Transcript
1. Embriologi hidung, telinga, dan sinus paranasal
Embriologi Hidung
Hidung dibentuk oleh 5 prominensia fasialis: Prominensia frontalis membentuk
jembatan hidung, prominensia nasalis mediana yang menyatu membentuk lengkung dan ujung
hidung, dan prominensia nasalis lateralis menghasilkan cuping hidung (alae)
Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan
anatomi sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala
berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda ; kedua adalah bagian
dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang dikenal
dengan konka (turbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai sinus. (Walsh
WE, 2002) .
Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu , perkembangan embrional
anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang
terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah
frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung
pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang
hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan
perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris.(Walsh WE, 2002) .
Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai terebentuk,
yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang masih sederhana. Usia
kehamilan tujuh minggu, tiga garis axial berbentuk lekukan bersatu membentuk tiga buah
konka (turbinate). Ketika kehamilan berusia sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus
maksilaris yang diawali oleh invaginasi meatus media. Dan pada saat yang bersamaan
terbentuknya prosesus unsinatus dan bula ethmoidalis yang membentuk suatu daerah yang
lebar disebut hiatus emilunaris. Pada usia kehamilan empat belas minggu ditandai dengan
pembentukan sel etmoidalis anterior yang berasal dari invaginasi bagian atap meatus media
dan sel ethmoidalis posterior yang berasal dari bagian dasar meatus superior. Dan akhirnya
pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu , dinding lateral hidung terbentuk dengan baik
dan sudah tampak jelas proporsi konka. Seluruh daerah sinus paranasal muncul dengan
tingkatan yang berbeda sejak anak baru lahir, perkembangannya melalui tahapan yang spesifik.
Yang pertama berkembang adalah sinus etmoid, diikuti oleh sinus maksilaris, sfenoid , dan sinus
frontal. (Walsh WE, 2002).
Embriologi Sinus Paranasal
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung,
berupa tonjolan atau resesus epitel mukosa hidung setelah janin berusia 2 bulan, resesus inilah
yang nantinya akan berkembang menjadi ostium sinus. Perkembangan sinus paranasal dimulai
pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus
etmoid telah ada saat anak lahir, saat itu sinus maksila sudah terbentuk dengan sangat baik
dengan dasar agak lebih rendah daripada batas atas meatus inferior. Setelah usia 7 tahun
perkembangannya ke bentuk dan ukuran dewasa berlangsung dengan cepat. Sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sphenoidalis dimulai pada usia 8 – 10 tahun dan berasal dari bagian postero-
superior rongga hidung. Sinus-sinus ini pada umumnya mencapai besar maksimal pada usia
antara 15-18 tahun. . (Ballenger JJ,1994 ; Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
A. Sinus maksila
Sinus maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar.
Merupakan sinus pertama yang terbentuk, diperkirakan pembentukan sinus tersebut terjadi
pada hari ke 70 masa kehamilan. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, yang kemudian
berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml pada saat
dewasa. (Lund VJ,1997).
Pada waktu lahir sinus maksila ini mulanya tampak sebagai cekungan ektodermal yang terletak
di bawah penonjolan konka inferior, yang terlihat berupa celah kecil di sebelah medial orbita.
Celah ini kemudian akan berkembang menjadi tempat ostium sinus maksila yaitu di meatus
media. Dalam perkembangannya, celah ini akan lebih kea rah lateral sehingga terbentuk
rongga yang berukuran 7 x 4 x 4 mm, yang merupakan rongga sinus maksila. Perluasan rongga
tersebut akan berlanjut setelah lahir, dan berkembang sebesar 2 mm vertical, dan 3 mm
anteroposterior tiap tahun. Mula-mula dasarnya lebih tinggi dari pada dasar rongga hidung dan
pada usia 12 tahun, lantai sinus maksila ini akan turun, dan akan setinggi dasar hidung dan
kemudian berlanjut meluas ke bawah bersamaan dengan perluasan rongga. Perkembangan
sinus ini akan berhenti saat erupsi gigi permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara
usia 15 dan 18 tahun. (Ballenger JJ,1994; Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
B. Sinus frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 tahun. . (Ballenger JJ,1994 ; Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
C. Sinus etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
(Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
Sel-sel etmoid, mula-mula terbentuk pada janin berusia 4 bulan, berasal dari meatus superior
dan suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid anterior dan posterior. Sinus etmoid
sudah ada pada waktu bayi lahir kemudian berkembang sesuai dengan bertambahnya usia
sampai mencapai masa pubertas. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid
dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4
cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior, volume sinus kira-
kira 14 ml. (Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
D. Sinus sfenoid
Sinus sfenoid terbentuk pada janin berumur 3 bulan sebagai pasangan evaginasi
mukosa di bagian posterior superior kavum nasi. Perkembangannya berjalan lambat, sampai
pada waktu lahir evaginasi mukosa ini belum tampak berhubungan dengan kartilago nasalis
posterior maupun os sfenoid. Sebelum anak berusia 3 tahun sinus sfenoid masih kecil, namun
telah berkembang sempurna pada usia 12 sampai 15 tahun. Letaknya di dalam korpus os
etmoid dan ukuran serta bentuknya bervariasi. Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain
oleh septum tulang yang tipis, yang letakya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu sinus
akan lebih besar daripada sisi lainnya. (Ballenger JJ,1994).
