Transcript
Acara I
KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Nama : Jong Epha Yosia
NIM : 11.70.0025
Kelompok B5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan jumlah sel mikroorganisme, tingkat kekeruhan (OD), pH dan total asam pada vinegar apel dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengukuran Jumlah sel, OD, pH dan Total Asam pada Vinegar Apel
Kelompok Perlakuan WaktuΣ MO tiap petak
Rata-rata/ Σ MO tiap
petak
Rata-rata/ Σ MO tiap cc OD
(nm)pH
Total Asam (mg/ml)1 2 3 4
B1
Sari Apel + S.cerevisiae
N019 14 18 12 15,75 6,3.104 0,1776 2,96 18,048
N2421 20 21 35 24,25 9,7.104 -0,1453 3,11 20,16
N4840 50 42 45 44 17,6.107 -0,2194 3,13 20,544
N7270 60 40 63 58,25 23,3.107 -0,5796 3,20 17,088
N9643 44 40 25 38 15,2.107 -0,3609 3,29 16,32
B2
Sari Apel + S.cerevisiae
N042 44 45 43 43,5
1,74 x 1080,1124 3,01 19,97
N2462 60 64 68 63,5
2,54 x 108-0,1453 3,09 20,16
N4858 61 73 60 63
2,52 x 108-0,2194 3,12 20,54
N7268 65 70 75 69,5
2,78 x 108-0,5796 3,13 20,74
N9673 78 75 68 73,5
2,94 x 108-0,1304 3,32 22,08
B3Sari Apel + S.cerevisiae
N023 26 24 27 25 108
0,2172 2,9418,05
N2421 33 44 54 38 15,2 x 107
0,0476 3,1518,24
N4860 54 66 67 61,75 24,7 x 107
-0,2155 3,1918,62
N72 81 92 109 95 94,25 3,77 x 108 -0,5293 3,24 16,32
1
2
N96132 138 130 133 133,25 5,33 x 108
0,2191 3,5715,36
B4
Sari Apel + S.cerevisiae
N090 60 63 62 50,5 2,02 x 108
0,1450 2,28 15,36
N2489 64 55 67 61 2,44 x 108
0,6964 3,12 16,32
N4862 49 44 47 69,5 2,78 x 108
-0,2179 3,12 18,24
N7267 92 95 62 86 3,44 x 108
-0,3629 3,16 15,36
N96100 88 114 84 96,5 3,86 x 108
0,2979 3,53 16,32
B5
Sari Apel + S.cerevisiae
N00 0 0 0 0
0 0,3116 2,52 19,39
N2438 40 38 32 37
1,48 x 108-0,1453 3,12 19,58
N4832 35 28 38 33,25
1,33 x 108-0,0260 3,12 20,16
N7268 58 71 92 72,25
2,89 x 1080,2155 3,18 20,16
N9650 60 71 70 62,75
2,51 x 1080,0359 3,68 21,50
Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa pengamatan vinegar apel dilakukan pada hari ke-0 hingga hari ke-4 (N0-N96). Pengamatan yang dilakukan
meliputi jumlah sel mikroorganisme, tingkat kekeruhan (OD), pH dan total asam. Untuk jumlah sel mikroorganisme, pada semua kelompok,
jumlah sel yang didapat mengalami peningkatan dan penurunan yang berbeda-beda. Untuk tingkat kekeruhan (OD), pada semua kelompok, OD
yang diperoleh mengalami peningkatan dan penurunan yang berbeda-beda serta ada hasil yang negatif. Untuk pH, pada semua kelompok, pH
yang didapat cenderung terus mengalami peningkatan tiap harinya. pH yang diperoleh berada pada kisaran pH 2 sampai 3,7. Dan untuk total
asam, pada kelompok 1 sampai 4, total asam yang terukur mengalami peningkatan dan penurunan yang berbeda-beda, sedangkan pada kelompok
5 total asam yang terukur cenderung mengalami peningkatan tiap harinya.
