Transcript
Unit 1
Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
2
A. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien terutama dalam pemenuhan kebutuhan
aktivitas dan latihan.
Sub Capaian Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan empat elemen dasar dari gerakan normal.
2. Membedakan olahraga isotonik, isometrik, isokinetik, aerobik, dan anaerobik.
3. Membandingkan efek olahraga dan imobilitas pada tubuh sistem.
4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesejajaran tubuh seseorang dan aktivitas.
5. Menggunakan praktik yang aman saat memposisikan, pasien
6. Membandingkan dan kontraskan aktif, pasif, dan aktif-bantu latihan Range-Of-Motion (ROM).
7. Mengungkapkan langkah-langkah yang digunakan dalam a. Memindahkan klien ke tempat tidur. b.
Mengubah klien ke posisi lateral atau tengkurap di tempat tidur.
B. Referensi
Craven, Ruth (1999). Fundamental of Nursing; Human Health and Fuction. Philadelphia: Lippincott
Dalami, E., dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta: Trans Info
Media
Ellis, Nowlis (1995 ). Nursing a human needs Approach. Boston: Miffin Co
Kozier,B., Erb.,Berman., & Synder. (2010). Fundamental of Nursing; Concept process and practice,
Ethics & Values. California : Addison Wesley Publ.
Kozier.B., & Erb, G. (2014). Technic in Clinical Nursing a Comprehensive Approach. California :
Addison Wesley Publ.
Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER). (2007b). Nails: How to keep your
fingernails healthy and strong. Available at www.mayoclinic.com/health/nails/WO00020.
Novieastari, E., & Supartini, Y. (2015). Keperawatan Dasar Manual Ketreampilan Klinis. Singapore:
Elsevier
Linda Juall, Carpenito (2006) Nursing Diagnosis, Philadelphia: J.B. Lippincot Company
Patricia, A.P & Anne, G.P. (2014) Fundamental of Nursing. St Louis Toronto: Mosby Co.
Perry & Potter. (2016). Fundamental of Nursing; Concept process and practice.California: Mosby Inc
Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013). Fundamental of Nursing Eight
Edition. Journal Elsevier.
3
Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (Eds.). (2008). Textbook of basic nursing. Lippincott Williams &
Wilkins.
Rosdahl, C.B., & Kowalsaki, M.T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC.
Taylor, C., Lillis, P., & LeMone, C. (2011). Clinical nursing skills.
C. Aktivitas Pembelajaran
1. Kuliah Pakar
Materi Durasi Dosen Keterangan
Konsep dan Prinsip
Kebutuhan aktivitas
dan latihan
20 menit Tim Dosen Kebutuhan
Dasar Manusia
Metode Pembelajaran
Synchronous
1. Mini lecture Tatap
Maya via Google Meet
2. Film
Materi Durasi Dosen Keterangan
Teknik dan prosedur
pelaksanaan asuhan/ praktik
ROM
40 menit Tim Dosen Kebutuhan
Dasar Manusia
Metode Pembelajaran
Asynchronous
1. Self study
2. Film
Teknik dan prosedur
pelaksanaan asuhan/ praktik
Memposisikan Pasien
Teknik dan prosedur
pelaksanaan praktik Logroll
4
3. Skill Lab
Materi Durasi Dosen Keterangan
Teknik dan prosedur
pelaksanaan asuhan/ praktik
ROM
170
menit
Tim Dosen
Kebutuhan Dasar
Manusia
Metode Pembelajaran
Synchronous
1. Skill Lab (Tatap Muka)
Asynchronous
2. Self Study
Teknik dan prosedur
pelaksanaan asuhan/ praktik
Memposisikan Pasien
Teknik dan prosedur
pelaksanaan asuhan/ praktik
Logroll
4. Self Learning
Materi Durasi Dosen Keterangan
Konsep dan Prinsip
Kebutuhan aktivitas
dan latihan
40 menit Tim Dosen Kebutuhan
Dasar Manusia
Metode Pembelajaran
Asynchronous
1. Self Study
5. Tugas
Materi Keterangan
Membuat video tindakan
Praktek Memposisikan
Pasien sesuai dengan Daftar
Tilik.
Video dibuat dengan durasi minimum 3 menit dan maksimum 5
menit, Tugas dilakukan per Individu. Tugas di upload di
Google Classroom. Waktu pengumpulan terakhir tanggal 14
September 2020 pukul 23.59 WIB.
Membuat Mind Map
mengenai Materi Kebutuhan
Aktivitas dan Latihan
Tugas berbentuk mind map yang membahas mengenai materi
kebutuhan aktivitas dan latihan secara detail. Tugas dikerjakan
per kelompok. Tugas di upload di Google Classroom. Waktu
5
pengumpulan terakhir tanggal 14 September 2020 pukul 23.59
WIB.
D. Dasar Teori
1. Gambaran Aktivitas dan Latihan.
Latihan adalah aktivitas fisik yang biasa dilakukan untuk meningkatkan kesehatan, dan menjaga
kebugaran (Perry & Potter, 2016). Sedangkan menurut DeLaune et al., (2019) aktifitas dan latihan
merupakan mobilitas yang tidak dibatasi gerak yang meliputi berjalan, berlari, duduk, berdiri,
mengangkat, mendorong, menarik, dan melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari /activity daily living
(ADL). Latihan merupakan tindakan terapeutik yang mempengaruhi fisiologis dan emosional pasien
dan merupakan suatu indikator status kesehatan karena mempengaruhi fungsi dari sistem tubuh.
Pergerakan pasien yang selaras dapat mengurangi mengurangi risiko cedera pada sistem
muskuloskeletal dan memungkinkan mobilitas fisik tanpa ketegangan otot dan berlebihan
a. Body Aligment/Perubahan Tubuh
Perubahan tubuh mengacu kepada perubahan posisi bagian tubuh yang terhubung satu sama lain
(DeLaune et al., 2019). Perubahan tubuh ini mengacu pada garis vertikal dan horizontal yang
melibatkan penentuan posisi tubuh sehingga tidak ada regangan otot, sendi, tendon, dan ligamen
yang berlebihan. Ketika tubuh dalam posisi yang benar gravitasi akan bertumpu pada satu titik dan
beban akan tersebat merata pada semua bagian tubuh. Manfaat keselarasan dan postur yang tepat
termasuk (1) kenyamanan klien; (2) pencegahan kontraktur; (3) promosi sirkulasi; (4) kurang stres
pada otot, tendon, saraf, dan sendi; dan (5) pencegahan penurunan kaki (fleksi plantar) (DeLaune
et al., 2019).