Embriologi Telinga
Embriologi Telinga Dalam
Telinga pada manusia terdiri atas tiga daerah yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar pada dasarnya merupakan corong pengumpul suara yang terdiri atas pinna
dan saluran pendengaran luar. Telinga tengah adalah bagian yang menyalurkan suara dari
telinga luar ke telinga dalam dan telinga dalam yang mengubah suara menjadi rangsangan
saraf. (Drake et all, 2004)
Telinga dalam adalah organ pertama dari tubuh yang dalam perkembangannya telah
terbentuk secara sempurna baik dalam ukuran maupun konfigurasinya yaitu pada kehamilan
trimester kedua. Perkembangan telinga dalam dimulai pada awal minggu ketiga yaitu
perkembangan intrauterin yang ditandai dengan tampaknya plakode ektoderm pada setingkat
miensefalon. Plakode auditori berinvaginasi membentuk lubang (pit) auditori sepanjang minggu
ke-4 yang kemudian menjadi vesikula auditori.
Pada tahap perkembangan selanjutnya vesikula otik (vesikula auditori) bagian ventral
membentuk sakulus dan koklearis sedangkan bagian dorsal membentuk utrikulus, kanalis
semisirkularis dan duktus endolimfatikus. Pembentukan saluran-saluran tersebut disebabkan
adanya bagian-bagian tertentu dari daerah tersebut yang berdegenerasi. Duktus koklearis yang
sedang tumbuh menembus mesenkim di sekitarnya dan berpilin seperti membentuk spiral.
Selanjutnya duktus koklearis tetap berhubungan dengan sakulus melalui duktus reunien.
Duktus semisirkularis, duktus utrikulus, duktus sakulus dan duktus koklearis kemudian diisi
dengan cairan endolimfe sehingga semua struktur membran dari saluran tersebut dinamakan
membran labirin. Dinding sel membran labirin sangat tipis dan terdiri atas sel-sel epitel tunggal
yang ditutupi oleh lapisan serabut jaringan ikat yang dibentuk dari mesenkim di sekitarnya.
Beberapa dari sel epitel tersebut dimodifikasi menjadi sel-sel rambut (sel neuroepitel dan
beberapa sel pendukung). Struktur epitel yang terbentuk dikenal secara keseluruhan sebagai
labirin membranosa, kecuali duktus koklearis yang membentuk organ corti, semua struktur
yang berasal dari labirin membranosa berperan dalam keseimbangan
Dasar dari sel-sel neuroepitel dikelilingi oleh ujung serabut saraf yang datang dari ganglion
spinal dan ganglion vestibular. Ganglion-ganglion tersebut berhubungan dengan otak melalui
serabut saraf yang dibentuk oleh tulang yang disebut tulang labirin. Ruang diantara membran
labirin dan tulang labirin tersebut berisi cairan perilimfe.(Drake et all, 2004)
Embriologi Telinga Tengah
Telinga tengah yang terdiri dari kavitas timpani dan tuba auditiva, dilapisi oleh epitel
yang berasal dari endoderm dan berasal dari kantong faring pertama. Tuba auditiva
membentang antara kavitas timpani dan nasofaring. Tulang-tulang pendengaran yang
menyalurkan suara dari membrane timpanika ke fenestra vestibule, berasal dari arkus faring
pertama (maleus dan inkus ) dan kedua (stapes).
