KERAGAAN DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM ...
Post on 21-Jan-2017
227 Views
Preview:
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KERAGAAN DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM
PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN BLORA
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Oleh
Raras Resthiningrum
H0307068
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
KERAGAAN DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM
PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN BLORA
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Raras Resthiningrum
H0307068
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal : 12 Juli 2011
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Anggota I Anggota II
Wiwit Rahayu, SP. MP NIP.197111091997032004
R. Kunto Adi, SP. MP NIP.197310172003121002
Dr. Ir. Sri Marwanti, MS. NIP.195907091983032001
Surakarta, Juli 2011
Mengetahui
Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 195602251986011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
kasih karunia-Nya sehinggga penyusun dapat melaksanakan penelitian dan
menyusun skripsi dengan judul “Keragaan dan Peranan Sektor Pertanian
dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten Blora”
Pada kesempatan ini penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan
baik moril maupun materiil kepada penyusun dalam penyusunan skripsi ini.
Ucapan terima kasih ini penyusun tujukan terutama kepada :
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, MS. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial
Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP. selaku Ketua Komisi Sarjana
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta,
5. Bapak R. Kunto Adi, SP. MP selaku dosen Pembimbing Akademik dan dosen
Pembimbing pendamping, yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan
pengarahan dalam masa studi dan penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Wiwit Rahayu, SP. MP selaku dosen Pembimbing Utama yang telah
memberikan motivasi, bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
7. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, MS selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
8. Para dosen Agrobisnis yang telah memberikan nasehat, motivasi dan
bimbingan selama penulis menuntut ilmu.
9. Mbak Ira, staff TU Jurusan/Prodi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan seluruh karyawan Fakultas Pertanian
UNS, terima kasih atas bantuan dan pelayanan yang telah diberikan.
10. Bupati Kabupaten Blora yang telah memberikan ijin penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
11. Kepala Kantor Bakesbangpolinmas Kabupaten Blora beserta staf yang telah
membantu dalam perijinan penelitian.
12. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Blora beserta
staf yang telah membantu menyediakan data yang penulis butuhkan dalam
penyusunan skripsi ini.
13. Kepala Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Blora beserta staf yang telah membantu menyediakan data yang penulis
butuhkan.
14. BPS Kabupaten Blora yang telah membantu menyediakan data yang Penulis
butuhkan.
15. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Adi Suprapto dan Ibu Yuliana Maria
Murniati. Terimakasih untuk semua kasih sayang, doa dan semua semangat
hidup yang dicurahkan.
16. Saudara-saudaraku Mas Heru, Mas Antok, Tia, dan Hilda terimakasih untuk
support serta sukacita yang terus dibagi dan dirasakan bersama.
17. Ehud Rengkuh Riyantha, Ibu, Bapak, Dek Nindy, dan Dek Agnes untuk kasih
sayang, perhatian dan doa yang terus diberikan sampai detik ini.
18. Sahabat-sahabatku terkasih, Sara Verryca dan Lani Mara, terimakasih untuk
kasih sayang dan semua waktu yang telah dihabiskan bersama, aku belajar
tentang hidup melalui kalian dan waktuku empat tahun terasa begitu cepat
karena kalian disampingku.
19. Yunita Ratih, Ecy Kasih, Elisabet Endah, Nugroho, Rembulan Titi, Friska,
Christy, Meijelani, Sisca, dan semua keluarga besar PMK FP UNS. Semua
pengurus, alumnus, dan pendamping, serta semua anggota persekutuan dari
semua jurusan dan angkatan terimakasih untuk doa, dukungan dan keluarga
yang indah.
20. Anggota kos Jumadi Residence, Pak Jumadi dan Bu Jumadi, Mbak Yayuk,
Mbak Dara, Mbak Fitri, Ifa, Niken, Yuyun, Ratna, dan Tyas terimakasih buat
semangat dan semua dukungan yang buatku menikmati waktuku di Solo.
21. Teman-teman HIBITU terimakasih buat semua semangat dan kebersamaan
selama empat tahun ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
22. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
penyusun sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca semua.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
RINGKASAN ................................................................................................. xii
SUMMARY ...................................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Perumusan masalah .............................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8 D. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 8
II. LANDASAN TEORI .............................................................................. 10 A. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 10 B. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 12
1. Pembangunan .................................................................................. 12 2. Pembangunan Ekonomi ................................................................... 14 3. Pembangunan Ekonomi Daerah ...................................................... 15 4. Pembangunan Pertanian .................................................................. 16 5. Peranan Sektor Pertanian ................................................................. 17 6. Teori Ekonomi Basis ....................................................................... 18 7. Komponen Pertumbuhan Wilayah .................................................. 20 8. Angka Pengganda ............................................................................ 22
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah .................................................. 23 D. Asumsi-asumsi ..................................................................................... 26 E. Pembatasan Masalah ............................................................................ 26 F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ...................... 26
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 29 A. Metode Dasar Penelitian ...................................................................... 29 B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian .............................................. 29 C. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 29 D. Metode Analisis ................................................................................... 30
1. Analisis Penentuan Sektor Perekonomian dan Sub Sektor Pertanian Basis ................................................................................................ 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah .................................... 31 3. Analisis Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian ................. 34 4. Analisis Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Wilayah
di Kabupaten Blora .......................................................................... 35
IV. KONDISI UMUM WILAYAH .................................................................... 36 A. Kondisi Umum Daerah ........................................................................ 36
1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif ................................... 36 2. Topografi ......................................................................................... 36 3. Curah Hujan..................................................................................... 37 4. Luas Penggunaan Lahan .................................................................. 37
B. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja .................................................. 38 1. Jumlah dan Komposisi Penduduk ................................................... 38 2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur ............................... 39 3. Keadaan Penduduk Menurut Ketenagakerjaan ............................... 40
C. Keadaan Pertanian .............................................................................. 41 1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan ............................................ 42 2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan .................................................... 43 3. Sub Sektor Peternakan ..................................................................... 44 4. Sub Sektor Kehutanan ..................................................................... 46 5. Sub Sektor Perikanan ...................................................................... 47
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 49 A. Sektor Perekonomian dan Sub Sektor Pertanian Basis ........................ 49
1. Sektor Ekonomi Basis ..................................................................... 49 2. Sub Sektor Pertanian Basis .............................................................. 52
B. Komponen Pertumbuhan Wilayah ....................................................... 56 1. Komponen Pertumbuhan Nasional .................................................. 57 2. Komponen Pertumbuhan Proporsional............................................ 58 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah ...................................... 61
C. Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian .................................... 64 D. Peranan Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Wilayah di
Kabupaten Blora ................................................................................... 68 1. Angka Pengganda Pendapatan ........................................................ 68 2. Angka Pengganda Tenaga Kerja ..................................................... 69
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 71 A. Kesimpulan .......................................................................................... 71 B. Saran ..................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 74 LAMPIRAN .................................................................................................... 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 1. Nilai dan Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Blora Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 ADHK 2000 (Jutaan Rupiah)…………………………
2
Tabel 2. Nilai dan Kontribusi Produk Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Pertanian Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Jutaan Rupiah)……………………………………………………..
3
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Blora Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (%).................
5 Tabel 4. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Sub
Sektor Pertanian Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (%)…………………….
6 Tabel 5. Jumlah dan Proporsi Tenaga Kerja Menurut Lapangan
Usaha Di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (Orang)…………….......................................................
7
Tabel 6. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Blora Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Pada Tahun 2009………………………………………………………...
29
Tabel 7. Jenis dan Sumber Data……………………………………. 30
Tabel 8. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (Hektar)………………………………...…………… 38
Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009…................. 39
Tabel 10. Komposisi Penduduk Kabupaten Blora Menurut Kelompok Umur Tahun 2005-2009..................................... 40
Tabel 11. Data Ketenagakerjaan Di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (Orang)………………….………………................... 40
Tabel 12. Jaringan Irigasi dan Pengairan di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (meter)............................................................... 41
Tabel 13. Luas Tanam dan Produksi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Blora Tahun 2007 – 2009………... 42
Tabel 14. Luas Lahan dan Produksi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Kabupaten Blora Tahun 2007-2009……………………… 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
No. Judul Halaman
Tabel 15. Jumlah Populasi Ternak Sektor Peternakan Kabupaten Blora Tahun 2007-2009 (ekor)…………………………………….. 45
Tabel 16. Luas Lahan Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Blora tahun 2005-2009 (hektar)............................................................. 46
Tabel 17. Produksi Kayu Menurut Wilayah Pemangkuan dan Jenisnya di KabupatenBlora Tahun 2007-2009 (M3)........................... 47
Tabel 18. Luas dan Produksi Ikan Hasil Budidaya Perairan Umum di Kabupaten Blora Tahun 2007-2009………………………... 48
Tabel 19 Nilai LQ Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian Lainnya di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009……………..
50
Tabel 20 Nilai LQ Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009………………………………………………….. 53
Tabel 21 Rata-Rata Nilai Komponen Pertumbuhan Wilayah Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009…………………………………………....
57
Tabel 22 Nilai Rata-Rata Perubahan PDRB (∆Y) dan Komponen Pertumbuhan Regional Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009…………....
58
Tabel 23 Nilai Rata-Rata Komponen Pertumbuhan Proposional Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009…………………………………….
59 Tabel 24 Nilai Rata-Rata Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah
Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009……………………………………...
62 Tabel 25 Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten
Blora…………………………………………........................
64 Tabel 26 Pengganda Pendapatan Sektor Pertanian Terhadap Total
Pendapatan di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (jutaan rupiah)………………………………………………
68 Tabel 27 Pengganda Tenaga Kerja Sektor Pertanian terhadap Total
Tenaga Kerja di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (orang)………………………………………………………
69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah Keragaan dan Peranan Sektor Pertanian di Kabupaten Blora…………....
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
Lampiran 1. PDRB Kabupaten Blora Menurut Lapangan Usaha tahun 2005-2009 atas Dasar Harga Konstan 2000…………............................................................
76
Lampiran 2. PDRB Jawa Tengah Tahun Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 Atas Dasar Harga Konstan 2000......................................................................... 76
Lampiran 3. Hasil Analisis LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Blora Tahun 2005-2009………………………............... 76
Lampiran 4. PDRB Kabupaten Blora Sub Sektor Pertanian Tahun 2005-2009 atas Dasar Harga Konstan 2000.................... 76
Lampiran 5 PDRB Jawa Tengah Sub Sektor Pertanian Tahun 2005-2009 atas Dasar Harga Konstan 2000.................... 77
Lampiran 6. Hasil Analisis LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Blora Tahun 2005-2009……………………………...... 77
Lampiran 7 Rata-rata Komponen Pertumbuhan Wilayah Sektor Perekonomian Kabupaten Blora Tahun 2005-2009.... 77
Lampiran 8. Rata-rata Komponen Pertumbuhan Wilayah Sub Sektor Pertanian Kabupaten Blora Tahun 2005-2009............... 77
Lampiran 9. Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian Kabupaten Blora……………………………….............. 77
Lampiran 10. Angka Pengganda Pendapatan Sektor Pertanian Kabupaten Blora tahun 2005-2009................................ 78
Lampiran 11. Angka Pengganda Tenaga Kerja Sektor Pertanian Kabupaten Blora Tahun 2005-2009………………….... 78
Lampiran 12 Lampiran Data PSIPD Kabupaten Blora Tahun 2009… 79
Lampiran 13 Lampiran Data Blora Dalam Angka 2009……………… 83
Lampiran 14 Surat Ijin penelitian……………………………………... 102
Lampiran 15 PDRB Kabupaten Blora ADHK 2000 tahun 2005-2009…………………………………………………...... 103
Lampiran 16 Distribusi PDRB kabupaten Blora ADHK 2000 tahun 2005-2009……………………………………………... 105
Lampiran 17 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 tahun 2005-2009…………………………………………………….. 107
Lampiran 18 Peta Kabupaten Blora…………………………………... 109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
RINGKASAN
Raras Resthiningrum. H0307068. Keragaan Dan Peranan Sektor
Pertanian Dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten Blora. Dibimbing oleh Wiwit Rahayu, SP. MP dan R. Kunto Adi, SP. MP. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji posisi sektor pertanian dan sub sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Blora, untuk mengkaji kecepatan pertumbuhan dan daya saing melalui komponen pertumbuhan (PP dan PPW) sektor pertanian dan sub sektor pertanian di Kabupaten Blora, untuk mengetahui prioritas pengembangan sub sektor Pertanian di Kabupaten Blora, dan untuk mengkaji peranan sektor pertanian dalam perekonomian wilayah Kabupaten Blora dilihat dari sisi pendapatan dan sisi tenaga kerja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis, dengan menggunakan metode analisis data Location Quotient, Shift Share serta Angka pengganda tenaga kerja dan pendapatan.
Data yang digunakan adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Blora Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2005-2009, Kabupaten Blora dalam Angka 2010, Data dalam Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah Tahun 2009, dan RPJMD Kabupaten Blora tahun 2010-2015.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2005-2009 Sektor pertanian di Kabupaten Blora merupakan sektor basis, dan posisi sub sektor pertanian yang menjadi sektor basis di Kabupaten Blora adalah sub sektor tanaman perkebunan dan sub sektor kehutanan. Sektor pertanian di Kabupaten Blora memiliki rata-rata nilai PNij yang positif, memiliki pertumbuhan yang lambat (dengan nilai PP sebesar Rp.-12.728,48 juta) dan memiliki daya saing yang baik (nilai PPW sebesar Rp. 5.345,01 juta). Sub sektor pertanian memiliki nilai PNij positif. Sub sektor pertanian dengan pertumbuhan cepat adalah sub sektor Tanaman Perkebunan dan Peternakan (nilai PP sebesar Rp. 1.184,35 juta dan Rp. 2.565,27 juta), sub sektor pertanian dengan daya saing baik adalah sub sektor tanaman bahan makanan dan kehutanan (nilai PPW sebesar Rp. 18.133,14 juta dan Rp. 15.283,16 juta).
Prioritas pengembangan sub sektor pertanian di Kabupaten Blora adalah Sub sektor tanaman perkebunan termasuk kriteria prioritas pengembangan yang kedua, demikian pula dengan sub sektor kehutanan, Sub sektor peternakan merupakan sub sektor dengan prioritas pengembangan ketiga. Sub sektor dengan prioritas pengembangan keempat adalah sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor yang terakhir adalah sub sektor perikanan dengan prioritas kelima,
Rata-rata nilai angka pengganda pendapatan selama 2005-2009 adalah 1,85 artinya bahwa setiap pendapatan satu rupiah sektor pertanian menghasilkan pendapatan daerah sebesar Rp 1,85. Rata-rata nilai angka pengganda tenaga kerja selama tahun 2005-2009 adalah 1,52 artinya setiap perubahan 100 tenaga kerja sektor pertanian akan menghasilkan perubahan sebesar 152 total tenaga kerja wilayah Kabupaten Blora
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
SUMMARY
Raras Resthiningrum. H0307068. Performance And the Role of
Agricultural Sector in the Regional Economy in Blora Regency. Guided by Wiwit Rahayu, SP. MP and R. Kunto Adi, SP. MP. Faculty of Agriculture. Sebelas Maret University. Surakarta.
The purpose of this study was to assess the position of the agricultural sector and sub sectors of agriculture in the economy in Blora regency, to assess the growth and competitiveness component (with PP and PPW component) of agriculture sector and agriculture sub sectors in Blora Regency, knowing the priority sub-sectors of agricultural development in Blora regency, and to assess the role of agriculture in regional economy Blora regency in terms of revenue and the workforce. The research method used is descriptive analytical method, using the methods of data analysis Location Quotient, Shift Share and employment rates and income multipliers.
This research takes the Gross Regional Domestic Product (GRDP) of Central Java Province and District Blora 2000 Constant Prices 2005-2009, Blora Regency in Figures 2010, Data in Information Systems Development Regional Profile of 2009, and RPJMD Blora regency in 2010-2015.
The results of this research shows that in the period 2005-2009, agricultural sector is a base sector in Blora Regency, and the based sub sectors of agriculture in Blora are sub sectors of plantation plants and sub sectors of forestry. The agricultural sector in Blora regency has an positive value of PNij, slow growth in agriculture with PPij value is Rp.-12.728,48 million and has a good competitiveness sector with PPWij value is Rp. 5.345,01 million. The agricultural sub sectors has a positive value of PNij, Sub sector with the rapid growth are Plantation Crops sub sector and Livestock sub sector with PP value are Rp. 1.184,35 million and Rp. 2.565,27 million. Sub-sector with good competitive are plant producing food sub sector, and forestry sub sector with PPW value are Rp. 18.133,14 million and Rp. 15.283,16 million.
Priority of the agricultural sub-sector development in Blora regency are: the second priority are plantation plants sub sector and forestry sub sector, the third development priority is livestock sub sector. The fourth priority is food crops sub-sectors and the fifth priority is fishery sub sector
The average value multiplier of income during 2005-2009 was 1.85 meaning that every Rp. 1,- of income of agricultural sector will generate are income in Blora Regency Rp. 1,85,- The average value of the labor multiplier for the year 2005-2009 is 1.52 meaning that any changes in the agricultural sector 100 workers will produce changes in the total workforce of 152 Blora Regency
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan
kehidupan masyarakat dan warganya. Pembangunan menyangkut beberapa
sasaran, di antaranya meningkatnya ketersediaan dan memperluas distribusi
barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan,
dan perlindungan, serta meningkatnya taraf hidup masyarakatnya. Semua
upaya ini akan memperbaiki rasa percaya diri sebagai individu maupun
bangsa. Pembangunan dapat dikatakan sebagai perubahan yang terencana,
maka dari itu pembangunan harus berpijak pada perencanaan yang matang
melalui proses yang melibatkan segenap elemen strategis masyarakat.
Pembangunan harus didukung dengan adanya pembangunan ekonomi
yang terarah dan terencana. Kegiatan pembangunan ekonomi dipandang
sebagai bagian dari keseluruhan pembangunan yang dijalankan oleh suatu
masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi
tingkat pendapatan masyarakat, sedangkan keseluruhan usaha-usaha
pembangunan meliputi juga pembangunan sosial, politik, dan kebudayaan.
Pembangunan ekonomi di Indonesia saat ini tidak terlepas dari pembangunan
masing-masing daerah karena pembangunan ekonomi daerah merupakan
bagian integral dalam upaya mencapai sasaran nasional.
Diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, yang menempatkan otonomi daerah secara
luas, nyata, dan bertanggung jawab menjadikan setiap daerah kabupaten
memiliki kewenangan dan keleluasaan untuk menyusun serta melaksanakan
kebijakan pembangunan daerah yang sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi
masyarakat dan sektor perekonomian yang ada di daerah tersebut (Anonim,
2010).
