LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH UNGGULAN …
Post on 22-Nov-2021
15 Views
Preview:
Transcript
i
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
URGENSI PENGATURAN PENGEMBANGAN PARIWISATA
PENSIUNAN (RETIREMENT TOURISM) DI BALI
TIM PENGUSUL
Ketua : NI GUSTI AYU DYAH SATYAWATI,SH.,MKn.,LLM.
Anggota : 1. IDA BAGUS ERWIN RANAWIJAYA,SH.,MH
2. I MADE BUDI ARSIKA,SH.,LLM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
OKTOBER 2015
Bidang Unggulan: Hukum Kepariwisataan
Kode/Nama Bidang Ilmu: 596/ILMU HUKUM
ii
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Urgensi Pengaturan Pengembangan
Pariwisata Pensiunan (Retirement
Tourism) Di Bali.
2. Ketua Peneliti a. Nama : Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati, S.H.,M.Kn.,LLM.
b. Jenis Kelamin : P
c. NIP/NIDN : 198205162005012020 / 0016058202
a. Jabatan Struktural : -
b. Jabatan Fungsional : Lektor c. Fakultas/Jurusan : Hukum / Ilmu Hukum
d. Pusat Penelitian : Fakultas Hukum
e. Alamat : Jl. Pulau Bali No.1 Denpasar
f. Telepon/Faks : 0361222666
g. Alamat Rumah : Jl. Tukad Pancoran I / 18 Denpasar
h. Telp/Faks/Email : dyah_satyawati@yahoo.com
3. Jumlah Anggota Peneliti : 3 (tiga) orang
4. Jumlah Mahasiswa : 2 (dua) orang
5. Pembiayaan :
Jumlah biaya yang diajukan ke Fakultas : Rp. 25 .000.000,- (Dua Puluh Lima
Juta Rupiah)
Denpasar, 29 Oktober 2015
Mengetahui,
Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Ketua Peneliti
I Ketut Suardita, SH.,MH. Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati,SH.,MKn.,LLM
NIP 196902241997021001 NIP 198205162005012020
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Prof.Dr. I Gusti Ngurah Wairocana,SH.,MH.
NIP: 19530401 198003 1 004
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNyalah
penelitian yang berjudul “Urgensi Pengaturan Pengembangan Pariwisata Pensiunan
(Retirement Tourism) Di Bali” dapat terselesaikan laporan akhir penelitian ini . Kami
menyadari bahwa dalam penyelesaian penelitian ini dapat terselesaikan karena bantuan
banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kepada :
1. Rektor Universitas Udayana
2. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Udayana beserta seluruh staff Lembaga
Penelitian Universitas Udayana
3. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana beserta staff
4. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
Kami menyadari dalam laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu
saran dan kritik bagi penyempurnaan laporan penelitian ini sangat kami harapkan. Akhir kata
dengan segala kerendahan hati, kami berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum terutama terkait dengan
bidang hukum kepegawaian.
Denpasar, 29 Oktober 2015
Tim Peneliti
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iv
RINGKASAN ..................................................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4
2.1 Konsep Pariwisata Pensiunan ...................................................................... 4
2.1.1 Definisi dan Ruang Lingkup .............................................................. 4
2.1.2 Karakteristik Wisatawan Pensiunan ................................................... 4
2.1.3 Karakteristik Lokasi Pariwisata Pensiunan ........................................ 5
2.2 Potensi Keuntungan Pengembangan Pariwisata Pensiunan ........................ 6
2.3 Model Pengembangan Pariwisata Pensiunan di Negara Asean ................... 7
2.3.1 Thailand .............................................................................................. 7
2.3.2 Malaysia ............................................................................................. 8
2.3.3 Filipina ............................................................................................... 8
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ...................................................... 10
3.1 Tujuan .......................................................................................................... 10
3.2 Manfaat ........................................................................................................ 10
BAB IV. METODE PENELITIAN ................................................................................... 11
4.1 Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan ..................................................... 11
4.2 Jenis dan Sumber Bahan Hukum ................................................................. 12
4.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ........................................................... 13
4.4 Metode Analisis Bahan Hukum ................................................................... 14
4.5 Bagan Alir Penelitian ................................................................................... 15
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 16
5.1 Dasar Rasionalitas Pengaturan Pariwisata Pensiunan .................................. 16
5.1.1 Dasar Filosofis ................................................................................... 16
5.1.2 Dasar Sosiologis ................................................................................. 16
5.1.3 Dasar Yuridis ..................................................................................... 17
5.1.3.1 Dimensi Internasional .......................................................... 17
5.1.3.2 Dimensi Nasional ................................................................. 18
5.1.3.3 Dimensi Lokal ...................................................................... 22
5.2 Konstruksi Model Pengaturan Pariwisata Pensiunan di Bali ...................... 23
5.2.1 Model Pengaturan yang Memperhatikan Sifat dan Kebutuhan
Khusus Wisatawan Pensiunan ............................................................ 23
5.2.2 Model Pengaturan yang Mendukung Konsep Pariwisata
Berkelanjutan ..................................................................................... 25
5.2.3 Model Pengaturan yang Bersinergi dengan Model Pengaturan Lain
yang Terkait ....................................................................................... 27
5.3 Model Pengaturan Pariwisata Pensiunan di Negara Asean ......................... 27
5.3.1 Malaysia ............................................................................................. 27
5.3.2 Filipina ............................................................................................... 28
5.3.3 Philipine Retirement Authority dan Model Akreditasi Penyedia Jasa
Wisata Usia Lanjut ............................................................................. 29
BAB VI. PENUTUP .......................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
RINGKASAN
Pola pengembangan pariwisata konvensional yang eksploitatif-komersiil dengan pola
musiman yang tidak stabil telah mengancam keberlanjutan pariwisata Bali. Untuk itu,
pemerintah harus mulai mengembangkan model pariwisata yang lebih stabil dan
berkelanjutan. Pariwisata pensiunan (Retirement Tourism) menjadi salah satu alternatif solusi
mengingat sektor ini belumlah tersentuh secara maksimal.
Pada hakekatnya, wisatawan pensiunan dapat mendatangkan dampak positif yang
menguntungkan dari sisi ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan hidup. Kendatipun
demikian, belum terdapat pengaturan secara khususterkait pengembangan pariwisata
pensiunan ini. Rejim peraturan di bidang pariwisata saat ini masih mengkategorikan jasa
pariwisata pensiunan sebagai pasokan jasa biasa. Dengan demikian pola pengembangan
pariwisata pensiunan saat ini masih bersifat temporer dan sporadis. Dengan sifat, kebutuhan,
dan pelayanan yang bersifat khusus serta potensi keuntungan yang dihasilkan, sudah
selayaknya pariwisata pensiunan membutuhkan pengaturan yang sui generis.
Penelitian ini akan membahas dua permasalahan pokok yakni: mengapa peraturan
terkait pengembangan pariwisata pensiunan sangat dibutuhkan di Bali; dan (2) bagaimanakah
model peraturan yang tepat dalam mengatur pengembangan pariwisata pensiunan di Bali.
Dengan menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan peraturan
(statue approach) dan pendekatan perbandingan, penelitian ini bertujuan untuk memberikan
dasar rasionalitas perlunya pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan di Bali yang
mencakup dasar filosofis, sosiologis, dan yuridis. Selanjutnya, penelitian ini bertujuan
merumuskan peraturan yang tepat dalam ikhtiar mengembangkan pariwisata pensiunan di
Bali. Rumusan peraturan ini akan menjangkau para pemangku kepentingan seperti:
pemerintah, penyedia jasa, dan wisatawan pensiunan dan memiliki muatan substansi yang
berkaitan dengan proses sertifikasi dan akreditasi dalam industri, destinasi, pemasaran dan
kelembagaan pariwisata pensiunan. Tidak hanya itu, penelitian ini juga membandingkan
model peraturan yang telah lebih dulu dikembangkan oleh Negara ASEAN lainnya seperti
Malaysia, Thailand, dan Filipina.
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai ikon dan figurasi pariwisata Indonesia, Bali telah menjelma menjadi generator
penggerak pembangunan perekonomian di Bali. Kendati pun demikian, pariwisata
menyimpan sejumlah permasalahan. Pembangunan pariwisata yang melebihi daya dukungnya
(carrying capacity) berpotensi menjadikan Bali sebagai destinasi kenangan (the destination of
yesterday).1 Tidak hanya itu, pariwisata Bali masih mengenal musim ramai (high season)
dengan jumlah kedatangan wisatawan yang tinggi dan musim sepi (low season) dengan
jumlah wisatawan yang relatif rendah.2 Tentu realitas ini harus disikapi dengan serius karena
manfaat pariwisata Bali seharusnya bagaikan air yang terus mengalir tidak mengenal musim
sepi maupun ramai.
Pergeseran model pariwisata konvensional ke arah eksploitatif-komersiil dengan pola
musiman yang tidak stabil tentu kurang baik bagi keberlanjutan pariwisata Bali. Kenyataan
inilah yang selayaknya mendorong Bali untuk mengembangkan model pariwisata yang lebih
stabil, terencana dan berkelanjutan. Pariwisata pensiunan (Retirement Tourism) menjadi salah
satu alternatif solusi mengingat sektor ini belumlah tersentuh secara maksimal.3
Pada hakekatnya, pariwisata pensiunan dapat mendatangkan manfaat positif. Dengan
keberadaan mereka yang lebih menjanjikan secara finansial, pasar ini akan mendatangkan
devisa yang lebih besar ketimbang pasar pariwisata lainnya.Selanjutnya, peluang investasi
baik asing maupun dalam negeri akan terbuka lebar di sektor jasa akomodasi pariwisata.
Tidak hanya itu, penyerapan tenaga kerja yang tinggi, timbulnya sinergi antara pariwisata dan
pertanian serta dapat menjadi wahana bagi pelestarian budaya dan lingkungan hidup, menjadi
rangkaian manfaat positif berikutnya.
Kendatipun mendatangkan sejumlah manfaat, belum terdapat pengaturan secara
khusus terkait pengembangan pariwisata pensiunan ini. Rejim peraturan di bidang pariwisata
saat ini masih mengkategorikan jasa pariwisata pensiunan sebagai pasokan jasa biasa. Dengan
demikian pola pengembangan pariwisata pensiunan saat ini masih bersifat temporer dan
sporadis. Dengan sifat, kebutuhan, dan pelayanan yang bersifat khusus serta potensi
keuntungan yang dihasilkan, sudah selayaknya pariwisata pensiunan membutuhkan
1 Diilhami “Retirement Village di Australia dan Phiipina, Bali Tribune, 5 Desember 2013, hlm.15.
2 I Ketut Sukardika,Creating RetirementTourism in Bali; Retire In Paradise (the Way to a Productive &
Profitable Future), Makalah pada Diskusi Pariwisata Lansia, Badung, 19 Agustus 2014. 3 Ternyata Wisata Usia Lanjut Itu Menggiurkan,” http://www.weeklyline.net/pariwisata/20130905/
ternyata-wisata-usia-lanjut-itu-menggiurkan.htmldiakses pada 9 Februari 2015.
2
pengaturan yang sui generis. Karena itu, permasalahan pokok dalam penelitian ini meliputi:
(1) mengapa peraturan terkait pengembangan pariwisata pensiunan sangat dibutuhkan di Bali;
dan (2) bagaimanakah model peraturan yang tepat dalam mengatur pengembangan pariwisata
pensiunan di Bali.
Urgensi dan keutamaan penelitian ini dapat dilihat secara internal dan eksternal.
