JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM … · 2017. 4. 1. · “JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA”. Skripsi ini diajukan
Post on 07-Feb-2021
8 Views
Preview:
Transcript
i
SKRIPSI
JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL
DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP
LIBYA
VERONIKA PUTERI KANGAGUNG
NIM. 0803005123
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP
LIBYA
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
VERONIKA PUTERI KANGAGUNG NIM. 0803005123
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
iii
iv
SKRIPSI INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL : 6 Agustus 2015
Panitia Penguji Skripsi Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas
Udayana Nomor : 313/UN14.1.11.1/PP.05.02/2015 Tanggal 23 Juli 2015
Ketua : Dr. I Dewa Gede Palguna, SH.,M.Hum ( )
NIP.196112241988031001
Sekretaris : A.A. Sri Utari, SH.,MH ( )
NIP.197702172001122001
Anggota : 1. Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH,.H.Hum ( )
NIP.195803211986021001
: 2. I Gede Pasek Eka Wisanjaya, SH.,MH ( )
NIP.197305281998021001
: 3. I Gede Putra Ariana, SH.,M.Kn ( )
NIP.197807042008011009
v
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM
SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA”. Skripsi ini diajukan
sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
Penyusunan karya tulis ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, yaitu
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana SH,.MH., selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH.,MH., selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H.,M.H., selaku Pembantu Dekan
II Fakultas Hukum Universitas Udayana.
4. Bapak I Wayan Suardana, S.H.,M.H., selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
vi
5. Bapak Ida Bagus Erwin Ranawijaya, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum
Internasional, Fakultas Hukum Universitas Udayana.
6. Bapak I Gede Putra Ariana, SH.,M.Kn., Sekretaris Bagian Hukum
Internasional, Fakultas Hukum Universitas Udayana.
7. Bapak Dr. I Dewa Gede Palguna, SH.,M.Hum., selaku dosen
pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
8. Ibu A.A. Sri Utari, SH.,Mh., selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.
9. Bapak I Made Budi Arsika SH.,L.LM., selaku dosen yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.
10. Bapak I Ketut Sudjana, S.H.,M.H., Pembimbing Akademik, atas
pengarahan pengambilan mata kuliah guna menyelesaikan studi kuliah
penulis.
11. Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Udayan yang
telah banyak memberikan ilmu serta wawasan yang lebih kepada
penulis.
12. Orang tua penulis Kartika Winatha (alm.) dan Yulia Susanty, serta
adik-adik saya yang selalu mendukung dengan perhatian, semangat,
dan doa.
vii
13. Sahabat penulis Sheryl, Suri, Odilia, Sanie, Haniffa, Nurhayati,
terimakasih untuk semua bantuan, semangat dan doa selama
penyusunan tugas akhir ini.
14. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun sehingga akan menjadi lebih baik di masa yang akan
datang. Harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada semua
pihak yang membutuhkannya.
Denpasar, Juni 2015
Penulis
viii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa, Karya Ilmiah/Penulisan
Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun,
dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu
pada naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan
duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja
mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka
penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban
ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Denpasar,
Yang menyatakan,
(Veronika Puteri Kangagung)
0803005123
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ........................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................... iii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI .................. iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ..................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 7
1.3. Ruang Lingkup Masalah ............................................................ 8
1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................... 9
a. Tujuan Umum .......................................................................... 9
b. Tujuan Khusus ......................................................................... 9
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................... 9
a. Manfaat Teoritis ....................................................................... 9
b. Manfaat Praktis ........................................................................ 10
1.6. Landasan Teoritis ...................................................................... 10
1.7. Metode Penelitian ..................................................................... 18
a. Jenis Penelitian ......................................................................... 18
b. Jenis Pendekatan ...................................................................... 18
c. Sumber Bahan Hukum ............................................................. 20
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ....................................... 21
e. Teknik Analisa Bahan Hukum ................................................. 22
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NATO .......................................... 23
2.1. Sejarah Lahirnya NATO ........................................................... 23
2.1.1. Pengaruh Perang Dingin ................................................. 23
2.1.2. Tujuan Pendirian NATO ................................................. 26
x
2.1.3. Ruang Lingkup dan Asas-Asas NATO ........................... 29
2.1.4. Perkembangan Terakhir NATO ...................................... 32
2.2. NATO sebagai Organisasi Internasional ................................... 35
2.2.1. Hubungan antara Kedudukan, Fungsi dan Kewenangan
NATO .............................................................................. 35
2.2.2. Kekhasan NATO sebagai Organisasi Internasional ........ 40
2.2.3. Kedudukan, Fungsi dan Kekuasaan NATO .................... 43
2.2.4. Misi-Misi Perdamaian NATO ......................................... 47
BAB III PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL SERANGAN NATO
TERHDAP LIBYA ......................................................................................... 49
3.1. Tinjauan Umum terhadap Libya di bawah Pemerintahan Moammar
Gaddafi ..................................................................................... 49
3.1.1. Sejarah Pemerintahan Moammar Gaddafi di Libya ........ 49
3.1.2. Perlawanan Kelompok Oposisis terhadap Pemerintahan
Moammar Gaddafi .................................................................... 52
3.1.3. Kualifikasi Konflik Bersenjata di Libya Dalam Perspektif
Hukum Internasional ................................................................. 59
3.2. Keabsahan Serangan NATO terhadap Libya ............................
3.2.1. Perspektif Hukum Internasional Umum .........................
3.2.2. Perspektif Hukum Humaniter .........................................
BAB IV BATAS ALASAN PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL SEBAGAI
PEMBENARAN DALAM SERANGAN NATO TERHADAP LIBYA ....... 73
4.1. Perlindungan Penduduk Sipil dalam Hukum Internasional ...... 73
4.1.1. Ketertiban Umum dalam Hukum Internasional dalam
Kaitannya dengan Perlindungan Penduduk Sipil ..................... 73
4.1.2. Beberapa Pengaturan Khusus .......................................... 75
a. Hukum Hak Asasi Manusia ................................................... 75
b. Hukum Humaniter ................................................................. 76
4.2. Praktik Penegakan Ketentuan tentang Perlindungan
Penduduk Sipil .......................................................................... 80
4.2.1. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad ’Hoc ........................ 80
xi
4.2.2. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) ........................... 83
4.3. Analisis Penggunaan Alasan Perlindungan Penduduk Sipil dalam
Serangan NATO terhadap Libya .............................................. 85
4.3.1. Konsep Perlindungan Penduduk Sipil ............................. 85
4.3.2. Doktrin Responsibility To Protect .................................. 90
4.3.3. Tinjauan Komperhensif ................................................... 94
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 97
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 97
5.2. Saran ........................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 99
LAMPIRAN ..................................................................................................... 104
ABSTRAK ...................................................................................................... xii
xii
JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA
ABSTRAK
Seiring perubahan jaman dunia selalu berkembang, demikian pula dengan
permasalahan-permasalahan yang terjadi. Salah satu isu internasional yang terjadi adalah ketika pada tahun 2011 terjadi pemberontakan di Libya. Timbulnya pemberontakan ini kemudian menimbulkan banyaknya korban sipil dan membuat prihatin dunia internasional. Organisasi-organisasi internasional kemudian turut berperan dengan konsep melindungi warga sipil Libya dan salah satu diantaranya ialah NATO.
Serangan yang dilakukan oleh NATO terhadap Libya kemudian mengakibatkan jatuhnya korban sipil. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas serangan tersebut beserta batasan pemakaian alasan perlindungan penduduk sipil dapat dibenarkan.Tulisan skripsi ini memakai metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Dasar yang dipakai dalam penulisan skripsi ini ialah Hukum Internasional, Hukum Humaniter Internasional, serta instrumen-instrumen hukum internasional seperti Resolusi Dewan Keamanan PBB 1970 dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1973 serta Kovensi Deen Haag, Kovensi Jenewa, Statuta Roma dan lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian skripsi ini, NATO dapat dibenarkan dalam melakukan serangannya terhadap Libya. Dasar pembenaran ini ialah konsep ‘perlindungan penduduk sipil’ yang tertuang dalam Resolusi DK PBB 1970 dan 1973, khususnya dalam paragraf 4 (Res.DK PBB 1973). Kata Kunci : NATO, Hukum Internasional, Hukum Humaniter, Kovensi Deen Haag, Kovensi Jenewa, Resolusi Dewan Keamanan PBB 1970, Resolusi Dewan Keamanan PBB 1973.
xiii
JUSTIFICATION OF CIVILIANS PROTECTION IN NATO MILITARY ATTACK
ON LIBYA
ABSTRACT
As the world changes and evolving, so as the problems that occured. One
international issue that happen is when a rebellion in 2011 occurred in Libya. This then led to an uprising by the number of civilian casualties and create international concern. International organizations then contribute to the concept of protecting Libyan civilians and NATO is one of them.
Attacks carried out by NATO against Libya later resulted in civilian casualties. This then raises the question of the legality of such attacks and their usage limit civilian protection reasons can be used. This paper’ll used normative legal research methods to approach legislation and case approach. The basis used in this thesis is International Law, International Humanitarian Law, as well as legal instruments such as the UN Security Council Resolution 1970 and UN Security Council Resolution 1973 as well as Deen Haag Convention, the Geneva Conventions, the Rome Statute and other.
