Injil Dalam Masyarakat Majemuk
Post on 19-Dec-2015
119 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
INJIL DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
INJIL DALAM MASYARAKAT MAJEMUKLesslie Newbigin
1. Dogma dan keraguan di dalam kebudayaan yang majemuk.
Dogma berasal dari kata Yunani “Dokein” yang berarti ‘Mengira”. Kata ini dipergunakan
untuk menunjukkan hal yang tampaknya baik bagi penguasa yang sah dan diumumkan kepada
masyarakat. Kata seperti itu dipergunakan dalam keputusan rasul-rasul dalam persidangan di
Yerusalem (Kis 16:4), dalam sejarah gereja kata itu dikluarkan oleh pihak yang berwenang dan
harus diterima dalam Iman.
Ada tiga pokok pendahuluan tentang dogma yaitu:
a. Dogma bukanlah kekhususan yang unik dari gereja. Setiap pemikiran yang sistematis harus
dimulai dari titik berangkat tertentu, dia harus mulai dengan menerima susuatu yang diangggap
benar tanpa harus dipersoalkan lagi. Pemikiran Kristen harus sah dan logis, yaitu bahwa Allah
sudah berbuat sesuatu untuk menyatakan dan dan memberlakukan maksud-Nya terhadap dunia
dengan cara yang dapat diketahui dari Alkitab.
b. Kita perlu memperhatikan apa yang sudah diajarkan kepada kita. Setiap masyarakat
menggantungkan keutuhannya atas suatu perangkat yang disebut kemasuk-akalan, yaitu pola-
pola kepercayaan, dan tingkah laku yang diterima didalam masyarakat tertentu, yang
menentukan kepercayaan-kepercayaan mana yang masuk akal dan tidak masuk akal. Injil
memberikan kebangkita kepada suatu struktur kemasuk-akalan yang baru, suatu cara melihat
perkara-perkara yang secara radikal berbeda dari visi-visi yang membentuk semua kebudayaan
manusia yang terpisah dai Injil.
c. Ada suasana kerendahan hati yang patut dihargai tentang pernyataan kebenaran itu jauh lebih
besar daripada yang dapat ditangkap oleh satu orang atau oleh satu tradisi keagamaan.
Dogma sudah lama dikaitkan dengan pemaksaan, kekuasaan politis, penolakan atas
kebebasan berpikir dan suara hati. Sebetulnya hanya dogma hanya dogma yang dimengerti
secara benar yaitu Anugerah Allah yang Cuma-Cuma dalam Yesus Kristus yang dapat
memberikan dan menyokong kebebasan pikiran dan suara hati. Dogma sesuatu yang diberikan
kepada kita untuk diterima dalam Iman, bukan auatu perangkat rumusan yang tidak dibatasi
waktu.
2. Akar-akar kemajemukan
Ada 5 hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Perlu adanya kritik atas keraguan. Ketika kita berusaha meragukan suatu pernyataan, kita
melakukannya di atas dasar kepercayaan-kepercayaan tang tidak kita ragukan. Ada 2 bentuk
asumsi keraguan yaitu pernyataan anda tidak terbukti dan pernyataan anda tidak pernah dapat
dibuktikan atau tidak ada kirteria yang seperti itu. Hanya dapat meragukan karena ada hal-hal
yang dipercayai tanpa meragukannya.
b. Peran yang relatif dari Iman dan keraguan dalam usha untuk mengetahui. Pengetahuan harus
dimulai dengan tindakan Iman, kita harus mempercayai bukti yang kita lihat dan dengar, atau
kalau kita sedang mempelajari suatu bahasa, ilmu pengetahuan, sejarah, atau bidang pengetahuan
lainnya, kita harus mulai dengan mempercayai mereka yang melaksanakan pengajaran untuk
kita.
c. Karya para Filsuf dan ahli sejarah ilmu pengetahuan dalam abad ini sudah memperlihatkan
dengan jelas bahwa keseluruhan karya ilmu pengetahuan modern adalah berdasarkan komitmen-
komitmen iman, yang mana komitmen-komitmen ini pada dirinya sendiri tidak dapat
diperlihatkan oleh metode-metode ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan sudah
tidak akan mungkin tanpa adanya dua kepercayaan, yaitu bahwa alam semesta adalah rasional
dan bahwa dia adalah bergantung pada sesuatu.
d. Fakta bahwa semua pengetahuan kita adalah terbatas seharusnya tidak diperhunakan untuk
menolak pernyataan-pernyataan tentang apa yang dapat kita ketahui sebagaimana kita mampu
membuatnya. Setiap orang bebas untuk memahami sesuka hatinya, Ilah yang tidak diketahui
adalah obyek kepercayaan yang menyenangkan, karena sifat-sifatnya ditentukan oleh diri sendiri.
e. Penurunan nilai pernyataan-pernyataan kepercayaan sebagai pernyataan yang subyektif,
menyebabkan timbulnya kekaburan logis. Hal ini adanya pengetahuan yang obyektif terlepas
dari pengetahuan sebagaimana dipercayai kebenarannya oleh seseorang. Keobyektifan palsu
adalah kebenaran sebagai persesuaian antara kepercayaan-kepercayaan pribadi dengan fakta-
fakta yang actual.
3. Tahu dan percaya
Ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. mengamanti fakta-fakta yang penting. Bagi para ahli ilmu pengetahuan yang tertarik dalam
memecahkan persoalan, maka yang penting adalah fakta-fakta tujuan itu. Kalau ia hanya
memeriksa fakta-fakta secara acak, maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa dan menghabiskan
waktunya dengan sia-sia. Ahli ilmu pengetahuan harus mengidentifikasikan permasalahannya
dan kemudian menilai fakta-fakta mana yang penting dalam hubungannya dengan persoalna itu.
Itu adalah masalah penilaian dan tidak ada peraturan untuk menentukan hal itu, dan masalah itu
haruslah masalah yang baik, banyak waktu telah dibuang dalam usaha untuk memecahkan
masalah-masalah yang tidak bermakna.
b. Penyusunan suatu hipotesa. Tidak ada peraturan-peraturan untuk menyusun hipotesa itu lwbih
banyak merupakan masalah intuisi dan imajinasi. Beberapa teori baru yang paling penting sudah
datang dari suatu penglihatan atau angan-angan.
c. Verifikasi atas suatu hipotesis dengan eksperimen. Suatu hipotesis yang benar akan
membuktikan dirinya benar dalam segala macam cara yang tidak diduga, dan ilmuwan-ilmuwan
akan secara terus menerus mengujinya dalam situasi-situasi yang baru. Suatu teori dilepaskna
hanya kalau sudah dibuktikan bahwa ada teori lain yang secara intelektual dan estetis lebih
memuaskan dan dapat mempertanggung jawabkan lebih banyak fakta-fakta. Fakta-fakta itu
adalah bebas nilai yang darinya mereka adalah bagiannya, bukanlah hasil dari suatu tujuan
apapun, tetapi merupakan hasil operasi dari dua faktor kembar, yaitu: kesempatan dan sebab-
akibat.
