. Seluruh sektor di bidang bisnis dikuasai oleh para pendatang, sedangkan
orang Papua hanya mendapatkan ampasnya.
Jika kita amati, orang asli Papua tidak memiliki banyak uang tetapi memiliki asset
seperti dusun sagu, memiliki lahan atau tanah adat dan juga kebun. Tetapi, dari segi
ekonomi dan mata pencaharian, mayoritas masyarakat Papua masih hidup dalam taraf
ekonomi subsistem. Karena itu, mereka jelas tidak akan mampu berkompetisi atau
bersaing dengan para kaum pendatang dalam persaingan ekonomi di bidang bisnis.
Masih ada masalah lain yang perlu dibahas dalam hubungan dengan keadaan UKM
dan Koperasi. Selain sebagian besar UKM dan Koperasi dikuasai oleh kaum pendatang,
permasalahan umum yang dihadapi adalah keterbatasan akses terhadap sumber-sumber
permbiayaan dan permodalan, keterbatasan penguasaan teknologi dan informasi,
keterbatasan akses pasar, keterbatasan organisasi dan pengelolaannya.
3
Orang Papua cenderung memiliki sifat yang buruk seperti malas. Malas adalah
pembunuh masa depan. Dalam berbisnis sangat diperlukan kerja keras dan etos kerja. Jika
orang Papua selalu bermalas-malasan, maka orang Papua tidak akan pernah bisa
berbisnis. Orang pendatang memiliki keinginan yang keras untuk mengubah hidup
mereka menjadi lebih baik, sehingga mereka bekerja keras untuk mencapai tujuan
tersebut. Itulah mengapa orang Pendatang menguasai dunia bisnis di tanah Papua
sedangkan orang Papua hanya menjadi penonton.
B. Faktor Penyebab
Ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Papua tidak bisa menjadi
pebisnis antara lain sebagai berikut:
1. Kurangnya Pengetahuan Masyarakat
Pengetahuan merupakan unsur terpenting dalam menjalankan suatu bisnis.
Tanpa adanya pengetahuan tentang berbisnis, maka bisnis yang dijalankan tidak akan
bertahan lama. Masyarakat Papua kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman
tentang berbisnis. Selain itu masyarakat Papua juga tidak memiliki konsep yang baik
dan jelas tentang berbisnis. Masyarakat Papua kurang memperhatikan etika dalam
berbisnis dan kurang sabar dalam merintis bisnis dalam arti bahwa mereka ingin
secepatnya mendapatkan keuntungan dan tidak ingin menunggu lama. Mereka tidak
akan bisa untuk berbisnis jika konsep pemikiran mereka tetap seperti itu karena
menjalankan bisnis memerlukan etika dan kesabaran.
Ada begitu banyak usaha bisnis yang berkembang di tanah Papua, namun
hampir semuanya didomisili oleh para pendatang. Misalnya pasar Hamadi, pedagang
di pasar ini banyak didomisili oleh para pendatang dibandingkan orang Papua.
Bahkan dalam transaksi penjualannya sendiripun, banyak yang memilih untuk
berbelanja di kaum pendatang. Hal ini dikarenakan, barang dagangan yang ditawarkan
oleh kaum pendatang lebih lengkap atau banyak dibandingkan orang Papua.
4
2. Sulit mendapatkan modal
Modal adalah unsur utama dalam mendirikan atau merintis suatu bisnis. Tanpa
adanya modal maka suatu usaha tidak akan bisa berdiri. Sulitnya masyarakat Papua
mendapatkan modal merupakan kendala yang selalu menghambat masyarakat Papua
untuk berbisnis. Selalu timbul kecurigaan pihak penyedia pinjaman dalam hal ini
pihak Bank untuk meminjamkan uang kepada mereka. Hal itu disebabkan karena
pihak Bank merasa bahwa orang Papua tidak bisa mengelola keuangan dengan baik
dan tidak bisa membayar/melunasi hutang mereka.
