Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan ...
Post on 15-Oct-2021
5 Views
Preview:
Transcript
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 201198
A. Pendahuluan
Prinsip dasar sebuah jabatan adalahkontrak kekuasaan antara atasan danbawahan, atau antara pemegang amanatdengan konstituen-nya. Kontrak kekuasaanantara pemegang amanat dengankonstituen-nya tersebut termasuk dalam cirimasyarakat madani yang mengerti penuhdengan kontrak tanggung jawab dan hak-hak yang berada diatas pondasi moral dankebenaran. Penyalahgunaan jabatan biasanyadimulai dari sikap yang tidak sehat oleh salahsatu komponen masyarakat, yang padaakhirnya bisa berakibat menjadi kebiasaanyang mengerogoti setiap sendi kehidupanmasyarakat.
Jabatan merupakan amanat yangdipertanggung jawabkan, jika lembaga auditdi alam dunia malahan mempersuburpraktek sogok-menyogok, hibah-menghibah atau hadiah-menghadiahi atauapa-pun namanya dalam konteks jabatanseseorang atau golongan. Berbeda denganpengadilan Allah di alam pertanggungjawaban hakiki tak akan ada yang bisaberkelit.
Tulisan ini akan mencoba menguraikansecara gamblang, pandangan hadits dalammenganalisa bahasan secara khusus tentangpenyalahgunaan fungsi jabatan pada kasusIbnu Lutbiah, sehingga diharapkan bisamemberikan gambaran secara jelas maqashidsyari’ah yang tersirat dalam hadits tersebutdan menyimpulkan hukum positif setelahadanya dalil-dalil penguat baik dari hadits lainatau pendapat-pendapat Ulama.
Studi Analitik HaditsPenyalahgunaan Fungsi Jabatan:
Kasus Ibnu Lutbiah Oleh : Laila Sari Masyhur
Tulisan ini membahas hadits tentangpenyalahgunaan fungsi jabatan kasus IbnuLutbiah. Ibnu Lutbiah diangkat oleh Nabisebagai kolektor zakat dari para wajibzakat. Diharapkan dapat menggambarkansecara jelas maqashid syari’ah yang tersiratdalam hadits ini dan menyimpulkan hukumpositif setelah adanya dalil-dalil penguatbaik dari hadits lain atau pendapat-pendapat Ulama.
Keyword : Hadits, PenyalahgunaanFungsi Jabatan, Ibnu Lutbiah
B. Matan Hadits
Matan-matan hadits dari mukharrij yangberbeda mulai dari Imam Bukhari, Muslim,Ahmad bin Hanbal dan ad-Darimi, secarakeseluruhan hampir sama meski dalambeberapa periwayatan ada penambahan danpengurangan, atau memakai kalimat yangberbeda dengan kalimat pada periwayatanlain. Matan-matan ini penulis kutip dari CDMausû’ah al-Hadîs as-Syarîf (Global IslamicSoftware Company, Edisi II, 2000) hadisyang berkenaan dengan penyalahgunaanfungsi jabatan dalam kasus Ibnu Lutbiah iniada sepuluh periwayatan tentang hadits yangsama. Matan-matan yang menjadi bahanprimer dalam menganalisa permasalahan iniadalah hadits-hadits yang diriwayatkan olehImam Bukhari dan Muslim, sementara yang
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011 99
lain menjadi penguat atau memberikanketerangan yang tidak ada pada periwayatankedua perawi tersebut.
Hadits 1
menghadap setelah selesaimelaksanakan tugasnya, ia berkata,“Wahai Rasulullah! Bagian ini untukmusementara ini dihadiahkan untukku, laluNabi bertanya, “Apakah jika kamududuk saja di rumah bapak ibumu, apakamu akan diberikan hadiah atau tidak?Kemudian setelah shalat di sore hariNabi berdiri (berpidato) iamengucapkan syahadat dan puji-pujiankepada Allah saw, lalu bersabda, “AmmaBa’du, Apa sebenarnya yang dimaui olehpekerja yang kita utus, sampai-sampaiketika ia datang mengatakan, ini adalahbagian kalian dan ini dihadiahkan untuk-ku?”. “Perhatikanlah!, apakah iadiberikan hadiah, jika ia duduk (tanpajabatan) saja di rumah bapaknya?”.Demi jiwa Muhammad yang berada ditangan-Nya. Sungguh, tidak berkhianatseseorang dalam bagian yang diambilnyaitu, pasti akan datang pada hari kiamatnanti, dibawa-bawa di pundaknya, jikaia (barang itu) unta, maka ia adalah untayang (selalu) melenguh, jika ia lembu,maka ia adalah lembu yang (selalu)melenguh, atau jika ia domba, maka iaadalah domba yang (selalu) mengembek,sungguh aku sudah menyampaikan (halini). Abu Humaid berkata, “KemudianRasul mengangkat kedua tangannyasehingga kita bisa melihat (terlihat) putihketiaknya”. Abu Humaid menambahkan,“Aku mendengar ini dari Nabi bersamaZaid bin Tsabit maka tanyalahpadanya!”. (diriwayatkan oleh Bukhari-dicantumkan pada kitab al-Iman dan an-Nudzur, hadits no 6145)
Keseluruhan matan-matan hadis darimukharrij Imam Bukhori dapat ditariksubstansi redaksional haditsnya, sedangkanuntuk terjemahan dari hadits 2 sampai 6,penulis akan mencantumkan terjemahan
Abu al-Yaman mewartakan kepada kami(ia yang berkata) mewartakan kepadakami Syu’aib dari az-Zuhri (Zuhri yangberkata) mewartakan kepadaku ‘Urwahdari Abu Humaid as-Sa’idi, iamemberitakan bahwa Rasul sawmempekerjakan seseorang , tatkala ia
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011100
atas penambahan atau perbedaan redaksiyang terdapat dalam periwayatan saja :
Hadits 2
Perbedaan dan penambahan redaksional (yang ku-utus), (apakah
telah kusampaikan dua kali), (maka iamenyerahkan kepada Nabi)
(kemudianNabi berdiri untuk memberikan khutbah).
