KONSEP DELIMITASI BATAS MARITIM DAN PENERAPANNYA: …
Post on 02-Oct-2021
15 Views
Preview:
Transcript
1
Universitas Indonesia
KONSEP DELIMITASI BATAS MARITIM DAN PENERAPANNYA: STUDI KASUS NEGARA INDONESIA-SINGAPURA
Kay Azaria Adita
Melda Kamil Ariadno dan Arie Afriansyah
Program Studi Ilmu Hukum, Kekhususan Hukum tentang Hubungan Transnasional, Fakultas
Hukum Universitas Indonesia
ABSTRAK
Sebagai negara kepulauan, kepastian batas-batas maritim merupakan hal yang sangat krusial bagi Indonesia dalam rangka menegakkan kedaulatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prinsip dan metode delimitasi maritim yang diterapkan dalam perjanjian-perjanjian perbatasan maritim di antara Indonesia dan Singapura, serta penerapan delimitasi maritim tersebut secara nyata. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip yang digunakan dalam perjanjian-perjanjian di antara Indonesia-Singapura adalah prinsip delimitasi maritim laut teritorial, sedangkan metode yang digunakan adalah metode sama jarak termodifikasi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perjanjian-perjanjian delimitasi maritim diantara kedua negara berlangsung dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari minimnya pelanggaran batas maritim di antara kedua negara.
Kata kunci: hukum laut, maritim, delimitasi, delimitasi maritim, perbatasan, Indonesia, Singapura
ABSTRACT
As an archipelagic state, the certainty of maritime boundaries is a crucial factor for Indonesia, in order to uphold its sovereignty. The objectives of this research are to find out the principle and method of maritime delimitation that was applied on the maritime boundary treaties between Indonesia and Singapore, and also the application of the maritime delimitation on the field. The method that is used is the juridical-normative method. The research shows that the principle that was used on the treaties between Indonesia-Singapore was the territorial sea delimitation principle, and the method that was used was the modified equidistance method. The research also shows that the maritime delimitation treaties between the two countries are running well. This can be seen from the lack of maritime boundary violation between the two countries.
Key words:
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
2
Universitas Indonesia
Law of the sea, maritime, maritime delimitation, boundary, Indonesia, Singapore
1. PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 17.504
pulau dan total luas lautan mencapai 3.544.743,9 km2.1 Wilayah perairan Indonesia yang
sangat luas ini berbatasan langsung dengan 10 negara tetangga, yaitu Malaysia, Singapura,
Thailand, India, Filipina, Vietnam, Papua Nugini, Australia, Palau, dan Timor Leste.2 Kondisi
geografis ini menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan potensi konflik batas maritim
yang tinggi, Oleh karena itu, delimitasi batas maritim sangatlah diperlukan dalam rangka
pengawasan, pengelolaan, serta pemanfaatan wilayah laut Indonesia secara maksimal.
Delimitasi batas maritim antar negara adalah penentuan batas wilayah atau kekuasaan
antara satu negara dengan negara lain (tetangganya) di laut.3 Delimitasi batas maritim sangat
penting untuk menjamin kejelasan dan kepastian yurisdiksi (jurisdictional clarity and
certainty),4 Hal ini dapat memberikan keuntungan multi dimensi, misalnya dalam
memfasilitasi pengelolaan lingkungan laut secara efektif dan berkesinambungan serta
peningkatan keamanan maritim (maritime security). Kepastian hukum yang menyertai
penetapan batas maritim ini sangat berpengaruh kepada kegiatan ekonomi kelautan seperti
perikanan, wisata bahari, eksplorasi lepas pantai (off shore), transportasi laut, serta investasi
bagi kegiatan usaha di bidang kelautan.5 Akan tetapi, alasan perlunya penerapan delimitasi
maritim yang paling penting bagi negara berkembang seperti Indonesia adalah terjaminnya
hak Indonesia dalam mengakses dan mengelola sumber daya maritim hayati maupun non
hayati. 6
1 Kelompok Kerja Penyelarasan Data Kelautan dan Perikanan, Kelautan dan Perikanan Dalam Angka
2011, (Jakarta: Pusat Data Statistik dan Informasi, 2011), hal. 1. 2 Direktorat Kelembagaan Internasional, Batas-Batas Maritim Indonesia – Negara Tetangga, (Jakarta:
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005), hal. iv. 3 I Made Andi Arsana, Batas Maritim Antarnegara: Sebuah Tinjauan Teknis dan Yuridis, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2007), hal.1. 4 Ibid., hal. 2.
5 Direktorat Kelembagaan Internasional, Batas-Batas Maritim Indonesia – Negara Tetangga, hal. iv. 6 Ibid., hal. 3.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
3
Universitas Indonesia
Salah satu perjanjian delimitasi batas maritim Indonesia yang sangat penting adalah
perjanjian delimitasi batas maritim di antara Indonesia dengan negara Singapura. Indonesia
dan Singapura mempunyai dua perjanjian maritim, dimana keduanya mengatur mengenai
batas laut teritorial kedua negara di Selat Singapura.