Keseimbangan Tubuh
Keseimbangan tubuh berhubungan dengan pusat gravitasi. Keseimbangan tubuh terbentuk ketika
adanya keselarasan dari basis dukungan (base of support) yang luas berbanding dengan gaya
gravitasi (line of gravity) yang rendah. Ketika pusat gravitasi tidak selaras dengan basis dukungan
maka yang terjadi adalah tubuh kehilangan keseimbangan. Untuk menjaga keseimbangan tubuh
hal yang dapat dilakukan adalah memperluas pangkal penyangga dengan memisahkan kaki ke
jarak yang nyaman dan meningkatkan keseimbangan dengan mendekatkan pusat gravitasi ke dasar
6
dukungan. Misalnya, Anda menaikkan ketinggian tidur ketika melakukan prosedur seperti
mengganti balutan untuk mencegah membungkuk terlalu jauh di pinggang dan menggeser basis
dukungan.
Koordinasi Gerak
Koordinasi gerak adalah hasil kerjasama antara berat, pusat gravitasi dan keseimbangan (potter)
berat badan adalah gaya yang diberikan oleh gravitasi pada suatu benda, Ketika suatu objek
diangkat, maka beban dari objek itu harus terpusat di tengah sesuai dengan pusat gravitasi. Apabila
posisinya tidak sesuai dengan pusat gravitasi maka resiko jatuh semakin besar karena tidak terjadi
keseimbangan.
Friction/Gesekan
Gesekan adalah kekuatan yang terbentuk untuk menentang gerakan. Gesekan pada pasien yang
tidak bergerak lebih besar daripada pasien yang sedang bergerak.
Latihan dan aktivitas
Kegiatan sehari-hari atau ADL yang membutuhkan energi seperti membersihkan rumah,
berpakaian, memasak, belanja, makan, dan bekerja merupakan salah satu bentuk latihan.
Kemampuan pasien dalam latihan dan beraktivitas berbeda-beda tergantung batas kemampuan
toleransi tubuh pasien. Latihan dan aktivitas membantu proses penyembuhan pada pasien karena
aktivitas dan latihan teratur mampu meningkatkan fungsi dari semua sistem tubuh, termasuk fungsi
kardiopulmoner (daya tahan), kebugaran muskuloskeletal (fleksibilitas dan tulang]] integritas),
kontrol dan pemeliharaan berat badan (citra tubuh), dan psikologis kesejahteraan (ACSM, 2007;
Edelman dan Mandle, 2010 dalam Perry & Potter, 2016).
Pasien yang mengalami gangguan mobilitas fisik, biasanya akan mengalami gangguan emosional.
Ketidak mampuan dalam melakukan ADL seperti keadaan normal membuat pasien merasa harga
diri rendah dan tidak berdaya (Kozier, 2010). Oleh karena itu perawat dapat membantu pasieb
dengan mempromosikan aktivitas fisik yang sesuai dengan kemampuan pasien. Program aktivitas
fisik yang baik harus mencakup kombinasi latihan yang menghasilkan manfaat fisiologis dan
psikologis. Ada tiga kategori latihan yang dapat dilakukan pasien yaitu latihan isotonik, isometrik,
dan isometrik resistif. Latihan isotonik adalah latihan yang merangsang kontraksi otot dengan
7
menggerakan bagian tubuh, contohnya berjalan, berenang, menari aerobik, jogging, bersepeda, dan
menggerakkan lengan dan kaki dengan resistensi ringan. Latihan isotonik mampu meningkatkan
fungsi sirkulasi dan pernapasan; meningkat massa otot, tonus, kekuatan; dan mempromosikan
aktivitas osteoblastik (aktivitas oleh sel-sel pembentuk tulang), sehingga memerangi osteoporosis.
Latihan isometrik merupakan aktifitas mengencangkan atau menegangkan otot tanpa menggerakan
bagian tubuh (kontraksi isometrik) contohnya adalah kontraksi otot gluteal. Bentuk latihan
isometrik sangat sesuai dengan pasien yang bed rest. Dengan latihan ini pasien dapat bergerak
hanya di tempat tidur. Manfaat dari latihan ini adalah untuk meningkatkan massa otot, tonus, dan
kekuatan, sehingga mengurangi potensi pengecilan otot; peningkatan sirkulasi ke bagian tubuh
yang terlibat; dan meningkat aktivitas osteoblastik. Latihan isometrik resistif adalah latihan yang
dilakukan individu mengkontaraksikan otot dengan cara mendorong benda diam atau menolak
pergerakan suatu objek (Hoeman, 2006). Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan
daya tahan otot. Contoh latihan isometrik resistif adalah push-up dan mengangkat pinggul, di mana
seorang pasien dalam posisi duduk mendorong dengan tangan menyentuh permukaan seperti kursi
dan mengangkat pinggul. Pada pasien yang mengalami imobilitas maka tidakan latihan otot ini
dapat dibantu dengan latihan range of motion (ROM).
