Laporan Praktikum IV - Induktansi Dan Kapasitansi Pada Rangkaian AC

Post on 14-Aug-2015

1227 Views

Category:

Documents

19 Downloads

Preview:

Click to see full reader

Transcript

LAPORAN PRAKTIKUMRANGKAIAN LISTRIK

INDUKTANSI DAN KAPASITANSIPADA RANGKAIAN AC

Nama : Angga Reza FardanaN I M : 03061004056Group : IAnggota : 1. Desi Puspika [03061004119]

2. Eko Muharto [03061004007]3. Nurdonas [03061004031]4. Reza Rhendika [03061004073]5. Walas Marari [03061004074]

Nama Asisten : WiranataTanggal Praktikum : Senin, 10 Desember 2007

LABORATORIUM DASAR ELEKTRONIKA

DAN RANGKAIAN LISTRIK

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2007/2008

PERCOBAAN IV

1. Judul Percobaan: Induktansi dan Kapasitansi pada Rangkaian AC

2. Tujuan

Untuk mengenal sifat impedansi pada jaringan kerja AC.

Untuk mempelajari reaktansi dan induktansi.

3. Daftar Alat

Modul BEE 421C

Function Generator

Power Supply

Kabel penghubung (jumper)

Oscilloscope

4. Pendahuluan

Impedansi

Impedansi adalah hasil gabungan dari nilai resistor dan reaktansi

(hambatan dan Y) dalam rangkaian AC (alternating current). Nilai reaktansi

berasal dari nilai hambatan yang ada pada kapasitor dan induktor. Beban kapasitif

menyatakan impedansi yang kapasitansinya lebih besar dari induktansinya.

Demikian sebaliknya, beban induktif menyatakan bahwa induktansi pada

rangkaian itu lebih besar dibandingkan dengan kapasitansinya. Berikut ini

dijelaskan jenis-jenis rangkaian yang biasa dijumpai dalam rangkaian elektronik,

yaitu R, L, C, RLC seri dan RLC paralel.

Rangkaian R

Perhatikan rangkaian AC dengan sebuah hambatan (R), rangkaian ini

dinamakan rangkaian resistif.

Misalkan:

Artinya:

Dengan menggunakan aturan Kirchhoff, arus pada rangkaian adalah:

atau:

dengan arus dan tegangan sefasa satu sama lain.

Grafik dan

Rangkaian L

Perhatikan rangkaian AC dengan komponen induktor (L), rangkaian ini

dinamakan rangkaian induktif.

Misalkan:

Artinya:

Dengan menggunakan aturan Kirchhoff, didapat perubahan arus terhadap

waktu sebagai berikut.

Bila diintegralkan akan diperoleh:

Besaran ωL dinamakan reaktansi induktif (XL) yang menyatakan

resistansi efektif pada rangkaian induktif:

Grafik dan

Rangkaian C

Perhatikan rangkaian AC dengan komponen kapasitor (C), rangkaian ini

dinamakan rangkaian kapasitif.

Misalkan:

Artinya:

Dengan menggunakan aturan Kirchhoff, didapat perubahan arus terhadap

waktu sebagai berikut.

Besaran dinamakan reaktansi kapasitif (XC) yang menyatakan

resistansi efektif pada rangkaian kapasitif:

Grafik dan

Rangkaian RLC seri

Perhatikan rangkaian AC yang terdiri dari hambatan (R), induktor (L) dan

kapasitor (C) yang tersusun seri.

Impedansi pada rangkaian RLC seri dilambangkan Z, dengan rumus umum:

Misalkan tegangan sumber adalah:

sedangkan arus pada rangkaian adalah :

Simbol φ menyatakan beda fasa antara arus dan tegangan. Karena

rangkaian seri, maka arus pada setiap komponen sama dengan arus total, yaitu:

Tegangan pada masing-masing komponen diberikan dalam tabel berikut.