Selat Singapura, bersama dengan Selat Malaka, merupakan jalur laut utama yang
menghubungkan Samudera Hindia dengan Laut Cina Selatan. Letak Selat ini yang strategis
membuatnya menjadi sumber pemasukan yang cukup signifikan bagi Indonesia.7 Kedua selat
ini merupakan jalur pelayaran terpendek bagi perdagangan tanker-tanker di antara negara
negara Asia Tengah dan Asia Timur Jauh. Hal ini mengakibatkan lalu lintas di area ini sangat
padat, dimana dilaporkan sekitar 70.000 kapal melewati jalur laut ini pertahunnya.8
Tingginya jumlah angkutan perdagangan yang melintasi selat ini turut membuat insiden
pembajakan kapal di selat ini menjadi tinggi. Kondisi geografis alamiah kedua selat ini juga
merupakan salah satu faktor yang membuat kapal-kapal yang berlayar melewati selat ini
rentan terhadap serangan pembajakan dan tindakan ilegal lainnya.. Selain membuat kapal yang
berlayar di wilayah ini rentan terhadap serangan, kondisi geografis wilayah ini juga membuat
potensi pencemaran di wilayah ini tinggi.
Tingginya lalu lintas, pembajakan serta kegiatan ilegal, dan juga pencemaran diatas
menyebabkan delimitasi maritim di antara Indonesia dan Singapura menjadi penting.
Penerapan delimitasi maritim dalam suatu wilayah perairan akan memperjelas jurisidiksi
negara yang berlaku di wilayah tersebut, dengan kata lain, tercapai suatu kepastian hukum.
Kepastian hukum yang ada tentu saja memudahkan pengawasan, pengelolaan serta
penanganan berbagai hal yang terjadi di Selat Singapura yang sibuk ini.
Adanya dua perjanjian delimitasi batas maritim di antara Indonesia dengan Singapura
ini belumlah memadai pengaturan delimitasi maritim di antara Indonesia dan Singapura.
Masih terdapat wilayah perairan di antara Indonesia dan Singapura yang belum mempunyai
suatu kepastian hukum. Sebagian dari wilayah yang belum terdelimitasi ini bukan hanya
menjadi masalah jurisdiksi Indonesia dan Singapura, tetapi juga Malaysia.9 Hal ini tentu saja
membuat perjanjian delimitasi batas maritim di antara kedua negara ini menjadi semakin
7 I Made Andi Arsana, “Maritime Delimitation in the Singapore Strait,” Hydro International 14 No. 4,
(Juli-Agustus 2010). 8 Ibid. 9 Arsana, “Maritime Delimitation in the Singapore Strait.”
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
4
Universitas Indonesia
penting, karena dapat dijadikan acuan dalam menentukan delimitasi batas maritim
selanjutnya.
Hal-hal inilah yang membuat Penulis membuat tulisan yang mengkaji konsep delimitasi
batas maritim dan penerapan konsep tersebut dalam kasus Indonesia-Singapura. Terdapat tiga
pokok permasalahan yang akan dibahas secara berurutan dalam tulisan ini, yaitu:
1. Prinsip dan metode apa saja yang digunakan dalam delimitasi batas maritim?
2. Bagaimana penerapan prinsip dan metode delimitasi batas maritim dalam kasus Indonesia
– Singapura?
3. Bagaimana efektivitas dan dampak dari delimitasi batas maritim diantara Indonesia –
Singapura terhadap Indonesia?
TINJAUAN TEORITIS
Garis pangkal adalah garis darimana batas terluar laut teritorial dan zona maritim lain
negara pantai (zona tambahan, zona penangkapan ikan ekslusif, dan zona ekonomi eksklusif
(ZEE)) diukur.10 Garis pangkal sangat penting dalam delimitasi batas maritim karena garis
inilah yang menjadi tolak ukur jurisdiksi maritim suatu negara. Garis pangkal menurut
ketentuan UNCLOS secara garis besar dapat dibagi menjadi garis pangkal biasa, garis
pangkal lurus, dan garis pangkal kepulauan.
Prinsip delimitasi maritim berdasarkan zona-zona maritim.dapat dibagi menjadi
prinsip delimitasi maritim laut teritorial (pasal 15 UNCLOS), prinsip delimitasi maritim zona
tambahan, prinsip delimitasi maritim landas kontinen (pasal 83(1) UNCLOS) dan prinsip
delimitasi maritim ZEE (pasal 74(1) UNCLOS).
Metode delimitasi batas maritim yang paling sering digunakan adalah metode sama
jarak (equdistance) yang dapat dibagi menjadi sama jarak murni, disederhanakan, dan
termodifikasi. Selain ini terdapat juga metode-metode lain yaitu metode paralel dan meridian,
enclaving, tegak lurus, garis paralel, dan batas alami. Terdapat juga pendekatan yang
digunakan lembaga peradilan internasional seperti International Court of Justice (ICJ) dan
International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) yang dikenal sebagai pendekatan dua
tahap. Pendekatan ini kemudian berkembang menjadi pendekatan tiga tahap.
