Transcript
BAB III
KEGIATAN DI PT AVENTIS PHARMA
PKPA dilaksanakan di PT Aventis Pharma, dengan penempatan di divisi
Industrial Affair (IA). Berdasarkan struktur organisasi, divisi Industrial Affairs (IA
Division) dikepalai oleh seorang Plant Director. Berikut ini adalah departemen
yang dibawahi oleh IA Division :
1. Industrial Quality and Compliance Department
2. Production Department
3. Technical Services Department
4. Health, Safety and Environment Department
5. Plant Logistic Department
6. Precurement Department
Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.1 Industrial Quality and Compliance Department
Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu
bagian dari IA Division yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu
menyeluruh, dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak
bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/ IPC), sampai
dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian terhadap
pemasok dan distributor. Untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan serta
menjamin ketelitian pemeriksaan maka perlu dilakukan pengecekan, validasi dan
kalibrasi dari alat dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa produk. IQC
Universitas Sumatera Utara
Department juga melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara tidak
langsung mutu obat yang telah beredar. Departemen ini dipimpin oleh seorang
Head of IQC yang membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA
Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). Struktur organisasi dari IQC
Department dapat dilihat pada Lampiran 5. Berikut ini penjelasan mengenai QA
Unit dan QC Unit.
3.1.1 Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu)
Unit ini dikepalai seorang QA Supervisor yang bertanggung jawab kepada
Head of IQC. Unit ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk
mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi
konsumen. Sistem mutu di PT Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB dan
Aventis Global Quality Standards. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua
faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit
ini adalah :
a. Pelatihan personil
Quality Assurance Unit bertanggung jawab mempersiapkan, melaksanakan
dan mengevaluasi suatu program pelatihan yang telah disiapkan sesuai dengan
ketentuan CPOB maupun HSE yang berlaku. Menurut CPOB, seluruh karyawan
yang langsung ikut serta dalam kegiatan produksi obat dan yang karena tugasnya
mengharuskan mereka masuk ke dalam daerah pembuatan obat hendaklah dilatih
mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai
prinsip CPOB. Sejalan dengan hal itu, standar Health, Safety, and Environment
Universitas Sumatera Utara
(HSE Department) juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh
karyawan di bidang HSE.
Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Pelatihan dasar, meliputi teori dan praktek CPOB, HSE dan pelatihan lainnya
yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
2) Pelatihan tambahan yaitu meliputi teori dan praktek CPOB, keselamatan kerja
dan pelatihan khusus yang berhubungan dengan bidang pekerjannya, misalnya
cara keluar masuk di Cold Storage Room atau cara mengoperasikan mesin-
mesin produksi.
Setiap awal tahun masing-masing departemen harus merencanakan program
pelatihan serta penyiapan materi pelatihan satu tahun mendatang untuk
departemennya yang mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta
instrukturnya. Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap)
baru atau protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi
diri atau temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap
kegagalan), kecelakaan kerja, dan sebagainya.
Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti pelatihan dasar mengenai teori
dan praktek dari CPOB atau HSE, pengenalan lokasi kerja, struktur organisasi
serta peraturan perusahaan. Mereka juga harus menerima pelatihan tambahan yang
sesuai dengan bidang pekerjaannya. Dalam pelaksanaannya seluruh pelatihan
harus di dokumentasikan dalam bentuk Form Laporan Pelatihan.
b. Penanganan dokumen
Sistem dokumentasi merupakan bagian dari aspek CPOB yang sangat penting
dalam sistem penjaminan mutu. Dokumentasi dirancang dan digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau
tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang
berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi
obat, yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan CPOB, Sanofi Aventis
directives dan peraturan pemerintah. Yang termasuk dalam kriteria dokumen
adalah General Manufacturing Instruction, Test method (produk, bahan baku dan
bahan pengemas), Validation Study, Global IQC Directive, Global HSE (Health
and Safety Enviroment), Drug Surveillance Action Plan (DSAP), dan dokumen
registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah dokumen pembuatan obat yang
merupakan bagian manajemen sistem informasi yang meliputi spesifikasi,
prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan lain yang diperlukan
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi seluruh rangkaian
kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang dipersyaratkan dalam
CPOB. Dokumen yang terkait dengan produk disimpan selama minimal 10 tahun
seperti Annual Product Review (APR).
Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu:
1) Batch related document, contohnya: PPI (Prosedur pengolahan atau
pengemasan induk); catatan pengolahan/pengemasan bets; spesifikasi dan
catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan, obat jadi (termasuk kromatogramnya); raw data; test method,
protap, catatan distribusi obat.
2) Non batch related document, contohnya: kualifikasi dan validasi, penelitian
terhadap kegagalan (FIR), catatan pembersihan dan sanitasi, program
Universitas Sumatera Utara
stabilitas, pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar
teknik, pemeriksaan dan validasi alat, penanganan keluhan, obat kembalian,
pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical agreement,
dan dokumen lainnya.
c. Sistem dan cara pembuatan prosedur tetap (Protap)
Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQC Directives maupun Global
Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan
hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Prosedur tetap (Protap). Protap
atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP) adalah
prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi
untuk pelaksanaan aktivitas. Aktivitas yang dimaksudkan misalnya yang
berhubungan dengan pengoperasian, pemeliharaan/ perawatan dan pembersihan
mesin; kalibrasi; validasi; pembersihan gedung dan pengendalian kondisi
lingkungan; pengambilan contoh dan inspeksi.
Protap ini dimaksudkan untuk:
1) Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang
sama oleh petugas.
2) Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan
HSE.
3) Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah
berlaku.
4) Membantu melatih petugas baru.
Tinjauan kembali setiap protap secara berkala setiap 3 tahun atau bila ada
perubahan dibuat Pengendalian Perubahan (Change Control).
Universitas Sumatera Utara
d. Validasi
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa
setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme
yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil
yang diinginkan. Kegiatan validasi di PT Aventis Pharma dilakukan terhadap:
1) Validasi proses
Validasi terhadap proses produksi atau validasi proses adalah cara pemastian
dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses (berlangsung dalam
parameter desain yang telah ditentukan) mampu dan dapat dipercaya
menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat
keberulangan yang tinggi. Validasi proses dapat dilakukan secara :
i. Prospective
ii. Concurrent
iii. Retrospective
iv. Revalidasi
Validasi proses menjadi penting karena setiap proses pembuatan dan
pengemasan selalu melibatkan serangkaian faktor yang dapat mempengaruhi
kualitas produk.
2) Validasi pembersihan ruangan atau peralatan
Proses pembersihan harus divalidasi untuk memastikan dan membuktikan
bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan dapat menghilangkan residu bahan
aktif dan deterjen serta mengurangi jumlah cemaran mikroba yang dapat
mengkontaminasi produk selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
Head of IQC bersama QA Supervisor akan menetapkan prioritas peralatan
dan ruangan yang akan dibersihkan berdasarkan pengkajian resiko. Berdasarkan
prioritas tersebut QA Supervisor dan tim validasi akan menyusun protokol
validasi. Secara sederhana, validasi pembersihan dilakukan dengan urutan sebagai
berikut :
(a) Pengkajian proses meliputi pengkajian terhadap lokasi sampling atau ruangan
yang akan dibersihkan, peralatan, jenis dan konsentrasi bahan pembersih, dan
prosedur pemeriksaan untuk produk, bahan pembersih atau mikroba.
(b) Penyusunan protokol validasi pembersihan.
(c) Pelaksanaan validasi sesuai protokol validasi yang telah disusun.
(d) Penyusunan laporan validasi oleh QA unit, mencakup hasil analisa dan
temuan selama proses validasi.
e. Penilaian terhadap pemasok
Mutu obat tidak hanya dilihat dari serangkaian pengujian saja, tetapi salah
satu faktor penting dalam membangun mutu yaitu bahan awal, bahan penunjang
dan jasa service yang mempengaruhi mutu obat, untuk memastikan bahan awal
yang dikirim oleh pemasok memenuhi persyaratan yang ditetapkan secara terus-
menerus harus dilakukan penilaian terhadap pemasok (vendor evaluation).
Pemasok yang dimaksud meliputi pabrik pembuat, pemasok bahan yang
mempunyai gudang, atau pemasok yang tidak mempunyai gudang (sale agent/
broker). Penilaian terhadap pemasok dilakukan oleh tim yang terdiri dari IQC,
Plant Logistic Department dan diketuai oleh QA Supervisor. Pada kasus tertentu
anggota tim dapat diperluas dengan mengikutsertakan QC Unit, Technical Unit,
Medical and Regulatory, dan departemen lain yang terkait. Hal-hal yang perlu
Universitas Sumatera Utara
dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan,
pemeriksaan, penyimpanan bahan baku dan produk jadi, penanganan pesanan,
dokumentasi dan lain-lain. Sedangkan, penilaian dari segi purchasing meliputi
harga, pemesanan dan pengiriman. Ada 3 bentuk penilaian terhadap pemasok dari
hasil audit, yaitu:
1) Accepted
Seluruh persyaratan audit dipenuhi.
2) Accepted additionally
Seluruh persyaratan audit dipenuhi tetapi masih ada temuan yang harus
diselesaikan dalam waktu tertentu.
3) Not accepted
Tidak memenuhi persyaratan audit dan harus melakukan perubahan secara
signifikan untuk memenuhi persyaratan
Pemasok yang telah memenuhi persyaratan akan dimasukkan ke dalam
daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier List) oleh QA. Seluruh
barang kebutuhan hanya dapat dibeli dari pemasok yang sudah disetujui dan ada
dalam daftar pemasok resmi. Audit kembali (re-audit) akan dilaksanakan minimal
tiga tahun sekali terhadap approved supplier, sedangkan terhadap pemasok dengan
status approved additionally akan dilakukan kunjungan ke pemasok sesuai jadwal
yang telah disetujui.
f. Inspeksi diri dan audit
Inspeksi diri adalah cara meninjau kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari
setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk, mengenali cacat dan
kelemahan. Audit adalah pemeriksaan sistematik dan independent terhadap suatu
Universitas Sumatera Utara
sistem secara periodik untuk menilai kesesuaian sistem tersebut dan efektivitas
pelaksanaannya terhadap prosedur yang telah ditetapkan. Temuan yang diperoleh
dari proses audit yaitu kritis, mayor dan minor. Tujuan dari inspeksi diri dan audit
ini adalah untuk menilai apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu
selalu memenuhi CPOB dan HSE. Dalam melaksanakan inspeksi diri tidak cukup
hanya mengenali cacat dan kelemahan, melainkan harus pula dapat menetapkan
cara yang efektif untuk mencegah dan memperbaikinya. Inspeksi diri dan audit
meliputi :
1) Inspeksi dibidang GMP
(a) Inspeksi diri tri wulanan (quarterly GMP self inspection)
Inspeksi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali dilakukan pada bulan Januari,
Apri, Juli dan November. Tim ini terdiri atas anggota tetap QA
Supervisor (ketua tim), Supervisor Processing, Supervisor Packaging,
Supervisor QC, Supervisor dari TSD & HSE dan QA inspector. Pada
inspeksi ini dilakukan pemeriksaan terhadap lingkungan pabrik,
warehouse, Production area (termasuk gowning) kelas 3 dan kelas 2,
TSD, IQC (QC dan QA).
(b) Inspeksi diri Semester (IDS)
Inspeksi Diri Semester mencakup seperti Inspeksi diri triwulan hanya saja
ditambah dengan Purchasing serta Information System DePT IDS
dilakukan paling sedikit selama 3 hari. IDS dilakukan setiap 6 (enam)
bulan pada bulan Juni dan Desember.
Pemeriksaan di lapangan dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
lingkungan pabrik, warehouse, processing, packaging kelas 2 dan 3,
Universitas Sumatera Utara
gowning area, laboratorium QC dan mikrobiologi, technical services
(purified water plant, AHU areas, workshop, utilities, dsb), purchasing
dan Information System (IS).
2) Audit dari Global Quality dan/Global HSE Audit
Global quality / HSE audit mencakup seluruh aspek CPOB/ HSE yang ada di
seluruh site Jakarta. Tim inspeksi biasanya diketuai oleh Head of IQC
Department untuk Global Quality Audit atau Supervisor HSE untuk Global
HSE Audit, yang beranggotakan Kepala Divisi Industrial Affairs, Manager
Produksi, Manager Plant Logistic, Manager TS/ HSE dan Manager Quality
Assurance. Laporan audit akan diterima maksimal dalam waktu 15 hari kerja.
3) Audit dari badan otoritas (Badan POM, Badan Sertifikasi ISO, dan lain-lain)
Jadwal audit tergantung pada jadwal badan otoritas. Audit mencakup seluruh
aspek CPOB atau aspek yang terkait serta hasil temuan sebelumnya dari badan
otoritas yang bersangkutan. Anggota tim inspeksi badan otoritas didampingi
oleh kepala departemen atau unit yang terkait.
4) Audit dari pihak ketiga/ pelanggan
5) Inspeksi di bidang HSE (Health, Safety and Environment)
Inspeksi yang diadakan 3 bulan sekali ini dilakukan untuk mengetahui apakah
karyawan sudah bekerja memenuhi standar HSE perusahaan, dilakukan untuk
melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara training HSE yang pernah
dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari sebagai suatu cara untuk menilai
keberhasilan suatu training. Keluaran yang diharapkan adalah sebuah perbaikan
yang terus-menerus, sehingga yang tidak benar menjadi benar, dan yang sudah
benar tetap dijaga agar pelaksanaannya selalu benar.
Universitas Sumatera Utara
Tim inspeksi diri ini dilakukan oleh bagian HSE bersama pihak yang
berkompeten dan berwenang di departemen tersebut dan wakil dari TSD. Hasil
inspeksi diri ini dicatat dan dilaporkan kemudian didistribusikan ke departemen-
departemen terkait. Selain inspeksi triwulanan, HSE juga mengadakan dan
mengupayakan self inspection yang diadakan sewaktu-waktu atau temuan yang
ditemukan ketika sedang berkunjung ke lapangan (langsung diberitahukan kepada
Manager).
g. Penolakan dan pelulusan terhadap obat jadi
Pengambilan keputusan untuk meluluskan/ menolak obat jadi dilakukan
berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi yang meliputi hasil pemeriksaan
selama proses pengolahan dan pengemasan, pemantauan lingkungan (jika ada),
pemeriksaan produk ruahan, pemeriksaan kelengkapan bahan pengemas produk
jadi, atau pemeriksaan dokumen catatan pengolahan dan pengemasan bets, serta
dokumen-dokumen lain jika ada, seperti Failure Investigation Report atau Out of
Specification (OOS). Pelulusan atau penolakan obat jadi dilakukan oleh QA
Supervisor dan disetujui oleh Head of IQC Department. Pemeriksaan yang harus
dilakukan sebelum memutuskan status produk adalah sebagai berikut:
1) Penyerahan Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP).
2) Pemeriksaan kelengkapan dokumen yang terkait dengan pelulusan, yang
terdiri dari: Catatan Pengemasan dan atau pengolahan, Catatan Hasil
Pemeriksaan (CHP) selama proses IPC pengolahan dan atau pengemasan,
Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk ruahan QC, dan dokumen
pendukung lain (jika ada), seperti data mikrobiologi, hasil pemantauan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan, dokumen Out of Specification (OOS), Failure Investigation
Report (FIR) dan hasil pemeriksaan validasi proses.
3) QA akan mengkaji kelengkapan dokumen dari obat jadi tersebut.
4) Hasil pemeriksaan terhadap produk jadi tersebut dicatat pada formulir “Daftar
Pemeriksaan Pelulusan Produk Jadi”. QA akan memutuskan apakah produk
jadi tersebut diluluskan atau ditolak, lalu menandatangani catatan
pemeriksaan beserta tanggal pelulusan/ penolakkan produk tersebut.
Pelulusan/ penolakan obat jadi juga dilakukan pada sistem SAP (System
Application Product).
Untuk produk jadi dari Toll Manufacturer, proses pelulusan/ penolakannya
dilakukan dengan memeriksa GMP Conformance dan CoA dari produk yang
bersangkutan. Untuk produk jadi yang di-Toll-kan di PT Aventis Pharma, proses
pelulusan/ penolakannya dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets,
Catatan Pengemasan Bets, Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan
dan GMP Conformance.
h. Penanganan keluhan
Keamanan obat menjadi tanggung jawab perusahaan farmasi yang
memproduksi obat tersebut. Keamanan obat erat kaitannya dengan masalah efek
samping obat dan masalah kualitas obat. Oleh karena itu, keluhan yang
menyangkut efek samping obat maupun keluhan kualitas obat harus diselidiki dan
dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai guna mencari penyelesaian
yang sebaik mungkin.
Keluhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu keluhan yang berhubungan dengan
efek samping obat, akan diteruskan ke Pharmacovigillance Division dan untuk
Universitas Sumatera Utara
keluhan terkait kualitas obat (KTKO) akan ditangani IQC Department. KTKO
dibagi 4 kelas berdasarkan pengaruhnya kepada pasien, yaitu:
Tabel 3.1 Klasifikasi KTKO
Golongan Definisi Contoh KTKO
Kelas I Kerusakan pada produk yang dapat mengancam jiwa atau mengakibatkan resiko besar terhadap kesehatan
Salah produk (label berbeda dengan produknya, produk sudah benar tetapi salah penulisan dosis, tercampurnya produk dalam satu pengemas, salah penulisan bahan aktif dengan mengakibatkan resiko yang serius terhadap kesehatan).
Kelas II Kerusakan pada produk yang menyebabkan sakit pada pasien atau menyebabkan kegagalan dalam proses penyembuhan
Kesalahan label karena teks atau gambar, kesalahan informasi pada leaflet, salah spesifikasi (Contoh: Assay, stability, berat), kemasan produk yang tidak aman mengakibatkan resiko yang serius, tercampurnya produk dalam satu pengemas tetapi tidak mengakibatkan masalah yang serius, kontaminasi kimia maupun fisika (Contoh : significant impurities, kontaminasi silang).
Kelas III Kerusakan pada produk yang menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak major melainkan hanya menimbulkan ketidaknyamanan pasien dalam hal penggunaan produk
Kesalahan dalam pengemasan (Contoh : salah/ tidak ada batch no. atau expired date), kesalahan pengemas (Contoh : Closure system seperti botol, blister), kontaminasi (Contoh : Produk kotor dan terdapat partikel lain pada produk, berulangnya keluhan pada produk yang sama dan kerusakan yang sama, sealing strip/ blister rusak atau keriput, kerusakan label (label tidak ada atau rusak dan produk belum digunakan oleh pasien), produk palsu
Kelas IV Kerusakan pada produk yang tidak mengancam jiwa manusia tetapi dapat menyebabkan ketidaknyamanan pasien dalam menggunakan produk tersebut dan berdampak negatif terhadap nama baik perusahaan
Tablet pecah / retak, tidak tercantum unit dosis pada kemasan atau label, blister hilang pada folding box, aluminium blister / strip rusak, ada partikel asing yang berasal dari bahan pengemas sekunder
Universitas Sumatera Utara
Setelah QA menerima laporan KTKO, segera dilakukan klasifikasi KTKO
tersebut. Untuk KTKO kelas 1 dan 2, dilakukan investigasi bersama maksimum 24
jam setelah laporan diterima, sedangkan untuk kelas 3 dan 4 dilakukan investigasi
bersama maksimum 5 hari kerja setelah laporan diterima. Semua KTKO harus
diselesaikan dalam maksimum 30 hari kerja, bila melebihi batas waktu tersebut
harus dibuat laporan penyimpangan.
Tindak lanjut yang dilakukan terhadap KTKO dapat berupa penggantian
produk atau penarikan produk (recall). Penarikan obat jadi dapat dilakukan karena
keinginan produsen atau keinginan Badan POM. Produk kembalian yang ditarik
akan disimpan di gudang dan menunggu keputusan QA untuk dihancurkan,
dijadikan stok kembali bila masih memenuhi spesifikasi atau diolah kembali.