Based on the results of this thesis, NATO can be justified in conducting attacks against Libya. The basic justification is that the concept of 'protection of civilians' as stated in UNSC Resolutions 1970 and 1973, particularly in paragraphs 4 (Res.DK UN 1973). Keywords: NATO, International Law, Humanitarian Law, Deen Haag Convention, the Geneva Conventions, the UN Security Council Resolution 1970, UN Security Council Resolution 1973.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Konflik di Libya merupakan akibat dari aksi protes masyarakat Libya yang
menuntut pelaksanaan program bantuan pemerintah dan penanganan korupsi
politik terhadap pemerintah Gaddafi. Aksi tersebut kemudian mendapat
perlawanan dari pemerintahan Gaddafi yang merespon dengan tindakan
kekerasan, seperti pemakaian ‘water canon’ dan senjata api kepada para
demonstran. Tindakan tersebut ternyata berujung pada tewasnya ratusan orang
yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah.1
Kejadian tersebut kemudian menjadi sorotan masyarakat internasional
khususnya mengenai isu Hak Asasi Manusia (HAM). Sejumlah entitas
internasional pun mendesak pemerintah Libya untuk menghentikan tindakan-
tindakan yang pelanggaran berat HAM terhadap rakyatnya. Respon pemerintah
Libya yang mengabaikan desakan tersebut memicu reaksi serius masyarakat
internasional.
Pada tanggal 30 Juli 2011, North Atlantic Treaty Organization (NATO)
melakukan serangan udara terhadap kantor media pemerintah Libya yang
kemudian menewaskan 3 orang pekerja media dan melukai 21 orang lainnya.
Serangan tersebut merupakan salah satu contoh serangan-serangan yang telah
1 Disarikan dari Aljazeera.com, URL: http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2011/02/201122171649677912.html diakses terakhir pada tanggal 6 Mei 2015.
2
dilakukan NATO. Hingga tanggal 17 Agustus 2011, serangan militer NATO telah
menewaskan 1.108 warga sipil dan melukai 4.537 orang lainnya.2
Menarik untuk dicermati bahwasanya serangan militer NATO ke Libya
ternyata didasarkan atas alasan untuk perlindungan penduduk sipil, sebagaimana
dinyatakan secara tegas dalam pernyataan Sekretaris NATO.3 Adapun salah satu
justifikasi yang digunakan oleh NATO ialah Resolusi Nomor 1973 yang diadopsi
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 17 Maret
2011 yang berbunyi sebagai berikut:
“Calls upon all Member States, acting nationally or through regional
organizations or arrangements, to provide assistance, including any necessary
over flight approvals, for the purposes of implementing paragraphs 4, 6, 7 and 8
above”4
Dapat diartikan, bahwa yang dimaksud dari paragraf 4 dalam resolusi
tersebut ialah memberikan otorisasi kepada negara-negara yang telah diberi
wewenang untuk bertindak secara unilateral atau melalui organisasi internasional
untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi warga sipil
dan penduduk sipil dari suatu ancaman serangan. Sementara paragraf 65 dan 76
merupakan ketentuan yang menjelaskan mengenai pelarangan terbang (konsep
‘No Fly Zone’) di daerah Jamahiriya Arab dengan pengecualian penerbangan-
2 CYBERSabili.com, URL: http://sabili.co.id/internasional/sudah-1-108-warga-libya-tewas-dalam-serangan-nato, diakses terakhir tanggal 6 Mei 2015. 3 Secretary General’s video blog, URL: http://andersfogh.info/2011/06/22/nato-protecting-civilians-in-libya, diakses tanggal 22 Mei 2015. 4 Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES/1973 (2011), Par 9. 5 Lihat Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES1973 (2011), Par.6 6 Lihat Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES1973 (2011), Par.7
3
penerbangan yang dilakukan dengan alasan kemanusiaan. Kemudian, paragraf 87
berisi ketentuan yang menegaskan kepada seluruh anggota yang telah
mengkonfirmasikan keanggotaanya kepada Sekretaris Jenderal PBB maupun
Sekretaris Jenderal Liga Arab, untuk melakukan segala upaya tindakan yang
diperlukan secara unilateral atau melalui organisasi internasional guna
mendukung pelaksanaan ketentuan dalam paragraf 6 dan 7 di atas.
Negara Libya pada tahun 1951 merupakan negara berbentuk kerajaan
yang dipimpin oleh Raja Idris I. Pasca kudeta yang dipimpin oleh Muammar
Gaddafi, Libya menjadi negara demokrasi yang menganut asas desentralisasi serta
mempunyai dewan-dewan lokal yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan
sesuai dengan filosofi yang tertulis di dalam buku ciptaannya “The Green Book”.8
Namun pada kenyataannya, struktur pemerintahan tersebut hanyalah manipulasi
politik yang dibuat oleh Gaddafi, dengan maksud untuk memastikan dominasi
seluruh kekuasaan negara Libya tetap berada di tangannya.
Seiring dengan kepemimpinannya, grafik keadaan ekonomi, politik dan
bahkan kesehatan masyarakat mulai melemah cukup drastis. Diperkirakan
sebanyak 20,74% warga Libya merupakan pengangguran, lebih dari 16% keluarga
tidak memiliki penghasilan tetap, sementara 43% di antara mereka hanya
memiliki satu anggota keluarga dengan penghasilan tetap. Selain itu, Tidak
banyak pula pembangunan yang dilakukan oleh Gaddafi dalam 40 tahun terakhir,
malah mengakibatkan banyaknya masalah-masalah sosial yang melanda warga
Libya, termasuk di antaranya ialah masalah kesehatan, sehingga banyak dari 7 Lihat Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES1973 (2011), Par.8 8 Archive.org,URL:https://archive.org/details/TheGreenBook_848, diakses terakhir tanggal 6 Mei 2015.
4
masyarakat Libya terpaksa berobat ke negara-negara tetangga seperti Tunisia dan
Mesir.9
Protes yang dilakukan warga Libya telah dimulai pada awal Januari 2011
hingga puncaknya terjadi pada bulan Maret 2011. Bentuk dari protes ini ialah
berupa aksi demonstrasi warga yang merupakan oposisi pemerintah di berbagai
kota di Libya, yaitu Tripoli, Tajoura, Zintan dan kota-kota lainnya. Mereka
menuntut Gaddafi untuk turun dari kursi kekuasaan yang telah didudukinya
selama 42 tahun. Demonstrasi tersebut berujung pada konflik bersenjata antara
pasukan pemerintah dan pasukan oposisi yang memakan korban jiwa sebanyak
165 orang.10 Insiden tersebut kemudian menuai respon negatif dari masyarakat
internasional yang menilai tindakan pemerintah Libya terhadap warganya
merupakan tindakan yang menimbulkan ketidakpastian perlindungan Hak Asasi
Manusia (HAM) dari pemerintah Libya terhadap warganya.
Konflik bersenjata antara pihak pemerintah dengan pihak oposisi di negara
Libya kemudian menarik perhatian masyarakat internasional yang menilai konflik
tersebut sebagai ancaman terhadap keselamatan penduduk sipil Libya. Guna
merespon situasi tersebut, pada tanggal 26 Februari 2011, Dewan Keamanan PBB
memutuskan untuk mengadopsi Resolusi S/RES/1970 (2011)11 yang kemudian
disusul dengan Resolusi S/RES/1973(2011) pada tanggal 17 Maret 2011. Salah
satu isu penting termuat di dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB
9 Bbc.co.uk, URL : http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-12532929, diakses terakhir 6 Mei 2015. 10 ANTARANEWS.com, URL: http://www.antaranews.com/berita/270884/pejabat-pbb-sesalkan-serangan-nato-terhadap-tv-libya , diakses tanggal 18 Mei 2015. 11 Tentang embargo pasukan, larangan berpergian dan pembekuan asset yang berhubungan dengan situasi Arab Jamahiriya Libya.
5
S/RES/1973(2011)12 yang secara spesifik mencantumkan tentang no-fly zone di
daerah sekitar Libya. Langkah ini diambil atas usulan pihak oposisi demi
mencegah serangan udara yang dilakukan pasukan Gaddafi terhadap mereka.13
Keterlibatan NATO untuk menjalankan mandat Dewan Keamanan PBB,
khususnya dalam konteks operasi militer, bukanlah sesuatu hal yang baru. Sejak
terbentuk secara resmi pada tanggal 4 Maret 1949, organisasi ini ditujukan
sebagai aliansi militer yang mengembangkan sistem pertahanan kolektif dan
mutual terhadap serangan oleh pihak eksternal.14 Organisasi ini mendukung
penyelesaian sengketa secara damai yang apabila tidak berhasil, dapat
menggunakan kapasitas militer yang dibutuhkan untuk melaksanakan
penyelesaian sengketa.15
Dalam pembukaan North Atlantic Treaty juga telah disebutkan NATO
menegaskan kepercayaannya terhadap tujuan dan prinsip-prinsip yang tercantum
dalam Piagam PBB.16 Sesuai dengan Pasal 1 North Atlantic Treaty bahwa NATO
mempunyai wewenang dalam membantu menyelesaikan konflik internasional,
baik dalam cara-cara damai dan juga penggunaan kekuatan sesuai dengan tujuan
dari PBB sendiri.17
12 Tentang perlindungan warga sipil atas Hak Asasi Manusia. 13 Kompas.comURL : http://internasional.kompas.com/read/2011/03/18/11181543/Apa.Arti.Zona.Larangan.Terbang.Libya, diakses tanggal 10 Mei 2015. 14 Nato.int URL: http://www.nato.int/history/nato-history.html, diakses tanggal 6 mei 2015. 15 www.nato.int, URL : http://www.nato.int/cps/en/SID F90A25B4F402E863/natolive/what_is_nato.html, diakses tanggal 10 Mei 2015. 16 Opening statement of The North Atlantic Treaty (1949): … The Parties to this Treaty reaffirm their faith in the purposes and principles of the Charter of the United Nations and their desire to live in peace with all peoples and all Governments… 17North Atlantic Treaty (1949); Article 1 : ... The Parties undertake, as set forth in the Charter of the United Nations, to settle ...