4. Otoritas, otonomi, dan tradisi.
Kemenangan ilmu pengetahuan adalah sesuai sesuai untuk menggantikan akan
pengamatan dan penyimpulan sebagai kewibawaan. Setiap usaha untuk menghidupkan kembali
kewibawaan dalam hal-hal intelektual adalah suatu langkah mundur. Salah satu dari manfaat
yang besar yang diberikan oleh ilmu pengetahuan untuk mereka yang mengerti semangatnya
adalah bahwa dia memampukan mereka untuk hidup tanpa dukungan yang khayal dari
kewibawaan yang subyektif. Iman dipegang tidak sebagai pendapat pribadi tetapi sebagai
kebenaran yang adalah benar bagi semua, karena itu dia harus secara umum ditegaskan, dan
terbuka bagi penyelidikan umum dan perdebatan. Secara khusus, seperti yang diperintahkan
Yesus kepada kita, iman itu harus diberitakan kepada semua bangsa, semua kelompok manusia
apapun, kepercayaan, dan kebudayaan. Integritas dan kemanfaatan pengajaran dan komunikasi
yang terus-menerus ini akan menuntut pengakuan dan penghargaan dari kewibawaan tradisi. Ada
kesejajaran yang erat antara cara-cara yang dalamnya kewibawaan tradisi berlaku didalam
masyarakan ilmu pengetahuan dan didalam persekutuan Kristen. Namun kesejajaran itu sama
sekali tidak berarti lengkap, tanpa adanya pelajaran, tulisan, dan ucapan manusia. Dalam
persekutuan Kristen tradisi adalah kesaksian tentang perbuatan Allah dalam sejarah, perbuatan
yang menyatakan dan memberlakukan tujuan dari sang Pencipta. Pemahaman Kristen tentang
dunia bukanlah hanya masalah suatau tradisii peringatan, pemahaman itu adalah masalah tinggal
didalam riwayat kegiatan Allah, kegiatan yang tetap terus sedang berlangsung. Pengetahuan
yang dicari oleh Iman Kristen adalah pengetahuan tentang Allah yang sudah bertindak dan
sedang bertindak.
5. Akal budi, penyataan, dan pengalaman
Ketika akal budi dan tradisi di pertentangkan sebagai kriteria kebenaran yang terpisah
atau bersaing, maka hakikat akal budi tergantung pada tradisi sosial dan linguistic dan karena itu
sesuatu yang mempnuyai sifat yang kebetulan atau tidak disengaja dari semua peristiwa sejarah.
Akal budi tidak beroperasi kecuali didalam tradisi sosial yang terus berlaku, dan tidak dapat
dimengerti sebagai operasi pikiran yang murni yang tidak berhubungan dengan pengalaman-
pengalaman yang terjadi dalam masyarakat yang meneruskan tradisi. Pengetahuan analitis,
psikologis, sosiologis, atau neurologi tentang cara bekerja nalar orang lain, sama sekali bukanlah
langkah menuju kepengenalan akan orang lain yang kita alami dalam kasih dan persahabatan.
Pengetahuan pribadi yang benar hanya menjadi suatu kemungkinan klaim tentang akal budi yang
berkuasa. Akal budi sudah menjadi pelayan dalam keterbukaan mendengarkan dan mempercayai,
daripada menjadi pelayan bagi otonomi yang berkuasa. Perbedaannya bukanlah antara
penggunaan akal budi dan penanggalannya, perbedaannya adalah antara dua cara dalam
memahami dunia, satu yang dalamnya diri orang itu berkuasa dan yang dalamnya hanya
memahami diri sendiri. Orang percaya mulai dari iman bahwa kenyataan adalah rasional, bahwa
suatu tujuan yang logis dapat dilihat dalam pengalaman. Perjuangannya adalah untuk
membuktikan bahwa iman adalah benar didalam keadaan-keadaan yang rupa-rupanya
meragukan/mempertanyakan. Usaha itu selalu merupakan usaha yang rasional, usaha untuk
memperoleh arti yang rasional didalam peristiwa-peristiwa yang kelihatannya tidak rasional
melalui pola yang diberikan dalam penyataan yang mula-mula. Dengan semikian tradisi itu
secara terus-menerus dibentuk kembali dan disesuaikan dalam perjuangan untuk menguasai
pengalaman yang berjalan terus.
6. Penyataan didalam sejarah
Ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Sekelompok kesulitan pertama timbul dari kekuasaan yang disebut dunia ilmiah modern. Ilmu
pengetahuan dan kemanusiaan sudah berhasil dalam menyingkapkan mata rantai sebab-akibat
yang terletak dibelakang semua peristiwa sehingga kelihatannya tidak ada celah atau sela-sela
yang melaluinya tindakan ilahi dapat masuk kedalam peristiwa-peristiwa itu dan mempengaruhi.
2. Garis penalaran berlaku sepanjang salama ini dan juga membawa kepada kesulitan-kesulitan
yang lebih lanjut, tradisi Kristen menegaskan bahwa beberapa hal yang sudah terjadi menyatakan
pikiran Allah, tetapi tidak semua. Allah menyatakan diriNya dalam sejarah, kita akan
mengatakan demikian, tetapi tidak semua sejarah menyatakan Allah. Tradisi Kriaten menegaskan
bahwa Allah telah membuat pikiran-pikiran dan tujuanNya diketahui oleh beberapa orang
melalui peristiwa-peristiwa dalam sejarah yang dipeliharan dalam tradisi Kristen.
3. Analogi pengkomunikasian diri pribadi manusia melalui tindakan-tindakan dan kata-kata dari
organism fisiknya adalah, bagaimanapun, hanya analogi yang tidak lengkap. Dunia ciptaan sudah
diberikan derajat otonomi, dan independen dari kehendak Allah yang secara jelas adalah lain
daripada hubungan yang ada antara pikiran manusia dan tubuhnya ketika keseluruhan tubuh
manusia itu dalam keadaan yang benar-benar sehat.
7. Logika pemilihan
Ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Pemilihan adalah pemilihan untuk status dengan hak yang istimewa dihadapan Allah. Menjadi
umat pilihan Allah tidak berarti mempunyai hak yang istimewa, tetapi berarti penderitaan,
celaan, kerendah-hatian. Israel dipanggil untuk mewujud nyatakan dalam kehidupannya
penderitaan yang mendalam dari Allah karena ketidak-taatan dari d. unia milik-Nya. Dan dalam
Perjanjian Baru hal ini sampai pada perwujudannya yang final, bahwa seorang yang pilihan
Allah dipanggil untuk menanggung penderitaan yang paling mendalam dan menentukan dari
kematian yang merupakan kutukan Allah atas nama semua bangsa.
b. Pemilihan tidak memberikan hak istimewa tetapi memberikan tanggung jawab yang besar.
Anugerah pemilihan Allah, pemilihannya atas beberapa orang untuk menjadi pengemban-
pengemban keselamatanNya kepada semua orang, adalah hal untuk takut dan kagum dan
bersyukur, manusia tidak dapat menjadi dasar yang membuat klaim terhadap Allah yang
menyingkirkan orang-orang lain, Anugerahnya adalah bebas dan berdaulat, dan tidak ada tempat
bagi klaim yang ekslusif atas anugerahNya.
c. mengambil titik berangkat dan sebagai kenyataan bahwa yang mengendalikan semua pikiran
manusia dan sudah benar-benar dilakukan adalah Yesus Kristus. Hal yang terjadi ketika Ia
mengambil hakikat manusiawi kita dan datang di antara kita sebagai seorang manusia membuat
jelas arti pemilihan Allah itu, bahwa Allah sudah menyerahkan semua kepada ketidak-taatan
sehingga Ia dapat mencurahkan kemurahanNya atas semua.
8. Alkitab sebagai sejarah universal
Ada 6 hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Hidup mendiami suatu struktur kemasuk-akalan alternative daripada struktur yang dalamnya
masyarakat hidup, suatu struktur kemasuk-akalan bukanlah hanya merupakan sekumpulan ide,
tetapi harus diwujud-nyatakan dalam satu komunitas yang nyata.
b. Suatu sejarah yang nyata terbentuk dalam waktu-waktu dan tempat-tempat tertentu yang
membentuk latar belakang Alkitab, memberikan petunjuk untuk memaahami sejarah masa kini.
Menghidupi Alkitab berarti hidup dengan suatu jawaban untuk untuk pertanyaan-pertanyaan
mengetahui siapakah saya dan siapakah yang Esa yang kepadaNya saya akhirnya dapat
bertanggung jawab.
c. Sifat yang dibawakan dalam cerita Alkitab adalah sifat dari Yang Esa yang sebagai Pencipta
dan Tuhan dari semuanya memanggil umatNya kedalam hubungan yang bertanggung jawab
dalam kasih dan kestiaan. Sifat-sifat yang dinyatakan dalam Alkitab bukanlah sifat-sifat yang
lebih sempurna daripada yang kita miliki.
d. Struktur kemasuk-akalan adalah kerangka sesorang untuk mengambil keputusan, orang itu
tidak mengambil keputusan mengenia sesuatu diatas dasar suatu kerangka kepercayaan yang
lebih denitif.
e. Didalam masyarakat yang struktur kemasuk-akalannya dibentuk oleh cerita Alkitab ada visi
yang jelas tentang tujuan dari sejarah dan keyakinan bahwa tujuan ini akan tercapai.
f. Tindakan yang berpengharapan berarti mempunyai sesuatu yang kepadanya seseorang dapat
dengan yakin untuk memandang kedepan.
