INTERNALISASI NILAI-NILAI ISLAM WASATHIYAH DAN …
Post on 15-Oct-2021
11 Views
Preview:
Transcript
Syamsul Hadi
79 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
4
INTERNALISASI NILAI-NILAI ISLAM WASATHIYAH DAN WAWASAN
KEBANGSAAN DI KALANGAN PELAJAR SANTI DI LASEM
Syamsul Hadi
Pascasarjana UNUSIA Jakarta
Artikel ini bertujuan menjelaskan temuan lapangan terkait
proses internalisasi nilai-nilai Islam wasathiyah dan wawasan
kebangsaan di kalangan pelajar-santri di Desa Karangturi
Lasem. Suatu kawasan pemukiman yang tidak hanya populer
sebagai basis kaum sarungan, tetapi sekaligus identik dengan
komunitas pecinan, yangtetap mengedepankan keselarasan
sosial. Penelitian dilakukan di MA Al-Hidayat Kauman Lasem,
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
konstruktivis. Penggalian data melalui teknik wawancara
mendalam dan observasi lapangan, serta diperkuat dengan
studi dokumen.Informan ditentukan melalui teknik snow
balling.Hasil penelitian menunjukkan, pembentukan jatidiri
pelajar-santri yang berkarakter religius-nasionalis di MA Al-
Hidayat Lasem dapat berhasil melalui pemanfaatan ruang-
ruang sosial yang melingkupi seluruh alur proses dan
dinamika sosial-keagamaan dalam kinerja lembaga pendidikan.
Ruang-ruang sosial dimaksud merupakan arena berproses yang
meliputi tiga milieu belajar, yaitu: madrasah, pesantren, dan
masyarakat. Konstruksi ruang-ruang sosial berjalan secara
intens mempengaruhi nalar, persepsi, image dan penilaian,
serta tindakan individu-individu pelajar-santri dalam
keseluruhan proses pergaulan hidup mereka sehari-hari.
Penelitian juga membuktikan, secara kuantitatif tingkat
pemahaman mereka dalam konteks isu relasi Islam dan negara,
terbukti sangat baik, dalam arti tidak mempersoalkan Pancasila
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
80 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
sebagai falsafah negara, bentuk dan konstitusi negara.
Mengenai isu toleransi dan pluralisme tidak ditemukan
masalah berarti di kalangan mereka.
Kata kunci: Islam wasathiyah, madrasah, pelajar-santri,
pluralisme.
Pendahuluan
Lasem dalam serat Badra-Santi, merupakan kota kadipaten
yang memiliki kehidupan multikultur di antarawarga, seakan
tidak ditemukan sekat-sekat sosial dan berelasi penuh harmoni.
Pertengahan abad ke-18 warga Lasem, saling membantu dan
bekerjasama mengusir penjajah Belanda (VOC), yang dikenal
dengan peristiwa Perang Lasem tahun 1750. Perang tersebut
dipimpin tiga serangkai; Tumenggung Widyaningrat (Oey Ing
Kiat), Raden Panji Margono dan mendapatkan restu dari tokoh
spiritual pesantren, Kiai Ali Baidhowi. Hal ini membuktikan
bahwa Lasem sejak dulu mampu mengelola keragaman untuk
keselarasan dan kesejahteraan semua warganya.1 Tatanan sosial
tersebut perlu dikedepankan dalam membangun bangsa
Indonesia modern, sehingga perdamaian tidak terganggu oleh
disintegrasi bangsa.
Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) yang
dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Januari
2011, di wilayah Jabodetabek, menyebutkan bahwa pelajar SMP
dan SMU 48,9 persen menyatakan setuju tindakan kekerasan
atau aksi radikal demi agama. 14,2 persen pelajar menyatakan
setuju dengan aksi terorisme yang dilakukan oleh para bomber
seperti Imam Samudra, Amrozi, dan Noordin M Top.2 Data di
1 Dinukil dari cerita naratif serat Badra-Santi karangan Panji Kamzah,
yang ditulis ulang tahun 1966, h. 34 – 37.
2 Lihat: https://www2.kemenag.go.id/berita/85157/penelitian-lakip-
tak-dapat-memberikan-gambaran-umum, (diunduh tanggal 9 Juli 2018,
pukul: 16.51 WIB).
Syamsul Hadi
81 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
atas, meskipun tidak bisa digeneralisir untuk kondisi pelajar di
Tanah Air, merupakan bukti serius adanya ancaman terhadap
kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di
masa akan datang.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berdasarkan
hasil survey, pada Februari 2016memaparkan, sebanyak 25
persen siswa mengatakan, Pancasila tidak lagi relevan sebagai
dasar negara Indonesia. Terdapat 84 persen siswa bahkan setuju
penerapan syariat Islam, 52,3 persen malahan setuju kekerasan
beragama, dan 14,2 persen siswa mendukung aksi pengeboman.
Anehnya lagi, pembinaan keagamaan atau pelajaran agama
Islam yang radikal dan intoleran ini justru tumbuh subur di
lembaga pendidikan sekolah dan Perguruan Tinggi yang
notabene milik negara.3
Lasem, dalam konteks sosio-kultural, lebih dikenal dengan
keragaman etnis dan budaya. Benturan-benturan sosial yang
mengakibatkan konflik horisontal hingga saat ini belum pernah
terjadi secara destruktif dan menelan korban, baik jiwa maupun
harta benda. Predikat Lasem sebagai daerah yang disebut
multikultural, tercermin dari perbedaan agama/keyakinan dan
suku bangsa. Masyarakat Lasem selain memiliki perbedaan
keyakinan, juga berbeda dalam banyak hal terutama dari segi
latar belakang budaya, mata pencaharian, pendidikan, adat,
tradisi dan status sosial.
Latar belakang di atas, memaparkan jawaban dari tiga
pertanyaan penelitian. Pertama, bagaimana proses internalisasi
nilai-nilai Islam wasathiyah dan wawasan kebangsaan yang
terjadi di kalangan pelajar jenjang menengah atas di Lasem?