6
Apabila kemampuan dan keterlibatan NATO dalam sejumlah operasi
militer sebelumnya memang telah direncanakan dan diprediksi, maka dalam
serangannya yang dilancarkan ke Libya kali ini tersirat suatu kejanggalan. NATO
menjustifikasi bahwa serangan militer ke Libya yang dilakukannya adalah dalam
rangka memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil, akan tetapi faktanya
justru NATO juga menargetkan serangannya kepada penduduk sipil dan obyek
sipil. Sementara dalam kasus ini, NATO jelas-jelas telah melakukan serangan
terhadap berbagai gedung ataupun kota yang tidak dipertahankan.18
Maka timbul sebuah pertanyaan, bukankah penyerangan tersebut telah
melanggar ketentuan Konvensi IV Den Haag 1907 mengenai Hukum dan
Kebiasaan Perang di Darat, tepatnya seperti yang dinyatakan dalam Artikel 25
yaitu “The subject to attack or bombardment, by any means whatever, of
undefended towns, villages, or buildings is forbidden.” Dapat diartikan bahwa
penyerangan atau pemboman terhadap kota-kota, desa-desa, kampung-kampung
atau gedung-gedung yang tidak dipertahankan adalah dilarang.19
Hal menarik yang muncul dalam kasus ini adalah timbulnya sebuah
pertanyaan yaitu, dapatkah perlindungan terhadap penduduk sipil dijadikan
justifikasi dari suatu serangan militer? Melihat permasalahan tersebut, penulis
beranggapan bahwa perlu dilakukan kajian terhadap penggunaan kekuatan militer
oleh NATO khususnya menyangkut legalitas dan justifikasi perlindungan
penduduk sipil yang digunakan dalam melakukan serangan tersebut. Selain hal 18 PelitaOnline.com, URL : http://www.pelitaonline.com/read/politik/internasional/16/5536/serangan-nato-bunuh-85-warga-sipil-di-libya/, diakses tanggal 19 Mei 2015. 19 J. Supoyo, 1996, Hukum Perang Udara dalam Humaniter, PT.Toko Gunung Agung, Jakarta, h. 32.
7
tersebut penulis merasa permasalahan tersebut penting untuk ditulis, sebab sejauh
ini hal mengenai peperangan belum diatur secara tegas dalam Piagam PBB.20
Perlindungan penduduk sipil sebagai alasan menggunakan kekuatan juga
melanggar salah satu asas hukum internasional yaitu prinsip Non-Intervensi.
Dapat pula dipertanyakan mengenai wewenang NATO dalam melaksanakan
resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB. Sepanjang pengetahuan penulis belum
ada mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Udayana yang menulis ataupun
mengangkat permasalahan tersebut sebagai tugas akhirnya. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut dalam bentuk karya tulis dengan
judul “JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM
SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, terdapat
dua masalah yang akan menjadi pokok bahasan dalam karya tulis ini, yaitu :
1. Bagaimanakah legalitas serangan militer NATO terhadap Libya
ditinjau dari perspektif penggunaan kekuatan (the use of force) dalam
Hukum Internasional?
2. Dalam batas bagaimanakah alasan perlindungan penduduk sipil dapat
digunakan sebagai pembenaran bagi NATO untuk melakukan serangan
terhadap Libya?
20 Haryomataram, 2005, Pengantar Hukum Humaniter, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 4
8
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari dua masalah
pokok yang menjadi fokusnya, pembahasan dalam skripsi akan dibatasi ruang
lingkupnya sebagai berikut:
1. Secara umum akan diuraikan mengenai sejarah lahirnya NATO secara
singkat dan kiprahnya sebagai organisasi internasional.
2. Secara umum membahas tentang pemerintahan Moammar Gaddafi, pihak
oposisi dan kualifikasi konflik bersenjata yang terjadi di Libya dalam
perspektif hukum internasional serta keabsahan serangan tersebut baik dari
sudut pandang hukum internasional maupun hukum humaniter
internasional.
3. Akan dibahas pula mengenai ketentuan-ketentuan yang berhubungan
dengan perlindungan penduduk sipil seperti dalam hukum hak asasi
manusia internasional dan dalam hukum humaniter innternasional, serta
penegakan ketentuan tersebut yang menyangkut bagaimana praktik
penegakan tersebut dalam Mahkamah Internasional Ad’Hoc dan dalam
Mahkamah Pidana Internasional.
4. Akan diuraikan pula mengenai analisis penggunaan alasan perlindungan
penduduk sipil dalam serangan NATO terhadap Libya sesuai dengan
ketentuan-ketentuan perlindungan penduduk sipil yang terdapat dalam
Konvensi Jenewa 1949 ataupun dalam hukum humaniter internasional
kebiasaan (Customary International Humanitarian Law), dan doktrin
Responsibility to Protect sebagai tinjauan komprehensif.
9
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini
ialah :
a. Tujuan Umum, yaitu :
1. Untuk mengetahui ketentuan hukum internasional mengenai
penggunaan kekuatan senjata sebagai sarana untuk menyelesaikan
masalah.
2. Untuk mengetahui penggunaan kekuatan senjata oleh organisasi
internasional di luar PBB.
b. Tujuan Khusus, yaitu :
1. Untuk menganalisis legalitas serangan militer NATO terhadap Libya
ditinjau dari perspektif penggunaan kekuatan (the use of force) dalam
Hukum Internasional.
2. Untuk menganalisis apakah perlindungan penduduk sipil dapat
menjadi dasar justifikasi atas serangan militer NATO terhadap Libya.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman serta
jawaban mengenai legalitas serta kewenangan serangan militer NATO
terhadap Libya, khususnya mengenai pemakaian konsep ‘The Use of
Force’ dan konsep ‘Responsibility to Protect’. Selain itu, penelitian ini
akan turut memberikan kontribusi teoritik dalam hal hubungan antara
10
Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia dalam perkembangan hukum
internasional.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Bagi institusi pendidikan militer, termasuk dalam hal ini
lembaga pelatihan dan bagi staf dan komandan di lingkungan Tentara
Nasional Indonesia, tulisan ini dapat digunakan sebagai rujukan akademis
guna memahami urgensi dan batasan dilakukannya suatu intervensi militer
(military intervention) dalam kasus kemanusiaan.
2. Bagi Organisasi Internasional, tulisan ini dapat dijadikan
sebagai salah satu referensi ilmiah yang menjelaskan mengenai fungsi
Organisasi Regional dalam penanganan isu perlindungan bagi penduduk
sipil
1.6 Landasan Teoritis
a. Common Consent dan Pacta Sunt Servanda
Hukum Internasional merupakan kumpulan ketentuan hukum yang
berlakunya dipertahankan oleh masyarakat internasional. 21 Dijelaskan
lebih lanjut, hukum internasional telah memenuhi unsur-unsur yang
menetapkan pengertian hukum yakni kumpulan ketentuan yang mengatur
tingkah laku orang dalam masyarakat yang berlakunya dipertahankan oleh
‘external power’ masyarakat yang bersangkutan.
21 Sugeng Istanto, 1998, Hukum Internasional, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, h. 4
11
Common Consent merupakan salah satu prinsip-prinsip umum hukum
yang berlaku dalam seluruh atau sebagian besar hukum nasional negara-
negara. Prinsip ini menerangkan bahwa mengikatnya hukum internasional
dikarenakan adanya kehendak bersama dari negara-negara. Sementara
prinsip Pacta Sunt Servanda (agreement must be kept) mempunyai arti
bahwa perjanjian harus ditaati. Prinsip ini kemudian menjadi salah satu
asas hukum internasional seperti yang tercantum dalam pasal 26 Konvensi
Wina tahun 1969.22
Hal ini kemudian akan berkaitan dengan pelaksanaan daripada
perjanjian-perjanjian internasional yang merupakan salah satu sumber
hukum dari hukum internasional.
b. Teori Ius Ad Bellum dan Teori Ius In Bello
Ius ad bellum merupakan hukum tentang perang, yang berupa
kumpulan ketentuan hukum mengenai hal bagaimana negara dibenarkan
menggunakan kekerasan bersenjata. Terdapat banyak teori yang
berhubungan dengan bagaimana atau kapan Negara dibenarkan untuk
berperang, namun umumnya syarat-syarat itu ialah Just Cause, Right
Authority, Righ Intent, Proportionality dan Last Resort.23
Sedangkan Ius in Bello mempunyai pengertian sebagai hukum
yang berlaku dalam perang. Mochtar Kusumaatmadja membaginya
menjadi dua, yaitu yang mengatur cara dilakukannya perang (Conduct of
22 Lihat Pasal 26 konvensi Wina 1969 : “ … every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith… “ 23 Ibid h. 2
12
War) dan yang mengatur tentang perlindungan orang-orang yang menjadi
korban perang, yang biasa disebut sebagai Geneva Laws.24
Mochtar Kusumaatmadja dalam suatu ceramahnya pada tanggal 26
Maret 1981 menyebutkan bahwa hukum humaniter merupakan sebagian
daripada hukum perang yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan
perlindungan korban, dan hal itu berlainan dengan Hukum Perang yang
mengatur peperangan itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara
melakukan peperangan layaknya pengaturan mengenai senjata-senjata
yang dilarang penggunaannya. Selanjutnya dikatakan pula bahwa
Konvensi Jenewa identik dengan Hukum Humaniter, sedangkan Konvensi
Den Haag lebih menjurus ke arah Hukum Perang.25
Dalam Ius ad bellum terdapat beberapa pengaturan tentang hak
negara untuk berperang yang secara formal dapat dilihat pada sejumlah
perjanjian internasional, yaitu Kovenan Liga Bangsa-Bangsa (LBB), Paris
(Kellog-Briand) Pact, dan Piagam PBB. Khusus dalam Piagam PBB,
pengaturan ini dapat dilihat secara tegas dalam Pasal 2 (4), serta Chapter
VII.26
Berkaitan dengan kasus penyerangan NATO ke negara Libya,
Kedua teori ini akan digunakan sebagai salah satu acuan dalam analisis
mengenai tindakan NATO terhadap Libya, terkait apakah hal tersebut
24 Syahmin A.K, 1985, Hukum Internasional Humaniter 1, Penerbit C.V Armico, Bandung, h. 7 25 Arlina Web’s Blog, URL: http://arlina100.wordpress.com/2008/11/11/definisi-hukum-humaniter/, diakses terakhir 18 Mei 2015. 26 Sugeng Istanto, 1998, Hukum Internasional, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, h. 106.