9. Kristus, petunjuk bagi sejarah
Ada 5 hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Pemerintahan Allah sekarang sedang menghadapi sebagai kenyataan yang hadir, (Lukas 17:21,
Matius 12:28). Kerajaan Allah memang demikian karena dalam kenyataannya pemerintahan
Allah, kekuasaanNya sebagai raja, hadir dalam manusia Yesus.
b. Kristus sudah mati, secara definitive melucuti semua pemerintah dan kekuasaan.
c. Kristus sudah bangkit dan sekarang memerintah disebelah Bapa sampai semua musuhNya
menyerah
d. Kristus akan datang lagi, dan kemuliaan pemerintahanNya akan menjadi nyata kepada semua.
e. Iman memampukan kita pada saat yang sama menjadi realistis dan berpengharapan
10. Logika Misi
Logika misi adalah makna yang benar dari riwayat manusia yang disingkapkan. Karena
ini adalah kebenaran maka harus dibagikan secara universal dan tidak dapat berupa pendapat
pribadi. Ketika kita membagikannya secara bersama dengan semua orang, kita memberikan
kepada mereka kesempatan untuk mengetahui kebenaran tentang diri mereka sendiri, mengetahui
siapakah mereka karena mereka dapat mengethui cerita yang benar yang darinya kehidupan
mereka hanya sebagian. Kebenaran tentang riwayat manusia sudah disingkapkan dalam
peristiwa-peristiwa yang membentuk substansi Injil. Misi adalah pengungkapan dari
pengharapan manusia, mengungkapkan kepercayaan kita bahwa ada suatu masa depan yang riil
untuk manusia dan untuk dunia, dasar yang kuat dari pengungkapan misi adalah pengungkapkan
dari kasih. Misi hanyalah keinginan untuk berada bersama dengan Tuhan dan mempersembahkan
kehidupan kita kepada-Nya. Inti pokok dari misi adalah rasa syukur dan pujian. Kita
menyelewengkan permasalahan kalau kita membuat misi menjadi usaha dari kita sendiri dengan
pekerjaan-pekerjaan kita. Tujuan misi yang sebenatnya adalah bahwa Allah dapat dipermuliakan.
11. Misi: perkataan, perbuatan, dan keberadaan baru
Ada 6 hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Jelas bahwa menempatkan perkataan dan perbuataan, pemberitaan dan tindakan, berlawanan
satu dengan lain tidak dapat dibenarkan. Perkataan menerangkan perbuatan, dan perbuatan
mensahkan perkataan.
b. Perbuatan untuk keadilan dan perdamaian dunia adalah inti dari perkabaran Injil, bukan
sesuatu yang sekunder dan bagian dari pinggiran dari tugas pokok perkabaran Injil.
c. Kegiatan untuk keadilan dan perdamaian tidak dapat pernah mempunyai arti komitmen yang
total kepada suatu proyek yang khusus yang diidentifikasikan tanpa keragu-raguan sebagai
kehendak Allah.
d. Kebenaran yang fundamental dapat menjadi sumber kesalahan yang dapat membawa bencana
bila dipergunakan untuk menarik mundur orang-orang yang percaya kepada Injil dari keterikatan
tanggung jawabnya dalam kesegeraan, relativitas dari kehidupan politis dan kultur.
e. Peran utama Gereja dalam hubungannya dengan isu tentang keadilan dan perdamian tidak ada
dalam pengumuman yang formal, tetapi dalam pemberian dan pemeliharaan semangat dan
dukungan yang terus menerus kepada orang-orang yang bertindak secara bertanggung jawab
sebagai orang percaya dalam melakukan tugas mererka sebagai warga Negara.
f. Pemberitaan Injil tidak pernah dapat tidak menjadi relevan, Gereja harus menjalani secara
nyata kehidupan bersama yang sesuai dengan injil dan hidup dalam kehidupan bersama dengan
penguasa, menyatakan dalam kehidupannya kuasa dari Tuhan yang hidup karena tidak ada
batasnya bagi kekuatan Firman Tuhan.
12. Kontekstualisai yang benar dan yang salah
Konstektualisasi adalah pertanyaan tentang bagaimana Injil itu didalam konteks yang
khusus. Injil itu dialamatkan untuk manusia sebagi pribadi manusia dalam semua keadaanya
yang sulit yang tak dapat dihitung macamnya yang didalamnya manusia itu menemukan dirinya.
Injil itu mempunyai kedaulatannya sendiri dan tidak pernah menjadi satu alat dalam tangan
perkabaran Injil. Isi dari Injil adalah Yesus Kristus dalam kepenuhan pelayananNya,
kematiaanNya, dan kebangkitanNya. Kontekstualisasi yang benar terjadi kalau ada persekutuan
yang hidup dengan setia pada Injil dan dalam identifikasi yang sama mahalnya dengan orang-
orang dalam situasi mereka yang nyata dalam pelayanan Yesus didunia. Ketika syarat-syarat atau
kondisi-kondisi ini dipenuhi, Roh Allah yang berdaulat melakukan pekerjaanNya sendiri
13. Tidak ada nama lain
Orang Kristen adalah orang yang mencari, dan percaya bahwa petunjuk yang menentukan
jalan yang benar dan hidup sudah diberikan didalam Yesus Kristus, suatu pencarian bersama.
Menunjuk kepada Yesus sebagai petujuk utama dalam pencarian bersama dalam umat manusia
akan keselamatan dan mengundang orang-orang yang lain untuk mengikutinya. Inti yang
sebenarnya dari berita Kristen seperti yang dinyatakan dalam Injil Yohanes adalah bahwa
riwayat hidup yang khusus yang diceritakan adalah manifestasi yang menentukan didalam
sejarah tentang seseorang yang menjadi sumber dan tujuan bagi orang Kristen. Hubungan yang
benar dengan Allah tidak dapat lepas dari hubungan kita dengan orang-orang lain, dan kesetiaan
kepada Kristus harus dinyatakan dalam hubungan dengan orang-orang yang mengambil bagian
bersama dalam kesetiaan itu. Kriteria Yesus Kristus ditemukan dalam nilai permanen yang kekal
seperti keadilan, kesetiakawanan, kasih dan kemurahan. Kebenaran bukanlah suatu doktrin,
kebenaran tidak ditemukan dengan mengulang kata-kata benda abstrak, kebenaran adalah
manusia Yesus Kristus yang dalamnya Allah sedang memperdamaikan dunia. Kebenaran itu
adalah pribadi, konkrit, dan historis. Dengan menerima iman bahwa Kristus dalah sungguh-
sungguh Tuhan dan Juruselamat yang unik, kita akan mengambil pengakuan bahwa tidak ada
nama lain didunia ini selain nama Yesus Kristus.
14. Injil dan agama-agama
a. Mengharap, mencari, dan menyambut semua tanda anugerah Allah yang ada, didalam
kehidupan orang-orang yang tidak mengenal Yesus sebagai Tuhan. Perbuatan yang kita lakukan
dengan orang-orang yang tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan adalah mencari dan menerima
dengan senang semua refleksi tentang terang yang benar didalam kehidupan orang-orang yang
kita temui.
b. Orang Kristen akan bersemangat untuk bekerja sama dengan orang-orang dari semua iman dan
ideologi dalam semua proyek yang sejalan dengan pemahaman Kristen tentang tujuan Allah di
dalam sejarah. Pengendalian adalah dibawah Allah dan Bapa dari Tuhan kita Yesus Kristus yang
kesabaranNya tidak terbatas dalam setiap hari dari kehidupan kita.
c. Komitemen bersama untuk pekerjaan dunia memberikan konteks untuk dialog bersama yang
menimbulkan kerjasama dari berbagai jenis agama mengenai isu-isu yang nyata, dialog tersebut
akan menjadi dialog tentang arti dan riwayat manusia.