Secara internal, sifat dan karakter pengaturan pariwisata dapat diibaratkan sebagai mukjizat
pariwisata sebagai suatu industri. Para pengambil kebijakan tidak ubahnya seperti melempar
batu ke dalam suatu kolam. Pengaruhnya tidak hanya terjadi dimana batu dilemparkan tetapi
pengaruhnya juga terjadi di sepanjang riak gelombang yang ditimbulkannya.4 Dalam konteks
ini, pengaturan pariwisata pensiunan akan memberikan pengaruh positif bagi pengembangan
sektor-sektor lainnya. Meningkatnya jumlah wisatawan dan devisa akan menunjang sektor
ekonomi. Kemudian, karakter wisatawan pensiunan yang lebih tertarik pada atraksi budaya
akan menunjang program pariwisata budaya. Tidak hanya itu, sektor lingkungan hidup pun
juga merasakan pengaruh positif karena pasar wisatawan pensiunan ini tentu meginginkan
lingkungan tempat tinggal dan aktivitasnya yang nyaman dan asri. Bahkan, sektor pertanian
pun juga akan bangkit kembali mengingat kebutuhan para wisatawan pensiunan yang harus
mengkonsumsi makanan-makanan yang bersifat organik dan sehat.
Urgensi keutamaan penelitian yang bersifat internal lainnya adalah bagaimana melalui
pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan, penelitian ini memberikan alternatif pola
pengembangan pariwisata dan mempengaruhi konstruksi berpikir dan bertindak para
pengambil kebijakan saat ini. Sudah saatnya bahwa pengembangan pariwisata yang
eksploitatif-komersiil dihentikan. Pariwisata yang berkelanjutan secara ekonomi, sosial-
budaya, dan lingkungan hidup harus menjadi visi utama pengembangan pariwisata di Bali.
Keberadaan pariwisata pensiunan tentu menjadi sebuah misi konkrit yang dapat
merealisasikan visi utama tersebut.
Secara eksternal, pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan akan menjadi
sarana antisipatif dalam memasuki persaingan pasar pariwisata regional dan internasional.
Secara regional, keberadaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 harus disikapi dengan serius.
Pengaturan ini akan menghindarkan ketertinggalan Indonesia dalam mengembangkan
pariwisata pensiunan. Hal ini mengingat negara-negara ASEAN lainnya ternyata telah lebih
dulu memiliki pengaturan yang integral dan komprehensif. Secara internasional, pengaturan
4 Yoeti, Oka A. Anatomi Pariwisata. (Bandung: Angkasa,1996) hlm. 130.
3
pengembangan pariwisata pensiunan akan menjadi sarana persiapan diri yang efektif dalam
mengantisipasi era pasar bebas pariwisata dunia di 2020.
Potensi hasil yang bisa didapat hingga akhir masa penelitian adalah draft naskah
peraturan terkait pengembangan pariwisata pensiunan di Bali. Draft ini nantinya akan memuat
landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan di
Bali. Terkait substansi peraturan, draft ini pada umumnya akan memuat rekomendasi program
standarisasi dan akreditasi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan meliputi:
pemerintah, penyedia jasa, dan wisatawan pensiunan itu sendiri. Di samping itu, penelitian ini
akan memberikan gambaran pengembangan pariwisata pensiunan di negara ASEAN lainnya
sebagai bagian dari studi komparatif yang dilakukan. Selain memperkaya draft materi
substansi peraturan, proses ini akan semakin mendorong para pengambil kebijakan untuk
menyiapkan peraturan yang sui generis dan komprehensif dalam mengembangkan pariwisata
pensiunan di Indonesia, khususnya di Bali. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa
beberapa negara ASEAN telah mengembangkan program pariwisata pensiunan secara lebih
serius dan berkelanjutan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pariwisata Pensiunan
2.1.1 Definisi dan Ruang Lingkup
Dalam beberapa literatur, istilah pariwisata pensiunan memiliki korelasi yang erat
dengan pariwisata usia lanjut. Dasar asumsi sederhananya adalah bahwa wisatawan pensiunan
umumnya berusia lanjut dan tidak lagi produktif. Kendatipun demikian, harus diakui bahwa
tidak semua pensiunan adalah orang-orang yang berusia lanjut dan tidak semua orang berusia
lanjut adalah pensiunan. Dengan demikian istilah yang lebih tepat adalah pariwisata
pensiunan walaupun istilah usia lanjut bukan sepenuhnya salah. Hal ini didasarkan pada
beberapa pertimbangan;5
1. Pariwisata pensiunan lebih menggambarkan keselarasan dengan padanan istilah dalam
bahasa Inggris yang lebih umum digunakan, yakniretirement tourism;
2. Kumpulan manusia yang tergabung kedalam kelompok wisatawan ini umumnya adalah
mereka yang sudah tidak lagi aktif menjalankan profesi mereka alias pensiun.
3. Istilah usia lanjut memiliki kedekatan makna dengan usur atau renta yang secara
psikologis berpengaruh kurang baik terhadap sikap mental seseorang yang berada pada
usia itu
Pariwisata pensiunan merujuk pada wisatawan yang tidak lagi aktif bekerja dan yang
telah berusia di atas 60 (enam puluh) tahun yang melakukan perjalanan dengan memanfaatkan
layanan jasa yang diberikan oleh penyedia/pemasok jasa di bidang pariwisata.6
2.1.2 Karakteristik Wisatawan Pensiunan
Dalam menikmati pelayanan jasa pariwsata, terdapat beberapa karakteristik dari
wisatawan pensiunan yang dalam beberapa hal berpotensi mendatangkan keuntungan. Dari
sisi ekonomi, wisatawan pensiunan adalah segmen pariwisata terkaya. Mereka pada dasarnya
telah melakukan perencanaan finansial secara matang di waktu mereka produktif
bekerja.7Selanjutnya, wisatawan pensiunan tidak mengenal musim, mereka umunya akan
5 I Ketut Sukardika, op.cit., hlm.3
6 Bali Ready to Develop Retirement Tourism http://www.thebalitimes.com/2014/01/25/bali-ready-to-
develop-retirement-tourism/, diakses pada 13 Februari 2015. 7 I Ketut Sukardika, op.cit., hlm.4
5
tinggal di tempat tujuan dalam tempo waktu yang lama dengan melakukan pembelian atau
penyewaan property.8
Apabila telah memiliki kecocokan, wisatawan pensiunan akan sering berkunjung ke
tempat yang sama dan berulang. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki kedekatan
psikologis dan emosional dengan tempat tujuan.9 Dari sisi kesehatan, wisatawan pensiunan
tentunya memerlukan pelayanan medis berkesinambungan sehingga akan berpeluang untuk
pengembangan pelayanan rumah sakit, sumber daya manusia di bidang kesehatan dan
teknologi kesehatan.10
Tidak kalah penting, pantai, danau, pegunungan dan daerah pedesaan merupakan
lokasi ideal untuk pengembangan kawasan pensiunan yang menawarkan kedamaian, hijau,
bersih dan sehat. Karena itu, pola pengembangan pariwisata pensiunan bersinergi erat dengan
program pelestarian lingkungan hidup.
2.1.3 Karakteristik Lokasi Pariwisata Pensiunan
Pada prinsipnya, pariwisata pensiunan mensyaratkan adanya tempat menginap
berbentuk cottage yang disewakan kepada wisatawan usia lanjut, dengan lokasi yang
strategis, lingkungan asri dan nyaman serta memiliki fasilitas rumah sakit yang memiliki
petugas paramedis yang berkompeten.11
Mereka yang menetap di cottage itu diharapkan akan
menghabiskan masa tua dengan mengisi kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, seperti
berkebun, berkesenian ataupun sekadar bersosialisasi dengan sesamanya.12
Terdapat dua jenis konsumen utama dari pasar pariwisata ini. Pertama, mereka yang
melakukan kunjungan singkat alias tur biasa, berdurasi sekitar seminggu seperti paket tur
umumnya. Kedua, warga pensiunan yang ingin tinggal dalam jangka waktu yang panjang
yang menghabiskan hari tua di destinasi wisata di luar negara mereka (long stay
living).13
Terkait dengan rencana lokasi pengembangan pariwisata pensiunan, terdapat tujuh
desa wisata yang disiapkan antara lain: Pinge di Tabanan, Blimbingsari di Jembrana,
8 Plots Alloted Senior Tourist Residenceshttp://www.thejakartapost.com/news/2014/01/16/plots-alloted-
senior-tourist-residences.html, diakses pada 13 Februari 2015 9 Ibid
10 Bali Siap Kembangkan Retirement Tourismhttp://www.baliprov.go.id/id/BALI-SIAP-Kembangkan-
Retirement-Tourism-, diakses pada 14 Februari 2015 11
Bali Tawarkan Investasi Lanjut Usia ke Hawai, http://bali.bisnis.com/m/read/20141029/14/47608/
bali-tawarkan-investasi-lanjut-usia-ke-hawaidiakses pada 12 Februari 2015 12
Ibid 13
Pemain Utama Pasar Wisata Lansia, Harian Bali Tribune 13 September 2013, hlm.15
6
Bedahulu di Gianyar, Penglipuran di Bangli, Pancasari di Buleleng, dan Budakeling dan Jasri
di Karangasem.14
2.2 Potensi Keuntungan Pengembangan Pariwisata Pensiunan
Keberadaan wisatawan pensiunan yang berusia lanjut sangatlah potensialmengingat di
dunia saat ini didominasi oleh kaum usia lanjut. Data PBB menyebutkan bahwa pada 2025
jumlah penduduk berusia di atas 60 tahun mencapai sepertiga dari populasi dunia.Penduduk
berusia lanjut terbanyak berada di Jepang, Belanda, Prancis, Jerman, dan Italia. Dari populasi
masyarakat Jepang yang mencapai 124.100.000 orang, sekitar 27,8 persen atau 34.499.800
orang berusia 65 tahun ke atas.15
Dari sisi pendapatan, Pembelajaan wisatawan pensiunan dapat berkisar 75 -100 dolar
AS per hari. Pembelanjaan mungkin lebih rendah dari wisatawan pada umumnya. Namun,
apabila dihitung dengan lama tinggalnya yangpanjang, tentu keuntungan yang didapat justru
jauh lebih besar.16
Dari sisi investasi, keberadaan kawasan wisata pensiunan yang akan dikembangkan
secara terstruktur dan berkelanjutan tentu membuka peluang investasi baik asing maupun
dalam negeri yang meliputi sektor-sektor property, operator retirement villages, hotel dan
resorts, fasilitas kesehatan, dan pertanian.17
Kemudian dari sisi tenaga kerja, wisatawan
pensiunan tentu membuka peluang kerja yang besar mengingat pada umumnya mereka
membutuhkan pelayanan yang khusus.18
Seorang wisatawan pensiunan sekurangnya
membutuhkan minimal dua tenaga medis dan satu pembantu selama tinggal di suatu kawasan
pariwisata.19
Bertolak belakang dengan pengembangan pariwisata konvensional yang cenderung
mengabaikan keberadaan sektor pertanian, pariwisata pensiunan akan bersinergi dengan
sektor pertanian. Hal ini mengingat kebutuhan khusus dari para wisatawan usia lanjut yang
mengharuskan mereka untuk mengkonsumsi makanan yang lebih segar dan sehat. Petani lokal
14
Wisata Lansia Perlu Digarap Serius, Harian Nusa Bali, 11 Oktober 2012,hlm.9 15
Mayumi Ono, Long-Stay Tourism and International Retirement Migration: Japanese Retirees in
Malaysia,http://ir.minpaku.ac.jp/dspace/bitstream/10502/2043/1/SER77_013.pdfdiakses pada 15 Februari 2015 16
Wisata Lansia di Bali Belum Tergarap, http://www.antaranews.com/berita/337046/wisata-lansia-di-
bali-belum-tergarapdiakses pada 12 Februari 2015. 17
Bali Segera Miliki Kampung Lansia Wisatawanhttp://beritadewata.com/Pemprov-Bali/Pemprov/Bali-