KTKO yang telah selesai ditangani akan dibuat tanggapan ke pihak pelapor yang
berisi tindak lanjut terhadap laporan yang diterima.
i. Penanganan obat kembalian
Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari
PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan ke
gudang PT Aventis Pharma dengan alasan :
1) Masalah keabsahan maupun salah kirim
2) Penarikan produk dan atau pack size dari pasaran
3) Kerusakan obat atau pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis
Pharma selama pengiriman/ penyimpanan)
4) Kelainan dari segi kualitas (baik kualitas obat maupun kualitas bahan
pengemas)
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT
Aventis Pharma tidak termasuk ke dalam penggolongan obat kembalian (Product
Return) karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima
pengembalian obat yang sudah kadaluarsa.
Obat kembalian dapat berasal dari :
1) Gudang yang diawasi oleh PT Aventis Pharma
2) Gudang distributor yang diawasi oleh PT Aventis Pharma
3) Gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk
lembaga lain : rumah sakit, apotek dll.
Penerimaan obat kembalian dapat diberikan langsung ke IQC departemen jika
dalam jumlah kecil (sampai satu master box). Jika dalam jumlah besar maka
produk untuk sementara dapat dititipkan di gudang PT Aventis Pharma.
j. Penarikan kembali
Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan
dan bila perlu hasil pemeriksaan contoh per tinggal (Retained Sample) di
Laboratorium Pengawasan Mutu selesai dilakukan. Selain cepat, penarikan obat
jadi harus tuntas dalam arti semua obat yang telah terlanjur beredar di tingkat
distributor, sub distributor maupun pengecer (Toko Obat, Apotek) dan dari
pemakai langsung (Rumah Sakit, Dokter dsb) diusahakan untuk dapat ditarik
kembali. Prosedur penarikan kembali obat jadi juga berlaku untuk vaksin, alat
kesehatan, sampel medis, dan produk investigasional. Untuk produk toll-in,
prosedur penarikan kembali obat jadi dilakukan berdasarkan quality agreement.
Penarikan kembali obat jadi (recall) diawali dengan peringatan pendahuluan
yang berasal dari pihak internal atau eksternal (dapat berupa keluhan, deviasi,
Universitas Sumatera Utara
OOS, temuan audit, dll). Apabila peringatan yang diterima memiliki potensi untuk
dilakukannya penarikan kembali obat jadi, maka IQC departemen akan
membentuk Alert Team bersama departemen lain yang terkait sesuai dengan jenis
peringatan yang diterima, yaitu Quality Alert Team, Product Alert Team, dan atau
Safety Alert Team. Distributor utama dan distributor regional diperintahkan untuk
memberikan informasi dalam waktu kurang dari 3 (tiga) jam kepada PL & MSC
departemen PT Aventis Pharma mengenai jumlah obat yang diterima dari PT
Aventis Pharma, persediaan yang belum terjual/ tersisa, jumlah yang terjual, dan
tujuan produk yang telah terjual.
k. Evaluasi terhadap pemeriksaan di luar spesifikasi (Out of Specification/
OOS)
Mutu suatu produk ditentukan oleh yang membuat produk tersebut dalam arti
tahapan proses pembuatan suatu produk akan sangat mempengaruhi hasil akhir
dari mutu produk. Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi
persyaratan, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara kimia,
fisika, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak
memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang
telah ditetapkan.
Salah satu kemungkinan ketidaksesuaian tersebut diakibatkan oleh cara
pemeriksaannya. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai
status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama
dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal tersebut dikenal sebagai penyelidikan
hasil di luar spesifikasi atau dapat juga dianggap sebagai atypical test result (ouf of
Universitas Sumatera Utara
trend/ OOT). Hal ini berlaku untuk hasil pemeriksaan kalibrasi alat dan
pemeriksaan stabilitas produk.
Cara kerja pada saat mempersiapkan contoh untuk pemeriksaan dan alat yang
digunakan harus diperiksa kembali. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu
OOS dari pemeriksaan kimia, fisika atau mikrobiologi maka dibuat laporan
Failure Investigation Report.
Tindak lanjut yang dapat diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan yang
didapat, antara lain:
1) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang
sudah released.
2) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa
yang berbeda.
3) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh baru oleh pemeriksa yang
pertama (bila perlu).
4) Membandingkan hasil pemeriksaan ulang diatas dengan persyaratan test
method dan farmakope (EP, USP, dan FI).
5) Contoh untuk pemeriksaan ulang tersebut diambil sebanyak 2 kali dari
pemeriksaan normal.
Apabila dianggap perlu, dilakukan pemeriksaan terhadap prosedur
pengolahan bets produk yang bersangkutan. Setelah hasil penyelidikan lengkap,
serahkan hasil tersebut kepada Head of IQC untuk dievaluasi dan diambil
keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
l. Penanganan penyimpangan dan kegagalan
Yang dimaksud dengan penyimpangan adalah suatu pelanggaran dari
instruksi atau standar yang telah ditetapkan dalam proses pembuatan dan
pengujian, ketidaksesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditentukan.
Berdasarkan kekritisan, penyimpangan dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:
1) Critical Deviation
Adalah kekurangan material, produk obat, alat kesehatan, sistem atau jasa
yang dapat mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari obat/ alat
kesehatan/ dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Pengertian lainnya
adalah kekurangan apapun yang dapat menyebabkan terjadinya situasi yang dapat
dikategorikan sebagai critical oleh badan regulasi.
Contoh: Kesalahan/ penyimpangan dalam melaksanakan suatu tahap proses
pembuatan, kesalahan dalam pemakaian bahan/ material, kesalahan dalam
penimbangan atau tercampur dengan bahan lain, hasil uji stabilitas diluar
spesifikasi.
2) Major Deviation
Penyimpangan yang tidak termasuk kritikal, yang secara potensial dapat
mempengaruhi kualitas, kemanan, efikasi atau pemenuhan persyaratan suatu
produk obat atau alat kesehatan. Contoh major deviation yaitu: “yield” produk
berlebih karena kesalahan penimbangan eksipien atau zat tambahan lain yang
tidak beresiko; kesalahan pencetakan nomor batch, tanggal daluarsa, tapi produk
belum diluluskan.
Universitas Sumatera Utara
3) Minor Deviation
Deviasi yang tidak termasuk kritikal atau major, yang secara potensial
berdampak pada sistem GMP, utilities, peralatan, bahan, komponen, lingkungan
atau dokumentasi, tetapi tidak mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari
produk obat atau alat kesehatan. Contoh penyimpangan minor yaitu batas
penyimpanan maksimum produk setengah jadi terlampaui dan ditemukan
imported finished good yang tidak memiliki penandaan batch pada proses re-
packing.
Sedangkan menurut golongan, kegagalan atau penyimpangan dibagi menjadi
dua yaitu:
1) General failure : Semua penyimpangan yang terjadi di site dan hal tersebut
tidak berhubungan secara langsung dengan suatu produk tertentu, misalnya
penyimpangan pada persiapan produk, penyimpangan sistem pengolahan air
dan sebagainya.
2) Batch deviation : Semua penyimpangan yang terjadi pada proses pembuatan
atau pengemasan suatu produk, misalnya kegagalan salah satu tahapan proses,
pengemasan dan sebagainya.
Apabila terjadi kegagalan, tindakan yang pertama kali diambil adalah
penghentian proses dan produk tersebut di karantina. Kegagalan tersebut
kemudian dilaporkan ke Manager bagian bersangkutan kemudian diteruskan ke
Head of IQC yang akan memeriksa dan mengevaluasi serta mengambil keputusan
tindakan yang harus dilakukan. Terhadap semua penyimpangan, baik besar
maupun kecil, akan diambil langkah selanjutnya oleh IQC Department.
Universitas Sumatera Utara
Segera tindak lanjuti penyimpangan dan kegagalan dengan membuat laporan
penyimpangan/kegagalan menggunakan CAPA system. Setelah itu, dilakukan
investigasi untuk menemukan akar permasalahannya dan tindakan perbaikannya.
Selanjutnya dibuat dokumentasi terhadap penanganan penyimpangan dan
kegagalan.
Bila penyimpangan terjadi pada proses pengemasan maka bersihkan jalur
pengemas dari sisa produk yang bersangkutan dan komponen-komponennya, bila
penyimpangan terjadi pada proses pengolahan dan produk masih di dalam mesin
pengolah maka tutup/ lindungi produk tersebut dengan benar, bila penyimpangan
terjadi pada proses pengujian maka segera lakukan investigasi sesuai prosedur
penanganan hasil uji di luar spesifikasi. Tuliskan tindakan sementara yang telah
diambil dan tetapkan klasifikasi penyimpangan berdasarkan kategorinya. Bila
dianggap perlu, IQC Department akan mengundang departemen yang
bersangkutan dan departemen lain yang terkait untuk menyelesaikan permasalahan
yang timbul. Hasil penilaian terhadap langkah yang telah/ akan dilakukan oleh
departemen produksi, departemen IQC, atau departemen lainnya yang terkait akan
dikirimkan kembali ke departemen yang bersangkutan. Apabila proses dapat
dilanjutkan, maka departemen produksi harus segera mencatat tindakan yang
diambil pada catatan pengolahan bets/ catatan pengemasan bets dari produk yang
bersangkutan. Apabila produk tersebut dapat diolah ulang, departemen produksi
harus segera membuat prosedur pengolahan ulang atau apabila produk tersebut
harus dihancurkan maka harus disiapkan proses penghancuran terhadap produk
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
m. Peninjauan dan penilaian tahunan terhadap produk (Annual Product
Review/ APR)
Annual Product Review adalah peninjauan dan penilaian tahunan yang
dilakukan terhadap produk baik unuk sediaan semisolid dan solid. Annual Product
Review bertujuan untuk meninjau dan memastikan konsistensi dari suatu proses,
mengevaluasi trend hasil produksi untuk akhirnya dapat memutuskan perlu
tidaknya dilakukan perbaikan suatu proses, perubahan spesifikasi dan
kemungkinan revalidasi.
Penyiapan APR dilakukan selama satu tahun sekali. Penyiapan Annual Product
Review dibagi menjadi empat gelombang yaitu untuk sediaan tablet dilakukan
dalam interval Januari sampai Januari tahun selanjutnya, sediaan semi solid pada
bulan Maret sampai bulan Maret tahun selanjutnya, sediaan tablet salut pada bulan
Juni sampai bulan Juni tahun selanjutnya dan sediaan suppositoria pada bulan
September sampai bulan September tahun selanjutnya. Isi dari APR adalah:
1) Rekomendasi dari APR tahun sebelumnya beserta tindakan perbaikan yang
dilakukan
2) Ikhtisar dari batch yang dibuat meliputi;
– Jumlah batch yang diproduksi termasuk partial batch
– Jumlah dan persentase batch yang ditolak (di reject) beserta alasannya
– Jumlah dan persentase batch yang dan yang diproses ulang beserta
alasannya
– Review batch yang diluar spesifikasi beserta investigasinya
3) Penyimpangan (significant or critical deviation, OOS, FIR) terhadap produk
yang direview dalam periode tertentu
Universitas Sumatera Utara
4) Gambaran dari suatu produk yang dibuat
5) Parameter kritis dalam In Process Control (IPC)
6) Evaluasi dari semua batch yang tidak memenuhi syarat beserta investigasinya.
7) Keluhan (Product Technical Complaint)
8) Penarikan produk
9) Produk kembalian
10) Trend analisis dari data pelulusan beserta analisa data secara statistik
11) Trend analisis dari data stabilitas
12) Perubahan yang terjadi dari proses produksi, pengemasan, pemeriksaan dan
lainnya (seperti supplier, peralatan, dan lain-lain)
13) Status validasi yang dilakukan (validasi proses, pengemasan, pembersihan,
validasi metode analitik)
14) Monitoring lingkungan
15) Rekomendasi dari hasi audit BPOM dan regulatory issue
16) Formula
17) Pengumpulan parameter kritis pada proses produksi
18) Pengumpulan parameter kritis dari produk yang diperiksa di laboratorium
Seluruh data yang akan dirangkum menjadi satu dalam raw data APR dan
diolah secara statistik berasarkan perhitungan control limit, dibuat grafik trend
analisa dan dan akan dievaluasi konsistensi dari suatu proses untuk mengevaluasi
trend hasil produksi untuk akhirnya dapat memutuskan perlu tidaknya dilakukan
perbaikan suatu proses, perubahan spesifikasi dan kemungkinan revalidasi.
Laporan APR kemudian diperiksa dan ditandatangani oleh QA Supervisor,
Production Manager dan disetujui oleh Head of IQC dan diketahui oleh IA Head.
Universitas Sumatera Utara
Laporan APR harus diselesaikan dalam waktu 60 hari dari waktu akhir tahun
penilaian. Sedangkan, semua proses harus selesai dalam waktu 90 hari dari waktu
akhir tahun penilaian. Ringkasan APR adalah bagian dari laporan tahunan IQC
Department.
n. Pengendalian terhadap perubahan (Change control)
Pengendalian terhadap perubahan menguraikan hal-hal mengenai persiapan
dan pelaksanaan dari suatu perubahan yang berkaitan dengan segala aspek
pengolahan, pengemasan, pemeriksaan, penyimpanan atau distribusi yang
mempengaruhi mutu produk, GMP/ CPOB termasuk kualifikasi/ validasi, HSE
dan regulatori.
Perubahan yang dimaksud meliputi bahan/ raw material (perubahan supplier,
proses, spesifikasi dll), proses, formula, spesifikasi dan test method dari
komponen, bulk & finished goods, primary packaging, penyimpanan & pelabelan,
alat kesehatan, peralatan, instrument, produk baru, utilitas dan fasilitas yang
digunakan untuk mendukung hal-hal di atas dan dokumen GMP/CPOB. Di PT
Aventis Pharma, Sistem Manajemen Perubahan (GIMc) merupakan suatu sistem
komputerisasi yang akan digunakan untuk mengatur pembuatan perubahan. Sistem
ini mengatur alur perubahan mulai dari pengajuan, evaluasi hingga persetujuan
perubahan. Setiap perubahan harus diberi kategori/ level 0, 1, 2 dan 3. Kategori 0
merupakan perubahan ditolak sebelum didaftarkan. Kategori 1 merupakan
perubahan tanpa menimbulkan dampak terhadap quality & regulatory. Kategori 2
merupakan perubahan perubahan yang berdampak terhadap quality tanpa
menimbulkan dampak terhadap regulatory. Kategori 3 merupakan perubahan yang
berdampak terhadap regulatory.
Universitas Sumatera Utara
Sasaran dari pengendalian terhadap perubahan ini adalah untuk menjamin
bahwa perubahan yang dilakukan terhadap proses produksi, jenis bahan baku yang
digunakan, termasuk sistem pendukung (alat, ruangan, mesin-mesin, prosedur
pemeriksaan, cara penyimpanan), maupun perubahan protap yang mendukung
proses secara keseluruhan tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap mutu
produk yang dihasilkan maupun terhadap kondisi HSE. Rancangan perubahan
dibuat oleh departemen yang bersangkutan yang akan mengadakan perubahan dan
diinformasikan kepada IQC Department. IQC Department bersama-sama dengan
departemen terkait akan merencanakan dan memutuskan tindakan apa yang harus
dilakukan dalam menanggapi perubahan tersebut.
o. Penanganan obat di distributor
Kualitas produk dikendalikan dengan baik selama berada dalam pabrik
industri farmasi. Namun, untuk menjaga agar produk sampai ke tangan pasien
dalam kualitas yang baik, perlu dikendalikan cara penanganan produk selama
distribusinya, mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan produk
kepada konsumen. Penanganan obat di distributor meliputi masalah:
1) Penerimaan obat jadi
2) Penyimpanan obat jadi
3) Pengiriman obat jadi
4) Penanganan keluhan
5) Penanganan bahan obat yang pecah atau tumpah
6) Obat kembalian dan penarikan kembali obat jadi
7) Penanganan Taxotere (penerimaan, pengiriman, dan penyimpanannya)
8) Pelatihan
Universitas Sumatera Utara
Audit pada distributor dilakukan secara berkala setiap 2 tahun sekali, kecuali jika
dianggap segera perlu untuk dilakukan. Audit tersebut meliputi tata cara
penerimaan, penyimpanan sesuai kondisi yang dipersyaratkan dan pengiriman
produk.
p. Penanganan transfer proses pengolahan dan atau pengemasan
Transfer proses produksi adalah suatu jenis proses alih teknologi dan
pembuatan dan atau pengemasan produk dari suatu pabrik ke pabrik lainnya.
Transfer proses produksi meliputi:
1) Golongan 1: produk-produk Aventis Pharma yang sudah atau akan
diproduksi dan telah dipasarkan, ditetapkan suatu pabrik Aventis Pharma
sebagai produk induknya (mother plant).
2) Golongan 2: produk Aventis Pharma yang ada saat ini diproduksi di
beberapa negara/ region, tetapi tidak mempunyai pabrik induk. Misal: Avil
yang dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma lain, dari Aventis
Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor
lain.
3) Golongan 3: produk yang hanya diproduksi atau dipasarkan oleh 1 pabrik
Aventis Pharma di suatu negara/ region. Transfer proses golongan 3
dikoordinasikan oleh regional manufacturing, regional IQC dan dilakukan
antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma, dari Aventis Pharma ke toll
manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain.
q. Registrasi Obat Jadi dan Alat Kesehatan
Menurut Keputusan Kepala Badan POM no. HK 00.05.03 1450 tanggal 14
Mei 2003 tentang Registrasi Obat Jadi disebutkan bahwa obat jadi harus
Universitas Sumatera Utara
diregistrasi sebelum memperoleh izin edar. Hal ini untuk menjamin khasiat,
keamanan dan mutu obat yang beredar.
Dokumen Registrasi terdiri dari empat bagian antara lain Dokumen
Administratif dan Informasi Obat, Dokumen Mutu, Dokumen Non-klinik dan
Dokumen Klinik. Quality Assurance menangani dokumen mutu dimana terdiri
dari subbagian S (Substance) yang berisi informasi terkait spesifikasi bahan aktif
dan P (Product) yang berisi informasi terkait spesifikasi produk obat. Dokumen
Registrasi Obat Jadi dibuat rangkap 4 dimana 2 eksemplar untuk Badan POM, 1
eksemplar untuk Medical and Regulatory Division dan 1 eksemplar untuk IQC
department. Dokumen Registrasi Alat Kesehatan dibuat rangkap 3 dokumen
registrasi yang akan diserahkan ke Menkes, dimana 1 eksemplar untuk Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, 1 eksemplar untuk Medical and
Regulatory Division, 1 eksemplar untuk IQC department. Untuk produk impor,
cukup siapkan 2 eksemplar untuk ke badan pemerintah terkait dan ke Medical and
Regulatory Division. Dokumen registrasi disimpan selama 10 tahun setelah
produk yang bersangkutan tidak dipasarkan lagi.
3.1.2 Quality Control Unit
Quality Control Unit dikepalai oleh seorang Quality Control Supervisor
yang bertanggung jawab kepada Head of IQC. QC unit bertugas melakukan
pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi;
memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan;
serta melakukan uji stabilitas.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan kegiatan quality control hendaknya dilakukan dengan suatu sistem
yang tertata baik untuk menjamin bahwa semua kegiatan dilakukan dengan baik
dan benar agar mendapatkan hasil kerja yang optimal dan terpercaya. Oleh karena
itu, untuk melaksanakan pemeriksaan, QC membuat prosedur analisis
pemeriksaan yang disebut test method. Test method dapat mengacu pada
Compendia seperti Farmakope Indonesia, Farmakope Eropa, USP, Farmakope
Perancis, atau prosedur dari mother site. Untuk pemeriksaan bahan baku, prosedur
dari farmakope tidak perlu divalidasi, tetapi cukup diverifikasi sesuai dengan
kondisi pemeriksaan aktual, namun untuk pemeriksaan produk ruahan perlu
dilakukan validasi terhadap metode yang diadopsi.