10 R.R. Churchill dan A. V. Lowe. The Law of the Sea, (Manchester: Manchester University Press,
1999), hal. 31.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
5
Universitas Indonesia
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang
menggunakan metode penelitian hukum kepustakaan.11 Data yang dipergunakan adalah data
sekunder, yakni data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan.12 Alat pengumpulan
data yang dipergunakan adalah studi pustaka. Studi pustaka merupakan penelitian yang
dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen yang ada seperti buku, artikel, peraturan-
peraturan, dan sebagainya.13
Ditinjau dari segi sifatnya, tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif,
yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan,
gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala.14
Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
secara kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh
sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata.15
PEMBAHASAN A. Analisis Penerapan Konsep Delimitasi Maritim dalam Kasus Indonesia-Singapura a. Analisis Penerapan Konsep Delimitasi Maritim dalam Treaty between the Republic
of Indonesia and the Republic of Singapore relating to the Delimitation of the
Territorial Seas of the Two Countries in the Strait of Singapore 1973
Dalam perjanjian tahun 1973, Indonesia menggunakan garis pangkal lurus. Hal ini
adalah berdasarkan Perpu No. 4 Tahun 1960. Di lain sisi, Singapura menggunakan garis
pangkal biasa, tetapi, berbeda dengan Indonesia, Pemerintah Singapura tidak pernah secara
khusus mendeklarasikan penetapan garis pangkalnya secara resmi dalam suatu peraturan.
Prinsip delimitasi maritim yang digunakan adalah prinsip delimitasi maritim laut teritorial, hal
ini berdasarkan letak geografis Selat Singapura yang merupakan perairan teritorial Indonesia
dan juga Singapura.
11 Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 9-10.
12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 11-12. 13 Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, hal. 29. 14 Ibid., hal. 4. 15 Ibid., hal. 67.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
6
Universitas Indonesia
Metode yang digunakan adalah metode sama jarak atau disebut juga median line.16
Peraturan yang menjadi pertimbangan penggunaan metode ini antara lain Deklarasi Djuanda
13 Desember 1957, Perpu No. 4 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, dan Convention on
the Territorial Sea and the Contiguous Zone 1958. Berikut ilustrasinya.
Gambar 1. Ilustrasi Penerapan Metode Sama Jarak Dalam Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic
of Singapore relating to the Delimitation of the Territorial Seas of the Two Countries in the Strait of Singapore 1973
16 Setiafitrie Yuniarti, “Delimitasi Batas Maritim: Studi Kasus Indonesia-Vietnam,” (Skripsi Sarjana
Universitas Indonesia, Depok, 2010), hal. 94.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
7
Universitas Indonesia
Tabel 1. Jarak Titik-titik Batas Maritim Perjanjian 1973 ke Titik-titik Pangkal Indonesia dan Singapura17
Wilayah
Indonesia Jarak Titik
Batas-Indonesia (mil laut)
Titik ke- Jarak Titik Batas-Singapura (mil
laut)
Wilayah Singapura
Pulau Nipa 1,70 1 2,80 Pulau Sudong Pulau Takong
Besar 1,35 2 1,75 Pulau Satumu
Karang Benteng 1,10 3 1,80 Pulau Sebarok Batu Berhanti 1,30 4 1,30 Pulau Sakijang Bendera
Batu Berhanti 1,30 5 1,30 Pulau kecil tak bernama di sebelah timur Pulau Sakijang
Petepah Tanjung
Sengkuang 4,65 6 4,65 Tanjung Bedok
Sebagaimana dapat dilihat dalam ilustrasi di halaman sebelumnya dan tabel diatas,
titik 1,2, dan 3 mempunyai jarak yang berbeda ke wilayah Indonesia dan Singapura.
Sementara itu, titik batas ke 4,5, dan 6 mempunyai jarak yang sama ke wilayah kedua negara.
Dari sini dapat dilihat bahwa selain menggunakan metode sama jarak, delimitasi maritim
Indonesia-Singapura tahun 1973 ditentukan berdasarkan posisi yang disepakati (negotiated
positions) kedua negara.
Titik ke 1,2, dan 3 yang mempunyai jarak berbeda ke wilayah Indonesia dan
Singapura diatas menjadi contoh penentuan titik batas maritim berdasarkan metode sama
jarak yang kemudian diubah berdasarkan kesepakatan kedua negara. Sementara itu, titik 4,5,
dan 6 merupakan contoh penetapan titik batas maritim berdasarkan metode sama jarak. Dapat
diketahui bahwa metode sama jarak yang diterapkan dalam perjanjian tahun 1973 adalah
metode sama jarak termodifikasi (modified equidistance).
Melalui perjanjian delimitasi maritim tahun 1973 ini, Indonesia dan Singapura
berhasil menyepakati pembagian laut teritorial dengan lebar sekitar 4,32 mil laut untuk
masing-masing negara.18
17 Bureau of Intelligence and Research of U.S. Department of State, Limits In The Seas No. 60 -
Territorial Sea Boundary: Indonesia-Singapore, (Washington: The Geographer, 1974), hal. 3-4. Sebagaimana juga diberikan oleh Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL dan Badan Informasi Geospasial. File dapat diunduh di http://www.state.gov/documents/organization/61500.pdf.