Segera-Miliki-Kampung-Lansia-Wisatawan.html, diakses pada 15 Februari 2015 18
Bali Siap Kembangkan Wisata Usia Lanjut, Metro Bali, 14 Januari 2014,
http://metrobali.com/2014/01/14/bali-siap-kembangkan-wisata-usia-lanjut/diakses pada 11 Februari 2015. 19
Didukung Konsul Jepang, Diminati Investor Abu Dhabi, Harian Bali Tribune, 8 November 2012,
hlm.5
7
akan didorong untuk bertani secara organic, sayur-sayuran, buah-buahan, telur, ikan dan
lainnya tentu sangat diperlukan untuk menunjang kebutuhan penghuni retirement village.20
2.3 Model Pengembangan Pariwisata Pensiunan di Negara Asean
2.3.1 Thailand
Thailand baru saja dinobatkan sebagai salah satu negara terbaik dalam pengembangan
pariwisata pensiunan. The Huffington Post, media online di Amerika Serikat menempatkan
Thailand di posisi 7 dunia. Hal ini dikarenakan Thailand memberikan kemudahan pemberian
Visa dan persyaratan keuangan atau finansial yang rendah.21
Thailand memberikan retirement
visa bagi mereka yang masih berusia 50 tahun dan tidak mensyaratkan keuangan tambahan
bagi pendamping mereka.Visa pensiun dikeluarkan ketika pelamar memberikan bukti
pendapatan sekitar 65.000 Baht Thailand (sekitar US $ 2.100) per bulan.22
Selain itu,
wisatawan internasional yang mengunjungi Thailand dapat memanfaatkan skema asuransi
online khusus yang dikenal sebagai "Thailand Travel Shield”yang memudahkan pelayanan
asuransi bagi wisatawan asing, termasuk usia lanjut di Thailand.23
Di samping pariwisata pensiunan, Thailand telah mempromosikan diri sebagai pusat
pariwisata medis di Asia Tenggara. Thailand telah membangun 185 rumah sakit dengan
pelayanan medis berstandar internasional, dengan fasilitas dan teknologi mutakhir.24
Hal ini
dilakukan untuk mendukung program pengembangan pariwisata pensiunan. Komite
Kesehatan menjadi lembaga yang memiliki otoritas dalam standarisasi dan akreditasi
pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan wisatawan usia lanjut.25
Di Thailand, dalam menangani wisatawan usia lanjut yang berasal dari Jepang, mereka
mendirikan sebuah organisasi yang bernama Jepang & Thailand International Relations
Organization (JTIRO). Organisasi ini mengorganisasi pelayanan jasa pariwisata pensiunan
yang meliputi penyewaan dan pembelian akomodasi wisata, pelayanan Visa, dan asuransi
kesehatan.26
Organisasi ini juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah Jepang, dengan
20
Ibid. 21
Thailland Named Top International Nation for Retireses, http://www.tatnews.org/happy-golden-
years-%E2%80%93-thailand-named-top-international-nation-for-retirees/, diakses pada 10 Februari 2015 22
Ibid. 23
Ibid. 24
Ibid 25
Ayan Ismail Ali, Understanding The Drivers of Long Stay Retirement in Hua Hin http://www.
graduate.au.edu/gsbejournal/Journals/Dec2013/Ayan%20Ali.pdf Diakses Pada 11 Februari 2015. 26
Muthita Phiromyoo, Opportunities and Difficulties of Long Stay Accommodation in
Thailand,https://www.kth.se/polopoly_fs/1.280646!/Menu/general/columncontent/attachment/104%20Phiromyo
o%20M%20Opportunities%20and%20difficulties%20of%20longstay%20accommodation%20in%20Thailand.
pdf diakses pada 12 Februari 2015.
8
jumlah populasi usia lanjut terbesar di dunia, untuk menempatkan warga usia lanjutnya ke
negara lain.27
2.3.2 Malaysia
Malaysia secara konsisten melakukan program promosi “Malaysia My Second
Home.” Untuk mensukseskan program ini, Malaysia mencantumkan Pariwisata Pensiunan
dan Kesehatan dalam Rencana Induk Pembangunan Malaysia.28
Hal ini lantas dibarengi
dengan pembangunan fasilitas kesehatan dengan berbagai keunggulan seperti: biaya rawat
inap yang bersaing, dokter dan prawat yang terlatih, jaringan rumah sakit dan klinik
internasional.29
Di samping itu, Malaysia juga memberikan visa khusus (social visit pass) yang
berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang sepanjang wisatawan tersebut tetap tinggal di
Malaysia.30
Kemudian, izin kepemilikan property bagi orang asing yang ingin menikmati
masa pensiun di Malaysia. Harga minimum property yang bisa dibeli oleh wisatawan asing
ialah RM 500,000.31
2.3.3 Filipina
Filipina menempatkan pariwisata pensiunan sebagai sektor unggulan pengembangan
pariwisata. Strategi ini dilakukan karena Filipina telah kalah bersaing dengan negara ASEAN
lainnya seperti: Thailand, Singapura, Malaysia, dan Indonesia dalam mengembangkan
pariwisata.32
Karena itu, Filipina mendirikan Philipine Leisure and Retirement Authority
(PLRA) yang memiliki otoritas membangun dan memasarkan Filipina sebagai pariwisata
pensiunan. Badan ini langsung berada di bawah presiden dan mempunyai tugas utama dalam
investasi dan pemasaran terintegrasi dalam pariwisata pensiunan di Filipina.33
27
Ibid. 28
Kee Mun Wong, Ghazali Musa,Retirement motivation among „Malaysia My Second
Home‟Participants. http://repository.um.edu.my/21785/1/Retirement%20motivation.pdfdiakses pada 14 Februari
2015. 29
Ibid. 30
Visa Retirement in Malaysia, http://pra.gov.ph/dl_form/file_name/303/Malaysia.pdf diakses pada 15
Februari 2015. 31
Malaysia My Second Home Centre, http://www.mm2h.gov.my/index.php/en/home/programme/about-
mm2h-programme diakses pada 15 Februari 2015 32
Tourism, Medical Travel, and Retirement, http://www.investphilippines.info/arangkada/wp-
content/uploads/2011/06/17.-Part-3-Seven-Big-Winner-Sectors-Tourism-Medical-Travel-Retirement.pdf diakses
pada 14 Februari 2015. 33
Marc Daubenbuechel, Establishment of a retirement village in the Philippines as a response to
Global Ageinghttp://www.rhc.com.ph/wp-content/uploads/2013/07/Investmentstudy09.pdf diakses pada 15
Februari 2015.
9
Dalam mengembangkan pariwisata pensiunan, Filipina telah melatih dokter dan
perawat mereka sesuai dengan standar internasional. Hal ini dibarengi dengan proses
akreditasi fasilitas kesehatan yang dilakukan oleh PLRA.Filipina juga menawarkan biaya
terjangkau dalam pelayanan kesehatan untuk mengimbangi pelayanan kesehatan di Singapura
dan Thailand.34
Filipina juga menawarkan Special Resident Retirement Visa (SRRV) bagi
waisatawan asing yang berencana pensiun di Filipina dengan menawarkan sejumlah manfaat
seperti: hak istimewa berupa pembebasan dari pajak penghasilan atas pensiun.35
34
Tourism, Medical Travel, and Retirement, http://www.investphilippines.info/arangkada/wp-
content/uploads/2011/06/17.-Part-3-Seven-Big-Winner-Sectors-Tourism-Medical-Travel-Retirement.pdf diakses
pada 14 Februari 2015. 35
Ibid
10
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan
Penelitian ini bertujuan dalam memberikan dasar rasionalitas perlunya pengaturan
pengembangan pariwisata pensiunan di Bali. Dasar rasionalitas ini akan mencakup dasar
filosofis, sosiologis, dan yuridis. Dasar filosofis terkait dengan potensi pengembangan
pariwisata pensiunan sebagai sumber pendapatan baru yang selanjutnya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pemerintah. Dasar sosiologis terkait dengan potensi perubahan
sosial yang positif bagi seluruh pemangku kepentingan di sector pariwisata yang dihasilkan
oleh pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan di Bali. Terkait dasar yuridis,
pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan telah mendapatkan justifikasi dalam
peraturan-peraturan Internasional, khususnya berkaitan dengan Hak Asasi Manusia dan
United Nations Principles for Older Persons. Sementara justifikasi secara nasional terlihat
dalam Undang-undang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Kepariwisataan.
Tujuan penelitian berikutnya adalah merumuskan konsep pengaturan yang tepat dalam
pengembangan pariwisata pensiunan di Bali. Daya jangkau pengaturan ini tentu harus
mencakup setiap pemangku kepentingan yang berinteraksi dalam transaksi jasa pariwisata
pensiunan yakni; pemerintah, penyedia/pemasok jasa, dan wisatawan pensiunan itu sendiri.
Sementara terkait substansi pengaturan itu sendiri, proses perumusan standarisasi dan
akreditasi menjadi elemen kunci bagi pengembangan pariwisata pensiunan. Proses ini tentu
harus mencakup aspek industri, destinasi, pemasaran, dan kelembagaan pariwisata pensiunan.
3.2 Manfaat
Penelitian ini akan bermanfaat dalam mendorong para pengambil kebijakan untuk
sesegera mungkin merumuskan peraturan terkait pengembangan pariwisata pensiunan di Bali.
Tidak hanya itu, penelitian ini juga akan membantu para pengambil kebijakan dengan
merumuskan seperti apa model pengaturan yang tepat dalam pengembangan pariwisata
pensiunan di Bali.
11
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan
Secara umum penelitian yang diambil disini adalah penelitian hukum normatif
(normative legal research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan-
perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum
tertentu. Soerjono Soekanto mengidentikkan penelitian hukum normatif tersebut sebagai
penelitian hukum kepustakaan, yang mencakup penelitian terhadap asas- asas hukum,
sistematik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan
hukum, serta sejarah hukum.36
Sementara itu, Peter Mahmud Marzuki merumuskan penelitian
hukum sebagai suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.37
Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis tata hukum positif untuk
memahami ius constitutum yang dalam konteks ini adalah pengaturan yang terkait dengan
pengembangan pariwisata pensiunan di Bali. Tidak hanya itu, penelitian ini juga merupakan
penelitian dalam asas-asas hukum untuk menemukan ius constituendum yang dalam
penelitian ini akan merekomendasikan pengaturan yang bersifat sui generis dalam
pengembangan pariwisata pensiunan di Bali.
Terkait dengan metode pendekatan, Peter Mahmud Marzuki menguraikan pendekatan-
pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum meliputi:38
a. Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani.
b. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang
berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan yang tetap.
c. Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan
perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi.
36
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.12. 37
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet.2, (Jakarta : Kencana, 2008). hlm. 29 38
Ibid, hlm.93.
12
d. Pendekatan komparatif pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan undang-
undang suatu negara dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal
yang sama.
e. Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang
berkembang di dalam ilmu hukum.