Embriologi Telinga Luar
Meatus Akustikus Eksternus terbentuk dari celah faring pertama dan dipisahkan dari kavitas
timpani oleh membrane timpanika (gendang telinga). Gendang telinga terdiri dari suatu lapisan
epitel ectoderm, lapisanmesenkim, lapisan endoderm dari kantong faring pertama.
Aurikula (daun telinga ) terbentuk dari enam tonjolan mesenkim disepanjang arkus faring
pertama dan kedua yang mengelilingi celah faring pertama.
2. Anatomi Telinga, Hidung, dan Sinus Paranasal
Anatomi Hidung
Anatomi hidung luar
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol pada
garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang
paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago
yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah
digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip),4) ala nasi,5)
kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan
tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung
(os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal ; sedangkan
kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian
bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago
nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior
kartilago septum. (Soetjipto D & Wardani RS,2007)
Anatomi hidung dalam
Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah
anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Kavum
nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka
inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior,
berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas
konka media disebut meatus superior. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007; Hilger PA,1997)
Septum nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh
lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral) ,
premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista
maksila , Krista palatine serta krista sfenoid. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007)
Kavum nasi
Kavum nasi terdiri dari:
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os palatum. .
(Ballenger JJ,1994)
Atap hidung
Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus
frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung
dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari
permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan
permukaan kranial konka superior. . (Ballenger JJ,1994)
Dinding Lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os
lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka
inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial. . (Ballenger
JJ,1994)
Konka
Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara konka inferior
dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media dan inferior disebut
meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior. Kadang-kadang
didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan
konka media berasal dari massa lateralis os etmoid, sedangkan konka inferior merupakan
tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum. (Ballenger JJ,1994)
Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum dan
massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara di
sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas
belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal,
tempat bermuaranya sinus sfenoid. (Ballenger JJ,1994)
Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas dibandingkan
dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bahagian
anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada
dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum.
Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus medius
dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial
infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus
unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh
salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior
biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya
bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal.
Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri
di depan infundibulum. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007)
Meatus Inferior
Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus
nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior
nostril. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007)
Nares
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring, berbentuk
oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian bawahnya
dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh
prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus. (Ballenger JJ,1994)
Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di
antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa
nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla. (Ballenger
JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007 ; Hilger PA,1997)
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara yang
berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya
berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus
tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang berhubungan melalui
ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang
menghasilkan sel-sel goblet (Sobol SE, 2007).
Kompleks ostiomeatal (KOM)
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa
celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal gambaran KOM
terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi
penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus
semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal. (Nizar NW, 2000 ; Soetjipto D &
Wardani RS,2007).
Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret yang keluar dari
ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit infundibulum sebelum masuk ke
rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah sempit resesus
frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret
dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus
unsinatus dan konka media (Nizar NW, 2000).
Anatomi sinus Paranasal
Anatomi Sinus Paranasal
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan
sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang
kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga
hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang
dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung.
Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun.
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah
dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infindibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar
M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi
mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang baik,
lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian
dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitus.
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 thn dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 thn.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya
dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm.
Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya gambaran
septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya
infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri
anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdraenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus
frontal adalah bagian dari sinus etmoid anteroir.
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada
orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian
anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang
terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan
dindingmedial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel).
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di
meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media,
sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan
terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.
Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid.
Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat
bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat
menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan
sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan dengan sinus sfenoid.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn tingginya,
dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus etmoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya
berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.
Kompleks Ostio-Meatal
Di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus
etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM),
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus
frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
Anatomi Telinga
I. Telinga Luar => merupakan bagian paling luar dari telinga.
Terdiri dari :
1. Daun telinga / Pinna/ Aurikula
=> merupakan daun kartilago
=> fungsinya : menangkap gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal auditori
eksternal (lintasan sempit yang panjangnya sekitar 2,5 cm yang merentang dari aurikula
sampai membran timpani).
Klik untuk perbesar
2. Membran timpani (gendang telinga)
=> merupakan perbatasan telinga bagian luar dengan tengah. Berbentuk kerucut, dilapisi
kulit pada permukaan eksternal, dilapisi mukosa pada permukaan internal.
