KUTUKEBUL (Hemiptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/60095/1/A12mka.pdf · 50 Pola pori-pori pada saluran trakea (a) invaginasi ujung
Post on 27-Jun-2018
215 Views
Preview:
Transcript
KUTUKEBUL (Hemiptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN
HORTIKULTURA DI WILAYAH BOGOR
MOHAMMAD KARAMI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ii
ABSTRAK
MOHAMMAD KARAMI. Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman
Hortikultura di Wilayah Bogor. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT.
Beberapa spesies kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) merupakan serangga
hama yang dapat merugikan tanaman hortikultura di lapangan. Informasi tentang
kutukebul yang menyerang tanaman hortikultura masih terbatas, untuk itu
penelitian tentang jenis kutukebul yang menyerang tanaman hortikultura
diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman
kutukebul pada tanaman hortikultura di wilayah Bogor dan sekitarnya.
Pengambilan sampel dilakukan pada berbagai tanaman hortikultura yang
dikelompokkan kedalam tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, dan tanaman hias.
Sampel diambil dengan mengumpulkan daun dari cabang tanaman bagian bawah
sebelah kiri dan kanan tajuk tanaman inang yang terdapat nimfa, pupa, kantung
pupa, dan imago kutukebul. Setiap sampel diambil secara acak dari tiap petak
tanaman inang dengan total 2 daun sampel per tanaman inang. Sampel kemudian
dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi label lokasi serta tanggal
pengambilan sampel. Masing-masing sampel kemudian dihitung jumlah
kutukebulnya (nimfa, pupa, kantung pupa, dan imago). Pembuatan preparat slide
dilakukan dengan teknik pembuatan preparat permanen. Identifikasi dilakukan
dengan mengamati karakter morfologi pupa atau kantung pupa dengan
menggunakan kunci identifikasi kutukebul Martin (1985, 1987), Dooley (2007),
dan Dubey et al. (2009). Kutukebul yang ditemukan pada tanaman hortikultura di
Bogor berjumlah 12 spesies pada 32 spesies tanaman inang. Spesies kutukebul
yang paling umum ditemukan pada tanaman hortikultura ada 4 yaitu: Aleurodicus
dispersus, Aleurodicus dugesi, Bemisia tabaci, dan Trialeurodes vaporariorum.
Famili Solanaceae paling banyak terserang kutukebul. Kunci identifikasi
kutukebul yang ditemukan di Bogor dibuat dengan metode gambar dan dikotomus
berdasarkan karakter morfologi kutukebul tersebut.
Kata kunci: Hama hortikultura, identifikasi morfologi, kutukebul
iii
KUTUKEBUL (Hemiptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN
HORTIKULTURA DI WILAYAH BOGOR
MOHAMMAD KARAMI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
iv
Judul Penelitian : Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman
Hortikultura di Wilayah Bogor
Nama Mahasiswa : Mohammad Karami
NRP : A34080055
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc.
NIP. 19601218198601 1 001
Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
NIP. 19650621 198910 2 001
Tanggal lulus:
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Jakarta, DKI Jakarta pada tanggal 25 Maret 1990
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Bambang Setiabudi
dan Ibu Siti Mulyanah.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDI Al-Azhar 1 pada
tahun 2002. Penulis melanjutkan studi ke SMPI Al-Azhar 2 pada tahun 2005.
Kemudian pada tahun 2008, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 49
Jakarta. Semasa menjalani pendidikan di SMP penulis aktif di kegiatan
ekstrakulikuler seperti Pramuka, Sepak Bola, dan Pencak Silat. Ketika di bangku
SMA, penulis aktif berorganisasi di ROHIS SMAN 49 Jakarta.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur
USMI (Ujian Saringan Masuk IPB). Setelah menjalani masa TPB (Tingkat
Persiapan Bersama), penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman (PTN).
Selama menjalani perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan
diantaranya HIMASITA (Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman) dengan
menjabat sebagai Ketua Divisi Keprofesian pada tahun 2010-2011. Penulis juga
menjabat sebagai Ketua Entomologi Club Departemen Proteksi Tanaman pada
tahun 2010-2012. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum pada mata kuliah
Entomologi Umum (Entum) tahun 2011.
vi
PRAKATA
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
izin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kutukebul
(Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Hortikultura di Wilayah Bogor”. Skripsi
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari 2012 sampai dengan Juli 2012 bertempat di Laboratorium Biosistematika
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, dan beberapa wilayah di dua belas kecamatan di Kabupaten Bogor dan
satu kecamatan di Kabupaten Cianjur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang
telah memberikan dukungan, do’a, dan kasih sayangnya; Dr. Ir. Purnama Hidayat,
M.Sc. selaku dosen pembimbing penelitian yang telah memberikan bimbingan,
kritik, saran, dan motivasi selama berlangsungnya penelitian hingga proses
penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Ali
Nurmansyah, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik; seluruh staf pengajar di
Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas
ilmu yang telah diberikan; staf pengajar dan warga Laboratorium Biosistematika
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, atas ilmu, bantuan, dukungan, dan
semangat yang diberikan selama penulis melakukan penelitian hingga penyusunan
skripsi; semua rekan PTN angkatan 45 yang selalu memberikan semangat, serta
semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga skripsi dan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan secara umum, khususnya ilmu dibidang
perlindungan tanaman.
Bogor, November 2012
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan Penelitian .................................................................................... 2 Manfaat Penelitian .................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3 Taksonomi ............................................................................................... 3 Biologi ..................................................................................................... 3 Ekologi .................................................................................................... 6 Arti Penting Ekonomi ............................................................................. 6 Penyebaran Kutukebul ............................................................................ 7 Identifikasi dari Kutukebul ..................................................................... 7 Kutukebul di Indonesia ........................................................................... 9
BAHAN DAN METODE ........................................................................... 12 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 12 Bahan dan Alat ........................................................................................ 12 Metode Penelitian.................................................................................... 13
Pengambilan Sampel Kutukebul di Lapangan .................................... 13 Pembuatan Preparat Mikroskop Kutukebul ........................................ 14 Identifikasi Kutukebul ......................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 18
Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel ......................................... 18 Hasil Pengambilan Sampel Kutukebul.................................................... 19 Deskripsi Kutukebul ............................................................................... 24
Subfamili Aleurodicinae ..................................................................... 24
Aleurodicus dispersus Rusell ................................................. 24 Aleurodicus dugesii Cockerell ................................................ 25 Paraleyrodes minei Iccarino ................................................... 27
viii
Subfamili Aleyrodinae ............................................................................. 28 Trialeurodes vaporariorum Westwood .................................. 28 Bemisia tabaci Gennadius ...................................................... 29 Aleurocanthus spiniferus Quintance ....................................... 30 Aleurocanthus citriperdus Quintance & Baker ...................... 31 Aleurocanthus cocois Corbett ................................................. 32 Parabemisia myricae Kuwana ............................................... 33 Dialeuropora decempuncta Quintance ................................... 34 Orchamoplathus mammaeferus Quintance & Baker .............. 35 Rusostigma sp. Quintance & Baker. ....................................... 36
Kisaran Inang .......................................................................................... 37
Kunci Identifikasi .................................................................................... 39 Kunci Sederhana ................................................................................. 39 Kunci Dikotomus ................................................................................ 43
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 53 Simpulan ................................................................................................. 53 Saran ........................................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 54
LAMPIRAN ................................................................................................ 57
ix
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Keanekaragaman kutukebul di Indonesia yang telah dipublikasikan .. 10
2 Lokasi pengambilan sampel kutukebul pada berbagai ketinggian dan
tempat ................................................................................................... 18
3 Hasil perhitungan kutukebul pada beberapa tanaman hortikultura ...... 20
x
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Siklus hidup kutukebul (Gill 1990) ...................................................... 4
3 Morfologi umum dari kantung pupa kutu kebul (Martin 1987)........... 8
4 Peta lokasi pengambilan sampel di wilayah Bogor dan sekitarnya ..... 14
5 Mikroskop yang langsung terhubung ke komputer .............................. 16
6 Jumlah keanekaragaman kutukebul pada berbagai ketinggian ............ 22
7 Jumlah individu kutukebul yang ditemukan di wilayah Bogor dan
sekitarnya ............................................................................................. 23
8 Koloni A. dispersus pada daun mengkudu (a) dan daun pisang (b) ..... 25
9 Ciri morfologi A. dispersus; 4 pasang pori majemuk (a), lingula oval
(b), dan alur pori-pori padat (c) ............................................................ 25
10 Koloni A. dugesii pada daun kecipir (a) dengan massa yang padat (b). 26
11 Ciri morfologi A. dugesii; lingula melebar bulat (a), pori majemuk
yang tereduksi seperti lonceng (b) ....................................................... 27
12 Koloni P. minei pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b) ........... 27
13 Ciri morfologi P. minei; pori majemuk bentuk tangkai (a), pori
majemuk tereduksi (b) ......................................................................... 28
14 Koloni T. vaporariorum pada daun buncis (a) dan kantung pupanya
(b) ......................................................................................................... 28
15 Ciri morfologi T. vaporariorum; papila submarginal (a), papila
subdorsal (b) ......................................................................................... 29
16 Koloni B. tabaci pada daun timun (a) dan kantung pupanya (b) ......... 29
17 Ciri morfologi B. tabaci yaitu seta pada ekor (a) dan abdomen
tereduksi (b) ......................................................................................... 30
18 Koloni A. spiniferus pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b) .... 30
19 Ciri morfologi A. spiniferus adanya 11 pasang duri submarginal
dengan panjang yang sama (a) ............................................................. 31
20 Koloni A. citriperdus pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b) ... 31
21 Ciri morfologi A. citriperdus adanya 16 pasang duri submarginal
panjang (a) dan pendek (b) ................................................................... 32
xi
No Halaman
22 Koloni A. cocois pada daun alpukat (a) dan kantung pupanya (b) ...... 32
23 Ciri morfologi A. cocois; lubang vasifrom menonjol (a) dan seta
diantara duri (b) .................................................................................... 33
24 Koloni P. myricae pada daun srikaya (a) dan kantung pupanya (b) .... 33
25 Ciri morfologi P. myricae adanya 14 pasang seta halus (a)
dan lubang vasiform (b) ....................................................................... 34
26 Kutukebul D. decempuncta pada daun nangka .................................... 34
27 Ciri morfologi D. decempuncta adanya pori disk besar (a) dan jarak
antar pori disk simetris (b) ................................................................... 35
28 Koloni O. mammaeferus pada daun puring ......................................... 35
29 Ciri morfologi O. mammaeferus adanya kelenjar bergigi (a) dan
celah trakea bentuk sisir (b) ................................................................. 36
30 Koloni Rusostigma sp.pada daun alpukat ............................................ 36
31 Ciri morfologi Rusostigma sp. adanya pori berpola (a) dan
invaginasi ujung trakea (b) ................................................................... 37
32 Grafik famili tanaman inang kutukebul pada tanaman hortikultura .... 38
33 Pori-pori majemuk ............................................................................... 43
34 Lubang vasiform dengan lingula yang memanjang melebihi
perbatasan lubang ................................................................................. 43
35 Tidak adanya pori majemuk (a) dan lubang vasiform dengan
lingula di dalamnya (b) ........................................................................ 44
36 Berbagai bentuk pori majemuk ............................................................ 44
37 Pori majemuk abdominal bentuk tangkai (a) dan pori yang tereduksi
(b) ......................................................................................................... 45
38 Lingula berbentuk oval (a) dan alur pori-pori padat tepat di bawah
lingula (b) ............................................................................................. 45
39 Lingula melebar (a) dan 2 pasang pori majemuk bentuk lonceng (b) . 46
40 Duri pada dorsum (a) dan tepian bergerigi halus (b) ........................... 46
41 Kutikula berwarna pucat ...................................................................... 47
42 Duri bagian dorsal memanjang jauh melebihi tepian (a) ..................... 47
43 Deretan 16 pasang duri yang berbeda panjang (a) ............................... 48
xii
No Halaman
44 Deretan 11 pasang duri yang panjangnya hampir sama ....................... 48
45 Empat belas pasang seta halus (a) dan lubang vasiform berbentuk
segitiga (b)............................................................................................ 49
46 Lima pasang pori disk besar (a) ........................................................... 49
47 Barisan kelenjar bergerigi (a) celah trakea bentuk sisir (b) ................. 50
48 Tidak terdapatnya seta di daerah kepala (a) ......................................... 50
49 Papila submarginal (a) dan papila subdorsal (b) .................................. 51
50 Pola pori-pori pada saluran trakea (a) invaginasi ujung saluran (b) .... 51
51 Ekor pada seta yang kuat (a) dan segmentasi abdomen ke 7 yang
tereduksi (b) ......................................................................................... 52
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) merupakan salah satu kelompok
serangga hama penting pada pada tanaman hortikultura. Klasifikasi kutukebul
termasuk kedalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, dan famili
Aleyrodidae. Secara umum famili Aleyrodidae terbagi ke dalam dua subfamili,
yaitu Aleurodicinae dan Aleyrodinae. Tubuh serangga dewasa kutukebul biasanya
ditutupi lilin putih dan apabila imago tersebut beterbangan akan terlihat seperti
“kebul” (dalam bahasa Jawa kebul berarti asap). Seluruh stadia kutukebul hidup
pada bagian bawah daun agar sekresi embun madu yang dikeluarkan jatuh dan
tidak mengotori tubuhnya. Cairan embun madu yang jatuh pada permukaan atas
daun akan merangsang tumbuhnya cendawan Capnodium sp., karena cairan
embun madu tersebut menyediakan substrat yang ideal bagi perkembangan
cendawan tersebut (Hoddle 2004). Embun jelaga yang timbul di bagian atas
permukaan daun akan mengganggu proses fotosintesis daun sehingga dapat
menurunkan produktivitas tanaman (Watson 2007).
