Transcript
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penyusun untuk menyelesaikan Tugas
KelompokKimia Oseanografi yang membahas tentang Mikronutrien pada air laut,
untuk dilakukan persentasi sebagai pemenuhan syarat nilai Mata Kuliah Kimia
Osenografi .
Kami menyadari bahwa laporan ini sangatlah jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis dengan terbuka menerima segala kritik dan saran yang membangun
sebagai kekuatan untuk berusaha lebih baik lagi.
Kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi kita semua.
Makassar, 11 Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Mikro Nutrien Elemen di Laut
I. Definisi Elemen
II. Elemen di Laut
III. Penyebaran ( Variasi Musiman )
B. Nitrogen ( N )
I. Senyawa dan Kandungan Nitrogen di Laut
II. Distribusi Nitrogen
III. Siklus Nitrogen di Laut
IV. Peranan Nitrogen di Laut
C. Fosfor ( P )
I. Senyawa dan Kandungan Fosfor di Laut
II. Distribusi Fosfor
III. Siklus Fosfor di Laut
IV. Peranan Fosfor di Laut
D. Silika ( Si )
I. Senyawa dan Kandungan Silika di Laut
II. Distribusi Silika
III. Siklus Silika di Laut
IV. Peranan Silika di Laut
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulam
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makhluk hidup pada dasarnya membutuhkan nutrien untuk melakukan
metabolisme dalam tubuh agar dapat tumbuh dan berkembang. Organisme hidup
memenuhi kebutuhannya akan nutrien dengan cara menyerap unsur hara dari
tanah, makan dan minum atau melalui proses absorbsi, dekomposisi dan difusi
elemen yang dibutuhkan dari lingkungan sekitarnya.
Ada elemen atau senyawa yang mampu diproduksi dan dihasilkan oleh tubuh
seperti hormon, zat tepung, serbuk sari dan madu pada bunga. Namun adapula
elemen yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Elemen ini umumnya diperlukan
dalam jumlah sedikit oleh tubuh namun sangat penting bagi proses metabolisme,
fisiologi dan reaksi biokimiawi dalam tubuh. Kekurangan elemen ini akan
menyebabkan gangguan metabolisme dan malnutrisi. Elemen ini dikenal sebagai
elemen esensial. Vitamin dan mineral termasuk dalam senyawa yang bersifat
esensial. Elemen esensial yang ada di laut umumnya memiliki konsentrasi yang
rendah. Konsentrasi elemen esensial yang berlebihan di dalam air laut (akibat
aliran air dari daratan dan antropogenik) dapat memberikan dampak yang
merugikan bagi makhluk hidup. Elemen yang tidak dibutuhkan oleh tubuh atau
jika kekurangan tidak menimbulkan gangguan pada proses metabolisme dalam
tubuh tergolong elemen non esensial.
Secara garis besar, elemen dapat dibagi menjadi 2, yaitu elemen organik dan
inorganik. Miessler dan Tarr (2000) menyatakan bahwa elemen organik berkaitan
dengan senyawa hidrokarbon dan derivatnya yang sebagian besar menjadi elemen
utama yang menyusun makhluk hidup. Asam amino, protein dan lemak yang
menyusun organism hidup umumnya tersusun dari elemen organik (unsur atau
senyawa yang terdiri dari C , H dan O). Sedangkan elemen inorganik mencakup
keseluruhan elemen yang terdapat dalam tabel periodik unsure termasuk Hidrogen
dan Karbon itu sendiri.
Namun, menurut Manahan (2001), elemen, bahan atau materi organik adalah
semua senyawa yang mengandung karbon termasuk substansi yang dihasilkan
dari proses hidup (kayu, kapas, wol), minyak bumi, gas alam (metan), cairan
pelarut/pembersih, fiber sintetik dan plastik. Sedangkan elemen atau bahan
inorganik adalah semua substansi yang tidak mengandung Karbon seperti logam,
batuan, garam, air, pasir dan beton. Elemen inorganik ada yang bersifat terlarut
(dissolved) dan ada yang padat (solid atau insoluble).
Millero (2006) membagi elemen (organik dan inorganik) menjadi 3 kelompok
berdasarkan rata-rata konsentrasinya di alam, yaitu:
1. Elemen makro (0,05 – 750 mM) (Na, Cl, Mg)
2. Elemen mikro (0,05 – 50 μM) (P dan N)
3. Elemen trace atau kelumit (0,05 -50 nM) (Pb, Hg, Cd)
Sedangkan berdasarkan sifatnya, elemen (inorganik) dibedakan menjadi ;
1. Jenis logam logam (metal) bersifat padat, memiliki kilap, dapat dibentuk
menjadi lempengan tanpa mengalami kerusakan (malleable) serta mampu
menghantarkan listrik dengan baik. Seluruh logam (metal) kecuali raksa (Hg)
berbentuk padat pada suhu kamar.
2. Jenis non logam memiliki sifat buram dan tidak semuanya dapat dibentuk
dengan mudah. Sedangkan elemen non logam ada yang bersifat cair dan gas.
Oksigen, klorin, cairan bromine coklat tergolong non metal.