=>memiliki ketegangan, ukuran, dan ketebalan yang sesuai untuk menghantarkan
gelombang bunyi secara mekanis.
Bagian-bagiannya :
o Bagian atas atau Pars Flaksid (membran shrapnell), terdiri dari 2 lapisan :
o luar : lanjutan epitel telinga
o dalam : epitel kubus bersilia
Terdapat bagian yang diseut dengan atik. Ditempat ini terdapat auditus ad antrum
berupa lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
o Bagian bawah atau Pars tensa(membran propria), terdiri dari 3 lapisan :
o tengah : terdiri dari serat kolangen dan sedikit serat elastin
Bayangan penonjolan bagian bawah malleus pada membran timpani disebut dengan
umbo. Dari umbo, bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu pukul
7 pada membran timpani kiri dan pukul 5 pada membran timpani kanan. Pada membran
timpani terdapat 2 serat, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang mengakibatkan adanya
refleks cahaya kerucut. Bila refleks cahaya datar, maka dicurigai ada kelainan pada tuba
eustachius.
Membran timpani dibagi atas 4 kuadran untuk menentukan tempat adanya perforasi :
o atas depan
o atas belakang
o bawah depan
o bawah belakang => tempat dilakukannya miringotomi
II. Telinga Tengah => terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus (canalis facialis)
tulang temporal
Terdiri dari :
1. Tuba Eustachius
=> menghubungkan telinga tengah dengan faring
=> normalnya tuba ini menutup dan akan terbuka saat menelan, mengunyah, dan
menguap.
=> berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.
Bila tuba membuka => suara akan teredam.
2. Osikel auditori (tulang pendengaran)
=> terdiri dari 3 tulang, yaitu : Maleus (martil) , Inkus (anvill), Stapes (sanggurdi) => MIS.
=> berfungsi sebagai penghantar getaran dari membran timpani ke fenesta vestibuli
3. Otot
=> bantu mekanisme kompensasi tubuh untuk melawan suara dengan nada tinggi
(peredam bunyi).
o m. stapedius => berkontraksi => stapes jadi kaku => suara dipantulkan
o m. tensor timpani => menegangkan gendang telinga => suara teredam
III. Telinga dalam => berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal
Terdiri dari
1. Labirin
Terdiri dari:
o Labirin tulang => ruang berliku berisi perilimfe (cairan yang serupa dengan cairan
serebrospinal).
Terdiri dari 3 bagian:
o Vestibular => bagian sentral labirin tulang yang menghubungkan koklea dengan
saluran semisirkular.
o Saluran semisirkularis
o S. semisirkular anterior(superior) dan posterior mengarah pada bidang vertikal
di setiap sudut kanannya.
o S. semisirkular lateral => terletak horizontal
o Koklea => membentuk 2,5 putaran di sekitar inti tulang, mengandung reseptor
pendengaran (cabang N VIII = vestibulokoklear, pemb. darah. Frekuensi tertinggi
berada di bagian depan. Sekat membagi koklea menjadi 3 bagian :
o duktus koklear (skala medial) => bagian labirin membranosa yang terhubung ke
sakulus, berisi cairan endolimfe
o dua bagian labirin tulang yang terletak di atas dan di bawah skala media =>
skala vestibuli dan skala timpani => mengandung cairan perilimfe dan terus
memanjang melalui lubang pada apeks koklea yang disebut helikotrema.
o membran reissner (membran vestibuler) => pisahkan skala media dari skala
vestibuli yang berhubungan dengan fenestra vestibuli
o membran basilar => pisahkan skala media dengan skala timpani,
berhubungan dengan fenestra koklear
o skala organ korti=> terletak pada membran basilar, terdiri dari reseptor yang
disebut sel rambut dan sel penunjang. Sel rambut tidak memiliki akson dan
langsung bersinaps dengan ujung saraf koklear
o Labirin membranosa => serangkaian tuba berongga dan kantong yang terletak di
dalam labirin tulang berisi cairan endolimfe (cairan yang serupa dengan cairan
intraseluler). Merupakan awal 2 kantong (utrikulus dan sakulus) yang dihubungkan
dengan duktus endolimfe. Setiap duktus mengandung reseptor untuk ekuilibrium statis
( bagaimana kepala berorientasi terhadap ruang bergantung gaya grafitasi) dan
ekuilibrium dinamis (apakah kepala bergerak atau diam, berapa kecepatan serta arah
gerakan).