Hadits 3
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011 101
Perbedaan dan penambahanredaksional; (kemudian ia {Nabi}memberikan khutbah kepada kami)
(demi Allah, salahseorang dari kamu tidak mengambil nya{bagian dari sedekah itu}) (kecualinanti ia akan menghadap Allah)
(ia menghadap Allahmembawa unta yang {selalu} melenguh).
Hadits 4
Hadits 5
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011102
Perbedaan dan penambahan redaksional (maka petugas itu
menghadap tatkala pekerjaannya telahselesai) (jika ia seekorunta maka ia membawa seekor unta yang{selalu} melenguh).
Hadits 6
Penambahan dan perbedan redaksional:
(Apakah yang dimaui petugas (pegawai) yangkita utus tatkala menghadap mengatakan, iniadalah bagian dari tugas mu dan ini dihadiahkan untukku).
C. Analisa Silsilah Periwayatan
Silsilah sanad hadits-hadits diatasmemiliki beberapa jalur yang berakhir padasatu perawi mulai dari perawi tingkat tabi’inkemudian tingkat sahabat yaitu pada ‘Urwahbin Zubair (tabi’in) dan Abdurrahman binSa’ad (sahabat) kemudian pada tingkatberikutnya dua perawi yaitu : Muhammadbin Muslim dan Hisyam bin ‘Urwah, atautiga perawi dengan tambahan Abdullah danYahya bin Sa’id. Pada bagan silsilahperiwayatan berikut ini dapat diamati denganbaik transmisi periwayatan dan rijal haditspada tingkatnya masing-masing. (bagan I,terlampir)
Pada silsilah dalam hadits yang samaImam Muslim memiliki beberapapenambahan rijal hadits pada tingkatantabi’in yaitu Abdullah, sementara padatingkatan selanjutnya ada sembilan perawi,dan Imam Bukhari memiliki lima perawi sajapada tingkat yang sama. Sebagaimanaterlampir (bagan II).
Pada silsilah sanad Imam Ahmad padatingkat setelah ‘Urwah bin Zubair adakemudian Muhammad bin Muslim danHisyam bin ‘Urwah, silsilahnya kemudianbersatu pada Sufyan bin ‘Uyaynah dankemudian Ahmad. Sementara silsilah dariYahya bin Sai’id kemudian Isma’il dan Ishaqbin ‘Isa, hanyalah penambahan silsilahperiwayatan dimana penulis tidakmencantumkan matan haditsnya. Matanhadits yang dicantumkan dalam makalah ini
1
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011 103
menggunakan jalur periwayatan sebagai mana terlampir (bagan III).Silsilah yang cukup sederhana dalam periwayatan Imam ad-Darimi tampak tidak memiliki
rijal baru. Mereka ada pada silsilah periwayatan sebelumnya, dalam setiap tingkatnya hanyaada satu perawi, (bagan IV, terlampir)
Bagan I :
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011104
Bagan II :
Bagan III :
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011 105
Bagan IV:
Silsilah periwayatan dari empat perawi(mukharrij) yang tertera pada empat bagandiatas dapat disimpulkan bahwa hadits iniadalah hadis ahad karena pada dua tingkatperiwayatannya hanya ada satu orang perawi.Hadits Ahad adalah
Hadits yang tidak memenuhi syarat tawaturkadang tersendiri dengan satu perawi (dalamsatu tingkat periwayatan) yang disebutdengan gharib, kadang dikuatkan dengan duaperawi atau lebih yang disebut dengan ‘aziz,atau dikenal secara umum maka hadits-nyamenjadi masyhur (sementara dalam beberapatingkat periwayatannya hanya satu rawi ataudua). Maka hadits ahad tidak selaluberkarakteristik (salah satu tingkatnyadirawikan) seorang perawi saja.
Hadits ahad termasuk dalam golonganhadits yang dapat dijadikan hujjah dankehujjahan hadits ahad bukanlah berdasarkanzhanni akan tetapi qath’i berdasarkankonsensus ulama atas kehujjahan-nya mulai
dari masa sahabat dulu sampai masaselanjutnya.3 Namun demikian ada beberapapersyaratan dalam menerima hadits ahaduntuk bisa melakukan istidlal hukum. Syekhal-Amidi4 meletakkan syarat-syarat berikutdalam menerima hadits ahad hingga dapatdiamalkan: 1. Perawi harus muslim danmukallaf, 2. Dlabith-nya harus rajih, hinggakebenaran periwayatannya bisa di pegang,3.perawi harus memiliki sifat ‘adalah baiksecara etimologi maupun terminologi.5
Silsilah-silsilah hadits diatasmenunjukkan bahwa pada dua tingkatanperiwayatan yang perawinya hanyaberjumlah satu orang perawi, tingkatpertama adalah sahabat dan kedua adalahkibar at-tabi’in. untuk tingkat sahabat sudahmenjadi konsensus para ahli hadits yangmenyatakan bahwa seluruh sahabat ‘udulmeski ada beberapa pendapat yang tidakmenerima itu secara keseluruhan. NamunAbdurrahman bin Sa’ad masih berada di luarpengecualian pendapat-pendapat tersebut.6Begitu juga dengan ‘Urwah bin Zubair yangberada pada tingkat kibar at-tabi’in, semuakomentar ulama jarh wa ta’dil terhadap
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011106
‘Urwah menyimpulkan bahwa ia beradadalam kelompok perawi yang tsiqah, hinggadapat dikatakan bahwa hadits-haditstersebut bisa dijadikan dalil hukum.
