Transcript
GAMBARAN TATALAKSANA ASUHAN GIZI BAGI PASIEN GIZI BURUK DI
RUANG PERAWATAN INSTALASI GIZI RSUD DEPATI HAMZAH PANGKAL
PINANG TAHUN 2010
Laporan Magang
Disusun Oleh:
CINTIA ANGGRAINI
106101003309
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
Magang, April 2008
Cintia Anggraini, NIM : 106101003309
GAMBARAN TATALAKSANA ASUHAN GIZI BAGI PASIEN GIZI BURUK DI
RUANG PERAWATAN INSTALASI GIZI RSUD DEPATI HAMZAH PANGKAL
PINANG
Xi + 117halaman, 16 tabel, 12 gambar
ABSTRAK
Kegiatan magang ini dilaksanakan di ruang perawatan Instalasi Gizi Rumah
Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang yang bertempat di jalan Soekarno
Hatta Pangkal Pinang. Waktu pelaksanaan magang ini dimulai dari 1 Februari sampai 2
Maret 2010 . Bertujuan untuk mendapatkan pengalaman kerja di Institusi tempat
magang dan mengetahui gambaran tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di
ruang perawatan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal
Pinang.
Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah ini merupakan rumah sakit rujukan
yang menangani masalah kasus gizi buruk, yang merupakan tempat perawatan dan
pemulihan anak gizi buruk yang terjadi di Provinsi Bangka Belitung.
Tatalaksana asuhan gizi pasien gizi buruk di ruang perawatan Instalasi Gizi
RSUD Depati Hamzah dilakukan oleh tim asuhan gizi yang terdiri dokter, ahli gizi,
perawat dan tenaga kesehatan lainnya, yang memberikan tindakan asuhan gizi dan
pemulihan kepada pasien gizi buruk di ruang asuhan gizi rawat inap yang kegiatannya
seperti pengkajian status gizi, penentuan kebutuhan gizi, penentuan macam diet,
konseling gizi dan pemantauan/evaluasi terhadap pasien gizi buruk dapat dilaksanakan
sesuai dengan sistematis yang berdasarkan rujukan dari Depkes RI.
Tindakan perawatan dan pengobatan pada pasien gizi buruk di ruang perawatan
Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang menerapkan
10 langkah tatalaksana pengobatan anak gizi buruk yang merupakan rujukan dari
Depkes RI. Kegiatan ini semuanya dilaksanakan sangat efektif di Instalasi Gizi
RSUDDH Pangkal Pinang. Saran untuk pemantauan yaitu meningkatkan pemantauan
asupan makanan, pola makan dan pemantauan berat badan anak, disarankan tersedianya
ruang perawatan khusus bagi pasien gizi buruk agar bisa memulihkan kondisi pasien
yang mengalami gizi buruk.
Daftar bacaan : 13 (1997-2009)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang memberikan nikmat yang
berlimpah bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang yang
berjudul Gambaran Tatalaksana Kegiatan Pelayanan Gizi Buruk Rawat Inap di
Instalasi Gizi RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang tahun 2010, tepat pada
waktunya. Sholawat beserta salam penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammmad
SAW, semoga kita semua mendapatkan syafaat dan pertolongannya nanti di Yaumil
qiyamah. Amiin.
Laporan magang ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan salah satu
mata kuliah disemester 8 yaitu mata kuliah magang yang dilakukan untuk mengetahui
kegiatan tatalaksana anak gizi buruk di RSUD Depati Hamzah dari input, proses da
outputnya. Harapannya hasil laporan magang ini dapat dijadikan masukan dalam
penatalaksanaan gizi buruk di Rumah Sakit yang lebih baik dan bermutu.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. (Hc) dr. M.K Tadjudin, Sp. And, Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bpk. Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan para dosen program studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, sebagai dosen pembimbing magang yang telah
banyak membantu penulis dari awal sampaiakhir penulisan laporan magang ini.
4. Orang tua saya tercinta khususnya ibunda tersayang Salwati dan ayahanda
Azwar yang telah memberikan motivasi dan bantuan moril maupun materil.
5. Direktur Utama RSUD Depati Hamzah yang telah mengizinkan penulis untuk
magang di RSUD Depati Hamzah.
6. Bpk. Warsono, SKM sebagai pembimbing lapangan di RSUDDH yang telah
banyak membantu penulis dari awal sampai akhir magang.
7. Rekan-rekan di RSUD Depati Hamzah Ibu Ratmawati, Pak Apan, K’ tuti, K’
arul, K’ Yuli yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan
magang.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan yang telah telah membuat hidupku lebih berwarna
dan hunting buku sama-sama. Thanks for All atas motivasi, semagat
kebersamaan. Kekeluargaan, semoga tetap menjadi sahabat sejati.
9. Sahabat-sahabat setiaku tersayang erna, deuis, yeni, zume’, aulia, eka, dan
semuanya atas kebersamaannya. Thanks wat cerita hidup dan curhat nya yah...
10. Sahabat-sahabat kostan yang ceria dan semuanya atas kebersamaan, semoga
tetap menjadi sahabat sejati.
Penulis Menyadari penulis laporan ini masih kurang dari sempurna, sehingga
sangat diharapkan saran dan masukannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Ciputat, April 2010
Penyusun
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Laporan Magang dengan judul
GAMBARAN TATALAKSANA ASUHAN GIZI BAGI PASIEN GIZI BURUK DI
RUANG PERAWATAN INSTALASI GIZI RSUD DEPATI HAMZAH PANGKAL
PINANG TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Magang program
Studi kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 5 April 2010
Mengetahui
Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan
Minsarnawati, SKM, M.Kes Warsono, SKM
PANITIA SIDANG UJIAN LAPORAN MAGANG
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 5 April 2010
Penguji I
Yuli Prapanca Satar, MARS
Penguji II
Minsarnawati, SKM, MKM
RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama : Cintia Anggraini
Tempat/Tgl Lahir : Penyak, 12 Februari 1988
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Menikah : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kerta Mukti Gang. H. Nipan. RT. 001/RW.08 No. 128
D, Kel. Pisangan Ciputat Tangerang 15419
Nomor Telp/HP : 081381244516
PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri 11 Koba (1994-2000)
2. SLTP Negeri 1 Koba (2000-2003)
3. SMA Negeri 1 Koba (2003-2006)
4. S-1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2006-sekarang)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………………………………… i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………… ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI ………………………….. iii
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. xii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiv
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………. . xv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1
1.2 Tujuan …………………………………………………………… 6
1.2.1 Tujuan Umum …………………………………………… 6
1.2.2 Tujuan Khusus ………………………………………….. 6
1.3 Manfaat …………………………………………………………. 7
1.3.1 Bagi Mahasiswa ………………………………………… 7
1.3.2 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ………… 8
1.3.3 Bagi Instansi Terkait…………………………………….. 8
1.4 Ruang Lingkup ………………………………………………….. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 10
2.1 Gizi dan Tumbuh Kembang Anak ………………………………. 10
2.1.1 Pengertian Gizi ……………………………………............ 10
2.1.2 Pengertian Status Gizi ……………………………..... ....... 11
2.1.3 Penilaian Status Gizi ………………………………... ...... 12
2.1.3.1 Penilaian Status Gizi Secara langsung ……………. 13
2.1.3.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak langsung …….. 16
2.1.4 Indeks Antropometri ………………………………………… 17
2.1.4.1 Berat Badan Menurut Umur ........................................ 17
2.1.4.2 Tinggi Badan Menurut Umur ...................................... 18
2.1.4.3 Berat Badan Menurut Tinggi Badan .......................... 18
2.1.4.4 Lingkar Lengan Atas Menurut Umur ......................... 18
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gizi …………………… 20
2.1.5.1 Penyebab Langsung ..................................................... 23
2.1.5.2 Penyebab Secara Tidak Langsung ............................... 23
2.2 Tumbuh Kembang Anak .................................................................. 25
2.3 Masalah Gizi ……………………………………………………… 26
2.3.1 Masalah Gizi Secara Umum ……………………………….. 26
2.3.2 Masalah Kurang Energi Protein (KEP) ................................. 27
2.4 Masalah Gizi Buruk ........................................................................ 28
2.4.1 Pengertian Gizi Buruk ......................................................... 28
2.4.2. Tanda-Tanda Penderita Gizi Buruk ..................................... 28
2.4.3. Klasifikasi KEP/Gizi Buruk .............................................. 28
2.4.4. Gejala Klinis balita KEP Berat/Gizi buruk ........................... 29
2.5 Proses Terjadinya Gizi Buruk ........................................................... 31
2.5.1 Penanggulangan Balita Gizi Buruk ………………………... 32
2.5.1.1 Penjaringan kasus balita gizi buruk ……………….... 32
2.5.1.2 Pelayanan Balita Gizi Buruk di Puskesmas ……….... 32
2.5.1.3 Pelacakan Balita Gizi Buruk dengan Investigasi…..... 32
2.5.1.4 Pelayanan Balita Gizi Buruk di Rumah Tangga..….... 33
2.5.1.5 Koordinasi Lintas Sektor ………………………........ 33
2.6 Tatalaksana Anak Gizi Buruk …………………………………..... 33
2.7 Proses Kegiatan Pelayanan Gizi ……………………………………35
2.7.1 Asuhan Gizi ………………………………………………… 35
2.7.2 Pelaksanaan Asuhan Gizi Di Rumah Sakit ………………… 36
2.7.2.1 Tim Asuhan Gizi ………………………………....... 36
2.7.2.2 Jalur Koordinasi Tim Asuhan Gizi ………………… 37
2.7.3 Asuhan Gizi Rawat Inap …………………………………… 40
2.7.3.1 Pengkajian Status Gizi 41
2.7.3.2 Riwayat Gizi ………………………………………. 42
2.7.3.3 Penentuan Kebutuhan Gizi ……………………… .. 43
2.7.3.4 Penetuan Macam Dan Jenis Diet ……………….. ... 43
2.7.3.5 Konseling Dan Penyuluhan Gizi ………………....... 44
2.7.3.6 Pemantauan, Evaluasi Dan Tindak Lanjut ………..... 44
2.8. Terapi Gizi Pasien Gizi Buruk ………………………………….. 45
2.8.1 Fase Stabilisasi .......................................................... 45
2.8.2 Fase Transisi …………………………………............... 47
2.8.3 Fase Rehabilitasi ............................................................ 49
BAB III LANGKAH DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG................ 52
3.1 Bentuk dan Langkah-Langkah Kegiatan magang ............................. 52
3.2 Jadwal Kegiatan Magang ................................................................. 53
BAB IV HASIL ……………………………………………………………… 59
4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Depati Hamzah ........... 59
4.1.1 Fasilitas Kesehatan ………………………………………….. 61
4.1.2 Struktur Organisasi RSUDDH Pangkal Pinang …………….. 63
4.1.3 Sarana dan Prasarana RSUDDH Pangkal Pinang …………... 64
4.1.4 Ketenagaan RSUDDH Pangkal Pinang ……………………... 66
4.1.5 Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran ……………………………... 68
4.1.5.1 Visi RSUDDH Pangkal Pinang ………………........... 68
4.1.5.2 Misi RSUDDH Pangkal Pinang ……………............ 68
4.1.5.2 Motto RSUDDH Pangkal Pinang ……………............ 69
4.1.6 Kinerja Kegiatan RSUDDH Pangkal Pinang ………………... 72
4.2 Gambaran Umum Ruang Perawatan&Instalasi Gizi RSUDDH
Pangkal Pinang ................................................................................. 73
4.2.1 Gambaran Ruang Perawatan ………………………………….. 74
4.2.2 Gambaran Ruangan Dapur Pengelolaan Makanan ……………. 76
4.2.3 Gambaran Ruangan Poliklinik Gizi ………………………… 79
4.3 Kegiatan Asuhan Gizi Pasien Gizi Buruk di Ruang Perawatan
Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah .................................. 79
4.3.1 Pengkajian Status Gizi bagi Pasien Gizi Buruk ...................... 80
4.3.2 Riwayat Gizi pasien gizi buruk ……………………………... 96
4.3.3 Penentuan Kebutuhan Gizi pasien gizi buruk ……………….. 97
4.3.4 Penentuan Macam diet pasien gizi buruk ……………………. 99
4.3.5 Konseling Gizi Pasien Gizi buruk …………………………… 105
4.3.6 Pemantauan, Evaluasi dan Tindak lanjut …………………….. 106
4.4 Pelaksanaan Kerja Asuhan Gizi Ranap Pasien Gizi Buruk .............. 108
4.5. Tindakan Perawatan Pasien Gizi Buruk Di Ruang Perawatan
Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang ......... 112
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 119
5.1 Simpulan ............................................................................................. 119
5.2 Saran ................................................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 122
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Magang
2. Surat Terima Magang
3. Surat Keterangan Selesai Magang
4. Form Catatan Perawatan Harian Anak Gizi Buruk
5. Kartu Monitoring Berat Badan
6. Formulir Penyelidikan Kasus Gizi Buruk
7. Form Laporan Kasus Gizi Buruk di Rumah Sakit
8. Formulir Pemeriksaan Klinis
9. Form Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Laki-Laki dan Perempuan
Menurut Berat Badan dan Panjang Badan (BB/TB-PB) Menurut WHO-NCHS,
1983
10. Form Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Laki-Laki dan Perempuan
Menurut Berat Badan dan Tinggi Badan / Panjang Badan (BB/TB-PB) Menurut
WHO-NCHS, 1983
11. Form Tabel Petunjuk pemberian F 75 Untuk Anak Gizi Buruk Tanpa Edema
12. Form Tabel Petunjuk pemberian F 75 Untuk Anak Gizi Buruk Edema Berat
13. Form Tabel Petunjuk pemberian F 100 Untuk Anak Gizi Buruk
DAFTAR SINGKATAN
RSUDDH = Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah
PGRS = Pelayanan Gizi Rumah Sakit
KB = Keluarga Berencana
UGD = Unit Gawat Darurat
EKG = Elektrokardiography
USG = Ultrasonography
CTG = Cotophography
IPSRS = Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
SOP = Standard Operational Procedure
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Prevalensi Gizi Buruk di Indonesia ............................................... .2
Tabel 1.2 Prevalensi Gizi Buruk di Bangka Belitung ................................... 2
Tabel 2.1 Baku Antropometri (NCHS).......................................................... 20
Tabel 2.2 Tahap Pemberian Diet ................................................................... 49
Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan dan Tindakan Pada Anak Gizi Buruk ............. 50
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang .............................................................. 53
Tabel 4.1 Ketenagaan RSUDDH Pangkal Pinang ......................................... 67
Tabel 4.2 Indikator Kegiatan Kinerja RSUDDH Tahun 2008&2009............ 72
Tabel 4.3 Indikator Pelayanan Rawat Inap RSUDDH Tahun 2009 ............... 72
Tabel 4.4. Kadar Albumin .............................................................................. 95
Tabel 4.5 Kebutuhan Zat Gizi ........................................................................ 98
Tabel 4.6 Jadwal, Jenis dan Pemberian Makanan ......................................... 100
Tabel 4.7 Tahap Pemberian Diet .................................................................. 100
Tabel 4.8 Bahan Makanan (Formula WHO) Dan Nilai Gizi Makanan Pada
Pasien Gizi Buruk ......................................................................... 102
Tabel 4.9 Pedoman Pemberian Formula Anak Gizi Buruk (Depkes RI, 2003)... 107
Tabel 4.10 Prosedur Kerja Asuhan Gizi Diruang Rawat Inap ........................ 110
Tabel 4.11 Laporan Kasus Anak Gizi Buruk di RSUDDH ............................ 113
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gizi adalah keseluruhan berbagai proses dalam tubuh makhluk hidup untuk
menerima bahan makanan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan
tersebut agar menghasilkan berbagai aktivitas penting dalam fungsi tubuhnya sendiri
(Almatsier, 2004). Dalam mengkonsumsi makanan, dianjurkan memilih bahan
makanan yang alami dan bergizi agar dapat mendorong peningkatan fungsi tubuh
baik ketika sehat maupun sakit.
Masalah gizi merupakan salah satu penentu utama kualitas sumber daya
manusia. Gizi yang tidak seimbang, baik berupa kekurangan maupun kelebihan akan
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Berbagai penelitian menunjukan
bahwa gangguan gizi kurang pada balita membawa dampak negatif terhadap
pertumbuhan fisik maupun mental yang selanjutnya akan menghambat prestasi
belajar. Akibat lainnya adalah penurunan daya tahan sehingga kejadian infeksi
meningkat (Depkes RI, 1998). Kekurangan gizi akan menyebabkan hilangnya masa
hidup sehat pada balita. Dampak yang lebih serius dari kekurangan gizi adalah
timbulnya kecacatan, tingginya angka kesakitan, dan percepatan kematian (Depkes
RI, 1998)
Tabel 1.1
Prevalensi Gizi Buruk di Indonesia
No Tahun Prevalensi
Sumber: Depkes RI
Anak usia di bawah lima tahun merupakan golongan yang rentan terhadap
masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah masalah kurang energi protein (KEP)
yang merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Secara nasional prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Pada tahun 2005 tercatat 1.03%
dari jumlah penduduk mengidap gizi buruk,kemudian naik menjadi 2.10% pada
tahun 2006, dan kembali melonjak manjadi 3.48% pada tahun 2007. Selama tahun
2006 terjadi kasus gizi gizi buruk sebanyak 9.163 balita dan mengalami peningkatan
menjadi 15.980 balita pada tahun 2007 sehingga terjadi kenaikan sebanyak 6.817
penderita gizi buruk dari tahun sebelumnya (Republika Online, 2008)
Tabel 1.2
Prevalensi Gizi Buruk di Bangka Belitung
No. Tahun Prevalensi
1. 2005 8.7%
2. 2006 7.4%
3. 2007 4.6%
Sumber : Dinkes provinsi Bangka Belitung
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi
Bangka Belitung tahun 2005 prevalensi gizi buruk sebesar 8,7 %, sedangkan pada
tahun 2006 prevalensi gizi buruk sebesar 7.4%, pada tahun 2007 terjadi kasus gizi
buruk sebesar 4,6%. Sedangkan pada tahun 2008 yang tersebar terjadi kasus gizi
1. 2005 1.03%
2. 2006 2.10%
3. 2007 3.48%
buruk dan gizi kurang dibeberapa kabupaten antara lain di Bangka tercatat kasus gizi
buruk dan kurang 0.99%, Kota Pangkal Pinang 0.97%, Bangka Barat 2.93%, Bangka
Tengah 0.58%, Bangka Selatan 0.58%, Provinsi Babel 0.58%, Belitung tercatat
2.82% dan Belitung terjadi kasus gizi buruk dan kurang 3.21%. Kondisi ini akan
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Salah satu konsekuensi dari
kurang gizi adalah gangguan pertumbuhan. Pertumbuhan normal dapat tercapai bila
berat badan anak berdasarkan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan bila di
plot dalam kartu menuju sehat (KMS) berada pada garis pertumbuhan normalnya
(Growth Trajectory).
Kekurangan energi protein (KEP) tidak terjadi secara tiba-tiba (akut), tetapi
merupakan kejadian kronis yang selalu ditandai dengan kenaikan berat badan yang
tidak cukup. Perubahan berat badan merupakan indikator yang dianggap sensitif
untuk mendeteksi perubahan keadaan gizi masyarakat. Pemantauan pertumbuhan
merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi di lebih dari 80 negara
yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dan peningkatan keadaan gizi anak
(Minarto, 2006). Menurut Rohde (1984), pemantauan pertumbuhan merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang terdiri dari pengukuran fisik dan perkembangan individu di
masyarakat dengan tujuan meningkatkan status kesehatan anak, perkembangan, dan
kualitas hidup. Peningkatan berat badan merupakan indikator yang sensitif terhadap
pertumbuhan anak.
Penyimpangan tumbuh kembang dapat terjadi apabila terdapat hambatan atau
gangguan dalam prosesnya sejak intra uterin hingga dewasa. Penyimpangan dapat
memberikan manifestasi klinis baik kelainan dalam pertumbuhan dengan atau tanpa
kelainan perkembangan. Walaupun terdapat kombinasi pengaruh faktor biologik.
Psikologik dan sosial pada perkembangan anak, pengaruh masing-masing faktor
secara terpisah perlu diperhatikan. Kelainan pertumbuhan anak yang dijumpai adalah
antara lain perawakan pendek (short stature), perawakan gigi (tall stature), yang
diklasifikasi sebagai variasi normal dan patologis, malnutrisi dan obesitas, sehingga
diperlukan suatu kiat dalam pengukuran antropometri sebagai salah satu cara
penilaiannya (Robert, 2004).
Untuk mengantisipasi masalah tersebut, diperlukan upaya pencegahan dan
penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan, termasuk pada
sarana kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas Perawatan, Puskesmas, Balai
pengobatan, Puskesmas Pembantu, Pos Pelayanan Terpadu, dan Pusat Pemulihan
Gizi yang disertai peran aktif masyarakat. Rumah sakit adalah suatu fasilitas
pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan,
memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang terdiri dari
observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita
sakit, cidera dan melahirkan.
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan
keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme
tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses perjalanan penyakit
dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi klien/pasien
semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya. Pengaruh tersebut bisa
berjalan timbal balik, seperti lingkaran setan. Hal tersebut diakibatkan karena tidak
tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan organ tubuh (Depkes RI,
2003).
Pelayanan gizi rumah sakit bagian integral dari pelayanan kesehatan
paripurna rumah sakit dengan beberapaa kegiatan anatara lain pelayanan Gizi rawat
Inap, Rawat Jalan dan Penyelenggaraan Makanan. Pelayanan gizi rawat inap adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien melalui
makanan sesuai dengan penyakit yang diderita selama pasien mendapat perawatan di
Rumah Sakit ( Instalasi Gizi Perjan RSCM dan Asosiasi Dietsin Indonesia, 2005),
sedangkan pelayanan gizi rawat jalan adalah kegiatan pelayanan gizi yang
berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet, pelaksanaan konseling gizi hingga
evaluasi rencana diet kepada klien/pasien rawat jalan (Departemen Kesehatan RI,
2003).
