KTI FITA JADI 1 (Repaired) Jadi Print - Copy - Copy Gantiiiiiii Baruuuuuu
Post on 12-Dec-2014
128 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), obesitas merupakan
salah satu daripada 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu
daripada 5 kondisi yang berisiko di negara-negara berkembang. Prevalensi
obesitas di seluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang
sedang berkembang telah meningkat dalam jumlah yang mengkhawatirkan
(Aneja A. et al., 2004: Flier J.S and Flier E.M, 2008). Obesitas adalah suatu
kelainan atau penyakit yang ditandai oleh penimbunan jaringan lemak di
dalam tubuh secara berlebihan. Di seluruh dunia lebih dari 1 milyar orang
dewasa adalah overweight dan lebih 3 juta adalah obese. Prevalensi obesitas
terus meningkat dan telah menjadi masalah kesehatan global mengingatkan
komplikasi yang serius. Hal ini diakibatkan bentuk tubuh orang Asia yang
rata-rata lebih kecil berbanding penduduk Barat, tetapi mempunyai
komposisi lemak viseral yang lebih banyak.
Secara umum dampak yang ditimbulkan akibat obesitas, adalah
gangguan psiko-sosial, yang berakibat pada rasa rendah diri, depresi dan
menarik diri dari lingkungan, dan gangguan pertumbuhan fisik, gangguan
pernafasan, gangguan endokrin, dan penyakit degeneratif, yang berakibat
pada timbulnya hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan
lain sebagainya (Imam, 2005).
Kenaikan berat badan dipengaruhi kebiasaan mengkomsumsi
makanan yang mengandungi energi tinggi, maupun kebiasaan
mengkomsumsi makanan ringan. Keluaran energi rendah dapat dapat
disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisik dan efek
termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi makanan. Hal
tersebut menunjukkan pentingnya pengaturan asupan energi dan
pengeluaran energi (aktivitas fisik) dalam terjadinya obesitas.
Aktivitas fisik penting bagi kesehatan untuk melakukan kegiatan
sehari-hari. Aktivitas fisik juga mempunyai pengaruh dalam pengaturan
2
berat badan. Adanya peningkatan prevalensi kelebihan berat badan atau
obesitas, maka ada kebutuhan mendesak untuk melakukan aktivitas fisik
dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi kejadian kelebihan berat
badan dan obesitas (Salmon,dkk, 2007).
Peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh obesitas dan
aktivitas fisik yang kurang merupakan hal yang sangat membimbangkan
kerana akan menimbulkan berbagai komplikasi seperti penyakit jantung
koroner, gangguan fungsi ginjal, stroke dan sebagainya (Arief dkk, 2007).
Penyakit hipertensi merupakan suatu penyakit degeratif yang berbahaya.
Di dunia hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa menderita
tekanan darah tinggi. Setiap tekanan darah tinggi menyebabkan satu dari
setiap 7 kematian (7 juta pertahun). Berdasarkan data WHO tahun 2000
menunjukkan bahwa di seluruh dunia sekitar 976 juta orang atau kurang
lebih 26,4% penduduk dunia mengidap hipertensi (www.depkes.org),
sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan Data Depkes (2007) terdapat
17-21% orang menderita hipertensi dan sebagian besar tidak terdeteksi.
Menurut hasil penelitian Litbangkes Depkes RI (2001) didapat prevalensi
hipertensi di Kota Depok sebesar 25,6 %, diabetes mellitus 12,8%, dan
obesitas 47,7%, 14 % dan lain-lain.
Hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius
di Indonesia, disamping karena prevalensinya yang tinggi
dan cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga
karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa kecacatan
permanen dan kematian mendadak. Setiap kali mendatangi ruang praktek
dokter, tekanan darah diukur. Namun, yang menyedihkan, meskipun
tekanan darah jutaan orang cukup tinggi hingga tergolong ke dalam risiko
penyakit jantung, banyak di antaranya yang tidak mengontrol tekanan darah
dengan benar. Kondisi ini diduga karena dua alasan yaitu banyak orang
tidak memahami fungsi tekanan darah sehingga menganggapnya tidak
penting dan banyak orang tidak bersedia mengkonsumsi obat karena
kekhawatiran akan efek samping obat atau tidak bersedia meninggalkan
3
gaya hidup selama ini untuk menyingkirkan faktor risiko yang tampaknya
tidak terlalu mengganggu (Kowalski, 2007).
Sampai saat ini sudah ada penelitian sebelumnya mengenai hipertensi.
Penelitian yang dilakukan oleh Tri Fani Ferawati (2008) dengan Judul
“Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT), Aktivitas Fisik Dan
Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Siap Saji Ala Barat Dengan Tekanan
Darah Pada Pensiunan Pegawai PT.Pertamina Semarang”. Kesimpulan
penelitian tersebut adalah terdapat hubungan bermakna antara IMT dengan
tekanan darah sistol dan diastol. Sebanyak 43,3% sampel mengalami
kegemukan dengan rerata nilai indeks massa tubuh sebesar 24,29
Kg/m2±3,083 mengalami hipertensi derajat 1. Penelitian yang dilakukan
oleh Ni Made Sarastini yang berjudul “ Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Kelompok Usia 30 tahun ke
atas di Kelurahan Grogol Kecamatan Limo Kodya Depok Tahun 2008”
dimana penelitian ini menemukan adanya hubungan antara aktivitas fisik
dengan kejadian hipertensi. Namun kedua hasil penelitian tersebut tidak
sejalan dengan penelitian Diyan Kusumastuti (2003) yang menyimpulkan
tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dan aktivitas fisik
dengan kejadian hipertensi.
Angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi serta adanya perbedaan
hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang hipertensi adalah
hal yang mendorong saya untuk meneliti hubungan status gizi, aktivitas fisik
dengan kejadian hipertensi. Merubah pola pikir dan cara pandang
masyarakat perihal gaya hidup sehat sangat penting dilakukan guna
memperbaiki perilaku masyarakat pada umumnya dalam upaya pencegahan
hipertensi serta khususnya bagi pasien hipertensi guna mempertahankan
tekanan darahnya agar tetap terkendali dan tidak berkomplikasi menjadi
penyakit kronik lain.
I.2. Perumusan Masalah
4
Apakah status gizi dan aktivitas fisik berhubungan terhadap kejadian
hipertensi pada pasien berusia ≥ 30 tahun di Poli Umum Puskesmas
Cimanggis Periode 1 Desember 2011 – 31 Januari 2012.
I.3. Pertanyaan Penelitian
I.3.1. Apakah ada hubungan antara status gizi terhadap kejadian hipertensi pada
pasien berusia ≥ 30 tahun di Poli Umum Puskesmas Cimanggis Periode 1
Desember 2011 – 31 Januari 2012.
I.3.2. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik terhadap kejadian hipertensi
pada pasien berusia ≥ 30 tahun di Poli Umum Puskesmas Cimanggis
Periode 1 Desember 2011 – 31 Januari 2012.
I.4. Tujuan Penelitian
I.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara status gizi, aktivitas fisik dengan
kejadian hipertensi pasien berusia ≥ 30 tahun di Poli Umum Puskesmas
Cimanggis Periode 1 Desember 2011 – 31 Januari 2012.
I.4.2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi pada pasien berusia ≥
30 tahun di Poli Umum Puskesmas Cimanggis Periode 1 Desember
2011 – 31 Januari 2012.
b. Untuk mengetahui gambaran status gizi pada pasien berusia ≥ 30 tahun
di Poli Umum Puskesmas Cimanggis Periode 1 Desember 2011 – 31
Januari 2012.
c. Untuk mengetahui gambaran aktivitas fisik pada pasien berusia ≥ 30
tahun di Poli Umum Puskesmas Cimanggis Periode 1 Desember 2011 –
31 Januari 2012.
d. Diketahui informasi mengenai hubungan antara status gizi terhadap
kejadian hipertensi pada pasien berusia ≥ 30 tahun di Poli Umum
Puskesmas Cimanggis Periode 1 Desember 2011 – 31 Januari 2012.
5
e. Diketahui informasi mengenai hubungan antara aktivitas fisik terhadap
kejadian hipertensi pada pasien berusia ≥ 30 tahun di Poli Umum
Puskesmas Cimanggis Periode 1 Desember 2011 – 31 Januari 2012.
I.5. Manfaat Penelitian
a. Bagi Puskesmas Cimanggis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan bagi petugas
kesehatan di Puskesmas Cimanggis dalam memahami munculnya
penyakit hipertensi serta dapat memberikan penyuluhan kesehatan
mengenai faktor-faktor risiko hipertensi dan gaya hidup sehat guna
menekan angka terjadinya hipertensi di wilayah kerjanya.
Dapat dijadikan bahan evaluasi mengenai kondisi tekanan darah
masyrakat di wilayah kerjanya.
b. Bagi penderita hipertensi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang perilaku
sehat bagi penderita hipertensi sehingga dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari agar frekuensi kemunculan serangan hipertensi
dapat diminimalkan.
c. Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta
Merupakan bahan masukan dan informasi untuk kepentingan
pendidikan dan tambahan kepustakaan dalam penelitian mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi.
d. Bagi masyarakat umum
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan informasi
mengenai faktor-faktor risiko hipertensi dan gaya hidup yang baik
kepada masyarakat umum serta dapat menjadi bahan acuan dalam
pembentukan perilaku sehat.
e. Bagi Peneliti
Melatih kemampuan dalam melaksanakan penelitian di masyarakat
6
Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan hipertensi.
I.6. Ruang Lingkup
Penelitian yang dilakukan adalah mengenai hubungan antara status
gizi, aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada pasien berusia ≥ 30
tahun di Poli Umum Puskesmas Cimanggis Periode 1 Desember 2011 – 31
Januari 2012. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional.
Sebagai sampel dari penelitian ini adalah 75 orang pasien berusia lebih dari
30 tahun terdiri dari pasien yang berdasarkan pemeriksaan tekanan darah
dengan alat sphyngmomanometer air raksa diketahui hipertensi (tekanan
diastol menetap di atas 90 mmHg, atau tekanan sistol menetap di atas 140
mmHg) dan tidak hipertensi (tekanan diastol kurang dari 90 mmHg, atau
tekanan sistol kurang dari 140 mmHg) pada saat penelitian berlangsung
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Tinjauan Pustaka
II.1.1. Fisiologi Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem
sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi
homeostatsis di dalam tubuh. Dan jika sirkulasi darah menjadi tidak
memadai lagi, maka terjadilah gangguan pada sistem transport oksigen,
karbondioksida, dan hasil-hasil metabolisme lainnya. Di lain pihak fungsi
organ-organ tubuh akan mengalami gangguan seperti gangguan pada
proses pembentukan air seni di dalam ginjal ataupun pembentukan cairan
cerebrospinalis dan lainnya. Sehingga mekanisme pengendalian tekanan
darah penting dalam rangka memeliharanya sesuai dengan batas-batas
normalnya, yang dapat mempertahankan sistem sirkulasi dalam tubuh
(Gunawan, 2001).
Menurut Sloane (2003), tekanan darah adalah daya dorong darah ke
semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup, yaitu pada dinding
bagian dalam jantung dan pembuluh darah. Aksi pemompaan jantung
memberikan tekanan yang mendorong darah melewati pembuluh-
pembuluh. Darah melalui sistem pembuluh tertutup karena ada perbedaan
tekanan atau gradien tekanan antara ventrikel kiri dan atrium kanan.
Pengaturan tekanan darah arteri rata-rata dilakukan dengan
mengontrol curah jantung, resistensi perifer total, dan volume darah.
a. Pengaturan Sirkulasi Secara Hormonal
8
Ada sejumlah zat kimia yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi tekanan darah. Zat tersebut meliputi :
1). Hormon medula adrenal. Norepinefrin termasuk
vasokonstriktor. Epinefrin dapat berperan sebagai suatu
vasokonstriktor atau vasodilator, bergantung pada reseptor otot
polos pada pembuluh darah organ.
2). Hormon antidiuretik (vasopresin) dan oksitosin yang diekskresi
dari kelenjar hipofisis posterior termasuk vasokonstriktor.