Patron yang dipakai dalam menerimahadits bukanlah perawi-perawi hadits, akantetapi ahli hadits7, yang menilai para perawitersebut apakah mereka memiliki kapasitasdalam menyampai hadis atau tidak. Dengankerangka penilaian tertentu para perawitersebut diseleksi hingga hadits yangdisampaikan benar-benar bisa dipercaya.
Rijal hadits di atas dalam pandanganulama jarh wa ta’dil tidak memiliki cacat yangmenjadikan hadits mereka tidak diterima,hadits-hadits di atas termasuk dalamkategori shahih dari sudut penilaian terhadaprijal yang merawikan hadits-hadits tersebut.
D. Analisa Bahasa
Kalimat-kalimat penting yang ada dalamhadits-hadits di atas berkisar pada kalimat-kalimat yang hampir sama, meski dalam saturiwayat ada tambahan kalimat dari haditsyang lainnya.
( ) setiappenambahan huruf dari asal fi’il-nya padatsulatsi mujarrad akan memberikan arti yangberbeda dari sebelumnya, adalah fi’iltsulatsi mazid tiga huruf, pada kalimat inimemiliki arti untuk menjadikan ( )dengan arti Rasul menjadikan orang tersebutsebagai pegawainya.
( ) dalam matan riwayat lain ( )dalam hadis yang diriwayatkan oleh ImamBukhari ( ) tanpa alif dan lam. IbnuHajar al-‘Asqalani (w. 787 H) mengatakansebagaimana yang dikutip oleh Prof.Dr,Musa Syahin Lasin bahwa ada kesankeraguan dalam pembacaan kalimat ( )dengan fath sin yang dinisbahkan kepadaBani Asad bin Khuzaimah atau Bani Asadbin ‘Abd al-‘Izzi. Sebenarnya bukanlah
keraguan karena alif dan lam jelas bisamenunjukkan nama atau nasab sementarakalimat ( ) hanya menunjukkan kabilahatau nasab saja.8 Dan yang dimaksud disiniadalah Bani Asad bin Syarik bin Malik bin‘Amru bin Fahm ia merupakan keluarga intidalam Bani al-Azdi. Ibnu Lutbiah adalahsalah seorang dari mereka.9 jadi kalimat
dan merupakan satumakna yang tidak berpengaruh pada maksuddari hadits, maka periwayatan dengankalimat-kalimat tersebut dibolehkandisesuaikan dengan maksud perawi tersebut.
Beberapa teks berbeda dengan tekshadits yang lain pada kalimat( )( ) pada teks yang lainditambah dengan ( )Ibnu Lutbiah nasab kepada keluarga Lutbiahyang terkenal dalam Bani Asad. Bani Sulaimadalah kabilah lain yang berada di Madinah.
yang dimaksud adalah zakat10,yakni pengumpulan zakat dari para wajibzakat di Bani Sulaim.
pernyataan ini menyimpan beberapa kalimatterkesan disembunyikan untuk mempersingkat untaian kalimat, yakni
, ia berangkat untuk tugaslalu mengumpulkan zakat dan kemudianmenghadap untuk melaporkan hasiltugasnya. Tiga fi’il diatas jika dijelaskan akanmemperjelas kronologis kisah makakedudukan kalimat setelahnya adalah ‘athafdari kalimat-kalimat sebelumnya. Padariwayat yang lain menjelaskan dengan
dan ada dengankalimat serta penambahan kalimat
pada hadits yang diriwayatkanoleh Ishaq bin Ibrahim dikeluarkan olehImam Muslim pada hadits yang ke enammenggambarkan bahwa yang dibawa oleh
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011 107
petugas tersebut adalah harta yang banyak.Dan kalimat-kalimat ini menunjukkanadanya rantaian kegiatan yang dilakukansebelum sampai kepada Nabi. Sementaradalam riwayat yang lain dijelaskan adanyakegiatan audit terhadap harta zakat tersebut
, yang memberikan kesandalam periwayatan teks ini adanyapenekanan terhadap audit harta zakat.
adalah kalimat istifhamyang dimaksud dengan adalah atau 11 maka yang dimaksuddengan teks hadits ini adalah Apasebenarnya yang terdetik dalam hati petugasyang aku utus ini? Atau Apa keadaan dankondisi yang diingini oleh petugas yang kuutus ini?. Pada riwayat lain fi’il tertera dengandlamir mutakallim ma’a al-ghair ( ) yakni
memiliki arti bahwa kedudukansahabat-sahabat yang lain berada dalam satukerangka tugas.