15. Injil dan kebudayaan-kebudayaan
Kebudayaan manusia adalah hanya merupakan cara yang didalamnya masyarakat-
masyarakat manusia mengatur kehidupan bersama, dan hal seperti itu dirusak oleh dosa. Orang
Kristen memahami penyataan Allah didalam Kristus dan dalam keseluruhan cerita Alkitab akan
dibentuk oleh kebudayaan yang melaluinya individu itu dibentuk. Kebutuhan Injil dengan
kebudayaan manusia harus menjadi sesuatu yang praktis dan tidak hanya sesuatu yang teoritis.
Hanya dengan menjadi partisipan yang setia didalam keluarga gereja uang supranasional dan
suprakultural, kita dapat menemukan sumber-sumber, untuk pada saat yang sama menjadi
pemelihara dan pendukung yang setia kepada kebudayaan kita masing-masing dan juga member
kritik yang membangun keatas kebudayaan-kebudayaan kita. Injil mensahkan keaneka ragaman
yang sangat luas diantara kebudayaan-kebudayaan manusia tetapi tidak mensahkan relativisme
yag total. Ada hal yang baik dan hal yang buruk dalam setiap kebudayaan dan ada perkembangan
yang secara terus-menerus berlangsung dalam setiap kebudayaan yang kreatif dan destruktif,
atau sejalan dengan tujuan Allah seperti yang dinyatakan dalam Kristus untuk semua umat
manusia atau sebaliknya.
16. Pemerintahan, kekuasaan, dan rakyat.
Pemerintah-pemerintah dan kekuasaan-kekuasaan adalah kenyataan. Kita tidak dapat
mwnvisualisasikan mereka, menempatkan mereka, atau mengatakan apa mereka itu sebenarnya,
kita tidak bisa berpura-pura mengakui kalau mereka tidak ada. Seseorang tidak dapat membaca
Injil tanpa mengakui pelayanan Yesus mulai dari awal sampai akhir adalah suatu pertempuran
spiritual yang hebat melawan kekuasaan yang bukan hanya kelemahan manusia, kesalahan,
penyakit, atau dosa. Alkitab sebagi petunjuk manusia untuk memahami dan menguasai berita
yang sentral tenang Yesus Ktristus, manusia juga akan mengetahui arti peperangan melawan
daging, darah, pemerintahan-pemerintahan yang tidak kelihatan, dan manusia akan mempelajari
ari keseluruhan perlengkapan Allah dalam peperangan.
17. Mitos masyarakat sekuler
Ciri-ciri masyarakat sekuler:
a. Tidak mempunyai komitemen kepada pandangan tertentu apapun tentang alam semesta dan
tempat manusia didalamnya.
b. Suatu masyarakat majemuk, tidak hanya majemuk dalam kenyataan, tetapi majemuk juga
dalam prinsipnya.
c. Suatu masyarakat toleran, yang toleransinya dibatasi hanya oleh kebutuhan menentang
kegiatan-kegiatan yang diarahkan melawan kebijaksanaan dari masyarakat.
d. mempunyai tujuan bersama yang untuknya warga masyarakat dapat bekerja bersama.
e. Memecahkan masalah dengan menyisihkan emosi dan dorongan yang irrasional, akan bekerja
memastikan fakta dari situasi sehingga masyarakat dapat diatur untuk memampukan warganya
mencapai tujuan yang actual.
f. Ada tanpa gambaran yang resmi, tipe ideal, atau model yang diperlihatkan supaya ditiru.
Gereja adalah suatu kesatuan yang sudah hidup lebih lama daripada banyak Negara,
bangsa, dan kerajaan dan akan hidup lebih lama daripada yang sekarang ada. Gereja adalah
kenyataan yang besar dinyatakan dengan kenyataan bahwa bangsa-bangsa, kerajaaan-kerajaan,
dan peradaban-peradaban dunia femomena yang akan berlalu. Gereja tidak pernah dapat tenang
untuk menjadi perkumpulan sukarela yang hanya memperhatikan masalah pribadi dan
masyarakat. Masalah yang menentang nama Tuhan yang esa, ideology, mitos, asumsi, dan
pandangan dunia yang tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan. Kalau itu melibatkan konflik,
kesulitan, dan penolakan, maka kita mempunyai contoh Yesus Kristus didepan kita dan
peringatanNya bahwa seorang hamba tidaklah lebih besar dari tuannya.
18. Jemaat sebagai Hermeneutik Injil
Persekutuan jemaat mempunyai 6 karakter, yaitu:
a. Menjadi suatu persekutuan yang memuji, itu adalah mungkin, karakternya yang paling yang
menonjol. Memuji adalah suatu kegiatan yang hampir sama sekali tidak ada didalam kehidupan
masyarakat modern.
b. Jemaat Kristen akan menjadi suau persekutuan kebenaran.
c. Jemaat Kristen adalah suatu persekutuan yang tidak hidup untuk dirinya sendiri tetapi yang
secara mendalam terlibat dalam keprihatinan-keprihatinan dari sesamanya.
d. Jemmat Kristen adalah persekutuan dimana orang-orang laki-laki dan perempuan dipersiapkan
dan didukung dalam melaksanakan keimamannya di dalam dunia.
e. Jemaat Kristen adalah persekutuan yang saling bertanggung jawab.
f. Jemaat Kristen adalah persekutuan pengharapan.
19. Kepemimpinan pelayanan untuk jemaat missioner
Tugas kepemimpinan secara tepat adalah untuk memampukan, mendorong, dan
mendukung kegiatan dari semua anggota. Injil adalah kabar baik tentang pemerintahan Allah
atas seluruh kehidupan, baik kehidupan umum maupun pribadi, Gereja dipanggil untuk menyapa
seluruh kehidupan umum dari masyarakat. Kepemimpinan pelayanan bagi jemaat missioner akan
menuntut bahwa pendeta secara langsung terikat dalam peperangan kerajaan itu melawan
kekuasaan diluar kerajaan. Pendeta tidak dapat secara langsung terlibat dalam setiap bidang
khusus dari kehidupan sekuler yang didalamnya anggota-anggota jemaat yang memerangi
pertempuran mereka. Akan ada situasi dimana pendeta harus mewakili keseluruhan gereja dalam
menentang penyalah gunaan kekuasaan, korupsi, dan keserakahan didalam kehidupan umum dan
menerima pukulan-pukulan yang mengikutinya. Pendeta akan memberikan semangat kepada
seluruh persekutuan dengan keberanian, dengan menghadapi musuhnya. Kepemimpinan pendeta
jemaat dalam misinya kepada dunia akan menjadi pertama dan paling utama dalam bidang
kemuridannya sendiri, dalam kehidupan doa dan pengabdian sehari-hari yang tetap tersembunyi
dari dunia tetapi yang adalah tempat dimana pertempuran yang sangat penting untuk
dimenangkan. Pribadi pelayanan missioner tercermin melalui pribadi Petrus, Petrus dihadirkan
sebagai seorang pekabar Injill, semua dia adalah seorang nelayan yang tidak ada apa-apanya dan
tidak menangkap apa-apa sampai ia tunduk pada perintah tuanNya. Ketika ia melakukan
perintahNya ada tangkapan yang luar biasa banyaknya yang dibawanya, dengan jala yang utuh
dan sebagai buah hasil pekerjaan, satu panenan yang utuh bagi Yesus. Kemudian, Petrus menjadi
seorang gembala yang kepadanya Yesus mempercayakan domba-dombaNya. Yesus
mempercayai Petrus karena Ia mengasihiNya lebih daripada semua, tetapi kemudian akhirnya,
gambaran Petrus berubah lagi dia seorang murid yang harus pergi mengikuti jalan yang
ditempuh tuanNya, memandang hanya hanya ke satu jalan, kepada Tuan yang berjalan
didepannya. Kepemimpinan pelayanan adalah pertama dan terakhir dan kemuridan.