Millero dan Sohn (1992) menyatakan bahwa perairan laut memiliki
konsentrasi senyawa organik yang sangat rendah dibandingkan konsentrasi
senyawa inorganik. Senyawa organic terdiri dari kelompok hewan yang telah
hidup dan telah mati. Serasah atau detritus hasil degradasi bahan organik dan
pengaruh antropogenik. Berdasarkan komposisi kimianya, bahan organik terdiri
atas karbohidrat, protein, asam amino, lemak, hidrokarbon, asam karbosiklik,
humus, dan kerogen erta komponen-komponen mikro lainnya seperti steroid,
aldehid, alkohol dan komponen organo-sulfur.
Riley dan Chester (1971), menyatakan bahwa unsur N, P dan Si adalah
merupakan elemen esensial terpenting yang dibutuhkan oleh organisme laut.
Ketiga elemen tersebut berperan penting dalam metabolisme, proses fisiologis dan
reaksi biokimiawi dalam tubuh. Nitrogen penting untuk membangun jaringan
tubuh. Sedangkan fosfor dan silica penting dalam pembentukan cangkang
terutama bagi kelompok Diatom, Coccolithofor dan Pteropod. Besi, Mangan,
Tembaga, Seng, Kobal dan Molybdenum adalah mikro elemen esensial yang
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan sebagaimana ditemukan pada enzim.
Meskipun memiliki konsentrasi yang sedikit dalam air laut, namun mikro
elemen esensial tidak pernah menjadi faktor pembatas yang mengontrol populasi
biota laut. Kadang-kadang konsentrasi mikro elemen esensial ditemukan dalam
jumlah yang banyak dalam air laut, namun hal tersebut belum menjamin
pemenuhan kebutuhan mikro elemen esensial bagi organism laut. Hal ini karena
mikro elemen esensial tersebut berada dalam bentuk yang tidak dapat diabsorbsi
langsung oleh biota laut yang ada.
B. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui dan lebih memahami
mikro nutrient seperti Nitrogen, Fosfor dan Silika yang terdapat pada air laut baik
jenis, sumber, distribusi maupun siklus yang terjadi padanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mikro Nutrien Elemen di Laut
I. Defenisi Elemen
Elemen adalah unsur, materi atau bahan dasar yang menyusun seluruh
benda di alam semesta. Elemen ini tersusun dari atom-atom yang berasal dari
elemen yang sama secara kimiawi dan memiliki sifat yang identik. Hingga
saat ini telah dikenal sekitar 116 elemen atau unsur.
Millero (2006) membagi elemen (organik dan inorganik) menjadi 3
kelompok berdasarkan rata-rata konsentrasinya di alam, yaitu:
1. Elemen makro (0,05 – 750 mM) (Na, Cl, Mg)
2. Elemen mikro (0,05 – 50 μM) (P dan N)
3. Elemen trace atau kelumit (0,05 -50 nM) (Pb, Hg, Cd)
II. Elemen di Laut
Elemen yang terkandung di air laut ada yang merupakan elemen tama
(mayor) , elemen tambahan (minor), dan elemen yang langka trace). Elemen
utama adalah zat kimia yang melekat langsung dengan salinitas.
Unsur-unsur kimia yang terdapat dilaut antara lain adalah garam-garam
inorganik, gas-gas yang terlarut dalam dan senyawa-senyawa organik. Garam-
garan inorganik tersebut berasal dari hasil erosi batu-batuan yang terjadi di
daratan yang kemudian oleh sungai diangkut ke laut. Proses ini berlangsung sejak
terjadinya laut dipermukaan bumi ini. Senyawa-senyawa lain terutama gas-gas
terlarut, berasal dari udara yang merembes masuk ke air laut. Perembesan gas-gas
ke air laut ini dikenal sebagai proses Difusi.
Komposisi air laut yang konstan tetap dipertahankan karena kebanyakan
unsur utama menunjukkan sifat konservatif, yaitu konsentrasi di air laut tidak
mengalami perubahan yang berarti akibat reaksi biologi dan kimia di laut. Namun,
secara umum di dalam air laut terdapat sejumlah unsur yang dominan (bagian
mayoritas) dan unsur pelengkap (bagian minoritas).
III. Penyebaran (Variasi Musiman)
a. Nitrogen (2.400 ton/mil³ air laut)
Variasi musiman dari nitrit, nitrat dan ammonia terjadi pada lapisan
permukaan laut sebagai hasil dari aktifitas biologi. Perubahan konsentrasi
Nitrogen secara musiman sebagian besar terjadi di perairan dangkal daerah
lintang sedang atau lintang tinggi. Saat musim semi, terjadi peningkatan
intesitas cahaya dan durasi (lama penyinaran) yang menyebabkan
peningkatan populasi fitoplankton. Hal ini menimbulkan perpindahan
Nitrogen anorganik terlarut dari daerah eufotik. Populasi fitoplankton
kemudian dimangsa oleh zooplankton dan ikan. Nitrogen kemudian dikembalikan
ke perairan dalam bentuk excrete (kotoran), urine (amoniak dan urea) atau
partikel feses yang akan didekomposisi oleh bakteri sebelum dikembalikan ke
perairan. Pada musim semi, proses percampuran vertical (vertical mixing)
memiliki konstribusi mengangkat nutrien dari perairan bawah ke zona
eufotik. Akibatnya populasi fitoplankton bertambah dengan cepat dan mulai
menurun saat terbentuk zona termoklin yang menghalangi suplai Nitrogen
ke lapisan permukaan. Nutrien yang dominan pada waktu ini adalah amoniak
yang diekskresikan oleh Zooplankton dan selanjutnya dimanfaatkan oleh
algae dalam proses fotosintesis. Pada beberapa lokasi, terjadi penurunan
konsentrasi Nitrogen terlarut hingga mencapai taraf yang dapat mematikan
organisme. Ekskresi Nitrogen oleh zooplankton mencapai tingkat maksimum saat
populasi fitoplankton jarang. Hal ini terjadi karena kemungkinan pemanfaatan
protein sebagai sumber energi menurun saat makanan (fitoplankton) berlimpah.