b. Body Mechanic/Mekanika Tubuh
Gerakan tubuh mengkoordinasikan bagian dan posisi tubuh ketika bergerak. Tujuan dari body
mechanic adalah mencegah terjadinya ketegangan dan cedera pada otot, sendi dan tendon. Gerakan
tubuh merupakan hasil koordinasi dari fungsi integral, sitem kerangka otot, dan syaraf. Gerak
tubuh yang tepat sama pentingnya bagi perawat maupun klien. Aplikasi klinis mekanika dapat
dilakukan dengan tindakan rentang gerak. Rentang gerak mencerminkan sejauh mana sambungan
bisa bergerak. Kisaran rentang gerak bervariasi dimasing-masing sendi dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, termasuk usia, kondisi fisik, dan keturunan. Saat melakukan latihan Range of
motion (ROM), penting bagi perawat menempatkan sendi sesuaijangkauannya. Latihan ROM ini
dapat dilakukan dengan dapat menempatkan ekstremitas abduction (untuk memindahkan bagian
tubuh dari garis tengah), adduksi (untuk memindahkan bagian tubuh ke arah garis tengah), ekstensi
(diluruskan), fleksi (menekuk sendi) dan oposition (bagian tubuh berada di seberang bagian lain di
hampir 180 sudut). Body mechanic ini melibatkan tiga faktor yaitu: pusat gravitasi (center of
gravity), basis dukungan (base of support) dan garis gravitasi (line of gravity). Pusat gravitasi
(center of gravity) berada di daerah panggul ini berarti sekitar setengah dari berat badan kita
8
didistribusikan keatas dan setengahnya ke bawah. Ketika kita melakukan suatu gerakan maka
punggung kita harus tetap lurus untuk menjaga menjaga grafitasi tetap berada di kaki sehingga
keseimbangan tetap terjaga. Basis dukungan (base of support) menjadi dasar dari tubuh kita tetap
stabil. Garis gravitasi (line of gravity) merupakan garis imajiner antara atas kepala hingga ke basis
dukungan.
Keselarasan tubuh (Body Alignment) penting dilakukan untuk menjaga keseimbangan tubuh,
ketika keselarasan tubuh terjaga maka hgerakan yang dilakukan mampu merangsang semua otot
untuk bekerja dengan cara paling efisien dan aman tampa menyebabkan strain.
9
c. Regulation of movement
Gerakan tubuh yang terkoordinasi melibatkan fungsi terintegrasi dari sistem kerangka, otot, dan
saraf. Kerjasama dari ketiga sistem ini mendukung mekanis tubuh, sehingga seringkali ketigannya
dianggap sebagai unit fungsional tunggal.
(1) Sistem Kerangka (muskuloskeletal)
Sistem Kerangka (muskuloskeletal) terdiri dari tulang, sendi, ligamen dan otot. Tulang
merupakan sistem yang memiliki fungsi sebagai penyokong, perlindungan, pergerakan,
penyimpanan mineral, dan hematopoiesis (pembentukan sel darah). Dilihat dari fungsinya,
tulang memiliki fungsi terbanyak sebagai penyokokong dan pergerakan. Kapasitas menahan
beban berhubungan langsung dengan ukuran dan bentuk tulang.
Sendi adalah penghubung antara tulang atau dapat disebut sebagai sambungan. Setiap
sambungan diklasifikasikan berdasarkan struktur dan tingkatannya. Dilihat dari struktur ikat,
sambungan diklasifikasikan menjadi sebagai berserat (fibrous), tulang rawan (kartilago), atau
sinovial (Huether dan McCance, 2008). Sendi berserat (fibrous) memiliki struktur yang tetap
dan saling melengkapi sesuai bentuknya, sehingga hanya dapat mengakomodir gerakan yang
sedikit seperti pada syndesmosis antara tibia dan fibula. Sendi kartilago hanya dapat bergerak
sedikit akan tetapi elastis yang berfungsi untuk menyatukan permukaan tubuh yang terpisah
seperti synchondrosis yang menempel pada tulang rusuk ke tulang rawan kosta. Sendi
sinovialatau sendi sejati, merupakan sendi yang terdapat di engsel di siku, merupakan sendi
yang memiliki pergerakan paling bebas, dan secara anatomis merupakan sendi tubuh yang
kompleks.
Ligamen, Tendon, dan Tulang Rawan. Ligamen, tendon, dan tulang rawan merupakan
mendukung sistem kerangka. Ligamen memiliki struktur putih, mengkilap, pita fleksibel dari
jaringan fibrosa yang mengikat sendi dan hubungkan tulang dan tulang rawan. Mereka elastis
dan membantu fleksibilitas sendi dan memberikan dukungan. Tendon berwarna putih,
berkilau, dan berserat jaringan yang menghubungkan otot ke tulang. Tulang rawan bersifat
10
nonvaskular, mendukung jaringan ikat dengan fleksibilitas bahan plastik yang kuat. Karena
sifatnya maka cartilage berfungsi sebagai peredam kejut antara tulang mengartikulasikan.
Otot rangka berfungsi untuk mengerahkan kekuatan yang berlawanan untuk menghasilkan
suatu gerakan. Otot pada dasarnya adalah mesin yang mengubah energi menjadi pekerjaan
mekanis. Energi yang dihasilkan didapatkan karena adanya kontraktilitas dari tiga jenis otot
yaitu otot halus, jantung, dan tulang. Otot dipersarafi oleh saraf somatik oleh karena itu otot
dikendalikan secara volunter. Otot-otot bekerja sama dengan sistem saraf untuk
mempertahankan keselarasan tubuh dan gerakan.
(2) Sistem Syaraf
Kontraksi otot dikendalikan oleh sistem syaraf pusat (SSP) dan dipengaruhi oleh
pengangkutan nutrisi, oksigen dan pembuangan limbah hasil metabolisme. Sistem syaraf pusat
yang mengatur kerja otot terletak di korteks serebral pada girus precental (motorik) dan
bekerja secara volunter. Proses transmisi impuls dari sistem syaraf pusat menuju ke sistem
muskuloskeletal menggunakan nurotransmiter sebagai penghubungnya. Neurotransmiter ini
yang merangsang otot untuk melakukan gerakan. Jalur aferen menyampaikan informasi dari
reseptor sensorik ke ssp sedangkan syaraf eferen mentransmisikan respon dari sistem syaraf
pusat. Proprioception adalah kesadaran akan posisi tubuh, postur tubuh, gerakan dan
keseimbangan, berat, ketahanan dan bagian-bagiannya. Proprioception terletak di ujung
syaraf di otot, tendon, dan sendi. Proprioception akan mengkoordinasikan dan memberikan
impuls terus menerus ke otak yang mengatur gerakan yang tidak disadari seperti saat berjalan
proprioception pada bagian bawah akan memonitor dan memantau perubahan tekanan
sehingga ketika bagian kaki bergerak dan bersentuhan dengan permukaan jalan, maka individu
akan secara otomatis bergerak stationer.