QC dalam melaksanakan tugasnya dibagi dalam sub-unit, yaitu Chemical
and Physical Control, Sampling-Testing of Packaging Material and Retained
Sample, Microbiology, Stability dan Laboratory services and Calibration.
a. Chemical and physical control
Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan bahan baku, produk ruahan,
produk jadi secara kimia dan fisika berdasarkan test method.
1. Bahan Baku (Raw Material)
Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak, yang
berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun
tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Setiap bahan
baku yang datang harus selalu disertai dengan sertifikat analisisnya. Sertifikat
analisis tersebut penting karena dipakai sebagai acuan pada pemeriksaan bahan
tersebut. Urutan pemeriksaan bahan baku adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
i. Bahan baku yang baru datang akan diperiksa sesuai dengan spesifikasi. Lalu
bagian gudang akan membuatkan slip penerimaan barang (Goods Receipt
Slip/ GRS) yang kemudian akan dikirimkan ke bagian QC. Dan bahan baku
tersebut akan masuk gudang dengan status “QUARANTINE”.
ii. Berdasarkan GRS yang diterima, QC melakukan pengambilan contoh
(sampling) terhadap bahan tersebut. Pengambilan contoh untuk semua bahan
aktif dan bahan penolong harus disertai dengan lembar permintaan material
(Material Request Form).
iii. Pengambilan contoh dilakukan di bawah LAF di dalam ruang sampling yang
terdapat di area gudang dengan kondisi udara yang terkendali yaitu suhu tidak
lebih dari 25°C, perbedaan tekanan diatas 7,5 Pa dan kelembaban antara 30-
60 %. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan alat dan ruangan
dalam status “BERSIH”. Bahan yang telah diambil contohnya akan diberi
label “SAMPLE TAKEN”. Dan setelah proses sampling selesai, semua alat-
alat yang telah digunakan untuk sampling dibungkus dengan plastik dan
tempelkan label merah pada alat yang sudah digunakan untuk memberitahu
agar dibersihkan.
iv. Contoh kemudian dibawa ke laboratorium QC untuk sebagian dianalisa sesuai
dengan test method dan sebagian lagi disimpan sebagai contoh pertinggal.
v. Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dibuat dan dianalisa untuk menentukan
apakah bahan/ produk tersebut diluluskan atau ditolak. Bahan/ produk di
gudang akan diberi label baru “RELEASED” atau “REJECTED” yang
ditempelkan diatas label “QUARANTINE”. Label disahkan oleh QC
Universitas Sumatera Utara
supervisor dan didistribusikan ke bagian Warehouse, Production dan Plant
Logistics Department.
Pemeriksaan penuh (Full Analysis) diberlakukan untuk seluruh bahan baku
yang akan diuji ulang baik yang berasal dari Mother Company maupun dari
pemasok luar serta diberi catatan mengenai berapa kali bahan baku tersebut telah
diuji ulang sebagai informasi kepada bagian gudang-Plant Logistic. Jika dari hasil
pengujian ulang tersebut dinyatakan lulus, maka dibuatkan sertifikat analisisnya
dan bahan boleh digunakan untuk produksi. Jika tidak lulus maka bahan tersebut
harus dimusnahkan.
2. Produk Ruahan (Semi Finished Good)
Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk
dikemas. Terdapat 2 jenis produk ruahan di PT Aventis Pharma, yaitu produk
ruahan hasil produksi PT Aventis Pharma sendiri dan produk ruahan impor.
Pengambilan contoh dilakukan pada saat pembuatan berlangsung yaitu pada awal,
tengah, dan akhir proses (oleh bagian produksi); setelah semi finished goods
diterima di gudang (untuk produk ruahan impor) oleh petugas QC. Cara
pengambilan contoh (sampling) sama dengan yang dilakukan pada bahan baku.
Produk ruahan harus segera diperiksa sesuai dengan spesifikasi masing-masing
produk yang telah ditetapkan dan hasilnya dicatat dalam CHP. Jika dalam
pemeriksaan ditemukan hasil yang menyimpang dari spesifikasi, maka dilakukan
penyelidikan terhadap hasil di luar spesifikasi (Out of Spesification/ OOS).
3. Produk Jadi (Finished Good)
Produk jadi adalah produk yang telah melewati seluruh tahapan produksi,
termasuk pengemasan dan telah siap untuk didistribusikan. Terdapat dua macam
Universitas Sumatera Utara
produk jadi di PT Aventis Pharma yaitu produk jadi hasil produksi sendiri (lokal)
dan produk jadi impor. Untuk produk jadi lokal, pengambilan contoh dilakukan
pada proses pengemasan yaitu pada awal, tengah dan akhir proses pengemasan.
Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas proses pengemasan untuk dikirim ke
QC. Terhadap produk jadi dilakukan pemeriksaan: tanggal penerimaan, nomor
batch lengkap, jumlah contoh pertinggal, waktu kadaluarsa, informasi tentang
produk, semi finished good, bahan pengemas, kelengkapan kemasan (jumlah isi,
cetakan, kode bets dan tanggal kadaluarsa).
Hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP. Untuk obat jadi impor dilakukan
pemeriksaan kelengkapan pengemas yang digunakan beserta sertifikat analisa
(CoA) yang menyertainya. Penerbitan label released/ rejected atau label
penandaan lainnya untuk obat jadi impor harus diparaf oleh QC Supervisor.
b. Sampling-testing of packaging material and retained sample
Tugas dari bagian ini adalah melakukan pemeriksaan bahan pengemas dan
contoh pertinggal. Bahan pengemas ialah bahan yang digunakan untuk mengemas
produk ruahan, digolongkan dalam 2 jenis yaitu :
1) Bahan pengemas primer, yaitu bahan pengemas yang kontak langsung dengan
produk seperti PVC-foil untuk blister, alufoil untuk strip dan blister dan cold
forming foil.
2) Bahan pengemas sekunder, yaitu bahan pengemas yang tidak kontak langsung
dengan produknya, seperti folding box atau master box.
Sebelum bahan dipesan, desain bahan pengemas disiapkan berdasarkan
artwork yang disetujui. Setelah dipesan dan diterima, bahan pengemas akan
diambil contohnya untuk diperiksa. Contoh kemasan primer diambil di bawah
Universitas Sumatera Utara
LAF di ruang sampling (gudang) sedangkan contoh kemasan sekunder diambil di
area gudang, tidak perlu di dalam ruang sampling. Pemeriksaan dilakukan di
laboratorium QC sesuai spesifikasi bahan, misalnya jenis bahan, kesesuaian warna
dan bobot. Hasil pemeriksaan dicatat di CHP dan proses selanjutnya sama dengan
proses terhadap bahan baku. Sejumlah contoh bahan pengemas primer yang telah
lulus disimpan sebagai contoh pertinggal sesuai dengan ketentuan lengkap dengan
identitasnya.
Contoh pertinggal adalah contoh obat jadi, bahan baku, dan bahan pengemas
yang diambil secara acak dan disimpan sebanyak setidaknya dalam jumlah yang
cukup untuk 3 kali pemeriksaan full test (bila perlu tambahan 1 kali full test untuk
BPOM). Contoh pertinggal digunakan sebagai pembanding bila ada keluhan
terhadap bahan/ produk, juga untuk mengevaluasi kestabilan produk (follow-up/
real-time stability study) setelah suatu waktu tertentu. Contoh pertinggal disimpan
dalam ruang penyimpanan yang terkendali selama 5 tahun atau 1 tahun setelah
tanggal daluarsanya, dan bagian ini bertugas memantau kondisi ruangan
penyimpanan agar selalu sesuai spesifikasi dan memantau keluar masuknya
contoh pertinggal melalui kartu stok.
c. Microbiological
Karena cemaran mikroba dapat mempengaruhi mutu dan kestabilan produk
maka dilakukan pemeriksaan mikrobiologi terhadap bahan, ruangan produksi dan
laboratorium mikrobiologi sehingga pemeriksaan memberi hasil yang tepat dan
produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mikrobiologinya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2 Persyaratan Kebersihan Ruangan Kelas 3 dan Kelas 2
Kel
as 3
Jenis pemeriksaan cemaran
Kondisi Beroperasi Istirahat
Partikel ≥ 0,5 µm/m3 Tidak ditetapkan 3,5 x 106
≥ 5,0 µm/m3 Tidak ditetapkan 2 x 104
Mikroba di ruang ganti
pakaian
Settle plates ≤ 500 kol/ 4 jam Tidak ditetapkan
Udara ≤ 1300 kol/ m3 udara Tidak ditetapkan
Contact plates ≤ 300 kol/ 25 cm2 Tidak ditetapkan Mikroba di
ruang produksi
Settle plates ≤ 300 kol/4 jam Tidak ditetapkan Udara ≤ 900 kol/ m3 udara Tidak ditetapkan
Contact plates ≤ 300 kol/ 25 cm2 Tidak ditetapkan Perbedaan tekanan udara ≥ 75 Pa
Pergantian udara ≥ 10/ jam Suhu 19-25°C
Kelembaban 30-60%
Kel
as 2
Partikel ≥ 0,5 µm/m3 Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan ≥ 5,0 µm/m3 Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan
Mikroba Settle plates - Tidak ditetapkan
Udara Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Contact plates - Tidak ditetapkan
Perbedaan tekanan udara > 0 Pergantian udara Sesuai kebutuhan, ≥ 4/ jam
Suhu 19-25°C Kelembaban Sesuai kebutuhan, ≤ 80%
Kegiatan yang dilakukan oleh bagian ini, antara lain:
1) Pemeriksaan mikrobiologi bahan baku, produk ruahan dan produk jadi.
Pemeriksaan mikrobiologi meliputi baik pemeriksaan kualitatif yaitu
identifikasi mikroba indikator dan patogen, maupun pemeriksaan kuantitatif
yaitu uji batas cemaran mikroba (MLT). Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan
untuk semua bahan/ produk yang memiliki spesifikasi/ persyaratan
mikrobiologi, umumnya bahan/ produk yang berasal dari alam, baik dari
sumber nabati maupun hewani.
Universitas Sumatera Utara
2) Pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan
laboratorium mikrobiologi. Ruang produksi yang ada di PT Aventis Pharma
adalah ruang produksi non steril yang diklasifikasikan menjadi ruang kelas 3,
kelas 2 dan kelas 1. Ruang kelas 3 dan kelas 2 memiliki persyaratan
kebersihan yang berbeda dalam hal jumlah partikel dan jumlah mikrobanya,
namun kelas 1 tidak memiliki persyaratan kebersihan tertentu.
3) Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan
Pemeriksaan dilakukan secara apus (swab) untuk permukaan tidak rata
sedangkan untuk permukaan rata dapat menggunakan contact plate atau swab.
Hasil pemeriksaan jumlah mikroba dan partikel kemudian di lembar
pemeriksaan. Lembar hasil pemeriksaan tersebut kemudian disimpan sebagai arsip
di laboratorium mikrobiologi.
4) Pemeriksaan mutu air
Air merupakan bahan yang selalu digunakan dalam proses pengolahan, baik
sebagai salah satu komponen produk maupun sebagai pencuci. Air yang
digunakan tersebut harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan, antara lain
persyaratan terhadap kadar kimia, cemaran partikel dan mikroba. Pemeriksaan
mutu air dilakukan terhadap semua jenis air yang digunakan meliputi air sumur,
air PAM, potable water, purified water dalam interval pemeriksaan yang berbeda
untuk tiap jenis air. Pemeriksaan ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa air yang
digunakan untuk proses pembuatan dan analisis obat sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Persyaratan air untuk tiap jenis air tersebut dapat dilihat pada Tabel
3.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3 Persyaratan mikroba untuk tiap jenis air di PT Aventis Pharma
No Jenis uji Air sumur Air PAM Portable water
Purified water
MiliQ-Plus
1 Jumlah bakteri
Tidak ditetapkan
100 kol/ ml
100 kol/ ml 100 kol/ ml
100 kol/ ml
2 Total koliform < 10 0 kol/
100 ml 0 kol/ 100
ml - -
3 Koliform tinja - - 0 kol/ 100
ml - -
Bila hasil pemeriksaan potable water, purified water melebihi limit yang
telah ditentukan, akan diterbitkan OOS dan FIR, dengan mengevaluasi secara
sistematis dan menyelidiki dimana, kapan dan apa penyebab penyimpangan
tersebut.
d. Stability
Obat setelah diproduksi akan mengalami penyimpanan selama masa
pemakaiannya, selama penyimpanan mutu obat dapat berubah menjadi keluar dari
spesifikasi awalnya sehingga menjadi tidak aman untuk digunakan. Uji stabilitas
dilakukan untuk mengetahui waktu kestabilan obat sehingga masih memenuhi
persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutunya. Secara rinci, tujuan
dilakukannya uji stabilitas adalah untuk:
1) Mengetahui perubahan dan penguraian bahan aktif sehingga dapat digunakan
untuk menentukan batas waktu kadaluarsa atau batas waktu penyimpanannya.
2) Memastikan bahwa produk yang dipasarkan stabil sampai tanggal daluarsa
yang tercantum pada label.
3) Memenuhi persyaratan registrasi obat jadi.
4) Menentukan jenis kemasan yang tepat pada kondisi penyimpanan.
Universitas Sumatera Utara
5) Mengetahui apakah cara pembuatan dari setiap bets adalah sama.
Menurut Global Standard Aventis, dikenal beberapa jenis uji stabilitas yaitu:
1) Tipe 0: Uji stabilitas yang dilakukan pada bets preformulasi untuk
memutuskan komposisi akhir dari suatu formula. Contoh disimpan dalam
kondisi dipercepat (accelerated testing) selama 3 bulan.
2) Tipe I: Uji stabilitas terhadap bahan aktif dan produk atau campuran dari
bahan tambahan dan bahan aktif pada bets skala laboratorium. Pemeriksaan
ini sebaiknya dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated testing
condition) atau under stress.
3) Tipe II: Penyelidikan lanjutan atas stabilitas bahan aktif atau obat jadi setelah
dilakukan peningkatan jumlah bets produksi (bets skala pilot).
4) Tipe III: Uji stabilitas dari bahan aktif atau obat jadi yang akan dipasarkan
(bets komersial) untuk mendapatkan atau mencari waktu daluarsanya.
5) Tipe IV: Uji stabilitas rutin terhadap produk yang telah dipasarkan (Post
marketing studies). Pemeriksaan dilakukan satu bets per tahun mulai dari 0
bulan kemudian setiap tahun hingga waktu daluarsa tercapai.
6) Tipe V: Uji stabilitas bahan aktif atau produk yang mengalami beberapa
perubahan (follow up stability), misalnya perubahan bahan baku atau
perubahan proses.
Uji stabilitas yang dilakukan di Jakarta site ialah tipe IV dan V. Parameter uji
stabilitas meliputi pemeriksaan wadah seperti keadaan wadah, keutuhan segel
atau kondisi label; dan pemeriksaan sifat fisik dan kimia yang meliputi pemerian,
berat rata-rata obat, waktu hancur, kekerasan, kadar air, keseragaman kadar,
kemurnian, pH dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
e. Laboratory service and calibration
Bagian ini bertugas melakukan perawatan dan kalibrasi semua peralatan dan
instrumen di laboratorium QC. Perawatan berarti mempersiapkan peralatan dalam
keadaan baik agar siap digunakan sehingga dilakukan pada segala macam
peralatan termasuk peralatan pendukung, seperti vial untuk HPLC atau kuvet
untuk spektrofotometri. Kalibrasi berarti memastikan bahwa pengukuran yang
dilakukan dengan peralatan/instrumen tersebut sesuai dengan keakuratan yang
diinginkan sehingga hanya dilakukan pada peralatan/instrumen yang digunakan
untuk memantau, mengendalikan dan memeriksa parameter kritis atau kualitas
dari suatu produk farmasi. Kalibrasi dilakukan menggunakan standar (kalibrator)
yang diproduksi dengan mengacu pada standar nasional yang tertelusuri misalnya
dari BSN, LIPI, atau KAN. Interval kalibrasi ditentukan berdasarkan tingkat
kekritisan peralatan/instrumen, dengan definisi dari peralatan/ instrumen kritis
ialah:
1) Peralatan/ instrumen yang digunakan untuk pengukuran parameter kritis
dalam pembuatan obat dimana datanya menentukan kualitas obat,
2) Peralatan/ instrumen yang berdampak pada pengukuran kondisi lingkungan,
3) Peralatan/ instrumen yang berdampak pada pemeriksaan QC,
4) Peralatan/ instrumen terkait dengan keselamatan kerja.
Hasil kalibrasi didokumentasikan pada laporan kalibrasi berupa Catatan Hasil
Kalibrasi yang mencakup identitas peralatan/ instrumen, batas yang ditetapkan,
toleransi yang dapat diterima, identitas kalibrator, tanggal dan hasil tiap kalibrasi
serta paraf pelaksana dan pemeriksa kalibrasi.
Universitas Sumatera Utara
Laporan kalibrasi yang dibuat sesuai protap kalibrasi akan diperiksa dan
disahkan oleh Head of IQC Department. Jika kalibrasi dilakukan oleh pihak
ketiga, laporan kalibrasi akan diminta dalam maksimum 2 minggu setelah
kalibrasi. Bila laporan kalibrasi belum diterima lebih dari 2 minggu, raw data
kalibrasi akan dievaluasi oleh user untuk memutuskan peralatan/ instrumen dapat
digunakan atau tidak.
3.2 Production Department
Production Department dibagi menjadi dua unit yaitu Pengolahan/ Processing
yang dikepalai oleh Processing Supervisor dan Pengemasan/ Packaging yang
dikepalai Packaging Supervisor.
Tata letak ruangan ini didesain untuk memudahkan pelaksanaan kerja,
pembersihan, pemeliharaan dan dilengkapi sarana kerja yang memadai untuk
menghindari terjadinya kesalahan dan pencemaran silang yang dapat
mempengaruhi mutu obat, keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Bangunan
juga didesain untuk melindungi kegiatan dan produk dari pengaruh cuaca dan
lingkungan seperti banjir atau rembesan air tanah.
Bangunan PT Aventis Pharma Indonesia di ruang produksi, sebagian gudang, dan
QC memiliki konstruksi sebagai berikut:
1) Dinding: Hebel, yaitu batu bata putih ringan, anti api, diplester dengan
campuran pasir dan semen dan cat dinding epoksi.
2) Plafon/ langit-langit: Eterpan board (anti api) dan cat akrilik.
3) Lantai: beton bertulang dan cat epoksi mortar (anti gores, anti bakteri). Pada
area kelas 3 dilapisi dengan cat epoksi sedangkan pada area kelas 2 dilapisi
Universitas Sumatera Utara
dengan cat akrilik. Lantai dicat epoksi yang kedap air untuk mencegah
rembesan air tanah sehingga bila lantai tergores dan rusak dapat mengurangi
fungsinya dan dapat menjadi tempat akumulasi debu/ partikel. Upaya yang
dilakukan untuk menghindari kerusakan pada lantai ialah dengan
menggunakan sepatu khusus beralaskan karet. Sambungan antara dinding dan
lantai dibuat berbentuk lengkungan untuk mencegah akumulasi debu/ partikel
dan memudahkan pembersihan.
3.2.1 Pengolahan/ Processing
Kegiatan di unit pengolahan secara umum dibagi dua yaitu pengolahan
produk solid (tablet dan tablet salut selaput) dan pengolahan produk semi-solid
(krim, salep, suppositoria dan ovula).
Kegiatan ini berlangsung di ruangan kelas 3 sehingga personilnya
memakai pakaian dan sepatu khusus kelas 3, serta penutup kepala. Ruangan
produksi terdiri dari 2 lantai dengan fungsinya masing-masing:
1) Lantai 1 untuk kegiatan-kegiatan sosial (social activities) yaitu loker sebagai
ruangan untuk ganti pakaian dan sepatu sebagai persiapan sebelum masuk ke
area kelas 3 dan kelas 2.