Kedua, faktor-faktor apa saja yang memperkuat pemahaman
nilai-nilai Islam wasathiyah dan wawasan kebangsaan di
3 Lihat:
http://news.metrotvnews.com/read/2016/02/18/486273/gerakan-radikal-
incar-siswa-dan-mahasiswa, (diunduh pada tanggal 8 Juli 2018, pikul:
12.35 WIB)
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
82 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
kalangan pelajar jenjang menengah atas di Lasem? Ketiga,
bagaimana pemahaman nilai-nilai Islam wasathiyah dan
wawasan kebangsaan yang dimiliki pelajar jenjang menengah
atas di Lasem?
Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus (case study),
dan menggunakan pendekatan kualitatif. Data primer didapat
melalui wawancara mendalam (in-depth interview) dan observasi
lapangan, sedangkan data sekunder didapat dari studi
dokumen dan cacatan lapang. Informan dipilih secara accidental
dan snowballing,sebanyak 20 orang, terdiri dari pengasuh
pesantren (kiai), Kepala MA Al-Hidayat, ustadz-ustadzah/guru,
badal (asistenkiai), santri dan pengurus pondok, akademisi,
aparat pemerintah, sesepuh desa, tokoh masyarakat, alumni
pesantren dan masyarakat sekitar pesantren. Penelitian
dilaksankan pada bulan September - Oktober 2018. Fokus lokasi
penelitian di lembaga sekolah menengah tingkat atas yang
berbasis pesantren, MA Al-Hidayat Lasem. Analiasa data
menggunakan deskriptif-kualitatif, yang secara sederhana
mengikuti model Miles dan Huberman, yakni melalui proses;
data reduction,data display, dan conclusion drawing/verification.4
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil
interpretasi-subyektif yang mendalam dalam rangka
mendapatkan suatu temuan konsep dan kesimpulan yang
menjelaskan data.
MA Al-Hidayat dan Komunitas Pecinan Lasem
MA Al-Hidayat dikenal dengan MALIDA, didirikan di
tengah-tengah kawasan pecinan Lasem, oleh dua dzurriyah atau
cucu Kiai Maksoem Lasem, yaitu Gus Din (KH. Zainuddin Mc,
4 Mattew B. Miles dan A. Michel Huberman, Analisa Data Kualitatif:
Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru, Jakarta: UI Press, 1992, h. 20.
Syamsul Hadi
83 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Lc) dan Gus Za’im (KH. A. Zaim Ahmad Ma’shoem). Tepatnya
pada tanggal 24 Juli 2000 di Desa Karangturi Kecamatan Lasem
Kabupaten Rembang Jawa Tengah.
Visi perjuangan MA Al-Hidayat Lasem adalah membekali
peserta didik dengan aqidah Islamiyah yang kuat, penguasaan
ilmu pengetahuan dan keterampilan, berakhlak mulia, kuat rasa
tanggung jawab terhadap masyarakat maupun kepada Allah
SWT, memiliki rasa kebersamaan dan kesatuan yang kokoh dan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Visi utama tersebut
kemudian direalisasikan melalui misi madrasah, yaitu:
melaksanakan pembelajaran di luar madrasah yang menuju
kepada perubahan anak didik agar berakidah kuat, akhlaq
mulia, dan rasa tanggung jawab yang tinggi, melaksanakan
pembelajaran di dalam madrasah yang menuju standar
kompetensi nasional agar anak didik memiliki pengetahuan
standar dan keterampilan komputer yang memadai, serta
termotivasi untuk menimbulkan semangat kerja keras yang
tinggi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan
visi dan misi di atas, MA Al-Hidayat menegaskan tujuannya,
yaitu membangun manusia Indonesia yang pancasilais, kuat
ilmu, iman dan amal.5
Tahun pendidikan 2018/2019, MA Al-Hidayat Lasem
menampung peserta didik aktif sebanyak 127 orang. Dibagi
menjadi 7 rombongan belajar (rombel), serta membuka jurusan
IPS dan IPA, yang dibimbing oleh 20 guru lulusan PTAI dan
PTU, serta pesantren. Kepala Madrasah untuk periode sekarang
dipegang Nurul Hidayah, S.Ag. yang menggatikan Kepala
Madrasah sebelumnya, Dzurrotun Nafisah S.Ag.6
5 Lihat: https://maalhidayat.wordpress.com/2009/03/19/profile-ma-al-
hidayat, diakses pada tanggal 10 Oktober 2018, pukul: 17.30 WIB.
6 Mayoritas tenaga pendidik MA Al-Hidayat Lasem pernah
menempuh pendidikan keislaman di pondok pesantren.Malahan beberapa
guru di antaranya nyantri di pesantren Al-Hidayat Lasem sendiri. Dan
untuk menunjang kelancaran proses belajar mengajar ditambah 2 (dua)
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
84 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
MA Al-Hidayat menggunakan kurikulum standar nasional
dengan tambahan muatan lokal pesantren. Buku-buku paket
pelajaran dari pemerintah tetap digunakan, tetapi
dikombinasikan dengan referensi dari kitab-kitab salaf yang
muktabar (standar), yang menjadi materi pengajaran pondok
pesantren. Kurikulum madrasah yang memadukan kurikulum
negara dan pesantren, menjadi distingsi atau kekhasan MA Al-
Hidayat dibandingkan dengan sekolah atau madrasah di tempat
lain.
MA Al-Hidayat, secara geografis sejak tahun pendidikan
2014/2015 berlokasi di kampung Kauman Desa Karangturi
Kecamatan Lasem. Sebelum periode itu berlokasi di Desa
Soditan. Salah satu desa yang menjadi kawasan pecinan Lasem
ini berfungsi sebagai Ibukota Kecamatan Lasem. Luas wilayah
desa yang banyak dihuni kaum babah (Cina peranakan) sebesar
91,17 Ha atau 2,02 persen dari total wilayah Kecamatan Lasem,
dan secara administratif terbagi menjadi 5 rukun warga (RW)
dan 13 rukun tetangga (RT).