Keseimbangan sangat penting dalam proses bergerak. Seseorang membutuhkan
keseimbangan yang memadai untuk berdiri, berlari, mengangkat, atau melakukan activity
daily living (ADL). Sistem saraf mengontrol keseimbangan terletak di dalam telinga bagian
dalam adalah kanal setengah lingkaran, tiga berisi cairan struktur yang membantu menjaga
keseimbangan. Cairan di dalam kanal memiliki inersia tertentu; ketika kepala tiba-tiba diputar
menjadi satu arah, fluida tetap diam sejenak, tetapi terusan berputar dengan kepala. Ini
11
memungkinkan seseorang untuk mengubah posisi secara tiba-tiba tanpa kehilangan
keseimbangan.
2. Latihan/Olah Raga
Latihan/ olah raga adalah aktivitas fisik yang melibatkan otot yang menyebabkan peningkatan detak
jantung diatas nilai detak jantung saat istirahat. Latihan mengurangi nyeri sendi, kekakuan otot dan
meningkatkan fleksibilitas. Tidak hanya itu latihan/ olah raga membuat tulang lebih kuat, sehingga
mengurangi risikonya terjadinya osteoporosis dan patah tulang, serta meningkatkan kekuatan otot,
koordinasi, dan keseimbangan. Olahraga berat merangsang peningkatan produksi endorfin, yang
meningkatkan rasa bahagia. Namun, penting untuk diperhatikan bahwa olah raga tidak boleh dilakukan
secara berlebihan, terutama pada orang yang baru pertama kali berolah raga. Apabila dilakukan maka
biasanya orang tersebut akan mengalami kelelahan yang tidak biasa atau terus-menerus, kelemahan
meningkat, rentang gerak menurun, sendi bengkak, atau nyeri terus menerus (nyeri yang berlangsung
lebih dari 1 jam setelah berolahraga). Pada pasien yang memiliki penyakit dianjurkan untuk
berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.
(1) Tipe Latihan
Latihan Range-of-Motion (ROM) adalah aktivitas olah raga yang dapat dilakukan oleh pasien baik
secara mandiri maupun dibantu oleh perawat. Rentang gerak atau (Range Of Motion) adalah
jumlah pergerakan maksimum yang dapat di lakukan pada sendi, di salah satu dari tiga bdang yaitu:
sagital, frontal, atau transversal (Perry & Potter, 2016). Range of motion adalah latihan gerakan
sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan
masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.
− Tujuan ROM
Tujuan ROM adalah :
Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot,
Memelihara mobilitas persendian,
Merangsang sirkulasi darah,
12
Mencegah kelainan bentuk,
Mencegah komplikasi vaskular akibat imiobilitas.
Memudahkan kenyamanan (Potter dan Perry, 2006; Johnson, 2005)
Klasifikasi ROM
Klasifikasi ROM terbagi menjadi ROM Pasif dan Aktif. ROM pasif adalah latihan yang di
berikan kepada klien yang mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan
pada tulang maupun sendi dimana klien tidak dapat melakukannya sendiri, sehingga klien
memerlukan bantuan perawat atau keluarga. ROM aktif adalah latihan ROM yang dilakukan
sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat dari setiap gerakan yang dilakukan. Indikasi ROM
aktif adalah semua pasien yang dirawat dan mampu melakukan ROM sendiri dan kooperatif.
Prinsip Dasar ROM
Prinsip dasar latihan ROM yaitu:
ROM harus di ulangi sekitar 8 kali dan di kerjakan minimal 2 kali sehari
ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehinga tidak melelahkan pasien.
Dalam merencanakan program latihan ROM memperhatikan umur pasien, diagnosis,
tanda vital, dan lamanya tirah baring.
Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu,
tumit, atau pergelangan kaki.
ROM dapat dilakukan pada semua persendian yang di curigai mengurangi proses
penyakit.
Melakukan ROM hrus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi atau perawatan rutin
telah dilakukan.
Prosedur pelaksanaan
Flexi : adalah gerakan melipat sendi dari keadaan lurus, contoh : flexi lengan bawah
Extensi : adalah gerakan meluruskan sendi dari keadaan terlipatke keadaan lurus, ini
mengakibatkan ukuran lengan atas tungkai menjadi lebih panjang disbanding dari
keadaan terlipat
13
Abduksi : adalah gerakan pada bidang frontal untuk membuka sudut terhadap garis
tengah, contoh : merentangan lengan, merentangan tungkai dan merentangkan jari-jari
tangan
Adduksi : adalah gerakan pada bidang frontal untuk menutup sudut terhadap garis
tengah, gerakan ini merupakan gerakan yang sebaliknya dari gerakan abduksi
Pronasi : adalah gerakan putar ke arah dalam dari lengan bawah dan tangan sehingga
telapak tanagn menghadap kea rah belakang (prone : posisi tubuh tengkurap)
Supinasi : adalah gerakan putar kea rah luar dari lengan bawah dan tangan sehingga
telapak tangan kembali menghadap ke depan (supine: posisi tubuh terlentang)
Infersi : adalah gerakan memutarkan jari kaki ke bagian dalam sehingga telapak kaki
menghadap ke kaki lainnya
Efersi : adalah gerakan memutarkan jari kaki kea rah luar sehingga bagian telapak kaki
menjauhi kakiyang lain
Rotasi : adalah gerakan putar pada sumbu panjang seluruh tungkai ke arah luar
Indikasi
Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
Kelemahan otot
Fase rehabilitasi fisik
Klien dengan tirah baring lama
Kontra Indikasi
Trombus/emboli pada pembuluh darah
Kelainan sendi atau tulang
Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
3. Kebugaran Tubuh
Tujuan dari aktivitas fisik yang teratur adalah kebugaran jasmani yang mempengaruhi kemampuan
fungsional individu. Ada empat komponen kebugaran fisik: daya tahan dan kekuatan, fleksibilitas
sendi, kebugaran kardiorespirasi, dan komposisi tubuh.