retorika dalam untaiankalimat ini mengandung adanya pemahamanpermasalahan secara mendalam dari Nabi,dan memberikan pengaruh yang hebat padakejiwaan yang mendengar. Ia merupakanmu’jizat Nabi diantaranya mu’jizat jami’ulkalim yang dianugerahkan Allah.
untaian kalimat ini merupakan sumpah dariNabi yakni ( ) dan jika diteliti lebihjauh didapatkan ada dua maksud dari nafsudalam bahasa yakni
perkataan sumpah tidak akan dikeluarkankecuali untuk menyatakan hal-hal yangsangat urgen. Nafsun bisa juga dikatakansebagai jiwa atau akal pikiran13 . Pada riwayat
Imam Muslim diutarakan dengan lebih jelaslagi perkataan sumpah yang diiringi dengankalimat keterangan bahwa yang sepertidemikian tidak akan mendapatkan apa-apa,
dan dengan menyebutkan nama dirinya terkesan lebih ditekan
kan pada pentingnya permasalahan ini.Penambahan dari Hisyam dengan kalimat
yakni dengan cara yang tidak benaratau yang bukan haknya.
pada teks berikutnyadijelaskan balasan yang akan diterima olehpelaku di hari kiamat, beberapa kalimat yangdigunakan yakni leher, yakni onta,
yakni suara onta, yakni suara sapi, yakni domba betina, yakni suara
domba betina14. Suara-suara binatang yangdisebutkan dalam hadits ini adalah suara-suara keras yang dimiliki binatang-binatangtersebut. Ia adalah suara yang dikeluarkandengan tenaga yang kuat.
kalimat
( yakni: 15 putih, tapi tidak putih sekali hanya
seperti putihnya warna debu dari tanah,yakni ia mengangkat tangannya untukmembawa binatang-binatang tadi hinggakelihatan putih ketiaknya. Pada hadits kesembilan diriwayatkan bahwa Nabi memberikancontoh sambil mengangkat tangannya.
dan
pada riwayat lain
dan .Kalimat-kalimat ini menunjukkan
12
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011108
pentingnya permasalahan hingga kesaksianatas penyampaiannya juga penting.
E. Analisa Fiqh Hadits
Dalam teks-teks hadits yang tertera diatas terlihat ada beberapa penambahan yangtidak ada dalam teks yang diriwayatkan olehperawi lainnya, meski secara garis besarpenambahan-penambahan tersebut tidakmerubah maksud dari hadits. Periwayatanyang ada penambahan teks baik berasal darisatu perawi maupun dari perawi lainnyadapat di tilik bila perawi lain tidak merawikanteks yang sama dengan teks perawi pertamariwayatkan.
Sebagaimana pendapat Dr. Hammam(pakar hadis di Universitas Yordan)mengatakan:
Seorang perawi yang menerima haditsdari beberapa orang syekh secara gamblangbisa diketahui bahwa akan ada perbedaanteks, jika ia merawikan dengan satu styleperiwayatan saja, maka bisa dipastikanadanya keraguan dan kekurangan dlabith dariperawi tersebut, kecuali perawi tersebutbenar-benar bagus hapalannya
Teks-teks yang bukan termasuk tekshadits tapi ikut serta dalam periwayatan, baikitu dari teks hadits lain atau perkataan perawisendiri, maka selama ada hadits dari silsilahlain yang lebih tsiqah para rijal hadits-nya iadapat dijadikan patron dari hadits yangkurang tisqah para rijal hadits-nya. Namunjika silsilahnya memiliki kwalitas yang samadan ada kemungkinan untuk disatukanmaksud dari isi hadits tersebut, makakeduanya saling menguatkan jika tidak iaakan jadi i’tibar bagi lain-nya.17
Penambahan teks dari satu perawisementara perawi lain tidak merawikan tekstambahan tersebut atau perawi yang samadi kesempatan lain tidak merawikantambahan teks tersebut. Maka pada kondisiawal perawi yang diterima periwayatannyaadalah perawi yang lebih tsiqah, jika keduanyatsiqah maka penambahan itu harus dijadikanpertimbangan dalam istidlal hukum. Untukkondisi kedua jika teks penambahan berbedadengan teks lainnya, upaya yang dilakukanadalah membandingkan teks-teks yang samadari perawi yang sama, hingga pada akhirnyadapat diambil kesimpulan jumlah teks yangada penambahan dan yang tidak adapenambahan, dan mengambil jumlahperiwayatannya yang banyak, jika keduanyasama maka penambahan itu menjadipertimbangan dalam istidlal hukum.18
Dalam teks-teks hadits di atas adabeberapa kalimat yang tidak pada teksperiwayatan teks lainnya, seperti:
dan namun jika ditelitipenambahan-penambahan yang ada tidakmenjadikan pemahaman yang berbeda dariteks-teks lain. Dan seperti, tambahankalimat , sementara padateks-teks yang lain hanya ada kalimat
atau penambahandisini bisa melengkapi keterangan-keterangan yang ada.
Sementara teks-teks yang berbedadengan teks lain dalam periwayatan, selamamasih bisa disatukan dalam satu maksud dantidak berpengaruh dalam istidlal hukumseperti kalimat dalam satuperiwayatan, , Namun setelah ditelititidak ada pertukaran maksud dari hadits ini.Juga menambah keterangan hinggatergambar lebih lekat dan jelas.