Saat organisme mati atau dikonsumsi dan dikeluarkan dalam bentuk feses oleh
zooplankton, maka bakteri akan melakukan regenerasi Nitrogen.Regenerasi nitrat
seringkali menyebabkan blooming algae pada akhir musim panas.
Konsentrasi nitrat akan meningkat hingga mencapai titik maksimum pada
musim gugur dan kemudian menurun. Nitrifikasi akan selesai saat bulan
Januari saat permukaan mendingin dan badai membongkar lapisan termoklin,
menyebabkan nirat dapat terdistribusi kembali ke kolom air dan dasar perairan.
Kondisi yang berbeda terjadi pada daerah perairan yang memiliki up-welling yang
membawa nutrient dari perairan bawah ke lapisan permukaan. Kondisi perairan
di daerah up-welling sangat subur dan mendukung kehidupan fitoplankton
yang melimpah. Dengan demikian nutrient bukan merupakan faktor pembatas
di daerah ini. Perubahan konsentrasi nutrient di lautan terbuka yang jauh dari
daratan juga dipengaruhi oleh produktifitas fitoplankton dan hanya terbatas
di lapisan permukaan. Namun, proses regenerative terjadi di seluruh kolom
perairan. Organisme mati dan detritus organik akan diuraikan oleh bakteri saat
tenggelam dari permukaan air. Partikel organik akan tenggelam dengan lambat
karena ukuran partikel mengalami penyusutan dan densitas air laut yang lebih
tinggi pada perairan yang lebih dalam. Oksidasi partikel menyebabkan
berpindahnya oksigen dari dalam air, demikian pula dengan karbondioksida
dan ion nitrat yang menjadi produk akhir dari oksidasi senyawa organik akan
terakumulasi di daerah perairan yang lebih dalam. Konsentrasi nitrogen di
seluruh samudera di dunia memiliki konsentrasi yang konstan mulai dari
kedalaman di daerah pertengahan hingga dasar perairan.
b. Fosfor (330 ton/mil³ air laut)
Di perairan dangkal daerah temperate, variasi musiman ditemukan
pada fosfat dan konsentrasi fosfor organik terlarut. Pada musim dingin,
sebagian besar fosfor berada dalam bentuk orthofosfat. Namun, hal ini akan
menurun dengan cepat pada bulan maret saat fosfat digunakan oleh
fitoplankton. Zooplankton dan ikan akan memakan fitoplankton dan
mengembalikan fosfat ke dalam perairan melalui feses/buangan metabolisme
dalam bentuk fosfat dan fosfor organik terlarut. Pada bulan mei-Juni,
konsentrasi fosfat akan menurun di daerah eufotik sehingga konsentrasi
fosfor organik terlarut lebih dominan. Setelah fitoplankton mengalami
blooming, regenerasin fosfat dari fitoplankton, detritus dan fosfor organik
terlarut akan kembali meningkat dengan cepat.
c. Silika (14.000 ton/mil³ air laut)
Silikon terlarut di daerah perairan pantai umumnya cukup
tinggi karena efek “run-off” dari daratan. Pada musim semi, ledakan populasi
fitoplankton dengan cepat menyebabkan menurunnya konsentrasi silikon.
Regenerasi silikon akan dimulai kembali pada musim panas saat pertumbuhan
fitoplankton menjadi lambat dan terus berlanjut hingga mencapai puncaknya
pada awal musim dingin. Pada beberapa daerah, ledakan populasi
fitoplankton pada musim gugur dapat menyebabkan terhambatnya regenerasi
silikon untuk sementara waktu. Konsentrasi silikon terlarut di permukaan laut
umumnya rendah, kecuali di daerah yang mengalami up-welling. Pada lapisan
yang lebih dalam, ditemukan peningkatan yang tajam dari konsentrasi silikon.
Pola distribusi silikon berbeda dari satu samudera ke samudera lainnya dan
ditentukan oleh pola sirkulasi air dan oleh suplai silikon terlarut dari Antartik dan
dari diatom terlarut yang jatuh dari permukaan. Proses absorbsi oleh
organisme juga berpengaruh terhadap pola distribusi silikon.
B. Nitrogen ( N )
Air adalah suatu zat pelarut yang bersifat sangat berdayaguna, yang mampu
melarutkan zat - zat lain dalam jumlah yang lebih besar dari zat cairnya. Sifat ini
dapat dilihat dari banyaknya unsur - unsur pokok yang terdapat di dalam air laut.
Selain itu air laut juga mengandung sejumlah besar gas-gas udara yang terlarut.