14
a. Ketahanan dan Kekuatan
Daya tahan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam durasi tertentu dan tidak
mengalami kelelahan. Seorang individu yang bugar secara fisik memiliki kekuatan otot dan
daya tahan yang memadai untuk melakukan latihan sesuai dengan tujuan. Kekuatan otot
adalah jumlah gaya yang diberikan oleh otot melawan resistensi. Kekuatan otot yang baik
memungkinkan seorang individu untuk bergerak dengan aman.
Kelenturan Sendi
Kemampuan untuk menggunakan otot dan bergerak tanpa adanya hambatan sesuai dengan
range of motionnya disebut sebagai fleksibilitas. Orang dengan keterbatasan fleksibilitas
cenderung mengalami pemendekan otot dan tendon, akibat hilangnya kekuatan otot dan cedera
sendi. Fleksibilitas dapat ditingkatkan dengan latihan peregangan seperti yoga, tai chi, dan
menari. Kegiatan ADL juga membantu menjaga fleksibilitas. Aktivitas berjalan,
membungkuk, dan mengangkat dapat mempromosikan dan mempertahankan fleksibilitas.
Kardiorespiratori
Latihan untuk meningkatkan fungsi kardiorespirasi, fisik aktivitas harus dipertahankan
setidaknya selama 20 menit untuk menaikkan detak jantung ke level target.
Komposisi Tubuh
Proporsi lemak untuk jaringan tubuh tanpa lemak disebut sebagai komposisi tubuh. Memiliki
tubuh yang berada dalam kondisi normal kisaran berat badan dan persentase lemak tubuh
tergantung pada keseimbangan asupan dan pengeluaran kalori.
Kebugaran pada Orang Tua
Kebugaran fisik sangat penting untuk orang dewasa yang lebih tua untuk pemeliharaan
kesejahteraan dan pencegahan cedera. Kekuatan otot, koordinasi, dan daya tahan dipengaruhi
oleh perubahan fisiologis penuaan. Kekuatan otot yang berkurang adalah akibat dari hilangnya
massa otot. Koordinasi dan ketahanan otot mengalami penurunan karena perubahan pada SSP
dan otot (Miller, 2009). Perubahan fisiologis seperti itu dapat meningkatkan risiko terjatuh.
Olahraga teratur, khususnya latihan beban (misalnya berjalan), meningkatkan daya tahan dan
15
memperkuat tulang. Hasil kepadatan tulang menurun menyebabkan osteoporosis, yang
membuat seseorang lebih rentan terhadap patah tulang. Beberapa manfaat latihan fisik pada
orang dewasa yang lebih tua adalah meningkatkan gaya berjalan dan keseimbangan,
meningkatkan fungsi kardiovaskular, meningkatkan energi, meningkatkan kepadatan tulang,
meningkatkan mobilitas dan meningkatkan penurunan berat badan.
4. Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan
Mobilitas dan tingkat aktivitas dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk status kesehatan
secara keseluruhan, tahap perkembangan, lingkungan, sikap, keyakinan, dan gaya hidup.
a. Status Kesehatan
Status kesehatan umum seseorang akan memengaruhi latihan dan toleransi aktivitas. Status
kesehatan tubuh pada individu manapun dipengaruhi oleh mobilitas, dimana seseorang yang
kurang aktivitas dapat menyebabkan status kesehatannya menurun. Mobilitas fisik dapat
mempengaruhi stamina, sehingga orang yang jarang beraktivitas biasanya mudah mengalami
kelelahan, kram otot, dispnea, defisit neuromuskuler atau perseptual, dan nyeri dada. Selain status
kesehatan umum, status mental individu juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan mobilitas.
Sehingga status mental seringkali dimanifestasikan sebagai perubahan dalam mobilitas atau
penampilan.
b. Tahapan Perkembangan
Tahap perkembangan individu akan mempengaruhi mobilitas dan kemampuan fungsional.
(1) Anak-anak
Perkembangan masa kanak-kanak dipantau melalui tahapan pencapaian seperti duduk,
merangkak, berjalan, berlari, dan melompat. Untuk bayi, mobilitas melibatkan perilaku
motorik kasar seperti postur tubuh, keseimbangan kepala, menggenggam, duduk, merayap,
dan berdiri. Balita lebih aktif, dengan berjalan, berlari, melompat, menendang, dan naik dan
menuruni tangga. Parameter aktivitas dan mobilitas untuk balita termasuk perilaku motorik
kasar dan halus, ketangkasan manual, dan eksplorasi dalam parameter keamanan lingkungan.
Anak prasekolah meningkatkan kekuatan dan menyempurnakan keterampilan dengan
berjalan, berlari, dan melompat. Selama masa kanak-kanak tengah (dari 6 hingga 12 tahun
16
usia), anak-anak telah meningkatkan kemampuan postur dan gerak dan peningkatan efisiensi
otot pada ekstremitas dan badan; anak-anak ini juga mengalami peningkatan jaringan otot
dengan penurunan lemak. Untuk prasekolah dan masa kanak-kanak, ekspektasi aktivitas dan
mobilitas berpusat pada pembangunan kekuatan, koordinasi, dan kapasitas fisik.
Remaja
Remaja (kira-kira usia 12 sampai 18) mengalami pertumbuhan yang dimulai dengan onset
pubertas dan diakhiri dengan penghentian pertumbuhan somatik. Perubahan dramatis pada
tahap ini, ditandai dengan pertumbuhan fisik yang cepat dan perkembangan karakteristik seks
sekunder. Penanda aktivitas dan mobilitas adalah perkembangan otot ditambah fungsi jantung,
pernapasan, dan metabolisme pengkondisian fisik.
