HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.
Post on 12-Mar-2019
247 Views
Preview:
Transcript
1
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PUSKESMAS DENGAN
TINDAKAN DALAM PEMANFAATAN PUSKESMAS MOLOMPAR OLEH MASYARAKAT
DESA MOLOMPAR II KECAMATAN TOMBATU TIMUR KABUPATEN MINAHASA
TENGGARA Silvana C. Rakinaung*, Ricky C. Sondakh*, Dina V. Rombot**
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
**Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK
Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan yang menjadi tolak ukur pembangunan kesehatan.Pengetahuan,
sikap dan tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas merupakan salah satu masalah kesehatan dalam hal ini
perilaku kesehatan.Pengetahuan tentang puskesmas, sikap terhadap puskesmas, dan tindakan masyarakat dalam
pemanfaatan puskesmas Molompar dapat menjadi salah satu faktor menurunnya kunjungan pasien puskesmas
Molompar sebesar 32,7% pada tahun 2012.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan tentang
Puskesmas dengan Tindakan dalam Pemaanfaatan Puskesmas Molompar oleh masyarakat Desa Molompar II
Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Metode penelitian: Menggunakan metode survei
dengan pendekatan cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah 226 kepala keluarga dengan
jumlah sampel sebanyak 199 KK yang menjadi responden menggunakan teknik pengambilan sampel
jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner. Uji statistik yang digunakan untuk
menganalisis hubungan antar variabel menggunakan chi square dan tingkat kemaknaan 95% 0,05dengan
program spss 20.
Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat memiliki pengetahuan
yang tidak baik 60,3% dan sikap yang tidak baik 70,4%, serta tindakan tidak baik dalam memanfaatkan
puskesmas sebanyak 79,4%. Kesimpulan: hasil analisis data menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna
antara pengetahuan masyarakat dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas molompar (p= 0,000) dan
terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas (p= 0,000).
Kata kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas
ABSTRACT
Puskesmas (Community Health Center/ CHS) is the healthcare facility being the indicator of health development.
Knowledge, attitude an practices on utilization of CHS as the domains of health behavior are of importance in
determining the analysis of health problems. Health behaviour on utilization of Molompar CHS could be one of
the factors influencing the patients visits to the CHS to decrease to 32,7% ini 2012.
This research aimed at finding out the relationship between knowledge and attitude on puskesmas
(Community Heath Center/CHS) with practices on utilization Molompar CHS by the community of Molompar II
Village, District of East Tombatu, South East Minahasa Regency. This research was an analytic- survey research
with a cross-secsional study design. The population was 226 heads of household with the number of samples was
199 heads household (total sampling) who were then called respondents. Data were obtained through interviews
using questionnaire. Bivariate analysis was performed by using Cghi- square test with the CI of 95% at the
significance level of 5% (=0.05). statistical application program used was SPSS ver. 20 for windows.
Results showed that majority of the respondens were pore in knowledge (60,3%) poor in attitude (70,4%)
and poor in practices (79,4%). The probability of the analysis relationship between knowledge and practices was
0.000 (ρ<0.05) and between attitude and practices was 0.000 (ρ<0.05). Conclusion. Knowledge as well as attitude
were related to practices on itilization of CHS.
Keywords: Knowledge, attitude, Practice CHS utilization
2
PENDAHULUAN
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
merupakan salah satu sarana pelayanan
kesehatan yang sangat penting di Indonesia yang
menjadi andalan atau tolak ukur dari
pembangunan kesehatan, sarana peran serta
masyarakat, dan pusat pelayanan pertama yang
menyeluruh dari suatu wilayah. Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan termasuk Puskesmas
adalah hasil dari proses pencarian kesehatan dari
seseorang maupun kelompok. Pemanfaatan
Puskesmas mencakup pemanfaatan fasilitas dan
program yang selenggarakan oleh Puskesmas.
Perilaku dalam pemanfaatan Puskesmas menjadi
salah satu hal yang penting karena puskesmas
merupakan sarana pelayanan kesehatan strata
pertama.
Menurut Maulana (2009) perilaku adalah
suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau
makluk hidup yang bersangkutan yang memiliki
tiga ranah yaitu pengetahuan, sikap, dan
tindakan atau praktik. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang yang merupakan
hasil dari tahu setelah seseorang melakukan
penginderaan dan sikap merupakan
kecenderungan seseorang untuk bertindak
terhadap objek tertentu yang sudah melibatkan
faktor pendapat (Nasir dkk 2011) sedangkan
tindakan merupaka perbuatan nyata yang dapat
terlihat dan sudah dilakukan.
Adisasmito (2010) sesuai dengan hasil
survey memaparkan, fasilitas kesehatan yang
banyak dimanfaatkan penduduk untuk berobat
jalan adalah dokter praktek 27,09 %, dan
memanfaatkan fasilitas kesehatan Puskesmas
sebanyak 24,16 %. Dapat dilihat Pemanfaatan
Puskesmas termasuk kurang dibanding dengan
pemanfaatan dokter praktek.
Puskesmas Molompar merupakan
saranan pelayanan kesehatan Dasar yang
terdapat di Desa Molompar II Kecamatan
Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara
yang memiliki 35 tenaga kesehatan dengan
uraian Dokter Umum 2 orang, Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM) 2 orang, Perawat 13 orang,
Perawat Gigi 3 orang, Bidan Pegawai Negeri
Sipil (PNS) 4 orang, Bidan Pegewai tidak tetap
(PTT) 3 orang, Gizi 3 orang, Sanitarian 3 orang,
Farmasi 2 orang (Anonimous, 2013a).
Desa Molompar II terdapat di Kecamatan
Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara
yang merupakan wilayah kerja Puskesmas
Molompar. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Profil Desa Molompar, Desa Molompar dua
terdiri dari empat Jaga dengan jumlah penduduk
682 jiwa dengan 226 Kepala Keluarga dengan
uraian laki- laki 357 jiwa dan perempuan 325
jiwa Anonimous, 2013b).
Hasil rekapitulasi Kunjungan Pasien di
Puskesmas Molompar tahun 2010 terdapat
11795 kujungan, tahun 2011 terdapat penurunan
menjadi 10239 kunjungan dan pada tahun 2012
terus menurun dengan jumlah 7310 kunjungan,
dari hasil rekapitulasi kunjungan dapat dilihat
bahwa ada penurunan angka kunjungan pasien
tahun sebesar 15,56% tahun 2011 dan 32,72%
di tahun 2012(Anonimous, 2013a).
Berdasarkan hasil perbincangan bersama
Pimpinan Puskesmas dan beberapa tenaga
kesehatan yang ada, didapat kesimpulan bahwa
minat masyarakat untuk berkunjung ke
Puskesmas menurun karena masyarakat
seringkali berkunjung di rumah tenaga kesehatan
yang bekerja di Puskesmas sehingga terdapat
penurunan angka kunjungan ke Puskesmas
sedangkan hasil wawancara singkat dengan
beberapa masyarakat desa Molompar II yang
dilakukan saat pra survey, diketahui bahwa
masih ada masyarakat desa memanfaatkan
pengobatan tradisional, menggunakan obat-
obatan dokter, membeli obat yang dijual di
warung dan dikonsumsi sendiri atau berkunjung
ke praktik dokter dengan jarak tempuh yang
lebih jauh dengan alasan pemangku kepentingan
dan petugas kesehatan di Puskesmas tidak baik.
Menyadari pentingnya Puskesmas
sebagai sarana pelayanan kesehatan strata
pertama dan perilaku merupakan faktor yang
mempengaruhi puskesmas, serta tindakan dalam
pemanfaatan puskesmas juga adanya penurunan
kunjungan pasien di Puskesmas Molompar yang
terdapat di Desa Molompar II Kecamatan
Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara
maka penulis tertarik untuk mengetahui adakah
hubungan pengetahuan dan sikap dengan
tindakan dalam pemanfaatan puskesmas
Molompar oleh masyarakat Desa Molompar II.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode survey
dengan desain penelitian cross secsional.
Penelitian dilaksanakan di Desa Molompar II
Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten
Minahasa Tenggara. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Februari sampai Mei tahun 2013.
Pengambilan sampel dalam penelitian
ini dengan menggunakan sampel jenuh yaitu
keseluruhan dari target populasi 226 KK. Dalam
penelitian ini terdapat 199 sampel yang menjadi
responden, dikarenakan 27 responden yang tidak
memenuhi kriteria inklusi dan masuk dalam
kriteria ekslusi.
3
HASIL PENELITIAN
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang
diketahui masyarakat tentang fungsi puskesmas
sebagai sarana pelayanan kesehatan yang
pertama, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
di puskesmas dan kegiatan yang diselenggarakan
oleh puskesmas. Berikut merupakan uraian hasil
penelitian dalam bentuk tabulasi pengetahuan
responden mengenai puskesmas.
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
tentang Puskesmas
No
Pernyataan
Jawaban
Benar % Salah %
1. Terdapat puskesmas di
desa Molompar II
192 96,5 7 3,5
2. Puskesmas adalah
pusat pelayanan
kesehatan tingkat
pertama
80 40,2 119 59,8
3. Puskesmas
menyediakan
pelayanan kesehatan
ibu dan anak
108 54,3 91 45,7
4. Puskesmas
menyediakan
pelayanan kesehatan
keluarga berencana
(KB)
122 61,3 77 38,7
5. Puskesmas
menyediakan layanan
kesehatan pemberian
imunisasi pada balita
148 74,4 51 25,6
6. Peserta jamkesmas
mendapatkan
pelayanan kesehatan di
puskesmas
161 80,9 38 19,1
7. Puskesmas
memberikan
penyuluhan kepada
masyarakat
67 33,7 132 66,3
8.
Puskesmas
memberikan
pendidikan kesehatan
kepada masyarakat
untuk hidup sehat
37 18,6 162 81,4
9. Puskesmas
menyediakan
peralatan medis untuk
pasien
104 52,3 95 47,7
10.
Puskesmas wajib
merujuk pasien yang
tidak dapat ditangani
ke sarana pelayanan
kesehatan lainnya
121
60,8
78
39,2
11. Puskesmas melakukan
kegiatan kesehatan
lingkungan dengan
bantuan masyarakat
58 29,1 141 70,9
12. Puskesmas melakukan
pelayanan kesehatan
peningkatan gizi
74 37,2 125 62,1
Hasil distribusi pengetahuan responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mengetahui adanya puskesmas di desa
Molompar II. Sebanyak 192 responden (96,5%)
menjawab benar. Hasil distribusi pengetahuan
responden menunjukkan bahwa masih banyak
masyarakat yang tidak mengetahui bahwa
puskesmas merupakan pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama dan sebanyak 80
responden (40,2%) yang menjawab benar.
Hasil distribusi pengetahuan responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mengetahui bahwa puskesmas menyediakan
pelayanan kesehatan ibu dan anak sebanyak 108
responden (54,3%). Hasil distribusi pengetahuan
responden menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengetahui bahwa puskesmas
menyediakan pelayanan kesehatan keluarga
berencana (KB) sebanyak 122 responden
(61,3%). Hasil distribusi pengetahuan responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mengetahui bahwa puskesmas menyediakan
pelayanan kesehatan pemberian imunisasi pada
balita yaitu sebanyak 148 responden (74,4%).
Hasil distribusi pengetahuan responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mengetahui bahwa setiap peserta jamkesmas
mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas
sebanyak 161 responden (80,9%). Hasil
distribusi pengetahuan responden menunjukkan
bahwa sebagian besar responden masih belum
mengetahui bahwa puskesmas memberikan
penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.
Sebanyak 132 responden (66,3%) dan sisanya
sebanyak 67 responden (33,7%) yang menjawab
benar. Hasil distribusi pengetahuan responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
tidak mengetahui bahwa puskesmas memberikan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat untuk
hidup sehat. Sebanyak 162 responden (81,4%)
dan 37 responden (18,6%) yang menjawab benar.
Hasil distribusi pengetahuan responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mengetahui bahwa puskesmas menyediakan
peralatan medis untuk pasien saat berobat yaitu
sebanyak 104 responden (52,3%). Hasil
distribusi pengetahuan responden menunjukkan
bahwa sebagian besar responden mengetahui
bahwa puskesmas wajib merujuk pasien yang
tidak dapat ditangani ke sarana pelayanan
kesehatan lainnya seperti rumah sakit sebanyak
121 responden (60,8%). Hasil distribusi
pengetahuan responden menunjukkan bahwa
sebagian besar responden tidak mengetahui
bahwa puskesmas melakukan kegiatan
kesehatan lingkungan dengan bantuan
masyarakat. Sebanyak 141 responden (70,9%)
menjawab salah dan sisanya 58 responden (29,1)
yang menjawab benar.
Hasil distribusi pengetahuan responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
tidak mengetahui bahwa puskesmas melakukan
kegiatan melakukan pelayanan kesehatan
peningkatan gizi sebanyak 125 responden
(62,1%) menjawab salah dan sisanya sebanyak
74 reponden (37,2%) yang menjawab benar.
Berdasarkan tabulasi distribusi variabel
pengetahuan responden di atas, setelah dilakukan
4
pengolahan data maka diketahui bahwa
pengetahuan responden mengenai puskesmas
terbanyak berada pada kategori tidak baik, yaitu
sebanyak 120 responden (60,3%).
Distribusi Responden Berdasarkan Kategori
Pengetahuan tentang Puskesmas Kategori
Pengetahuan
Jumlah
n %
Baik 79 39,7 Tidak Baik 120 60,3
Total 199 100
Sikap
Sikap adalah Penilaian atau pendapat masyarakat
terhadap pemanfaatan fasilitas pelayanan
kesehatan di puskesmas. Berikut merupakan
uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi
sikap responden mengenai puskesmas.
Distribusi Responden Berdasarkan Sikap
terhadap Puskesmas
No
Pernyataan
Jawaban
Setuju % Tidak
setuju
%
1. Saya menerima adanya
Puskesmas di Desa
Molompar II
171 85,9 28 14,1
2. Saya setuju dengan
adanya kegiatan
Posyandu di Desa
Molompar II
138 69,3 61 30,7
3.
Masyarakat harus peduli
dengan kegiatan bersih-
bersih lingkungan yang
diselenggarakan
puskesmas
66
33,2
133
66,8
4.
Saya setuju dengan
adanya program keluarga
berencana di puskesmas
89 44,7 110 55,3
5.
Saya setuju dengan
adanya kegiatan
peningkatan gizi
masyarakat yang
diselenggarakan
puskesmas
73
36,7
126
63,3
6.
Masyarakat seharusnya
memanfaatkan fasilitas
pelayanan laboratorium
di puskesmas
44
22,1
155
77,9
7.
Saya setuju dengan
kegiatan pemberantasan
penyakit menular yang
diselenggarakan oleh
puskesmas
97
48,7
102
51,3
8.
Saya setuju untuk
menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan
untuk pemeriksaan gigi di
puskesmas
53
26,6
146
73,4
9. Saya akan menyarankan
orang lain pergi berobat
ke puskesmas saat sakit
51 25,6 148 74,4
10. Berobat di puskesmas
menguntungkan bagi
masyarakat karena murah
74 37,2 125 62,8
11. Saya akan berkunjung ke
puskesmas ketika
mendapat gejala penyakit
83 41,7 116 58,3
12. Saya setuju untuk
mengikuti saran dokter di
puskesmas
85 42,7 114 57,3
Hasil distribusi sikap responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
menerima adanya puskesmas di desa Molompar
II. Sebanyak 171 responden (85,9%) yang
menjawab setuju. Hasil distribusi sikap
responden menunjukkan bahwa sebagian besar
responden setuju dengan adanya kegiatan
Posyandu di Desa Molompar II sebanyak 138
responden (69,3%) responden yang setuju. Hasil
distribusi sikap responden menunjukkan bahwa
sebagian besar responden tidak setuju dengan
pernyataan, masyarakat harus peduli dengan
adanya kegiatan bersih- bersih lingkungan yang
diselenggarakan oleh puskesmas. Sebanyak 133
responden (66,8%) dan sisanya 66 responden
(33,2%) setuju.
Hasil distribusi sikap responden
menunjukkan bahwa banyak responden yang
tidak setuju dengan adanya program keluarga
berencana di puskesmas sebanyak 110 responden
(55,3%) dan sisanya 89 responden (44,7%)
setuju. Hasil distribusi sikap responden
menunjukkan bahwa banyak responden yang
tidak setuju dengan adanya kegiatan peningkatan
gizi masyarakat yang diselenggarakan
puskesmas sebanyak 126 responden (63,3%) dan
sisanya 73 responden (36,7%) setuju dengan
adanya program tersebut di atas. Hasil distribusi
sikap responden menunjukkan bahwa banyak
responden yang tidak setuju bahwa masyarakat
seharusnya memanfaatkan fasilitas pelayanan
laboratorium di puskesmas. Sebanyak 155
responden (77,9%) dan sisanya 44 responden
(22,1%) setuju.
Hasil distribusi sikap responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
setuju dengan kegiatan pemberantasan penyakit
menular yang diselenggarakan oleh puskesmas
sebanyak 102 responden (51,3%). Hasil
distribusi sikap responden menunjukkan bahwa
sebagian besar responden tidak setuju untuk
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
untuk pemeriksaan gigi di puskesmas. Sebanyak
146 responden (73,4%) dan sisanya 53
responden (26,6%) setuju. Hasil distribusi sikap
responden menunjukkan bahwa banyak
responden yang tidak setuju untuk menyarankan
orang lain pergi berobat ke puskesmas saat sakit
sebanyak 148 responden (74,4%) dan sisanya 51
responden (25,6%) setuju.
Hasil distribusi sikap responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
yang tidak setuju bahwa berobat di puskesmas
menguntungkan bagi masyarakat karena murah
sebanyak 125 responden (62,8%) dan sisanya 74
responden (37,2%) setuju. Hasil distribusi sikap
responden menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yang tidak setuju untuk berkunjung ke
puskesmas ketika mendapat gejala penyakit
sebanyak 116 responden (58,3%) dan sisanya 83
responden (41,7%) setuju. Hasil distribusi sikap
responden menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yang tidak setuju untuk mengikuti
saran dokter di puskesmas sebanyak 114
5
responden (57,3%) dan sisanya 85 responden
(42,7%) yang setuju.
Berdasarkan tabulasi distribusi variabel
sikap responden di lembar sebelumnya, setelah
dilakukan pengolahan data maka diketahui
bahwa sikap responden tentang puskesmas
terbanyak berada pada kategori tidak baik, yaitu
sebanyak 140 responden (70,4%).
Distribusi Responden Berdasarkan Kategori
Sikap terhadap Puskesmas
Kategori sikap Jumlah
n %
Baik 59 29,6
Tidak Baik 140 70,4
Total 199 100
Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas
Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas adalah
Reaksi/tindakan pemanfaatan fasilitas pelayanan
kesehatan di puskesmas oleh masyarakat yang
tinggal di Desa Molompar II. Berikut merupakan
uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi
tindakan responden dalam pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan di puskesmas.
Distribusi Responden berdasarkan tindakan
dalam pemanfaatan Puskesmas
No
Pertanyaan
Jawaban
Ya % Tidak %
1. Apakah anda pergi ke
puskesmas saat sakit?
99 49,7 100 50,3
2.
Apakah anda mengajak
keluarga untuk
memanfaatkan pelayanan
kesehatan di Puskesmas?
61 30,7 138 69,3
3. Apakah anda
menggunakan obt- obatan
dari puskesmas?
92 46,2 107 53,8
4. Apakah anda
memanfaatkan fasilitas
pelayanan keshatan gigi
di puskesmas?
56 28,1 143 71,9
5.
Apakah anda mengikuti
kegiatan bersih- bersih
lingkungan yang
diselenggarakan
puskesmas?
41 20,6 158 79,4
6. Apakah anda
mengingatkan anggota
keluarga berobat ke
puskesmas saat sakit?
63 31,7 136 68,3
7. Apakah anda pernah
mengikuti penyuluhan
yang diselenggarakan
puskesmas?
38 19,1 161 80,9
8. Apakah anda
memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan
mata di Puskesmas?
72 36,2 127 63,8
9. Apakah anda pernah
menanyakan informasi
kesehatan di puskesmas?
78 39,2 121 60,8
Hasil distribusi tindakan responden
menunjukkan bahwa lebih banyak responden
yang tidak pergi ke puskesmas saat sakit
sebanyak 100 responden (50,3%) dan sisanya 99
responden (49,7%) menjawab ya. Hasil distribusi
tindakan responden menunjukkan bahwa
terdapat perbandingan yang cukup jauh antara
responden yang mengajak keluarga untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan di
puskesmas dan yang tidak. Sebanyak 138
responden (69,3%) yang menjawab tidak dan
sisanya 61 responden (30,7%) tidak.
Hasil distribusi tindakan responden
menunjukkan bahwa responden yang
menggunakan obat- obatan dari puskesmas
sebanyak 92 responden (46,2%) dan sisanya
tidak sebanyak 107 responden (53,8%). Hasil
distribusi tindakan responden menunjukkan
bahwa kebanyakan responden tidak
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan gigi
di puskesmas sebanyak 143 responden (71,9%)
dan sisanya 56 responden (28,1%)
memanfaatkan pelayanan yang tersebut di atas.
Hasil distribusi tindakan responden
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
jauh antara total responden yang mengikuti dan
tidak mengikuti kegiatan bersih- bersih
lingkungan yang diselenggarakan puskesmas.
Sebanyak 41 responden (20,6%) yang mengikuti
kegiatan tersebut di atas dan sisanya 158
responden (79,4%) tidak.
Hasil distribusi tindakan responden
menunjukkan bahwa responden yang
mengingatkan anggota keluarga berobat ke
puskesmas saat sakit sebanyak 63 responden
(31,7%) dan sisanya 136 responden (68,3%)
tidak. Hasil distribusi tindakan responden
menunjukkan bahwa kebanyakan responden
tidak pernah mengikuti penyuluhan yang
diselenggarakan puskesmas sebanyak 161
responden (80,9%) dan sisanya 38 responden
(19,1%) pernah mengikuti kegiatan tersebut di
atas. Hasil distribusi tindakan responden
menunjukkan bahwa kebanyakan responden
tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan mata di puskesmas sebanyak 127
responden (63,8%) dan sisanya 72 responden
(36,2%) memanfaatkan fasilitas pelayanan
tersebut di atas. Hasil distribusi tindakan
responden menunjukkan bahwa responden yang
pernah menanyakan informasi kesehatan di
puskesmas lebih sedikit di banding yang tidak
pernah. Sebanyak 121 responden (60,8%) yang
menjawab tidak dan sisanya 78 responden
(39,2%) ya.
Distribusi Responden berdasarkan Kategori
tindakan dalam pemanfaatan Puskesmas
Kategori Tindakan
dalam
Pemanfaatan
Puskesmas
Jumlah
n %
Baik 41 20,6
6
Tidak Baik 158 79,4
Total 199 100
Berdasarkan tabulasi distribusi variabel tindakan
responden, setelah dilakukan pengolahan data
maka diketahui bahwa tindakan dalam
pemanfaatan puskesmas oleh responden
terbanyak berada pada kategori tidak baik, yaitu
sebanyak 158 responden (79,4%).
Distribusi Responden berdasarkan sarana
pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan untuk
berobat Sarana Pelayanan
Kesehatan
Jumlah
n %
Puskesmas 99 49,7
Dokter Praktek 44 22,1
Rumah Sakit 10 5,1
Pengobatan
Tradisional
19 9,5
Lain-lain 27 13,6
Total 199 100
* membeli obat di warung
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat
bahwa sarana pelayanan kesehatan yang paling
banyak digunakan untuk berobat adalah
puskesmas sebanyak 99 responden. Sedangkan
yang paling sedikit adalah yang memanfaatkan
rumah sakit, yaitu sebanyak 10 responden.