Pelayanan gizi dirumah sakit dalam tatalaksana balita gizi buruk yaitu suatu
kegiatan pelayanan gizi balita gizi buruk yang memberikan penanganan dan
perawatan dalam pemulihan balita gizi buruk dengan cara rawat inap dan rawat jalan
mulai pasien di rujuk/masuk ke rumah sakit sampai pasien keluar dari rumah sakit
dengan kondisi yang cukup membaik.
Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah (RSUDDH) Pangkal Pinang
merupakan rumah sakit rujukan di kawasan Bangka Belitung, menjadi badan layanan
umum, serta menjadi rumah sakit trauma centre, seiring ditetapkannya Pangkal
Pinang sebagai Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. RSUDDH ini adalah
rumah sakit rujukan juga yang menangani masalah kasus gizi buruk, yang
merupakan tempat perawatan dan pemulihan anak gizi buruk yang terjadi di Provinsi
Bangka Belitung. RSUDDH ini bekerja sama dengan program pemerintah dan
Dinas-Dinas kesehatan dalam perawatan dan pemulihan kasus anak gizi buruk hanya
rawat inap. Jumlah pasien gizi buruk di RSUDDH yang dirawat inap tahun 2007
terdapat 32 kasus, sedangkan pada tahun 2008 terdapat 25 kasus pasien gizi buruk
dan pada tahun 2009 berjumlah 23 kasus pasien gizi buruk.
Kegiatan pelayanan gizi di RSUDDH ini terdapat di ruangan perawatan. Ada
beberapa tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang perawatan RSUD
Depati Hamzah antara lain pengkajian status gizi , penentuan kebutuhan gizi,
penentuan macam diet, konseling gizi dan pemantauan/evaluasi terhadap pasien gizi
buruk
Untuk itu dengan adanya kasus gizi buruk di Bangka Belitung ini, saya
berminat untuk melakukan magang khususnya dalam tatalaksana asuhan gizi pasien
gizi buruk di Rumah Sakit Umum Depati Hamzah yang merupakan Rumah Sakit
rujukan perawatan anak gizi buruk di Provinsi Bangka Belitung.
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di
ruang perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang.
1.2.2 Tujuan Khusus.
1. Diketahuinya informasi tentang gambaran umum meliputi (struktur
organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, dan kinerja) kegiatan Rumah
Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang?
2. Diketahuinya gambaran umum ruang perawatan dan Instalasi Gizi Rumah
Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang?
3. Diketahuinya gambaran kegiatan dan ketenagaan asuhan gizi pada
tatalaksana asuhan gizi pasien gizi buruk di ruang perawatan Rumah Sakit
Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang?
4. Diketahuinya gambaran tindakan perawatan dan pengobatan pasien gizi
buruk di ruang perawatan asuhan gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati
Hamzah Pangkal Pinang?
1.3. Manfaat
Magang diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi semua pihak yang
terlibat didalamnya, yaitu mahasiswa, institusi magang, dosen, maupun Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3.1. Bagi Mahasiswa
1. Mendapatkan pengalaman bekerja dalam tim (team work) untuk
memecahkan berbagai masalah kesehatan sesuai bidang institusi kerja
tempat magang
2. Mengerti dan memahami berbagai masalah kesehatan masyarakat secara
nyata di institusi kerja sebagai bagian dari kesiapan mahasiswa dalam
memasuki dunia kerja
3. Mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan berbagai teori yang
didapat selama kuliah
4. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi diri serta
adaptasi dunia kerja
5. Mahasiswa mengetahui dan mendapatkan untuk mengetahui gambaran
tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang perawatan
RSUDDH Pangkal Pinang
1.3.2. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
1. Terbinanya suatu jaringan kerja sama dengan instansi tempat magang
dalam upaya meningkatkan ketertarikan dan kesepadanan antara substansi
akademik dengan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia
yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.
2. Meningkatnya kapasitas dan kualitas pendidikan dengan menghasilkan
peserta didik yang terampil dan berpengalaman.
1.3.3. Bagi Instansi Terkait
1. Dapat memanfaatkan pengetahuan mahasiswa, baik dalam kegiatan
manajemen maupun kegiatan operasional.
2. Hasil analisa magang dapat menjadi pertimbangan untuk mengetahui
gambaran tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang
perawatan RSUDDH guna memberikan kontribusi bagi institusi magang,
khususnya dalam menemukan solusi dari masalah kesehatan masyarakat
secara proporsional
1.4. Ruang Lingkup
Kegiatan magang ini dilaksanakan oleh Mahasiswa Peminatan Gizi
Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang
perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang. Magang ini
memiliki bobot nilai 4 sks yang sebanding dengan 26 hari kerja dengan lama kerja 8
jam perhari. Mahasiswa masuk setiap hari sesuai dengan hari kerja di instansi terkait.
Waktu pelaksanaan magang ini dimulai pada tanggal 1 Februari 2010.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gizi dan Tumbuh Kembang Anak
2.1.1 Pengertian Gizi
Gizi dapat diartikan sebagai makanan yang diperlukan oleh tubuh
manusia untuk dapat tumbuh dan berkembang guna menunjang kesehatan
sesuai dengan periode kehidupannya. Pertumbuhan diartikan sebagai
peningkatan ukuran fisik dari tubuh secara keseluruhan atau peningkatan
beberapa bagian yang berhubungan dengan peningkatan jumlah atau ukuran
sel. Masing-masing organ dan sistem organ mempunyai periode percepatan
pertumbuhan sendiri-sendiri, beberapa organ seperti otak mencapai ukuran
orang dewasa pada umur 2 tahun, sedangkan jaringan lain seperti otot terus
meningkat sepenjang usia remaja (Pipes & Christine, 1993).
Perkembangan organ otak yang utuh dan sempurna akan menunjang
kualitas sumberdaya manusia sehingga pemantauan pertumbuhan dan
perkembangannya dimulai dari dalam rahim dan sesudah lahir. Pemantauan
tersebut dapat dilakukan dengan melihat kenaikan berat badan ibu pada saat
hamil dan pertumbuhan dan perkembangan kepala anak setelah lahir
(Runawas, 1996).
2.1.2 Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan hasil akhir dari interaksi keseluruhan aspek
ekologi, seperti faktor-faktor fisik, biologis, dan budaya dalam lingkungan
hidup manusia. Ekologi manusia diartikan sebagi ilmu yang mempelajari
hubungan timbale balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya.
Kekurangan gizi pada anak bukan saja disebabkan oleh kurangnya pangan dan
kemiskinan tetapi banyak faktor lain yang berpengaruh, baik secara langsung
maupun tidak langsung (Supariasa, dkk., 2002).
Status gizi adalah merupakan suatu indicator status kesehatan. Status gizi
adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau
perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu.
Sunita Almatsier (2004) menyatakan bahwa status gizi merupakan
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Sedangkan menurut Riyadi (2005), status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh
seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan
(absorbtion), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi pun
juga didefinisikan lain oleh Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto dalam Supriasa
dkk (2002), mereka mendefinisikan status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrture
dalam bentuk variabel tertentu, merupakan indeks yang statis dan agregatif
sifatnya kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu pendek
misalnya bulanan. Status gizi dibedakan menjadi 4, yaitu:
1. Status gizi buruk
2. Status gizi kurang
3. Status gizi baik, dan
4. Status gizi lebih
Malnutrisi atau gizi salah adalah keadaan patologis akibat kekurangan
atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat
bentuk malnutrisi:
1. Under nutrition: kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut
untuk periode tertentu.
2. Specific deficiency: kekurangan zat gizi tertentu, misalnnya kekurangan
vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain.
3. Over nutrition: kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu.
4. Imbalance: karena disproporsi zat gizi, misalnya: cholesterol terjadi karena
tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density
Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) (Supariasa, dkk.,
2002).
2.1.3 Penilaian Status Gizi
Penilaian keadaan gizi dari suatu kelompok individu atau masyarakat
perlu memperhatikan 2 masalah dasar yaitu : pertama, memeriksa bagaimana
hubungan antara tingkat hidup keluarga dengan status gizi masyarakat. Kedua,
menelaah tingkat gizi secara individu atau perseorangan. (Djiteng Roedjito D.,
1989). Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu penilaian
status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung :
2.1.3.1 Penilaian Status Gizi Secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4
penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
1. Antropometri
Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan
untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Penilaian Antropometri. Antropometri berasal dari kata antropos
dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi
antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini bersifat
sangat umum sekali. Pengertian dari sudut pandang gizi telah
banyak diungkapkan oleh para ahli Jelliffe (1966) mengungkapkan
bahwa : “Nutritional Anthropometry is measurement of the
Variations of the Physical Dimensions and the Gross Composition
of the Human Body at Different age levels and Degree of
Nutrition”. Berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan,
tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.
Jenis parameter antropometri sebagai indikator status gizi
dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter
adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain : umur, berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar
dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.
a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi.
Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interprestasi
status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan
berat badan yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat.
b. Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang
terpenting dan paling sering digunakan pada bayi. Pada masa
bayi balita berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju
pertumbuhan fisik maupun status gizi.
c. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi
keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak
diketahui dengan tepat. Di samping itu tinggi badan merupakan
ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan
berat badan terhadap tinggi badan.
d. Lingkar lengan atas
Lingkar lengan atas dewasa ini memang merupakan
salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah
dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh
dengan harga lebih murah.
e. Lingkar kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu
kedokteran anak secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa
keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran
kepala. Contoh yang sering digunakan adalah hidrosefalus dan
mikrosefalus.
f. Lingkar dada
Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3
tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada
umur 6 bulan.
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Umumnya untuk survei klinis secara cepat.
Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda
klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi(Depkes
RI, 2006a).
3. Biokimia
Yaitu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris
yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Digunakan
untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi (Depkes RI, 2006a).
4. Biofisik
Adalah metode penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dan jaringan.
Umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta
senja epidemik (Depkes RI, 2006a).
2.1.3.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3
penilaian yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor
ekologi.
1. Survei konsumsi makanan
Yaitu metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan
jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaannya dapat untuk
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2. Statistik vital
Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan
seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan lain-
lain. Penggunaan dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak
langsung pengukuran status gizi masyarakat.
3. Faktor ekologi
Penilaian yang didasarkan pada hasil interaksi beberapa faktor
fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Untuk mengetahui penyebab
malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program
intervensi gizi.
2.1.4 Indeks antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Di
Indonesia ukuran baku hasil pengukuran dalam negeri belum ada, maka untuk
berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku Harvard dan untuk
lingkar lengan atas (LILA) digunakan baku Wolanski. Beberapa indeks
antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan dan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB).
2.1.4.1 Berat badan menurut umur
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan
gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap
perubahan-perubahan yang mendadak. Berat badan adalah parameter
antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, berat badan
berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan
abnormal, terdapat 2 kemungkinan yaitu dapat berkembang cepat atau
lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat
badan maka indeks berat badan/umur digunakan sebagai salah satu cara
mengukur status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil
maka berat badan/umur lebih menggambarkan status gizi seseorang.
BB/U dapat dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak
pada semua kelompok umur. BB sensitif terhadap perubahan perubahan
kecil, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah
dan tidak memerlukan banyak waktu dan tenaga (I Dewa Nyoman
Supariyasa, 2002).
2.1.4.2 Tinggi badan menurut umur
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan
tubuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan
tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah
kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh definisi gizi
terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (I
Dewa Nyoman Supariasa, 2002).
2.1.4.3 Berat badan menurut Tinggi badan
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecapatan tertentu. indeks BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini
(sekarang) (I Dewa Nyoman Supariyasa, 2002).
2.1.4.4 Lingkar lengan atas menurut umur
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas
berkorelasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Lingkar lengan atas
merupakan parameter antropometri yang sangat sederhana dan mudah
dilakukan oleh tenaga yang bukan profesional (I Dewa Nyoman
Supariyasa, 2002).
Dari beberapa cara penilaian tersebut, status gizi yang pada saat
ini sering digunakan adalah dengan cara antropometri. Penilaian
antropometri untuk memperkirakan pertumbuhan dan perkembangan
fisik anak balita berupa indicator yang paling luas digunakan (WHO,
1990).
Pengertian dari antropometri secara singkat adalah ukuran dari
tubuh. Sedangkan pengertian antropometri menurut Jellife, 1986 adalah
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa,
dkk., 2002).
Dalam penentuan status gizi indeks antropometri yang sering
digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan
lingkar lengan atas menurut umur (LILA/U).
Saat ini pengukuran status gizi anak Menggunakan standar baku
dari World Health Organization United States National Health Centre
For Statistics (WHO NCHS). Adapun cara penilaian status gizi anak
dapat dilihat menurut tabel dibawah ini.
Tabel 2.1
Baku Antropometri (NCHS)
Indeks Status Gizi Z-Score
BB/U Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
>+2 SD
>-2 SD sampai + 2 SD
<-2 SD sampai >3 SD
<-3 SD
TB/U
PB/U
Normal
Pendek
>2 SD
<-2 SD
BB/TB
BB/PB
Gemuk
Normal
Kurus (wasted)
Kurus sekali
>+2 SD
>-2 SD sampai +2 SD
<-2 SD sampai >-3 SD
<-3 SD
(KepMenKes RI, Nomor: 902/Menkes/SK/VIII/2000, tentang klasifikasi status gizi anak
bawah lima tahun)
Antropometri sebagai salah satu cara menilai status gizi mempunyai
keunggulan dan kelemahan. Keunggulan metode antropometri adalah
prosedurnya sederhana, relative tidak membutuhkan tenaga ahli, alatnya murah
dan mudah didapat, metodenya tepat dan akurat, dapat mendeteksi keadaan gizi
masa lalu, dapat mengevaluasi status gizi periode tertentu dan dapat digunakan
untuk screening. Sedangkan kelemahannya antara laina adalah metode ini tidak
sensitif, faktor non gizi seperti penyakit dapat menurunkan spesifisitas dan
sensitifitas, kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran yang biasanya
berhubungan dengan latihan petugas, kesalahan alat dan kesulitan pengukuran
(Supariasa, dkk. 2002).
2.1.5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Gizi
Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu : makanan
yang dimakan dan keadaan kesehatan. Kualitas dan kuantitas makanan seorang
anak tergantung pada kandungan zat gizi makanan tersebut, ada tidaknya
pemberian makanan tambahan di keluarga, daya beli keluarga dan karakteristik
ibu tentang makanan dan kesehatan. Keadaan kesehatan anak juga
berhubungan dengan karakteristik ibu terhadap makanan dan kesehatan, daya
beli keluarga, ada tidaknya penyakit infeksi dan jangkauan terhadap pelayanan
kesehatan. (I Dewa Nyoman, 2001).
Levinson (1974) mengemukakan dua faktor yang langsung berpengaruh
terhadap status gizi anak yaitu konsumsi makanan dan status kesehatan.
Konsumsi makanan dipengaruhi oleh nafsu makan anak dan penyediaan
makanan untuk anak. Penyediaan makanan untuk anak dipengaruhi oleh waktu
yang tersedia oleh ibu, pembagian makanan dalam keluarga dan tersedianya
makanan untuk keluarga. Penyediaan waktu oleh ibu dipengaruhi oleh status
kesehatan ibu, tingkat pendidikan ibu, kebiasaan dan tradisi pemberian
makanan, beban kerja ibu, status ekonomi dan lain-lain
Gambar 2.1
Faktor Mempengaruhi Status Gizi
STATUS GIZI
Asupan zat gizi penyakit infeksi
Kemiskinan,Tkt Pendidikan Rendah,Ketersediaan Pangan Di Masyarakat
Menurun, Dan Sempitnya Lapangan Kerja
Sumber: Unicef (1988) dengan penyesuaian
Berdasarkan dari banyak data yang didapat, peneliti menyimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk yaitu penyebab
langsung dan tidak langsung.
Ketersediaan
pangan RT Perawatan anak
dan ibu hamil
Pelayanan/fasilitas
kesehatan
Krisis Ekonomi Dan Politik
Penyebab
Langsung
Penyebab
Tidak
Langsung
Masalah
Utama
Akar
Masalah
2.1.5.1 Penyebab langsung, yaitu:
1. Keadaan gizi
Dipengaruhi oleh ketidakcukupan asupan makanan dan penyakit
infeksi yang ditimbulkan seperti penyakit diare, campak dan infeksi
saluran nafas yang kerap menimbulkan berkurangnya nafsu makan.
2. Mal nutrisi
Berawal dari nutrisi ibu yang kurang saat sebelum dan sesudah
hamil, dan penyakit infeksi, maka pada gilirannya nanti akan
mengakibatkan terlahirnya bayi dengan berat badan rendah yang
kemudian akan mengakibatkan gizi buruk pada anak tersebut.
Penyebab secara tidak langsung, yaitu:
1. Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga yang rendah
2. Ketersediaan pelayanan kesehatan yang tidak memadai
3. Kemiskinan
Merupakan akibat dari krisis ekonomi dan politik yang
mengakibatkan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang kemudian
berakibat pada minimnya pendapatan seseorang dan ketersediaan
panganpun berkurang.
4. Pendidikan rendah
Berakibat pada sedikitnya pengetahuan khususnya dibidang
kesehatan mengnai makanan apa saja yang mengandung gizi yang
tinggi dan yang dibutuhkan oleh anak dalam tumbuh kembangnya.
Hal ini juga diakibatkan karena pola asuh orang tua terhadap anak
yang salah.
5. Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak sehat dan tempat tinggal yang
berjejalan menyebabkan infeksi akan sering terjadi. Dan kemudian
penykit infeksi itu akan berpotensi sebagai penyokong atau
pembangkit gizi buruk ( Gizi Dalam daur Kehidupan. Arisman,
MB., 2002).
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah gizi.
Oleh Unicef diidentifikasi bahwa penyebab permasalahan gizi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah penyebab dasar (akar masalah)
berupa krisis ekonomi dan politik yang terjadi pada suatu negara
atau daerah yang dapat mencetus terjadinya kemiskinan, tingkat
pendidikan yang rendah, ketersediaan pangan dimasyarakat
menurun atau sempitnya lapangan pekerjaan (disebut juga sebagai
permasalahan utama). Adapun penyebab secara langsung
memepengaruhi terjadinya maslah gizi adalah rendahnya asupan zat
pada saat ibu hamil ataupun balita serta adanya penyakit infeksi.
Selain itu faktor budaya yang lebih mendahulukan bapak dalam
pemenuhan kebutuhan makanan juga masih ada di beberapa
golongan masyarakat tertentu.
2.2 Tumbuh Kembang Anak
Pengertian pertumbuhan dan perkembangan mencakup dua peristiwa yang
statusnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan
berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah dan fungsi tingkat sel,
organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram), ukuran
panjang (meter) dan lain-lain. Perkembangannya adalah bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
dan dapat diramalkan sebagai proses pematangan.
Berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, tetapi pada dasarnya dapat
dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup
faktor bawaan, jenis kelamin, obstetric dan ras. Sedangkan faktor eksternal anatara
lain gizi ibu pada saat hamil, mekanis, toksin/zat kimia, radiasi, infeksi, stress dan
afoksia (Supariasa, dkk., 2002).
Jenis pertumbuhan meliputi pertumbuhan yang bersifat linear dasn
pertumbuhan massa jaringan. Ukuran linear adalah ukuran yang berhubungan
dengan panjang seperti tinggi badan atau panjang badan. Ukuran massa tubuh
jaringan adalah berhubungan dengan massa tubuh seperti berat badan. Terdapat
empat masa pertumbuhan anak semenjak lahir, yaitu: (FK Universitas Indonesia,
1974).
1. Pertumbuhan yang cepat sekali sampai anak umur 1 tahun, kemudian berkurang
secara berangsur-angsur sampai anak berumur 5 tahun.
2. Pertumbuhan yang berjalan lambat dan teratur sampai anak berumur aqil baligh
(pubertas).
3. Pertumbuhan yang cepat, pada masa pubertas.
4. Pertumbuhan berkurang secara berangsur-angsur sampai berhenti sewaktu
berumur kira-kira 18 tahun.
Anak yang normal pada umur enam bulan berat badannya mencapai dua kali
berat badan saat lahir, pada umur satu tahun berat badan anak menjadi tiga kali berat
badan lahir (King,M, et all, 1983).
2.3 Masalah Gizi
2.3.1 Masalah Gizi Secara Umum
Secara umum terdapat 4 masalah gizi utama di Indonesia yakni
KEP (Kurang Energi Protein), KVA (Kurang Vitamin A), Kurang Yodium
(gondok endemik) dan kurang zat besi (anemi gizi besi). Akibat dari kurang
gizi ini adalah kerentanan terhadap penyakit-penyakit infeksi dan dapat
menyebabkan meningkatnya angka kematian (Suhardjo, 2003).
Gizi kurang atau gizi buruk pada balita dapat berakibat terganggunya
pertumbuhan jasmani dan kecerdasan mereka. Kalau cukup banyak orang yang
termasuk golongan ini masyarakat yang bersangkutan sulit sekali berkembang.
Dengan demikian jelas masalah gizi merupakan masalah bersama dan semua
keluarga harus bertindak atau berbuat sesuatu bagi perbaikan gizi (Sayogya,
1994).
Kondisi ini akan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia.
Salah satu konsekuensi dari kurang gizi adalah gangguan pertumbuhan.
Pertumbuhan normal dapat tercapai bila berat badan anak berdasarkan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan bila di plot dalam kartu menuju sehat
(KMS) berada pada garis pertumbuhan normalnya (Growth Trajectory).
2.3.2 Masalah Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang energi protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat
badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku
WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling
berat dan meluas terutama pada balita. Pada umumnya penderita KEP berasal
dari keluarga miskin.