20. Yakin akan Injil
Kepercayaan Injil adalah kepercayaan yang paling mendalam dan menentukan maka
tidak dapat disahkan oleh sesuatu yang lebih mendalam dan menentukan kehidupan orang
Kristen. Orang Kristen menyambut baik pluralitas dan menyambut baik suatu masyarakat yang
majemuk karena memberikan suatu jangkauan pengalaman dan keberagaman yang lebih luas
dari tanggapan manusia terhadap pengalaman dan kesempatan yang lebih kaya untuk untuk
menguji kecukupan iman. Gereja bertumbuh melalui kedatangan orang yang datang dari banyak
tradisi kebudayaan serta keagamaan yang berbeda-beda untuk beriman kepada Kristus, kita
dimampukan untuk lebih mempelajari betapa panjang dan lebarnya dan tingginya, dan dalamnya
kasih Allah (Efesus 3:14-19). Di dalam masyarakat majemuk selalu ada godaan untuk menilai
kepentingan dari suatu pernyataan tentang kebenaran untuk tujuan praktis, yang dipercayai
banyak orang dan membuat orang Kristen jatuh kedalam jebakan tersebut. Sebagai orang Kristen
kita harus yakin akan janji Yesus Kristus yang menjamin kita, membuat komitmen yang baru,
tidak membuat kita kuatir, karena Dia adalah yang setia, Ia akan menyempurnakan apa yang
sudah dimulaiNya.
Keunggulan buku ini adalah bahwa buku ini membantu orang Kristen untuk mengkaji
dan membandingkan agama Kristen dengan ajaran-ajaran agama lainnya, membandingkan Injil
dengan kebudayaan-kebudayaan dan tradisi, mengetahui peranan orang Kristen didalam
masyarakat yang majemuk. Ditengah keragaman yang terjadi dimasyarakat, Injil diperlukan
untuk menjangkau keragaman tersebut yang sesuai dengan ajaran Yesus Kristus. Didalam buku
ini menjelaskan bahwa orang Kristen juga harus hidup didalam pluralitas kemajemukan
masyrakat, namun juga harus membatasi diri dengan menolak kepercayaan, kebudayaan, ajaran
yang bertentangan dengan Injil. Buku ini bermanfaat bagi misionaris yang ingin melakukan
pengkabaran Injil kedaerah yang memiliki kebudayaan yang beragam. Penulis juga
menggunakan contoh-contoh untuk mempermudah pembaca untuk mengerti, penulis juga
mengemukakan pendapatnya sendiri terhadap beberapan pandangan dari beberapa ahli sesuai
dengan pengalaman dan kemampuan yang dia miliki yang tidak perlu diragukan lagi. Yang
menjadi kelemahan dari buku ini bahwa bahasa yang digunakan oleh penulis tidak mudah untuk
dipahami, karena buku ini adalah buku terjemahan dari bahasa Inggris, ada banyak kata yang
diterjemahkan tidak sesuai dengan arti yang sebenarnya, sehingga membuat pembaca untuk
membaca buku ini lebih dari satu kali. Perlu adanya pengeditan bahasa kembali dari buku ini
sehingga bahasa yang digunakan mudah dimengerti pembaca, pembaca mungkin akan sedikit
kesulitan untuk memahami contoh kasus yang diberikan oleh penulis karena penulis lebih
banyak menggunakan contoh kasus kebudayaan di Negara barat yang berbanding terbalik
dengan kebudayaan di Negara timur, itu membuat pembaca untuk terlebih dahulu mengetahui
latar belakang kebudayaan tersebut dengan menggunakan n=buku pedoman yang lain.
GOD AND CULTURAL
Bab. I
”Dunia Dipentaskan dengan Baik? Teologi, Kebudayaan dan Hermeneutik”
Kevin J. Vanhoozer
Halaman 1-34
Seiiring dengan berkembangnya zaman, pemahaman injil telah berkembang namun juga
harus berhadapan dengan kebudayaan yang tidak hanya menjadi terkotak-kotak, tetpai juga telah
kehilangan kontak dengan warisan budaya Yahudi-Kristen. Pemahaman injili sendiri pun telah
berubah; tidak hanya menjadi terkotak-kotak, namun juga membantu banyak visi eksklusif
Teologi, Kebudayaan dan Hermeneutika”, Kevin memaparkan keadaan zaman ini mengenai
kebudayaan, dimana masyarakat dalam masa kebudayaan modern sekarang ini mempercayai
mitos ciptaan sendiri atau setidaknya menganggap mitos tersebut suatu khalayan yang
diperlukan, tak menyusahkan dan bernilai pragmatis. Kita harus memilih, percaya bahwa nilai-
nilai dan kepercayaan kita yang tertinggi itu benar, atau hanya merupakan suatu khalayan yang
berguna. Banyak pemikir kontemporer Barat yang mengatakan bahwa kepercayaan hanyalah
hasil dari mitos buatan manusia. Hilangnya kepercayaan terhadap kemutlakan dan sudut pandang
(Allah) yang mutlak membuat para pemikir lebih senang berbicara tentang interpretasi daripada
tentang pengetahuan, khususnya pengetahuan yang mutlak. Lebih dari abad sebelumnya, abad ini
adalah abad interpretasi. Pandangan yang diterima adalah secara luas adalah bahwa manusia
tidak berada dalam posisi mengetahui.
Kevin J. Van Hoozer berpendapat bahwa kebudayaan kontemporer barat adalah
kebudayaan yang menempatkan hermeneutika sebagai salah satu nilai tertinggi, melihat situasi
postmodern saat ini, interpreatsi yang kreatif diterima sebagai salah satu kebajikan tertinggi. Saat
ini paling dibutuhkan peranan teolog sebagai penafsir dan kritikus kebudayaan kontemporer,
sekaligus sebagai pelopor suatu budaya tandingan yang diwujudkan dalam eksistensi gereja.
Hanya dengan menafsirkan Kitab Suci -dengan pertolongan Roh Kudus tentunya - kita dapat
membangun kebudayaan tandingan yang efektif; dan kebudayaan inilah yang akan menjadi kritik
paling efektif terhadap kebudayaan dominan. Pada akhirnya interpretasi terpenting adalah
”penampilan” Alkitab dalam hidup seseorang. Sebagai pemeran dan penafsir kebudayaan, teolog
dan umat percaya bertindak sebagai ahli teori dan sekaligus pelaku kebudayaan. Inilah peran
yang dipercayakan kepada murid-murid Kristus – yaitu komunitas yang bersekutu untuk
”melakukan” Firman. Menurut Kevin, kebudayaan merupakan suatu obyektivitas, suatu ekspresi
dalam bentuk perkataan dan pekerjaan, dari ”roh” masyarakat yang hidup dalam ruang dan
waktu tertentu. Roh atau semangat zaman (Zeitgeist) tidak tampak tetapi selalu diekspresikan
dalam bentuk nyata-nyata. Kebudayaan adalah usaha roh manusia untuk mengekspresikan diri
dengan cara mewujudkan kepercayaan dan nilai-nilai dalam bentuk-bentuk yang nyata. Menurut
Raymond Williams, kebudayaan adalah sistem yang menghasilkan dan mengkomunikasi tatanan
sosial melalui berbagai praktek bermakna yang mencakup seni, filsafat, jurnalisme, iklan, mode
dsb. Kita berusaha mengekspresikan siapa diri kita dan mengapa kita berharga melalui karya
kita: melalui lukisan, monumen, simfoni. Hermeneutika kebudayaan memepelajari bagaimana
dan apa arti ekspresi tersebut sebenarnya. Melalui interpretasi kebudayaan kita berusaha
menemukan roh dari suatu budaya. Pada abad 20 interpretasi kebudayaan Agustinus diwakili
oleh teologi Reformed Belanda-Amerika. Dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip Calvin
mengenai kedaulatan Allah dalam seluruh aspek kehidupan, mengakui bahwa Kristus adalah
Tuhan atas kebudayaan. Dunia dan cara pandang kristen harus masuk ke seluruh kebudayaan.