Grafik 1. Hubungan Waktu Fermentasi dan Jumlah Sel pada Vinegar Apel
N0 N24 N48 N72 N960
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu
B1B2B3B4B5
Waktu
Jum
lah
Sel
Pada grafik 1, dapat dilihat hubungan antara lama waktu fermentasi dengan jumlah sel
mikroorganisme. Pada hasil pengukuran jumlah sel mikroorganisme, terjadi
peningkatan dan penurunan yang berbeda-beda dari tiap kelompok. Namun pada
kebanyakan kelompok, cenderung terjadi peningkatan jumlah sel mikroorganisme
hingga fermentasi hari ke 4 (N96) meski ada juga yang mengalami penurunan jumlah
sel mikroorganisme setelah waktu fermentasi tertentu.
Grafik 2. Hubungan Waktu Fermentasi dan OD pada Vinegar Apel
N0 N24 N48 N72 N96
-0.8-0.6-0.4-0.2
00.20.40.60.8
Grafik Hubungan OD dengan Waktu
B1B2B3B4B5
Waktu
OD
1
2
Pada grafik 2, dapat dilihat hubungan antara lama waktu fermentasi dengan optical
density (OD). Pada hasil pengukuran OD, terjadi peningkatan dan penurunan yang
berbeda-beda dari tiap kelompok. Namun pada kebanyakan kelompok, cenderung
terjadi penurunan OD hingga waktu fermentasi hari ke-3 (N72) dan kemudian pada
waktu fermentasi hari ke-4 (N96) akan mengalami peningkatan.
Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dan OD pada Vinegar Apel
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.80
100000000200000000300000000400000000500000000600000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD
B1B2B3B4B5
OD
Jum
lah
Sel
Pada grafik 3, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dan tingkat
kekeruhan (OD). Berdasarkan grafik tersebut sulit diketahui hubungan yang jelas antara
jumlah sel dengan OD. Pada semua kelompok, hasil OD yang diperoleh memiliki nilai
negatif.
Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dan pH pada Vinegar Apel
2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.80
100000000200000000300000000400000000500000000600000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pH
B1B2B3B4B5
pH
Jum
lah
Sel
3
Pada grafik 4, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dan pH.
Berdasarkan grafik tersebut sulit diketahui hubungan yang jelas antara jumlah sel
dengan pH.
Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dan Total Asam pada Vinegar Apel
15 16 17 18 19 20 21 22 230
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
B1B2B3B4B5
Total Asam
Jum
lah
Sel
Pada grafik 5, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dan total asam.
Berdasarkan grafik tersebut sulit diketahui hubungan yang jelas antara jumlah sel
dengan total asam.
2. PEMBAHASAN
Buah apel mengandung gizi yang tinggi seperti kalsium, fosfor, besi, serat, vitamin A,
vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin C. Buah apel juga mengandung antioksidan yang
berperan dalam proses perbaikan metabolisme tubuh. Sari buah apel memiliki sifat
antiseptik, sehingga dapat membantu menekan jumlah bakteri jahat dalam saluran
pencernaan, memperbaiki metabolisme tubuh, memperlancar aliran darah, mengatasi
keracunan serta menekan risiko obesitas (Candra, 2010).
Karena kelebihan-kelebihannya ini, buah apel banyak diolah menjadi berbagai
panganan dan minuman. Pada praktikum ini dilakukan pembuatan vinegar atau cider
dari sari apel malang. Dalam jurnal “Effect of Biomass Reduction on the Fermentation
of Cider”, dikatakan bahwa fermentasi sari buah apel merupakan teknologi dasar dalam
pembuatan fruit wine. Cider apel didefinisikan sebagai minuman alkohol kadar rendah
yang terbuat dari sari apel. Sari apel ini diperoleh dari penghancuran dan pengepresan
buah apel yang kemudian mengalami proses fermentasi alkohol dan konversi malolatik.
Fermentasi alkohol pada cider dapat terjadi dengan penambahan inokulum komersial
atau dari mikroflora alami dari buah apel.
Fermentasi adalah proses metabolisme yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk
memperoleh energi dengan mengubah gula pada saat fermentasi. Kebanyakan gula
diubah menjadi glukosa dan fruktosa. Fermentasi pada bahan pangan berjalan karena
adanya mikroba yang melakukan metabolisme sehingga menghasilkan produk akhir
yang dapat memberikan perubahan-perubahan pada bahan pangan, baik perubahan fisik
maupun kimia (Hidayat et al., 2006). Dalam praktikum ini, vinegar dibuat dengan
penambahan inokulum Saccharomyces cereviceae ke dalam sari buah apel.