2) Lantai dasar digunakan sebagai area untuk pengolahan maupun pengemasan.
Persyaratan di ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (jumlah partikel
dan cemaran mikroba), suhu, RH, intensitas cahaya, serta perbedaan tekanan
udara.
Sebelum dipakai untuk kegiatan produksi, ruangan produksi harus bersih.
Setiap ruangan yang telah dibersihkan diberi label “BERSIH”, dan jika telah
digunakan diberi label “UNTUK DIBERSIHKAN” berwarna merah. Ruangan
Universitas Sumatera Utara
tersebut maksimal harus sudah dibersihkan dalam waktu 1 minggu, tetapi
biasanya setelah digunakan ruangan segera dibersihkan. Ruangan dibersihkan
oleh cleaner, sedangkan alat, mesin, dan utilitasnya dibersihkan oleh operator
yang menggunakannya. Label “BERSIH“ ditandatangani oleh operator yang
membersihkan dan disetujui oleh foreman di bidang masing-masing (solid dan
semisolid). Masa berlaku label “BERSIH“ adalah 1 bulan, jika waktu tersebut
terlampaui, maka ruangan tidak dapat digunakan dan perlu dibersihkan kembali.
Kegiatan pengolahan selalu mengikuti prosedur baku untuk tiap produk yang
disebut Prosedur Pengolahan Induk yang selalu diperbaharui secara berkala untuk
disesuaikan dengan standar GMP, disesuaikan dengan kondisi alat yang dimiliki,
dan untuk menjaga keseragaman serta kualitas produk yang dihasilkan antar bets.
Prosedur Pengolahan Induk (PPI) disusun oleh Processing Supervisor yang
diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor serta disetujui oleh Head
of IQC. PPI berisi cara pembuatan atau pengolahan obat tahap demi tahap. Selain
PPI, juga ada pedoman yang disebut Protap yang harus diikuti oleh pihak yang
bersangkutan.
Sebelum digunakan, ruang pengolahan harus selalu dicek RH 30-60%,
temperatur 19-25°C, dan perbedaan tekanan (ΔP) minimal 7,5Pa. Untuk
memudahkan pemeriksaan kelengkapan dan kesiapan ruangan dibuat daftar
periksa yang dijadikan 1 berkas dengan PPI produk yang akan dibuat.
Pemeriksaan dilakukan oleh operator, staf QA, dan disetujui oleh foreman atau
Processing Supervisor.
Setiap kali hendak melakukan produksi, dibuat transfer order melalui SAP ke
gudang, berisi permintaan bahan yang diperlukan berdasarkan formula induk (bill
Universitas Sumatera Utara
of material/ master recipe). Bila material sudah release di sistem, bahan akan
disiapkan dan dikirim ke material transit room. Dalam material transit room,
bahan yang dikirimkan diperiksa jumlah, jenis, tanggal daluwarsa, dan ada
tidaknya label “RELEASED“. Setelah itu, dilakukan batch determination pada
SAP, bahwa material sudah diambil dari bets yang dikirim. Stock adjustment
dilakukan untuk memperbaharui jumlah stok bahan yang tersisa setelah diambil
untuk produksi. Setelah batch determination selesai, maka dibuat Good Issue.
Good Issue menginformasikan jumlah barang yang benar-benar digunakan.
Proses produksi didokumentasikan pada Catatan Pengolahan Bets yang berisi
nama produk, nomor bets, jenis dan jumlah bahan yang digunakan dan data-data
lain terkait proses pengolahan yang dilakukan. Setelah proses pengolahan selesai,
dikeluarkan GRS untuk menginformasikan jumlah produk ruahan yang berhasil
diproduksi dan siap dikemas. Setelah proses produksi selesai, maka diberi
keterangan TeCo (Technically Completed) pada sistem untuk menandai bahwa
produksi produk tersebut telah diselesaikan dan dilakukan konfirmasi working
hour (labour hour dan machine hour).
3.2.2 Pengemasan/ Packaging
Pengemasan dilakukan di 2 macam ruangan, ruangan kelas 3 untuk
pengemasan primer dan kelas 2 untuk pengemasan sekunder. Masing-masing
kelas memiliki pakaian khusus masing-masing dan ruang ganti pakaian yang
berbeda.
Persiapan proses pengemasan perlu dilakukan dengan seksama agar tidak
terjadi kekeliruan dalam penggunaan produk ruahan dan atau bahan pengemas,
Universitas Sumatera Utara
salah penandaan atau mix up antar produk maupun antar bets. Kegiatan
pengemasan meliputi:
1) Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke Processing
Supervisor. Pastikan catatan pengolahan bets dan produk ruahan yang akan
dikemas telah disahkan oleh Supervisor Processing produk yang
bersangkutan dan Production Manager atau wakilnya.
2) Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk)
Siapkan Catatan Pengemasan Bets dari kopian prosedur pengemasan induk
(PPI) untuk bets yang bersangkutan. Dalam Catatan Pengemasan Bets berisi
tentang nama produk, nomor bets, material yang dibutuhkan beserta
jumlahnya, dan lain-lain. Pembuatan atau revisi dan sirkulasi Prosedur
Pengemasan Induk dilakukan oleh bagian produksi. Penyimpanan Prosedur
Pengemasan Induk asli disimpan di ruang QA Supervisor dan setiap
peminjaman atau fotokopi harus dengan izin QA Supervisor. Penggunaan
dokumen tersebut harus dicatat dalam buku Catatan Pemakaian Prosedur
Pengemasan Induk. Prosedur Pengemasan Induk disusun oleh Packaging
Supervisor, diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor, serta
disetujui oleh Head of IQC.
3) Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan)
Permintaan bahan-bahan ke gudang dilakukan dengan membuat transfer
order dari SAP yang mencantumkan nama bahan, nomor batch dan jumlah.
4) Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan:
a) Bahan pengemas primer
Universitas Sumatera Utara
Bahan-bahan pengemas primer seperti tube dipindahkan ke dalam keranjang
aluminium di ruang transit antara gudang dan ruang pengemasan kelas 3.
Alufoil, PVC foil, cold forming dan rotoplast dikeluarkan dari kardusnya,
diperiksa dan ditimbang keutuhan core dan pembungkus plastiknya kemudian
dibawa ke ruang penyimpanan bahan pengemas primer di kawasan kelas 3.
b) Bahan pengemas sekunder (cetakan)
Tiap bahan pengemas yang diterima akan diperiksa dan dipastikan cetakan
yang diterima telah sesuai dengan spesifikasi yang ada pada display bahan
pengemas yang berlaku. Pada tahap ini juga dipastikan dan diperiksa bahwa
jumlah setiap bahan sesuai dengan permintaan. Penerimaan bahan tersebut
termasuk nomor betsnya dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Bahan
pengemas yang telah dikirimkan oleh bagian gudang diletakkan pada ruang
Air Lock Secondary Packaging Material yang kemudian dipindahkan ke dalam
kerangkeng besi dan diteruskan ke ruang persiapan untuk ditangani sesuai
dengan instruksi Prosedur Pengemasan Induk. Hasil cetakan pertama (folding
box dan master box) ditunjukkan pada Supervisor dan dimintakan paraf serta
tanggal persetujuannya oleh operator. Pembuatan folding box mengacu kepada
persyaratan global PT Aventis Pharma.
c) Produk ruahan
Pada produk ruahan dilakukan pemeriksaan terhadap segel wadah. Wadah
bagian terluar dibersihkan dan diperiksa batas waktu pengemasan yang tertera
pada produk ruahan. Produk ruahan disimpan di bulk staging pada ruang kelas
3 sebelum dikemas.
5) Penanganan kunci lemari penyimpanan folding box dan packing insert
Universitas Sumatera Utara
Folding box dan packing insert yang tidak langsung digunakan harus disimpan
dalam ruang penyimpanan (storage room) dalam lemari yang terkunci. Kunci
dipegang oleh supervisor atau foreman.
6) Persiapan mesin dan peralatan
Dilakukan pemeriksaan kebersihan alat dan mesin yang akan digunakan oleh
supervisor/ foreman/ leader.
7) Pemeriksaan jalur pengemasan
Jalur pengemasan dibersihkan dari sisa produk ruahan, bahan pengemas dan
dokumen bets sebelumnya. Label “BERSIH” yang melekat pada mesin dan
jalur diambil dan ditempelkan pada Catatan Pengemasan Bets yang
bersangkutan. Pemeriksaan jalur pengemasan dilakukan untuk mencegah mix-
up antar produk jadi dalam proses pengemasan dan juga untuk memeriksa
kebenaran alat kontrol isi folding box.
8) Pengawasan dalam pengemasan
Pengawasan dalam proses pengemasan bertujuan untuk mengontrol atau
mencegah terjadinya kesalahan dalam setiap tahap dalam proses pengemasan.
Hal-hal yang dilakukan dalam pengawasan tersebut meliputi:
a) Pengawasan yang pertama kali dilakukan adalah pada saat ganti pakaian di
ruang ganti.
b) Pemeriksaan persiapan jalur pengemasan (Packaging line).
Apabila dalam satu hari kerja jalur pengemasan dipakai untuk mengemas
dua jenis produk berturut-turut, maka sebelum digunakan untuk produk
kedua harus dilakukan pemeriksaan jalur pengemasannya.
Universitas Sumatera Utara
c) Pemeriksaan kesesuaian display dan catatan pengemasan produk yang
meliputi nama produk, batch number, batch size, tanggal mulai
pengemasan, tanggal kadaluarsa, tanggal pengambilan contoh dan tanggal
selesai pengemasan.
d) Pemeriksaan dalam proses pengemasan dilakukan minimal 3 kali setiap
hari kerja dan apabila terjadi penyimpangan proses segera dihentikan dan
dilaporkan kepada supervisor dan jika tidak dapat diselesaikan dilaporkan
kepada Production Manager dan QA untuk diambil langkah selanjutnya.
e) Pemeriksaan kebocoran blister atau rotoplast dengan menggunakan blue
test oleh bagian pengemasan primer.
f) Pengambilan contoh bahan pengemas (folding box dan packing insert yang
telah dicap) dan produknya di awal, tengah, dan akhir pada setiap hari
pengemasan dengan mencatat jumlah contoh, tanggal pengambilan, dan
paraf pada catatan pengemasan bets yang bersangkutan. Retained sample
dikirim bersama folding box ke gudang lalu di ambil oleh QC officer.
Pengemasan primer dan sekunder di PT Aventis Pharma terdiri dari 5 jalur.
Jalur 1, 2 dan 3 untuk pengemasan primer (blistering) dan sekunder tablet secara
on-line, jalur 31/2 untuk pengemasan primer (bottling) dan sekunder tablet secara
on-line, sedangkan jalur 4 untuk pengemasan sekunder secara manual (repacking).
Suppositoria dan ovula dikemas di ruang khusus.
Masing-masing mesin pengemas primer di tiap jalur (line) dilengkapi sensor,
sensor di line 1, 2 dan 3 dapat mendeteksi ada tidaknya keretakan pada tablet dan
ada tidaknya tablet di tiap kantung blister. Sedangkan, pada mesin pengemasan
sekunder dilengkapi sensor untuk mendeteksi ada tidaknya cetakan batch number
Universitas Sumatera Utara
dan barcode/ pharmacode pada folding box Setelah pengemasan selesai, master
box berisi produk jadi disimpan di gudang dan dibuat GRS sebagai informasi
bahwa produk telah berada di gudang dan siap untuk didistribusikan.
3.3 Technical Services Department (TSD)
Beberapa hal yang menjadi tanggung jawab departemen ini adalah
kualifikasi peralatan, fasilitas, dan sistem penunjang (utility); Air Handling Unit
(AHU); Purified Water Plant (PWP); perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana
penunjang; serta aspek HSE.
a. Kualifikasi peralatan, fasilitas dan sistem penunjang (utility)
Adalah pembuktian secara tertulis yang menunjukkan bahwa suatu alat,
fasilitas, sistem penunjang, komputer dan proses pengemasan secara otomatis
bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara konsisten
dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang ditetapkan. Kualifikasi
hanya dilakukan sekali yaitu pada saat awal penggunaan alat, mesin maupun
sarana penunjang. Kualifikasi mencakup :
1) Design Qualification (DQ)
2) Installation Qualification (IQ)
3) Operation Qualification (OQ)
4) Performance Qualification (PQ)
b. Air Handling Unit (AHU)
Sistem tata udara di desain dengan tujuan agar persyaratan kondisi udara di
ruang kerja (temperatur, RH, pergantian udara, tekanan/ arah aliran) dapat
terpenuhi. Penanganan tata udara di Pharma Factory harus mendapat perhatian
Universitas Sumatera Utara
khusus karena sangat mempengaruhi kualitas dari produk yang sedang diolah,
terutama dalam hal menghindarkan dari resiko kontaminasi dan kontaminasi
silang.
Technical Services Department bertugas memonitor sistem AHU di PT
Aventis Pharma. AHU adalah sistem pengaturan udara yang diterapkan di pabrik
(Warehouse, Processing dan Packaging). Sistem yang mengontrol AHU adalah
Building Management System (BMS).
Setiap ruangan mempunyai return line dan supply line yang berbeda sehingga
selalu tersedia udara bersih dalam ruangan. Ruangan Processing dan primary
Packaging juga dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi untuk membuang
udara keluar (tidak mengalami resirkulasi).
AHU yang ada merupakan AHU yang bertingkat dimana AHU yang pertama
mengambil udara segar dari luar yang disebut dengan AHU-FA (AHU-Fresh
Air), kemudian udara tersebut akan dialirkan ke AHU. AHU bertingkat
dimaksudkan untuk mengurangi beban kerja AHU dalam mendinginkan udara
sehingga akan meningkatkan masa kerja dari AHU tersebut.
Udara pada AHU mengalir dari intake module kemudian didinginkan oleh
cooling coil di dalam coil module. Sistem pendinginan pada cooling coil ini
berasal dari chilled water. Akan tetapi, ada juga AHU yang sumber dinginnya
berasal dari refrigerant, sering juga disebut dengan Direct Expantion AHU (DX
AHU). Tujuan pendinginan ini adalah untuk menurunkan suhu dan menurunkan
kelembaban dengan mengembunkan uap air yang ada di dalam udara. Sensor
suhu dipasang pada pipa suplai dan return chilled water, sehingga perubahan
Universitas Sumatera Utara
suhu pada chilled water dapat dipantau/ dimonitor setiap saat sesuai dengan
kebutuhan.
Ada 18 total AHU yang berada di area gudang dan di area produksi baik
pengolahan (kawasan kelas 3) maupun pengemasan (kawasan kelas 3 dan kelas
2).Udara dihisap melalui fan module, setelah didinginkan oleh cooling coil
kemudian didorong oleh supply fan untuk masuk ke ruangan-ruangan yang
disuplai. Sebelum keluar, udara disaring untuk mengurangi partikel dan bakteri
yang ada menggunakan filter. Udara yang masuk ke AHU akan mengalami
penyaringan berkali-kali. Ada 4 jenis filter dalam sistem AHU, yaitu pre filter
(efisiensi 30%), medium filter (efisiensi 80-85%), medium filter (efisiensi 90-
95%) dan HEPA filter (efisiensi 99,995%). Tidak semua AHU dilengkapi dengan
HEPA filter. AHU yang memiliki HEPA filter, yaitu AHU-002, AHU-03, AHU-
04, AHU-05A, AHU-05B, AHU-006 dan AHU-DX03. Differential pressure
dipasang pada medium filter dan HEPA filter untuk mengetahui besarnya
perbedaan tekanan di filter dan memudahkan untuk mengetahui kondisi keabsahan
filter tersebut.
c. Purified water plant (PWP)
Dalam proses produksi PT Aventis Pharma menggunakan purified water.
Untuk uji laboratorium (kimia dan mikrobiologi) digunakan ultra purified water,
yaitu hasil pengolahan purified water dengan alat MilliQ-Plus. Sumber purified
water adalah potable water (air PAM yang telah melewati sand filter dan
mengalami klorinasi). Sumber purified water dapat juga dari air sumur (well
water). Purified water di area produksi disuplai dari water generation plant,
sedangkan untuk laboratorium QC disuplai dari alat Milli RX 75.
Universitas Sumatera Utara
Dalam sistem Purified Water Plant, ada 3 bagian penting yang semuanya
berlangsung dan dikontrol secara otomatis (computerized), yaitu :
1) Osmotron berkapasitas 500 L/jam, yaitu sistem pengolahan air melalui
reverse osmosis (RO) dan electro de-ionization (EDI).
2) Water tank, yaitu tempat penampungan purified water setelah melalui RO.
3) Loopo, yaitu sistem sirkulasi dan distribusi purified water dari water tank ke
pengguna (user point).
Tahap-tahap pengolahan purified water dapat dilihat pada Lampiran 9 dengan
penjelasan sebagai berikut :
1) Air mengalir dari sumber air ke PWP system (letaknya disamping ruang
office di pharma factory dengan pintu khusus). Sumber air ada 2 yaitu air
PAM/ drinking water (akan diubah menjadi potable water) dan well water.
Well water dipakai jika air PAM tidak mengalir.
2) Air akan menuju multimedia filter yang berfungsi untuk menyaring partikel-
partikel besar. Filter ini memiliki mekanisme pembersihan secara otomatis
(diprogram setiap jam 11 malam melalui metode backwashing).
3) Kemudian air akan disaring lagi dalam backwash filter (proses pembersihan
diri terjadi secara otomatis dan kontinyu, diatur supaya air masuk dan kotoran
langsung dibuang ke drain).
4) Selanjutnya, air masuk ke dalam water softener yang di dalamnya terdapat
resin. Di sini kesadahan air (water hardness) dikurangi dengan mekanisme
pengikatan ion, sehingga kandungan ion dalam air berkurang (konduktivitas
air belum diukur). Pada proses ini diinjeksikan NaCl sebagai pengikat ion, ion
positif akan diikat oleh Na+ dan sebaliknya oleh Cl-. Terdapat 2 tanki softener
Universitas Sumatera Utara
pada proses ini, di dalamnya terdapat resin (mediator pengikat ion) yang perlu
diregenerasi secara berkala. Dua tanki softener bertujuan untuk meringankan
beban kerja (1 tanki sudah dapat memberikan kontribusi 100%, dengan
adanya 2 tanki beban kerja itu dibagi). Ketika tanki 1 diregenerasi maka katup
pada tanki 1tertutup dan proses softening dilakukan oleh tanki yang lain. Air
selalu mengalir dari tanki 1 ke tanki 2 karenanya perbandingan regenerasi
tanki 1 dan tanki 2 adalah 3:1. Regenerasi dilakukan dengan mencuci ion-ion
yang ada pada resin (resin berumur kerja 5 tahun). Air yang telah melalui
water softener kemudian dideteksi tingkat kesadahannya dengan residual
hardness meter. Tingkat konduktivitas air sampai tahap ini adalah sekitar
1400 μs/cm. Konduktivitas air PAM berkisar antara 1600 μS/cm. Air yang
telah mengalami water softening disebut soft water.
5) Soft water akan mengalir ke filter 5 μm. Disini terjadi penginjeksian sodium
metabisulfit yang digunakan untuk mengikat kelebihan ion Cl maupun Cl
bebas.
6) Selanjutnya, soft water akan mengalami proses RO. Disini terjadi proses
desalinasi untuk menghilangkan kandungan garam dari soft water. Hasil RO
dari soft water disebut permeate, sedangkan sisanya (concentrate) akan
dibuang. Pada osmotron terdapat water conversion factor (WCF) yang
mengatur perbandingan soft water dan permeate menjadi 75%. Semua air
buangan yang ditampung dalam drain diolah di WWTP. Permeate memiliki
nilai konduktivitas sebesar 10 μs/cm.