3). Angiotensin adalah sejenis zat peptida darah yang dalam bentuk
aktifnya termasuk salah satu vasokonstriktor kuat.
4). Berbagai amina dan peptida seperti histamin, glukagon,
kolesistokinin, sekretin, bradikinin yang diproduksi sejumlah
jaringan tubuh, juga termasuk zat kimia vasoaktif.
5). Prostaglandin adalah agens seperti hormon yang diproduksi
secara lokal dan mampu bertindak sebagai vasodilator atau
vasokonstriktor (Sloane, 2003).
b. Pengaturan Sirkulasi Oleh Saraf
Pusat intergrasi yang menerima impuls aferen mengenai status
tekanan arteri adalah pusat kontrol kardiovaskular yang terletak di
dalam medula di dalam batang otak. Sebagai jalur aferen adalah
sistem saraf otonom. Pusat kontrol kardivaskular mengubah rasio
antara aktivitas simpatis dan parasimpatis ke organ-organ efektor
(jantung dan pembuluh darah) (Sherwood, 2001).
c. Sistem Pengaturan Vasomotor
Tonus vasomotorik merupakan stimulasi tingkat rendah yang
terus-menerus pada serabut otot polos dinding pembuluh darah. Tonus
ini mempertahankan tekanan darah melalui vasokonstriksi pembuluh.
Pertahanan tonus vasomotorik ini dilangsungkan melalui impuls dari
serabut saraf vasomotorik yang merupakan serabut eferen saraf
simpatis pada sistem saraf otonom (Sloane, 2003).
d. Sistem Pengaturan Oleh Baroreseptor
9
Setiap perubahan pada tekanan darah rata-rata akan
mencetuskan refleks baroreseptor yang diperantarai secara otonom
dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan
curah jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha untuk
memulihkan tekanan darah ke normal.
Menurut Sherwood (2001), reseptor terpenting yang berperan
dalam pengaturan terus-menerus tekanan darah, yaitu sinus karotikus
dan baroreseptor lengkung aorta. Baroreseptor tersebut terletak di
tempat yang strategis untuk menyediakan informasi penting mengenai
tekanan darah arteri di pembuluh-pembuluh yang mengalir ke otak
(baroreseptor sinus karotikus) dan di arteri utama sebelum bercabang-
cabang untuk memperdarahi bagian tubuh lain (baroreseptor lengkung
aorta).
Gambar 1. Pengaturan Tekanan Darah Arteri Rata-rata
Menurut Budiyanto (2002), bahwa tekanan darah sistolik (atas)
adalah puncak yang tercapai ketika jantung berkontraksi dan
memompakan darah keluar melalui arteri. Tekanan darah sistolik dicatat
apabila terdengar bunyi pertama (Korotkoff I) pada alat pengukur darah.
10
Tekanan darah diastolik (angka bawah) diambil ketika tekanan jatuh
ketitik terendah saat jantung rileks dan mengisi darah kembali. Tekanan
darah diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V).
Tekanan darah rata-rata atau sering disebut mean arterial pressure
(MAP) adalah tekanan di seluruh sistem arteri pada satu siklus jantung.
Tekanan darah rata-rata (TDR) diperoleh dengan cara membagi tekanan
nadi dengan angka tiga dan ditambahkan pada tekanan diastolik. Dengan
rumus sebagi berikut1 :
Gambar 2. Rumus Tekanan Darah Arteri Rata-rata (TDR)
Tekanan darah rata-rata inilah yang merupakan hasil perkalian curah
jantung dengan tahanan perifer. Nilai tekanan darah tersebut dapat
berubahubah sesuai dengan faktor yang berpengaruh padanya seperti curah
jantung, isi sekuncup, denyut jantung, tahanan perifer dan sebagainya
maupun pada keadaan olah raga, usia lanjut, jenis kelamin, suku bangsa,
iklim, dan penyakit-penyakit jantung atau pembuluh darahnya.
II.1.2. Hipertensi
a. Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yaitu apabila
tekanan diastol menetap di atas 90 mmHg, atau tekanan sistol menetap
di atas 140 mmHg (Robbins, Cotran, Kumar, 2007). Hipertensi adalah
salah satu faktor risiko terpenting pada penyakit jantung koroner dan
cerebrovascular accident, selain itu hipertensi juga menyebabkan
hipertrofi jantung dan gagal jantung (penyakit jantung hipertensif),
diseksio (dissection) aorta, dan gagal ginjal
b. Eidemiologi
Berdasarkan kriteria peningkatan tekanan diastol menetap di
atas 90 mmHg, atau tekanan sistol menetap di atas 140 mmHg,
TDR = 1/3 (Ts – Td) + Td = Cardiac Output x Total Peripher Resistent
11
didapatkan bahwa 25% orang dalam populasi umum mengidap
hipertensi. Prevalensi dan kerentanan mengalami penyulit meningkat
seiring usia dan karena sebab yang tidak diketahui, tinggi pada orang
berkulit hitam (Robbins, Cotrain, Kumar, 2007). Berdasarkan
data WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa di seluruh
dunia sekitar 976 juta orang atau kurang lebih 26,4%
penduduk dunia mengidap hipertensi
(www.depkes.org), sedangkan di Indonesia berdasarkan
Data Depkes (2007) terdapat 17-21% orang menderita hipertensi dan
sebagian besar tidak terdeteksi.
Selama ini dikenal dua jenis hipertensi, yaitu : 1) Hipertensi
primer (esensial), penyebabnya tidak diketahui dan mencakup 90% -
95% dari kasus hipertensi; 2) Hipertensi sekunder, penyebabnya
diketahui dan ini mencakup 5% dari kasus-kasus hipertensi (Robbins,
Cotrain, Kumar, 2007).
c. Etiologi
1). Primer
Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya, namun ada beberapa faktor yang diduga
menyebabkan terjadinya hipertensi tersebut antara lain: 1) Faktor
keturunan, seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita
hipertensi, 2) Ciri perseorangan, ciri perseorangan yang
mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur, 3) Kebiasaan
hidup, yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi garam yang tinggi, kegemukan, makan berlebih, stres,
merokok, minum alkohol.
2). Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebab
spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit
ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer,
12
sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, dll
(Mansjoer, dkk, 1999).
d. Faktor-faktor risiko Hipertensi Primer/ Essensial
Dari penelitian epidemiologi telah dibuktikan bahwa sejumlah
faktor risiko hipertensi diketahui mempunyai hubungan yang erat
dengan timbulnya manifestasi penyakit. Adapun gambaran faktor
resiko tersebut dapat dilihat dibawah ini :
1). Faktor keturunan
Hipertensi esensial diperkirakan banyak terdapat pada
keluarga tertentu secara turun-menurun, dasarnya adalah adanya
faktor genetik yang dapat bersifat single dominant gene atau
dapat pula poligenik. Peran faktor genetik terhadap hipertensi
esensial dapat dibuktikan dengan kejadian hipertensi lebih banyak
dijumpai pada pasien kembar monozigot dari pada heterozigot,
jika salah satu diantaranya menderita hipertensi.
Beberapa peneliti mengatakan terdapat kelainan pada gen
angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat
poligenik. Gen angiotensinogen berperan penting dalam produksi
zat penekan angiotensin, yang mana zat tersebut dapat
meningkatkan tekanan darah. Terjadinya perubahan bahan
angiostensinogen menjadi menjadi angiotensin I dan di dalam
sirkulasi pulmonal angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
dan selanjutnya bahan angiostensin II inilah yang berperan
merangsang beberapa pusat yang penting dan mengakibatkan
terjadinya perubahan tekanan darah (Ibnu, 1996).
2). Ciri Perseorangan
a). Umur
Terdapat kesepakatan dari para peneliti bahwa
prevalensi hipertensi akan meningkat dengan bertambahnya
umur. Pada usia tua pembuluh darah sudah mulai melemah
13
dan dinding pembuluh darah sudah menebal. Progresifitas
hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30
tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian
menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun
(dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi
hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi
hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (Sharma
S et al, 2008 dalam Anggreini AD et al, 2009).
3). Kebiasaan Hidup
a). Asupan Tinggi Natrium
Pengaruh asupan garam terhadap terjadinya hipertensi
terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung
dan tekanan darah. Faktor lain yang ikut berperan, yaitu
sistem renin angiotensin yang berperan penting dalam
pengaturan tekanan darah. Produksi renin dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin
berperan pada proses konversi angiotensin I menjadi
angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan sekresi
aldosteron yang mengakibatkan menyimpan garam dalam air.
Keadaan ini yang berperan pada timbulnya hipertensi (Susalit
dkk, 2001).
b). Obesitas
Obesitas adalah keadaan dimana terjadi penumpukan
lemak yang berkelebihan di dalam tubuh dan dapat
diekspresikan dengan perbandingan berat badan serta tinggi
badan yang meningkat. Obesitas atau kegemukan merupakan
faktor risiko yang sering dikaitkan dengan hipertensi. Risiko
terjadinya hipertensi pada individu yang semula normotensi
bertambah dengan meningkatnya berat badan. Individu
dengan kelebihan berat badan 20% memiliki risiko hipertensi
14
3-8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan
berat badan normal (Suarthana dkk, 2001).
c). Merokok
Menurut WHO dalam Journal of Hypertension (1999),
zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida
yang ada dalam rokok yang masuk kedalam aliran darah
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses arteriosklerosis dan tekanan darah
tinggi. Selain itu, merokok juga meningkatkan denyut jantung
dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung.
d). Alkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah. Peminum alkohol berat akan cenderung hipertensi
meskipun mekanisme timbulnya hipertensi yang pasti belum
diketahui. Namun diduga peningkatan volume sel darah
merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan
tekanan darah (Sidabutar dan Prodjosujadi, 1990).
e). Kafein
Siswono (2001) mengatakan efek langsung dari kafein
terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada. Yang ada adalah
efek tak langsungnya, yang bisa mempercepat denyut
jantung. Efek tidak langsung ini disebabkan karena kafein
mengandung zat aditif. Zat ini akan berbahaya bagi penderita
tekanan darah tinggi. Karena zat ini juga akan memacu
naiknya tekanan darah.
e. Patofisiologi
Patogenesis hipertensi dimulai dari tekanan darah yang
dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer serta dipengaruhi
15
juga oleh tekanan atrium kanan. Pada stadium awal sebagian besar
pasien hipertensi menunjukkan curah jantung yang meningkat dan
kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang
mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap. Peningkatan
tahanan perifer pada hipertensi esensial terjadi secara bertahap dalam
waktu yang lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu
yang singkat.
Gambar 3. Patofisiologi Hipertensi Primer
Sumber :( Robbin, Cotran, Kumar, 2007)
f. Klasifikasi
Pengaruh Genetik Faktor Lingkungan
Defek dalam hemostasis Natrium ginjal
Vasokonstriksi fungsional
Defek dalam pertumbuhan dan struktur otot polos pembuluh
Ekskresi Natrium kurang memadai
Retensi garam dan air
↑Volume plasma dan ECF
↑Curah jantung (autoregulasi)
↑Hormon Natriuretik
↑reaktivitas vaskular
↑ Ketebalan dinding pembuluh
↑resistensi perifer total
HIPERTENSI
16
Berikut ini dipaparkan dalam tabel 1 mengenai klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa berdasarkan JNC-VII (The Joint
National Committee onDetection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure).