Komponen

R

L

C

Dengan:

Sehingga:

Rangkaian RLC paralel

Perhatikan rangkaian AC yang terdiri dari hambatan (R), induktor (L) dan

kapasitor (C) yang tersusun paralel.

Impedansi pada rangkaian RLC paralel juga dilambangkan Z, dengan rumus

umum:

Misalkan tegangan sumber adalah :

sedangkan arus pada rangkaian adalah :

Karena rangkaian paralel, maka tegangan pada setiap komponen sama

dengan tegangan sumber, yaitu

Arus pada masing-masing komponen akan menjadi:

Komponen

R

L

C

Dengan :

Induktansi

Sebelum kita membahas tentang induktansi, ada baiknya kita mempelajari

tentang konsep fluks. Sebuah toroida dengan N lilitan dialiri arus I sehingga

menimbulkan fluks total ϕ. Fluks total linkage didefinisikan sebagai jumlah

perkalian dari lilitan dan fluks ϕ yang bertautan dengan masing-masing lilitan.

Sekarang kita definisikan induktansi atau induktansi diri sebagai hasil

bagi fluks total dengan arus I. Arus total I yang mengalir dalam kumparan N

menimbulkan ϕ dan pertautan fluks Nϕ, disini kita anggap fluks bertautan dengan

masing-masing lilitan. Induktansi dilambangkan dengan L dengan satuan Henry.

Dimana:

= Jumlah fluks yang menembus setiap permukaan yang kelilingnya ialah

setiap lintasan yang berimpit dengan salah satu lintasan N.

Persamaan (1) dapat dipakai untuk menghitung induktansi parameter

sebuah kabel sesumbu y yang berjari-jari dalam a dan jejari luar b. Sehingga akan

kita dapatkan persamaan sebagai berikut:

Dan kita peroleh induktansi untuk panjang d:

H/m

(Modul Praktikum Rangkaian Listrik, hal 23)

1. Induktansi Diri

Merupakan induktansi dimana GGL induksi diri yang terjadi di dalam

suatu penghantar bila kuat arusnya berubah-ubah dengan satuan kuat arus tiap

detik.

Arus induktansi diri yang timbul pada sebuah trafo atau kumparan yang

dapat menimbulkan GGL induksi yang besarnya berbanding lurus dengan cepat

perubahan kuat arusnya.

Hubungan dengan GGL induksi diri dengan laju perubahan kuat arus

dirumuskan Joseph Henry sebagai berikut:

dimana:

ε = GGL induktansi diri (volt)

ΔI/Δt = Perubahan kuat arus (ampere/detik)

Gaya Gerak Listrik ialah energi per muatan yang dibutuhkan untuk

mengalirkan arus dalam loop kawat. Dari rumus diatas dapat didefinisikan

sebagai berikut: suatu kumparan mempunyai induktansi diri sebesar 1 H bila

perubahan arus listrik sebesar 1 A dalam 1 detik pada kumparan tersebut

menimbulkan GGL induksi sendiri sebesar 1 volt. (Buku Fisika SMU kelas 2, hal

90)

2. Induksi Diri Sebuah Kumparan

Perubahan arus dalam kumparan ditentukan oleh perubahan fluks

magnetik 0 dalam kumparan. Besarnya induksi diri dari suatu kumparan ialah:

dimana:

L = Induksi diri kumparan (H)

I = Arus (A)

N = Jumlah lilitan

= Fluks magnetik kumparan

3. Induktansi diri Solenoida dan Toroida

Besarnya induktansi solenoida dan toroida dapat kita ketahui dengan

menggunakan persamaan berikut:

dimana:

L = Induktansi diri (H)

μ0 = Permeabilitas Vakum (Wb/Am)

A = Luas penampang (m2)

L = Panjang solenoida (m)

N = Jumlah lilitan

4. Induktansi Bersama

Satuan SI dari induktansi bersama dapat dinamakan henry (H), untuk

menghormati fisikawan Amerika Joseph Henry (1797-1878), salah seorang dari

penemu induksi elektromagnetik. Satu henry (1 H) sama dengan satu weber per

ampere (1 Wb/A).