7) Selanjutnya permeate akan mengalami electric de ionization (EDI) dalam
septron. Pada proses EDI terjadi pertukaran ion dengan bantuan stimulasi
Universitas Sumatera Utara
listrik (dengan sengaja dialirkan listrik pada air, sehingga molekul akan pecah
menjadi ion-ion yang reaktif, selanjutnya air terstimulasi ini digunakan untuk
mencuci permeate). RO dan EDI bertujuan untuk menurunkan konduktivitas
air. Hasil pengolahan permeate dalam septron disebut dilute/purified water
yang memiliki nilai konduktivitas sebesar 0,09 μs/cm3 (limit yang
dipersyaratkan 1,3 μs/cm3), selanjutnya air akan ditampung dalam water tank.
8) Water tank dilengkapi dengan valve dan switch level. Jika water tank sudah
penuh akan mengaktifkan switch level untuk menutup valve, sehingga purified
water tidak masuk lagi ke dalam water tank. Air akan tersirkulasi kembali dan
bergabung dengan soft water untuk diolah kembali (WCF yang tadinya 75%
menjadi 90%). Mode operation system-nya berubah dari operation menjadi
circulation dimana volume dan kecepatan pompa diatur (computerized).
Purified water harus selalu mengalir dan kecepatan alirannya dijaga untuk
menghindari pertumbuhan bakteri.
9) Purified water kemudian didistribusikan ke user points dengan loopo
distribution system. Pada sistem ini terdapat heat and cooling exchanger yang
berguna untuk mengubah suhu air sehingga sesuai dengan parameter purified
water. Suhu setelah keluar dari water tank adalah 30°C, setelah dilewatkan
dalam exchanger dan terjadi penyeimbangan kalor (asas Black) suhu menjadi
25°C. Pendingin dalam exchanger berasal dari chilled water (5°C).
10) Setelah beberapa waktu akan muncul lapisan biofilm di permukaan dalam
pipa, dibersihkan dengan loopo sanitation system. Air dari water tank
dipanaskan sampai 85°C selama 90 menit dalam exchanger dengan
menggunakan superheated water (120°C bertekanan 6 bar dan berwujud cair).
Universitas Sumatera Utara
Ketika sanitasi dilakukan water tank berisi 24%, valve tidak boleh dibuka,
sehingga mode yang berjalan adalah sirkulasi seperti ketika water tank penuh,
chilled water valve tertutup otomatis, sementara di user points tidak boleh ada
karyawan untuk alasan HSE. Proses sanitasi di loopo system ini dilakukan 2
kali setahun.
11) Pembersihan yang dilakukan di osmotron dilakukan dengan menggunakan
H2O2 (desinfektan) yang diinjeksikan selama 15 menit ke pipa sebelum tanki
softener, setelah air dibiarkan dalam keadaan diam selama 3 jam (ada waktu
kontak dengan permukaan pipa/ wadah/ RO membrane/ EDI) agar proses
desinfeksi efektif. Setelah proses pencucian otomatis, air sisa pembersihan
dibuang. Pembersihan osmotron juga dilakukan 2 kali setahun (Juni dan
Desember).
12) Tanki NaOH 5% hanya diinjeksikan jika sumber air yang dipakai adalah well
water karena banyak mengandung logam berat dan bakteri. NaOH
diinjeksikan ke pipa sebelum membran 5 μm secara otomatis dan terus-
menerus selama well water dipakai. Dengan well water maka WCF yang
dipakai pada proses RO adalah 50%.
d. Perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana penunjang (utility)
Semua fasilitas, peralatan dan utility yang digunakan dalam kegiatan produksi
perlu dirawat menurut sistem yang memadai. Sistem maintenance di PT Aventis
Pharma dikontrol secara terkomputerasi dengan Maintenance Management System
(MMS). Tujuan adanya perawatan fasilitas,peralatan dan sarana penunjang adalah
untuk menyediakan sistem perawatan fasilitas, peralatan dan utility yang memadai
Universitas Sumatera Utara
dalam rangka menjamin produktivitas dan kualitas produk maupun tingkat
kesehatan dan keselamatan kerja. Pada dasarnya terdapat dua macam perawatan :
1) Preventive maintenance (PM)/ perawatan preventif
2) Breakdown maintenance (BM)/ perbaikan
Preventive maintenance dilakukan pada alat yang kritis, yaitu alat yang
apabila terjadi kerusakan berdampak penting atau tinggi (T) terhadap paling tidak
salah satu aspek berikut ini:
1) Health, Safety and Environment
2) Kualitas produk
3) Kelancaran operasi/ produksi
Apabila dampak terhadap ketiganya rendah (R), seandainya alat tersebut
mengalami gangguan atau kerusakan, maka cukup diterapkan perawatan secara
perbaikan atau breakdown maintenance. Pada work order, PM ditandai dengan
priority 3 (high) dan 4 (very high). Sedangkan untuk BM priority nya adalah 1
(low) dan 2 (moderate).
Sasaran MMS adalah menjamin bahwa kinerja sistem, peralatan, dan utility
tetap dalam batas-batas yang dapat diterima, supaya tidak menyebabkan
terganggunya tingkat produktivitas karena terhentinya mesin atau terganggunya
kualitas dan kemurnian produk ataupun timbulnya bahaya bagi kesehatan dan
keselamatan kerja.
3.4 Health, Safety and Environment (HSE)
Health, Safety and Enviroment (HSE) merupakan aspek yang mendasari
semua kegiatan di PT Aventis Pharma selain CPOB. Sistem HSE menciptakan
Universitas Sumatera Utara
kondisi kerja yang terbebas dari kecelakaan/ penyakit akibat kerja serta mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan sehingga proses produksi dapat berjalan lancar
dan efisien. Dasar yang digunakan oleh PT Aventis Pharma dalam melaksanakan
HSE adalah HSE Aventis Global, HSE key requirement, HSE Standards dan
peraturan negara mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang
dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), serta Upaya Kesehatan
Kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Depkes). Hierarki dokumen
HSE di PT Aventis Pharma adalah sebagai berikut:
1) HSE Aventis Global: merupakan kebijakan HSE yang berlaku di seluruh
Aventis di seluruh dunia.
2) Persyaratan Utama (Key requirements): merupakan elemen esensial minimum
yang harus diterapkan di suatu site.
3) Standard (Standard): menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan oleh site saat
menerapkan Key requirements
4) Panduan (Guidelines): yaitu dokumen yang umumnya berisi informasi teknis
dalam bentuk protap.
5) Prosedur Tetap (Standard Operating Procedures/ SOP)
Hierarki dari hubungan antara dokumen-dokumen ini dapat dilihat pada gambar
3.1 berikut ini.
Gambar 3.1 Hierarki Dokumen HSE
Universitas Sumatera Utara
Sasaran kebijakan program HSE di PT Aventis Pharma berpedoman pada prinsip
pengembangan yang berkesinambungan yaitu :
1) Secara aktif berusaha mencegah dampak yang merugikan terhadap udara, air
tanah, sumber daya alam dan kesehatan manusia.
2) Menghindarkan terjadinya cedera pada semua karyawan, kontraktor dan
masyarakat sekitar.
3) Memberi perhatian pada aspek HSE dalam perancangan pabrik, perancangan
dan pengembangan produk baru, serta mengelola resiko HSE dari semua
produk.
4) Mengatasi dampak lingkungan yang timbul.
5) Mengukur kinerja dan menyampaikan hasilnya secara terbuka untuk
membangkitkan keyakinan dan pengakuan pada semua pihak yang
berkepentingan.
Untuk menjamin realisasi tujuan HSE dan memastikan program-program
HSE terselenggara, diperlukan sistem pengelolaan HSE yang komprehensif.
Sistem managemen HSE mencakup pengembangan kebijakan, pengorganisasian,
perencanaan dan implementasi, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja dan
pengauditan. Proses sistem manajemen tersebut berlangsung secara berulang dan
berkesinambungan.
Dalam bidang lingkungan, tanggung jawab HSE adalah dalam hal:
(a) Environmental Management System (EMS)
Meliputi seluruh sistem pendokumentasian standar lingkungan yang berada di
PT Aventis Pharma Indonesia. Laporan implementasi Rencana Kegiatan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan lingkungan (RPL) disusun oleh
Universitas Sumatera Utara
perusahaan untuk dilaporkan ke Badan Pemeriksa Lingkungan Hidup Daerah
(BPLHD) tiap 3 bulan sekali.
(b) Environmental Risk Assessment (ERA)
Environmental Risk Assessment (ERA) merupakan program yang mencakup
analisis dampak lingkungan hidup bagi seluruh karyawan PT Aventis Pharma.
Program ini mencakup segala kegiatan dan aspek-aspeknya, fasilitas dan
lingkungan yang dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan keselamatan
karyawan.
(c) Waste Management System
Merupakan usaha dalam pengelolaan sampah dengan melakukan waste
minimizing maupun reduction dengan cara eliminasi/reduksi, daur ulang dan
disposal (insinerasi atau ditanam). Limbah yang dihasilkan ini harus dikelola
agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Jenis limbah dari PT Aventis
Pharma adalah limbah padat, limbah cair, limbah suara dan limbah gas. Alur
penanganan limbah dapat dilihat pada Lampiran 10. Limbah padat ada dua
macam, yaitu:
i. Limbah padat B3 (bahan berbahaya dan beracun)
Pengelolaan limbah padat B3 (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium,
produk expired, produk rejected, bahan padat yang kontak langsung
dengan bahan obat maupun obat jadi dan debu obat dari dust collector),
dilakukan oleh PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri). Limbah
tersebut disimpan di TPSB3 (Tempat Penyimpanan Sementara Limbah
B3), kemudian dibawa ke PPLI setelah 90 hari.
Universitas Sumatera Utara
ii. Limbah padat non B3
Limbah padat non B3 terbagi menjadi limbah padat yang dapat di daur
ulang dan yang tidak dapat di daur ulang. Limbah yang dapat di recycle
akan di ambil oleh pihak ketiga untuk di daur ulang. Sedangkan untuk
limbah yang tidak dapat di recycle akan dilakukan pengangkutan secara
rutin oleh petugas kebersihan pemerintah dua hari sekali.
Limbah cair ada tiga macam, yaitu :
(a) Limbah cair B3
Limbah cair B3 seperti limbah dari laboratorium berupa zat organik,
anorganik, alkohol, asam, garam, juga dari TSD seperti NaOH untuk
pembuatan purified water, air aki dan sodium metabisulfit dikelola di
PPLI. Limbah cair B3 disimpan dalam TPSB3. Limbah cair B3 yang
beratnya < 50 kg/hari boleh disimpan lebih dari 90 hari, tetapi jika
beratnya > 50 kg/hari tidak boleh disimpan lebih dari 90 hari.
(b) Limbah cair non B3
Limbah cair non B3 seperti limbah cair domestik (air cucian, septic
tank, kantin, dan kantor) dikelola melalui IPAL (Instalasi Pengolahan
Air Limbah) atau Waste water treatment plant (WWTP), karena
menurut peraturan pemerintah limbah cair harus diolah dulu sebelum
dibuang.
(c) Limbah cair berupa oli
Limbah cair berupa oli yang digunakan untuk perawatan kompresor
dan genset disimpan dalam TPSB3 untuk kemudian dikirimkan ke
pengolah limbah PT Nirmala Tipa.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 582/1995 tentang
Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/ Baku Badan Air Serta Baku
Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta
N0.299/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu
Air Sungai/Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta,
maka ditetapkan buangan limbah cair PT Aventis Pharma Indonesia dibuang ke
kali Sunter dimana peruntukannya adalah untuk pertanian dan usaha perkantoran.
PT Aventis Pharma memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau
WWTP (Waste Water Treatment Plant) yang digunakan untuk mengolah limbah
cair non B3 sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah cair ini berasal dari pabrik
dan harus diolah terlebih dahulu karena masih mengandung zat-zat yang
berbahaya yang dapat mencemari lingkungan. Pada intinya, prinsip dari WWTP
adalah sebagai berikut:
(a) Limbah dari office building 1 dan 2 akan masuk ke dalam septic tank,
kemudian airnya dialirkan masuk ke Collecting pit (CP) 1. Limbah dari Multi
Purpose Building (MPB), Quality control (QC), dan Workshop akan masuk
septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk CP 2. Limbah dari factory
masuk ke dalam septic tank kemudian airnya dialirkan ke CP 3. Air dari CP 1,
CP 2 dan CP 3 akan masuk dengan menggunakan switch level, jika tinggi
permukaan cairan di masing-masing CP sudah mencapai batas maka pompa
akan secara otomatis mengalirkan cairan ke equalization tank (di atasnya
terdapat perforated screen/ penyaring kotoran seperti daun, plastik, dan lain-
lain).
Universitas Sumatera Utara
(b) Di equalization tank, dimana air dengan berbagai konsentrasi dan kondisi dari
ketiga collecting pit tersebut mengalami ekualisasi sehingga parameter
variatif dapat disetarakan untuk meringankan beban aerasi. Kapasitas
equalization tank adalah 50 m3 dan aliran yang terjadi per harinya adalah 100
m3. Proses ini memakan waktu 8 jam, sementara total pengolahan air adalah
24 jam.
(c) Selanjutnya, air masuk ke dalam aeration tank dengan menggunakan switch
level dimana terjadi aerasi untuk memberikan udara (oksigen) yang cukup
bagi bakteri pengurai (sebagai syarat aerasi) dan menghilangkan bau. Dalam
proses aerasi ini digunakan proses biologik aerobik dengan menggunakan
bakteri aerob (pembiakan bakteri sebesar 50 m3 yang dibiakkan dan dibiarkan
selama kurang lebih 10 jam).
(d) Selanjutnya aliran limbah menuju sedimentation tank. Bakteri yang mati,
kotoran, tanah, partikel padat akan tersedimentasi (proses overflow tanpa
pompa) menjadi sludge dan diendapkan dalam sedimentation tank yang
berbentuk kerucut di dasar, sludge mengendap ke bawah sementara air bersih
berada di atas. Dari sedimentation tank, air akan dialirkan ke clean water tank
yang sebelumnya telah mengalami klorinasi dengan hipoklorit NaOCl 12%
untuk membunuh sisa bakteri yang belum tersedimentasi (kecepatan tetesan
diatur) kemudian dialirkan ke sungai. Sebelum air dibuang ke sungai, harus
dilakukan pemeriksaan BOD, COD, pH, total nitrogen, TSS (Total Suspended
Solid), KMnO4, antibiotika dan kadar fenol terlebih dahulu setiap 24 jam
sekali. Pemeriksaan dilakukan menggunakan instrumen dan reagen khusus
sesuai protap.
Universitas Sumatera Utara
(e) Sludge (lumpur) yang telah diendapkan dalam sedimentation tank akan masuk
ke sludge tank dengan menggunakan pompa. Kemudian sludge dikeringkan
dalam sludge drying bed. Sludge kering selanjutnya dibawa ke PPLI untuk
proses lebih lanjut.
(f) Khusus untuk limbah cair yang berasal dari sisa mencuci alat yang
mengandung antibiotik dipisahkan, kemudian diproses terlebih dahulu dalam
pre-treatment tank untuk merusak struktur molekul antibiotik sehingga tidak
mengganggu proses aerasi karena antibiotik dapat membunuh bakteri yang
ditumbuhkan dalam aeration tank.
Bagan pengolahan air limbah dapat dilihat pada Lampiran 11.
3.5 Plant Logistic Departmemt
Departemen ini menjembatani komunikasi antara bagian produksi dan
pemasaran, terdiri dari 2 unit, yaitu Warehouse dan Production Planning. Plant
Logistic Department bertugas melakukan perencanaan pengadaan material yang
akan dipakai pada proses produksi obat, penyusunan jadwal proses produksi di
pabrik dan mengendalikan persediaan bahan baku dan produk jadi yang ada di
gudang.
Tugas Plant Logistic adalah menerima forecast yang telah dibuat oleh
bagian pemasaran untuk kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan prioritas,
Plant Cycle Time dan Track Record dari pemasaran, kemudian bersama bagian
produksi menyusun rencana produksi. Demikian pula dengan pengadaan barang di
gudang dibuat dengan dasar perkiraan (forecast) terhadap penjualan obat jadi atau
distribusi obat jadi ke supplier atau Pedagang Besar Farmasi (PBF). Rencana
Universitas Sumatera Utara
produksi disusun berdasarkan kebutuhan pasar akan barang-barang, stok barang di
gudang dan berdasarkan jadwal penggunaan mesin untuk produksi obat lain.
Forecast dari pemasaran tidak diterima begitu saja oleh Plant Logistic.
Pemasaran harus memberikan presentasi dan argumen yang kuat berkaitan dengan
forecast yang dibuatnya serta estimasi kemampuannya untuk memasarkan produk.
Karena tidak selamanya forecast yang diberikan pemasaran disertai kemampuan
untuk memasarkannya, perlu bagi Plant Logistic untuk menganalisis lebih lanjut.
Jumlah permintaan berdasarkan forecasting sangat tergantung dari kegiatan
pemasaran bulan itu misalnya sedang ada kegiatan sosial atau advertising dimana
dimungkinkan jumlah penjualan besar yang harus ditunjang oleh produksi. Tetapi
harus tetap dijaga untuk mencegah terjadinya over stock.
3.5.1 Production Planning Unit
Production planning unit terdiri dari 3 subunit yaitu External Planning
yang membawahi Inter-company Section, Export Section dan External
manufacturing Section.
1) External Manufacturing Section
External manufacturing atau Toll manufacturing dilakukan di PT Boehringer
Ingelheim Indonesia (BII), kontrak diperbaharui setiap 5 tahun. Toll
manufacturing, penjabaran atau sosialisasi forecast juga melalui S&OP.
S&OP level satu pada toll manufacturing tetap dilakukan oleh PT Aventis
Pharma Jakarta site baik forecasting maupun analisisnya, tetapi S&OP level
dua berbeda. Pada toll manufacturing, S&OP level dua tidak lagi dibicarakan
production planning tetapi delivery plan yang disebut Toll Strategic Meeting.
Sebenarnya keduanya sama, hanya kapasitasnya yang berbeda karena
Universitas Sumatera Utara
mencakup dua perusahaan (antar perusahaan). Toll Strategic Meeting
dilakukan setiap tiga bulan yang dihadiri pihak PT Aventis Pharma Indonesia
(yaitu Head of IA, Manager Plant Logistic dan wakilnya, penanggung jawab
Plant Logistic seksi External Manufacturing) dan dari pihak PT BII (Head of
IA, Manager supply chain). Operational meeting dilakukan setiap bulan
untuk mengatur hal-hal yang bersifat operasional dan teknis.
2) Export Section
Bagian ini menangani produk-produk yang akan diekspor ke berapa negara
seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Australia dan Filipina. Tujuan
ekspor adalah selalu interco Aventis di negara-negara yang dimaksud. Kinerja
seksi ini dilihat dari Customer Service Level (CSL). Jika delivery date (yang
telah disepakati antara PT Aventis Pharma Jakarta site dan interco tujuan) di
salah satu negara tersebut tidak tepat/ terlambat akan berakibat menurunnya
nilai CSL (missed). Customer Level Service dari PT Aventis Pharma Indonesia
diukur oleh Aventis Global berdasarkan delivery date within minus 7 dalam
bulan yang sama (working days).
Jika keterlambatan terus terjadi, dapat mengakibatkan site Jakarta tidak lagi
dipercaya oleh interco di negara-negara tersebut yang kemudian dapat
mengalihkan pesanannya ke site Aventis lain selain Indonesia.
3) Intercompany Section
Bagian ini melakukan tugasnya dalam hal procurement receptionist dan
menangani produk-produk yang didatangkan dari Aventis site yang lain
(intercompany atau sering disebut sebagai interco) mulai dari pemesanan
sampai dengan barang datang. Produk-produk yang sering didatangkan dari
Universitas Sumatera Utara
interco adalah active materials. Interco yang dituju sebagai produsen active
materials yang dimaksud merupakan site rujukan yang telah ditetapkan oleh
mother company dalam rangka menjamin konsistensi mutu dan kualitas
produk yang dihasilkan. Untuk produk yang dibeli dari pihak luar (third party)
ditangani oleh Purchasing Department.