16
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011 109
Penyatuan maksud hadits-hadits dariteks-teks yang berbeda bisa menjelaskanpermasalahan yang kurang jelas pada riwayatlain dan menghilangkan kesan kontradiksidari maksud hadits hingga jelas sekalikegunaan dari upaya penafsiran terhadaphadits. Dan mayoritas hadits yang terkesankontradiksi sebenarnya memiliki maksudyang tidak jauh berbeda19.
Secara keseluruhan teks-teks haditsdiatas tidak ada penambahan-penambahanteks atau perubahan-perubahan pada teksdari masing-masing silsilah yang merubahgaris besar dari maksud hadits.
Untuk menelusuri studi khusus tentangIbnu Lutbiah penulis mendapatkanbeberapa litertur yang mencantumkanbiografinya. Dalam kitab karya Ibn Hajaral-‘Asqalani “al-Ishabah fi Tamyiz as-Shahabah”
{Yakni, Abdullah bin al-Lutbiyah binTsa’labah al-Azdy, tercantum dalam kitabShahihain pada sebuah hadits dari AbuHumaid, Bahwasanya Nabi mengutusseseorang untuk mengumpulkan sedekah(zakat) dikenal dengan IbnuLutbiyah….(sampai akhir hadits). Namumdi beberapa riwayat dicantumkan nama lain[Ibnu Sa’ad, al-Baghawi, Ibnu Abi Hatim,Tabrani, Ibnu Hibban, al-Barudi dan lain-lain, mencantumkan: Abdullah]}20
Pengangkatan seseorang menjadipegawai pada urusan tertentu sama denganmengembankan kewajiban (amanah)kepadanya dan juga hak-hak tertentu yangtidak melanggar prinsip-prinsip dasar darifungsi jabatan tersebut. Penyalahgunaanfungsi jabatan menurut hadis diatas bisa
dikategorikan pengkhianatan terhadapamanah yang telah diembankan.
Hanya saja apakah menerima hadiahbagi seorang pejabat sama dengan menerimasogokan (risywah) hingga yang memberikanhadiah juga terancam laknat, sebagaimanadalam masalah sogokan kedua belah pihakmendapat ancaman laknat dari Rasulullahdalam sabdanya :
Dalam kasus Ibnu Lutbiah terkesanadanya penekanan sabda Rasulullah bahwaseseorang yang menjadikan jabatan sebagaiwasilah untuk mendapatkan kekayaanmerupakan perbuatan yang dilarang.Penekanan ini dapat dirasakan dari teks hadisNabi: dapat disimpulkan bahwa hubungan jabatandengan pemegang jabatan adalah hubunganamanah dan tanggung jawab bukanhubungan untung rugi atau kesempatan (ajimumpung).
Mazhab Maliki, Hanbali, Zhahiri danSyi’ah menjadikan motifasi (niat) danmaksud tujuan dari kedua belah pihak atausalah satu pihak sebagai dasar pelaranganatau pembolehan, motifasi dan tujuan yangtidak syar’i menjadikan perbuatan tersebutbathil. Masing-masing pihak harus waspadadan meneliti dengan seksama tanda-tandadan kondisi-kondisi yang mengarah kepadatujuan yang tidak baik.23
Risywah adalah :
Dapat disimpulkan bahwa motifasi dantujuan yang tidak baik dari masing-masingpihak atau salah satu pihak menjadikanpemberian hadiah dapat disamakan dengan
21
22
24
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011110
risywah.Hadis Nabi yang menganjurkan untuk
saling memberikan hadiah agar terjaganyakeharmonisan dan kerukunan bukanlahpada konteks pejabat dengan jabatannya,yaitu dalam hadis :
Konteks hadis diatas jelas tidakberhubungan dengan penyalahgunaanfungsi jabatan, ia merupakan anjuran untukmenjaga kerukunan dan keharmonisandengan cara saling memberikan hadiah.Sementara hadis tentang Ibnu Lutbiahmerupakan rambu-rambu bagi mereka yangmemiliki jabatan yang berhubungan dengankepentingan umum dan juga bagi pihakpemberi hadiah. Sebagaimana Ibnu al’Arabimengatakan (yang dikutip oleh Musa SyahinLasyin) bahwa orang yang memberikanhadiah tidak akan luput dari tujuan-tujuantertentu : 1. Ingin mendapatkan kasih sayangdan kedekatan dari penerima hadiah, 2.Pertolongan atau perlakuan khusus darinya,3. Atau menginginkan hartanya, makapemberian hadiah untuk tujuan-tujuanmaksiat (terlarang secara syar’i) baik kepadapejabat atau tidak kedudukannya samadengan risywah.27 Hanya saja orang yangmemegang jabatan memiliki peluang yangcukup besar untuk menyalahgunakanjabatannya demi tujuan-tujuan yang tidakdibenarkan oleh syara’. Dan jalan keluar yangdiutarakan oleh para ulama adalahmewaspadai tanda-tanda serta kondisi-kondisi yang menggiring kedua belah pihakatau salah satu pihak ke perbuatan yangterlarang secara syar’i.
Motifasi, tujuan dan tanda-tanda yangharus diwaspadai oleh kedua belah pihakpada prinsipnya masih berada pada tataran
normatif dan cukup samar untuk diditeksi.Berdasarkan kaidah-kaidah ushul fiqhseperti,
dan
serta melihat secara jernih substansi dariteks-teks hadis diatas yang sangat erathubungannya dengan kapasitas Nabi saathadits tersebut dikeluarkan. Bisa ditarik dalilhukum yang jelas dan maqashid as-syari’ahyang tertera dalam kaidah-kaidah ushul fiqhtergambarkan dalam bentuk hukum positif.