Dewasa
Usia dewasa dibagi menjadi usia muda, menengah, dan kelompok. tua Dewasa muda memiliki
muskuloskeletal yang berkembang dengan baik dan sistem saraf yang idealnya berfungsi pada
puncak efisiensi. Orang dewasa paruh baya mengalami penurunan massa otot secara bertahap,
kekuatan, dan ketangkasan. Fokus aktivitas dan mobilitas untuk kedua kelompok ini
mempertahankan atau mengembangkan ritme, kekuatan, dan koordinasi sistem
muskuloskeletal. Orang dewasa yang lebih tua mengalami perubahan fisiologis sistem yang
progresif. Tingkat reabsorpsi kalsium, yang mempengaruhi kepadatan tulang meningkat
seiring dengan penuaan. Kehilangan kepadatan tulang semakin cepat pada wanita
pascamenopause karena jumlah estrogen yang menurun. Kepadatan tulang yang menurun
membuat seseorang lebih rentan mengalami patah tulang, kifosis (peningkatan konveksitas
yang abnormal di kelengkungan tulang belakang), dan pengurangan ketinggian. Penuaan juga
berdampak negatif pada otot dan jaringan ikat. Perkembangan atrofi otot adalah proses
bertahap dimana serat otot memburuk dan digantikan oleh jaringan ikat fibrosa. Atrofi otot
disertai dengan berkurangnya otot massa, hilangnya kekuatan otot, dan penurunan secara
keseluruhan massa tubuh. Tingkat atrofi otot akan dipengaruhi oleh tingkat aktivitas orang
tersebut. Individu yang tetap aktif secara fisik biasanya resiko atrofi otot berkurang dan
membantu memaksimalkan kekuatan otot.
17
Tulang rawan menua lebih lambat dibandingkan daripada tulang atau otot, namun, perubahan
tulang rawan tetap terjadi dan mempengaruhi fleksibilitas sendi. Penuaan mengarah ke
hilangnya kandungan air dari tulang rawan hialin dan penurunan kemampuan tulang rawan
untuk beregenerasi setelah trauma. Tulang rawan mungkin sedikit memburuk sebagai akibat
dari lamanya penggunaan dan adanya robekan. Penuaan juga mempengaruhi kesehatan diskus
intervertebralis. Diskus yang menipis menyebabkan usia tua individu menjadi lebih rentan
terhadap nyeri punggung dan cedera. Sebagai akibat dari perubahan fisik terkait usia, orang
tua sering mengalami beberapa perubahan fungsional dalam mobilitas. Ambulasi juga
mengalami penuruanan sebagai akibat dari kekakuan sendi dan kekuatan otot menurun;
perubahan tersebut diperhatikan sebagai pengurangan tinggi dan panjang langkah, seperti
yang ditunjukkan pada gaya berjalan menyeret. Ketidakfleksibelan tulang belakang dan
kekuatan otot berkurang dapat menyebabkan kesulitan masuk dan keluar klien dari posisi
duduk. Klien lansia mungkin membutuhkan bantuan bangkit dari kursi, berjalan-jalan, atau
menaiki tangga. Penuaan juga mempengaruhi sistem kardiovaskular dan pernapasan secara
langsung mempengaruhi daya tahan dan stamina. Aktivitas dan mobilitas pada orang tua
memiliki tujuan fokus pada pemeliharaan status fungsional dan keamanan.
c. Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi tingkat aktivitas dengan beberapa cara. Lingkungan rumah,
misalnya, dapat dianggap aman dan '' ramah mobilitas '' jika mereka bebas dari bahaya yang
dapat terjadi mengganggu atau membahayakan mobilitas dan aktivitas. Lingkungan kerja juga
dapat mempengaruhi mobilitas; pekerjaan tangan berulang (mis., penekanan tombol,
menjahit) dapat mengganggu mobilitas dan memperburuk artritis.
d. Sikap dan Kepercayaan
Faktor yang berpengaruh terkait olahraga adalah sikap dan kepercayaan seseorang, yang
sangat dipengaruhi oleh budaya dan keluarga. Kenyamanan aktivitas memberikan petunjuk
pada sistem nilai seseorang. Individu yang melakukan gerak jalan, bersepeda, atau berenang
untuk rekreasi menghargai gaya hidup aktif. Di sisi lain, individu yang menganggap pekerjaan
sebagai bidang kehidupan yang dominan dapat memandang latihan sebagai 'buang-buang
waktu.' Aktivitas yang dinikmati individu lebih sedikit cenderung menghasilkan kelelahan
18
daripada aktivitas yang tidak menarik untuk orang tersebut. Jadi, preferensi individu harus
disesuaikan dengan kemampuan saat merencanakan program latihan.
e. Gaya Hidup
Gaya hidup modern hanya membutuhkan sedikit aktivitas fisik. Penggunaan alat bantuan dan
barang-barang (misalnya, mobil, makanan cepat saji, kendali jarak jauh) menyebabkan
berkurangnya aktivitas fisik yang dilakukan. Gaya hidup banyak orang yang tidak banyak
bergerak mengakibatkan hilangnya kekuatan otot, penurunan daya tahan tubuh, tidak adekuat
fungsi kardiorespirasi, dan obesitas. Gaya hidup yang tidak banyak bergerak dapat
menyebabkan atrofi otot, tulang melemah, dan kekurangan otot motivasi dan energi untuk
terlibat dalam aktivitas fisik. Individu dengan latihan nilai gaya hidup aktif dan, oleh karena
itu, lebih kemungkinan mengalami hasil terapeutiknya.
5. Pengaruh Psikologis pada kemampuan Bergerak
Mobilitas dan Imobilitas mempengaruhi berbagai sistem dalam tubuh. Keduanya tidak boleh dilakukan
berlebihan maupun kurang dari yang seharusnya.
a. Pengaruh pada Sistem Neurologis dan Status Mental
Mobilitas dan aktivitas dapat meningkatkan tingkat energi individu dan perasaan sejahtera.