Distribusi Responden berdasarkan alasan
memanfaatkan Puskesmas untuk berobat Alasan Jumlah
n %
Biaya Terjangkau 47 47,5
Obat-obatan yang
diberikan cocok
25 25,2
Pelayanan Baik 15 15,2
Tidak Ada Alasan 12 12,1
Total 99 100
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa
alasan responden memanfaatkan puskesmas
untuk berobat yang terbanyak adalah karena
biaya kunjungan di Puskesmas lebih terjangkau,
sebanyak 47 responden (47,5%).
Distribusi Responden berdasarkan alasan tidak
memanfaatkan puksesmas untuk berobat
Alasan
Jumlah
n %
Jam Tunggu Lama 32 32
Pelayanan Kurang
Baik
48 48
Peralatan Medis
Tidak Lengkap
16 16
Tidak Ada Alasan 4 4
Total 100 100
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa
alasan responden tidak memanfaatkan
puskesmas untuk berobat yang terbanyak
dikarenakan pelayanan yang diberikan di
Puskesmas kurang baik dari tenaga medis
termasuk dokter, perawat, tenaga kesehatan, dan
staf administrasi yaitu sebanyak 48 responden
(48%).
Karakteristik Masyarakat dengan Tindakan
Dalam Pemanfaatan Puskesmas
Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik
dengan Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas
Karakterist
ik
Masyaraka
t
Tindakan dalam
Pemanfaatan Puskesmas
Tot
al
Mamanfaatk
an dengan
baik
Tidak
memanfaatk
an dengan
baik
n
n % n %
Umur
9-29 7 35 13 65 20
30-44 7 15,9 37 84,1 44
45-59 21 28,4 53 71,6 74
≥ 60 6 9,8 55 90,2 61
Total 41 20,6 158 79,4 199
Jenis
Kelamin
Laki- laki 20 20,8 76 79,2 96
Perempua
n
21 20,4 82 79,6 103
Total 41 20,6 158 79,4 199
Pendidika
n
Tinggi 26 31,3 57 68,7 83
Rendah 15 12,9 101 87,1 116
Total 41 20,6 158 79,4 199
Pendapat
an
< Rp.
1.550.000
21 16 110 84 131
≥ Rp.
1.550.000
20 29,4 48 70,6 68
Total 41 20,6 158 79,4 199
Pekerjaan
Bekerja 26 20 104 80 130
Tidak
Bekerja
15 21,7 54 78,3 69
Total 41 20,6 158 79,4 199
Hasil distribusi responden berdasarkan
karakteristik umur dengan tindakan dalam
pemanfaatan puskesmas adalah responden yang
berumur 45-59 tahun yang merupakan distribusi
responden terbanyak yaitu 74 responden dengan
rincian 21 responden (28,4%) memanfaatkan
puskesmas dengan baik dan sisanya 53
responden (71,6%) tidak memanfaatkan
puskesmas dengan baik.
Hasil distribusi responden berdasarkan
karakteristik jenis kelamin dengan tindakan
7
dalam pemanfaatan puskesmas adalah responden
yang berjenis kelamin perempuan yaitu 21
responden (20,4%) memanfaatkan puskesmas
dengan baik dan 82 responden (79,6%)
responden tidak memanfaatkan puskesmas
dengan baik. Hasil distribusi responden
berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan
terakhir dengan tindakan dalam pemanfaatan
puskesmas adalah responden dengan tingkat
pendidikan rendah yaitu sebanyak 116 responden
(58,3%)
Hasil distribusi responden berdasarkan
karakteristik pendapatan keluarga per bulan
dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas
yang terbanyak adalah responden yang memiliki
pendapatan < Rp. 1.550.000 yaitu sebanyak 131
responden (65,8%) dengan rincian 21 responden
(16%) yang memanfaatkan puskesmas dengan
baik dan sisanya 110 responden (84 responden
yang tidak memanfaatkan puskesmas dengan
baik. Hasil distribusi responden berdasarkan
karakteristik pekerjaan dengan tindakan dalam
pemanfaatan puskesmas, responden yang paling
banyak memanfaatkan puskesmas dengan baik
adalah responden yang memiliki pekerjaan
sebanyak 26 responden (20%).
Pengetahuan Masyarakat Tentang
Puskesmas dengan Tindakan dalam
Pemanfaatan Puskesmas
Distribusi responden berdasarkan kategori
pengetahuan masyarakat tentang puskesmas
dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas
Pengetahua
n
Tindakan dalam
Pemanfaatan Puskesmas
Tot
al
Mamanfaatk
an dengan
baik
Tidak
memanfaatk
an dengan
baik
n
n % n %
Pengetahu
an
Baik 32 40,5 47 59,5 79
Tidak Baik 9 7,5 111 92,5 120
Total 41 20,6 158 79,4 199
Hasil distribusi responden berdasarkan
pengetahuan masyarakat tentang fungsi, fasilitas
pelayanan kesehatan dan program yang di
selenggarakan Puskesmas dengan tindakan
dalam pemanfaatan puskesmas adalah responden
yang memiliki pengetahuan yang baik tetapi
tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik
sebanyak 47 responden (59,5%) hal ini dikarena
kurangnya sosialisasi dari tenaga kesehatan
kepada masyarakat desa molompar II.
Sikap Masyarakat terhadap Puskesmas
dengan Tindakan dalam Pemanfaatan
Puskesmas
Distribusi responden berdasarkan kategori sikap
masyarakat terhadap puskesmas dengan tindakan
dalam pemanfaatan puskesmas
Sikap
Masyarak
at
Tindakan dalam Pemanfaatan
Puskesmas
Tota
l
Mamanfaatk
an dengan
baik
Tidak
memanfaatk
an dengan
baik
n
n % n %
Sikap
Baik 27 45,8 32 52,2 59
Tidak
Baik
14 10 126 90 140
Total 41 20,6 158 79,4 199
Hasil distribusi responden berdasarkan sikap
masyarakat terhadap fungsi, fasilitas pelayanan
kesehatan dan program yang di selenggarakan
Puskesmas dengan tindakan dalam pemanfaatan
puskesmas adalah responden yang memiliki
sikap yang baik dan memanfaatkan puskesmas
dengan baik sebanyak 32 responden (40,5%).
Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang
Puskesmas dengan Tindakan dalam
Pemanfaatan Puskesmas oleh Masyarakat
Distribusi responden berdasarkan kategori
pengetahuan dengan tindakan dalam
pemanfaatan puskesmas
Pengeta
huan
Tindakan dalam Pemanfaatan
Puskesmas
ρval
ue
Memanfa
atkan
dengan
Baik
Tidak
Memanfa
atkan
dengan
Baik
To
tal
n % n %
Baik 32 40,
5
47 59,
5
79
0,0
00 Tidak
Baik
9 7,5 111 92,
5
12
0
Total 41 20,
6
158 79,
4
19
9
*statistic chi square
Perhitungan dengan menggunakan statistik uji
Chi-square pada tingkat kemaknaan 95% (
0,05), mendapatkan hasil probabilitas sebesar
0,000. Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan
bahwa terhadapat hubungan bermakna antara
pengetahuan masyarakat dengan tindakan dalam
8
pemanfaatan puskesmas Molompar oleh
masyarakat desa Molompar II.
Hubungan Sikap terhadap Puskesmas dengan
Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas
oleh Masyarakat
Distribusi responden berdasarkan kategori sikap
dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas
Sikap
Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas
ρ*
Memanfaatkan
dengan Baik
Tidak
Memanfaatkan
dengan Baik
Total
n % n %
Baik 27 45,8 32 54,2 59
0,000 Tidak
Baik
14 10 126 90 140
Total 41 20,6 158 79,4 199
*satistic chi square
Perhitungan dengan menggunakan statistik uji
Chi-square pada tingkat kemaknaan 95% (
0,05), mendapatkan hasil 0,000. Berdasarkan
hasil tersebut, menunjukkan bahwa terdapat
hubungan bermakna antara sikap masyarakat
dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas
Molompar oleh masyarakat desa Molompar II.
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah
sebanyak 199 responden yang terdiri dari 96
responden (48,2%) berjenis kelamin laki- laki
dan 103 responden (51,8%) berjenis kelamin
perempuan. Penelitian ini serupa dengan
penelitian yang dilakukan oleh Tombi (2012),
dimana responden berjenis kelamin perempuan
lebih banyak dari responden yang berjenis
kelamin laki- laki. Dalam penelitian ini,
responden berjenis kelamin perempuan lebih
banyak memanfaatkan puskesmas dengan baik
sebanyak 21 responden di banding responden
berjenis kelamin laki- laki.
Umur merupakan faktor yang
mempengaruhi seseorang untuk datang ke sarana
pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas.
Semakin bertambah umur seseorang, maka
semakin bertambah kebutuhan terhadap
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, rata- rata usia
responden berumur 51 tahun, dimana responden
termuda berumur 19 tahun dan tertua berumur 91
tahun. Kelompok umur responsden terbanyak
adalah pada kelompok umur 45- 59 tahun
sebanyak 74 responden (37,2%) dan yang
memanfaatkan puskesmas puskesmas dengan
baik berada pada umur 45- 59 tahu sebanyak 21
responden.
Pendidikan merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku masyarakat, khusunya
tindakan dalam pemanfaatan Puskesmas. Hasil
penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa
pendidikan terakhir dari responden terbanyak
yaitu pendidikan sekolah dasar sebanyak 68
responden (34,2%), sekolah menengah pertama
sebanyak 48 responden (24,1%), sekolah
menengah atas sebanyak 66 responden (33,2%),
dan yang paling sedikit yaitu responden yang
memiliki tingkat pendidikan terakhir yaitu
perguruan tinggi sebanyak 17 responden (8,5%).
Dalam penelitian ini, respoden yang
memanfaatkan puskesmas dengan baik adalah
responden yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi sebanyak 26 responden (31,3%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
69 responden (34,7%) tidak memiliki pekerjaan,
14 responden (7%) yang bekerja sebagai PNS/
TNI, POLRI, 25 responden (12,6%) yang bekerja
karyawan swata dan honorer, 5 responden (2,5%)
yang bekerja sebagai wiraswasta, dan sisanya 86
responden (43,2%) yang bekerja sebagai petani/
tukang/ supir/ ojek. Berdasarkan hasil
rekapitulasi data yang diperoleh, responden
terbanyak adalah responden yang memiliki
pekerjaan sebagai petani/ tukang/ supir/ ojek
sebanyak 86 responden, hal ini dikarenakan
peneliti menjalankan kuesioner dari jam 6 pagi
sampai jam 8 malam dengan selang waktu
istirahat 1 jam makan siang, dan 1 jam istrirahat
sore, sehingga kebanyakan responden memiliki
pekerjaan. Waktu penelitian yang dilakukan
setiap hari yaitu 12 jam perhari selama 14 hari
dan mendapatkan hasil bahwa responden yang
memanfaatkan puskesmas dengan baik adalah
responden yang memiliki pekerjaan sebanyak 26
reposnden (20%).
Pendapatan merupakan hal penting,
dikarenakan pendapatan dapat menggambarkan
tingkat perekonomian dari satu keluarga.
Berdasarkan tingkat pendapatan, dikategorikan
menjadi dua yaitu yang berpenghasilan kurang
dari upah minimum regional (UMR) Sulawesi
Utara berdasarkan Regional Investment Badap
Koordinasi Penanaman Modal Indonesia
(BKPM). Sebanyak 107 responden (53,8%)
memiliki pendapatan keluarga < Rp. 1.550.000,
sedangkan responden yang memiliki pendapatan
≥ Rp. 1.550.000 sebanyak 92 responden (46,2%)
berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa
responden yang memiliki pendapatan keluarga <
Rp. 1.550.000 lebih banyak dari responden yang
memiliki pendapatan keluarga ≥ Rp. 1.550.000,
hal ini dikarenakan mayoritas pekerjaan dari
kepala keluarga adalah tani sehingga pendapatan
keluarga yang didapatkan kurang dari UMR.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
9
Adam (2008), mendapatkan hasil bahwa
pendapatan merupakan faktor yang memberikan
kontribusi dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Dalam penelitian ini, respoden yang
memiliki pendapatan keluarga < Rp. 1.550.000
lebih banyak memanfaatkan puskesmas dengan
baik yaitu sebanyak 21 responden dibanding
yang memiliki pendapatan keluarga ≥ Rp.
1.550.000.
Gambaran Pengetahuan Masyarakat tentang
Puskesmas
Berdasarkan hasil penelitian tentang
pengetahuan responden dengan 12 pernyataan
mendapatkan gambaran responden yang
memiliki pengetahuan tidak baik lebih banyak
dibandingkan responden yang memiliki
pengetahuan baik yaitu sebanyak 120 responden
(60,3%) dengan alasan tententu. Terdapat
banyak respon pilihan salah pada pernyataan
puskesmas memberikan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat untuk hidup sehat sebanyak
162 responden (81,4%) karena menurut
masyarakat puskesmas tidak memberikan
pendidikan kesehatan untuk hidup sehat
sedangkan penjelasan dari pimpinan puskesmas
memaparkan bahwa puskesmas memberikan
pendidikan kesehatan untuk hidup sehat kepada
masyarakat melalui himbauan dan poster yang
terdapat di dinding puskesmas. Jawaban pilihan
salah juga terdapat pada pernyataan bahwa
puskesmas melakukan kegiatan kesehatan
lingkungan dengan bantuan masyarakat yaitu
141 responden (70,9%) hal ini disebabkan karena
penyampaian untuk melakukan kegiatan kerja
bakti dan bersih lingkungan di sampaikan oleh
hukum tua desa sehingga membentuk
pengetahuan masyarakat bahwa kegiatan
tersebut dilakukan oleh aparatur desa, sedangkan
kegiatan tersebut merupakan kerjasama antara
aparat desa dengan puskesmas molompar.
Gambaran Sikap Masyarakat terhadap
Puskesmas
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
dengan 12 pernyataan sikap masyarakat terhadap
fasilitas, dan program yang ada dan dilakukan
oleh puskesmas didapatkan gambaran sikap tidak
baik terhadap puskesmas sebanyak 140
responden (70,4%) dengan alasan tertentu yang
akan dijelaskan pada beberapa poin pernyataan
melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner kepada responden . Dalam penelitian
ini, terdapat beberapa pernyaatan yang
mendapatkan banyak sikap tidak setuju dari
responden dengan berbagai alasan yang
dikemukakan, seperti pernyataan masyarakat
seharusnya memanfaatkan fasilitas pelayanan
laboratorium di puskesmas sebanyak 155
responden (77,9%) yang tidak setuju dengan
alasan bahwa pemerikasaan laboratorium di
rumah sakit lebih baik karena laboratorium di
puskesmas tidak difungsikan. Sikap yang sama
terdapat pada peryataan masyarakat harus peduli
dengan kegiatan bersih- bersih lingkungan yang
diselenggarakat puskesmas dengan jumlah
responden yang menjawab tidak setuju sebanyak
133 responden (66,8%), dengan alasan
puskesmas tidak menyelenggarakan program
tersebut hal ini dikarenakan kurangnya
koordinasi antara pimpinan dan petugas
puskesmas sehingga membentuk pengetahuan
masyrakat yang tidak baik terhadap program
tersebut.
Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas
Notoatmodjo (2007a) setelah seseorang
mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat
terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
diharapkan ia akan melaksanakan atau
mempraktekkan apa yang diketahui atau
disikapinya (dinilai baik). Praktek kesehatan atau
tindakan untuk hidup sehat adalah semua
kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka
memelihara kesehatan termasuk didalamnya
tindakan atau praktek sehubungan dengan
penggunaan (utilisasi) fasilitas pelayanan
kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan dengan memberikan 9
pertanyaan tindakan dengan dua pilihan jawaban
yaitu ya dan tidak kepada responden, diketahui
bahwa terdapat beberapa pertanyaan yang
diberikan mendapat hasil jawaban tidak dari
responden seperti pada pertanyaan apakah
responden memanfaatkan pelayanan kesehatan
gigi di puskesmas dengan pilihan jawaban tidak
sebanyak 143 responden (71,9%) dan pertanyaan
apakah responden memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan mata di puskesmas dengan
jawaban tidak sebanyak 127 responden (63,8%)
dengan alasan pelayanan kesehatan tersebut
dilaksanakan di puskesmas tetapi merupaka
program dari dinas kesehatan kabupaten yang
dilaksanakan di waktu tertentu seperti pada saat
kegiatan bakti sosial sehingga sebagian
responden berpengetahuan bahwa fasilitas
tersebut tidak ada dan sebagian lagi beranggapan
bahwa fasilitas yang ada tidak lengkap sehingga
membentuk sikap yang tidak baik dari
masyarakat dan enggan untuk memanfaatkan
fasilitas kesehatan gigi dan mata yang ada di
puskesmas molompar.
10
Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap
tentang Puskesmas dengan Tindakan dalam
Pemanfaatan Puskesmas Molompar
Hasil uji statistik dari dua variabel independen
yang diteliti yaitu, pengetahuan dan sikap
mempunyai hubungan dengan tindakan dalam
pemanfaatan puskesmas Molompar oleh
masyarakat desa Molompar II. Dalam hal ini,
peneliti tidak hanya meneliti tindakan dalam
pemanfaatan puskesmas sebagai sarana
pelayanan kesehatan untuk pengobatan tetapi
juga tindakan dalam pemanfaatan fasilitas dan
program yang dilaksanakan puskesmas.
Hubungan Pengetahuan tentang Puskesmas
dengan Tindakan dalam Pemanfaatan
Puskesmas Molompar oleh Masyarakat Desa
Molompar II
Dalam penelitian ini, setelah dilakukan
pengkategorian hasil tabulasi jawaban responden
dari 12 pernyataan pengetahuan responden
tentang fungsi dan fasilitas pelayanan kesehatan
di puskesmas, didapatkan bahwa sebagian besar
responden memiliki pengetahuan tidak baik yaitu
sebanyak 120 responden (60,3%) dengan rincian
9 responden (7,5%) memanfaatkan puskesmas
dengan baik dan sisanya 111 responden (92,5%)
tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik,
sebanyak 79 responden (39,7%) yang memiliki
pengetahuan baik, dengan rincian 32 responden
(40,5%) memanfaatkan puskesmas dengan baik
dan sisanya 47 responden (59,9%) yang tidak
memanfaatkan puskesmas dengan baik hal ini
dikarenakan kurangnya informasi tentang
fasilitas dan program yang di ada dan
dilaksanakan oleh puskesmas seperti yang
terjabarkan pada beberapa pernyataan tentang
pengetahuan responden serta didukung dengan
faktor lain yang mempengaruhi responden
seperti sikap masyarakat yang tidak meresponi
puskesmas sehingga membentuk pengetahuan
tidak baik.
Menurut Notoatmodjo (2007a),
penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah
satu dari gaya hidup yang ditentukan oleh
lingkungan sosial, fisik, dan psikologi, dan
dalam ilyas (2003) menuliskan yang menjadi
salah satu faktor psikologis seseorang dalam
utilisasi pelayanan kesehatan adalah
pengetahuan. Pengetahuan merupakan
merupakan domain yang sangat penting dalam
pembentukan tindakan seseorang. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Muslimin
(2009), yang mendapatkan hasil bahwa
pengetahuan memiliki pengaruh terhadap
pemanfaatan (utilisasi) puskesmas dan penelitian
yang dilakukan oleh Tombi (2012), yang
mendapatkan hasil pengetahuan memiliki
hubungan bermakna dengan pemanfaatan
puskesmas. Dari hasil uji statistik diketahui
terdapat hubungan antara pengetahuan dengan
tindakan dalam pemanfaatan puskesmas
Molompar oleh masyarakat desa Molompar II.
Hubungan Sikap terhadap Puskesmas dengan
Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas
Molompar oleh Masyarakat Molompar II
Sikap merupakan reaksi tertutup atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007a)
dan sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi
yang bersangkutan seperti rasa suka, tidak suka,
setuju, tidak setuju dan sikap baik, tidak baik.
Begitupun dengan masyarakat desa Molompar II
memiliki sikap tertentu terhadap puskesmas
Molompar dan berpengaruh dengan masyarakat
sekitar dikarenakan, masyarakat yang ada di
Molompar II adalah masyarakat desa yang
memiliki adat istiadat dan kekeluargaan yang
sangat kental sehingga sikap dari seseorang akan
saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini
sesuai dengan ciri- ciri masyarakat desa menurut
Ahmadi (2003) masyarakat pedesaan ditandai
dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang
kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap
warga masyarakat yang amat kuat yang
hakikatnya bahwa seseorang merasa merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat dimana dia hidup di cintainya serta
mempunyai perasaan bersedia berkorban setiap
wakru demi masyarakatnya atau anggota
masyarakat karena beranggapan sama- sama
sebagai anggota masyarakat yang saling
mencintai menghormati, mempunyai hak dan
tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan
dan kebahagiaan bersama didalam masyarakat
seperti halnya yang terdapat di desa Molompar
II.
Hasil pengkategorian 12 pernyataan
sikap dari responden sebagian besar responden
memiliki sikap tidak baik terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan puskesmas sebanyak 140
responden (70,4%) dengan rincian 14 responden
(10%) memiliki sikap tidak baik tetapi
memanfaatkan puskesmas baik dengan alasan
pada saat itu tidak ada alternatif fasilitas
pelayanan kesehatan yang dapat digunakan
sehingga memanfaatkan puskesmas dan terdapat
beberapa kegiatan yang harus di tunjang seperti
kegiatan bersih- bersih lingkungan yang
diselenggarakan oleh puskesmas tetapi tidak
diketahui masyarakat sehingga membentuk sikap
yang tidak baik dari masyarakat tetapi
dilaksanakan, dan 126 responden (90%)
memiliki sikap tidak baik dan tidak
memanfaatkan puskesmas dengan baik dengan
11
alasan fasilitas pelayanan kesehatan di
puskesmas kurang dan program yang dibuat
tidak berjalan sehingga responden yang juga
merupakan bagian dari masyarakat memiliki
sikap yang tidak baik terhadap fasilitas dan
program yang dilaksanakan puskesmas. Sisanya
59 responden (29,6%) memiliki sikap atau
respon yang baik terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan puskesmas dengan rincian 27
responden (45,8%) memiliki sikap baik dan
memanfaatkan puskesmas dengan baik dan 32
responden (54,2%) memiliki sikap atau respon
yang baik dan tetapi tidak memanfaatkan
puskesmas dengan baik.
Sikap atau respon yang tidak baik
terhadap puskesmas tentu akan mempengaruhi
tindakan dalam pemanfaatan (utilisasi)
puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan dikarenakan salah satu indikator
perilaku kesehatan adalah sikap terhadap
kesehatan. Hal ini diperkuat dengan adanya
penelitian yang dilakukan oleh solikhah (2008)
dalam penelitian tentang hubungan sikap
masyarakat wilayah kerja puskesmas dengan
pemanfaatan pelayanan rawat inap di puskesmas
mergangsan kota Yogyakarta menyimpulkan
bahwa sikap responden terhadap pelayanan
rawat inap bersalin dengan pemanfaatan rawat
inap bersalin di puskesmas Mergangsan
memiliki hubungan yang signifikan namun
berkorelasi rendah. Dari hasil uji statistik didapat
kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara
sikap dengan tindakan dalam pemanfaatan
puskesmas Molompar oleh masyarakat desa
Molompar II.