Berdasarkan data BPS Rembang jumlah penduduk Desa
Karangturi pada tahun 2016 sebanyak 2.618 jiwa. Jumlah
penduduk laki-laki ada 1.258 jiwa (48,05 persen) dan penduduk
perempuan berjumlah 1.360 jiwa (51,95 persen), dengan angka
sex rasio sebesar 92,50 persen,7sementara tingkat kepadatan
penduduk di Desa Karangturi sebesar 2.872 per Km2.
Penduduk Karangturi terdiri dari pemeluk agama Islam
ada 1520 orang (58,05 persen), Kristen ada 452 orang (17,27
persen), Katholik ada 603 orang (23,03 persen), Budha 9 orang
(0,34 persen), Hindu 15 orang (0,57 persen), Konghucu 19 orang
(0,73 persen), dan sisanya adalah pengikut penghayat
kepercayaan. Keyakinan beragama di kalangan warga Cina
orang staf tenaga kependidikan yang dipekerjakan untuk mengelola
admnitrasi madrasah.
7 BPS Rembang, Kecamatan Lasem dalam Angka Tahun 2018, Rembang:
Pemkab. Rembang, 2018.
Syamsul Hadi
85 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Karangturi pada umumnya tersebar di 4 agama: Kristen,
Katholik dan sebagian kecil memeluk agama Budha dan
Konghucu. Jika semua pengikut mereka digabung maka
diperkirakan penduduk non Muslim (dari etnis Cina dan etnis
lain) yang bermukim di Desa Karangturi pada tahun 2017
berjumlah 1.063 orang atau 41,36 persen dari total penduduk
desa yang terkenal dengan batik tulis motif akulturasi.8 Lasem
meskipun secara umum, dikenal sebagai basis kaum sarungan,
namun di Desa Karangturi komposisi penduduk Muslim dan
non Muslim angkanya relatif berimbang.9
Sepanjang sejarahnya kawasan pecinan Karagturi sampai
detik ini belum pernah muncul kerusahan rasial atau konflik
terbuka antaragama. Penduduk Lasemhidup dengan harmoni,
mengedepankan sikap teposeliro dan saling menghargai satu
sama lain. Toleransi dalam konteks ini, merupakan keniscayaan
historis yang identik dengan sebutan Lasem sebagai kota
harmoni. Pemeluk agama di Lasem, diberikan keluasaan dalam
mengekspresikan bentuk-bentuk keyakinan yang dianutnya.
Terbukti dengan banyaknya tempat ibadah yang berbeda.
Realitas ini menunjukkan keberagamaan mereka telah dijamin
kebebasannya untuk meningkatkan kualitas keimanan. Contoh
di Desa Karangturi, telah berdiri 2 masjid dan 7 langgar,
sedangkan untuk pemeluk agama lain terdapat bangunan 1
gereja dan 1 wihara. Praktik-praktik upacara dan ritus
keagamaan juga terlaksana dengan baik tanpa ada gangguan
dari pihak manapun. Menjadi aneh dan naif apabila ada
seseorang yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah masyarakat
8 Meskipun etnis Cina jumlahnya mayorias dari populasi non Muslim
tetapi diperkirakan hanya sekitar 30 persen dari jumlah total penduduk di
Desa Karangturi.
9 Bandingkan dengan tulisan Dwi Ratna Nurhajarini, dkk. Akulturasi
Lintas Zaman di Lasem: Perspektif Sejarah dan Budaya (Kurun Niaga –
Sekarang), Yogyakarta: BPNB-Yogyakarta, 2015.
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
86 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
kemudian berkehedak melarang orang lain yang berbeda
keyakinan untuk menjalakan perintah agamanya.
Hasil dan Pembahasan
Lingkup kajian sosiologi madzhab structural berpendapat,
bahwa ruang-ruang sosial (baca; social milieu) tidaklah hampa.
Menurut pandangan kaum struktural, dinamika aktor-aktor
yang berada di dalam ruang sosial dipengaruhi dan diarahkan
oleh struktur yang melingkupi. Ruang-ruang sosial dimaksud
dapat pula disebut sebagai arena (field),10 yaitu kondisi obyektif
di mana para aktor saling berinteraksi dan memerankan
perannya masing-masing sehingga masyarakat berjalan
dinamis.
Ruang-ruang sosial, seperti madrasah, pesantren, dan
masyarakat adalah social milieu yang membentuk perilaku para
peserta didik yang belajar di Madrasah Aliyah Al-Hidayat
Lasem. Ketiga ruang sosial ini saling beririsan dalam
mempengaruhi tindakan sosial para aktor yang berinteraksi di
dalamnya. Penting dikemukakan di sini bahwa lingkungan
sosial adalah struktur itu sendiri. Social milieu muncul sebelum
individu-individu atau masyarakat lahir. Suatu “gugusan”
sistem kemasyarakatan yang aktif dan terbentuk dari masa
lampau yang telah mendahului individu dan masyarakat
manusia hadir di dunia, meski tidak selalu hadir secara fisik,
akan tetapi sepertinya terasa mengikat keberadaan individu-
10 Suatu konsep sosiologis dari Pierre Bourdieu (1930 – 2002), yaitu
jaringan hubungan antarposisi obyektif yang lebih bersifat relasional
ketimbang struktural. Di dalam arena (field) sebenarnya yang menyiapkan
dan membimbing strategi yang digunakan penghuni pada posisi tertentu
(secara individual atau kolektif) yang mencoba melindungi atau
meningkatkan posisi mereka untuk memaksakan prinsip penjenjangan
sosial yang paling menguntungkan bagi produk mereka sendiri, George
Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prenada
Media, 2011, hal. 524 – 525).