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Depkes RI, 1999).
Kekurangan energi protein (KEP) tidak terjadi secara tiba-tiba (akut),
tetapi merupakan kejadian kronis yang selalu ditandai dengan kenaikan berat
badan yang tidak cukup. Perubahan berat badan merupakan indikator yang
dianggap sensitif untuk mendeteksi perubahan keadaan gizi masyarakat.
Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama program
perbaikan gizi di lebih dari 80 negara yang menitikberatkan pada upaya
pencegahan dan peningkatan keadaan gizi anak (Minarto, 200
2.4.1 Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keadaan yang diakibatkan oleh kurangnya zat gizi terutama defisiensi protein
dan energi. Orang-orang kesehatan biasa menyebutnya dengan istilah
kekurangan energi dan protein(KEP). Keadaan ini sangat umum terjadi di
seluruh dunia dan mempengaruhi sekitar 800juta orang dewasa dan anak-anak.
Akan tetapi, dampak yang terburuk terjadi pada anak-anak karena dengan
menderita gizi buruk mereka mengalami kegagalan pertumbuhan (Supariasa,
dkk, 2002).
2.4.2. Tanda-Tanda Penderita Gizi Buruk
Ada beberapa cara untuk mengetahui seorang anak terkena gizi buruk
(busung lapar), yaitu :
1. Dengan cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila
perbandingan berat badan dengan umurnya dibawah 60% standar WHO-
NCHS, maka dapat dikatakan anak tersebut terkena busung lapar.
2. Dengan mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA). Bila
tidak sesuai dengan standar anak normal, waspadai anak tersebut terkena
busung lapar.
2.4.3. Klasifikasi KEP/Gizi Buruk
Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan
menimbang BB anak dibandingkan dengan umur dan Menggunakan KMS dan
tabel BB/U baku median WHO-NCHS (Depkes RI, 1999).
1. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada
pita warna kuning.
2. KEP sedang bila hasil pinimbangan berat badan pada KMS terletak
dibawah garis merah (BGM).
3. KEP berat/ gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median
WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/gizi buruk dan
KEP sedang, sehingga menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan tabel
BB/U median WHO-NCHS.
2.4.4. Gejala Klinis balita KEP Berat/Gizi buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak
tampak kurus. Gejala klinis berat/ gizi buruk secara garis besar dapat
dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa
mengukur BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP
berat gizi buruk tipe kwashiorkor (Depkes RI, 1999).
1. Marasmus
Kata ”marasmus” berasal dari bahsa Yunani yang artinya kurus
kering. Marasmus merupakan defisiensi intake energi yang umumnya
terjadi pada anak-anak sebelum 18 bulan karena terlambat di beri makanan
tambahan. Hal ini terjadi karena penyapihan mendadak, formula pengganti
ASI yang terlalu encer dan tidak higienis atau sering terkena infeksi
terutama gastroentritis. Penyakit ini sering terjadi pada sosial ekonomi yang
relatif rendah. Adapun gejala yang ditimbulkan adalah:
a. Keterlambatan pertumbuhan yang parah
b. Kurus sehingga hampir tidak ada lemak dibawah kulit
c. Otot-otot berkurang dan melemah
d. Rambut jarang dan tipis
e. Kulit tidak elastis dan keriput
f. Wajah seperti orang tua
g. Cengeng dan rewel
h. Perut cekung
i. Iga gambang
j. Sering terjadi dehidrasi, ISPA, tuberkulosis, cacingan berat dan
penyakit kronis lainnya
k. Sering disertai defisiensi vitamin A dan D
2. Kwarshiorkor
Kata “kwarshiorkor” berasal dari bahasa Ghana yang artinya
penyakit yang terjadi ketika bayi berikutnya lahir. Istilah kwarshiorkor
pertama diperkenalkan oleh Dr. Cecile Williams tahun 1933. Penyakit ini
lebih banyak diderita pada anak berumur 2-3 tahun, terjadi pada anak yang
terlambat pada masa penyapihan. Hal ini menyebabkan komposisi makanan
terutama makanan yang mengandung protein kurang dikonsumsi. Adapun
gejala yang ditimbulkan adalah:
a. Oedema (pembengkakan), moonface dan gangguan psikomotor
b. Anak menjadi apatis, tidak mau makan, suka merengek
c. Kulit dan rambut mengalami depigmentas, kulit bersisi
d. Hati membesar dan berlemak
e. Sering disertai anemia dan xeroftamia.
f. Pandangan mata sayu
g. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
h. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.
i. Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut, anemia dan diare.
3. Marasmus-Kwarshiorkor
Marasmus-kwarshiorkor merupakan gabungan dari keduanya dan
tanda-tanda adalah gejala dari keduanya, dengan BB/U <60% baku median
WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok (Modul Gizi Ksehatan
Masyarakat, 2008).
2.5. Proses Terjadinya Gizi Buruk
Proses terjadinya gizi buruk dimulai dari tahapan ketika seorang anak
mengalami gizi kurang (undernutrition). Keadaan ini mengkibatkan anak
menglami kegagalan pertumbuhan yang kemudian ia termasuk kedalam tahapan
gizi buruk tingkat sedang. Jika asupan zat gizinya tidak cepat terpenuhi maka berat
badan anak akan semakin turun. Hal ini akan menjadi lebih parah jika disertai
dengan penyakit infeksi yang disebabkan dari kondisi lingkungan yang tidak sehat.
Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya marasmus atau kwashiorkor atau juga
kedunya, dan itu artinya bahwa anak sudah masuk kedalam kategori gizi buruk
tingkat berat (Supariyasa, dkk, 2002)
2.5.1 Penanggulangan Balita Gizi Buruk
Dengan dibuatnya prosedur penanggulangan balita gizi buruk oleh
(Depkes RI, 2006) dari tingkat Rumah Tangga, tingkat Kecamatan
(Puskesmas) sampai tingkat Kabupaten didapatkan hasil sebagai berikut:
2.5.1.1 Penjaringan kasus balita gizi buruk
Diketahui jumlah kasus balita gizi buruk dan gizi kurang
masing-masing desa di 25 wilayah kerja puskesmas se-Kabupaten
Purworejo. Pada tahun 2004 jumlah bayi dan balita gizi buruk sebanyak
309 anak sedangkan jumlah bayi dan balita gizi kurang sebanyak 1526
anak.
2.5.1.2 Pelayanan Balita Gizi Buruk di Puskesmas
Semua kasus gizi buruk yang dirujuk mendapatkan pelayanan di
puskesmas ( baik puskesmas dengan rawat inap ataupun tanpa rawat
inap maupun rujukan perawatan di Rumah Sakit Umum). Pada tahun
2004 ada tiga balita gizi buruk tanpa komplikasi di rawat di Rumah
Sakit Umum Purworejo dan mendapatkan bantuan terapi gizi pasca
perawatan serta satu balita mendapatkan bantuan untuk pemberdayaan
keluarga.
2.5.1.3 Pelacakan Balita Gizi Buruk dengan Cara Investigasi
Diketahui identitas responden ( data penderita ), keluarga, status
kesehatan, kebiasaan makan dan lingkungan tempat tinggal ( rumah ).
Semua balita gizi buruk telah dilacak baik oleh Bidan Desa, Petugas
Gizi Puskesmas maupun Petugas Gizi Kabupaten
2.5.1.4 Pelayanan Balita Gizi Buruk di Rumah Tangga
Semua balita gizi buruk di rumah tangga mendapatkan pelayanan
gizi (Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan / PMT-P ) . Dari 309
bayi dan balita gizi buruk sebanyak 150 anak mendapatkan PMT-P susu
dan sisanya mendapatkan MP-ASI bubur dan MP-ASI biskuit.
2.5.1.5 Koordinasi Lintas Sektor
Diperoleh dukungan / kesepakatan dengan sektor terkait dalam
penanggulangan balita gizi buruk. Pada tahun 2004 bekerjasama
dengan Dinas Pertanian dalam penanggulangan balita gizi buruk
dengan memberikan bantuan pangan kepada keluarga miskin di
kecamatan Bruno.
2.6 Tatalaksana Anak Gizi Buruk
10 langkah utama tatalaksana gizi buruk, yaitu (Depkes RI, 1999):
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglekimia adalah bila anak sadar berikan
makanan saring/cair 2-3 jam sekali, atau larutan air gula dengan sendok bila
anak tidak dapat makan. Jika terdapat gangguan kesadaran diberikan infuse
cairan glukosa dan segera dirujuk ke RSU kabupaten.
2. Pengobatanh dan pencegahan hypothermia adalah menghangatkan anak dengan
mendekap anak di dada ibu/ orang dewasa lainnya dan ditutupi selimut atau
membungkus anak dengan selimut tebal dan meletakkna lampu di dekatnya.
Pada masa ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur setiap setengah jam
sekali.
3. Pengobatan dan pencegahan kekurangan cairan adalah dengan tetap
memberikan ASI setiap setengah jam sekali jika anak masih menyusui dan
memberikan minum 3 sendok makan setiap 30 menit, jika anak tidak dapat
minum diberikan infuse cairan ringer lactate/glukosa 5% NaCl dengan
perbandingan 1:1.
4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit dengan memberikan
makanan tanpa garam/rendah garam dan bila balita bisa makan maka diberikan
makanan banyak mengandung mineral dalam bentuk lunak.
5. Pengobatan dan pencegahan infeksi, yaitu pada KEP berat/gizi buruk, umunya
menunjukkan adanya infeksi seperti demam, oleh karena itu pada semua KEP
berat/ gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik, serta vaksinasi campak bila
anak belum di imunisasi dan umur sudah mencapai > 9 bulan.
6. Pemberian makanan balita KEP berat/gizi buruk dibagi atas tiga fase, yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Pada awal fase stabilisasi perlu
dilakukan pendekatan yang sangat hati-hati, disebabkan keadaan faal anak
sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita yang meliputi dua fase, yaitu fase transisi
dan fase rehabilitasi.
8. Penanggulangan kekurangan zat gizi mikro dilakukan dengan hati-hati, jangan
memberikan zat besi pada masa stabilisasi karena dapat memperburuk keadaan
infeksi, berikan pada saat anak sudah mau makan dan berat badannya sudah
mulai naik (biasanya pada minggu ke 2).
9. Memberikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional, yaitu berupa kasih
sayang, ciptakan lingkungan yang menyenangkan, berikan terapi bermain
terstruktur selama 15-30 menit/hari, rencanakan aktifitas fisik segera setelah
sembuh meningkatkan keterlibatan ibu.
10. Tindak lanjut perawatan dirumah dilakukan bila berat badan anak sudah berada
di garis warna kuning dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau
bidan desa. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap
dilanjutkan di rumah setelah pasien dipulangkan.
2.7 Proses Kegiatan Pelayanan Gizi
2.7.1 Asuhan Gizi
Asuhan gizi merupakan sarana dalam pemenuhan dalam upaya
pemenuhan zat gizi pasien. Pelayanan gizi rawat inap sering disebut juga
dengan terapi gizi medik. Pelayanan kesehatan paripurna seorang pasien, baik
rawat inap maupun rawat jalan, secara teoritis memerlukan tiga jenis asuhan
(care) yang pada pelaksanaannya dikenal sebagi pelayan (service). Ketiga jenis
asuhan tersebut adalah : asuhan medik, asuhan keperawatan dan asuhan gizi
(Depkes RI, 2006a)
Tujuan utama asuhan gizi adalah memenuhi kebutuhan zat gizi pasien
secara optimal baik berupa pemberian makanan pada pasien yang dirawat
maupun konseling gizi pada pasien rawat jalan. Untuk mencapai tujuan
tersebut diperlukan kerjasama tim yang terdiri dari unsure terkait untuk
melaksanakan urutan kegiatan, yang dikelompokan menjadi lima (5) kegiatan,
yaitu :
1. Membuat diagnosis masalah gizi
2. Menentukan kebutuhan terapi gizi. Dalam pelaksanaan asuhan gizi,
penentuan terapi gizi pasien perlu mempertibangkan tiga (3) macam
kebutuhan yaitu a) penggantian( replacement), b) pemeliharaan
(maintenance), dan c) penambahn akibat kehilangan (loss) yang
berkelanjutan dan untuk pemulihan jaringan dengan berpedoman kepada :
tepat zat gizi (bahan makanan), tepat formula, tepat bentuk, tepat cara
pemberian, serta tepat dosis dan waktu.
3. Memilih dan mempersiapkan bahan/makanan/formula khusus ( oral, enteral
dan parenteral) sesuai kebutuhan.
4. Melaksanakan pemberian makanan
5. Evaluasi/pengkajian gizi dan pemantauan
2.7.2 Pelaksanaan Asuhan Gizi Di Rumah Sakit
2.7.2.1 Tim Asuhan Gizi
Tim asuhan gizi merupakan tim fungsional yang
mengkoordinasikan penyelenggaraan asuhan gizi mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Tim ini dipimpin
oleh seorang dokter dengan anggota yang terdiri dari dokter, nutrionis
atau dietsien, perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Tim asuahn gizi
bertugas menyelenggarakan pelayanan gizi paripurna kepada
klien/pasien, terutama yang membutuhkan terapi gizi pada pasien rawat
jalan (Depkes RI, 2006a).
2.7.2.2 Jalur Koordinasi Tim Asuhan Gizi
Agar kegiatan asuhan gizi berjalan dengan optimal, maka perlu
dukungan pimpinan rumah sakit, komite dan staf serta adanya
koordinasi dan komunikasi antar anggota tim. Oleh karena itu rumah
sakit perlu dibentuk Tim Asuhan gizi sesuai dengan struktur organisasi
masing-masing rumah sakit
Gambar 2.2
Contoh Jalur koordinasi TIM Asuhan Gizi
Sumber: Depkes, RI 2003
1. Peran anggota tim asuhan gizi
a. Dokter
1) Bertanggung jawab dalam aspek gizi yang terkait dengan
keadaaan klinis diagnosa masalah gizi klien/pasien
Komite Medik
Tim
Dukungan
Gizi
Tim
Dukungan
Gizi
Tim
Dukungan
Gizi
Panitia Asuhan Gizi
Direktur
Tim
Dukungan
Gizi
2) Menentukan diet/pasien bersama nutrisionis/ dietsien
3) Memberikan penjelasan kepada klien/p[asien dan
keluarganya tentang pewranan terapi diet
4) Merujuk klien/pasien untuk konseling dan terapi gizi
5) Melakukan pemantauan dan evaluasio berkala bersama
anggota tim selama klien/pasien dalam masa perawatan
b. Nutrisionis/dietsien
1) Mengkaji status gizi/pasien berdasarkan rujukan
2) Melakukan anamnesis riwayat diet ke dalam bentuk
makanan yang disesuaikan dengan kebiasaan makan serta
keperluan terapi.
3) Memberikan saran kepada dokter berdasarkan hasil
pemantauan/evaluasi terapi gizi.
4) Memantau masalah yang berkaitan dengan asuhan gizi
kepada klien/pasien, bersama dengan perawat ruangan.
5) Memberikan penyuluhan, motivasi dan konseling gizi pada
klien/pasien dan keluarganya.
6) Melakukan kunjungan keliling (visite) baik sendiri maupun
bersama dengan Tim Asuhan Gizi kepada pasien.
7) Mengevaluasi status gizi klien/pasien secar berkala asupan
makanan, dan bila perlu melakukan perubahan diet pasien
berdasarkan hasil diskusi dengan tim Asuhan Gizi.
8) Mengkomunikasikan hasil terapi gizi kepada semua anggota
Tim Asuhan Gizi.
9) Berpartisipasi aktif dalam pertemuan/diskusi dengan dokter,
perawat, anggota Tim Asuhan Gizi lain, klien/pasien dan
keluarganya dalam rangka evaluasi keberhasilan pelayanan
gizi.
10) Menentukan rencan diet awal/sementara bilamana belum
ada penentuan diet dari dokter.
11) Melakukan pemantauan interaksi obat dan makanan bersama
dengan Tim Asuhan Gizi lainnya.
c. Perawat
1) Melakukan kerjasama dengan dokter dan nutrisionis/dietsien
dalam memberikan pelayanan gizi kepada klien/pasien
2) Membantu klien/pasien pada waktu makan
3) Melakukan pengukuran antropometri untuk menentukan dan
mengevaluasi status gizi klien/pasien
4) Bersama dengan notrisionis memantau masalah-masalah
yang berkaitan dengan asuhan gizi kepada klien/pasien
5) Melakukan pemantauan, mencatat dan melaporkan asupan
makanan dan respon klinis/pasien terhadap diet yang
diberikan
d. Farmasi
1) Melaksanakan permintaan obat dan cairan parenteral
berdasarkan resep dokter.
2) Mendiskusikan keadaan atau hal-hal yang dianggap perlu
dengan tim, termasuk interaksi obat dan kesehatan.
3) Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat
dan cairan parenteral oleh klien/pasien bersama perawat.
4) Jika perlu, menggantikan obat dari jenis yang sama sesuai
dengan persetujuan dokter.
5) Bersama dengan nutrisionis/deitsien`melakukan pemantauan
interaksi obar dan makanan
e. Tenaga kesehatan lainnya (misalnya rontgen dan laboratorium)
1) Melakukan pemeriksaan roentgen dan laboratorium sesuai
dengan permintaan dokter.
2) Bekerja sama dengan dokterdan perawat untuk pemeriksaan
roentgen dan laboratorium.
3) Bertanggung jawab pada hasil pemeriksaan roentgen dan
laboratorium
2.7.3 Asuhan Gizi Rawat Inap
Yaitu serangkaian proses kegiatan pelayanan gizi yang
berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet hingga evaluasi rencana diet
pasien di ruang rawat inap (Depkes RI, 2006a)).Tujuannya untuk memberikan
pelayanan kepada pasien rawat inap agar memperoleh gizi yang sesuai dengan
kondisi penyakit, dalam upaya mempercepat proses penyembuhan.
Pelayanan gizi rawat inap merupakan serangkaian kegiatan selama
perawatan yang meliputi :
1. Pengkajian status gizi
2. Penentuan kebutuhan gizi sesuai dengan status gizi dan penyakitnya
3. Penentuan macam atau jenis diet sesuai dengan penyakitnya dan cara
pemberian makanan
4. Konseling gizi
5. Evaluasi dan tindak lanjut pelayanan gizi
2.7.3.1 Pengkajian Status Gizi
1. Antropometri
Setiap pasien akan diukur data antropometri, berupa tinggi
badan (TB), panjang badan (PB), berat badan (BB), tinggi lutut,
tebal lemak bawah kulit (Skin fold technic), lingkar lengan atas
(LILA), dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan (Depkes RI, 2006a)
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi kesan klinis keadaan gizi, jaringan,
lemak subkutan, trofi otot dan defisiensi zat gizi lainnya.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan
klinis yang berhubungan dengan gangguan gizi atau untuk
menentukan hubungan sebab akibat antara status gizi dengan
kesehatan serta menentukan terapi obat dan diet. Pemeriksaan fisik
meliputi: : tanda-tanda klinis kurang gizi (sangat kurus, pucat atau
bengkak) atau gizi lebih (gemuk/sangat gemuk/obesitas) : sistem
kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal, sistem
metabolic/endokrin dan sistem neurologik/ psikiatrik (Depkes RI,
2006a)
3. Laboratorium
Pemerikrsaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi
adanya kelainan biokimia dalam rangka mendukung diagnosa
penyakit serta menegakkan masalah gizi klien/pasien. Pemeriksaan
ini dilakukan juga untuk menentukan intervensi gizi dan
memonitor/mengevaluasi terapi gizi (Depkes RI, 2006a).
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan darah (Hb, kolesterol total, HDL, LDL,gula darah,
ureum, keratin, asam urat, trigliserida dll).
b. Urin (glukosa, kadar gula, albumin dll), dan
c. Feses
2.7.3.2 Riwayat Gizi
Setiap pasien rawat inap akan dianalisis mengenai kebiasaan
makan sebelum dirawat yang meliputi asupan zat gizi, pola makan,
bentuk dan frekuensi makan, serta pantangan makan. Asupan zat gizi
diukur dengan menggunakan model makanan (food model) dan
selanjutnya dianalisis zat gizinya dengan menggunakan daftar analisa
bahan makanan atau daftar bahan makanan penukar (Depkes RI, 2006a)
Analisis asupan gizi memberikan informasi perbandingan antara
asupan dengan kebutuhan gizi dalam sehari. Setiap pasien rawat inap
akan dianamnesis untuk mengetahui asupan makanan sebelum dirawat
yang meliputi: asupan zat gizi, pola makan, semua data antropometri,
klinis dan bio kimia yang didapat dicatat pada formulir pencatatan gizi.
Kajian data gizi dapat juga dilakukan melalui penggunaan perangkat
lunak (software), contohnya “ NutriClin” yang dapat memberi
informasi tentang status gizi, hasil anamnesis dibandingkan dengan
angka kecukupan gizi (AKG), dan saran diet sesuai dengan kondisi
pada saat melakukan konseling (Depkes RI, 2006a).
2.7.3.3 Penentuan Kebutuhan Gizi
Penentuan kebutuhan gizi diberikan kepada klien/pasien atas
dasar status gizi, pemeriksaan klinis, dan data laboratorium. Selain itu
juga memperhatikan kebutuhan untuk penggantian status gizi
(replacement), kebutuhan harian, kebutuhan tambahan karena
kehilangan (loss) serta tambahan untuk pemulihan jaringan atau organ
yang sedang sakit. Penghitungan ini dapat menggunakan software
seperti NutriClin (Depkes RI, 2006a).