3. Tidak memiliki jiwa Wiraswasta
Sesungguhnya tidak banyak penduduk asli Papua dapat berbisnis atau
berwirausaha. Hal ini disebabkan karena kegagalan pendidikan yang diterima oleh
penduduk asli pada masa lalu yang tidak menanamkan jiwa berwiraswasta. Sehingga
kesadaran dalam berwirausaha ataupun berbisnis belum ada. Kalaupun ada, mereka
belum pernah mendapatkan kesempatan untuk melakukannya, hal tersebut
menyebabkan penduduk asli Papua tidak dapat berkreasi dan berinovasi di sektor
ekonomi dan bisnis, untuk mewujudkan Tanah Papua untuk orang Papua secara
khusus dan Indonesia pada umumnya.
Keberhasilan seorang pengusaha lokal sangat ditentukan oleh sikap, strategi,
pola distribusi, promosi dan pola penerapan disiplin serta kemauan berusaha. “Hal ini
menjadi indikator yang cukup penting sebagai penentu keberhasilan usaha dan
pengambilan keputusan”.
Untuk mencapai keberhasilan sangat ditentukan juga oleh faktor-faktor lain,
yang harus diperhatikan sehingga hal ini membutuhkan kejelian. Salah satu faktor
yang membuat usaha orang Papua hancur adalah sikap memberi pinajaman atau
utang. Sikap ini dalam kebiasaan masyarakat kita disebuat “bon”. “Bon menjadi
simbol “kasih” namun dibalik bon itu yang biasa bikin orang gagal dalam usaha.
Sikap ini memang dari aspek bisnis sangat merugikan dan dianggap sebagai
pembunuh nomor satu usaha, apalagi usaha kecil yang sedang dirintis.
5
4. Ketergantungan Terhadap Pemerintah
Agen-agen pemilik toko ponsel di Papua mengatakan keheranannya karena
pelanggan-pelanggan setia yang mampu membeli ponsel hingga lima buah dalam
sebulan adalah PNS atau pegawai pemda. Di hampir setiap hotel dan rumah makan,
banyak ditemui aparat pegawai pemda dan PNS yang menikmati makan siang
bersama, mengikuti rapat-rapat kerja, dan sebagainya. Pemandangan sehari-hari yang
kasat mata adalah kehidupan nyaman menjadi PNS.
Dengan demikian tidak ada insentif psikologis yang dapat dijadikan stimulus
untuk mendorong anak-anak Papua menjadi wirausaha. Apalagi untuk menjadi
wirausaha yang berhasil dibutuhkan kerja keras, disiplin dan pengorbanan jangka
pendek untuk mendapatkan hasil besar di masa depan. Jadi wajar saja bila dimana-
mana penduduk asli Papua lebih memilih profesi sebagai birokrat. Terlebih lagi di
jajaran birokrasi belum ditemui pemimpin yang berikhtiar melakukan perubahan.
PNS belum banyak disentuh baik sikap maupun budaya servisnya. Bekerja
dengan mulut beraroma miras, berbicara sambil mengunyah pinang, masuk kerja tidak
tepat waktu, menghilang sebelum jam kerja berakhir, penggunaan anggaran tanpa
arahan yang jelas, pengukuran kinerja yang lemah serta ketidak pedulian atasan dalam
membentuk bawahan sangat menonjol. Kalau sudah demikian, siapa orang yang
berminat menjadi wirausaha? Jawabannya jelas Pendatang! Orang-orang Bugis,
Manado, Jawa Timur, Banjar, dan Minang yang mengisi kekosongan itu.
Saat ini orang Papua selalu difasilitasi akan tetapi mereka masih banyak
diarahkan untuk mengisi posisi-posisi di Pemerintahan. Namun bagaimana dalam
bidang bisnis. Khusunya di Jayapura, Abepura , dan Sentani bidang bisnis di isi oleh
para masyarakat Non-Papua atau pendatang. Dampaknya adalah yang mengendalikan
dunia bisnis (usaha) adalah para pendatang, sedangkan orang Papua hanya sekedar
sebagai tukang sapu jalanan, penjual pinang, penjual sayur, dan umbi-umbian.
Gambaran lain, kompleks-kompleks di Kota Jayapura dan Abepura banyak
dihuni oleh masyarakat Non-Papua atau pendatang, walaupun ada sebagian orang
Papua pastilah mereka termasuk orang pemerintahan yang memiliki jabatan.