Demikian pula dengan Kabupaten Blora. Kabupaten ini memiliki
wewenang dalam memajukan perekonomian wilayahnya sendiri. Saat ini
pembangunan perekonomian daerah di Kabupaten Blora terus dilakukan
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Blora. Maka
dari itu perlu adanya perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang baik
atau dalam arti tepat dan sesuai dengan kondisi wilayah, sehingga diharapkan
kedepannya dapat meningkatkan perekonomian di Kabupaten Blora. Usaha
dalam mewujudkan pembangunan ekonomi yang tepat adalah dengan
memberikan penekanan terhadap sektor-sektor yang potensial dalam
perekonomian daerah tersebut. Penekanan atau prioritas pengembangan
terhadap sektor-sektor potensial ini berkaitan dengan perencanaan kedepan
dalam pembangunan daerah, dimana proses perubahan ini memerlukan
persiapan dalam fasilitas pembangunan sektoral tersebut.
Sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar
dalam PDRB Kabupaten Blora tahun 2005-2009. Hal tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1 :
Tabel 1. Nilai dan Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Blora Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 ADHK 2000 (Jutaan Rupiah)
No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata 1
Pertanian 941.881,88
(54,40) 970.592,71
(53,38) 1.011.026,83
(53,67) 1.070.288,92
(54,07) 1.122.394,93
(54,01) 1.023.237,05
(53,99)
2 Pertambangan dan Penggalian
57.656,0 (3,33)
65.251,81 (3,62)
76.320,36 (4,05)
70.522,44 (3,56)
71.917,66 (3,46)
68.333,66 (3,61)
3 Industri Pengolahan
106.826,32 (6,17)
112.851,64 (6,26)
119.311,03 (6,33)
126.588,71 (6,39)
131.883,77 (6,35)
119.492,29 (6,31)
4 Listrik, Gas & Air Bersih
9.074,22 (0,52)
9.485,25 (0,53)
9.686,74 (0,51)
10.093,10 (0,51)
10.425,74 (0,50)
9.754,01 (0,51)
5 Bangunan 67.907,91 (3,92)
71.553,06 (3,97)
62.807,38 (3,33)
66.231,80 (3,35)
69.842,92 (3,36)
67.668,61 (3,57)
6 Perdagangan, Hotel & Restoran
248.814,95 (14,37)
261.674,21 (14,51)
274.249,62 (14,56)
288.283,40 (14,56)
302.933,50 (14,58)
275.191,13 (14,52)
7 Angkutan dan
Komunikasi 51.630,53
(2,98) 53.289,04
(2,96) 55.818,54
(2,96) 59.232,38
(2,99) 62.035,21
(2,99) 56.401,14
(2,97)
8 Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan
116.661,91 (6,74)
124.164,77 (6,89)
134.764,68 (7,15)
142.451,90 (7,20)
151.394,69 (7,29)
133.887,59 (7,06)
9 Jasa-Jasa
130.922,17
(7,56) 134.306,74
(7,45) 139.673,21
(7,41) 145.929,58
(7,37) 155.202,88
(7,47) 141.206,92
(7,45)
Jumlah 1.731.375,93 (100,00)
1.803.169,23 (100,00)
1.883.658,39 (100,00)
1.979.627,22 (100,00)
2.078.031,30 (100,00)
1.895.172,42 (100,00)
Sumber: BPS Kabupaten Blora Tahun 2009
Keterangan : ( ) dalam satuan %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Tabel 1 menunjukkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009,
distribusi PDRB sektor pertanian mengalami angka yang berfluktuatif. Tahun
2005 sektor pertanian mencapai 54,40 % dari total PDRB Kabupaten Blora
atau senilai Rp. 941.881,88 juta. Namun menurun di tahun 2006 dan
meningkat kembali di tahun 2007 dan 2008. Dan di tahun 2009 mencapai
54,01% atau senilai Rp. 1.122.394,93 juta. Rata-rata persentase PDRB selama
tahun 2005-2009 adalah 53,99 % atau senilai Rp 1.023.237,05 juta.
Berdasarkan nilai rata-rata tersebut diketahui bahwa sektor pertanian menjadi
sektor penyumbang PDRB terbesar di Kabupaten Blora selama tahun 2005-
2009.
Sektor pertanian terdiri dari lima sub sektor penting didalamnya. Selama
lima tahun terakhir, sub sektor pertanian mengalami perubahan nilai PDRB
yang fluktuatif. Data dapat dilihat dalam Tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Nilai dan Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata 1. Tanaman Bahan
Makanan 526.187,48
(55,87) 548.559,28
(56,52) 601.368,70
(59,48) 634.536,39
(59,92) 674.801,46
(60,12) 597.090,66
(58,25)
2. Tanaman Perkebunan
97.652,61(10,37)
95.483,36(9,84)
98.472,23 (9,74)
106.615,66 (9,96)
110.560,40(9,85)
101.751,45 (9,95)
3. Peternakan
50.220,03(5,33)
51.123,81(5,27)
46.506,92 (4,60)
48.864,16 (4,57)
50.591,55(4,51)
49.461,29 (4,85)
4. Kehutanan
265.890,32(28,23)
273.415,09(28,17)
262.643,83 (25,98)
278.147,39 (25,99)
284.240,58(25,32)
272.867,44 (26,74)
5. Perikanan
1.931,44(0,21)
2.011,16(0,21)
2.035,15 (0,20)
2.125,32 (0,20)
2.200,95(0,20)
2.060,80 (0,20)
JUMLAH 941.881,88(100)
970.592,71(100)
1.011.026,83 (100))
1.070.288,92 (100)
1.122.394,93(100)
1.023.237,05 (100)
Sumber: BPS Kabupaten Blora Tahun 2009
Keterangan : ( ) dalam satuan %
Pada sektor pertanian, diketahui bahwa penyumbang PDRB terbesar
adalah dari sub sektor tanaman bahan makanan, yaitu mencapai
Rp. 674.801,46 juta di tahun 2009 atau 60,12% dari total PDRB Sektor
Pertanian. Nilai PDRB dari sub sektor tanaman bahan makanan ini cenderung
meningkat dari tahun 2005 sampai 2009, namun dengan persentase yang
fluktuatif, meningkat dari 2005 yaitu 55,87% menjadi 59,48% di tahun 2007
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dan mengalami penurunan di tahun 2008 namun meningkat lagi di tahun 2009
mencapai 60,12%. Nilai rata-rata PDRB sub sektor tanaman bahan makanan
dari tahun 2005-2009 adalah 58,25 % atau senilai Rp. 597.090,66 juta.
Berdasarkan nilai rata-rata tersebut maka sub sektor tanaman bahan makanan
merupakan sub sektor penyumbang PDRB terbesar pada sektor pertanian
selama Tahun 2005-2009 di Kabupaten Blora.
Sub sektor kedua yang memberikan kontribusi besar terhadap nilai
PDRB Sektor Pertanian adalah sub sektor kehutanan. Sub sektor kehutanan
memberikan sumbangan PDRB di tahun 2005 sebesar Rp. 265.890,32 juta
atau sebesar 28,23 %, kemudian terus mengalami penurunan di tahun 2006
menjadi 28,17 % atau Rp 273.415,09 juta dan 25,98 % di tahun 2007 atau
senilai Rp. 262.643,83 dan akhirnya di tahun 2009 menjadi Rp. 284.240,58
juta atau sebesar 25,32 %. Rata-rata nilai PDRB sub sektor kehutanan selama
tahun 2005-2009 adalah 26,74 % atau senilai Rp. 272.867,44 juta, angka ini
menjelaskan bahwa sub sektor ini memberikan sumbangan PDRB terbesar
kedua terhadap sektor pertanian di Kabupaten Blora selama tahun penelitian.
Sesuai dengan visi Kabupaten Blora untuk mewujudkan pemerintahan
yang bersih menuju masyarakat Blora yang sejahtera, Kabupaten Blora terus
berupaya untuk memajukan perekonomian daerahnya. Berkaitan dengan visi
tersebut maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan
sektor perekonomian potensial yang ada di Kabupaten Blora. Seperti yang
telah diuraikan bahwa salah satu sektor yang berpotensi dan memegang kunci
perekonomian di Kabupaten Blora adalah sektor pertanian, sektor ini terdiri
dari lima sub sektor di dalamnya. Sektor pertanian ini diharapkan mampu
memberikan peranan yang tinggi dalam penyerapan tenaga kerja dan
memberikan sumbangan yang tinggi terhadap pendapatan daerah sehingga
dapat meningkatkan perekonomian Kabupaten Blora. Pemerintah Kabupaten
Blora telah menuangkan dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah) Kabupaten Blora tahun 2010-2015 bahwa sektor pertanian
merupakan sektor yang harus dikembangkan, namun pemerintah belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
menetapkan pengembangan sub sektor pertanian prioritas yang sesuai agar
rencana pemerintah daerah tersebut lebih terarah dan tepat sasaran nantinya.
Oleh karena itu diperlukan adanya analisis guna mengetahui posisi sektor
pertanian dan sub sektor pertanian dalam perekonomian wilayah Kabupaten
Blora. Selain itu juga diperlukan analisis tentang pertumbuhan dari sektor
pertanian dan sub sektor pertanian selama 5 tahun terakhir untuk menentukan
sub sektor pertanian prioritas di Kabupaten Blora yang dapat mendukung
perekonomian wilayah Kabupaten Blora menjadi lebih baik nantinya. Selain
itu, agar pemerintah mengetahui bagaimana peranan sektor pertanian dalam
perekonomian wilayah Kabupaten Blora dapat di analisis peranannya dari sisi
pendapatan dan tenaga kerja. Hal ini dapat dijadikan tambahan informasi dan
pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Blora dalam menentukan
kebijakan yang akan ditempuh, karena sebagaimana diketahui suatu sektor
yang baik atau sektor basis dapat menyebabkan peningkatan pendapatan dan
menciptakan kesempatan kerja (Widodo, 2006).
B. Perumusan Masalah
Sektor pertanian memberikan kontribusi yang tinggi bagi PDRB
Kabupaten Blora (Tabel 1). Sedangkan laju pertumbuhan PDRB sektor
pertanian di Kabupaten Blora dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Blora Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (%)
No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
1 Pertanian 3,37 3,05 4,17 5,86 4,87 4,26 2 Pertambangan dan penggalian 12,75 13,17 16,96 -7,60 1,98 7,45 3 Industri Pengolahan 6,90 5,64 5,72 6,10 4,18 5,71 4 Listrik, gas dan air bersih 1,94 4,53 2,12 4,25 3,24 3,22 5 Bangunan 4,11 5,37 -12,22 5,45 5,45 1,63 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,40 5,17 4,81 5,12 5,08 5,12 7 Angkutan dan komunikasi 3,95 3,21 4,75 6,12 4,73 4,55 8 Keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan 3,83 6,43 8,54 5,70 6,28 6,16
9 Jasa-jasa 4,64 2,59 4,00 4,48 6,35 4,41
Sumber: BPS Kabupaten Blora Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa sektor Pertanian memiliki laju
pertumbuhan rata-rata yang menempati urutan ke tujuh dari sembilan sektor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
yang ada. Laju pertumbuhan rata-rata sektor pertanian adalah 4,26%. Jika
diperhatikan laju pertumbuhan sektor pertanian dari tahun 2005-2008
cenderung meningkat dari 3,37 % mencapai 5,86%, namun mengalami
penurunan pada Tahun 2009 menjadi 4,87%.
Sedangkan untuk laju pertumbuhan PDRB sub sektor pertanian selama
tahun 2005-2009 di Kabupaten Blora dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai
berikut :
Tabel 4. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Pertanian Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (%)
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata 1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan 4. Kehutanan 5. Perikanan
2,67 5,20 3,08 3,97 7,97
4,25 -2,22 1,80 2,83 4,13
9,63 3,13 -9,03 -3,94 1,19
5,52 8,27 5,07 5,90 4,43
6,35 3,70 3,54 2,19 3,56
5,68 3,62 0,89 2,19 4,26
Sumber: BPS Kabupaten Blora Tahun 2009
Kelima sub sektor memiliki laju pertumbuhan yang fluktuatif dari tahun
2005-2009. Sub sektor tanaman bahan makanan dimulai dari laju sebesar 2,67
% di tahun 2005 dan meningkat di tahun 2007 menjadi 9,63 % namun
menurun kembali, dan akhirnya id tahun 2009 menjadi 6,35 %. Demikian pula
dengan sub sektor lainnya. Apabila dilihat dari laju pertumbuhan rata-rata
yang tertinggi adalah dari sub sektor tanaman bahan makanan yaitu 5,68%.
Sub sektor kedua adalah sub sektor perikanan yaitu mencapai 4,26%, dan sub
sektor dengan laju pertumbuhan rata-rata terendah adalah sub sektor
peternakan yaitu 0,89%.
Dilihat dari faktor ketenagakerjaan, jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian merupakan yang paling besar dibanding sektor lainnya selama kurun
waktu 2005-2009. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5 sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Tabel 5. Jumlah dan Proporsi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (Orang)
Lapangan usaha 2005 2006 2007 2008 2009
1. Pertanian
2. Pertambangan dan penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas dan air bersih
5. Bangunan
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Angkutan dan komunikasi
8. Keuangan, persewaan & jasa perusahaan
9. Jasa - jasa
312.553 (70,58%)
2.446
(0,55%)
16.879 (3,81%)
1.156
(0,26%)
16.190 (3,65%)
49.936
(11,28%)
29.765 (2,21%)
2.744
(0,62%)
31.169 (7,04%)
377.001 (65,45%)
3.740
(0,65%)
26.041 (4,53%)
1.379
(0,24%)
24.088 (4,18%)
82.459
(14,32%)
14.999 (2,60%)
3.653
(0,63%)
42.652 (7,40%)
382.628 (67,21%)
3.554
(0,61%)
24.770 (4,27%)
1.086
(0,18%)
22.535 (3,89%)
81.788
(14,11%)
14.201 (2,45%)
3.169
(0,55%)
38.987 (6,73%)
418.554 (64,77%)
4.226
(0,65%)
29.630 (4,59%)
1.032
(0,16%)
26.193 (4,05%)
103.687
(16,04%)
16.911 (2,62%)
3.342
(0,52%)
42.682 (6,60%)
407.460 (62,16%)
4.554
(0,69%)
32.120 (4,90%)
888
(0,14%)
27.590 (4,21%)
119.122
(18,17%)
18.250 (2,78%)
3.194
(0,49%)
42.344 (6,46%)
Total 442.838 (100%)
576.012 (100%)
579.718 (100%)
646.257 (100%)
655.522 (100%)
Sumber: BAPPEDA Kabupaten Blora Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian selama tahun 2005-2009 adalah yang terbesar dibandingkan
lapangan usaha yang lainnya. Dari tahun 2005-2008 terjadi perubahan jumlah
penyerapan tenaga kerja yang terus meningkat dan mencapai 418.554 orang
pada sektor pertanian, namun terjadi penurunan jumlah tenaga kerja pada
tahun 2009 yaitu menjadi 407.460 orang. Persentase jumlah tenaga kerja di
tahun 2005 adalah 70,58 %, menurun di tahun 2006 menjadi 65,45 %.
Kemudian meningkat kembali menjadi 67,21 % di tahun 2007 dan terus
menurun menjadi 62,16 % di tahun 2009.
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa di Kabupaten Blora, sektor
pertanian memberikan kontribusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sektor lainnya dilihat dari PDRB Kabupaten Blora dan penyerapan tenaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
kerja sektor pertanian. Namun selama kurun waktu 2005-2009 distribusi
PDRB, laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian dan sub sektor pertanian,
dan penyerapan tenaga kerja cenderung berfluktuatif. Guna mendukung
rencana pembangunan daerah Kabupaten Blora dalam perekonomian, maka
dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah sektor pertanian dan sub sektor pertanian merupakan sektor dan
sub sektor basis di Kabupaten Blora?
2. Apakah sektor pertanian dan sub sektor pertanian di Kabupaten Blora
mempunyai pertumbuhan yang cepat dan mempunyai daya saing?
3. Bagaimana prioritas pengembangan sub sektor Pertanian di Kabupaten
Blora ?
4. Berapa besar peranan sektor pertanian dalam perekonomian wilayah
Kabupaten Blora dilihat dari sisi pendapatan dan sisi tenaga kerja?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengkaji posisi sektor pertanian dan sub sektor pertanian dalam
perekonomian di Kabupaten Blora.
2. Untuk mengkaji kecepatan pertumbuhan dan daya saing melalui
komponen pertumbuhan (PP dan PPW) sektor pertanian dan sub sektor
pertanian di Kabupaten Blora.
3. Untuk mengetahui prioritas pengembangan sub sektor Pertanian di
Kabupaten Blora.
4. Untuk mengkaji peranan sektor pertanian dalam perekonomian wilayah
Kabupaten Blora dilihat dari sisi pendapatan dan sisi tenaga kerja.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan tentang posisi sektor
pertanian dalam perekonomian dan kontribusi sektor pertanian di
Kabupaten Blora, serta sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Blora, sebagai bahan pertimbangan
dalam perencanaan maupun evaluasi pembangunan wilayah berdasarkan
prioritas pengembangan, untuk menetapkan kebijakan pembangunan di
wilayah Kabupaten Blora.
3. Bagi pihak lain dan pemangku kepentingan lain, sebagai bahan informasi
dan pertimbangan apabila berminat melaksanakan penelitian di bidang
yang sama atau sebagai acuan dalam melaksanakan program kegiatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian Pratomo (2003), dengan judul Keragaan Sektor
Pertanian dan Peranannya Dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten
Kebumen, diketahui dalam kurun waktu tahun 1996-2000 sektor Pertanian
tergolong sektor basis di Kabupaten Kebumen dengan nilai LQ 1,95.
Sementara sub sektor pertanian tanaman bahan makanan, tanaman
perkebunan, peternakan, dan kehutanan merupakan sektor basis, sedangkan
sub sektor perikanan merupakan sub sektor non basis. Berdasarkan analisis
Shift share, sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif (0,962%) yang
dihasilkan dari komponen pertumbuhan daerah (1,197%), komponen
pertumbuhan proporsional (-0,140%),dan komponen pertumbuhan diferensial
(-0,475%). Setelah digabungkan antara LQ dan shift share untuk menentukan
sektor prioritas, sektor pertanian merupakan prioritas alternatif. Peranan
pertanian dilihat dari angka pengganda pendapatan sebesar 2,53 yang berarti
bahwa setiap Rp. 1,00 pendapatan sektor pertanian akan menghasilkan
pendapatan wilayah di Kabupetan Kebumen sebesar Rp. 2,53.- Sementara itu,
dari sisi tenaga kerja melalui angka pengganda tenaga kerja sektor pertanian
menunjukkan angka 2,782 artinya sebanyak 66.474 orang yang akan
mengakibatkan perubahan jumlah tenaga kerja total di wilayah Kabupaten
Kebumen sebesar 170.070 orang.
Penelitian Bramasto (2004) dengan judul Peranan Sektor Pertanian
dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten Karanganyar, menunjukkan
bahwa peranan sektor pertanian terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten
Karanganyar ditinjau dari sisi pendapatan melalui angka penggandanya
memiliki kecenderungan menurun. Peranan sektor pertanian terhadap
perekonomian wilayah di Kabupaten Karanganyar ditinjau dari sisi tenaga
kerja melalui angka penggandanya memiliki kecenderungan statis.