Kutukebul tidak hanya dapat menyebabkan kerusakan secara langsung,
tetapi juga merusak secara tidak langsung. Kutukebul merusak secara langsung
dengan cara mengisap bahan makanan dan juga menyuntikkan racun ke dalam
jaringan tanaman yang dapat mengakibatkan tanaman menjadi kering, layu,
kerdil, bahkan hingga mati. (Botha et al. 2000). Kerusakan tidak langsungnya
adalah sebagai vektor beberapa virus penyebab penyakit pada tanaman, salah
satunya adalah menjadi vektor virus gemini yang dapat menyebabkan daun
tanaman menjadi kuning dan keriting (Byrne et al. 1990). Kerusakan yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh kutukebul sering lebih merugikan
dibandingkan dengan kerusakan yang disebabkan oleh hama kutukebul itu sendiri.
Sebagai contoh penularan virus gemini oleh kutukebul, dapat menyebabkan
kegagalan panen hampir 100% (Hidayat et al. 2008).
Keberadaan kutukebul di Indonesia pertama kali diketahui pada tahun 1920-
an. Menurut Dammerman (1929) melaporkan ada 5 spesies kutukebul yang
menjadi hama pada pertanaman penting di Indonesia. Pada tahun 1950-an
diketahui sebanyak 12 spesies kutukebul telah menjadi hama di Indonesia
2
(Kalshoven dan Vecht 1950). Hasil penelitian selanjutnya menyatakan ada 17
spesies kutukebul yang belum pernah dilaporkan sebelumnya terdapat di Bogor,
Jawa Barat (Bintoro 2008). Kutukebul memiliki ukuran yang relatif kecil dan
mempunyai kemiripan satu dengan yang lainnya sehingga sulit untuk dibedakan.
Oleh karena itu informasi mengenai identifikasi spesies berdasarkan karakter
morfologi sangat diperlukan agar pengendalian dapat dilakukan dengan tepat dan
memberikan landasan pengendalian hama terpadu pada tanaman hortikultura
(Hidayat et al. 2008). Informasi mengenai kutukebul yang menyerang tanaman
hortikultura masih terbatas, untuk itu penelitian tentang informasi dasar seperti
taksonomi dan biologi kutukebul yang menyerang tanaman hortikultura sangat
diperlukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman kutukebul
beserta tanaman inangnya pada tanaman hortikultura di wilayah Bogor dan
sekitarnya.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan
informasi tentang keanekaragaman spesies kutukebul beserta dengan tanaman
inangnya pada tanaman hortikultura di wilayah Bogor dan sekitarnya.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi
Sebagian besar taksonomi kutukebul adalah berdasarkan karakteristik nimfa
tahap ke empat yang dikenal sebagai puparium, namun informasi mengenai fase
kehidupan lainnya juga dapat membantu meski data yang tersedia masih sedikit
(Hodges and Evans 2005). Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) termasuk ke
dalam superfamili Aleyrodoidea yang masih dekat kekerabatannya dengan
Psylloidea (kutu loncat), Coccidea (kutu tempurung), dan Pseudococcidea (kutu
putih). Mound dan Halsey (1978) mencatat 1.156 spesies dalam 126 genus
kutukebul (Aleyrodidae) di katalog dunia. Martin dan Mound (2007) baru-baru ini
menerbitkan sebuah daftar dari kutukebul di dunia yang mencakup 1.556 spesies
dalam 161 genus dengan 3 subfamili yang masih ada sampai saat ini
(Aleurodicinae, Aleyrodinae dan Udamosellinae), serta satu fosil dari subfamili
Bernaeinae. Subfamili Aleurodicinae merupakan subfamili utama yang baru
menyebar di seluruh dunia belakangan ini, dengan cakupan 118 spesies dalam 18
genus. Subfamili Aleyrodinae di seluruh dunia mencakup 1.424 spesies dalam 148
genus. Pada subfamili Udamoselis meliputi 2 spesies di Amerika Selatan (Evans
2007).
Biologi
Seluruh siklus hidup kutukebul (Gambar 1) terjadi pada permukaan bagian
bawah daun. Seperti kutu loncat, imago kutukebul bersayap penuh dengan sistem
reproduksi secara seksual. Menurut Ludji (2011) keperidian imago kutukebul
Bemisia tabaci cenderung bereproduksi secara seksual dibandingkan secara
parthenogenesis. Telur diletakkan oleh imago di bawah permukaan daun, telur
menempel pada permukaan dengan bantuan struktur pedisel halus, dimana
kelembapan telur diperoleh dari jaringan daun melalui sistem kapilaritas.
Beberapa spesies kutukebul meletakkan telur berpediselnya ke dalam stomata
daun. Pada saat telur menetas, larva instar pertama (crawler) bergerak mencari
tempat yang cocok untuk penyerapan makanan. Selama siklus pradewasa hanya
larva instar pertama yang memiliki tungkai untuk mencari tempat yang sesuai,
4
nimfa instar selanjutnya tidak memiliki tungkai sehingga tidak dapat bergerak lagi
walaupun keadaan makanan di daerah feeding site kian memburuk. Nimfa
kutukebul mendapatkan makanan dengan cara mengambil cairan makanan dari
tanaman inang (Dreidstadt et al. 2001).
Sebagai penerbang yang aktif, imago betina akan mencari lokasi yang baik
untuk meletakkan telur yaitu pada daun muda yang memiliki ketersediaan nutrisi
yang tinggi. Imago betina yang belum kawin (2N) akan menghasilkan keturunan
jantan (1N) secara parthenogenesis hanya sesekali saja. Telur yang dibuahi oleh
imago jantan akan menjadi keturunan (2N) (Martin et al. 2000). Setiap imago
betina meletakkan sekitar 30 telur, dan sekitar 150-300 butir telur dapat dihasilkan
selama masa hidupnya. Pada banyak spesies, imago betina membuat semacam
lingkaran pada saat meletakkan telurnya, kadangkala ditutupi debu lilin atau
filamen lilin; ada yang membentuk pola spiral, meletakkan telurnya dan
menutupinya dengan lilin (contohnya pada Aleurodicus dispersus); ada pula
spesies kutukebul yang meletakkan telurnya secara acak pada bagian bawah daun
(contohnya pada Bemisia tabaci).
Gambar 1 Siklus hidup kutukebul (Gill 1990)
5
Sampai pada tahap instar akhir, siklus hidup kutukebul mirip serangga
famili Coccidae (kutu tempurung) lainnya. Akan tetapi pada stadia akhir,
layaknya larva pada sistem metamorfosis sempurna, kutukebul instar akhir ini
akan menghentikan aktifitas makannya dan membentuk semacam kantung sebagai
tempat pergantian proses pradewasa ke fase dewasa (Gambar 2). Oleh karena itu,
stadia ini biasanya disebut stadia “puparium”, meskipun secara teknis tidak tepat.
Sayap dari serangga imago akan tumbuh dan berkembanng di dalam puparium.
Setelah keluar dari puparium kutukebul akan menjadi imago dan kantung
puparium yang kosong akan tetap berada pada permukaan bagian bawah daun
dalam jangka waktu yang lama (tergantung dari keadaan lingkungan). Identifikasi
dari kutukebul dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan struktur dari
kantung pupa tersebut.
Gambar 2 Proses keluarnya imago kutukebul dari puparium (Gill 1990)
6
Ekologi
Stadia pradewasa kutukebul dapat ditemukan di bagian bawah daun, dengan
sekresi lilin transparan dikeluarkan dari bagian ventralnya. Beberapa spesies
bersifat spesifik pada inang tertentu tapi banyak dari spesies lainnya terbiasa
sebagai hama polifag (memiliki inang berbagai macam famili tanaman). Faktor
keadaan lingkungan seperti iklim dan curah hujan turut berperan langsung
maupun tidak langsung pada aspek kehidupan kutukebul. Di daerah yang beriklim
subtropis, seringkali kutukebul hanya menghasilkan satu generasi per tahun
dengan menjadi puparium pada saat musim dingin. Namun pada daerah yang
beriklim lebih hangat yaitu di daerah tropis kutukebul dapat menghasilkan sampai
15 generasi tiap tahunnya (Brown 1994) yang kurang lebih membutuhkan waktu
6-8 minggu per generasi.
Arti Penting Ekonomi
Banyak hal yang menjadikan kutukebul sebagai hama penting tanaman
pertanian, khususnya apabila kutukebul menyerang pada tanaman bernilai tinggi
seperti buah-buahan, tanaman hias, dan sayur-sayuran. Di daerah subtropis, T.
vaporariorum sudah menjadi masalah serius di berbagai tanaman rumah kaca dan
lapangan. B. tabaci, A. dispersus, dan A. dugesii juga dapat menyebabkan
kerusakan yang serius di berbagai varietas yang memiliki arti ekonomi tinggi.