Kapasitas Nabi saat hadits dikeluarkanmenjadikan sunnah terbagi kepada duabagian tasyri’i dan ghairu tasyri’i (menjadisumber hukum dan tidak). Sunnah ghairutasyri’i termasuk perbuatan-perbuatan Nabisebagai perbuatan alami manusia biasa,seperti makan, minum, tidur dan percobaan-percobaan pribadi atau tradisi sosialsetempat seperti, cara bertani, pengobatanatau model pakaian, kemudian hal-hal yangberhubungan dengan pengaturan danstrategi yang berkaitan erat dengan keadaansaat itu, seperti penempatan pasukan dalamperang, pemilihan tempat berdiam ataupengangkatan pegawai. Tiga kelompokkegiatan Nabi diatas tidak termasuk dalamsunnah yang berimplikasi pada hukum.29
Namun prinsip-prinsip dasarnya tetapberimplikasi sebagai ittiba’ sementara caraaplikasinya tidak memiliki ikatan hukum.
Jabatan bukan hak pribadi atauketurunan, tetapi ia hak masyarakat. karenaitu jangankan sogokan, hadiah dalam kaitanjabatan-pun terlarang menerimanya.30 Makaprinsip-prinsip dasar yang diangkat olehhadits tersebut memiliki implikasi hukumbaik dilihat dari sudut kapasitas Nabisebagai penyampai maupun sebagai Imamdan Qadhi yang menerangkan hal-hal yang
25
26
28
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011 111
halal dan yang haram. Disamping kaidah-kaidah ushul fiqh diatas dan penekanan-penekanan Nabi dalam teks hadits yakni
, dan kemudian ucapan
dan ancaman hukumandi akhirat nanti, maka bisa disimpulkanbahwa haram hukumnya menerima hadiahbagi pejabat (atas nama jabatannya), baik ituada tanda-tanda atau kondisi-kondisi yangmenggiring ke arah perbuatan yang tidakdiperbolehkan secara syar’i maupun tidak,karena hadis di atas secara jelasmenghubungkan antara jabatan denganhadiah.
F. Pesan Sosial
Ketika ummat Islam berada di Makkahmereka masih kelompok kecil terpecah-pecah sebagian mereka dikucilkan dalamkehidupan sosial, tatkala di Madinah merekatelah mempunyai wilayah, pemerintahan dankekuasaan. Perintah-perintah agama yangturun kemudian sesuai dengan kemampuanyang baru mereka miliki dalammengaplikasikannya31. Nabi Muhammadsaw sebagai pemimpin mengaturadministrasi kenegaraan dan mengangkatpegawai-pegawai untuk menyelesaikanurusan masyarakat dalam negara Madinahdengan arahan-arahan langsung darinya.
Sesungguhnya seorang pejabat yangmenunaikan tugasnya memiliki peluang yangcukup besar untuk meraih pahala sebabdengan keikhlasan dan ketulusannya urusan-urusan masyarakat bisa diselesaikan denganbaik dan cepat. Namun sebaliknya ia jugaberpeluang untuk berdosa saat jabatan yangdiembannya disalah fungsikan. Motifasi dariseorang pejabat sangat berpengaruh dalampenunaian tugasnya, hanya saja yang dapatdirasakan masyarakat bukanlah motifasi
tersebut tapi pengaruh dari motifasiterhadap tugasnya saat berada di tataranaplikatif.
Dari hadis diatas dapat disimpulkanbeberapa pesan sosial:1. Jabatan adalah kewajiban yang harus
diemban dengan ketentuan hukumpemerintahan dibantu oleh masyarakatdalam memantau dan adanya lembagaaudit terhadap harta pejabat sepertidalam salah satu teks hadis di atas
dan sebagaimana hadis Nabiyang lain:
2. Pentingnya peran pemimpin yang cepattanggap dalam berinteraksi dengankesalahan pegawainya, hingga menjadipelajaran bagi masyarakat umum demimenjaga integritas. Dan merupakanrealisasi dari tanggung jawab moralpemimpin atas bawahannya danmasyarakat.
3. Pelajaran moral dimulai dari atasan danmenjadi uswah kepada bawahannya iaharus memiliki integritas moral,
33
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011112
konsisten dan sikap yang tegas terhadapkesalahan bawahan.
4. Pentingnya menjaga sikap masyarakatdalam berinteraksi dengan pejabat,hingga tidak mendorong pejabatmelakukan hal-hal yang tidakdibenarkan oleh syari’at.
5. Pejabat harus mewaspadai segala bentukcara dan kondisi yang bisamenggiringnya kepada perbuatan yangdilarang syari’at, karena penyalahgunaanjabatan merupakan sebuah kejahatanyang dikutuk dan diancam dengan azabdi akhirat nanti.
G. Penutup
Jabatan berarti kekuasaan yang memilikiimplikasi pada kehidupan masyarakat secarakeseluruhan, pemangku jabatan merupakanwakil-wakil Allah di alam manusia karenayang memiliki kekuasaan hakiki hanyalahAllah. Prinsip-prinsip dasar dalammemegang jabatan adalah keikhlasan danketulusan serta senantiasa mewaspadaisegala tanda yang bisa mengarah padapenyalahgunaan jabatan.