13
diperbolehkan dan apakah terdapat batasan-batasan mengenai penggunaan
perlindungan penduduk sipil sebagai alasan melakukan serangan oleh
NATO.
c. Prinsip Non Intervensi
Prinsip non-intervensi ialah prinsip yang muncul dari asas Par Im
Partem Non Habet Imperium yang menegaskan bahwa setiap negara
memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan atas orang dan benda yang
berada dalam wilayahnya sendiri. Oleh karena itu suatu negara tidak boleh
melakukan tindakan yang bersifat kedaulatan (act of soverignity) di dalam
wilayah negara lain, kecuali dengan persetujuan negara itu sendiri, yang
apabila dilakukan akan dipandang sebagai tindakan intervensi atau campur
tangan atas masalah-masalah dalam negeri negara lain yang jelas telah
dilarang menurut hukum internasional.27
Norma ini diawali dengan prinsip kesetaraan kedaulatan yang
dimiliki oleh negara-negara terlepas dari ukuran kekayaan, wilayah dan
lainnya. Dalam pandangan tradisional Hukum Internasional, kedaulatan
suatu negara mutlak berlaku di dalam batas teritorialnya. Hal tersebut
berarti memberikan kewajiban bagi para negara untuk saling menghormati
kedaulatan negara lain, sehingga setiap negara tidak boleh mencampuri
urusan internal negara-negara lain atau dikenal dengan istilah non-
intervensi.
27 I Wayan Parthiana, 1990, Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h. 10.
14
Prinsip non-intervensi tertuang di dalam Pasal 2 (7) Piagam PBB.28
Bahkan Declaration on Principles of International Law concerning
Friendly Relations and Co-operation among States in accordance with the
Charter of the United Nations yang diadopsi melalui Resolusi Majelis
Umum PBB A/RES/25/2625 menegaskan prinsip non-intervensi sebagai
prinsip dasar hukum internasional29 dan merupakan salah satu prinsip yang
berkaitan dengan prinsip-prinsip larangan penggunaan kekuatan.
Menurut Mahkamah Internasional, terdapat 2 (dua) jenis intervensi
yang dilarang oleh hukum internasional. Pertama, intervensi yang
berkaitan dengan pemutusan masalah yang semestinya diputuskan sendiri
secara bebas oleh negara yang dicampuri. Kedua, campur tangan yang
dilakukan dengan paksaan, terutama kekerasan.30 Hal ini termasuk dalam
pemilihan sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya serta perumusan
kebijakan luar negeri. Di samping itu, tindakan yang merupakan
pelanggaran dari prinsip-prinsip umum dalam non-intervensi, baik secara
langsung ataupun tidak langsung, akan melibatkan penggunaan kekuatan
(The Use of Force) yang merupakan pelanggaran dari prinsip penggunaan
kekuatan dalam hukum internasional dan hubungan internasional31
28 Pasal 2 ayat (7)Piagam PBB : Nothing contained in the present Charter shall authorize the United Nations to intervene in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of any state or shall require the Members to submit such matters to settlement under the present Charter; but this principle shall not prejudice the application of enforcement measures under Chapter Vll. 29 Lihat Resolusi Majelis Umum PBB, A/RES/25/2625.Annex.par3. 30 Sugeng Istanto, op.cit. h. 32. 31 Malcolm N. Shaw, 2008, International Law (Sixth Edition), Cambridge University Press, New York, h. 1147.
15
Teori ini digunakan sehubungan dengan serangan militer yang
dilakukan oleh NATO terhadap Libya yang merupakan suatu campur
tangan yang dilakukan dengan paksaan atau kekerasan.
d. Konsep Military Intervention
Military Intervention merupakan pendalaman lebih lanjut dari
prinsip Non-Intervention yang melibatkan penggunaan kekuatan (The Use
of Force) dalam penyelesaian masalah terutama dalam hubungannya
dengan pelanggaran berat HAM. Konsep military intervention kemudian
menimbulkan berbagai perdebatan sebab beberapa negara berpendapat
bahwa konsep ini merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap
kedaulatan Negara lain32 namun demikian tidak sedikit pula yang
berpendapat konsep ini diperlukan sebagai upaya terakhir dalam mencegah
terjadinya pelanggaran HAM yang lebih berat sebagai akibat dari
kedaulatan tersebut.33 Sehingga meskipun dapat digunakan, konsep ini
tetap mempunyai batasan-batasan khusus yang telah ditentukan dan harus
dipenuhi sebelum dilaksanakannya sebuah intervensi militer.
Batasan-batasan daripada konsep military intervention inilah yang
akan digunakan dalam membahas upaya NATO menyelesaikan
permasalahan pelanggaran berat HAM di Libya dengan menggunakan
kekuatan.
32 URL: http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/un/unpan000923.pdf , diakses tanggal 20 Mei 2015. 33 Ibid.
16
e. Konsep Humanitarian Intervention
Konsep humanitarian intervention juga merupakan salah satu
prinsip yang berkaitan erat dengan prinsip non-intervensi. Sebab, konsep
ini merupakan salah satu cara terakhir yang digunakan dalam penyelesaian
suatu masalah, meskipun tujuan dari konsep ini mencegah terjadinya
pelanggaran HAM ataupun kekacauan massal, terbalik dengan konsep
intervensi militer, akan tetapi konsep ini dapat dilakukan secara sepihak34
sehingga tampak jelas telah melanggar prinsip non-intervensi.
Konsep Humanitarian intervention merupakan konsep yang hingga
kini masih menimbulkan berbagai perdebatan, di satu sisi terdapat
sekelompok negara yang menyetujui konsep ini demi menghadapi
pelanggaran-pelanggaran HAM berat dan kejahatan-kejahatan terhadap
kemanusiaan apabila suatu negara tidak mampu menangani masalah
tersebut dengan kemampuannya sendiri. Namun ada pula kelompok negara
yang mempertanyakan perbedaan motif dalam melakukan intervensi
humaniter, yaitu apakah intervensi tersebut bersifat imperative atau
didorong oleh motivasi politik dan ekonomi, lalu apakah konsep
humanitarian intervention tersebut hanya berlaku bagi negara-negara yang
lemah ataukah dapat berlaku bagi semua negara tanpa pengecualian.
Selain itu, terdapat pula negara-negara yang menganggap bahwa
pengertian intervensi humaniter berpotensi merusak Piagam PBB,
34 Boer Mauna, 2010, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, edisi ke-2, 2010, P.T Alumni Bandung, Bandung, h. 647
17
melemahkan kedaulatan negara, mengancam ke-absahan pemerintahan dan
stabilitas sistem internasional.35
Tetapi Bagaimanapun juga, pelaksanaan konsep Humanitarian
Intervention telah berhasil dalam mencegah jatuhnya korban akibat
pelanggaran HAM ataupun kekacauan massal yang lebih buruk. Seiring
dengan perkembangan dunia, telah dilakukan upaya-upaya untuk
mempertegas batasan penggunaan konsep tersebut, seperti munculnya
konsep Responsibility to Protect sebagai pengganti konsep Humanitarian
Intervention dengan harapan akan meminimalkan dugaan-dugaan buruk
tentang intervensi yang akan ataupun telah dilakukan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa konsep baru ini akan lebih menguntungkan citra PBB di
mata masyarakat dunia, sebab dalam konsep Responsibility to Protect
sangat ditekankan pada kewajiban memberikan perlindungan terhadap
kemanusiaan sehingga intervensi-intervensi yang dilakukan merupakan
suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh PBB36.
Berkaitan dengan kasus penyerangan NATO ke negara Libya, teori
ini akan menjelaskan mengenai pembenaran alasan yang digunakan oleh
NATO dalam serangannya tersebut, yaitu untuk melindungi penduduk
sipil dan meminimalisir pelanggaran berat HAM.
35 Ibid. 36 Malcolm N. Shaw, op.cit, h. 1158.
18
1.7 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian dalam penulisan skripsi ini termasuk ke dalam
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif berarti penelitian
hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.