Syamsul Hadi
87 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
individu dan kelompok masyarakat dalam mengakumalisikan
tindakan sosialnya, seperti mewujudnya aturan-aturan (rules)
yang berupa tata nilai, tata kepercayaan, keterampilan hidup,
norma-norma, pola-pola perilaku, adat-istiadat dan lain
sebagainya.11
Proses internalisasi nilai-nilai Islam wasathiyah dan
wawasan kebangsaan di kalangan pelajar MA Al-Hidayat
Lasem, terjadi pada ruang-ruang sosial dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Ruang Sosial Madrasah
Secara rutin dan berulang-ulang semua siswa
mengalami proses interaksi aktif di lingkungan madrsah
dengan guru, Kepala Madrasah, pegawai dan teman sebaya
sejak pukul 06.45-14.15 wib. Interaksi sosial melalui
aktivitas transfer of knowledge di ruang kelas, perpustakaan
dan praktik laboratorium, termasuk siswa yang
mengembangkan relasi-relasi sosialnya dengan aktor lain
melalui organisasi intra maupun ekstra madrasah seperti
OSIS, Pramuka, IPNU-IPPNU serta group-group olah raga
dan seni-budaya.
Semua kegiatan baik kurikuler maupun ekstrakurikuler
dapat dilaksanakan, kecuali aktivitas yang sekiranya
melenceng atau bertentangan dengan tujuan awal
pendirian madrasah, yaitu: membangun manusia Indonesia
yang pancasilais, kuat ilmu, iman dan amal. Praktik-praktik
dan pemikiran yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam
moderat atau wasathiyah (Ahlussunnah wal Jama’ah) dan
Pancasila tidak bisa ditolelir berkembang di lingkungan
madrasah. Seluruh siswa diupayakan terhindar dari
paham-paham keislaman maupun ideologi politik yang
11 Lihat selengkapnya, Anthony Giddens, The Constitution of Society,
Cambridge: Polity Press, 1984, h. 101.
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
88 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
bersifat ekstrim dan radikal, seperti pemikiran liberal atau
ideologi keagamaan trans-nasional.12 Pihak madrasah
berikhtiyar melakukan seleksi terhadap buku-buku
referensi yang digunakan sebagai buku ajar maupun
koleksi buku-buku yang terdapat diperpustakaan. Siswa
madrasah dan santri PP. Kauman juga tidak diperbolehkan
membawa telepon gengam. Penerimaan tenaga pengajar,
terutama bagi calon pendidik yang berasal dari luar lulusan
pesantren Al-Hidayat dan pesantren Kauman Lasem, harus
terseleksi terlebih dahulu melalui pengasuh pesantren
yang secara struktural membawahi institusi madrasah.13
2. Ruang Sosial Pesantren
Sekitar 80 persen siswa MA Al-Hidayat Lasem
bermukim di pesantren, dan mayoritas memilih nyantri di
Pondok Pesantren Kauman yang notabene berlokasi di Desa
Karangturi. Selain faktor lokasi, pesantren Al-Hidayat dan
Kauman Lasem dari aspek historis maupun organisatoris
lebih memiliki kedekatan emosional bagi sivitas akademik
di lingkungan MA Al-Hidayat. Lebih-lebih kegiatan
pengajian dan bimbangan di Pondok Pesantren Kauman
juga telah diintegrasikan dengan semua kegiatan yang ada
di MA Al-Hidayat.
Pesantren Kauman Lasem berada di tengah-tengah
komunitas pecinan. Penduduk di sebelah selatan, barat dan
utara tembok pesantren adalah rumah-rumah orang Cina
yang berpagar tembok tinggi serta berhias lampion.
Diperkirakan sekitar 50 persen lebih penduduknya (RW;02)
di kampung Kauman, merupakan etnis berkulit kuning dan
bermata sipit.
12 Wawancara dengan pengasuh pesantren Kauman, Gus Za’im dan
Kepala MA Al-Hidayat, Nurul Jannah pada tanggal 20 Oktober 2018.
13Wawancara dengan Kepala MA Al-Hidayat, Nurul Jannah pada
tanggal 20 Oktober 2018.
Syamsul Hadi
89 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Tahun 2018Pondok Pesantren Kauman menampung
santri mukim sebanyak 178 orang putra dan putri.
Ditambah lagi sekitar 300 orang santri weton, yaitu santri
yang hanya ikut pengajian wetonan hari Jum’at malam
Sabtu yang diselenggarakan pukul 20.00 s/d 22.00 wib.14
Santri wetonPondok Pesantren Kauman berasal dari para
kiai dan nyai kampung yang bermukim di kota Lasem dan
sekitarnya, termasuk santri asal Rembang, Juwana, Pati,
Blora dan Tuban.15
Pondok Pesantren Kauman yang diasuh Gus Za’im
(KH. Za’im Ahmad Maksum) menyelenggarakan pengajian
Al-Qur’an, Hadits dan kitab-kitab kuning secara rutin setelah
waktu sholat fardlu.16 Ada sekitar 30 judul kitab kuning dari
berbagai fan ilmu keislaman dipelajari di Pondok Pesantren
Kauman. Aktivitas pesantren dimulai sejak bangun tidur
04.00 s/d. 22.00 Wib (saat istirahat menjelang tidur), kecuali
di hari libur Jum’at, jam pengajian diganti denganYasinan
dan Sholawatan, kemudian dilanjut dengan ritual ziarah
kubur kepada para masyayikh atau kiai Lasem yang
dimakamkan di kompleks Masjid Jami’ Lasem. Para santri
14 Santri weton adalah santri peserta pengajian kitab hadits Riyadhus
Sholihin, mereka yang datang dari masyarakat Kecamatan Lasem
sekitarnya, juga dari Kabupaten Rembang, Pati, Kudus dan Tuban,
awancara dengan Abdullah Hamid, pada tanggal 20 Oktober 2018 dan
Murtadlo (Lurah pesantren Kauman), pada tanggal 19 Oktober 2018.
15 Wawancara dengan Murtadlo (Lurah pesantren Kauman), pada
tanggal 19 Oktober 2018.