Kebudayaan bukan merupakan aktivitas netral non-teologi, melainkan aktvitas yang secara
intrinsik bersifat religius. Semua hasil seni pahat, film, novel bangunan dan semua ekspresi
kebebasan manusia mempresaposisikan wawasan dunia tertentu, sekumpulan ide dan keyakinan
akan realita dan kebaikan tertinggi.
Menurut Kuyper, walaupun Calvin tak memiliki kecenderungan artistik, prinsip
teologinya mengenai Ketuhanan Kristus menempatkan seni sebagai anugerah ilahi. Seni bukan
imitasi alam belaka, melainkan cara pengungkapkan realita yang lebih tinggi dari dunia kita yang
sudah jatuh ini. Seni memungkinkan kita mencicipi penciptaan dan pemulihan keindahan yang
sejak semula ada dalam rencana Allah bagi dunia. Jadi seni yang merefleksikan penciptaan dan
penebusan adalah seni yang lebih sejati daripada seni yang hanya meniru keadaan sekarang yang
sudah jatuh dalam dosa. Nilai-nilai yang terkandung dalam seni pasti bersifat religius; seni
membuatan pernyataan teologi.
Apa yang oleh para pemikir lain disebut “semangat” jaman, Dooyeweerd sebut sebagai
semangat religius, yaitu semangat yang menerima atau menolak Ketuhanan Allah atas ciptaan
dan kebudayaan. Menurutnya, motif dasar Kristen adalah penciptaan-kejatuhan-penebusan.
Kejatuhan berarti kebudayaan manusia yang terbaik sekalipun pun hanya “dalam perjalanan”.
Penebusan berarti kebudayaan manusia harus secara aktif dan dalam kuasa Roh mengakui
hukum Tuhan atas seluruh ciptaan. Dalam skema Dooyeweerd, kebudayaan modern berakar
pada motif dasar “alam dan kebebasan” Kant, yaitu motif yang menolak aspek religius dalam
hidup dan pikiran kita. Bukannya menyadari otoritas Allah atas semua aspek pemikiran dan
kehidupan, kebudayaan modern yang dihidupkan oleh motif dasar religius kebebasan dan alam
justru memproklamirkan otonominya. Panggung dunia hanya diisi oleh alam dengan fakta-
faktanya di satu sisi dan di sisi lainnya oleh manusia bebas dengan nilai-nilai buatan sendiri.
Manusia modern adalah hukum bagi dirinya sendiri. Kebudayaan modern mengekspresilan motif
dasar ini.
Para teolog yang disebutkan dalam bab ini percaya bahwa kebudayaan adalah bentuk
agama yang dihidupi. Kita mempelajari kepercayaan dan nilai-nilai suatu bangsa dengan cara
menafsir karya seni dan bentuk kehidupan bangsa tersebut. ”dari buahnya kita mengenal mereka
(Mat 7:20). Kebudayaan adalah buah suatu teologi atau pandangan dunia, sebuah worldview,
berasal dari apa yang kita percayai. Dan apa jadinya dengan kebudayaan bila dunia sedang
mengumumkan kelumpuhan Tuhan bahkan mati? Akhirnya seperti kata Dostoyevski, jika tidak
ada Allah segala sesuatu diperbolehkan.
Dalam budaya Hermeneutika, berkaitan dengan makna dan teks, Nietzsche maupun
Barthez percaya bahwa kita bersifat paling manusiawi ketika menciptakan makna dan nilai kita
sendiri. Barthes harus melepaskan istilah pengarang agar dapat mencapai kebebebasan
interpretasi total. Menurut Barthes pengarang harus mati agar pembaca dapat hidup. Apa arti
hidup? Jika tidak ada Pencipta, tidak ada otoritas, lalu siapa yang memerintah? Jika kita
mengabaikan keberadaan makna yang pasti dan interpretasi yang tepat maka segala sesuatu
dihalakan dalam interpretasi. Dengan demikian kematian Allah akan menuju kepada mistik
Hermes.
Disinilah Postmodern muncul sebagai nama yang diberikan pada budaya hermeneutika
saat ini. Untuk dapat menjawab pertanyaan utama mengenai kehidupan, kita harus memiliki
”satu perspektif sejati”, yaitu satu interpretasi yang benar ataas buku kehidupan. Dan inilah yang
ditentang oleh kaum postmodern. Postmodern sendiri merasa bahwa manusia modernisme yang
merupakan subyek yang bersifat rasional dan menggapai pengetahuan dan kebenaran harus
mengakui keterbatasan perspektif pengetahuan manusia. Karena itu kita sendiri harus
menginterpretasi karena ketidakjelasan dan pluralitas dalam bahasa dan sejarah manusia. Hal ini
mengancam kekristenan karena para tokoh postmodern seperti Don Cuppit, sendiri menganggap
bahwa postmodernisme adalah berhenti mempercayai adanya permulaan atau akhir yang mutlak,
dasar atau kehadiran yang mutlak. Berakhirnya pandangan mengenai hal yang tetap dan
dimulainya era arbiter yang berarti manusia bebas berkreasi: bahayanya bila muncul ”terserah
pada kita bagaimana mengimajinasikan Kekristenan atau bagaimana menemuka kembali iman
untuk zaman kita.”
Keyakinan Cupitt mengenai kebudayaan justru menuju kepada penihilan kebudayaan itu
sendiri, dan dengan terpaksa dia sendiri pun menyimpulkan bahwa tak ada yang layak
dilestarikan. Apa pun yang permanen akan menjadi kekangan terhadap kebebasan untuk
menciptakan dunia tepian. Budaya hermeneutika adalah kebebasan untuk menjungkirbalikkan
segala sesuatu ke segala arah. Pengikut ajaran Hermes akhirnya menjalani hidup yang
merupakan permainan interpretasi yang kacau; mereka tidak menyembah dalam Roh atau dalam
kebenaran, melainkan dalam kesembarangan suatu karnaval.
Melihat ancaman seperti ini, bagaimana kebudayaan demikian dapat dikritiki atau
diperbaharui? Julian Hart meratapi hilangnya suara kenabian gereja: ”Kekristenan populer
melaju cepat ke arah homogenisasi yang sempurna Kekristenan populer adalah agama, bukan
iman; keceriaan bukan kasih; keinginan bukan pengharapan; pendapat bukan kebenaran.” kritik
Kristen terhadap kebudayaan massa harus dimulai di gereja, di rumah orang beriman.
Gereja masa kini justru paling membutuhkan teologi. Teologi harus terlibat dalam
rekonstruksi kebudayaan. Dalam reruntuhan zaman ini, interpretasi Alkitabiah merupakan alat
terbaik untuk membangun kembali kebudayaan yang pada awalnya memang dibangun di atas
Alkitab. Gereja merupakan komunitas hermeneutika, komunitas penafsir yang dibentuk oleh
Firman Tuhan dan dihidupkan oleh Roh, yaitu Roh yang memberi kuasa dalam pelayanan
Firman dan menjadikannya efektif. Hermeneutika bukan hanya melibatkan penjelasan arti yang
tertulis, tetapi juga pendistribusian arti tersebut. makna harus diaplikasikan di dalam gereja,
dunia dan diri sendiri. Hermeneutika dalam arti luas tidak hanya berhubungan dengan
”mendengar” tetapi juga melakukan.