2.7.3.4 Penetuan Macam Dan Jenis Diet
Setelah dokter menentukan diet pasien tersebut, dietesien akan
mempelajari menyusun rencana diet dan bila sudah sesuai selanjutnya
akan menterjemahkan kedalam menu dan porsi makanan serta frekuensi
makan akan diberikan. Makanan diberikan dalam berbagai
bentuk/konsistensi, (biasa, lunak, cair, dsb) sesuai dengan kebutuhan
memperhatikan zat gizi yang dibutuhkan serta macam dan jumlah
bahan makanan yang digunakan. Apabila dari rencana diet tersebut
diperlukan penyesuaian maka dietesien akan menkonsultasikan kepada
dokter (Depkes RI, 2006a).
2.7.3.5 Konseling dan Penyuluhan Gizi
Sebelum melaksankan kegiatan konseling gizi, terlebih dahulu
dibuat rencana konseling yang mencakup penetapan tujuan, sasaran,
strategi, materi, metode, penilaian, dan tindak lanjut, tujuan dari
konseling gizi membuat perubahn prilaku makan pada pasien. Hal ini
akan terwujud melalui; a. penjelasan diet yang perlu dijalankan oleh
pasien, yang diperlukan untuk proses penyembuhan. b. kepatuhan
pasien untuk melaksanakan yang telah ditentukan dan c. pemecahan
masalah yang timbul dalam melaksanakan diet tersebut. Untuk
meningkatkan efisiensi, pelaksanaan konseling terutama pada saat
anamnesis dan penentuan diet, dapat dilakukan dengan memanfaatkan
software tertentu seperti food processor (FP2), worlldfood, EbisPro,
atau NutriClin. Penyuluhan dan konsultasi gizi dapat diberikan secara
perorangan maupun secara kelompok, berdasrkan kesamaan terapi diet
pasien (Depkes RI, 2006a).
2.7.3.5 Pemantauan, Evaluasi dan Tindak Lanjut
Aktivitas utama dari proses evaluasi pelayanan gizi pasien adalah
memantau pemberian makanan secara berkesinambungan untuk menilai
proses penyembuhan dan status gizi pasien. Pemantauan tersebut
mencakup antara lain perubahan diet,bentuk makanan, asupan
makanan, toleransi terhadap makanan yang diberikan, mual, muntah,
keadaan klinis difekasi, hasil laboratorium dll.tindak lanjut yang
dilaksanakan berdasarkan kebutuhan sesuai dengan hasil evaluasi
pelayanan gizi antara lain perubahan diet, yang dilakukan dengan
mengubah preskripsi diet sesuai dengan kondisi pasien. Apabila perlu,
dilakukan kunjungan ulang atau kunjungan rumah. Untuk pasien yang
dirawat walaupun tidak memerlukan diet khusus tetapi tetap perlu
mendapatkan perhatian agar tidak terjadi “Hospital Malnutrition”
terutama pada pasien-pasien yang mempunyai masalah dalam asupan
makanannya seperti adnya mual, muntah, nafsu makan rendah dsb.
Pemantauan berat badan status gizi perlu dilakukan secara rutin, sesuai
dengan kebutuhan dan kondisinya. Pada pasien anak pemantauan berat
badan sebaiknya dilakukan setiap hari (Depkes RI, 2006a).
2.8. Terapi Gizi Pasien Gizi Buruk
Cara pemberian diet pada pasien gizi buruk terdiri dari 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Tiap fase dengan penjelasan sebagai
berikut :
2.8.1 Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati,
karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisma basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang
dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar
dapat mencapai prinsip tersebut di atas dengan persyaratan diet sebagai berikut:
1. Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
2. Energi : 100 kkal/kg/hari
3. Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
4. Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
5. Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak
terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet
6. Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan
jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak
Keterangan:
a. Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
b. Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula
tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas )
c. Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari.
d. Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi
setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4
jam.
e. Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat :
1) Jumlah yang diberikan dan sisanya
2) Banyaknya muntah
3) Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
4) Berat badan (harian)
5) Selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita
dengan edema , mula-mula berat badannya akan berkurang
kemudian berat badan naik
6) Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)
2.8.2 Fase Transisi (minggu ke 2)
Fase transisi merupakan fase peralihan dari fase stabilisasi yang cara
pemberian makanan sebagai berikut:
1. Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan
untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
2. Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100
ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram
per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan
keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein
yang sama.
3. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200
ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
a. Frekwensi nafas
b. Frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut
nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan,
kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi
menaikkan volume seperti di atas.
c. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
1) Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak
terbatas dan sering.
2) Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari.
3) Protein 4-6 gram/kg bb/hari
4) Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula
WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI
tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
2.8.3 Fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
1. Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas
dan sering
2. Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
3. Protein 4-6 g/kgbb/hari
4. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan
Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
5. Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi:
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan:
a. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
b. Setiap minggu kenaikan bb dihitung jika:
1) Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.
2) Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi
menyeluruh.
Tabel 2.2
Tahap Pemberian Makanan
TAHAPAN PEMBERIAN DIET
Fase stabilisasi : Formula who 75 atau pengganti
Fase transisi : Formula who 75 formula who 100 atau
pengganti
Fase rehabilitasi : Formula who 135 (atau pengganti)
Makanan keluarga
Sumber: Depkes, RI, 2006
Tabel 2.3
Hasil Pemeriksaan dan Tindakan Pada Anak Gizi Buruk
(A) Tanda Bahaya dan Tanda Penting
Tanfa Bahaya&Tanda
Penting
Kondisi
L Ll Lll lV V
Renjatan (syok) Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Letargis (tidak sa Ada Ada Tidak ada Ada Tidak ada
Muntah/Diare/Dehidrasi Ada Ada Ada Tidak ada Tidak Ada
Sumber: Depkes RI, 2003
(B) Perawatan Awal Pada Fase Stabilisasi
Pemeriksaan + + + + +
Berat badan + + + + +
Suhu badan
Tindakan
Memberikan oksigen + - - - -
Menghangatkan tubuh + + + + +
Pemberian cairan dan makanan sesuai
Antibiotika sesuai umur + + + + +
Sumber: Depkes RI, 2003
Tabel 2.3
Hasil Pemeriksaan dan Tindakan Pada Anak Gizi Buruk (Lanjutan)
(C) Perawatan Lanjutan Pada Fase Stabilisasi
Anamnesis
lanjutan
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan
Laboratorium
Tindakan
Umum Khusus
Konfirmasi
kejadian
campak dan
TB paru
Panjang
badan/tin
ggi
badan
Dada
(thorak)
Perut
(abdome)
Otot
Jaringan
lemak
Pemeriksaan
mata
Pemeriksaan
kulit
Pemeriksaan
telinga,
hidung,
tenggorokan
(THT)
Kadar gula
Hemoglobin
Vitamin A
Asam folat
Multivitamin
folat
Multivitamin
tanpa Fe
Pengobatan
penyakit
penyulit
Stimulasi
(D) Perawatan Lanjutan Pada Fase Transisi
Pemeriksaan Tindakan
Berat badan naik Makanan tumbuh kejar
Multivitamin tanpa Fe
Stimulasi
Pengobatan penyakit penyulit
Persiapan/ keterlibatan ibu
Sumber: Depkes RI, 2003
Tabel 2.3
Hasil Pemeriksaan dan Tindakan Pada Anak Gizi Buruk (Lanjutan)
(E) Perawatan Lanjutan Pada Fase Rehabilitasi
Pemeriksaan Tindakan
Monitoring Makanan tumbuh kejar
Multivitamin tanpa Fe
Stimulasi
Pengobatan penyakit penyulit
Persiapan/ keterlibatan ibu
Sumber: Depkes RI, 2003
BAB III
LANGKAH DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG
3.1. Langkah Kegiatan Magang
Berikut ini merupakan langkah-langkah kegiatan magang Instalasi Gizi
RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang
Gambar 3.1
Langkah-Langkah Kegiatan Magang
Sumber: Data Primer
Sumber Data Primer
Saat Kegiatan Magang
1. Studi observasi dan wawancara mengenai kegiatan
pelayanan gizi dalam tatalaksana gizi buruk di Instalasi
Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah
Pangkal Pinang
2. Pengamatan dan ikut serta dalam kegiatan di Instalasi
Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah
Pangkal Pinang
3. Studi dokumentasi :
Mempelajari data pasien gizi buruk rawat inap di
Poli Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati
Hamzah Pangkal Pinang
Telaah data antropometri pasien gizi buruk yang
berobat jalan di Poli Gizi Rumah Sakit Umum
Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang
Obsevasi kegiatan pengukuran antropometri
4. Studi literatur
5. Evaluasi kegiatan magang
6. Penyusunan laporan magang
7. Konsultasi laporan magang
Output
1. Profil RSUD
a. Sejarah
b. Visi dan misi
c. Tugas dan fungsi
d. Struktur organisasi
e. SDM
f. Kerja sama penelitian
g. Kemampuan pemasyarakat hasil
penelitian
h. Sarana ilmiah
2. Profil pelayanan gizi pada balita gizi
buruk
a. Ruang lingkup
b. Kegiatan pelayanan gizi
c. Tugas dan peran
3. Gambaran kegiatan pengukuran
antropometri :
a. Data BB, TB/PB, LLA, LK, dan
LD pasien gizi buruk yang berobat
jalan di Poli Gizi
b. Alat untuk pengukuran
antropometri
c. Metode dan cara pengukuran
antropometri
d. Cara pencatatan dan pengolahan
data hasil pengukuran antropometri
serta penggunaan informasi hasil
pengolahan data.
Sebelum Kegiatan Magang
1. Pengajuan surat magang
2. Konfirmasi tempat magang
3. Pembuatan proposal
4. Konsultasi proposal
Setelah Magang
Presentasi Laporan magang
Perbaikan laporan Magang
3.2 Jadwal Kegiatan Magang
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Magang
No Hari ke Hari/
Tanggal Kegiatan Keterangan Hasil
1 1 Senin /1
Pebruari
Perkenalan.
Memberikan Fiksasi jadwal
magang dengan
pembimbing lapangan.
Melakukan perkenalan ke masing-
masing pegawai bagian rumah sakit.
Diskusi dengan pembimbing
lapangan
Mengetahui letak ruang dan ketua
masing-masing bagian rumah sakit
Fiksasi jadwal observasi masing-masing
2 2 Selasa /2
Pebruari
Mengamati dan mengikuti
kegiatan di Instalasi Gizi.
Observasi pasien gizi buruk
dan Ikut serta dalam
pemantauan kondisi pasien
diruang perawatan
Melakukan kegiatan di Instalasi gizi
dari mulai pendaftaran, pengukuran
antropometrii, pemeriksaan klinis,
penyuluhan, dan pemberian obat.
Mengetahui kondisi pasien gizi buruk
setelah dilakukan pemantauan
Mengetahui langkah-langkah di Instalasi
Gizi
Mengetahui kegiatan yang dilakukan di
Instalasi Gizi
Mendapatkan hasil pemantaun kondisi
pasien gizi buruk
3 3 Rabu /3
Pebruari
Mengumpulkan data dan
profil RSUDDH
Observasi ke laboratorium
Biokimia
Mengumpukan data dan profil
RSUDDH di bagian TU serta
membaca profil.
Mendapat penjelasan dari kepala
Biokimia serta observasi ke
Laboratorium
Mengetahui ruang lingkup kegiatan, mitra
kerjasama, dan tenaga SDM KPP
Biokimia, serta mengetahui macam-
macam Lab.
4 3 Kamis /4
Pebruari
Observasi cakupan pasien
gizi buruk di instalasi gizi.
Ikut serta dalam kegiatan
asuhan gizi di ruang
perawatan.
Studi dokementasi dalam
pelayanan gizi tatalaksana
gizi buruk
Mendapatkan data-data cakupan
pasien gizi buruk di Instalasi gizi.
Mendapatkan penjelasan langkah-
langkah kegiatan diruang asuhan
gizi.
Mendapatkan penjelasan tentang
jenis dokumentasi pelayanan gizi
tatalaksana gizi buruk
Mengetahui jumlah cakupan pasien gizi
buruk yang dirawat inap di Instalasi gizi
RSUDDH.
Mengetahui kegiatan pelayanan gizi dan
asuhan gizi dalam tatalaksana pasien gizi
buruk
Sumber: Data Primer
53
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Magang (Lanjutan)
No Hari
ke Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan Hasil
1 5 Jumat /5
Pebruari
Observasi cakupan pasien
gizi buruk di rekam medik
Observasi dalam
pengolahan-pendistribusian
makanan pasien gizi buruk
Mendapatkan data pasien gizi buruk
yang berobat jalan dan rawat inap di
rekam medis
Mendapatkan pengetahuan dalam
proses pengolahan –pendistribusian
makanan pasien gizi buruk
Mengetahui cakupan status gizi balita gizi
buruk rawat inap di rekam medik
Mengetahui cara pengolahan bahan
makanan pada pasien gizi buruk dan
pendistribusiannya.
2 6 Sabtu/6
Pebruari
Wawancara
Ikut serta dalam kegiatan
konseling gizi diruang
perawatan asuhan gizi
Melakukan wawancara dengan orang
tua dari balita yang mengikuti
pemulihan di Instalasi Gizi
Melakukan penyuluhan kepada
keluarga pasien mengenai asupan
makanan bagi pasien gizi buruk
Mengetahui bagaimana cara orang tua
memantau antropometri balitanya di
rumah
Mengetahui hasil kegiatan konseling gizi
sebagai pemantauan kondisi
perkembangan anak.
3 7 Senin /8
Pebruari
Ikut serta kegiatan di
Instalasi Gizi
Observasi ke Dinkes
Pemprov. Bangka Belitung
Melakukan kegiatan yang dilakukan
di instalasi Gizi dan ikut serta dalam
kegiatan.
Mendapatkan data prevalensi gizi
buruk Prov.Bangka Belitung
Mengetahui kegiatan rutin serta kegiatan
lain yang dilaksanakan di Instalasi Gizi.
Mengetahui cakupan angka gizi buruk di
Provinsi Bangka Belitung setiap tahun.
4 8 Selasa /9
Pebruari
Ikut serta dalam kegiatan
persiapan bahan susu
formula serta pengolahan
formula pasien anak gizi
buruk
Mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman dalam proses
pengolahan makanan khusus pasien
gizi buruk
Mengetahui cara dan proses mulai
pengolahan dan pendistribusian makanan
khusus untuk pasien gizi buruk
5 9 Rabu/10
Pebruari
Studi dokumentasi
antropometri
Ikut serta kegiatan di
Instalasi gizi
Mendapatkan penjelasan tentang
jenis dokumentasi pengukuran
antropometri.
Mengetahui kegiatan dan
mendapatkan penjelasan melakukan
kegiatan di Instalasi gizi
Mengetahui ukuran BB, TB/PB, LLA,
LK, dan LD balita yang mengikuti
pemulihan di Instalasi Gizi dan kegiatan
dilaksanakan di Instalasi gizi
Sumber: Data Primer
54
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Magang (Lanjutan)
No Hari
ke Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan Hasil
1 10 Kamis/11
Pebruari
Wawancara.
Ikut serta dalam
penimbangan berat badan
pasien gizi buruk
Melakukan wawancara dengan orang
tua dari balita yang mengikuti
pemulihan di ruang Instalasi Gizi
Melakukan kegiatan pengukuran
antropometri pada pasien gizi buruk.
Mengetahui cara orang tua memantau
antropometri balitanya di rumah.
Mendapatkan pencatatan hasil
penimbangan berat badan pasien.
2 11 Jumat /12
Pebruari
Ikut serta kegiatan di
Instalasi Gizi
Studi dokumentasi
Melakukan kegiatan yang dilakukan
di ruang Instalasi Gizi dan ikut serta
dalam kegiatan tersebut
Melndapatkan hasil dokumentasi
cara pengukuran antropometri di
ruang perawatan.
Mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman dalam kegiatan penyuluhan
dan pengukuran antropometri
3 12 Sabtu /13
Pebruari
Wawancara
Ikut serta dalam kegiatan
asuhan gizi diruang
perawatan
Melakukan wawancara dengan staff
pegawai diruang Instalasi Gizi yang
melakukan pengukuran antropometri
Melakukan kegiatan asuhan gizi
yaitu mengenai pengkajian status gizi
Mengetahui kendala/kesulitan dalam
pengukuran antropometri
Mengetahui cara mengatasi kendala
tersebut
Mendapatkan penjelasan cara kegiatan
pengkajian status gizi
4 13 Senin/15
Pebruari
Konsultasi dengan
pembimbing lapangan
Studi literature
Melakukan konsultasi dengan
pembimbing lapangan
Mengumpulkan berbagai referensi
mengenai teori gizi di ruang ahli gizi
Mendapatkan saran dalam membuat
laporan magang
Mendapatkan rujukan atau teori untuk
membahas hasil magang
Sumber: Data Primer
55
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Magang (Lanjutan)
No Hari ke Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan Hasil
1 14 Selasa /16
Pebruari
Telaah data antropometri
pasien gizi buruk yang
konsultasi di Instalasi Gizi
Studi dokumentasi
Mendapatkan data pasien gizi
buruk yang dirawat inap di
Instalasi gizi
Mendapatkan penjelasan tentang
jenis bahan makanan (formula
khusus) yang diberikan kepada
pasien.
Mengetahui cakupan status gizi balita gizi
buruk di Instalasi Gizi
Mengetahui bahan-bahan yang digunakan
untuk proses pembuatan susu formula
2 15 Rabu/17
Pebruari
Studi dokumentasi
Ikut serta dalam kegiatan
pengukuran antropometri.
Observasi cakupan kenaikab
berat badan anak di KMS
Mendapatkan penjelasan tentang
jenis dokumentasi pengukuran
antropometri
Mengetahui ukuran BB, TB/PB, LLA,
LK, dan LD balita yang mengikuti
pemulihan di Instalasi Gizi
3 16 Kamis /18
Pebruari
Ikut serta kegiatan di
Poli/Instalasi Gizi
Studi wawancara
Melakukan pengamatan kegiatan
yang dilakukan di Instalasi Gizi
dan ikut serta dalam kegiatan
tersebut
Wawancara dengan orang tua
pasien mengenai pola asuh anak.
Mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman dalam kegiatan penyuluhan
dan pengukuran antropometri.
Mendapatkan penjelasan dari orang tua
pasien mengenai pola asuh
4 17 Jumat /19
Pebruari
Observasi ke Laboratorium Melakukan pengamatan
pemeriksaan biokimia pada
spesimen pasien gizi buruk
Mengetahui cara pemeriksaan spesimen
pasien gizi buruk secara biokimia
5 18 Sabtu/20
Pebruari
Ikut dalam kegiatan
antropometri
Konsultasi dengan
pembimbing lapangan
Mengikuti kegiatan pengukuran
antropometri pada pasien gizi
buruk
Mendapatkan penjelasan penulisan
laporan magang
Mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman pada pengukuran
antropometri pada pasien gizi buruk serta
cara penulisan laporan magang
Sumber: Data Primer
56
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Magang (Lanjutan)
No Hari ke Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan Hasil
1 19 Senin/22
Pebruari
Studi dokumentasi
Wawancara
Mendapatkan penjelasan tentang
jenis dokumentasi pengukuran
antropometri.
Melakukan wawancara dengan ibu
balita gizi buruk
Mengetahui ukuran BB, TB/PB, LLA,
LK, dan LD balita yang mengikuti
pemulihan di Instalasi Gizi
Mengetahui perawatan balita gizi buruk
selama rawat jalan di rumah
2 20 Selasa/23
Pebruari
Konsultasi dengan dosen
pembimbing lapangan&dosen
fakultas
Studi Literatur
Melakukan konsultasi dengan
pembimbing lapangan.
Mencari refrensi ke perpustakaan
Stikes setempat
Mendapatkan saran dalam membuat
laporan magang
Mendapatkan rujukan atau teori untuk
membahas hasil magang
3 21 Rabu /24
Pebruari
Mengamati dan mengikuti
kegiatan di Instalasi Gizi
Melakukan pengamatan kegiatan
yang dilakukan di nstalasi Gizi dan
ikut serta dalam kegiatan tersebut
Mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman dalam kegiatan penyuluhan
dan pengukuran antropometri
4 22 Kamis /25
Pebruari
Analisa data
Ikut serta dalam kegiatan
instalasi gizi
Melakukan analisa data yang telah
diperoleh selama kegiatan magang.
Mengetahui kegiatan di Instalasi
gizi
Mendapatkan informasi dari data-data
yang telah diperoleh untuk pembuatan
laporan magang.
Mendapatkan penjelasan dan mengetahui
kegiatan di Instalasi gizi
5 23 Jumat/26
Pebruari
Observasi dan studi
dokumentasi
Wawancara
Mendapatkan penjelasan tentang
jenis dokumentasi pengukuran
antropometri
Melakukan wawancara dengan ibu
pasien balita
Mengetahui ukuran BB, TB/PB, LLA,
LK, dan LD balita yang ikut pemulihan di
Instalasi Gizi
Mengetahui perawatan balita gizi buruk
ranap
Sumber: Data Primer
57
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Magang (Lanjutan)
No Hari ke Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan Hasil
1 24 Sabtu/27
Pebruari
Penyusunan laporan magang
Studi Dokumentasi dan
observasi
Melakukan penyusunan laporan
hasil kegiatan magang
Mendapatkan Mendapatkan
penjelasan tentang jenis
dokumentasi pengolahan susu
formula WHO di Dapur
Laporan magang 75%
Mengetahui cara pembuatan pengolahan
susu formula WHO
2 25 Senin/1 Maret Evaluasi kegiatan magang
secara keseluruhan
Melakukan evaluasi guna
melengkapi data-data yang
dibutuhkan dalam pembuatan
laporan magang
Mengetahui data-data yang masih kurang
lengkap dan berusaha untuk
melengkapinya.
3 26 Selasa/2 Maret Mengumpulkan laporan
magang
Perpisahan
Mengumpulkan laporan magang
dan menyerahkannya.
Pamitan dengan pembimbing
lapangan dan staff pegawai rumah
sakit
Mengumpulkan laporan dan persiapan
sidang magang .