16 Selain Gus Za’im, terdapat 9 ustdaz dan 6 ustadzah yang terjadwal
dalam kegiatan pengajian dan pengasuhan di pesantren Kauman. Untuk
kegiatan madrasah diniyah putra dan putri diselenggrakan pada pukul
16.00 – 17.00 wib secara terpisah. Sedangkan di waktu yang lain diadakan
pengajian sorogan kepada ustadz dan ustadah tertentu. Bagi santri putri
yang mengahafalkan Al-Qur’an langsung mendapatkan bimbingan dan
asuhan langsung bersama Ibu Nyai Dzurrotun Nafisah.Bermukim di
pesantren hampir dipastikan tiada hari tanpa mengaji dan beribadah
kepada Allah SWT.
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
90 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
di pagi hingga siang hari, melakukan olah raga dan
kegiatan kemasyarakatan, bahkan kerap bergotong-royong
bersama warga etnis Cina di RW setempat atau yang
bermukim di sekitar lokasi pesantren.
Para santri Kauman, walaupun hampir setiap hari
dihabituasi dengan nilai-nilai dan norma-norma Islam,
namun model pendidikan tradisonal alapesantren semacam
ini justru tidak menimbulkan faham keagamaan (Islam)
yang sempit atau fanatisme buta. Para santri mudah
beradaptasi dengan berbedaan di masyarakat. Dibuktikan,
dengan tidak hanya pada tataran elite yang dapat menjalin
relasi sosial antar-etnis, tetapi di kalangan masyarakat
bawah dan santri pun tidak cangung-cangung
melakukannya, dengan cacatan hal-hal tersebut tindak
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang diajarkan
oleh Baginda Rasulullah Muhammad Saw.17
3. Ruang sosial Masyarakat
Identifikasi karakteristik sosio-kultural di Desa
Karangturi bahwa latar perbedaan tidakhanya ditonjolkan
dari aspek etnisitas dan kebudayaan, tetapi dalam hal
ekonomi, pilihan politik atau ideologi juga pendidikan dan
pekerjaan. Terbukti perbedaan-perbedaan yang ada relatif
bisa diterima oleh semua kalangan kemudian diolah
sedemikian rupa melalui mekanisme sosial sehingga
memantulkan ke luar sebagai keunikan yang patut
dibanggakan dan layak dicontoh di tempat lain.
Potensi Lasem dalam mengelola khazanah multikultur,
menjadi keunggulan budaya yang patut dibanggakan.
Masyarakat multikultur telah lama terbangun di Lasem dan
hingga saat ini mereka menyadari betul akan petingnya
17 Disarikan dari wawancara penulis dengan pengasuh, Gus Za’im
seusai pengajian wetonan pada 19 Oktober 2018.
Syamsul Hadi
91 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan pluralisme.
Moment historis yang dianggap penting sebagai rujukan
nilai yang menjadi dasar terbentuknya bangunan
kerukunan sosio-kultural di Lasem, yaitu Perang Lasem
pada tahun 1750. Peristiwa heroik mengusir kompeni di
bumi Dampoawang, tampil tiga pemimpin Lasem yang
merepresentasikan kemajemukan masyarakat (Jawa, Arab
dan Cina), yaitu: Raden Panji Margono, Kiai Ali Baidhowi
(Mbah Joyo Tirto) dan Oey Ing Kiat (Adipati Lasem waktu
itu).18
Peristiwa-peristiwa kemasyarakatan telah mewarnai
perilaku para aktor dalam ruang-ruang sosial di Lasem.
Struktur sosial, berupa ingatan kolektif masyarakat Lasem
telah terbangun secara mapan, dan melahirkan corak
masyarakat Lasem yang harmonis, toleran dan senantiasa
mengesankan nilai-nilai perdamaian dalam membangun
relasi-relasi sosial-ekonomi-politik.
Tindakan kolektif-ketetanggaan, seperti saling
membantu, merupakan salah satu nilai yang telah
diejawantahkan dalam tindakan (social practices). Ketua RT
Cina di lingkungan pesantren Kauman, Kristianto atau Pak
Semar mengatakan, hubungan ketetanggan antara keluarga
pesantren Kauman senantiasa nampak rukun dan adem
ayem (Jawa: tenang dan damai). Perbedaan etnis dan
keyakinan tidak serta merta menghalang-halangi untuk
bersilaturrahmi. Para santri tidak jarang terlibat gotong
royong yang dipimpin Pak Semar, Ketua RT yang notabene
beretnis Cina. Pada acara rembuk RT dan RW, pesantren
Kauman juga kerap dijadikan tempat berkumpul para
anggota organisasi warga yang mayoritas anggotanya
adalah etnis Cina. Apabila ada kematian, pernikahan dan
hari-hari tertentu yang dimuliakan kalangan orang
18 M. Akrom Unjiya, Lasem, Negeri Dampo Awang Sejarah Yang
Terlupakan, Yogyakarta: Fokmas 2008, h. 105.
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
92 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Karakter Pelajar - Santri:
Religius - Nasionalis
Tionghoa, maka Gus Za’im hampir dipastikan bersedia
hadir. Apabila beliau sedang berhalangan, biasanya
mengutus beberapa anak pondok (santri) sebagai wakil dari
keluarga pesantren, dan santri pun tidak ada rasa canggung
untuk srawung dengan tetangga Cinanya.19
Sejak awal ditegaskan, tujuan pendirian MA Al-
Hidayat Lasem adalah membangun kader bangsa terpelajar
berkarakter religius dan nasionalis. Tujuan mulia ini tentu
memerlukan proses yang istiqomah dan kerja keras dari para
pihak yang terlibat pengelolaan madrasah. Berdasarkan
data lapangan setidaknya ada tiga faktor pendukung dalam
pembangunan karakter pelajar santri MA Al-Hidayat dapat
direalisasikan. Ilustrasi gambar di bawah menunjukkan
pola determinasi ketiga faktor dalam pembentukan
karakter dan jatidiri pelajar-santri Kauman.