Saccharomyces cereviceae dapat menfermentasikan glukosa dalam buah apel. Hasil
pemecahan tersebut akan menghasilkan alkohol dan CO2 (Rahman,1992). Dalam jurnal
“Pengaruh Varietas Apel (Malus Sylvestris) dan Lama Fermentasi oleh Khamir
Saccharomyces Cerivisiae Sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan Terhadap Karakteristik
Sirup”, dikatakan bahwa fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cereviceae
4
Gambar 3. Inokulasi kultur ke sari apel
5
dapat memecah gula yang berasal dari karbohidrat menjadi gula pereduksi, alkohol, dan
asam-asam organik.
Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan vinegar apel ini adalah buah apel
malang dihancurkan dengan menggunakan juicer. Lalu, 250 ml sari apel dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer untuk di sterilisasi dalam waterbath. Proses sterilisasi dilakukan
selama 30 menit yang bertujuan untuk inaktivasi enzim dan mengurangi jumlah
mikroorganisme kontaminan khususnya bakteri patogen (Frazier, 1988). Proses
sterilisasi menurut Fardiaz (1992), dimaksudkan untuk membunuh semua jasad
renik/mikroorganisme yang terdapat pada suatu benda, sehingga bila ditumbuhkan
didalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik lain yang dapat berkembang biak.
Setelah 30 menit sterilisasi, sari apel didinginkan beberapa waktu. Proses pendinginan
bertujuan untuk menciptakan kondisi pertumbuhan optimal bagi Saccharomyces
cereviceae (Potter & Hotchkiss, 1996).
Gambar 1. Proses sterilisasi Gambar 2. Proses pendinginan
Langkah selanjutnya yaitu menginokulasikan
inokulum Saccharomyces cereviceae secara aseptis
ke dalam sari buah apel. Teknik aseptik dalam
inokulasi bertujuan untuk mencegah infeksi dari
bakteri yang merugikan serta mencegah kultur yang
akan ditumbuhkan tidak tercemar oleh kontaminan-
kontaminan yang tidak diinginkan, baik karena
praktikan maupun udara lingkungan sekitar (cross
contamination) (Hadioetomo, 1993). Dan menurut
Dwidjoseputro (1994), perlakuan aseptis dilakukan agar Saccharomyces cereviceae
Gambar 4. Perlakuan shaker
6
yang dibiakkan dapat berkembang sebaik mungkin dan mikroba lain yang tidak
diinginkan tidak mengganggu mikroba yang akan dibiakkan.
Sari apel yang telah diinokulasi dengan Saccharomyces cereviceae kemudian diinkubasi
dengan perlakuan shaker selama 5 hari. Menurut Said (1987), proses shaker digunakan
sebagai media aerasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan agitasi untuk menjamin
tercapainya keseragaman suspensi dari sel mikroba pada media nutrien yang homogen.
Proses aerasi ini sangat diperlukan karena pertumbuhan Saccharomyces cereviseae
biasanya berlangsung secara aerob (Van Hoek et al, 1998). Untuk proses shaker,
praktikan menempatkan labu erlenmeyer yang telah ditutup dengan plastik di atas
shaker. Metode ini sesuai dengan metode yang diungkapkan oleh Rahman (1992), yang
menyatakan bahwa proses shaker dilakukan dengan menempatkan labu tempat bahan
fermentasi dalam kondisi tertutup, di atas shaker
dengan kecepatan yang dapat diatur. Inkubasi
ini dilakukan pada suhu ruang (25°C-30°C)
selama 5 hari dan setiap 24 jam dilakukan
pengambilan sampel secara aseptis sebanyak 30
ml untuk dilakukan pengukuran biomassa
dengan Haemocytometer, pengukuran OD,
pengukuran total asam, dan pH.
