Transcript
Laporan Praktikum Hari, tanggal : Jumat, 17 dan 24 April 2015
Kualitas Udara Waktu : 07.00-11.00
Dosen : Dr.Ir. Sobri Effendy, MS
Dimas Ardi Prasetya, ST
Ety Herwati
Fretty Yurike
PENGUKURAN KUALITAS UDARA AMBIEN
Disusun oleh :
Nazma Dharayani Malau J3M113002
Lailatur Hasanah J3M113010
Surya Desra Degi J3M113012
Yafattahul Jannah J3M113015
Annisa Nur Afifah J3M113023
Fiyana Kusuma Dewi J3M113026
Rico Asmara Haddi J3M113029
Lutfi Rahman J3M113033
Savitha Annas R.A. J3M113039
Anisa Ayu Wardini J3M113042
Wawan Ahmad Nawawi J3M113051
Mayang Widyanti J3M113054
Regi Riansyah J3M113055
Annisa Nur Wardani J3M113059
TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Udara merupakan media lingkungan yang sangat dibutuhkan manusia
terutama untuk pernapasan. Cukup ramainya daerah sekitar Pintu 2 Diploma IPB
akibat lalu lalang kendaraan bermotor dapat menimbulkan dampak lingkungan
yang kurang baik dan dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu
diperlukan pengukuran kualitas udara di kawasan tersebut. Pengukuran kualitas
udara ambien bertujuan untuk mengetahui konsentrasi zat pencemar yang ada di
udara. Udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir
yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan
mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup
lainnya.
Berbagai macam kandungan gas dan debu bercampur di udara. Namun
dalam praktikum kali ini kami hanya mengukur indikator TSP, NO2, NH3, O3,
H2S, dan SO2. Ozon adalah gas yang secara alami terdapat di atmosfer. Ozon di
troposfer (sekitar 10 s/d 16 km dari permukaan bumi ) sedangkan selebihnya
berada di lapisan stratosfer (50 km dari puncak troposfer). Sulfur dioksida (SO2)
merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau tajam. Emisi SO2 merupakan
komponen partikulat yang ada di atmosfer. Hidrogen Sulfida (H2S) merupakan
gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar , dan berbau busuk. Ammonia
adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa
gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau ammonia). Ammonia bersifat gas
yang tidak mudah terbakar dan digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup.
Total Suspended Particulate (TSP) atau disebut juga dengan partikel debu
tersuspensi terdapat di udara dengan ukuran berkisar antara kurang dari 1 mikron
hingga maksimal 500 mikron. Keberadaan debu ini akan memberi dampak buruk
bagi kesehatan manusia terutama untuk saluran pernafasan. Partikel debu tersebut
melayang-layang di udara dalam waktu yang lama sehingga akan mudah masuk
ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan (Apriyanti, 2010).
Oksida Nitrogen bersama dengan hidrokarbon merupakan komponen
kimia pokok dalam reaksi fotokimia (smog). Berbagai jenis oksida nitrogen dapat
terbentuk dalam atmosfer, termasuk oksida nitrat (NO), nitrogen dioksida (NO2),
dan nitrous oksida (N2O). Sumber utama NO2 dalam atmosfer adalah pembakaran
suhu tinggi berbagai bahan bakar dan kendaraan bermotor. Hidrogen sulfida (H2S)
adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar dan berbau seperti telur
busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika bakteri mengurai bahan
organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik), seperti di rawa, dan
saluran pembuangan kotoran.
Data hasil pengukuran kualitas udara sangat diperlukan untuk berbagai
kepentingan yaitu untuk mengetahui tingkat pencemaran udara di suatu daerah
atau untuk menilai keberhasilan program pengendalian pencemaran udara yang
sedang dijalankan. Pengukuran harus menggunakan peralatan dan mengikuti
prosedur sehingga hasil pengukuran valid dan representatif serta dapat
dipertanggung jawabkan.
TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat menganalisis
kandungan gas NH3, NO2, O3, H2S, SO2, dan TSP yang ada di udara khususnya
sekitar pintu 2 Diploma IPB dan mahasiswa dapat memberikan solusi tindakan
untuk mengurangi zat-zat tersebut di suatu tempat.
ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan untuk penetapan NH3 di udara yaitu labu ukur 50 ml,
pipet mohr 1 ml, pipet mohr 2 ml, pipet mohr 5 ml, pipet mohr 10 ml, dan
spektrofotometer UV-Vis. Bahan yang digunakan untuk penetapan NH3 di udara
yaitu larutan penyerap NH3, H2SO4 0,1 N, larutan pereaksi fenol, larutan Natrium
Hipoklorit, larutan penyangga, larutan standar induk NH3 2 ppm, dan akuades
bebas ammonia.
Alat yang digunakan dalam pengukuran NO2 yaitu labu ukur 25 ml, pipet
mohr 1 ml, pipet mohr 10 ml, pipet tetes, bulb, botol semprot dan
spektrofotometer UV-Vis. Bahan yang digunakan yaitu larutan penyerap NO2
(campuran antara Asam Sulfanilat, naphthylamin dan asam asetat glasial). Larutan
induk standar NaNO2 2 ppm, dan aquades.
Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan SO2 di udara adalah
larutan penyeran TCM, Asam Sulfamat 0,6%, larutan formaldehid 0,2%, larutan
pararosanilin, larutan iodin, larutan thiosulfat, amilum, larutan induk standar SO2.
Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan H2S di udara adalah
larutan penyerap Zn Acetat 5%, larutan diamin 0,15%, (N,N-Dimethyl-1,4-
Phenylen diamonium diklorida), larutan FeCl3 25%, larutan induk standard H2S
(Na2S.9H2O 0,12%), aquades, larutan Natrium Thiosulfat 0,1 N, larutan Iodin 0,1
N, larutan indikator amilum, larutan HCl 0,1 N. Alat yang digunakan adalah labu
ukur 50 ml, pipet mohr 1 ml;5 ml;10 ml, erlenmeyer 125 ml, buret 50 ml, dan
sphektrophotometer UV-Vis.
Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan O3 di udara adalah
larutan penyerap NBKI, Larutan standar iodin 0,0025 N, labu ukur 25 ml, pipet
mohr, dan spektrofotometer.
Alat yang digunakan untuk penentuan partikel tersuspensi total (TSP) di
udara yaitu wadah filter, pinset, neraca analitik, stopwatch dan HVAS (High
Volume Air Sampler). Bahan yang digunakan untuk penentuan partikel tersuspensi
total (TSP) di udara yaitu filter serat kaca.
CARA KERJA
Penetapan NH3 di udara
- Larutan kurva standar kalibrasi NH3
Larutan standar induk NH3 2 ppm dipipet masing-masing 0; 0,5; 1,0; 2,0;
3,0; dan 5,0 ml ke dalam labu ukur 50 ml. Larutan penyerap NH3 asam sulfat
0,1N sebanyak 10 ml ditambahkan ke dalam masing-masing labu dan dikocok
secara homogen dan ditambahkan larutan penyangga 5ml larutan pereaksi fenol
dan 2,5 ml larutan Natrium Hipoklorit. Setelah itu dilakukan pengenceran hingga
50 ml dengan air suling. Labu didiamkan di tempat gelap selama 30 menit.
Kemudian, diukur absorbsinya dengan spektrometer pada panjang gelombang 630
nm dan blanko yang digunakan yaitu labu ukur yang berisi 0 ml larutan.
- Larutan sampel
Larutan penyerap yang telah mengandung sampel NH3 dipindahkan
kedalam labu ukur 50 ml, larutan penyangga ditambahkan sebanyak 2 ml, larutan
pereaksi fenol ditambahkan sebanyak 5 ml, dan 2,5 ml larutan natrium hipoklorit.
Kemudia, diencerkan hingga 50 ml dengan air suling. Labu didiamkan selama 5
menit. Lalu, diukur dengan spektrofotometer seperti pengukuran kurva standar
kalibrasi NH3
- Menghitung kandungan NH3 di udara :
NH3 (g/Nm3) =
g
v x
(t+273)
298vx
760
P x 1000
g = g sampel NH3 yang dapat ditarik dari grafik
T = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam oC
v = Volume udara dalam L
P = Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam mmHg
-
NO2 di udara
Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu. Larutan
induk standar NaNO2 2 ppm dipepet kedalam 6 buah labu ukur 25 ml masing-
masing 0 ml, 0,1 ml, 0,2 ml, 0,3 ml, 0,4 ml, 0,5 m. Larutan kemudian
ditambahkan dengan 10 ml larutan penyerap NO2 dan diencerkan sampai tanda
tera. Setelah 15 menit warna larutan diukur dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 550 nm dengan blanko labu ukur 25 ml berisi 0 ml larutan
standar induk NO2. Larutan sampel yang telah mengandung larutan penyerap dan
NO2 dipindahkan dalam labu ukur 25 ml dan diencerkan dengan aquades hingga
tanda tera. Larutan kemudian diukur dengan spektrofotometer. Kandungan NO2
diudara dapat dihitung dengan rumus berikut :
NO2 (g/Nm3) =
g
v x
(t+273)
298vx
760
P x 1000
Keterangan :
g : g sampel NO2 yang didapat dari grafik
t : suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam c
v : volume udara dalam L
P :Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam mmHg
SO2 di udara
- Pembuatan larutan standar kurva kalibrasi SO2
Sebanyak 6 buah labu ukur 50 ml disediakan dan di pipet larutan standar
ke dalam labu ukur masing-masing secara berurutan 0 ; 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,3 ; 0,4
dan 0,5 ml larutan induk standar SO2. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan
penyerap. Setelah itu ditambahkan 1 ml larutan Asam Sulfamat 0,6% dan
dibiarkan selama 5 menit, ditambahkan 2 ml larutan formaldehid 0,2% dan 5 ml
larutan pararosanilin. Setelah itu, diencerkan dengan air suling hingga tanda tera.
Larutan yang sudah dibuat dikocok dan diukur warnanya setelah 15-30
menit dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Blanko yang
digunakan yaitu labu ukur yang beirisi 0 ml larutan induk standar SO2
- Larutan sampel
Larutan penyerap TCM yang telah mengandung SO2 dipindahkan kedalam
labu ukur 50 ml dan ditambahkan 1 ml larutan asam sulfat 0,6% kemudian
dibiarkan selama 5 menit. Setelah itu, ditambahkan 2 ml larutan formaldehid 0,2
% dan 5 ml larutan pararosanilin kemudian diencerkan dengan air suling hingga
tanda tera. Larutan yang sudah dibuat diukur dengan spektrofotometer seperti
pada pengukuran larutan standar kurva kalibrasi SO2.