Gambar 1:
Faktor-Faktor Pembentuk Karakter Religius Nasionalis
Sumber: Disusun Berdasarkan Data Lapangan 2018.
19 Ditulis berdasarkan wawancara dengan Pak Semar (warga Cina
yang bertetangga dengan pesantren) pada tanggal 21 Oktober 2018.Pak
Semar adalah ketua RT yang belum tergantikan selama 40 tahun
menjabatnya.
Syamsul Hadi
93 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Pertama, lingkungan pendidikan yang mendukung.
Kondisi riil pendidikan dan pembelajaran di lingkungan
madrasah, pesantren maupun di masyarakat perdesaan
Karangturi telah mencerminkan pola kehidupan
kemasyarakatan dan keagamaan yang mengarah pada
penghargaan terhadap perbedaan budaya dan keyakinan.
Siswa madrasah sejak awal telah dihabituasi dengan nilai-
nilai Islam yang kuat melalui kegiatan di dalam maupun di
luar madrasah. Doktrin-doktrin keislaman yang
ditanamkan yaitu pandangan keagamaan inklusif atau
ajaran yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila
dan budaya bangsa. Ajaran Islam yang ramah dan toleran
terhadap perbedaan dan menghargai pluralitas diakui
sebagai keniscayaan sejarah bangsa Indonesia.20
Kedua, melalukukan filterisasi informasi dari luar.
Filterisasi dimaksudkan untuk menjaga nilai-nilai Islam
rahmatan lil ‘alamin dari pengaruh budaya dan pengetahuan
sekuler-libelarlis, serta doktrin-doktrin radikal-
fundamentalis dari paham keagamaan trans-nasional, yang
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan budaya
bangsa Indoensia. Kepala MA Al-Hidayat menjelaskan:
“Pihak kami sangat berhati-hati sekali dengan masalah
informasi yang diterima siswa, karena kalau tidak sejak dini
diperhatikan secara ketat, maka dampaknya sangat
berpengaruh terhadap pola pikir dan perilaku siswa itu
sendiri yang bisa jadi bertentangan dengan visi, misi dan
tujuan madrasah. … sehingga buku-buku yang menjadi
tambahan koleksi perpustakaan pun perlu diseleksi terlebih
dahulu. Termasuk guru-guru yang latar belakang
pendidikannya di luar pesantren Al-Hidayat dan pesantren
Kauman, mereka terlebih dahulu perlu diketahui paham
keagamaannya dan harus benar-benar sudah mendapatkan
20 Wawancara dengan Nurul Hidayah (Kepala MA Al-Hidayat
Lasem), pada tanggal 20 Oktober 2018.
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
94 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
persetujuan dari pengasuh pesantren yang memiliki
tanggung jawab terhadap eksistensi dan kebelangsungan
madrasah kami. Hal ini dilakukan supaya siswa atau santri
tidak terpapar dengan ideologi keagamaan radikal yang
jelas-jelas bertentagan dengan paham keagamaan
pesantren”.21
Ketiga, upaya menjadikan kiai sebagai role model. Kiai
di pesantren, merupakan teladan hidup dan rujukan
perilaku bagi para santri dan keluarga besar pesantren,
termasuk para siswa madrasah yang berada dalam
naungan pesantren. Relasi ini tidak hanya sebatas urusan
ubudiyah, tetapi menyangkut urusan mu’amalah, bahkan
menyangkut relasi-relasi sosial-kemasyarakatan yang
pantas dijadikan contoh. Kehidupan sosial-keagamaan
antara kiai dan santri di Pesantren Kauman Lasem, sosok
KH. A. Za’im Ahmad Maksoem (Abah Za’im) adalah role
model bagi semua santri dan siswa MA Al-Hidayat Lasem.
Menurut penilaian santri senior, Murtadlo (Lurah
Pondok Kauman), kiai adalah seorang ayah pengganti
orang tua santri di rumah. Beliau adalah seorang murabbi
(pembimbing ruhani) sekaligus muaddib (penanam nilai-
nilai dan teladan perilaku berbudi). Beliau merupakan figur
panutan yang ucapan, pandangan dan tindakannya patut
dicontoh dan diteladani santri, selagi yang diajarkan dan
diteladankan oleh kiai tidak bertentangan dengan perintah
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Suatu ketika kiai (Abah
Za’im) memerintahkan Murtadlo bersama pengurus
pesantren lain untuk menghadiri acara pernikahan (jagong
manten) dari etnis Cina, mereka pun sami’na wa atha’na
menjalankan perintah kiainya, karena apa yang diperintah
21 Redaksi merupakan kontruksi ulang penulis dan telah diedit
bedasarkan hasil wawancara dengan Kepala MA Al-Hidayat Lasem, pada
tanggal 20 Oktober 2018.
Syamsul Hadi
95 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
kiai sesuai dengan perintah Nabi Muhammad Saw, yaitu
menghormati hak-hak ketetangaan, falyukrim jaarahu.22
Kiai di pesantren adalah figur utama (central figure)
yang menjadi pusat pendidikan. Kurikulum pesantren yang
paling pokok dan mendasar, yaitu menjadikan sosok
kharismatik kiai pengasuh sebagai rujukan nilai dan
perilaku santri dan masyarakat sekitarnya. Tradisi
pengajaran ini mendudukan posisi sentral kiai sebagai
sumber utama ilmu pengetahuan agama. Perilaku
keagamaan kiai merupakan inspirasi dan teladan dalam
kepemimpinan pesantren bahkan dianggap sebagai faktor
penentu kelangsungan hidup lembaga indigenous ini. Jadi,
sangatlah beralasan kalau pola kepemimpinan dan semua
kegiatan di lingkungan pesantren terpusat pada kiai.