Kutukebul bisa merusak tanaman dengan menyuntikkan saliva beracun pada
jaringan daun. Dalam 30 tahun terakhir, tinggkat kerusakan yang diakibatkan oleh
kutukebul meningkat drastis. Munculnya biotipe kutukebul baru sebagai akibat
dari penggunaan pestisida yang berlebihan menyebabkan biotipe ini menjadi tahan
akan pestisida komersial dan menjadikan hama ini sulit untuk dikendalikan. B.
tabaci biotipe B pada contohnya, biotipe ini menyebabkan gejala daun tomat
menjadi keriting dan keperakan serta kuning dan keriting pada tanaman cabai,
sekaligus juga dapat merusak buahnya. Di Indonesia, awal mula serangan virus
kuning yang ditularkan B. tabaci pada tahun 2003 berada di daerah Jawa Tengah,
setelah 5 tahun terakhir (2003-2007) perkembangan virus ini bertambah hingga 14
provinsi. Luas serangan awal pada tahun 2003 seluas 884 ha dan pada tahun 2007
meningkat tajam mencapai 3.015,05 ha, dengan serangan terluas terjadi di Jawa
7
Tengah 1.014,6 ha, Nangroe Aceh Darussalam 404 ha, dan Jawa Barat 307 ha
(Jakes 2012). Rahayu (2004) melaporkan, kejadian penyakit kuning yang
ditularkan oleh kutukebul pada tanaman cabai di Yogyakarta dan Magelang
mencapai 100%, hal yang sama terjadi pula di Sumatra (Sudiono et al. 2005).
Banyaknya infestasi kutukebul mengakibatkan kerusakan jaringan tanaman
dengan cara menghabiskan cairan tanaman dan nutrisinya.
Penyebaran Kutukebul
Meskipun kutukebul dikategorikan ke dalam penerbang yang aktif, menurut
Byrne and Bellows (1991), kutukebul disimpulkan ke dalam penerbang jarak
pendek. Hal ini berkebalikan dengan fakta bahwa kutukebul makin menyebar luas
keberadaanya di lapangan. Migrasi kutukebul jarak jauh diduga disebabkan oleh
manusia, banyak kasus menyebutkan terdapat telur atau nimfa serangga ini yang
terbawa pada tanaman yang akan diekspor ataupun diimpor ke negara tujuan. Ada
3 alasan utama mengapa keberadaan kutukebul terus meningkat yaitu
perkembangan dari biotipe yang sangat agresif, peningkatan transportasi antar
negara, dan peningkatan kemampuan dalam menularkan penyakit virus tanaman
(Watson 2007).
Identifikasi dari Kutukebul
Berbagai stadia pada kutukebul memiliki perkembangan struktur yang unik
di sekitar bagian analnya yaitu struktur lubang vasiform, lingula, dan operculum
yang tidak dimiliki oleh golongan serangga lainnya. Imago kutukebul dapat
ditemukan beterbangan dan hinggap pada tanaman yang bukan inangnya, dimana
struktur morfologinya sangat mirip dan tidak mudah untuk dibedakan. Oleh
karena itu dipilih stadia akhir kutukebul yang berupa “puparium” untuk tujuan
identifikasi. Para ilmuan telah banyak mempelajari tentang perbedaan karakter
morfologi dari identifikasi menggunakan stadia akhir berupa puparium, sedangkan
sedikit diketahui tentang perbedaan variasi imago kutukebul. Meskipun telah
diketahui perbedaan dan karakter morfologi khusus pada imago kutukebul, namun
hal ini belum banyak membantu dalam proses identifikasi kutukebul (Martin
1987).
8
Identifikasi kutukebul memerlukan spesimen berupa puparium. Morfologi
dari nimfa dan puparium kutukebul sangat bergantung pada lingkungannya.
Bentuk dan rupa dari puparium dapat berubah secara drastis tergantung dari
banyak sedikitnya bulu halus atau lapisan lilin pada permukaan daun. Panjang dari
puparia kutukebul berkisar antara 0.5-1.75 mm. Bentuk morfologi puparium
kutukebul sangat bervariasi tergantung pada tanaman inangnya, hal ini yang
menyebabkan banyaknya taksonomi yang sinonim pada beberapa spesies
kutukebul (contohnya genus Bemisia) (Rahayuwati 2009). Karakter taksonomi
yang paling banyak digunakan dalam proses identifikasi terdapat pada bagian
dorsal, hanya sedikit ditemukan pada bagian ventral. Secara umum, karakter
kutukebul yang menjadi ciri identifikasi (Gambar 3) di antaranya adalah
compound pores (pori majemuk) di bagian subdorsal dan bentuk lubang vasiform
di bagian posterior tubuhnya (Martin 1999).
Gambar 3 Morfologi umum dari kantung pupa kutu kebul (Martin 1987)
9
Struktur dari lubang vasiform (Gambar 3) terdiri dari lingula (Gambar 3)
yang memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi untuk masing-masing spesies.
Beberapa spesies kutukebul memiliki karakter yang khusus, seperti adanya
barisan duri, seta, atau bahkan rambut halus pada sekeliling tepian dari puparia,
adanya papilla atau tuberkel, keberadaan pori trakea (tracheal pore), struktur
warna dari kutikula puparia (Gambar 3) dan sebagainya.
Kutukebul di Indonesia
Kutukebul di Indonesia sudah ditemukan pada awal abad ke-19,
(Dammerman 1929) melaporkan adanya 5 spesies kutukebul yang menjadi hama
penting pada beberapa jenis tanaman Indonesia. Selanjutnya Kalshoven and Vecht
(1950) melaporkan 12 spesies kutukebul yang menjadi hama penting di Indonesia,
5 diantaranya yang telah dilaporakan oleh Dammerman. Penelitian mengenai
keanekaragaman kemudian dilanjutkan oleh Bintoro (2008) yang telah
melaporkan adanya 17 spesies kutukebul yang belum pernah dilaporkan
sebelumnya di Indonesia. Sumber publikasi yang dapat dimanfaatkan untuk
mempelajari keanekaragaman kutukebul di Indonesia ialah; buku karangan LGE
Kalshoven (1981) yang berjudul The Pests of Crops in Indonesia; jurnal ilmiah JH
Martin (1988) yang berjudul Whitefly of Northern Sulawesi, Including New
Species From Clove and Avocado (Homoptera: Aleyrodidae);jurnal ilmiah G A
Evans (2005) yang berjudul The Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of the World
and Their Host Plants and Natural Enemies; draft kompilasi G W Watson (2007)
yang berjudul Identification of Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae). APEC Re-
entry Workshop on Whiteflies and Mealybugs in Malaysia, 16th
to 26th
April 2007.
Keanekaragaman spesies kutukebul di Indonesia lebih lengkapnya dapat diamati
pada Tabel 1.
10
Tabel 1 Keanekaragaman kutukebul di Indonesia yang telah dipublikasikan
(Bintoro 2008)
Spesies Kutukebul Penulis
a
LGEK JHM GAE GWW
Aleurocanthus citripedus Quaintance & Baker √ √ √ √
Aleurocanthus cocois Corbett - √ - √
Aleurocanthus destructor Mackie - √ √ √
Aleurocanthus longispinus Quaintance & Baker - √ √ -
Aleurocanthus nigricans Corbett - √ √ -
Aleurocanthus pendleburyi Corbett - √ √ -
Aleurocanthus rugosa Singh - √ √ -
Aleurocanthus serratus Quaintance & Baker - - √ -
Aleurocanthus spiniferus Quaintance √ √ √ √
Aleurocanthus wolgumi Ashby - √ √ √
Aleuroclava neolitseae Takahashi - √ √ -
Aleuroclava nitidus Singh - √ √ -
Aleurocybotus setiferus Quaintance & Baker - √ - -
Aleurodicus antidesmae Corbett - √ √ -
Aleurodicus dispersus Rusell - - √ √
Aleurodicus holmesii Maskell - - √ -
Aleurodicus wallaceus Martin - √ √ -
Aleurolobus barodensis Maskell √ - √ -
Aleurolobus marlatti Quaintance - - √ √
Aleurolobus musae Corbett - √ - -
Aleuromarginatus sp. - √ √ -
Aleuroplatus dorsipallidus Martin - √ √ -
Aleuroplatus pectiniferus Quaintance & Baker - √ - -
Aleuroplatus sp. - √ √ -
Aleuroputeus perseae - √ √ -
Aleurothrixus antidesmae Takahashi - √ - -
Aleurotrachelus annonae Corbett - - √ -
Aleurotuberculatus neolitseae Takahashi - √ - √
Aleurotuberculatus nitidus Singh - √ - -
Aleurotuberculatus sp. - √ - -
Aleyrodes lacteal - - √ -
Aleyrodes sp. - - √ -
Asialeyrodes sp. - √ √ -
Bemisia afer Group. Priesner & Hosny - √ √ -
Bemisia pongomidae - √ - -
Bemisia tabaci Gennadius √ √ √ √
Crenidorsum celebes Martin - √ √ -
Dialerolonga sp. - √ √ -
11
Lanjutan Tabel 1 Keanekaragaman kutukebul di Indonesia yang telah dipublikasikan
(Bintoro 2008)
Spesies Kutukebul Penulis
a
LGEK JHM GAE GWW
Dialeurodes minahassai Quaintance & Baker - √ - -
Dialeurodes sp. √ √ - -
Dialeuropora decempuncta Quaintance & Baker - √ - √
Dialeuropora mangiferae Corbett - - √ -
Dialeuropora sp. - - √ -
Neomaskellia andropogonis Corbett √ - - -
Neomaskellia bergii Signoret - - √ -
Nipaleyrodes elongate - √ √ -
Orchamoplatus mammaeferus Quaintance & Baker - √ √ -
Parabemisia myricae Kuwana - - √ -
Rabdostigma minahassai Martin - √ √ -
Rhachispora capitalis - √ - -
Rusostigma radiirugosa Quaintance & Baker - - √ -
Rusostigma euginiae Maskell - √ - -
Siphoninus phillyreae Haliday - - - -
Taiwanaleyrodes indica Takahashi - √ - -
Trialeurodes rex Martin - √ √ -
Trialeurodes sp. √ - - -
Trialeurodes vaporariorum Westwood - - - √
Vasdavidius setiferus Quaintance & Baker - √ √ - a LGEK = LGE Kalshoven (1981) ; JHM = J H Martin (1985) ; GAE = Gregory A Evans (2005) ;
GWW = Gillian W Watson (2007).