Semua gas-gas yang ada di atmosfir dapat dijumpai di dalam air laut
walaupun jumlah terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit jika dibandingkan
dengan yang ada di atmosfir konsentrasi nitrogen di atmosfir mencapai 780,90
cm3/liter udara sedangkan konsentrasi nitrogen di dalam air laut hanya mencapai
13 cm3/liter air laut. Namun demikian konsentrasi nitrogen masih lebih tinggi
dibandingkan dengan gas-gas lainnya seperti oksigen, argon,neon, helium, dan
gas xrypton. Tingginya konsentrasi gas nitrogen dibandingkan dengan gas-gas
lain hal ini disebabkan selain faktor siklus alamiah yang berlangsung, nitrogen
juga memegang peranan kritis dalam daur organik untuk menghasilkan asam-
asam amino yang membentuk protein.
Daur bahan organik atau disingkat daur organik di laut sama dengan daur
organik di lingkungan air tawar dan di darat. Karbon (C) bersama-sama dengan
nutrien lainnya seperti Fosfor (P) dan Nitrogen (N) melalui proses fotosintesis
menghasilkan jaringan tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan.
Keduanya akan menghasilkan zat organik dan jika mereka mati dan membusuk
maka akan dihasilkan bahan mentah untuk memulai daur bahan organik lagi
(Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Nutrien Nitrogen (N) tidak mempunyai hubungan tetap dengan nutrien Fosfor
(P), tetapi bersama-sama dengan Karbon (C), N dan P,merupakan unsur - unsur
utama dalam produksi zat organik. Walaupun C terdapat dalam jumlah yang
banyak, tetapi kedua unsur N dan P menjadi faktor pembatas dalam daur bahan
organik di laut.
I. Senyawa dan Kandungan Nitrogen di Laut
Pengetahuan senyawa dan kandungan N di laut sangat penting untuk
diketahui, hal ini mempunyai hubungan erat dengan kehidupan biota laut, dan
berkaitan dengan nutrient untuk biota laut. Secara alamiah perkembangan
konsentrasi dari nutrient sangat tergantungan dari hubungan antara kedalaman laut
dan stok fitoplankton beserta aktivitasnya (Lonshurst,1988). Studi yang dilakukan
di Guinea, Atlantic bagian timur menemukan adanya korelasi antara naiknya
turunnya konsentrasi NO3- dengan kedalaman laut dan produksi fitoplankton
(Herbland dan Voituriesa, 1979). Pada laut yang dalam Zn akan menjadi faktor
pembuat masalah dalam hubungan antara kandungan oksigen dan klorofil, oleh
karena itu sangat menentukan “batas kandungan nitrat” (nitracline) (Longhurst,
1988), mengingat kandungan N dalam air senentiasaa berbentuk ion nitrat dan ion
ammonium (Rompas,1998).
Dalam hubungan inlah penting untuk menentukan konsentrasi nutrient
terutama senyawa N-nitrat dan N-amonium pada permukaan laut di wilayah
tropika dan subtropika (Longhurast, 1988). Hal ini disebabkan pada kedalaman air
0 – 200 m, sinar matahari masih menembus badan air dan akan terjadi aktivitas
biologi yang sangat banyak (Rompos, 1998). Di laut ekuatorial kandungan
N03- pada kedalaman 100 m mengandung konsentrasi 10 – 25 μgram atom 1-1 dan
pada subtropikal berkisar antara 10 – 25 μgram atom 1-1
II. Distribusi Nitrogen
Proses distribusi nitrat tergolong lebih kompleks jika dibandingkan dengan
mikro elemen esensial yang lain seperti Fosfat dan Silikat. Awal distribusi terjadi
saat senyawa nitrat yang berasal dari daratan tiba di muara sungai dan kemudian
masuk ke laut. Saat tumbuhan dan hewan mati, senyawa nitrogen akan mengalami
regenerasi dan terdistribusi ke seluruh kolom air. Nitrat kemudian diambil dari
lapisan permukaan laut oleh fitoplankton melalui absorbsi dan memasuki proses
berikutnya, yaitu: fotositesis. Burung laut juga dapat menyebabkan hilangnya
kandungan nitrogen dalam air dalam bentuk senyawa NaNO3 yang terdapat dalam
guano. Deposit NaNO3 yang besar di padang pasir daerah Chile dapat saja
terbentuk akibat fiksasi oleh bakteri ataupun aktifitas vulkanisme. Nitrogen juga
dapat hilang ke atmosfir sebagai N2O. Gas ini juga dapat bereaksi dengan ozon.
Dengan demikian dapat didimpulkan bahwa siklus nitrogen sangat ditentukan
oleh organisme biologis. Fiksasi Nitrogen (N2-NO3) dilakukan oleh bakteria
nodular yang terdapat pada tumbuhan dari kelompok Leguminosae yang terdapat
di darat. Bakteri air tawar, jamur dan khamir juga mampu melakukan fiksasi
nitrogen. Demikian pula alga hijau-biru yang hidup di laut.
III. Siklus Nitorgen di Laut
Dari kajian-kajian tersebut di atas dapat dikaji bahwa nitrogen dalam air
terjadi dalam berbagai bentuk senyawa. Nitrogen yang terbanyak dalam bentuk N-
molekuler (N2) yang berlipat ganda jumlahnya daripada nitrit (NO2) atau nitrat
(NO3), tetapi tidak dalam bentuk yang berguna bagi jasad hidup (Davis, 1986).