18 Adiwerti Sarahayu Lestari, “Implikasi Perjanjian tentang Penetapan Garis Batas Laut Teritorial antara
Indonesia dan Singapura di Selat Singapura,” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2011), hal. 65.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
8
Universitas Indonesia
b. Penerapan Konsep Delimitasi Maritim dalam Treaty between the Republic of
Indonesia and the Republic of Singapore Relating to the Delimitation of the Territorial
Seas of the Two Countries in the Western Part of the Strait of Singapore 2009
Dalam kasus delimitasi maritim Indonesia – Singapura tahun 2009, Indonesia
menggunakan garis pangkal kepulauan. Hal ini sesuai dengan UNCLOS dan juga PP No. 38
tahun 2002. Sementara itu seperti telah disebutkan sebelumnya, Singapura tidak pernah
mendeklarasikan secara resmi penetapan garis pangkalnya dalam suatu peraturan. Dalam
perjanjian delimitasi maritim Indonesia – Singapura tahun 2009. Prinsip yang digunakan tetap
prinsip delimitasi maritime laut teritorial, dan metode delimitasi batas maritim yang
digunakan adalah metode sama jarak. Hal ini berdasarkan pasal 15 UNCLOS dan pasal 10
UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Jarak diantara masing-masing titik batas
maritim ke wilayah Indonesia dan Singapura dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Tabel 2. Jarak Titik-titik Batas Maritim Perjanjian 2009 ke Titik-titik Pangkal Indonesia dan Singapura19
Wilayah Indonesia
Jarak Titik Batas-Indonesia (mil laut)
Titik Batas
Jarak Titik Batas-Singapura (mil laut)
Wilayah Singapura
Pulau Nipa 2,1 1A 3,11 Sultan Shoal
Pulau Nipa 2,46 1B 5,15 Sultan Shoal
Pulau Nipa 2,25 1C 5,5 Sultan Shoal
Sebagaimana dapat dilihat dalam tabel diatas dan ilustrasi di halaman selanjutnya,
titik 1A, 1B, dan 1C mempunyai jarak yang berbeda ke wilayah Indonesia dan Singapura.
Seperti perjanjian tahun 1973, ketiga titik batas ini cenderung mendekati wilayah Indonesia,
meskipun demikian, baik Indonesia dan Singapura mendapatkan besar wilayah perundingan
yang sama, yaitu masing-masing sekitar 5,02 km2.20
Sama dengan perjanjian tahun 1973, perjanjian tahun 2009 juga menerapkan metode
sama jarak termodifikasi (modified equidistance), dimana awalnya diterapkan metode sama
jarak, tetapi pada akhirnya yang disepakati bukanlah titik-titik yang sama jaraknya dari kedua
wilayah, tetapi titik-titik yang disepakati oleh kedua belah pihak. Dapat dikatakan bahwa
19 Data diperoleh dari Letkol Dwiadji Gultom, Subdis Pemetaan Dinas Hidro-Oseanografi (Dishidros)
TNI AL. Pengukuran menggunakan peta laut Dishidros No. 347 dan 348. Senin, 27 Mei 2013. 20 Departemen Luar Negeri, “Garis Batas Laut Teritorial Segmen Barat Selat Singapura,” hal. 27. Bahan
berupa slide presentasi.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
9
Universitas Indonesia
strategi dan keahlian dalam berunding merupakan hal yang krusial terkait penentuan
perbatasan wilayah, contohnya dalam perjanjian delimitasi maritim di antara Indonesia-
Singapura ini.
Gambar 2. Ilustrasi Penerapan Metode Sama Jarak Dalam Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic
of Singapore Relating to the Delimitation of the Territorial Seas of the Two Countries in the Western Part of the Strait of
Singapore 2009
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
10
Universitas Indonesia
.Dengan disepakatinya Perjanjian Delimitasi Maritim Indonesia-Singapura tahun 1973
dan 2009, delimitasi batas maritim segmen barat dari Selat Singapura di antara Indonesia dan
Singapura dianggap telah selesai. Berikut ilustrasi garis delimitasi maritim terkini di antara
Indonesia dan Singapura yang membentang sepanjang 31,08 mil laut.
Gambar 3. Ilustrasi Garis Delimitasi Maritim Indonesia-Singapura Berdasarkan Perjanjian Delimitasi Maritim Indonesia-Singapura tahun 1973 dan 2009
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
11
Universitas Indonesia
B. Keberlakuan Delimitasi Maritim di antara Indonesia-Singapura
a. Pelanggaran Batas Wilayah di Selat Singapura
Indikator utama keberlakuan suatu perjanjian delimitasi batas maritim di lapangan dapat
dilihat dari pelanggaran yang terjadi atas batas maritim yang sudah disepakati itu sendiri,
dalam kasus Indonesia-Singapura, hal ini tentu saja harus dilihat di wilayah perairan Selat
Singapura.
Terdapat kasus pelanggaran batas maritim di Selat Singapura sebanyak dua kasus,
yang pertama terjadi pada bulan November/Desember 2012, dan yang kedua terjadi bulan
April 2013. Untuk kasus yang pertama belum dapat dipastikan identitas kapal yang
melakukan pelanggaran tetapi yang jelas kapal itu berbendera Indonesia. Sementara untuk
kasus yang kedua kapal yang melakukan pelanggaran adalah kapal Indonesia, yaitu kapal bea
cukai. Pelanggaran yang dilakukan dalam kedua kasus ini adalah sama, dimana kapal
Indonesia melakukan pengejaran seketika (hot pursuit) sampai masuk ke wilayah laut
teritorial Singapura, kemudian melakukan penegakkan hukum disana.21 Hak pengejaran
seketika (right of hot pursuit) diatur dalam pasal 111 UNCLOS.