Tabel 1
Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa (18 tahun keatas)
Berdasarkan JNC-VII (The Joint National Committee on
Detection,Evaluation and Treatmen of High Blood Pressure)
Kategori
Tekanan darah
sistolik
(mmHg)
Tekanan darah
diastolik
(mmHg)
Normal 120 < 80
Pre Hypertension 120 – 139 80 – 89
Stadium 1
Hipertensi ringan
(Mild hypertension)
140 – 159 90 – 99
Stadium 2
Hipertensi sedang
(Moderate hypertension)
160 – 179 100 – 109
Stadium 3
Hipertensi berat
(Severe Hypertension)
180 – 209 110 – 119
Stadium 4
Hipertensi maligna
(Very severe hypertension)
210 atau lebih 120 atau lebih
f. Gejala
Menurut Soeharto (2004), pada tahap awal hipertensi tidak
memberikan gejala yang pasti namun yang sering dirasakan untuk
mengindikasikan adanya hipertensi antara lain sakit kepala, pusing,
Sumber: Gray dkk, 2005
17
jantung berdebar, telinga sering berdengung dan gangguan tidur. Cara
yang tepat untuk meyakinkan seseorang memiliki tekanan darah tinggi
adalah dengan mengukur tekanan darahnya.
g. Diagnosis
Pengukuran tekanan darah membutuhkan ketepatan untuk
menghindarkan kesalahan menggolongkan seseorang yang tekanan
darahnya normal sebagai penderita hipertensi. Pada penderita
hipertensi tekanan darah seharusnya selalu diukur dalam posisi
berdiri, tiduran atau duduk. Hal ini karena hipertensi ortostatik,
terutama sering pada penderita diabetes dan penderita yang tua, dapat
mempengaruhi pemilihan obat-obat anti hipertensi (Tagor, 2004).
h. Komplikasi
1). Retinopati Hipertensif
Pemeriksaan funduskopi dapat menolong menilai prognosis
dan juga beratnya tekanan darah tinggi. Keith, Wagner, dan
Barker menemukan pertama kali bahwa penderita-penderita
retinopati dengan golongan I (penciutan), II (sklerosis dan A-V
nicking), III (perdarahan dan eksudat), IV (pupil edema) bila
tidak diobati bisa bertahan 5 tahun berturut-turut 85%, 50%,
13% , dan 0% (Tagor, 2004).
2). Penyakit jantung dan pembuluh darah
Dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada
penderita hipertensi yaitu peyakit jantung koroner (PJK) dan
penyakit jantung hipertensi (Tagor, 2004). Darah tinggi dapat
menimbulkan penyakit jantung karena jantung harus memompa
darah lebih kuat untuk mengatasi tekanan yang harus dihadapi
pada pemompaan jantung. Ada dua kelainan yang dapat terjadi
pada jantung yaitu: 1) kelainan pembuluh darah jantung, yaitu
timbulnya penyempitan pembuluh darah jantung yang disebut
18
dengan penyakit jantung koroner, 2) payah jantung, yaitu
penyakit jantung yang diakibatkan karena beban yang terlalu
berat suatu waktu akan mengalami kepayahan sehingga darah
harus dipompakan oleh jantung terkumpul di paru-paru dan
menimbulkan sesak nafas yang hebat. Penyakit ini disebut dengan
kelemahan jantung sisi kiri (Puspita, 2009).
3). Penyakit Hipertensi Serebrovaskular
Hipertensi adalah faktor risiko paling penting untuk
timbulnya stroke karena perdarahan atau ateroemboli. Kekerapan
dari stroke bertambah dengan setiap kenaikan tingkat tekanan
darah (Tagor, 2004).
4). Ensefalopati Hipertensi
Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai
dengan perubahan-perubahan neurologis mendadak atau sub akut
yang timbul sebagai akibat tekanan arteri yang meningkat dan
kembali normal apabila tekanan darah diturunkan. Ensefalopati
hipertensi biasanya ditandai oleh sakit kepala hebat, bingung,
lamban, dan sering disertai muntah-muntah, mual, dan gangguan
penglihatan (Tagor, 2004).
5). Gagal ginjal
Kegagalan yang ditimbulkan terhadap ginjal adalah
tergangguanya pekerjaan pembuluh darah yang terdiri dari
berjuta-juta pembuluh darah halus. Bila terjadi kegagalan ginjal
tidak dapat mengeluarkan zat-zat yang harus dikeluarkan oleh
tubuh misalnya ureum. (Puspita, 2009).
i. Pengelolaan Hipertensi
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1). Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu
berisiko tinggi seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan
darah adalah <130/80 mmHg.
2). Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
19
3). Menghambat laju penyakit ginjal (Yogiantoro, 2006).
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan
farmakologis seperti penjelasan dibawah ini.
1). Terapi Non Farmakologis
Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.
Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh
terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat
badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.
Meningkatkan aktifitas fisik.
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi
30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik
antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai
pencegahan primer dari hipertensi.
Mengurangi asupan natrium.
Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu
pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.
Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat
meningkatkan risiko hipertensi.
2). Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan
oleh JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau
aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau
calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
(ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist/ blocker (ARB) (Yogiantoro, 2006).
II.1.3. Status Gizi
20
a. Pengertian Gizi
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan
masyarakat. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktoral,
oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan
berbagai sektor terkait. Gizi adalah suatu proses organisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui
proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ, serta
menghasilkan energi (Supariasa, 2001).
b. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau
perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Pada
dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi menjadi dua yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung
dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu antropometri, klinis,
biokimia, biofisik. Penilaian secara tidak langsung meliputi : survey
konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa,
2001).
c. Penilaian Status Gizi Pada Orang Dewasa
Berikut adalah jenis parameter penilaian status gizi pada orang dewasa
1) Antropometri
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan
dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran
tunggal dari tubuh manusia, antara lain umur, berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar
pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit.
Umur
21
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Hasil
pengukuran berat badan dan tinggi badan yang akurat, menjadi
tidak berarti bila tidak disertai penentuan umur yang tepat.
Berat Badan
Berat badan adalah variabel antropometri yang sering
digunakan dan hasilnya cukup akurat. Alat yang digunakan
untuk mengukur berat badan adalah timbangan injak digital
(seca). Subjek diukur dalam posisi berdiri dengan ketentuan
subjek memakai pakaian seminimal mungkin tanpa isi kantong
dan alas kaki. Pembacaan skala dilakukan pada alat dengan
ketelitian 0,1 kg.
Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan
yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak
diketahui dengan tepat. Tinggi badan merupakan pengukura
kedua yang penting, karena dengan menghubungkanberat
badan terhadap tinggi badan (Quack stick), faktor umur dapat
dikesampingkan.
Laporan FAO/ WHO/ UNU tahun 1985 menyatakan bahwa
batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan
Body Mass Index (BMI). Di Indonesia istilah Body Mass Index
(BMI) diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT
merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan atau kelebihan
berat badan, maka mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih
panjang.
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur
di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja,
ibu hamil, dan olahragawan. Di samping itu pula IMT tidak bisa
diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya
edema, ascites, dan hepatomegali (Supariasa, 2001).
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)Atau
Berat badan (dalam kilogram) dibagi kuadrat tinggi badan (dalam meter)
22
Gambar 4. Rumus Penghitungan Indeks Massa Tubuh
Sumber : Supariasa, 2001
Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan yang disesuaikan berdasarkan IMT pada
Penduduk Asia Dewasa (IOTF, WHO 2000)
Kategori IMT Risk of Co-morbidities
Underweight < 18,5 Rendah (tetapi risiko terhadap masalah
klinis lain meningkat)
Batas normal 18,5 – 22,9 Rata-rata
Overweight ≥ 23 Meningkat
At risk 23 – 24,9
Obese I 25 – 29,9 Sedang
Obese II ≥ 30 Berbahaya
2) Klinis
Cara penilaian status gizi dengan metode ini didasarkan pada
perubahan-perubahan yang dapat dilihat pada kulit atau jaringan
epitel, yaitu jaringan yang membungkus permukaan tubuh seperti
rambut, mata, muka, mulut, lidah, gigi, kelenjar tiroid, dan lain-
lain. Cara penilaian dengan metode ini relatif murah dan tidak
memerlukan peralatan canggih, namun hasilnya sangat subjektif
dan membutuhkan tenaga terlatih (Supariasa, 2001).
3) Biokimia
Merupakan penilaian status gizi yang membeikan hasil yang lebih
tepat dan objektif dari pada pemeriksaan lain. Pengukuran yang
sering digunakan adalah teknik pengukuran kandungan berbagai
zat gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urine. Hasil
Sumber : (http/www.obesitas.we.id/pub-.html)
23
pengukuran tersebut dibandingkan dengan standard normal yang
telah ditetapkan (Supariasa, 2001).
4) Biofisik
Merupakan penilaian status gizi secara langsung yaitu dengan
melihat kemampuan dari fungsi jaringan dan perubahan struktur.
Penilaian secara biofisik dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
uji radiologi, tes fungsi fisik, dan sitologi. Penilaian status gizi
dengan teknik ini tergolong sangat mahal, memerlukan tenaga
yang profesional dan dapat diterapkan dalam keadaan tertentu
saja (Supariasa, 2001).
II.1.4. Aktivitas fisik
a. Definisi
Bagian terpenting dari gaya hidup jantung sehat melibatkan
aktivitas fisik. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.
Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan
faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan
diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010;
Physical Activity). Menurut Baecke (1982), indeks aktivitas fisik
merupakaj aktivitas sehari-hari yang meliputi indeks kegiatan waktu
bekerja, indeks kegiatan berolahraga, dan indeks kegiatan waktu
luang.
b. Manfaat Aktivitas Fisik terhadap Kesehatan
Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan
terhadap kesehatan, yaitu :
1) Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker,
tekanan darah tinggi, kencing manis, dan lain-lain
2) Berat badan terkendali
3) Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat
4) Bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional
24
5) Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik.
c. Tipe-Tipe Aktivitas Fisik
Ada 3 tipe/macam/sifat aktivitas fisik yang dapat kita lakukan untuk
mempertahankan kesehatan tubuh yaitu:
1) Ketahanan (endurance)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu
jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan
membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan
maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per
minggu).
2) Kelenturan (flexibility)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu
pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas
(lentur) dan sendi berfungsi dengan baik.
3) Kekuatan (strength)
Aktifitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja
otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang
tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu
meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis.
II.1.5. Hubungan Status Gizi dengan Hipertensi
Banyak penelitian membuktikan adanya hubungan antara indeks
massa tubuh dengan kejadian hipertensi dan diduga peningkatan berat
badan memainkan peranan penting pada mekanisme timbulnya hipertensi
pada orang dengan obesitas. Mekanisme terjadinya hal tersebut belum
sepenuhnya dipahami, tetapi pada obesitas didapatkan adanya peningkatan
volume plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah.
Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan, akan tetapi patogenesis
hipertensi pada obesitas masih belum jelas benar. Saat ini dugaan yang
mendasari timbulnya hipertensi pada obesitas adalah peningkatan hormon
leptin.
25
Menurut Silbernagl, Florian (2007) leptin sendiri merupakan asam
amino yang disekresi terutama oleh jaringan adipose dan dihasilkan oleh
gen ob/ob . Fungsi utamanya adalah pengaturan nafsu makan dan
pengeluaran energi tubuh melalui pengaturan pada susunan saraf pusat,
selain itu leptin juga berperan pada perangsangan saraf simpatis,
meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis, diuresis dan angiogenesis.
Normal leptin disekresi kedalam sirkulasi darah dalam kadar yang rendah,
akan tetapi pada obesitas umumnya didapatkan peningkatan kadar leptin
dan diduga peningkatan ini berhubungan dengan hiperinsulinemia
(Kapojos, 2008).
II.1.6. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Hipertensi
Menurut Kowalski (2007), aktivitas fisik secara teratur tidak hanya
menurunkan tekanan darah, juga menyebabkan perubahan yang signifikan.
Aktivitas fisik meningkatkan aliran darah ke jantung, kelenturan arteri dan
fungsi arterial. Aktivitas fisik juga melambatkan aterosklerosis dan
menurunkan resiko serangan jantung dan stroke (Kowalski, 2007).
Menurut para dokter di Selandia Baru yang dimuat di tajuk rencana
The Lancet menyimpulkan bahwa terdapat beberapa hubungan tingkat
aktivitas dengan tekanan darah, yaitu :
Aktivitas fisik dapat memperbaiki kecepatan jantung saat kondisi
istirahat, kadar kolesterol total, kadar LDL, serta tekanan sistolik dan
diastolik setelah 6 minggu.
Penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi lebih besar
daripada orang bertekanan darah normal atau prehipertensi. Rata-rata
penderita hipertensi akan mengalami penurunan sistolik dan diastolik
sebanyak 11 dan 8 poin (Kowalski, 2007).