12
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di berbagai macam lahan pertanian seperti sayuran,
pekarangan, kebun buah-buahan, dan pertamanan hias. Lokasi pengambilan
sampel terdapat di 12 kecamatan yang tersebar di Kota dan Kabupaten Bogor
yaitu: Kecamatan Dramaga, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Megamendung,
Kecamatan Kemang, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Cipanas, Kecamatan
Ciomas, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor
Selatan, dan Kecamatan Bogor Utara; serta satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Cianjur yaitu kecamatan Pacet. Identifikasi kutukebul dilakukan di
Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari
sampai dengan bulan Agustus tahun 2012.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kutukebul
berupa daun dari tanaman inang, alkohol 50 sampai dengan 100% yang berfungsi
untuk melarutkan lapisan lilin pada puparium kutukebul, larutan KOH 10% untuk
memudarkan warna kutukebul yang terlalu pekat (hitam), asam asetik glasial
untuk mempermudah proses pewarnaan, karbol xylene untuk melarutkan lemak
pada kantung pupa kutukebul, asam fuchsin untuk proses pewarnaan, minyak
cengkeh untuk mempermudah proses penataan di preparat mikroskop, serta
kanada balsam untuk media pembuatan preparat slide.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop stereo
Olympus®
SZ-ST, mikroskop cahaya Olympus®
model CX21FS1 yang
dihubungkan dengan kamera (DinoEye ocular lens camera) dan langsung
terhubung ke komputer, perangkat lunak Dinocapture, perangkat lunak GPS
(Global Positioning System) Compass and Altitude pada Smartphone Samsung®
Galaxy S, kamera digital Canon®
PowerShot A2200, kantung plastik transparan,
alat tulis, label, tabung reaksi, tisu, cawan sirakus, jarum, kuas, dan kaca objek
serta penutup preparat.
13
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Kutukebul di Lapangan
Lokasi pengambilan kutukebul beserta inangnya dilakukan di 18 desa atau
kelurahan: Desa Babakakan dan Cikarawang Kecamatan Dramaga; Desa
Sibanteng dan Kalong Kecamatan Leuwisadeng; Desa Sukagalih Kecamatan
Megamendung; Desa Cibeteung Kecamatan Kemang; Desa Tugu Selatan
Kecamatan Cisarua; Desa Ciloto Kecamatan Cipanas; Desa Sukaharja Kecamatan
Ciomas; Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat; Kelurahan Baranangsiang
dan Katulampa Kecamatan Bogor Timur; Kelurahan Pakuan, Bojongkerta, dan
Kertamaya Kecamatan Bogor Selatan; Kelurahan Cimahpar Kecamatan Bogor
Utara; serta Desa Sukaresmi dan Cipendawa Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur
(Gambar 4). Koordinat dan ketinggian tempat lokasi pengambilan sampel diukur
dengan menggunakan GPS.
Sampel diambil dengan mengumpulkan daun dari cabang tanaman bagian
bawah sebelah kiri dan kanan tajuk tanaman inang yang terdapat nimfa, pupa,
kantung pupa, dan imago kutukebul. Setiap sampel diambil secara acak dari tiap
petak tanaman inang dengan total 2 daun sampel per tanaman inang. Sampel
kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi label lokasi dan
tanggal pengambilan sampel. Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah
kutukebul (nimfa, pupa, kantung pupa, dan imago) yang terdapat pada masing-
masing sampel. Hasil perhitungan dicatat kemudian diolah lebih lanjut untuk
dapat menentukan kutukebul jenis apa yang paling banyak ditemukan pada suatu
inang di tiap lokasi pengambilan sampel. Sampel kemudian dibawa ke
laboratorium untuk dibuat menjadi preparat mikroskop.
14
Gambar 4 Peta lokasi pengambilan sampel di wilayah Bogor dan sekitarnya
Pembuatan Preparat Mikroskop Kutukebul
Pembuatan preparat mikroskop pada penelitian ini dilakukan dengan metode
preparat permanen untuk tujuan identifikasi dan penyimpanan dalam jangka
waktu yang lama. Spesimen yang umumnya digunakan dalam pembuatan preparat
mikroskop kutukebul adalah pupa atau kantung dari pupa tersebut yang telah
kosong. Pada dasarnya pembuatan preparat mikroskop kutukebul disesuaikan
dengan tipe pupa atau kantung pupa dari kutukebul itu sendiri. Pembuatan
preparat mikroskop kutukebul dilakukan dengan metode Watson (2007) dengan
sedikit modifikasi. Modifikasi tersebut dilakukan pada pupa atau kantung pupa
dari kutukebul yang berwarna gelap (pekat). Dengan melakukan perendaman
kantung pupa atau pupa kutukebul yang berwarna gelap tersebut terlebih dahulu
pada KOH 10% selama 10 menit sampai 3 hari hingga warnanya menjadi pudar
(kecoklatan). Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pengamatan karakter
morfologi yang dimiliki pada saat proses identifikasi.
Pembuatan preparat dari spesimen berupa pupa yang berisikan kutukebul
dimulai dengan memisahkan pupa tersebut dari permukaan daun. Pupa tersebut
Legenda :
Pertanian Sayuran
Pertanaman Buahan
Pertamanan Hias
Leuwisadeng
Megamendung
Ciomas
Rancamaya
Sukaresmi
15
diangkat dengan menggunakan jarum mikro di bawah mikroskop stereo.
Spesimen dimasukkan ke dalam cawan sirakus yang di dalamnya telah berisikan
alkohol 80%. Spesimen kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisikan
KOH 10% lalu dipanaskan pada suhu 80-100 oC selama 10 menit. Selanjutnya
spesimen dituangkan kedalam cawan sirakus, KOH 10% dibuang dan digantikan
dengan asam asetat glasial yang ditambah dengan alkohol absolut lalu diaduk
selama 3 menit. Dua tetes karbol xylene ditambahkan lalu dikocok sampai bersih.
Larutan tersebut kemudian dibuang dan digantikan dengan asam asetat glasial
yang dicampur dengan asam fuchsin dan direndam selama 10 menit sampai
dengan satu malam. Larutan dari spesimen kemudian dibuang dan digantikan
dengan minyak cengkeh, lalu didiamkan selama 10 menit sampai satu malam.
Spesimen kemudian dikeluarkan dari minyak cengkeh dan ditaruh di atas kaca
objek lalu ditambahkan minyak cengkeh untuk dilakukan penataan. Minyak
cengkeh kemudian diserap dengan menggunakan kertas tisu lalu spesimen
dibubuhi dengan kanada balsam secukupnya dan kemudian ditutup dengan kaca
penutup.
Pembuatan preparat spesimen berupa kantung pupa dimulai dari pemisahan
kantung pupa dari daun inang, kemudian dimasukkan ke dalam cawan sirakus
yang berisikan alkohol 95%. Alkohol kemudian dibuang dan digantikan dengan
asam asetat glasial, lalu didiamkan selama 10 menit, setelah itu spesimen dicuci
dengan menggunakan aquades. Selanjutnya spesimen direndam ke dalam karbol
xylene selama 1 menit lalu dicuci kembali dengan aquades. Spesimen selanjutnya
direndam ke dalam asam asetat glasial selama 10 menit, lalu ditambahkan asam
fuchsin dan didiamkan selama 10 menit sampai dengan satu malam. Setelah itu
spesimen dicuci dengan menggunakan alkohol bertahap dari 50 sampai dengan
100%. Spesimen kemudian siap untuk diletakan ke dalam kaca objek dengan cara
yang sama dengan spesimen berupa pupa.
Preparat mikroskop kutukebul yang telah selesai dibuat selanjutnya
dikeringkan di atas hotplate Fisher Scientific Slide Warmer dengan suhu 60 oC
selama 6-8 minggu hingga medium pada preparat tersebut benar-benar kering.
Proses identifikasi dapat dilakukan pada saat preparat sudah dikeringkan selama 1
minggu, setelah selesai diidentifikasi preparat tersebut diletakan kembali ke dalam
16
hotplate untuk dilanjutkan proses pengeringan mediumnya. Preparat mikroskop
kutukebul yang telah selesai dikeringkan dan diidentifikasi diberi label dan
kemudian disimpan ke dalam kotak preparat secara sistematis.
Identifikasi Kutukebul
Proses identifikasi kutukebul dilakukan berdasarkan pengamatan karakter
morfologi dari kantung pupa atau pupa kutukebul tersebut. Hal ini disebabkan
kantung pupa atau pupa dari kutukebul tersebut memiliki karakter yang spesifik
dari masing-masing spesies. Secara umum, karakter kutukebul yang menjadi ciri
identifikasi di antaranya adanya compound pores (pori majemuk) di bagian
subdorsal dan bentuk lubang vasiform di bagian posterior tubuhnya. Struktur dari
lubang vasiform terdiri dari lingula (struktur seperti lidah) yang memiliki ukuran
dan bentuk yang bervariasi untuk masing-masing spesies. Beberapa spesies
kutukebul memiliki karakter yang khusus, seperti adanya barisan duri, seta, atau
bahkan rambut halus pada sekeliling tepian dari puparia, adanya papilla atau
tuberkel, keberadaan pori trakea (tracheal pore), dsb. Identifikasi dilakukan
dengan menggunakan kunci identifikasi kutukebul Rusell (1964), Martin (1985,
1987), Dooley (2007), dan Dubey et al. (2009) dengan bantuan mikroskop
compound yang dihubungkan dengan camera DinoEye ocular Lens (Gambar 5),
serta bantuan program Dinocapture untuk mengambil gambar dari karakter
morfologi kutukebul tersebut.
Gambar 5 Mikroskop dengan lensa okuler yang langsung terhubung ke komputer
17
Pembuatan kunci identifikasi kutukebul yang ditemukan dibuat dari hasil
pengamatan karakter morfologi kutukebul, proses pertama adalah melakukan
pembuatan matriks atau tabel kesamaan morfologi hingga dapat diklasifikasi dan
dibedakan menurut karakter morfologinya. Kunci identifikasi dibuat dengan
metode gambar sederhana dan dikotomus berdasarkan karakter morfologi
kutukebul tersebut. Preparat slide kutukebul yang telah didapat disimpan di
Museum Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel
Secara umum lokasi pengambilan sampel kutukebul memiliki ketinggian
yang bervariasi (Tabel 2). Berdasarkan data ketinggian tempat lokasi pengambilan
sampel kutukebul dikelompokkan menjadi 3 kisaran ketinggian yaitu daerah
rendah dengan kisaran ketinggian 0-500 mdpl, daerah sedang dengan kisaran
ketinggian 501-1000 mdpl, dan daerah tinggi dengan ketinggian >1000 mdpl.
Selama waktu pengambilan sampel di bulan Februari hingga April 2012, cuaca
pada saat itu adalah musim penghujan, sehingga pengambilan sampel kutukebul
di lapangan mengalami kesulitan karena keberadaan kutukebul yang hilang
tersapu air hujan. Mulai bulan Mei hingga Juli 2012 cuaca di lokasi pengambilan
sampel sudah mulai mendukung karena memasuki musim kering atau kemarau,
sehingga keberadaan populasi kutukebul di lapangan meningkat.
Tabel 2 Lokasi pengambilan sampel kutukebul pada berbagai ketinggian dan
tempat
No Kecamatan Kelurahan / Desa Ketinggian ( mdpl )
1 Kemang Cibeteung 118
2 Dramaga Cikarawang 161
3 Bogor Barat Situ Gede 174
4 Leuwisadeng Sibangteng 190
5 Bogor Utara Cimahpar 205
6 Dramaga Babakan 207
7 Leuwisadeng Kalong 231
8 Ciomas Sukaharja 242
9 Bogor Timur Baranangsiang 318
10 Bogor Timur Katulampa 336
11 Bogor Selatan Pakuan 340
12 Bogor Selatan Bojongkerta 423
13 Bogor Selatan Kertamaya 432
14 Megamendung Sukagalih 700
15 Pacet Sukaresmi 825
16 Cisarua Tugu Selatan 919
17 Pacet Cipendawa 1.227
18 Cipanas Ciloto 1.278
19
Dari 18 lokasi pengambilan sampel kutukebul di wilayah Bogor dan
sekitarnya terdapat 13 lokasi berada di daerah rendah, 3 lokasi berada di daerah
sedang dan 2 lokasi berada di daerah tinggi.