Perpisahan dengan pembimbing lapangan
dan staff pegawai rumah sakit
Sumber: Data Primer
58
59
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Depati Hamzah
Rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang
menyediakan rawat inap dan rawat jalan, memberikan pelayanan kesehatan jangka
pendek dan jangka panjang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan
rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera dan melahirkan. Untuk
penyediaan pelayanan kesehatan di Kota Pangkalpinang maka pada tahun anggaran
1981/1982 dengan menggunakan dana APBN mulailah dibangun secara bertahap
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pangkal Pinang yang berlokasi di Jalan
Soekarno Hatta, berbatasan dengan kompleks perkuburan Cina Sentosa Pangkal
Pinang
RSUD Pangkal Pinang yang semula berstatus kelas D meningkat statusnya
menjadi kelas C dan sekarang sedang dipersiapkan untuk perubahan status menjadi
kelas B non pendidikan dan sebagai rumah sakit rujukan di kawasan Bangka
Belitung, menjadi badan layanan umum, serta menjadi rumah sakit trauma centre,
seiring ditetapkannya Pangkal Pinang sebagai Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Bertepatan dengan peringatan setengah abad Kota Pangkal Pinang sebagai
60
daerah otonom pada tanggal 14 November 2006 ditetapkanlah nama RSUD Pangkal
Pinang dengan nama RSUD Depati Hamzah.
Sebagai Rumah Sakit Umum Daerah, RSUD Depati Hamzah memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit dan untuk persiapan
peningkatan statusnya dari tipe C ke tipe B non pendidikan. Perubahan status Rumah
Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang memang sangat diperlukan
seiring dengan perkembangan Kota Pangkal Pinang sebagai Ibukota Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
Berbagai jenis pelayanan, personal tenaga kesehatan dan perangkat keilmuan
yang beragam akan berinteraksi satu sama lain, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat, perlu diimbangi oleh tenaga
kesehatan yang memadai dalam rangka memberikan pelayanan standar kesehaan
yang bermutu. Hal ini akan membuat permasalahan di semakin kompleks. Sebagai
tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, Rumah Sakit Umum
Depati Hamzah Pangkal Pinang adalah tanggung jawab pemerintah dalam
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang adalah Rumah Sakit milik Pemerintah
Kota Pangkal Pinang yang didirikan pada tahun 1981/1982 dari dana APBN
Departemen Kesehatan RI, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan pembangunan,
khususnya dibidang kesehatan maka Rumah sakit Umum Depati Hamzah pangkal
Pinang mengalami perubahan status dari kelas D menjadi kelas C berdasarkan surat
Menteri Kesehatan RI No 197/Menkes/sk/11/1993 tanggal 26 Februari serta surat
61
keputusan Walikota madya KDH Tk II Pangkal Pinang No 069/SK/HUK/1993
tanggal 30 juni 1993
RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang beralokasi di Jalan Soekarno Hatta
Pangkal Pinang, memiliki luas tanah sebesar 74.292 m2 dan luas bangunan sebesar
7.563 m2
4.1.1 Fasilitas Kesehatan
RSUD Depati hamzah kota Pangkal pinang secara geografis berada pada
kondisi strategis, karena disamping bisa memberikan pelayanan kesehatan
kepada 178.199 penduduk yang tersebar pada 5 (lima) kecamatan, juga
melayani masyarakat di Kecamatan (Kabupaten) tetangga. Fasilitas kesehatan
di Kota pangkalpinang sebagai pendukung maupun Competitor rumah sakit
Umum Depati hamzah pangkalpinang terlihat sebagai berikut.
1. Rumah sakit Swasta
a. Bakti timah
b. Bhakti Wara
c. DKT
2. Puskesmas/ Kecamatan
a. Rangkui
b. Bukit intan
c. Pangkal balam
d. Gerunggang
e. Taman sari
3. Puskesmas Pembantu (19 buah)
62
4. Polindes (17 buah)
5. Bidan praktek (19 buah)
6. Dokter Praktek
a. umum (35 Orang)
b. Spesialis (24 Orang)
c. Gigi (11 Orang)
d. Klinik Bersalin (5 buah)
RSUDDH ini memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang cukup lengkap
untuk menanggulangi masalah berbagai penyakit seperti poliklinik kebidanan dan
kandungan, poliklinik anak, polikoinik gizi, poliklinik penyakit dalam, poliklinik
KB, poliklinik bedah, poliklinik umum, poliklinik saraf, unit rawat inap, unit
pelayanan medis, instalasi farmasi, gizi, laboratorium, radiologi, fisioterapi dan lain-
lain
63
4.1.2 Struktur Organisasi RSUDDH Pangkal Pinang
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Dan Ketenagaan Rumah Sakit Depati Hamzah Pangkal Pinang
DIREKTUR
KABAG. TATA USAHA
KASUBAG
UMUM&KEPEGAWAIAN
KASUBAG REKAM
MEDIK
KASUBAG
KEUANGAN
KABID KEPERAWATAN KABID PELAYANAN KABID
DIKLAT&PERENCANAAN
KASI
PELAYANAN&ASKEP
KASI ETIKA&MUTU KEPERAWATAN
KASI PELAYANAN MEDIK
KASI PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
KASI
DIKLAT&PENGEM
BANGAN SDM
KASI
PERENCANAAN&P
ROGRAM
64
4.1.3 Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Umum Depati Hamzah Pangkal Pinang
Fasilitas sarana dan prasarana pelayanan RSUDDH Pangkal Pinang terdiri:
1. Pelayanan Gawat Darurat (UGD) 24 jam
2. Pelayanan Rawat Inap terdiri ruang perawatan sebagai berikut :
a. Ruang Perawatan nusa Indah
b. Ruang Perawatan Asoka
c. Ruang Perawatan Melati
d. Ruang Pera watan Anggrek
e. Ruang Perawatan kelas 1
f. Ruang Perawatan kelas utama
g. Ruang ICU
h. Ruang Perawatan Paviliun
i. Ruang Luka bakar
Dengan jumlah tempat tidur yang terbagi menjadi beberapa kelas perawatan
antara lain:
a. Kelas Pavilliun
b. Kelas Utama
c. Kelas 1
d. Kelas II
e. Kelas II
3. Pelayanan Rawat jalan, terdiri dari pelayanan Poliklinik meliputi :
a. Poliklinik Kandungan dan Kebidanan
b. Poliklinik Anak
65
c. poliklinikGizi
d. Poliklinik Penyakit Dalam
e. Poliklinik Gigi
f. Poliklinik Umum
g. Bidan
4. Pelayanan Dan Fasilitas lain meliputi :
a. Laboratorium
b. Apotek
c. Ruang Rekam medis
d. Radiologi
e. Fisioterapi
f. Gizi
g. OK Central
h. Obs-Gyn
i. Rumah Dokter
j. Rumah Paramedis
k. USG, EKG, CTG
l. Imunisasi dan KB
m. Pembuatan Akte Kelahiran
n. Kamar Jenazah
o. Ambulance 24 Jam
p. Laundry
q. Mushola
66
Dalam menunjang segala kegiatan pelayanan kesehatan rumah sakit baik
rawat inap maupun rawat jalan, RSUDDH memiliki beberapa sarana dan
prasarana kesehatan cukup lengkap seperti Pelayanan Gawat Darurat (UGD)
24 jam, Pelayanan rawat inap yang mempunyai kapasitas 144 tempat tidur.
Pelayanan Rawat jalan terdiri dari pelayanan Poliklinik meliputi: Poliklinik
Kandungan dan Kebidanan, Poliklinik Anak, Poliklinik Penyakit Dalam,
Poliklinik Gigi, Poliklinik Umum dan kebidanan dan memiliki pelayanan dan
fasilitas lain meliputi: Laboratorium, apotek, ruang rekam medis, radiology,
gizi, ok central, obs-gyn, rumah dokter, rumah paramedic, usg, ekg, ctg,
imunisasi dan KB, pembuatan akte kelahiran, kamar jenazah, ambulance 24
jam, laundry, parker dan mushola.
4.1.4 Ketenagaan RSUDDH Pangkal Pinang
Adapun jumlah ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah
Pangkal Pinang sebagai berikut:
Tabel 4.1
Ketenagaan RSUDDH Pangkal Pinang
No. KETENAGAAN JUMLAH
1 Direktur 1 Orang
2. Kepala Tata Usaha 1 Orang
3 Dokter Spesialis 18 Orang
4 Dokter Umum 15 Orang
5 Dokter Gigi 2 Orang
6 Staf di ruang rawat 194 Orang
7 Staf Keperawatan 7 Orang
8 Fisioterapi 3 Orang
10 Instalasi farmasi 14 Orang
11 Radiology 5 Orang
12 Laboratorium 12 Orang
13 Tranfusi darah 2 Orang
14 Loket 1 ( Poliklinik Rawat Jalan) 3 Orang
Sumber: Profil RSUDDH Pangkal Pinang
67
Tabel 4.1
Ketenagaan RSUDDH Pangkal Pinang (Lanjutan)
No. KETENAGAAN JUMLAH
15 Loket II 6 Orang
16 Loket Rawat Inap 3 Orang
17 Staf Penunjang medik 1 Orang
18 Rekam Medik 7 Orang
19 Kepegawaian 5 Orang
20 Komite Medik 2 Orang
21 Pelayanan 1 Orang
21 Umum / kepegawaian 4 Orang
22 IPSRS 12 Orang
23 Askes 2 Orang
24 Satpam 11 Orang
25 Jenazah+sopir 5 Orang
26 Tenaga dapur 12 Orang
27 Jamkesda & jamkesmas 5 Orang
28 Perlengkapan 5 Orang
29 Diklat & Perencanaan Program 4 Orang
30 Akuntansi 3 Orang
31 Penerimaan keuangan 3 Orang
32 Keuangan 9 Orang
33 R.Informasi 3 Orang
34 Secretariat BLUD 3 Orang
35 Petugas kebersihan (CS) 43 Orang
Jumlah 426 Orang Sumber: Profil RSUDDH Pangkal Pinang
Untuk menjalankan kegiatan pelayanan kesehatan, RSUDDH memiliki
ketenagaan yang cukup terpenuhi untuk menangani setiap pelayanan kesehatan
rumah sakit, tetapi menurut penulis ada beberapa bagian khusus yang kurang
tertangani karena minimnya tenaga yang ada seperti bagian gizi. Ketenagaan
yang ada saat ini berjumlah 426 orang baik tenaga medis maupun tenaga non
medis yang terdiri dari Direktur, Kepala Tata Usaha, dokter spesialis, dokter
umum, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, instalasi farmasi. Staf di ruang
rawat, fisioterapi, tenaga radiologi, tenaga laboratorium, staf penunjang medik,
68
staf kepegawaian, komite medik, tenaga IPSRS, tenaga Askes, administrasi
keuangan, administarsi umum, Jamkesda/Jamkesmas, perlengkapan,
Diklat/perencanaan program, petugas ruang informasi, sekretariat BLUD
operator, kasir, satpam, sopir, dapur (juru masak), CS (tenaga kebersihan) dan
laundry.
4.1.5 Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran
4.1.5.1 Visi RSUDH Pangkal Pinang
1. Peryataan Visi
“Menjadi Rumah Sakit terpercaya dan Mitra Rujukan Terbaik di
Bangka Belitung”
2. Penjelasan Makna Visi
Rumah Sakit Umum Kota Pangkalpinang merupakan Rumah Sakit
yang terletak di ibu Kota Propinsi sudah sewajarnya mempunyai
sarana dan prasarana yang lebih lengkap di bandingkan dengan rumah
sakit daerah lainnya sehingga dapat menjadi rumah Sakit pusat
rujukan yang dapat memberikan pelayanan secara paripurna kepada
pasien, baik pasien dari Kabupaten Bangka dan Belitung sehingga
tidak perlu lagi di rujuk ke luar daerah karena dapat ditangani oleh
dokter-dokter yang ada di RSUDH Pangkalpinang dan dapat
menghemat biaya transport dan lain-lain.
4.1.5.2 Misi RSUDDH Pangkal Pinang
69
1. Pernyataan Misi
a. Melengkapi sarana dan prasarana rumah sakit
b. meningkatkan Profesionalisme dan Motivasi Kerja karyawan
2. Penjelasan Makna Misi
Peningkatan mutu sumber daya manusia RSUDH Pangkal
Pinang dapat dicapai melalui pendidikan dan latihan maupun
pendidikan formal lainnya baik untuk tenaga perawat yang
mendapat pendidikan tambahn dibidang tekhnis medis fungsional
maupun pendidikan dibidang manajemen administrasi. Pelaksanaan
misi ini harus ditunjang dengan sarana dan prasarana gedung dan
peralatan yang memadai . Sehingga semua Dokter Spesialis dapat
bekerja secara maksimal sesuai dengan kemampuan dan keahlian
yang dimilikinya.
Hal ini tentu saja akan berdampak secara langsung terhadap
peningkatan mutu pelayanan di Rumah sakit yang diharapkan dapat
memberikan pelayanan prima kepada pasien dirawat
4.1.5.3 Motto RSUDDH Pangkal Pinang
“IKAK SEHAT KAMI SENENG”
(Kesembuhan Anda kebahagiaan Kami)
1. Tujuan dan Sasaran Rumah Sakit Umum Depati Hamzah Pangkal
Pinang
Dalam penjabaran Visi dan Misi Rumah Sakit Umum
Depati Hamzah Pangkal Pinang perlu menetapkan tujuan yang
70
menggambarkan hasil akhir yang akan dicapai dalam penetapan
tujuan tersebut pada umumnya didasarkan pada faktor kunci
keberhasilan sebagai mana telah diuraikan dalam visi dan misi
tersebut, berdasarkan hal diatas, maka telah ditetapkan tujuan dan
sasaran yang harus dicapai dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dan diupayakan untuk dicapai rumah sakit umum
Depati Hamzah Pangkal Pinang adalah sebagai berikut :
a. Terwujudnya pelayanan rumah sakit umum depati Hamzah
Pangkal Pinang yang paripurna dengan kompetensi Sumber
Daya Manusia (SDM) yang Profesional secara keseluruhan,
bermutu dan terjangkau.
Sasaran dari tujuan kesatu sebagai berikut :
1) Meningkatnya klasifikasi rumah sakit
2) Pelayanan kesehatan yang mudah di akses dan terjangkau
3) Peningkatan jumlah kunjungan pasien kerumah sakit
4) Pengembangan citra rumah sakit sebagai stakeholder
pembangunan kesehatan
5) Menciptakan suasana kerja yang kondusif, aman dan
nyaman yang berbasis kepada kinerja
6) Membangun dan mengembangkan jejaring pelayanan
kepada seluruh stake holder pelayanan kesehatan
71
7) Pengembangan rumah sakit sebagai pusat pendidikan dan
penelitian bagi praktek keperawatan, kebidanan,
kedokteran dan lain-lain
8) Meningkatnya kinerja keuangan rumah sakit sesuai
dengan standar
9) Terpenuhinya kuantitas SDM rumah sakit sesuai dengan
standar
10) Peningkatan kualitas/mutu sdm rumah sakit sesuai dengan
profesi kesehatan
11) Masyarakat pengguna pelayanan mendapatkan pelayanan
dari tenaga yang kompeten
12) Meningkatnya kinerja pelayanan
13) Tertib administrasi seluruh pelaporan yang dibutuhkan
14) Meningkatnya kinerja sdm sesuai dengan kompetensinya
b. Terwujudnya rumah Sakit Umum Depati Hamzah Pangkal
Pinang menjadi pusat rujukan di Propinsi Kepulauan Bangka
Balitung
Sasaran dari tujuan kedua sebagai berikut: Setiap satuan
pelayanan memiliki sarana, prasarana dan peralatan dan peralatan
yang memadai dan sesuai dengan standar pelayanan minimal
4.1.6 Kinerja Kegiatan RSUDDH Pangkal Pinang
Tabel 4.2
72
Indikator Kegiatan Kinerja RSUD Depati Hamzah Tahun 2008&2009
Sumber: Rekam Medis RSUDDH Pangkal Pinang
Tabel 4.3
Indikator Pelayanan Rawat Inap RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang
Tahun 2009
No. Jenis indicator Tahun 2009 Standar Depkes
1. BOR 66.40% 60-80
2. AVLOS 4 hari 4 – 7 hari
3. BTO 69.05 kali 40 – 50 kali
4. TOI 2 kali 1-3 kali
5. NDR 28.96/mill 25/mill
6. GDR 61.24/mill 45/mill
Sumber : Rekam Medis RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang
Keterangan :
1. BOR : Bed Ocupancy Rate (rata-rata penggunaan tempat tidur)
2. AVLOS : Average Length Of Stay (rata-rata lamanya pasien dirawat)
3. BTO : Bed Turn Over (rata-rata produktivitas tempat tidur/ perputaran
pergantian orang dalam kurun waktu 1 tahun/lebih
4. TOI : Turn Over Interval (rata-rata jumlah tempat tidur yang kosong
5. NDR : Neto Death Rate (rata-rata jumlah kematian lebih dari 48 jam)
6. GDR : Gross Date Rate (rata-rata semua pasien meninggal)
No. Uraian Tahun 2008 Tahun 2009
1. Jumlah hari rawat 31.594 hari 34.904 hari
2. Rata-rata kunjungan Rajal/hari 119 orang/hari 138 orang/hari
3. Jumlah pasien keluar hidup 8.155 orang 9335 orang
4. Jumlah pasien mati < 48 jam 309 orang 321 orang
5. Jumlah pasien mati > 48 jam 259 orang 288 orang
6. Jumlah pasien keluar hidup+mati 8.723 orang 9944 orang
7. BOR 61.66% 66.40%
8. AVLOS 3 hari 4 hari
9. TOI 3 kali 2 kali
10. BTO 64.06 kali 69.05 kali
11. NDR 30.3/mill 28.96/ mill
12 GDR 63.33/mil 61.24/ mill
73
Pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan di RSUDDH, selain dilakukan
oleh dokter-dokter yang bertugas pada poliklinik rawat jalan dan rawat inap, juga
dilakukan oleh petugas medis dan non medis. Peran serta masing-masing petugas
yang berperan aktif dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada konsumen dapat terlihat dari kinerja pelayanan kesehatan RSUDDH tahun
2009.
4.2 Gambaran Umum Ruang Perawatan dan Instalasi gizi RSUD Depati Hamzah
Pangkal Pinang
Instalasi di RSUD Depati Hamzah terdiri dari Instalasi Farmasi dan Instalasi
Gizi. Namun kegiatan magang ini berlangsung di Instalasi gizinya juga. Instalasi gizi
RSUDDH merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang merupakan
pelayanan penunjang medis yang dibentuk dalam upaya mendukung fasilitas
pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Instalasi gizi RSUD Depati Hamzah salah satu
unit pelayanan fungsional yang bertugas menyelenggarakan pelayanan gizi rawat
inap dan menyelenggarakan makanan untuk pengaturan diet pasien yang sesuai
dengan kelas perawatan. Instalasi gizi dipimpin oleh kepala Instalasi yang
berkoordinasi langsung kepada direktur rumah sakit. Instalasi gizi RSUDDH terdiri
dari dapur pengelolaaan makanan. Namun selain di Instalasi Gizi untuk mengetahui
proses pengolahan makanan untuk pasien gizi buruk namun proses magang ini
sebagian besar berlangsung di ruang perawatan dan poliklinik gizi yang merupakan
bagian dari rumah sakit dengan tujuan untu k mengetahui proses penatalaksanaan
pasien gizi buruk.
4.2.1 Gambaran Ruang Perawatan RSUDDH
74
Di ruang perawatan RSUDDH terdapat tim asuhan gizi yang terdiri dari
dokter, tenaga gizi dan perawat, yang ketua tim adalah dokter. Kegiatan ini
dilakukan secara terpadu antara ketiga unsur di atas. Kegiatan di ruang
perawatan yaitu pengkajian status gizi, perencanaan/penentuan diet, penyajian
makanan ke pasien, penyuluhan/penilaian, pecatatan dan pelaporan kegiatan-
kegiatan gizi di ruangan.
Berdasarkan pasien masuk kerumah sakit dapat dibedakan dalam 2
(dua) kategori, yaitu: Pasien Rawat Inap dan pasien rawat jalan.
Pada pasien rawat inap dilakukan tahap penapisan dan pengkajian
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium dan
pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan apakah pasien memerlukan
terapi diet atau tidak (Depkes RI, 2006).
Pelayanan gizi rawat inap yang terdapat di ruang perawatan RSUD
Depati Hamzah sesuai dengan rujukan yang dikemukakan oleh Depkes RI
(2006 a). Alur kegiatan pelayanan gizi rawat inap Asuhan gizi RSUD Depati
Hamzah dapat digambarkan kegiatannya seperti dibawah ini
Gambar 4.2
Alur Kegiatan Pelayanan Gizi Rawat Inap Asuhan gizi RSUDDH
Pasien masuk ruang rawat inap
Pengkajian status gizi
75
Sumber: Asuhan gizi RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang
Sedangkan pada pasien rawat jalan hanya dilakukan pemeriksaan fisik,
antropometri, laboratorium dan pemeriksaan dokter lainnya, kemudian
menentukan perlu pasien terapi diet. Seperti uraian berikut:
a. Bila tidak memerlukan diet, pasien hanya akan mendapat penyuluhan gizi
umum dan makanan sehat untuk diri dan keluarganya, dalam upaya
mempertahankan dan meningkatkan keadaan kesehatan dirinya dan
lingkungannya.
b. Bila memerlukan terapi diet, pasien akan dikirim ke klinik gizi untuk
memperoleh penyuluhan/konseling tentang diet/terapi yang ditetapkan
dokter. Proses selanjutnya mengikuti prosedur dari klinik tersebut
(Depkes RI, 2006)
4.2.2 Gambaran Ruangan Dapur Pengelolaan Makanan
Monitoring dan evaluasi
Konseling gizi
Pencatatan gizi
Penentuan diet
Pengadaan makanan pasien
Pasien pulang
76
Dapur pengelolaan makanan Instalasi gizi RSUDDH terdapat tim
tenaga pemasak, tenaga gizi yang melakukan kegiatan penyelenggaraan
makanan yang dimulai dari pengadaan bahan makanan, perencanaan menu
sampai pendistribusian makanan ke pasien. Kegiatan perencanaan menu dan
penyusunan menu disesuaikan dengan taksiran kebutuhan bahan makanan,
pemesan bahan makanan, penyiapan bahan makanan serta pendistribusian
makanan ke pasien. Adapun struktur dapur Instalasi gizi RSUDDH sebagai
berikut :
Gambar 4.3
Struktur Dan Tugas Pokok Instalasi gizi/Dapur RSUDDH Pangkal Pinang
Sumber: Asuhan gizi RSUD Depati Hamzah.