1.1. Pengukuran biomassa dengan haemocytometer
Jumlah sel Saccharomyces cereviceae pada vinegar apel selama 5 hari (N0, N24, N48, N72,
dan N96) dapat diketahui dengan menggunakan enumerasi mikroskopik metode Petroff-
Hauser dimana hitungan mikroskopik dilakukan dengan pertolongan kotak-kotak skala
haemocytometer (Fardiaz, 1992). Haemocytometer merupakan suatu ruang hitung yang
terdiri atas petak–petak berukuran kecil untuk menghitung jumlah sel di bawah
mikroskop (Hadioetomo, 1993). Dalam haemocytometer terdapat dua ruang dan setiap
ruang memiliki garis yang berukuran sangat kecil. Setiap garis memiliki lebar yang
sangat sempit dan kedalaman yang sama sehingga biomassa sel akan terbagi dalam
kotak-kotak. Perhitungan biomassa sel dilakukan pada kotak yang memiliki batasan 3
7
garis di setiap sisinya. Terdapat 4 kotak yang memiliki batasan 3 garis di setiap sisinya
(Chen & Pei, 2011).
Gambar 5. Haemocytometer Gambar 6. Kotak haemocytometer
Untuk pengukuran biomassa dengan menggunakan haemocytometer ini, pertama-tama
alat haemocytometer dan kaca preparat dibersihkan menggunakan alkohol. Kemudian
plat haemocytometer ditutup dengan kaca preparat dan vinegar apel diteteskan ke dalam
celah di plat haemocytometer hingga celah terisi penuh oleh cairan vinegar apel ini.
Haemocytometer yang telah terisi cairan vinegar apel kemudian diletakkan dibawah
mikroskop.
Gambar 7. Pembersihan haemocytometer Gambar 8. Penampakan di mikroskop
Berdasarkan grafik hubungan antara lama waktu fermentasi dengan jumlah sel
mikroorganisme, diketahui bahwa terjadi peningkatan dan penurunan jumlah sel
mikroorganisme yang berbeda-beda dari tiap kelompok. Namun pada kebanyakan
kelompok, cenderung terjadi peningkatan jumlah sel mikroorganisme hingga fermentasi
hari ke 4 (N96) meski ada juga yang mengalami penurunan jumlah sel mikroorganisme
setelah waktu fermentasi tertentu. Peningkatan jumlah sel mikroorganisme ini terjadi
karena Saccharomyces cereviceae menggunakan glukosa pada sari apel sebagai energi
untuk pertumbuhan. Sedangkan penurunan jumlah sel mikroorganisme terjadi karena
Saccharomyces cereviceae mengalami kematian. Dalam jurnal “Production of Ethanol
by Fed-Batch Fermentation”, dikatakan bahwa peningkatan jumlah sel mikroorganisme
8
menunjukkan sel telah mengkonsumsi substrat dalam jumlah banyak untuk
pertumbuhan sel. Namun, jumlah substrat akan semakin menurun selama proses
fermentasi berlangsung sehingga pertumbuhan sel akan terhambat karena tidak adanya
substrat.
Stanburry & Whitaker (1984), menyatakan bahwa kultur yang diinokulasi akan melalui
beberapa fase yaitu fase lag, fase log, fase stasioner dan fase kematian. Fase lag, fase
log, fase stasioner dan fase kematian Saccharomyces cereviceae pada praktikum ini
tidak dapat teramati sempurna pada semua kelompok. Hal ini karena metode
pengukuran jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer merupakan metode
penerkaan sehingga jumlah sel yang terhitung mungkin saja lebih banyak atau lebih
sedikit. Produktivitas baker’s yeast akan sangat dipengaruhi oleh parameter lingkungan
sekitar, seperti pH, suhu, laju aerasi, jenis gula, nitrogen, dan fosfor (Van Hoek et al,
1998).
1.2. Pengukuran optical density (OD) dengan spektrofotometer
Optical density (OD) vinegar apel selama 5 hari (N0, N24, N48, N72, dan N96) dapat
diketahui dengan menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm.
Dalam jurnal ”Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava
(Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production”,
dikatakan bahwa panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur Optical Density
(OD) khususnya untuk Saccharomyces cereviceae adalah 660 nm.