- Hitung kandungan SO2 diudara dalam g/Nm
SO2 (g/Nm) = g
V x
(t+273)
298 x
760
P x 1000
Ket: g = g sampel SO2 yang didapat dari grafik
t = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam
V = volume udara dalam L
P = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam
mmHg
- Standarisasi larutan induk dengan standar SO2
Larutan induk standar SO2 dipipet sebanyak 10 ml dan dipindahkan
kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan 5 ml larutan iodin 0,01N dan 5 ml larutan
HCL 0,1 N. Erlenmeyer tersebut segera ditutup dan dibiarkan selama 5 menit dan
terlindung dari cahaya. Larutan yang sudah dibuat tersebut segera titrasi dengan
larutan thiosulfat 0,01 N (digunakan blankao larutan amilum sebagai indikator).
Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan 10 ml air suling sebagai
pengganti larutan induk standar SO2.
H2S di udara
- Larutan kurva standar kalibrasi H2S Sebanyak 6 buah labu ukur 50 ml disediakan. Kedalam masing-masing
labu ukur dipipet 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 ml larutan induk standar H2S 0,12
ppm. Kedalam masing-masing labu tersebut ditambahkan 1 ml larutan diamin dan
1,5 ml larutan FeCl3 serta 10 ml larutan penyerap Zn-asetat. Kemudian diencerkan
dengan akuades hingga tanda tera. Absorbansinya diukur dengan spektrofotometer
setelah 1530 menit pada panjang gelombang 670 nm dan labu ukur berisi 0 ml larutan induk standar H2S digunakan sebagai blanko.
- Larutan sampel Larutan penyerap yang telah mengandung H2S dipindahkan ke dalam labu
ukur 50 ml, lalu ditambahkan 1 ml larutan diamin dan 1,5 ml larutan FeCl3.
Kemudian diencerkan dengan air suling hingga tanda tera. Setelah itu, diukur
dengan spektrofotometer seperti pada pengukuran standar kalibrasi H2S.
- Hitung kandungan H2S di udara dalam g/Nm3
H2S(g/Nm3) =
g
V
(t + 273)
298
760
P 1000
Keterangan :
g = g sampel H2S yang didapat dari grafik
t = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam oC
V = volume udara dalam L
P = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam mmHg
- Standarisasi larutan induk standar H2S Sebanyak 10 ml larutan induk standar H2S dipipet ke dalam erlenmeyer,
lalu ditambahkan 5 ml larutan iodin 0,1 N dan 5 ml larutan HCl 0,1 N.
Erlenmeyer tersebut segera ditutup dan dibiarkan selama 5 menit terlindung dari
cahaya. Kelebihan iodin dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N (larutan
indikator amilum digunakan). Kemudian titrasi blanko dilakukan dengan
menggunakan 10 ml air suling sebagai pengganti larutan induk standar H2S.
Standarisasi dilakukan setiap kali akan digunakan.
H2S(g/ml) =(A B) N 0,0017 1000 1000
0,01 10
Keterangan :
A = volume natrium thiosulfat untuk penitran blanko (ml)
B = volume natrium thiosulfat untuk penitran sampel (ml)
N = normalitas natrium thiosulfate
O3 di udara
- Larutan kurva standar kalibrasi O3
Larutan induk standar O3 0,0025 N dipipet masing-masing 0; 0,1 ; 0,2 ; 0,
3 ; 0,4 dan 0,5 ke dalam labu ukur 25 ml. Kemudian, sebanyak 10 ml larutan
penyerap NBKI ditambahklan ke dalam masing-masing labu ukur dan diencerkan
hingga tera dengan air suling. Nilai absorbansinya diukur dengan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 352 nm dan blanko yang digunakan
yaitu labu ukur yang berisi 0 ml larutan induk standar O3
- Larutan sempel
Larutan penyerap yang telah mengandung O3 dipindahkan ke dalam labu
ukur 25 ml dan diencerkan dengan air suling hingga tanda tera. Larutan tersebut
diukur dengan spektrofotometer seperti pengukuran kurva standar kalibrasi O3.
- Hitung kandungan O3 diudara dalam g/Nm
Dengan cara membuat grafik hubungan antara absorbansi sebagai sumbu
Y dengan normalitas iodin sebagai sumbu X. Tentukan normalitas iodin dan
absorbansinya = 1 (I). Nilai normalitas ini dikalikan 1,224 x 10 sebagai faktor
standarisasi N sebagai jumlah mg O3 yang dibutuhkan untuk 10 ml pereaksi
penyerap yang memeberikan nilai absorbansi sama dengan 1 (M=I x 1,224 x 10)
O3 (g/Nm) = Absorbansi sampel x M
V x
(t+273)
298 x
760
P x
48
24.47 x 1000
Ket : t = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam
V = volume udara dalam L
P = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam mmHg
Penetapan TSP
Metode pengukuran TSP, yaitu kertas filter dalam keadaan kosong
ditimbang dengan neraca analitik sebanyak 3 kali ulangan dan dicatat hasilnya.