26
II.2. Kerangka Teori
Berdasarkan teori- teori pendukung mengenai status gizi, aktivitas fisik
yang berhubungan dengan hipertensi, maka dapat dibuat kerangka berpikir
sebagai berikut :
Kelainan yang didapat
Kelainan pada jantung
Kelainan padapembuluh darah
Status Gizi
Stres Merokok KafeinAlkohol
Kebiasaan Hidup
Mengikat Adenosin
Aktivitas Otak ↑
Epinefrin , Noepinefrin
Sistem Humoral
Merangsang sekresi adrenalin
Nikotin
Agregasi trombosit
Penyempitan pembuluh
Sistem Vasomotor
Aktivasi Medulla adrenal
Sistem Hemodinamik
Resistensi Leptin
Hiper-leptinemia
Retensi Na + air
↑ Volume Plasma
↑ Curah Jantung
↑ Resistensi Perifer Total
Hipertensi
Aktivitas Fisik
Kelenturan & Fungsional pembuluh darah
Ciri Perseorangan
Usia
Jenis Kelamin
Ras
Faktor Genetik
27
II.3. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori diatas peneliti memilih segi status gizi, aktivitas
fisik untuk dipakai dalam penelitian ini dengan pengetahuan bahwa status
gizi, aktivitas fisik responden sebagai faktor risiko dari hipertensi
responden.
Gambar 4. Kerangka Konsep
VARIABEL BEBAS
Status Gizi
Aktivitas Fisik
VARIABEL TERIKAT
Kejadian Hipertensi
Tidak Hipertensi Hipertensi
Faktor Risiko lain yang dikendalikan :
Merokok Konsumsi Kafein Alkohol
Keterangan :
= variabel yang diukur
= variabel yang tidak diukur
Keterangan :
= variabel yang diukur
= variabel yang tidak diukur
Bagan 1. Kerangka Teori
Sumber : Yogiantoro, 2006
28
II.4. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah disusun, maka diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian hipertensi pada pasien
berusia ≥ 30 tahun di Poli Umum Puskesmas Cimanggis periode 1
Desember 2011 – 31 Januari 2012.
2. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada
pasien berusia ≥ 30 tahun di Poli Umum Puskesmas Cimanggis periode
1 Desember 2011 – 31 Januari 2012.
II.5. Penelitian Sebelumnya
Sampai saat ini sudah ada penelitian sebelumnya mengenai hipertensi.
Penelitian yang dilakukan oleh Tri Fani Ferawati (2008) dengan Judul
“Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT), Aktivitas Fisik Dan
Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Siap Saji Ala Barat Dengan Tekanan
Darah Pada Pensiunan Pegawai PT.Pertamina Semarang”
Dari hasil penelitian yang telah dilakukannya ini didapatkan hasil
sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan bermakna antara IMT dengan tekanan darah sistol
dan diastol. Sebanyak 43,3% sampel mengalami kegemukan dengan
rerata nilai indeks massa tubuh sebesar 24,29 Kg/m2±3,083
mengalami hipertensi derajat 1.
2. Terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan tekanan
darah sistol dan diastol. Responden dengan aktivitas fisik ringan
sebanyak 53,3% dengan rerata nilai aktivitas fisik sebesar 2520,07
29
Kkal±274,979 mengalami hipertensi derajat 1 dengan nilai tekanan
darah sistol ≥140 mmHg dan atau diastol ≥90 mmHg.
Hasil penelitian Tri Fani Ferawati sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rumsari Mutiarawati dengan judul “Hubungan antara
Riwayat Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi Pada Usia 45-54 Tahun
Study di Wilayah Kelurahan Tlogosari Kulon Semarang Tahun 2009” ,
menyimpulkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian
hipertensi pada usia 45-54 tahun di kelurahan Tlogosari Kulon kecamatan
Pedurungan kota Semarang. Hal ini juga didukung penelitian yang
dilakukan oleh Ni Made Sarastini yang berjudul “ Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Kelompok Usia
30 Tahun ke atas di Kelurahan Grogol Kecamatan Limo Kodya Depok
Tahun 2008” dimana penelitian ini menemukan adanya hubungan antara
aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi di Kelurahan Grogol Kecamatan
Limo.
Ketiga penelitian tersebut tidak sejalan dengan Diyan Kusumastuti
(2003) dalam peneltitiannya Hubungan Status Gizi Dan Aktivitas Fisik
Dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Dewasa Umur 33-55 Tahun Di
Wilayah Kerja Puskesmas Srondol Kec. Banyumanik Kota Semarang. Hasil
penelitian menggunakan uji korelasi product momeent diperoleh nilai
p=0,590(p>0,05) dengan nilai r =0,93 untuk hubungan aktivitas fisik dengan
kejadian hipertensi. Dari hasil analisis penelitian dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dan aktivitas fisik
dengan kejadian hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan IMT
dan aktivitas fisik yang ringan belum tentu diikuti dengan peningkatan
tekanan darah.
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitiannya merupakan penelitian analitik, yaitu penelitian
yang bertujuan mengetahui hubungan antara variabel bebas dan varabel
terikat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu
pengambilan variabel bebas dengan variabel terikat dilakukan secara
bersamaan dalam satu saat atau satu periode.
III.2. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Poli Umum Puskesmas Cimanggis
yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 33.
III.3. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada kurun waktu 6 bulan, yaitu
diawali dengan pengajuan proposal, membuat surat perizinan penelitian
kepada Puskesmas Cimanggis, Dinas Kesehatan Depok, Badan
Kesbangpollinmas Depok, proses pengambilan data, pengolahan data, dan
presentasi hasil penelitian.
III.4. Subjek Penelitian
III.4.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subyek atau
obyek yang memiliki kuantitas atau karakteristik-karakteristik tertentu
31
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien berusia 30 tahun atau lebih di Poli Umum Puskesmas Cimanggis
Periode 1 Desember 2011 – 31 Januari 2012.
III.4.2.Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).
Sampel yang diambil adalah 75 pasien berusia 30 tahun atau lebih yang
terdaftar di Poli Umum Puskesmas Cimanggis Periode 1 Desember 2011 –
31 Januari 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada saat
penelitian berlangsung.
III.4.3. Kriteria Inklusi
Semua pasien berusia 30 tahun atau lebih yang merupakan pasien
Poli Umum Puskesmas Cimanggis yang bersedia menjadi responden
dalam penelitian, yaitu dengan ketentuan :
a. Bersedia diwawancarai atau mengisi kuesioner
b. Bersedia dilakukan pengukuran tekanan darah dengan alat
sphygmomanometer air raksa yang telah diuji kelayakannya.
c. Bersedia dilakukan pengukuran berat badan dengan timbangan berat
badan dan tinggi badan dengan meteran tinggi badan yang telah diuji
kelayakannya.
d. Tidak pernah atau jarang mengkonsumsi minuman berkafein (jarang
adalah 1-2 kali perminggu dan kurang dari 3 kali perbulan) (Indrawati,
2009).
III.4.4.Kriteria Eklusi
a. Terdapat riwayat hipertensi di keluarga inti (ayah/ibu/kakek/nenek)
b. Menggunakan kontrasepsi hormonal bagi perempuan.
c. Pernah atau masih merokok
d. Pernah atau masih mengkonsumsi alkohol
32
e. Tidak bersedia dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan
serta yang tidak bersedia mengisi kuesioner atau pasien yang tidak
memiliki kriteria yang dimaksud peneliti.
III.4.5.Besar sampel
Sampel penelitian ini diambil dari pasien berusia 30 tahun atau lebih
yang terdaftar di poli umum Puskesmas Cimanggis. Penentuan besarnya
sampel menggunakan rumus deskriptif kategorik Snedecor GW dan
Cochran WG, yaitu rumus proporsi suatu populasi tidak berpasangan
dengan rumus sebagai berikut :
P = Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari (dari pustaka)
d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki
Zα = Tingkat kemaknaan (ditetapkan peneliti)
Q = 1- P
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang datang berkunjung
ke Puskesmas Cimanggis pada bulan Desember 2011 – Januari 2012.
Untuk memperkirakan jumlah populasi Desember 2011 – Januari 2012,
digunakan jumlah populasi pada bulan Oktober dan November 2011
dengan asumsi bahwa populasi pasien yang datang berkunjung pada bulan
Desember 2011 – Januari 2012 tidak jauh berbeda. Penulis berasumsi
seperti itu dikarenakan berdasarkan data yang tercatat di bagian
administrasi setiap bulannya pada tahun 2011, prevalensi hipertensi hanya
berkisar antara 5 % - 5,5% dari seluruh kejadian penyakit yang terdata di
Puskesmas Cimanggis.
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari bagian administrasi dan
tata usaha di Puskesmas Cimanggis diketahui bahwa kejadian hipertensi
pada bulan Oktober 2011 adalah 75 dari total semua pasien yang
berjumlah 1809, sedangkan kejadian hipertensi pada bulan November
n = Zα 2 PQ d2
33
2011 adalah 108 dari total semua pasien yang berjumlah 1750. Sehingga
proporsi kejadian hipertensi selama 2 bulan di Puskesmas Cimanggis
adalah :
75 + 108 = 183 = 5,14 % 5,2 %
1809+ 1750 3559
N = Zα 2 PQ = 1,96 2 x 0,052 x 0,948 = 75 sampel
d2 (0,05)2
III.5. Rancangan Penelitian
Peneliti menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu
pengambilan variabel bebas dengan variabel terikat dilakukan secara
bersamaan dalam satu saat atau satu periode. Pada penelitian ini peneliti
menghubungkan antara status gizi, aktivitas fisik yang merupakan variabel
bebas dengan kejadian hipertensi yang menjadi variabel terikat, dimana
penelitian dilakukan bersamaan yaitu pada satu saat atau satu periode dan
pengamatan subjek studi hanya dilakukan satu kali selama satu kali
penelitian.
III.6. Teknik sampling
.Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah non probability
sampling yaitu tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Dengan
menggunakan metode accidental sampling untuk menentukan sampel dari
populasi yang mempunyai kriteria tertentu sampai jumlah yang diinginkan
terpenuhi yaitu 75 responden. Kriteria yang dimaksud adalah pasien
berusia 30 tahun atau lebih yang terdaftar di Poli Umum Puskesmas
Cimanggis.
III.7. Cara Pengumpulan Data
Data yang penulis butuhkan dikumpulkan dengan cara mengukur
tekanan darah, berat badan dan tinggi badan responden untuk mengetahui
34
IMT serta membagikan kuesioner kepada responden. Kuesioner tersebut
mencakup variabel hipertensi dan aktivitas fisik.
III.8. Identifikasi variabel penelitian
Variabel bebas : Status gizi, Aktivitas Fisik
Variabel terikat : Kejadian hipertensi
III.9. Definisi Operasional variabel
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Hipertensi Hipertensi adalah
peningkatan
tekanan darah
yaitu apabila
tekanan diastol
menetap di atas 90
mmHg, atau
tekanan sistol
menetap di atas
140 mmHg
(Robbins et al,
2007).
Pengukuran
tekanan
darah
Sphygmo-
mano-
meter air
raksa
1= Tidak
Hipertensi
2 =
Hipertensi
Nominal
Status
Gizi
Keadaan tubuh
sebagai akibat
konsumsi makanan
dan penggunaan
zat-zat gizi
(Almatsier, 2009).
Pengukuran
berat badan
dan tinggi
badan
IMT 1 = Tidak
Obesitas
(IMT ≤ 24,9)
2 = Obesitas
(IMT ≥ 25)
(IOTF, WHO
2000)
Nominal
Aktivitas
Fisik
Kegiatan yang
selalu dilakukan
responden untuk
menggerakkan
Pengisian
kuesioner
Kuesioner
Baku
1 = Ringan
(< 5,6)
2 = Sedang
(5,6 – < 7,9)
Ordinal
35
anggota tubuhnya
yang mencakup
indeks kerja,
indeks olahraga,
dan indeks waktu
luang (Baecke,
Burema, Frijters,
1982)
3 = Berat
(≥7,9)
(Baecke,
Burema,
Frijters,
1982)
III.10. Instrumen penelitian
Penelitian ini menggunakan berbagai instrumen penelitian, yaitu :
1. Alat sphygmomanometer air raksa dan stetoskop yang sebelumnya
telah diuji kebenrannya yang bertujuan untuk mengukur tekanan darah
responden sehingga dapat diketahui apakah responden tersebut
hipertensi atau tidak hipertensi.