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Muryani (2005) dalam penelitian berjudul Identifikasi dan Kontribusi
Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Wilayah Kabupaten Semarang,
selama kurun waktu 1999-2003 menyimpulkan bahwa sektor pertanian
merupakan sektor non basis, sementara sub sektor perkebunan, peternakan,
dan kehutanan merupakan sub sektor basis, sedangkan sub Sektor tanaman
makanan dan perikanan termasuk dalam sub sektor non basis. Kontribusi
pertanian pada tahun 2002 dilihat dari angka pengganda pendapatan sebesar
4,71 artinya setiap Rp. 1,00,- pendapatan sektor pertanian akan menghasilkan
rata-rata pendapatan wilayah Kabupaten Semarang sebesar Rp. 471,
sedangkan kontribusi Sektor Pertanian dilihat dari angka pengganda tenaga
kerja tahun 2001 sebesar 2,24 artinya setiap perubahan 100 satuan kerja sektor
Pertanian akan berakibat merubah tenaga kerja di Kabupaten Semarang
sebesar 224 satuan.
Ropingi (2006) dalam penelitian berjudul Efek Alokasi dan Kontribusi
Sektor Pertanian Dalam Menghadapi Otonomi Daerah di Kabupaten Boyolali
menyebutkan bahwa berdasarkan nilai efek alokasi sektor perekonomian di
Kabupaten Boyolali dapat dikelompokkan menjadi sektor pertanian dan sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang mempunyai
keunggulan kompetitif dan terspesialisasikan, sektor listrik, gas, air bersih;
sektor bangunan dan kontruksi serta sektor jasa-jasa termasuk sektor yang
mempunyai keunggulan kompetitif namun tidak terspesialisasi, sektor
pertambangan, penggalian dan sektor industri pengolahan merupakan sektor
yang tidak memiliki keunggulan kompetitif dan juga tidak terspesialisasi.
Sedangkan nilai angka pengganda pendapatan (MS) yang relatif stabil dengan
nilai rata-rata selama lima tahun berkisar 3,11695, tertinggi pada tahun 2001
dengan nilai 3,211500297. Pada tahun 1998 itu juga dihasilkan nilai MS
3,108554259, artinya bahwa setiap investasi satu rupiah pendapatan sub sektor
pertanian menghasilkan pendapatan di sektor pertanian sekitar 3,108554259
rupiah pada tahun 1998.
Keempat penelitian terdahulu menjadi referensi dalam penelitian ini
dikarenakan penelitian tersebut memusatkan pada sektor pertanian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
memberikan kontribusi besar pada perekonomian daerah, selain itu Kabupaten
Kebumen, Kabupaten Semarang, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten
Boyolali berada dalam lingkup yang sama dengan Kabupaten Blora, yaitu di
wilayah Propinsi Jawa Tengah. Selain itu keempat penelitian terdahulu ini
menggunakan metodologi yang sama dalam menentukan posisi sektor
pertanian dan peranan sektor pertanian, dimana untuk mengetahui posisi basis
atau non basis dari sektor pertanian digunakan analisis LQ, sedangkan analisis
shift share digunakan untuk menentukan pertumbuhan sektor pertanian, dan
peranan sektor pertanian dapat diperlihatkan dengan adanya angka pengganda
pendapatan dan angka pengganda tenaga kerja.
B. Tinjauan Pustaka
1. Pembangunan
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang
mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar
akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
serta pengentasan kemiskinan. Proses pembangunan di semua masyarakat
paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut:
a. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi berbagai
macam barang kebutuhan pokok seperti pangan, papan , kesehatan dan
perlindungan keamanan.
b. Meningkatkan taraf hidup yaitu selain meningkatkan pendapatan,
memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan juga
perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan
kemanusiaan, yang keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya
kesejahteraan material tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri
sebagai individu maupun sebagai suatu bangsa.
c. Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap
orang dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari
perbudakan dan ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
orang dan negara lain tetapi juga terhadap kebodohan dan
kesengsaraan manusia (Todaro,1999).
Secara umum, pembangunan diartikan sebagai usaha untuk
memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Seringkali kemajuan
yang dimaksud terutama adalah kemajuan material. Maka pembangunan
seringkali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah
masyarakat di bidang ekonomi. Tolak ukur pembangunan ada lima, yaitu:
a. Kekayaan rata-rata
Pembangunan disini diartikan sebagai jumlah kekayaan
keseluruhan sebuah bangsa atau negara.
b. Pemerataan
Bangsa dan negara yang berhasil melakukan pembangunan
adalah mereka yang disamping produktivitasnya, penduduknya juga
makmur dan sejahtera secara relatif merata.
c. Kualitas kehidupan
Pembangunan bukan sekedar pertambahan kekayaan materi saja
yang diukur secara makro, pengetahuan tentang adanya indeks PQLI
(Physical Quality of Life Index) dan PNB/kapita (Produk Nasional
Bruto/kapita) digunakan untuk mengetahui bahwa konsep
pembangunan sangat komplek.
d. Kerusakan lingkungan
Kriteria keberhasilan pembangunn yang paling baru, dimasukan
juga faktor kerusakan lingkungan sebagai faktor yang menentukan
sukses tidaknya pembangunan. Faktor-faktor ini digunakan sebagai
tolak ukur, daftar urut keberhasilan pembangunan dari negara-negara
yang ada di dunia ini akan mengalami perubahan.
e. Keadilan sosial dan kesinambungan
Dua faktor yang ditambahkan dalam menentukan keberhasilan
pembangunan, yakni faktor keadilan sosial (pemerataan pendapatan)
dan faktor lingkungan, berfungsi untuk melestarikan pembangunan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
suaya berlangsung secara terus menerus atau berkesinambungan
(Budiman, 1996)
Secara umum hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan
manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat. Hakikat
pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan nasional
mengejar keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kemajuan
lahiriah dan kepuasan batiniah. Pembangunan nasional yang
berkesinambungan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa,
sehingga senantiasa mampu mewujudkan ketentraman dan kesejahteraan
hidup lahir dan batin (Lemhannas, 1995).
2. Pembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan
kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka
panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi itu
pembangunan ekonomi mempunyai pengertian :
a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus menerus
b. Usaha untuk menaikan pendapatan perkapita
c. Kenaikan pendapatan per kapita itu harus berlangsung dalam jangka
panjang
d. Perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (misalnya ekonomi,
politik, sosial, budaya)
Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses
di mana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat
diidentifikasikan dan dianalisis secara seksama. Dengan cara tersebut bisa
diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan
peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari
satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya
(Arsyad, 2009).
Menurut Malthus, proses pembangunan adalah suatu proses naik
turunnya aktivitas ekonomi lebih dari sekedar lancar tidaknya aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
ekonomi. Konsep pembangunan Malthus tidak menganggap proses
pembangunan ekonomi terjadi dengan sendirinya. Bahkan proses
pembangunan ekonomi memerlukan usaha yang konsisten di pihak rakyat.
Malthus tidak memberikan gambaran adanya gerakan menuju keadaan
stasioner tetapi menekankan bahwa perekonomian mengalami
kemerosotan beberapa kali sebelum mencapai tingkat tertinggi dari
pembangunan. (Jhingan, 2007).
3. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah proses di mana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada
dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan
sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi)
dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah
adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan
(endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya
manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah)
(Arsyad, 2009).
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bukanlah perencanaan
dari suatu daerah, tetapi perencanaan untuk suatu daerah. Perencanaan
pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk
memperbaiki penggunaan berbagai sumber daya publik yang tersedia di
daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam
menciptakan nilai sumber-sumber daya swasta secara bertanggungjawab.
Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah dilihat
secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi yang didalamnya terdapat
berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain (Kuncoro, 2004).
Permasalahan dalam pembangunan ekonomi di daerah menyangkut
pada kebijakan ekonomi makro, kesenjangan, dan kemiskinan. Kebijakan
ekonomi makro selama ini (terutama yang berada di luar pulau Jawa) lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
difokuskan pada usaha ekstraksi hasil bumi (sumberdaya alam) seperti
pemberian konsesi pada perusahaan-perusahaan asing dan berskala besar.
Ini berarti kurangnya perhatian terhadap usaha masyarakat lokal yang
cenderung berskala kecil. Kesenjangan yang terjadi antar kelompok
pendapatan antara daerah perkotaan dan perdesaan telah memburuk sejak
dibukanya perekonomian perdesaan ke arah ekonomi pasar, karena hanya
mereka yang memiliki akses terhadap modal, kredit, informasi dan
kekuasaan yang dapat mengambil manfaat dari program-program
pembangunan (Wiranto, 2004).
4. Pembangunan Pertanian
Departemen Pertanian bersama stake holder pembangunan lainnya
merumuskan dan mengimplementasikan paradigma baru pembangunan
pertanian yakni “pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang
berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi”.
Karena kondisi dan perubahan yang ada adalah persoalan sistem, maka
strategi pemulihan maupun pembangunan kembali landasan pembangunan
tidak boleh sepotong-sepotong, melainkan harus dilakukan secara sistem,
yakni sistem agribisnis. Paradigma baru pembangunan pertanian tersebut
dalam 4 tahun terakhir ini diimplementasikan dengan kebijakan dasar
yakni kebijakan perlindungan dan promosi agribisnis (protection and
promotion agribusiness policy). Prinsip kebijakan ini adalah pemerintah
memfasilitasi dan membantu tumbuh kembangnya usaha agribisnis
khususnya petani di seluruh daerah dan sekaligus melindungi agribisnis
domestik dari praktek unfair-trade (dumping) dari negara lain
(Saragih, 2010).
Sebagai gambaran, sektor pertanian yang bertumpu pada potensi
sumber daya alam banyak mengalami pengurasan sehingga ketersediaan
dan kualitas sumber daya alam makin menurun. Akibatnya, setelah
hamper empat dasawarsa pembangunan berlangsung, kondisi pertanian
nasional masih dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain:
1) menurunnya kesuburan dan produktivitas lahan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
2) berkurangnya daya dukung lingkungan,
3) meningkatnya konversi lahan pertanian produktif,
4) meluasnya lahan kritis,
5) meningkatnya pencemaran dan kerusakan lingkungan,
6) menurunnya nilai tukar, penghasilan dan kesejahteraan petani,
7) meningkatnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran di pedesaan,
8) terjadinya kesenjangan sosial di masyarakat.
Masalah tersebut muncul karena pembangunan selama ini
cenderung bias pada pemacuan pertumbuhan produksi, serta peran
pemerintah dan swasta sangat dominan. Masyarakat petani hanya berperan
sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan. Sektor pertanian juga
tidak lagi ditempatkan sebagai fondasi ekonomi nasional, tetapi sebagai
penyangga untuk menyukseskan industrialisasi sebagai lokomotif
pertumbuhan ekonomi. Sebagai penyangga, sektor pertanian berperan
untuk mendongkrak produksi pangan dalam negeri secara cepat dan tidak
berisiko secara politik (Ashari, 2007).
Dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional, pembangunan
pertanian merupakan langkah awal dan mendasar bagi pertumbuhan
industri. Para pakar membuat skenario, yaitu degan sektor pertanian yang
tangguh dapat ditunjang perkembangan industri yang kuat. Sebagian besar
pakar ekonomi juga berpendapat baha keberhasilan sektor industri sangat
bergantung pada keberhasilan pembangunan pertanian (Daniel, 2004).
5. Peranan Sektor Pertanian
Sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi
terletak dalam hal:
1. menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk
yang kian meningkat
2. Meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian
mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
3. Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-
barang modal bagi pembangunan melalui eksport hasil pertanian terus-
menerus
4. Meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah
5. Memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Di Negara terbelakang produksi pangan mendominasi sector
pertanian. Jika output membesar lantaran meningkatnya produkstivitas,
maka pendapatan para petani akan meningkat. Kenaikan pendapatan
perkapita akan sangat meningkatkan permintaan pangan. Dalam
perekonomian seperti itu elastisitas pendapatan permintaan adalah sangat
tinggi yang bisanya bergerak antara 0,6 persen sampai 0,8 persen.
(Jhingan, 2007).
Peran nyata sektor pertanian sebagai tumpuan pembangunan
ekonomi nasional pada masa krisis dan selama pemulihan ekonomi, maka
sektor pertanian perlu diposisikan sebagai sektor andalan dan didukung
secara konsisten dengan mengembangkan ekonomi pedesaan yang
bersifat resource based (Simatupang, 1999). Atas dasar tersebut, potensi
perekonomian pedesaan diharapkan akan menjadi determinan dari
perekonomian nasional secara keseluruhan dan dengan demikian
perubahan yang terjadi pada struktur perekonomian pedesaan perlu
dicermati terutama dampaknya terhadap struktur kesempatan kerja dan
pendapatan di wilayah pedesaan (Zakaria, 2000).
6. Teori Ekonomi Basis
Aktifitas dalam perekonomian regional digolongkan dalaam dua
sektor yakni aktivitas Basis dan Non Basis. Kegitatan Basis merupakan
kegiatan yang melakukan aktifitas yang berorientasi ekspor (barang dan
jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Aktifitas
Basis memiliki peranan penggerak utama (primer mover) dalam
pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah semakin
maju pertumbuhan wilayah. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor
basis menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
regional. Kegiatan non Basis adalah kegiatan yang menyediakan barang
dan jasa yang dibutuhkan masyarakat yang berada di dalam batas wilayah
perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasaran
adalah bersifat lokal.
Inti dari Model Ekonomi Basis (Economic Base Model) adalah
bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor
wilayah tersebut. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah tehnik
yang digunakan adalah Kuosien lokasi (Location Quotient = LQ). LQ
digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor
basis atau unggulan (leading sector). Indikator yang digunakan adalah
Kesempatan Kerja (Tenaga Kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) suatu wilayah Location Quotient (Emilia, 2006).
Metode locational quotient (LQ) merupakan perbandingan antara
pangsa relatife pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah
terhadap pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional tehadap
pendapatan (tenaga kerja) nasional. Hal tersebut secara matematis dapat
dinyatakan sebagai berikut:
LQ = VtVivtvi
vi : Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah
vt : Pendapatan (tenaga kerja) total wilayah
Vi : Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional
Vt : Pendapatan (tenaga kerja) total wilayah
Apabila LQ suatu sektor (pertanian) ≥ 1, maka sektor (pertanian)
tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan jika nilai LQ suatu sektor
(pertanian) < 1, maka sektor (pertanian) tersebut merupakan sektor non
basis. Asumsi metode LQ ini adalah penduduk di wilayah bersangkutan
mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan nasional.
Asumsi lainya bahwa permintaan wilayah akan sesuatu barang akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor
dari wilayah lain (Budiharsono, 2005).
7. Komponen Pertumbuhan Wilayah
Analisis shift share ini menganalisis perubahan berbagai indikator
kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik
waktu di suatu wilayah. Dari hasil analisis ini akan diketahui bagaimana
perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara
relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah bertumbuh cepat atau lambat.
Hasil analisis ini juga dapat menunjukan bagaimana perkembangan suatu
wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, apakah cepat bertumbuh
atau lambat. Dalam analisis ini diasumsikan bahwa perubahan tenaga kerja
atau produksi di suatu wilayah antara tahun dasar dengan tahun analisis
dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan yaitu: komponen
pertumbuhan nasional (national growth component) atau disingkat PN,
komponen pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix
growth component) disingkat PP, komponen pertumbuhan pangsa wilayah
(regional share growth component) di singkat PPW. Rumus analisis shift
share ini adalah:
∆ Yij = PNij +PPij+PPWij
atau
Y’ij – Yij = Yij (Ra-1)+ Yij (Ri-Ra)+ Yij(ri-Ri)
Keterangan :
∆ Yij : Perubahan tenaga kerja/ produksi dari sektor i pada ke-j.
Yij : Produksi/ tenaga kerja dari sektor i pada wilayah ke-j pada
tahun dasar analisis.
Y’ij : Produksi/ tenaga kerja dari sektor i pada wilayah ke-j pada
tahun akhir analisis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Y’i. : PDB atau tenaga kerja (nasional) dari sektor i pada tahun akhir
analisis.
Yi : PDB atau tenaga kerja (nasional) dari sektor i pada tahun dasar
análisis
Y.. : PDB atau tenaga kerja (nasional) pada tahun dasar analisis.
Y’.. : PDB atau tenaga kerja (nasional) pada tahun akhir analisis.
ri = Y’ij/Yij
Ri= Y’i./Yi
Ra= Y’../Y..
(Ra-1) = PNij : Persentase perubahan PDRB/ tenaga kerja yang
disebabkan oleh komponen pertumbuhan nasional.
(Ri-Ra)= PPij : Persentase perubahan PDRB/ tenaga kerja yang
disebabkan oleh komponen pertumbuhan
proporsional.
(ri-Ri) = PPWij : Persentase perubahan PDRB/ tenaga kerja yang
disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa
wilayah (Budiharsono, 2005).
Dalam analisis Shift Share (SS) terdapat 4 kuadran yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi kinerja sektor-sektor yang terdapat dalam
suatu wilayah, yaitu (1) kuadran I, sektor yang berada di daerah ini
mempunyai pertumbuhan yang cepat dan berdaya saing, (2) kuadran II;
sektor di daerah ini pertumbuhannya cepat, tetapi relatif tidak berdaya
saing (PP positif tetapi PPW negatif) (3) kuadran III, pertumbuhan
sektornya lambat dan relatif tidak berdaya saing (PP dan PPW sama-sama
negatif) dan (4) kuadran IV, sektor di daerah ini pertumbuhannya lambat,
tetapi daya saingnya relatif baik (PP bernilai negatif, tetapi PPW positif).
Terdapat 3 (tiga) kelemahan utama dalam analisis Shift Share (SS), yaitu
(1) persamaan Shift Share hanyalah identity equation yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
mempunyai implikasi keperilakuan, (2) komponen PN menyiratkan bahwa
laju pertumbuhan suatu wilayah hanya disebabkan oleh kebijakan nasional
tanpa memperhatikan faktor-faktor lainnya dan (3) baik komponen PP
maupun PPW mengasumsikan bahwa perubahan penawaran dan
permintaan, teknologi dan lokasi diasumsikan tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan wilayah. Di samping itu, diasumsikan juga bahwa semua
barang hanya dipasarkan di wilayah itu sendiri (Anonim, 2008).
8. Angka pengganda
Pengganda pendapatan merupakan penjumlahan pengaruh
langsung dan tak langsung. Menurut konsep ekonomi basis wilayah, pada
dasarnya pertumbuhan ekonomi dalam suatu wilayah terjadi karena
adanya efek pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang
diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan wilayah
tersebut yang dipasarkan ke luar wilayah. Besarnya kekuatan efek
pengganda tersebut yang mendorong pertumbuhan ekonomi ditunjukkan
oleh koefisien pengganda yang dihasilkan.
Pendapatan memiliki kelebihan sebagai alat ukur terutama apabila
model ekonomi basis digunakan untuk mengukur dampak potensial
wilayah sebagai pasar. Rumus perhitungan Pengganda pendapatan jangka
pendek (MS) adalah :
MS =
Rasio YN/Y menggambarkan proporsi dari Total pendapatan yang
dihasilkan oleh aktivitas lokal atau aktivitas penduduk dalam
perekonomian wilayah.