Induktansi bersama dapat merupakan sebuah gangguan dalam rangkaian

listrik karena perubahan arus dalam satu rangkaian dapat menginduksi tge yang

tidak diingikan oleh rangkaian lainnya yang berada didekatnya. Untuk

meminimalkan efek ini, maka sistem rangkaian ganda harus dirancang dengan M

adalah sekecil-kecilnya; misalnya, dua koil akan ditempatkan jauh terpisah

terhadap satu sama lain atau dengan menempatkan bidang-bidang kedua koil itu

tegak lurus satu sama lain. Induktansi bersama juga mempunyai banyak

pemakaian, contohnya transformator, yang dapat digunakan dalam rangkaian arus

bolak-balik untuk menaikan atau menurunkan tegangan. Sebuah arus bolak-balik

yang berubah terhadap waktu dalam satu koil pada transformator itu

menghasilkan arus bolak-balik dalam koil lainnya; nilai M, yang tergantung pada

geometri koil-koil, menentukan amplitudo dari tge induksi dalam koil kedua dan

karena itu maka akan menginduksi amplitudo tegangan keluaran tersebut.

Definisi induktansi bersama dapat dilihat dari persamaan berikut:

dimana:

M = induktansi silang

1 = kumparan primer

2 = kumparan sekunder

N2ϕ2 ialah banyaknya tautan fluksi dengan kumparan 2. Jika bahan

feromagnetik tidak ada, maka fluks ϕ2 berbanding langsung dengan arus I dan

induktansi mutualnya konstan, tak bergantung pada I1. (Buku Rangkaian Listrik,

hal 178)

Jika arus tersebut berubah terhadap waktu, maka:

Ruas kiri persamaan ini adalah harga negatif GGL induksi ε2 dalam

kumparan 2, sehingga:

Berdasarkan sudut pandang ini, induktansi mutual dapat dianggap ggl

induksi dalam kumparan 2.

5. Prosedur Percobaan

Gunakan modul BEE 421C untuk menghubungkan rangkaian seperti pada

gambar 4.1

Atur function generator pada gelombang sinus pada output frekuensi 400 Hz

dengan tegangan 5 Vp-p.

Sekarang pindahkan channel 2 (Y2) oscilloscope ke titik 1 pada gambar dan

ukur amplitude dari bentuk gelombang Vz.

Dari besar arus hasil pengukuran Saudara, gunakan Hukum Ohm untuk

menghitung tegangan pada resistor 1000 ohm.

6. Data Hasil Percobaan

a. Untuk rangkaian RC

R C Im φ Vm

1 kΩ 100 nF 0,8 mA -86,4° 2,9 V

1 kΩ 220 nF 1,3 mA -72° 2,6 V

10 kΩ 100 nF 0,4 mA -36° 2,9 V

10 kΩ 220 nF 0,4 mA -28,8° 2,9 V

b. Untuk rangkaian RL

R L Im φ Vm

1 kΩ 700 mH 1,3 mA 57,6° 2,6 V

1 kΩ 1 H 1,0 mA 57,6° 2,8 V

10 kΩ 700 mH 0,4 mA 9,6° 2,9 V

10 kΩ 1 H 0,4 mA 13,6° 2,9 V

7. Pengolahan Data

a. Untuk rangkaian RC

R = 1 kΩ, C = 100 nF

R = 1 kΩ, C = 220 nF

R = 10 kΩ, C = 100 nF

R = 10 kΩ, C = 220 nF

b. Untuk rangkaian RL

R = 1 kΩ, L = 700 mH

R = 1 kΩ, L = 1 H

R = 10 kΩ, L = 700 mH

R = 10 kΩ, L = 1 H

8. Analisa Hasil Percobaan

Pada percobaan 4 ini, praktikan, menghitung beda fasa menurut

percobaan dan membandingkannya dengan nilai yang didapat melalui teori.