Soerjono Soekanto mengidentikkan penelitian hukum normatif tersebut
sebagai penelitian hukum kepustakaan, yang mencakup penelitian terhadap
asas-asas hukum, sistematik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi
vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, serta sejarah hukum.37
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif karena meneliti
asas-asas hukum yakni asas hukum internasional khususnya yang berkaitan
dengan prinsip non-intervensi dalam piagam PBB, kewenangan Dewan
Keamanan dalam penyelesaian suatu masalah, resolusi-resolusi yang
dikeluarkan untuk Libya serta peraturan-peraturan dalam hukum humaniter
internasional dalam kaitannya dengan kasus serangan NATO terhadap Libya.
b. Jenis Pendekatan
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
pendekatan kasus (the case approach) dan pendekatan peraturan perundang-
undangan (statute approach), yaitu :
1. Pendekatan Peraturan Perundang-Undangan (The Statute Approach)
Pendekatan perundang-undangan adalah metode penelitian dengan
memahami dari hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang- 37 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum normatif suatu tinjauan singkat, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 12.
19
undangan. Dikatakan bahwa pendekatan perundang-undangan berupa
legislasi dan regulasi yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat
yang berwenang dan mengikat secara umum.38 Namun demikian,
dikarenakan dalam sistem hukum internasional tidak dikenal adanya
‘perundang-undangan’ melainkan berbagai bentuk perjanjian internasional
ataupun ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis maka dalam penulisan
penelitian ini, penulis akan mencoba membandingkan antara instrumen-
instrumen hukum internasional dan relevansinya dengan kasus sehingga
akan ditemukan substansi dari permasalahan yang akan dibahas.
2. Pendekatan Kasus (The Case Approach)
Penulisan dengan pendekatan kasus artinya dilakukan dengan cara
melakukan telaah terhadap kasus-kasus berkaitan dengan isu yang
dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai
hukum tetap.39 Dalam penulisan skripsi ini, penulis memakai pendekatan
kasus (case approach) di mana putusan pengadilan akan dijadikan rujukan
dalam memperoleh preskripsi untuk menjawab isu hukum yang dihadapi.40
Namun dalam penelitian ini tidak akan menggunakan putusan pengadilan
dikarenakan sepanjang penelusuran penulis belum ada putusan pengadilan
dalam kasus serangan NATO. Dengan demikian, pendekatan kasus dalam
tulisan ini dimaksudkan sebagai analisis terhadap resolusi-resolusi Dewan
Keamanan PBB yang oleh sejumlah pakar dianggap sebagai salah satu 38 Ibid, h. 97.
39 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 58. 40 Titon Slamet Kurnia, 2009, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, h. 163.
20
sumber penyelesaian sengketa internasional. Dalam kaitannya dengan
penyerangan terhadap Libya resolusi-resolusi tersebut akan melingkupi
unsur ratio decidendi, yaitu alasan-alasan yang digunakan oleh NATO
untuk sampai kepada putusannya dengan memperhatikan fakta materiil.
Fakta materiil tersebut yakni berupa orang, tempat, dan waktu sehingga
dapat dicari aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta
tersebut.41
C. Sumber Bahan Hukum
Karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka akan memakai
sumber data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum, yaitu :
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat umum, seperti misalnya perjanjian-perjanjian internasional.
Menurut Peter Mahmud Marzuki42 bahan hukum primer ini bersifat
otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Adapun
sejumlah bahan hukum primer, yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
antara lain :
- Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
- Konvensi Den Haag 1899 dan 1907
- Konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol-Protokol Tambahannya
- Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1970 dan 1973
41 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h.119. 42 Ibid, h. 144-154.
21
- Piagam North Atlantic Treaty Organization (NATO)
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa rancangan
peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal
ilmiah, surat kabar Koran), pamflet, brosur, karya tulis hukum atau
pandangan ahli hukum yang termuat media massa dan berita di internet.43
Terkait skripsi ini maka digunakan sumber dari kepustakaan seperti buku-
buku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam
media massa maupun berita di internet yang berkaitan dengan masalah
yang dibahas, yaitu mengenai justifikasi perlindungan HAM dalam
serangan militer NATO terhadap Libya.
3. Bahan Hukum Tersier, yang menurut Peter Mahmud Marzuki44 merupakan
bahan non-hukum yang digunakan untuk menjelaskan, baik bahan hukum
primer maupun bahan hukum sekunder.
D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Penulis mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu
yang dihadapi.45 Dalam hal ini penelitian yang dilakukan adalah dengan
mempelajari dokumen-dokumen, jadi yang harus dilakukan adalah
mencari instrumen hukum internasional yang berkaitan dengan isu hukum
pada kasus serangan NATO terhadap Libya yakni merujuk kepada Piagam
PBB, Hague Coventions IV-1907, Geneva Conventions-1949 dan Protokol 43 Ibid, h. 93. 44 Ibid, h.144-154. 45 Ibid, h. 194.
22
Tambahan 1-1977. Kemudian melalui pendekatan kasus akan
mengumpulkan putusan-putusan atau resolusi-resolusi yang berkaitan
dengan kasus Libya khususnya resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB
yang berkaitan dengan kasus yang dimaksud maupun instrumen-instrumen
hukum internasional lainnya yang relevan untuk keperluan menganalisis
kasus tersebut. 46
E. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini
adalah teknik deskripsi, evaluasi dan argumentasi. Teknik deskripsi
merupakan uraian dari peristiwa yang sesungguhnya terjadi dengan
memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik
selanjutnya adalah teknik evaluasi yakni penilaian berupa tepat atau tidak
tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh
peneliti terhadap suatu pandangan, dan lain-lain yang ada dalam bahan
primer maupun bahan sekunder. Teknik terakhir adalah teknik argumentasi
yang secara tidak langsung tidak dapat dilepaskan dari teknik sebelumnya.
Hal tersebut dikarenakan penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan
yang bersifat penalaran hukum.
46 Ibid, h. 195.
23
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG NATO
2.1 Sejarah Lahirnya NATO
2.1.1 Pengaruh Perang Dingin
North Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan sebuah aliansi
negara-negara Eropa Barat yang terbentuk pada tanggal 4 April 1949 di
Wahington yang saat ini beranggotakan 28 negara.47 Kelahiran NATO
dilatarbelakangi oleh kekhawatiran di pihak Amerika Serikat terhadap semakin
meluasnya pengaruh Uni Soviet dengan ideologi Komunisnya. Sehingga ketika
Perang Dunia II berakhir, terjadilah ”Perang Dingin“ (the Cold War) yang terjadi
antara tahun 1947-1991 yang ditandai dengan adanya persaingan di antara kedua
negara tersebut yang mencakup berbagai bidang seperti ideologi, psikologi,
militer, industri dan pengembangan teknologi yang membawa pada perkembangan
senjata nuklir.48
Istilah “Perang Dingin” pertama kali diperkenalkan oleh Bernand Baruch
dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menyebut sebuah periode
konflik, ketegangan, dan kompetisi antara dua negara adikuasa, yaitu Amerika
Serikat (beserta sekutunya yang disebut Blok Barat) dan Uni Soviet (beserta
sekutunya yang disebut Blok Timur). 49 Meskipun tidak pernah benar-benar terjadi
perang antara dua negara adikuasa tersebut, konflik di antara keduanya
47 What is NATO; an Introduction to The Transatlantic Alliance dalam Nato.int , URL: http : // www.nato.int/cps/en/SID-8C5FCDD9-E6E17F41/natolive/what_is_nato.htm, diakses terakhir pada tanggal 11 Mei 2015. 48 History.com, URL: http://www.history.com/topics/cold-war/cold-war-history, diakses terakhir pada tanggal 11 Mei 2015. 49 Ibid
24
melahirkan ketegangan luar biasa karena perang seakan-akan bisa pecah kapan
saja. Perang Dingin juga telah mengakibatkan terjadinya berbagai perang lokal,
seperti perang Korea, perang di Vietnam, invansi yang dilakukan oleh Uni Soviet
terhadap Cekoslovakia dan Hungaria dan lainnya.50
Hal ini meresahkan negara-negara Barat, seperti yang dapat dilihat pada
telegram yang dikirim oleh Perdana Menteri Inggris Winston Churchil kepada
Presiden Amerika Serikat Harry S. Trumman saat itu sebagai bukti keprihatinan
dari negara Eropa terhadap langkah-langkah yang diambil oleh Uni Soviet, di
mana Amerika Serikat yang menganut ideologi liberal-kapitalis menentang keras
ideologi sosialis-komunis yang dianut Uni Soviet. Kemudian pada tanggal 4 April
1949, bertempat di Washington D.C, the North Atlantic Treaty Organization
(NATO) resmi didirikan oleh sepuluh negara Eropa, Amerika Serikat dan Kanada.
Negara-negara anggota NATO kemudian meningkatkan upaya mereka
dalam mengembangkan kekuatan militer dan struktur dalam organisasi NATO
untuk menjamin pelaksanaan fungsi NATO. Hal tersebut berhasil membuat Uni
Soviet berpikir untuk melakukan agresi militer di daerah Eropa. Seiring
berjalannya waktu, NATO berhasil mencapai suatu level yang tak terduga dalam
mengembangkan stabilitas kerjasama perekonomian and integritas dari negara-
negara Eropa, dalam pengertian bahwa NATO berhasil membawa dampak positif
yang juga sedikitnya berpengaruh pada perekonomian dan integritas dunia.51
50 Ibid. 51 What is NATO; an Introduction to The Transatlantic Alliance dalam Nato.int , URL: http : // www.nato.int/cps/en/SID-8C5FCDD9-E6E17F41/natolive/what_is_nato.htm, diakses terakhir pada tanggal 22 Mei 2015.