Nitrogen memegang peranan kritis dalam siklus organic dalam menghasilkan
asam-asam amino yang membuat protein. Dalam siklus nitrogen, tumbuh-
tumbuhan menyerap N-anorganik dalam salah satu gabungan atau sebagai
nitrogen molekuler. Tumbuh-tumbuhan ini membuat protein yang kemudian
dimakan hewan dan diubah menjadi protein hewan. Jaringan organic yang mati
diurai oleh berbagai jenis bakteri, termasuk di dalamnya bakteri pengikat nitrogen
yang mengikat nitrogen molekuler menjadi bentuk-bentuk gabungan (NO2, NO3,
NH4) dan bakteri denitrifikasi yang melakukan hal sebaliknya. Nitrogen lepas ke
udara dan diserap dari udara selama siklus berlangsung. Jumlah nitrogen yang
tergabung dalam mineral dan mengendap di dasar laut tidak seberapa besar
(Romimohtarto dan Juwana, 2001). Pola sebaran nitrogen di Samudera Atlantik,
Pasifik dan Samudera India tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Davis,
1986).
Sebaran menegak dari bentuk-bentuk gabungan nitrogen berbeda di laut.
Nitrat terbanyak terdapat di lapisan permukaan, ammonium tersebar secara
seragam, dan nitrit terpusat dekat termoklin. Interaksi-interkasi antara berbagai
tingkat nitrogen organic dan bakteri sedemikian rupa sehingga pada saat nitrogen
diubah menjadi berbagai senyawa anorganik, zat-zat ini sudah tenggelam di
bawah termoklin. Hal ini menimbulkan masalah bagi penyediaan nitrogen karena
termoklin merupakan penghalang bagi migrasi menegak unsur-unsur ini dan
kenyataannya persediaan nitrogen akan menjadi faktor pembatas bagi
produktivitas di laut.
Daur Nitrogen di Alam
Daur Nitrogen di Laut
Tumbuhan seperti ganggang atau alga memperoleh nitrogen dari dalam tanah
berupa amonia (NH4), ion nitrit (N02- ), dan ion nitrat (N03
- ). Selain itu, terdapat
bakteri yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang
bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob, dan Anabaena sp.
(ganggang biru) juga mampu menambat nitrogen. Nitrogen yang diikat dalam
bentuk ammonia (NH4).
Amonia juga diperoleh dari hasil penguraian jaringan yang mati oleh bakteri.
Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit,
yaitu Nitrosomonasdan Nitrosococcus dan dirombak kembali
oleh Nitrobacter sehingga menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar
tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, (Thiobacillus denitrificans,
Pseudomonas denitrificans) nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia
diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus
nitrogen akan berulang dalam ekosistem.
Sederhananya, tumbuh-tumbuhan menyerap nitrogen anorganik dalam salah
satu bentuk gabungan atau sebagai nitrogen molekuler. Tumbuh-tumbuhan ini
membuat protein yang kemudian dimakan oleh hewan dan diubah menjadi protein
hewani. Jaringan organic yang mati diurai oleh berbagai jenis bakteri pengikat
nitrogen kemudian bakteri denitrifikasi melakukan hal sebaliknya. Nitrogen
diepas ke udara dan kemudian diserap lagi untuk daur berikutnya.
Secara singkat daur nitrogen di dalam laut adalah :
1. Pengikatan nitrogen dari udara oleh bakteri menjadi ammonia
2. Nitrifikasi (oleh bakteri) : amonia nitrit nitrat
3. Denitrifikasi (oleh bakteri): nitrat nitrogen
IV. Peranan Nitrogen di Laut
Nitrogen merupakan unsur pembatas pertumbuhan dan memainkan peran
penting dalam mengkontrol produktivitas biologis. Beberapa bahagian dari siklus
biogeokimiawi nitrogen di laut turut berperan dalam rangkaian 'feedback' yang
mengatur iklim, pembentukan sedimen biogenik, dan kadar beberapa bahan kimia
dalam air laut.
Nitrogen dalam air laut umumnya terlarut dalam bentuk nitrat (NO3), nitrit
(NO2) dan Amonia (NH4). Bentuk-bentuk senyawa dari nitrogen tersebut
diabsorbsi oleh organisme laut untuk memenuhi kebutuhan akan nitrogen sebagai
salah satu komponen utama pembentukan asam amino yang menjadi cikal bakal
terbentuknya protein.
B. Fosfor ( P )
Materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumi. Materi yang
berupa unsur – unsur terdapat dalam senyawa kimia yang merupakan materi
dasar makhluk hidup dan tak hidup. Ada 40 unsur yang diperlukan bagi
kehidupan, diantaranya yang terpenting adalah karbon (C), nitrogen (N), fosfor
(P), belerang (S), oksigen (O), kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K),
natrium (Na), silikon (Si), besi (Fe), dan aluminium (Al). selain itu sebagian
unsur-unsur ini tersimpan dalam bentuk organik dalam tubuh makhluk hidup
yang masih hidup atau yang sudah mati.
Siklus biogeokimia atau siklus organik anorganik adalah siklus unsur atau
senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi
ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme,
tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga
disebut siklus biogeokimia. Siklus-siklus tersebut antara lain: siklus air, siklus
oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus fosfor.