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa bahwa pengejaran seketika adalah pengejaran yang
dilakukan oleh pihak yang berwenang dari negara pantai atas suatu kapal asing, dimana pihak
yang berwenang mempunyai alasan yang cukup untuk mengira bahwa kapal tersebut telah
melanggar peraturan perundang-undangan negara itu. Pengejaran seketika harus dimulai pada
saat kapal asing atau salah satu dari sekocinya ada dalam perairan pedalaman, perairan
kepulauan, laut teritorial atau zona tambahan negara pengejar, dan hanya boleh diteruskan di
luar laut teritorial atau zona tambahan jika pengejaran itu tidak terputus. Adalah tidak perlu
bahwa pada saat kapal asing yang berada dalam laut teritorial atau zona tambahan itu
menerima perintah untuk berhenti, kapal yang memberi perintah itu juga berada dalam laut
teritorial atau zona tambahan.
Pada kasus kedua, kapal Bea Cukai Indonesia melakukan pengejaran seketika atas
kapal yang dicurigai melakukan penyelundupan (smuggling), dimana kapal Bea Cukai
melakukan pengejaran sampai masuk ke wilayah laut teritorial Singapura.22 Pemerintah
Singapura kemudian mengeluarkan nota protes tentang kejadian itu kepada Pemerintah
21 Wawancara dengan Bapak Hudiansyah Is Nursal, SH., MILIR, Staf Subbid Perundang-undangan Badan Koordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakorkamla RI), Rabu, 15 Mei 2013.
22 Ibid.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
12
Universitas Indonesia
Indonesia yang mempermasalahkan mengapa Indonesia memasuki wilayah Singapura tanpa
izin dan kemudian menegakkan hukum di wilayah Singapura. Nota protes ini sudah diterima
oleh Pemerintah Indonesia dan Kementrian Luar Negeri sudah mengadakan rapat untuk
membalas nota protes dari Singapura itu, dimana secara garis besar draft-nya sudah dibuat,
tetapi masih perlu menyusun data-data untuk melengkapi pembuatan nota.23
Hal yang dilakukan oleh kapal Bea Cukai Indonesia di dalam kasus diatas melanggar
pasal 111 (3) UNCLOS mengenai hak pengejaran seketika, yang mengatakan bahwa hak
pengejaran seketika berhenti segera setelah kapal yang dikejar memasuki laut teritorial
negaranya sendiri atau Negara ketiga.24 Karena kedudukan Singapura dalam kasus diatas
adalah negara ketiga, berarti kapal Bea Cukai Indonesia tersebut melanggar ketentuan ayat
ini.
b. Efektivitas Delimitasi Maritim di antara Indonesia-Singapura
Perjanjian Delimitasi Maritim Indonesia-Singapura tahun 1973 dan 2009 dapat
dikatakan sudah berlaku secara efektif di lapangan. Hal ini dapat dilihat dari jarang terjadinya
kasus pelanggaran batas wilayah di antara Indonesia dan Singapura.
Tidak ada kasus yang terjadi dimana terdapat ketidakjelasan jurisdiksi atau hukum yang
berlaku, hal ini berarti tujuan utama dibuatnya perjanjian delimitasi batas maritim di antara
kedua negara ini telah terpenuhi, yaitu adanya kepastian hukum di wilayah Selat Singapura.
Baik Indonesia maupun Singapura mempunyai kepastian dan dapat menegakkan hukum
nasionalnya masing-masing dengan baik di perairan Selat Singapura.
Hal yang turut membantu keefektifan perjanjian batas maritim kedua negara adalah luas
wilayah perairan yang didelimitasi itu sendiri. Selat Singapura merupakan suatu selat yang
sempit, sehingga memudahkan aparat pemerintah kedua negara untuk mengamankan batas
maritim masing-masing negaranya di Selat Singapura tersebut.
c. Dampak Delimitasi Maritim di antara Indonesia – Singapura terhadap Indonesia
Dampak yang utama dari adanya delimitasi maritim yang disepakati oleh Indonesia
dan Singapura adalah terciptanya kepastian hukum di Selat Singapura. Delimitasi maritim ini
23 Ibid. 24 United Nations Convention on the Law of the Sea 1982, Ps. 111 (3).
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
13
Universitas Indonesia
memberikan dampak-dampak yang positif bagi Indonesia, terlebih dalam kedudukannya
sebagai negara pantai, yaitu sebagai berikut.
Delimitasi maritim ini membantu proses pengamanan Indonesia sebagai negara
pantai karena membuat garis batas wilayah laut Indonesia di Selat Singapura menjadi
lebih jelas. Delimitasi maritim yang telah disepakati juga memudahkan Indonesia dan
Singapura untuk menegakkan hukum mengenai pelayaran, baik pelayaran internasional (kerja
sama) ataupun pelayaran nasional.25 Sebagai negara pantai, Indonesia juga mendapat
kemudahan untuk menjamin keselamatan dan keamanan navigasi di Selat Singapura yang
sibuk ini.
Alur lalu lintas di Selat Singapura yang sangat tinggi membuat perairan ini tergolong
rentan terhadap kecelakaan kapal.26 Kecelakaan kapal yang kerap terjadi berisiko
menyebabkan pencemaran lingkungan laut di Selat Singapura, Apabila hal seperti ini terjadi,
tentu harus ada kejelasan pihak mana saja yang terkait dan juga bertanggung jawab dalam
masalah ini. Delimitasi maritim di antara Indonesia dan Singapura membantu memberikan
kejelasan tentang bagaimana pertanggungjawaban para pihak terkait pencemaran lingkungan
laut yang terjadi.