25
Ketika pemerintahan Uni Soviet runtuh (1991), maka berakhirlah Perang
Dingin dengan demikian, sesungguhnya berakhir pula tujuan awal dibentuknya
NATO, yaitu sebagai upaya ‘pertahanan’ terhadap komunisme. Sehingga banyak
sarjana kemudian berpendapat bahwa tujuan daripada NATO telah terpenuhi dan
aliansi mungkin akan dibubarkan.52 Banyak pula negara-negara anggota NATO
yang mengurangi dana untuk pengeluaran dan pengembangan angkatan
bersenjata, bahkan ada yang sampai mengurangi 25% dari pengeluaran untuk
anggaran pertahanan angkatan bersenjata. 53
Pasca Perang Dingin kemudian muncul berbagai masalah yang justru
datang dari goyahnya stabilitas pertahanan dan perekonomian di Eropa serta
konflik-konflik dalam negeri yang melanda negara-negara bekas Uni Soviet, yang
apabila dibiarkan dinilai dapat menyebar melebihi wilayah regional mereka dan
mengganggu stabilitas keamanan dunia, khususnya Eropa. Oleh karenanya,
NATO kemudian menciptakan mekanisme pertahanan baru, yaitu pengadaan
kerjasama dalam pertahanan kolektif dengan negara-negara yang bukan anggota
NATO.54
Reformasi kemudian terjadi dalam badan internal NATO sebagai usaha
untuk beradaptasi dengan struktur militer dan tanggung jawab baru, yaitu
pemenuhan tanggung jawab untuk setiap kerjasama yang dilakukan NATO
dengan negara-negara lain dan organisasi internasional lainnya. NATO dengan
cepat berhasil menyesuaikan diri dengan situasi pasca berakhirnya Perang Dingin
52 Ibid 53 Ibid 54 How Global can NATO Go dalam www.nato.int, URL:http://www.nato.int/docu/speech/2004/s040309a.htm terakhir diakses tanggal 10 Mei 2015.
26
dan hanya dalam beberapa tahun NATO untuk pertama kalinya melaksanakan
fungsinya di luar daerah teritorialnya, yaitu dalam usahanya untuk mendukung
upaya-upaya internasional dalam mengakhiri konflik internasional di bagian Barat
Balkan, yaitu Bosnia dan Herzegovina pada bulan Desember 1995. Empat tahun
kemudian, NATO kembali melaksanakan tugasnya dalam mencegah terjadinya
pelanggaran HAM penduduk sipil di daerah Kosovo. Hingga saat ini, NATO
masih secara efektif berupaya mewujudkan tujuan utamanya, yaitu untuk
melindungi kebebasan dan keamanan berdaulat bagi negara-negara anggotanya
dengan upaya politik dan kekuatan militer.55
2.1.2 Tujuan Pendirian NATO
Setiap organisasi internasional pada umumnya pasti mempunyai tujuan
tertentu yang ingin dicapai. Dalam praktiknya, tujuan organisasi internasional
dapat dibagi ke dalam dua bidang, yaitu organisasi yang mempunyai tujuan utama
dalam bidang ekonomi (termasuk sosial-budaya) dan dalam bidang pertahanan-
keamanan wilayah tertentu.56
Jika praktik penggolongan tujuan organisasi internasional tersebut
dihubungkan dengan uraian mengenai latar belakang pendirian NATO di atas
maka tampak bahwa NATO merupakan organisasi internasional yang mempunyai
55 Nato.inc, URL: http://www.nato.int/nato-welcome/pdf/checklist_en.pdf, diakses terakhir pada tanggal 11 Mei 2015. 56 Syahmin A.K, Pokok-pokok Hukum Organisasi Internasional, 1985, Palembang, Binacipta, h.89
27
tujuan khusus dalam bidang pertahanan-keamanan wilayah.57 Ketika
pemerintahan Uni Soviet runtuh (1991), NATO secara aktif membantu
menanggulangi masalah Barat-Timur di Eropa dengan mengusulkan diadakannya
suatu kerjasama di bidang keamanan sebagai bentuk pendekatan yang sesuai
dengan bunyi Pasal 1 North Atlantic Treaty:
“The Parties undertake, as set forth in the Charter of the United Nations, to settle
any international dispute in which they may be involved by peaceful means in
such a manner that international peace and security and justice are not
endangered, and to refrain in their international relations from the threat or use
of force in any manner inconsistent with the purposes of the United Nations.”
Hal ini juga dapat dilihat dalam Pasal 2, yaitu:
“The Parties will contribute toward the further development of peaceful and
friendly international relations by strengthening their free institutions, by
bringing about a better understanding of the principles upon which these
institutions are founded, and by promoting conditions of stability and well-being.
They will seek to eliminate conflict in their international economic policies and
will encourage economic collaboration between any or all of them”
Pendekatan itu kemudian dituangkan dalam sebuah konsep strategi baru
yaitu jangkauan pendekatan keamanan yang lebih luas, yang menyebabkan
perubahan yang signifikan dalam dunia internasional terutama bagi NATO
sendiri. North Atlantic Treaty sebagai suatu dokumen perjanjian yang 57 What Is NATO, an Introduction to The Transatlantic Alliance dalam Nato.int, page 11, dalam www.nato.int, URL: URL: http : // www.nato.int/cps/en/SID-8C5FCDD9-E6E17F41/natolive/what_is_nato.htm.
28
mengekspresikan suatu resolusi dan ideologi dari negara-negara yang
menandatanganinya, mempunyai tujuan yang sesuai dengan pembukaan pada
Piagam PBB, yaitu untuk memelihara perdamaian dan keamanan daripada
anggota-anggotanya serta memajukan stabilitas dan kesejahteraan di daerah
Amerika Utara dan Eropa melalui cara-cara politik dan militer.58
Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari uraian di atas bahwa tujuan
pada awal pembentukannya, NATO dianggap sebagai alat untuk menahan
komunisme dan serangan militer dari Uni Soviet yang meskipun tidak terdapat
ketentuan yang menyinggung hal tersebut dalam North Atlantic Treaty namun
tersirat dalam kondisi keamanan Eropa pada masa Perang Dunia II.59 Tujuan
utama NATO dapat dilihat dalam pembukaan North Atlantic Treaty, 4 April 1949,
Washington D.C.60 Ketentuan di atas juga dapat diartikan lebih jauh lagi sebagai
upaya NATO dalam menolong dan melindungi penduduk sipil dari tindakan-
tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintahan suatu Negara,
menyelesaikan sengketa secara damai, menghapuskan sengketa politik ekonomi
58 Lihat NATO Treaty Pasal 2 : “...The Parties will contribute toward the further development of peaceful and friendly international relations by strengthening their free institutions, by bringing about a better understanding of the principles upon which these institutions are founded, and by promoting conditions of stability and well-being. They will seek to eliminate conflict in their international economic policies and will encourage economic collaboration between any or all of them…” 59 Lihat NATO dan sistem keamanan Eropa pada era pasca perang dingin, oleh Anak Agung Banyu Perwita, 1996, h.502, PDF Document dalam www.isjd.pdii.lipi.go.id , URL: http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=12623&idc=37 , terakhir diakses tanggal 12 Mei 2015. 60 Annex A, halaman 17, The Parties to this Treaty reaffirm their faith in the purposes and principles of the Charter of the United Nations and their desire to live in peace with all peoples and all governments. They are determined to safeguard the freedom, common heritage and civilisation of their peoples, founded on the principles of democracy, individual liberty and the rule of law. They seek to promote stability and well-being in the North Atlantic area. They are resolved to unite their efforts for collective defence and for the preservation of peace and security.”
29
internasional, menghindarkan penggunaan kekerasan dan ancaman militer dalam
sengketa internasional.61
2.1.3 Ruang Lingkup Aktivitas dan Asas-asas NATO
NATO memiliki tiga ruang lingkup aktivitas utama. Pertama, pertahanan
kolektif. Hal ini diatur dalam Pasal 5 North Atlantic Treaty dan bersifat mengikat
bagi para anggota NATO, sehingga mereka akan saling mendukung dalam bidang
pertahanan kolektif terhadap ancaman apapun baik ancaman yang ditujukan
terhadap salah satu negara anggota maupun sebagai satu kesatuan organisasi.
Ruang lingkup selanjutnya ialah pengendalian krisis dimana NATO
sebagai organisasi internasional dengan tujuan pertahanan kolektif (militer) juga
mempunyai unsur-unsur politik di dalamnya. Penggabungan pengaruh politik dan
militer membantu NATO dalam menangani berbagai masalah ataupun krisis yang
dapat mempengaruhi negara anggotanya dan keamanan wilayah Eropa-Atlantik
dengan cara-cara yang lebih efektif, yaitu sebisa mungkin tanpa menggunakan
kekerasan. Ketentuan tentang penyelesaian sengketa dengan cara damai dapat
dilihat dalam Pasal 1 North Atlantic Treaty yang menyebutkan “...to settle any
international dispute in which they may be involved by peaceful means in such a
manner that international peace and security and justice are not endangered, and
to refrain in their international relations from the threat or use of force...”.
61 Shvoong.com, URL: http://id.shvoong.com/humanities/history/2158077-nato-north-atlantic-treaty-organization/, diakses terakhir pada13 Mei 2015.