Intercompany PT Aventis Pharma ialah :
a. Aventis Limited India
b. Aventis Pharma Deutschland GmbH
c. Aventis Pharma Inc. Kansas City, USA
d. Aventis Pharma SA
e. Aventis Pharma Sp A, Scoppito Italia
f. Aventis Pharma, Doma France
g. Fison Pharmaceutical
h. HMR Interphar
i. Hoescht Procurement Int. Trading & Services (HPI, T&S)
j. Nippon Aventis Service
3.5.2 Warehouse
Gudang adalah tempat penerimaan, penyimpanan dan distribusi barang
berupa bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, obat jadi dan bahan lain
yang dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses produksi maupun proses
pengemasan, yang mempunyai nilai ekonomis sehingga perlu ditangani secara
khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif
antara stok secara fisik (aktual) dengan stok secara administratif (stok di SAP).
Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh cara penanganan bahan awal, mulai
Universitas Sumatera Utara
dari penerimaan, penyimpanan, dan distribusi ke bagian pengolahan maupun
pengemasan. Alur keluar masuknya barang di Warehouse PT Aventis Pharma
diatur sedemikian rupa sehingga berjalan satu arah. Barang masuk dan barang
keluar melalui pintu yang berbeda dan begitu barang masuk akan langsung berada
di area karantina. Setiap ada penerimaan barang dari supplier, selalu dilakukan
pengecekan fisik barang dan dokumen yang menyertainya termasuk ada tidaknya
label supplier pada master box. Demikian juga untuk distribusi barang, baik
internal (Processing, Packaging, QC) maupun eksternal (distributor), harus
diperiksa kelengkapan dokumennya (Material Request Note dan Sales Order).
Denah warehouse PT Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 12. Gudang PT
Aventis Pharma termasuk dalam area kelas 1 (setara dengan black area) yang
menurut suhunya dibagi menjadi tiga daerah yaitu:
1) Ruangan cold storage
Ruangan ini mempunyai suhu antara 2°-8°C. Ruangan ini digunakan untuk
penyimpanan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi seperti vaksin
(produk Sanofi Pasteur). Pada ruangan ini terdapat alat kontrol khusus, dimana
jika suhu di bawah 2°C atau di atas 8°C maka alarm akan berbunyi secara
otomatis.
2) Ruangan cool storage
Ruangan ini merupakan ruangan dengan suhu terkendali yaitu antara 16°-25°
Ruangan dengan suhu ini terbadi menjadi dua area yaitu :
a. Starting material cool storage untuk menyimpan raw material (bahan baku
dan bahan pengemas primer) dan semi finished goods.
b. Finished material cool storage untuk menyimpan produk jadi.
Universitas Sumatera Utara
3) Ruangan dengan suhu kamar (ambient temperature)
Ruangan ini mempunyai suhu sesuai dengan kondisi ruangan tanpa adanya
pengendalian suhu. Ruangan yang temasuk pada kategori ruangan dengan suhu
kamar adalah :
a. Ruang penerimaan barang (Incoming), dimana ruangan ini berfungsi untuk
penerimaan barang dari distributor maupun supplier yang lain.
b. Ruang pengeluaran barang (Outgoing), dimana ruangan ini berfungsi khusus
untuk pengeluaran barang.
c. Ruang khusus rejected material untuk menyimpan barang yang di reject.
Ruangan ini dibatasi dari ruangan lain dengan teralis besi dengan warna
merah. Ruangan ini dikunci dengan pemegang kunci hanyalah orang-orang
tertentu yang bertanggung jawab terhadap barang yang ada di dalamnya.
d. Rak returned goods untuk menyimpan produk-produk kembalian yang
dikarantina.
e. Rak untuk pengemas sekunder, rak ini digunakan untuk menyimpan bahan-
bahan pengemas sekunder. Area ini dibagi menjadi area karantina dengan
batas garis berwarna kuning dan area released dengan batas garis berwarna
hijau.
f. Lemari terkunci untuk menyimpan packing insert. Packing insert ini
dimasukkan dalam lemari terkunci agar tidak tertukar satu dengan yang lain.
g. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian pengolahan
(kawasan kelas 3).
h. Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan pengemas primer dari
gudang ke bagian pengemasan yang ada pada kawasan kelas 3.
Universitas Sumatera Utara
i. Ruang transit 3 untuk mengirim pengemas sekunder (folding box dan master
box), packing insert, dan produk repacking dari gudang ke bagian pengemas di
kawasan kelas 2.
j. Ruang transit 4 untuk mengirim finished goods dari bagian pengemasan di
kawasan kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan.
Selain ruangan-ruangan tersebut masih ada ruang untuk pengambilan contoh
atau disebut ruang sampling. Ruangan ini merupakan ruangan dengan kategori
kelas 3, dimana suhu, tekanan, dan kelembabannya diatur sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan untuk ruang kelas 3 dan dilengkapi dengan LAF.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di gudang, antara lain:
1. Penerimaan barang dari pemasok
Pada saat penerimaan barang dari pemasok, dilakukan pemeriksaan
kelengkapan dokumen, antara lain surat pengantar pemasok, invoice, CoA.
Bahan yang tidak terdapat dalam Purchase Order (PO) dari PT Aventis
Pharma hanya dapat diterima jika ada persetujuan dari Plant Logistic dan
selanjutnya dibuatkan GRS ke dalam SAP setelah dibuatkan PO oleh
purchasing. Bahan yang datang dicocokkan dengan PO, apakah sesuai dengan
jumlah dan waktu pemesanan. Bahan yang datang diperiksa keutuhan kemasan
dan kebenaran label yang melekat pada wadahnya, antara lain nama bahan,
nomor batch atau lot dari pabrik atau supplier, nama pembuat/ pemasok,
jumlah bahan, nomor PO, tanggal kadaluwarsa.
Untuk memeriksa kuantitasnya, dilakukan pemeriksaan berat atau jumlah
dengan menimbang atau menghitung. Apabila terdapat dokumen yang tidak
lengkap, kemasan rusak, berat/ jumlah tidak sesuai, harus memberitahukan ke
Universitas Sumatera Utara
Plant Logistic, IQC, dan purchasing, serta diinformasikan dalam GRS yang
dibuat.
Surat pengantar dari pemasok ditandatangani dan diberi stempel
perusahaan. Barang pengantar yang sudah diperiksa diberi label karantina
dengan ketentuan:
(a) Untuk raw material, semi finished goods import dan packaging material
siapkan label sesuai dengan jumlah wadah yang diterima.
(b) Untuk finished goods dan repacked semi finished goods, setiap pallet
ditutup dengan penutup atau jaring kemudian diberi satu label per pallet.
(c) Tempatkan bahan pada area karantina atau rak karantina dengan
memperhatikan persyaratan penyimpanan.
2. Penerimaan bahan dan produk jadi dari processing dan packaging
Pemeriksaan dokumen yang menyertai penyerahan produk yaitu GRS. Produk
jadi yang diserahkan harus ditutup dengan jaring untuk menghindari terjatuh
atau bercampur/ tertukar dengan produk jadi yang lain. Dilakukan
pemeriksaan penandaan label pada wadah yang mencakup nama produk,
nomor bets, berat bersih/ jumlah satuan kemasan, label SAMPLE TAKEN dari
QC, petunjuk penyimpanan khusus. Produk yang diterima diperiksa dengan
menghitung atau menimbang satu persatu kemudian disimpan di rak
penyimpanan.
3. Penerimaan obat kembalian
Prosedur dalam penanganan obat kembalian adalah :
(a) Surat pengantar dari distributor ditandatangani sebagai bukti bahwa
barang telah diterima di gudang.
Universitas Sumatera Utara
(b) Data dimasukkan dalam SAP kemudian dilakukan posting goods issue
untuk mencatat obat kembalian yang diterima ke dalam SAP, selanjutnya
penyerahan surat jalan berupa GRS sebagai bukti penerimaan obat
kembalian kepada QC setelah ditambahkan semua informasi yang
diperlukan QC.
(c) Tempelkan label QUARANTINE pada produk yang bersangkutan dan
disimpan pada area karantina, terpisah dari produk lain (dalam keranjang
yang terkunci) sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan.
4. Penyimpanan bahan dan produk jadi
Sistem penyimpanan menggunakan zoning system, dimana material disimpan
dengan memperhatikan:
(a) Sebelum penyimpanan material, periksa petunjuk mengenai cara
penyimpanan.
(b) Tempatkan material pada rak penyimpanan sesuai jumlah yang
diperlukan dan dilakukan pencatatan alamat rak bahan, nama produk,
jumlah, nomor batch pada buku alamat (address card).
(c) Pisahkan pallet berisi bahan yang sedang ditahan (blocked) dan
ditempatkan pada area karantina sambil menunggu penanganan lanjut
sesuai disposisi dari IQC Departemen atau Purchasing Department.
(d) Tempatkan bahan yang ditolak (rejected) pada material rejected area.
(e) Tempatkan debu produksi (garbage) pada waste area.
5. Pengeluaran barang
(a) Pengeluaran bahan baku
Universitas Sumatera Utara
Foreman mencari dan menentukan bahan/ bets yang akan dikeluarkan
dengan prebatch determination pada sistem SAP. Untuk bahan baku
yang akan diproses, harus ada label RELEASED yang disahkan dengan
adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit.
Bahan yang lebih dulu waktu kadaluarsanya (First Expired First Out/
FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan
barang yang lebih dulu diterima (First In First Out/ FIFO) merupakan
pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam
jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu.
(b) Pengeluaran produk ruahan dan bahan pengemas atas permintaan
packaging/ processing
Foreman mencari dan menentukan bahan/ bets yang akan dikeluarkan
dengan prebatch determination pada SAP. Untuk produk ruahan dan
bahan pengemas yang akan diproses, harus ada label RELEASED yang
disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit.
Produk ruahan ex-import hanya boleh dikirim ke bagian Packaging
setelah diluluskan IQC departemen dan ditempelkan label RELEASED.
Produk ruahan ex-lokal boleh langsung dikirim tanpa menunggu label
RELEASED kecuali ada produk yang berlabel QUARANTINE.
(c) Pengeluaran produk jadi
Pengeluaran produk jadi dapat terjadi untuk dijual, diserahkan ke bagian
yang bertanggung jawab dalam distribusi, untuk diambil contohnya,
dikembalikan ke bagian produksi untuk suatu proses tertentu dan untuk
dimusnahkan. Hanya yang berlabel released yang boleh dikeluarkan
Universitas Sumatera Utara
untuk dijual, diserahkan ke bagian yang bertanggung jawab dalam
distribusi. Foreman memerintahkan pengambilan produk jadi dengan
mencatat Picking List yang dilengkapi alamat tempat penyimpanan
produk. Surat jalan dibuat dan diparaf oleh foreman untuk menyerahkan
produk jadi yang bersangkutan ke distributor. Di sini dilakukan
pemeriksaan jumlah dan nomor batch-nya. Pengiriman produk jadi ke
distributor/ ekspor selama perjalanan harus memperhatikan kondisi
penyimpanan yang dipersyaratkan.
(d) Pengeluaran bahan di luar keperluan produksi dan penjualan
Pengeluaran bahan di luar keperluan produksi dan penjualan harus
dibuat material request form yang disahkan oleh supervisor atau kepala
departemen dari departemen yang bersangkutan termasuk pengeluaran
bahan Operating Supplies (OS) yang digunakan untuk keperluan
produksi atau produk jadi untuk contoh pertinggal.
(e) Penanganan bahan yang tersimpan lama
Bahan yang tersimpan lama di gudang dengan permintaan dari IQC
untuk di retesting akan dipindahkan ke area karantina. Label karantina
disiapkan sesuai informasi yang tertera pada label released. Barang ini
setelah diuji oleh QC dan memenuhi syarat maka akan menjadi bahan
released kembali dan jika tidak memenuhi syarat maka akan menjadi
bahan rejected.
(f) Penanganan bahan yang tidak digunakan lagi
Plant Logistic Department menerbitkan scrap form yang menyebutkan
nama material, nomor material dan jumlah material yang tidak
Universitas Sumatera Utara
digunakan lagi. Scrap form harus ditandatangani oleh Head of Industrial
Affairs. Untuk bahan rusak selama penyimpanan di gudang, Plant
Logistic Department akan membuat scrap form berdasarkan laporan
dari gudang.
(g) Penanganan bahan yang kadaluarsa
Setiap satu bulan sekali IQC Department akan memberikan daftar
produk yang kadaluarsa maupun produk-produk yang hampir
kadaluarsa dan didistribusikan ke gudang. Setelah menerima daftar
tersebut, bagian gudang akan mengganti label bahan tersebut dengan
label “QUARANTINE”. Selanjutnya dari QC akan melakukan test ulang
terhadap produk-produk tersebut apakah masih bisa dipakai lagi atau
tidak. Apabila bagian QC menyatakan produk-produk tersebut masih
memenuhi syarat maka akan kembali digunakan dengan diberi label
“RELEASED” lagi. Akan tetapi jika hasil retest menyatakan sudah tidak
memenuhi syarat maka produk-produk tersebut akan diberi label
“REJECTED”.
(h) Penanganan bahan yang ditolak (rejected)
Bahan yang di rejected dari IQC Department, pada setiap kemasan
diberi label “REJECTED” dan dipindahkan ke area rejected. Apabila
bahan rejected merupakan tanggung jawab:
i. Perusahaan, maka bahan tersebut dikeluarkan dari stok dengan
membuat scrap form.
ii. Supplier/ vendor, maka dilakukan proses return to vendor.
Universitas Sumatera Utara
iii. Packaging material yang di rejected harus dihancurkan oleh PT
Aventis Pharma.
(i) Penanganan bahan yang tumpah
Penanganan bahan yang tumpah secara umum adalah dengan
mengumpulkannya dengan vacuum cleaner yang dilengkapi dengan
HEPA filter (untuk bahan padat kering) dan menggunakan lap kering
atau chemical absorbent (untuk bahan cair). Isi vacuum cleaner
dimasukkan ke dalam wadah yang diberi label yang mencakup nama isi
(generik), jumlah, dan tandai dengan “untuk dikirim ke PPLI”.
Penanganan untuk bahan berbahaya seperti Claforan dan Taxotere
ditangani sesuai dengan sifat masing-masing material.
(j) Penanganan limbah
Limbah pabrik diberi identitas dan status (untuk dimusnahkan) dan
disimpan di tempat penyimpanan limbah. Limbah dan rejected material
hanya boleh disimpan di waste/ rejected area maksimal 90 hari dan
selanjutnya harus sudah dimusnahkan atau dikirim ke PPLI.
(k) Inventory Stock Taking
Stock taking merupakan pengecekan jumlah dan jenis seluruh barang
yang ada di gudang. Tujuannya adalah mengetahui adanya
penyimpangan/ perbedaan stock secara fisik dan administratif dan
melakukan koreksi atas perbedaan stock tersebut, sehingga stock yang
ada mencerminkan keadaan sebenarnya, serta untuk mencegah secara
dini penyimpangan akibat salah guna dan dalam proses kerja. Kegiatan
ini dilakukan minimal 1 tahun sekali. Jika terdapat perbedaan antara
Universitas Sumatera Utara
aktual dan SAP dilakukan adjustment yang dibuat oleh Accounting
Department dan didistribusikan ke Plant Logistic Department,
Warehouse unit.
(l) Pemeriksaan stock barang secara acak
Pemeriksaan alamat bahan dan perhitungan stok barang secara acak
minimal 5 item berbeda setiap hari untuk setiap packaging material,
raw material dan finished good.
(m) Pelaksanakan program Health, Safety and Environment (HSE)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika bekerja di warehouse,
yaitu safety dan dilakukannya pemantauan lingkungan. Safety harus
diperhatikan karena pekerjaan di warehouse selalu berhubungan dengan
alat berat, untuk itu saat bekerja di warehouse harus memakai helm dan
sepatu khusus.
Selain itu, untuk proteksi dari suhu dingin, maka personil yang masuk
ke cold storage harus memakai pakaian khusus. Untuk safety di
warehouse sendiri, maka warehouse harus dilengkapi dengan hydrant,
fire extinguisher, sprinkler (untuk mengatasi kemungkinan kebakaran),
water barrier dan emergency exit. Pemantauan lingkungan yang
dilakukan adalah pemantauan suhu, kelembaban, dan tekanan.
3.6 Precurement Department
Selain bagian-bagian di atas, terdapat pula Precurement Department yang
terkait erat dengan divisi IA. Procurement department bertanggung jawab terhadap
pembelian (barang dan layanan) dan memastikan bahwa proses pembelian sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan prinsip-prinsip kebijakan perusahaan, peraturan setempat dan standar
etika. Precurement department merupakan penghubung antara user dan third
party. Hal-hal yang berada dibawah tanggung jawab precurement adalah sebagai
berikut:
a. Stock Items Industrial Affairs (COGS)
Stock item disebut juga inventory items atau COGS (cost of good sold). Yang
termasuk kategori barang-barang ini adalah bahan-bahan yang akan
digunakan dalam produksi obat di PT Aventis Pharma Jakarta, yaitu berupa
bahan baku dan bahan pengemas. Disebut stock items IA karena bahan-bahan
ini hanya dipergunakan dibagian IA (factory). Untuk barang-barang stock
items ini proses pengadaan melalui vendor evaluation dan audit yang
dilakukan bersama dengan bagian Quality Assurance.
b. Non stock Items IA (Capex & non COGS)
Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang atau jasa yang diperlukan
dalam IA namun bukan merupakan stock items. Contohnya adalah forklift,
security, daily worker, packer.
c. Non stock items commercial operations
Barang dan jasa dalam kategori ini adalah barang-barang yang diperlukan
bukan hanya oleh divisi IA tetapi juga oleh semua divisi dalam PT Aventis
Pharma. Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang dan jasa seperti
travel dan hotel, stationery, office equipment, motor dan mobil.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PEMBAHASAN
PT Aventis Pharma adalah perusahaan PMA hasil penggabungan dari PT
Hoechst Marion Roussel Indonesia (Jerman) dengan PT Rhone Poulenc Rorer
(Perancis) pada bulan Mei 2001. Pusat kegiatannya berpusat di Frankfurt yaitu
Aventis AG. PT Aventis Pharma Indonesia sejak tahun 1972 sampai sekarang ini
telah melalui 4 kali proses merger. Proses merger yang terakhir adalah antara PT
Aventis Pharma Indonesia dengan PT Sanofi-Synthelabo Combiphar menjadi
Sanofi-Aventis Group. Proses merger ini baru saja dilakukan pertengahan bulan
Maret 2005. Di tingkat global proses merger ini sudah resmi berlaku, namun di
Indonesia masih dalam proses kearah penyatuan dan masing-masing masih
mempunyai manajemen sendiri. Sebagai industri farmasi, PT Aventis Pharma
memiliki kewajiban memenuhi ketentuan CPOB yang ditetapkan oleh Depkes
melalui Kepmenkes RI no. 43/Menkes/SK/II/1988 untuk memberikan jaminan
bahwa produk obat yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Agar mutu produk obat yang didapat selalu konsisten maka PT Aventis
Pharma selalu berpedoman kepada Global Quality Standard yaitu standar mutu
yang ditetapkan oleh induk perusahaannya dan dikombinasikan dengan standar
mutu CPOB. Pemilihan standar yang digunakan berdasarkan persyaratan yang
lebih ketat. PT Aventis Pharma telah mendapatkan Sertifikat CPOB untuk seluruh
produk atau bentuk sediaan yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh
aspek baik dari segi personalia, bangunan, peralatan, sanitasi, kesehatan karyawan,
Universitas Sumatera Utara
jaminan keamanan bagi karyawan dan hygiene (HSE), produksi, pengawasan
mutu, inspeksi diri, penanganan terhadap hasil pengamatan, keluhan dan
penarikan kembali terhadap obat yang telah beredar, proses validasi maupun
dokumentasi yang tertuang di dalam CPOB telah dipenuhi oleh PT Aventis
Pharma Indonesia.