Praktikan juga menguji bentuk-bentuk gelombang sesuai sifat rangkaian, yaitu

ketika rangkaian bersifat induktif (resistor & induktor) maupun ketika bersifat

kapasitif (resistor & kapasitor).

Setelah melakukan percobaan, ternyata hasil yang didapat bersesuaian

dengan teori yang menyatakan bahwa di rangkaian arus bolak-balik:

a. Pada rangkaian R saja, arus akan sefasa dengan tegangan (resistif murni).

b. Pada rangkaian R & C, arus akan mendahului (lead) tegangan dengan beda

fasa negatif. Pada percobaan, terlihat di osiloskop bahwa sudut fasa antara arus

dan tegangan bernilai negatif.

c. Pada rangkaian R & L, arus akan tertinggal (lag) dari tegangan dengan beda

fasa positif. Pada percobaan, terlihat di osiloskop bahwa sudut fasa antara arus

dan tegangan bernilai positif.

Juga ditemukan melalui percobaan bahwa ketika melakukan percobaan

dengan elemen resistor dan kapasitor (percobaan a), kesalahan relatifnya lebih

besar dibandingkan dengan percobaan menggunakan elemen resistor dan induktor

(percobaan b). Menurut praktikan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan praktikan

dalam membaca (mengukur) jarak pada osiloskop yang kemudian mengakibatkan

penyimpangan dari nilai yang semestinya. Selain itu, faktor lainnya seperti

resistansi dan induktansi parasit yang dimiliki semua kapasitor juga memiliki

andil yang besar pada penyimpangan data pada hasil percobaan.

Penyimpangan nilai seperti yang telah disebutkan di atas tidak ditemui

ketika praktikan menggunakan elemen resistor dan induktor yang dirangkai seri.

Hal ini adalah karena pada induktor tidak terdapat kapasitansi parasit, hanya

resistansi parasit saja. Dengan demikian ketiga postulat di atas terbukti pada

percobaan ini, meskipun terdapat sedikit penyimpangan hasil percobaan dengan

elemen resistor dan kapasitor.

9. Kesimpulan

1. Parameter yang mempengaruhi beda fasa antara arus dan

tegangan pada rangkaian AC ialah impedansi yang terdiri atas induktansi dan

kapasitansi.

2. Pada rangkaian yang bersifat induktif, sudut fasa antara arus

dan tegangan bernilai positif sehingga arus tertinggal dari tegangan.

3. Pada rangkaian yang bersifat kapasitif, sudut fasa antara arus

dan tegangan bernilai negatif sehingga arus terdahulu dari tegangan.

4. Selain kapasitansi, kapasitor juga memiliki unsur pengotor

lainnya, yaitu resistansi dan induktansi parasit.

5. Pada induktor, parameter non-ideal yang dimilikinya hanyalah

resistansi saja.

10. Lampiran Gambar Grafik

a. Untuk rangkaian RC

R = 1 kΩ, C = 100 nF R = 1 kΩ, C = 220 nF

R = 10 kΩ, C = 100 nF R = 10 kΩ, C = 220 nF

b. Untuk rangkaian RL

R = 1 kΩ, L = 700 mH R = 1 kΩ, L = 1 H

R = 10 kΩ, L = 700 mH R = 10 kΩ, L = 1 H

Daftar Pustaka

Foster, Bob. 1997. Fisika SMU 2 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Hyatt, William H. 2005. Rangkaian Listrik Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Tim Laboratorium Dasar Elektronika dan Rangkaian Listrik. 2007. Modul Prakti-

kum Rangkaian Listrik. Palembang: Universitas Sriwijaya.

top related