Kertas filter selanjutnya dipasang ke dalam filter holder dengan pinset. Tombol on
pada alat HVAS kemudian ditekan dan pengambilan contoh dilakukan selama 1
jam. Tekanan, laju alir, dan suhu pada alat HVAS dicatat setiap 15 menit dengan
alat. Kertas filter diangkat dengan pinset jika sudah 1 jam dan kertas filter
ditimbang kembali dengan 3 kali pengulangan dan dicatat hasilnya. Selanjutnya
dihitung nilai TSP sebagai berikut :
Kandungan TSP (g/Nm3) = 10
+273
298
760
1000
Keterangan :
W1 = Berat kertas saring setelah berisi partikel (g)
W0 = Berta kertas saring kosong (g)
V = Volume contoh udara dalam L
P = Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam mmHg
t = temperatur udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam 0
C
HASIL PRAKTIKUM
Berdasarkan praktikum kualitas udara yang telah dilakukan di pintu 2
Diploma IPB, didapatkan hasil pengukuran dan hasil perhitungan sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai Gas NH3, NO2, O3, H2S, SO2 yang terukur di Lapangan
Ulangan
ke-
Waktu
(Menit)
NO2
NH3
O3
H2S
SO2
Suhu
(C)
Tekanan
(mmHg)
1 0 0.4 1 1 0.7 1 29.4 742.5
2 15 0.5 0.8 0.7 0.6 1.3 29.1 742.5
3 30 0.5 1 0.9 0.5 1.1 38.5 742.4
4 45 0.4 1 0.9 0.7 1.1 38.6 742.2
5 59 0.3 1 0.6 0.7 1.1 33.8 742.4
Rata-rata 0.42 0.96 0.82 0.64 1.12 33.88 742.4
Tabel 2. Hasil Pembacaan NH3 dengan spektrofotometer
Std
(ml)
X
( gram)
Abs
Abs
0 0 0.043 0
0.5 0.2 0.042 -0.001
1 0.4 0.047 0.004
2 0.6 0.056 0.013
3 0.8 0.083 0.04
5 1 0.06 0.017
Sampel - 0.111 0.068
Gambar 1. Kurva Absorbansi NH3
y = 0.031x - 0.0033 R = 0.5668
-0.005
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0.035
0.04
0.045
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
A
bs
g
y = 0.031x 0.0033
0.068 = 0.031x 0.0033
0.0713 = 0.0031 x
x = 2.3 g
NH3 (g/Nm3) =
g
V x
(t+273)
298 x
760
P25.6 x 1000
= 2.3
0.96 x
(33.88+273)
298 x
760
(742.4)(25.6) x 1000
= 2.395 x 306.88
298 x
760
19005.44 x 1000
= 2.395 x 1.030 x 0.400 x 1000
= 987.083 g/Nm3 = 0.987 mg/Nm3
Tabel 3. Hasil Pembacaan NO2 dengan spektrofotometer
NO2
ml Standar g NO2 Abs Abs
0 0 0,011 0
0,1 0,2 0,013 0,002
0,2 0,4 0,014 0,003
0,3 0,6 0,015 0,004
0,4 0,8 0,017 0,006
0,5 1,0 0,018 0,007
Sampel - 0,028 0,017
Gambar 2. Kurva Absorbansi NO2
y = 0.0069x + 0.0002
0.017 = 0.0069x + 0.0002
0.0168 = 0.0069x
x = 2.435 g
NO2 (g/Nm3) = g
V x
t+273
298 x
760
P x 1000
=2.435
60x
(29.42 + 273)
298 x
760
742.44 x 1000
= 41.55 g/Nm3
Tabel 3. Hasil Pembacaan SO2 dengan spektrofotometer
Std (ml) g Absorbansi Absorbansi
0 0 0.355 0
0.1 1.131 0.388 0.033
0.2 2.262 0.452 0.064
0.3 3.393 0.474 0.119
0.4 4.524 0.516 0.161
0.5 5.655 0.564 0.209
Sampel - 0.382 0.027
y = 0.0069x + 0.0002 R = 0.9874
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
A
bs
g
Penetapan Larutan Standar SO2
SO2 (g/ml) = (AB)x N x 0.00032 x 1000 x 1000
0.01 x 10
= (2.551.6) x N x 0.00032 x 1000 x 1000
0.01 x 10
= 11.31 g/ml
Gambar 3. Kurva Absorbansi SO2
y = 0.0375x - 0.0083
0.017 = 0.0375x - 0.027
0.044 = 0.0375x
x = 1.173 g
SO2 (g/Nm3) =
g
v x
t+273
298 x
760
P x 25.6 x 1000
= 1.173
66.08 x
33.9+273
298 x
760
742.4 x 1000
= 18.71 g/Nm3
y = 0.0375x - 0.0083 R = 0.992
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0 1 2 3 4 5 6
A
bs
g
Tabel 4. Hasil Pembacaan H2S dengan spektrofotometer
No. Standar (ml) g Abs Abs
1 0 0 0.002 0.000
2 0.1 10.086 0.131 0.129
3 0.2 20.172 0.305 0.303
4 0.3 30.258 0.484 0.482
5 0.4 40.344 0.687 0.685
6 0.5 50.430 0.880 0.878
7 0.6 60.516 1.185 1.183
8 Sampel - 0.013 0.011
Standarisasi H2S = 160.86 g/ml
Gambar 4. Kurva Absorbansi H2S
y = 0.0192x - 0.0588
0.011 = 0.0192x - 0.0588
0.0698 = 0.0192x
x = 3.635 g
H2S (g/m3) =
g
V
(t+273)
298
760
P 1000
= 3.635 g
60
(33.9+273)
298
760
742.4 1000
= 69.612 g/m3
y = 0.0192x - 0.0588 R = 0.9868
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0 10 20 30 40 50 60 70
A
bs
g
Tabel 5. Hasil Pembacaan Zat O3 dengan spektrofotometer
Std N Abs Abs
Blanko 0 0.066 0
0.1 0.00001 0.224 0.158
0.2 0.00002 0.378 0.312
0.3 0.00003 0.571 0.505
0.4 0.00004 0.715 0.649
0.5 0.00005 0.906 0.84
Sampel - 0.178 0.112
Gambar 5. Kurva Absorbansi Ozon
y = 16760x - 0.0083
0.112 = 16760x - 0.0083
0.1203 = 16760x
x = 7.18 x 10-6
M = I1 x 1.224 x 105
= 7.18 x 10-6
x 1.224 x 105
= 0.878563246
O3 (g/Nm) = Absorbansi sampel x M
V x
(t+273)
298 x
760
P x
48
24.47 x 1000
= 0.112 0.878563246
25 (33.88+273)