Seorang pejabat yang diberi hadiahyang berkaitan dengan jabatannya meskitidak ada tanda-tanda yang mengarah padapenjerumusan-nya untuk melakukanperbuatan yang terlarang, akan tetapi secarapsikologis dia akan tetap tertekan pada saatsi pemberi hadiah mengurus sesuatu yangberkenaan dengan jabatan si penerimahadiah. Dan ‘illah seperti dalam risywah meskitidak serta-merta adalah sama, begitu jugapengaruhnya.
Pemimpin sudah seyogyanyamemberikan uswah dan sikap yang tegas ataskesalahan bawahannya. Senantiasa jelimelihat tanda-tanda dan kondisi-kondisiyang bisa menjerumuskan bawahan-nyakedalam jurang kesalahan. Penyalahgunaan
jabatan adalah kejahatan terhadapmasyarakat dan pengkhianatan kepadaAllah.
Wallahu a’lam wa Hadi ila as-Shirat al-Qawim.
Endnotes:1 Zaid bin Tsabit bukan salah seorang rijal hadis yang
termasuk dalam transimi periwayatan ini. Dalamredaksi ini, Abu Humaid menyuruh mereka yangdiriwayatkan hadis ini untuk menanya kepada Zaidbin Tsabit juga, karena Zaid bin Tsabit ikutmendengarkan hadis ini, namun tidak ditemukanperiwayatan dengan perawi a’la-nya Zaid bin Tsabit.
2 Shubhi Shaleh, ‘Ulum al-Hadits wa Mushthalahuhu,(Dar Ilmu lil Malayin, Beirut, Cet XXIII, 1999)hal-150
3 Mushthafa Siba’i, As-Sunnah wa Makânatuhâ fi at-Tasyri’ al-Islâmi( Dar al-Waraq, Saudi Arabia, Cet I1998) hal-192
4 Al-Amidi, Saifuddin Abu al-Hasan ‘Ali bin Abi ‘Alibin Muhammad al-Amidi, dilahirkan di Madinah550 H, wafat hari Selasa di Damaskus 631 H. (az-Dzahabi Abu Abdillah, Siar a’lam an-Nubalaa’Muassasah Risalah, Beirut, 1413)
5 Saifuddin bin Abi al-Hasan Ali al-Amidi, Al-Ahkâmfi Ushul al-Ahkâm (Dar al-Fikr, Beirut, Cet II 1996)Jilid I, hal-241-145
6 Pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa parasahabat yang terlibat dalam memerangi Ali danyang melakukan pemberontakan-pemberontakan,dan yang terlibat pertikaian antara Ali danMu’awiyah tidak memiliki sifat adalah ‘adalah,namun demikian dalil-dalil yang mengatakansahabat ‘udul tetap lebih kuat. (ZainudinAbdurrahim bin al-Husain, Fathu al-Mughits (Daral-Fikri, Beirut, tth) hal-350)
7 Muhammad Abd al-Hay, Ar-Raf ’u wa at-Takmil fial-Jarh wa at-Ta’dil, (Dar al-Aqsha, Beirut, Cet III,1987) hal-58
8 Musa Syahin Lasin, Mukhtârât min Fat‘ al-Mun’imSyar‘ Sha‘i‘ Muslim (Majlis al-A’la li as-Syu’un al-Islamiyah, Mesir, Cet I, Th1999) hal-8
9 Ibid10 Ibid11 Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab (Dar al-Ihya’ li at-
Turats al-‘Arabi. Beirut,Cet III 1999) Jilid I, hal-54212 Ibid, jilid 14, hal-23313 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus
Kontemporer Arab Indonesia (Multi Karya Grafika,Yogyakarta, tth) hal-1932
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011 113
14 Ibid15 Ibnu Manzhür, jilid-9. hal,283-28416 Hammam Abdurrahim Sa’id, Al-‘Ilal fi al-Hadits,
Dirasah Manhajiah fi Dlau’i Syarhi al-‘Ilal at-Turmudzili Ibni Rajab al-Hanbali (Universitas Yordan Pers,Yordania, Cet I, 1980) hal-147
17 Ibid, hal-15318 Ibnu al-Husain Muhammad bin Ali, Al-Mu’tmad fi
Ushul al-Fiqh (Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, Beirut, tth)Jilid I, hal-128-129
19 Nuruddin ‘Itr, Manhaj an-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits(Dar al-Fikri, Beirut, Cet III, 1997) hal-338
20 Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Ishabah fi Tamyiz as-Shahabah, (Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, Beirut, Cet I,1995)Jilid 4, hal-188. Keterangan yang samatentang Ibnu Lutbiyah, bahkan dengan redaksiyang lebih singkat juga ditemukan dalam kitab Usudal-ghabah fi Ma’rifati as-Shahabah Karya Ibnu al-Atsir,Ktab Tajrid Asmaa as-Shahabah Karya adz-Dzahabijilid I hal-332, dan dalam kitab ats-Tsiqaat karyaIbnu Hibban, hal-369.