Fosfor adalah zat yang dapat berpendar karena mengalami fosforesens, unsur
kimia yang memiliki lambang P dengan nomor atom 15. Fosfor berupa nonlogam,
bervalensi banyak, termasuk golongan nitrogen, banyak ditemui dalam batuan
fosfat anorganik dan dalam semua sel hidup tetapi tidak pernah ditemui dalam
bentuk unsur bebasnya. Fosfor amatlah reaktif, memancarkan pendar cahaya yang
lemah ketika bergabung dengan oksigen, ditemukan dalam berbagai bentuk,
Fosfor berupa berbagai jenis senyawa logam transisi atau senyawa tanah
langka seperti zink sulfida (ZnS) yang ditambah tembaga atau perak, dan zink
silikat (Zn2SiO4) yang dicampur dengan mangan. Unsur kimia fosforus dapat
mengeluarkan cahaya dalam keadaan tertentu, tetapi fenomena ini bukan
fosforesens, melainkan kemiluminesens. Fosfor merupakan unsur penting dalam
makhluk hidup.
Fosfor dapat berada dalam empat bentuk atau lebih alotrop: putih (atau
kuning), merah, dan hitam (atau ungu). Yang paling umum adalah fosfor merah
dan putih, keduanya mengelompok dalam empat atom yang berbentuk tetrahedral.
Fosfor putih terbakar ketika bersentuhan dengan udara dan dapat berubah menjadi
fosfor merah ketika terkena panas atau cahaya. Fosfor putih juga dapat berada
dalam keadaan alfa dan beta yang dipisahkan oleh suhu transisi -3,8°C. Fosfor
merah relatif lebih stabil dan menyublim pada 170°C pada tekanan uap 1 atm,
tetapi terbakar akibat tumbukan atau gesekan. Alotrop fosfor hitam mempunyai
struktur seperti grafit – atom-atom tersusun dalam lapisan-lapisan heksagonal
yangmenghantarkan listrik.
I. Senyawa dan Kandungan Fosfor di Laut
Fosfor di dalam air laut, berada dalam bentuk senyawa organik dan
anorganik. Dalam bentuk senyawa organik, fosfor dapat berupa gula fosfat dan
hasil oksidasinya, nukloeprotein dan fosfo protein. Sedangkan dalam bentuk
senyawa anorganik meliputi ortofosfat dan polifosfat. Senyawa anorganik fosfat
dalam air laut pada umumnya berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat
(H3PO4), dimana 10% sebagai ion fosfat dan 90% dalam bentuk HPO42-. Fosfat
merupakan unsur yang penting dalam pembentukan protein dan membantu proses
metabolisme sel suatu organisme (Hutagalung et al, 1997).
Di Laut, Fosfat terlarut terdapat dalam 4 bentuk , yaitu:
Sumber fosfat diperairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah
sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan
lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya.
Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi, antara lain
dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh fitoplankton
dan seterusnya masuk kedalam rantai makanan. Senyawa fosfat dalam perairan
berasal daari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan
tumbuhan, dan dari laut sendiri. Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan
menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya
dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Batas optimum fosfat untuk
pertumbuhan plankton adalah 0,27 – 5,51 mg/liter (Hutagalung et al, 1997).
Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses
fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid
koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam
keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling
banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di
air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Dipermukaan air, fosfat di
angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3
µm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton.
Untuk konsentrasi dibawah 0,3 µm ada bagian sel yang cocok menghalangi dan
sel fosfat kurang diproduksi. Mungkin hal ini tidak akan terjadi di laut sejak NO3
selalu habis sebelum PO4 jatuh ke tingkat yang kritis. Pada musim panas,
permukaan air mendekati 50% seperti organik-P. Di laut dalam kebanyakan P
berbentuk inorganik. Di musim dingin hampir semua P adalah inorganik. Variasi
di perairan pantai terjadi karena proses upwelling dan kelimpahan fitoplankton.
Pencampuran yang terjadi dipermukaan pada musim dingin dapat disebabkan oleh
bentuk linear di air dangkal. Setelah musim dingin dan musim panas kelimpahan
fosfat akan sangat berkurang.
Banyak sumber fosfat yang di pakai oleh hewan, tumbuhan, bakteri, ataupun
makhluk hidup lain yang hidup di dalam laut. Misalnya saja fosfat yang berasal
dari feses hewan (aves). Sisa tulang, batuan, yang bersifat fosfatik, fosfat bebas
yang berasal dari proses pelapukan dan erosi, fosfat yang bebas di atmosfer,
jaringan tumbuhan dan hewan yang sudah mati. Di dalam siklus fosfor banyak
terdapat interaksi antara tumbuhan dan hewan, senyawa organik dan inorganik,
dan antara kolom perairan, permukaan, dan substrat. Contohnya beberapa hewan
melepaskan sejumlah fosfor padat di dalam kotoran mereka.
Dalam perairan laut yang normal, rasio N/P adalah sebesar 15:1. Ratio N/P
yang meningkat potensial menimbulkan blooming atau eutrofikasiperairan,
dimana terjadi pertumbuhan fitoplankton yang tidak terkendali. Eutrofikasi
potensial berdampak negatif terhadap lingkungan, karena berkurangnya oksigen
terlarut yang mengakibatkan kematian organisme akuatik lainnya (asphyxiation),
selain keracunan karena zat toksin yang diproduksi oleh fitoplankton (genus
Dinoflagelata). Fitoplankton mengakumulasi N, P, dan C dalam tubuhnya, masing
– masing dengan nilai CF (concentration factor) 3 x 104 untuk P, 16(3 x 104)
untuk N dan 4 x 103 untuk C (Sanusi 2006).