298 x
760
742.4 x
48
24.47 x 1000
= 8.139285143 8 g/Nm
y = 16760x - 0.0083 R = 0.9986
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0 0.00001 0.00002 0.00003 0.00004 0.00005 0.00006
A
bs
N
Tabel 6. Nilai TSP yang terukur di Lapangan
Waktu (menit) Tekanan (mmHg) Laju alir / Flow
(l/m)
Suhu (oC)
0 742.5 1150 29.4
15 742.5 1150 29.1
30 742.4 1200 38.5
45 742.2 1200 38.6
59 742.4 1200 33.8
Berat kertas filter awal: 0.5332 gram = 533200 g
Berat kertas filter akhir: 0.5393 gram = 539300 g
Flow rata-rata: 1180 liter/menit
Waktu: 59 menit
Suhu rata-rata: 33.88oC = 306.88 K
Tekanan rata-rata: 742.4 mmHg
V = QS1+QS2
2 x T
= 1150+1200
2 x 59
= 69325 m3
TSP (g/Nm3) =
W1W0
V x
t+273
298 x
760
P x 1000
= 539300533200
69325 x
306.88+273
298 x
760
742.4 x 1000
= 175.28 g/Nm3 selama 1 jam
Konversi model Canter
C = 175.28 g/Nm3 (1
24 )
0.17 = 1.4 g/Nm
3 selama 24 jam
PEMBAHASAN
Pengertian pencemaran udara berdasarkan aturan di PP 41 Tahun 1999
adalah dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak dapat memenuhi
fungsinya. Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya bahan-bahan
pencemar yang masuk ke dalam udara atmosfer oleh suatu sumber, baik melalui
aktivitas manusia maupun alamiah yang dapat menimbulkan ketimpangan
susunan udara atmosfer secara ekologis. Bahan pencemar ini dapat menimbulkan
gangguan-gangguan pada kesehatan manusia, tanaman dan binatang atau pada
benda-benda, dapat pula mengganggu pandangan mata, kenyamanan hidup dari
manusia dan penggunaan benda-benda. Bahan-bahan pencemar udara tersebut
dapat berupa debu, asap, uap, gas, kabut, atau bau (Tugaswati, 1996).
Ammonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Sifat-sifat ammonia
antara lain tidak berwarna, baunya sangat merangsang sehingga gas ini mudah
dikenal melalui baunya, sangat mudah larut dalam air, dan mudah mencair.
Walaupun ammonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di
bumi, ammonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan.
Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan
batas 15 menit bagi kontak dengan ammonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm
volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas ammonia
berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan
kematian. Apabila terpapar gas ammonia dalam kadar yang cukup tinggi dapat
menyebabkan batuk dan iritasi terhadap sistem pernapasan (Meirinda, 2008). Gas
Ammonia merupakan salah satu gas pencemar udara yang dihasilkan dari
dekomposisi senyawa organik oleh mikroorganisme seperti dalam proses
pengolahan sampah (Dwipayani, 2001).
Berdasarkan pengolahan data praktikum yang telah dilakukan diperoleh
nilai NH3 pada pintu 2 kampus CB Diploma IPB yaitu sebesar 0.987 mg/Nm3.
Nilai tersebut didapatkan dari hasil pengukuran selama 59 menit. Menurut
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 baku mutu
NH3 sebesar 0.5 mg/Nm3. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa
konsentrasi NH3 di pintu 2 kampus CB Diploma IPB melebihi standar baku mutu
yang udara ambien yang berlaku karena nilainya berada di atas 0.5 g/Nm3. Hal
ini disebabkan karena jalan di pintu 2 kampus CB IPB langsung menghadap ke
jalan raya sehingga banyak kendaraan bermotor yang berlalu lalang, selain itu
kemacetan pada kendaraan bermotor juga memacu tingginya kadar NH3 di udara.
Dampak dari partikulat tersebut dapat terakumulasi pada saluran pernapasan dan
gangguan kesehatan. Perlu dilakukan upaya pengurangan paparan dengan
menanam pohon yang dapat menyaring debu dan penggunaan masker. Pada
praktikum ini terdapat beberapa kesalahan yang mungkin memengaruhi hasil
pengukuran gas NH3 di jalan pintu 2 kampus CB Diploma IPB, yaitu pengukuran
dilakukan hanya selama 1 jam, sedangkan standar baku mutu yang digunakan
berlandaskan 24 jam, diperkirakan bahwa pengukuran dalam waktu 1 jam tidak
dapat memberikan jumlah partikulat yang akurat.
Manfaat dan kegunaan ammonia yaitu digunakan sebagai bahan pembuat
obat-obatan, ammonia yang dilarutkan dalam air dapat digunakan untuk
membersihkan berbagai perkakas rumah tangga, dan zat ini juga digunakan
sebagai campuran pembuat pupuk untuk menyediakan unsur nitrogen bagi
tanaman.
Oksida Nitrogen (NOX) adalah kelompok gas nitrogen yang terdapat di
atmosfer yang terdiri dari nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2).