Utrikulus terhubung dengan duktus semilunaris
Sakulus terhubung dengan duktus koklear di dalam koklea.
2. Nervus
o Nervus vestibular
o Nervus koklear
Ekuilibrium dan aparatus vestibular
Aparatus vestibular merupakan istilah yang digunakan untuk utrikulus, sakulus, dan duktus
semisirkularis yang mengandung reseptor untuk ekuilibrium dan keseimbangan.
1. Ekuilibrium Statis
=> kesadaran akan posisi kepala terhadap gaya gravitasi jika tubuh tidak bergerak. Ini juga
merupakan kesadaran untuk merespon perubahan dalam percepatan linear seperti
kecepatan dan arah pergerakan kepala dan garis tubuh dalam suatu garis lurus.
o Makula adalah reseptor ekuilibrium statis. Satu makula terletak di dinding utrikulus dan
satu lagi terletak pada sakulus
o Setiap makula terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut
otolit (otokonia, statokonia).
o Aktivitas reseptor ditransmisikan ke ujunga saraf vestibular (CN VIII) yang melilit di
sekeliling dasar sel rambut.
2. Ekuilibrium Dinamis => kesadaran akan posisi kepala saat respon gerakan angular atau
rotasi
o Ampula merupakan reseptor untuk ekuilibrium dinamis. Setiap saluran semisirkularis
mengandung suatu bidang pembesaran, ampula, yang berisi krista (teridiri dari sel
penunjang dan sel rambut menonjol yang membentuk lapisan gelatin = disebut
kupula)
3. Histologi Hidung, Telinga, dan Sinus Paranasal
Histologi Hidung
Stuktur histologi hidung, terdiri atas :
Jika dilihat pada mikroskop rongga hidung terdiri dari :
Tulang
Tulang rawan hialin
Otot bercorak
Jaringan ikat
Kulit luar Hidung, secara mikroskopis nampak:
Mempunyai lapisan sel yaitu Epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk
Terdiri atas Rambut -rambut halus
Mengandung Kelenjar sebasea dan kelenjar keringat
Vestibulum nasi
Secara anatomi Vestibulum nasi merupakan bagian dari cavum nasi yang terletak tepat di
belakang nares anterior.
Secara histologi, vestibulum nasi terdiri atas :
Epitel berlapis gepeng
Terdapat vibrissae yaitu rambut-rambut kasar yang berfungsi menyaring udara pernafasan
Terdapat kelenjar sebasea dan kelenjar keringat
Konka nasalis
Secara anatomi Pada dinding lateral cavum nasi terdapat tiga tonjolan tulang disebut konka,
dimana ada empat buah konka yaitu Konka nasalis superior yang tersusun atas epitel khusus,
Konka nasalis media, Konka nasalis inferior dan konka nasalis suprema yang kemudian akan
rudimenter.
Konka nasalis superior tersusun atas epitel khusus yaitu epitel olfaktorius untuk penciuman
Konka nasalis media dan Konka nasalis inferior dilapisi epitel bertingkat torak bersilia bersel
goblet.
Epitel yang melapisi konka nasalis inferior banyak terdapat plexus venosus yang disebut swell
bodies yang berperan untuk menghangatkan udara yang melalui hidung. Bila alergi akan terjadi
pembengkakan swell bodies yang abnormal pada kedua konka nasalis ,sehingga aliran udara
yang masuk sangat terganggu.
Dibawah konka inferior terdapat Plexus venosus berdinding tipis ,sehingga mudah perdarahan
Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologis dan fungsional dibagi atas mukosa
pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).
Regio Respiratorius
Tersusun atas Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet
Silia berperan mendorong lendir kearah belakang yaitu nasofaring sehingga kemudian lendir
tertelan atau dibatukkan
Pada lamina propria
Terdapat glandula nasalis yang merupakan kelenjar campur dimana Sekret kelenjar disini
menjaga kelembaban kavum nasi dan menangkap partikel partikel debu yang halus dalam
udara inspirasi
Terdapat noduli limfatisi
Lamina propria ini menjadi satu dengan periosteum / perikondrium (dinding konka nasalis) oleh
karena itu membran mukosa di hidung sering disebut mukoperiosteum / mukoperikondrium /
membrana Schneider
Terdapat serat kolagen, serat elastin, limfosit, sel plasma , sel makrofag
Jadi Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya
dilapisi oleh Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Dalam keadaan normal mukosa
berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir pada permukaannya.