Karena itu pula maju dan mundurnya pesantren sangat
tergantung pada kapasitas serta integritas kiai sebagai
pengasuh sekaligus pemimpin pesantren.23
Tingkat pemahaman nilai-nilai Islam wasathiyah dan
wawasan kebangsaan di kalangan pelajar santri Lasem
dapat diketahui melalui jawaban siswa dari pertanyaan
tertulis yang ditujukan kepada 70 siswa MA Al-Hidayat
dari jumlah total 127 orang siswa (sekitar 55 persen lebih).24
Hasil jawaban yang diperoleh dapat diinterpretasikan
melalui keterangan tabel berikut:
22 Disarikan dari wawancara penulis dengan Murtadlo (Lurah
pesantren Kauman), pada tanggal 18 Oktober 2018, dan wawancara
dengan Ketua RT setempat, Pak Semar alias Kristianto, pada tanggal 21
Oktober 2018.
23 Syamsul Hadi, dkk., Desa Pesantren dan Reproduksi Kiai Kampung,
Jurnal: Analisis, Volume XVI, Nomor 1, Juni 2016, h. 47 – 51.
24 Penentuan sasaran juga berdasarkan gender dan tingkatan kelas.
Data kuantitatif ini dimaksudkan sebagai data pembanding (baca;
trianggulasi) atas data kualitatif dari hasil wawancara dan pengamatan
langsung di lapangan.Dengan demikian dapat diperoleh informasih yang
sesungguhnya atau valid dan meyakinkan.
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
96 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Tabel 1
Tingkat Pemahaman Siswa MA Al-Hidayat Lasem terhadap
Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan
No Nilai-nilai Yang
Diinternalisasi
Sikap Informan
N Setuju Tidak
Setuju
Tidak
Menjawab
Jml % Jml % Jml %
1. Pancasila merupakan
pilihan yang tepat
ditetapkan sebagai dasar
NKRI karena
penduduknya plural
(majemuk).
68 97,14 - - 2 02,86 70
2. UUD-45 sebagai landasan
dasar dalam mengatur
tata kehidupan benegara
dan berbangsa,
69 98,57 - - 1 01,43 70
3. Menghormat bendera
merah putih adalah bukti
kecintaan seorang warga
kepada Negara
70 100 - - - - 70
4. Mengamalkan Pancasila
dan UU-45 secara benar
(konsekuen) termasuk
mengamalkan nilai-nilai
dan ajaran Islam.
67 95,71 - - 3 04,29 70
5. NKRI merupakan bentuk
negara ideal untuk
menaungi seluruh rakyat
Indonesia yang majemuk.
65 92,86 - - 5 07,14 70
6. Orang yang melakukan
tindakan nekad bom
bunuh diri termasuk
melanggar ajaran agama
dan dasar negara kita.
69 98,57 1 01,43 - - 70
7. Anda termasuk orang
yang bersedia membantu
teman atau tetangga yang
tidak seiman
70 100 - - - - 70
8. Anda termasuk orang 65 92,86 - - 5 07,14 70
Syamsul Hadi
97 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
yang bersedia terlibat aktif
dalam organisasi yang
anggotanya berbeda
keyakinan atau agama
Sumber: Diolah berdasarkan ada primer penelitian, 2018
Pertama, internalisasi nilai-nilai Islam wasathiyah dan
wawasan kebangsaan di kalangan pelajar santri, dalam
kaitannya dengan masalah relasi Islam dan Negara,
menunjukkan angka 92,86 persen ke atas, menyatakan
setuju. Kriteria penilaian berdasarkan 5 indikator
pertanyaan (lihat, pertanyaan nomor 1 s/d 5), bahkan pada
pertanyaan nomor 3 (tiga) angkanya mencapai 100 persen.
Tingkat pemahaman pelajar santri, dengan demikian dalam
konteks relasi Islam dan negara terbukti sangat baik. Baik
dalam arti, pelajar santri tersebut sudah tidak
mempersoalkan Pancasila sebagai falsafah negara, bentuk
dan konstitusi negara kita. Tegasnya, Pancasila dan NKRI
sudah final dan tidak perlu diganti dengan yang lain.
Kedua, pemahaman pelajar santri dalam masalah
toleransi dan pluralisme. Berdasarkan indikator pertanyaan
nomor 6 s/d 8 maka terdapat angka 92,86 persen lebih
mereka telah menyatakan setuju, bahkan pada krtiteria
penilaian pada pertanyaan nomor 7 100 persen menyatakan
setuju, yakni tidak ditemukan masalah toleransi dan
pluralisme terkait hubungan antaretnis. Hanya satu orang
yang menyatakan tidak setuju terhadap pertanyaan nomor
6, karena masih sangsi kalau aksi bom bunuh diri
dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap ajaran agama
dan dasar Negara, sedangkan pada pertanyaan nomor 8,
terdapat 5 orang (07,14) yang tidak bersedia memberikan
jawaban.
Berdasarkan keterangan data kuantitatif dalam tabel di
atas, menunjukkan tingkat penilaian yang sangat baik, yaitu
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
98 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
tidak ditemukan masalah mengenai tingkat pemahaman
keislaman dan keindonesian di kalangan pelajar santri
terkait isu relasi Islam dan negara maupun isu toleransi dan
pluralisme. Keterangan data tersebut, membuktikan
berfungsi ruang-ruang sosial dalam proses internalisasi
nilai-nilai Islam wasathiyah dan wawasan kebangsaan di
kalangan pelajar tingkat menengah atas, siswa MA Al-
Hidayat Lasem di kota Lasem.
Kesimpulan
Pertama, pembentukan jatidiri pelajar santri yang
berkarakter religius-nasionalis di kalangan pelajar tingkat
menengah atas di kota Lasem dinyatakan berhasil melalui
ruang-ruang sosial yang melingkupi seluruh alur proses dan
dinamika sosial-keagamaan dalam kinerja institusi pendidikan.
Ruang-ruang sosial dimaksud merupakan arena berproses yang
meliputi 3 (tiga) meliu belajar, yaitu: madrasah, pesantren, dan
masyarakat.