Faktor lain yang mempengaruhi Tindakan
dalam Pemanfaatan Puskesmas Molompar
oleh Masyarakat desa Molompar II
Andersen (1975) dalam Ilyas (2003),
mendeskripsikan model sistem kesehatan
merupaka suatu model kepercayaan kesehatan
yang disebut sebagai perilaku pemanfaatan
pelayanan kesehatan (behavioral model of health
service utilizazion), dan mengelompokkan faktor
determinan dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan kedalam 3 kategori yang telah
disebutkan sebelumnya. Secara otomatis,
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan. Pendidikan merupakan salah satu
faktor predisposisi sehingga seseorang
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
tersedia. Pendidikan mencerminkan keadaan
sosial dari individu atau keluarga. Setiap karakter
sosial tertentu juga menunjukkan gaya
kehidupan tertentu pula. Demikian pula halnya
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hasil
penelitian yang dilakukan sebagian besar
responden memiliki tingkat pendidikan rendah
sebanyak 116 responden (58,3%). Hal ini sejalan
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Mandias (2012) dalam penelitian tentang
hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku
masyarakat desa dalam memanfaatkan fasilitas
kesehatan di desa Pulisan dan mendapatkan hasil
uji statistik bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan
perilaku memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hal
ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Adam (2008) yang mendapatkan hasil
bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki
hubungan terhadap pemanfaatan pelayanan
kesehatan.
Tingkat pendapatan seseorang sangat
mempengaruhi dalam menggunakan pelayanan
kesehatan. Seseorang yang tidak memiliki
pendapatan dan biaya yang cukup akan sangat
sulit mendapatkan pelayanan kesehatan (ilyas,
2003). Dalam penelitian yang dilakukan,
pendapatan keluarga terbanyak yaitu pada < Rp.
1.550.000 sebanyak 107 responden (53,8%)
seperti pada tabel 8. Penelitian Adam (2008)
tidak sejalan dengan kajian teori yang
dikemukakan karena hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendapatan tidak
berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Meskipun demikian, masih terdapat
banyak faktor yang kemungkinan memiliki
pengaruh dan berhubungan dengan pemanfaatan
sarana pelayanan kesehatan termasuk
puskesmas.
Selain itu kemungkinan terdapat faktor
lain yang tidak di teliti oleh peneliti seperti faktor
predisposisi lainnya, kemampuan, dan
kebutuhan dari masyarakat yang mempengaruhi
pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas
Molompar oleh masyarakat desa Molompar II
seperti yang telah diuraikan sebelumnnya. Kajian
teoritis memaparkan bahwa umur merupakan
faktor predisposisi yang berpengaruh pada
tindakan dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan, semakin bertambah umur maka
kebutuhan akan pelayanan kesehatan akan
semakin meningkat. Hasil penelitian yang telah
dilakukan, dalam tabel 3 responden terbanyak
berada pada umur ada pada umur 45-59 tahun
sebanyak 74 responden (37,2%) dan responden
yang memanfaatkan puskesmas dengan baik
sebanyak 21 responden (28,4%), namun berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Trimurthy (2008), dalam penelitian tersebut
didapatkan hasil bahwa umur tidak memiliki
hubungan dengan pemanfaatan ulang pelayanan
rawat jalan di puskesmas Pandanaran kota
Semarang.
12
Tindakan dalam pemanfaatan
puskesmas juga dapat dilihat dari program
pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas
salah satu di antaranya upaya pengobatan yang
dilaksanakan puksesmas dan dimanfaatkan oleh
masyarakat. Hasil penelitian menggambarkan
sebanyak 47 responden (47,5%) yang
memanfaatkan puskesmas sebagai sarana
pelayanan kesehatan yang dipakai untuk berobat
beralasan karena biaya untuk ke puskesmas lebih
terjangkau di banding pergi ke sarana pelayanan
kesehatan lainnya. Selain itu, sebanyak 25
responden (25,3%) memanfaatkan puskesmas
untuk berobat beralasan karena obat yang
diberikan cocok untuk dikonsumsi oleh
responden.
Tindakan dalam pemanfaatan
puskesmas Molompar oleh masyarakat desa
Molompar II sebagai sarana pelayanan kesehatan
prioritas tidak dapat terlepas dari pengaruh faktor
pemilihan alternatif sarana pelayanan kesehatan
lain yang masih bisa diakses oleh masyarakat
desa Molompar II seperti Rumah Sakit Noongan
yang terdapat di desa Noongan yang berjarak
tempu 3km/ jam dari desa Molompar II sebanyak
10 responden (5,1%) dengan alasan fasilitas
pelayanan di rumah sakit lebih lengkap,
memanfaatkan praktek dokter yang berada di
desa Mundung, dan desa Liutung yang berjarak
tempu 1km/ jam dari desa Molompar II untuk
berobat dan konsultasi kesehatan sebanyak 44
responden (22,1%) dengan berbagai macam
alasan salah satu diantaranya beranggapan dokter
praktek lebih berkompeten daripada dokter yang
ada dipuskesmas, dan alternatif pelayanan
kesehatan lain yaitu adanya biang kampung
dengan metode pengobatan tradisional yang
berada di beberapa desa yang menjadi wilayah
kerja puskesmas Molompar II termasuk desa
yang dijadikan lokasi penelitian sehingga
beberapa responden memilih alternatif
pengobatan tradisional kepada biang kampung
sebanyak 19 responden (9,5%) dengan alasan
pengobatan dan saran yang diberikan tidak
memiliki resiko tinggi dan dampak lain terhadap
tubuh.
Faktor penting lainnya yang
mempengaruhi seseorang berobat ke puskesmas
yaitu faktor pembayaran atau kemampuan
masyarakat untuk membayar pelayanan
kesehatan yang didapat salah satunya pelayanan
yang ada di Puskesmas, sebagian responden yang
memanfaatkan puskesmas sebagai sarana
pelayanan kesehatan untuk berobat beralasan
karena biaya untuk ke puskesmas lebih
terjangkau di banding pergi ke saran pelayanan
kesehatan lainnya sebanyak 47 responden
(47,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Addani (2008), yang
mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan
pengeluaran biaya dengan utilisasi puskesmas.
Setiap orang memiliki pandangan
terhadap sesuatu yaitu persepsi yang juga
merupakan faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam menggunakan fasilitas atau
saran pelayanan kesehatan. Persepsi terhadap
pelayanan kesehatan yang akan diperoleh juga
dipengaruhi oleh pengalaman sosial budaya yang
ada dalam suatu masyarakat seperti dalam
Notoatmodjo (2003). Pengalaman fasilitas sosial
budaya dari seseorang kemudian akan
membentuk keyakinan serta kepercayaan dan
akhirnya seseorang dapat berperilaku, seperti
halnya keyakinan terhadap pengobatan yang
dilakukan akan berpengaruh pada tindakan
seseorang untuk memanfaatkan sarana
pelayanan kesehatan yang digunakan. Dalam
penelitian yang dilakukan, dari 100 (50,3%)
responden yang tidak memanfaatkan puskesmas
untuk berobat, 19 responden (9,5%) dalam tabel
17 yang memilih pengobatan tradisional sebagai
sarana pelayanan kesehatan karena memiliki
keyakinan dan kepercaayan bahwa
menggunakan obat- obatan herbal akan lebih
baik dibanding menggunakan obat- obatan yang
berasal dari puskesmas, serupa dengan penelitian
yang dilakukan oleh Permatasari (2007) yang
mendeskripsikan sebagian masyarakat lebih
percaya dengan menggunakan pengobatan
tradisional di banding datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan modern. Hal berbeda
dibandingkan dengan daerah perkotaan karena
kemajuan ilmu pengetahuan dan modernisasi
masyarakat kota lebih menggunakan praktek
dokter dan rumah sakit sebagai sarana pelayanan
kesehatan yang digunakan dan mengabaikan
pengobatan tradisional karena memiliki
kepercayaan bahwa pengobatan tradisional
adalah pengobatan kuno sehingga tidak lagi
dipergunakan oleh masyarakat perkotaan, dan
titambah dengan mengikisnya kepercayaan
masyarakat.
Pelayanan kesehatan dari tenaga
kesehatan turun berkontribusi dalam membentuk
persepsi dan pengambilan keputusan masyarakat
untuk memanfaatkan puskesmas sebagai sarana
pelayanan kesehatan yang kemudian
berhubungan dengan mutu pelayanan kesehatan
yang ada di puskesmas. Pelayanan yang ramah
yang diberikan oleh tenaga medis dan tenaga
kesehatan dapat mempengaruhi persepsi tentang
pelayanan kesehatan yang diberikan dan
tindakan dalam pemanfaatan puskesmas, seperti
halnya penelitian yang dilakukan oleh
Hermawan, dkk (2011) yang memperoleh hasil
bahwa pelayanan yang ramah juga membuat
13
responden kembali memanfaatkan puskesmas.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Hasbi (2012) yang memperoleh hasil bahwa
ada hubungan antara persepsi pasien tentang
mutu pelayanan administrasi, dan dokter dengan
minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan
puskesmas Poncol Kota Semarang. Hasil
penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa
salah satu alasan masyarakat tidak
memanfaatkan pelayanan kesehatan khusunya
untuk pengobatan di puskesmas Molompar
dengan baik karena pelayanan yang diberikan
oleh para medis dan tenaga kesehatan kurang
baik sebanyak 48 responden (48%), sehingga
masyarakat lebih memilih berobat ke praktek
dokter, dan rumah sakit. Saragih (2010) dalam
hasil penelitiannya berkesimpulan sebagian
besar masyarakat banyak yang bertindak tidak
mau memanfaatkan pelayanan puskesmas
disebabkan oleh perilaku petugas kesehatan dan
perilaku masyarakat yang lebih memilih pergi
kebalai pengobatan bidan atau praktek dokter
yang ada di desa tersebut. Hal lain yang menjadi
faktor masyarakat tidak memanfaatkan
puskesmas khusunya untuk berobat yaitu
beralasan jam tunggu yang lama sebanyak 32
responden (32%), beralasan peralatan medis
tidak lengkap sebanyak 16 responden (16%).
Dengan demikian, bukan hanya faktor dari dalam
diri seseorang tersebut yang dapat
mempengaruhi tindakan dalam pemanfaatan
puskesmas, melainkan faktor dari luar atau orang
lain dalam hal ini faktor perilaku dari para medis
dan tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang berkunjung
ke puskesmas.
KESIMPULAN
1. Terdapat hubungan antara pengetahuan
tentang puskesmas dengan tindakan dalam
pemanfaatan puskesmas molompar oleh
masyarakat Desa Molompar II Kecamatan
Tombatu Timur Kabupaten Minahasa
Tenggara.
2. Terdapat hubungan antara sikap terhadap
puskesmas dengan tindakan dalam
pemanfaatan puskesmas Molompar oleh
masyarakat Desa Molompar II Kecamatan
Tombatu Timur Kabupaten Minahasa
Tenggara.
SARAN
1. Bagi Puskesmas Molompar
a. Meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang puskesmas
melalui upaya promosi kesehatan
khususnya tentang fungsi dan fasilitas
pelayanan kesehatan serta program
kesehatan yang ada dan dilakukan
oleh puskesmas.
b. Meningkatkan mutu pelayanan oleh
tenaga medis dan tenaga kesehatan
termasuk stake holder yang ada di
Puskesmas sehingga dapat membetuk
sikap yang baik dari masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Molompar.
2. Bagi Masyarakat Desa Molompar II
Diharapkan dapat meningkatkan tindakan
dalam pemanfaatan fasilitas dan program
kesehatan yang ada dan diselenggarakan
oleh Puskesmas Molompar sebagai sarana
pelayanan kesehatan yang pertama.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai perbandingan dalam pembuatan
penelitian selanjutnya, dengan melihat baik
dari jumlah sampel, metode penelitian,
penambahan variabel yang lain, serta
karakteristik daerah penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, B. 2008. Analisis Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Suku Bajo
di Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara
Tahun 2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Madani ISSN 1979- 228X Volume 01 Nomor
02. Makassar:Universitas
Hasanuddin.(Online),http://isjd.pdii.lipi.go.i
d/index.php/ Search.html? act=
tampil&id=58426&idc=24, diakses pada
tanggal 23 februari 2013.
Addani, A. 2008. Pengaruh Karakteristik
Masyarakat terhadap Utilisasi Puskesmas di
Kabupaten bireuen Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam. Tesisi. Medan:Universitas
Sumatra Utara.(Online) http://
repository.usu.ac.id/ bitstream/
123456789/6663/3/047012002. pdf. txt,
diakses pada tanggal 25 februari 2013.
Adisasmito, W. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Ahmadi, A. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Alamsyah, D. 2011. Manajemen Pelayanan
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Anonimous, 2012a. Profil Puskesmas
Molompar: Minahasa Tenggara.
Anonimous, 2012b. Profil Desa Molompar Dua:
Minahasa Tenggara.
Azwar, A. 2010. Pengantar Administrasi
Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara.
Bungin, B. 2007. Sosiologi Komunikasi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
BKPM. 2013. Display Ekonomi UMRD Sulawesi
Utara UMR Daerah
Tahunan.(online)http://regionalinvestment.b
14
kpm.go.id/newsipid/id/ekonomiumrd.php?ia
=71&is=45, diakses pada tanggal 6 April
2013
Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara. 2012.
Distribusi PuskesmasProvinsi
SulawesiUtara.(Online)http://www.sulutpro
v.go.id/diskes1/puskesmas.html. Diakses
pada tanggal 25 februari 2013.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2012. Profil Data
Puskesmas.(online)http://www.depkes.go.id/
downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN
_IN ONESIA_TAHN_2012.pdf. Diakses
pada tanggal 27 februari 2013.
Gitosudarmo, I. 2008. Perilaku Keorganisasian.
Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UGM.
Hartono, B. 2010. Promosi Kesehatan di
Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hasbi, F, H. 2012. Analisis Hubungan Persepsi
Pasien tentang Mutu Pelayanan dengan
Pemanfaatan ulang Pelayanan Rawat Jalan
Puskesmas Poncol Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Volume 1 Nomor
2.Semarang: Universitas Diponegoro.
(Online),
http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm,
diakses pada tanggal 26 februari 2013.
Hermawan A, Aminoto, C, dan Septiwi, C. 2011.
Analisis Faktor- faktor yang Berhubungan
dengan Masyarakat Berobat di Puskesmas
Kecamatan Buayan. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan Volume 7 Nomor 2.Kebumen:
Keperawatan Stikes Muhammadiyah
Gombong- Dinas Kesehatan Kabupaten
Kebumen.(Online),http://www.slideshare.ne
t/robyhermawan/inovasipencapaian-
universal-salt-iodinized-usi-di-beberapa-
kabupaten-di-provinsi-sumatera-barat,
diakses pada tanggal 25 februari 2013.
Ilyas, Y. 2003. Asuransi Kesehatan Review
Utilisasi, Manajemen Klaim dan Fraud.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
Kementerian Kesehatan RI, Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 128/Menkes/SK/II /2004
Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta :Departemen Kesehatan.
Mandias, R. 2012. Hubungan Tingkat
Pendidikan dengan Perilaku Masyarakat
Desa dalam Memanfaatkan Fasilitas
Kesehatan di Desa Pulisan Kecamatan
Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara.
Jurnal JKU Volume 1 Nomor 1. Manado:
Universitas Klabat. (Online),
http://www.unklab.ac.id/r_mandias, diakses
pada tanggal 26 februari 2013.
Maulana, H. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Muninjaya, G.2004. Manajemen Kesehatan.
Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Muslimin, L. 2009. Pengaruh Tingkat
Pengetahuan Masyarakat Terhadap
Pemanfaatan Puskesmas di Kelurahan
Bahari Kecamatan Tomia Timur Kabupaten
Wakatobi. Jurnal SELAMI IPS Edisi Nomor
27 Volume II Tahun XIV. Kendari: Poltekes
Kendari. (Online), http:www. Muslimim.
ac.id/data/index.php?action=4&idx=2890,
diakses pada tanggal 20 februari 2013.
Nasir, A Muhith, A, dan Ideputri, M. 2011.
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha medika.
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori
dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. 2007a. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2007b. Kesehatan Masyarakat
Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
Permatasari, N, T, Rochmah, T, N. 2013.
Analisis Vertical Equity pada Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan. Jurnal Administrasi
Kesehatan Indonesia Volume 1 Nomor 1.
Surabaya: Universitas Airlangga. (Online),
://journal.
unair.ac.id/filerPDF/8.%20Novi%20Turenda
h_JAKIv1n1.pdf, diakses pada tanggal 12
mei 2013.
Riyanto, A. 2011. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Saragih, R. 2010. Gambaran Perilaku
Masyarakat tentang Pelayanan Puskesmas di
Desa Sukaraya Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang.Jurnal Darma
Agung. Medan: Universitas Darma Agung.
(Online), http:// uda.ac.id/jurnal /files/Jurnal
%209%20-%20Rosita%20Saragih1.pdf,
diakses pada tanggal 23 februari 2013.
Solikhah, M, Hartini, S, M. 2008. Hubungan
Sikap Masyarakat Wilayah Kerja Puskesmas
dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap
di Puskesmas Mergangsang Kota
Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat
ISSN 1978- 0575 Volume 2 Nomor 3.
(Online), http:// ejournals1. undip.ac.id/
index.php/jkm, diakses pada tanggal 8
februari 2013.
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantutatif
Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Tombi, H. 2012. Hubungan antara Karakteristik
Masyarakat Kelurahan Sindulang I dengan
Pemanfaatan Puskesmas Tuminting. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Manado: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi. (Online),
15
http://fkm.unsrat.ac.id/wp-
content/uploads/2012/10/Hana-Tombi.pdf,
diakses pada tanggal 25 februari 2013.
Trihendradi, C. 2012. Step by Step SPSS 20
Analisis Data Statistik.Yogyakarta: Andi.
Trimurthy, I. 2008. Analisis Hubungan Persepsi
Pasien Tentang Mutu Pelayanan Dengan
Minat Pemanfaatan Ulang Pelayanan Rawat
Jalan Puskesmas Pandanaran Kota
Semarang. Tesis. Semarang : Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro.
(Online), http://eprints.undip.ac.id/ 17719/ 1/
IGA_Trimurthy.pdf, diakses pada tanggal 22
februari 2013.
Undang-undang Kesehatan. 2009. Himpunan
Peraturan Perundang- undangan.
Bandung: Fokusmedia.
GAMBARAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REVITALISASI POSYANDU DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS IMANDI KECAMATAN DUMOGA TIMUR
16
Ni Wayan Cindy Silvia*, Christian Tilaar*, Ardiansa Tucunan*
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK Posyandu merupakan tempat bagi ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilannya dan berada diurutan
ke-3 setelah klinik praktik bidan dan Puskesmas.Untuk menjamin perkembangan pelaksanaan program
Posyandu, sebaiknya tidak ditangani sendiri oleh petugas kesehatan Puskesmas tetapi dibantu oleh kader
dan bekerjasama dengan stakeholder lainnya yang berkewajiban untuk meningkatkan pemahamannya
tentang Posyandu dan turut secara aktif dalam setiap kegiatannya. Petugas Puskesmas selanjutnya
mendukung terus upaya para kader dan tokoh masyarakat melalui penyelenggaraan pelayanan di
masyarakat. Namun pada kenyataannya Posyandu pada akhir-akhir ini ternyata berjalan ditempat (tidak
aktif) karena berbagai faktor yakni, kader dan aparat desa kurang aktif dan kurang semangatikut dalam
kegiatan Posyandu, sarana yang tidak mencukupi sehingga beberapa kegiatan di Posyandu harus
terhambat, tidak adanya inisiatif masyarakat untuk ke Posyandu, serta kurangnya pemberdayaan
masyarakat, belum jelasnya siapa `pemilik' Posyandu dan pokja serta pokjanal Posyandu yang tidak
berjalan. Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah telah mengambil langkah bijak, dengan telah
menetapkan berbagai kebijakan di bidang kesehatan, salah satunya adalah kebijakan untuk merevitalisasi
kembali Posyandu yang pernah diserukan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono
pada tahun 2006.Dengan melihat bahwa begitu pentingnya kebijakan untuk merevitalisasi Posyandu, maka
telah dilakukan penelitian mengenai pelaksanaan revitalisasi Posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Imandi Kecamatan Dumoga Timur yang bertujuan untuk melihat gambaran dari pelaksanaan revitalisasi
di wilayah tersebut.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Informasi dikumpulkan dari Kepala Puskesmas Imandi, Lurah desa Imandi, Ketua PKK desa Imandi, Bidan
desa Imandi, Kader desa Imandi, Sangadi desa Dumoga, Ketua PKK desa Dumoga, Bidan desa Dumoga,
dan Kader desa Dumoga.
Pelaksanaan kegiatan Posyandu dilakukan oleh kader kesehatan yang berasal dari masyarakat
setempat dan di bantu oleh tenaga kesehatan dari Puskesmas dengan kegiatan utama yakni kegiatan 5
meja yang dilakukan sesuai jadwal yang ditetapkan, kurangnya perhatian dari pihak-pihak terkait
mengenai ketersediaan sarana pendukung menyebabkan beberapa kegiatan yang harusnya dijalankan
terhambat, pembinaan yang dilakukan masih terbatas pada para kader saja. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara kadar hemoglobin (Hb) dengan prestasi belajar siswa.
Kata Kunci: Posyandu, Revitalisasi, Kebijakan
ABSTRACT Posyandu represent place to mother in doing/conducting inspection of its pregnancy and reside in third
sequence after clinic of praktik and midwife of Puskesmas. To guarantee growth of execution of program
of Posyandu, shall not in handling by self by officer of health of Puskesmas but assisted by cadre and work
along with other stakeholder which is obliged to improve its understanding about Posyandu and partake
actively in each;every its activity. Officer of Puskesmas hereinafter support to continue effort all elite figure
and cadre pass/through management of service in society. But practically Posyandu at recently in the
reality walk in place is inactive because various factor namely, countryside government officer and cadre
less active and less the spirit [of] following in activity of Posyandu, medium which fall short so that some
activity in Posyandu have to be pursued, society initiative inexistence to to Posyandu, and also the lack of
enableness of society, unclear of whose him ` owner' Posyandu and of pokja and also Posyandu pokjanal
which [do] not walk. Condition attitude, government have is wise, as specifying various policy [in] health
area, one of them is to policy for merevitalisasi return Posyandu which have been called upon by President
Republic Of Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono in the year 2006. seen that important so policy him for
the merevitalisasi of Posyandu, hence have been [done/conducted] by research concerning execution of
Posyandu revitalisasi in region work Puskesmas Imandi District of Dumoga East with aim to to see picture
of execution of revitalisasi in region.
This Research represent descriptive research type by using approach qualitative. Information
collected from Head of Puskesmas Imandi, Chief Of Village Countryside of Imandi, Chief of PKK
17
countryside of Imandi, Midwife Countryside of Imandi, Cadre Countryside of Imandi, Sangadi Countryside
of Dumoga, Chief of PKK countryside of Dumoga, Midwife Countryside of Dumoga and Cadre Countryside
of Domoga.
Key words : Posyandu, revitalitation, police
18
PENDAHULUAN Empat dari seluruh komitmen yang dicetuskan oleh
negara-negara PBB dalam Millenium Developmen
Goals (MDGs) terkait erat dengan masalah
kesehatanterutama tentang Kesehatan Ibu dan
Anak.Program Kesehatan Ibu dan Anak menjadi
sangat penting karena ibu dan anak merupakan unsur
penting dalam pembangunan. Sampai saat ini Angka
Kematian Ibu dan Anak yang merupakan indikator
kesehatan umum dan kesejahteraan masyarakat
masih menduduki peringkat tertinggi di Asia begitu
juga di Indonesia, meskipun telah mengalami
penurunan setiap tahun.
Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam hal ini
adalah dengan mendekatkan pelayanan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir berkualitas kepada
masyarakat. Startegi utama yang diselenggarakan
antara lain : (Prasetyawati, 2012).
1. Mendorong pemberdayaan perempuan dan
keluarga,
2. Mendorong keterlibatan masyarakat
3. Kerjasama lintas sektor, mitra lain termasuk
pemerintah daerah dan lembaga legislatif, dan
4. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan
berkualitas.