Praktikum kali ini mengukur NO2. Sifat racun (toksisitas) gas NO2 empat kali
lebih kuat dari gas NO. Kadar NOX diudara perkotaan biasanya 10-100 kali lebih
tinggi dari udara pedesaan. Kadar ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk karena
sumber berasal dari pembakaran seperti kendaraan bermotor, produksi energi dan
pembuangan sampah. Pembakaran yang sering terjadi yaitu pembakaran arang,
minyak, gas dan bensin (Wardhana, 2004).
Metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur kadar NO2 di udara
ambien yaitu metoda Griess Saltzman (Kusminingrum, 2008). NO2 di udara
direaksikan dengan pereaksi Griess Saltman membentuk senyawa yang bewarna
ungu. Intensitas warna yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm.
Berdasarkan pengambilan sampel dilapangan, diperoleh hasil perhitungan
kadar NO2 di udara ambien sebesar 41.55 g/m3 dari pembuatan kurva
absorbansi dengan pengukuran menggunakan spektrofotometer. Merujuk pada PP
No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, nilai tersebut masih
dibawah ambang batas untuk kadar NO2 di udara ambien yaitu sebesar 400
g/m3 dengan pengamatan selama satu jam. Nilai tersebut di sangat di bawah
baku mutu karena jumlah kendaraan yang berlalu lalang dan kegiatan pembakar
lainnya sedikit.
Udara ambien yang tercemar oleh gas nitrogen dioksida berbahaya bagi
kelangsungan hidup tanaman dan manusia. Pengaruh NO2 pada tanaman yaitu
timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Pada konsentrasi lebih tinggi,
dapat merusak jaringan daun sehingga daun tidak dapat berfungsi sempurna.
Pencemaran NO2 juga dapat menyebabkan peroxy acetyl nitrates (PAN) yang
menyebabkan iritasi pada mata sehingga mata terasa pedih dan barair. Selain itu,
pada kadar yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf yang
berakibat kejang-kejang dan bila keracunan berlanjut akan menyebabkan
kelumpuhan. Apabila menghirup gas NO2 selama 10 menit dengan kadar 5 ppm
akan mengakibatkan kesulitan dalam bernafas pada manusia (Darmono, 2006).
Gas SO2 (sulfur dioksida) merupakan gas polutan yang banyak dihasilkan
dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung unsur belerang seperti
minyak, gas, batubara, maupun kokas. Pencemaran oleh sulfur oksida terutama
disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu
sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3). Sulfur dioksida mempunyai
karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar di udara.
Meskipun pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan salah
satu sumber emisi SO2 ke udara, namun diperkirakan jumlah emisi ini hanya
sepertiga dari total emisi SO2 yang ada. Penyumbang terbesar dari polutan ini
adalah berasal dari aktivitas alam seperti dari letusan gunung berapi yang
menghasilkan gas H2S melalui proses oksidasi di udara, selanjutnya gas H2S ini
berubah menjadi gas SO2. Jumlah emisi SO2 yang terus bertambah akan
menyebabkan meningkatnya konsentrasi SO2 di atmosfer.
Pada konsentrasi tertentu, SO2 dapat menyebabkan penurunan kualitas air
hujan yang diindikasikan melalui pH air hujan. Disamping itu, peningkatan
aerosol di atmosfer akan mengakibatkan peningkatan inti kondensasi yang
terdapat di atmosfer sehingga proses kondensasi pada tetes air (droplet) di udara
meningkat, dan awan yang terbentuk menjadi lebih tebal dan gelap. Akibatnya,
radiasi matahari yang datang ke bumi akan tertahan oleh awan dan dipantulkan
kembali ke angkasa, menyebabkan berkurangnya intensitas radiasi sinar matahari
yang sampai ke permukaan bumi. Pengurangan radiasi sinar matahari yang terjadi
tersebut disebut dengan global dimming, yang mengakibatkan penurunan
temperatur global di permukaan bumi.
Akibat utama pencemaran gas SO2 terhadap manusia adalah terjadinya
iritasi pada sistem pernapasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi
tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih. Bahkan pada
beberapa individu yang sensitif, iritasi sudah terjadi pada paparan 1-2 ppm saja.
Untuk penderita yang mempunyai penyakit kronis pada system pernapasan dan
kardiovaskular dan lanjut usia gas ini merupakan polutan yang berbahaya karena
dengan paparan yang rendah saja (0.2 ppm) sudah dapat menyebabkan iritasi
tenggorokan. Polutan ini juga berpengaruh negatif pada benda-benda maupun
tanaman melalui pembentukan hujan asam.
Berdasarkan pengukuran nilai gas SO2 di udara diperoleh nilai SO2 yaitu
sebesar 18.71 g/Nm3. Hal tersebut masih berada di bawah nilai baku mutu
kandungan SO2 pada udara ambien dengan waktu pengukuran satu jam
berdasarkan PP No 41 tahun 1999 yaitu 900 g/Nm3. Nilai tersebut masih di
bawah baku mutu karena lokasi sampel tidak dekat dengan kegiatan pembakaran
fosil dan gunung berapi sebagai sumber pencemar gas SO2.
Gas H2S adalah rumus kimia dari gas Hidrogen Sulfida yang terbentuk
dari 2 unsur Hidrogen dan 1 unsur Sulfur. Gas H2S disebut juga gas telur busuk,
gas asam, asam belerang atau uap bau. Gas H2S terbentuk akibat adanya
penguraian zat-zat organik oleh bakteri. Gas ini dapat ditemukan di dalam operasi
pengeboran minyak/gas dan panas bumi, lokasi pembuangan limbah industri,
peternakan atau pada lokasi pembuangan sampah.