Aktivitas dan olahraga dapat meredakan ketegangan dan mengurangi stres, yang berakibat pola
tidur yang lebih baik dan peningkatan rasa kesejahteraan. Ketidakaktifan klien dan imobilitas
adalah pemicu stres yang dapat terjadi menyebabkan frustrasi, harga diri rendah, kecemasan,
ketidakberdayaan, depresi, ketidakpuasan umum, kegelisahan, ketidakbahagiaan, dan penurunan
penilaian diri kompetensi. Imobilitas mempengaruhi kognitif kemampuan, pengaruh, gaya hidup,
dan tanggung jawab sosial dan keluarga. Takut jatuh, nyeri, dan defisit sensorik seperti masalah
penglihatan, kelelahan, dan kelemahan adalah faktor yang memperparah yang meningkatkan
ketidakaktifan dan imobilitas.
b. Pengaruh pada Sistem Kardiovaskuler
Mobilitas dan olahraga memberikan manfaat bagi kardiovaskuler. Jantung menjadi lebih efisien
saat beradaptasi dengan peningkatan kebutuhan oksigen, dan curah jantung meningkat. Otot
jantung yang sehat menyebabkan penurunan detak jantung istirahat dan penurunan tekanan darah
saat istirahat. Jadi, individu yang tidak terbiasa berolahraga tidak harus berolahraga sama dengan
19
individu yang rajin berolahraga secara teratur. Aktivitas meningkatkan suplai oksigen ke jantung
dan otot dan dengan demikian bermanfaat bagi kesehatan secara keseluruhan. Imobilitas
meningkatkan beban kerja pada jantung dimana posisi terlentang meningkatkan volume darah
yang bersirkulasi jantung. Pergeseran cairan ini meningkatkan tekanan vena sentral bersama
dengan volume diastolik ventrikel kiri dan volume langkah, dan beban kerja jantung meningkat.
Sistem kardiovaskular rawan membentuk trombi (gumpalan darah) akibat stasis vena berhubungan
dengan kurangnya kontraksi otot kaki dan tekanan pada vena, terutama di daerah poplitea.
Trombus disebabkan oleh peningkatan koagulasi darah karena kalsium bebas dari demineralisasi
tulang, stasis darah vena, dan kerusakan intimal pada vena (seperti dari pungsi vena). Masalah
kardiovaskular lain yang terkait dengan imobilitas adalah hipotensi ortostatik, penurunan tekanan
darah akibat perubahan posisi mendadak, yang disebabkan oleh penurunan tekanan pembuluh
darah. Pada hipotensi ortostatik, parameter tekanan darah turun setidaknya 25 mm sistolik dan 10
mm diastolik dengan perubahan postur tubuh. Hipotensi ortostatik adalah akibat dari beberapa
faktor yang terkait dengan imobilitas, termasuk penurunan volume cairan yang bersirkulasi,
respons sistem saraf otonom menurun, penumpukan darah di ekstremitas bawah. Faktor-faktor
tersebut menyebabkan penurunan aliran balik vena yang negatif mempengaruhi curah jantung;
dengan demikian, tekanan darah diturunkan. Hipotensi ortostatik merupakan indikasi jantung
bekerja lebih keras dan kurang efisien. Pasien yang pernah mengalami imobilitas (misalnya dengan
tempat tidur istirahat) perlu memeriksakan tekanan darah sambil berbaring, duduk, dan kemudian
berdiri. Ini dilakukan untuk menetapkan baseline parameter untuk membantu dalam menentukan
keberadaan postural terkait perubahan tekanan darah.
c. Pengaruh pada Sistem Respiratori
Respon pernapasan terhadap aktivitas adalah peningkatan asupan oksigen, yang menghasilkan
peningkatan kapasitas pernapasan secara keseluruhan dan lebih mudah bernapas. Efek oksigenasi
ke jaringan ditingkatkan, dan pengumpulan sekresi di bronkiolus kecil kemungkinannya.
Imobilitas dari duduk atau berbaring membatasi ekspansi dada, yang diperparah oleh efek atrofi
otot pernapasan dan batuk tidak efektif. Stasis pernafasan sekresi dapat diperburuk dengan
penggunaan depresan SSP obat-obatan dan dehidrasi serta dapat menyebabkan pneumonia
hipostatik dan atelektasis.
20
d. Pengaruh pada Sistem Muskuloskeletal
Respon muskuloskeletal terhadap aktivitas sangat banyak, termasuk otot yang lebih kuat dan lebih
jelas, tulang yang lebih kuat, dan peningkatan mobilitas dan jangkauan gerak sendi. Latihan bisa
meningkatkan daya tahan dan toleransi kelompok otot. Latihan menahan beban seperti berjalan
(sebagai lawan berenang) sangat bermanfaat dalam mencegah osteoporosis, atau hilangnya
kekuatan dan mineral di tulang. Mobilitas fisik yang menurun menyebabkan terjadinya
muskuloskeletal kasar gangguan, terutama bila terjadi atrofi otot. Mobilisasi yang menurun
mengubah struktur otot dengan mengurangi massa otot dan penurunan diameter sel otot dan jumlah
sebenarnya dari sel otot. Klien mengalami kelelahan yang cepat, penurunan kekuatan dan tonus
otot, penurunan daya tahan tubuh, penurunan mobilitas sendi, kekakuan otot, kontraktur sendi, dan
keseimbangan nitrogen negatif karena katabolisme protein. Kerugian kalsium merupakan respons
terhadap imobilitas dan menunjukkan ketidakseimbangan antara pembentukan dan kerusakan
tulang. Kurangnya tekanan (misalnya, menahan beban) pada tulang memicu hilangnya kalsium.