Hasil Pengambilan Sampel Kutukebul
Berdasarkan hasil pengambilan sampel yang dilakukan di wilayah Bogor
dan sekitarnya, jumlah kutukebul yang diperoleh dari tanaman pertanian sebanyak
12 spesies. Sebanyak 4 spesies kutukebul relatif sering ditemukan dan sering
menjadi penyebab masalah di pertanaman diantaranya adalah A. dispersus, A.
dugesii, B. tabaci, dan T. vaporariorum. Keempat spesies tersebut bersifat polifag
dengan kisaran tanaman inang yang cukup luas. Kutukebul A. dispersus dan A.
dugesii merusak tanaman secara langsung (pengisapan cairan dan nutrisi
tanaman), kedua spesies ini sering ditemukan dalam massa populasi yang tinggi,
sehingga menyebabkan daun pada tanaman inang menjadi kering dan layu bahkan
sampai rontok atau mati. Spesies lainnya yang juga ditemukan adalah A.
spiniferus, A. citriperdus, A. cocois, P. minei, D. decempuncta, P. myricae, O.
mammaeferus, dan Rusostigma sp. Kesembilan spesies tersebut banyak ditemukan
pada tanaman karena bersifat polifag, namun O. mammaeferus hanya ditemukan
pada tanaman hias puring (Codiaeum variegatum) dari famili Euphorbiaceae.
Daun tanaman inang yang telah dikumpulkan pada saat pengambilan sampel
kemudian dihitung jumlah kutukebulnya (Tabel 3), pada satu permukaan bagian
bawah daun dihitung jumlah nimfa, pupa, kantung pupa, dan imago kutukebul
yang ada.
20
Tabel 3 Hasil perhitungan kutukebul pada beberapa tanaman hortikultura
Kecamatan Ketinggian
(mdpl)
Tanaman Inang Populasi Kutukebul
Dramaga 161 - 207 Mengkudu / Rubiaceae
(Merinda citrifolia)
113 (A. dispersus)
Jambu Biji / Myrtaceae
(Psidium guajava)
73 (A. dispersus)
Jeruk Bali / Rutaceae
(Citrus maxima)
67 (A.spiniferus)
Kastuba / Euphorbiaceae
(Euphorbia pulcherrima)
41 (A. dispersus)
Kamboja / Apocynaceae
(Plumeria sp.)
37 (A. dugesii)
Kelapa / Arecaceae
(Cocois nucifera)
35 (A. destructor)
Puring / Euphorbiaceae
(Codiaeum verigatum)
13 (O.mammaeferus)
Leuwisadeng 190-231 Jambu air / Myrtaceae
(Eugenia aquacea)
67 (A. dispersus)
Alpukat / Lauraceae
(Persea americana)
55 (A. citriperdus)
38 (A. cocois)
31 (A. dispersus)
15 (P.minei)
Mangga / Anacardiaceae
(Mangifera foetida)
36 (A. dispersus)
21 (D.decempuncta)
Sawo / Sapotaceae
(Manilkara zapota)
35 (A. dispersus)
Jeruk nipis / Rutaceae
(Citrus aurantifolia)
27 (A.spiniferus)
23 (A. dispersus)
13 (P.minei)
Manggis / Clusiaceae
(Garcinia mangostana)
7 (A. dispersus)
Durian / Bombacaceae
(Durio zibethinus)
3 (A. dispersus)
Bogor Barat 174 Timun / Cucurbitaceae
(Cucumis sativus)
57 (B. tabaci)
Terong / Solanaceae
(Solanum melongena)
38 (B. tabaci)
Cabai rawit / Solanaceae
(Capsicum frutescens)
14 (B. tabaci)
Cabai merah / Solanaceae
(Capsicum annum)
11 (B. tabaci)
Megamendung 700 Pisang / Musaceae
(Musa paradisiaca)
21 (A. dugesii)
21
Lanjutan Tabel 3 Hasil perhitungan kutukebul pada beberapa tanaman hortikultura
Kecamatan Ketinggian
(mdpl)
Tanaman Inang Populasi Kutukebul
Bogor Selatan 340 - 432 Mangga / Anacardiaceae
(Mangifera foetida)
36 (Rusostigma sp.)
24 (A. dispersus)
Rambutan / Sapindaceae
(Nephelium lappaceum)
32 (A. dispersus)
8 (P. myricae)
Jambu air / Myrtaceae
(Eugenia aquacea)
27 (A. dispersus)
25 (Rusostigma sp.)
Jeruk limau / Rutaceae
(Citrus aurantifolia)
24 (A. spiniferus)
8 (P.minei)
Srikaya / Annonaceae
(Annona squamosa)
21 (A. dispersus)
11 (P. myricae)
Pepaya / Caricaceae
(Carica papaya)
22 (A. dispersus)
Kamboja / Apocynaceae
(Plumeria sp.)
28 (A.dugesii)
Kembang sepatu / Malvaceae
(Hibiscus rosa-sinensis)
17 (A.dugesii)
Bogor Timur 318 - 336 Rambutan / Sapindaceae
(Nephelium lappaceum)
33 (A. dispersus)
Nangka / Moraceae
(Artocarpus heterophyllus)
3 (D. decempuncta)
Bogor Utara 205 Timun / Cucurbitaceae
(Cucumis sativus)
41 (B. tabaci)
Cabai rawit / Solanaceae
(Capsicum frutescens)
20 (A. dispersus)
Kemang 118 Rambutan / Sapindaceae
(Nephelium lappaceum)
26 (A. dispersus)
Manggis / Clusiaceae
(Garcinia mangostana)
7 (A. dispersus)
Durian / Bombacaceae
(Durio zibethinus)
3 (A. dispersus)
Ciomas 242 Cabai rawit / Solanaceae
(Capsicum frutescens)
13 (A. dispersus)
Cisarua 919 Buncis / Fabaceae
(Phaseolus vulgaris)
97 (A. dugesii)
Tomat / Solanaceae
(Solanum lycopersicum)
21 (T. vaporariorum)
Oyong / Cucurbitaceae
(Luffa acutangula)
45 (A. dugesii)
Pariya / Cucurbitaceae
(Momordica charantia)
38 (A. dugesii)
22
1299
222
458
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Rendah
(0-500 mdpl)
Sedang
(501-1000 mdpl)
Tinggi
(>1000 mdpl)
Ju
mla
h k
utu
keb
ul
Ketinggian lokasi
Lanjutan Tabel 3 Hasil perhitungan kutukebul pada beberapa tanaman hortikultura
Kecamatan Ketinggian
(mdpl)
Tanaman Inang Populasi Kutukebul
Cipanas 1278 Buncis / Fabaceae
(Phaseolus vulgaris)
99 (T. vaporariorum)
Tomat / Solanaceae
(Solanum lycopersicum)
24 (T. vaporariorum)
Cabai rawit / Solanaceae
(Capsicum frutescens)
13 (T. vaporariorum)
Kedelai / Fabaceae
(Glycine max)
48 (A. dugesii)
Pacet 1227 Buncis / Fabaceae
(Phaseolus vulgaris)
102 (T. vaporariorum)
Tomat / Solanaceae
(Solanum lycopersicum)
26 (T. vaporariorum)
Kentang / Solanaceae
(Solanum tuberosum)
23 (T. vaporariorum)
Kecipir / Fabaceae
(Psophocarpus
tetragonolobus)
102 (A. dugesii)
Mawar / Rosaceae
(Rosa sp.)
13 (A. spiniferus)
8 (D.decempuncta)
Berdasarkan data hasil pengambilan sampel, diperoleh jumlah
keanekaragaman kutukebul (Gambar 6) lebih banyak ditemukan pada daerah
rendah (0-500 m dpl). Hal ini dikarenakan keanekaragaman tanaman inang lebih
banyak dijumpai pada daerah rendah dimana hampir semua jenis tanaman
hortikultura terdapat di ketinggian tersebut, seperti tanaman sayur dataran rendah,
Gambar 6 Jumlah keanekaragaman kutukebul pada berbagai ketinggian
23
36 (3)
35 (1)
657 (20)
433 (9)
38 (1)
131 (4)
55 (1)
19 (2)
32 (3)
13 (1)
305 (7)
61 (2)
161 (4)
0 200 400 600 800
P. minei
A. destructor
A. dispersus
A. dugesii
A. cocois
A. spiniferus
A. citriperdus
P. myricae
D. decempuncta
O. mammaeferus
T. vaporariorum
Rusostigma sp.
B. tabaci
Jumlah individu kutukebul
Sp
esie
s k
utu
keb
ul
buah tropika, dan tanaman hias pekarangan. Sedangkan untuk daerah sedang
(501-1000 mdpl) hanya ditemukan beberapa tanaman buah dan sayur. Sedangkan
untuk daerah tinggi (>1000 mdpl) kebanyakan ditemukan pada tanaman sayur
dataran tinggi serta beberapa tanaman hias.
Makin luasnya kisaran inang dari satu kutukebul makin banyak pula
keberadaan kutukebul tersebut di lapangan. Diketahui A. dispersus ditemukan
paling banyak keberadaanya. Menurut Murgianto (2010) spesies ini menyerang
hingga 111 tanaman inang dari 53 famili yang berbeda, selanjutnya diikuti dengan
A. dugesii yang mana kutukebul ini pertama kali ditemukan pada tahun 2008 dan
sampai saat ini masih banyak dijumpai di lapangan, selanjutnya T. vaporariorum,
dan B. tabaci yang mana meskipun kedua spesies tersebut tidak begitu banyak
jumlah individunya akan tetapi memiliki hasil kerusakan secara tidak langsung
yang lebih besar dibandingkan dengan kerusakan secara langsungnya, dimana
kedua kutukebul tersebut dapat menularkan berbagai macam virus penyebab
penyakit pada tanaman (Gambar 7).
Gambar 7 Jumlah individu kutukebul yang ditemukan pada setiap daun tanaman
inang. Angka dalam tanda kurung merupakan jumlah spesies tanaman
inang
24
Dari hasil jumlah penghitungan individu kutukebul, diperoleh bahwa
jumlah kutukebul yang paling banyak berada di wilayah Bogor dan sekitarnya
adalah A. dispersus dengan jumlah sebanyak 657 individu, A. dugesii sebanyak
433 individu, T. vaporariorum sebanyak 305 individu, B. tabaci sebanyak 161
individu, A. spiniferus sebanyak 131 individu, dan sisanya hanya berjumlah
kurang dari 100 individu. Hal ini menunjukkan bahwa makin luas kisaran inang
suatu spesies kutukebul maka makin banyak pula jumlah individu yang ditemukan
di lapangan.