Penelitian ini akan menggunakan beberapa metode pendekatan. Pertama pendekatan
undang-undang dimana penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis pengaturan
yang terkait dengan pengembangan pariwisata pensiunan di Bali serta akan merumuskan
pengaturan yang bersifat spesifik dalam pengembangan pariwisata pensiunan.
Kemudian, penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif karena dalam
memformulasikan pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan, membandingkan dengan
pengaturan yang telah diterapkan di beberapa Negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia, dan
Filipina.
4.2. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif adalah jenis data
sekunder yang dalam penelitian ini dijadikan bahan utama.39
Data ini diperoleh dari sumber
kepustakaan. Macam data hukum dalam penelitian ini antara lain:
a. Bahan Hukum Primer : yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau
kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang pengembangan pariwisata pensiunan meliputi:
1. Universal Declaration of Human Rights
2. International Covenant on Civil and Political Rights, 1966.
3. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights,1966.
4. United Nations Principles for Older Persons
5. Undang-undang Dasar 1945
6. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
7. Undang-undang
8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Otonomi daerah
9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
39
Soejono dan H. Abdurahman, op.cit., h.57
13
b. Bahan hukum sekunder: yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer yang ada sehingga dapat dilakukan analisis dan
pemahaman yang lebih mendalam, yang terdiri atas:40
1. Penjelasan dari konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan yang
digunakan sebagai bahan hukum primer;
2. Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan tentang pengaturan
pengembangan pariwisata pensiunan.
3. Hasil-hasil penelitian khususnya terkait pengembangan pariwisata pensiunan.
4. Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian penulis;
5. Artikel atau tulisan dari para ahli;
6. Sarana elektronika (westlaw, bloomberg law dan lexisnexis) yang sangat membantu
proses pencarian bahan hukum primer dan sekunder.
c. Bahan hukum tersier: bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tambahan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdapat dalam penelitian yaitu:41
1. Kamus Bahasa Indonesia
2. Kamus Hukum
3. Kamus Ilmiah Populer
4.3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah dengan cara menggali
kerangka normatif menggunakan buku-buku yang membahas tentang pengaturan
pengembangan pariwisata pensiunan.
a. Bahan Hukum Primer didapat dengan cara:
Mempelajari ketentuan-ketentuan hukum terkait pengaturan pengembangan pariwisata
pensiunan.
b. Bahan Hukum Sekunder didapat dengan cara:
1. Mengutip penjelasan dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan
2. Menelusuri pendapat para ahli hukum dan para ahli yang berkompeten dalam
penelitian penulis yang ada di buku-buku pustaka.
3. Melakukan akses di internet atau tulisan artikel yang berkaitan.
40
S. Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta :Raja
Grafindo Persada,2003) hlm.23 41
Ibid, hlm.56
14
4.4. Metode Analisis Bahan Hukum
Berbagai informasi dan bahan yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan
menggunakan metode analisis isi (content analysis).42
Metode ini menguraikan materi
peristiwa hukum atau produk hukum secara rinci guna memudahkan interpretasi dalam
pembahasan. Terdapat dua content analysis method, yaitu:43
1. Tinjauan Yuridis, yaitu suatu bentuk analisis dari berbagai aspek dan mengungkapkan
segi positif dan negatif suatu produk hukum dengan menitiberatkan pada penggunaan
data sekunder yakni produk hukum.
2. Analisis Yuridis, yaitu suatu bentuk analisis dari berbagai aspek dan mengungkapkan
segi positif dan negatif suatu produk hukum dengan menitiberatkan pada penggunaan
data primer yang bersumber dari para intelektual dan lapisan masyarakat bawah serta data
sekunder.
Penelitian ini lebih menitikberatkan pada tinjauan yuridis dengan mengungkapkan sisi
negatif dalam suatu peraturan. Dalam konteks ini, potensi kekosongan norma terlihat dengan
belum adanya pengaturan sui generis terkait pengembangan pariwisata pensiunan.
42
Valerina JL Kriekhoff, Analisis Kontent Dalam Penelitian Hukum : Suatu Telaah Awal, Era Hukum
No.6 Tahun 2002.hlm. 27 43
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum,Cet.1 (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2004), hlm. 52
15
4.5 Bagan Alir Penelitian (Roadmap)
Pariwisata
konvensional yg
eksplotatif
Tidak sesuai visi
pariwisata
berkelanjutan
Pariwisata
pensiunan sbg
alternative solusi
Manfaat Ekonomi,
Sosbud, dan
Lingkungan
Kebutuhan
Pengaturan Sui
Generis
Model Peraturan
1. Pemerintah
2. Penyedia
Jasa
3. Wisatawan
Pensiunan
1. Dasar Filosofis
2. Dasar Sosiologis
3. Dasar Yuridis
Dasar Rasionalitas
Kebutuhan
Peraturan
Substansi
1. Standarisasi
2. Akreditasi
Daya Jangkau Studi
Perbandingan
1. Model
Thailand
2. Model
Filipina
3. Model
Malaysia
1. Industri
2. Destinasi
3. Pemasaran
4. Kelemba
gaan
16
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Dasar Rasionalitas Pengaturan Pariwisata Pensiunan
5.1.1 Dasar Filosofis
Adanya pengaturan tentang pariwisata usia lanjut atau pensiunan sesungguhnya tidak
dapat dilepaskan dari konsep Negara kesejahteraan (welfare state). Welfare State merupakan
fenomena penting di akhir abad ke-19 dengan gagasan bahwa Negara didorong untuk semakin
meningkatkan perannya dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat,
termasuk masalah-masalah perekonomian yang dalam tradisi liberalisme sebelumnya
cenderung dianggap sebagai urusan masyarakat sendiri.44
Ketika bangsa memasuki konsep
Welfare State, tuntutan terhadap intervensi pemerintah melalui pembentukan hukum yang
melindungi pihak yang lemah sangatlah kuat.45
Pada periode ini, negara mulai memperhatikan
antara lain kepentingan tenaga kerja, konsumen, usaha kecil dan lingkungan hidup.46
Pengaturan pariwisata pensiunan merupakan manifestasi konsep welfare state. Peran
Negara dalam hal ini terlihat melalui aplikasi norma yang dikeluarkan dan kebijakan hukum
yang harus mampu mengakomodiir dan melindungi kepentingan masyarakatnya khususnya
masyarakat usia lanjut sebagai upaya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyatnya.
5.1.2 Dasar Sosiologis
Urgensi adanya perubahan dan penciptaan norma hukum dan kebijakan yang
mengakomodiir kebutuhan dan kepentingan masyarakat usia lanjut merupakan wujud
pemerintah dalam menciptakan social engineering dalam masyarakat. Roscoe Pound dengan
teori law is a tool of sosial engineering menyatakan bahwa hukum harus dilihat atau
dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan social masyarakatnya.47
Ini berarti hukum harus dipandang bukan
44
Jimly Asshiddiqie,Pergeseran-pergeseran Kekuasaan Legislatif & Eksekutif, (Jakarta:Universitas
Indonesia, 2000),hlm.97. 45
Erman Rajagukguk,Peranan hokum di Indonesia: Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan
Memperluas Kesejahteraan Sosial, (Jakarta:Universitas Indonesia, 2000), hlm.14. 46
Karen S. Fishman, An Overview of Consumer Law dalam Donald P. Rothschild & David W Carroll:
Consumer Protection Reporting Service, (US:Maryland,1986),hlm.7 47
Soekanto, Soejono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum,(Jakarta:Rajawali, 19800, hlm.37
17
sebagai keadaan tetapi suatu proses. Selanjutnya, bahwa hukum itu hendaknya dihubungkan
dengan fakta-fakta sosial dimana hukum itu dibuat dan ditujukan.48
Konstruksi inilah yang sering dikatakan sebagai sosial engineering dimana orientasi
hukum dimaksudkan untuk menimbulkan perubahan-perubahan sosial dalam tingkah laku
anggota masyarakat. Terkait pariwisata pensiunan, adanya pengaturan yang bersifat sui
generis dan komprehensif akan menimbulkan perubahan-perubahan dan keadaan-keadaan
baru dalam pengembangan pariwisata pensiunan dengan menjangkau seluruh pemangku
kepentingan yang terlibat antara lain: pemerintah, operator, dan wisatawan pensiunan itu
sendiri.
5.1.3 Dasar Yuridis
5.1.3.1 Dimensi Internasional
Adanya urgensi pengaturan terhadap manusia yang telah pensiun dan berusia lanjut
tidak dapat dilepaskan dari sejarah pengakuan hak asasi manusia. Dalam Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia atau yang lazim disebut Universal Declaration of Human Rights (UDHR)
disebutkan bahwa „All human beings are born free and equal in dignityand rights‟.49
Sifat
universal hak asasi manusia mengindikasikan bahwa ia harus diberikan kepada seluruh
manusia tanpa memandang jenis kelamin, umur, agama, orientasi seksual, ketidakmampuan
ataupun jenis pembedaan lainnya. Terkait dengan keberadaan manusia usia lanjut, pasal 25
UDHR menyebutkan “everyone has the right to security and a „standard of livingadequate
for the health and well-being of himself and his family‟.50
Dalam Konvensi Internasional Hak-hak sipil dan politik atau yang lazim disebut
International Convention Civil and Political Rights (ICCPR), terdapat pasal yang memiliki
keterpihakan terhadap masyarakat usia lanjut. Sebagai contoh, pasal 26 yang menyatakan
setiap orang harus diperlakukan sama di depan hukum dan berhak atas perlakuan yang non-
diskriminatif. Pasal ini menyebutkan beberapa model diskriminasi berbasis kepada ras, warna
kulit, jenis kelamin, agama, dan bentuk pembedaan lainnya.51
Sementara itu dalam Konvensi Internasional Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya
atau yang lazim dikenal sebagai International Convention Economic, Social, Culture Rights
48
Kusumah, Mulyana W., Beberapa Perkembangan& Masalah Dalam Sosiologi Hukum,
(Bandung:Alumni, 1981), hlm.3 49
Universal Declaration of Human Rights Article 1 50
Universal Declaration of Human Rights Article 25 51
International Covenant on Civil and Political Rights, G.A. Res. 2200 (XXI) A,
U.N.Doc.A/RES/220(XXI) (Dec. 16, 1966), Article 26.
18
(ICESCR), terdapat pula beberapa pasal yang mengindikasikan keterpihakan terhadap
masyarakat usia lanjut. Pasal-pasal ini antara lain: pasal 9 yang mengatur hak atas keamanan
social;52
pasal 11 tentang hak atas standar hidup yang layak;53
dan pasal 12 yang mengatur
tentang hak atas pencapaian maksimal atas kesehatan fisik dan mental.54
Pengakuan hak-hak asasi manusia kepada masyarakat usia lanjut secara eksplisit
terdapat dalam United Nations Principles for Older Persons. Disebutkan beberapa prinsip
penting diantaranya:55
1. Older persons should have access to adequate food, water, shelter, clothing and health
care through the provision of income, family and community support and self-help.
2. Older persons should have the opportunity to work or to have access to other income-
generating opportunities.
3. Older persons should have access to appropriate educational and training programmes.
4. Older persons should be able to live in environments that are safe and adaptable to
personal preferences and changing capacities.
5. Older persons should remain integrated in society, participate actively in the formulation
and implementation of policies that directly affect their well-being and share their
knowledge and skills with younger generations.
6. Older persons should have access to health care to help them to maintain or regain the
optimum level of physical, mental and emotional well-being and to prevent or delay the
onset of illness.
7. Older persons should have access to social and legal services to enhance their autonomy,
protection and care.