6
Masyarakat masih bergantung penuh kepada pemerintah dan cenderung
konsumtif dibanding berusaha mandiri. Situasi seperti ini menjadi masalah bagi
pemerintah provinsi untuk merumuskan bentuk ekonomi rakyat.
Apabila kondisi dan situasi ini dibiarkan secara terus-menerus oleh Orang
Papua, Pemerintah Papua, dan Tokoh Adat Papua, maka hanya masyarakat Non-
Papua atau pendatang yang akan sukses memanfaatkan semua kekayaan yang ada,
sedangkan para pemilik kekayaan dalam arti masyarakat Papua pada suatu waktu
akan miskin di tanah mereka sendiri.
5. Otonomi Khusus (OTSUS)Hal lain yang menyebabkan orang Papua sulit untuk berbisnis adalah Otonomi
Khusus (OTSUS). Mengapa demikian? Karena walaupun Otonomi Khusus bertujuan
untuk membantu memakmurkan masyarakat Papua, tetapi pada dasarnya hal ini
membuat masyarakat Papua menjadi manja dalam arti bahwa masyarakat Papua
hanya bergantung pada Pemerintah.
Otonomi Khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada masyarakat
Papua, setidaknya menjadi semangat baru bagi orang Papua, karena melalui dana
Otonomi Khusus, diharapkan rakyat Papua dapat mengejar ketertinggalan di berbagai
bidang yang menjadi permasalan selama ini terutama di bidang bisnis. Akan tetapi,
dana Otonomi Khusus yang diberikan oleh Pemerintah Pusat, justru menimbulkan
masalah baru di Papua, yang menyebabkan kehidupan masyarakat lebih rawan.
Apalagi dengan penggunaan dana Otonomi Khusus, yang ternyata belum optimal
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Sebagian masyarakat menuding Otonomi
Khusus Papua telah gagal, sekalipun hal ini belum dapat dibuktikan. Akan tetapi dari
sektor pendidikan Otonomi Khusus memberikan angin segar, dengan berkurangnya
angka penduduk yang buta huruf, yang berbanding terbalik dengan lapangan kerja
yang ada di Papua, sehingga tingkat penganguran pun semakin tinggi..
7
Undang-undang Otonomi Khusus punya semangat untuk memakmurkan dan
menyejahterakan seluruh rakyat Papua. Tetapi, Otsus tidak punya komitmen khusus
untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyat asli Papua. Di pasar-pasar masih
banyak sekali kita lihat orang-orang Papua berjualan di atas tanah beralaskan karung
sementara kaum pendatang memenuhi los-los yang dibangun dengan dana Otonomi
Khusus. Semua toko, seperti Saga, Mega, Sagu Indah Plaza, dan supermarket lain
yang ada di Jayapura ditempati oleh orang-orang pendatang, sementara mama-mama
Papua harus menahan terik panasnya matahari, dan dinginnya malam berjualan di atas
jalan trotoar.
Dana Otonomi Khusus triliunan rupiah digunakan begitu saja tanpa ada
ketentuan hukum (perdasi/perdasus) sehingga lebih banyak lari kepada pengusaha dan
kontraktoktor pendatang yang punya kemampuan lebih.
Muhammad Musa’ad, pakar hukum Universitas Cenderawasih mengatakan,
tujuh tahun setelah UU No. 21 Tahun 2001 diterbitkan bagi Papua, belum juga ada
perubahan yang berarti, keadaan bahkan memburuk, standar hidup di Papua anjlok ke
taraf terendah, ….”
Hal ini mencerminkan bahwa Otonomi Khusus merupakan suatu kendala yang
manghambat orang Papua untuk berbisnis.
6. Kurang Kreatif dan Inovatif
Kreatif dan inovatif adalah karakteristik personal yang terpatri kuat dalam diri
seorang wirausaha sejati. Bisnis yang tidak dilandasi upaya kreatif dan inovatif dari
sang wirausaha biasanya tidak dapat berkembang abadi. Lingkungan bisnis yang
begitu dinamis menuntut wirausaha untuk selalu adaptif dan mencari terobosan
terbaru. Sayangnya sifat kreatif dan inovatif tidak dimiliki oleh orang Papua. Karakter
orang Papua cenderung cepat berpuas diri dan cenderung stagnan. Hal ini dapat
membuat bisnis ke arah kehancuran.