II. Distribusi Fosfor
Daur fosfor yaitu daur atau siklus yang melibatkan fosfor, dalam hal input
atau sumber fosfor-proses yang terjadi terhadap fosfor- hingga kembali
menghasilkan fosfor lagi. Daur fosfor dinilai paling sederhana daripada daur
lainnya, karena tidak melalui atmosfer. fosfor di alam didapatkan dari: batuan,
bahan organik, tanah, tanaman, PO4- dalam tanah. kemudian inputnya adalah
hasil pelapukan batuan. dan outputnya : fiksasi mineral dan pelindikan. fosfor
berupa fosfat yang diserap tanaman untuk sintesis senyawa organik. Humus dan
partikel tanah mengikat fosfat, jadi daur fosfat dikatakan daur lokal.
III. Siklus Fosfor di Laut
Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik
(pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah).
Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh decomposer
(pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah
atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat
banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan
membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini
kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus
menerus. Fosfor dialam dalam bentuk terikat sebagai Ca-fosfat, Fe- atau Al-fosfat,
fitat atau protein. Bakeri yang berperan dalam siklus fosfor : Bacillus,
Pesudomonas, Aerobacter aerogenes, Xanthomonas, dll.
Mikroorganisme (Bacillus, Pseudomonas, Xanthomonas, Aerobacter
aerogenes) dapat melarutkan P menjadi tersedia bagi tanaman.
Daur fosfor terlihat akibat aliran air pada batu-batuan akan melarutkan bagian
permukaan mineral termasuk fosfor akan terbawa sebagai sedimentasi ke dasar
laut dan akan dikembalikan ke daratan.
Daur Fosfor di Alam
z
Daur Fosfor di Laut
IV. Peranan Fosfor di Laut
Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat
pada ATP (Adenosine Triphospate) dan ADP (Adenosine Diphosphate).
Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk
fosfor yang paling sederhana di perairan . Ortofosfat merupakan bentuk fosfor
yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan
polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu
sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfat. Setelah masuk kedalam
tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi
organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri [Fe2(pO4)3] bersifat tidak larut
dan mengendap didasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi
valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro)
yang bersifat larut dan melepaskan fosfat keperairan, sehingga meningkatkan
keberadaan fosfat diperairan (Effendi 2003)
Fosfor sangat penting dan dibutuhkan oleh mahluk hidup tanpa adanya fosfor
tidak mungkin ada organic fosfor di dalam Adenosin trifosfat (ATP) Asam
Dioksiribo nukleat (DNA) dan Asam Ribonukleat (ARN) mikroorganisme
membutuhkan fosfor untuk membentuk fosfor anorganik dan akan mengubahnya
menjadi organic fosfor yang dibutuhkan untuk menjadi organic fosfor yang
dibutuhkan, untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam nukleat.
Senyawa Fosfor seperti ATP (adenosine tri-fosfat) dan ko-enzim nukleotida,
memiliki peran yang penting dalam fotosintesis dan proses lainnya dalam
tumbuhan. Fitoplankton umumnya memenuhi kebutuhan fosfor melalui asimilasi
secara langsung dalam bentuk ortho-fosfat. Absorbsi dan konversi menjadi
senyawa fosfor organik terjadi saat kondisi gelap. Hingga saat ini belum diketahui
secara pasti bagaimana defisiensi fosfor menjadi faktor pembatas bagi
pertumbuhan organisme. Beberapa jenis fitoplankton baik dalam kondisi normal
maupun kekurangan fosfor mampu memanfaatkan fosfat organik terlarut seperti
gliserofosfat dan nukleotida. Akan tetapi belum diketahui apakah proses up-take
tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap konsentrasi fosfor secara
keseluruhan dalam air laut atau apakah senyawa fosfor organik terlarut akan
mengalami penguraian terlebih dahulu oleh bakteri sebelum mengalami reaksi
asimilasi. Bakteri dalam kondisi normal umumnya akan memenuhi kebutuhan
fosfor dari detritus organik yang berada di sekitarnya. Namun, jika sumber
makanan mengandung sedikit fosfor, maka bakteri masih mampu memenuhi
kebutuhan fosfor dengan mengasimilasi fosfat inorganik terlarut dari dalam air.
C. Silika ( Si )
Silikon terlarut di daerah perairan pantai umumnya cukup tinggi karena efek
“run-off” dari daratan. Pada musim semi, ledakan populasi fitoplankton dengan
cepat menyebabkan menurunnya konsentrasi silikon. Regenerasi silikon akan
dimulai kembali pada musim panas saat pertumbuhan fitoplankton menjadi
lambat dan terus berlanjut hingga mencapai puncaknya pada awal musim dingin.
Pada beberapa daerah, ledakan populasi fitoplankton pada musim gugur dapat
menyebabkan terhambatnya regenerasi silikon untuk sementara waktu.
Konsentrasi silikon terlarut di permukaan laut umumnya rendah, kecuali di daerah
yang mengalami up-welling. Pada lapisan yang lebih dalam, ditemukan
peningkatan yang tajam dari konsentrasi silikon. Pola distribusi silikon berbeda
dari satu samudera ke samudera lainnya dan ditentukan oleh pola sirkulasi air dan
oleh suplai silikon terlarut dari Antartik dan dari diatom terlarut yang jatuh dari
permukaan. Proses absorbsi oleh organisme juga berpengaruh terhadap pola
distribusi silikon.