8. Older persons should have access to the educational, cultural, spiritual and recreational
resources of society.
9. Older persons should be treated fairly regardless of age, gender, racial or ethnic
background, disability or other status, and be valued independently of their economic
contribution.
5.1.3.2 Dimensi Nasional
Dalam dimensi nasional, cikal bakal pengakuan hak asasi manusia terhadap
masyarakat usia lanjut terdapat dalam Pasal 28 F Undang-undang Dasar 1945 yang
menyatakan bahwa Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasidenggan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.56
Di samping itu Pasal 28 H (1)
menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
52
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, G.A. Res. 2200 (XXI) A,
U.N.Doc.A/RES/220(XXI) (Dec. 16, 1966), Article 9 53
Ibid, article 11. 54
Ibid article 12. 55
United Nations Principles for Older Persons, A/RES/46/91, 74th plenary meeting,16 December 1991 56
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 F
19
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.57
Dalam tingkatan Undang-undang, Pasal 42 Undang-undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa Setiap warga negara yang berusia lanjut,
cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan
bantuan khusus atau biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan
martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 58
Selanjutnya dalam Undang-undang No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
disebutkan hak dan Kewajiban Lansia. Pasal 5 menyebutkan bahwa lanjut usia mempunyai
hak yang sama dalam kehidupan bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selanjutnya,
sebagai penghonnatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial yang meliputi : a. pelayanan keagamaan dan mental spiritual; b.
pelayanan kesehatan; c. pelayanan kesempatan kerja; d. pelayanan pendidikan dan pelatihan;
e. kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum; f. kemudahan dalam
layanan dan bantuan hukum; g. perlindungan sosial; dan h. bantuan sosial.59
Terkait dengan pariwisata pensiunan, memang harus diakui belum terdapat aturan
yang secara eksplisit mengatur sektor potensial ini. Dalam Pasal 21 Undang-undang No.10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa wisatawan yang memiliki keterbatasan
fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan
kebutuhannya. Perumusan pasal ini setidaknya mengindikasikan bahwa terhadap mereka yang
lanjut usia, membutuhkan perlakuan, pelayanan, dan fasilitas yang berbeda sejalan dengan
kebutuhan khusus mereka.
Dalam level peraturan dibawah undang-undang, Keputusan Presiden No. 52 Tahun
2004 tentang pembentukan Komisi Nasional Lanjut Usia menyebutkan bahwa komisi
inimempunyai tugas antara lain: a. membantu Presiden dalam mengkoordinasikan
pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraansosial lanjut usia;b. memberikan saran dan
pertimbangan kepada Presiden dalam penyusunan kebijakan upayapeningkatan kesejahteraan
sosial lanjut usia.
Selanjutnya, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1998 tentang
Kemudahan Bagi Wisatawan Lanjut Usia Mancanegaramenyebutkan bahwa wisatawan lanjut
57
Ibid, pasal 28 H (1) 58
Undang-Undang 39 Tahun 1999 Pasal 42 59
Undang-undang No.13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lansia Pasal 5.
20
usia mancanegara adalah wisatawan warga negara asing yangmempunyai usia sekurang-
kurangnya 55 tahun. Pasal 2 lalu menyatakan bahwawisatawan lanjut usia mancanegara dapat
diberikan Izin Tinggal Terbatasselama satu tahun, dan diberikan jaminan perpanjangan untuk
paling banyaklima kali berturut-turut dengan persyaratan-persyaratan seperti:
a. Memiliki pernyataan dari Lembaga Dana Pensiun atau Bank di negara asalnyaataupu di
Indonesia, tentang tersedianya dana untuk memenuhi kebutuhanhidupnya selama di
Indonesia;
b. Memiliki asuransi kesehatan, kematian dan asuransi tanggung jawab hukumkepada pihak
ketiga di bidang perdata, baik di negara asalnya ataupun diIndonesia; dan
c. Menyampaikan pernyataan untuk tinggal di sarana akomodasi yang tersediaselama di
Indonesia, baik yang diperoleh dengan cara sewa, sewa beli ataupembelian.
Pasal 3 lalu menyebutkan bahwa Wisatawan lanjut usia mancanegara harus
mempekerjakan pramuwisma Warga Negara Indonesia selama berada di Indonesia.
Kemudian, Hal-hal yang berkaitan dengan administrasi kemudahan Izin Tinggal Terbatas
wisatawan lanjut usia mancanegara sejak kedatangan ke, perpanjangan tinggal di dan
kepulangannya dari Indonesia diurus oleh Biro Perjalanan Wisata Indonesia yang memenuhi
persyaratan.
Sebagai aturan pelaksana dari keputusan presiden di atas, Keputusan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.04.IZ.01.02 tahun 1998 tentang pemberian visa
dan izin keimigrasian bagi wisatawan lanjut usia mancanegara menyebutkan bahwa Kepala
Perwakilan RI di Luar Negeri dapat memberikan Visa Kunjungan atas kuasa sendiri kepada
Wisatawan Lanjut Usia Mancanegara. Kemudian, Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri hanya
dapat memberikan Visa Tinggal Terbatas kepada Wisatawan Lanjut Usia Mancanegara
setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Imigrasi.
Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Permohonan Visa diajukan oleh yang bersangkutan
melalui Biro Perjalanan yang ditunjuk kepada Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri dengan
mengisi formulir permohonan Visa yang telah ditetapkan. Selanjutnya, Izin Tinggal
Kunjungan yang diberikan kepada wisatawan lanjut usia mancanegara dapat dialihstatuskan
menjadi Izin Tinggal Terbatas.
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
M.07.IZ.01.02 tahun 2006 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia nomor: M.04 IZ.01.02 tahun 1998 tentang Pemberian Visa dan Izin Keimigrasian
bagi Wisatawan Lanjut Usia Mancanegara menyebutkan sejumlah negara dari asal wisatawan
lanjut usia mancanegara yang dapat diberikan visa dan izin keimigrasian yakni; Afrika
21
Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Austria, Bahrain, Belgia, Belanda, Brasilia,
Brunai Darussalam, Bulgaria, Cyprus, Denmark, Emirat Arab, Estonia, Finlandia, Hongaria,
India, Inggris, Irlandia, Iran, Islandia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Kuwait,
Liechtenstein, Luxemburg, Maladewa, Malaysia, Malta, Mesir, Monaco, Norwegia, Oman,
Perancis, Philipina, Polandia, Portugal, Qatar, Rusia, Saudi Arabia, Selandia Baru (New
Zealand), Singapura, Spanyol, Suriname, Swedia, Swiss, Taiwan, Thailand dan Yunani.
Dalam Pasal 5 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor:
M.04.IZ.01.02 tahun 1998 tentang pemberian visa dan izin keimigrasian bagi wisatawan
lanjut usia mancanegara disebutkan bahwa Permintaan alih status keimigrasian dari Izin
Kunjungan menjadi Izin Tinggal Terbatas diajukan oleh orang asing yang bersangkutan
melalui Biro Perjalanan Wisata Indonesia yang ditentukan kepada Kepala Kantor Imigrasi
dengan cara mengisi daftar isian yang telah ditentukan, dan selanjutnya diatur dalam
Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi.
Sesuai dengan bunyi pasal 5, Wisatawan Mananegara Lanjut Usia dapat diberikan Izin
Tinggal Terbatas selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 5 (lima) kali
dengan jangka waktu setiap kali perpanjangan selama 1 (satu) tahun. Lalu, istri yang sah dari
wisatawan lanjut usia pemegang Izin Tinggal Terbatas dapat diberikan status keimigrasian
yang sama dengan suaminya. Pasal 8 lalu meyebutkan bahwa wisatawan lanjut usia tidak
diperbolehkan bekerja melakukan kegiatan untuk mencari nafkah dan melakukan usaha.
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor : F.492-UM.01.10 tahun 2002
tanggal : 18 april 2002 tentang petunjuk pelaksanaan pemberian visa dan izin keimigrasian
bagi wisatawan lanjut usia mancanegara. Dimana kebijakan yang bersifat umum meliputi:
1. Wisatawan Lanjut Usia Mancanegara adalah wisatawan warganegara asing yang berusia
sekurang-kurangnya 55 tahun selanjutnya disebut Lansia;
2. Biro Perjalanan Wisata Lansia adalah badan usaha yang melakukan kegiatan membantu
pengurusan kemudahan bagi kepentingan wisatawan lanjut usia mancanegara yang
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata ;
3. Permohonan visa dan izin keimigrasian diajukan oleh orang asing yang bersangkutan
melalui Biro Perjalanan Wisata Lansia Indonesia atau korespondennya di luar negeri ;
4. Pemberian Visa Kunjungan Lansia dapat diberikan atas kuasa sendiri Kepala Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri ;
5. Perpanjangan Izin Kunjungan Lansia dan Izin Tinggal Terbatas Lansia diberikan oleh
Kepala Kantor Imigrasi atau pejabat yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal wisatawan lanjut usia mancanegara ;
22
2. Izin Kunjungan Lansia dapat dialihstatuskan menjadi Izin Tinggal Terbatas Lansia
dengan keputusan Direktur Jenderal Imigrasi atau pejabat yang ditunjuk ;
3. Izin Tinggal Terbatas Lansia dapat dialihstatuskan menjadi Izin Tinggal Tetap Lansia
dengan Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi atau pejabat yang ditunjuk.
5.1.3.3 Dimensi lokal
Peraturan Gubernur Bali No.20 Tahun 2012 tentang Lembaga Otoritas Wisata Usia
Lanjut Bali (Bali Retirement Tourism Authority/BRTA) memberikan pengaturan yang
komprehensif terkait pengelolaan wisata usia lanjut yang harus ditangani oleh lembaga
khusus. Lembaga Otoritas Wisata Usia Lanjut yang selanjutnya disebut Lembaga adalah
lembaga otoritas wisata usia lanjut (Bali Retirement Tourism Authorty/BRTA) yang
melaksanakan regulasi, akreditasi dan promosi wisata usia lanjut.
Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Pembentukan Lembaga Otoritas Wisata Usia Lanjut
Bali (Bali Retirement Tourism Authority) dimaksudkan sebagai katalisator menjembatani
seluruh kepentingan pemerintah, pelaku usaha, masyarakat sekitar dan wisatawan usia lanjut.
Pasal 3 menyebutkan tujuan pembentukan Lembaga ini meliputi:
a. menjamin kenyamanan dan keamanan para wisatawan Usia Lanjut melalui regulasi
hukum yang terpadu dengan kebijakan instansi terkait dengan instansi yang membidangi
kepariwisataan, kesehatan, penanaman modal, keimigrasian dan moneter;
b. mendukung keseimbangan pembangunan pariwisata di daerah bali;
b. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
c. menciptakan industri pariwisata yang berkelanjutan dan membuka luas lapangan kerja
diberbagai sektor.