Berdasarkan grafik hubungan antara lama waktu fermentasi dengan nilai OD, diketahui
bahwa terjadi peningkatan dan penurunan nilai OD yang berbeda-beda dari tiap
kelompok. Namun pada kebanyakan kelompok, cenderung terjadi penurunan OD
hingga waktu fermentasi hari ke-3 (N72) dan kemudian pada waktu fermentasi hari ke-4
(N96) akan mengalami peningkatan. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Laily et al
(2004), yang mengatakan bahwa saat memasuki fase eksponensial, nilai kekeruhan akan
semakin meningkat karena adanya penambahan jumlah sel. Saat memasuki fase
stasioner, nilai kekeruhan akan menurun drastis. Berdasarkan teori tersebut, seharusnya
Gambar 9. Hasil akhir titrasi
9
nilai OD yang didapat akan mengalami peningkatan hingga waktu fermentasi tertentu
baru kemudian akan mengalami penurunan.
Berdasarkan grafik hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dan tingkat kekeruhan
(OD), sulit diketahui hubungan yang jelas antara jumlah sel dengan OD. Hal ini karena
tidak pola yang jelas mengenai hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dan tingkat
kekeruhan (OD). Pada saat jumlah sel meningkat terkadang OD terbaca menurun dan
sebaliknya. Pada semua kelompok, hasil OD yang diperoleh memiliki nilai negatif. Hal
ini tidak sesuai dengan pernyataan Clark (2007), yang mengatakan bahwa absorbansi
atau optical density berbanding lurus dengan konsentrasi sel. Dalam jurnal
“Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells”,
dikatakan bahwa semakin tinggi jumlah sel maka kekeruhan akan meningkat diikuti
dengan besarnya nilai OD. Kesalahan dalam pengukuran OD ini dapat terjadi karena
adanya debu yang mengganggu kerja sistem optik dan adanya stray light yang dapat
menumbuk sel (Khopkar, 2002). Kemungkinan lainnya adalah karena sari apel yang
digunakan tidak disaring terlebih dahulu sehingga ampas apel dapat mempengaruhi
pembacaan spektrofotometri.
1.3. Penentuan total asam selama fermentasi
Total asam vinegar apel selama 5 hari (N0, N24, N48, N72, dan N96) dapat diketahui
dengan cara titrasi menggunakan NaOH 0,1 N. Sebelum dilakukan titrasi, vinegar apel
ditambah dengan indikator PP sebanyak 3 tetes. Hal ini sesuai dengan teori Chang
(1991), yang mengatakan bahwa penggunaan indikator PP dilakukan
karena titran yang digunakan adalah NaOH. Proses titrasi dihentikan
saat larutan sampel berubah menjadi warna merah muda. Menurut
Petrucci & Suminar (1987), titrasi yang dilakukan dengan indikator
PP dan titran larutan basa akan menimbulkan warna merah muda.
Total asam dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Total Asam =ml NaOH × Normalitas NaOH ×192
10 ml sampel
Berdasarkan grafik hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dan total asam, sulit
diketahui hubungan yang jelas antara jumlah sel dengan total asam. Hasil yang
Gambar 10. Pengukuran pH
10
diperoleh ini tidak sesuai dengan jurnal “Isolasi dan Uji Resistensi Beberapa Isolat
Lactobacillus pada pH Rendah”, yang mengatakan bahwa total asam akan meningkat
jika nilai pH semakin rendah. Hal tersebut diperkuat oleh jurnal “Pengaruh Varietas
Apel (Malus Sylvestris) dan Lama Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces cereviceae
Sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup”, yang mengatakan
bahwa nilai pH akan semakin menurun sejalan dengan lamanya waktu fermentasi dan
peningkatan jumlah biomassa sel. Sehingga seharusnya total asam akan berbanding
lurus dengan jumlah sel mikroorganisme. Kesalahan dalam penentuan total asam ini
dapat terjadi karena praktikan tidak teliti dalam melihat angka atau karena setiap
praktikan memiliki presepsi yang berbeda terhadap perubahan warna. Dengan
ketidaktelitian ini, hasil akhir total asam akan sangat terpengaruh. Girindra (1986),
mengatakan bahwa jika melakukan titrasi pada Saccharomyces cereviceae tetapi pada
bagian bawah erlenmeyer tidak diberi alas seperti kertas putih, perubahan warna pada
larutan tidak terlihat dengan jelas sehingga hasil total asam pada setiap kelompok
berbeda-beda dan mengalami fluktuasi.