Perjanjian delimitasi maritim di antara Indonesia-Singapura ini, selain berpengaruh
dalam hal memberikan kejelasan hukum, juga memberikan dampak positif bagi hubungan
luar negeri Indonesia. Dengan adanya perjanjian delimitasi maritim tersebut, hubungan di
antara Indonesia dan Singapura menjadi lebih erat dan lebih baik. Hubungan yang baik di
antara kedua negara ini tentu memberikan dampak positif tidak hanya di bidang perbatasan,
tetapi bagi kerjasama kedua negara di bidang-bidang lainnya.
Dari pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa kedua perjanjian delimitasi maritim di
antara Indonesia dan Singapura yang telah disepakati kedua negara pada dasarnya telah
memberikan keuntungan bagi Indonesia.
d. Perbatasan Maritim Indonesia – Singapura yang Belum Terselesaikan
25 Lestari, “Implikasi Perjanjian tentang Penetapan Garis Batas Laut Teritorial antara Indonesia dan
Singapura di Selat Singapura,” hal. 121. 26 Frekuensi kecelakaan di Selat Singapura adalah 17-33 peristiwa pertahun, lebih dari 50% nya adalah
tabrakan kapal, yang membuat tabrakan kapal menjadi kecelakaan yang paling sering terjadi. Xiaobo Qu, Qiang Meng, dan Suyi Li, “Analyses and Implications of The Accidents in the Singapore Strait,” (Makalah disampaikan pada Transportation Research Board Annual Meeting 2012), hal. 9-10.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
14
Universitas Indonesia
Perbatasan maritim yang disepakati Indonesia dan Singapura dalam Perjanjian tahun
1973 dan 2009 masih menyisakan celah perbatasan maritim di Selat Singapura, tepatnya di
segmen timurnya (eastern segment).
Perbatasan maritim yang belum terselesaikan di bagian timur Selat Singapura ini
sendiri dapat dibagi lagi menjadi dua segmen, yaitu:
a. Segmen timur I, berada di perairan pulau Batam yang merupakan wilayah Indonesia, dan
pulau utama Singapura di sekitar Changi, sampai ke tripoint dengan Malaysia.27 Berikut
ilustrasi segmen timur I.
Gambar 4.1 Ilustrasi Segmen Timur I28
b. Segmen timur II, berada di perairan sekitar South Ledge - Middle Rock – Pedra Branca.
Gambar 4.2 Ilustrasi Segmen Timur II (Dengan Perubahan)
27 Clive Schofield, Ted L. McDorman, dan I Made Andi Arsana, “Report Number 5-11(2),”
International Maritime Boundaries 1-13 (2012), hal 8. 28 Ilustrasi dibuatkan oleh Bapak Eko Artanto dari Badan Informasi Geospasial, divisi Pusat Pemetaan
Batas Wilayah, dengan beberapa keterangan tambahan.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
15
Universitas Indonesia
Sumber: Novera B. Lesmana, “The Impact of ICJ Decision on Pedra Branca Toward Maritime Boundary
Delimitation in The Singapore Strait,”
http://www.mafsc.edu.my/administrator/uploads/publications/1318395647565004_LINK_THE%20IMPACT%2
0OF%20ICJ%20DECISION%20ON%20PEDRA%20BRANCA.pdf, diunduh 23 Juni 2013
Sampai pada saat tulisan ini dibuat, negara Indonesia dan Singapura masih terus
melakukan perundingan dalam rangka membahas delimitasi maritim di segmen timur I.
Sampai bulan Mei 2013, terhitung sudah dilaksanakan 6 kali perundingan teknis (technical
discussions) di antara kedua negara.29 Sampai dengan perundingan keenam, pembicaraan
dalam perundingan masih berkutat di sekitar Terms of Reference dan permasalahan lain
terkait batas maritim teritorial di segmen timur Selat Singapura.30
Perundingan kedua negara terkait segmen timur II belum dapat dilangsungkan, karena
masih menunggu hasil perundingan di antara Malaysia dan Singapura terkait delimitasi
maritim di bagian timur Selat Singapura. 31
Pemerintah Indonesia tidak mempunyai semacam pengaturan sementara untuk
mengatur perbatasan di segmen timur wilayah Selat Singapura tersebut, baik dengan
Singapura dan/atau Malaysia. Kapal patroli Indonesia biasanya tidak terlalu mendekati daerah
segmen timur Selat Singapura yang belum terdelimitasi ini.32 Dikarenakan tidak ada
perjanjian delimitasi maritim, kapal patroli Indonesia menggunakan garis Traffic Separation
Scheme (TSS) di wilayah tersebut sebagai garis patokan batas ketika melakukan patroli,
meskipun sebenarnya garis TSS ini tidak bisa dijadikan pegangan.33
Secara sederhana, Traffic Separation Scheme adalah sistem pengaturan rute lalu lintas
kapal di laut. Traffic Separation Scheme diperlukan, terutama di perairan dengan lalu lintas
29 Wawancara dengan Letkol Dwiadji Gultom, Subdis Pemetaan Dinas Hidro-Oseanografi (Dishidros)
TNI AL, Senin, 27 Mei 2013.