Regio Olfaktorius
Bagian dinding lateral atas dan atap posterior kavum nasi mengandung organ olfaktorius
Pada konka nasalis superior terdapat epitel khusus / epitel olfaktorius yang terdapat pada
pertengahan kavum nasi
Daerah epitel olfaktorius ini mencakup 8 – 10 mm ke bawah pada tiap sisi septum nasi dan
pada permukaan konka nasalis superior, dengan batas tidak teratur dan luas 500 mm2 dengan
mukosa warna coklat kekuningan
Tunika mukosa terdapat epitel olfaktorius yang tersusun atas empat macam sel, yaitu
Sel olfaktorius
Terletak diantara sel basal dan sel penyokong
Merupakan neuron bipolar dengan dendrit kepermukaan dan akson ke lamina propria
Ujung dendrit menggelembung disebut vesikula olfaktorius
Dari permukaan keluar 6 – 8 silia olfaktorius
Akson tak bermyelin dan bergabung dengan akson reseptor lain di lamina propia membentuk
Nervus Olfaktorius / N. II
Sel sustentakuler / sel penyokong
Bentuk sel silindris tinggi dengan bagian apex lebar dan bagian basal menyempit
Inti lonjong
Pada permukaan terdapat mikrovili
Sitoplasma mempunyai granula kuning kecoklatan
Sel basal
Bentuk segitiga
Inti lonjong
Merupakan reserve cell / sel cadangan yang akan membentuk sel penyokong dan mungkin
menjadi sel olfaktorius
Sel sikat
Sel yang mempunyai mikrovili di bagian apikal
Lamina propria:
Mempunyai banyak vena
Mengandung kelenjar terutama jenis serosa / kelenjar Bowman,berperan untuk membasahi
epitel dan silia, dan juga sebagai pelarut zat – zat kimia yang dalam bentuk bau / dapat
melarutkan bau-bauan
Histologi Sinus Paranasal
Epitel sinus paranasalis merupakan kelanjutan epitel hidung dan epitel
bertingkat silindris bersilia
Lamina propria lebih tipis dan mengandung sedikit kelenjar dan tidak
mengandung jaringan erektil
Lapisan terdalam bersatu dengan periosteum
Histologi Telinga
Histologi Telinga
Telinga luar, aurikula (pinna) terdiri atas tulang rawan elastin, yang ditutupi
kulit disemua sisinya. Meatus auditorius eksterna terdiri atas epitel berlapis skuamosa, terdapat
folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar seruminosa. Satu pertiga dinding luarnya terdiri
atas tulang rawan elastin dan dua pertiga dinding dalam terdiri atas tulang temporal. Membran
timpani terdiri atas dua bagian yaitu pars flaksida dan pars tensa. Pars flaksida merupakan
lapisan epidermis dan terdiri dari epitel selapis kuboid. Pars tensa adalah lapisan epidermis dan
terdiri dari epitel selapis kuboid.
Telinga tengah, dilapisi oleh selapis epitel gepeng. Di dekat tuba eustachius berangsur berubah
menjadi epitel bertingkat silindris bersilia. Tulang – tulang pendengaran ( maleus, incus, dan
stapes) memiliki sendi synovial dan dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Telinga dalam, sakulus
dan utrikulus terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi gepeng. Makula, daerah kecil pada dinding
sakulus dan utrikulus dengan sel – sel neuroepitel.Makula terdiri atas 2 jenis reseptor dan sel
penyokong. Sel reseptor ( sel rambut) terdiri atas satu kinosilium dan streosilia. Sel penyokong
berada di antara sel – sel rambut berbentuk silindris. Otolit, endapan kristal di permukaan dan
terdiri atas kalsium karbonat. Duktus semisirkularis, daerah reseptor di dalam ampula
berbentuk tabung panjang dan disebut sebagai krista ampularis.Kupula berbentuk kerucut dan
tidak ditutupi otolit. Duktus koklearis terbagi menjadi tiga ruangan yaitu skala vestibularis,
media, dan timpani. Sria vaskularis adalah epitel vascular yang terletak pada dinding lateral
duktus koklearis dan bertanggungjawab atas komposisi ion di endolimfe. Organ korti
mengandung sel rambut sel rambut yang berespons terhadap berbagai frekuensi suara. Sel
rambut terdapat pada membrane basiliaris. Barisan streosilia berbentuk w pada bagian luar dan
berbentuk v atau linier pada bagian dalam.Tidak terdapat kinosilium. Ujung streosilia terbenam
dalam membrane tektorial.