Deskripsi Kutukebul
Subfamili Aleurodicinae
Aleurodicus dispersus Rusell. Kutukebul ini ditemukan menyerang 21
spesies tanaman dari 12 famili tanaman yang berbeda yaitu rambutan
(Sapindaceae), jambu biji (Myrtaceae), alpukat (Lauraceae), jambu air
(Myrtaceae), sirsak (Annonaceae), sawo (Sapotaceae), mangga (Anacardiaceae),
mengkudu (Rubiaceae), kestuba (Euphorbiaceae), cabai merah (Solanaceae),
durian (Bombaceae), manggis (Clusiaceae), nangka (Moraceae), cabai rawit
(Solanaceae), srikaya (Annonaceae), dan pepaya (Caricaceae). Bintoro (2008)
melaporkan ada 12 inang dari 10 famili tanaman yang menjadi inang kutu kebul
ini. Mugianto (2010) menemukan bahwa kutukebul ini menyerang 111 spesies
dari 53 famili tanaman. Oleh karena itu hampir disetiap lokasi pengambilan
sampel dapat ditemukan tanaman inang yang terserang kutukebul ini. Kutukebul
ini ditemukan di daerah berketinggian rendah (100-400 mdpl) yaitu pada
Kecamatan Dramaga, Kemang, Leuwisadeng, Ciomas, Bogor Utara, Bogor
Timur, dan Bogor Selatan. Serangga ini membentuk struktur lilin yang khas
dalam berkoloni (jalur spiral) (Gambar 8), oleh karena itu serangga ini sering
dinamai sebagai spiraling whitely.
25
Gambar 8 Koloni A. dispersus pada daun mengkudu (a) dan daun pisang (b)
Ciri morfologi serangga ini yaitu; tepian yang halus, hanya terdapat 4 pori
majemuk abdominal, lingula berbentuk oval (Gambar 9a); adanya alur pori-pori
padat yang menyebar luas tepat persis di bawah lingula (Gambar 9b).
Gambar 9 Ciri morfologi A. dispersus; 4 pasang pori majemuk (a), lingula oval
(b), dan alur pori-pori padat (c)
Aleurodicus dugesii Cockerell. Kutukebul ini ditemukan menyerang 9
spesies tanaman dari 6 famili tanaman yang berbeda yaitu kamboja
(Apoccynaceae), kembang sepatu (Malvaceae), pisang (Musaceae), buncis
(Fabaceae), oyong (Cucurbitaceae), kecipir (Fabaceae), dan kedelai (Fabaceae).
Bintoro (2008) menemukan terdapat 9 tanaman inang dalam7 famili tanaman
yang menjadi inang kutukebul ini. Menurut Murgianto (2010) kutu kebul ini
menyerang 47 tanaman inang dalam 27 famili tanaman yang berbeda. Kutukebul
0,3 mm
a
b
c
a b
26
ini ditemukan di daerah berketinggian rendah, sedang, dan tinggi dengan kisaran
ketinggian 200-1200 mdpl yaitu pada Kecamatan Dramaga, Megamendung,
Cisarua, Pacet, Cipanas, dan Bogor Selatan. Serangga ini sering dijumpai
berkoloni pada beberapa tanaman dengan dengan massa yang berlimpah, sehingga
menyebabkan daun tanaman inang menjadi layu dan kering (Gambar 10).
Kutukebul ini memproduksi lilin yang lebih banyak dari genus Aleurodicus
lainya. Lilin serangga ini memiliki bentuk yang menyerupai jenggot (Dreistadt et
al. 2001). Hanya lilin serangga ini yang dapat dibedakan karena lilin serangga
genus Aleurodicus lainnya berbentuk sama seperti untaian-untaian benang tipis.
Lilin tersebut berfungsi sebagai sistem pertahanan diri dari lingkungan yang buruk
seperti paparan insektisida ataupun untuk melindungi kutukebul dari predator
(Murgianto 2010).
Gambar 10 Koloni A. dugesii pada daun kecipir (a) dengan massa yang padat (b)
Ciri morfologi serangga ini yaitu; memiliki lingula cenderung melebar bulat
(Gambar 11a); terdapat 2 pasang pori majemuk di bagian posterior yang tereduksi
seperti bentuk lonceng (Gambar 11b).
a b
27
0,4 mm
a
b
Gambar 11 Ciri morfologi A. dugesii; lingula melebar bulat (a), pori majemuk
yang tereduksi seperti lonceng (b)
Paraleyrodes minei Iccarino. Kutukebul ini ditemukan menyerang 3
spesies tanaman dari 2 famili tanaman yang berbeda yaitu alpukat (Lauraceae),
jeruk nipis (Rutaceae), dan jeruk limau (Rutaceae). Kutukebul ini ditemukan pada
daerah berketinggian rendah (100-300 mdpl) yaitu pada Kecamatan Bogor
Selatan. Biasanya kutukebul ini ditemukan tersembunyi diantara koloni kutukebul
lainya seperti A. citriperdus atau A. dispersus. Kutukebul ini belum pernah
dilaporkan keberadaanya di Indonesia dan kini telah ditemukan pada beberapa
tanaman di wilayah Bogor dan sekitarnya.
Gambar 12 Koloni P. minei pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b)
a b
28
Ciri morfologi kutukebul ini yaitu; terdapat 5 sampai 6 pori majemuk
abdominal dengan bentuk tangkai (Gambar 13a); paling tidak ada 1 atau 2 pori
majemuk anterior yg tereduksi (Gambar 13b).
Gambar 13 Ciri morfologi P. minei; pori majemuk bentuk tangkai (a), pori
majemuk tereduksi (b)
Subfamili Aleyrodinae
Trialeurodes vaporariorum Westwood. Kutukebul ini ditemukan
menyerang 7 spesies tanaman dari 2 famili tanaman yang berbeda yaitu tomat
(Solanaceae), buncis (Fabaceae), kentang (Solanaceae), dan cabai rawit
(Solanaceae). Kutukebul ini ditemukan pada daerah berketinggian sedang hingga
tinggi (900-1200 mdpl) yaitu pada Kecamatan Cisarua, Cipanas, dan Pacet.
Serangga ini dan tidak banyak mengeluarkan lilin (tidak terlihat jelas secara
langsung).
Gambar 14 Koloni T. vaporariorum pada daun buncis (a) dan kantung pupanya
(b)
0,3 mm
a
b
a b
29
Ciri morfologi serangga ini yaitu; terdapat papilla di daerah sekeliling tepian
dengan bentuk yang hampir sama dengan diselingi beberapa yang besar dan kecil
(Gambar 15a); terlihat atau tidak barisan tunggal papilla besar maupun kecil di
daerah subdorsal (Gambar 15b).
Gambar 15 Ciri morfologi T. vaporariorum; papila submarginal (a), papila
subdorsal (b)
Bemisia tabaci Gennadius. Kutukebul ini ditemukan menyerang 4 spesies
tanaman dari 2 famili tanaman yang berbeda yaitu timun (Cucurbitaceae), terong
(Solanaceae), cabai rawit (Solanaceae), cabai merah (Solanaceae). Kutukebul ini
memiliki inang seperti T. vaporariorum yaitu berupa tanaman sayur-sayuran, akan
tetapi pada umumnya kutukebul B. tabaci ditemukan di daerah berketinggian yang
lebih rendah. B. tabaci dan T. vaporariorum sudah sering dilaporkan menjadi
hama utama pada tanaman di rumah kaca (greenhouse whitefly). Kutukebul ini
ditemukan di Kecamatan Bogor Barat. Bintoro (2008) menemukan terdapat 14
spesies tanaman dari 9 famili tanaman yang berbeda. Imago kutukebul ini
meletakkan telur secara acak pada bagian bawah permukaan daun (Gambar 16).
Gambar 16 Koloni B. tabaci pada daun timun (a) dan kantung pupanya (b)
0,3 mm
a
b
a b
30
Ciri morfologi dari kutukebul ini yaitu terdapatnya seta pada ekor dengan
ukuran setidaknya sepanjang lubang vasiform (Gambar 17a) dan panjang dari
abdomen segmen ke 7 tereduksi secara medial (Gambar 17b).
Gambar 17 Ciri morfologi B. tabaci yaitu seta pada ekor (a) dan abdomen
tereduksi (b)
Aleurocanthus spiniferus Quintance. Kutukebul ini ditemukan menyerang
4 spesies tanaman dari 2 famili tanaman yang berbeda yaitu jeruk nipis
(Rutaceae), jeruk bali (Rutaceae), jeruk limau (Rutaceae), dan mawar (Rosaceae).
Kutukebul ini ditemukan pada daerah rendah hingga sedang (100-800 mdpl) yaitu
pada Kecamatan Leuwisadeng, Dramaga, Bogor Selatan, dan Pacet. Kutukebul ini
hidup berkoloni cukup padat pada suatu daun tanaman inang. Pada beberapa inang
tanaman kutukebul ini ditemukan berasosiasi dengan kutukebul spesies lain dalam
satu daun inang.
Gambar 18 Koloni A. spiniferus pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b)
b 7
6
5
4
3
2
1
0,2 mm
a
a b
31
Ciri morfologi serangga ini adalah terdapat hanya 11 deretan duri pada
daerah tepian dengan panjang yang hampir sama (Gambar 19a).
Gambar 19 Ciri morfologi A. spiniferus adanya 11 pasang duri submarginal
dengan panjang yang sama (a)
Aleurocanthus citriperdus Quintance & Baker. Kutukebul ini ditemukan
menyerang 1 spesies tanaman famili Lauraceae yaitu alpukat. Kutukebul ini
memiliki inang yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan A. spiniferus.
Kutukebul ini ditemukan pada daerah rendah (190 m dpl) yaitu di Kecamatan
Leuwisadeng. Kutukebul ini hidup berkoloni pada suatu permukaan bawah daun,
dan sering dijumpai hidup berasosiasi bersama kutukebul lain dalam satu tanaman
inang.
Gambar 20 Koloni A. citriperdus pada daun jeruk (a) dan kantung pupanya (b)
0,3 mm
a
a b
32
Ciri morfologi serangga ini yaitu adanya 16 deretan duri pada daerah tepian
dengan panjang yang berbeda (Gambar 21a).
Gambar 21 Ciri morfologi A. citriperdus adanya 16 pasang duri submarginal
panjang (a) dan pendek (b)
Aleurocanthus cocois Corbett. Kutukebul ini ditemukam menyerang 1 spesies
tanaman famili Lauraceae yaitu alpukat. Pada dasarnya inang utama kutukebul ini
adalah tanaman kelapa (Watson 2007). Kutukebul ini ditemukan pada daerah
rendah (190 m dpl) yaitu pada Kecamatan Leuwisadeng. Kutukebul ini hidup
berkoloni dengan jumlah yang tidak terlalu banyak, Kutukebul ini mudah untuk
dicirikan karena memiliki warna yang pucat jika dibandingkan dengan genus
Aleurocanthus lainya. Kutukebul ini juga ditemukan hidup berasosiasi dengan
kutukebul lainya pada suatu daun tanaman inang.
Gambar 22 Koloni A. cocois pada daun alpukat (a) dan kantung pupanya (b)
0,3 mm
a
b
a b
33
Ciri morfologi serangga ini yaitu memiliki; puparium berbentuk oval
dengan kutikula berwarna pucat, tepian bergerigi, lubang vasiform agak menonjol
(Gambar 23a); terdapat seta-seta diantara barisan duri di sekeliling tepian
(Gambar 23b).