Selain dengan adanya sertifikat CPOB yang secara hukum menunjukkan
bahwa suatu industri farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB, untuk melihat
suatu pabrik telah memenuhi persyaratan CPOB atau tidak dapat dilihat melalui
lima aspek utama yang menjadi pilar CPOB, yaitu:
1. Specification
Merupakan suatu ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh bahan
awal, peralatan dan bangunan yang digunakan dalam proses pembuatan obat.
2. Standard Operating Procedure (SOP/ Prosedur Tetap)
Prosedur tetap dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua proses
selalu dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa semua
karyawan bekerja sesuai dengan cara kerja yang sudah ditetapkan serta untuk
memastikan bahwa proses tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan CPOB.
3. Validation system
Setiap bahan, peralatan, prosedur, proses system, perlengkapan atau
mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu harus
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, harus melewati proses
validasi. Sebelum divalidasi, setiap peralatan atau sistem harus dikualifikasi yang
meliputi DQ, IQ, OQ dan PQ. Untuk dapat dikualifikasi setiap peralatan harus
dikalibrasi.
Universitas Sumatera Utara
4. Monitoring and Evaluations
Bahwa semua kegiatan dalam pembuatan obat telah dilaksanakan sesuai
ketentuan CPOB, mutlak dibutuhkan pemantauan (monitoring) secara berkala dan
rutin dan dilengkapi dengan laporan yang tertata rapi dan lengkap. Proses
monitoring dilakukan dalam hal antara lain:
a. pemantauan jumlah partikel dan mikroba di ruang produksi
b. pemantauan program kalibrasi peralatan
c. pemantauan temperatur, tekanan dan RH ruangan
5. Documentations
Semua hal yang dilaksanakan dalam proses produksi atau sarana penunjang
lainnya harus dilaporkan dan didokumentasikan secara lengkap. Sistem
dokumentasi yang lengkap memungkinkan dilakukannya penelusuran apabila
terdapat kesalahan atau keluhan terhadap obat dikemudian hari.
PT Aventis Pharma telah memenuhi kelima aspek tersebut dalam setiap
tahapan yang berhubungan dengan proses pembuatan obat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa CPOB telah diterapkan dalam seluruh kegiatan di PT Aventis
Pharma.
Suatu sistem penjaminan mutu menurut CPOB, harus meliputi seluruh aspek
yang menyangkut kualitas produk yaitu dengan diterapkannya Quality
Management System. Maksudnya adalah suatu sistem yang diterapkan untuk
mengetahui bagaimana meyakinkan bahwa setiap proses mendapat suatu
penjaminan (assurance). Sistem quality management ini dilakukan secara
menyeluruh terhadap setiap tahapan dari proses pembuatan obat mulai dari hulu
Universitas Sumatera Utara
sampai ke hilir. Mulai dari pemilihan pemasok bahan awal sampai dengan
penilaian terhadap distributor yang akan menyalurkan produk kita hingga ke
tangan konsumen. Untuk meyakinkan bahwa dalam setiap tahapan proses
pembuatan obat terdapat suatu sistem penjaminan mutu sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh CPOB maka dapat dilihat secara garis besar melalui aspek
hardware, software dan wetware yang tervalidasi dan terkualifikasi. Hardware
dapat dilihat melalui equipment (peralatan), facility (bangunan) dan utility (air,
listrik, AHU system), yang semuanya harus menunjukkan hasil sesuai dengan
syarat yang telah ditentukan dari waktu ke waktu dan telah tervalidasi dan
terkualifikasi. Hardware tidak bisa berjalan apabila tidak ada software. Oleh
karena itu, diperlukan adanya prosedur tetap, manual instruction, dll. Selain kedua
faktor diatas, terdapat wetware yaitu personil/ manusia yang juga harus
dikendalikan agar dapat menjamin kualitas produk tetap dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu, personil harus memenuhi kualifikasi tertentu, terlatih melalui
program pelatihan kerkesinambungan. Seluruh protap yang berlaku harus
ditraningkan terlebih dahulu kepada karyawan. Untuk melihat penerapan masing-
masing aspek CPOB di PT Aventis Pharma, akan dijabarkan dalam pembahasan
berikut ini.
4.1 Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan
penggunanya. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui
Universitas Sumatera Utara
suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua
jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para
distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan
maka diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan
diterapkan secara benar. Di PT Aventis Pharma telah menerapkan aspek
manajemen mutu dengan konsep dasar pemastian mutu, CPOB dan pengawasan
mutu.
4.2 Personalia
Aspek personalia yang tercantum di dalam CPOB memuat ketentuan
mengenai kualitas dan kuantitas karyawan. Jumlah karyawan di semua tingkatan
hendaklah cukup serta memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan sesuai
dengan tugasnya. Para karyawan tersebut juga harus memiliki kesehatan mental
dan fisik yang baik, sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional
serta memiliki sikap dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB. Pada
CPOB juga dicantumkan mengenai pelatihan bagi para karyawan. Terdapat dua
jenis pelatihan CPOB, antara lain:
a. Pelatihan umum CPOB
Pelatihan ini mencakup teori dan praktek CPOB secara umum, pengenalan
mikroorganisme, HSE, personnel hygiene, safety awareness dan prosedur.
b. Pelatihan khusus CPOB
Pelatihan ini diberikan sesuai dengan tugas spesifik yang diberikan pada
personalia tersebut untuk dilaksanakan dalam area spesifik seperti area bersih, dan
area steril, dll.
Universitas Sumatera Utara
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para karyawan, PT
Aventis Pharma Indonesia menyelenggarakan pelatihan untuk personalia baik
internal, eksternal maupun pengiriman karyawan ke luar perusahaan (dalam dan
luar negeri). Materi yang diberikan di antaranya teori dan praktek CPOB sehingga
sebuah sistem kerja yang baik tanpa pengawasan yang terlalu ketat namun tetap
berjalan sesuai prosedur karena tiap pekerjanya sudah berorientasi pada CPOB.
Selain itu, materi tentang kepedulian terhadap HSE, pengenalan mikroorganisme
dan pelatihan khusus sesuai dengan bidang tugas masing-masing karyawan juga
diberikan.
Untuk menjamin pelaksanaan sistem pengendalian mutu secara menyeluruh
maka pada struktur organisasi Industrial Affairs Division, terdapat departemen
produksi dan Departemen Operasi Mutu, yang masing-masing dipimpin oleh
orang yang berlainan, yang saling tidak bertanggung jawab satu terhadap yang
lain. Manajer Produksi dan Manajer Operasi Mutu adalah seorang apoteker yang
cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri
farmasi sehingga memungkinkan pelaksanaan tugas secara baik. Manajer Operasi
mutu dan Manajer Produksi sama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan dan
pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan
pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses, latihan personalia dan hal-
hal lainnya yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab mereka.
Bagian produksi dan pengawasan mutu ditunjang oleh bagian lain yang
berperan dalam menjaga kelangsungan operasional industri yaitu TSD, HSE
departement, D&S department, purchasing department, yang masing-masing
dipimpin oleh seorang manajer. Masing-masing manajer bertanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
terhadap Industrial Affairs Head (Plant Manajer). Dibawah jajaran manajer
terdapat supervisor untuk masing-masing bagian yang bertanggung jawab kepada
manajer. Supervisor bertugas untuk melaksanakan supervisi secara langsung
terhadap bidang tugasnya dan mengontrol pelaksanaan kegiatan teknis yang
dilakukan oleh tenaga teknis. Untuk pelaksanaan kegiatan teknis terdapat tenaga
teknis yang memiliki keahlian khusus dibidangnya seperti operator atau analis.
4.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan untuk pembuatan obat menurut CPOB haruslah memiliki ukuran,
rancang bangun, konstruksi serta tata letak yang memadai agar memudahkan
dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Rancang
bangun dan tata letak ruang produksi dibangun sedemikian rupa yaitu dengan
melakukan pengelompokan kegiatan produksi sesuai jenis produk supaya kegiatan
dapat berlangsung tanpa harus berhubungan dengan daerah di luar kegiatannya,
sehingga seluruh karyawan dan arus kerja dapat berjalan lancar, komunikasi dan
pengawasan dapat berjalan secara efektif, dan ketidakteraturan dapat dihindari.
Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang, mempertimbangkan
hal-hal seperti :
a. Kesesuaian dengan kegiatan yang lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana
yang sama atau berdampingan.
b. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan
produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya berhubungan mengikuti alur
tahap produksi.
c. Kesesuaian antara luas ruangan kerja dengan peralatan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu dibuat kedap air, tidak
terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel,
mencegah pertumbuhan mikroba. Agar mudah dibersihkan dan tahan terhadap
metode pembersihan dan bahan pembersih, maka lantai dilapisi dengan cat epoksi.
Lantai epoksi yang digunakan dalam bangunan merupakan lantai kedap air dan
digunakan sebagai pencegahan dari rembesan air tanah. Lantai tersebut harus
dijaga supaya tidak tergores dan rusak karena dapat mengurangi fungsinya dan
dapat menjadi tempat akumulasi debu serta kotoran. Upaya yang dilakukan untuk
menghindari kerusakan pada lantai antara lain dengan penggunaan sepatu khusus
yang beralaskan karet. Bentuk-bentuk sudut pada dinding, langit-langit maupun
lantai dihilangkan dan menggantinya menjadi bentuk lengkungan (skirting) untuk
mencegah akumulasi debu dan kotoran serta memudahkan pembersihan.
Bangunan, sarana dan fasilitas yang dimiliki PT SA adalah:
a. Gudang yang terdiri dari area penerimaan, pengeluaran, karantina,
penyimpanan, administrasi.
b. Produksi yang terdiri dari area penimbangan, pengolahan yang terdiri dari
cream dan solid, pengemasan, pencucian bahan pengemas, pencucian
peralatan bersih, ruang ganti pakaian, pengolahan dan pengemasan, toilet,
administrasi, sarana pengaturan tata udara dan laboratorium. Persyaratan
ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (terhadap partikel dan cemaran
mikroba), suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan perbedaan tekanan udara.
Dalam ruang produksi dilaksanakan pengendalian lingkungan secara terus-
menerus hingga memenuhi syarat pembuatan obat dan mencegah terjadinya
kontaminasi seperti misalnya pengendalian terhadap kualitas udara, suhu dan
Universitas Sumatera Utara
tekanan maupun pengendalian terhadap kebersihan ruangan serta peralatan yang
digunakan. Bangunan industri di PT Aventis Pharma sudah dirancang sesuai
dengan Aventis Global Standard. Cara keluar masuk karyawan pabrik diatur untuk
menjamin bahwa kondisi ruangan tetap memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan.
Pembagian ruangan di PT Aventis Pharma didasarkan atas jumlah partikel
(dalam keadaan beroperasi dan tak beroperasi), jumlah mikroba dalam ruangan,
perbedaan tekanan antar ruangan, pergantian udara, temperatur dan RH.
Perbedaan tekanan, temperatur dan RH ruangan diatur oleh fasilitas Air Handling
Unit (AHU). Pengaturan udara ini penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi
silang serta menjaga supaya karyawan tidak terpapar zat-zat yang berbahaya
selama proses produksi berlangsung.
Area di PT Aventis Pharma terbagi menjadi 3 kelas yaitu kelas 1, kelas 2
dan kelas 3. Pembagian kelas area ini mengikuti aturan Global Quality Standard
yang berbeda dengan klasifikasi area menurut CPOB. Setiap ruangan di PT
Aventis Pharma ditata sedemikian rupa sehingga area kelas 3 dan kelas 2 tidak
terkontaminasi melebihi batas yang telah ditetapkan (mix-up prevention).
Sistem AHU didesain dan dikontrol oleh TSD untuk menjamin bahwa
AHU dapat selalu men-supply udara bersih dengan RH, temperatur dan tekanan
yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh PT Aventis Pharma.
Untuk itu, perlu dilakukan pengawasan secara rutin terutama pada beberapa
komponen penting di sistem AHU. Setiap 6 bulan sekali dilakukan proses
kualifikasi sistem AHU.
Universitas Sumatera Utara
Adanya air lock pada ruang-ruang tertentu seperti di ruang granulasi, tableting,
penyalutan serta ruang antara Warehouse dan Processing berfungsi untuk
mencegah kontaminasi silang antar ruangan. Rancang bangun dan tata letak ruang
di PT Aventis Pharma juga memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan
dalam CPOB daam rangka menghindari kontaminasi silang, antara lain adanya
pengendali cemaran udara sekitar dengan memberlakukan perbedaan tekanan
udara yang tepat dalam daerah proses atau menggunaakan sistem penghisap udara
dan penyaring udara yang memadai.
Tekanan ruang di koridor kelas 3 bertekanan lebih positif daripada di
ruang-ruang produksi untuk menjaga supaya zat-zat/ material-material yang ada di
dalam ruang tidak beterbangan keluar dan mengotori koridor.
Di daerah produksi terdapat ruang transit material untuk memindahkan
barang dari gudang ke area kelas 3 atau kelas 2, yang bertujuan untuk menghindari
penyebaran debu dari gudang ke area kelas 3 atau kelas 2. Selain itu, terdapat
Gowning area untuk meminimalkan terjadinya pengotoran oleh partikel debu yang
terbawa oleh karyawan.
Seluruh bangunan PT Aventis Pharma, termasuk daerah produksi,
laboratorium, gudang, area perkantoran terawat dengan baik dan senantiasa dalam
keadaan rapi dan bersih. Seluruh bangunan dilengkapi dengan peralatan dan
utilitas untuk menunjang pelaksanaan kegiatan dengan memprioritaskan pada
terciptanya sanitasi, hygiene, keamanan dan keselamatan kerja serta kelestarian
lingkungan sekitar.
Gudang dibuat terpisah dari bangunan produksi tetapi masih disediakan
beberapa akses keluar masuk yang ketat dari gudang ke bangunan produksi.
Universitas Sumatera Utara
Daerah penyimpanan barang di gudang dikelompokkan berdasarkan status
material yang bersangkutan (quarantine/ released/ rejected), suhu penyimpanan
dan tipe material (bahan baku, produk jadi, bahan pengemas). Setiap bangunan PT
Aventis Pharma dilengkapi dengan pintu emergency untuk keadaan darurat. Pintu
ini selalu ditutup rapat untuk mencegah pencemaran.
4.4 Peralatan
Sesuai dengan CPOB, peralatan yang digunakan dalam produksi hendaklah
memiliki konstruksi, ukuran dan penempatan yang memadai dan disesuaikan
dengan kapasitas produksi sehingga terjamin keseragaman produk dari batch ke
batch.
Untuk tiap proses, peralatan diletakkan dalam ruangan terpisah dengan alat
untuk proses lainnya dengan tujuan untuk mempermudah proses produksi. Dan
bila terdapat lebih dari satu alat dalam satu ruang maka peralatan dibuat tidak
berdekatan untuk memberi keleluasaan bekerja dan mencegah kontaminasi. Pada
tiap kegiatan yang dapat menimbulkan debu (fines) terdapat dust collector seperti
kegiatan penimbangan, produksi tablet, dsb.
Penempatan peralatan diatur untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang,
dengan cara menempatkan alat pada tempat yang terpisah. Peralatan ditempatkan
dengan jarak yang cukup renggang dengan peralatan lain sehingga memberikan
keleluasaan kerja dalam memastikan tidak terjadinya mix-up atau kekeliruan.
Setiap peralatan diberi tanda yang jelas mengenai kode pengenal serta status
penggunaan alat. Pemeliharaan alat dilakukan secara rutin oleh bagian teknik dan
Universitas Sumatera Utara
produksi berupa periodic maintenance yang diatur dengan menyesuaikan jadwal
produksi agar kegiatan produksi tidak terganggu.
Peralatan di PT Aventis Pharma ditempatkan dengan benar sehingga
memudahkan pembersihan, perawatan dan perbaikan. Seluruh peralatan utama dan
kritis yang digunakan harus dikualifikasi terlebih dahulu meliputi kualifikasi
instalasi (IQ), kualifikasi operasional (OQ) dan kualifikasi kinerja (PQ). Cara
kualifikasi di PT Aventis Pharma telah diuraikan dalam prosedur tetap kualifikasi
peralatan. Peralatan selalu dibersihkan secara teratur sesuai prosedur pembersihan
alat yang dirinci dalam prosedur tetap. Semua peralatan di PT Aventis Pharma
memiliki dokumen kualifikasi, prosedur tetap untuk operasional, pembersihan dan
pemeliharaan, serta log book untuk kalibrasi dan pemakaian alat. Peralatan yang
digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat selalu diperiksa
ketelitiannya secara teratur dan dikalibrasi berdasarkan jadwal dan prosedur tetap
kalibrasi. Tiap peralatan yang digunakan selalu dilengkapi catatan yang
menerangkan pemeliharaan, penggunaan, kalibrasi dan perbaikan dalam satu
kesatuan pencatatan. Peralatan yang menggunakan software atau sistem yang
diakses “password” harus dalam keadaan terkunci ketika meninggalkan alat atau
komputer.
Setiap peralatan yang akan digunakan untuk pengujian harus dipastikan
bahwa jadwal kalibrasi peralatan tersebut masih berlaku, sehingga hasil yang
diperoleh dari pengujian menggunakan peralatan tersebut dapat dipertanggung
jawabkan dan menunjukkan hasil yang sebenarnya. Untuk peralatan yang
digunakan untuk proses produksi obat, sebelum digunakan harus dipastikan
terlebih dahulu bahwa alat tersebut telah dibersihkan sebelumnya dan telah
Universitas Sumatera Utara
ditempeli label BERSIH. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi produk
oleh produk yang dibuat sebelumnya. Untuk peralatan produksi juga terdapat
prosedur validasi pembersihan peralatan yang bertujuan untuk memastikan dan
membuktikan bahwa prosedur untuk pembersihan yang dilakukan sesuai dengan
protap yang telah ditetapkan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen
serta mengurangi jumlah cemaran mikroba sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan.
4.5 Sanitasi dan hygiene
Ruang lingkup sanitasi dan higiene menurut CPOB meliputi higiene personal,
bangunan, fasilitas, peralatan dan setiap aspek yang mungkin dapat menjadi
sumber pencemaran produk. Selain itu juga perlu dilakukan validasi terhadap
prosedur pembersihan dan sanitasi. Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi
hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. PT Aventis Pharma
menerapkan tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi, meliputi personalia,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi dan setiap hal yang dapat
merupakan sumber pencemaran produk. Mutu produk harus dijaga agar terbebas
dari kontaminasi akibat pengaruh lingkungan maupun karyawan. Oleh karena itu,
penerapan sanitasi dan hygiene karyawan mutlak diperlukan dalam proses
pembuatan obat.
Selain itu PT Aventis Pharma Indonesia sangat memprioritaskan kesehatan
dan keselamatan kerja karyawan dan lingkungannya, agar terhindar dari paparan
produk yang berbahaya. Untuk itu PT Aventis Pharma Indonesia melaksanakan
seluruh kegiatannya menggunakan standar yang ditetapkan oleh HSE. HSE PT
Universitas Sumatera Utara
Aventis Pharma berpedoman kepada Global HSE Standard, suatu standard yang
bertujuan untuk meminimalkan bahaya paparan produk terhadap lingkungan dan
karyawan.
Program sanitasi dan higiene personalia yang diterapkan antara lain program
pemeriksaan kesehatan dan penerapan kebersihan perorangan seperti cuci tangan
sebelum memasuki ruang produksi, penggunaan pakaian bersih serta kebiasaan
higienis seperti dilarang makan di ruang produksi. Untuk menjamin keamanan
karyawan dan untuk menjamin perlindungan terhadap produk dari pencemaran,
maka karyawan menggunakan pakaian pelindung badan yang bersih dan juga alat
pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan kacamata.