8
7. Rasa Gengsi dan Euforia Tuan Rumah
Gengsi merupakan permasalahan yang terjadi hampir di berbagai daerah di
Indonesia termasuk Papua. Masyarakat Papua cenderung gengsi untuk melakukan
bisnis atau usaha karena masyarakat Papua merasa mereka adalah tuan rumah di tanah
Papua sehingga timbul rasa gengsi untuk melakukan bisnis seperti yang dilakukan
oleh kaum pendatang.
8. Kurang Optimis
Sikap optimis juga sangat dibutukan bagi seseorang yang akan memulai
usahanya, karena sebuah keberhasilan tidak akan datang secara instan, tetapi
membutuhkan suatu proses. Namun, apabila memulainya dengan pesimis, maka
semuanya akan gagal. Hal seperti inilah yang terjadi pada masyarakat Papua saat ini,
mereka selalu bersikap pesimis dan selalu menginginkan segala sesuatunya instant.
Ini sebabnya keyakinan untuk berhasil dalam bisnis adalah hal yang sangat penting,
karena berguna untuk memacu semangat dalam menghadapi setiap rintangan.
9. Tidak Dapat Mengelola Keuangan
Pengelolaan keuangan sangat diperlukan dalam menjalankan suatu bisnis,
tetapi orang Papua cenderung tidak dapat mengelola keuangan mereka dengan baik
alias boros. Ketika mendapatkan uang orang Papua selalu menghabiskannya dengan
membeli minuman keras. Hal itu merupakan dampak negative bagi kelancaran usaha.
9
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
A. Solusi
Segala permasalahan dan faktor penyebab yang telah diuraikan di atas merupakan
suatu gambaran tentang kondisi perekonomian di tanah Papua terutama di bidang bisnis.
Selanjutnya diperlukan solusi atau jalan keluar terhadap berbagai permasalahan dan
kendala mengapa orang Papua tidak bisa berbisnis.
Ada beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan di atas sebagai berikut:
1. Dalam hal pengetahuan masyarakat Papua mengenai bisnis, pemerintah maupun LSM
harus memberikan fasilitas pendidikan untuk melatih kemampuan bisnis mereka.
Fasilitas pendidikan itu dapat berupa seminar untuk menambah wawasan masyarakat
Papua tentang pentingnya berbisnis dan cara-cara berbisnis yang baik.
2. Pihak Bank harus memberikan kesempatan berupa pinjaman kepada masyarakat
Papua, dan hilangkan persepsi buruk terhadap masyarakat Papua.
3. Masyarakat Papua harus menumbuhkan sikap wirausaha dalam diri mereka. Sikap
disiplin merupakan hal utama yang harus dimiliki oleh masyarakat Papua. Walaupun
sulit untuk menumbuhkan sikap disiplin tetapi mereka harus melatih sikap disiplin
seperti mengajarkan kepada mereka apa pentingnya disiplin dan apa efek daripada
disiplin itu sendiri.
4. Masyarakat Papua harus mengubah mindset mereka, bahwa jangan hanya bergantung
kepada Pemerintah. Masyarakat Papua harus bisa mandiri dan memberdayakan
kehidupan mereka sendiri tanpa campur tangan pemerintah.
5. Pemerintah harus lebih memperhatikan Otonomi Khusus agar dapat terlaksana dengan
baik dan dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat Papua.
6. Masyarakat Papua harus memiliki sikap kreatif dan inovatif agar dapat diterapkan
dalam mengembangkan suatu bisnis atau usaha. Selain itu pemeritah harus berperan
aktif dalam memberikan pelatihan kepada masyarakat Papua yang bertujuan untuk
meningkatkan kreatifitas orang Papua
10
7. Masyarakat Papua harus menghilangkan rasa gengsi, dan persepsi bahwa merekalah
tuan rumah. Peran orang tua juga sangat berpengaruh dalam hal ini, dengan
menanamkan sebuah persepsi kepada anak mereka sejak dini tentang pentingnya
sikap rendah hati dan mengasihi sesama.