Pasal 4 lalu memberikan ruang lingkup lembaga ini yang meliputi:
a. menyusun, mengusulkan dan mengkoordinasikan regulasi terkait dengan kebijakan
pemerintah tentang wisata Usia Lanjut.
b. melaksanakan akreditasi kawasan baik yang masih direncanakan maupun yang sedang
dalam tahap pembangunan;
c. melaksanakan akreditasi fasilitas yang telah ada meliputi 9 (sembilan) komponen yaitu:
kesehatan, gedung, keamanan, keselamatan, transportasi, hiburan, pengembangan SDM,
managemen, keuangan, dan asuransi; dan
d. mempromosikan Bali sebagai tujuan wisata Usia Lanjut
23
Perangkat Lembaga BRTA sendiri terdiri dari:
a. Pelindung;
b. Kepala Lembaga;
c. Wakil Kepala Lembaga;
d. Kepala Bidang terdiri dari:
1. Kepala Bidang Manajemen;
2. Kepala Bidang Hukum;
3. Kepala Bidang Akreditasi Pelayanan Wisatawan Usia Lanjut/Pensiunan;
4. Kepala Bidang Akreditasi Kawasan dan Fasilitas; dan
5. Kepala Bidang Promosi dan Pemasaran.
5.2 Konstruksi Model Pengaturan Pariwisata Pensiunan di Bali
5.2.1 Model Pengaturan yang memperhatikan sifat dan kebutuhan khusus wisatawan
pensiunan
Penyelenggaraan pariwisata pensiunan yang masih bersifat sporadis dan belum
terorganisir membuat industri ini belum mampu memanfaatkan potensi pasar secara maksimal
dan belum mampu bersaing dengan negara-negara lainnya. Posisi Bali sebagai ikon dan
figurasi pariwisata Indonesia yang masih tertinggal dengan negara-negara lainnya, membuat
Bali belum mampu memanfaatkan potensi dan kebutuhan pasar pariwisata pensiunan global
untuk meningkatkan arus investasi asing dalam rangka memperluas lapangan pekerjaan,
meningkatkan pendapatan masyarakat, dan akhirnya kesejahteraan masyarakat Bali.
Mengantisiasi keberadaan wisatawan pensiunan, dibutuhkan model kebijakan yang memuat
standarisasi dan persyaratan dalam menyediakan jasa pariwisata untuk golongan wisatawan
ini meliputi:60
a. Standar kelembagaan Usaha Jasa Pariwisata
b. Standar Sumber daya Manusia
c. Standar transferring sistem dari tempat asal ke tempat tujuan, dari bandara ke lokasi
tujuan, dari lokasi tempat tinggal ke sekeliling tempat tinggal, dari tempat tinggal ke
tempat-tempat tujuan wisata, dari tempat tinggal ke tempat perawatan kesehatan, dari
tempat tinggal ke lokasi tempat tinggal wisatawan lainnya.
60
Ida Bagus Wyasa Putra, Konsep Regulasi Pengembangan Pariwisata Usia Lanjut, BRTA, 2013
24
d. Standar lokasi tempat tinggal selama berwisata; standar jarak dari pusat pelayanan
kesehatan, standar jarak dengan bandara dan angkutan umum lainnya, standar bentang
ruang, standar kesehatan udara, standar kesehatan lingkungan.
e. Standar infrastruktur
f. Standar sistem tempat; standar landscape, standar gedung dan bangunan, standar kamar
tempat tinggal, standar ruang bersama, standar fasilitas komunikasi, elektronik, standar
pelayanan kesehatan, standar fasilitas gawat darurat, standar tempat aktivitas
pemeliharaan kesehatan, dll.
g. Standar makanan dan minuman, serta standar penyediaan makanan.
h. Standar perawatan kesehatan
i. Standar atraksi pariwisata.
Sementara itu, beberapa persyaratan yang dibutuhkan meliputi persyaratan berkaitan
dengan sistem eksternal, calon wisatawan dan penyedia jasa pariwisata. Persyaratan yang
berkaitan dengan sistem eksternal antara lain:61
a. Persyaratan zonasi: kesehatan lingkungan, kesehatan udara, rasionalitas jarak dengan
pusat pelayanan kesehatan, transportasi, dan bandara.
b. Standar keamanan lingkungan usaha
c. Standar kesehatan lingkungan tempat usaha
d. Standar fasilitas pelayanan umum pada lingkungan usaha
e. Standar fasilitas umum pada lingkungan usaha.
Persyaratan bagi calon wisatawan meliputi:
a. Persyaratan administrasi perjalanan
b. Persyaratan status kesehatan
c. Persyaratan pembebasan dari tanggungjawab hukum
d. Persyaratan asuransi kesehatan
Persyaratan bagi penyedia jasa meliputi:
a. Penyelenggara jasa angkutan
b. Penyelenggara jasa perjalanan wisata
c. Penyelenggara jasa akomodasi
d. Penyelenggara jasa boga
e. Penyelenggara jasa atraksi
f. Penyelenggara jasa kesehatan
61
Ibid
25
5.2.2 Model Pengaturan yang mendukung konsep pariwisata berkelanjutan
Untuk memperkuat pengembangan pariwisata pensiunan, dibutuhkan suatu jalinan
sinergi yang kuat dengan konsep pembangunan berkelanjutan mengingat adanya kedekatan
persepsi, tujuan, dan harapan dalam pengelolaan pariwisata di Bali. Sejak sepuluh tahun
terakhir, proses diskursif akan urgensi pembangunan berkelanjutan semakin kuat
dipromosikan berbagai kalangan. Pembangunan berkelanjutan sejatinya merupakan sebuah
proses pembangunan yang memperhatikan daya dukung (carrying capacity) dari sumber daya
alam dan sumber daya manusia yang tersedia. Berkelanjutan dapat berarti pemberian
lingkaran konsentrasi pada sinergisitas pelestarian yang meliputi dimensi ekonomi, sosial
budaya, dan lingkungan hidup. Secara singkat, alur konstruksi pengembangan pariwisata
berkelanjutan merupakan perpaduan kelayakan secara ekonomi, keadilan secara sosial
budaya, dan berkewajaran dari sisi lingkungan.
Sejatinya, pembangunan berkelanjutan merupakan konsep alternatifyang bersifat
kontradiktif bagi konsep pembangunan konservatif. Terdapat sederet persyaratan di dalamnya
seperti pemberian skala prioritas dari sisi ekologis, pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
prinsip keadilan bagi generasi mendatang, dan penentuan nasib sendiri bagi masyarakat
setempat. Menelusuri jejak sejarahnya, konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali
tercetus dalam konferensi di Stockholm pada tahun 1972 tentang “Stockholm Conference on
Human and Environment”. Secara singkat definisi pembangunan berkelanjutan adalah:
Sustainable development is defined as a process of meeting the present needs without
compromising the ability of the future generations to meet their own needs.
Dalam perkembangan selanjutnya, Pacific Ministers Conference on Tourism and
Environment di Maldivest tahun 1997 lantas menyebutkan prinsip-prinsip pariwisata
berkelanjutan yang meliputi kesejahteraan lokal, penciptaan lapangan kerja, konservasi
sumber daya alam, pemeliharaan dan peningkatan kualitas hidup, serta keseimbangan inter
dan antar generasi dalam distribusi kesejahteraan. Sebagai proses tindak lanjut, Konferensi
Dunia tentang Pariwisata Berkelanjutan pada tahun 1995 merumuskan secara elaboratif
Piagam Pariwisata Berkelanjutan yang isinya sebagai berikut:
1. Pembangunan pariwisata harus berdasarkan kriteria keberlanjutan yang antara lain dapat
didukung secara ekologis dalam waktu yang lama, layak secara ekonomi, adil secara
etika dan sosial bagi masyarakat setempat.
2. Pariwisata harus berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan dan diintegrasikan
dengan lingkungan alam, budaya, dan manusia.
26
3. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat setempat harus mengambil
tindakan reaktif untuk mengintegrasikan perencanaan pariwisata kedalam pembangunan
berkelanjutan.
4. Pemerintah dan organisasi multilateral harus memprioritaskan dan memperkuat bantuan
terhadap proyek-proyek pariwisata yang berkontribusi bagi perbaikan kualitas
lingkungan.
5. Ruang-ruang dengan lingkungan dan budaya yang rentan saat ini maupun di masa depan
harus diberi prioritas khusus dalam hal kerjasama teknis dan bantuan keuangan untuk
pembangunan pariwisata berkelanjutan.
2. Promosi atau dukungan terhadap berbagai bentuk alternatif kegiatan pariwisata yang
sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
3. Pemerintah harus mendukung dan berpartisipasi dalam penciptaan jaringan untuk
penelitian, diseminasi informasi, dan transfer pengetahuan tentang pariwisata dan
teknologi pariwisata berkelanjutan.
4. Penetapan kebijakan pariwisata berkelanjutan memerlukan dukungan dan sistem
pengelolaan pariwisata yang ramah lingkungan, studi kelayakan untuk transformasi
sektor, dan pelaksanaan berbagai proyek percontohan dan pengembangan program
kerjasama internasional.
Di tataran lokal, Pemerintah Daerah Bali telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda)
No. 3 Tahun 1974 tentang Pariwisata Budaya sebagai acuan pengembangan kepariwisataan
secara komprehensif. Perda tersebut dalam perjalanannya kemudian diperbaharui menjadi
Perda No 3 Tahun 1991 yang pada prinsipnya menyatakan bahwa kepariwisataan yang
dikembangkan di daerah Bali adalah pariwisata budaya yang dijiwai oleh agama Hindu.
Dengan demikian, kegiatan pariwisata diharapkan dapat berjalan secara selaras, serasi, dan
harmonis dengan kebudayaan setempat dan berakar pada nilai-nilai luhur agama Hindu.
Sederet kebijakan yang menyangkut konsep pengelolaan pariwisata berkelanjutan di
Bali antara lain:
a. Perda Tk.I Bali Nomor 3 Tahun 1974 juncto Perda Tk.I Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang
Pariwisata Budaya.
b. Perda Prov. Bali Nomor 3 Tahun 2005 tentang RTRW Provinsi Bali yang di dalamnya
diatur tentang penetapan 15 kawasan pariwisata.
c. Perda Prov. Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan
Lingkungan Hidup.
d. Perda Prov. Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung.
27
e. Perda Prov. Bali Nomor 7 Tahun 2007 tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta.
f. Perda Prov. Bali Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pramuwisata.
Beranjak dari serangkaian konstruksi di atas, pengembangan pariwisata berkelanjutan
merupakan suatu serangkaian proses secara terukur dan terencana yang berikhtiar untuk
memenuhi kebutuhan di masa sekarang untuk selanjutnya diwariskan kepada generasi
mendatang. Selanjutnya, visi dan orientasi ini memiliki kedekatan makna dan tujuan yang erat
dengan tata kelola pengembangan pariwisata pensiunan.
5.2.3 Model Pengaturan yang bersinergi dengan model pengaturan lain yang terkait
Demi meningkatkan efektivitas perannya sebagai lembaga sertifikasi dan akreditasi
penyelenggaraan pariwisata pensiunan, Bali Retirement Tourism Authority (BRTA) perlu
bersinergi dengan instansi-instansi terkait seperti:
a. Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia. Sinergi ini dilakukan dengan
memberikan peran bagi BRTA dalam memberikan pengaturan terkait surat rekomendasi
bagi wisatawan asing yang ingin memperoleh visa retirement.
b. Bank Indonesia. Sinergi ini dilakukan melalui kerjasama BRTA dan Bank Indonesia
dalam membuat aturan agar para pensiunan asing sebelum memperoleh surat
rekomendasi untuk memperoleh visa retirement terlebih dahulu menempatkan uang
jaminan di bank yang ditunjuk, dimana uang jaminan tersebut tidak dapat dicairkan tanpa
persetujuan dari BRTA dan Bank Indonesia. Selain itu, para pensiunan asing harus
memiliki asuransi di negaranya sebelum memperoleh rekomendasi VISA dari BRTA.
c. Pemerintah Daerah Tk I dan TK II. Sinergi ini dilakukan ketika BRTA membuat regulasi
bersama pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota agar sebelum ijin pembangunan
kawasan retirement village dengan segala fasilitasnya,para developer/operator terlebih
dahulu harus mengajukan permohonan akreditasi kepada BRTA.
d. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sinergi ini dilakukan dalam menjaring
investor-investor asing yang berkeinginan membangun fasilitas-fasilitas pendukung
dalam pengembangan pariwisata usia lanjut yang lokasi-lokasinya telah
direkomendasikan oleh BRTA.