∆Y = MS x ∆YB
Keterangan :
Y : Pendapatan Total
YN : Pendapatan semua Sektor Non Pertanian
∆Y : perubahan pendapatan sektor pertanian
∆YB : perubahan Pendapatan Sektor Pertanian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Pengganda tenaga kerja adalah besarnya kesempatan kerja tersedia
pada sektor tersebut sebagai akibat penambahan permintaan akhir dari
sektor yang bersangkutan dalam satu satuan rupiah. Sedangkan untuk
menghitung angka pengganda tenaga kerja dengan rumus sebagai berikut :
k =
∆N = ∆ NB . k
Keterangan :
K : pengganda tenaga kerja
N : jumlah tenaga kerja total seluruh sektor
NB : jumlah tenaga kerja sektor basis
∆N : pertumbuhan tenaga kerja di dalam wilayah
∆NB : pertumbuhan tenaga kerja di sektor basis
Dari angka pengganda yang telah diperoleh dikalikan dengan
pertumbuhan tenaga kerja di sektor basis akan dihasilkan angka
pertumbuhan atau perluasan tenaga kerja dalam wilayah. Jumlah tenaga
kerja seluruhnya dalam wilayah itu adalah penjumlahan dari tenaga kerja
di sektor basis dengan tenaga kerja bukan basis ( Budiharsono, 2005).
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Adanya otonomi daerah memberikan kewenangan bagi setiap daerah
untuk mengembangkan wilayahnya sesuai dengan potensi yang ada. Demikian
pula dengan Kabupaten Blora, adanya undang-undang tersebut mendorong
Pemerintah Daerah untuk merencanakan pembangunan wilayahnya sendiri.
Pembangunan wilayah ini di arahkan terhadap pembangunan ekonomi daerah.
Terdiri dari pembangunan wilayah di sektor-sektor ekonomi dan non ekonomi.
Dalam sektor ekonomi di Kabupaten Blora terdapat sektor pertanian yang
terdiri dari lima sub sektor didalamnya, yaitu sub sektor tanaman bahan
makanan, sub sektor perkebunan, sub sektor kehutanan, sub sektor perikanan
dan sub sektor peternakan. Agar proses pembangunan lebih terarah dan lebih
tepat maka pemerintah harus mengetahui sektor dan sub sektor pertanian yang
potensial dan bisa dikembangkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Untuk mengetahui posisi sektor pertanian dalam perekonomian
Kabupaten Blora dianalisis dengan analisis Locational Quotient. Sektor basis
suatu wilayah adalah sektor yang selain dapat memenuhi kebutuhan
wilayahnya, juga mampu memenuhi permintaan daerah lainnya, khususnya di
daerah dengan lokasi di sekitar daerah sektor basis, artinya dengan bertambah
basisnya suatu daerah maka dapat memberikan tambahan arus pendapatan ke
daerah yang bersangkutan, menambah permintaan barang dan jasa
didalamnya.
Selanjutnya melalui metode Shift Share dapat dianalisis mengenai
pergeseran struktur ekonomi daerah dalam hubungannya dengan sistem
perekonomian yang lebih tinggi. Fungsi dari analisis ini adalah untuk
mengetahui perkembangan sektor-sektor di suatu wilayah perencanaan yang
dipengaruhi perekonomian Propinsi. Selain itu akan diketahui pertumbuhan
sektor tersebut dan tingkat kekompetitfan dari sektor tersebut.
Kedua analisis di atas dapat digunakan sebagai analisis untuk
mengetahui sektor dan sub sektor pertanian mana yang diprioritaskan dan
dapat dikembangkan. Berdasarkan analisis Locational Quotient (LQ) dan
analisis Shift Share akan digabungkan kemudian dirangking sehingga sesuai
kriteria yang ada. Diharapkan dengan mengetahui sektor prioritas maka
mampu meningkatkan perekonomian yang lebih baik bagi kehidupan
masyarakat, dari segi penciptaan pendapatan maupun tenaga kerja.
Sebagaimana diketahui kontribusi sektor pertanian, perlu diketahui
peranan sektor ini. Peranan sektor pertanian dapat dilihat dari seberapa besar
sektor tersebut memberikan dampak terhadap perkembangan sektor atau
kegiatan ekonomi lainnya di wilayah tersebut, baik dari sisi pendapatan
ataupun tenaga kerjanya.
Kerangka teori pendekatan masalah penelitian ini akan diperjelas
dengan kerangka berpikir pendekatan masalah berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Gambar 1. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah Keragaan dan Peranan
Sektor Pertanian di Kabupaten Blora
Perencanaan Pembangunan Wilayah Kabupaten Blora
Sektor Pertanian Sektor Non Pertanian
Metode LQ Analisis Shift Share
LQ ≥ 1 Basis
LQ<1 Non Basis
Pertumbuhan Pangsa Wilayah
Pertumbuhan Proporsional
Pertumbuhan Ekonomi
Analisis gabungan LQ, PP dan PPW
Pembangunan Ekonomi
PP > 0 Pertumbuhan
cepat
PP < 0 Pertumbuhan
lambat
PPW > 0 Mampu Bersaing
PPW < 0 Tidak
mampu bersaing
Prioritas I LQ ≥1 PP +
PPW +
Prioritas II 1. LQ ≥ 1
PP +/PPW – PP -/PPW +
2. LQ < 1 PP +/PPW +
Prioritas III LQ < 1 PP - PPW +
Prioritas IV LQ < 1 PP + PPW -
Prioritas V LQ < 1 PP - PPW -
Prioritas VI LQ ≥ 1 PP - PPW -
Pengganda Pendapatan
Pengganda Tenaga Kerja
Peranan Sektor P
ertanian
Sektor Non Ekonomi Sektor Ekonomi
Sub Sektor Pertanian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
D. Asumsi-Asumsi
1. Penduduk di Kabupaten Blora memiliki pola permintaan yang sama
dengan pola permintaan di Propinsi Jawa Tengah
2. Permintaan wilayah Kabupaten Blora akan suatu barang dipenuhi terlebih
dahulu oleh produksi wilayah Kabupaten Blora dan kekurangannya
diimpor dari wilayah lain.
3. Perubahan penawaran dan permintaan, teknologi dan lokasi diasumsikan
tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan wilayah.
E. Pembatasan Masalah
1. Data yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan data time series
berupa PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Blora,
Propinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009 Atas Dasar Harga Konstan
(ADHK) tahun 2000, Data Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan
Usaha Kabupaten Blora Tahun 2005-2009.
2. Peranan sektor yang dilihat dari nilai angka pengganda pendapatan dan
tenaga kerja hanya memusatkan pada sektor pertanian dan tidak termasuk
peranan tiap subsektor pertanian.
F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Keragaan sektor adalah penampilan (performance) atau keadaan sektor
yang bersangkutan selama kurun waktu tertentu. Keragaan yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah posisi sektor pertanian dan sub
sektor pertanian di Kabupaten Blora (basis atau non basis), pertumbuhan
sektor pertanian dan subsektor pertanian dan peranan sektor pertanian
dilihat dari sisi angka pengganda pendapatan dan angka pengganda tenaga
kerjanya.
2. Sektor adalah suatu usaha atau kegiatan yang berhubungan dengan bidang
tertentu. Dalam penelitian ini sektor terdiri dari sektor pertanian,
pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik,
gas dan air bersih, sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel
dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa yang terdapat di
Kabupaten Blora.
3. Sektor pertanian adalah sektor yang proses produksinya berhubungan
dengan proses pertumbuhan tanaman dan hewan.
4. Sektor pertanian terdiri dari sub sektor yaitu sub sektor tanaman bahan
makanan, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan, sub sektor
kehutanan dan sub sektor perikanan.
5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai barang dan
jasa neto yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu
wilayah dalam jangka waktu tertentu dan dinyatakan dalam rupiah. Dalam
penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan produksi.
6. Sektor basis adalah sektor yang mampu memenuhi kebutuhan barang dan
jasa untuk masyarakat Kabupaten Blora dan mempunyai kemampuan
mengekspor barang dan jasa ke luar daerah Kabupaten Blora. Suatu sektor
dikatakan sektor basis jika memiliki nilai LQ ≥ 1. Sedangkan apabila nilai
LQ < 1 maka sektor tersebut merupakan sektor non basis.
7. Pertumbuhan nasional (Propinsi Jawa Tengah), yang menunjukan
bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi Propinsi terhadap
perekonomian Kabupaten Blora. Pertumbuhan ekonomi dilihat dari nilai
PNij.
8. Pertumbuhan proporsional merupakan perubahan relatif kinerja suatu
sektor di Kabupaten Blora terhadap sektor yang sama di Propinsi Jawa
Tengah. Pertumbuhan proporsional dilihat dengan nilai PPij. Jika nilai PPij
< 0 maka menunjukan bahwa sektor i pada wilayah Blora pertumbuhannya
lambat. Sedangkan apabila PPij > 0 menunjukan bahwa sektor i pada
wilayah Blora pertumbuhannya cepat.
9. Pertumbuhan Pangsa Wilayah adalah angka yang menunjukan tingkat
kekompetitifan suatu sektor tertentu di Kabupaten Blora terhadap wilayah
lainnya. Pergeseran diferensial ditunjukan dengan nilai PPWij. Apabila
nilai PPWij > 0, maka berarti bahwa wilayah Kabupaten Blora mempunyai
daya saing yang baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
sektor i.sedangkan apabila nilai PPWij < 0, maka berarti bahwa sektor i
pada wilayah Kabupaten Blora tidak dapat bersaing dengan baik apabila
dibandingkan dengan wilayah lainnya.
10. Sektor prioritas adalah sektor yang menjadi prioritas pengembangan di
Kabupaten Blora. Dalam penelitian ini sektor prioritas utama (pertama)
adalah sektor yang memiliki nilai LQ ≥ 1, nilai PP positif dan nilai PPW
positif
11. Peranan sektor Pertanian dinilai dari seberapa besar sektor tersebut
memberikan dampak terhadap kegiatan-kegitan perekonomian lainnya di
suatu wilayah. Dalam penelitian ini peranan sektor pertanian dianalisis
melalui kontribusi sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja dan
sumbangannya terhadap pendapatan daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis, yaitu metode yang memusatkan diri pada pemecahan
masalah yang ada pada masa sekarang yang aktual kemudian data yang
dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis
(Surakhmad, 1990).
B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian
Daerah penelitian yang diambil adalah Kabupaten Blora, dengan
pertimbangan daerah tersebut sektor pertaniannya masih memegang peranan
penting. Hal ini dapat dilihat dari distribusi PDRB Kabupaten Blora. Sektor
pertanian memberikan kontribusi yang terbesar, dapat dilihat pada Tabel 6 :
Tabel 6. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Blora Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Pada Tahun 2009
Lapangan Usaha Nilai PDRB Persentase Pertanian 1.122.288,92 54,01 Pertambangan dan penggalian 71.917,66 3,46 Industri Pengolahan 131.883,77 6,35 Listrik, gas dan air bersih 10.425,74 0,50 Bangunan 69.842,92 3,36 Perdagangan, Hotel dan Restoran 302.933,50 14,58 Angkutan dan komunikasi 62.035,21 2,99 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
151.394,69 7,29
Jasa-jasa 155.202,88 7,47 Jumlah 2.078.031,30 100
Sumber : PDRB Kabupaten Blora 2009
Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa terdapat tiga sektor yang
memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB Kabupaten Blora. Sektor
pertanian menduduki peringkat pertama yaitu sebesar 54,01 %, kemudian
diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,58 % dan sektor jasa
sebesar 7,47 %.
C. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
tersebut diperoleh dari instansi yang ada di Kabupaten Blora. Jenis dan
29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat melalui tabel
dibawah ini :
Tabel 7. Jenis dan Sumber Data No Jenis Data Sumber Data
1. Distribusi PDRB Kabupaten Blora Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 ADHK 2000
BPS Kabupaten Blora
(PDRB Kabupaten Blora 2009)
2. Laju PDRB Kabupaten Blora Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
BPS Kabupaten Blora
(PDRB Kabupaten Blora 2009)
3. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009
BAPPEDA Kabupaten Blora
(Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah Tahun 2009)
4. Luas Penguasaan Lahan, Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Sex Ratio dan Umur, Jaringan Irigasi dan Pengairan di Kabupaten di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009
BAPPEDA Kabupaten Blora
(Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah Tahun 2009)
5. Luas Tanam dan Produksi Sub Sektor Tabama dan Tanaman Perkebunan, Luas dan Produksi Ikan Hasil Budidaya Perairan Umum, Jumlah Populasi Ternak Sektor Peternakan, Luas Lahan Sub Sektor Kehutanan, Produksi Kayu Menurut Wilayah Pemangkuan dan Jenisnya di Kabupaten Blora Tahun 2007 – 2009
BPS Kabupaten Blora
(Blora Dalam Angka 2010)
6. RPJMD Kabupaten Blora Tahun 2010-2015 BAPPEDA Kabupaten Blora
D. Metode Analisis Data
1. Analisis Penentuan Sektor Perekonomian Dan Sub Sektor Pertanian
Basis
a. Analisis Penentuan Sektor Perekonomian
Untuk mengetahui sektor pertanian di Kabupaten Blora
merupakan sektor basis atau non basis menggunakan formulasi
Location Quotien. Rumus LQ sebagai berikut :
LQ = VtVivtvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Keterangan :
LQ : indeks Location Quotient
vi : PDRB sektor pertanian/sektor ekonomi lain Kabupaten Blora
vt : PDRB total/sektor pertanian Kabupaten Blora
Vi : PDRB sektor pertanian/sektor ekonomi lain Propinsi Jateng
Vt : PDRB total/sektor pertanian Propinsi Jawa Tengah
i :Sektor pertanian/sektor perekonomian lainnya
Apabila dalam perekonomian wilayah di Kabupaten Blora,
nilai LQ suatu sektor perekonomian ≥ 1, maka sektor pertanian/sektor
perekonomian lainnya tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan
bila nilai LQ suatu sektor perekonomian < 1, berarti sektor
pertanian/sektor perekonomian lainnya tersebut merupakan sektor non
basis.
b. Analisis Penentuan Sub Sektor Pertanian
Sedangkan untuk mengeahui apakah sub sektor pertanian di
Kabupaten Blora merupakan sektor basis atau non basis menggunakan
formulasi Location Quotien. Rumus LQ sebagai berikut :
LQ = VtVivtvi
Keterangan :
LQ : indeks Location Quotient
vi : PDRB sub sektor pertanian Kabupaten Blora
vt : PDRB total sub sektor pertanian Kabupaten Blora
Vi : PDRB sub sektor pertanian Propinsi Jawa Tengah
Vt : PDRB total sub sektor pertanian Propinsi Jawa Tengah
i : Sub sektor pertanian
Apabila nilai LQ ≥ 1, maka sub sektor pertanian tersebut
merupakan sektor basis. Sedangkan bila nilai LQ < 1, berarti sektor
sub sektor pertanian tersebut merupakan sektor non basis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Untuk mengetahui pertumbuhan sektor Pertanian dan subsektor
pertanian di Kabupaten Blora dapat di analisis dengan Analisis Shift Share.
Analisis shift share secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut :
∆ Yij = PNij +PPij+PPWij
atau
Y’ij – Yij = Yij (Ra-1)+ Yij (Ri-Ra)+ Yij(ri-Ri)
Dimana: ri = Y’ij/Yij
Ri= Y’i./Yi
Ra= Y’../Y..
Keterangan :
∆ Yij : Perubahan PDRB sektor/sub sektor pertanian i di wilayah
Kabupaten Blora.
PNij : Pertumbuhan nasional PDRB sektor/sub sektor pertanian i di
wilayah Kabupaten Blora.
PPij : Pertumbuhan proporsional PDRB sektor/sub sektor pertanian i
di wilayah Kabupaten Blora.
PPWij : Pertumbuhan pangsa wilayah PDRB sektor/sub sektor
pertanian i di wilayah Kabupaten Blora.
Y’ij : PDRB sektor/sub sektor pertanian i di wilayah Kabupaten
Blora pada tahun akhir analisis.
Yij : PDRB sektor/sub sektor pertanian i di wilayah Kabupaten
Blora pada tahun dasar analisis.
Y’i. : PDRB sub sektor pertanian di wilayah Propinsi Jawa Tengah
pada tahun akhir analisis.
Yi. : PDRB total sub sektor pertanian Propinsi Jawa Tengah pada
tahun dasar analisis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Y’.. : PDRB total Propinsi Jawa Tengah pada tahun akhir analisis.
Y.. : PDRB total Propinsi Jawa Tengah pada tahun dasar análisis.
ri : PDRB sektor/sub sektor pertanian i di wilayah Kabupaten
Blora pada tahun akhir analisis dibagi dengan PDRB sektor/sub
sektor pertanian i di wilayah Kabupaten Blora pada tahun dasar
analisis.
Ri : PDRB sektor/sub sektor pertanian i di wilayah Propinsi Jawa
Tengah pada tahun akhir analisis dibagi dengan PDRB
sektor/sub sektor pertanian i di Wilayah Propinsi Jawa Tengah
pada tahun dasar analisis.
Ra : PDRB total Propinsi Jawa Tengah pada tahun akhir analisis
dibagi dengan PDRB total Propinsi Jawa Tengah pada tahun
dasar analisis.
(Ra-1) : Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan nasional.
(Ri-Ra) : Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan proporsional.
(ri-Ri) : Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan pangsa wilayah.
Apabila dalam perekonomian wilayah di Kabupaten Blora, nilai
PPij < 0, maka pertumbuhan sektor pertanian/sub sektor pertanian di
Kabupaten Blora lambat. Apabila nilai PPij > 0, maka pertumbuhan sektor
pertanian/sub sektor pertanian di Kabupaten Blora cepat.