2. Pengukuran IMT menggunakan timbangan injak dan meteran tinggi
badan yang sebelumnya telah diuji kebenarannya.
3. Penggunaan data primer dengan melakukan wawancara menggunakan
kuesioner atau responden bersedia mengisi sendiri kuesioner tersebut.
Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data dimana peneliti mendapatkan keterangan secara
lisan dari seseorang sasaran penelitian. Penulis juga menggunakan
kuesioner untuk mengendalikan faktor-faktor risiko hipertensi selain
variabel yang teliti. Kuesioner dikembangkan pada faktor risiko
responden sesuai variabel yang akan diambil yaitu hipertensi, status
gizi, aktivitas fisik. Peneliti menggunakan kuesioner baku yaitu The
Questionnaire of Baecke et al for Measurement of a Person's Habitual
Physical Activity dari Baecke, Burema, Frijters, 1982. Jenis kuesioner
adalah pertanyaan mengenai fakta-fakta dari responden dan bentuk
pertanyaan berupa pertanyaan tertutup, sehingga mudah mengarahkan
jawaban responden.
36
III.11. Validitas Instrumen
III.11.1. Validitas
Menurut Dahlan (2009), penelitian yang valid adalah penelitian
dengan hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut berlaku pada populasi
yang menjadi target generalisasinya. Untuk dapat digeneralisasi pada
subjek yang diinginkan, pertama kali harus yakin bahwa data yang
diperoleh adalah data yang sahih. Kesasihan data penelitian dinamakan
validitas interna. Generalisasi dari subjek yang diteliti kepada subjek yang
diinginkan, lalu kepada populasi terjangkau dan populasi target dinamakan
validitas eksterna.
III.11.2. Reliabilitas
Reliabel adalah konsistensi dari hasil nilai ukurnya jika dilakukan
berkali-kali pada subyek yang berkarakter sama.
III.12. Protokol penelitian
III.12.1.Pra Penelitian
Membuat surat perizinan penelitian dari FK UPN “Veteran” Jakarta
untuk mengambil data pada lokasi penenlitian yang telah ditentukan.
Membuat surat perizinan penelitian dari pihak Dinas Kesehatan Kota
Depok.
Membuat surat perizinan penelitian dari pihak Kesbangpol Kota
Depok
Menyerahkan ketiga surat perizinan tersebut kepada pihak Puskesmas
Cimanggis sebagai lokasi yang akan dilakukan penelitian.
Mendapat surat jawaban perizinan penelitian dari pihak Puskesmas
Cimanggis
III.12.2.Saat Penelitian
Mengukur tekanan darah pasien yang berobat ke Poli Umum
Puskesmas Cimanggis dengan alat sphygmomanometer air raksa dan
stetoskop sehingga diketahui hipertensi dan tidak hipertensi pada saat
penelitian berlangsung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
37
Melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk
menghitung IMT responden
Memberikan kuesioner mengenai faktor risiko hipertensi dan aktivitas
fisik.
III.12.3. Analisa Data
Memasukkan data dan melakukan pengkodean dengan menggunakan
program komputerisasi pengujian statistika.
Mengolah data dengan program komputerisasi pengujian statistika
III.12.4.Pengajian Laporan
III.13. Cara Kerja Penelitian
1. Persiapan Penelitian
a. Pengembangan Kuesioner
Peneliti berusaha untuk mengembangkan kuesioner.
b. Penilaian alat pengukur yang digunakan yaitu
Sphygmomanometer air raksa, timbangan berat badan, meteran
tinggi badan.
c. Percobaan alat pengukur yang digunakan
Setelah diperiksa kelayakannya, maka peneliti mencoba
menggunakan alat pengukur tersebut apakah sudah baik untuk
digunakan.
2. Identifikasi Subyek
Peneliti meneliti sendiri apakah subyek memenuhi kriteria penelitian
yaitu dengan mengetahui usia dan mendengarkan keluhan utama
pasien saat menjelaskan kepada dokter di Poli Umum Puskesmas
Cimanggis.
3. Informed consent
Peneliti memperkenalkan diri kepada calon subyek penelitian dan
melakukan informed consent serta meminta persetujuan untuk
dijadikan sebagai responden penelitian.
4. Pemberian kuesioner
38
Kuesioner diberikan langsung kepada responden penelitian dan
memberikan dua pilihan yaitu apakah responden ingin mengisi sendiri
kuesioner tersebut dengan didampingi oleh peneliti atau peneliti
melakukan wawancara secara langsung mengenai pertanyaan-
pertanyaan yang ada di kuesioner tersebut.
5. Pengukuran tekanan darah
Pada pengukuran tekanan darah peneliti meminta bantuan kepada
seorang perawat di Puskesmas Cimanggis sehingga pada masing-
masing subyek penelitian dilakukan pengukuran tekanan darah
sebanyak 2x yaitu oleh peneliti dan seorang perawat sehingga
diperoleh hasil tekanan darah rata-rata dari kedua hasil pengukuran
tersebut. Namun, karena berbagai macam kendala terkadang subyek
penelitian hanya dilakukan pengukuran tekanan darah 1x saja yaitu
dengan peneliti ataupun dengan perawat setempat.
6. Pengukuran IMT
Pada awal persiapan, sebelum dilakukan pengukuran tinggi dan berat
badan, peneliti meminta kepada subyek penelitian untuk melepaskan
alas kaki, serta barang-barang yang dibawa oleh subyek penelitian.
7. Peneliti mengucapkan terima kasih atas kesediaan dan kerja sama
subyek penelitian.
III.14. Pengolahan Data
Dalam pengolahan data terdapat 3 tahapan, yaitu :
1. Editing
Saat editing dilakukan pemeriksaan data yang telah dikumpulkan
apakah dapat dibaca, telah terisi lengkap, terdapat ketidakserasian
antara jawaban satu dengan yang lainnya, dan terdapat kesalahan atau
tidak.
2. Coding
Pada coding dilakukan perubahan data dari berbentuk huruf menjadi
angka untuk memudahkan dalam proses pengolahan data.
3. Tabulating
39
Dilakukan penyusunan data yang merupakan pengorganisasian data
sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan
ditata untuk disajikan dan dianalisis (Budiarto, 2002).
III.15. Analisa Data
III.15.1. Analisa univariat
Bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dari setiap variabel yang
akan diteliti, agar dapat melihat hasil yang lebih valid maka harus
dimasukan ke dalam program pengolahan data (Dahlan, 2009).
III.15.2. Analisa bivariat
Teknik analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara
masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat disertai uji
kemaknaan statistik dengan uji Chi-Square (Kai Kuadrat) dengan tingkat
kepercayaan 95%.
Rumus Chi-Square (X2)
X2 = Ʃ (fo – fb) 2 E
Keterangan : X2 = Chi-Square (Kai Kuadrat)
fo = Nilai Observasi
fb = Nilai Harapan
k = Jumlah Kolom; b = Jumlah Baris
Keputusan uji Chi-Square :
1. Ho ditolak apabila p-value ≤ α (0,05), artinya ada hubungan yang
bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen
2. Ho gagal tolak/ diterima apabila p-value > α (0,05), artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara variabel dependen dengan variabel
independen.
Df = (k – 1) (b-1)
40
Jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi, maka dilakukan uji
alternatif lain. Untuk tabel 2x2 menggunakan fisher’s exact test sedangkan
tabel 2x3 menggunakan uji kolmogorov sminov dengan melihat nilai p
(Hastono, 2007).
III.16. Etika Penelitian
Nursalam (2008) menyatakan bahwa etika penelitian terdiri dari :
1. Informed consent, merupakan persetujuan antara peneliti dengan
responden menggunakan lembar persetujuan.
2. Anonymity, peneliti tidak menampilkan identitas dari responden dalam
kuesioner melainkan digantikan dengan menggunakan kode.
3. Confodantiality, peneliti menjamin semua kerahasiaan hasil
penelitian.
III.17. Jadwal Penelitian
Penelitian akan dilakukan kurang lebih selama 6 bulan, dengan perincian
sebagai berikut :
No. Uraian Oktober November Desember Januari Februari Maret
1. Proposal * * * * * * *
2. Perizinan *
3. Penelitian
-Pengumpulan
data
-Analisis data
* * * * * * * *
* * * *
4. Laporan * * *
5. Presentasi *
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Gambaran Umum Puskesmas Cimanggis
IV.1.1. Sejarah dan Perkembangan Puskesmas Cimanggis
Puskesmas Ciamnggis didirikan tahun 1968, pada waktu itu
merupakan satu-satunya puskesmas yang ada di kecamatan
Cimanggis dan harus melayani masyarakat dari seluruh kelurahan.
Dalam perkembangannya di keluarahan didirikan puskesmas
pembantu (Pustu), lalu pustu ini dikembangkan menjadi puskesmas
induk, hingga sekarangdi Kcamatan Cimanggis ada delapan
Puskesmas induk yaitu : Puskesmas Tugu, Puskesmas Pasir Gunung,
Puskesmas Harjamukti, Puskesmas Cilangkap, Puskesmas Sukatani,
Puskesmas Tapos, Puskesmas Jatijajar, dan Puskesmas Villa Pertiwi,
dengan kedudukan Puskesmas Cimanggis sebagai Puskesmas
koordinator tingkat kecamatan (Korcam).
Gedung Puskesmas telah mengalami beberapa kali perbaikan.
Pengembangan yang pesat terjadi pada saat diresmikan menjadi
Puskesmas DTP (Dengan Tempat Perawatan) pada tanggal 17 April
2002 dengan kapaistas lima belas tempat tidur. Pengembangan
menjadi Puskesmas DTP ini merupakan yang pertama di Kota
Depok. Pemugaran terakhir dilakukan pada akhir 2007. Gedung baru
secara keseluruhan dipergunakan pada April 2008 sehingga
42
pelayanan rawat inap menjadi dua belas tempat tidur Ranap umum,
delapan tempat tidur Rawat Pemulihan Gizi Buruk (TFC), dan enam
tempat tidur Rumah Bersalin. Lokasi Puskesmas Cimanggis berada
di jalur strategis, yaitu berada di jalan raya Jakarta-Bogor Km. 33
dan dilalui oleh berbagai jenis kendaraan umum sehingga sangat
mudah dijangkau oleh masyarakat yang membutuhkan. Wilayah
kerjanya meliputi tiga Kelurahan, yaitu Kelurahan Curug, Cisalak
Pasar, dan Mekarsari dengan jumlah penduduk binaan 41. 512 jiwa.
Membina 30 Posyandu yang tersebar secara meratadi setiap RW.
Sejak Juni 2008 Wilayah kerja Puskesmas Cimanggis berkurang
yaitu menjadi dua kelurahan yaitu Kelurahan Curug dan Kelurahan
Cisalak Pasar sebab dengan dibangunnya Puskesmas baru di wilayah
Kelurahan Mekarsari.
IV.1.2. Visi dan Misi Puskesmas Cimanggis
a. Visi
Dalam menjalankan tugasnya untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal, serta mendukung visi nasional bidang
kesehatan, yaitu “Indonesia Sehat 2010” serta mengacu pada visi
Kota Depok “Menuju Kota Depok yang Melayani dan
Mensejahterakan” maka Puskesmas Cimanggis menetapkan Visi,
“Mewujudkan Puskesmas yang mampu memberikan pelayanan
prima dan menjadi pilihan utamabagi seluruh lapisan masyarakat
tanpa melupakan tugas pokoknya sebagai pembina kesehatan di
wilayahnya”.
b. Misi
Untuk mewujudkan capaian visi Puskesmas Cimanggis
yang dijabarkan, maka ditetapkan misi sebagai berikut :
1. Meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan
2. Meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia
(SDM)
43
3. Meningkatkan dan mengembangkan sumber daya umum
(SDU)
4. Meningkatkan jumlah kunjungan
5. Meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana
6. Meningkatkan dan mengembangkan sistem pemasaran
7. Meningkatkan dan mengembangkan sistem informasi
manajemen
8. Meningkatkan kemitraan
9. Melaksanakan program pokok
10. Menjadi pusat pembangunan kesehatan di wilayahnya.
IV.2. Hasil Penelitian
IV.2.2. Gambaran umum Subyek Penelitian
Sampel yang diambil adalah 75 pasien berusia 30 tahun atau
lebih yang terdaftar di Poli Umum Puskesmas Cimanggis Periode 1
Desember 2011 – 31 Januari 2012 yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi pada saat penelitian berlangsung.