8. Masyarakat Papua harus belajar untuk dapat mengelola keuangan mereka dengan
baik. Karena dengan pengelolaan keuangan yang baik akan berpengaruh positif
terhadap kehidupan mereka sendiri.
9. Di Papua pemerintah kabupaten dan kota madya perlu menata kembali budaya minum
alkohol. Jika kita ingin melihat orang Papua menonjol dalam dunia usaha, budaya
minum-minum harus dikendalikan. Langkah pertamanya adalah membatasi peredaran
minuman keras dan membentuk sikap mental disiplin di kalangan generasi muda.
10. Pemerintah mesti berpikir konkret dan realistis. Apakah kita bangun kaum pendatang
yang memiliki pendidikan dan keterampilan yang cukup itu ataukah rakyat asli Papua.
Pemerintah harus dapat membedakan itu dan berani membuat kebijakan berdasarkan
hal itu. Karena, secara kuantitas, orang Papua yang bersaing dengan masyarakat non-
Papua masih sedikit.
11. Hal konkret lain adalah pemerintah provinsi mengeluarkan himbauan kepada para
bupati, camat, dan kepala desa/lurah untuk mendata pengusaha kecil dan menengah
putra Papua, termasuk para penjual jenis-jenis kebutuhan lokal. Putra Papua yang
telah memiliki dasar sebagai pengusaha ini harus difasilitasi dan didampingi. Konsep
seperti ini sangat praktis. Kita tidak perlu mendatangkan ahli-ahli ekonomi dari luar
Papua, mengadakan seminar, rapat, dan pertemuan di hotel guna membahas ekonomi
kerakyatan di Papua. Teori ekonomi apa pun yang paling mutakhir tidak mampu
mengangkat ekonomi masyarakat asli Papua.
11
B. Cara Berbisnis Yang Benar
Seperti yang dibahas sebelumnya, bahwa penduduk asli Papua sebenarnya bisa
menjadi pelaku bisnis apabila dilakukan dengan tekun dan kerja keras. Akan tetapi,
karena sifat boros dan suka mabuk-mabukan inilah yang menyebabkan kemunduran bagi
penduduk asli Papua dalam melakukan bisnis. Akankah lebih baik, jika uang yang
digunakan ini diperuntukan untuk memulai sebuah usaha ataupun digunakan untuk
berinvestasi. Dalam hal ini saya akan membahas tentang, bagaimana cara berbisnis yang
baik dan benar.
Sebelum melakukan bisnis, sebaiknya pelaku/calon wirausaha terlebih dahulu
menentukan jenis usaha apa yang ingin dijalankan. Dalam hal ini, sebaiknya memilih
jenis bisnis yang benar-benar sudah dikuasai atau sesuai dengan potensi diri, sehingga
calon wirausahawan dapat menentukan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk
mempersiapkan usahanya tersebut. Selain itu, akan lebih baik jika calon wirausaha
melakukan riset kecil-kecilan atupun dengan skala besar terhadap jenis usahanya tersebut.
Manfaatkanlah teknologi yang ada, seperti twitter, blog, facebook dan jejaring sosial
lainnya, karena hal ini merupakan salah satu cara yang paling mudah untuk membangun
bisnis kecil-kecilan. Sehingga akan menghemat modal yang dikeluarkan. Jangan terlalu
lama memikirkan rencana, setelah mengetahui apa yang harus dilakukan, akan lebih baik
jika anda langsung bergerak. Seperti yang diungkapkan oleh Pamela Slim (penulis buku
Escape from Cubicle Nasion) bahwa “keberanianlah yang dibutuhkan untuk memulai
sebuah usaha”.
12
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak faktor yang menyebabkan orang Papua tidak bisa berbisnis di antaranya
adalah kurangnya pengetahuan masyarakat Papua dalam menjalankan suatu bisnis, sangat
sulit bagi masyarakat Papua untuk mendapatkan modal, dan yang paling utama adalah
ketergantungan masyarakat Papua terhadap pemerintah daerah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah maupun masyarakat harus
membicarakan program-program operasional yang nyata dan mampu merangsang
kegiatan ekonomi produktif ditingkat masyarakat asli Papua sekaligus memupuk jiwa
kewirausahaan dan melihat potensi serta ancaman ekonomi rakyat saat ini.