Lingkungan belajar memiliki peran penting dalam
membentuk dan mempengaruhi perilaku pelajar santri pada
tataran praksis sosial, yang terkonstruksi dalam wujud jatidiri
dan karakter. Proses internalisasi, pada tataran realitas-empiris,
di dalam struktur ruang-ruang sosial saling berinteraksi melalui
peranan para aktor. Berdasarkan perspektif struktural, sudah
barang tentu ketiga ruang-ruang sosial dimaksud berkontribusi
serta mempengaruhi nalar, persepsi, image dan penilaian serta
tindakan individu-individu, dalam serangkaian proses maupun
pergaulan hidup mereka sehari-hari.
Kedua, masa depan negara Indonesia membutuhkan
keseriusan dan tekad yang kuat dalam mewujudkan generasi
penerus pembangunan nasional yang memiliki karakter dan
jatidiri anak bangsa yang cakap, tangguh, mandiri, religius,
nasionalis dan toleran. Kader penerus pembangunan nasional
tampil dari kalangan pelajar santri pecinan. Terdapat tiga faktor
Syamsul Hadi
99 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
utama, sebagai metode habituasi karakter dan jatidiri pelajar
santri dibentuk, yaitu: lingkungan pendidikan, filterisasi
informasi dari luar, dan menjadikan Kiai sebagai role model.
Ketiga, tingkat pemahaman peserta didik di MA Al-
Hidayat, yakni dalam konteks relasi Islam dan negara terbukti
sangat baik. Pelajar santri sudah tidak mempersoalkan Pancasila
sebagai falsafah negara, bentuk dan konstitusi negara.
Mengamalkan Pancasila berarti mengamalkan ajaran agama
Islam. Pancasila dan NKRI sudah final dan tidak perlu diganti
dengan ideologi lainnya. Terkait isu toleransi dan pluralisme,
tidak ditemukan masalah berarti mengenai tingkat pemahaman
keislaman dan keindonesian di kalangan pelajar santri (MA Al-
Hidayat Lasem). Keterangan data tersebut juga membuktikan
berfungsinya ruang-ruang sosial dalam proses internalisasi
nilai-nilai Islam wasathiyah dan wawasan kebangsaan di
kalangan pelajar tingkat menengah atas di kota Lasem.
Saran
Negara harus hadir untuk mengawal seluruh proses
pendidikan anak bangsa, sehingga ancaman disintegrasi bangsa
segera dapat diminimalisir dengan menghindarkan siswa dalam
proses indoktrinasi menyesatkan, yang dapat mengancam
eksistensi dan masa depan bangsa dan negara. Seperti halnya
bahaya paparan paham radikalisme dan intoleran terhadap
siswa di sekolah-sekolah pemerintah yang justru seluruh
operasionalnya menggunakan dana APBN.
Perlu dibangun ruang-ruang sosial di madarasah-madrasah
atau sekolah-sekolah Islam yang tidak berbasis pesantren,
sebagaimana pengalaman baik (best practices) MA Al-Hidayat
Lasem. Model pendidikan integratif secara struktur, terbukti
mampu mengoptimalkan proses internalisasi nilai-nilai Islam
wasathiyah dan wawasan kebangsaan di kalangan pelajar santri
dalam lingkungan komonitas sosial yang majemuk seperti di
kawasanpecinan Lasem,
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
100 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal
BPS Rembang, 2018. Kecamatan Lasem Dalam Angka Tahun 2018,
Rembang: Pemkab. Rembang.
Giddens, Anthony, 1984. The Constitution of Society, Cambridge:
Polity Press.
Hadi, Syamsul, at.all. Desa Pesantren dan Reproduksi Kiai
Kampung, Jurnal: Analisis, (Volume: XVI, Nomor 1, Juni
2016).
Kamzah, PanjiRM., 1858.Carita Lasem Badra-Santi, tanpa kota:
tanpa penerbit.
Miles, Mattew B dan Huberman A. Michel, 1992. Analisa Data
Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru, Jakarta:
UI Press.
Nurhajarini, Dwi Ratna, dkk. 2015. Akulturasi Lintas Zaman di
Lasem: Perspektif Sejarah dan Budaya (Kurun Niaga – Sekarang),
Yogyakarta: BPNB-Yogyakarta.
Ritzer George & Goodman, Douglas J, 2011.Teori Sosiologi
Modern, Jakarta: Prenada Media.
Unjiya, M. Akrom, 2008. Lasem, Negeri Dampo Awang Sejarah
Yang Terlupakan, Yogyakarta: Fokmas.
Wawancara Tokoh
Wawancara dengan Gus Za’im (pengasuh pesantren Kauman
dan Kepala MA Al-Hidayat, Nurul Jannah), pada tanggal
20 Oktober 2018.
Wawancara dengan Abdullah Hamid, pada tanggal 20 Oktober
2018
Wawancara dengan Murtadlo (Lurah pesantren Kauman), pada
tanggal 19 Oktober 2018.
Wawancara dengan Pak Semar (warga Cina yang bertetangga
dengan pesantren) pada tanggal 21 Oktober 2018. Pak
Syamsul Hadi
101 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Semar adalah ketua RT yang belum tergantikan selama 40
tahun menjabatnya.
Wawancara dengan Nurul Hidayah (Kepala MA Al-Hidayat
Lasem), pada tanggal 20 Oktober 2018.
Media Online
http://news.metrotvnews.com/read/2016/02/18/486273/gerakan-
radikal-incar-siswa-dan-mahasiswa, (diunduh pada tanggal
8 Juli 2018, pikul: 12.35 Wib)
https://maalhidayat.wordpress.com/2009/03/19/profile-ma-al-
hidayat, (diakses pada tanggal 10 Oktober 2018, pukul:
17.30 wib)
https://www2.kemenag.go.id/berita/85157/penelitian-lakip-tak-
dapat-memberikan-gambaran-umum, (diunduh tanggal 9
Juli 2018, pukul: 16.51 Wib)
Internalisasi Nilai-nilai Islam Wasathiyah dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan ...,
102 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
top related