Dari gambar 4.3 adapun tugas dan fungsi pokok untuk masing-masing
instalasi gizi RSUDDH sebagai berikut:
1. Tupoksi Ka Asuhan gizi/Dapur
Bag. Pengolahan Bag. Distribusi Bag.
Kebersihan
Ka. Asuhan gizi/dapur
Administrasi Bag.Persiapan
77
a. Mengawasi & mengendalikan proses kegiatan penyelenggaraan
makanan di rumah sakit
b. Bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan gizi di rumah sakit
c. Memberikan pelayanan konsultasi gizi
d. Bertanggungjawab dalam evaluasi & pencatatan pelaporan kegiatan
2. Tupoksi Bagian Administrasi
a. Membantu mengatur kebutuhan bahan makanan pasien & karyawan
b. Mengatur penyimpanan bahan makanan basah & kering
c. Memperhatikan kualitas bahan makanan
d. Membuat laporan kegiatan harian & bulanan
3. Tupoksi Bagian Persiapan
a. Melakukan penerimaan bahan makanan basah
b. Mengecek kualitas & kuantitas bahan makanan
c. Mempersiapkan bahan makanan sesuai standar menu
d. Melakukan penyimpanan bahan makanan sesuai kebutuhan
4. Tupoksi Bagian Pengolahan
a. Melakukan pengolahan bahan makanan sesuai dengan standar menu
b. Mempersiapkan peralatan, bumbu dan bahan makanan untuk diolah
c. Mengolah bahan makanan sesuai dengan standar diet yang ada
d. Mempersiapkan makanan pasien untuk proses distribusi
5. Tupoksi Bagian Distribusi
a. Melakukan proses distribusi makanan bagi pasien rawat inap
78
b. Mengatur pemberian makanan sesuai dengan standar diet
c. Membantu memenuhi kebutuhan makan pasien
d. Mengisi data jumlah pasien dan standar diet pasien
6. Tupoksi Bagian Kebersihan
a. Melakukan kegiatan hygiene & sanitasi ruangan dan peralatan
b. Menjaga kebersihan & keamanan peralatan makan pasien
c. Mempersiapkan peralatan makan & memasak
d. Mengatur pembuangan sampah basah & kering
7. Uraian Tugas Kepala Asuhan gizi Secara Umum
a. Mengawasi dan mengendalikan proses kegiatan penyelenggaraan
makanan di rumah sakit
b. Mempersiapkan bahan dan peralatan untuk mendukung proses
penyelenggaraan makanan
c. Membuat perencanaan standart porsi dan standart menu
d. Analisa anggaran makan pasien dan karyawan rumah sakit
e. Membuat pesanan kebutuhan bahan makanan pasien dan karyawan
rumah sakit
f. Mengontrol distribusi kebutuhan pasien dan karyawan
g. Evaluasi kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima
4.2.3 Gambaran Ruangan Poliklinik Gizi
79
Di ruang poliklinik RSUDDH terdapat tenaga gizi, perawat dan dokter.
Poliklinik gizi adalah tempat kegiatan penyuluhan gizi dan konsultasi kepada
pasien yang menjalani diet, baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
Dalam melaksanakan penyuluhan gizi dan rujukan gizi di Polikilinik gizi
pasien akan dianamnesis gizi dan penentuan diet pasien.
4.3 Kegiatan Asuhan Gizi Pasien Gizi Buruk di Ruang Perawatan Rumah Sakit
Umum Daerah Depati Hamzah
Rangkaian proses kegiatan pelayanan gizi yang berkesinambungan dimulai
dari perencanaan diet hingga evaluasi rencana diet pasien diruang rawat inap.
Dengan tujuannya untuk memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap agar
memperoleh gizi yang sesuai dengan kondisi penyakit, dalam upaya mempercepat
proses penyembuhan (Depkes RI, 2006a). Pelayanan asuhan gizi rawat inap
merupakan serangkaian kegiatan selama perawatan yang meliputi:
6. Pengkajian status gizi
7. Riwayat gizi
8. Penentuan kebutuhan gizi sesuai dengan status gizi dan penyakitnya
9. Penentuan macam atau jenis diet sesuai dengan penyakitnya dan
cara pemberian makanan
10. Konseling gizi
11. Evaluasi dan tindak lanjut pelayanan gizi
Kegiatan asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang perawatan RSUD
Depati Hamzah dilaksanakan secara sistematis berdasarkan Kriteria Depkes (2006a).
80
Kegiatan asuhan gizi pasien gizi buruk meliputi pengkajian status gizi pasien gizi
buruk, penentuan kebutuhan gizi pasien gizi buruk sesuai dengan status gizi dan
penyakit, sedangkan penentuan macam atau jenis diet sesuai dengan kondisi anak,
penyakit serta cara pemberian makanan. Kemudian kegiatan terakhir yaitu evaluasi
dan tindak terhadap pelayanan pasien gizi buruk.
4.3.1 Pengkajian Status Gizi Bagi Pasien Gizi Buruk
Pengkajian status gizi adalah proses yang digunakan untuk menentukan
status gizi pasien, mengidentifikasi gizi(kurang atau lebih), untuk menentukan
preskripsi diet atau rencana diet, dan menu makanan yang harus diberikan
kepada pasien (Depkes RI, 2006a).
Pada kegiatan ini pengkajian status gizi bagi pasien gizi buruk, ahli gizi
RSUD Depati Hamzah tidak bekerja sendiri tetapi dibantu oleh tim asuhan gizi
yang terdiri dari dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya. pada saat awal
balita masuk kerumah sakit dilakukan kegiatan pengkajian status gizi pada
pasien gizi buruk, mekanisme yang dilakukan dengan cara:
1. Antropometri
Setiap pasien akan diukur data antropometri, berupa tinggi badan
(TB), panjang badan (PB), berat badan (BB), tinggi lutut, tebal lemak bawah
kulit (skin fold technic), lingkar lengan atas (LILA), dan lain-lain sesuai
dengan kebutuhan (Depkes RI, 2006a). Antropometri sangat umum
digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan
antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola
81
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah
air dalam tubuh (Supariasa, dkk, 2001).
Tatalaksana asuhan gizi buruk di Ruang Perawatan RSUDDH pada
tahap pengkajian status gizi berdasarkan dengan pedoman dari Depkes
(2006a) yaitu adanya pengukuran antropometri terlebih dahulu terhadap
pasien gizi buruk. Pengukuran ini sering digunakan dalam penentuan status
gizi anak dan rutin pengukurannya yaitu dengan metode pengukuran
antropometri yang mempertimbangkan faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam memilih dan menggunakan suatu metode
pengukuran, sehingga intervensi yang diberikan diharapkan tepat sasaran.
Kegiatan pengukuran antropometri adalah salah satu kegiatan
pelayanan gizi dalam tatalaksana pasien gizi buruk di ruang perawatan
RSUDDH. Kegiatan in bertujuan untuk mengetahui status gizi balita yang
mengikuti pemulihan dan perawatan. Dari penelitian status gizi inilah dapat
diketahui intervensi apa yang akan diberikan. Secara keseluruhan kegiatan
pengukuran antropometri dapat digambarkan dengan gambar berikut ini.
Gambar 4.4
Proses kegiatan pengukuran antropometri
Pengukuran Berat Badan, Tinggi
Badan/Panjang Badan, Lingkar Lengan
Atas, Lingkar Kepala, Lingkar Dada
82
Sumber: Data Primer
Dari gambar akan dapat diketahui bahwa proses kegiatan
antropometri dimulai dari pengukuran BB, TB/PB, LLA, LK dan LD.
Kemudian data tersebut diolah sehingga menghasilkan sebuah informasi
yang dapat digunakn untuk pengambilan keputusan atau tindakan dalam
menaggulangi masalah gizi buruk atau kurang.
Metode yang digunakan untuk penilaian status gizi adalah metode
penilaian status gizi secara langsung yaitu pengukuran antropometri. Menurut
jelliffe (1989) penilaian status gizi terbagi menjadi dua, yaitu pengukuran
langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran langsung seperti
pengukuran antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Sedangkan
pengukuran tidak langsung seperti survei konsumsi, statistic vital, dan faktor
ekologi.
Pencatatan Data Hasil
Pengukuran
Pengolahan Data Hasil
Pengukuran
Interpretasi Hasil
Pengolahan Data
Penggunaan Informasi Hasil
Pengolahan Data
83
Kegiatan asuhan gizi di ruang perawatan RSUDDH memilih metode
pengukuran langsung dalam penilaian status gizi anak salah satu nya dengan
metode antropometri untuk menilai status gizi anak karena prosedurnya lebih
mudah dan tidak membutuhkan biaya yang banyak. Metode pengukuran
antropometri mempertimbangkan faktor tenaga, waktu, dana, peralatan,
sampel yang diukur dan informasi yang ingin dihasilkan dari pengukuran
tersebut. menurut Supariasa (2002) beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih dan menggunakan suatu metode pengukuran
yaitu tujuan pengukuran, unit sample yang diukur, jenis informasi yang
dibutuhkan, tingkat reliabilitas dan akurasi yang dibutuhkan. Fasilitas dan
peralatan. Tenaga, waktu, dan dana. Sesuai dengan pedoman yang
dikemukakan oleh Supariasa (2002). Untuk SDM atau tenaga yang
melakukan pengukuran antropometri adalah tim asuhan gizi seperti perawat
dan nutrisionis yang mendapatkan pelatihan metode dan cara pengukuran
antropometri.
Tenaga atau sumber daya yang melakukan pengukuran antropometri
adalah Tim Asuhan Gizi di ruang perawatan yang telah mendapatkan
pelatihan mengeanai metode dan cara pengukuran antropometri. Menurut
Gibson (1990) penilaian status gizi secara antropometri tidak memerlukan
tenaga ahli, tetapi tenaga tersebut cukup dilatih.
Alat pengukuran Antropometri yang digunakan oleh tim asuhan gizi
di ruang perawatan RSUDDH untuk menilai status gizi pasien dalam
84
melaksanakan kegiatan pengukuran antropometri, tim asuhan gizi
menggunakan alat-alat sebagai berikut :
1. Detecto dengan ketelitian 0.01 kg untuk mengukur berat badan. Sebelum
penggunaan alat tersebut ditera terlebih dahulu.
2. Length Board untuk mengukur panjang badan
3. Microtoise untuk mengukur tinggi badan dengan ketelitian 0.1 cm
4. Pita pengukur untuk mengukur lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan
lingkar dada
Alat yang digunakan oleh tim asuhan gizi pada tatalaksana asuhan
pasien gizi buruk untuk mengukur berat badan adalah Detecto dengan
ketelitian 0.01 kg. Menurut Depkes (1999) alat yang digunakan dalam ke
tempat yang menimbang berat badan harus memenuhi beberapa persyaratan
antara lain mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang
lain, mudah diperoleh dan relative murah harganya, ketelitian penimbangan
sebaiknya maksimal 0.1 kg. Skalanya mudah dibaca, dan cukup aman untuk
menimbang balita. Detecto yang digunakan oleh tim asuahan gizi di ruang
perawatan telah memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Depkes, sehingga
akurasi dan ketepatan hasil pengukuran dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mengukur panjang badan di Asuhan gizi menggunakan length
board dengan ketelitian 0.1 cm. alat ini telah disesuaikan dengan kondisi
pasien, karena sebagian besar pasien adalah balita yang belum dapat berdiri
atau sudah dapat berdiri namun tidak mampu untuk berdiri karena kondisi
fisiknya yang lemah. Menurut Puslitbang Gizi (1980), untuk bayi atau anak
85
yang belum dapat berdiri digunakan alat pengukur panjang bayi, sesuai
dengan pernyataan tersebut. Tim Asuhan gizi telah menerapkan penggunaan
alat pengukur panjang bayi (length board) untuk mengukur parameter
panjang badan.
Sedangkan untuk mengukur parameter tinggi badan dilakukan untuk
balita yang sudah dapat berdiri dengan kondisi badan sudah tidak
memungkinkan lagi menggunakn Length board. Maka Asuhan gizi
menggunakan microtoise sebagai alat pengukur tinggi badan dengan
ketelitian 0.1 cm. penggunaan Microtoise untuk parameter tinggi badan
sesuai dengan anjuran Depkes sebab hasil pengukuran dengan Microtoise
untuk parameter tinggi badan berbeda dengan hasil pengukuran dengan
length board untuk parameter panjang badan. Untuk itu, dalam penggunaan
alat Microtoise dan Length board harus disesuaikan dengan kondisi balita
yang akan diukur agar hasil pengukurannya tepat dan akurat. Hal ini telah
diterapkan oleh Asuhan gizi dalam kegiatan pengukuran antropometri.
Parameter lingkar lengan atas, linhkar kepala, dan lingkar dada diukur
dada diukur dengan menggunakan alat yang sama yaitu pita pengukur yang
terbuat dari serat kaca (Fiberglass) dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel,
dan tidak mudah patah. Pengukuran lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan
lingkar dada dewasa ini menjadi salah satu pilihan untuk penentuan status
gizi. Karena mudah dilakukan dan tidakmemerlukan alat-alat yang sulit
diperoleh dengan harga yang lebih murah. Menurut Supariasa (2002), ada
86
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian terutama jika menggunkan
parameter lingkar lengan atas sebagai pilihan tunggal untuk indeks gizi .
1. Baku lingkar lengan atas yang sekarang digunakan belum mendapatkan
pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini
didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukan
perbedaan angka prevalensi KEP yang cukup berarti antara penggunaan
LLA disatu pihak dengan berat badan menurut umur atau berat badan
menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di pifak lain, sekalipun
terdapat korelasi statistic yang berarti antara indeks-indeks tersebut
dengan LLA.
2. Kesalahan pengukuran pada LLA ( pada berbagai tingkat keterampilan
pengukuran) relative lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan,
mengingat batas anatara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LLA
dari pada tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih
berarti pada LLA dibandingkan dengan tinggi badan.
3. Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah),
tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak
demikian halnya dengan berat badan.
Dalam menjalankan kegiatan tatalaksana anak gizi buruk, tim asuhan
gizi tidak menggunakan parameter LLA untuk penilaian status gizi. Sesuai
dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Supariasa (2002) bahwa banyak
hal yang perlu diperhatikan untuk menggunakan parameter LLA sebagai
87
pilihan untuk penilaian status gizi, maka diperlukan parameter lain untuk
penilaian status gizi sehingga penilaian yang dilakukan tepat dan akurat.
Gambar 4.5
Alat Pengukuran Antropometri
Microtoise Pengukur Lengan
Length Board Detecto
Cara pengukuran Antropometri yang dilakukan oleh tim asuhan gizi
dalam mengukur antropometri anak yang mengikuti pemulihan adalah
mengukur Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) atau Panjang Badan (PB),
Lingkar Lengan Atas (LLA), Lingkar Dada (LD), dan Lingkar Kepala
(LK).Untuk parameter berat badan diukur setiap hari selama perawatan
sedangkan parameter tinggi badan atau panjang badan, lingkar lengan atas,
lingkar kepala dan lingkar dada diukur pada hari pertama dirawat dan
rutinnya setiap 1 kali per minggu.
88
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan
untuk mendiagnosis bayi normal atau Berat bayi lahir rendah (BBLR).
Menurut Soetjiningsih (1998), berat badan menggambarkan jumlah dari
protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Cara pengukuran berat badan
pada kegiatan tatalaksana gizi di ruang perawatan RSUDDH ini
menggunakan Detecto yang mempunyai ketelitian 0.01 kg. Sebelum
digunakan alat ditera terlebih dahulu serta pakaian dan alas kaki dilepaskan
pada saat penimbangan sehingga hasil pengukuran tepat dan akurat.
Pengukuran panjang badan dilakukan dengan menggunakan length
board yang telah disesuaikan untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri.
Cara mengukurnya adalah bayi diletakan di atas alat pengukur dalam posisi
tidur. Letak kepala menyinggung bagian atas alat pengukur dan kaki bayi
harus diluruskan hingga telapak kaki bayi menyinggung bagian alat ukur
sebelah bawah.
Sedangkan untuk mengukur parameter tinggi badan yang dilakukan
untuk balita yang sudah dapat berdiri dengan kondisi badan sudah tidak
memungkinkan lagi menggunakan Length board, maka di Asuhan gizi
menggunakan Microtoise sebagai alat pengukur tinggi badan dengan
ketelitian 0.1 cm. cara penggunaan Microtoise untuk parameter tinggi badan
sesuai dengan anjuran Depkes yaitu sewaktu pengukuran anak tidak boleh
memakai alas kaki (sepatu atau sandal) dan penutup kepala (topi atau
kerudung).
89
Cara pengukuran lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada
yang dilakukan di Asuhan gizi sesuai dengan pedoman Depkes, yakni untuk
parameter lingkar lengan ats diukur dengan cara mengukur pertengahan
lengan atas sebelah kiri, pertengahan ini dihitung jarak dari siku sampai batas
lengan dan kemudian dibagi dua. Lengan yang diukur dalam keadaan
bergantung bebas dan tidak tertutup pakaian. Pada saat pengukuran pita
pengukur tidak terlalau kuat atau terlalu longgar. Untuk parameter lingkar
kepala diukur dengan cara melingkarkan pita pada kepala, dan untuk
parameter lingkar dada pengukuran dilakukan pada garis putting susu dengan
cara melingkarkan pita pada dada.
Gambar 4.6
Cara Pengukuran Antropometri
Pengukuran LLA Pengukuran BB
90
Pengukuran PB
Sumber : Dokumentasi Penulis
Hasil pengukuran antropometri pada kegiatan tatalaksana asuhan Gizi
buruk di ruang perawatan RSUDDH langsung dicatat ke dalam formulir
pengukuran antropometri yang terdapat dalam formulir pemeriksaan klinis.
Pembacaan hasil atau interpretasinya dilakukan oleh petugas asuhan gizi
untuk menilai status gizinya sehingga dapat ditentukan perawatan dan
pemulihan yang akan diterima untuk pasien yang baru dan pasien yang masih
dirawat di ruang perawatan RSUDDH.
Pengolahan data hasil pengukuran antropometri di ruang perawatan
asuhan gizi ini bertujuan untuk menentukan status gizi dan
penatalaksanaannya. Pengolahan data dilakukan dengan dua cara, yaitu cara
manual dan komputerisasi. Penentuan status gizi secara manual dengan
menggunakan tabel baku WHO-NCHS (National Centre for Health Statistic)
dan indeks yang digunakan adalah BB/TB. Sedangkan untuk penentuan
status gizi secara komputerisasi dilakukan untuk tujuan penelitian dengan
jumlah data relatif banyak. Program yang digunakan adalah NutriClin dan
Nutrisoft, indikator yang digunakan meliputi BB/TB, BB/U, dan TB/U.
91
Pengolahan data hasil pengukuran antropometri di ruang perawatan
RSUDDH khususnya oleh petugas asuhan gizi dilakukan dengan dua cara,
yaitu cara manual dan komputerisasi. Cara manual yang dilakukan untuk
menentukan status gizi pasien menggunakan standar deviasi unit (SD)
dengan baku rujukan WHO-NCHS (National Centre for Health Statistic) dan
indeks yang digunakan adalah BB/TB.
Sedangkan cara komputerisasi untuk pengolahan dat hasil pengukuran
antropometri digunakan untuk penelitian dengan jumlah dta relative banyak.
Program computer yang digunakan adalah NutriClin dan Nurisoft, indicator
yang digunakan meliputi BB/TB, BB/U, dan TB/U. Pada tatalaksana asuhan
gizi pasien gizi buruk di ruang perawatan RSUDDH menggunakan baku
rujukan WHO-NCHS dalam melakukan penilaian status gizi.
Informasi hasil pengukuran antropometri digunakan untuk mendeteksi
status gizi balita yang mengikuti pemulihan di ruang perawatan RSUDDH
dan sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan atau tindakan untuk
menanggulangi masalah gizi buruk atau kurang. Selain itu, informasi hasil
pengukuran antropometri juga digunakan oleh para peneliti untuk
menganalisis masalah-masalah gizi yang terkait dengan antropometri.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi kesan klinis keadaan gizi, jaringan, lemak
subkutan, trofi otot dan defisiensi zat gizi lainnya. Pemeriksaan fisik
dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berhubungan
dengan gangguan gizi atau untuk menentukan hubungan sebab akibat antara
92
status gizi dengan kesehatan serta menentukan terapi obat dan diet.
Pemeriksaan fisik meliputi: tanda-tanda klinis kurang gizi (sangat kurus,
pucat atau bengkak) atau gizi lebih (gemuk/sangat gemuk/obesitas): sistem
kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal, sistem
metabolic/endokrin dan sistem neurologik/ psikiatrik (Depkes RI, 2006a)
Di ruang perawatan asuhan gizi RSUDDH dilakukan pemeriksaan fisik
terhadap pasien gizi buruk sesuai dengan kriteria dari Depkes RI, (2006a).
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang
berhubungan dengan gangguan gizi atau untuk menentukan sebab akibat
antara status gizi dengan kesehatan pasien, serta menentukan terapi obat dan
diet untuk pasien gizi buruk jika disertai dengan penyakit penyerta. Tanda-
tanda yang dilihat dari pasien gizi buruk yaitu apakah tanda-tanda tersebut
mengalami marasmus kwashiorkor dan marasmus kwashiorkor.