5.3 Model Pengaturan Pariwisata Pensiunan di Negara ASEAN
5.3.1 Malaysia
Pariwisata usia lanjut atau pensiunan (Retirement Tourism) dan Kesehatan (Health
Tourism) telah ditetapkan sebagai sektor utama yang masuk ke dalam Rencana Pembangunan
28
Malaysia Ke Delapan. Setiap program kesehatan yang meliputi perawatan medis, kesehatan
dan kebugaran termasuk dalam wisata kesehatan. Malaysia memiliki keunggulan pelayanan
kesehatan seperti: biaya rawat inap yang terjangkau, dokter spesialis yang sangat terlatih, staf
medis berbahasa inggris, serta jaringan rumah sakit dan klinik yang kompetitif.
Malaysia sejak tahun 1998 sangat gencar mempromosikan wisata pensiunan dan
wisata kesehatan dibawah program “Malaysia My Second Home”, dengan memberikan
fasilitas visa khusus yang berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang, serta
memperbolehkan kepemilikan property (free hold) bagi warga asing yang ingin menikmati
masa pension di Malaysia.62
Jepang dan Eropa adalah target utama pariwisata pensiunan ini,
dimana sampai saat ini telah berhasil menarik wisatawan pensiunan sekitar 57.000 orang.63
5.3.2 Filipina
Filipina memiliki lembaga khusus bernama Philipine Retirement Authority (PRA)
yang memiliki otoritas untuk mengembangkan dan mempromosikan Filipina sebagai surge
pensiunan.64
Lembaga otoritas ini berdiri berdasarkan Surat Keputusan Presiden (EO 1037)
pada tahun 1985 yang ketika itu masih dipimpin oleh Presiden Marcos. PRA langsung berada
di bawah Presiden dengan tujuan utama sebagai katalisator investasi dan promosi terpadu
program wisata pensiunan di Philipina.
Model Jaminan Visa di Filipina dan Malaysia
1. Age and Visa Deposit 35-49 years old – U$S 50,000.00
50 years old and above
- Without pension- U$S 20,000.00
- With Pension- U$S 10.000,00
Note: Additional Visa Deposit – U$S 15,000.oo per dependent
in excess of two (2)
Show proof of monthly pension remitted (USD 800,00 for single
applicant and USD 1,000.00 for merried couples.
62
Kee Mun Wong, Ghazali Musa,Retirement motivation among „Malaysia My Second
Home‟Participants. http://repository.um.edu.my/21785/1/Retirement%20motivation.pdfdiakses pada 14 Februari
2015. 63
Malaysia My Second Home Centre, http://www.mm2h.gov.my/index.php/en/home/programme/about-
mm2h-programme diakses pada 15 Februari 2015 64
Philippine Retirement Authority, http://www.pra.gov.ph/main/partners2/4?page=1#functional,
diakses pada 28 Juli 2015
29
2. Convertibility of Deposits 1. May be converted into investments
2. Total Amount of investments must be at least U$S 50,000.00
for conversion to be allowed
3. Application fee 1. U$S 400.00 for principal
2. U$S 300.00 for each spouse
Note: One-time payment only
4. Monetary obligations 1. U$S 360.00 annual fee for principal, spouse, and (1) Child
upon enrollment and every year therafter
2. U$S 100.00 for each dependent in excess of two (2)
5.3.3 Philipine Retirement Authority dan Model Akreditasi Penyedia Jasa Wisata Usia
Lanjut
5.3.3.1 Pengantar
“Smile at Life in the Filipina” merupakan slogan yang dibuat oleh pemerintah Filipina
untuk menarik warga negara asing agar memilih Filipina layaknya rumah kedua mereka.
Philipine Retirement Authority yang dalam penulisan selanjutnya disebut sebagai PRA,
menargetkan pencapaian nilai investasi sebesar US$ 44 miliar; membuka peluang kerja yang
dapat menyerap 4-6 juta pekerja; dan memberikan dukungan kepada tiga juta pengusaha
melalui masuknya 859.250 para pensiunan.65
Sejalan dengan target kebutuhan pasar pensiunan, PRA telah memilih untuk
memfokuskan usaha pada tiga sektor, yaitu perumahan, layanan gaya hidup, dan kesehatan.
PRA telah menetapkan accreditation standard yang mengadopsi model dari Amerika Serikat,
Australia, dan Kanada dalam mengevaluasi, menilai dan terus memantau fasilitas yang
melayani wisatawan usia lanjut. Pengesahan persetujuan akreditasi dilakukan oleh PRA
bekerjasama dengan the Foreign Chambers of Commerce. Terdapat dua jenis akreditasi yang
diwajibkan meliputi:66
1. Akreditasi terkait Approved Project
2. Accredited Facilty
5.3.3.2 Tugas dan Kewenangan PRA
Sudah menjadi kebijakan dari PRA bahwa semua fasilitas dan layanan yang akan
ditawarkan kepada wisatawan usia lanjut harus memenuhi standar yang diterima secara
65
Philipine Retirement Authority, http://www.pra.gov.ph/main/partners2/4?page=1#procedures, diakses
pada 28 Juli 2015 66
Ibid.
30
internasional meliputi kualitas kenyamanan, teknis perawatan medis, sanitasi, keselamatan,
keamanan, dan gaya hidup. Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam proses akreditasi ini
meliputi: PRA, Philipine Retirement Incorporated (PRI), Department of Tourism (DOT), dan
Departement of Health (DOH).
Berikut merupakan beberapa tugas dan kewenangan PRA meliputi:67
1. PRA adalah otoritas tunggal yang menyetujui semua aplikasi baik untuk akreditasi
fasilitas yang sudah ada dan/atau fasilitas yang baru didirikan. Di sisi lain, PRI dapat
merekomendasikan tindakan yang tepat pada aplikasi yang baru pada proyek yang akan
dibangun untuk diakreditasi dimana PRA bisa mempertimbangkan komentar dan saran
dari PRI. Komentar PRI harus diserahkan ke PRA tidak lebih dari 10 hari kerja untuk
Approved Project dan tidak lebih dari 15 hari kerja untuk Accredited Project sejak
diterimanya rencana projek.
2. Untuk menjadikan fasilitas tersebut terakreditasi dibutuhkan fasilitas wisata usia lanjut
yang memenuhi standar dari PRA yang berkoordinasi dengan PRI.
3. Harus ada dua (2) jenis akreditasi yang disetujui yakni akreditasi proyek dan akreditasi
fasilitas. Proyek yang disetujui adalah mereka yang masih dalam taraf master plan, masih
dalam pembangunan atau dalam proses yang sesuai dengan standar akreditasi dan
didasarkan pada studi proyek formal. Fasilitas terakreditasi adalah proyek yang sudah ada
dan telah memenuhi standar akreditasi meliputi: kesehatan, perumahan, keamanan,
keselamatan, transportasi, gaya hidup/rekreasi, pengembangan SDM, manajemen,
keuangan, dan asuransi.
4. Menjadi anggota PRI bukan sebuah prasyarat bagi setiap pengembang atau pemilik
fasilitas sebelum proyek-proyek mereka dapat disetujui untuk diakreditasi oleh PRA.
5. Biaya untuk akreditasi sebesar U$S 250.00 (atau setara peso) dibebankan pada pemilik
fasilitas. Sementara proyek yang disetujui tidak diharuskan untuk membayar biaya
akreditasi. Biaya akan dibebankan sekali jika fasilitas tersebut sudah diklasifikasikan
sebagai terakreditasi. Pemilik fasilitas akan memiliki pilihan untuk mengajukan
permohonan pembaruan terhadap subjek akreditasi sesuai dengan persyaratan dari PRA.
6. Untuk hotel, condotel, kondominium untuk pengoperasian hotel kelas satu bagi para
wisatawan usia lanjut berorientasi pada standar minimum DOT di Filipina dan untuk
standar akreditasi fasilitas wisata usia lanjut harus mengacu pada PRA.
67
Ibid
31
7. PRA memiliki hak untuk mengunjungi dan memeriksa sesering mungkin fasilitas
pensiunan yang telah terakreditasi untuk menentukan apakah masih sesuai dengan standar
akreditasi dan persyaratan lainnya.
8. PRA berhak untuk mengeluarkan, menolak, menunda, menarik atau menolak setiap
akreditasi setelah melakukan evaluasi dari kemampuan dan integritas fasilitas pensiunan.
9. PRA berhak untuk merevisi/mengubah standar akreditasi dan sistem akreditasi yang
disetujui oleh Dewan Pengawas. Pedoman direvisi mulai berlaku setelah lewat waktu 60
hari.
10. Alasan untuk penarikan / pencabutan akreditasi antara lain: tidak dipenuhinya salah satu
atau semua persyaratan dan kondisi akreditasi; pencabutan, tidak ada perpanjangan atau
non-penerbitan lisensi fasilitas oleh instansi berwenang; penipuan; dan alasan lain yang
ditentukan oleh PRA.
11. Fasilitas pension harus menerima dan/atau semua tindakan korektif oleh PRA demi
memastikan kualitas layanan.
5.3.3.3 Kriteria Akreditasi bagi Penyedia Jasa Wisata Usia Lanjut68
1. Fasilitas ini harus sesuai dengan standar akreditasi yang disetujui oleh PRA
2. Hal yang dapat dipertimbangkan untuk akreditasi adalah:
a. Keselamatan yang mencakup kebijakan/ tindakan keselamatan terhadap kebakaran,
keamanan warga (kebijakan tentang penduduk hilang, kematian tak terduga),
keselamatan pembangunan, keamanan pangan, kesehatan, keselamatan kerja,
penanganan pada pertolongan pertama.
b. Pengendalian infeksi yang harus mencakup kebijakan tentang imunisasi, rencana
kontigensi wabah, isolasi, pengendalian infeksi, tempat cuci tangan, laporan inspeksi
kesehatan public.
c. Pelayanan resident yang mencakup pedoman tentang pembatasan penerimaan, lisensi
staf yang terdaftar, keuangan warga, perlindungan, kesehatan personal, penjabaran
posisi dan kegiatan rutin pekerjaan untuk staf, cek referensi, makanan, laundry, dan
jasa rumah tangga.
d. Pelatihan staf yang mencakup kebijakan tentang orientasi dan penataran program
tahunan staf, pencegahan terhadap hal yang membahayakan lansia.
68
Ibid
32
3. Untuk informasi Holiday Package, penyedia fasilitas harus membuatkan rincian yang
meliputi:
a. jenis akomodasi yang tersedia dan paket alternative perawatan layanan dan makan
b. jumlah total biaya untuk jenis akomodasi dengan paket
c. deskripsi biaya untuk layanan perawatan dan paket makan
d. peningkatan frekuensi
e. tambahan layanan dan makanan di luar paket
f. tingkat minimum staf dan kualifikasi staf
g. sistem darurat telpon
h. prosedur pengaduan
i. Informasi umum (opsional).