30
Ketentuan tersebut juga turut menunjukan dukungan NATO terhadap tujuan PBB
dalam pemeliharaan perdamaian dan stabilitas dunia.62
Ruang lingkup terakhir ialah kerjasama dalam usaha mempertahankan
keamanan. NATO, sesuai dengan bentuk organisasinya, hanya membuka
keanggotaan bagi negara-negara yang berada dalam wilayah Atlantik Utara saja
namun demikian terdapat suatu program kerjasama dengan negara di seluruh
wilayah dunia yang mencakup kerjasama dalam konsultasi permasalahan
keamanan dan kerjasama dalam menentukan dan membuat suatu strategi
keamanan yang sesuai. Program kerjasama dalam usaha mempertahankan
keamanan ini telah berlangsung hingga saat ini dengan United Nations (PBB),
European Union dan bahkan dengan Rusia.63
Dalam melaksanakan aktivitasnya yang mencakup ketiga ruang lingkup
di atas, NATO melandaskan dirinya pada sejumlah asas, yaitu asas demokrasi,
asas kebebasan individual (individual liberty) dan aturan-aturan hukum yang
berlaku. Adapun maksud dari asas demokrasi merupakan pengakuan hak asasi
manusia dalam bidang politk, sosial dan juga ekonomi, seperti hak berpendapat,
hak kemerdekaan pers dan lainnya. 64 Asas demokrasi ini dapat dilihat dengan
merujuk ketentuan Pasal 12 North Atlantic Treaty pada bagian “… thereafter, the
Parties shall, if any of them so requests, consult together for the purpose of
62Lihat Pasal 1 ayat (1) Piagam PBB: “...To maintain international peace and security, and to that end..” dan Pasal 2(3): “All Members shall settle their international disputes by peaceful means in such a manner that international peace and security, and justice, are not endangered” 63 Lihat Strategic Concept for the Defence and Security of the Members of the North Atlantic Treaty Organization, adopted by Head of State and Goverment at the NATO Summit in Lisbon, 2010, h26, PDF Document dalam www.nato.int, URL:http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_82705.htm? Diakses terakhir tanggal 18 Mei 2015. 64 Hassim.M, Pendidikan kewarganegaraan 2, Quadra, 2011, Bogor, h. 34
31
reviewing the Treaty …” Dengan pengertian bahwa setelah perjanjian tersebut
berjalan selama kurang lebih 10 tahun, apabila dikehendaki oleh salah satu
anggota, perjanjian tersebut dapat dikaji ulang. Asas kebebasan individual dapat
diartikan sebagai pengakuan terhadap hak asasi manusia yaitu menikmati atau
memperoleh status sosial, ekonomi, dan juga dalam kebebasan dalam berpendapat
yang lebih sering diasumsikan dengan bidang politik. Sesuai dalam Pasal 2
menyinggung mengenai modifikasi yang dapat dilakukan dalam ratifikasi North
Atlantic Treaty tepatnya dalam kalimat “... by strengthening their free institutions,
by bringing about a better understanding of the principles upon which these
institutions are founded, and by promoting conditions of stability and well-being.
They will seek to eliminate conflict in their international economic policies …”
dan dalam Pasal 11 mengenai proses dan cara ratifikasi North Atlantic Treaty
sesuai dengan konstitusionalnya masing-masing yaitu “… This Treaty shall be
ratified and its provisions carried out by the Parties in accordance with their
respective constitutional processes ...” yang berarti Negara anggota NATO
diberikan kebebasan (walaupun tidak mutlak) dalam bagaimana mereka akan
menjalankan kewajibannya sesuai dengan konstitusi masing-masing Negara.
Sedangkan yang dimaksud asas aturan hukum yang berlaku (the rule of
the law) ialah aturan-aturan hukum yang mengacu pada prinsip-prinsip
pemerintahan dimana semua semua orang, lembaga dan entitas, publik dan
swasta, termasuk negara itu sendiri bertanggung jawab untuk menghormati dan
menegakkan hukum-hukum umum tersebut dan dengan demikian telah turut
32
mendukung standarisasi dan penegakkan norma-norma hak asasi manusia.65 Lebih
lanjut lagi the rule of the law menurut AV.Dicey melingkupi beberapa
karakteristik, yang pertama ialah supremasi hukum, dimana semua individual,
entitas dan lembaga termasuk negara merupakan subyek hukum. Kedua ialah
konsep keadilan yang menekankan pada hak dan kewajiban individu, hukum yang
berdasarkan pada kesalahan atau kelalaian dan pentingnya prosedur. Selanjutnya
ialah pembatasan kekuasaan, dalam artian pembagian kekuasaan yang seimbang
antara lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif sehingga dapat menciptakan
kebijakan-kebijakan yang menguntungkan kemudian penggunaan metodologi
hukum umum, lembaga pengadilan yang independen serta dasar moral sebagai
pembentukan aturan hukum. 66 Asas aturan hukum tersebut dapat dilihat dalam
Pasal 12 North Atlantic Treaty dalam kalimat “… Including the development of
universal as well as regional arrangements under the Charter of the United
Nations for the maintenance of international peace and security …” dan berarti
bahwa NATO dalam mengkaji ulang pasal-pasalnya, akan menyesuaikan dengan
perkembangan dunia internasional dan regional untuk tujuan pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional.
2.1.4 Perkembangan Terakhir NATO
Sebagai organisasi yang didirikan pada masa perang dingin dan
mempunyai tujuan sebagai alat untuk membendung komunisme, tahun 1991
65 http://www.un.org/ dalam United Nation and the Rule of The Law, URL: http://www.un.org/en/ruleoflaw/index.shtml, diakses terakhir tanggal 14 Mei 2015. 66 http://www.ourcivilisation.com/, The Rule of Law, URL: http://www.ourcivilisation.com/cooray/cooray.htm, diakses terakhir tanggal 15 Mei 2015.
33
merupakan tahun yang penting bagi NATO. Sebab pada tahun tersebutlah
organisasi Pakta Warsawa dibubarkan yang sekaligus menandai runtuhnya
pengaruh komunisme. Sebab apabila kita melihat dari tujuan terbentuknya NATO
diatas, berkahirnya perang dingin juga berarti berakhirnya eksistensi NATO
meskipun tidak terdapat referensi mengenai Uni Soviet dalam rumusan ketentuan
Nort Atlantic Treaty.67
Pasal-pasal dalam North Atlantic Treaty dirancang untuk melindungi
Negara-negara Eropa dari berbagai ancaman ataupun ketidakstabilan atau sebagai
bantuan konsultasi mengenai pengembangan keamanan yang tidak dibatasi dan
hingga kni ke 14 Pasal dalam The North Atlantic Treaty (1949) tersebut tida
pernah diubah. Sehingga asas-asas yang melandasi NATO pun tetap berlaku.
Sumirnya ketentuan dalam The North Atlantic Treat Tersebutlah yang kemudian
memungkinkan NATO dalam mengembangkan perannya dalam isu-isu diseluruh
dunia dan memperluas bidang kegiatannya.68
NATO mempublikasikan ‘The Stategic Concept’ atau dokumen pada
tahun 1991 yang berisikan tujuan pembentukan NATO yaitu sebagai pakta
pertahanan bagi anggotanya dengan penambahan konsentrasi pada usaha untuk
terus memperbaharui dan mempertahankan keamanan wilayah Eropa degan cara
kerjasama/rekanan bahkan dengan Negara-negara komunis. Dokumen ini terbuka
untuk umum. Pada tahun 1999, dokumen ini direvisi yang tidak hanya mencakup
67 Nato.inc, URL: http://www.nato.inc/docu/speech/2003/s031106b.htm , diakses terakhir tanggal 12 Mei 2015. 68 NATO transformation after the Cold War from 1989 to the present dalam www.nato.int
34
pertahanan saja, namun juga menjaga stabilitas perdamaian dengan jangkauan
wilayah yang lebih luas lagi.69
Contoh perluasan bidang kegiatan NATO tertuang dalam Pasal 5 dan 6
North Atlantic Treaty mengenai perluasan usaha dalam membela dan
mempertahankan keamanan negara-negara anggotanya, dan dalam Pasal 7 North
Atlantic Treaty untuk tetap siaga dalam usaha mencegah terjadinya krisis da aktif
dalam merespon krisis internasional. Serta bantuan konsultasi mengenai
pengembangan bidang keamanan, kerjasama pertahanan dan dialog-dialog yang
tercantum dama Pasal 4. Diperluas empat tahun sesudah perang dingin berakhir,
tepatnya dalam KTT NATO di Brussel. Program kerjasama dalam usaha
mencapai perdamaian dunia diciptakan. Program tersebut bernama European
Council dan yang belum mengadakan program Partnership for Peace dan telah
dirancang sedemikianrupa sehingga memungkinkan NATO untuk bekerjasama
dengan Negara yang bukan anggotanya dan tetap dapat melakukan hal-hal sesuai
dengan kehendak politiknya, anggarannya dan sesuai dengan kebutuhan
keamanannya.70 Masih dalam konteks Pasal 4, NATO dalam KTT nya juga
kemudian memperluas sisi politiknya sehingga pencegahan dan penyelesaian
berbagai masalah pun menjadi lebih efektif, seperti yang telah dijelaskan dalam
bab sebelumnya mengenai ruang lingkup NATO.
Seiring perkembangannya, terutama setelah peristiwa 11 September 2001
yang tejadi di Amerika Serikat, NATO memfokuskan usaha untuk mencapai
tujuannya pada aspek kerjasama antar Negara dan antar organisasi lainnya. 69 NATO Handbook,2006, Public Diplomacy Division NATO, Brussel 1110, Belgium.h.19 70 Nato.inc, URL: http://www.nato.inc/docu/speech/2004/s040309a.htm , diakses terakhir tanggal 12 Mei 2015.