4. Fisiologi Telinga Hidung dan sinus paranasal
1.Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna, aurikula), saluran telinga luar (meatus akustikus
eksternus) dan selaput gendang (membrane tympani), bagian telinga ini berfungsi untuk
menerima dan menyalurkan getaran suara atau gelombang bunyi sehingga menyebabkan
bergetarnya membran tympani. Meatus akustikus eksternus terbentang dari telinga luar sampai
membrane tympani. Meatus akustikus eksternus tampak sebagai saluran yang sedikit sempit
dengan dinding yang kaku. Satu per tiga luas meatus disokong oleh tulang rawan elastis dan
sisanya dibentuk oleh tulang rawan temporal. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah
rambut, kelenjar Sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi
menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang
mennnghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan
serumen ( minyak telinga ). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.
Pada ujung dalam meatus akustikus eksternus terbentang membrane tympani. Dia diliputi oleh
lapisan luar epidermis yang tipis dan pada permukaan dalamnya diliputi oleh epitel selapis
kubus. Antara dua epitel yang melapisi terdapat jaringan ikat kuat yang terdiri atas serabut-
serabut kolagen dan elastin serta fibroblast. Pada kuadran depan atas membran atas tympani
tidak mengandung serabut dan lemas, membentuk membran shrapnell.
2.Telinga Tengah (kavum tympanikus)
Telinga tengah merupakan suatu rongga kecil dalam tulang pelipis (tulang temporalis) yang
berisi tiga tulang pendengaran (osikula), yaitu maleus (tulang martil), inkus (tulang landasan),
dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiganya saling berhubungan melalui persendian . Tangkai
maleus melekat pada permukaan dalam membran tympani, sedangkan bagian kepalanya
berhubungan dengan inkus. Selanjutnya, inkus bersendian dengan stapes. Stapes berhubungan
dengan membran pemisah antara telinga tengah dan telinga dalam, yang disebut fenestra
ovalis (tingkap jorong/ fenestra vestibule). Di bawah fenesta ovalis terdapat tingkap bundar
atau fenesta kokhlea, yang tertutup oleh membran yang disebut membran tympani sekunder.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis
yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot
kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara . maleus,
inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng.
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba auditiva),
yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane tympani.
Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika
terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah
pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara
akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama
antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.
3.Telinga Dalam (labirin)
Telinga dalam merupakan struktur yang kompleks, terdiri dari serangkaian rongga-rongga
tulang dan saluran membranosa yang berisi cairan. Saluran-saluran membranosa membentuk
labirin membranosa dan berisi cairan endolimfe, sedangkan rongga-rongga tulang yang di
dalamnya berada labirin membranosa disebut labirin tulang (labirin osseosa). Labirin tulang
berisi cairan perilimfe. Rongga yang terisi perilimfe ini merupakan terusan dari rongga
subarachnoid selaput otak, sehingga susunanz peri limfe mirip dengan cairan serebrospinal.
Labirin membranosa dilekatkan pada periosteum oleh lembaran-lembaran jaringan ikat tipis
yang mengandung pembuluh darah. Labirin membranosa sendiri tersusun terutama oleh
selapis epitel gepeng dikelilingi oleh jaringan-jaringan ikat.
Labirin terdiri atas tiga saluran yang kompleks, yaitu vestibula, kokhlea (rumah siput) dan 3
buah kanalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran).
Vestibula merupakan rongga di tengah labirin, terletak di belakang kokhlea dan di depan kanalis
semisirkularis. Vestibula berhubungan dengan telinga tengah melalui fenesta ovalis (fenestra
vestibule). Vestibule bagian membran terdiri dari dua kantung kecil, yaitu sakulus dan utikulus.