Cara hidup kita adalah interpretasi Alkitab yang terpenting. Kita menghidupkan makna
sebuah teks ke dalam hidup kita dengan cara melaksanakan apa yang tertulis. Sebagai seni dan
sains untuk mengaplikasikan dan juga menginterpretasikan teks, Hermeneutika memegang
peranan penting dalam pembentukan kebudayaan. Ricoeur menamakannya hidup dalam ”dunia”
teks. Jika kita tinggal cukup lama dalam dunia teks, maka nilai dan visi kita akan dibentuk oleh
teks itu. Ini juga salah satu dungsi kebudayaan – yaitu dunia makna. Komunitas penafsir Alkitab
masuk ke dalam teks oleh iman; Rohlah yang memampukan dunia Firman menumbuhkan
gambar Allah yang ada di dalam diri kita. Menghasilkan interpretasi yang setia pada Alkitab
adalah tujuan gereja. Hukum interpretasi Alkitab Agustinus dapat diperluas dengan pelaksanaan
interpretatif gereja: jika menghadapi terlalu kemungkinan makna, pilihlah interpretasi yang
menumbuhkan kasih kepada Tuhan dan pada sesama. Interpretasi ”sejati” Alkitab adalah hidup
dalam kasih dan pelayanan pada Tuhan, pada gereja sebagai umat Allah dan pada dunia. Dan
kita hanya dapat sungguh-sungguh memahami kisah Tuhan Yesus jika kita mempraktekkannya.
Memperaktekkan kisah Tuhan Yesus membawa kita kepada hidup yang bersifat interpretasi,
yang menantang kecenderungan kebudayaan yang dominan. Mendengarkan dan melakukan
kisah Yesus menghasilkan gaya hidup yang diwarnai kerendahan, pelayanan dan kasih.
Kevin dalam bab ini memberikan poin penting bagi gereja. Ada dua kriteria yang dapat
menolong kita mengetahui komunitas mana yang paling tepat membaca atau melaksanakan
Alkitab, yaitu:
1. Teks itu sendiri, yaitu titik yang tetap dimana berbagai interpretasi dapat diselidiki. Teks dapat
dipakai melawan komunitas penafsiranya, seperti yang Luther lakukan di masa Reformasi.
2. Interpretasi atau pelaksanaan teks yang satu dapat terlihat lebih ”berbuah” daripada yang lain.
Arti berbuah dalam hermeneutika alkitab berarti pembacaan yang lebih banyak menerangkan
teks dan menunjukkan lebih banyak koherensi internal. Kedua, interpretasi dapat juga dianggap
berbauh jika menyebarkan kekayaan teks bagi pembacanya. Yesus mengatakan bahwa kita akan
mengenal murid-Nya melalui kasih mereka. Bukankah seharusnya kita memilih pembacaan yang
menghasilkan cara hidup yang paling mirip hidup Yesus sendiri, sang pemberita Kerajaan Allah?
Kehidpan yang benar adalah tanda kehadiran Roh yang menghidupkan Firman. Kebudayaan
kristen bukan sekedar alat untuk mengabarkan injil, tetapi sekaligus alat bagi kita untuk mengerti
injil dan mengetahui maknanya.
Donald Bloesch berbicara mengenai Allah Pembentuk Peradaban. Menurutnya
kebudayaan adalah pemberian ilahi dan pencapaian manusia. Gereja harus berperan sebagai
terang bagi negara dan sebagai model pemakaian kebebasan manusia secara benar; greja
seharusnya menjadi standar kesempurnaan bagi masyarakat beradab. Komunitas kaum beriman
seharusnya mewujudkan kebudayaan kenabian yang menentang para dewa dan mitos zaman ini
agar pandangan hidup dan dunia memenuhi kemanusiaan. Gereja harus menjadi inkarnasi
budaya dari kasih Allah dalam Kristus. Bloesch menyatakan bahwa gereja tidak boleh menjadi
tuan atas kebudayaan sekuler karena ketaatan gereja terhadap kitab Suci juga harus dievaluasi.
Kaum beriman ’membaca’ dunia ini dalam terang Firman Tuhan. Dengan kata lain, gereja
menafsirkan dunia dan kebudaayaan sekitarnya melalui kaca mata Allah. Gereja tidak cukup
hanya mendengar dan mengerti; gereja harus mencocokkan makna teks dan ’melakukannya’.
memahami Alkitab dengan benar.
Dunia adalah panggung perbuatan umat Tuhan, bukan rumah mereka. Kebudayaan yang
murni menerima Injil sebagai sumber kehidupan dan sumber inteligensi, imajinasi dan praktek.
Suatu kebudayaan disebut injili jika menerima wahyu Allah dan keselamatan Allah dalam
Kristus. Kebudayaan injili adalah respon eucharistis terhadap karunia kebebasan Kristen. Seperti
yang telah kita ketahui, kebudayaan adalah ruang dimana kebebasan memanifestasikan diri.
Memupuk kebebasan yang diberikan oleh Roh mungkin merupakan kesempatan istimewa
terbesar bagi kita; namun sudah pasti hal itu juga merupakan tanggung jawab terbesar kita.
Dalam hal ini lah, tugas penafsiran gereja yang terpenting adalah menghasilkan kebudayaan injili
dan echaristic dimana kebebasan Kristen diwujudkan dalam bentuk ketaatan pada Tuhan
berorientasi pada kemuliaan Tuhan. Namun, dalam terang Alkitab, kita perlu sadar bahwa
kebebasan dalam kebudayaan kontemporer bersifat menyesatkan. Kebebasan yang tidak
membawa pada pemenuhan manusiawi dan justru membawa pada keputusasaan sama sekali,
bukan kebebasan. Kita yang tinggal di dunia ini tidak mempunyai pengetahuan absolut maupun
kebaikan mutlak; dengan demikian hermeneutika merupakan tugas kita bersama sebagai
manusia, hak istimewa dan sekaligus tanggung jawab kita. Interpretasi dan pelaksanaan orang
berdosa maupun orang kudus pasti dan selalu tidak cukup baik. Tetapi melalui Kristus
kebudayaan baru telah memasuki dunia, yaitu kebudayaan yang ditimbulkan oleh Firman Tuhan
dan ditumbuhkan oleh Roh yang mampu menyembuhkan kemanusiaan.
Topik mengenai sastra di dalam buku ditulis oleh Leland Ryken. Sastra sebagai salah satu
perwujudan dari kebudayaan, dari masa ke masa telah menjadi hal yang dikesampingkan oleh
gereja. Sastra tidak pernah dianggap sebagai hal yang begitu krusial bagi kebanyakan orang
awam dan gerejawan, atau bahkan bagi kebanyakan kaum intelektual kristen. Konsep awal
mengenai sastra Kristen diawali dengan membiarkan sastra tetap menjadi sastra. Seperti aspek-
aspek ciptaan Allah yang lain, sastra juga memiliki integritasnya sendiri. Dan yang menjadi ciri
sastra yang pertama sekali adalah kata-kata, bukan ide-ide seperti yang dikira oleh banyak orang
Kristen mengenai sastra. Sikap hormat yang layak terhadap bahasa merupakan prasyarat untuk
menghasilkan dan memahami sastra, dan Kekristenan sendiri menodorong kita ke arah sikap
hormat itu. Wawasan dunia Kristen menurut Ryken menyatakan suatu tatanan yang bermakna
bagi alam semesta dan bagi kemampuan manusia untuk memahami dan mengkomunikasikan
makna tersebut dalam bahasa, bagaimanapun tidak sempurnanya. Tentu saja, kejatuhan manusia
ke dalam dosa juga mempengaruhi bahasa dan berbagai perubahan penafsiran tetap merupakan
satu fakta penafsiran sastra dalam Alkitab. Namun hal ini berbeda dengan sikap skeptis total
terhadap kemampuan bahasa untuk mengkomunikasikan makna yang terpahami. Langkah awal
untuk menjadikan sastra tetap menjadi sastra dapat menjadi hambatan yang lebih besar di antara
orang-orang Kristen karena hal ini merupakan suatu keyakinan yang naif bahwa sastra
merupakan suatu penerjemah langsung dari realita. Sastra selalu mengandung jarak seni dan
imajinasi, suatu ciri yang diakui teori sastra klasik yang memandang sastra sebagai suatu imitasi
(mimesis) kehidupan. Dunia sastra merupakan satu bangunan imajinas, yang melekat pada
kaidah sampai taraf tertentu tidak pernah mirip dengan kehidupan dan sering kali bersifat begitu
fantastik. Sastra juga menonjolkan pengalaman yang melampaui apa yang kita dapatkan dalam
kehidupan nyata. C.S. Lewis dan J.R.R. Tolkien dalam buku ini dengan tegas dikatakan bahwa
walaupun sastra merupakan dunia rekaan tapi mengingatkan kita akan kehidupan nyata dan
menjelaskannya bagi kita. Samuel Johnson mencatat bahwa imitasi sastra ”jangan dikacaukan
dengan realita tetapi.. mengingatkan kita kepada realita-realita tersebut.”. Northrop Frye juga
mengklaim bahwa ”konstruksi imajinasi membeitahu kita hal-hal yang tentang kehidupan
manusia yang tak bisa kita dapatkan melalui cara lain.