Menurut data Riskesdas 2010, Posyandu merupakan
tempat bagi ibu dalam melakukan pemeriksaan
kehamilannya dan berada diurutan ke-3 setelah
klinik praktik bidan dan Puskesmas.Untuk menjamin
perkembangan pelaksanaan program Posyandu,
sebaiknya tidak ditangani sendiri oleh petugas
kesehatan Puskesmas tetapi dibantu oleh kader dan
bekerjasama dengan stakeholder lainnya yang
berkewajiban untuk meningkatkan pemahamannya
tentang Posyandu dan turut secara aktif dalam setiap
kegiatannya. Petugas Puskesmas selanjutnya
mendukung terus upaya para kader dan tokoh
masyarakat melalui penyelenggaraan pelayanan di
masyarakat.
Secara umum, Posyandu pada akhir-akhir
ini mengalami stagnasi (tidak aktif) karena berbagai
faktor yakni, kader dan aparat desakurang aktif dan
kurang semangat dalam kegiatan Posyandu, adanya
pendekatan proyek yang melemahkan inisiatif
masyarakat serta kurangnya pemberdayaan
masyarakat, dan belum jelasnya siapa`pemilik'
Posyandu dan pokja serta pokjanal Posyandu yang
tidak berjalan. Menyikapi kondisi tersebut,
pemerintah telah mengambil langkah bijak, dengan
telah menetapkan berbagai kebijakan di bidang
kesehatan seperti Posyandu.Salah satunya adalah
kebijakan untuk merevitalisasi kembali Posyandu
yang pernah diserukan oleh Presiden Republik
Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun
2006.Kebijakan ini sebelumnya telah ada semenjak
diterbitkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
tahun 2001 tentang Revitalisasi Posyandu. Sasaran
dari Revitalisasi Posyandu diutamakan pada
Posyandu dengan strata rendah, yakni Posyandu
Pratama dan Posyandu Madya (Haryono, 2009).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow
terdiri dari 154 desa/kelurahan dan terdapat 14
Puskesmas, dengan 192 buah posyandu.Berdasarkan
strata madya terdapat 90 posyandu, purnama 99
posyandu dan mandiri 3 posyandu. Sedikitnya
jumlah Posyandu berstrata mandiri di Kabupaten
Bolaang Mongondow menjadikan Kecamatan
Dumoga Timur tidak memiliki Posyandu mandiri.
Berdasarkan data Profil Kesehatan
Puskesmas Imandi yang terdiri dari 11
desa/kelurahan, terdapat 18 buah Posyandu, untuk
Posyandu dengan strata madya ada 4 Posyandu,
purnama 14 Posyandu, namun untuk strata mandiri
belum ada, sedangkan tenaga bidan di Puskesmas
berjumlah 8 orang dan tenaga gizi berjumlah2 orang.
Dengan melihat begitu pentingnya perkembangan
Posyandu di wilayah kerjanya tergantung dari
seberapa berpengaruhnya faktor-faktor yang
mempengaruhi keadaan Posyandu tersebut, antara
lain disebabkan karena pengaruh dari tenaga
kesehatan dari Puskesmas, kemampuan kader,
pembinaan dari unsur aparat desa dan lembaga
terkait yang kemudian mengakibatkan rendahnya
minat masyarakat untuk menggunakan Posyandu
tersebut, selain itu juga keadaan sosiodemografi dari
Posyandu tersebut juga dapat mempengaruhi
keadaan dalam kegiatan penyelenggaraan Posyandu,
antaralain disebabkan karena wilayah yang menjadi
tempat penelitian merupakan daerah rawan, dalam
hal ini sering terjadi perseturuan antara desa di
Kecamatan Dumoga Timur yang sebagian besar
penduduknya merupakan imigrasi dari daerah lain,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Gambaran Implementasi Kebijakan
Revitalisasi Posyandu di Kabupaten Bolaang
Mongondow, khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Imandi Kecamatan Dumoga Timur.
METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif.Melalui pendekatan ini diharapkandapat
menggali informasisecara lengkap dan mendalam
tentang gambaran implementasi kebijakan
revitalisasi Posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Imandi Kecamatan Dumoga Timur.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari-Mei 2013 di dua wilayah kerja Puskesmas
Imandi, yakni Kelurahan Imandi dan Desa Dumoga.
19
Informan dalam penelitian ini berjumlah 9 orang,
terdiri dari Kepala Puskesmas Imandi, Lurah desa
Imandi, Ketua PKK desa Imandi, Bidan desa Imandi,
Kader desa Imandi, Sangadi desa Dumoga, Ketua
PKK desa Dumoga, Bidan desa Dumoga, dan Kader
desa Dumoga.
Instrumen Penelitian:
Instrumen yang digunakan dalam
pelaksanaan penelitian ini adalah peneliti sendiri
dibantu dengan instrumen tambahan berupa
pedoman wawancara, alat perekam suara (voice
recorder) dan alat tulis-menulis.
Untuk menjaga kualitas dan keakuratan data
dilakukan triangulasi.Triangulasi diartikan sebagai
teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan
data dan sumber data yang telah ada pada waktu
tertentu. Triangulasi yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan caracross
check data dengan fakta dari sumber lainnya.
Sumber tersebut berasal dari informan yang
berbeda yang terdiri dari beberapa sumber yaitu
Kepala Puskesmas Imandi, Lurah desa Imandi,
Ketua PKK desa Imandi, Bidan desa Imandi,
Kader desa Imandi, Sangadi desa Dumoga, Ketua
PKK desa Dumoga, Bidan desa Dumoga, dan
Kader desa Dumoga untuk mengali topik yang
sama dan membandingkan jawaban-jawaban dari
para informan sehingga diperoleh kecocokan dan
kesimpulan.
2. Triangulasi Metode
Selain melakukan wawancara mendalam
dilakukan telaah dokumen dan observasi singkat.
Pengolahan data, baik data primer yang didapat
melalui wawancara mendalam dan data sekunder
melalui telaah dokumen dan observasi singkat
dilakukan melalui tahap sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data yang diperoleh dari
informan melalui wawancara mendalam,
telaah dokumen yang terkait dan observasi
singkat
2. Data yang dikumpulkan kemudian dibuat
transkrip data yaitu mencatat data yang
diperoleh seperti apa adanya tanpa dibuat
kesimpulan
3. Pemilahan data dengan mengelompokkan
data kedalam sub topik atau variabel
4. Menyajikan ringkasan data dalam bentuk
matriks atau table
Teknik analisis data yang digunakan adalah
deskriptif naratif. Dimana teknik ini diterapkan
melalui tiga alur menurut Miles dan Hubermen
dalam Sugiyono (2009:246), yaitu:
1. Reduksi data yaitu, proses memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya.
2. Penyajian data yaitu, penyajian informasi untuk
memberikan kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Penarikan Kesimpulan/verifikasi yaitu, proses
penarikan kesimpulan dari data yang telah
dianalisis.
Informasi yang terkumpul dikelompokkan ke dalam
kategori yang sama sesuai dengan topik penelitian.
Pertama, data yang berhasil dikumpulkan kemudian
dilakukan pemisahan-pemisahan, pengkategorian,
atau pengklasifikasian, sehingga memudahkan
peneliti melakukan aktivitas berikutnya.Kedua, data
yang sudah dikelompokan, dipilih untuk segera
diolah sehingga dapat dengan mudah ditafsirkan.
Penyajian data akan dikembangkan dengan bentuk
tekstular dan tabel. Bentuk teks digunakan dalam
penyajian kutipan hasil wawancara dengan para
informan.Sedangkan bentuk table digunakan untuk
penyajian hasil jawaban yang telah
dikategorisasikan, dalam hal ini disebut tabel matrix
wawancara.
HASIL Puskesmas Imandi di Kecamatan Dumoga Timur
merupakan salah satu Puskesmas yang ada di
Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara,
dengan luas wilayah 81,560 Km2, dan memiliki
wilayah kerja yang berjumlah 11 desa /kelurahan, di
antaranya yaitu Desa Dumoga dan Kelurahan Imandi
yang menjadi wilayah lokasi penelitian.
Profil Puskesmas Imandi tahun 2011, menunjukan
bahwa Posyandu di seluruh wilayah kerja Puskesmas
Imandi belum mengalami perkembangan sampai
padastrata mandiri. Terdapat 4 desa yang masih
tergolong dalam tingkatan Posyandu strata madya,
yaitu Kelurahan Imandi, Desa Dumoga, Desa
Siniung dan Desa Mogoyunggung. Namun dalam
penelitian ini peneliti hanya melakukan penelitian di
2 desa, saja, yaitu Kelurahan Imandi dan Desa
Dumoga. Hal ini di karenakan kedua desa tersebut
adalah wilayah yang lebih luas dan lebih banyak
jumlah penduduknya, di mana untuk wilayah
Dumoga memiliki luas wilayah 9.160.0 Km2 dengan
jumlah penduduk 3.852 jiwa, sedangkan untuk
Kelurahan Imandi memiliki luas wilayah 15.400.0
Km2 dengan jumlah penduduk 4.042 jiwa sebagai
suatu Kelurahan, di mana letak dari Puskesmas
Imandi sendiri bertempat di Kelurahan Imandi dan
memiliki cakupan kunjungan bayi yang lebih banyak
dibandingkan desa lain di wilayah kerja Puskesmas
Imandi.
20
Dilihat dari data jumlah Posyandu menurut
strata di Profil Puskesmas Imandi, Tingkatan strata
Posyandu di Desa Dumoga, untuk strata madya
terdapat 1 Posyandu, strata purnama terdapat 1
Posyandu, sedangkanstrata mandiri belum ada
Posyandu. Tingkatan strata Posyandu di Kelurahan
Imandi, untuk strata madya terdapat 1 Posyandu,
strata Purnama terdapat 2 Posyandu, dan strata
mandiri belum terdapat Posyandu.Dengan demikian
kedua desatersebut sama-sama masih memiliki
Posyandu dengan strata rendah yaitu madya dan
belum memiliki Posyandu dengan strata mandiri.
PEMBAHASAN
Kualitas Kemampuan dan Keterampilan para
Kader Posyandu 1. Sumber Daya Manusia
Pada penelitian yang dilakukan, SDM yang menjadi
informan adalah orang-orang yang terkait dalam
kegiatan Posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Imandi di dua desa yang dipilih, yakni Kepala
Puskesmas Imandi, Lurah Desa Imandi, Sangadi
Desa Dumoga, Ketua PKK Desa Imandi, Ketua PKK
Desa Dumoga, Bidan dan Kader yang menangani
Posyandu di dua wilayah kerja Puskesmas Imandi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti, SDM yang biasanya hadir dalam setiap
kegiatan Posyandu adalah Bidan, Kader dan
Perawat/juru imunisasi.Tugas dari masing-masing
SDM sebagaimana yang dijelaskan oleh para
informan, yaitu bidan bertugas untuk memeriksa
kehamilan, pendeteksian ibu beresiko, serta
pelayanan untuk ibu hamil, kader bertugas untuk
menimbang, serta untuk pengisian buku KMS,
perawat sebagai juru imunisasi bertugas untuk
pemberian imunisasi kepada bayi.
Hasil penelitian di lapangan juga
menunjukkan bahwa untuk tenaga Dokter, selama
peneliti ikut dalam kegiatan pelaksanaan Posyandu,
Dokter tidak pernah turut serta, hal ini dikarenakan
tenaga dokter di Puskesmas hanya berjumlah satu
orang saja dan tidak pernah terlibat langsung dalam
kegiatan Posyandu. Oleh sebab itu Petugas kesehatan
yang turut serta dalam kegiatan Posyandu di
lapangan hanyalah tenaga bidan dan perawat.
Dari hasil observasi peneliti selama
mengikuti kegiatan hari buka Posyandu di Kelurahan
Imandi, memang pihak Aparat tersebut tidak ikut
serta di dalamnya dan menyerahkan Posyandu
beserta kegiatannya kepada pihak Puskesmas dan
kader yang ada.Padahal dalam kegiatan pelaksanaan
Posyandu seharusnya ada beberapa pihak yang turut
serta, dalam hal ini Aparat desa, yaitu
Lurah/Sangadi, Tim Pengerak PKK serta Tokoh
Masyarakat.
Diketahui juga bahwa Ketua PKK di dua
desa/kelurahan tersebut memiliki pekerjaan serta
jabatan di luar Posyandu, yaitu menjabat sebagai
Kepala Sekolah dengan pendidikan terakhir
S1.Dalam hal ini Ketua PKK memiliki tugas
rangkap, selain sebagai Ketua PKK juga sebagai
Pegawai Negeri.Aparat masing-masing desa tersebut
juga sama-sama berpendidikan terakhir S1 dengan
lama kerja 4 tahun.Bidan yang turun di wilayah kerja
memiliki pendidikan terakhir D3 dan kader dengan
pendidikan terakhir SMA dan lama kerja 3-4
tahun.Diketahui juga bahwa kader desa Imandi
sering berganti-ganti disebabkan pergantian Ketua
PKK, di mana kader dipilih langsung oleh Ketua
PKK sendiri.
Sumber daya manusia dalam penyelengaraan
kegiatan revitalisasi Posyandu memegang peranan
penting.Oleh sebab itu diperlukan partisipasi seluruh
pihak dalam setiap kegiatan Posyandu di wilayah
kerjanya dalam hal ini pihak kesehatan, Pemerintah
Desa, Tokoh masyarakat serta masyarakat itu
sendiri.
2 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Posyandu ditetapkan oleh
musyawarah masyarakat pada saat pembentukan
Posyandu.Struktur organisasi tersebut bersifat
fleksibel, sehingga dapat dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan, kondisi, permasalahan dan
kemampuan sumberdaya yang disepakati dalam
Unit/Kelompok Pengelola Posyandu bersama
masyarakat setempat (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti, struktur untuk pelaksanaan kegiatan
Posyandu menurut beberapa informan sudah ada, di
mana menurut pernyataan mereka bahwa selaku
penanggung jawab dari kesehatan adalah Kepala
Puskesmas sedangkan dari pihak Kelurahan adalah
Aparat Desa. Sebagai berikut :
“Tentunya kalu penanggung jawab di Posyandu itu
dari kesehatan itu tentunya Kapus noh, kalu
Kelurahan Pak lurah noh yang bertanggung jawab”
Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
menyatakan bahwa Lurah hanya sebagai pemantau
dan pembina, sedangkan dari petugas kesehatan
hanya memfasilitasi kegiatan Posyandu, dan kader
sebagai pelaksana kegiatan. Hal ini agak berbeda
dengan konsep dari Sembiring (2004), dimana
disebutkan bahwa pengelola Posyandu di tingkat
desa/kelurahan adalah sebagai berikut :
1. Penanggung jawab umum : Kepala desa/Lurah
2. Penanggung jawab operasional : Tokoh
Masyarakat
3. Ketua Pelaksana : Ketua Seksi 10 LKMD atau
Ketua Tim PKK
21
4. Pelaksana : Kader PKK, yang dibantu Petugas
Kesehatan
Menurut Lurah desa Imandi, yang biasanya turut
dalam kegiatan Posyandu adalah PKK, Aparat
Kelurahan dalam Posyandu hanya sebagai pembina
dan jarang turun langsung ke Posyandu karena
Posyandu sudah dilaksanakan secara rutin sesuai
jadwal oleh Puskesmas. Padahal bidan dan kader
desa Imandi mengharapkan pihak Lurah dan PKK
untuk turut dalam kegiatan Posyandu karena selama
ini mereka tidak terlibat di Posyandu, bahka tidak
memberikan pembinaan seperti fungsi yang
seharusnya dilakukan oleh Aparat Desa dan PKK.
Pengelolaan Dalam Pelayanan Posyandu 1. Penyelenggaraan Kegiatan
Dari hasil wawancara oleh para informan, diketahui
bahwa penyelengaraan kegiatan di Posyandu
wilayah kerja Puskesmas Imandi sudah berjalan
sesuai dengan agenda dan jadwal yang ditetapkan
dengan kegiatan utama yakni kegiatan 5 meja.Hasil
observasi di lapangan juga menunjukkan bahwa
pelayanan yang diberikan oleh petugas berupa
pelayanan standar yaitu pelayanan kesehatan yakni
pemberian imunisasi, pemeriksaan kehamilan oleh
bidan dan penyuluhan, namun untuk kegiatan
tambahan belum dilaksanakan.
Pada hasil observasi di lapangan oleh peneliti,
ditemukan bahwa untuk penyelenggaraan Posyandu,
awalnya para ibu yang datang ke Posyandu
mendaftar pada kader, dan sebagian besar kader
sudah melaksanakan peran sertanya di meja I yaitu
melaksanakan pendaftara balita dalam buku bantu
pencatatan balita. Apabila balita sudah mempunyai
KMS, berarti bulan lalu balita sudah ditimbang,
dimana pencatatan nama balita pada secarik kertas
diselipkan pada KMS, kemudian ibu balita
membawa anaknya menuju ke tempat penimbangan.
Untuk kegiatan di meja II dilakukan penimbangan
bayi/balita oleh kader, yang perlu diperhatikan yaitu
apakah dacin sudah siap, kemudian anak ditimbang,
lalu hasil penimbangan berat anak dicatat pada
secarik kertas, setelah ditimbang ibu menuju ke meja
selanjutnya yaitu meja III untuk pengisian hasil
timbangan pada KMS bayi/balita tersebut, hanya saja
pada kedua Posyandu yang di teliti, yang melakukan
pengisian KMS adalah petugas kesehatan Puskesmas
bukan kader. Hal tersebut bertolak belakang dengan
tugas pada meja III yang seharusnya dilakukan oleh
kader di Posyandu, di mana petugas kesehatan
bertugas di meja V untuk pelayanan kesehatan.
Begitupula untuk meja VI, dimana kader Posyandu
kurang melaksanakan peran sertanya dalam hal
penyuluhan perorangan sesuai dengan permasalahan
yang ditemukan dan hanya sebatas informasi hasil
timbangan saja pada ibu balita. Untuk meja V dalam
hal pemberian imunisasi pada bayi dan balita
dilakukan juga oleh petugas Puskesmas yakni juru
imunisasi atau perawat, di mana dengan
mempertimbangkan status kesehatan balita, di lain
pihak bidan juga melakukan pelayanan kepada ibu
hamil yang datang.
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti,
ditemukan bahwa pelaksanaan kegiatan Posyandu
menurut para informan sudah sesuai dengan jadwal
yang ditetapkan, apabila bertepatan tanggal merah
atau hari libur, maka jadwal diatur sedemikian rupa
sesuai situasi dan kondisi sebelumnya agar tidak
saling bertabrakkan antara jadwal kegiatan Posyandu
satu dan Posyandu yang lain dengan
memberitahukan sebelumnya pada para pelaksana
kegiatan Posyandu.
Melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti,
didapati bahwa selama dalam kegiatan Posyandu
tidak pernah ada dokter yang ikut serta, pihak Aparat
Desa juga tidak turut terlibat, serta tempat dari
penyelengaraan kegiatan Posyandu tersebut tidaklah
memungkinkan, terutama di Posyandu Kelurahan
Imandi. Pada Posyandu di Kelurahan Imandi,
kegiatan dilakukan di balai desa yang keadaannya
cukup memperihatinkan dan tidak ada tempat untuk
pemeriksaan kehamilan yang sesuai, hal tersebut
mengakibatkan kegiatan Posyandu yang dijalankan
menjadi terpisah tempatnya, yakni untuk
penimbangan bayi/balita di balai desa dan untuk
pemeriksaan kehamilan di rumah warga dekat balai
desa, sedangkan untuk Posyandu yang dilaksanakan
di desa Dumoga juga masih meminjam rumah salah
seorang warga di karenakan balai desa untuk
pelaksanaan kegiatan Posyandu masih dalam tahap
pembangunan.
2. Cakupan Program di Posyandu
Dari hasil pernyataan oleh Kepala Puskesmas
Imandi, Posyandu di dua wilayah kerja tersebut
sudah memiliki program tambahan selain 5 meja,
seperti telah melaksanakan Posyandu Manula/Lansia
dan program pemberian makanan tambahan (PMT)
sehingga pelayanan di Posyandu menjadi 6 meja.
Namun untuk pelaksanaan Posyandu
Lansia, seperti yang dinyatakan oleh Ketua PKK
desa Imandi bahwa para lansia hanya pada awal
dibentuk Posyandu Lansia sering datang memeriksa,
setelah lama-kelamaan mereka sudah tidak lagi ikut
dalam kegiatan Posyandu, meskipun hingga
sekarang Posyandu Lansia masih ada.
Begitupula dengan pemberian makanan tambahan
yang diakui oleh kader desa Imandi, karena
terdapatnya kendala dalam hal ini keterbatasan
pendanaan maka untuk program makanan tambahan
22
terpaksa dihentikan, padahal menurut para kader
kegiatan tersebut dapat menjadikan para ibu yang
memiliki bayi lebih tertarik dan semangat untuk
datang di Posyandu.
Berdasarkan observasi peneliti dilapangan
saat pelaksanaan Posyandu, Petugas kesehatan dan
para kader hanya melakukan kegiatan pelayanan
minimal yaitu dengan pelayanan 5 meja saja pada Ibu
hamil dan balita, tidak ada pelayanan Posyandu
Lansia ataupun kegiatan pemberian makanan
tambahan.
Berdasarkan hasil wawancara oleh para
informan mengenai rutinitas penyelenggaraan
kegiatan Posyandu di wilayah kerja masing-masing
sudah berjalan dengan baik, di mana kegiatan rutin
tiap bulannya walaupun dengan masih adanya
kendala dalam pelaksanaan Posyandu namun
menurut semua informan Posyandu sudah berjalan
secara rutin meski hanya berupa pelayanan standar.
Pemenuhan Kelengkapan Sarana Prasarana 1. Anggaran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pendanaan di
Posyandu wilayah kerja Puskesmas Imandi,
ditemukan bahwa hampir semua informan
menyatakan kalau dana untuk pelaksanaan kegiatan
Posyandu hanya di dapat dari hasil pendaftaran
dengan jumlah yang sangat terbatas. Menurut
beberapa informan juga menyebutkan bahwa mereka
memperoleh insentif dari pihak Puskesmas dari dana
BOK namun hanya berupa biaya transportasi dengan
jumlah yang minim. Sedangkan dari pihak
Pemerintah tidak menyediakan dana khusus untuk
Posyandu, sehingga berbagai kegiatan di Posyandu
yang telah ada terhambat bahkan sudah tidak
berjalan lagi, seperti program pemberian makanan
tambahan (PMT).
Berdasarkan informasi dari Kepala Puskesmas
Imandi, dana di Posyandu untuk desa sudah masuk
di ADD (Anggaran Dasar Desa), tetapi untuk
kelurahan tidak ada, dan dana di Posyandu di
wilayah kerja Puskesmas Imandi hanya berasal dari
uang pendaftaran saja. Menurut Kepala Puskesmas
sendiri dana untuk bidan dan kader diambil dari dana
BOK, sedangkan dana untuk kegiatan Posyandu
hanya berasal dari pendaftaran masyarakat.
2 Sarana
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh
peneliti, di mana menurut Kepala Puskesmas Imandi
biasanya yang menjadi kendala di Posyandu
mengenai sarana adalah ketersediaan vaksin yang
tidak mencukupi untuk kegiatan Posyandu, di mana
Dinas Kesehatan seringkali mengeluh pada pihak
Puskesmas bahwa sarana vaksin untuk mereka juga
terbatas disebabkan permintaan oleh Puskesmas lain.
Oleh sebab itu dalam pelaksanaan
Posyandu untuk kegiatan penyuntikkan vaksin masih
menjadi masalah di karenakan kekurangan tersebut.