30 Ibid. 31 Clive Schofield, Ted L. McDorman, dan I Made Andi Arsana, Report Number 5-11(2), hal. 8. 32 Wawancara dengan Kolonel Laut (KH) Kresno Buntoro, S.H., LL.M., Ph.D. Kepala Dinas Hukum
Komando Armada RI Kawasan Barat TNI AL, Senin, 20 Mei 2013.
33 Ibid.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
16
Universitas Indonesia
kapal yang padat, untuk menghindari terjadinya kecelakaan kapal. Mayoritas Traffic
Separation Scheme di dunia diatur oleh IMO,34 termasuk salah satunya Traffic Separation
Scheme di Selat Singapura..
Walaupun belum ada perjanjian delimitasi batas maritim yang mengatur segmen timur
Selat Singapura, baik segmen timur I maupun II, tidak ada laporan terjadinya insiden atau
konflik di wilayah tersebut. Seperti misalnya kapal Indonesia berlayar terlalu jauh ke utara,
atau kapal Singapura berlayar terlalu jauh ke selatan.35
KESIMPULAN
a. Penetapan garis pangkal merupakan hal yang sangat penting di dalam delimitasi batas
maritim karena garis pangkal adalah patokan pengukuran luasnya jurisdiksi maritim suatu
negara. Garis pangkal secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu garis pangkal
biasa, garis pangkal lurus, dan garis pangkal kepulauan. Sesuai dengan ketentuan dalam
UNCLOS, negara Indonesia sebagai negara kepulauan menggunakan garis pangkal
kepulauan, yang merupakan kombinasi dari garis pangkal lurus dan garis pangkal normal.
Prinsip delimitasi batas maritim berdasarkan zona dimana dapat dilakukan delimitasi
batas maritim terbagi menjadi empat, yaitu prinsip delimitasi maritim laut teritorial,
prinsip delimitasi maritim zona tambahan, prinsip delimitasi maritim landas kontinen,
dan prinsip delimitasi maritim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
b. Ada berbagai macam metode yang digunakan dalam pelaksanaan delimitasi maritim,
yaitu metode sama jarak (median line), metode paralel dan meridian, metode enclaving,
metode tegak lurus (perpendicular), metode garis paralel, dan metode batas alami
(natural boundary). Selain metode-metode ini ada juga cara penetapan delimitasi maritim
yang berkembang dari praktik badan pengadilan internasional, seperti International Court
of Justice dan International Tribunal for the Law of the Sea dalam menangani kasus-
kasus delimitasi maritim, yaitu pendekatan dua tahap yang kemudian berkembang
menjadi pendekatan tiga tahap.
34 Lebih lanjut lihat ibid., bab V dari International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS)
1974, dan aturan ke-10 dari Convention on the International Regulations for Preventing Collisions at Sea (COLREGs) 1972.
35 Wawancara dengan Kolonel Laut (KH) Kresno Buntoro, S.H., LL.M., Ph.D., Senin, 20 Mei 2013.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
17
Universitas Indonesia
c. Dalam kasus delimitasi maritim Indonesia-Singapura di Selat Singapura, berlaku prinsip
delimitasi maritim laut teritorial, dimana dalam penetapan delimitasi maritim kedua negara
digunakan metode sama jarak sesuai dengan ketentuan dalam pasal 15 UNCLOS. Metode
sama jarak yang digunakan dalam perjanjian delimitasi maritim tahun 1973 dan 2009
adalah metode sama jarak termodifikasi (modified equidistance), dimana pada awalnya
digunakan metode sama jarak untuk menarik garis delimitasi maritim, dan kemudian garis
tersebut disesuaikan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Delimitasi batas maritim
di antara Indonesia-Singapura berjalan dengan efektif, hal ini dapat diketahui dari
pelanggaran batas wilayah yang sangat jarang terjadi di Selat Singapura. Lebih lanjut lagi,
delimitasi batas maritim Indonesia-Singapura ini memberikan dampak positif bagi
Indonesia, dimana yang terpenting adalah adanya kepastian hukum bagi Indonesia dalam
rangka menegakkan kedaulatan di Selat Singapura.
d. Tidak banyak kasus pelanggaran batas wilayah yang terjadi di Selat Singapura, baik di
bagian Selat Singapura yang sudah terdelimitasi maupun yang belum. Permasalahan yang
ada sekarang ini adalah belum selesainya penetapan delimitasi maritim perairan segmen
timur di Selat Singapura itu sendiri. Masalah lain yang terjadi di Selat ini adalah
pelanggaran-pelanggaran seperti perompakan dan penyelundupan yang kerap terjadi.
Meskipun demikian, dalam hal pelaksanaan perjanjian perbatasan maritim Indonesia-
Singapura, penerapan delimitasi maritim di Selat Singapura dapat dikatakan berjalan
dengan baik tanpa hambatan yang berarti.
SARAN
Sebagai negara dengan wilayah perairan yang teramat luas, delimitasi maritim
merupakan hal yang sangat penting yang harus dilakukan oleh Indonesia dalam rangka
memastikan serta menegakkan kedaulatannya. Karena inilah, penetapan delimitasi maritim di
Selat Singapura bagian timur merupakan hal yang harus segera diselesaikan, begitu pula
dengan penetapan perbatasan maritim di antara Indonesia dengan negara-negara tetangga lain
yang belum diselesaikan. Penyelesaian perbatasan maritim Indonesia melalui jalur diplomatik
perlu digencarkan dan ditingkatkan keefektifannya.