Data dikumpulkan dengan cara mengukur tekanan darah,
berat badan dan tinggi badan responden untuk mengetahui IMT
(Indeks Massa Tubuh) serta membagikan kuesioner kepada
responden. Kuesioner tersebut mencakup variabel hipertensi dan
aktivitas fisik.
Berikut perhatikan tabel gambaran umum subyek penelitian di
bawah ini :
1) Kejadian Hipertensi
Tabel 3
Distibusi Responden Menurut Penyakit (Hipertensi / Tidak Hipertensi
No. Tekanan Darah Frekuensi %
1. Tidak Hipertensi 28 37,3%
2. Hipertensi 47 62,7%
Jumlah 75 100
44
Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden tidak
hipertensi sebanyak 28 orang (37,33%).dan responden hipertensi
sebanyak 47 orang (62,7%). Seluruh responden berjumlah 75
orang.
2) Derajat Hipertensi
Tabel 4
Distribusi Responden Hipertensi Menurut Derajat Hipertensi
No Derajat Hipertensi Frekuensi %
1. Hipertensi ringan 17 36,2
2. Hipertensi sedang 17 36,2
3. Hipertensi berat 13 27,7
Jumlah 47 100
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari jumlah 47 responden
hipertensi dalam penelitian ini, jumlah responden pada
kelompok hipertensi ringan 17 orang (36,2 %), hipertensi
sedang 17 orang (36,2 %), hipertensi berat 13 orang (27,7 %).
3) Usia
Tabel 5
Distribusi Responden Menurut Usia
No. Usia Frekuensi %
1. 30 - < 50 tahun 42 56
2. ≥ 50 tahun 33 44
45
Jumlah 75 100
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari jumlah 75 responden
dalam penelitian ini, jumlah reponden pada kelompok usia 30 -
< 50 tahun sebesar 42 responden (56%) dan jumlah responden
pada kelompok umur ≥ 50 tahun sebanyak 33 responden (44
%).
4) Jenis Kelamin
Tabel 6
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis kelamin Frekuensi %
1. Laki-laki 18 24
2. Perempuan 57 76
Jumlah 75 100
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari jumlah 75 responden
dalam penelitian ini, jumlah responden laki-laki sebanyak 18
orang (24 %) dan responden perempuan sebanyak 57 orang (76
%).
5) Tingkat Pendidikan
Tabel 7
Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Frekuensi %
1. Tidak Sekolah 24 32
2. Dasar (SD / SMP/ yang
sederajat)
30 40
3. Menengah (SMA/ yang 19 25,3
46
sederajat)
4. Tinggi (ST / PT) 2 2,7
Jumlah 75 100
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari jumlah 75 responden
dalam penelitian ini, jumlah responden tidak sekolah adalah 24
orang (32%), jumlah responden dengan tingkat pendidikan
dasar (SD/ yang sederajat) adalah 30 responden (40 %), tingkat
pendidikan menengah (SMA/ yang sederajat) adalah 19
responden (25,3%), dan tingkat pendidikan tinggi (Sekolah
Tinggi atau Perguruan Tinggi) adalah 2 responden (2,7 %).
IV.2.2. Hasil Analisis Univariat Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian
karakteristik status gizi dan aktivitas fisik.
1) Status Gizi Responden
Tabel 8
Distribusi Responden Menurut Indeks Massa Tubuh
No. Indeks massa tubuh Frekuensi %
1. Berat badan kurang
(IMT ≤ 24,9)
57 76
2. Obesitas (IMT ≥ 25) 18 24
Jumlah 75 100
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 75 responden dalam
penelitian ini, jumlah responden yang tidak obesitas (IMT ≤
24,9) adalah 57 orang (76 %), responden obesitas (IMT ≥ 25)
adalah 18 orang (24%).
2) Aktivitas fisik responden
Tabel 9
Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik
No. Indeks massa tubuh Frekuensi %
47
1. Aktivitas fisik ringan 15 20
2. Aktivitas fisik sedang 39 52
3. Aktivitas fisik berat 21 28
Jumlah 75 100
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari jumlah 75responden
dalam penelitian ini, pada kelompok yang aktivitas ringan 15
responden (20 %), aktivitas sedang 39 responden (52 %),
aktivitas berat 21 responden (28 %).
IV.2.3. Hasil Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel untuk membuktikan hipotesis penelitian. Analisis bivariat
digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat. Untuk itu dilakukan analisis bivariat dengan uji
statistic Chi-Square dengan tingkat kemaknaan 5% (α=0,05).
1) Hubungan antara status gizi dengan kejadian hipertensi
Berikut ini adalah hasil analisis bivariat antara status gizi
(indeks massa tubuh) dengan kejadian hipertensi. Disini dibagi
menjadi empat kelompok, yaitu berat badan kurang (IMT <
18,5) , berat badan normal IMT 18,5 – 22,9), berat badan lebih
(IMT > 23 - 24,9), dan obesitas (IMT > 25).
Tabel 10
Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Hipertensi
Indeks_Massa_
Tubuh
Kejadian Hipertensi Jumlah P
valueTidak
Hipertensi
Hipertensi
N % N % n % N
Berat badan kurang
(IMT < 18,5)/
12 80 3 20 15 100 0,000
48
Berat badan normal
(IMT 18,5 - 22,9)
9 37,5 15 62,5 24 100
Berat badan lebih
(IMT > 23 – 24,9)
7 38,9 11 61,1 18 100
Obesitas(IMT >25) 0 0 18 100 18 100
28 33,3 47 66,7 75 100
Hasil pengolahan data dengan menggunakan Chi-Square dengan p value
= 0,000 < nilai α = 0 , 0 5 m e n u n j u k k a n b a h w a H 0 ditolak
yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara indeks
massa tubuh responden dengan kejadian hipertensi.
2) Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi
Tabel 11Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi
Aktivitas Fisik Kejadian Hipertensi Jumlah p
valueTidak
Hipertensi
Hipertensi
N % N % N % N
Aktivitas fisik ringan 8 53,3 7 46,7 15 100 0,001
Aktivitas fisik sedang 18 46,2 21 58,3 39 100
Aktivitas fisik berat 2 9,5 19 90,5 21 100
Total 28 37,3 47 62,7 75 100
Dari hasil peneltian diketahui bahwa responden hipertensi dan tidak
hipertensi lebih banyak pada kelompok aktivitas fisik sedang yaitu 62,7 %
dan 37,3 %. Hasil pengolahan data dengan menggunakan Chi-Square
dengan p value = 0,007 < nilaiα = 0 , 0 5 m e n u n j u k k a n b a h w a
H 0 ditolak yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna
antara aktivitas fisikk responden dengan kejadian hipertensi.
IV.3. Pembahasan
49
Pada bagian ini akan dibahas hasil-hasil dari penelitian hubungan
antara status gizi (indeks massa tubuh), akticvitas fisik dengan kejadian
hipertensi pada pasien berusia ≥ 30 tahun yang terdaftar di Poli Umum
Puskesmas Cimanggis Periode 1 Desember 2011 – 31 Januari 2012.
Pembahasan akan meliputi besarnya angka kejadian penyakit
hipertensi menurut indeks massa tubuh, aktivitas fisik.
1. Angka kejadian hipertensi menurut indeks massa tubuh dan aktivitas
fisik
Setelah data diperoleh, maka diketahui bahwa jumlah responden
hipertensi sebanyak 47 orang (62,7%) dan responden tidak hipertensi
sebanyak 28 orang (37,33%). Jumlah responden adalah 75 orang.
A. Indeks Massa Tubuh
Distribusi indeks massa tubuh dari jumlah 75 responden
dalam penelitian ini, jumlah responden pada kelompok berat badan
kurang (IMT < 18,5) adalah 20 %, responden dengan berat badan
normal (IMT 18,5 – 22,9) adalah 32 %, responden dengan berat
badan lebih (IMT > 23) adalah 24 %, dan responden dengan
obesitas (IMT > 25) adalah 24%.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Sugeng Adiono (2008)
yang menyatakan bahwa prevalensi hipertensi lebih banyak terjadi
pada responden yang obesitas (91.7 %). Hal ini dikarenakan
terdapat perbedaan dalam hal pengkategorian indeks massa tubuh.
Peneliti menggunakan indikator indeks massa tubuh sesuai dengan
Klasifikasi Berat Badan yang disesuaikan berdasarkan IMT pada
Penduduk Asia Dewasa (IOTF, WHO 2000) yang penulis
kategorikan menjadi berat badan kurang (IMT < 18,5), berat badan
normal (IMT 18,5 – 22,9), berat badan lebih (IMT > 23 – 24,9),
dan obesitas (IMT ≥ 25) sedangkan dalam penelitiannya Sugeng
Adiono membagi IMT hanya dalam dua kelompok yaitu tidak
obesitas dan obesitas.
50
B. Aktivitas Fisik
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari jumlah 75
responden dalam penelitian ini, jumlah responden pada kelompok
aktivitas fisik ringan 20 %, aktivitas fisik sedang 52 %, aktivitas
fisik berat 28 %.
Bila dibandingkan dengan penelitian Tri Fani Ferawati
(2008), maka terdapat perbedaan distribusi aktivitas fisik. Hasil
penelitiannya angka kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada
responden dengan aktivitas fisik ringan yaitu sebesar 53,3 %. Hal
tersebut dikarenakan kuesioner atau cara pengukuran tingkat
aktivitas fisik yang digunakan berbeda, yaitu Tri Fani Ferawati
menggunakan kuesioner baku dari WHO sedangkan peneliti
menggunakan kuesioner baku The Questionnaire of Baecke et al
for Measurement of a Person's Habitual Physical Activity dari
Baecke, Burema, Frijters, 1982.
2. Hubungan antara status gizi (IMT) dengan kejadian hipertensi
Pada kategori status gizi dengan berat badan kurang distribusi
responden tidak hipertensi adalah 80 % dan responden hipertensi
sebesar 20%. Pada kategori status gizi dengan berat badan normal
distribusi responden tidak hipertensi adalah 37,5% dan responden
hipertensi sebesar 62,5 %. Pada kategori status gizi dengan berat
badan lebih distribusi responden tidak hipertensi adalah 38,9% dan
responden hipertensi sebesar 61,1 %. Pada kategori status gizi
obesitas 100% respondennya mengalami hipertensi.
Secara keseluruhan diketahui bahwa pada responden yang
mengalami hipertensi sebagian besar terjadi pada kelompok status gizi
obesitas (IMT > 25) yaitu 18 responden dari total 75 responden atau
sebesar 24 %. Pada responden yang tidak hipertensi sebagian besar
terjadi pada kelompok status gizi berat badan kurang (IMT < 18,5)
yaitu 12 responden dari total 75 responden atau sebesar 16%. Hasil
51
tersebut membuktikan bahwa salah satu faktor risiko yang berasal dari
kebiasaan hidup individu yaitu obesitas.
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan Chi-Square
dengan p value = 0,000 < nilai α = 0 , 0 5 m e n u n j u k k a n
b a h w a H 0 ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara indeks massa tubuh responden dengan kejadian
hipertensi.
Bila dibandingkan dengan penelitian Sugeng Adiono (2008)
yang menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas
dengan kejadian hipertensi, maka terdapat persamaan hasil yang
peneliti peroleh. Namun terdapat perbedaan dalam hal pengkategorian
indeks massa tubuh. Peneliti menggunakan indikator indeks massa
tubuh sesuai dengan Klasifikasi Berat Badan yang disesuaikan
berdasarkan IMT pada Penduduk Asia Dewasa (IOTF, WHO 2000)
yang penulis kategorikan menjadi berat badan kurang (IMT < 18,5),
berat badan normal (IMT 18,5 – 22,9), berat badan lebih (IMT > 23 –
24,9), dan obesitas (IMT > 25), sedangkan dalam penelitiannya
Sugeng Adiono membagi IMT hanya dalam dua kelompok yaitu tidak
obesitas dan obesitas serta berdasarkan Klasifikasi Berat Badan Secara
Global dari WHO yang berbeda dengan klasifikas IMT yang peneliti
gunakan. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
Diyan Kusumastuti (2003) yang menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian
hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan IMT tentu diikuti
dengan peningkatan tekanan darah.