Kepala Puskesmas menyebutkan bahwa pelaksanaan
Posyandu tetap dilakukan meskipun hanya untuk
kegiatan penimbangan balita saja, walaupun dengan
demikian masyarakat tetap akan datang dalam setiap
ada kegiatan Posyandu berikutnya sebab sudah
menjadi kebutuhan bagi bayi mereka untuk
mendapatkan imunisasi, maka meskipun untuk bulan
ini belum ada vaksin yang cukup tersedia, tetap ibu-
ibu yang memiliki bayi/balita akan datang untuk
menerima vaksin di bulan selanjutnya.
Menurut Ketua PKK desa Imandi, kendala
yang terdapat di Posyadu-nya, yaitu dana dan tempat
pelaksanaan Posyandu yang sebelumnya telah
diusulkan untuk pindah ke tempat yang lebih
strategis didekat Kantor Kelurahan, namun hal ini
belum di sosialisasikan ke masyarakat setempat
sehingga belum mendapat kesepakatan bersama di
wilayah tersebut.
Menurut bidan desa Imandi adalah tempat
pelayanan Posyandu khusus untuk pemeriksaan ibu
hamil yang selama ini hanya meminjam rumah
warga.Permasalahan tempat pelaksanaan Posyadu
ini sudah diusulkan ke pihak Kelurahan hanya saja
belum mendapat tanggapan apa-apa.
Menurut bidan desa Dumoga, kendala
dalam Posyandu di wilayah kerjanya juga adalah
tempat pelayanan Posyandu yang belum tetap, serta
sarana prasarana belum cukup memadai sehingga
upaya yang harusnya dilakukan menurut bidan
tersebut adalah dari pihak Aparat pemerintah
berusaha untuk menyelesaikan masalah yang masih
menjadi kendala dalam pelaksanaan Posyandu di
wilayah kerjanya terlebih lagi untuk pembangunan
sarana Posyandu.
Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat
Untuk Kesinambungan Posyandu 1. Keaktifan Tokoh Masyarakat dan Kader.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti,
didapati bahwa masih banyak Tokoh masyarakat
yang enggan untuk membantu pelaksanaan
Posyandu, tetapi ada juga yang ikut terlibat pada hari
buka Posyandu misalnya Sangadi desa Dumoga yang
datang di Posyandu.
Dari hasil wawancara, menurut pernyataan
dari informan lain, bahwa selama ini baru kader yang
berperan dalam setiap kegiatan Posyandu, sedangkan
dari pihak Tokoh masyarakat belum turut terlibat.Hal
ini disebabkan pihak Aparat menyerahkan semua
urusan Posyandu kepada para kader yang ada dan
telah dipilih oleh Ketua PKK.Padahal sesungguhnya
23
peran dari Aparat setempat juga sangat dibutuhkan
untuk menggerakan masyarakat dalam kemajuan
Posyandu di wilayah kerjanya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti mengenai jumlah Kader dan Tokoh
masyarakat yang biasa hadir dalam kegiatan
Posyandu, ditemukan bahwa jumlah kader yang ada
ditiap-tiap Posyandu ada 5 orang, namun mereka
biasa tidak hadir semua dalam kegiatan pelaksanaan
Posyandu.
“Kader di tiap Posyandu ada 5 tapi laeng kali hadir,
laeng kali mereka tak hadir karna mereka juga ada
halangan, laeng kali cuma 4-3 tapi banyak kali hadir
nohsamua”
Menurut bidan desa Imandi, selama ini
hanya kader yang berperan secara aktif dalam
kegiatan Posyandu dengan jumlah 4 sampai 5 orang
ditiap pos tapi terkadang hanya 4 orang yang hadir,
sedangkan untuk tokoh masyarakat belum pernah
hadir dalam Posyandu, menurut bidan tersebut tokoh
masyarakat tidak hadir karena menganggap di
Posyandu sudah ada kader yang terpilih maka semua
tergantung oleh kader sehingga yang diberdayakan
di Posyandu hanyalah kader.
2 Pemantapan Lembaga Posyandu
Perkembangan Posyandu di masing-masing desa di
wilayah kerja Puskesmas Imandi tidak sama, dengan
demikian pembinaan yang dilakukan untuk masing-
masing Posyandu juga berbeda, namun tetap untuk
satu tujuan yang sama yaitu untuk pengembangan
Posyandu. Dalam hasil penelitian mengenai upaya
yang dilakukan dalam menjadikan Posyandu lebih
maju atau mandiri, di temukan kesamaan pendapat
dari semua informan, yakni dengan melakukan
kerjasama antara berbagai pihak, baik pihak dari
Dinas Kesehatan, Kecamatan, pihak Puskesmas,
pihak Pemerintah Desa sampai keseluruh masyarakat
setempat. Dalam hal ini kerjasama yang tentunya
dapat diaplikasikan dan diterapkan sampai pada
kegiatan Posyandu itu sendiri.
Seperti dalam penelitian sebelumnya di
mana salah satu upaya yang perlu dilakukan agar
Posyandu aktif adalah dengan memberikan
pelayanan makanan tambahan untuk balita serta
pelayanan ini merupakan pelayanan yang diharapkan
oleh pengguna yang diberikan di Posyandu. Apabila
Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi telah
melaksanakan cakupan kegiatan lebih dari 50%,
memiliki program-progam tambahan, memiliki
pembiayaan yang berasal dari dana sehat, tingkat
aktivasi Pemerintah, tokoh masyarakat dan kader
tinggi serta seluruh masyarakat desa ikut terlibat
dalam kegiatan Posyandu, maka Posyandu di
wilayah kerja Puskesmas Imandi sudah bisa menjadi
Posyandu dengan strata mandiri.
Fungsi Pendampingan dan Kualitas Pembinaan
Posyandu 1. Pembinaan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti di wilayah kerja Puskesmas Imandi,
ditemukan bahwa beberapa informan pernah
mengikuti pelatihan yang biasanya dilakukan oleh
Dinkes, Puskesmas dan BKKBN, sedangkan dari
Aparat Desa tidak pernah ada pembinaan.
Kader desa Imandi, menyatakan bahwa
sudah pernah mengikuti pelatihan akan tetapi
pelatihan tersebut sudah sangat lama dilakukan oleh
Kecamatan dan sampai sekarang sudah tidak pernah
dilakukan pelatihan lagi, menurut kader untuk ikut
dalam pelatihan harus melalui undangan dari
Kecamatan terlebih dahulu dan sampai saat ini
mereka belum menerima pemberitahuan tentang
adanya pelaksanaan pelatihan lagi, sedangkan
pembinaan dari pihak Aparat desa tidak pernah
dilakukan. Berdasarkan hasil observasi pada
penelitian di dua wilayah kerja Puskesmas Imandi,
petugas kesehatan selalu hadir dalam kegiatan
Posyandu yang dilakukan pada hari buka Posyandu,
di mana selain mendamping kader dalam
pelaksanaan Posyandu juga sebagai pemberi layanan
kesehatan dalam yang bersifat kuratif.
Posyandu sebagai suatu lembaga pelayanan
kesehatan bagi masyarakat sudah selayaknya jika
terus dibina oleh pihak-pihak yang berkompeten baik
itu pihak Pemerintah Daerah. Pembinaan dapat
dilakukan dengan cara memberikan pendampingan
melalui petugas Puskesmas maupun melalui
pendidikan/pelatihan bagi para kader. Selain itu para
pendamping juga terus berusaha untuk memberikan
motivasi kepada para kader agar melaksanakan
kegiatan posyandu secara rutin dan lancar.Dengan
adanya pembinaan ini para kader Posyandu bisa
bertahan cukup lama walaupun tanpa adanya
imbalan material maupun financial yang
mencukupi.Adapun pembinaan dari pihak
pemerintah baik pemerintah tingkat Kecamatan
maupun tingkat desa untuk hal pembinaan ini belum
dapat direalisasikan.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka
kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Kualitas Kemampuan dan Keterampilan para
Kader Posyandu 1.) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang berperan dalam
pelaksanaan kegiatan Posyandu di wilayah kerja
Puskesmas Imandi adalah Bidan, kader serta Juru
imunisasi.Untuk dari pihak Pemerintah selaku
24
Lurah dan Tim PKK, kurang serta berpartisipasi
dalam kegiatan Posyandu.
2.) Struktur Organisasi
Struktur Organisasi dalam pelaksanaan Posyandu
sudah ada, dan dijalankan disetiap
desa/kelurahan, dimana ada dari pihak
Puskesmas dan dari pihak pemerintah.
2. Pengelolaan Dalam Pelayanan Posyandu 1.) Penyelenggaraan Kegiatan
Proses penyelegaraan kegiatan utama dalam
pelaksanaan revitalisasi Posyandu secara umum
di wilayah kerja Puskesmas Imandi sudah
mencakup program kegiatan 5 meja dan
dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan.
2.) Cakupan Program di posyandu
Cakupan Program di Posyandu wilayah kerja
Puskesmas Imandi, selain kegiatan 5 meja sudah
ada program kegiatan Posyandu Lansia dan
Pemberian makanan tambahan, namun belum
berjalan dengan baik disebabkan terbatasnya
dana dari berbagai pihak.
3. Pemenuhan Kelengkapan Sarana Prasarana 1.) Anggaran
Anggaran untuk pelaksanaan revitalisasi
Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi
bisa dikatakan masih terbatas, karena biasanya
hanya berasal dari uang pendaftaran masyarakat
saja.
2.) Sarana
Keadaan sarana dalam pelaksanaan kegiatan
Posyandu di wilayah kerja menyangkut dana yang
masih terbatas, kurang tersedia vaksin dan obat-
obatan, kurangnya meja untuk kegiatan Posyandu
serta keadaan tempat pelaksanaan kegiatan
Posyandu yang tidak memungkinkan.
4. Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat
Untuk Kesinambungan Posyandu
1.) Keaktifan Tokoh Masyarakat dan Kader
Pemberdayaan oleh Tokoh masyarakat dalam
pelaksanaan revitalisasi Posyandu masih kurang
karena kesibukan mereka diluar Posyandu,
sedangkan untuk kader sudah sangat membantu
dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu, dapat
dilihat dari keaktifan mereka dalam setiap
kegiatan Posyandu.
2.) Pemantapan Lembaga Posyandu
Untuk Posyandu di desa Dumoga dan Kelurahan
Imandi masih berada ditingkatan strata madya.
Oleh sebab itu upaya para pihak dalam
pemantapan Posyandu diwilayah kerjanya adalah
dengan melakukan kerjasama antara berbagai
pihak, baik pihak dari Dinkes, Kecamatan, pihak
Puskesmas, pihak pemerintah desa sampai
keseluruh masyarakat setempat.
5. Fungsi Pendampingan dan Kualitas
Pembinaan Posyandu 1.) Pembinaan
Pembinaan dan pelatihan telah dilakukan oleh
para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
revitalisasi Posyandu baik dari Dinas Kesehatan
maupun tingkat Puskesmas Kecamatan.
SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat dikemukakan
beberapa saran terkait dengan tujuan dan manfaat
penelitian, antara lain:
1. Pihak Aparat Desa maupun tokoh masyarakat
diharapkan untuk turut terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan Posyandu diwilayahnya.
Serta membuat komitmen resmi untuk membantu
pelaksanaan Posyandu di wilayahnya.
2. Melakukan kerjasama dan koordinasi antara
berbagai pihak, baik pihak dari Kecamatan, pihak
Puskesmas, pihak Aparat desa sampai keseluruh
masyarakat setempat dalam penerapan Posyandu
diwilayahnya.
3. Melakukan pembinaan secara rutin bagi para
pelaksana kegiatan Posyandu.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Dalam Negeri RI dan Otonomi Daerah.
2001. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
No.411.3/1116/SJ, Tentang Pedoman Umum
Revitalisasi Posyandu. Jakarta.
http://www.ristek.go.id/referensi/hukum/prop/ht
ml. Diakses pada tanggal 30 Januari 2013.
Haryono, S. 2009. Revitalisasi dan Pengembangan
Posyandu Mandiri.Jakarta : Yayasan Dana
Sejahtera Mandiri.
Keputusan Menteri Kesehatan RI. 2011.
PedomanUmum Pengelolaan Posyandu. Jakarta :
Kemenkes RI
Prasetyawati, A.E. 2012.Kesehatan Ibu Dan Anak
Dalam MDGs. Yogyakarta : Nuha Medika. Hlm
41-48.
Sembiring, N. 2004.Posyandu Sebagai Saran, Peran
Serta Masyarakat Dalam Usaha Peningkatan
Masyarakat. Artikel, Pustaka Universitas
Sumatra Utara. Medan.
25
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN RIWAYAT KELUARGA MENDERITA DM
DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DM TIPE 2 PADA PASIEN RAWAT JALAN DI
POLIKLINIK PENYAKIT DALAM BLU RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO Gloria Wuwungan*, John S. Kekenusa*, Budi T. Ratag*
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
26
ABSTRAK
Diabetes Melitus dan komplikasnya merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Berdasarkan
data rekam medis BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, terdapat 16.386 kunjungan pasien rawat jalan
yang menderita DM pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara umur dan
riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik
Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado.
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control study.
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan
Februari-April 2013. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling dengan jumlah
sampel sebesar 120 sampel kelompok kasus dan 120 sampel kelompok kontrol. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah kuesioner. Analisis bivariat menggunakan uji chi square (CI=95% dan α=5%) dengan bantuan
program SPSS versi 20 for windows.
Hasil penelitian antara umur dengan kejadian DM Tipe 2 menunjukkan nilai p=0,000 (OR=7,6;
CI=4,249-13,594), sedangkan untuk riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2 menghasilkan
nilai p=0,000 (OR=4,7; CI=2,702-8,199).
Terdapat hubungan antara umur dan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2 pada
pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Orang yang berumur
≥45 tahun 8 kali lebih berisiko menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang berumur <45 tahun,
sedangkan orang yang memiliki riwayat keluarga menderita DM 5 kali lebih berisiko menderita DM Tipe 2
dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM.
Kata kunci : DM Tipe 2, umur, riwayat keluarga menderita DM
ABSTRACT
Diabetes Mellitus and its complications are the leading cause of deaths in developing countries. Based on the
medical records of Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Hospital, there were 16.386 DM outpatient visits in 2012. This
study was conducted to determine the relationship between age and family history of diabetes mellitus with the
incidence of Type 2 Diabetes Mellitus at Outpatient Internal Medicine Clinic of Prof. Dr. R.D Kandou Manado
Hospital.
This study is an observational analytic study with case-control study design. The research was conducted
in the Internal Medicine Clinic of Prof. Dr. R.D Kandou Manado Hospital in February-April 2013. The sampling
method used was purposive sampling with samples of 120 patient case group and 120 patient in control group. The
research instrument used was questionnaire. Bivariate analysis was performed using Chi Square Test (CI=95%
and α=5%). SPSS version 20 for windows was used as the statistical application program.
The results of bivariate analysis of age and the incidence of Type 2 Diabetes Mellitus showed probability
of 0,000 (OR=7,6; CI=4,249-13,594), and for family history of DM and the incidence of Type 2 Diabetes Mellitus
showed probability of 0.000 (OR=4,7; CI=2,702-8,199).
There were relationships between age and family history of DM with the incidence of Type 2 Diabetes
Mellitus at Outpatient Internal Medicine Clinic of Prof. Dr. R.D Kandou Manado Hospital. Persons aged ≥45
years are 8 times more likely to suffer Type 2 DM compared to those aged <45 years, while those who have family
history of DM are 5 times more likely to have Type 2 DM compared to those who don’t have family history of DM.
Key words: Type 2 DM, age, family history
27
PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari World Health Organization
(WHO), sekitar 347 juta orang di seluruh dunia
menderita diabetes, dan diperkirakan bahwa
kematian akibat diabetes akan meningkat dua
pertiga kali antara tahun 2008 dan 2030. Beban
diabetes meningkat secara global, khususnya di
negara-negara berkembang (WHO, 2012). Pada
tahun 2011, Indonesia menempati urutan ke-10
jumlah penderita DM terbanyak di dunia dengan
jumlah 7,3 juta orang dan jika hal ini berlanjut
diperkirakan pada tahun 2030 penderita DM dapat
mencapai 11.8 juta orang. Orang dengan DM
memiliki peningkatan risiko mengembangkan
sejumlah masalah kesehatan akibat komplikasi
akut maupun kronik (IDF, 2011).
Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah
satu provinsi yang mempunyai prevalensi DM
yang cukup tinggi. Menurut data Riskesdas tahun
2007, prevalensi penyakit DM di provinsi
Sulawesi Utara berada pada peringkat ke enam
yaitu sebesar 8,1%. Hal ini menunjukkan tingginya
prevalensi penyakit DM di Sulawesi Utara jika
dibandingkan dengan prevalensi nasional DM
yang hanya sebesar 5,7%.
Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan
penyakit multifaktorial dengan komponen genetik
dan lingkungan yang memberikan kontribusi sama
kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit
tersebut. Sebagian faktor ini dapat dimodifikasi
melalui perubahan gaya hidup, sementara sebagian
lainnya tidakn dapat diubah (Gibney dkk, 2005).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan DM Tipe
2 antara lain umur, riwayat keluarga menderita
DM, berat badan berlebih, kurangnya aktifitas
fisik, dan diet tidak sehat. Umur dan riwayat
keluarga menderita DM termasuk dalam faktor
yang tidak dapat dimodifikasi/diubah namun
memiliki hubungan yang erat dengan kejadian DM
Tipe 2, sehingga dengan mengetahui kedua faktor
ini, orang yang berisiko menderita DM Tipe 2
dapat melakukan pencegahan dengan
mengendalikan faktor lain yang berhubungan
dengan kejadian DM Tipe 2.
Badan Layanan Umum Rumah Sakit Prof.
Dr. R.D Kandou Manado merupakan Rumah Sakit
Umum Pusat yang ada di Provinsi Sulawesi Utara.
Pada tahun 2011, terdapat 11.084 kunjungan
pasien rawat jalan yang menderita DM dan
mengalami peningkatan jumlah kunjungan pasien
pada tahun 2012 yaitu sebanyak 16.386 kunjungan.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian di BLU RSUP Prof.
Dr. R.D Kandou Manado untuk menganalisis
hubungan antara umur dan riwayat keluarga
menderita DM dengan kejadian penyakit DM Tipe
2.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara umur dan riwayat
keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit
DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik
Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou
Manado.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional
analitik, dengan desain studi kasus-kontrol (case-
control study). Penelitian ini diadakan di Poliklinik
Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou
Manado pada bulan Februari-April 2013. Populasi
pada penelitian ini yaitu pasien rawat jalan di
Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr.
R.D Kandou Manado pada bulan Maret 2013.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah purposive sampling dengan jumlah sampel
yaitu 120 sampel untuk kelompok kasus dan 120
sampel untuk kelompok kontrol. Instrumen pada
penelitian ini adalah kuesioner yang berisi
pertanyaan tentang identitas pasien, karakteristik
pasien dan riwayat keluarga menderita DM.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan
memberikan kuesioner kepada pasien rawat jalan
di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr.
R.D Kandou Manado yang berisi pertanyaaan
tentang karakteristik pasien dan riwayat keluarga
menderita DM. Data sekunder dikumpulkan
melalui data yang diperoleh dari bagian rekam
medis, buku registrasi pasien, dan profil BLU
RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Pengolahan
data dilakukan melalui beberapa cara yaitu editing
(untuk mengecek kelengkapan data), coding
(untuk mengubah data berbentuk kalimat/huruf
menjadi angka/bilangan), entry data (memasukkan
data untuk diolah memakai program SPSS versi 20
untuk dianalisis), dan tabulating (memasukkan
data dalam bentuk tabel-tabel). Analisis data
dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi-
Square, dengan nilai α=0,05, Confidence Interval
(CI) = 95%, dan Odds Ratio (OR) dengan bantuan
SPSS versi 20 for windows.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Berikut ini merupakan data distribusi responden
berdasarkan karakteristik.
28
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan
Karakteristik
Karakteristi
k
Kategori Responden Total
Kasus Kontrol
n % n % n %
Umur
< 25 tahun 1 0,8 23 19,
1 24 10
26-45
tahun 8 6,7 57
47,
5 65
27,
1
46-65
tahun 78 65 38
31,
7
11
6
48,
3
> 65 tahun 33 27,
5 2 1,7 35
14,
6
Jenis
Kelamin
Laki-laki 62 51,
7 36 30 98
40,
8
Perempua
n 58
48,
3 84 70
14
2
59,
2
Pendidikan
Terakhir
Tidak
Sekolah 1 0,8 0 0 1 0,4
SD 15 12,
5 12 10 27
11,
2
SMP 18 15 12 10 30 12,
5
SMA 48 40 64 53,
3
11
2
46,
7
Perguruan
Tinggi 38
31,
7 32
26,
7 70
29,
2
Pekerjaan
PNS 14 11,
7 28
23,
3 42
17,
5
Wiraswast
a 9 7,5 33
27,
5 42
17,
5
Buruh 1 0,8 0 0 1 0,4
Pensiunan 58 48,
3 4 3,3 62
25,
9
Petani 8 6,7 5 4,2 13 5,4
Tidak Ada 29 24,
2 38
31,
7 67
27,
9
Lainnya 1 0,8 12 10 13 5,4
Jumlah 12
0 100
12
0 100
24
0 100
Pada penelitian ini jumlah responden yaitu 240
pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam
BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang
terdiri dari 96 responden (40,8%) laki-laki dan 142
responden (59,2%) perempuan. Biasanya,
penderita DM Tipe 2 lebih banyak terjadi pada
perempuan dibandingkan laki-laki (Bustan, 2007).
Pada kelompok kasus dalam penelitian ini, jumlah
responden laki-laki lebih besar dari jumlah
responden perempuan. Hal ini berbeda dengan
hasil penelitian Lubis (2012) dan Bintanah (2012)
yang menunjukkan bahwa penderita DM Tipe 2
lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki.
Apabila ditinjau dari umur, penelitian ini
menunjukkan bahwa responden yang memiliki
umur 46-65 tahun merupakan responden dengan
persentase paling besar (48%). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Awad (2011) yang
menunjukkan peningkatan jumlah pasien DM Tipe
2 pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun.
Hasil Riskesdas tahun 2007 juga menunjukkan
bahwa jumlah penderita DM di Indonesia semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya umur.
Dari segi tingkat pendidikan terakhir,
sebagian besar responden adalah lulusan Sekolah
Menengah Atas (46,7%), dan sekitar 29%
merupakan lulusan Perguruan Tinggi. Penelitian
yang dilakukan oleh Lubis (2012) juga
menunjukkan hasil yang sama yaitu persentase
tingkat pendidikan terakhir responden yang paling
besar adalah lulusan SMA/sederajat. Semakin
tinggi tingkat pendidikan berarti ada kemungkinan
semakin baik pula pengetahuan seseorang dalam
mencegah terjadinya peyakit termasuk DM Tipe 2,
begitupun sebaliknya. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Zahtamal (2007) yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan
tentang DM dengan kejadian DM.
Ditinjau dari jenis pekerjaan responden,
yang terbanyak adalah responden yang tidak
memiliki pekerjaan (27,9%). Penelitian yang
dilaksanakan oleh Balkau et al (2008), pada 13
kota di Eropa disimpulkan bahwa akumulasi
aktivitas fisik sehari-hari merupakan faktor utama
yang menentukan sensitivitas insulin. Dalam
penelitian ini, sebagian besar responden kelompok
kasus memiliki pekerjaan sebagai pensiunan.
Kadar gula darah yang normal cenderung
meningkat secara bertahap setelah mencapai usia
50 tahun. Untuk menurunkan kadar gula darah
tersebut perlu dilakukan aktivitas fisik seperti
berolahraga, sebab otot menggunakan glukosa
yang terdapat dalam darah sebagai energi (Adib,
2011).