Sedangkan apabila nilai PPWij < 0, maka sektor pertanian/sub
sektor pertanian di Kabupaten Blora tidak memiliki daya saing yang baik
dibandingkan dengan wilayah lainnya. Apabila nilai PPWij > 0, maka
sektor pertanian/sub sektor pertanian di Kabupaten Blora memiliki daya
saing yang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
3. Analisis Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian
Untuk menentukan sub sektor pertanian merupakan sektor
potensial atau tidak untuk dikembangkan dapat dilihat dengan melihat
kriteria-kriteria sebagai berikut :
Prioritas Location Quotient
Shift Share PP PPW
Pertama B + + Kedua B
B NB
+ - +
- + +
Ketiga NB + - Keempat NB - + Kelima NB - - Alternative B - -
Sumber : Pratomo,2004
Keterangan :
B : Sektor basis
NB : Sektor non basis
PP positif : Pertumbuhan sub sektor pertanian i di Kabupaten Blora
termasuk cepat
PP negatif : Pertumbuhan sub sektor pertanian i di Kabupaten Blora
termasuk lambat
PPW Positif : Sub sektor pertanian i di Kabupaten Blora mempunyai
daya saing (competitive advantage) yang baik
dibandingkan dengan sektor yang sama di wilayah lain di
Propinsi Jawa Tengah
PPW Negatif : Sub sektor pertanian i di Kabupaten Blora tidak
mempunyai daya saing (competitive advantage)
dibandingkan dengan sektor yang sama di wilayah lain di
Propinsi Jawa Tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
4. Analisis Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Wilayah Di
Kabupaten Blora
Untuk mengetahui peranan sektor pertanian maupun sub sektor
pertanian dalam perekonomian wilayah dilihat dari sumbangan pendapatan
dan tenaga kerjanya digunakan efek pengganda pendapatan maupun
tenaga kerja yang dirumuskan sebagai berikut :
a. Angka Pengganda Pendapatan
MS =
∆Y = MS x ∆YB
Dimana:
MS : Pengganda pendapatan pertanian
Y : Pendapatan total
YB : Pendapatan sektor pertanian
∆Y : Perubahan pendapatan wilayah
∆YB : Perubahan pendapatan sektor pertanian
b. Angka Pengganda Tenaga Kerja
K =
∆N = ∆ NB . k
Dimana :
K : Pengganda Tenaga Kerja
N : Jumlah Tenaga Kerja di Seluruh Sektor
NB : Jumlah Tenaga Kerja di Sektor Pertanian
∆N : Pertumbuhan Tenaga Kerja di dalam Wilayah
∆NB : Pertumbuhan Tenaga Kerja di Sektor Pertanian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
IV. KONDISI UMUM WILAYAH
A. Kondisi Umum Daerah
1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif
Kabupaten Blora yang berslogan “Blora Mustika”, secara geografis
terletak di antara 111⁰ 16’ sampai dengan 111⁰ 338’ Bujur Timur dan
diantara 6⁰ 528’ sampai dengan 7⁰ 248’ Lintang Selatan, dengan jarak
terjauh dari barat ke timur sepanjang 87 km dan utara ke selatan sejauh 58
km. Secara administrasi Kabupaten Blora terletak di ujung paling Timur
Propinsi Jawa Tengah bersama Kabupaten Rembang. Batas administratif
Kabupaten Blora adalah:
Sebelah Utara : Kabupaten. Rembang dan Kabupaten Pati, Propinsi
Jawa Tengah
Sebelah Timur : Kabupaten Bojonegoro, Propinsi Jawa Timur
Sebelah Selatan : Kabupaten Ngawi, Propinsi Jawa Timur
Sebelah Barat : Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah
Kabupaten Blora terbagi dalam 16 kecamatan yang terdiri dari 271
desa dan 24 kelurahan, mencakup 941 dusun, 1.189 rukun warga dan
5.450 rukun tetangga.
2. Topografi
Luas wilayah Kabupaten Blora adalah sebesar 1.820,59 Km2, dengan
ketinggian terendah 25 meter dpl dan tertinggi 500 meter dpl. Diapit oleh
jajaran pegunungan Kendeng Utara dan pegunungan Kendeng Selatan.
Susunan tanah di Kabupaten Blora terdiri atas 56 persen tanah gromosol,
39 persen mediteran dan 5 persen aluvial. Ketinggian tanah Kabupaten
Blora berada pada 25 hingga 500 m dpl.
Topografi wilayah Kabupaten Blora secara umum terbagi menjadi
empat kategori ketinggian lahan, yaitu sebagai berikut:
1. Ketinggian lahan antara 25-100 m dpl, berada di Kecamatan Cepu.
2. Ketinggian lahan antara 25-500 m dpl, berada di Kecamatan
Kedungtuban dan Kecamatan Kradenan.
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
3. Ketinggian lahan antara 40-500 m dpl, berada di Kecamatan Jati,
Randublatung, Sambong, Jiken, Jepon, Blora, Banjarejo, Tunjungan,
Japah, Ngawen, Kunduran dan Todanan.
4. Ketinggian wilayah antara 100-500 m dpl, berada di Kecamatan
Bogorejo.
Geologi wilayah Kabupaten Blora merupakan perbukitan yang telah
mengalami pengangkatan, pelipatan dan patahan serta proses erosi yang
intensif sehingga terjadi pendataran (peneplain). Landform di daerah ini
dapat dibagi tiga grup utama, yaitu Aluvial, Karst dan Tektonik/struktural.
Dari 3 landform utama ini dapat dibagi lagi berdasarkan bentuk
wilayahnya, menjadi bentuk wilayah datar seluas 57.814 ha, berombak
seluas 54.647 ha, bergelombang seluas 39.413 ha dan berbukit luas 38.629
ha. Bahan induk tanah di daerah Blora terdiri dari 6 jenis, yaitu aluvium
(endapan liat), aluvio-koluvium (bahan halus), batu gamping, napal, batu
liat dan batu pasir berkapur (Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 2009).
3. Curah hujan
Kabupaten Blora memiliki perbedaan curah hujan yang nyata antara
musim penghujan dan kemarau, dengan curah hujan tahunan antara 1.496
mm sampai 2.506 mm. Curah hujan rata-rata di tahun 2005-2009 adalah
1.434,2 mm. Kabupaten Blora termasuk zona C3 dan D3 yang dicirikan
bulan kering 4 sampai 6 bulan dan bulan basah 4 sampai 5 bulan. Suhu
udara rata-rata bulanan berkisar antara 26,5oC sampai 28,4oC dan rata-rata
tahunan sebesar 27.5oC. Curah hujan ini sangat berpengaruh terhadap
kondisi pertanian di Kabupaten Blora, karena sebagian besar petani
melakukan usaha pertanian dengan mengandalkan air hujan.
4. Luas Penggunaan Lahan
Kabupaten Blora memiliki total lahan yang luas. Sebagian besar luas
lahan ini digunakan dalam sektor pertanian. Hal tersebut dapat dilihat pada
Tabel 8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Tabel 8. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (Hektar)
Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 1. Hutan 89.785,250
(49,32%) 89.785,250
(49,32%) 89.785,250
(49,32%) 89.785,250
(49,32%) 89.785,250
(49,32%) 2. Lahan
persawahan 46.129,921
(25,34%) 46.115,266
(25,33%) 46.104,869
(25,32%) 46.098,000
(25,32%) 46.088,794
(25,31%) 3. Lahan kering 28.663,536
(15,74%) 28.652,692
(15,74%) 28.644,855
(15,73%) 28.641,635
(15,73%) 28.631,385
(15,73%) 4. Pemukiman 16.791,857
(9,22%) 16.816,495
(9,23%) 16.834,737
(9,25%) 16.853,000
(9,26%) 16.872,447
(9,27%) 5. Lain-lain 688,233
(0,38%) 689,094
(0,38%) 692,086
(0,38%) 683,912
(0,37%) 683,921
(0,37%) Total 182.058,797
(100%) 182.058,797
(100%) 182.061,797
(100%) 182.061,797
(100%) 182.061,797
(100%)
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Blora Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa luas lahan tertinggi di
Kabupaten Blora adalah lahan hutan. Jika dihitung dalam persentase di
tahun 2009 luas lahan hutan ini mencapai 49,32% dari luas lahan di
Kabupaten Blora. Luas lahan hutan tidak berubah selama kurun waktu 5
tahun, hal ini disebabkan adanya peraturan yang memberikan larangan
terjadi alih fungsi lahan hutan menjadi fungsi lainnya. Alih fungsi lahan
terjadi pada lahan sawah tadah hujan yang berubah menjadi pemukiman.
Selanjutnya luas lahan juga digunakan untuk lahan persawahan,lahan
kering dan yang terakhir adalah lain-lain. Lain-lain yang dimaksudkan
disini adalah pengggunaan lahan untuk waduk, kolam air tawar dan tanah
tidak diusahakan. Total luas lahan meningkat pada tahun 2007 menjadi
182.061,797 hektar, peningkatan ini disebabkan karena adanya
penambahan waduk di Kabupaten Blora.
B. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja
1. Jumlah dan Komposisi Penduduk
Penduduk merupakan bagian terpenting dalam suatu daerah dan
menjadi aset bagi daerah tersebut. Keadaan penduduk di Kabupaten Blora
dapat dilihat di Tabel 9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Sex Ratio
Laki-laki Perempuan Jumlah
2005 2006 2007 2008 2009
427.271 431.446 454.866 474.327 494.114
433.822 435.981 451.590 477.232 497.584
861.093 867.427 906.456 951.559 991.698
98,49 98,96
100,72 99,39 99,30
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Blora Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa jumlah penduduk dalam kurun
waktu 2005-2009 terus meningkat dari 861.093 jiwa menjadi 991.698
jiwa, peningkatan ini dikarenakan jumlah kelahiran lebih tinggi daripada
jumlah kematian (BPS, 2010). Keadaan penduduk juga dapat dilihat dari
angka sex ratio. Data menunjukan nilai sex ratio tertinggi adalah tahun
2007 yang mencapai 100,72. Nilai terendah ditahun 2005 yaitu 98,49.
Tahun 2009 nilai sex ratio di Kabupaten Blora adalah 99,30. Artinya
diantara 100 orang laki-laki terdapat 99 orang perempuan. Nilai sex ratio
ini artinya kuantitas penduduk perempuan tidak berbeda jauh dengan
penduduk laki-laki.
2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur
Komposisi penduduk di Kabupaten Blora menurut golongan umur
akan mempengaruhi keberhasilan pembangunan di wilayah tersebut.
Penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu penduduk usia non produktif dan penduduk usia produktif.
Penduduk usia non produktif yaitu penduduk yang berusia 0-14 tahun dan
penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun, sedangkan penduduk usia
produktif yaitu penduduk yang berusia 15-64 tahun. Komposisi penduduk
Kabupaten Blora berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Tabel 10. Komposisi Penduduk Kabupaten Blora Menurut Kelompok Umur Tahun 2005-2009
Tahun Umur (tahun)
0 – 14 % 15 – 64 % ≥ 65 % 2005 2006 2007 2008 2009
119.586 164.418 189.749 196.054 207.512
13,89 18,96 20,43 20,60 20,92
642.247 630.410 660.847 673.265 698.288
74,59 72,68 71,16 70,75 70,41
99.260 72.599 78.128 82.240 85.897
11,53 8,37 8,41 8,64 8,66
Rata-rata 175.464 18,96 661.011 71,92 83.625 9,12
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Blora Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak
adalah penduduk dengan usia 15-64 tahun, dengan rata-rata 661.001 jiwa
atau 71,92%. Sedangkan jumlah penduduk terkecil adalah penduduk
dengan rentangan usia lebih dari 65 tahun. Data diatas menunjukkan
bahwa komposisi penduduk dengan usia produktif lebih banyak dibanding
usia non produktif. Artinya potensi penduduk usia produktif tidak
terhambat dengan penduduk dengan usia non produktif. Jika dihitung
dengan rumus :
% 100 XProduktifPenduduk
ProduktifNon Penduduk ABT =
Maka besarnya angka beban tanggungan rata-rata dari tahun 2005-2009
adalah 39,19 % artinya setiap 100 penduduk yang produktif menanggung
beban 39 penduduk yang tidak produktif.
3. Keadaan Penduduk Menurut Ketengakerjaan
Keadaan penduduk menurut ketenagakerjaan di Kabupetan Blora
dapat dilihat melalui Tabel 11.
Tabel 11. Data Ketenagakerjaan Di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (Orang)
No Uraian 2005 2006 2007 2008 2009
1 Penduduk 15 th keatas 688.316 626.987 635.976 646.257 655.523 2 Angk Kerja 10 th keatas 440.881 441.607 482.660 571.478 574.389 3 Setengah penganggur 30.405 32.761 34.378 36.506 37.142 4 Penganggur terbuka 36.250 39.308 39.706 46.534 40.717 5 TKI di luar negeri 115 0 48 13 2
Sumber : BPS Tahun 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa jumlah penduduk yang
menganggur meningkat dari tahun 2005-2009. Data ketanagakerjaan
tercatat jumlah penduduk yang menganggur cukup besar yakni 77.859
orang (7,85%) yang terdiri dari 37.142 orang setengah menganggur dan
40.717 orang pengangguran terbuka. Masalah pengangguran merupakan
masalah yang sangat penting untuk segera ditangani. Dari data diatas
terlihat bahwa jumlah angkatan kerja cenderung meningkat, namun tingkat
kesempatan kerja cenderung menurun, dengan demikian tingkat
pengangguran cenderung meningkat. Perlu adanya perhatian serius,
dengan cara merencanakan dan melaksanakan program pembangunan
yang bertumpu pada perluasan lapangan kerja yang mampu menyerap
banyak tenaga kerja.
C. Keadaan Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor unggulan yang banyak menyerap
tenaga kerja dan memberikan sumbangan yang tinggi terhadap PDRB.
Perkembangan pertanian di Kabupaten Blora sangat ditentukan oleh faktor-
faktor produksi. Salah satunya adalah air. Ketersediaan air menjadi masalah
konkrit dalam pertanian di Kabupaten Blora. Pertanian sangat perlu adanya
dukungan jaringan irigasi dan pengairan yang baik. Kondisi jaringan irigasi
dan pengairan di Kabupaten Blora dapat dilihat melalui Tabel 12.
Tabel 12. Jaringan Irigasi dan Pengairan di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (meter)
Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 1. Teknis
a. Primer 7,844 7,844 7,844 7,844 7,844 b. Sekunder 107,326 107,326 107,326 107,326 107,326 c. Tersier 54,430 54,430 54,430 54,430 54,430
2. Non teknis 232,174 232,174 232,174 232,174 232,174
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Blora 2009
Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa jaringan irigasi di Kabupaten
Blora terdiri dari jaringan teknis dan non teknis. Jaringan teknis terdiri dari
jaringan primer, sekunder, dan tersier. Sedangkan jaringan non teknis
merupakan jaringan yang paling banyak terdapat di Kabupaten Blora, yang
berarti kebutuhan air untuk pertanian belum sepenuhnya tercukupi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
baik. Jaringan non teknis hanya mengandalkan adanya air dari hujan dan
sungai, serta sangat mudah terserap kedalam tanah.
Sektor pertanian didukung dengan adanya lima sub sektor penting di
dalamnya, terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor
tanaman perkebunan, sub sektor kehutanan, sub sektor perikanan dan sub
sektor peternakan.
1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan
Sub sektor tanaman bahan makanan merupakan sub sektor yang
memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB dibandingkan sub sektor
pertanian yang lainnya. Data dapat dilihat dari Tabel 13.
Tabel 13. Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Tanaman Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Blora Tahun 2007 – 2009
No Komoditas 2007 2008 2009 1 Padi Sawah * Luas (Ha) 61.607 73.303 71.974 * Produksi (Ton) 301.972 415.238 374.798 * Produktivitas (Ton /ha) 4,90 5,66 5,21
2 Padi Ladang * Luas (Ha) 1.906 1.056 1.507 * Produksi (Ton) 6.971 4.150 6.061 * Produktivitas (Ton /ha) 3,66 3,93 4,02
3 Jagung * Luas (Ha) 65.636 65.252 69.062 * Produksi (Ton) 284.730 298.932 392.539 * Produktivitas (Ton /ha) 0,43 4,58 5,68
4 Kedelai * Luas (Ha) 3.211 5.495 3.692 * Produksi (Ton) 3.874 11.577 4.482 * Produktivitas (Ton /ha) 1,21 2,11 1,21
5 Kacang Tanah * Luas (Ha) 3.910 3.953 4.573 * Produksi (Ton) 3.630 3.677 4.178 * Produktivitas (Ton /ha) 0,93 0,93 0,91
6 Kacang Hijau * Luas (Ha) 4.143 2.321 3.866 * Produksi (Ton) 4.156 2.308 3.780 * Produktivitas (Ton /ha) 1,00 0,99 0,98
7 Ubi Jalar * Luas (Ha) 354 422 259 * Produksi (Ton) 4.888 5.611 2.917 * Produktivitas (Ton /ha) 13,81 13,29 11,26
8 Ubi Kayu * Luas (Ha) 1.361 1.599 1.923 * Produksi (Ton) 17.987 21.083 25.413 * Produktivitas (Ton /ha) 13,21 13,18 13,22
Sumber : BPS Kabupaten Blora 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Berdasarkan Tabel 13 jumlah produksi tertinggi adalah dari tanaman
padi, diikuti tanaman jagung, singkong dan kedelai. Produksi tanaman padi
cenderung berfluktuatif, dengan produksi tertinggi pada tahun 2008 yaitu
mencapai 415.238 ton. Sedangkan tanaman jagung memiliki total produksi
tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 392.539 ton. Seperti halnya
tanaman padi, tanaman jagung juga mengalami produksi yang berfluktuaif
dalam kurun tahun 2007-2009. Demikian pula dengan tanaman lainnya.
Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh faktor musim, kondisi alam, serangan
hama dan penyakit tanaman yang menyerang.
Selain tanaman di atas, sub sektor ini juga menghasilkan berbagai
jenis buah dan sayuran. Jenis buah yang banyak dibudidayakan yaitu buah
mangga, pisang, nanas, papaya, jambu air, rambutan, durian, jeruk siam,
alpukat, belimbing, jambu biji, nangka, sawo, sukun dan sirsak. Produksi
tertinggi adalah buah mangga yang mencapai 1.119.697 ton di tahun 2009.
Tingginya produksi mangga ini di dukung karena kondisi alam yang sesuai
meliputi ketingggian daerah, curah hujan, dan kebutuhan sinar matahari
yang sesuai untuk budidaya tanaman mangga ini. Sedangkan sayuran yang
diproduksi di Kabupaten Blora adalah bawang merah, cabe besar, cabe
rawit, ketimun, tomat, kacang merah, kacang panjang, bayam, dan beberapa
jenis tanaman sayur dataran rendah. Produksi sayuran mengalami
penurunan drastis di tahun 2009 karena faktor iklim dan kondisi alam yang
menyebabkan penurunan produksi untuk semua tanaman sayuran. Faktor
iklim dan kondisi alam yang dimaksud adalah hujan yang tidak menentu
dan pergantian suhu yang cukup ekstrim. Sayuran yang di maksudkan
misalnya sayuran tomat, pada tahun 2007 produksi tomat di Kabupaten
Blora mencapai 24.040 ton namun menurun menjadi 8.638 ton di tahun
2009.