Untuk segmen timur Selat Singapura yang belum terdelimitasi, ada baiknya apabila
dibuat semacam pengaturan sementara mengenai batas wilayah negara di segmen tersebut.
Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya konflik serta ketidakjelasan hukum di
wilayah yang belum terdelimitasi tersebut.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
18
Universitas Indonesia
Terkait dengan pengamanan wilayah maritim, kuantitas dan kualitas armada laut
Indonesia sangat perlu untuk ditingkatkan, tidak hanya untuk kawasan Selat Singapura dan
Republik Indonesia bagian barat, tetapi untuk seluruh kawasan perairan Indonesia.
Instansi-instansi pemerintah mempunyai data yang berbeda-beda terkait pengawasan
dan pelanggaran yang terjadi di wilayah perairan Indonesia. Terkait hal ini, perlu untuk
ditetapkan dan diatur dengan jelas instansi negara yang berwenang mengeluarkan data-data
resmi terkait pengawasan serta pelanggaran yang terjadi di wilayah perairan Indonesia. Hal ini
penting untuk dilakukan agar tidak terjadi kesimpang-siuran data dan tercipta kumpulan data
resmi yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya secara ilmiah.
DAFTAR REFERENSI
BUKU
Arsana, I Made Andi. Batas Maritim Antarnegara: Sebuah Tinjauan Teknis dan Yuridis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007.
Churchill, R.R., and A. V. Lowe. The Law of the Sea. Machester: Manchester University
Press, 1999.
Internasional. Direktorat Kelembagaan. Batas-Batas Maritim Indonesia – Negara Tetangga. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005.
Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Penyelarasan Data Kelautan dan Perikanan, Kelompok Kerja. Kelautan dan Perikanan Dalam
Angka. Jakarta: Pusat Data Statistik dan Informasi. 2011.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: UI Press, 1986.
U.S. Department of State, Bureau of Intelligence and Research. Limits In The Seas No. 60 - Territorial Sea Boundary: Indonesia-Singapore. Washington: The Geographer, 1974.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
19
Universitas Indonesia
JURNAL
Arsana, I Made Andi. “Maritime Delimitation in the Singapore Strait.” Hydro International 14.4 (Juli-Agustus 2010).
Schofield, Clive, Ted L. McDorman, dan I Made Andi Arsana. “Report Number 5-11(2).” International Maritime Boundaries 1-13 (2012): 8.
SKRIPSI DAN MAKALAH
Lestari, Adiwerti Sarahayu. “Implikasi Perjanjian tentang Penetapan Garis Batas Laut Teritorial antara Indonesia dan Singapura di Selat Singapura.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 2011.
Qu, Xiaobo, Qiang Meng, dan Suyi Li. “Analyses and Implications of The Accidents in the Singapore Strait.” Makalah disampaikan pada Transportation Research Board Annual Meeting 2012.
Yuniarti, Setiafitrie. “Delimitasi Batas Maritim: Studi Kasus Indonesia-Vietnam.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 2010.
WAWANCARA
Wawancara dengan Bapak Hudiansyah Is Nursal, SH., MILIR, Staf Subbid Perundang-undangan Badan Koordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakorkamla RI), Rabu, 15 Mei 2013.
Wawancara dengan Kolonel Laut (KH) Kresna Buntoro, SH, LL.M., Ph.D., Kepala Dinas
Hukum Komando RI Kawasan Barat (Koarmabar) TNI AL, Senin, 20 Mei 2013.
Wawancara dengan Letnan Kolonel Dwiadji Gultom. Subdis Pemetaan Dinas Hidro-Oseanografi (Dishidros) TNI AL. Senin, 27 Mei 2013.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL Indonesia. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perairan Indonesia,
Perpu No. 4 Tahun 1960, LN No. 22 Tahun 1960, TLN No. 1942.
_______. Undang-Undang tentang Perairan Indonesia, UU No.6 Tahun 1996, LN No. 73 Tahun 1996, TLN No. 3647.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
20
Universitas Indonesia
_______. Peraturan Pemerintah tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia, PP No. 38 Tahun 2002, LN No. 72 Tahun 2002, TLN No. 4211.
KONVENSI DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Convention on the Territorial Sea and Contiguous Zone of 1958. Convention on the International Regulations for Preventing Collisions at Sea 1972.
International Convention for the Safety of Life at Sea 1974. Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic of Singapore relating to the
Delimitation of the Territorial Seas of the Two Countries in the Strait of Singapore 1973.
Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic of Singapore Relating to the
Delimitation of the Territorial Seas of the Two Countries in the Western Part of the Strait of Singapore 2009.
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982.
INTERNET DAN SUMBER LAINNYA Lesmana, Novera B. “The Impact of ICJ Decision on Pedra Branca Toward Maritime
Boundary Delimitation in The Singapore Strait.” http://www.mafsc.edu.my/administrator/uploads/publications/1318395647565004_LINK_THE%20IMPACT%20OF%20ICJ%20DECISION%20ON%20PEDRA%20BRANCA.pdf.
Luar Negeri, Departemen. “Garis Batas Laut Teritorial Segmen Barat Selat Singapura.” Slide
presentasi powerpoint.
Konsep Delimitasi..., Kay azaria Adita, FH UI, 2013
top related