B. Hubungan Antara Umur dengan Kejadian
DM Tipe 2
Tabel 2. Analisis Hubungan Antara Umur Dengan
Kejadian DM Tipe 2
Um
ur
Kategori
Responden Total Nil
ai p
OR
(CI
95%
)
Kasus Kontrol
n % n % n %
≥ 45
tahu
n
9
5
79
,2
4
0
33
,3
1
3
5
56
,2 0,0
00
7,6
(4,2
49 –
13,5
94)
<45
tahu
n
2
5
20
,8
8
0
66
,7
1
0
5
43
,8
Jum
lah
1
2
0
10
0
1
2
0
10
0
2
4
0
10
0
Hasil pengolahan data dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
antara umur dengan kejadian DM Tipe 2 (p=0,000)
dengan nilai Odds Ratio sebesar 7,6. Hal ini berarti
29
bahwa orang dengan umur ≥45 tahun memiliki
risiko 8 kali lebih besar terkena penyakit DM Tipe
2 dibandingkan dengan orang yang berumur
kurang dari 45 tahun. Hasil yang sama juga
diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh
Zahtamal (2007) terhadap 152 responden yang
menunjukkan bahwa hubungan antara umur
dengan kejadian DM Tipe 2 pada pasien yang
dirawat di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
bermakna secara statistik, dimana orang yang
berumur ≥45 tahun memiliki risiko 6 kali lebih
besar terkena penyakit DM Tipe 2 dibandingkan
dengan orang yang berumur kurang dari 45 tahun.
Adib (2011) menyatakan bahwa DM Tipe 2
bisa terjadi pada anak-anak dan orang dewasa,
tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun.
Masyarakat yang merupakan kelumpok berisiko
tinggi menderita DM salah satunya adalah mereka
yang berusia lebih dari 45 tahun. Prevalensi DM
akan semakin meningkat seiring dengan makin
meningkatnya umur, hingga kelompok usia lanjut
(Bustan, 2007). Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Wild, dkk (2004) tentang prevalensi DM
secara global yang menunjukkan bahwa semakin
meningkatnya umur, semakin tinggi pula
prevalensi DM yang ada.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
umur bukanlah satu-satunya faktor yang
mempengaruhi kejadian DM Tipe 2, karena
berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
terdapat 20% responden yang masih berumur
kurang dari 45 tahun namun sudah didiagnosis
menderita DM Tipe 2. Hal itu menunjukkan bahwa
responden tersebut menderita DM Tipe 2 karena
adanya faktor lain selain umur yang juga
berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2.
C. Hubungan Antara Riwayat Keluarga
Menderita DM dengan Kejadian DM Tipe 2
Tabel 3. Analisis hubungan antara riwayat
keluarga menderita DM dengan Kejadian DM Tipe
2
Riwa
yat
Kelua
rga
Mend
erita
DM
Kategori
Responden Total
Nil
ai p
OR
(CI
95
%)
Kasus Kontrol
n % n % n %
Ada 7
2
6
0
2
9
24
,2
1
0
1
42
,1
0,0
00
4,7
07
(2,7
02
–
8,1
99)
Tidak
Ada
4
8
4
0
9
1
75
,8
1
3
9
57
,9
Jumla
h
1
2
0
1
0
0
1
2
0
10
0
2
4
0
10
0
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara riwayat keluarga menderita DM
dengan kejadian DM Tipe 2 (p=0,000) dengan nilai
Odds Ratio sebesar 4,7. Hal ini berarti bahwa
orang yang memiliki riwayat keluarga menderita
DM, berisiko 5 kali lebih besar terkena DM Tipe 2
dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki
riwayat keluarga menderita DM. Kondisi ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Wicaksono (2011) pada 30 pasien rawat jalan
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi
Semarang, dimana riwayat keluarga menderita DM
merupakan faktor risiko terjadinya DM Tipe 2
yang bermakna secara statistik dan memiliki
pengaruh terhadap kejadian DM Tipe 2 sebesar
75%.
Penelitian ini menunjukkan responden yang
memiliki riwayat keluarga menderita DM
berjumlah 101 responden, dimana 30%
diantaranya memiliki lebih dari satu anggota
keluarga yang menderita DM. Orang yang
memiliki salah satu atau lebih anggota keluarga
baik orang tua, saudara, atau anak yang menderita
diabetes, memiliki kemungkinan 2 sampai 6 kali
lebih besar untuk menderita diabetes dibandingkan
dengan orang-orang yang tidak memiliki anggota
keluarga yang menderita diabetes (CDC, 2011).
Hasil penelitian ini menunjukkan ada 24%
kelompok kontrol (tidak menderita DM Tipe 2)
yang memiliki riwayat keluarga menderita DM.
Hal ini dapat berarti bahwa responden tersebut juga
berisiko menderita DM pada usia lanjut, karena
beberapa ahli percaya bahwa risiko seseorang
untuk menderita DM Tipe 2 lebih besar jika orang
tersebut mempunyai orang tua yang menderita
DM. (ADA, 2013). Namun demikian, adanya
penyakit dengan garis keturunan yang jelas hanya
merupakan suatu tingkat risiko pada keluarga yang
dipengaruhi oleh kebiasaan hidup, status sosial
keluarga dan lingkungan hidup (Noor, 2008).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa riwayat keluarga menderita DM bukanlah
satu-satunya faktor yang berhubungan dengan
kejadian DM Tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa ada sekitar 41% responden yang
telah didiagnosis menderita DM Tipe 2 namun
tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM.
Meskipun faktor keturunan memiliki pengaruh
dalam menentukan seseorang berisiko terkena
diabetes atau tidak, gaya hidup juga memiliki
peran besar terhadap risiko terjadinya DM Tipe 2.
Penelitian yang dilakukan di Poliklinik Penyakit
Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang
menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2 yaitu
aktivitas fisik olahraga (Wicaksono, 2011). Oleh
karena itu, pencegahan diabetes bagi yang berisiko
dapat dilakukan dengan membiasakan hidup sehat
dan berolahraga secara teratur (Adib, 2011).
30
KESIMPULAN
1. Terdapat hubungan antara umur pasien dengan
kejadian DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di
Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof.
Dr. R.D Kandou Manado. Orang yang berumur
≥45 tahun 8 kali lebih berisiko menderita DM
Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang
berumur kurang dari 45 tahun.
2. Terdapat hubungan antara riwayat keluarga
menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2
pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit
Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou
Manado. Orang yang memiliki riwayat
keluarga menderita DM berisiko 5 kali lebih
besar menderita DM Tipe 2 dibandingkan
dengan orang yang tidak memiliki riwayat
keluarga menderita DM.
SARAN
1. Orang yang berusia ≥45 tahun dan memiliki
riwayat keluarga menderita DM perlu lebih
mengaktifkan diri dalam upaya pencegahan
DM Tipe 2 seperti melakukan aktivitas fisik,
mengatur pola makan, melakukan pemeriksaan
gula darah secara teratur dan mencari informasi
mengenai penyakit DM.
2. Bagi pihak Rumah Sakit untuk dapat
memberikan informasi kepada pasien tentang
seberapa besar risiko dari faktor umur ≥45
tahun dan adanya riwayat keluarga menderita
DM terhadap kejadian DM Tipe 2.
3. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara
untuk dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang seberapa besar risiko dari
faktor umur ≥45 tahun dan adanya riwayat
keluarga menderita DM terhadap kejadian DM
Tipe 2 agar masyarakat yang berisiko dapat
melakukan upaya pencegahan.
4. Perlunya dilakukan penelitian tentang faktor-
faktor lain yang berhubungan dengan penyakit
DM seperti berat badan berlebih, kurangnya
aktivitas fisik, dan pola makan tidak sehat.
DAFTAR PUSTAKA
ADA, 2013. Genetics of Diabetes. American
Diabetes Association. (online)
http://www.diabetes.org/diabetes-
basics/genetics-of-diabetes.html Diakses
pada tanggal 3 Juni 2013.
Adib, M. 2011. Pengetahuan Praktis Ragam
Penyakit Mematikan yang Paling Sering
Menyerang Kita. Jogjakarta: Buku Biru.
Awad, N., Langi, Y., dan Pandelaki, K. 2011.
Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes
Melitus Tipe II Di Poliklinik Endokrin
Bagian/Smf Fk-Unsrat Rsu Prof.Dr. R.D
Kandou Manado Periode Mei 2011 -
Oktober 2011 (Skripsi). Universitas Sam
Ratulangi, Manado.
Balkau, B., Mhamdi, L., Oppert, J. M., Nolan, J.,
Golay, A., and Porcellati, F. 2008. Physical
Activity and Insulin Sensitivity. Diabetes.
57:2613-2618.
Bintanah, S. dan Handarsari, E. 2012. Asupan
Serat Dengan Kadar Gula Darah, Kadar
Koleterol Total dan Status Gizi Pada
Pasien DM Tipe 2 Di Rumah Sakit Roemani
Semarang. Jurnal Unimus: Seminar Hasil-
Hasil Penelitian. Hal. 289-297.
Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
CDC. 2011. Family History as a Tool for Detecting
Children at Risk for Diabetes and
Cardiovascular Disease. (online)
http://www.cdc.gov/ncbddd/pediatricgenet
ics/genetics_workshop/detecting.html.
diakses pada tanggal 17 April 2013
Depkes RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007.
Jakarta: Depkes RI.
Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J. M., dan
Arab, L. 2005. Gizi Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
IDF. 2011. One adult in ten will have diabetes by
2030. 5th edition Diabetes Atlas.
Lubis, J. P. 2012. Perilaku Penderita Diabetes
Melitus Rawat Jalan di RSUD
Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu
Dalam Pengaturan Pola Makan. (Skripsi).
Universitas Sumatera Utara.
Noor, N. N. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka
Cipta.
WHO. 2012. Diabetes. World Health
Organization. (online)
http://www.who.int/factsheets/fs312/en/ind
ex.html Diakses pada tanggal 28 Januari
2013
Wicaksono, R. 2011. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadia Diabetes
Melitus Tipe 2 (Skripsi). Universitas
Diponegoro, Semarang.
Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., and
King, H. 2004. Global Prevalence of
Diabetes. Diabetes Care. 27:1047-1053.
Zahtamal, Chandra, F., Suyanto, dan Restuastuti,
T. 2007. Faktor-Faktor Risiko Pasien
Diabetes Melitus. Berita Kedokteran
Masyarakat, Vol. 23, No. 3. Hal. 142-147.
31
HUBUNGAN ANTARA PROMOSI DAN KOMPENSASI DENGAN KEPUASAN KERJA
PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM GMIM KALOORAN AMURANG Pajar Sriawan*,J. S. V. Sinolungan*
* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK
Salah satu penyebab utama masalah-masalah tenaga keperawatan, pelayanan keperawatan dan kekurangan
perawat adalah rendahnya kepuasan kerja perawat. Berbagai penelitian yang dilakukan tentang kepuasan
kerja perawat didapatkan hasil bahwa masih banyak perawat yang mengalami ketidakpuasan kerja. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Promosi dan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Perawat
di Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
penelitian survei analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada
bulan April-September 2013 di Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang Kabupaten Minahasa Selatan
dengan total populasi berjumlah 64 perawat dengan sampel yang diteliti 46 perawat. Data yang telah
dikumpulkan dianalisis secara Univariat dan Bivariat.Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran
promosi, kompensasi, dan kepuasan kerja perawat berada pada kategori baik/puas. Hasil uji menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara promosi dengan kepuasan kerja perawat dengan p value yaitu 0,026 (p <
0,05), dan terdapat hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja perawat dengan p value yaitu 0,000
(p < 0,05).
Kata Kunci: Promosi, Kompensasi, Kepuasan Kerja Perawat
ABSTRACT
One of the main causes of personnel problems nursing, nursing care and the nursing shortage is the lack of
job satisfaction of nurses. Various studies on job satisfaction of nurses showed that there are many nurses who
experience job dissatisfaction. This study aims to determine the relationship between the Promotion and
Compensation Nurse Job Satisfaction in General Hospital GMIM Kalooran Amurang. Types of research used
in this study is an analytical survey research using cross sectional design. The research was conducted in
April-September 2013 in the General Hospital GMIM Kalooran Amurang South Minahasa regency with a total
population of 64 nurses with the sample studied 46 nurses. The data has been collected analyzed Univariate
and Bivariate. The results showed that picture of promotion, compensation, and job satisfaction of nurses in
the category of good/satisfied. The test results show that there is a relationship between promotion and job
satisfaction that nurses with a p value of 0.026 (p < 0.05), and there is a relationship between compensation
and job satisfaction of nurses with the p value is 0.000 (p < 0,05).
Keywords : Promotion , Compensation , Job Satisfaction Nurses
32
32
PENDAHULUAN
Manajemen sumber daya manusia (Human
Resources Management) adalah bagian dari
fungsi manajemen. Jika manajemen
menitikberatkan “bagaimana mencapai
tujuan bersama dengan orang lain” maka
manajemen sumber daya manusia
memfokuskan pada “orang” baik sebagai
subjek atau pelaku dan sekaligus sebagai
objek dari perilaku. Jadi bagaimana
mengelola orang-orang dalam organisasi
yang direncanakan (planning),
diorganisasikan (organizing), dilaksanakan
(directing) dan dikendalikan (controlling)
agar tujuan yang dicapai organisasi dapat
diperoleh hasil yang seoptimal mungkin,
efisien dan efektif (Subekhi & Jauhar, 2012).
Menurut Lokakarya Keperawatan,
pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk
pelayanan professional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan
berbentuk pelayanan biologis, psikologis,
sosiologis spiritual yang
komprehensif/holistic yang ditunjukkan
kepada individu, keluarga dan masyarakat
baik dalam keadaan sakit atau sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia
(Soeroso, 2003).
Pembahasan mengenai kepuasan
kerja perlu didahului oleh penegasan bahwa
masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang
sederhana, baik dalam arti konsepnya
maupun dalam arti analisisnya, karena
“kepuasan” mempunyai konotasi beraneka
ragam. Meskipun demikian tetap relevan
untuk mengatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan suatu cara pandang seseorang
baik yang bersifat positif maupun bersifat
negatif tentang pekerjaannya. Karena tidak
sederhana, banyak faktor yang perlu
mendapat perhatian dalam menganalisis
kepuasan kerja seseorang. Misalnya sifat
pekerjaan seseorang mempunyai dampak
tertentu pada kepuasan kerjanya (Siagian,
2011).
Salah satu penyebab utama
masalah-masalah tenaga keperawatan,
pelayanan keperawatan dan kekurangan
perawat adalah rendahnya kepuasan kerja
perawat. Berbagai penelitian yang dilakukan
tentang kepuasan kerja perawat didapatkan
hasil bahwa masih banyak perawat yang
mengalami ketidakpuasan kerja. Penelitian di
berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa
lebih dari 40% perawat mengalami
ketidakpuasan kerja dan 33% perawat
berumur kurang dari 30 tahun bermaksud
keluar dari pekerjaan mereka. Menurut
Baumann di Amerika Serikat, Kanada,
lnggris, Jerman menunjukkan bahwa 41%
perawat di rumah sakit mengalami
ketidakpuasan dengan pekerjaannya dan 22%
diantaranya merencanakan meninggalkan
pekerjaannya dalam satu tahun (Wuryanto,
2010).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara promosi dan
kompensasi dengan kepuasan kerja perawat
di Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran
Amurang.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian survei
analitik dengan menggunakan rancangan
cross sectional. Jumlah populasi dalam
penelitian ini ada 64 dibatasi dengan kriteria
inklusi seperti perawat yang terdaftar sebagai
tenaga keperawatan di RSU GMIM Kalooran
Amurang, lama kerja minimal 2 tahun, serta
mau dan bersedia menjadi responden dan
kriteria eksklusi yaitu sakit, tidak berada
ditempat, dan mengikuti studi lanjut,
sehingga di dapatkan sampel sebanyak 41
responden.
Instrument yang digunakan pada
penelitian ini yaitu kuesioner yang telah diuji
validitas dan reliabilitas. Jumlah pernyataan
yang digunakan untuk mengetahui kepuasan
kerja perawat yaitu sebanyak 15 pernyataan,
untuk promosi sebanyak 11 pernyataan, dan
kompensasi sebanyak 11 pertanyaan.
Data primer merupakan data yang
diperoleh secara langsung dari responden
dalam bentuk kuesioner yang akan
didapatkan pada saat melakukan penelitian.
Data sekunder merupakan data yang
diperoleh secara tidak langsung, adanya
perantara dengan pihak lain dalam bentuk
Profil RS, Tupoksi pegawai di RSU GMIM
Kalooran Amurang. Data yang didapat
dianalisa dengan menggunakan analisa
univariat untuk melihat distribusi frekuensi
dari variabel-variabel yang ada, analisa
bivariat untuk melihat ada tidaknya hubungan
antara variabel dengan analisis statistik
menggunakan uji chi-square dengan bantuan
program SPSS version 20 for Windows.
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah
perawat pelaksana di RSU GMIM Kalooran
Amurang dengan pengalaman kerja minimal
2 tahun yang berjumlah 46 orang. Tetapi
33
dalam pelaksanaan di tempat penelitian
hanya 41 perawat yang didapatkan, karena
pada saat penelitian 2 perawat sedang pada
masa cuti, dan 3 perawat sedang tidak berada
di tempat.
1. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Responden yang berjenis kelamin
laki-laki berjumlah 5 orang (12,2%)
dan jenis kelamin perempuan
berjumlah 36 orang (87,8%).
3. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Umur
4. Dari segi umur, responden yang
paling terbanyak merupakan umur
25-30 tahun dengan jumlah 12 orang
(29,3%) dan umur yang paling
sedikit merupakan umur 36-40
tahun dengan jumlah 4 orang
(9,8%).
5. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Lama Kerja
6. Dari segi lama kerja, responden
yang memiliki lama kerja terbanyak
yaitu 2-5 tahun masa kerja dengan
jumlah 17 orang (41,5%) dan
reponden yang memiliki lama kerja
paling sedikit yaitu 6-10 tahun masa
kerja dengan jumlah 11 orang
(26,8%).
7. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Tingkat pendidikan
8. Responden yang paling banyak
adalah D3 dengan jumlah 21 orang
(51,2%). Sedangkan SPK dengan
jumlah 20 orang (48,8%).
B. Promosi
Kategori promosi oleh perawat digolongkan
dalam dua kategori yaitu kategori baik
didapat jumlah 23 orang atau 56,1% dan 18
orang atau 43,9% kategori kurang baik
dalam promosi yang diberikan rumah sakit.
C. Kompensasi
Kategori kompensasi oleh perawat
digolongkan dalam dua kategori yaitu
kategori baik didapat jumlah 28 orang atau
68,3% dan 13 orang atau 31,7% kategori
kurang baik dalam kompensasi yang
diberikan rumah sakit.
D. Kepuasan Kerja
Kategori kepuasan kerja oleh perawat
digolongkan dalam dua kategori yaitu
kategori puas didapat jumlah 26 orang atau
63,4% dan 15 orang atau 36,6% kategori
kurang puas dalam kepuasan kerja yang ada
di rumah sakit
Hubungan Antara Promosi Dengan
Kepuasan Kerja
Tabel 1. Hubungan Antara Promosi dengan
Kepuasan Kerja Perawat di
Rumah Sakit GMIM Kalooran
Amurang
Kategori
Promosi
Kategori Kepuasan
Kerja Perawat p
value Baik
Kurang
Baik Total
Baik 18 5 23
Kurang
Baik 8 10 18
Total 26 15 41 0,026
Hasil hubungan antara promosi dengan
kepuasan kerja perawat di RSU GMIM
Kalooran Amurang pada tabel 1
menunjukkan Uji statistik dengan
menggunakan chi square didapatkan hasil p
value 0,026 kurang dari 0,05. Dapat
disimpulkan bahwa adanya hubungan antara
promosi dengan kepuasan kerja perawat di
RSU GMIM Kalooran Amurang.
Hubungan Antara Kompensasi Dengan
Kepuasan Kerja
Tabel 2. Hubungan Antara Kompensasi
dengan Kepuasan Kerja Perawat
di Rumah Sakit GMIM Kalooran
Amurang
Kategori
Kompensasi
Kategori Kepuasan
Kerja Perawat p
value Baik
Kurang
Baik Total
Baik 24 4 28
Kurang
Baik 2 11 13
Total 26 15 41 0,000
Hasil hubungan antara kompensasi dengan
kepuasan kerja perawat di RSU GMIM
Kalooran Amurang pada tabel 2
menunjukkan Uji statistik dengan
menggunakan chi square didapatkan hasil p
value 0,000 kurang dari 0,05. Dapat
disimpulkan bahwa adanya hubungan antara
promosi dengan kepuasan kerja perawat di
RSU GMIM Kalooran Amurang.
PEMBAHASAN
Hubungan Promosi dengan Kepuasan
Kerja
34
Hasil penelitian terhadap 41 responden
tentang hubungan promosi dengan kepuasan
kerja perawat melalui pengujian data,
menghasilkan nilai p value 0,026 atau
probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dapat
dikatakan Ho ditolak, artinya terdapat
hubungan antara promosi dengan kepuasan
kerja di RSU GMIM Kalooran Amurang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitiaan yang dilakukan oleh Mayasari
(2009) yang menyatakan terdapat hubungan
antara kesempatan promosi dengan kepuasan
kerja di ruang rawat inap RSUD kota
Semarang (nilai p = 0,023 < 0,05), yang mana
perawat RSUD kota Semarang berusaha
mendapatkan kebijaksanaan dan praktek
promosi yang adil. Promosi memberi
kesempatan untuk pertumbuhan pribadi,
tanggung jawab yang lebih banyak dan status
sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu
individu yang mempersepsikan bahwa
keputusan promosi dibuat dalam cara yang
adil.
Promosi dapat diartikan sebagai
proses perubahan dari suatu pekerjaan ke
pekerjaan lain dalam hirarki wewenang dan
tanggung jawab yang lebih tinggi daripada
dengan wewenang dan tanggung jawab yang
telah diberikan kepada tenaga kerja pada
waktu sebelumnya (Sastrohadiwirjo S, 2005),
hipotesis ini dikuatkan oleh hasil penelitian
yang dilakukan oleh Andriani (2011) bahwa
terdapat perbedaan antara kepuasan terhadap
promosi di Rumah Sakit Dr.Saiful Anwar
Malang (nilai p = 0,04 < 0,05), yang mana
perawat di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar
Malang mempunyai kesempatan kenaikan
pangkat secara professional, hal ini
dikarenakan pihak manajemen rumah sakit
memberikan kebijakan promosi yang adil
bagi perawat yang berprestasi.
Hubungan Kompensasi dengan Kepuasan
Kerja
Hasil penelitian terhadap 41 responden
tentang hubungan kompensasi dengan
kepuasan kerja perawat melalui pengujian
data, menghasilkan nilai p value 0,000 atau
probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dapat
dikatakan Ho ditolak, atau dalam artian
terdapat hubungan antara kompensasi dengan
kepuasan kerja di RSU GMIM Kalooran
Amurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mayasari (2009), bahwa terdapat hubungan
antara kompensasi dengan kepuasan kerja di
ruang rawat inap RSUD kota Semarang (nilai
p = 0,005 < 0,05) yang mana keadaan
Puskesmas dari hasil wawancara
menunjukkan adanya peningkatan
kompensasi karyawan Puskesmas Tebet.
Salah satu cara manajemen untuk
meningkatkan kepuasan kerja pegawai
adalah melalui kompensasi. Pada dasarnya
kompensasi yang diterima oleh pegawai
dibagi atas dua macam yaitu kompensasi
finansial dan kompensasi nonfinansial.
Kompensasi finansial adalah sesuatu yang
diterima oleh pegawai dalam bentuk seperti
gaji (Sunyoto, 2012).