1.4. Pengukuran pH selama fermentasi
pH vinegar apel selama 5 hari (N0, N24, N48, N72, dan N96) dapat diketahui dengan
menggunakan alat pH meter. Dalam jurnal “Pengaruh Variasi
Bending Sensor pH Berbasis Serat Optik Plastik
Menggunakan Lapisan Silica Sol Gel Terhadap Sensitivitas”,
dikatakan bahwa cara kerja pH meter adalah dengan
mencelupkan probe pH meter ke dalam larutan dan secara
otomatis alat akan mengukur. pH meter memiliki sensitivitas
0.01 pH. Namun, pH meter mempunyai kekurangan yaitu
perubahan yang lambat dan berosilasi, yang merupakan
masalah yang penting dalam menentukan skala yang valid.
Berdasarkan grafik hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dan pH, sulit diketahui
hubungan yang jelas antara jumlah sel dengan pH. Dalam jurnal “Pengaruh Varietas
Apel (Malus Sylvestris) dan Lama Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces cereviceae
Sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup”, dikatakan bahwa
11
nilai pH akan semakin menurun sejalan dengan lamanya waktu fermentasi dan
peningkatan jumlah biomassa sel. Perubahan pH sari apel ini disebabkan oleh aktivitas
yeast yang menghasilkan asam-asam organik sebagai hasil samping selain etanol.
Berdasarkan teori tersebut, seharusnya pH akan berbanding terbalik dengan jumlah sel
mikroorganisme. Sedangkan dalam praktikum ini, didapatkan hasil bahwa semakin
lama waktu fermentasi, pH semakin besar dan jumlah sel yang berfluktuasi sehingga
hasil yang diperoleh ini kurang sesuai dengan teori.
12
3. KESIMPULAN
Fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cereviceae dapat memecah gula
yang berasal dari karbohidrat menjadi gula pereduksi, alkohol, dan asam-asam
organik.
Proses sterilisasi dilakukan untuk inaktivasi enzim dan mengurangi jumlah
mikroorganisme kontaminan khususnya bakteri patogen.
Proses pendinginan bertujuan untuk menciptakan kondisi pertumbuhan optimal bagi
Saccharomyces cereviceae.
Perlakuan aseptis dilakukan agar Saccharomyces cereviceae yang dibiakkan dapat
berkembang sebaik mungkin dan mikroba lain yang tidak diinginkan tidak
mengganggu mikroba yang akan dibiakkan.
Shaker berfungsi sebagai aerasi dan agitasi.
Peningkatan jumlah sel mikroorganisme terjadi karena Saccharomyces cereviceae
menggunakan glukosa untuk pertumbuhan sedangkan penurunan jumlah sel
mikroorganisme terjadi karena Saccharomyces cereviceae mengalami kematian.
Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur Optical Density (OD)
khususnya untuk Saccharomyces cereviceae adalah 660 nm.
Absorbansi atau optical density berbanding lurus dengan konsentrasi sel.
Total asam meningkat jika nilai pH semakin rendah.
Nilai pH akan semakin menurun sejalan dengan lamanya waktu fermentasi dan
peningkatan jumlah biomassa sel.
Total asam berbanding lurus dengan jumlah sel mikroorganisme.
pH berbanding terbalik dengan jumlah sel mikroorganisme.
Semarang, 30 Mei 2014
Praktikan Asisten Dosen
Stella MarissMeilisa Lelyana DChrysentia Archinitta
Jong Epha Yosia Katharina Nerissa11.70.0025 Andriani Cintya
4. DAFTAR PUSTAKA
Anagnostopoulos, V.A.; Symeopoulos, B.D. and Soupioni, M.J. (2010). Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells. Global NEST Journal, Vol 12 (3) pp 288-295.
Candra, Asep. (2010). Cuka Apel Stabilkan Tekanan Darah. http://kesehatan.kompas.com/read/2010/06/01/11331416/Cuka.Apel.Stabilkan.Tekanan.Darah
Chang, R. (1991). Chemistry. MC Graw Hill. USA.