Dari sekian banyak penelitian telah membuktikan adanya
hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian hipertensi dan
diduga peningkatan berat badan memainkan peranan penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi pada orang dengan obesitas.
Mekanisme terjadinya hal tersebut belum sepenuhnya dipahami, tetapi
pada obesitas didapatkan adanya peningkatan volume plasma dan
curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah. Akan tetapi
52
pada tahun-tahun terakhir ini terjadi pergeseran konsep, dimana
diduga terjadi perubahan neuro-hormonal yang mendasari kelainan
ini. Hal ini disebabkan karena kemajuan pengertian tentang obesitas
yang berkembang pada tahun-tahun terakhir ini dengan ditemukannya
Leptin. Leptin sendiri merupakan asam amino yang disekresi terutama
oleh jaringan adipose. Fungsi utamanya adalah pengaturan nafsu
makan dan pengeluaran energi tubuh melalui pengaturan pada susunan
saraf pusat, selain itu Leptin juga berperan pada perangsangan saraf
simpatis, meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis, diuresis dan
angiogenesis. Perangsangan saraf simpatis yang berperan besar pada
peningkatan tekanan darah.
3. Hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi
Pada kategori aktivitas fisik ringan distribusi responden tidak
hipertensi adalah 53,3 % dan responden hipertensi sebesar 46,7%.
Pada kategori aktivitas fisik sedang distribusi responden tidak
hipertensi adalah 46,2% dan responden hipertensi sebesar 58,3 %.
Pada kategori aktivitas fisik berat distribusi responden tidak hipertensi
adalah 9,5% dan responden hipertensi sebesar 90,5 %.
Secara keseluruhan dapat dilihat distribusi reponden kelompok
hipertensi dan tidak hipertensi menurut aktivitas fisik lebih banyak
terjadi pada aktivitas fisik sedang yaitu 21 responden hipertensi (28%)
dan 18 responden tidak hipertensi (24%).
Hasil pengolahan data dengan menggunakan Chi-Square dengan
p value = 0, 007 < nilaiα = 0 , 0 5 m e n u n j u k k a n b a h w a
H 0 ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara aktivitas fisik responden dengan kejadian hipertensi.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Tri Fani Ferawati (2008)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara aktivitas
fisik dengan tekanan darah sistol dan diastol. Responden dengan
aktivitas fisik ringan sebanyak 53,3% dengan rerata nilai aktivitas
fisik sebesar 2520,07 Kkal±274,979 mengalami hipertensi derajat 1
53
dengan nilai tekanan darah sistol ≥140 mmHg dan atau diastol ≥90
mmHg. Namun tidak sejalan dengan penelitian Diyan Kusumastuti
(2003) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi
Secara teori, aktivitas fisik secara teratur tidak hanya
menurunkan tekanan darah, juga menyebabkan perubahan yang
signifikan. Aktivitas fisik meningkatkan aliran darah ke jantung,
kelenturan arteri dan fungsi arterial.
IV.4. Keterbatasan Penelitian
Tidak ada penelitian yang sempurna. Secara umum banyak faktor
risiko yang dapat menyebabkan hipertensi. Dalam penelitian ini memiliki
keterbatasan dikarenakan variabel bebas yang diuji hanya mencakup status
gizi dan aktivitas fisik. Peneliti berusaha mengendalikan faktor-faktor
risiko lain yang menyebabkan hipertensi, seperti riwayat hipertensi dalam
keluarga inti, merokok, konsumsi alkohol, dan konsumsi kafein. Tetapi
peneliti tidak mengendalikan faktor risiko lain seperti diabetes mellitus
yang mengakibatkan peningkatan viskositas darah sehingga
mengakibatkan TPR meningkat, kelainan pada ginjal, dll.
54
BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap hasil penelitian yang
diperoleh dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil penelitan yang dilakukan pada pasien usia ≥ 30 tahun yang
terdaftar di Poli Umum Puskesmas Cimanggis Periode 1 Desember
2011 – 31 Januari 2012, terdapat responden hipertensi sebanyak 47
orang (62,7%) dan tidak hipertensi sebanyak 28 orang (37,3%).
2. Secara keseluruhan distribusi status gizi pada responden lebih banyak
pada kelompok status gizi berat badan normal (IMT 18,5 – 22,9) yaitu
32%
4. Secara keseluruhan distriusi aktivitas fisik responden lebih banyak pada
kelompok aktivitas fisik sedang yaitu sebesar 52%.
5. Terdapat perbedaan bermakna antara indeks massa tubuh dengan
kejadian hipertensi (p value = 0,000)
6. Terdapat perbedaan bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian
hipertensi (p value = 0,007).
V.2. Saran
V.2.1. Subyek Penelitian
a) Bagi responden yang mengalami hipertensi dengan kondisi status gizi
yang tidak normal hendaknya mulai mengatur pola makan dan
menghindari faktor-faktor risiko lain sehingga tekanan darah dapat
terkontrol.
55
b) Bagi responden yang tidak mengalami hipertensi hendaknya sedini
mungkin menghindari faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi dan melakukan pemeriksaan tekanan darah secara
berkala.
V.2.2. Masyarakat umum
a) Pada orang yang lebih berisiko seperti mempunyai riwayat genetik
hipertensi diharapkan mulai sedini mungkin untuk menjaga kondisi
kesehatan baik dari kebiasaan makan, olahraga dan pola hidup.
b) Pengontrolan hipertensi secara dini, untuk mengenali tanda dan gejala
hipertensi dan segera melakukan pengobatan, diharapkan tekanan
darahnya dapat terkontrol.
V.2.3. Tempat Penelitian
Bagi pihak Puskesmas Cimanggis supaya meningkatkan informasi kepada
masyarakat di wilayah kerjanya mengenai pentingnya memeriksakan
tekanan darah secara berkala.
V.2.4. Institusi Pendidikan
a) Perlu dilakukan penelitian dengan sampel yang lebih besar untuk dapat
mengetahui hubungan antar variabel dengan tepat.
b) Perlu dilakukan penelitian dengan tingkat pengendalian faktor risiko
lain selain variabel yang akan diteliti.
56
DAFTAR PUSTAKA
Adiono, Sugeng. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Di Dusun Desa Sibowi Kecamatan Dolo Kabupaten Donggala.
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Anggraini et all. 2008. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik Dama. Available from :
http://library.usu.ac.id /download/fk/gizi-bahri4.pdf.
Baecke JAH Burema J Frijters ER. A short questionnaire for the measurement of
habitual physical activity in epidemiological studies. Am J Clin Nutr.
1982; 36: 936-942.
Budiarto, E. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta : EGC
Budiyanto,K.A.M. 2002. Gizi dan kesehatan. Edisi I. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang Press
Dahlan, Sopiyudin. 2009. Besar Sample Dan Cara Pengambilan Sample. Jakarta :
Salemba Medika. Hal 79-82, 129
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Kesehatan Olahraga Bagi
Petugas Kesehatan. Available at : http://www.depkes.go.id
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Teknis Penemuan dan
Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Available at : www.perpustakaan
_depkes.org
Ferawati, Tri Fani. E-UNDIP Repository. 2008. Hubungan Antara Indeks Massa
Tubuh (Imt), Aktivitas Fisik Dan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Siap
Saji Ala Barat Dengan Tekanan Darah Pada Pensiunan Pegawai
57
Pt.Pertamina Semarang. Available From : Http://Library.Undip.Ac.Id
/Download/Fk/Gizi-Fani.Pdf
Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM & Simpson IA. 2005. Lecture Notes :
Kardiologi (4rd ed). Jakarta : Penerbit Erlangga;.57-62.
Gunawan L. hipertensi : tekanan darah tinggi. Yogyakarta : Kanisius, 2001.
Hastono, Priyo Sutanto. 2007. Analisis Data Kesehatan.Jakarta : Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Ibnu M. Dasar-dasar fisiologi kardiovaskuler. Jakarta : EGC, 1996.
Imam, Sukiman, 2005. Obesitas Konsekuensi Pencegahan dan Pengobatan.
Makalah Penetapan Guru Besar Fakultas Kedokteran Bidang Bidang Ilmu
Patologi Klinik Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kapojos EJ. 2008. Hipertensi dan obesitas. Jantung Hipertensi. Diunduh dari
http://www.jantunghipertensi.com/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=336
Kowalski, Robert. 2007. Terapi Hipertensi Program 8 Minggu. Bandung : Qanita.
Hal 34, 107-120, 289
Kusumastuti, Diyan. 2003. Hubungan Status Gizi Dan Aktivitas Fisik Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Wanita Dewasa Umur 33-55 Tahun Di Wilayah
Kerja Puskesmas Srondol Kec. Banyumanik Kota Semarang.
National Institutes of Health: The Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure, NIH Publication, November 2003.
Notoatmojo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta. Hal 131-150
Nursalam. 2008. Konsep dan Metodologi keperawatan edisi 5. Jakarta : Salemba
Medika
Puspita, Wahyu Ramadhan.. e-USM Repository. 2009. [cited 2010]. Gaya Hidup
Pada Mahasiswa Penderita Hipertensi. Available from :
http://library.ums.ac.id /download/fpsi/gizi-bahri4.pdf
Robbins, Cotrain, Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi VII. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal 379-382.
58
Sarastini, Ni Made. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi pada Masyarakat Kelompok Usia 30 Tahun ke atas di
Kelurahan Grogol Kecamatan Limo Kodya Depok Tahun 2008.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal 297-342.
Sidabutar RP & Prodjosujadi W. Ilmu penyakit dalam II. Jakarta : Balai penerbit
FKUI; 1990.
Sigarlaki, J.O. Herke. 2006. Karakteristik Dan Faktor Berhubungan Dengan
Hipertensi Di Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten
Kebumen, Jawa Tengah, Tahun 2006.
Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 216- 223.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Buku Penerbit Kedokteran
EGC.
Soeharto, Imam. 2004. Serangan jantung dan Stroke Hubungannya dengan Lemak
dan Koleserol. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal 49-83
Suarthana E, Tarigan IFA, Kaligis MF, Sandra A, Purwanta D, dan Hadi S.
Prevalensi Hipertensi Pada Ibu Rumah Tangga dan Faktor-faktor Gizi
yang berhubungan di Kelurahan Utan Kayu Jakarta Timur.
Majalah Kedokteran Indonesia 2001; 15: 158-163.
Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Suheni, Yulian. 2007. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Laki-Laki Usia > 40 Tahun. Available from :
http://library.ums.ac.id /download/fpsi/gizi-bahri4.pdf
Supariasa I Dewa, Baki Bachyar, Fajar Ibnu. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta :
EGC. Hal 17- 18, 24, 59-60
Susalit E, Kapojos JE & Lubis HR. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam II.
Jakarta : Balai penerbit FKUI
Tagor, GM. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI
Tessy, Agus. 2006. Hipertensi Pada Penyakit Ginjal dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI. Hal
615
59
WHO. 2006. Global Database on Body Mass Index an interactive surveillance
tool for monitoring nutrition transition. Word Health Organization.
Diunduh dari http/www.obesitas.we.id/pub-bmi.html
WHO. 1999. World Health Organization-International Society of Hypertension
Guidelines far the Management of Hypertension. Journal of Hypertension.
Yogiantoro, Mohammad. 2006. Hipertensi Essensial dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI. Hal
610-614
LAMPIRAN
60
Lampiran 1
FORMAT PERMINTAAN PENELITIAN DI PUSKESMAS CIMANGGIS
61
62
63
Lampiran 2
FORMAT PERMINTAAN PENELITIAN DINAS KESEHATAN DEPOK
64
65
Lampiran 3
FORMAT PERMINTAAN PENELITIAN
BADAN KESBANGPOL-LINMAS DEPOK
66
67
Lampiran 4
68
Lampiran 5
INFORMED CONSENT
Judul Penelitian :
Hubungan Antara Status Gizi, Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Pasien ≥ 30 tahun yang Terdaftar di Poli Umum Puskesmas Cimanggis Periode 1
Desember 2011 – 31 Januari 2012.