)(
21. Ia adalah Abdullah bin ‘Amri bin al-‘Ash seorangsahabat Nabi, wafat th 63 H. (CD Mausû’ah al-Hadîts as-Syarîf)
22. CD Mausû’ah al-Hadîts as-Syarîf , file Sunan at-Turmudzi,Kitab al-Ahkam ‘an Rasulillah, No hadis 1257
23 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,(Dar al-Fikr, Beirut, Cet. IV, 1997) Jilid I, hal-219
24 Muhammad Hasanain al-Bathah, An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, (Universitas Al-Azhar, Mesir,Cet I, 1997) hal-77
25 Ia adalah seorang Tabi’in dekade terakhir wafattahun 135 H, (CD Mausû’ah al-Hadîts as-Syarîf).
26 Ibid , file Muwaththa’ Malik, Kitab al-Jami’ , No.Hadis 1413
27 Musa Syahin Lasin, Mukhtarat min Fath al-Mun’im,hal-12
28 Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Asybah wa an Nazha’ir fiQawa’id wa Furu’ as-Syafi’iyah (Dar as-Salam, Mesir,Cet I 1998) Jilid I, hal-252
29 Mahmud Syaltut, Al-Islam ‘Aqidatan wa Syari’atan(Dar as-Syuruq, Mesir, Cet XVII, 1997) hal-499-500
30 Quraish Shihab, Lentera Hati, Kisah dan HikmahKehidupan (Penerbit Mizan, Bandung, Cet XVII,1999) hal-382
31 Yusuf al-Qardhawi, Fiqhu az-Zakah, DirasahMuqaranah li Ahkamiha wa Falsafatiha fi Dlau’i al-Qur’an wa as-Sunnah (Mu’assah ar-Risalah, Mesir,Cet VIII, 1985) hal. 62
32 Ia adalah salah seorang sahabat Nabi wafat tahun40 H (CD Al-Mausu’ah li al-Hadits as-Syarif)
33 CD Al-Mausu’ah li al-Hadits as-Syarif, file ShohihMuslim Kitab al-Imarah, No. hadis 3415
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
JURNAL USHULUDDIN Vol. XVII No. 1, Januari 2011114
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Hay, Muhammad, Ar-Raf ’u wa at-Takmil fi al-Jarh wa at-Ta’dil, Dar al-Aqsha, Beirut, Cet III, 1987
Abdurrahim Sa’id, Hammam, Al-‘Ilal fi al-Hadits, Dirasah Manhajiah fi Dlau’iSyarhi al-‘Ilal at-Turmudzi li Ibni Rajabal-Hanbali, Universitas YordanPerss, Yordania, Cet I, 1980
Abdurrahim, Zainudin bin al-Husain, Fathual-Mughits Dar al-Fikri, Beirut, tth
Al-‘Asqalani, Ibnu Hajar, Tahdzib at-Tahdzib,Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, Beirut. CetI, 1994
____________ al-Ishabah fi Tamyiz as-Shahabah, (Daar al-Kutub al-‘ilmiah,Beirut, Cet I, 1995)
Al-Amidi, Saifuddin bin Abi al-Hasan Ali,Al-Ahkâm fi Ushul al-Ahkâm, Daral-Fikr, Beirut, Cet II, 1996
Al-Bathah, Muhammad Hasanain, An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam,Universitas Al-Azhar, Mesir, Cet I,1997
Al-Qardhawi,Yusuf, Fiqhu az-Zakah, DirasahMuqaranah li Ahkamiha wa Falsafatihafi Dlau’I al-Qur’an wa as-Sunnah,Mu’assah ar-Risalah, Mesir, CetVIII, 1985
As-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Asybah wa anNazha’ir fi Qawa’id wa Furu’ as-Syafi’iyah, Dar as-Salam, Mesir, CetI, 1998
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor,Kamus Kontemporer Arab IndonesiaMulti Karya Grafika, Yogyakarta,tth
CD Mausû’ah al-Hadîts as-Syarîf, GlobalIslamic Software Company, Edisi II,2000
Ibnu al-Husain, Muhammad bin Ali, Al-Mu’tmad fi Ushul al-Fiqh, Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, Beirut, tth
Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab Dar al-Ihya’ liat-Turats al-‘Arabi. Beirut, Cet III,1999
‘Itr, Nuruddin, Manhaj an-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits, Dar al-Fikri, Beirut, Cet III,1997
Lasin, Musa Syahin, Mukhtârât min Fat’ al-Mun’im Syar’ Sha’i’ Muslim Majlis al-A’la li as-Syu’un al-Islamiyah, Mesir,Cet I, 1999
Shaleh, Shubhi, ‘Ulum al-Hadits waMushthalahuhu, Dar Ilmu lil Malayin,Beirut, Cet XXIII, 1999
Shihab, Quraish, Lentera Hati, Kisah danHikmah Kehidupan, Penerbit Mizan,Bandung, Cet XVII, 1999
Siba’i, Mushthafa, As-Sunnah wa Makânatuhâfi at-Tasyri’ al-Islâmi, Dar al-Waraq,Saudi Arabia, Cet I, 1998
Syaltut, Mahmud, Al-Islam ‘Aqidatan waSyari’atan, Dar as-Syuruq, Mesir, CetXVII, 1997
Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islami waAdillatuhu, Dar al-Fikr, Beirut,Libanon, Cet IV, 1997
Tentang Penulis
Laila Sari Masyhur, MA; Dosen pengampumata kuliah Studi Hadis Fakultas UshuluddinUIN Suska Riau. Menyelesaikan Program S1Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAINSusqa Pekanbaru tahun 2002. MenyelesaikanProgram S2 Konsentrasi Tafsir Hadis di ProgramPasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakartatahun 2005.
Laila Sari Masyhur: Studi Analitik Hadits Penyalahgunaan Fungsi Jabatan: Kasus Ibnu Lutbiah
top related