Demineralisasi tulang terjadi paling cepat 2 atau 3 hari setelahnya timbulnya imobilitas dan dapat
menyebabkan patah tulang patologis, batu ginjal, dan osteoporosis.
e. Pengaruh pada Sistem Digestive
Respon pencernaan terhadap aktivitas termasuk peningkatan nafsu makan dan haus, yang
menunjukkan bahwa tubuh sedang memproses nutrisi asupan ditingkatkan. Latihan meningkatkan
metabolisme dengan penyerapan nutrisi yang dihasilkan dan ekskresi limbah. Kehilangan nafsu
makan umumnya terkait dengan kurangnya aktivitas, keseimbangan nitrogen negatif, dan pola
eliminasi yang berubah. Keseimbangan nitrogen negatif terjadi saat keluaran nitrogen melebihi
asupan nitrogen. Penyebab keseimbangan nitrogen negatif termasuk peningkatan kebutuhan
protein dalam kasus kerusakan jaringan yang luas, seperti pembedahan dan imobilitas yang
berkepanjangan. Imobilitas yang berkepanjangan menyebabkan atrofi otot atau pengecilan otot;
oleh karena itu, diperlukan protein tambahan asupan untuk memberikan perbaikan otot.
f. Pengaruh pada Sistem Eliminasi
Pola eliminasi difasilitasi oleh mobilitas dalam retensi tersebut limbah biasanya dicegah dan risiko
sembelit dikurangi atau dihindari. Aktivitas menyebabkan otot menjadi lebih kuat dan lebih efisien,
sehingga meningkatkan efisiensi eliminasi secara keseluruhan. Konstipasi dan impaksi feses
21
merupakan komplikasi yang sering terjadi imobilitas. Variabel yang berkontribusi pada eliminasi
ini Masalahnya adalah kurangnya aktivitas, yang menurunkan gerakan peristaltik, kurangnya
privasi, ketidakmampuan untuk duduk tegak, pola makan yang tidak tepat, asupan cairan tidak
adekuat, dan penggunaan beberapa obat, terutama narkotika. Stasis urin dan infeksi saluran
kemih berhubungan dengan posisi berbaring posisi orang yang tidak bisa bergerak. Peristaltik
menurun ureter menyebabkan stasis urin, yang merupakan etiologi dari batu saluran kemih (batu)
dan infeksi. Distensi kandung kemih terjadi karena relaksasi sfingter eksternal yang sulit dan
penurunan tekanan intraabdominal, sehingga menyebabkan overflow inkontinensia (kehilangan
kendali kandung kemih) dan infeksi. Kombinasi peningkatan kalsium urin, stasis urin, dan infeksi
saluran kemih menyebabkan pembentukan batu.
g. Pengaruh pada Sistem Integumen
Manfaat sistem integumen dari aktivitas dan olahraga dalam peningkatan sirkulasi dan aliran darah
meningkatkan oksigenasi jaringan. Hasilnya, turgor dan kilau kulit dan rambut terawat. Tukak
lambung adalah masalah serius yang berhubungan dengan imobilitas. Tekanan berkepanjangan,
gaya geser, gesekan (gesekan), dan kelembaban menyebabkan iskemia jaringan (gangguan
sirkulasi darah), menyebabkan kerusakan kulit dan ulkus tekanan. Kelembaban di berupa urine,
feses, keringat, dan bisa juga luka drainase menyebabkan pelunakan kulit, yang meningkatkan
risiko tukak lambung. Faktor sekunder yang berkontribusi terhadap perkembangan ulkus tekanan
adalah penurunan nutrisi, penurunan tekanan arteri, peningkatan usia, dan edema. Memposisikan
pasien
6. Prinsip memposisikan pasien
Memposisikan pasien merupakan tindakan yang sering dilakukan oleh perawat, dalam memposisikan
pasien perawat harus memperhatikan prinsip keamanan pasda pasien. Menurut Perry & Potter. (2016)
ketika perawat akan memposisikan pasien harus perawat harus memiliki keseimbangan yang baik
dengan cara melebarkan kaki sebagai base of support, menurunkan pusat gravitasi, memastikan bahwa
pasien yang akan diposisikan memiliki posisi yang seimbang, posisi perawat berhadapan dengan arah
posisi perubahan pasien, gunakan tehnik mendorong, membalikan dan usahakan menghindari tindakan
mengangkat.
Macam-macam posisi pasien
22
Memposisikan pasien merupakan penggunaan mekanik tubuh perawat yang bertujuan untuk
membantu pasien bergerak dengan aman. Posisi tubuh yang baik mempermudah dalam proses
memindahkan pasien dan menjaga keamanan dari perawat dan pasien.
Memposisikan pasien merupakan hal yang umum dilakukan perawat. Memposisikan pasien
terlihat mudah akan tetapi berbahaya apabila dilakukan dengan tidak benar. Perubahan posisi
pasien penting dilakukan untuk mencegah terjadinya atropi, pneumonia, penyumbatan darah,
kelemahan otot, konstipasi pressure ulcer dan lainnya. Membantu pasien berganti posisi
memerluka body mechanics yang baik untuk mencegah terjadinya injuri pada pasien dan perawat.
Memindahkan dan memposisikan pasien dapat dilakukan dengan bantuan alat atau hanya
menggunakan tubuh perawat sebagai alat bantunya. Berikut ini adalah macam-macam posisi dari
pasien.
a. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala tempat
tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
23
Fowler
b. Posisi Sim’s
posisi sims
Posisi sim adalah posisi miring kekanan atau miring kekiri. Posisi ini dilakukan untuk
memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria). Berat badan terletak pada
tulang illium, humerus dan klavikula.
c. Posisi Trendelenberg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada
bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
posisi trendeleberg
24
d. Posisi Dorsal Recumben
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau
direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa serta
pada proses persalinan.
dorsal recumben
e. Posisi Lithotomi
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya
ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan,
dan memasang alat kontrasepsi.
lithotomi
f. Posisi Genu pectrocal
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki di tekuk dan dada menempel
pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rektum dan
sigmoid.
25
genu pectoral
g. Posisi orthopeneic
Posisi pasien duduk dengan menyandarkan kepala pada penampang yang sejajar dada, seperti
pada meja.
h. Supinasi
Posisi telentang dengan pasien menyandarkan punggungnya agar dasar tubuh sama dengan
kesejajaran berdiri yang baik.
suspinasi
26
i. Posisi pronasi
Pasien tidur dalam posisi telungkup Berbaring dengan wajah menghadap ke bantal.
pronasi
j. Posisi lateral
lateral
Posisi miring dimana pasien bersandar kesamping dengan sebagian besar berat tubuh berada
pada pinggul dan bahu.
top related