Tindakan nyata yang telah dilaksanakan oleh HSE adalah pelatihan yang
menyangkut lingkungan, kesehatan dan kesejahteraan kerja. Contohnya yaitu
pelatihan protap yang diintegrasikan antara CPOB dan HSE. Di bidang kesehatan
setiap tahun dilaksanakan pemeriksaan kesehatan pada seluruh personalia untuk
mengetahui hubungan antara jenis kegiatan yang dilakukan dengan perkembangan
kesehatannya. Evaluasi hasil pelaksanaan program HSE masih berdasarkan
laporan terjadinya kecelakaan kerja.
Di PT Aventis Pharma, bangunan dilengkapi dengan toilet, tempat cuci
tangan dalam jumlah yang cukup dan letaknya terjangkau dari tempat kerja
karyawan. Selain itu, di daerah produksi dan juga laboratorium disediakan loker
untuk menyimpan barang-barang pribadi karyawan. Seluruh bangunan, termasuk
daerah produksi, laboratorium, gudang, gang dan daerah sekeliling gedung dirawat
secara berkala sehingga tetap terjaga kebersihannya. Semua peralatan yang
digunakan akan dibersihkan menurut prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga
Universitas Sumatera Utara
dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Sebelum dipakai, kebersihannya harus
selalu diperiksa ulang untuk memastikan bahwa seluruh produk atau bahan di bets
sebelumnya telah dihilangkan. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan dan
sanitasi disimpan dengan baik.
Higienitas dari setiap operator yang terlibat langsung dalam proses
pembuatan obat, dapat dilakukan dengan kepedulian perusahaan yang selalu
memperhatikan segala macam atribut yang dikenakan operator. Pakaian bersih
yang selalu terjadwal penggantiannya akan sangat membantu dalam pembentukan
obat yang berkualitas tinggi. Perusahaan dapat mengoptimalkan petugas bagian
kebersihan pakaian atau memakai jasa dari pihak yang bersertifikasi dalam
pencucian pakaian secara higienis dengan mengatur periode penggantian pakaian
minimal dua minggu sekali. Operator dilarang bekerja apabila mengidap penyakit
infeksi, luka terbuka, gatal, bisul atau penyakit kulit lainnya. Tidak memakai
kosmetik yang berlebihan, cuci tangan atau mandi dengan cleaning agents atau
sabun antiseptik.
Prosedur sanitasi dan higiene dievaluasi secara berkala untuk memastikan
bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu
memenuhi persyaratan.
4.6 Produksi
Proses produksi dilakukan berdasarkan Prosedur Pengolahan Induk sehingga
diharapkan hasil setiap proses sesuai dengan persyaratan yang diminta. Mutu obat
yang dihasilkan tidak hanya ditentukan pada hasil akhir analisa obat tetapi juga
ditentukan sejak kedatangan material serta awal proses produksi dimulai. Untuk
Universitas Sumatera Utara
menjamin kualitas obat yang dihasilkan dilakukan pengawasan baik terhadap
bahan awal, bahan pengemas, produk ruahan maupun produk jadi. Selain
persyaratan terhadap bahan dan produk obat juga ada persyaratan yang
diperuntukkan bagi karyawan yang bertugas di area produksi, seperti
menggunakan pakaian khusus yang meminimalkan terjadinya kontaminasi dari
tubuh karyawan ke dalam area produksi.
Semua bahan awal yang digunakan dalam kegiatan produksi, telah dinyatakan
lulus oleh unit QC. Di PT Aventis Pharma, pemindahan barang dari gudang ke
area kelas 3 dan kelas 2 melewati ruang transit material menggunakan sistem air
lock, untuk menghindari pencemaran ke area produksi. Sebelum proses
pengolahan dilaksanakan, dilakukan check list terhadap suhu, kelembaban dan
tekanan udara dan semua hasil pemeriksaan tersebut dicatat. Semua peralatan yang
digunakan dalam proses produksi harus diperiksa sebelum digunakan. Semua
peralatan dan ruangan diberi identitas yang jelas sehingga tidak menimbulkan
salah identifikasi.
Selama proses produksi maupun pengemasan, selalu dilakukan In Process
Control (IPC) sebagai suatu bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilaksanakan
melalui kerjasama antara Production Department dengan QC Unit. Selama proses
IPC, dilakukan evaluasi parameter-parameter kritis diantaranya adalah kadar air,
ukuran partikel, keseragaman kadar granul, keseragaman bobot, kekerasan,
keregasan, waktu hancur, disolusi dan keseragaman kadar zat aktif tablet.
Sampling dilakukan oleh Production Department, sedangkan pemeriksaannya
dilakukan bersama-sama oleh Production dan QC. Production Department hanya
melakukan pemeriksaan keseragaman bobot, keregasan, kekerasan, waktu hancur
Universitas Sumatera Utara
dan kadar air granul. Pemeriksaan yang lebih rumit seperti pemeriksaan kadar zat
aktif tablet dan uji disolusi dilakukan oleh QC. Proses pengemasan dilakukan di
dua tempat, yaitu pengemasan primer dilakukan di area kelas 3, sedangkan
pengemasan sekunder dilakukan di area kelas 2. Bentuk pengawasan mutu dalam
pengemasan ini adalah pemeriksaan kebocoran blister dan strip yang dilakukan
setiap 1 jam sekali. Pemeriksaan kebocoran pengemas ini dilakukan dengan
merendam produk dalam pewarna makanan yang berwarna biru. Penandaan pada
label, dus ataupun komponen lain dengan nomor batch, tanggal daluarsa dan
informasi lain diawasi secara ketat pada setiap tahap pengemasan. Sisa produk
atau produk yang rusak selama pengemasan, dihitung, dicatat kemudian
dihancurkan. Selanjutnya, produk jadi dikirim ke Warehouse untuk dikarantina.
Keputusan apakah produk bersangkutan dapat dipasarkan atau tidak (released atau
rejected) tergantung dari hasil pemeriksaan dari QC.
4.7 Pengawasan Mutu
Sebagai salah satu bagian penting dari CPOB, pengawasan mutu merupakan
bagian yang harus dapat memastikan bahwa setiap produk obat yang dibuat mulai
dari bahan baku, bahan kemasan, hingga produk jadi telah memenuhi persyaratan
mutu. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua
tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Terdapat dua departemen yang
paling bertanggung jawab terhadap mutu produk atau mutu secara keseluruhan,
yaitu: Departemen Quality Assurance (QA) dan Departemen Quality Control
(QC).
Universitas Sumatera Utara
Unit Pengawasan Mutu memiliki sarana laboratorium pemeriksaan yang
sangat baik. Laboratorium dilengkapi dengan peralatan/ instrumen yang lengkap.
Ada tiga laboratorium di departemen ini, yaitu laboratorium kimia, laboratorium
instrumen dan laboratorium mikrobiologi. Dalam melakukan tugasnya, seluruh
personil diwajibkan untuk memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti
masker, kacamata dan sarung tangan yang disesuaikan dengan keperluannya.
Laboratorium instrumen memiliki peralatan yang memadai dalam pengujian.
Peralatan dikalibrasi menurut jadwal yang telah ditetapkan. Tanggal kalibrasi dan
perawatan yang telah dilakukan serta tanggal kalibrasi dan perawatan berikutnya
tertera pada masing-masing instrumen. Alat-alat yang rusak atau sedang dalam
perbaikan diberi identitas yang jelas sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
melakukan pengujian. Seluruh peralatan juga dilengkapi dengan prosedur tetap
untuk pengoperasiannya yang diletakkan di dekat instrumen atau peralatan
bersangkutan.
Di laboratorium kimia, pereaksi yang dibuat diberi label yang sesuai, seperti
nama pereaksi, konsentrasi, waktu pembuatan, batas waktu penggunaan dan tanda
tangan petugas yang membuat pereaksi yang bersangkutan. Dengan demikian
identitas seluruh pereaksi yang digunakan dapat diketahui dengan jelas guna
menjamin kebenaran hasil pengujian. Selain itu, terdapat pula baku pembanding
yang disimpan secara rapi menurut kondisi penyimpanannya. Unit Pengawasan
Mutu, dalam hal ini unit QC juga melakukan validasi metode analisis, kalibrasi
instrumen serta membantu atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi
proses yang dilakukan oleh Departemen Produksi.
Universitas Sumatera Utara
Setelah proses produksi selesai, pengawasan mutu terus dilakukan yang
diwujudkan dalam bentuk pemeriksaan hasil akhir dari masing-masing tahapan
proses. Pemeriksaan ini dilakukan oleh QC. Aktivitas QC meliputi pemeriksaan
raw material, baik bahan aktif (active pharmaceutical ingredient) maupun
eksipien, pemeriksaan packaging material (secondary dan primary), pemeriksaan
produk ruahan dan obat jadi serta penanganan dan penyimpanan contoh
pertinggal. Pemeriksaan tersebut didasarkan pada CoA yang menyertai pengiriman
produk dan spesifikasi yang ditetapkan oleh PT Aventis Pharma. Hasil
pemeriksaan dituangkan dalam Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dan selanjutnya
dibuat form TT 775 untuk menetapkan status produk tersebut (released atau
rejected). Pengesahan status produk dilakukan oleh QC Supervisor.
Produk jadi yang telah diluluskan dipantau dengan uji stabilitas secara berkala
terhadap contoh petinggal. Tujuan uji stabilitas adalah untuk menentukan waktu
kadaluwarsa produk, memastikan produk stabil sampai tanggal kadaluwarsa yang
tercantum pada label, memenuhi syarat registrasi obat jadi, menentukan jenis
kemasan yang tepat, dan untuk mengetahui keseragaman cara pembuatan dari
batch ke batch. QA bertanggung jawab dalam pemberian jaminan bahwa obat
yang dibuat dan dipasarkan telah memenuhi persyaratan CPOB, HSE dan standar
yang ditetapkan oleh PT Aventis Pharma (Global Quality Standard). Mutu produk
tidak hanya diperoleh dari serangkaian pengujian yang dilakukan terhadap produk
akhir tetapi mutu harus dibentuk ke dalam produk sejak awal. Oleh karena itu, QA
selalu mengontrol setiap langkah dalam proses produksi, melakukan analisa bila
terjadi kegagalan, serta melakukan audit terhadap supplier dan semua aspek yang
mempengaruhi mutu produk.
Universitas Sumatera Utara
4.8 Inspeksi Diri
Inspeksi diri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menilai
kesesuaian seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu dalam industri farmasi
sesuai dengan ketentuan CPOB. Serta untuk mengevaluasi dan menentukan
tindakan apa yang harus diambil sebagai langkah korektif jika terjadi suatu
penyimpangan. Kegiatan ini harus dilakukan secara teratur untuk menjamin
tercapinya kesesuaian secara kontinu. Inspeksi diri harus dilakukan oleh suatu tim
auditor yang kompeten serta memahami peraturan/ regulasi yang terkait secara
teoritis maupun praktis. Dengan adanya inspeksi diri, maka dapat dilakukan
perbaikan terus menerus terhadap berbagai kelemahan karena program ini
berperan sebagai suatu sistem kontrol untuk perbaikan mutu. Inspeksi diri memacu
setiap departement untuk selalu menerapkan dan meningkatkan kesadaran CPOB
pada setiap personil.
Inspeksi diri dilakukan untuk mengetahui cacat, baik yang kritis, berdampak
kecil maupun besar. Dalam melakukan inspeksi diri tidak cukup hanya mengenali
cacat dan kelemahan melainkan juga menetapkan cara-cara efektif untuk
mencegah dan memperbaikinya. Inspeksi diri dilakukan secara teratur dan
berbeda-beda frekuensinya, dan dilakukan oleh orang yang berkompeten dalam
perusahaan untuk menjaga standar mutu sesuai persyaratan perusahaan.
Pelaksanaan inspeksi diri ini dilakukan oleh Unit Quality Assurance. Temuan-
temuan dari hasil inspeksi diri selanjutnya dipertimbangkan dalam penyusunan
kebijakan baru, agar penyimpangan yang terjadi tidak terulang dimasa mendatang.
Universitas Sumatera Utara
4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat
Kembalian
Berdasarkan jenisnya, keluhan dibagi dua yaitu pertama yang menyangkut
Efek Samping Obat (ESO) dan menyangkut Keluhan Teknis Kualitas Obat
(KTKO). Keluhan yang berhubungan dengan medis ditujukan ke Medical &
Regulatory Division, sedangkan yang menyangkut KTKO ditujukan ke
Departemen Operasi Mutu (QO Department). Penanganan keluhan menjadi
tanggung jawab dan dikelola dengan cepat karena menyangkut nama baik
perusahaan. Semua keluhan harus diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak
lanjut yang sesuai dengan cara penyelesaian yang sebaik mungkin. Keluhan
terhadap obat dapat berasal dari dalam maupun luar perusahaan. Keluhan dari
dalam perusahaan dapat berasal semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan
manufaktur. Sedangkan keluhan dari luar perusahaan dapat berasal dari
distributor, dokter, pasien, apoteker, rumah sakit/ klinik, pemerintah (BPOM) dan
media massa.
Tindak lanjut dari keluhan dapat berupa penggantian produk atau penarikan
produk. Penarikan kembali obat dilakukan bila ditemukan ada produk obat yang
tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek
samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Penarikan obat jadi ini
dapat dilakukan atas keinginan produsen (misalnya karena stabilitas obat tidak
baik) atau keinginan Badan POM (keluhan dari segi medis dan farmasi).
Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan
bila perlu setelah didapatkan hasil pemeriksaan contoh pertinggal di laboratorium
QC. Penarikan obat jadi harus cepat dan tuntas. Maksudnya, semua obat yang
Universitas Sumatera Utara
telah terlanjur beredar di tingkat distributor, sub-distributor maupun pengecer
(toko obat, apotek) dan pemakai langsung (RS, dokter) diusahakan untuk dapat
ditarik kembali.
Penarikan kembali obat hendaklah diselidiki hingga tingkat mana produk
tersebut ada pada jarigan distribusi dan hasil penyelidikan ini membuat tingkat
embargonya. Tingkat penarikan kembali obat jadi ditentukan berdasarkan luas dan
jauhnya obat jadi tersebut beredar di pasaran. Terdapat empat tingkat peredaran
obat di pasar, yakni:
a. Tingkat I : Bila obat baru mencapai distributor pusat.
b. Tingkat II : Bila obat sudah mencapai sub-distributor (di daerah).
c. Tingkat III : Bila obat sudah didistribusikan dan sudah mencapai sarana
pelayanan obat seperti apotek, rumah sakit, poliklinik dan took obat.
d. Tingkat IV : Bila obat sudah didistribusikan secara luas dan telah mencapai
konsumen seperti dokter, serta pemakai akhir yaitu pasien.
Dalam kasus reaksi merugikan dari obat, penarikan kembali sebaiknya
dilaksanakan sampai tingkat konsumen. Dokumentasi yang dapat mendukung
pelaksanaan penarikan kembali obat adalah catatan distribusi obat. Penghentian
pembuatan obat dapat merupakan keputusan produsen sendiri atau keputusan
pemerintah (Badan POM). Untuk mempermudah Penarikan Kembali Obat Jadi
(PKOJ), PT Aventis Pharma melakukan audit kepada distributor yang akan
dipilih. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu produk PT Aventis Pharma agar
setelah keluar dari pabrik dapat terjamin mutunya saat sampai ke konsumen.
Salah satu penilaian untuk distributor terpilih ini adalah distributor
mempunyai suatu sistem distribusi yang baik artinya mengetahui kemana saja
Universitas Sumatera Utara
produk tersebut didistribusikan. Tes yang dilakukan adalah Mock Test Product.
Tes ini merupakan simulasi penarikan obat jadi dimana PT Aventis Pharma secara
tiba-tiba mengirimkan berita penarikan obat jadi kemudian dilihat respons
distributornya. Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang
kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan atau sebab
lain yang dapat menimbulkan kerugian jika obat tersebut digunakan. Karena itu
dibuatlah prosedur untuk menyelidiki dan menganalisis obat yang dikembalikan
serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diolah kembali atau dimusnahkan.
Obat kembalian disimpan di gudang pada tempat khusus dan menunggu keputusan
QC, apakah akan dikemas ulang, di-rework, atau dimusnahkan. Obat kembalian
yang tidak dapat diolah kembali akan dimusnahkan dan dibuatlah Berita Acara
Pemusnahannya.
4.10 Dokumentasi
Salah satu hal yang sangat esensial dalam pengoperasian suatu perusahaan
farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB adalah dokumentasi. Dokumen
pembuatan obat yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi,
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen. Sistem
dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaknya mengutamakan tujuannya
yaitu menentukan, memantau atau mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu.
Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas
mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan sehingga memperkecil risiko kekeliruan. Dengan sistem
dokumentasi yang rapi memungkinkan dilakukannya penelusuran apabila terjadi
kesalahan atau keluhan terhadap produk dikemudian hari. Dokumentasi dirancang
dan digunakan untuk menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh
aspek produksi dan pengendalian mutu. Di PT Aventis Pharma, semua kegiatan di
setiap departemen sudah memiliki dokumentasi mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Semua dokumen
disahkan oleh departemen terkait, atas persetujuan Departemen Operasi Mutu.
Semua dokumen mempunyai sistem penomoran yang memudahkan penelusuran
apabila diperlukan, dan dijaga agar selalu aktual untuk itu setiap dokumen ditinjau
ulang secara berkala atau dilakukan perbaikan bila diperlukan yang diatur dalam
protap penanganan dokumen.
4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manjemen Mutu
(Pemastian Mutu).
PT Aventis Pharma melakukan kerjasama dengan produsen lain dalam hal
ini PT Boehringer Ingelheim Indinesia untuk pembuatan beberapa produknya,
Universitas Sumatera Utara
seperti Flagyl 1.0g; 0,5g Suppositoria (metronidazole), Flagy Oral Suspension
60ml (benzoyl metronidazole), Flagystatin ovule (metronidazole dan nystatine),
Novalgin drops 10ml (metamizol NaH2O), Novalgin Syrup 60ml (metamizol
natrium), Orudise E 100 FCT, Toplexil Syrup 60ml, 120ml (oxomemazine base,
guaifenesin), Peflacine tablet 10’S (pefloxacine), Profenide Supository, dan
Profenide E 100 FCT.
4.12 Kualifikasi dan Validasi
CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di
industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis
dari kegiatan yang dilakukan. Kualifikasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan
peralatan di Industri Farmasi. Kualifikasi terdiri atas empat tahap, yaitu Design
Qualification (DQ), Instalation Qualification (IQ), Operational Qualification
(OQ) dan Performance Qualification (PQ). Keempat tahapan kualifikasi dilakukan
untuk peralatan dan sistem baru sedangkan untuk peralatan dan sistem yang
dimodifikasi tahap Design Qualification tidak dilakukan. Di PT Aventis Pharma
telah dilakukan validasi dan kualifikasi terhadap aspek fasilitas, sistem, proses dan
peralatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh PT Aventis Pharma dalam
Global Quality Standard.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. PT Aventis Pharma telah menerapkan setiap aspek CPOB dengan baik dan
mengicu pada GMP internasional dan Aventis Global Standard dalam hal
menjamin kualitas produk yang dihasilkan
2. Apoteker memiliki peranan penting di industri farmasi sebagai pendorong
dan pengarah dalam penerapan CPOB, serta yang berkaitan dengan mutu
obat terutama pada posisi kunci, yaitu di bidang manufacturing (Production
Department) dan pengawasan mutu (Industrial Quality and Compliance
Department). Apoteker bertanggung jawab untuk memastikan dan
mengawasi pelaksanaan CPOB di industri farmasi. PT Aventis Pharma telah
memaksimalkan peran apoteker dengan baik pada posisi kunci.
5.2 Saran
1. Penerapan setiap aspek CPOB di PT Aventis Pharma perlu terus
dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjamin konsistensi mutu produk
yang dihasilkan. Peningkatan kesadaran karyawan akan pentingnya
penerapan CPOB dalam segala aspek
2. Perlunya pengembangan sistem peralatan pada bagian packaging area dari
manual system ke automatic system sehingga pekerjaan menjadi lebih efektif
dan efisien
Universitas Sumatera Utara
top related