Jika pasien mengalami marasmus dapat diketahui tanda klinis adan
gejala yang ditimbulkan sebagi berikut:
l. Keterlambatan pertumbuhan yang parah
m. Kurus sehingga hampir tidak ada lemak dibawah kulit
n. Otot-otot berkurang dan melemah
o. Rambut jarang dan tipis
p. Kulit tidak elastis dan keriput
q. Wajah seperti orang tua
r. Cengeng dan rewel
s. Perut cekung
93
t. Iga gambang
u. Sering terjadi dehidrasi, ISPA, tuberkulosis, cacingan berat dan penyakit
kronis lainnya
v. Sering disertai defisiensi vitamin A dan D
Bila pasien gizi buruk mengalami kwashiorkor dapat diketahuinya
tanda klinis dan gejala yang ditimbulkannya sebagai berikut:
j. Oedema (pembengkakan), moonface dan gangguan psikomotor
k. Anak menjadi apatis, tidak mau makan, suka merengek
l. Kulit dan rambut mengalami depigmentas, kulit bersisi
m. Hati membesar dan berlemak
n. Sering disertai anemia dan xeroftamia.
o. Pandangan mata sayu
p. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
q. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.
r. Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut, anemia dan diare
Marasmus-Kwarshiorkor merupakan gabungan dari keduanya dan
tanda-tanda adalah gejala dari keduanya, dengan BB/U <60% baku median
WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok (Modul Gizi Ksehatan
Masyarakat, 2008).
3. Pemeriksaan Laboratorium
94
Pemerikrsaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya
kelainan biokimia dalam rangka mendukung diagnosa penyakit serta
menegakkan masalah gizi klien/pasien. Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk
menentukan intervensi gizi dan memonitor/mengevaluasi terapi gizi.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan antara lain : Pemeriksaan
darah (Hb, kolesterol total, HDL, LDL,gula darah, ureum, keratin, asam urat,
trigliserida, urin (glukosa, kadar gula, albumin dll), dan feses (Depkes dan
Asuhan gizi Perjan RSCM dan Asosiasi Dietsien Indonesia, 2006)
Pemeriksaan laboratorium dilaksanakan pada saat pasien gizi masuk
dengan bantuan unsur terkait yaitu oleh tim asuhan gizi Asuhan gizi RSUD
Depati Hamzah dalam pengkaijian status gizi untuk mendeteksi mendiagnosa
penyakit dan untu menentukan terapi gizi antara lain:
a. Pemeriksaan darah: contoh darah lengkap, HB, kolesterol darah, HDL,
LDL, glukosa darah, ureum, creatinin, asam urat dan trigliserida serta
kadar vitamin dan mineral lain.
b. Urin: contoh urin lengkap, glukosa/kadar gula, albumin.
c. Feses: contoh feses (tinja), fungsi pencernaan, lemak, cacing (Depkes RI,
2006a)
Pada pemeriksaan laboratorium ini dapat diketahui oleh analis
kesehatan di Asuhan gizi RSUD Depati Hamzah kadar albumin, prealbumin
pada pasien gizi buruk dapat dilhat pada tabel berikut ini yang merupakan
rujukan dari Depkes RI, (2006a).
Tabel 4.4
95
Kadar Albumin pada Urin
Albumin Serum(µg/dl) Transferin serum (µg/dl)
Malnutrisi ringan 3.0-3.5 150-200
Malnutrisi sedang 2.1-3.0 100-150
Malnutrisi berat < 2.1 < 100
Sumber: Depkes RI, 2003
Nilai prealbumin dalam kaitannya daya status gizi dapat diketahui
sebagai berikut (Depkes RI, 2003).
a. Baik : 23.8 +/- 0.9 µg/dl
b. Gizi sedang : 16.6 +/- -0.8 µg/dl
c. Gizi kurang marasmus : 12.4 +/- 10 µg/dl
d. Gizi buruk marasmus kwashiorkor : 7.6 +/- 0.6 µg/dl
e. Gizi buruk kwashiorkor : 3.2 +/- 0.4 µg/dl
4.3.2 Riwayat Gizi Pasien Gizi Buruk
Setiap pasien rawat inap akan dianalisis mengenai kebiasaan makan
sebelum dirawat yang meliputi asupan zat gizi, pola makan, bentuk dan frekuensi
makan, serta pantangan makan. Asupan zat gizi diukur dengan menggunakan
model makanan (food model) dan selanjutnya dianalisis zat gizinya dengan
menggunakan daftar analisa bahan makanan atau daftar bahan makanan penukar
(Depkes RI, 2006a).
96
Di ruang perawatan Asuhan gizi RSUD Depati Hamzah dalam
tatalaksana asuhan gizi dilakukan anamnesis riwayat gizi pada pasien gizi buruk
sesuai dengan rujukan dari Depkes RI (2006a), yaitu dengan melakukan
wawancara riwayat gizi kepada keluarga pasien gizi buruk yang dilakukan oleh
perawat dan ahli gizi ruamah sakit mengenai pola makan dan frekuensi makan,
sikap terhadap makanan, alegi terhadap makanan penggunaan obat secara
kuantitatif (food recall) dan kualitatif, dengan menggunakan nutriclin(software)
dapat diketahui informasi tentang status gizi pasien, hasil anamnesis
dbandingkan dengan angka kecukupak gizi (AKG). Setelah diketahui hasil
berbagai pemeriksaan, dokter beserta ahli gizi akan menentukan diet pasien gizi
buruk berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut. Ahli gizi akan menentukan
pemberian diet pasien gizi buruk ini disesuaikan juga dengan kondisi pasien pada
saat konseling, BB anak , dan pola makan (bentuk dan frekuensi makanan) serta
asupan zat gizi sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG) .
4.3.3 Penentuan Kebutuhan Gizi Pasien Gizi Buruk
Penentuan kebutuhan gizi diberikan kepada klien/pasien atas dasar status
gizi, pemeriksaan klinis, dan data laboratorium. Selain itu memperhatikan
kebutuhan untuk penggantian status gizi (replacement), kebutuhan harian,
kebutuhan tambahan karena kehilangan (loss) serta tambahan untuk pemulihan
jaringan atau organ yang sedang sakit. Penghitungan ini dapat menggunakan
software seperti NutriClin (Depkes, 2006a).
Proses kegiatan penentuan kebutuhan gizi dalam tatalaksana asuhan gizi
di ruang perawatan asuhan gizi RSUDDH yaitu setelah selesai pemeriksaan, jika
97
kondisi pasien gizi buruk mengalami kondisi diambang kilinis maka pasien akan
dirawat selam proses pemulihan kondisi anak, kemudian ahli gizi mengambil
data pasien untuk digunakan pada tahap selanjutnya yaitu penentuan kebutuhan
gizi pasien dan diet pasien yang akan diberikan sesuai dengan kondisi anak dan
jenis penyakit penyerta lainnya. Indikator pemberian makanan pada pasien gizi
buruk di Asuhan gizi RSUDDH, standar kebutuhan zat gizi beradasarkan fase
pemberian makanan yang merupakan rujukan dari Depkes RI (2003) yaitu
sebagai berikut:
Tabel 4.5
Kebutuhan Zat Gizi Berdasarkan Fase Pemberian Makanan
ZAT
GIZI
STABILISASI
( hari ke 1-7)
TRANSISI
( hari ke 8-14)
REHABILITASI
(minggu ke 3-6)
Energi 80-
100kkal/kgBB/hr
100-150
kkal/kgBB/hr
150-220
kkal/kgBB/hr
Protein 1-1,5
gram/kgBB/hr
2-3 gram/kgBB/hr 3-4 gram/kgBB/hr
Cairan 130 ml/kgBB/hr
atau
100 ml/kgBB/hr
bila ada adema
berat
150 ml/kgBB/hr 150-200 ml/kgBB/hr
Sumber: Depkes RI, 2003
Kebutuhan energi : 80-220 kkal/kgBB/hr
Kebutuhan protein : 1-4 gram/kgBB/hr
Cairan : 130-200 ml/kgBB/hr bila edema berat cairan harus
diberikan 100 ml/kg/BB/hr
+ : edema pada tangan dan kaki
98
++ : edema pada tungkai dan lengan
+++: edema pada seluruh tubuh (wajah dan perut)
Pada tabel 4.5 kebutuhan zat gizi pada gizi buruk berdasarkan fase
pemberian makanan. Setiap fase pemberian makanan memerlukan penambahan
zat gizi yang lebih khususnya energi dan protein. Dengan penambahan energi
dan protein bisa membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Tatalaksana
asuhan gizi di ruang perawatan Asuhan gizi RSUDDH , penentuan kebutuhan zat
gizi pasien gizi buruk berdasarkan kebutuhan zat gizi rujukan dari Depkes RI
(2003).
4.3.4 Penentuan Macam diet pasien gizi buruk
Setelah dokter menentukan diet pasien tersebut, dietesien akan
mempelajari menyusun rencana diet dan bila sudah sesuai selanjutnya akan
menterjemahkan kedalam menu dan porsi makanan serta frekuensi makan akan
diberikan.makanan diberikan dalam berbagai bentuk/konsistensi, (biasa, lunak,
cair, dsb) sesuai dengan kebutuhan memperhatikan zat gizi yang dibutuhkan
serta macam dan jumlah bahan makanan yang digunakan. Apabila dari rencana
diet tersebut diperlukan penyesuaian maka dietesien akan mengkonsultasikan
kepada dokter (Depkes RI. 2006a).
Setelah kebutuhan gizi diketahui maka dokter beserta ahli gizi akan
menentukan diet pasien tersebut, ahli gizi akan mempelajari pemberian makanan
dan menyusun rencana diet dan bila sudah sesuai selanjutnya akan
meterjemahkan kedalam menu, porsi makanan dan frekuensi makanan yang akan
diberikan kepada pasien gizi buruk. Tahap pemberian makanan, jenis diet ,
99
jumlah dan jadwal makanan pada pasien gizi buruk pada tatalaksana asuhan gizi
di ruang perawatan asuhan gizi RSUDDH berdasarkan rujukan dari Depkes RI
(2003) yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.6
Jadwal, Jenis, Dan Jumlah Makanan Yang Diberikan
Fase
Waktu
pemberian
Jenis makanan
Frekwensi
Jumlah cairan (ml) setiap
minum menurut bb anak
4 Kg 6 Kg 8 Kg 10 Kg
Stabilisasi Hari 1-2
Hari 3-4
Hari 3-7
F75/modifikasi
F75/Modisco ½
F75/modifikasi
F75/Modisco ½
F75/modifikasi
F75/Modisco½
12 x (dg ASI)
12 x (tanpa
ASI)
8 x (dg ASI)
8 x (tanpa
ASI)
6 x (dg ASI)
6 x (tanpa
ASI)
45
45
65
65
90
90
65
65
100
100
130
130
-
90
-
130
-
175
-
110
-
160
-
220
Transisi Minggu 2-3 F100/modifikasi
F100/Modisco I
/modisco II
4 x (dg ASI )
6 x (tanpa
ASI)
130
90
195
130
-
175
-
220
Rehabilitasi
BB < 7 Kg
Minggu 3-6
F135/modifikasi
F135/Modisco III,
ditambah
Makanan lumat makan
lembik
Sari buah
3 x (dg/tanpa
ASI)
3 x 1 porsi
1 x
90
-
100
100
-
100
150
-
100
175
-
100
BB >7 Kg Makanan lunak makan
biasa
Buah
3 x 1 porsi
1 –2 x 1 buah
-
-
-
-
-
-
-
-
Sumber: Depkes RI, 2003
100
Tabel 4.7
Tahap Pemberian Makanan
TAHAPAN PEMBERIAN DIET
Fase stabilisasi : Formula who 75 atau pengganti
Fase transisi : Formula who 75 formula who 100 atau
pengganti
Fase rehabilitasi : Formula who 135 (atau pengganti)
Makanan keluarga
Sumber: Depkes RI, 2003
Pemberian makanan atau diet pada pasien gizi buruk dalam tatalaksana
asuhan gizi diruang perawatan RSUD Depati Hamzah berdasarkan tahapan fase
makanan rujukan dari Depkes RI (2003) yang terdiri dari fase stabilisasi, fase
transisi dan fase rehabilitasi yaitu makanannya berupa formula WHO ( F 75, F
100, F 135). Pemberian Formula F 75 diberikan pada saat fase stabilisasi (1-7
hari) artinya pemberian Formula F 75 ke pasien sesuai dengan tabel petunjuk
pemberian F 75 (terlampir) yaitu pemberiannya sesuai dengan berat badan anak
dan kondisi anak . sedangkan pemberian Formula F 100 diberikan pada fase
transisi artinya pemberian Formula F 100 ke pasien sesuai dengan tabel petunjuk
pemberian F 75 (terlampir) yaitu pemberiannya sesuai dengan berata badan anak
dan kondisi anak. Dan pemberian Formula F 135 diberikan pada saat fase
rehabilitasi artinya pemberian F 135 ke pasien sesuai dengan tabel petunjuk
pemberian F 135 (terlampir) yaitu pemberiannya kondisi anak menagalami
perkembangan. Pemberian Formula ini sangat diterapkan jika ada pasien gizi
buruk baru masuk, selama perawatan akan dipantau pemberiannya untuk
mengetahui pasien cocok dengan pemberian formula ini, jika hasil pemantauan
101
ada pasien yang mengalami diare setiap pemberian formula, maka oleh ahli gizi
pemberian formula fleksibel artinya dalam pemberian makanan pada pasien
disesuaikan dengan kondisi anak, maka pemberian diet bagi pasien yang
mengalami diare yaitu tetap pemberian formula kepada pasien tetapi bahan
formula dikurangi pada saat pengolahan artinya pengolahan formula ini bahan
formulanya tidak sesuai dengan takaran rujukan dari Depkes, sehingga
kebutuhan zat gizi energi dan protein lebih sedikit dikurangi untuk bisa
mengimbangi kondisi anak.
Bahan makanan dan takaran bahan yang digunakan untuk pembuatan
dan pengolahan formula WHO oleh Instalasi gizi RSUDDH yaitu sebagai
berikut:
Tabel 4.8
Bahan Formula WHO
Sumber: Instalasi gizi RSUDDH
FORMULA WHO
Bahan
Makanan
Per 1000 ml F 75 F 100 F 135
Formula WHO
Susu skim
bubuk
G 25 85 90
Gula pasir G 100 50 65
Minyak
sayur
G 30 60 75
Mineral
mix
Bungkus 3 bungkus 3 bungkus 3 bungkus
Larutan
elektrolit
Ml 20 20 27
Tambahan
air s/d
Ml 1000 1000 1000
102
Tabel 4.8 adalah Bahan makanan yang digunakan pembuatan formula
WHO oleh Instalasi gizi RSUDDH berdasarkan standar rujukan Depkes RI
(2003) yang bahan makanannya berupa susu skim bubuk, gula pasir, minyak
sayur, mineral mix, larutan elektrolit dan cairan. Bahan makanan ini di takar
sesuai standar masing-masing formula dengan kebutuhan gizi, berat badan pasien
dan kondisi pasien . Formula WHO ini mengandung berbagai macam zat gizi
seperti energi, protein, laktosa, kalium, magnesium, seng, tembaga (Cu), dan
dapat juga diketahui % energi protein, % energi lemak dan osmolaritasnya.
Setiap kandungan zat gizi di atas sudah diketahui nilai gizinya tiap masing –
masing formula.
Gambar 4.6
Bahan Formula
Bahan Formula Bahan Formula
Proses pembuatan formula WHO untuk pasien gizi buruk ini dibuat oleh
tenaga pemasak yang sudah dilatih oleh ahli gizi. Proses pengolahan formula ini
berdasarkan permintaan pasien dan ahli gizi. Proses pengolahannya sebagai
berikut untuk masing – masing formula.
1. Formula WHO F 75, F 100, F 135
103
Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan
larutan mineral mix, kemudian masukan susu skim sedikit demi sedikit, aduk
sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai homegen dan volume menjadi 1000 ml. larutan ini bisa
langsung diminum. Masak selama 4 menit, bagi anak yang disentri atau diare
persisten.
Gambar 4.7
Pengolahan Bahan Formula
Penimbangan Bahan Formula Bahan Formula
Hasil Olahan Formula Hasil Olahan Formula
Proses pembuatan modifikasi makanan (formula WHO) untuk pasien gizi
buruk ini dibuat oleh tenaga pemasak yang sudah dilatih oleh ahli gizi. Proses
104
pengolahan modifikasi makanan (formula WHO) berdasarkan permintaan pasien
dan ahli gizi. Proses pengolahannya sebagai berikut untuk masing – masing
formula
2. Formula WHO F 75 Modifikasi (I, II, III), F 100 Modifikasi, F 135
Modifikasi
Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan
larutan mineral mix, kemudian masukan susu skim/full cream/susu segar dan
tepung sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan
dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homegen dan
volume menjadi 1000 ml dan didihkan sambil diaduk-aduk hingga larut selama
5-7 menit
Jika kondisi anak mengalami perkembangan yang baik dan berat
badannya pun meningkat, pemberian makanan akan di modifikasika agar proses
pemulihan gizi akan semakin cepat dengan pertambahan zat gizi lebih.
Modifikasi makanan ini berupa makanan khusus mengikuti standar formula
WHO.
4.3.5 Konseling Gizi Pasien Gizi buruk
Sebelum melaksanakan kegiatan konseling gizi, terlebih dahulu dibuat
rencana konseling yang mencakup penetapan tujuan, sasaran, strategi, materi,
metode, penilaian, dan tindak lanjut, tujuan dari konseling gizi membuat
perubahn prilaku makan pada pasien. Hal ini akan terwujud melalui:. penjelasan
diet yang perlu dijalankan oleh pasien, yang diperlukan untuk proses
penyembuhan, kepatuhan pasien untuk melaksanakan yang telah ditentukan dan
pemecahan masalah yang timbul dalam melaksanakan diet tersebut. Untuk
105
meningkatkan efisiensi, pelaksanaan konseling terutama pada saat anamnesis dan
penentuan diet, dapat dilakukan dengan memanfaatkan software tertentu seperti
food processor (FP2), worlldfood, EbisPro, atau NutriClin. Penyuluhan dan
konsultasi gizi dapat diberikan secara perorangan maupun secara kelompok,
berdasarkan kesamaan terapi diet pasien (Depkes RI, 2006a).
Pelaksanaan konseling gizi di ruang perawatan Asuhan gizi RSUDDH
dilaksanakan sesuai dengan kriteria dari Depkes RI (2006a) yaitu kegiatannya
memberikan penyuluhan kepada keluarga balita mengenai penentuan diet dan
terapi gizi pasien gizi buruk yang didapatkan dari berbagai pemeriksaan.
4.3.6 Pemantauan, Evaluasi dan Tindak lanjut
Aktivitas utama dari proses evaluasi pelayanan gizi pasien adalah
memantau pemberian makanan secara berkesinambungan untuk menilai proses
penyembuhan dan status gizi pasien. Pemantauan tersebut mencakup antara lain
perubahan diet,bentuk makanan, asupan makanan, toleransi terhadap makanan
yang diberikan, mual, muntah, keadaan klinis difekasi, hasil laboratorium
dll.tindak lanjut yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan sesuai dengan hasil
evaluasi pelayanan gizi antara lain perubahan diet, yang dilakukan dengan
mengubah preskripsi diet sesuai dengan kondisi pasien. Apabila perlu, dilakukan
kunjungan ulang atau kunjungan rumah. Untuk pasien yang dirawat walaupun
tidak memerlukan diet khusus tetapi tetap perlu mendapatkan perhatian agar
tidak terjadi “Hospital Malnutrition” terutama pada pasien-pasien yang
mempunyai masalah dalam asupan makanannya seperti adnya mual, muntah,
nafsu makan rendah dsb (Depkes RI, 2006a).
106
Tahap pemantauan dalam tatalaksana asuhan gizi di ruang perawatan
asuhan gizi RSUDDH yaitu Pemantauan berat badan, status gizi pada pasien
gizi buruk yang dirawat di ruang perawatan Asuhan gizi RSUDDH dilakukan
secara rutin oleh tim asuhan gizi sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. Pada
pasien anak pemantauan berat badan sebaiknya dilakukan setiap hari.
Pemantauan lainnya yaitu mengenai perubahan diet jika anak mengalami
kenaikan berat badan maka terjadi perubahan asupan makanan dan bentuk
makanan yang dikonsumsi. Sedangkan evaluasi yang dilakukan dengan penilaian
masalah pemberian formula dan makanan ke pasien, pemberiannya cocok atau
tidak dengan kondisi anak.
Terdapat pedoman pemberian formula atau makanan tambahan pada anak
gizi buruk seperti berikut ini:
Tabel 4.9
Pedoman Pemberian Formula Pada Anak Gizi Buruk
Karakteristik
Jumlah Makanan Formula yang harus
diberikan sesuai BB anak dalam sehari
BB < 7 kg BB 7-8
kg
BB 9-10 kg BB 11-
13 kg
A. Jenis Makanan
Formula tempe 1 ½ resep 2 resep
Formula ikan 1 resep 1 ½ resep
Formula kacang hijau 1 ½ resep 2 resep
Formula kacang hijau dan kuning
telur
1 ½ resep 2 resep
Formula kacang hijau dan susu 1 ½ resep 2 resep
Formula tahu ayam 1 ½ resep 1 ½ resep
Formula kentang 1 ½ resep 2 resep
Formula tempe wortel 1 ½ resep 2 resep
Formula Tim hati ayam 3 resep 3 ½ resep
Formula jagung pipil dan ikan 3 resep
Formula jagung segar dan ikan 4 resep
B. Bentuk Makanan Cair Saring Lunak/
Lembik
Padat
C. Frekuensi pemberian
makanan dalam sehari
8 kali 6 kali 5 kali 5 kali
107
Sumber: Depkes RI, 2003
Berdasarkan tabel 4.9 Pedoman Pemberian Formula anak gizi buruk
berdasarkan rujukan Depkes RI (2003) dibedakan beberapa karakteristik jenis
makanan, jumlah makanan formula yang harus diberikan sesuai BB anak. Di
Asuhan gizi RSUDDH. Jenis makanan yang diberikan oleh ahli gizi kepada pasien
gizi buruk biasanya Formula tempe, formula ikan, formula kacang hijau, formula
kacang hijau dan susu, formula tempe wortel, formula tim hati ayam. Formula
tambahan ini biasanya di berikan berdasarkan berat badan anak, kondisi anak dan
usia anak diatas satu tahun. Bentuk makanan (cair, saring, lunak/lembik dan padat)
dan frekuensi pemberian formula tambahan dalam sehari pemberiannya sesuai
dengan tabel di atas.