5.3.3.4 Prosedur Akreditasi dalam PRA
1. Pemohon harus memastikan tentang persyaratan aplikasi akreditasi dari PRA yang harus
mencakup berikut:69
a. permohonan formulir akreditasi
b. pernyataan pedoman kebijakan dan prosedur
c. standar akreditasi fasilitas pension
d. daftar periksa persyaratan dokumen
e. Contoh salinan informasi holiday package
f. Salinan hak pribadi warga
2. Pemohon menyerahkan formulir ke PRA yang sudah dilengkapi dengan penunjang
dokumen
3. Divisi Management Service Office (MSO) PRA secara resmi memberikan salinan dari
dokumen yang diserahkan kepada PRI dengan meminta komentar mereka diserahkan ke
PRA dalam waktu 10 hari dari diterimanya dokumen untuk proyek-proyek yang disetujui.
Sementara staf divisi Hubungan Pemasaran PRA akan melakukan hal yang sama dengan
meminta PRI untuk mengirimkan komentar dalam waktu 15 hari kerja untuk fasilitas
terakreditasi.
4. Staf PRA dapat meminta pelaksanaan pemeriksaan fasilitas dari property untuk dapat
menyiapkan evaluasi awal dari aplikasi dalam waktu 5 hari setelah melihat ke lapangan.
69
Ibid
33
5. Staf PRA harus menyampaikan kepada General Manager PRA untuk membuat evaluasi
dari laporan dan rekomendasi pada tindakan yang akan diambil oleh manajemen pada
aplikasi dengan menyertakan komentar dari PRI.
6. Untuk fasilitas pensiunan yang sudah ada, PRA memiliki opsi untuk memberikan waktu
pada pengembang fasilitas atau pemilik 6 bulan di mana mereka dapat mempersiapkan
evaluasi di tempatnya sebelum aplikasi untuk akreditasi mendapat persetujuan.
7. Untuk fasilitas pension dalam pembangunan, PRA memiliki waktu untuk melakukan
pemeriksaan fasilitas proyek dalam waktu 5 hari kerja sejak diterimanya permohonan.
8. Divisi bertindak memberitahukan kepada pemohon apa pun hasil putusan dari PRA dan
dapat mengambil aplikasi paling lambat 3 hari kerja sejak PRA merilis suatu tindakan.
9. Sertifikat akreditasi akan diberikan kepada pengembang fasilitas, segera setelah
permohonan akreditasi disetujui.
10. Biaya akreditasi harus dibayar sebelum rilis dan penerbitan Sertifikat Akreditasi
11. Sebuah proyek yang disetujui akan diperiksa setiap enam bulan untuk memantau tingkat
kepatuhannya terhadap kriteria akreditasi, sementara fasilitas terakreditasi akan diperiksa
setiap tahun oleh PRA.
34
BAB VI
PENUTUP
Dengan memperhatikan sederet permasalahan, baik yang bersifat ekonomi, social
budaya, dan lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh pola pengembangan pariwisata
konvensional, Bali sudah selayaknya mulai mengembangkan priwisata usia lanjut. Secara
filosofis, pengaturan pariwisata usia lanjut tidak dapat dilepaskan dari konsep Negara
kesejahteraan (welfare state). Urgensiadanya pembentukan hokum dan kebijakan pariwisata
usia lanjut merupakan wujud pemerintah dalam menciptakan social engineering dalam
masyarakat. Secara yuridis, dengan melihat pengaturan internasional, nasional, dan local,
pemerintah Bali memiliki dasar kewenangan untuk membuat dan mengembangkan kebijakan
pariwisata usia lanjut secara integral dan komprehensif.
Terkait dengan konstruksi model pengaturan pariwisata pensiunan di Bali, terdapat tiga
model pengaturan yang dapat dikembangkan meliputi: (1) model pengaturan yang
memperhatikan sifat dan kebutuhan khusus wisatawan pensiunan; (2) model pengaturan yang
mendukung konsep pariwisata berkelanjutan; dan (3) model pengaturan yang bersinergi
dengan model pengaturan lain yang terkait. Disamping itu, sebagai bentuk komparatif studi,
model pengaturan pariwisata pensiunan selayaknya mempertimbangkan model pengaturan
pariwisata pensiunan di Negara ASEAN lainnya terutama di negara yang lebih dulu dan lebih
terorganisir dalam mengelola pariwisata pensiunan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet.1.,Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2004.
Asshiddiqie, Jimly, Pergeseran-pergeseran Kekuasaan Legislatif & Eksekutif, Universitas
Indonesia, Jakarta, 2000.
Darmayudha, Suasthawa I M., I W. Koti Cantika. 1991. Filsafat Adat Bali.Denpasar: PT.
Upada Sastra
Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Inventori Warisan Budaya Bali, Volume 2, 2000.
Disain, Putu Atmika, 2008. Laporan Final Kajian Akademis Revisi Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Bali.
Kusumah, Mulyana W., Beberapa Perkembangan& Masalah Dalam Sosiologi Hukum,
Alumni, Bandung, 1981
Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
M. Philippus Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Surabaya:Bina Ilmu,
Surabaya, 1988.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet.2, Jakarta : Kencana, 2008
Rajagukguk, Erman Peranan hokum di Indonesia: Menjaga Persatuan, Memulihkan
Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia,
Jakarta, 2000.
Rothschild, Donald P& David W Carroll, Consumer Protection Reporting Service,
Maryland,1986.
Sukardika, Ketut, 2004. Menata Bali Ke Depan: Kebijakan Kultural, Pendidikan, Agama,
Denpasar: Bali Media.
-----------------------, Creating RetirementTourism in Bali; Retire In Paradise (the Way to a
Productive & Profitable Future), Makalah pada Diskusi Pariwisata Lansia,
Badung, 19 Agustus 2014
Sukandia, I Nyoman, 2011, Kedudukan dan Fungsi Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
sebagai Lembaga Perekonomian Komunitas dalam Msyarakat Hukum Adat di
Bali, Disertasi, Program Studi Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya
36
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.
Soekanto, Soejono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1980.
Yoeti, Oka A. Anatomi Pariwisata. (Bandung: Angkasa,1996)
Wyasa Putra, Ida Bagus, Konsep Regulasi Pengembangan Pariwisata Usia Lanjut, BRTA,
2013
Widiatedja, IGN Parikesit.2010. Liberalisasi Jasa dan Masa Depan Pariwisata Kita.
Denpasar: Udayana University Press
Peraturan Internasional
Universal Declaration of Human Rights
International Covenant on Civil and Political Rights, 1966.
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights,1966.
United Nations Principles for Older Persons
Peraturan Indonesia
Undang-undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Otonomi daerah
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
Surat Kabar
Diilhami “Retirement Village di Australia dan Phiipina, Bali Tribune, 5 Desember 2013
Pemain Utama Pasar Wisata Lansia, Harian Bali Tribune 13 September 2013
Wisata Lansia Perlu Digarap Serius, Harian Nusa Bali, 11 Oktober 2012
Didukung Konsul Jepang, Diminati Investor Abu Dhabi, Harian Bali Tribune, 8 November
2012
37
Sumber Internet
Ayan Ismail Ali, UNDERSTANDING THE DRIVERS OF LONG STAY RETIREMENT IN
HUA HINi http://www.graduate.au.edu/gsbejournal/Journals/Dec2013/Ayan%
20Ali.pdf Diakses Pada 11 Februari 2015.
Bali Ready to Develop Retirement Tourism http://www.thebalitimes.com/2014/01/25/bali-
ready-to-develop-retirement-tourism/, diakses pada 13 Februari 2015.
Bali Segera Miliki Kampung Lansia Wisatawanhttp://beritadewata.com/Pemprov-Bali
/Pemprov/Bali-Segera-Miliki-Kampung-Lansia-Wisatawan.html, diakses pada 15
Februari 2015
Bali Siap Kembangkan Wisata Usia Lanjut, Metro Bali, 14 Januari 2014,
http://metrobali.com/2014/01/14/bali-siap-kembangkan-wisata-usia-lanjut/diakses
pada 11 Februari 2015.
Bali Siap Kembangkan Retirement Tourismhttp://www.baliprov.go.id/id/BALI-SIAP-
KEMBANGKAN-RETIREMENT-TOURISM-, diakses pada 14 Februari 2015
Bali Tawarkan Investasi Lanjut Usia ke Hawai, http://bali.bisnis.com/m/read/20141029/14/
47608/bali-tawarkan-investasi-lanjut-usia-ke-hawaidiakses pada 12 Februari 2015
Kee Mun Wong, Ghazali Musa,Retirement motivation among „Malaysia My Second Home‟
Participants. http://repository.um.edu.my/21785/1/Retirement%20motivation.
pdfdiakses pada 14 Februari 2015.
Muthita Phiromyoo, Opportunities and Difficulties of Long Stay Accommodation in
Thailand,https://www.kth.se/polopoly_fs/1.280646!/Menu/general/columncontent
/attachment/104%20Phiromyoo%20M%20Opportunities%20and%20difficulties%
20of%20longstay%20accommodation%20in%20Thailand.pdf diakses pada 12
Februari 2015.
Mayumi Ono, Long-Stay Tourism and International Retirement Migration: Japanese Retirees
in Malaysia,http://ir.minpaku.ac.jp/dspace/bitstream/10502/2043/1/SER77_013.
pdfdiakses pada 15 Februari 2015
Marc Daubenbuechel, Establishment of a retirement village in the Philippines as a response
to Global Ageinghttp://www.rhc.com.ph/wp-content/uploads/2013/07/
Investmentstudy09.pdf diakses pada 15 Februari 2015.
Malaysia My Second Home Centre, http://www.mm2h.gov.my/index.php/en/home/
programme/about-mm2h-programme diakses pada 15 Februari 2015
Plots Alloted Senior Tourist Residenceshttp://www.thejakartapost.com/news/2014/01/16
/plots-alloted-senior-tourist-residences.html, diakses pada 13 Februari 2015
Philippine Retirement Authority, http://www.pra.gov.ph/main/partners2/4?page=1#functional,
diakses pada 28 Juli 2015
38
Thailland Named Top International Nation for Retireses, http://www.tatnews.org/happy-
golden-years-%E2%80%93-thailand-named-top-international-nation-for-retirees/,
diakses pada 10 Februari 2015
“Ternyata Wisata Usia Lanjut Itu Menggiurkan,” http://www.weeklyline.net/pariwisata
/20130905/ternyata-wisata-usia-lanjut-itu-menggiurkan.htmldiakses pada 9
Februari 2015.
Tourism, Medical Travel, and Retirement, http://www.investphilippines.info/arangkada/wp-
content/uploads/2011/06/17.-Part-3-Seven-Big-Winner-Sectors-Tourism-Medical-
Travel-Retirement.pdf diakses pada 14 Februari 2015.
Tourism, Medical Travel, and Retirement, http://www.investphilippines.info/arangkada/wp-
content/uploads/2011/06/17.-Part-3-Seven-Big-Winner-Sectors-Tourism-Medical-
Travel-Retirement.pdf diakses pada 14 Februari 2015.
Visa Retirement in Malaysia, http://pra.gov.ph/dl_form/file_name/303/Malaysia.pdf diakses
pada 15 Februari 2015.
Wisata Lansia di Bali Belum Tergarap, http://www.antaranews.com/berita/337046/wisata-
lansia-di-bali-belum-tergarapdiakses pada 12 Februari 2015.
Gubernur Apresiasi Pengembangan Wisata Lanjut Usia, http://www.baliprov.go.id/-small-
Untuk-Pariwisata-Berkelanjutan--small--br--Gubernur-Apresiasi Pengembangan-
Wisata-Lanjut-Usia
Bali Siap Kembangkan Wisata Usia Lanjut, http://metrobali.com/2014/01/14/bali-siap-
kembangkan-wisata-usia-lanjut/
top related