Hubungan-hubungan kepegawaian
yang modern, upah dan gaji diharapkan
memainkan peranan yang besar dalam
mendorong pegawai untuk bekerja
(Moekijat, 2010). Hipotesis ini di kuatkan
oleh penelitian yang di lakukan oleh
Mayasari (2009) yang menyatakan terdapat
hubungan antara persepsi insentif dengan
kepuasan kerja di ruang rawat inap RSUD
kota Semarang (nilai p = 0,005 > 0,05), yang
mana dalam meningkatkan kepuasan kerja
perawat yang perlu diperhatikan bersama
salah satunya adalah pemberian insentif.
Sesuai asas kompensasi program kompensasi
(balas jasa) harus ditetapkan atas asas adil
dan layak serta dengan memperhatikan
undang-undang yang berlaku. Prinsip adil
dan layak harus mendapat perhatian dengan
sebaik-baiknya supaya balas jasa yang akan
diberikan merangsang gairah dan kepuasan
kerja pegawai (Hasibuan, 2009)
KESIMPULAN
Karakteristik perawat di RSU GMIM
Kalooran Amurang yang masa kerjanya ≥ 2
tahun, dengan jumlah responden 41 orang
menunjukkan bahwa sebagian besar perawat
berjenis kelamin perempuan, sebagian besar
berumur 25-30 tahun, lama kerja perawat
rata-rata 2-5 tahun, dan tingkat pendidikan
perawat rata-rata adalah pendidikan D3.
Untuk variabel promosi dapat disimpulkan
bahwa dalam pelaksanaan promosi di RSU
GMIM Kalooran Amurang, dapat dikatakan
baik, dan variabel kompensasi menunjukkan
responden sudah menerima kompensasi yang
diberikan rumah sakit. Berdasarkan uraian
dan analisa data, maka dapat ditarik
kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Ada 56,1% Perawat RSU GMIM
Kalooran Amurang yang
mengatakan pelaksanaan promosi
sudah baik.
2. Ada 68,3% Perawat RSU GMIM
Kalooran Amurang yang
35
mengatakan pelaksanaan
kompensasi sudah baik.
3. Ada 63,4 % perawat RSU GMIM
Kalooran Amurang yang
mengatakan sudah puas dengan
kepuasan kerja mereka.
4. Terdapat hubungan bermakna antara
promosi dengan kepuasan kerja
perawat di RSU GMIM Kalooran
Amurang.
5. Terdapat hubungan bermakna antara
kompensasi dengan kepuasan kerja
perawat di RSU GMIM Kalooran
Amurang.
SARAN
1. Diharapkan pelaksanaan promosi di
RSU GMIM Kalooran Amurang
agar lebih ditingkatkan, sehingga
dapat meningkatkan kepuasan kerja
yang diperoleh para perawat pada
lingkungan kerjanya sendiri .
2. Diharapkan pelaksanaan kompensasi
di RSU GMIM Kalooran Amurang
untuk lebih ditingkatkan lagi,
sehingga kepuasan kerja para
perawat juga bias lebih baik lagi.
3. Bagi para pembaca, semoga dengan
referensi ini dapat di jadikan sebagai
media untuk menambah wawasan
dan tambahan informasi yang didapat
menjadi acuan dalam melakukan
penelitian-penelitian ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani L. 2012. Kepuasan Kerja Perawat
pada Aplikasi Metode Tim Primer
dalam Pelaksanaan Tindakan
Asuhan Keperawatan (studi
kuantitatif di Rumah Sakit Dr.
Saiful Anwar malang). Jurnal
Aplikasi Manajemen volume 10
No 2 Juni 2012 http://
jurnaljam.ub.ac.id/index.php/jam/
article/view/433. Diakses tanggal
01 juli 2013.
Hasibuan M. 2009. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara
Mayasari A. 2009. Analisis Pengaruh
Persepsi Faktor Manajemen
Keperawatan Terhadap Tingkat
Kepuasan Kerja Perawat Di
Ruang Rawat Inap RSUD Kota
Semarang. Online. http://eprints.
undip.ac.id/16282/1/Agustina_Ma
yasari.pdf. Diakses pada tanggal
18 Juni 2013.
Moekijat. 2010. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Bandung: CV. Mandar
Maju
Sastrohadiwirjo S. 2005. Manajemen Tenaga
Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara
Siagian S. 2011. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Soeroso S. 2003. Manajemen Sumber Daya
Manusia Di Rumah Sakit. Jakarta :
EGC
Subekhi A dan Jauhar M. 2012. Pengantar
Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Prestasi Pustaka
Sunyoto D. 2012. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: CAPS
Wuryanto E. 2010. Hubungan Antara
Kualitas Kepemimpinan dan Gaya
Manajemen Dengan Kepuasan
Kerja Perawat di Rumah Sakit
Umum Daerah Tugurejo
Semarang. Jurnal Keperawatan
volume 3 No 2, September
http://jurnal.unimus.
ac.id/index.php/FIKkeS/article/do
wnload/354/390. Diakses tanggal
01 juli 2011.
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN
PENCEGAHAN KEPUTIHAN PADA PELAJAR PUTRI SMA NEGERI 9
MANADO
36
Meyni Rembang*, Franckie R.R Maramis
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Univrsitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK
Leucorhea (white discharge, fluor albus, keputihan) adalah nama gejala yang diberikan kepada
cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah. Semua wanita dengan segala
umur dapat mengalami keputihan berdasarkan data penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita
menunjukkan 75% wanita di dunia pasti menderita keputihan. Lebih dari 70% wanita indonesia
mengalami keputihan yang disebabkan oleh jamur dan parasit seperti cacing kremi atau protozoa
(Trichomonas vaginalis). Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara
tingkat pengetahuandan sikap, dengan tindakan pencegahan keputihan pada pelajar putri SMA
Negeri 9 Manado. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan rancangan
penelitian cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Mei tahun 2013 di SMA
Negeri 9 Manado dengan total populasi 398 siswi dengan sampel yang diteliti berjumlah 80 siswi
kelas X dan kelas XI. Instrumen dalam penelitian yaitu menggunakkan kuisioner. Hasil dianalisa
dengan menggunakan uji Fisher Exact dengan α = 0,05.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu responden dengan pengetahuan baik tentang
keputihan sebanyak 72 (90,0) responden, dan pengetahuan kurang tentang keputihan berjumlah 8
(10,0%) responden. Berdasarkan sikap pencegahan keputihan, sikap baik berjumlah 55 (68,755%)
dan sikap tidak baik berjumlah 25 (31,25%), berdasarkan tindakan pencegahan keputihan, tindakan
pencegahan baik berjumlah 45 (56,25%) responden, dan tidak baik berjumlah 35 (43,75%)
responden.
Variabel sikap memiliki hubungan bermakna dengan tindakan pencegahan keputihan
(0,000). Sedangkan variabel pengetahuan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tindakan
pencegahan keputihan (0,495).
Kata Kunci : Tindakan Pencegahan Keputihan, Pengetahuan, Sikap
ABSTRACT
Leucorhea (white discharge, fluoride albus, white) is the name given to symptoms of fluid removed
from devices that do not form genital blood. All women of every age can experience vaginal,
discharge is based on the data on women's reproductive health research shows 75% of women in
the world would suffer from vaginal discharge. More than 70% of Indonesian women experience
vaginal discharge caused by fungi and parasites such as pinworms or protozoa (Trichomonas
vaginalis). The objective of this study was to analys the relationship between knowledge and attitude
with practices of prevention of leucorrhea among female students of senior high school 9 Manado.
The study was an observational analytic study using cross-sectional design. This study was
conducted in January-May of 2013 in Senior High School 9 Manado with a total population of 398
students with the studied sample was 80 students of class X and class XI. Instrument used in the
study was questionnaires. Data were analyzed using Fisher's Exact test with CI of 95% the
sicnificance level of 5% (α = 0,05).
The results showed that respondents who had good knowledge were as many as 72 (90,0%)
respondents and 8 (10%) respondents had poor knowledge on leucorrhea. In ternt of attitude there
were 55 (69%) respondents had good attitude while 25 (31%) respondents had poor attitude of
leucorrhea. Furthermore, 45 (56%) respondents were good in act of preventing leucorrhea where
as 35 (44%) respondents were not.
Biivariate analysis indicated that attitude variable was related with prevention action (P
= 0,000) however, knowledge variable was not related with prevention action on leucorrhea (P=
0,724). In conclusion knowledge has no relationship with prevention practices but attitude has
relationship with prevention practices on leucorrhea.
Keywords : Leucorhea, Knowledge, Attitude, Prevention
37
PENDAHULUAN
Leucorhea (white discharge, fluor albus, keputihan)
adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan
yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak
berupa darah. Mungkin leucorhea merupakan gejala
yang paling sering dijumpai pada penderita
ginekologik; adanya gejala ini diketahui penderita
karena mengotori celananya. Dapat dibedakan antara
leukorea yang fisiologik dan leukorea yang
patologik. Leukorea fisiologik terdiri atas cairan
yang kadang-kadang berupa mukus yang
mengandung banyak epitel dengan leukosit yang
jarang, sedang pada leukorea patologik terdapat
banyak leukosit. Penyebab paling penting dari
leukorea patologik ialah infeksi. Disini cairan
mengandung banyak leukosit dan warnanya agak
kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali lebih
kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks dan
kavum uteri dapat menyebabkan leukorea patologik
(Prawirohardjo S,dkk, 2007).
Semua wanita dengan segala umur dapat
mengalami keputihan berdasarkan data penelitian
tentang kesehatan reproduksi wanita menunjukkan
75% wanita di dunia pasti menderita keputihan.
Lebih dari 70% wanita indonesia mengalami
keputihan yang disebabkan oleh jamur dan parasit
seperti cacing kremi atau protozoa (Trichomonas
vaginalis). Angka ini berbeda tajam dengan eropa
yang hanya 25% saja karena cuaca di indonesia yang
lembab sehingga mudah terinfeksi jamur candida
albicans yang merupakan salah satu penyebab
keputihan (Bahari, 2012). Menurut Aulia (2012) di
Indonesia 95% kasus kanker leher rahim yang terjadi
pada wanita ditandai dengan keputihan. Selain itu,
keputihan tidak mengenal usia. Cuaca lembab juga
ikut mempengaruhi terjadinya keputihan. Keputihan
yang dibiarkan bisa merembet ke rongga rahim
kemudian ke saluran indung telur dan sampai ke
indung telur yang akhirnya menjalar hingga ke
rongga panggul (Burhani, 2012).
Menurut Undang-Undang RI No.39 Tahun
2009 tentang Kesehatan pada pasalnya yang ke 137
ayat 1 menyebutkan bahwa Pemerintah
berkewajiban menjamin agar remaja dapat
memperoleh edukasi, informasi, dan layanan
mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat
dan bertanggung jawab. Salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah untuk mengatasi kesehatan
reproduksi dikalangan remaja di antaranya melalui
program Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan
Reproduksi Remaja (PIK-KRR) (Undang-undang
Kesehatan, 2009). Berdasarkan data yang diperoleh
dari Dinas Pendidikan Kota Manado meengenai
jumlah remaja usia 15-24 tahun yang mendapat
penyuluhan tentang kesehatan reproduksi didapati di
kota Manado hanya 18 orang, dan dari 18 orang
tersebut dari kecamatan Malalayang hanya 2 orang
(Manado dalam Angka 2012).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas,
peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan, sikap,
dan tindakan pencegahan keputihan pada pelajar
putri di SMA Negeri 9 Manado. Dan setelah peneliti
berkonsultasi dengan pihak sekolah yaitu SMA
Negeri 9 Manado menyatakan bahwa disekolah ini
belum pernah diadakannya penelitian tentang topik
tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode Survey
Analitik, dengan menggunakan pendekatan Cross
Sectional Study (Potong Lintang). Penelitian ini
dilakukan di SMA Negeri 9 Manado pada bulan
Januari-April 2012. Populasi dalam penelitian
adalah seluruh siswi kelas X dan kelas XI SMA
Negeri 9 Manado dengan jumlah populasi yaitu
sebanyak 398 orang, yang terdiri dari jumlah siswi
kelas X sebanyak 141 orang dan jumlah siswi kelas
XI sebanyak 257 orang.
Jumlah sampel pada penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus:
N
n =
1 + N ( d2 )
Keterangan:
N = Besar Populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat ketepatan yang diinginkan (10%)
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah
sampel sebanyak 80 responden. Pengambilan
sampel yang akan menjadi responden dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara Cluster Random
Sampling atau pengambilan sampel acak kelompok,
dimana melakukan pembagian populasi studi
emnjadi beberapa bagian (Blok) sebagai cluster dan
dilakukan pengambilan sampel kelompok cluster
tersebut (Budiarto, 2001). Teknis pelaksanaan
38
pengambilan sampel setelah membagi jumlah
sampel ke dalam dua kelompok besar sesuai dengan
tingkatan kelasnya, kemudian tahap selanjutnya
dalam pelaksanaannya pengambilan data yaitu
dengan mengambil daftar hadir dari seluruh siswi
kelas X dan XI oleh peneliti. Setelah memperoleh
daftar hadir, maka peneliti kemudian mengurutkan
daftar hadir siswi tersebut sesuai dengan jumlah
masing-masing tingkatan kelas yaitu kelas X di
urutkan 1-141, kemudian kelas XI di urutkan 1-257.
Dari data yang telah diurutkan tersebut, peneliti
kemudian melakukan undi secara acak dari masing-
masing tingkatan kelas sesuai dengan perolehan
perhitungan secara proporsional yaitu kelas X di
cabut undi secara acak sebanyak 28 orang, dan kelas
XI sebanyak 52 orang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 9
Manado diperoleh sampel sebanyak 80 siswi yang
terdiri dari 28 siswi (35%) kelas X dan kels XI
sebanyak 52 (65%) siswi. Sebagian besar responden
dalam penelitian ini merupakan siswi dengan usia 16
tahun sejumlah 42 (52,5%) orang, kemudian
responden dengan usia 15 tahun sejumlah 28 (35%)
orang, diikuti dengan responden yang berusia 17
tahun sejumlah 8 (10%) orang, dan yang paling
sedikit responden dengan usia 14 tahun sejumlah 2
(2,5%) orang. Hal tersebut menunjukan bahwa
responden dalam penelitian ini terbanyak yaitu pada
usia 16 tahun dimana usia ini tergolong dalam masa
remaja pertengahan (middle adolsence).
Berdasarkan hasil skoring yang telah
ditetapkan dengan menggunakan 10 item pertanyaan
untuk mengukur variabel pengetahuan responden,
diketahui bahwa responden yang memiliki
pengetahuan baik tentang keputihan yaitu sejumlah
72 (90%) orang dan sejumlah 8 (10%) orang
pengetahuan tentang keputihannya kurang.
Data sikap pencegahan keputihan siswi
berdasarkan hasil skoring yang telah di tetapkan
dengan menggunakan 12 item pertanyaan untuk
mengukur variabel sikap pencegahan responden
dalam penelitian ini, yang memiliki sikap baik
tentang pencegahan keputihan sejumlah 65
(68,75%) orang, dan presentase siswi dengan sikap
pencegahan yang tidak baik sejumlah 25 (31,25%).
Berdasarkan hasil skoring yang telah
ditetapkan dengan menggunakan 10 item pertanyaan
untuk mengukur variabel tindakan pencegahan
responden dalam penelitian ini, hasil penelitian
tindakan pencegahan keputihan merupakan hasil
akumulasi dari 10 pertanyaan tindakan pencegahan,
dimana yang memiliki tindakan pencegahan
keputihan baik sejumlah 45 (56,25%), dan yang
memiliki tindakan pencegahan tidak baik sejumlah
35 (43,75%).
Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
Tindakan Pencegahan
Tabel silang untuk melihat hubungan antara variabel
tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan
keputihan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan tindakan
pencegahan keputihan.
Pengetahuan
Tindakan Pencegahan Tota
l ρ*
Tidak Baik Baik
N % N %
Kurang 4 5,0 4 5,0 8 0,49
5 Baik 31 38,
8 41
51,
3 72
Total 35 43,
8 45
56,
3 80
* Fisher's Exact Test
Pada tabel 1 terlihat bahwa responden dengan
tingkat pengetahuan baik dengan tindakan
pencegahan baik sebanyak 41 (51,3%) responden,
sedangkan dengan pengetahuan baik dan tindakan
pencegahan tidak baik berjumlah 31 (38,8%)
responden. Kemudian untuk responden dengan
pengetahuan kurang namun dengan tindakan
pencegahan baik berjumlah 4 (5,0) responden,
sedangkan responden dengan pengetahuan kurang
dan tindakan pencegahan tidak baik berjumlah 4
(5,0) responden.
Tabel 1 menunjukan bahwa hasil uji
statistik melalui uji chi-square dengan menggunakan
bantuan software SPSS versi 19, memperoleh nilai
probabilitas sebesar 0,495 dengan tingkat kesalahan
(α) 0,05 yang berarti tidak ada hubungan bermakna
antara tingkat pengetahuan dengan tindakan
39
pencegahan keputihan pada siswai di SMAN 9
Manado.
Ayiningtyas dan Suryaatmadja (2011)
dalam penelitiannya mengenai Hubungan Antara
Pengetahuan Dan Perilaku Menjaga Kebersihan
Genitalia Eksterna Dengan Kejadian Keputihan
Pada Siswi SMA Negeri 4 Semarang
mengungkapkan bahwa Kejadian keputihan
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan mengenai
kebersihan genitalia eksterna.
Hubungan antara Sikap dengan Tindakan
Pencegahan
Tabel silang untuk melihat hubungan antara variabel
Sikap dengan tindakan pencegahan keputihan dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Hubungan antara sikap dengan tindakan
pencegahan keputihan.
Sikap
Tindakan Pencegahan
Total ρ* Tidak
Baik Baik
N % N %
Tidak Baik
Baik
23
12
28,
8
15,
0
2
43
2,5
53,
8
25
0,000 55
Total 35 43,
8 45
56,
3
80
* Fisher's Exact Test
Tabel 2 menunjukan bahwa responden dengan sikap
yang baik dan memiliki tindakan pencegahan yang
baik berjumlah 43 (53,8%) responden, sedangkan
yang dengan sikap baik dan memiliki tindakan
pencegahan tidak baik berjumlah 12 (15,0%)
responden. Kemudian responden dengan sikap tidak
baik namum memiliki tindakan pencegahan baik
berjumlah 2 (2,5) responden, sedangkan yang
memiliki sikap tidak baik dengan tindakan
pencegahan tidak baik berjumlah 23 (28,8)
responden.
Tabel 2 menunjukan bahwa hasil analisis
hubungan menggunakan uji chi-square dengan
bantuan software Statistical Product For Service
Solution (SPSS) versi 19 memperoleh nilai
probabilitas sebesar 0,000 dengan tingkat kesalahan
(α) 0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna
antara sikap dengan tindakan pencegahan keputihan
pada Pelajar Putri SMA Negeri 9 Manado.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Noer (2007) dimana
dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan
Pengetahuan Dan Sikap Remaja Puteri Tentang
Keputihan (Fluor Albus) Dengan Upaya
Pencegahannya (Studi Pada Siswi Tunas Patria
Unggaran Tahun 2007), mengungkapkan bahwa ada
hubungan sikap siswi dengan upaya pencegahan
keputihan. Demikian pula penelitian yang dilakukan
oleh Amelia, dkk (2011) dalam penelitiannya yang
berjudul Gambaran Perilaku Remaja Putri Menjaga
Kebersihan Organ Genitalia Dalam Mencegah
Keputihan mengungkapkan bahwa sikap tentang
menjaga kebersihan organ genitalia dalam mencegah
keputihan berperan penting dalam membentuk
tindakan remaja putri menjaga kebersihan organ
genitalia dalam mencegah keputihan.
KESIMPULAN
1. Responden yang memiliki pengetahuan baik
tentang keputihan sebanyak 72 orang (90,0) dan
responden dengan pengetahuan yang kurang
berjumlah 8 orang (10,0%).
2. Responden yang memiliki sikap baik berjumlah
55 orang (68,75%) dan responden dengan sikap
tidak baik berjumlah 25 orang (31,25%).
3. Responden yang memiliki tindakan pencegahan
baik berjumlah 45 orang (56,25%) dan
responden dengan tindakan pencegahan tidak
baik berjumlah 35 orang (43,75%).
4. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan
dengan tindakan pencegahan keputihan pada
pelajar putri SMA Negeri 9 Manado.
5. Terdapat hubungan antara sikap dengan
tindakan pencegahan keputihan pada pelajar
putri SMA Negeri 9 Manado.
SARAN
1. Perlunya pihak sekolah menyediakan berbagai
informasi bersifat edukatif bagi para siswa dan
siswi berupa membentuk program Pusat
Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIK KRR) yang berhubungan dengan
organ reprooduksi dan cara menjaga kesehatan
organ reproduksi, yang diharapkan dapat
menambah pengetahuan siswi juga menjadi
40
tambahan informasi tentang permasalahan
kesehatan reproduksi remaja khusunya bagi
para siswi sekolah menengah atas.
2. Perlunya dilakukan penelitian tentang faktor-
faktor lain yang mempengaruhi tindakan
pencegahan seperti persepsi, media massa,
peran orang tua, dan peran guru.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia MR, Dewi YI, Karim D. Gambaran Perilaku
Remaja Putri Menjaga Kebersihan Organ
Genitalia Dalam Mencegah Keputihan.
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau. (Online).
http://repository.unri.ac.id/bitstream/12345
6789/ 1880/1/
MANUSKRIP%20MELIZA%20RIZKY.p
df. Diakses pada tanggal 2 Mei 2013.
Aulia.2012.Serangan-serangan Penyakit Khas Pada
Wanita Paling Sering
Terjadi.Jogjakarta:BUKUBIRU.
Ayiningtyas,D.2011.Hubungan antara
Pengetahuan dan Perilaku Menjaga
Kebersihan Genetalia Eksterna Dengan
Kejadian Keputihan pada Siswi SMA
Negeri 4 Semarang. Tesis.Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Badan Pusat Statistik. 2012. Katalog BPS Manado
Dalam Angka 2012. Bappeda Kota
Manado.
Bahari,H. 2012.Cara Mudah Atasi Keputihan.
Jogjakarta:BUKUBIRU
Budiarto,E. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran
dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Burhani,F.2012.Buku Pintar Miss V:Cara Cerdas
Merawat Organ Intim
Wanita.Yokyakarta:Araska
Noer,WH. 2007. Hubungan Pengetahuan dan Sikap
Dengan Remaja Putri Tentang Keputihan
(Fluor Albus) Dengan Upaya
Pencegahannya (Studi Pada Siswi SMA
Tunas Patria Ungaran Tahun 2007.
(Online).
http://eprints.undip.ac.id/4320/1/3256.pdf .
Diakses pada tanggal 2 Mei 2013.
Prawirohardjo S, dkk. 2007. Ilmu
Kandungan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
.Undang-Undang Kesehatan. 2009.
Bandung:Fokusmedia.
41
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI ANAK
KELAS 4 DAN 5 SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN MAASING KECAMATAN
TUMINTING KOTA MANADO Martha Lidya Bawuoh*, Nancy S.H. Malonda*, Nita Momongan*
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK
Saat ini dunia tengah mengalami masalah gizi ganda yaitu kekurangan dan kelebihan gizi. Masalah
gizi juga terjadi pada anak usia sekolah. Secara garis besar masalah pada anak merupakan dampak
dari ketidakseimbangan antara asupan zat gizi dan keluaran zat gizi. Kekurangan zat gizi pada
anak dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit. Kelebihan asupan pada anak dapat menyebabkan kelebihan berat badan yang nantinya
menjadi faktor risiko penyakit degeneratif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan
antara asupan energi dengan status gizi anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing
Kecamatan Tuminting Kota Manado.
Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang
dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Agustus 2013 di SDN 83 dan 122 Manado
Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. Penelitian ini menggunakan formulir
food recall 24 jam, food model, program nutrisurvey, timbangan berat badan, alat ukur tinggi badan
microtoice analisis data menggunakan program SPSS versi 19. Pengolahan data dengan uji
Spearman Rank dengan α=0,05.