Gas H2S mempunyai sifat dan karakteristik yaitu tidak berwarna, berbau
khas seperti telur busuk, gas beracun, dapat terbakar dan meledak, dapat larut
(bercampur) dengan air, dan bersifat korosif sehingga dapat mengakibatkan karat
pada peralatan logam.
Bedasarkan praktikum pengambilan sampel di lapangan dan perhitungan
kadar H2S dengan pembuatan kurva absorbansi dengan menggunakan
spektrofotometer diperoleh hasil 69.612 g/m3. Bedasarkan Permen LH No.21
Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/
atau Kegiatan Pembangkin Tenaga Listrik Termal nilai tersebut di atas baku mutu
yaitu 35 g/m3. Sedangkan dalam PP No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian
Pencemaran Udara, senyawa H2S belum masuk kedalam kategori gas pencemar di
udara ambien.
Seseorang yang menghirup gas H2S dengan dosis konsentrasi rendah
dalam waktu 3-15 menit dapat menyebabkan mata berair, iritasi pada kulit dan
batuk-batuk. Gas H2S juga menyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan
menurunkan produktivitas kerja. Pengaruh H2S terhadap peralatan metal yaitu
mengalami kerusakan, mudah rapuh, dan berkarat.
Terdapat beberapa alat pendeteksi dan cara yang digunakan untuk
mengetahui adanya gas H2S. Alat pendeteksi gas H2S antara lain adalah Sistem
Pemantauan Tetap (Fixed Monitori System). Alat ini dapat memberikan
peringatan baik dengan suara maupun cahaya. Selain alat tersebut juga ada alat
Pemantauan Elektronika Pribadi (Personal Electronic Monitor). Alat ini biasanya
dipegang dengan tangan atau dipakai dengan ikat pinggang dan secara tetap
mengukur konsentrasi gas H2S pada kepala sensor. Alat ini akan membunyikan
alarm yang dapat didengar pada tingkat H2S yang ditentukan sebelumnya. Alat
perlindungan pernafasan atau Breathing Apparatus adalah alat yang biasa
digunakan oleh regu pemadam kebakaran pada saat memasuki gedung yang
terbakar untuk menyelamatkan orang yang berada di dalam gedung tersebut.
Ozon (O3) merupakan salah satu zat pengoksidasi yang sangat kuat.
Keberadaan ozon di udara ambien dapat menimbulkan dampak yang sangat
merugikan bagi kesehatan manusia. Senyawa ozon di udara ambien terbentuk
akibat adanya reaksi fotokimia pada senyawa oksida nitrogen (NOx) dengan
bantuan sinar matahari. Ozon termasuk kedalam pencemar sekunder yang
terbentuk di atmosfer dari reaksi fotokimia NOx dan HC.
Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran oleh ozon troposferik
dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia. Laporan
Badan Kesehatan Dunia menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi (>120 g/m3)
selama 8 jam atau lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian atau
kunjungan ke rumah sakit karena gangguan pada sistem pernafasan. Pajanan pada
konsentrasi 160 g/m3 selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-
paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang sensitif.
Kombinasi ozon dengan SO2 sangat berbahaya karena akan menyebabkan
menurunnya fungsi ventilasi apabila terpapar dalam jumlah yang besar.
Kerusakan fungsi ventilasi dapat kembali baik mendekati fungsi paru-paru normal
pada orang yang terpajan dalam tingkat rendah.
Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain seperti
NOx, hidrokarbon, CO dan senyawa-senyawa radikal yang juga diemisikan dari
pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian ozon umumnya
terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NOx dan efek yang lebih merugikan
terhadap kesehatan karena adanya kombinasi pencemar NOx dan ozon dapat
terjadi. Kombinasi NOx-O3 dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru.
Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia,
pencemaran ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya bahan atau
material (tekstil, karet, kayu, logam, cat), penurunan hasil pertanian dan kerusakan
ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan nilai O3 sebesar 8
g/Nm. Hal tersebut menunjukkan kandungan O3 di Pintu 2 masih sangat jauh di
bawah baku mutu (kadar maksimal yang dipersyaratkan) yang ada pada Peraturan
Pemerintah No. 41 Tahun 1999. Baku mutu O3 pada peraturan tersebut yaitu 235
g/Nm. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas udara di lokasi sampel masih baik.
Kombinasi ozon dengan zat pencemar lain akan menimbulkan berbagai penyakit.
Nilai ozon yang tinggi biasanya terbentuk di siang dan sore hari,
menghilang pada malam hari yang dingin. Walaupun polusi ozon terbentuk
terutama di perkotaan dan pinggiran kota, tetapi ozon juga ada di daerah
pedesaan. Hal tersebut disebakan oleh tiupan angin dan dapat berada sejauh 402
km dari tempat asalnya di daerah industri/perkotaan.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu
mengurangi polusi ozon (US EPA) yaitu dengan membatasin penggunaan mobil
selama siang dan awal malam hari di akhir musim semi, panas dan awal musim
gugur, tidak menggunakan peralatan bertenaga bensin di lingkungan rumah
selama waktu tersebut, tidak mengisi bensin mobil selama waktu tersebut,
menjaga mesin mobil dan dirawat dengan baik, menggunakan produk yang ramah
lingkungan pada cat, pembersih dan peralatan kantor (beberapa bahan kimia ini
adalah sumber VOC), serta menghemat energi.