LEMBAR PERSETUJUAN ORANG DEWASA
Assalamualaikum Wr.Wb.
Pada kesempatan kali ini peneliti dengan identitas :
Nama : Titu Parfita Rahayu
NRP : 081.0211.021
Alamat : Jalan Persatuan II Rt. 05/ 01 No. 29 Pasir Gunung Selatan, Cimanggis
Telp : 085710924141
Ingin melakukan sebuah kegiatan penelitian, dimana penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui insidensi penyakit hipertensi menurut derajatnya serta
keterkaitannya dengan tingkat pendidikan, status gizi, dan aktivitas fisik pada
pasien yang berkunjung ke Poli Umum Puskesmas Cimanggis. Manfaat yang
didapatkan untuk tiap individu subjek adalah dapat memberikan informasi yang
bermanfaat dalam bidang kedokteran, dan diharapkan data yang diperoleh
menjadi sebuah pertimbangan bagi para penderita hipertensi agar dapat
mengetahui hubungan tingkat pendidikan, status gizi, aktivitas fisik dengan
terjadinya penyakit hipertensi. Prosedur penelitian ini yaitu subjek penelitian
diminta untuk mengisi identitas diri dan kuesioner aktivitas fisik yang berjumlah
16 pertanyaan. Risiko yang akan dialami oleh subjek adalah terpakainya waktu
luang bagi subjek penelitiaan. Kerahasiaan data subjek penelitian akan
dirahasiakan oleh peneliti.
Saya mengerti sepenuhnya risiko dan manfaat dari keikutsertaan saya pada
penelitian ini dan menyatakan setuju untuk ikut serta sebagai subjek penelitian.
Nama : .......................
Usia : .......................
Depok, 2011 Depok, 2011
Peneliti (Titu Parfita Rahayu) Subjek Penelitian (...........................)
69
Lampiran 6
KUESIONER PENELITIAN TENTANG HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI,
AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN
BERUSIA ≥ 30 TAHUN YANG TERDAFTAR DI POLI UMUM PUSKESMAS
CIMANGGIS PERIODE 1 DESEMBER 2011 – 31 JANUARI 2012
DATA RESPONDEN
I. Identitas Responden
Untuk menjawab pertanyaan dengan simbol *Berilah tanda √
a. Tanggal Wawancara :
b. Nama Lengkap : ..................................................................
c. Jenis Kelamin * : 0. Laki – laki 1. Perempuan
d. Umur : Tahun
e. Alamat : ...................................................................
f. Pekerjaan : ...................................................................
g. Nomor Telp/ Hp : ...............................................................
h. Pendidikan Terakhir* :
0. Tidak Sekolah
1. SD / Ibtidaiyah / yang sederajat
2. SMP/ Tsanawiyah / yang sederajat
3. SMA/ SMEA / SMK/ STM/ Aliyah/ yang sederajat
4. Perguruan Tinggi (D3, S1, S2, S3)
i. Berat badan : Kg
Tinggi badan : cm
Indeks massa tubuh (*diisi oleh peneliti): BB (kg) = =
TB (m2)
j. Tekanan darah : ....................mmHg
70
Lampiran 7
KUESIONER HIPERTENSI
1. Apakah di keluarga inti (bapak/ibu/kakek/nenek) ada yang menderita
hipertensi ?
2. Apakah Bapak/Ibu merokok* ?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah Bapak/Ibu mengkonsumsi alkohol* ?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah Ibu menggunakan kontrasepsi hormonal (pil, implan, suntik) *?
a. Ya, sebutkan .................
b. Tidak
4. Apakah Bapak/Ibu pernah mengkonsumsi kafein (kopi) *?
a. Ya, ....... kali dalam seminggu
b. Tidak
5. Apakah Bapak/Ibu pernah/saat ini menderita penyakit ginjal* ?
a. Ya b. Tidak
KUESIONER AKTIVITAS FISIK
A. Indeks Kerja
1. Apakah pekerjaan utama Bapak/Ibu ?
( ) Administrasi, Supir, Penjaga toko/Warung, Pengajar, Rumah tangga,
Praktik Kesehatan
( ) Petani, Tukang kayu, Tukang kebun
( ) Buruh bangunan, Atlet
( ) Lain-lain, sebutkan ...............................
2. Apakah Bapak/ Ibu bekerja sambil duduk ?
a. tidak pernah b. Jarang c. kadang-kadang d.sering e. Selalu
3. Apakah Bapak/ Ibu bekerja sambil berdiri ?
a. tidak pernah b. jarang c. kadang-kadang d. sering e. Selalu
71
4. Apakah Bapak/ Ibu bekerja sambil berjalan ?
a. tidak pernah b. jarang c. kadang-kadang d. sering e. Selalu
5. Apakah Bapak/ Ibu bekerja mengangkat beban berat ?
a. tidak pernah b. jarang c. kadang-kadang d. sering e. selalu
6. Apakah Bapak/ Ibu merasa lelah setelah bekerja ?
a. tidak pernah
b. Jarang
c. kadang-kadang
d. sering
e. sangat sering
7. Apakah Bapak/ Ibu berkeringat setelah bekerja ?
a. tidak pernah
b. Jarang
c. kadang-kadang
d. sering
e. sangat sering
8. Dibandingkan dengan orang lain yang seumur dengan Bapak/ Ibu,
bagaimana pekerjaan fisik Bapak/ Ibu ?
a. sangat ringan
b. ringan
c. sedang
d. berat
e. sangat berat
B. Indeks Olahraga
9. Sebutkan 2 jenis olahraga dan frekuensinya
Contoh : catur, bersepeda, jogging, senam, berenang, golf, memancing
Jenis Olahraga Jam / minggu Bulan / tahun
Olahraga 1
.................................
a. < 1 jam a. < 1 bulan
b. 1 – 2 jam b. 1-3 bulan
c. 2 – 3 jam c. 4 – 6 bulan
d. 3 – 4 jam d. 7 – 9 bulan
e. > 4 jam e. > 9 bulan
Olahraga 2
.................................
a. < 1 jam a. < 1 bulan
b. 1 – 2 jam b. 1-3 bulan
c. 2 – 3 jam c. 4 – 6 bulan
d. 3 – 4 jam d. 7 – 9 bulan
e. > 4 jam e. > 9 bulan
72
10. Jika dibandingkan dengan orang lain yang seumur dengan Bapak/ Ibu,
bagaimana aktivitas Bapak/ Ibu di waktu luang ?
a. sangat kurang
b. kurang
c. rata-rata
d. aktif
e. sangat aktif
11. Apakah saat melakukan aktivitas waktu luang berkeringat ?
a. tidak pernah
b. jarang
c. kadang-kadang
d. sering
e. sangat sering
12. Apakah saat waktu luang Bapak/ Ibu berolahraga ?
a. tidak pernah
b. jarang
c. kadang-kadang
d. sering
e. sangat sering
C. Indeks waktu luang
13. Apakah saat waktu luang Bapak/ Ibu menonton TV ?
a. tidak pernah
b. jarang
c. kadang-kadang
d. sering
e. sangat sering
14. Apakah saat waktu luang Bapak/ Ibu berjalan kaki ?
a. tidak pernah
b. jarang
c. kadang-kadang
d. sering
e. sangat sering
15. Apakah saat waktu luang Bapak/ Ibu bersepeda ?
a. tidak pernah
b. jarang
c. kadang-kadang
d. sering
e. sangat sering
16. Berapa menit Bapak/ Ibu berjalan kaki atau bersepeda setiap hari menuju
tempat kerja/ pasar ?
a. < 5 menit
b. 5 – 15 menit
c. 15-30 menit
d. 30 – 45 menit
e. > 45 menit
` 73
Lampiran 8
` 74
` 75
` 76
` 77
` 78
Lampiran 9
DISTRIBUSI FREKUENSI HASIL PENELITIAN
Kejadian_Hipertensi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Hipertensi 28 37.3 37.3 37.3
Hipertensi 47 62.7 62.7 100.0
Total 75 100.0 100.0
` 79
Derajat_Hipertensi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Hipertensi ringan 17 36.2 36.2 36.2
Hipertensi sedang 17 36.2 36.2 72.3
Hipertensi berat 13 27.7 27.7 100.0
Total 47 100.0 100.0
` 80
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 30 - < 50 tahun 42 56.0 56.0 56.0
>_ 50 tahun 33 44.0 44.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
` 81
Jenis_kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 18 24.0 24.0 24.0
Perempuan 57 76.0 76.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
` 82
Tingkat_Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Sekolah 24 32.0 32.0 32.0
Dasar (SD/ SMP) 30 40.0 40.0 72.0
Menengah (SMA) 19 25.3 25.3 97.3
Tinggi (ST/ PT) 2 2.7 2.7 100.0
Total 75 100.0 100.0
` 83
Indeks_Massa_Tubuh
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Berat badan kurang 15 20.0 20.0 20.0
Berat badan normal 24 32.0 32.0 52.0
Berat badan lebih 18 24.0 24.0 76.0
Obesitas 18 24.0 24.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
` 84
Aktivitas_Fisik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Aktivitas fisik ringan 15 20.0 20.0 20.0
Aktivitas fisik sedang 39 52.0 52.0 72.0
Aktivitas fisik berat 21 28.0 28.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
` 85
Lampiran 10
ANALISA CHI-SQUARE HASIL PENELITIAN
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Indeks_Massa_Tubuh *
Kejadian_Hipertensi
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
Indeks_Massa_Tubuh * Kejadian_Hipertensi Crosstabulation
Kejadian_Hipertensi
Total
Tidak
Hipertensi Hipertensi
Indeks_Massa_Tubuh Berat badan kurang Count 12 3 15
% within
Indeks_Massa_Tubuh
80.0% 20.0% 100.0%
Berat badan normal Count 9 15 24
% within
Indeks_Massa_Tubuh
37.5% 62.5% 100.0%
Berat badan lebih Count 7 11 18
% within
Indeks_Massa_Tubuh
38.9% 61.1% 100.0%
Obesitas Count 0 18 18
% within
Indeks_Massa_Tubuh
.0% 100.0% 100.0%
Total Count 28 47 75
% within
Indeks_Massa_Tubuh
37.3% 62.7% 100.0%
` 86
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 22.414a 3 .000
Likelihood Ratio 28.282 3 .000
Linear-by-Linear Association 19.045 1 .000
N of Valid Cases 75
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 5,60.
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Aktivitas_Fisik *
Kejadian_Hipertensi
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
Aktivitas_Fisik * Kejadian_Hipertensi Crosstabulation
Kejadian_Hipertensi
TotalTidak Hipertensi Hipertensi
Aktivitas_Fisik Aktivitas fisik ringan Count 7 8 15
% within Aktivitas_Fisik 46.7% 53.3% 100.0%
Aktivitas fisik sedang Count 16 23 39
% within Aktivitas_Fisik 41.0% 59.0% 100.0%
Aktivitas fisik berat Count 2 19 21
% within Aktivitas_Fisik 9.5% 90.5% 100.0%
Total Count 25 50 75
% within Aktivitas_Fisik 33.3% 66.7% 100.0%
Chi-Square Tests
` 87
Aktivitas_Fisik * Kejadian_Hipertensi Crosstabulation
Kejadian_Hipertensi
TotalTidak Hipertensi Hipertensi
Aktivitas_Fisik Aktivitas fisik ringan Count 7 8 15
% within Aktivitas_Fisik 46.7% 53.3% 100.0%
Aktivitas fisik sedang Count 16 23 39
% within Aktivitas_Fisik 41.0% 59.0% 100.0%
Aktivitas fisik berat Count 2 19 21
% within Aktivitas_Fisik 9.5% 90.5% 100.0%
Total Count 25 50 75
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 9.880a 2 .007
Likelihood Ratio 11.335 2 .003
Linear-by-Linear Association 8.062 1 .005
N of Valid Cases 75
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 5,60.
top related