35
Terutama dalam badan intelijen sebagai respon terhadap ancaman teroris. NATO
juga memperkuat usahanya dalam mencegah Weapon of Mass Destruction
(WMD) dengan cara memberikan bantuan pelatihan terhadap badan militer negara
anggota ataupun Negara ‘Partnership’.71 Hingga saat ini, terorisme tersebut masih
merupakan prioritas NATO selain isu-isu lainnya.
2.2 NATO Sebagai Organisasi Internasional
2.2.1 Hubungan antara kedudukan, fungsi dan kewenangan
Organisasi Internasional
Organisasi Internasional ialah suatu wadah yang dibuat oleh masyarakat
internasional (baik antar-pemerintah dan antar non-pemerintah) secara sukarela
berdasarkan suatu tujuan yang sama.72 Organisasi Internasional sendiri merupakan
salah satu subyek hukum karena dalam pembentukannya terdapat aspek hukum
yang harus dipenuhi. Tercakup di dalamnya adalah adanya suatu perjanjian
(convenat, treaty, charter, statute) yang akan dijadikan dasar konstitusi organisasi
internasional tersebut yang memuat prinsip dan tujuan-tujuan terbentuknya serta
struktur dari sebuah Organisasi Internasional. Aspek hukum inilah yang dapat
disebut sebagai ‘Legal Personality’.
Selain hal tersebut terdapat pula beberapa syarat yaitu pertama, merupakan
himpunan atau beranggotakan negara-negara. Kedua, antara organisasi dengan
negara anggotanya harus memiliki perbedaan dalam kewenangan dan tujuan
sebagai pembatas, sehingga ke depannya nanti tidak akan terjadi kerancuan antara 71 Op.Cit h.21 72 Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Oranisasi Internasional, penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 2004, h 5
36
pelaksanaan fungsi dan pencapaian tujuan organisasi internasional tersebut.
Selanjutnya ialah adanya kewenangan hukum yang dapat diterima dan diterapkan
dalam melaksanakan kegiatannya.73 Dengan mempunyai kepribadian hukum
tersebut organisasi internasional dapat menjalankan fungsinya dalam hubungan
internasional seperti mengadakan perjanjian (Treaty-Making-Power), mempunyai
kekebalan atau Immunity , menjalin hubungan baik dengan negara anggota, negara
tuan rumah ataupun negara bukan anggota maupun organisasi internasional
lainnya, serta hak-hak istimewa dan kemampuan untuk menuntut dan dituntut di
depan pengadilan.74
Fungsi dari organisasi internasional secara umum dapat dibagi menjadi
sembilan, yaitu75 :
(1) sebagai alat negara untuk mengartikulasikan kepentingannya dalam pengertian
organisasi internasional dijadikan salah satu bentuk kontak dalam bentuk
forum atau diskusi
(2) sebagai aktor, forum, dan instrumen yang memberikan kontribusi bagi
aktivitas normatif dari sistem politk internasional, seperti dalam penetapan
nilai-nilai atau prinsip-prinspi non-diskriminasi
(3) sebagai fungsi untuk menari atau merekrut partisipan dalam sistem politik
internasional
73 Teuku May Rudi, 1993, Administrasi dan Organisasi Internasional, PT. Eresco, Bandung, h.22-23 74 Tercantum dalam Advisory Opinion of the the reparation forinjuries suffered in the service of the United Nation by International Court of Justice : ” ….the organization is an international person (…) that is a subject of international law and capable of possessing international rights and duties, and that it has capacity to maintain us rights by bringing international claims.” 75 Bennet, 1995, Fungsi Organisasi Internasional dalam situs www.psychologymania.com (www.psychologymania.com/2012/12/fungsi-organisasi-internasional.html?m=1) diakses tanggal 19 Mei 2015.
37
(4) sebagai ajang sosialisasi yang berlangsung pada tingkat nasional yang secara
langsung mempengaruhi individu-individu atau kelompok-kelompok di
sejumlah negara ataupun di antara negara-negara atau wakil mereka dalam
organisasi yans secara tidak langsung mempengaruhi penerimaan dan
peningkatan kerjasama negara-negara tersebut
(5) sebagai pembuat peraturan, dimana tidak ada suatu bentuk pemerintahan atau
struktur ynag jelas dalam pengadaan hukum internasional sehingga biasanya
didasarkan pada praktek masa lalu, perjanjian ‘ad hoc’ ataupun oleh
organisasi internasional.
(6) sebagai pelaksana peraturan yang pada prakteknya fungsi ini seringkali
terbatas pada pengawasan pelaksanaannya karena aplikasi sesungguhnya
terdapat di tangan negara anggota
(7) sebagai pengesah peraturan. Yang hanya akan terlihat jelas ketika ada pihak-
pihak negara yang bertikai, karena fungsi judikasi ini tidak dibekali oleh sifat
yang memaksa dan tidak mempunyai lembaga yang memadai
(8) sebagai sarana informasi, organisasi internasional dapat melakukan pencarian,
pengumpulan dan penyebaran informasi
(9) sebagai sarana operasional, dalam pengertian dimana orgnasisasi internasional
menjalankan sejumlah fungsi di banyak hal yang sama seperti di
pemerintahan. Contohnya ialah pada saat UNHCR (United Nations high
Commisioner for Refugees) yang membantu pengungsi, UNICEF (United
Nations Children’s Fund) yang melakukan perlindungan kepada anak, dan
sebagainya.
38
Sementara Teuku May Rudi menjelaskan terdapat tiga jenis fungsi dari organisasi
internasional, yaitu organisasi dengan fungsi administrasi, selanjutnya ialah
organisasi internasional dengan fungsi peradilan dan yang terakhir organisasi
internasional dengan fungsi politikal.76 Organisasi dengan fungsi administratif
sesuai namanya, hanya menjalankan kegiatan-kegiatan administratif saja, sebagai
contoh OPEC (Orgnization of The Petroleum Exporting Countries) yang
mengatur kuota serta harga minyak dunia, kemudian UPU (Universal Postal
Union) yang hanya mengatur kegiatan lalu-lintas dan ketentuan pos saja. Lain
halnya dengan organisasi ICJ (International Court of Justice), organisasi ini
merupakan contoh organisasi internasional dengan fungsi peradilan. Fungsi
terakhir dalam organisasi internasional mempunyai pengertian bahwa dalam
kegiatannya mereka menitiberatkan kepada masalah-masalah politik dunia
internasional.77 Organisasi internasional yang mempunyai fungsi tersebut dapat
menitikberatkan pola kerjasamanya dalam bidang-bidang tertentu saja, namun
demikian biasanya mereka tetap saja tidak dapat melepaskan sepenuhnya dalam
kaitannya terhadap bidang politik, sebagai contoh UN (United Nations).78
Selanjutnya, kewenangan organsisasi internasional dapat dikatakan sebagai
campuran antara hukum internasional dengan dasar konstitusinya. Umumnya
wewenang organisasi internasional dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu79 :
76 Ibid. 77 Ibid. 78 Teuku May Rudi, Op Cit, h. 8 79 Boer Mauna, 2000, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan dan Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, PT.Ghalia Indonesia, Jakarta, h.440-444
39
1. Wewenang Implisit
Yaitu wewenang yang dimiliki untuk melakukan sesuatu walaupun tidak secara
jelas disebut dalam piagam pembentukannya. Contohnya dengan mengijinkan
organ-organ tertentu membentuk badan subsider yang dianggap perlu sebagai
dalam pelaksanaan fungsinya.
2. Wewenang Normatif
Wewenang yang dimiliki organisasi internasional untuk membentuk norma-
norma hukum atau anggaran keuangan.
3. Wewenang Operasional
Kewenangan yang dimiliki diluar kewenangan normatif seperti memberikan
bantuan keuangan,ekonomi, militer dan sebagainya.
4. Wewenang Pengawasan
Kewenangan yang dimiliki organisasi untuk mengawasi anggota-anggota yang
tidak melaksanakan kewaiban-kewajiban yang telah disepakati sebelumnya.
5. Wewenang Sanksi
Kewenangan yang dimiliki organisasi internasional untuk memberikan sanksi
atas tiap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan anggotanya.
Maka sesuai dengan penjelasan diatas, suatu organisasi dapat dikatakan sebagai
organisasi internasional apabila ia mempunyai kepribadian hukum, yang
kemudian memungkinkan organisasi internasional tersebut menjalankan
fungsinya di dunia internasional serta kewenangan yang dimiliki sebagai akibat
dari pelaksanaan fungsi tersebut.
40
2.2.2 Kekhasan NATO sebagai Organisasi Internasional
Organisasi internasional dapat digolongkan menjadi beberapa bagian
menurut fungsi, tujuan , bentuk, ruang lingkup organsasi dan lainnya.80 Bila
dilihat dari wilayahnya, organisasi internasional dapat digolongkan menjadi dua
jenis yaitu regional, organisasi tersebut beranggotakan terbatas pada kawasan atau
Negara-negara tertentu, dan internasional, dimana semua negara dapat menjadi
anggota dan ruang lingkupnya tidak terbatas pada wilayah tertentu (sebagai
contoh PBB). Selanjutnya organisasi internasional dapat dibedakan menurut sifat
keanggotaannya, tertutup dan terbuka. Tertutup dalam pengertian Organisasi
Internasional tersebut hanya dapat dimasuki oleh negara-negara tertentu yang
mempunyai nilai-nilai sama dan disetujui secara bulat ol
top related