Berdasarkan lamanya partikel tersuspensi di udara dan rentang ukurannya,
partikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu dust fall (setteable particulate)
dan Suspended Particulate Matter (SPM). Partikel yang berukuran lebih dari 100
m disebut dust fall, sedangkan partikulat yang memiliki ukuran diamter antara
0.001 m sampai 100 m disebut sebagai SPM. Partikulat atau debu berada di
udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang dan mampu
masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Hal tersebut dapat
berpengaruh negatif terhadap kesehatan, mengganggu daya tembus pandang mata,
dan terjadi berbagai reaksi fotokimia di atmosfer yang tidak diharapkan.
Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu
dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2
m atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Lumpur, tanah liat, logam oksida,
sulfida, ganggang, bakteri dan jamur termasuk TSS. TSS umumnya dihilangkan
dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan
(turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di
perairan sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan
adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya. Sementara
hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan
adalah murni sebuah sifat optik (Apriyanti, 2010).
Berdasarkan pengolahan data praktikum yang telah dilakukan diperoleh
nilai TSP pada pintu 2 kampus CB Diploma Ipb, yaitu sebesar 92.368 g/Nm3.
Nilai tersebut didapatkan dari hasil pengukuran selama 59 menit. Untuk dapat
membandingkan hasil pengukuran yang diperoleh dari praktikum dengan nilai
standar baku mutu udara ambien nasional untuk TSP, hasil pengukuran tersebut
harus dikonversi terlebih dahulu untuk perkiraan nilai konsentrasi dengan waktu
pengukuran 24 jam. Koversi atau pendekatan estimasi dilakukan dengan
menggunakan model persamaan konversi Canter, sehingga didapat nilai hasil
perkiraan atau estimasi konsentrasi TSP untuk waktu pengukuran 24 jam sebesar
1.4 g/m3. Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara, untuk baku mutu udara parameter TSP dalam waktu 24 jam yaitu sebesar
230 g/Nm3. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa konsentrasi TSP di
pintu 2 masih memenuhi standar baku mutu udara ambien yang berlaku, sehingga
masih cukup aman untuk orang yang melakukan kegiatan di dalamnya. Namun,
hal yang perlu diperhatikan adalah adanya rutinitas melakukan kegiatan dapat
menyebabkan efek atau dampak jangka panjang, dimana partikulat yang masuk ke
saluran pernapasan dapat terakumulasi dan menyebabkan gangguan kesehatan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengurangan paparan dengan menanam
pohon yang dapat menyaring debu dan penggunaan masker.
Pengendalian dan pencegahan pencemaran udara (Husein,1993), yaitu :
1. Sumber bergerak
Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap berfungsi dengan baik.
Melakukan uji emisi dan KIR kendaraan secara berkala.
Memasang filter pada knalpot.
2. Sumber tidak bergerak
Memasang scruber pada cerobong asap.
Merawat mesin industri agar berfungsi dengan baik dan dilakukan
pengecekan secara berkala.
Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar atau sulfur
dan CO rendah.
Memodofikasi pada proses pembakaran.
Pembersihan ruang dengan sistem basah.
3. Manusia
Apabila pencemaran dalam udara ambien telah melebihi baku mutu
dengan rata-rata pengukuran 24 jam maka untuk mencegah dampak pada
kesehatan, dapat dilakukan upaya-upaya :
- Mengunakan APD seperti masker.
- Mengurangi aktifitas diluar rumah.
- Menutup/ menghindari tempat-tempat yang diduga mengandung pencemar
4. Pemerintah
Penetapan peraturan perundangan yang terkait dengan pencemaran udara
seperti PP No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Penentuan pengelola pengawasan dan penangungjawab pengendalian
pencemaran udara serta dampaknya.
KESIMPULAN
Berdasarkan pengukuran kualitas udara ambien di pintu 2 Diploma IPB
terhadap gas NH3, NO2, O3, H2S, SO2, dan TSP. Sebagian parameter kualitas udara
ambien tidak menunjukan nilai yang melebihi baku butu. Akan tetapi, parameter
NH3 melebihi baku mutu. Zat-zat pencemar udara dapat dikurangi dengan
pendekatan teknologi dan regulasi. Cara termudah yaitu menamam pohon.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanti D. 2010. Cara Uji Pratikel Tersuspensi Total Menggunakan Peralata
High Volume Air Sampler (HVAS) dengan Metode Gravimetri. Depok
(ID): UI Press.
Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan dengan
Toksilogi Senyawa Logam. Jakarta (ID) : UI Press.
Dwipayani NMU. 2001. Studi Penyisihan Gas Amonia (NH3) Menggunakan
Teknik Biofiltrasi di Bawah Kondisi Anaerob. Bandung : Fakultas Teknik
Lingkungan.
Husein MH. 1993. Lingkungan Hidup: Masalah, Pengelolaan dan Penegakan
Hukumnya. Jakarta (ID) : Bumi Aksara.
Meirinda. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kualitas Udara
Dalam Rumah Di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Tesis. Medan: FKM USU.
Kusminingrum NG. 2008. Polusi Udara Akibat Aktivitas Kendaraan
Bermotor di Jalan Perkotaan Pulau Jawa dan Bali. Puslitbang Jalan dan
Jembatan. Bandung.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 Baku Mutu
Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit
Tenaga Listrik Termal
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran
Udara.
Tugaswati AT. 1996. Pemantauan Kualitas Udara di Daerah Rawasari dan
Pulogadung Jakarta. 4: 2-5.
Wardhana WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi).
Yogyakarta (ID) : Andi.
top related