Gambar 23 Ciri morfologi A. cocois; lubang vasifrom menonjol (a) dan seta
diantara duri (b)
Parabemisia myricae Kuwana. Kutukebul ini ditemukan menyerang 2
spesies tanaman dari 2 famili tanaman yang berbeda yaitu rambutan
(Sapindaceae) dan srikaya (Annonaceae). Kutukebul ini ditemukan pada daerah
rendah (340 mdpl) yaitu di Kecamatan Bogor Selatan. Jumlah dari individu
kutukebul ini tidak bisa dipastikan karena morfologi pupa atau kantung pupa dari
kutukebul ini sangat sulit untuk bisa dibedakan pada saat proses penghitungan,
setelah diidentifikasi lebih lanjut barulah bisa dipastikan jumlahnya dalam
pembuatan preparat mikroskop.
Gambar 24 Koloni P. myricae pada daun srikaya (a) dan kantung pupanya (b)
a
0,3 mm
b
a b
34
Ciri morfologi dari serangga ini yaitu; adanya seta halus disekeliling tepian
dengan normalnya berjumlah 14 pasang (Gambar 25a); Lubang vasiform
berbentuk segitiga dengan sisi yang hampir lurus atau cekung (Gambar 25b).
Gambar 25 Ciri morfologi P. myricae adanya 14 pasang seta halus (a) dan lubang
vasiform (b)
Dialeuropora decempuncta Quintance. Kutukebul ini ditemukan
menyerang 3 spesies tanaman dari 3 famili tanaman yang berbeda yaitu mangga
(Anacardiaceae), nangka (Moraceae), dan mawar (Rosaceae). Serangga ini
ditemukan di daerah rendah hingga sedang (100-800 mdpl). Keberadaan
kutukebul ini ditemukan tidak memiliki koloni dimana hanya terdapat satu
kutukebul pada setiap daun tanaman yang terserang.
Gambar 26 Kutukebul D. decempuncta pada daun nangka
0,3 mm
a
b
35
Ciri morfologi serangga ini yaitu adanya 5 pasang pori disk besar (Gambar
27a) dengan jarak yang sejajar simetris dari masing-masing trakea subdorsal
dibagian toraks (Gambar 27b).
Gambar 27 Ciri morfologi D. decempuncta adanya pori disk besar (a) dan jarak
antar pori disk simetris (b)
Orchamoplathus mammaeferus Quintance & Baker. Kutukebul ini
ditemukan menyerang hanya satu spesies tanaman yaitu puring (Codiaeum
verigatum) dari famili Euphorbiaceae. Kutukebul ini ditemukan di daerah rendah
(200 mdpl) yaitu di Kecamatan Dramaga. Kutukebul ini dapat ditemukan diatas
permukaan daun puring.
Gambar 28 Koloni O. mammaeferus pada daun puring
0,4 mm
a
b
36
Ciri morfologi serangga ini yaitu; adanya barisan kelenjar bergerigi yang
memanjang melebihi tepian (Gambar 29a); adanya celah trakea toraks dan ekor
berbentuk sisir (Gambar 29b).
Gambar 29 Ciri morfologi O. mammaeferus adanya kelenjar bergigi (a) dan celah
trakea bentuk sisir (b)
Rusostigma sp. Quintance & Baker. Kutukebul ini ditemukan menyerang
2 spesies tanaman dari 2 famili yang berbeda yaitu mangga (Anacardiaceae) dan
jambu air (Myrtaceae). Serangga ini ditemukan pada daerah rendah (340 mdpl)
yaitu di Kecamatan Bogor Selatan. Kutukebul ini ditemukan hidup soliter atau
berkelompk dan tersebar banyak di seluruh permukaan bagian bawah daun.
Gambar 30 Koloni Rusostigma sp.pada daun alpukat
0,3 mm a
b
37
Ciri morfologi serangga ini yaitu adanya saluran trakea pada bagian toraks
dan kaudal terdiferensiasi menjadi pola pori-pori (Gambar 31a); pada bagian
kaudal saluran trakea mengalami invaginasi di bagian ujungnya (Gambar 31b).
Gambar 31 Ciri morfologi Rusostigma sp. adanya pori berpola (a) dan invaginasi
ujung trakea (b)
Kisaran Inang
Kisaran inang dari 12 kutukebul yang ditemukan di wilayah Bogor dan
sekitarnya sangat bervariasi yaitu pada 32 spesies tanaman inang dari 20 famili
tanaman yang berbeda. Pertanaman sayuran banyak ditemukan pada daerah
berketinggian rendah hingga tinggi (0 sampai dengan >1000 mdpl). Pertanaman
buah-buahan lebih banyak ditemukan pada daerah berketinggian rendah (0 sampai
dengan 500 mdpl). Tanaman hias yang ditemukan selama penelitian berada pada
daerah berketinggian sedang hingga tinggi (501 sampai dengan >1000 mdpl).
Kutukebul yang ditemukan digolongkan kedalam hama polifag (memiliki
inang pada berbagai famili tanaman yang berbeda). Meskipun pada beberapa
spesies hanya ditemukan pada satu famili tanaman saja, hal ini bukan berarti
spesies tersebut tergolong ke dalam hama monofag (memiliki inang hanya pada
satu spesies tanaman saja), dikarenakan pada penelitian lain kutukebul tersebut
ditemukan pada tanaman lainnya.
Famili tanaman hortikultura yang paling banyak diserang oleh kutukebul
adalah famili Solanaceae yaitu sebanyak 10 spesies tanaman inang (Gambar 32).
0,5 mm a
b
38
Hal ini dikarenakan banyak tanaman sayuran dari famili Solanaceae terserang
oleh kutukebul. B. tabaci dan T. vaporariorum merupakan spesies kutukebul yang
inangnya banyak menyerang famili Solanaceae.
Gambar 32 Grafik famili tanaman inang kutukebul pada tanaman hortikultura
1 2
1
3 3
1 2
1 2 2
5
10
1
3
1 1 1 1
4
2
0
2
4
6
8
10
12
Ju
mla
h t
an
am
an
Famili Tanaman Inang
39
Kunci Identifikasi
Kunci Sederhana
Famili
Aleyrodidae
b
a b
a
Tidak adanya pori majemuk abdominal
(a) dan pori majemuk kepala (b) Pori majemuk abdominal (a) dan
pori majemuk kepala (b)
a
b
Lubang vasiform (a) dan lingula
menjulur keluar (b)
Lubang vasiform (a) dan lingula di
dalam lubang (b)
a b
Cakar pada ujung tungkai (a)
a
Subfamili
Aleurodicinae
Tak ada cakar pada ujung tungkai (a)
a
Subfamili
Aleyrodinae
40
4 pasang pori majemuk
abdominal (a)
a
a Alur pori-pori padat tepat di
bawah lingula (a)
A. dispersus
4 pasang pori majemuk
bentuk kerucut panjang (b)
b
2 pasang pori majemuk kaudal
tereduksi seperti lonceng (b)
b
A. dugesii
0,3 mm 0,3 mm 0,3 mm
c
1-2 pasang pori
majemuk tereduksi (c)
Pori majemuk abdominal
normal (c)
c
P. minei
Subfamili
Aleurodicinae
Pori majemuk bentuk kerucut Pori majemuk bentuk tangkai
41
42
43
Kunci Dikotomus
1. Pada puparia terdapat pori-pori majemuk (Gambar 33a) atau tidak; Setiap
tungkainya dilengkapi dengan cakar (Gambar 33b). Lingula sangat panjang,
biasanya sampai melewati lubang vasiform (Gambar 34) dan dengan 2 pasang seta
diujungnya ………......……………………………………...……..Aleurodicinae (2)
Gambar 33 Pori-pori majemuk (a) dan cakar pada tungkai (b)
Gambar 34 Lubang vasiform dengan lingula yang memanjang melebihi perbatasan lubang
a
b
Lingula
Lubang vasiform
44
1’. Puparia tanpa adanya pori majemuk (Gambar 35a), tungkai tanpa adanya cakar.
Lingula biasanya tidak panjang, tidak sampai melewati perbatasan lubang vasiform
(Gambar 35b) dan hanya terdapat 1 pasang seta di ujungnya.............Aleyrodinae (5)
Gambar 35 Tidak adanya pori majemuk (a) dan lubang vasiform dengan lingula di
dalamnya (b)
2(1). Pori majemuk tidak nampak; lingula pendek dan terdapat di dalam lubang
vasiform.....................……………………………………………………....Dialeurodicus
2’. Pori majemuk tampak (Gambar 36)……………………...…………………...……..3
Paraleyrodes Aleurodicus
Bentuk tangkai
Bentuk kerucut
Gambar 36 Berbagai bentuk pori majemuk
a
b
45
3(2). Terdapat 5 sampai 6 pori majemuk abdominal dengan bentuk tangkai (Gambar
37a); paling tidak ada 1 atau 2 pori majemuk anterior yg tereduksi (Gambar
37b)............…………..……………………………Paraleyrodes minei (Iaccarino)
Gambar 37 Pori majemuk abdominal bentuk tangkai (a) dan pori yang tereduksi (b)
3’. Tidak adanya pori majemuk abdominal bagian anterior yang tereduksi...........….....4
4(3). Tepian puparium halus, hanya terdapat 4 pori majemuk abdominal, lingula
berbentuk oval (Gambar 38a); adanya alur pori-pori padat yang menyebar luas tepat
persis di bawah lingula (Gambar 38b)…....………...Aleurodicus dispersus (Russell)
Gambar 38 Lingula berbentuk oval (a) dan alur pori-pori padat tepat di bawah lingula (b)
a
b
a
b
46
4’. Lingula cenderung melebar bulat (Gambar 39a); 2 pasang pori majemuk di bagian
posterior tereduksi seperti bentuk lonceng (Gambar 39b)............................................
....................................................................................Aleurodicus dugesii (Cockerell)
Gambar 39 Lingula melebar (a) dan 2 pasang pori majemuk bentuk lonceng (b)
5(1). Terdapat duri atau sifon seperti tabung pada dorsum (Gambar 40a); Tepian
bergerigi halus (Gambar 40b).….…………. .....…………...…………....……...…..6
Gambar 40 Duri pada dorsum (a) dan tepian bergerigi halus (b)
5’. Duri atau sifon tidak tampak………….…...…………..……………………………8
a
b
b
b
b
a
b
47
6(5). Puparia berbentuk oval, dengan kutikula berwarna pucat; tepian bergerigi; lubang
vasiform agak menonjol (Gambar 41a); terdapat seta-seta diantara barisan duri
disekeliling tepian (Gambar 41b)....…………………Aleurocanthus cocois (Corbett)
Gambar 41 Kutikula berwarna pucat (a) dan seta-seta diantara duri tepian (b)
6’. Kutikula puparia berwarna coklat sampai hitam; dengan duri di bagian dorsal
memanjang jauh melebihi tepian (Gambar 42a)....…...…......……………..………..7
Gambar 42 Duri bagian dorsal memanjang jauh melebihi tepian (a)
a
b
a
48
7(6). Terdapat 16 deretan duri pada daerah tepian dengan panjang yang berbeda (Gambar
43)……...………………...……….Aleurocanthus citriperdus (Quaintance & Baker)
Gambar 43 Deretan 16 pasang duri yang berbeda panjang (a)
7’. Terdapat hanya 11 deretan duri pada daerah tepian dengan panjang yang hampir
sama (Gambar 44).…………………………..Aleurocanthus spiniferus (Quaintance)
Gambar 44 Deretan 11 pasang duri yang panjangnya hampir sama
a
49
8(5). Terdapat seta halus disekeliling tepian dengan normalnya berjumlah 14 pasang
(Gambar 45a); Lubang vasiform berbentuk segitiga dengan sisi yang hampir lurus
atau cekung (Gmbar 45b)…..……..……......………Parabemisia myricae (Kuwana)
Gambar 45 Empat belas pasang seta halus (a) dan lubang vasiform berbentuk segitiga (b)
8’. Terdapat 5 pasang pori disk besar dengan jarak yang sejajar simetris dari masing-
masing trakea subdorsal dibagian toraks (Gambar 46).................................................