Pemerintah juga harus berani membedakan ekonomi rakyat siapa yang hendak
dibangun. Orang Papua harus difasilitasi dengan peraturan, dana, dan pendampingan
sehingga mampu menjadi pengusaha yang benar-benar bergelut di bidang itu. Pemerintah
yang mengalokasikan dana kepada orang Papua yang mengajukan proposal, harus
melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana tersebut, sehingga dana tersebut
digunakan untuk usaha bukan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Kesejahteraan Penduduk Asli Papua hanya dapat ditentukan oleh Penduduk Asli
Papua itu sendiri, bukan oleh para pendatang. Dalam pengertian ini berarti, penduduk asli
Papua harus lebih bekerja keras lagi dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada
untuk kepentingannya sendiri. Sehingga penduduk asli Papua lah yang harus lebih aktif
dalam pemberdayaan sumber daya alam yang ada dengan bakat dan talenta yang dimiliki.
Sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitaor untuk mengimplementasikan hal tersebut.
Masalah-masalah yang hingga saat ini masih dihadapi oleh penduduk asli Papua juga
perlu ditangani dengan cepat. Terutama dalam bidang pendidikan perlu ditangani secara
baik, agar menghasilkan SDM yang berkualitas. Selain itu, pemerintah juga harus lebih
gencar dalam meningkatkan kesadaran kepada penduduk asli Papua tentang pentingnya
berwirausaha (berbisnis). Apabila keseluruhan permasalahan ini dapat diatasi dengan baik
oleh Pemerintah, Tokoh Adat, serta penduduk asli Papua, maka kesejahteraan Provinsi
Papua ada di depan mata.
13
B. SaranKepada Pemerintah:
Sebaiknya pemerintah lebih selektif lagi dalam penggunaan dana otsus, sehingga
permasalahan yang timbul di masyarakat dapat segera di atasi. Pemerintah perlu
mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya berbisnis, sehingga tidak hanya orang
pendatang saja yang menjadi penggerak ekonomi di Papua. Selain mengadakan
sosialisasi, pelatihan kerja untuk mengembangkan potensi manajemen kewirausahaan dan
pelaksanaan juga perlu diadakan guna untuk menambah wawasan meraka dalam
menjalankan bisnisnya dengan benar.
Kepada Masyarakat Papua:
Untuk masyarakat atau penduduk asli Papua, sebaiknya mulai sekarang membenahi diri
dan mengubah pola pikir yang ada, serta berpikir lebih panjang untuk masa depan
keluarga. Akan lebih baik jika, uang yang dimiliki gunakan untuk berinvestasi ataupun
untuk memulai sebuah usaha (bisnis), dibanding untuk keperluan yang tidak penting
(seperti mabuk-mabukan dan berhura-hura). Jangan pernah takut untuk mencoba hal baru,
apabila gagal teruslah untuk mencobanya dan jangan pernah berputus asa. Karena, sebuah
kegagalan akan melatih kita tetap bersemangat untuk bekerja keras dan tekun dalam
menjalani suatu usaha. Saya yakin dan percaya, apabila hal ini dilakukan pasti akan
mendatangkan sebuah keberhasilan untuk penduduk asli Papua.
14
DAFTAR PUSTAKA
Hanok, Bangun Kepercayaan Rakyat
(http://majalahselangkah.com/hanok-bangun-kepercayaan-rakyat-asli-papua/)
Membangun Ekonomi Kerakyatan Di Papua
(http://majalahselangkah.com/membangun-ekonomi-kerakyatan-di-papua/)
Kesejahteraan Orang Papua Hanya Ditentukan Oleh Orang Papua Titik
(http://www.ykai.net/index.php?option=com_content&view=article&id=801:kesejahteraan-
orang-papua-hanya-ditentukan-oleh-orang-papua-titik&catid=89:artikel&Itemid=121)
Mencetak Wirausaha Papua
(http://rhenald-kasali.blogspot.com/2011/12/mencetak-wirausaha-papua-sindo-15.html)
Otonomi Khusus Dan Ekonomi Orang Asli Papua
(http://politik.kompasiana.com/2011/11/24/otonomi-khusus-dan-ekonomi-orang-asli-papua/)
top related