I. Senyawa dan Kandungan Silika di Laut
Menurut Golterman and Clymo (1967), silikat di laut terdapat dalam bentuk :
a. H4SiO4 terlarut atau orto-silikat (20 % dari total silikat
b. Koloid (amorphous) : -SiO2nH2O
c. Kompleks mineral liat (mineral clay) :
d. Montmorillonite : Na Al8Si12O20(OH)6
e. Illite : KAl5Si7O20(OH)4
f. Kaolinit : Al2Si2O5(OH)4
g. Chlorite : Mg5Al2Si3O10(OH)8
h. Sepiolite : Mg2Si3O6(OH)4
i. Sodium Feldspar : NaAlSi3O8
j. Potassium feldspar : KAlSi3O8
II. Distribusi Silika
Silikon dalam air laut bisa terdapat dalam bentuk terlarut atau partikulat. Air
laut mengandung variasi yang besar dari ukuran material silica. Sebagian besar
dari material ini merupakan hasil dari proses pelapukan yang terjadi di daratan
dan ditransportasikan melalui sungai dan oleh angin. Material yang ada
mencakup, kuarsa, feldspar, dan mineral liat. Saat mineral terbenam dari
permukaan melalui kolom air dan mengendap di dasar, mineral ini dapat bereaksi
dengan air laut membentuk mineral sekunder. Hasil penelitian terakhir
menunjukkan bahwa sumber air panas bawah laut (hydrothermal vent) juga
menghasilkan SiO2 yang masuk ke perairan. Di lapisan permukaan, terdapat
kelompok diatom dan radiolaria yang memiliki skeleton dari opal (hidrasi SiO2
yang bersifat non-kristalin). Jika kedua kelompok organisme tersebut mati,
detritusnya akan jatuh dan mengendap di dasar perairan membentuk sedimen yang
disebut diatom oozes.
III. Siklus Silika di Laut
Silikon adalah senyawa yang mudah terlarut dalam air laut. Organisme laut
yang memiliki kerangka dari silica diduga memiliki mekanisme khusus agar
senyawa silica yang ada di dalam tubuhnya tidak larut dalam air laut. Adanya
kulit organism yang tebal diperkirakan dapat melindungi organisme dari
kehilangan silica. Jika organism laut itu mati, maka kulitnya yang tebal akan
mengalami dekomposisi dan silica yang ada dalam tubuhnya akan larut lebih
cepat dalam air laut.
Diatom bersama-sama dengan radiolaria, pteropod dan sponges umumnya
memanfaatkan Silikon sebagai salah satu bahan utama untuk menyusun kerangka
tubuh. Sponges tersusun dari jutaan struktur kecil yang sebagian besar terbuat dari
persenyawaan silika. Struktur ini disebut “spikula” dan digunakan sebagai alat
untuk mengidentifikasi jenis oleh para ahli taksonomi.
Siklus Silikon (Riley dan Chester, 1971)
IV. Peranan Silika di Laut
Sebagian besar tumbuhan dan hewan laut yang memanfaatkan silikon terdiri
dari kelompok diatom, radiolaria, pteropoda dan sponges. Umumnya, kelompok
organisme tersebut memiliki struktur kerangka yang mengandung silika dalam
jumlah tinggi. Sisa-sisa tubuh yang telah mati terutama dari kelompok diatom
akan tenggelam ke dasar perairan membentuk deposit endapan silikat yang
spesifik. Hingga saat ini belum diketahui secara pasti bagaimana silika terlarut
diabsorbsi oleh diatom, kemudian diubah menjadi hidrat silikat dan digunakan
untuk membentuk cangkang dengan pola yang indah. Beberapa alge, terutama
diatom (Bacillariophyta), membutuhkan silica untuk membentuk frustule (dinding
sel). Biota perairan tawar : misalnya sponge, menggunakan silica untuk
membentuk spikul.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Elemen merupakan unsur, materi atau bahan dasar yang tersusun dari
atom-atom yang berasal dari elemen yang sama secara kimiawi dan
memiliki sifat yang identik terbagi atas elemen makro, mikro, dan trace
atau kelumit.
2. Penyebaran elemen laut atau variasi musiman yaitu Silika (14.000
ton/mil³ air laut),Fosfor (330 ton/mil³ air laut), dan Nitrogen (2.400
ton/mil³ air laut).
3. Mikro nutrient terdiri atas :
a. Unsur utama : Nitrogen dan Fosfor
b. Unsur tambahan : silika (untuk membentuk cangkang, siliceous
frustules, mis. Diatom)
c. Unsur lain : Fe, Mn, Cu, Zn, Co dan Mo (penting, tetapi tidak
menghambat atau membatasi pertumbuhan)
a. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Mikronutrien Oseanografi Kimia www.scrib.com/mikronutrien_oseanografikimkia . Di akses pada hari Senin, 11 Maret 2013.
Anonim, 2008. Oseanografi Kimia. www.google.com//mikronutrien. Di akses pada hari Senin, 11 Maret 2013.
Anonim, 2010. Makalah Oseanografi Kimia (Mikronutrien : Nitorgen, Fosfor, dan Silika). id.scrib.com//Kimia_Oceanografi. Di akses pada hari Senin, 11 Maret 2013.
top related