2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan
Komoditi yang banyak dihasilkan dari sub sektor perkebunan adalah
hasil tanaman perkebunan rakyat, yaitu kelapa, kapuk, jambu mete, kapas,
tebu rakyat, tembakau dan jarak. Terdapat beberapa jenis tanaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
perkebunan lainnya yang belum diusahakan secara optimal di Kabupaten
Blora. Misalnya jenis tanaman garut, kencur, empon-empon, yang sampai
saat ini produksinya relatif masih sedikit. Komoditi sub sektor perkebunan
di Kabupaten Blora dapat dilihat dari Tabel 14 :
Tabel 14. Luas Lahan dan Produksi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Kabupaten Blora Tahun 2007-2009
No Uraian 2007 2008 2009
1 Kelapa · Luas lahan (ha) · Produksi (ton)
373.178 4.285,61
2.099,16 244,39
2.666,75 5.586,21
2 Tebu Rakyat · Luas lahan (ha) · Produksi (ton)
1.005,75 1.814,45
910,10 3.854,03
1.063,25 63.795,00
3 Tembakau · Luas lahan (ha) · Produksi (ton)
162,00 1.200,500
639,00 629,02
1.364,00 171,42
4 Kapuk · Luas lahan (ha) · Produksi (ton)
1.021,23 227,21
451,20 114,93
801,26 188,56
5 Kapas · Luas lahan (ha) · Produksi (ton)
87,90 7,58
139,42 25,27
311,00 37,56
6 Jambu Mete · Luas lahan (ha) · Produksi (ton)
1.118,04 327,73
656,24 191,35
1.066,82 311,36
7 Jarak · Luas lahan (ha) · Produksi (ton)
68,00 19,850
42,60 5,69
279,65 14,11
Sumber : BPS Kabupaten Blora 2009
Hampir seluruh tanaman perkebunan mengalami peningkatan
produksi di tahun 2009 kecuali tembakau yang mengalami penurunan
produksi. Tanaman tebu rakyat merupakan tanaman dengan produksi
tertinggi di tahun 2009 mencapai 63.795,00 ton. Tingginya produksi ini di
sebabkan meningkatnya luas tanam tanaman tebu rakyat. Peningkatan
produksi ini diharapkan mampu meningkatan pendapatan petani dan
membantu perekonomian petani.
3. Sub Sektor Peternakan
Sub sektor peternakan di Kabupaten Blora memproduksi atau
menghasilkan beberapa jenis hewan ternak. Populasi ternak di Kabupaten
Blora sebagian besar dimiliki oleh petani-petani di desa. Misalnya sapi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
digunakan sebagai ternak kerja yang membantu proses pengolahan tanah
ataupun digunakan sebagai investasi oleh petani. Masih banyak jenis hewan
ternak yang dipelihara oleh masyarakat Blora. Data tentang jumlah populasi
ternak ini dapat dilihat melalui Tabel 15.
Tabel 15. Jumlah Populasi Ternak Sektor Peternakan Kabupaten Blora Tahun 2007-2009 (ekor)
No Uraian 2007 2008 2009
1 Sapi Potong 215.687 216.051 217.128
2 Sapi Perah 28 28 33
3 Kambing 96.250 96.820 96.982
4 Domba 16.881 16.356 16.387
5 Babi 25 75 34
6 Kerbau 2.913 2.854 2.874
7 Kuda 159 125 125
8 Ayam Kampung 1.778.635 1.189.071 1.266.728
9 Ayam Petelur 145.000 145.000 175.000
10 Ayam Pedaging 616.235 994.000 1.122.000
11 Itik 58.017 58.011 58.026
12 Angsa 2.945 2.946 2.528
Sumber : BPS Kabupaten Blora 2009
Populasi ternak yang potensial di Kabupaten Blora terdiri dari sapi
potong, kambing, domba, ayam kampung, itik, dan ayam petelur.
Kabupaten Blora sebagai salah satu yang memiliki populasi ternak sapi
yang terbanyak yakni 217.128 ekor data tahun 2009. Namun jumlah
populasi sapi ini merupakan ternak yang dimiliki masyarakat sebagai ternak
kerja ataupun sebagai simpanan sehingga mayoritas tidak diupayakan pada
skala ekonomis atau pemeliharaan secara tradisional, maka apabila paceklik
banyak peternak yang menjual ternak sehingga harga turun. Oleh sebab itu
perlu upaya lebih serius dari pemerintah sehingga ternak juga sebagai salah
satu usaha yang menguntungkan. Sedangkan ternak unggas, populasi itik
juga cukup banyak yaitu 58.026 ekor sehingga hewan ternak unggas ini
layak untuk terus dikembangkan disamping ternak lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
4. Sub sektor kehutanan
Luasan kawasan hutan di Kabupaten Blora sebesar 89.785,250 ha atau
sebesar 49,32 % dari luasan Kabupaten Blora. Adapun data kondisi lahan di
Kabupaten Blora dapat dilihat dalam Tabel 16.
Tabel 16. Luas Lahan Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Blora tahun 2005-2009 (hektar)
No Uraian 2005 2006 2007 2008 2009
1 Hutan Lindung 137,20 137,20 137,20 137,20 137,20 2 Hutan Suaka Alam 42,50 42,50 42,50 42,50 42,50 3 Hutan Produksi Tetap 89.605,55 89.605,55 89.605,55 89.605,55 89.605,55 4 Hutan Rakyat 1.005 1.005 1.005 1.005 1005
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Blora 2009
Tabel 16 menunjukan data kondisi luas lahan kehutanan di Kabupaten
Blora. Kabupaten Blora memiliki lahan hutan yag terdiri dari hutan lindung,
hutan suaka alam, hutan produksi tetap dan hutan rakyat. Dari tahun 2005-
2009 luas hutan ini tidak mengalami perubahan. Luas tertinggi adalah hutan
produksi tetap yang mencapai 89.605,55 ha, sedangkan luas terendah adalah
hutan suaka alam yang hanya mencapai 42,5 ha.
Hutan negara atau hutan produksi tetap tersebar diseluruh kecamatan
di wilayah Kabupaten Blora. Di Kabupaten Blora terdapat tiga wilayah
pemangkuan hutan yaitu KPH Randublatung, KPH Cepu dan KPH Blora.
Ketiga KPH tersebut bertugas mengawasi lokasi hutan negara di kecamatan
yang menjadi tugasnya. Sebenarnya wilayah Kabupaten Blora juga cocok
dan cukup potensial untuk pengembangan hutan rakyat dikarenakan hutan
negara yang tidak/kurang produktif lagi sehingga kurang mampu
meningkatkan output di sub sektor kehutanan. Kecamatan yang memiliki
hutan rakyat antara lain Jiken, Bogorejo, Jepon, Blora, Japah, Ngawen,
Kunduran dan Todanan. Produksi kayu dari sub sektor kehutanan adalah
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tabel 17. Produksi Kayu Menurut Wilayah Pemangkuan dan Jenisnya di KabupatenBlora Tahun 2007-2009 (M3)
Uraian 2007 2008 2009
KPH Randublatung · Jati Bundar · Kayu Rimba · Kayu Bakar
42.803,000 1.798,000 310,000
32.961,000 499,000 142,000
32.153,600 1.011,800 66,882
KPH Blora · Jati Bundar · Kayu Rimba · Kayu Bakar
5.998,993 314,525 67,500
6.122,236 76,237 57,500
6.569,137 475,139 93,500
KPH Cepu · Jati Bundar · Kayu Rimba · Kayu Bakar
43.999,39 477,20 -
36.853,00 235,00 368,00
30.720,00 184,889 576,08
TOTAL PRODUKSI · Jati Bundar · Kayu Rimba · Kayu Bakar
92.801,38 2.589,725 378
75.936,24 810 568
69.442,74 1.486,939 736
Sumber : BPS Kabupaten Blora 2009
Berdasarkan Tabel 17 diketahui produksi kayu menurut spesifikasi
berdasarkan jenis kayu jati bundar, kayu rimba (selain kayu jati), kayu bakar
(untuk bahan bakar). Data diperoleh dari tiga wilayah pemangkuan utama di
Kabupaten Blora. Kayu jati adalah produk kehutanan andalan dari
Kabupaten Blora. Produksi kayu jati bundar mengalami penurunan dari
tahun 2007-2009. Di tahun 2007 produksi kayu jati bundar mencapai
92.801,38 M3 namun menurun menjadi 69.442,74 M3 di tahun 2009.
Sedangkan kayu rimba produksinya fluktuatif, di tahun 2007 produksinya
sebesar 2.589,725 M3 menurun di tahun 2008 menjadi 810 M3 dan
meningkat kembali di tahun 2009 menjadi 1.486,93 M3. Peningkatan
produksi pada kayu bakar dari tahun 2007 sebesar 378 M3 menjadi 736 M3
di tahun 2009.
5. Sub Sektor Perikanan
Selama ini sub sektor perikanan di Kabupaten Blora disumbang oleh
budidaya perikanan kolam dan budidaya perikanan dari perairan umum,
yang meliputi sungai, cek dam dan embung. Sedangkan sumbangan dari
hasil budidaya perikanan dari waduk relatif masih sangat kecil karena hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
berasal dari Kecamatan Blora dan Tunjungan. Luas panen dan luas produksi
ikan di Kabupaten Blora dapat dilihat melalui tabel dibawah ini :
Tabel 18. Luas dan Produksi Ikan Hasil Budidaya Perairan Umum di Kabupaten Blora Tahun 2007-2009
Uraian 2007 2008 2009
1. Kolam * luas panen (ha) * produksi (kg)
17,00 102,384
17,22 80,362
17,22 80,362
2. Sungai * luas panen (ha) * produksi (kg)
1.046,00 250.891,00
1.026,00 148.320,00
1.026,00 148.320,00
3. Waduk * luas panen (ha) * produksi (kg)
70,00 63.909,00
70,00 27.000,00
70,00 27.000,00
4. Cek dam dan embung * luas panen (ha) * produksi (kg)
31,84 12.851,00
4,16 21.095,00
20,39 21.095,00
Sumber : BPS Kabupaten Blora 2009
Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa produksi ikan paling banyak
adalah berasal dari sungai mencapai 148.320 kg di tahun 2008 dan 2009.
Produksi sebesar itu karena luas panen yang juga paling besar di antara yang
lain, mencapai 1.026 hektar. Selama ini Sentra budidaya ikan Lele, Nila dan
Tawes berada di Kecamatan Randublatung, Kedungtuban, Cepu, Blora, dan
Todanan. Produksi ikan tidak terlalu tinggi di Kabupaten Blora karena
kurang mendukungnya sumberdaya alam yang ada untuk mengembangkan
sub sektor ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sektor Perekonomian dan Sub Sektor Pertanian Basis
1. Sektor Ekonomi Basis
Teori ekonomi basis menyatakan bahwa faktor penentu untuk
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah yang bersangkutan. Sektor
perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor basis
dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang mampu menghasilkan
barang dan jasa untuk konsumsi lokal serta mampu mengekspor ke luar
wilayah yang bersangkutan. Sedangkan sektor non basis merupakan sektor
yang hanya mampu menghasilkan barang dan jasa untuk konsumsi lokal
serta belum mampu mengekspor ke luar wilayah yang bersangkutan.
Dengan metode LQ (Location Quotien) maka dapat diketahui posisi
suatu sektor dalam suatu perekonomian apakah basis atau tidak. Metode ini
membandingkan antara pangsa relatif pendapatan sektor i pada tingkat
wilayah terhadap pendapatan total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan
sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan total nasional. Apabila
dalam perekonomian wilayah, nilai LQ suatu sektor perekonomian lebih
atau sama dengan satu, maka sektor tersebut merupakan sektor basis.
Sedangkan bila nilai LQ suatu sektor perekonomian kurang dari satu,
berarti sektor perekonomian tersebut merupakan sektor non basis.
Perekonomian di Kabupaten Blora didukung oleh sembilan sektor
yang meliputi sektor Pertanian, sektor Pertambangan dan penggalian, sektor
Listrik, gas dan air bersih, sektor Bangunan, sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran, sektor Angkutan dan komunikasi, sektor Keuangan, persewaan,
dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Hasil dari analisis Location
Quotient untuk sektor perekonomian di Kabupaten Blora tahun 2005-2009
dapat dilihat dalam Tabel 19 berikut.
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 19. Nilai LQ Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian Lainnya di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009
Lapangan usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata 1. Pertanian 2,6006 2,6162 2,6803 2,7092 2,7151 2,6643 2. Pertambangan & galian 3,2758 3,2490 3,6159 3,2289 3,1135 3,2966 3. Industri pengolahan 0,1914 0,1957 0,1981 0,2018 0,2060 0,1986 4. Listrik,gas dan air
bersih 0,6354 0,6309 0,6102 0,6093 0,5945 0,6161 5. Bangunan 0,7048 0,7079 0,5858 0,5819 0,5732 0,6307 6. Perdagangan, hotel dan Restoran 0,6840 0,6873 0,6834 0,6859 0,6781 0,6837 7. Pengangkutan dan Komunikasi 0,6104 0,5976 0,5855 0,5799 0,5664 0,5880 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 1,9020 1,9216 1,9738 1,9418 1,9099 1,9298 9. Jasa-jasa 0,7558 0,7268 0,7159 0,6972 0,6858 0,7163
Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 3)
Berdasarkan hasil nilai rata-rata Location Quotient diketahui bahwa
tiga dari sembilan sektor perekonomian tersebut selama tahun 2005-2009
merupakan sektor basis di Kabupaten Blora, yaitu sektor pertanian, sektor
pertambangan dan galian dan sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan dengan nilai rata-rata LQ ≥ 1, artinya sektor perekonomian
tersebut selain dapat memenuhi kebutuhan wilayah sendiri juga dapat
mengekpor produknya ke luar wilayah. Sedangkan untuk enam sektor
perekonomian yang lain yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas
dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran,
sektor pengakutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa merupakan sektor
non basis di Kabupaten Blora dengan nilai rata-rata LQ <1, artinya sektor
perekonomian tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan wilayah sendiri
dan belum mampu mengekspor produknya ke luar wilayah
Sektor pertanian di Kabupaten Blora selama kurun waktu 2005-2009
selalu menjadi sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Blora. Nilai LQ
juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Tahun 2005 nilai LQ
adalah 2,6006 dan meningkat di tahun 2009 menjadi 2,7151. Nilai yang
terus meningkat ini menandakan bahwa dalam kurun waktu 2005-2009
posisi sektor pertanian di Kabupaten Blora semakin kuat dalam
perekonomian wilayah di Kabupaten Blora. Peningkatan ini disebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB juga selalu meningkat dari
tahun 2005-2009. Nilai rata-rata LQ pada tahun penelitian adalah 2,6634,
artinya sektor pertanian mampu menghasilkan produk dan memenuhi
kebutuhan di dalam Kabupaten Blora dan juga mampu mengekspor ke
daerah lainnya. Sektor pertanian merupakan sektor dengan nilai LQ ≥ 1
yang kedua dari nilai LQ sektor perekonomian yang lain, yaitu setelah
sektor pertambangan dan galian.
Tingginya nilai LQ ini dipengaruhi oleh kondisi pertanian di
Kabupaten Blora pada tahun penelitian dilakukan. Pertanian di Kabupaten
Blora didukung dengan luas lahan yang cukup tinggi, mencapai 25% luas
penggunaan lahan di Kabupaten Blora digunakan sebagai lahan persawahan.
Selain itu didukung dengan adanya kebijakan pemerintah yang
memperhatikan sektor pertanian untuk lebih dikembangkan sejak tahun
2005, yaitu adanya program P4MI (Program Peningkatan Pendapatan Petani
Melalui Inovasi). Melalui program ini petani dibantu dalam mengatasi
permasalahan pertanian, misalnya masalah kekeringan atau ketersediaan air.
Tujuan kegiatan ini adalah menginisiasi pembentukan desa agribisnis,
meningkatkan jiwa kewirausahaan petani dan menjadi wadah proses
pembelajaran bagi petani dari desa-desa P4MI yang lain yang ada diwilayah
Kabupaten Blora. Terbukti dengan adanya program tersebut sektor pertanian
terus meningkat kontribusinya terhadap PDRB dan berpengaruh terhadap
nilai LQ yang juga meningkat dari tahun 2005-2009.
Sektor lain yang merupakan sektor basis di Kabupaten Blora adalah
sektor pertambangan dan galian serta sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan. Sektor pertambangan dan galian menunjukan rata-rata nilai LQ
yang paling besar yaitu mencapai 3,2966. Nilai LQ yang tertinggi tersebut
menandakan sektor ini merupakan sektor unggulan di Kabupaten Blora.
Sektor pertambangan dan penggalian wilayah Kabupaten Blora, masih
mengandalkan pertambangan minyak di Kecamatan Cepu. Penambangan
minyak di Blora merupakan satu-satunya yang ada di Propinsi Jawa Tengah,
sehingga besaran nilai PDRB sub sektor ini untuk Propinsi Jawa Tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
sama besarnya dengan Kabupaten Blora. Maka dari itu nilai LQ dari sektor
ini tinggi. Dengan adanya blok Cepu yang sedang dalam proses
pembangunan, diharapkan ke depan prospek sub sektor pertambangan
minyak bumi sangat cerah, sehingga dapat menjadi primadona bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat Blora. Sedangkan sub sektor
penggalian sebenarnya masih sangat berpotensi untuk dikembangkan. Akan
tetapi saat ini hal tersebut belum dilaksanakan secara optimal. Komoditi
yang bisa di gali potensinya adalah kapur, batu, tanah liat (batulempung dan
pasir). Misalnya potensi batulempung yang belum dimanfaatkan di
Kabupaten Blora yaitu di Kecamatan Bogorejo berada di desa Gandu dan
desa Nglengkir. Masyarakat sekitar belum memanfaatkan potensi
batulempung di lokasi ini, hanya digunakan sebagai lahan pertanian dan dan
sebagai ladang.
Selanjutnya sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang
mempunyai nilai LQ rata-rata adalah 1,9298. Sektor ini terdiri dari beberapa
sub sektor yakni, sub sektor bank, sub sektor jasa penunjang keuangan, sub
sektor sewa bangunan dan sub sektor jasa perusahaan. Nilai LQ ≥1,
membuktikan makin membaiknya roda perekonomian di Kabupaten Blora
yang terlihat dari besaran kredit yang dikeluarkan oleh perbankan selalu
meningkat. Artinya sektor ini mampu menghasilkan barang atau jasa yang
dibutuhkan masyarakat dan mampu melakukan ekspor ke daerah lainnya.
2. Sub Sektor Pertanian Basis
Sektor pertanian merupakan sektor basis dalam perekonomian
Kabupaten Blora dalam kurun waktu 2005-2009. Sektor pertanian didukung
dengan adanya lima sub sektor pertanian yaitu sub sektor tanaman bahan
makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan, sub sektor
kehutanan dan sub sektor perikanan. Untuk menentukan sub sektor
pertanian basis maka dilakukan analisis LQ. Nilai LQ sub sektor pertanian
dapat dilihat melalui Tabel 20 :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel 20. Nilai LQ Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009
Lapangan usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata1. Tanaman Bahan Makanan 0,7773 0,7921 0,8485 0,8478 0,8612 0,8254 2. Tanaman Perkebunan 1,1291 1,0685 1,0203 1,0552 1,0253 1,0597 3. Peternakan 0,4847 0,4532 0,3633 0,3478 0,3379 0,3974 4. Kehutanan 12,1758 15,0491 14,2149 15,6605 15,2801 14,4761 5. Perikanan 0,0364 0,0348 0,0343 0,0340 0,0352 0,0349
Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 6)
Berdasarkan kriteria nilai LQ ≥ 1, maka sub sektor pertanian yang
menjadi sub sektor basis adalah sub sektor perkebunan dan sub sektor
kehutanan. Sedangkan sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor
peternakan dan sub sektor perikanan belum mampu menjadi sub sektor basis
di dalam perekonomian Kabupaten Blora. Nilai LQ terbesar adalah sub
sektor kehutanan yang mencapai nilai rata-rata 14,4761, dan nilai LQ
terkecil adalah sub sektor perikanan dengan nilai 0,0349.