4.4 Pelaksanaan Kerja Asuhan Gizi Ruang Rawat Inap Pasien Gizi Buruk
Tim asuhan gizi merupakan tim fungsional yang mengkoordinasikan
penyelenggaraan asuhan gizi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi. Tim ini dipimpin oleh seorang dokter dengan anggota yang terdiri
dari dokter, nutrionis atau dietsien, perawat dan tenaga kesehatan lainnya (Depkes
RI, 2006a).
Di ruang perawatan asuhan gizi RSUDDH ketenagaan khusus dalam
tatalaksana asuhan gizi pasien gizi buruk berjumlah 52 orang dengan spesifikasi
pendidikan Dokter untuk tanaga ahli penyakit yaitu 2 orang dokter, S1 SKM (ahli
kesehatan masyarakat) & DIII Gizi yaitu 2 orang ahli gizi sebagai koordinator
pelayanan gizi Rumah Sakit, DIII Keperawatan yaitu 19 orang perawat yang
membantu dalam perawatan&pemeriksaan , Analis Kesehatan yaitu 10 orang
108
analis dalam pemeriksaan laboratorium, Radiologi yaitu 4 orang Radiografer,
fisioterapi yaitu 3 orang fisioterapi serta untuk non ahli berpendidikan SD-SMU
yang terdiri dari 12 orang tenaga pemasak, tapi yang berperan dalam membantu
pembuatan formula WHO&formula tambahan untuk anak Gizi buruk terdiri 3
orang.
Sistem kerja ahli gizi sesuai dengan kerja pegawai kantor yaitu hari
Senin-Sabtu dari jam 08.00- 14.00. sedangkan untuk tenaga dokter, perawat dan
tenaga pemasak sistem kerjanya dibagi menjadi 2 shift dengan masing-masing
shift. Adapun tugas pokok masing-masing ketenagaan tim asuhan gizi dalam
tatalaksana pasien gizi buruk di ruang perawatan Asuhan gizi RSUDDH.
Berdasarkan tabel 4.10 prosedur asuhan gizi rawat inap sesuai dengan
prosedur di atas yang merupakan rujukan Depkes RI. Prosedur diatas sangat efektif
dilaksanakan sesuai dengan tugas masing-masing.
Tim asuhan gizi antara lain ahli gizi serta tenaga-tenaga kesehatan
lainnya yang berperan dalam tatalaksana asuhan gizi cukup efektif dalam
pelaksanaan tugas masing-masing. Untuk tenaga gizi di Asuhan gizi ini masih
kurang karena belum ada rekrutmen tenaga baru oleh pihak rumah sakit namun
pihak rumah sakit mengusahakan akan menerima tenaga baru untuk meringankan
tugas ahli gizi sebelumnya. Namun demikian hal ini bisa diatasi dibantu oleh
tenaga kesehatan lainnya baik tenaga kesehatan lainnya sudah mengerti tugas –
tugas serta tindakan dalam pelaksanaan perintah tugas masing-masing.
109
Prosedur kerja asuhan gizi rawat inap di Asuhan gizi RSUDDH sebagi
berikut :
Tabel 4.10
Prosedur Kerja Asuhan Gizi Diruang Rawat Inap
No. Kegiatan Mekanisme Unsur terkait Pen. Jawab
1 Penentuan Status Gizi
a. Klinis
b. Deteksi
c. Antropometri diukur
BB dan TB/PB
d. laboratorium
e. Anamnesis riwayat
Gizi
Dilakukan untuk setiap pasien
baru dan dimonitor setiap hari
Dilakukan pada saat pasien
baru masuk
Penimbangan dilakukan
seminggu sekali
Glukosa darah, Hb, urin
lengkap, feses
Wawancara
Dokter
Dokter
Perawat/deitesien/nutrit
ionis
Dokter/analis
Dietesien/nutritionis
Dokter
Dokter&kep. Ruangan
Kep. Ruangan
Dokter/analis
Dietesien/nutritionis
2. Intervensi
a. Klinis
a. K
l
i
b. Diet
Mengatasi segala penyakit
(hipoglikemia, hipotermia,
dehidrasi, infeksi dll)
Menentukan diet
Pemantauan
Konsumsi makanan
Status Gizi
Penyuluhan Gizi
Pemberian diet
Persiapan pulang
Pencatatan Gizi
Dokter/perawat
Dokter/Dietesien/Nutrit
ionis/Perawat
Dokter
Dietesien
3. Pelaporan Berdasarkan rekam medik :
Ruang rawat jalan
Ruang rawat inap
Dokter/Dietesien/
Nutritionis/Perawat
Dokter/dietesien/kep.
Ruangan
Sumber: Depkes RI, 2003
110
Anak gizi buruk yang dirawat inap di ruang perawatan akan dipantau
terus kondisi perkembangannya seperti pemantauan makanan yang diberikan,
pemantauan BB anak, pemantauan obat yang diberikan oleh dokter serta konsutasi
diet oleh keluarga pasien. Dari pematauan yang dilakukan untuk mengoptimalkan
kondisi pasien gizi buruk harus ada prasarana ruangan khusus bagi pasien gizi
buruk, namun saat ini masalah yang diketahui dalam tatalaksana asuhan gizi yaitu
belum terdapat prasarana ruangan khusus untuk perawatan pasien gizi buruk.
Ruangan khusus ini sangat penting untuk mengoptimalkan kondisi anak karena
desain ruangannya seperti suhu, penerangan sudah dikondisikan dengan kondisi
anak gizi buruk. Oleh karena itu, kepala gizi , tim asuhan gizi, serta dinas
kesehatan akan mengajukan ruangan khusus pemulihan anak gizi buruk kepada
pihak rumah sakit dalam waktu dekat menuju BLU agar proses penatalaksanaan
gizi buruk akan semakin optimal.
4.5. Tindakan Perawatan Pasien Gizi Buruk di Ruang Perawatan Rumah Sakit
Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang
111
Adapun tindakan perawatan pasien gizi buruk yang dirawat di ruang perawatan
RSUDDH yaitu pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.8
Hasil Pemeriksaan dan Tindakan Pada Pasien Gizi Buruk
Sumber: Depkes RI, 2006
Tanda Bahaya dan Tanda Penting (A)
Perawatan Awal pada Fase
Stabilisasi(B)
Perawatan Lanjutan pada Fase
Stabilisasi(C)
Perawatan pada Fase Transisi(D)
Perawatan pada Fase Rehabilitasi (E)
112
Dari kegiatan magang yang dilakukan didapatkan beberapa kasus pasien gizi
buruk yang dirawat di ruang perawatan RSUDDH Pangkal Pinang yang datanya
sebagai berikut:
Tabel 4.11
Laporan Kasus Anak Gizi Buruk
Di Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang
Januari 2010
No Nama L P Umur BB TB Dignosa Keterangan Pemantauan
1.
Fathir
(Bangka
Selatan)
L 8 bln 4,4
kg
64
cm
Marasmus
Pneumoni
Ranap : 9/1/10-
Ekonomi : Baik
Terapi: F75
BB lahir : 1,9 kg
PB : 39 cm
Anak ke 4
Pendidikan ibu:
SMA
Pekerjaan :
bekerja
Umur ibu : 35
BB : naik
Lama perawatan: 1
bulan
Kenaikan BB/bln:
800 gram
Perubahan terapi
gizi: F 135
Kondisi:+
2.
Dina
(Bangka
Barat)
P 5 bln 3 kg 57
cm
Marasmus
Ranap :18/1/10
Eknomi:Kurang
Terapi: F75
Pendidikan ibu :
SD
BB lahir : 3,2 kg
Pekerjaan : tidak
Umur ibu : 28
Anak ke 2 dr 3
BB : naik
Lama perawatan: 1
bulan
Kenaikan BB/bln:
1 kg
Perubahan terapi
gizi: F 135
Kondisi:+
3.
Elga
(Bangka
Barat)
P 2 thn 8 kg 58
cm
Marasmus
Ascites &
GE
Ranap : 26/1/10
Ekonomi : Baik
Terapi:F75
BB lahir : 2,7 kg
Anak ke 5
Pendidikan ibu
SD
Pekerjaan :
bekerja
Umur ibu : 37
BB : naik
Lama perawatan: 1
bulan
Kenaikan BB/bln:
500 gram
Perubahan terapi
gizi: F 135
Kondisi:+
Sumber: RSUDDH Pangkal Pinang
113
Tabel 4.11
Laporan Kasus Anak Gizi Buruk
Di Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang
Januari 2010 (lanjutan)
No
Nama L P Umur BB TB Dignosa Keterangan Pemantauan
4
.
Dinar
(Bangka
Tengah)
P 5 bln 2,9 kg 57
cm
Marasmus
Hipotermia
/hipoglike
mia
Ranap : 27/1/10
Ekonomi : kurang
Terapi:F75
BB lahir : 2,7 kg
Anak ke 3
Pendidikan ibu SD
Pekerjaan : tidak
bekerja
Umur ibu : 35
BB : naik
Lama perawatan: 1
bulan
Kenaikan BB/bln:
1.2 kg
Perubahan terapi
gizi: F 135 dan
makanan lunak
Kondisi:+
5
.
Aryo
Saputra
(Bangka
Barat)
L 6 bln 2,9 kg 58
cm
Marasmus
& Infeksi
Kulit
Ranap:27/1/10
Eknomi:Kurang
Terapi : F75
Anak ke 1
Pendidikan ibu :
SD
Pekerjaan : tidak
bekerja
Umur ibu : 19 thn
BB : naik
Lama perawatan: 1
bulan
Kenaikan BB/bln:
800 gram
Perubahan terapi
gizi: F 135 dan
makanan
tambahan(lunak)
Kondisi: +
Sumber: RSUDDH Pangkal Pinang
Dari hasil observasi yang dilakukan diruangan perawatan Asuhan gizi RSUDDH
bulan Februari 2010 ada 5 kasus pasien gizi buruk yang dirawat yaitu datanya pada
tabel 4.11. Tindakan dan langkah-langkah yang dilakukan oleh tim asuhan gizi pada
pasien gizi buruk berdasarkan rujukan Depkes RI (2009) mengenai 10 langkah
utama tatalaksana pengobatan pasien gizi buruk. Tindakan yang dilakukan dari studi
kasus pasien gizi buruk yang pernah dirawat ruang perawatan asuhan gizi RSUDDH
yaitu sebagai berikut:
114
1. Identifikasi balita gizi buruk
Yaitu melakukan anamnesis dengan mengenali tanda-tanda gizi-gizi
buruk dan pemeriksaan fisik pada pasien gizi buruk.
2. Pengukuran antropometri dan pemeriksaan klinis
Bertujuan untuk mengetahui status gizi anak dengan penimbangan BB,
pengukuran TB, LILA anak dan mengamati tanda-tanda klinis seperti
hipoglikemia, dehidrasi, diare, hipotermia dsb)
3. Mengatasi hipoglikemia dan hipotermia
Diruang perawatan pasien gizi buruk yang mengalami hipoglikemia
tanda –tandanya mengalami letargis, tidak letargis, dan renjatan (syok).
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi hipoglikemia ini oleh tim asuhan
gizi yaitu memberikan larutan Glukosa 10 % atau larutan gula pasir 10% secara
oral dan NGT sebanyak 50 ml. Biasanya jadwal pengobatan ini dilakukan pada
fase stabilisasi. Sangat diperlukan ruang perawatan khusus untuk pasien gizi
buruk yang mengalami hipotermia, dikarenakan di Asuhan gizi belum ada
ruang perawatan khusus untuk pasien gizi buruk, jadi anak yang mengalami
hipotermia (suhu < 36.50C) hanya meletakkan lampu 50 cm dari tubuh anak,
kontak langsung kulit ibu dengan kulit anak, memonitor suhu setiap 30 menit
agar suhu dalam keadaan normal dan tidak terlalu tinggi dan menghentikan bila
suhu tubuh tubuh sudah mencapai 37 0C
4. Mengatasi dehidrasi
115
Diruang perawatan pasien gizi buruk yang mengalami dehidrasi, tanda-
tandanya seperti anak letargis, anak gelisah dan rewel, tidak ada air mata, mata
cekung, mulut dan lidah kering, haus kembali cubitan/ turgor kulit lambat.
Biasanya jadwal pengobatan ini dilakukan pada fase stabilisasi.
5. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Tindakan yang dilakukan oleh tim asuhan gizi yaitu dengan
memberikan cairan agar bisa memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
6. Mengobati infeksi
Dari kasus yang dirawat, pasien gizi buruk yang diikuti dengan
penyakit penyerta seperti plumonia, infeksi kulit (dermatosis), TBC, anemia.
Tindakan yang dilakukan oleh tim asuhan gizi yaitu memberikan obat-obatan
seperti Isoniasid, Rifampisin, ranitidin, cefotaxime, cefadroxil, suplemen Fe,
antibiotik. Pengobatan seperti ini berlangsung diberikan secara berkala mulai
pasien dirawat dari fase stabilisasi sampai fase rehabilitasi/fase tindak lanjut.
7. Pemberian makan
Dari kasus yang dirawat, pasien gizi buruk akan diberikan makanan
khusus seperti Formula WHO. Pemberian makanan ini berdasarkan fase
perawatan yang disesuaikan dengan BB anak dan kondisi anak. formula yang
sering diberikan oleh tim asuhan gizi kepada pasien gizi buruk misalnya F 75,
F 100, F 135 dan modifikasi makanan seperti formula tempe, formula tahu,susu
full cream, formula ikan, formula kacang hijau. Pemberian modifikasi makanan
ini jika kondisi pasien dalam keadaan baik dan sudah melewati fase yang kritis.
8. Pengamatan tumbuh kejar kembang
116
Dari kasus yang dirawat, pasien gizi buruk akan dipantau
perkembangan anak selama perawatan, biasanya tindakan yang dilakukan oleh
tim asuhan gizi di ruang perawatan RSUDDH ini memberikan cairan dan
makanan untuk tumbuh kejar anak dan memberikan stimulasi untuk tumbuh
kembang anak. tindakan berlangsung jika kondisi anak semakin membaik
berlangsung pada saat fase rehabiltasi dan fase tindak lanjut.
9. Tindak lanjut setelah sembuh
Dari pasien yang dirawat, tindak lanjut bagi anak gizi buruk yang
diberikan oleh tim asuhan gizi khususnya sosialisasi kepada keluarga dengan
pemberian pola makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah
setelah penderita dipulangkan.
Dokumen terkait :
a. Laporan bulanan kasus balita gizi buruk
b. Leatlet gizi buruk
c. Diit balita gizi buruk
d. DPBM ( Daftar Penukar Bahan Makanan )
e. Nutri Clien/NutriSurvey
f. NCP
Rujukan :
a. Buku Tatalaksana Gizi Buruk Anak di Rumah Tangga dan Puskesmas
b. Penuntun Diet Anak
Dalam tatalaksana pasien gizi buruk di ruang perawatan RSUDDH
Pangkal Pinang menerapkan kriteria dari Depkes RI. Tatalaksana ini sangat efektif
117
jika dilihat dari hasil pemantauan yang dilakukan. Kondisi pasien gizi buruk
selama perawatan 1 bulan sudah memasuki fase rehabilitasi berat badan anak
mengalami kenaikan dan terjadi perubahan terapi gizi. Dikatakan efektif
tatalaksana asuhan gizi pada pasien gizi buruk ini diRSUDDH ini jika selama
perawatan 1 bulan mengalami perubahan berat badan yaitu mengalami kenaikan
yang indikator nya 500 gram-2000 gram berat badan dalam perbulan, hal ini sesuai
dengan Acuan dari Depkes RI.
118
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil kegiatan magang selanjutnya dilakukan pembahasan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah merupakan tempat pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan satu atau lebih pelayanan medis spesialistik
atau pelayanan penunjang medis yang menjadi program pemerintah dalam
bentuk pemulihan & perawatan berbagai penyakit. RSUDDH ini memiliki
fasilitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang cukup lengkap.
Ketenagaan yang ada saat ini berjumlah 426 orang baik tenaga medis maupun
tenaga non medis.RSUDDH adalah salah satu rumah sakit rujukan provinsi
Bangka Belitung dalam penanganan pasien gizi buruk yang letak tempatnya
sangat strategis.
2. Gambaran umum ruang perawatan RSUDDH terdapat tim asuhan gizi yang
terdiri dari dokter, tenaga gizi dan perawat, yang ketua tim adalah dokter.
Kegiatan ini dilakukan secara terpadu antara ketiga unsur di atas. Kegiatan di
ruang perawatan yaitu pengkajian status gizi, perencanaan/penentuan diet,
penyajian makanan ke pasien, penyuluhan/penilaian, pecatatan dan pelaporan
kegiatan-kegiatan gizi di ruangan sedangkan Instalasi gizi terdiri dari dapur
pengelolaaan makanan salah satu unit pelayanan fungsional yang bertugas
119
menyelenggarakan pelayanan gizi rawat inap dan menyelenggarakan makanan
untuk pengaturan diet pasien yang sesuai dengan kelas perawatan
3. Tatalaksana asuhan gizi pasien gizi buruk diruang perawatan RSUD Depati
Hamzah dilakukan oleh tim asuhan gizi yang terdiri dokter, ahli gizi, perawat
dan tenaga kesehatan lainnya yang memberikan tindakan asuhan gizi dan
pemulihan kepada pasien gizi buruk yang kegiatannya seperti pengkajian status
gizi , penentuan kebutuhan gizi, penentuan macam diet, konseling gizi dan
pemantauan/evaluasi terhadap pasien gizi buruk dapat dilaksanakan sesuai
dengan sistematis yang berdasarkan kriteria dari Depkes RI, (2006).
4. Tindakan perawatan dan pengobatan pada pasien gizi buruk di ruang perawatan
asuhan gizi Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal
Pinang telah menerapkan 10 langkah tatalaksana pengobatan anak gizi buruk
yang berdasarkan kriteria dari Depkes RI (1999). Kegiatan ini semuanya
dilaksanakan sangat efektif di RSUDDH Pangkal Pinang. Namun di RSUDDH
belum adanya ruang perawatan khusus bagi pasien gizi buruk dengan fungsi
untuk membantu pemulihan kondisi pasien. Dari studi kasus pasien gizi buruk
yang dirawat di RSUDDH Pangkal Pianag, kondisi pasien gizi buruk selama
perawatan 1 bulan sudah memasuki fase rehabilitasi berat badan anak mengalami
kenaikan dan terjadi perubahan terapi gizi.
5.2 Saran
Setelah meninjau hasil magang, maka dirumuskan beberapa saran untuk
peningkatan tatalaksana kegiatan pelayanan gizi buruk rawat inap di instalasi gizi
RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang sebagai berikut:
120
1. Untuk meningkatkan kegiatan asuhan gizi pasien gizi buruk sangat diperlukan
koordinasi antara pihak rumah sakit dan pihak Dinas kesehatan dalam hal
rujukan kasus gizi buruk untuk perawatan dan pemulihannya.
2. Untuk meningkatkan kegiatan pelayanan gizi di RSUDDH disarankan kpd pihak
manajemen rumah sakit menambah tenaga ahli gizi agar proses kegiatan
pelayanan gizi semakin efektif.
3. Disarankan kepada tenaga yang ada di perwtn asuhan gizi memantau kegiatan
asuhan gizi buruk di ruang perawatan lebih intensif khususny pemantauan berat
badan anak setiap hari dan pemantauan pemberian susu formula serta jenis
makanan yang diberikan.
4. Untuk meningkatkan kegiatan asuhan gizi pasien gizi buruk diruang perawatan
disarankan kepada pihak rumah sakit untuk menambah fasilitas di ruang
perawatan yaitu ruang perawatan khusus gizi buruk..
121
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.
Budiyanto, Agus Krisno, 2001. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : Universitas
Muhammad Malang.
Depkes RI. 2009. Petunjuk Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Dirjen
Binkesmas Direktorat Gizi Masyarakat.
________2006. Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Dirjen Binkesmas Direktorat
Gizi Masyarakat
________2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta : Dirjen Binkesmas Direktorat
Gizi Masyarakat
Johari A. B, dkk. 2000. Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis
(Analisis Data Antropometri Susenas 1989-1999). Prosiding Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi VII. Jakarta : Depkes RI.
Kodyat, B. 1997. Penuntasan Masalah Gizi Utama. Risalah pada Semiloka PraWKNPG
VI. Jakarta : Depkes RI.
Mulyati, Sri, dkk. 2006. Pencapaian pertumbuhan pada Balita Gizi Buruk selama
Mengikuti Pemulihan di Klinik Gizi Bogor. Puslitbang Gizi dan Makanan, Badan
Litbang Kes Depkes RI.
Muninjaya, A.A Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
RSUD Depati Hamzah.2009. Profil Rumah Sakit Umum Daerah tahun 2009. Jakarta.
__________________.2009. laporan Hasil Kegiatan Kesehatan Rumah Sakit Umum
Daerah tahun 2009. Jakarta.
Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak.Jakarta : EGC.
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
122
123
124
125
top related