......................................................Dialeuropora decempuncta (Quaintance & Baker)
Gambar 46 Lima pasang pori disk besar (a)
a b
a
50
9. Terdapat barisan kelenjar dan papila disekeliling tepian..……...…….……………10
9’. Tidak adanya barisan kelenjar dan papilla disekeliling tepian……………….…….11
10(9). Adanya barisan kelenjar bergerigi yang memanjang melebihi tepian (Gambar 47a);
adanya celah trakea toraks dan ekor berbentuk sisir (Gambar 47b); tidak adanya seta
di daerah kepala (Gambar 48a).....................................................................................
................................................Orchamoplathus mammaeferus (Quaintance & Baker)
Gambar 47 Barisan kelenjar bergerigi (a) celah trakea bentuk sisir (b)
Gambar 48 Tidak terdapatnya seta di daerah kepala (a)
a
b
a
51
10’. Terdapat papilla di daerah sekeliling tepian dengan bentuk yang hampir sama
dengan diselingi beberapa yang besar serta berderet secara tidak teratur (Gambar
49a); terlihat atau tidak barisan tunggal papilla besar maupun kecil di daerah
subdorsal (Gambar 49b)….........…………..Trialeurodes vaporariorum (Westwood)
Gambar 49a Papila submarginal (a) dan papila subdorsal (b)
11(9’). Saluran trakea pada bagian toraks dan kaudal terdiferensiasi menjadi pola pori-
pori (Gambar 50a); pada bagian kaudal saluran trakea mengalami invaginasi di
bagian ujungnya (Gambar 50b).……......…Rusostigma sp. (Quaintance & Baker)
Gambar 50 Pola pori-pori pada saluran trakea (a) invaginasi ujung saluran (b)
a
b
a
b
52
11’. Saluran trakea pada bagian toraks dan caudal tidak terdiferensiasi..…………….(12)
12(11’). Seta pada ekor kuat dengan ukuran setidaknya sepanjang lubang vasiform (Gambar
51a); panjang dari abdomen segmen ke 7 tereduksi secara medial (Gambar
51b)..................................................................................Bemisia tabaci (Gennadius)
Gambar 51 Ekor pada seta yang kuat (a) dan segmentasi abdomen ke 7 yang tereduksi
(b)
53
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kutukebul yang ditemukan pada tanaman hortikultura di Bogor dan
sekitarnya berjumlah 12 spesies yang menyerang 32 spesies tanaman inang.
Famili Solanaceae merupakan inang yang paling banyak diserang kutukebul.
Empat spesies kutukebul yang umum ditemukan dan menjadi hama penting pada
berbagai spesies tanaman yaitu A. dispersus dan A. dugesii yang banyak
ditemukan pada hampir seluruh tanaman hortikultura, T. vaporariorum yang
banyak ditemukan pada tanaman sayuran dataran tinggi, serta B. tabaci yang
banyak ditemukan pada tanaman sayuran dataran rendah. Keanekaragaman
spesies kutukebul lebih banyak ditemukan pada daerah dataran rendah
dibandingkan dengan dataran tinggi, hal ini disebabkan keanekaragaman tanaman
inang lebih banyak terdapat pada daerah dataran rendah.
Saran
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mempelajari cara pengendalian
kutukebul yang efektif pada tanaman hortikultura di Indonesia.
54
DAFTAR PUSTAKA
Bintoro D. 2008. Keanekaragaman kutukebul di wilayah Bogor [skripsi]. Bogor
(ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Brown JK. 1994. Current status of Bemisia tabaci as a plant pest and virus vector
in agro ecosystems word wide. FAO Plant Prot. Bull. 42: 3–32.
Byrne DN and TS Bellows. 1990. Whitefly biology. Annnual Review of
Entomology 36: 431–457.
Botha J, Hardie D, Power G. 2000. Spiraling Whitefly Aleurodicus disperses,
Exotic Threat to Western Australia. Fact Sheet no. 18/2000.
Dooley J. 2007. Key to the Commonly Intercepted Whitefly Pest [internet].
[diunduh 2012 Mar 15]. Tersedia pada: http://keys.lucidcentral.org
/keys/v3/whitefly/PDF_PwP%20ETC/Key%20to%20commonly%20interc
epted%20pests%20embedded%20images%20.pdf.
Dubey AK, Ko CC, David BV. 2009. The genus Lipaleyrodes Takahashi, a junior
synonym of Bemisia Quaintance and Baker (Hemiptera: Aleyrodidae): a
revision based on morphology. Zool Studi [internet]. [diunduh 2012 Mei
13]; 48(4):539-557. Tersedia pada: http://docsdrive.com/pdfs/ansinet/jbs
/2002/505-507.pdf.
Dammerman KW. 1929. The Agricultural Zoology of The Malay Archipelago:
The Animals Injurious and Beneficial to Agriculture, Horticulture, and
Forestry in the Malay Peninsula, The Dutch Eas Indies and The
Philippines. Amsterdam (NE): JH de Bussy Ltd.
Dreistadt SH, Clark JK, Flint ML. 2001. Integrated Pest Management for
Floriculture and Nurseries. Oakland: University California Agriculture
National Resources Publication: 3402.
Evans GA. 2007. The Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of the World and
Their Host Plants and Natural Enemies [internet]. [diunduh 2012 Okt 14].
Tersedia pada: http://keys.lucidcentral.org/keys/v3/whitefly/PDFPwP %20
ETC/world-whitefly-catalog-Evans.pdf
Gill RJ. 1990. Whiteflies: Their Bionomics, Pest Status and Control. UK:
Intercept Ltd.
Hidayat P, Aidawati N, Hidayat SH, Sartiami D. 2008. Tanaman indikator dan
teknik RAPD-PCR untuk penentuan biotipe Bemisia tabaci (Gennadius)
(Hemiptera: Aleyrodidae) [abstrak]. J HPT Trop [internet]. [diunduh 2012
mar 11]; 8(1):1-7. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/
123456789/7081.htm.
55
Hoddle MS. 2004. The biology and management of the silverleaf
whitefly, bemisia argentifolii Bellows and Perring (Homoptera:
Aleyrodidae) on greenhouse grown ornamentals. Biol Contr. [internet].
[diunduh 2012 Agu 24]; 13(3).123-220. Tersedia pada:
http://biocontrol.ucr.edu/bemisia.html.
Hodges Gregory S, Evans Gregory A. 2005. An identification guide to the
whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of the southeastern united states.
Florid Entomol. [internet]. [diunduh 2012 Apr 7]; 88 (4). Tersedia pada:
http://fcla.edu/FlaEnt/fe88p518.pdf.
Jakes. 2012. Pengendalian gemini virus dalam upaya peningkatan produksi cabai
[internet]. [diunduh 2012 Okt 14]. Tersedia pada: http://penyuluhthl.
wordpress.com/2012/05/16/pengendalian-gemini-virus-dalam-upaya-
peningkatan-produksi-cabai-2/
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru- van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Ludji R. 2011. Kajian reproduksi kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius)
(Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai merah dan tomat [tesis].
Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Martin JH. 1985. The whitefly of New Guinea (Homoptera: Aleyrodidae).
Bulletin of the British Museum (National History Museum) Entomology
[internet]. [diunduh 2012 Jul 9]; 50(3):303-351. Tersedia pada
http://biostor.org/reference/151.
Martin JH. 1987. An identification guide to common whitefly pest species of the
world (Homoptera: Aleyrodidae). Tropi Pest Manage. 33(4): 298-322.
Martin JH. 1999. The whitefly fauna of Australia (Sternorrhyncha: Aleyrodidae) a
taxonomic account and identification guide. CSIRO Entomologycal
Teechnical Paper 38. 197 hlm.
Martin, JH. and LA Mound. 2007. An annotated check list of the world's
whiteflies (Insecta: Hemiptera: Aleyrodidae). Zootaxa 1492: 1-84.
Mound, L. A. and S. H. Halsey. 1978. Whitefly of the World. A systematic
catalog of the Aleyrodidae (Homoptera) with host plant and natural enemy
data. British Museum (Natural History)/John Wiley & Sons, Chichester.
340 pp.
56
Murgianto F. 2010. Kisaran inang kutukebul Aleurodicus destructor Mackie,
Aleurodicus dispersusI Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell
(Hemiptera: Aleyrodidae) di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan
daerah lain di sekitarnya [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Rahayu STS. 2004. Understanding the flight activity for decision in making
management of Bemisia tabaci [tesis]. Yogyakarta (ID): Program
Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.
Rahayuwati S. 2009. Variasi morfologi puparium dan DNA penyandi gen
mitokondria sitokrom oksidase I Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera:
Aleyrodidae) [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Sudiono, Yasin N, Hidayat SH, Hidayat P. 2005. Penyebaran dan deteksi
molekuler virus gemini penyebab penyakit kuning pada tanaman cabai di
Sumatera. J HPT Trop (5) 2: 113-121.
Watson GW. 2007. Identification of Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae). APEC
Re-entry Workshop on Whiteflies and Mealybugs in Malaysia, 16th
to 26th
April 2007.
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1 Posisi geografis lokasi pengambilan kutukebul
Kecamatan Kelurahan / Desa Posisi geografis Ketinggian
( m dpl )
Dramaga Babakan 06o33,110 S; 106
o44,035 E 207
Cikarawang 06o33,096 S; 106
o44,324 E 161
Leuwisadeng Sibangteng 06o54,206 S; 106
o72,865 E 190
Kalong 06o55,942 S; 106
o57,425 E 231
Ciomas Sukaharja 06o60,250 S; 106
o74,381 E 242
Kemang Cibeteung 06o48,662 S; 106
o71,227 E 118
Megamendung Sukagalih 06o42,900 S; 106
o00,203 E 700
Cisarua Tugu Selatan 06o68,815 S; 106
o95,014 E 919
Cipanas Ciloto 06o71,355 S; 106
o00,344 E 1278
Bogor Barat Situ Gede 06o60,250 S; 106
o74,381 E 174
Bogor Utara Cimahpar 06o57,453 S; 106
o82,252 E 205
Bogor Timur Baranangsiang 06o62,788 S; 106
o83,006 E 318
Katulampa 06o52,419 S; 106
o44,700 E 336
Bogor Selatan Pakuan 06o38,880 S; 106
o49,247 E 340
Bojongkerta 06o66,560 S; 106
o83,449 E 423
Kertamaya 06o65,845 S; 106
o83,799 E 432
Pacet Sukaresmi 06o57,453 S; 107
o82,252 E 825
Cipendawa 06o75,276 S; 107
o03,475 E 1227
top related