Sub sektor kehutanan merupakan sub sektor dengan nilai LQ tertinggi.
Mencapai rata-rata nilai LQ sebesar 14,4761. Maka dari itu sub sektor ini
dikategorikan sebagai sub sektor basis dalam perekonomian wilayah
Kabupaten Blora, yang artinya sub sektor kehutanan mampu memenuhi
kebutuhan pasar lokal dan mampu mengeksport ke lain daerah. Nilai LQ
dari tahun 2005-2009 selalu basis, meskipun dengan nilai yang fluktuatif. Di
tahun 2005, nilai LQ adalah 12,1758. Meningkat di tahun 2006 menjadi
15,0491. Namun turun kembali di tahun 2007 dan akhirnya menjadi 15,2801
di tahun 2009. Nilai LQ dari sub sektor kehutanan sangat tinggi jika
dibandingkan sub sektor lainnya. Artinya sub sektor ini adalah sub sektor
basis utama dalam sektor pertanian di Kabupaten Blora. Nilai LQ yang ≥ 1
ini disebabkan oleh sumbangan PDRB dari sub sektor ini juga cukup tinggi,
mencapai Rp. 284.240,58 juta dengan nilai PDRB Jawa Tengah yang senilai
Rp. 579.230,53 juta. Selain itu, kehutanan di Kabupaten Blora didukung
dengan adanya luas lahan yang mencapai 49,32 % dari total luas lahan di
Kabupaten Blora dan menghasilkan jati bundar, kayu rimba dan kayu bakar.
Banyaknya hasil hutan yang terdapat di Kabupaten Blora, menyebabkan
industri mebel juga banyak berkembang di Kabupaten Blora.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Sub sektor tanaman perkebunan merupakan sub sektor basis di dalam
perekonomian Kabupaten Blora. Nilai rata-rata LQ dalam kurun waktu
2005-2009 adalah 1,0597. Nilai LQ lebih atau sama dengan 1, maka sub
sektor tanaman perkebunan merupakan sektor basis yang artinya bahwa
peranan relatif sub sektor tanaman perkebunan di Kabupaten Blora lebih
besar daripada peranan relatif sub sektor ini dalam perekonomian di
Provinsi Jawa Tengah atau dengan kata lain produk di sub sektor tanaman
perkebunan mampu memenuhi kebutuhan pasar lokal dan mengekspor
keluar daerah. Hal ini disebabkan sub sektor ini didukung dengan wilayah
pertanian yang luas dan iklim yang sesuai untuk tanaman perkebunan yang
di butuhkan masyarakat. Sub sektor tanaman perkebunan di Kabupaten
Blora menghasilkan tanaman potensial seperti kelapa, tebu, tembakau dan
jambu mete. Nilai LQ dari tahun 2005-2009 selalu berubah-ubah dan
fluktuatif. Tahun 2005 nilai LQ adalah 1,1291 dan menurun ditahun 2009
menjadi 1,0253. Perubahan ini berbeda dengan nilai PDRB dari sub sektor
tanaman perkebunan. Nilai PDRB untuk sub sektor ini cenderung
meningkat, namun nilai LQ justru menurun. Hal ini adalah pengaruh dari
nilai PDRB sub sektor tanaman perkebunan di Jawa Tengah yang terus
meningkat juga. Perlu dilakukan usaha yang terarah dan terencana agar sub
sektor perkebunan dapat terus menjadi sub sektor basis kedepannya, melihat
bahwa kondisi alam dan potensi daerah cocok untuk mengembangkan
tanaman perkebunan seperti tembakau, tebu dan kelapa.
Sub sektor tanaman bahan makanan memiliki nilai LQ rata-rata
selama kurun waktu 2005-2009 sebesar 0,8254. Nilai yang kurang dari satu
ini berarti bahwa sub sektor ini belum menjadi sektor basis di dalam
perekonomian Kabupaten Blora. Meskipun sumbangannya terhadap PDRB
Kabupaten Blora cukup tinggi, namun kenyataannya peranan relatif sub
sektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Blora lebih kecil daripada
peranan relatif sub sektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian di
Provinsi Jawa Tengah atau dengan kata lain produk di sub sektor tanaman
bahan makanan produksinya belum mampu mencukupi kebutuhan pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
lokal sehingga diperlukan pasokan dari luar. Hal ini disebabkan karena
kebutuhan masyarakat akan bahan makanan lebih tinggi dari produksi yang
didapatkan. Kurang optimalnya produktivitas tanaman bahan makanan
antara lain disebabkan oleh belum optimalnya ketersediaan pupuk dan
sarana produksi pertanian. Maka dari itu perlu adanya impor dari daerah lain
untuk mencukupi kebutuhan masyarakat. Nilai LQ dari tahun 2005 sampai
2009 berkencederungan meningkat tiap tahunnya, meskipun ada sedikit
penurunan di tahun 2008 yaitu dari 0,8485 di tahun 2007 menjadi 0,8478
namun pada akhirnya nilai LQ adalah 0,8612 di tahun 2009.
Selanjutnya sub sektor peternakan, sub sektor peternakan memiliki
nilai LQ rata-rata tahun 2005-2009 sebesar 0,3974. Karena nilainya kurang
dari satu, maka sub sektor ini termasuk sub sektor non basis. Artinya dalam
memenuhi kebutuhan dalam pasar lokal harus mendapatkan suplai dari
daerah lainnya atau Kabupaten Blora belum mampu mencukupi
kebutuhannya sendiri. Hal ini disebabkan karena beberapa masalah
misalnya belum optimalnya pembinaan kepada petani peternak beserta
dukungan dana insentif dalam mengembangkan usaha peternakannya, masih
rendahnya pegawasan, pencegahan, dan penanggulangan penyakit ternak,
masih rendahnya produksi hasil ternak, ditandai dengan fluktuatifnya hasil
produksi peternakan, belum adanya laboratorium kesehatan hewan untuk
mengatasi penyebaran penyakit hewan, masih rendahnya kualitas dan
kuantitas pakan ternak terutama pada musim kemarau, masih banyak
penyakit ternak terutama jenis hewan ternak besar dan unggas, belum
optimalnya pelayanan inseminasi buatan pada sapi ternak potong dan
kambing, pos kesehatan hewan, rumah potong hewan dalam pelayanan
publik, dan belum optimalnya kualitas bibit ternak, terutama induk betina.
Nilai LQ sub sektor peternakan terus mengalami penurunan, dari
tahun 2005 yang mencapai 0,4847 menjadi 0,3379 di tahun 2009. Bila
dilihat dari kontribusi sub sektor peternakan dalam PDRB Kabupaten Blora
dan dibandingkan dengan PDRB Jawa Tengah, pada tahun 2009 Kabupaten
Blora hanya Rp. 50.591,55 juta sedangkan di Jawa Tengah nilainya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
mencapai Rp. 4.662.640,52 juta. Maka dari itu apabila dibandingkan maka
sub sektor peternakan hanya memberikan kontribusi yang sangat kecil. Sub
sektor peternakan menghasilkan ternak sapi potong, kambing, domba, ayam
kampung, itik, dan ayam petelur. Perlu adanya support agar sub sektor ini
bisa berkembang nantinya.
Sub sektor selanjutnya adalah sub sektor perikanan. Nilai LQ sub
sektor ini hanya mencapai nilai rata-rata 0,0349 pada kurun waktu 2005-
2009. Nilai LQ yang kurang dari 1 ini maka sub sektor ini termasuk sub
sektor non basis dalam perekonomian Kabupaten Blora. Artinya sub sektor
perikanan masih belum mampu memenuhi kebutuhan di pasar lokal,
sehingga butuh suplai dari luar daerah. Berdasarkan tabel 18 diketahui
bahwa sub sektor perikanan memiliki nilai LQ yang cenderung tetap. Tahun
2005 nilai LQ adalah 0,0364 dan di tahun 2009 mencapai 0,0352.
Kontribusi sub sektor ini masih kecil karena selama ini Kabupaten Blora
hanya mengandalkan perikanan dari waduk di Kecamatan Blora dan
Kecamatan Tunjungan saja. Maka dari itu kebutuhan masyarakat tidak dapat
dipenuhi dan membutuhan support dari daerah lainnya.
B. Komponen Pertumbuhan Wilayah
Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam
menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan
perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja
dan produktifitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan
daerah yang lebih besar (regional atau nasional) (Arsyad, 2009).
Analisis shift share ini menganalisis perubahan berbagai indikator
kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu
di suatu wilayah. Dari hasil analisis ini akan diketahui bagaimana
perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif
dengan sektor-sektor lainnya, apakah bertumbuh cepat atau lambat. Hasil
analisis ini juga dapat menunjukan bagaimana perkembangan suatu wilayah
dibandingkan dengan wilayah lainnya, apakah cepat bertumbuh atau lambat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Hasil analisis shift share pada sektor pertanian dan sub sektor pertanian di
Kabupaten Blora dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini:
Tabel 21. Rata-Rata Nilai Komponen Pertumbuhan Wilayah Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 Sektor
PNij PPij PPWij
Rp (juta) Rp (juta) Rp (juta)
1. Pertanian 52.511,73 -12.728,48 5.345,01 a. Tanaman Bahan Makanan 23.134,58 -4.114,23 18.133,14 b. Tanaman Perkebunan 3.960,35 1.184,35 -1.911,00 c. Peternakan 1.932,99 2.565,27 -4.405,38 d. Kehutanan 10.674,61 -21.370,20 15.283,16 e. Perikanan 80,48 -5,82 -7,29
Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 7 dan 8)
Analisis shift share yang disajikan melalui tabel di atas menunjukan nilai
PNij (Komponen Pertumbuhan Nasional/Regional), nilai PPij (Pertumbuhan
Proporsional), dan nilai PPW (Pertumbuhan Pangsa Wilayah atau Pergeseran
Deferensial). Secara rincinya, penjelasan dari tabel 21 adalah:
1. Komponen Pertumbuhan Nasional
Pertumbuhan nasional (Provinsi Jawa Tengah), yang menunjukkan
bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah terhadap
perekonomian Kabupaten Blora. Perubahan kesempatan kerja ataupun
produksi sutu wilayah yang di sebabkan oleh perubahan kesempatan kerja
atau produksi nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi
nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian
semua sektor dan wilayah. Misalnya adanya devaluasi, inflasi atau
kebijakan perpajakan. Di asumsikan tidak terdapat perbedaan karakteristik
ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka akibat dari perubahan ini
pada berbagai perubahan dan bertumbuh dengan laju yang hampir sama
dengan laju pertumbuhan nasional (Budiharsono, 2005).
Pertumbuhan ini diukur dengan cara menganalisis perubahan
pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada
sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan. Komponen
Pertumbuhan Nasional Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian dapat
dilihat pada Tabel 22:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Tabel 22. Nilai Komponen Pertumbuhan Nasional Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009
Sektor
PNij Rp. (juta)
1. Pertanian 52.511,73 a. Tanaman Bahan Makanan 23.134,58 b. Tanaman Perkebunan 3.960,35 c. Peternakan 1.932,99 d. Kehutanan 10.674,61 e. Perikanan 80,48
Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 7 dan 8)
Berdasarkan Tabel 22 diketahui nilai rata-rata PNij dari tahun 2005-
2009 adalah Rp 52.511,73 juta. Nilai positif yang ditunjukan dalam PNij ini
berarti bahwa, kebijakan di tingkat Propinsi Jawa Tengah memberikan
pengaruh positif terhadap sektor pertanian di Kabupaten Blora.
Selanjutnya untuk sub sektor pertanian, nilai PNij yang dihasilkan
adalah nilai yang positif. Nilai PNij yang positif artinya perubahan yang
terjadi di tingkat Provinsi Jawa Tengah memberikan keuntungan bagi sub
sektor pertanian di Kabupaten Blora. Sub sektor dengan nilai PNij tertinggi
adalah sub sektor Tanaman Bahan Makanan, nilai PNij sub sektor ini adalah
Rp. 23.134,58 juta. Selanjutnya adalah sub sektor Kehutanan, dengan nilai
PNij sebesar Rp. 10.674,61 juta. Kemudian sub sektor Perkebunan dan sub
sektor Peternakan dengan nilai masing-masing Rp. 3.960,35 juta dan Rp.
1.932,99 juta. Sedangkan nilai PNij tertendah adalah sub sektor Perikanan.
Sub sektor ini memiliki nilai PNij sebesar Rp. 80,48 juta.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional
Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh kerena perbedaan
sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan
mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (misalnya, kebijakan
perpajakan, subsidi dan price support) dan perbedaan dalam stuktur dan
keragaman pasar (Budiharsono, 2005).
Pertumbuhan proporsional merupakan perubahan relatif kinerja suatu
sektor di Kabupaten Blora terhadap sektor yang sama di Provinsi Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Tengah. Pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam
permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah,
perbedaan dalamkebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan
keragaan pasar. Pertumbuhan proporsional dilihat dengan nilai PPij. Jika
nilai PPij < 0 maka menunjukan bahwa sektor i pada wilayah Blora
pertumbuhannya lambat. Sedangkan apabila PPij > 0 menunjukan bahwa
sektor i pada wilayah Blora pertumbuhannya cepat.
Nilai komponen pertumbuhan proporsional sektor pertanian dan sub
sektor pertanian di Kabupaten Blora dapat dilihat pada Tabel 23 :
Tabel 23. Nilai Rata-Rata Komponen Pertumbuhan Proposional Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009
Sektor
PPij Rp (juta)
1. Pertanian -12.728,48 a. Tanaman Bahan Makanan -4.114,23 b. Tanaman Perkebunan 1.184,35 c. Peternakan 2.565,27 d. Kehutanan -21.370,20 e. Perikanan -5,82
Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 7 dan 8)
Berdasarkan Tabel 23 diketahui bahwa nilai komponen pertumbuhan
proporsional sektor pertanian Kabupaten Blora adalah Rp. -12.728,48 juta.
Nilai PP < 0 artinya pertumbuhan Sektor Pertanian di Kabupaten Blora
lambat. Pertumbuhan sektor pertanian yang lambat tersebut karena
persentase kenaikan produksi dari tahun 2005-2009 yang lambat dimana
hal ini disebabkan semakin sempitnya lahan pertanian di Kabupaten Blora
(Tabel 8) dan semakin maraknya kegiatan ekonomi masyarakat di sektor
jasa-jasa yang pada akhirnya mengakibatkan sebagian besar penduduk
Kabupaten Blora lebih tertarik untuk bekerja pada sektor lainnya seperti
sektor jasa-jasa. Lahan pertanian semakin menyempit disebabkan karena
adanya alih fungsi lahan dari lahan yang seharusnya digunakan untuk
pertanian, tetapi malah digunakan untuk industri, dan perumahan atau
pemukiman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Sektor pertanian didukung dengan lima sub sektor utama. Berdasarkan
Tabel 23 diketahui bahwa sub sektor tanaman bahan makanan memiliki
nilai komponen pertumbuhan proporsional Rp. -4.114,23 juta. Nilai PP < 0
artinya pertumbuhan sub sektor tanaman bahan makanan di Kabupaten
Blora lambat. Lambatnya pertumbuhan ini disebakan luas tanam dan
produksi tanaman bahan makanan selama tahun penelitian sangat fluktuatif
(Tabel 13), hal ini berarti bahwa mayoritas lahan pertanian sangat
tergantung kepada alam atau lahan tadah hujan sehingga sangat tergantung
pada curah hujan.
Sub sektor selanjutnya adalah sub sektor tanaman perkebunan. Nilai
komponen pertumbuhan proporsional sub sektor tanaman perkebunan
adalah Rp. 1.184,35 juta. Nilai PP > 0 maka sub sektor tanaman perkebunan
adalah sub sektor dengan pertumbuhan yang cepat. Cepatnya pertumbuhan
sub sektor tanaman perkebunan disebabkan selama tahun penelitian,
tanaman perkebunan banyak mengalami peningkatan produksi dan luas
tanam (Tabel 14). Petani banyak membudidayakan tanaman perkebunan
sebagai upaya peningkatan pendapatan, maka dari itu pertumbuhan sub
sektor ini cepat.
Sub sektor peternakan, nilai komponen pertumbuhan proposionalnya
adalah Rp. 2.565,27 juta. Nilai PP > 0, artinya sub sektor peternakan
pertumbuhannya cepat. Hal ini dikarenakan masyarakat banyak
membudidayakan ternak sebagai investasi ataupun sebagai usaha memenuhi
kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dapat dilihat dari produksi sub sektor
peternakan mempunyai kecenderungan terus meningkat selama tahun
penelitian ini (Tabel 15), maka dari itu pertumbuhan sub sektor peternakan
ini cepat.
Selanjutnya sub sektor kehutanan. Sub sektor ini memiliki nilai
komponen pertumbuhan proporsional sebesar Rp. -21.370,20 juta. Nilai PP
yang < 0 berati sub sektor ini pertumbuhannya lambat. Lambatnya
pertumbuhan ini dikarenakan luas lahan dari hutan di Kabupaten Blora tetap
dan tidak mengalami peningkatan, sehingga pertumbuhan sub sektor ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
lambat. Selain itu beberapa tahun terakhir ini, pemerintah masih
memperbaiki keadaan hutan Kabupaten Blora dengan lahan reboisasi dan
lahan penghijauan, maka dari itu produksi dari kehutanan tidak terlalu tinggi
atau cenderung mengalami penurunan (Tabel 16).
Sub sektor perikanan memiliki nilai komponen pertumbuhan
proporsional sebesar Rp. -5,82 juta. Nilai PP < 0 artinya pertumbuhan sub
sektor perikanan di Kabupaten Blora lambat. Lambatnya pertumbuhan ini
karena produksi dari sub sektor perikanan di Kabupaten Blora rendah,
dimana selama tahun penelitian luas panen dan produksinya menurun (Tabel
18). Penduduk di Kabupaten Blora tidak banyak membudidayakan ikan
karena potensi di Kabupaten Blora tidak memadai untuk melakukan hal
tersebut. Kabupaten Blora masih terkendala dengan ketersediaan air sebagai
modal utama dalam budidaya perikanan.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah
Pergeseran diferensial (differential shift) membantu kita dalam
menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan
perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran
diferensial dari suatu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih
tinggi daya saingnya ketimbang industri yang sama pada perekonomian
yang dijadikan acuan (Arsyad, 2005).
Komponen pertumbuhan pangsa wilayah timbul karena peningkatan
atau penurunan PDRB dalam suatu wiayah dibandingkan dengan wilayah
lainnya. Cepat atau lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan
dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses
pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan
ekonomi regional pada wilayah tersebut (Budiharsono, 2005)
Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Pertanian dan
Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora terlihat pada Tabel 24:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 24. Nilai Rata-Rata Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009
Sektor
PPWij Rp (juta)
1. Pertanian 5.345,01 a. Tanaman Bahan Makanan 18.133,14 b. Tanaman Perkebunan -1.911,00 c. Peternakan -4.405,38 d. Kehutanan 15.283,16 e. Perikanan -7,29
Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 7 dan 8)
Sektor pertanian memiliki nilai PPW sebesar Rp. 5.345,01. Nilai
positif atau lebih dari nol ini berarti sektor pertanian memiliki daya saing
yang baik. Peningkatan PDRB dari tahun 2005-2009 menyebabkan sektor
pertanian memiliki daya saing yang baik. Peran serta pemerintah dalam
membangun sektor pertanian menyebabkan sektor ini menjadi memiliki
daya saing yang baik. Selain itu sektor pertanian didukung dengan adanya
luas lahan yang tinggi, sehingga sektor ini mampu memberikan keunggulan
tersendiri.