Kita dapat memahami bahwa sastra Kristen adalah suatu sikap hormat kepada
kemampuan imajinasi untuk memberikan bentuk bagi kebenaran – bahkan imajinasi yang
fantastik, seperti yang dilakukan oleh kedua pengarang buku di atas. Biografi, sejarah, surat
kabar menjelaskan mengenai apa yang telah tejadi, sementara sastra menjelaskan apa yang
sedang terjadi, dan keduanya merupakan bentuk kebenaran. Francis Schaffer pernah menulis
bahwa ”Para seniman Kristen tak perlu merasa terancam oleh fantasi dan imajinasi.
Alkitab yang merupakan sentral untuk merumuskan suatu pendekatan sastra Kristen, juga
mengekspresikan kebenaran dengan cara kisah, puisi, dan penglihatan – yang semuanya
merupakan bentuk-bentuk sastra dan produk imajinasi (walaupun tidak berati merupakan
imajinasi fiktif). Di dalam quotes Abraham Kuyper, ”sebagai penyandang gambar Allah,
manusia memiliki kemungkinan untuk menciptakan sesuatu yang indah dan untuk
menikmatinya.” Itulah natur dalam diri manusia. Kita menyadari ketika Allah memberikan
manusia kemampuan berimajinasi pun untuk hal yang baik, memberitakan keagungan dan untuk
hal yang benar, namun ketika manusia jatuh dalam dosa, benih jahat itu tinggal dan menjadi
natur yang jahat dan mencemari imajinasi kita. Iblis menipu dan membawa kita menuju
kebinasaan dengan menggunakan imajinasi kita. Apalagi hidup dalam zaman kebudayaan yang
mengagungkan interpretasi, setiap orang bebas berkreasi, termasuk bebas berpikir, bebas
menginterpretasi, bebas berimajinasi. Dunia semakin sarat dengan tipuan iblis tapi bagaimana
kita yang telah dibangkitkan oleh kuasa Allah peka dan berjuang melawan situasi ini.
Kita tidak bisa melupakan bahwa sastra tidak selamanya diukur dengan manfaat. Karena
jika demikian, berarti kita tidak memperhatikan alasan mengapa orang pertama-tama sekali harus
menghampiri sastra. Suatu pendekatan sastra Kristen seharusnya tidak merendahkan atau
mengabaikan bentuk sastra demi mempertimbangkan isinya, melainkan juga harus membela
kreativitas manusia, keindahan, dan kesenangan. Hal ini bisa dilihat ketika Allah menciptakan
alam semesta, bumi dan isinya. Allah sendiri merupakan Pencipta, dan dunia yang Ia ciptakan ini
bersifat utilitarian dan sekaligus indah. Allah yang kreatif ini membuat umat-Nya sesuai dengan
gambar-Nya, memiliki kapasitas untuk kreatif dan membuat keindahan. Dan setelah Allah
menciptakan sesuatu, dia selalu mengatakan bahwa hal itu sangat baik, menunjukkan kepuasan
dari Allah yang menikmati apa yang Dia ciptakan.
Ketika Allah memberikan mandat bagi manusia untuk mengusahakan bumi ini, saya
percaya di dalamnya juga termasuk mandat kebudayaan, ketika Allah lebih dulu memperlihatkan
keindahan yang tidak tercemar kepada manusia pertama, Dia ingin mereka dapat menikmati
karyanya (Kej 2:9) dan terus meneruskan karya penciptaan yang didelegasikan. Allah tidak
bermain-main ketika Dia mengatakan kepada manusia ”berkuasalah”, di dalamnya pasti
terkandung makna yang mendalam. Apa yang kita lakukan untuk meneruskan karya penciptaan
yang diidelegasikan itu seharusnya terus membuat kita menikmati akan ciptaanNya, mengingat
kebesaranNya dan semakin mencintai Dia.
Kita memiliki natur untuk memiliki sesuatu yang indah dan tidak pernah kita
sembunyikan, tapi kita juga ingin agar orang lain dapat menikmatinya. Karena hidup ini
berbicara mengenai Allah, berarti kita harus sadar bahwa ketika kita memperlihatkan keindahan,
yang kita tampilkan adalah supaya dinikmati Pengalaman indah yang kita miliki bersama Allah
tidak hanya untuk dinikmati sendiri, tapi akan secara otomotis membuat kita menyaksikannya
kepada orang lain. supaya membuat Allah makin dicintai. Allah yang kita cintai juga dicintai
oleh orang lain. Allah menciptakan kita sebagai manusia yang tidak hanya memiliki rasio, akal
budi tapi juga emosi, perasaan, jiwa, dan hal-hal tersebut tidak selamanya dapat dijawab dengan
kegunaan praktis. Allah telah lebih dulu menciptakan sebuah ruang kosong dalam hati kita
supaya hal itu yang hanya dapat diisi oleh pengalaman keindahan bersama Allah, yang membuat
seluruh diri kita merasa dipuaskan, hanya di dalam hadiratNya kita dipuaskan. Hal ini juga dapat
kita lihat dari para penulis Alkitab yang tidak hanya menganggap bahwa pesan Alkitab
merupakan satu-satunya hal yang penting, karena dengan demikian apa perlunya para penulis
puisi di Alkitab menuangkan ucapan-ucapan mereka dalam bentuk puisi yang berpola begitu
rumit atau untuk apakah para penutur kisah alkitab menyusun kisah-kisahnya dengan begitu
ringkas dan terdesain rapi. Dalam pengaturan Allah, para penulis alkitab memakai waktu dan
kemampuan mereka untuk menjadi artistik bagi kemuliaan Allah.
Hidup di zaman penuh interpretasi ini memang mengancam kebenaran. Ketika sastra
maupun lukisan diinterpretasikan oleh masing-masing orang, pengaruh yang dapat mereka
terima pun berbeda-beda. Semuanya hanya dikatakan kembali pada pribadi masing-masing.
Bahayanya, dasar untuk mengambil keputusan apakah hal ini benar atau tidak-berguna atau tidak
adalah dengan melihat bahwa hal itu juga disepakati oleh banyak orang (mayoritas). Hal ini
menjadi tuntutan bagi umat percaya bagaimana tetap mempertahankan kebenaran mutlak
sekalipun menjadi kaum minoritas.
. Dalam buku ini, J.I. Packer menguraikan kebenaran Alkitab mengenai penggunaan
waktu, khususnya waktu luang sebagai berikut:
(1) Tugas istirahat yang banyak dibahas dalam kitab Kejadian maupun keluaran,
(2) Kebaikan kesenangan (Pkh 8:15),
(3) Kebenaran perayaan. Dalam seluruh Alkitab, meja perjamuan merupakan lambang dan
tempat penyegaran, berupa persekutuan dalam perayaan dan
(4) Kenyataan Penatalayanan. Kita adalah pengelola waktu, kemampuan dan talenta serta
kesempatan yang Tuhan berikat, pengurus tubuh kita dan dunia ini.
Sebagai orang percaya kita tidak boleh membiarkan hal-hal yang biasa-biasa saja
menghalangi hal-hal yang baik dalam aktivitas waktu luang juga tidak boleh membiarkan hal-hal
yang baik menghalangi hal-hal yang terbaik. Inilah gaya hidup yang seharusnya dimiliki oleh
murid, disiplin. Namun demikian, kita tidak bisa melupakan bahwa yang menjangkau jiwa
adalah melalui kesaksian penuh kasih dan pribadi akan Injil Kristus. Itulah semangatnya.
top related