Pada sakulus dan utikulus terdapat dua struktur khusus yang disebut makula akustika, sebagai
indra keseimbangan statis (orientasi tubuh terhadap tarikan gravitasi). Sel-sel reseptor dalam
organ tersebut berupa sel-sel rambut, yang didampingi oleh sel-sel penunjang. Bagian atas sel
tersebut tertutup oleh membran yang mengandung butir-butiran kecil kalsium karbonat
(CaCO3) yang disebut otolit. Perubahan posisi kepala yang menimbulkan tarikan gravitasi,
menyebabkan akan menyampaikan impuls saraf ke cabang vestibular dari saraf
vestibulokokhlear yang terdapat pada bagian dasar sel-sel tersebut, yang akan meneruskan
impuls saraf tersebut ke pusat keseimbangan di otak.
Kanalis semisiskularis merupakan 3 saluran bertulang yang terletak di atas belakang vestibula.
Salah satu ujung dari masing-masing saluran tersebut menggembung, disebut ampula. Masing-
masing ampula berhubungan dengan utrikulus. Pada ampula terdapat Krista akustika, sehingga
organ indra keseimbangan dinamis (untuk mempertahankan posisi tubuh dalam melakukan
respon terhadap gerakan). Seperti pada vestibula sel-sel reseptor dalam krista akustika juga
berupa sel-sel rambut yang didampingi oleh sel-sel penunjang, tetapi di sini tidak terdapat
otolit. Sel-sel reseptor disini distimulasi oleh gerakan endolimfe. Ketika kepala bergerak akibat
terjadinya perputaran tubuh, endolimfe akan mengalir di atas sel-sel rambut. Sel-sel rambut
menerima ransangan tersebut dan mengubahnya menjadi impuls saraf. Sebagai responnya,
otot-otot berkonsraksi untuk mempertahankan keseimbangan tubuh pada posisi yang baru.
Kokhlea membentuk bagian anterior labirin, terletak di depan vestibula. Berbentuk seperti
rumah siput, berupa saluran berbentuk spiral yang terdiri dari 2 ¾ lilitan, mengelilingi bentukan
kerucut yang disebut mediolus. Penampang melintang kokhlea menunjukkan bahwa kokhlea
terdiri dari tiga saluran yang berisi cairan. Tiga saluran tersebut adalah:
Saluran vestibular (skala vestibular): di sebelah atas mengandung perilimfe, berakhir pada
tingkap jorong.
Saluran tympani (skala tympani): di sebelah bawah mengandung perilimfe berakhir pada
tingkap bulat.
Saluran kokhlear (skala media): terletak di antara skala vestibular dan skala tympani,
mengandung endolimfe.
Skala media dipisahkan dengan skala vestibular oleh membran vestibularis (membran reissner),
dan dipisahkan dangan skala tympani oleh membran basilaris.
Pada membran basilaris inilah terdapat indra pendengar, yaitu organ corti. Sel reseptor bunyi
pada organ ini berupa sel rambut yang didimpingi oleh sel penunjang. Akson-akson dari sel-sel
rambut menyusun diri membentuk cabang kokhlear dari saraf vestibulokokhlear (saraf kranial
ke VIII) yang menghantarkan impuls saraf ke pusat pendengaran/ keseimbangan di otak.
Getaran suara dapat sampai pada organ corti melalui lintasan sebagai berikut: Getaran suara
memasuki liang telinga Menekan membran tympani melintas melalui tulang-tulang
pendengaran Menekan tingkap jorong Menimbulkan gelombang pada jaringan perilimfe
Menekan membran vestibularis dan skala basilaris merangsang sel-sel rambut pada organ corti.
Di sinilah mulai terjadi pembentukan impuls saraf.
Fisiologi hidung dan sinus paranasal
. Fisiologi Hidung
· Jalan napas
Udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun
ke bawah ke arah nasofaring, dan seterusnya. Pada ekspirasi terjadi hal sebaliknya.
· Alat pengatur kondisi udara (air condition-ing)
Mukus pada hidung berfungsi untuk mengatur kondisi udara
· Penyaring udara
Mukus pada hidung berfungsi sebagai penyaring dan pelindung udara inspirasi dari debu dan
bakteri bersama rambut hidung, dan silia.
· Sebagai indra penghidu
Fungsi utama hidung adalah sebagai organ penghidu, dilakukan oleh saraf olfaktorius.
· Untuk resonansi udara
Fungsi sinus paranasal antara lain sebagai pengatur kondisi udara, sebgai penahan suhu,
membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, sebagai peredam perubahan
tekanan udara, membantu produksi mukus dan sebagainya.
· Turut membantu proses berbicara
· Refleksi nasal.
top related