Selanjutnya sub sektor pertanian. Dari kelima sub sektor pertanian
yang ada, tiga di antaranya memiliki daya saing tidak baik, yaitu sub sektor
tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan. Sub sektor tanaman bahan
makanan termasuk sub sektor dengan daya saing yang baik. Nilai PPW sub
sektor ini adalah Rp. 18.133,14 juta. Nilai PPW > 0 ini dikarenakan nilai
PDRB yang selalu meningkat dari tahun 2005-2009. Sub sektor ini
didukung dengan adanya banyaknya petani yang selalu membudidayakan
tanaman bahan makanan, hal tersebut dapat dilihat dari PDRB yang selalu
tertinggi di Kabupaten Blora. Artinya nilai produksi sub sektor tanaman
bahan makanan masih tinggi.
Sub sektor selanjutnya adalah sub sektor tanaman perkebunan. Sub
sektor tanaman perkebunan memiliki nilai PPW sebesar Rp. -1.911,00 juta.
Nilai PPW < 0 maka sub sektor tanaman perkebunan belum memiliki daya
saing yang baik. Hal ini dikarenakan PDRB sub sektor tanaman perkebunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
selama kurun waktu 2005-2009 cenderung menurun., maka nilai PPW nya
menjadi kurang dari nol.
Sub sektor peternakan juga termasuk sub sektor yang tidak memiliki
daya saing yang baik. Hal tersebut ditunjukan dengan nilai PPW sub sektor
peternakan yang sebesar Rp. -4.405,38 juta. Penyebab nilai PPW kurang
dari nol adalah sub sektor peternakan ini cenderung selalu menurun
kontibusinya terhadap PDRB Kabupaten Blora dalam kurun waktu 2005-
2009. Masyarakat banyak membudidayakan ternak, namun sedikit yang
menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian sehingga sumbangan
terhadap PDRB tidak tinggi dan cenderung menurun.
Salah satu sub sektor yang termasuk sub sektor dengan daya saing
baik adalah sub sektor kehutanan. Sub sektor ini memiliki nilai PPW
sebesar Rp. 15.283,16 juta. Nilai PPW > 0, maka sub sektor ini termasuk
sub sektor dengan daya saing yang baik. Nilai PDRB dari sub sektor ini juga
terus meningkat dari tahun 2005-2009. Selain itu sub sektor kehutanan di
Kabupaten Blora didukung dengan luas lahan yang besar. Hampir setengah
dari luas lahan di Kabupaten Blora adalah lahan hutan. Jadi sudah
sepantasnya sub sektor ini menjadi sub sektor yang berdaya saing baik.
Sub sektor terakhir adalah sub sektor perikanan, sub sektor ini
termasuk sub sektor dengan daya saing tidak baik. Hal tersebut ditunjukan
dengan nilai PPW sebesar Rp. -7,29 juta. Penyebab rendahnya nilai PPW ini
adalah PDRB sub sektor perikanan cenderung menurun di tahun 2005-2009.
Selain itu Kabupaten Blora tidak memiliki potensi yang cukup baik untuk
mengembangkan sub sektor perikanan. Masih terdapat beberapa hambatan
misalnya :
a. Masih terbatasnya kapasitas produksi perikanan budidaya dan benih
ikan. Hal ini disebabkan terbatasnya sarana dan prasarana, ketersediaan
air, belum beragamnya jenis komoditas perikanan yang dibudidayakan,
dan tingginya ketergantungan pada pakan ikan buatan pabrik.
b. Masih rendahnya produksi perikanan tangkap di perairan umum
disebabkan masih keterbatasan alat penangkapan ikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
c. Keterbatasan sumber daya air dalam pembudidayaan ikan air tawar.
C. Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian
Kabupaten Blora terus berupaya dalam meningkatkan perekonomian
daerahnya. Seperti yang tertuang dalam visi pembangunan jangka menengah
Kabupaten Blora, yaitu terwujudnya pemerintahan yang bersih menuju
masyarakat Blora yang sejahtera. Masyarakat yang sejahtera, mengandung
maksud bahwa seluruh masyarakat Kabupaten Blora telah mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan dan
kesehatan secara layak.
Sektor pertanian termasuk sektor unggulan dalam perekonomian
Kabupaten Blora. Terlihat dari posisi nya yang basis serta memiliki daya saing
yang baik. Sektor pertanian menjadi sektor yang kuat karena keberadaan lima
sub sektor di dalamnya. Berkaitan dengan visi Kabupaten Blora di atas, maka
perlu diketahui sub sektor pertanian prioritas untuk bisa dikembangkan di
Kabupaten Blora agar tindakan yang dilakukan tepat sasaran sehingga proses
perubahan akan semakin cepat dan tepat. Penentuan prioritas dilakukan dengan
menggunakan analisis LQ dan menggabungkan pertumbuhan proporsional dan
pertumbuhan pangsa wilayahnya.
Prioritas pengembangan sub sektor pertanian dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini :
Tabel 25. Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora No Sub Sektor Pertanian LQ PP PPW Prioritas
1 Tanaman Bahan Makanan NB - + KEEMPAT 2 Tanaman Perkebunan B + - KEDUA 3 Peternakan NB + - KETIGA 4 Kehutanan B - + KEDUA 5 Perikanan NB - - KELIMA
Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 9)
Berdasarkan Tabel 25, sub sektor tanaman perkebunan masuk kriteria
prioritas pengembangan yang kedua, karena sektor ini merupakan sektor basis,
dengan pertumbuhan sektor yang cepat walaupun dengan daya saing tidak
baik. Demikian pula dengan sub sektor kehutanan, sub sektor ini termasuk sub
sektor basis dan memiliki daya saing yang baik, meskipun dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pertumbuhan yang lambat. Sesuai dengan RPJMD Kabupaten Blora tahun
2010-2015 maka pengembangan sub sektor kehutanan dapat dilakukan dengan
mengembangkan potensi hutan produksi tetap berupa luas total 55.325,7 ha
yang meliputi :
1. KPH Blora, seluas 7.303,4 Ha,
2. KPH Cepu, seluas 16.019 Ha,
3. KPH Kebonharjo, seluas 1.408,2 Ha,
4. KPH Mantingan, seluas 2.863,1 Ha,
5. KPH Randublatung, seluas 21.978,1 Ha,
6. KPH Ngawi seluas 5.753,9 Ha.
Kawasan hutan rakyat di Kabupaten Blora yang dapat dikonversi
memiliki luas 1.005 Hektar, yang terdistribusi di Kecamatan Jiken seluas 75
Ha, Kecamatan Bogorejo seluas 200 Ha, Kecamatan Jepon, seluas 125 Ha,
Kecamatan Blora, seluas 75 Ha, Kecamatan Japah seluas 40 Ha, Kecamatan
Ngawen, seluas 50 Ha, Kecamatan Kunduran seluas 30 Ha, dan Kecamatan
Todanan seluas 410 Ha.
Sedangkan wilayah yang potensial untuk pengembangan sub sektor
tanaman perkebunan yaitu :
1. Sentra tanaman tembakau di Kecamatan Randublatung, Kedungtuban,
Cepu, Banjarejo dan Kradenan;
2. Sentra tanaman kapuk di Kecamatan Jepon, Bogorejo, Blora, Tunjungan,
Banjarejo, Ngawen, Kunduran dan Todanan;
3. Sentra tanaman tebu di Kecamatan Blora, Tunjungan, Randublatung,
Banjarejo, Kunduran, Sambong, Kedungtuban, Kradenan, Jati dan Jiken;
4. Sentra tanaman mete di Kecamatan Todanan, Jepon, Bogorejo, dan Japah;
5. Sentra tanaman kapas berada di Kecamatan Jati dan Banjarejo;
6. Sentra tanaman jarak pagar di Kecamatan Japah, Tunjungan, Jepon, dan
Banjarejo; serta
7. Sentra tanaman empon-empon berada di Kecamatan Japah, Bogorejo,
Banjarejo, Randublatung, dan Jepon.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Keberadaan sub sektor kehutanan dan sub sektor tanaman perkebunan
diharapkan mampu meningkatkan perekonomian Kabupaten Blora karena
kondisi keduanya yang mendukung dalam upaya tersebut. Maka dari itu sub
sektor kehutanan dan sub sektor tanaman perkebunan menjadi prioritas
pengembangan kedua di Kabupaten Blora. Dengan prioritas ini diharapkan
tujuan yang akan dicapai oleh pemerintah akan lebih mudah terlaksana.
Selanjutnya sub sektor peternakan merupakan sub sektor dengan prioritas
pengembangan ketiga. Sub sektor peternakan merupakan sub sektor non basis
namun dengan pertumbuhan yang cepat, sehingga sub sektor ini layak untuk
dapat dikembangkan. Potensi kawasan yang peruntukannya untuk
pengembangan sub sektor peternakan meliputi :
1. Sentra ayam kampung di Kecamatan Jati, Randublatung, Kradenan,
Kedungtuban, Cepu, Jiken, Jepon, Bogorejo, Blora, Tunjungan, Banjarejo,
Ngawen, Japah, Kunduran dan Todanan.
2. Sentra ayam ras petelur berada di Kecamatan Cepu, dan Blora;
3. Sentra ayam ras pedaging di Kecamatan Cepu, Sambong, Jepon, dan
Blora;
4. Sentra kambing di Kecamatan Randublatung, Kradenan, Cepu, Jepon,
Bogorejo, Blora, Japah, Kunduran dan Todanan;
5. Sentra itik di Kecamatan Randublatung, Kradenan, Cepu, Blora, Ngawen,
Japah, Kunduran dan Todanan;
6. Sentra sapi potong di Kecamatan Randublatung, Jepon, Bogorejo, Blora,
Tunjungan, Banjarejo, Japah, Kunduran dan Todanan;
7. Sentra kerbau di Kecamatan Randublatung, Kradenan, Kedungtuban,
Cepu, Japah, Kunduran dan Todanan;
8. Sentra domba di Kecamatan Jati, Randublatung, Kedungtuban, Cepu, dan
Bogorejo;
9. Sentra angsa di Kecamatan Jati, Jepon, Bogorejo, Banjarejo, dan Todanan;
dan
10. Sentra kelinci di Kecamatan Cepu, Sambong, Jiken, Jepon, Banjarejo, dan
Kunduran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Sub sektor dengan prioritas pengembangan keempat adalah sub sektor
tanaman bahan makanan. Sub sektor ini merupakan sub sektor non basis
namun memiliki daya saing. Perlu ditingkatkan lagi pengembangan sub sektor
tanaman bahan makanan agar bisa menjadi lebih baik lagi Pengembangan sub
sektor tanaman bahan makanan didukung dalam RPJMD berupa :
1. Potensi kawasan peruntukan pertanian lahan sawah beririgasi teknis yang
ditetapkan menjadi kawasan lahan abadi pertanian pangan di Kabupaten
Blora terletak di Kecamatan Randublatung, Kradenan, Kedungtuban,
Cepu, Blora, Ngawen, Kunduran dan Todanan (Sentra padi), dan
Kecamatan Japah dan Todanan (Sentra padi gogo).
2. Sawah beririgasi ½ teknis dan sederhana untuk sentra tanaman jagung di
Kecamatan Randublatung, Jepon, Blora, Kunduran dan Todanan;
3. Sentra kedelai berada di Kecamatan Jati, Randublatung, Kradenan, Blora,
Japah dan Kunduran;
4. Sentra kacang tanah di Kecamatan Kedungtuban, Cepu, Jepon, Blora,
Japah dan Todanan;
5. Sentra kacang hijau di Kecamatan Kedungtuban, Cepu, Blora, Kunduran
dan Todanan;
6. Sentra kacang merah di Kecamatan Randublatung, Sambong, Blora, Japah,
dan Kunduran;
7. Sentra ubi jalar di Kecamatan Kedungtuban, Sambong, Blora dan Japah;
8. Sentra ketela pohon di Kecamatan Jati, Randublatung, Kradenan,
Sambong, Blora, dan Todanan;
9. Sentra cabai merah di Kecamatan Randublatung, Kradenan, Sambong,
Jepon, dan Bogorejo; dan
10. Sentra bawang merah berada di Kecamatan : Kedungtuban, Jepon,
Bogorejo, dan Todanan.
Sub sektor yang terakhir adalah sub sektor perikanan. Sub sektor ini
masuk prioritas ke lima, karena sub sektor ini termasuk sub sektor non basis
dengan pertumbuhan lambat dan daya saing rendah. Namun dalam RPJMD
telah ditetapkan bahwa kawasan yang diperuntukan untuk pengembangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
perikanan di Kabupaten Blora meliputi perikanan tangkap, perikanan budi daya
air payau, dan perikanan budi daya air tawar. Sentra Lele, Nila dan Tawes
berada di Kecamatan Randublatung, Kedungtuban, Cepu, Blora, dan Todanan.
D. Peranan Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Wilayah Di Kabupaten
Blora
Peranan sektor Pertanian dinilai dari seberapa besar sektor tersebut
memberikan dampak terhadap kegiatan-kegitan perekonomian lainnya di suatu
wilayah. Dalam penelitian ini peranan sektor pertanian akan dianalisis melalui
analisis angka pengganda tenaga kerja dan angka pengganda pendapatan.
1. Angka Pengganda Pendapatan
Untuk melihat kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian
dengan melihat kenaikan atau penurunan dari segi pendapatan digunakan
analisis angka pengganda pendapatan. Hasil analisis angka pengganda
pendapatan tahun 2005-2009 di Kabupaten Blora adalah sebagai berikut :
Tabel 26. Pengganda Pendapatan Sektor Pertanian Terhadap Total Pendapatan di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (jutaan rupiah)
Tahun Y YB MS ∆YB ∆Y 2005 1.731.375,93 941.881,88 1,838209 - - 2006 1.803.169,23 970.592,71 1,857802 28.710,83 71.793,30 2007 1.883.658,39 1.011.026,8 1,863114 40.434,12 80.489,16 2008 1.979.627,22 1.070.288,9 1,849619 59.262,09 95.968,83 2009 2.078.031,30 1.122.394,9 1,851426 52.106,01 98.404,08
Rata-rata 1.895.172,414 1.023.237,05 1,85 45.128,26 86.663,84
Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 10)
Angka pengganda pendapatan menggambarkan besarnya peranan
sektor terhadap perekonomian Kabupaten Blora di tahun 2005-2009. Angka
pengganda pendapatan pertanian (MS) di dapatkan dari pembagian
pendapatan total (Y) dengan pendapatan sektor pertanian (YB). Sedangkan
perubahan pendapatan wilayah (∆Y ) didapatkan dari angka pengganda
dikalikan perubahan pendapatan sektor pertanian (∆YB).
Dari Tabel 26 diketahui nilai angka pengganda pendapatan (MS)
tertinggi pada tahun 2007 sebesar 1,863 artinya bahwa setiap pendapatan
satu rupiah sektor pertanian menghasilkan pendapatan daerah sebesar Rp
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
1,863. Pada tahun 2007 terjadi kenaikan pendapatan sektor pertanian yaitu
sebesar 40.434,12 juta rupiah dimana dengan adanya angka pengganda
pendapatan sebesar 1,863 maka akan mengakibatkan peningkatan
pendapatan total Kabupaten Blora sebesar 80.489,16 juta rupiah. Rata-rata
dari angka pengganda pendapatan sektor pertanian selama tahun 2005-2009
adalah 1,85 artinya bahwa setiap pendapatan satu rupiah sektor pertanian
menghasilkan pendapatan daerah sebesar Rp 1,85.
2. Angka Pengganda Tenaga Kerja
Angka pengganda tenaga kerja digunakan untuk mengukur pengaruh
suatu kegiatan ekonomi dalam penciptaan jumlah tenaga kerja.
Tabel 27. Pengganda Tenaga Kerja Sektor Pertanian terhadap Total Tenaga Kerja di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 (orang)
Tahun N NB K ∆NB ∆ N 2005 442.838 312.553 1,416841 - - 2006 576.012 377.001 1,527879 64.448 98.468,76 2007 579.718 389.628 1,487876 12.627 18.787,41 2008 646.257 418.554 1,544023 28.926 44.662,41 2009 654.634 407.460 1,606622 -11.094 -17.823,9
Rata-rata 579.892 381.039 1,52 23.727 36.023,68
Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 11)
Tabel 27 memaparkan tentang peranan sektor pertanian dalam
penyerapan tenaga kerja. Angka pengganda tenaga kerja (K) didapatkan dari
pembagian jumlah tenaga kerja di seluruh sektor (N) dengan jumlah tenaga
kerja di sektor pertanian (NB). Sedangkan pertumbuhan tenaga kerja di
dalam wilayah didapatkan dari perkalian angka penggada dengan
pertumbuhan tenaga kerja di sektor pertanian (∆NB).
Peranan sektor pertanian di Kabupaten Blora dari tahun 2005-2009
sangat fluktuatif. Rata-rata nilai angka pengganda tenaga kerja selama tahun
2005-2009 adalah 1,52 artinya setiap perubahan 100 tenaga kerja sektor
pertanian akan mengakibatkan perubahan sebesar 152 total tenaga kerja
wilayah Kabupaten Blora. Nilai angka pengganda terkecil adalah pada tahun
2005 dengan nilai 1,42. Nilai angka pengganda terbesar adalah di tahun
2009 yaitu 1,61 dimana dengan angka tersebut justru terjadi penurun jumlah
tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 11.094 jiwa dan menyebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
penurunan jumlah total tenaga kerja di Kabupaten Blora sebesar 17.833
orang. Penurunan penyerapan tenaga sektor pertanian di Kabupaten Blora
dikarenakan terbukanya lapangan usaha baru yang lebih baik. Hal tersebut
terlihat dari pertumbuhan jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang terus
menurun dari tahun 2005 sampai tahun 2009, di tahun 2009 angka
pertumbuhan sektor pertanian adalah -2,61% ( adopsi tabel 5). Hal ini
disebabkan tenaga kerja sektor pertanian memilih bekerja di sektor non
pertanian. Sektor pertanian umumnya masih tradisional atau kurang
menguntungkan bagi mereka dalam arti ekonomi, sehingga bekerja diluar
sektor pertanian merupakan alternatif yang lebih baik untuk meningkatkan
pendapatan. Pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian menurun, sedangkan
sektor lainnya terus mengalami peningkatan yang positif sehingga nilainya
di tahun 2009 adalah : sektor pertambangan dan penggalian (0,04%),
sektor industri pengolahan (0,31%), sektor bangunan (0,16%), sektor
perdagangan hotel dan restoran (2,13%), dan sektor angkutan dan
komunikasi (0,16 %).
top related