Chen, Yu-Wei and Pei-Ju Chiang. (2011). Automatic cell counting for haemocytometers through image processing. World Academy of Science, Engineering and Technology. 58.
Cheng, N. G., Masitah H., Andri C. K., Chew F. L., Margaret T. (2009). Production of ethanol by fed-batch fermentation. Pertanika J. Sci. & Technol. 17(2): 399–408.
Clark, Jim. (2007). Hukum Beer-Lambert. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolet-tampak__uv-vis_/hukum_beer_lambert/
Dwidjoseputro,D. (1994). Dasar-dasar mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Frazier, William C., Dennis C. Westhoff. (1988). Food Microbiology 4th ed. Kin Keong Printing Co.Pte.Ltd. Xir +539p.
Girindra, A. (1986). Biokimia 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia, Jakarta.
Hardiningsih, R; Rostiati N.R.N; dan Titin Y. (2006). Isolasi dan Uji Resistensi Beberapa Isolat Lactobacillus Pada pH Rendah. Biodiversitas 7(1) : 15-17.
Hidayat N, Padaga M, dan SuhartiniS. (2006), Mikrobiologi Industri. Andi. Yogyakarta.Hyperbaric Stress.
Khopkar, S. M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Pers. Jakarta.
13
14
Laily, N., Atariansah, D. Nuraini, S. Istini, I. Susanti, dan L. Hartono. (2004). Kinetika fermentasi produksi selulosa bakteri oleh Acetobacter pasterianum pada kultur kocok.
Nogueira et al. ( 2007). Effect of Biomass Reduction on the Fermentation of Cider. Brazilian Archives of Biology and Technology Vol.50, n. 6 : pp.1083-1092
Petrucci, R. H. & Suminar. (1987). Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Potter, N. N. & J. H. Hotchkiss. (1996). Food Scince Fifth Edition. CBS Publishers &Distributors. New Delhi.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Hayes (1995).
Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. MediyatamaSarana Perkasa. Jakarta.
Sekartedjo, Nafi’ul Matiin, dan Agus Muhammad Hatta. (2012). Pengaruh Variasi Bending Sensor pH Berbasis Serat Optik Plastik Menggunakan Lapisan Silica Sol Gel Terhadap Sensitivitas. JURNAL TEKNIK POMITS. Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6.
Sevda SB and Rodrigues L. (2011). Fermentative Behavior of Saccharomyces StrainsDuring Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of GuavaWine Production. Journal Food Processing and Technology 2(4) : 1-9.
Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.
Susanto, W.H dan Bagus R.S. (2011). Pengaruh Varietas Apel (Malus sylvestris) dan Lama Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces cerevisiae Sebagai Perlakuan Pra-pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup. Jurnal Teknologi Pertanian 2(3):135-142
Van Hoek, et al. (1998). Effect of Spesific Growth Rate on Fermentative Capacity of Baker’sYeast. Appl Environ Microbiol. Nov 1998; 64(11): 4226–4233.
5. LAMPIRAN
1.5. Perhitungan
5.1.1. Rumus Rata-rata / Ʃ tiap cc
Jumlah sel/cc= 1Volume petak
× rata−rata jumlah MO tiap petak
Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm
= 0,00025 mm3
= 0,00000025 cc
= 2,5 x 10-7 cc
Kelompok B5
N0 :
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 0 = 0 sel/cc
N24:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 37 = 1,48 x 108 sel/cc
N48:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 33,25 = 1,33 x 108 sel/cc
N72:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 72,25= 2,89 x 108 sel/cc
N96:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 62,75 = 2,51 x 108 sel/cc
1.5.1. Total Asam
Total Asam =ml NaOH × Normalitas NaOH ×192
10 ml sampel
Kelompok B5
N0
15
16
Total Asam = 10,1 x 0,1 x 192
10 = 19,39 mg/ml
N24
Total Asam = 10,2 x 0,1 x 192
10 = 19,58 mg/ml
N48
Total Asam = 10,5 x 0,1 x192
10 = 20,16 mg/ml
N72
Total Asam = 10,5 x 0,1 x192
10 =20,16 mg/ml
N96
Total Asam = 11,2 x0,1 x192
10 = 21,50 mg/ml
top related