Hasil uji menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan status
gizi BB/U maupun BB/TB dengan nilai p masing-masing sebesar 0,887 dan 0,280. Peneliti
menyarankan bagi Puskesmas Tuminting untuk mengadakan tindakan KIE (Komunikasi, Informasi,
dan Edukasi) gizi bagi anak SDN 83 dan 122 Manado dan perlunya pemantauan status gizi secara
rutin di setiap sekolah di Kelurahan Maasing.
Kata Kunci : Asupan Energi, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar
ABSTRACT
Today the world is facing multiple nutritional problems as lack and excess nutrients. Nutritional
problems also occur in school-age children. Broadly speaking, the problem in children is the impact
of the imbalance between nutrient intake and output of nutrients. Malnutrition in children can cause
delayed growth, lowers the body's resistance to disease. Excess intake in children can lead to excess
weight will be a risk factor for degenerative diseases. This study aimed to analyze the relationship
between energy intake and nutritional status 4th and 5th graders at the Village Elementary School
District Maasing Tuminting Manado City.
This study was an observational analytic cross sectional study conducted in January to
August 2013 in SDN 83 and 122 Village Maasing Manado Manado District Tuminting. This study
uses a 24-hour food recall form, food models, nutrisurvey program, weight scales, height measuring
devices microtoice data analysis using SPSS version 19. Processing the data with the Spearman
Rank test with α = 0.05.
The test results show that there is no relationship between energy intake and nutritional
status BB / U or BB / TB with p values respectively 0.887 and 0.280. Researchers suggest for health
centers to conduct action Tuminting CIE (Communication, Information, and Education) nutrition
for children SDN 83 and 122 Manado and the need for routine monitoring of nutritional status in
every school in the Village Maasing.
Keywords: Energy Intake, Nutritional Status, Primary School Children
42
PENDAHULUAN
Saat ini dunia tengah menghadapi masalah
gizi ganda yaitu kekurangan dan kelebihan
gizi. Kekurangan gizi yaitu kekurangan
vitamin A (KVA), anemia gizi besi (AGB),
gangguan akibat kekurangan yodium
(GAKY) dan kekurangan energi protein
(KEP), sedangkan masalah kelebihan gizi
yang kini dihadapi ialah masalah
obesitas.Kini terdapat lebih banyak orang
yang memiliki berat badan berlebih
dibandingkan dengan gizi kurang di seluruh
dunia (Barasi, 2007).
Masalah gizi juga terjadi pada anak
usia sekolah. Menurut Pudjiadi (2005), anak
usia sekolah adalah anak yang berumur 7-12
tahun. Masalah gizi anak sekolah merupakan
masalah kesehatan yang menyangkut masa
depan dan kecerdasan (Nur’aini dan Wiyono,
2012). Masalah gizi pada anak secara garis
besar merupakan dampak dari
ketidakseimbangan antara asupan dan
keluaran zat gizi, yaitu asupan yang melebihi
keluaran ataupun sebaliknya (Arisman,
2009). Kekurangan zat gizi pada anak dapat
menyebabkan keterlambatan pertumbuhan,
menurunkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit infeksi dan perkembangan kognitif
yang buruk (Gibney, 2009). Besarnya asupan
pada anak yang tidak diimbangi dengan
aktivitas fisik dapat menyebabkan kelebihan
berat badan pada anak. Kelebihan berat badan
pada anak dapat meningkatkan risiko terkena
berbagai penyakit kronis seperti diabetes
melitus, hipertensi, penyakit jantung dan
stroke (Almatsier, 2009). Anak yang sehat
akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang normal dan sesuai
standar pertumbuhan fisik anak pada
umumnya dan memiliki kemampuan sesuai
standar kemampuan anak seusianya (Adriani
dan Wirjatmadi, 2012).
Data dari WHO (World Health
Organization) menunjukkan bahwa pada
tahun 2010, sekitar 43 juta anak mengalami
obesitas dan 35 juta anak diantaranya ada di
negara berkembang (Kompas, 2012). Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010
menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada
anak umur 6-12 tahun secara nasional sebesar
9,2%, sementara anak yang mengalami
obesitas di Sulawesi Utara sebesar 6,4%.
Menurut hasil Riskesdas 2010 terdapat 7,6%
anak Indonesia berumur 6-12 tahun berstatus
gizi kurus, sedangkan di Sulawesi Utara
terdapat 5,4% anak umur 6-12 tahun berstatus
gizi kurus. Angka anak berstatus gizi kurus di
Sulawesi Utara ini berada di bawah rata-rata
tingkat nasional.
Pola makan dan gaya hidup sehat
secara umum diketahui sebagai prasyarat
bagi kesehatan, yang didefinisikan sebagai
usaha memajukan kualitas hidup,
kesejahteraan, dan pencegahan terhadap
penyakit terkait dengan gizi (Barasi, 2007).
Kebutuhan gizi antar anak berbeda. Hal ini
ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh,
pola aktivitas, dan kecepatan tumbuh
(Almatsier dkk, 2011). Kekurangan gizi pada
anak berakibat pada tumbuh kembang dan
akan menurunkan kualitas sumberdaya
manusia (Nyamin dkk, 2010). Sementara itu,
pola makan pada anak-anak dan remaja
khususnya di kota besar mengalami
kecenderungan untuk makan makanan
dengan kalori yang berlebihan menyebabkan
kelebihan berat badan dan obesitas pada anak
meningkat (Nuryanto dkk, 2009).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis
tertarik untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara asupan energi dengan status
gizi anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di
Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting
Kota Manado.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional (potong
lintang) yang menganalisis hubungan asupan
energi dengan status gizi pada anak kelas 4
dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing
Kecamatan Tuminting Kota Manado yang
dilaksanakan pada bulan Januari-Agustus
tahun 2013 di SDN 83 dan 122 Manado.
Populasi berjumlah 86 orang dan sampel
berjumlah 61 orang. Sampel yang telah
diambil harus memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi yaitu mampu berkomunikasi dengan
baik dan bersedia menjadi responden
penelitian serta kriteria eksklusi yaitu sakit
dalam waktu 2 minggu terakhir.
Penelitian ini menggunakan
kuesioner untuk karakteristik responden,
formulir food recall 24 jam, food model,
program nutrisurvey, timbangan berat badan,
mikrotois, dan program SPSS versi 19
sebagai instrumen penelitian. Analisis data
menggunakan uji Spearman Rank dengan
α=0,05. Data primer dalam penelitian ini
melipiuti karakteristik subjek penelitian, data
konsumsi harian, serta data tinggi dan berat
badan, sementara data sekunder dalam
penelitian ini berupa jumlah seluruh siswa di
SDN 83 dan 122 Manado dan tingkat
pendidikan dan pekerjaan orangtua.
43
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebanyak 62,3% responden berjenis kelamin
perempuan dan 37,7% lainnya berjenis
kelamin laki-laki. selanjutnya untuk umur 8
tahun sebesar 6,6%, 9 tahun 29,5%, 10 tahun
sebesar 36,1%, 11 tahun 18% dan 12 tahun
9,8%. Distribusi responden berdasarkan kelas
yaitu kelas 4 sebanyak 47,5% dan kelas 5
52,5%. Berdasarkan pekerjaan ayah,
distribusi responden yaitu pegawai 3,3%,
wiraswasta sebanyak 72,2% dan
nelayan/buruh sebanyak 15%, sedangkan
untuk pekerjaan ibu sebesar 100% ibu dari
responden adalah ibu rumah tangga.
Berdasarkan pendidikan terakhir ayah dari
responden, distribusi dari yang terbesar
sampai terkecil adalah SD (41%), tidak
pernah sekolah (27,9%), SMP (16,4%) dan
SMA (14,8%). Menurut pendidikan terakhir
ibu dari responden, yang tidak pernah sekolah
sebanyak 44,3%, yang SD 18%, SMP 9,8%
dan SMA sebanyak 27,9%. Sebanyak 39,3%
anak berasupan energi baik. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan
Asupan Energi
Asupan energi n %
Defisit 7 11,5
Kurang 10 16,4
Sedang 20 32,8
Baik 24 39,3
Total 61 100
Berdasarkan indeks BB/U, sebanyak 85,2%
anak berstatus gizi baik. Hal ini dapat dilihat
pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan
Status Gizi BB/U
Status Gizi n %
Gizi Buruk 0 0
Gizi Kurang 7 11,5
Gizi Baik 52 85,2
Gizi Lebih 2 3,3
Total 61 100
Berdasarkan indeks BB/TB, terdapat 91,8%
anak berstatus gizi normal. Ini bisa dilihat
dari tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan
Status Gizi BB/TB
Status Gizi n %
Sangat Kurus 0 0
Kurus 3 4,9
Normal 56 91,8
Gemuk 2 3,3
Total 61 100
Hasil uji Spearman Rank menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara asupan energi dengan status
gizi BB/U anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar
di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting
Kota Manado. Selengkapnya dapat dilihat
pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Hubungan Antara Asupan Energi
dengan Status Gizi BB/U
Variabel r p
Asupan
energi 0,019 0,887
Status gizi
BB/U
Hasil uji Spearman Rank juga menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara asupan energi dengan status
gizi BB/TB anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar
di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting
Kota Manado. Hal ini dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 5. Hubungan Antara Asupan Energi
dengan Status Gizi BB/TB
Variabel r p
Asupan
energi -0,141 0,280
Status gizi
BB/TB
Hasil penelitian menggunakan uji Spearman,
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara asupan energi dengan status gizi
BB/U. Hal yang sama juga terjadi pada
asupan energi dan status gizi BB/TB. Asupan
energi tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan status gizi BB/TB. Serupa
dengan hasil penelitian yaitu hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh Nur’aini dan
Wiyono (2012) dengan judul hubungan
antara asupan energi, protein dan infeksi
kecacingan dengan status gizi anak usia
sekolah dasar di daerah kumuh di Kelurahan
Angke Kecamatan Tambora Kota Jakarta.
Hal ini mungkin dikarenakan oleh kelemahan
salah satu metode yang digunakan dalam
penentuan status gizi yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode recall 24 jam,
44
yang memiliki kelemahan seperti ketepatann
daya ingat, kejujuran responden dan
kekeliruan peneliti dalam menafsirkan
ukuran rumah tangga ke dalam ukuran berat
(gram) sehingga tidak dapat menggambarkan
asupan sehari-hari. Hasil penelitian ini
berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Pahlevi dan Indarjo (2012).
Penelitian yang dilakukan pada anak kelas
4,5 dan 6 di Sekolah Dasar 02 Ngresep
Banyumanik ini menemukan bahwa asupan
energi berpengaruh pada status gizi BB/U.
Dalam keadaan normal di mana
keadaan kesehatan baik dan keseimbangan
antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi
terjamin, maka berat badan berkembang
mengikuti pertumbuhan umur karena sifat
berat badan yang sangat labil (Adriani dan
Wiratmadji, 2012). Berat badan memberikan
gambaran massa tubuh, dimana massa tubuh
sangat sensitif terhadap perubahan-
perubahan mendadak seperti terserang
penyakit infeksi. Dari penelitian ini
ditemukan bahwa ada 2 orang responden
yang berstatus gizi lebih dan 7 orang
berstatus gizi kurang. Dalam studi jangka
panjang, berat badan berlebih pada anak
dapat menurunkan umur harapan hidup
karena dapat merupakan cikal bakal
terjadinya penyakit degeneratif seperti
kardiovaskuler yang dapat timbul sebelum
atau sesudah masa dewasa (Nuryanto dkk,
2009). Penelitian yang dilakukan Mihardja
(2007) di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.
mendapatkan hasil bahwa obesitas juga
berpengaruh terhadap penyakit kolesterol.
KESIMPULAN
Data yang diperoleh menunjukkan ada 7
orang anak dengan tingkat asupan energi
defisit, 10 anak berasupan energi kurang, 20
orang anak berasupan energi sedang dan 24
anak lainnya berasupan energi baik.
Berdasarkan pengukuran status gizi
berdasarkan indeks pengukuran BB/U
terdapat 7 orang responden berstatus gizi
kurus, 52 orang bergizi baik, dan 2 orang
bergizi lebih. Menurut indeks pengukuran
BB/TB terdapat 3 orang responden berstatus
gizi kurus, 56 orang responden berstatus gizi
normal dan 2 orang responden berstatus gizi
gemuk. Tidak terdapat anak berstatus gizi
buruk dalam penelitian ini, dan tidak terdapat
hubungan antara asupan energi dengan status
gizi anak kelas 4 dan 5 sekolah dasar di
Kelurahan Maasing.
SARAN
Disarankan bagi SDN 83 dan 122 untuk perlu
mengadakan tindakan KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi) gizi mengenai
pentingnya mengkonsumsi makanan
seimbang bagi anak usia sekolah serta
perlunya diadakan penelitian lanjutan guna
meneliti faktor-faktor lain yang berpengaruh
terhadap status gizi di SDN 83 dan 122
Manado yang tidak diteliti dalam penelitian
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2009) Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Almatsier, S., Soetardjo, S., & Soekatri, M.
(2011) Gizi Seimbang Dalam Daur
Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Arisman. (2009) Buku Ajar Ilmu Gizi. Gizi
Dalam Daur Kehidupan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Barasi, M. (2009) At a Glance Ilmu Gizi.
Jakarta: Erlangga.
Gibney, MJ., Margetts, BM., Kearney, J.M.,
& Arab, L. (2009) Gizi Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Kompas. (2012) Anak-anak di Dunia Kian
Gemuk, [Intertnet]. Tersedia
dalam
<http://health.kompas.com/read/2
012/04/07/anak.anak.di.dunia.kia
n.gemuk> [diakses 24 mei 2013].
Mirhadja, L., Suharyanto, F., Ghani, L.,
Kusumawardhani, N., Pratiwi, D.,
Adimunca, C., Sulistyowati.,
Nainggolan, O., Raflizar. &
Magdarina. (2007) Penanganan
Kegemukan Pada Anak Sekolah
Dasar di Kecamatan Menteng
Jakarta Pusat Melalui Usaha
Kesehatan Sekolah dan
Penyertaan Peran Orang Tua.
Jurnal Media Litbang Kesehatan,
Vol. XVII No. 3, Hal. 1-9.
Nur’aini, F. & Wiyono, S. (2012) Hubungan
Antara Asupan Energi, Protein,
dan Infeksi Kecacingan Dengan
Status Gizi Anak Usia Sekolah
Dasar di Daerah Kumuh Perkotaan
RW 10 Kelurahan Angke
Kecamatan Tambora Jakarta
Barat. Jurnal Penelitian Sanitas,
Vol.6 No.2 Hal. 177-187.
Nuryanto., Podojoyo. & Yulianto. (2009)
Studi Prevalensi Masalah Gizi
45
Ganda Anak Sekolah Dasar Dan
Madrasah Ibtidaiyah Di Kota
Lubuklinggau. Jurnal
Pembangunan Manusia,
[Internet], Vol.9 No.3. Tersedia
dalam:
<http://balitbangnovda.sumselpro
v.go.id/data/download/201301081
72329.pdf&ei=yypeubmohmokigf
mx4cwaw&usg=afqjcnezaw9oo8
m0n_zugzguva3edcs5zw&sig2=jf
jna9ge8g2p2tkycav-
q&bvm=bv.48705608,d.agc>
[diakses 23 April 2013].
Nyamin, Y., Saha, D. & Rahmawati, F.
(2010) Pertumbuhan Fisik Anak
Sekolah Dasar di Kecamatan
Kahayan Tengah Kabupaten
Pulang Pisau. Jurnal Forum
Kesehatan Media Publikasi
Kesehatan Ilmiah, Vol. 1 No. 1
Hal. 12-19.
Pahlevi, A. & Indarjo S. (2012) Determinan
Status Gizi Pada Siswa Sekolah
Dasar. Jurnal Kemas, [Internet]
Vol.7 (2) hal 116-120. Tersedia
dalam
<http://journal.unnes.ac.id/nju/ind
ex.php/kemas/article/view/1770>
[diakses tanggal 15 Mei 2013].
Pudjiadi, S., (2005) Ilmu Gizi Klinis Pada
Anak Edisi Keempat. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Supariasa, I.D.N., Bakri, B. & Fajar. (2012).
Penilaian Status Gizi. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS KEMA
KECAMATAN KEMA KABUPATEN MINAHASA UTARA
46
Roy Weku*, Joy A. M. Rattu*, Gene Kapantow*
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan di
tingkat dasar, diharapkan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, memuaskan sesuai
standar yang telah ditentukan. Nilai pemanfaatan Puskesmas sangat ditentukan oleh peran serta
masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan maupun faktor Puskesmas itu sendiri sebagai
penyedia pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini ialah menganalisis hubungan antara tingkat
pengetahuan, sikap masyarakat dan status pekerjaan masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Puskesmas Kema.
Penelitian adalah bersifat survei analitik dengan rancangan cross-sectional study. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 99 responden, dengan pengambilan sampel secara two stage cluster
sampling. Instrumen dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Data diperoleh dari data primer dan data
sekunder. Analisis data dalam penelitian ini bersifat univariat dan bivariat. Uji statistik yang
digunakan yaitu Chi-Square. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang
pelayanan kesehatan dikategorikan baik; sikap masyarakat tentang pelayanan kesehatan
masyarakat dikategorikan baik; sebagian besar masyarakat memiliki pekerjaan; hubungan antara
tingkat pengetahuan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mempunyai nilai siginifikan sebesar
0,002; hubungan antara sikap dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mempunyai nilai signifikan
sebesar 0,000; hubungan antara status pekerjaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan
mempunyai nilai signifikan sebesar 1,000.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat
pengetahuan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan; ada hubungan antara sikap dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan; dan tidak ada hubungan antara status pekerjaan dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Berdasarkan kesimpulan, disarankan agar meningkatkan sosialisasi program melalui
penyuluhan kepada masyarakat dan diharapkan masyarakat meningkatkan pemanfaatan pelayanan
kesehatan yang ada di Puskesmas.
Kata Kunci: Pemanfaatan Puskesmas, Tingkat Pengetahuan, Sikap, Status Pekerjaan.
ABSTRACT
Community Health Center as one of the health service facilities at basic level, it is expected to give
qualified health service, satisfying to determined standards. The value of Community Health Center
utilization is determined by the role of community as user of health service and factors of Community
Health Center itself as health services provider. The aim of the study was to analyze the relationship
the level of knowledge, attitude of people and working status with Utilization of health service at
Community Health Center Kema.
This study was an analytic survey with cross-sectional design. Sample in this study was 99
respondents, with two stage cluster sampling method. Instruments in this study was questionnaires.
Data were obtained from primary and secondary datas. Data analysis in this study was univariate
and bivariate analysis. Statistical test used was Chi-Square test. The result of the study showed that
the knowledge of people on health service was in good category; attitude of people on community
health service was in good category; most of people have a job; the relationship between knowledge
level and utilization of health service has a sifnificance value of 0.002; the relationship between
attitude and utilization of health service has a significance value of 0.000; the relationship between
working status and utilization of health service has a significance value of 1.000.
Based on the study, it can be concluded that there is a relationship between knowledge
and utilization of health services; there is a relationship between attitude and utilization of health
service; there is no relationship between working status and utilization of health service. Based on
the conclusion, it can be suggested to improve the program socialization through elucidation to
people and it is expected in order that people improve the utilization of health service at Community
Health Center.
Keywords: Utilization of Health Center, Level of Knowledge, Attitude, Work Status.
47
48
PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan di Indonesia dalam
tiga dekade ini dilaksanakan secara
berkesinambungan dan telah cukup berhasil
meningkatkan derajat kesehatan, namun upaya
besar negara Indonesia dalam meningkatkan
derajat kesehatan masih perlu untuk
ditingkatkan. Meningkatkan daya juang
pembangunan merupakan modal utama
pembangunan kesehatan nasional. Tinjauan
kembali terhadap kebijakan pembangunan
kesehatan telah menjadi hal yang penting dan
harus dilakukan (Adisasmito, 2010).
Upaya pelayanan kesehatan
merupakan langkah yang tepat dan sangat
berpengaruh dalam menentukan peningkatan
derajat kesehatan. Menurut Azwar (1996) agar
pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan
yang diinginkan maka persyaratan yang harus
dipenuhi adalah tersedia dan
berkesinambungan, dapat diterima dan wajar,
mudah dicapai dan mudah dijangkau serta
bermutu. . Sebagai akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran kelima
persyaratan di atas sering tidak terpenuhi,
karena telah terjadi beberapa perubahan dalam
pelayanan kesehatan.
Berdasarkan Undang-undang
Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan bahwa fasilitas kesehatan
adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan
pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat. Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) sebagai salah satu sarana
pelayanan kesehatan di tingkat dasar,
diharapkan memberikan pelayanan kesehatan
yang bermutu, memuaskan sesuai standar yang
telah ditentukan.
Di Indonesia tersebar 9.321
Puskesmas, 170 Puskesmas yang ada di
Provinsi Sulawesi Utara dan 10 Puskesmas
yang tersebar di Kabupaten Minahasa Utara
(Kemenkes, 2012).
Puskesmas Kema merupakan salah
satu Puskesmas yang ada di Kabupaten
Minahasa Utara yang dibangun tahun 1984
yang bertempat di Desa Kema II dengan
wilayah kerja meliputi 9 desa antara lain: Desa
Kema I, Kema II, Kema III, Lansot, Lilang,
Waleo, Makalisung, Tontalete dan Tontalete
Rok-rok dengan luas wilayah 10.408 Km2
jumlah penduduk sebesar 14.730 jiwa, dengan
jumlah KK sebanyak 4.136 (Profil Puskesmas
Kema, 2011).
Data dari Puskesmas Kema dalam 2
Tahun terakhir dapat dilihat perbandingan
pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan.
Tahun 2010 terdapat 17. 067 kunjungan,
dengan kunjungan rawat jalan umum sebanyak
10.203, kunjungan Askes sebesar 2.264, dan
kunjungan Gakin sebesar 4.600 (Profil
Puskesmas Kema, 2010), sedangkan pada
Tahun 2011 jumlah kunjungan yaitu 15.700,
dengan kunjungan rawat jalan umum sebesar
9.173, kunjungan Askes sebesar 1.859 dan
kunjungan Gakin sebesar 4.668 (Profil
Puskesmas Kema, 2011). Disimpulkan bahwa
dari jumlah kunjungan selama dua tahun
terakhir (2010-2011) terjadi penurunan jumlah
kunjungan yang berdampak pada penurunan
jumlah pemanfaatan pelayanan di Puskesmas
Kema sebesar ± 8 %.
Berdasarkan profil Puskesmas Kema
tahun 2010-2011, angka kesakitan tahun 2010
sebanyak 7431 kasus dan untuk tahun 2011
sebanyak 8070 kasus. Data ini menunjukan
bahwa terjadi peningkatan angka kesakitan
sebesar 7,99 %.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Tombi (2012) terhadap 305
responden, mengenai hubungan karakteristik
masyarakat Kelurahan Sindulang 1 dengan
pemanfaatan Puskesmas Tuminting didapati
bahwa Tingkat pengetahuan memiliki
hubungan dengan pemanfaatan Puskesmas
Tuminting, dengan nilai p sebesar 0,009 (p<a).
Berdasarkan data pemanfaatan
Puskesmas Kema, data angka kesakitan
(morbidity rate), dan beberapa penelitian yang
ada, menjadikan peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema
Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara
dengan variabel bebas antara lain, tingkat
pengetahuan, sikap masyarakat, dan status
pekerjaan masyarakat sedangkan variabel
terikat yakni pemanfaatan pelayanan kesehatan
di Puskesmas Kema.
METODE
Jenis Penelitian yang dipakai adalah penelitian
survei analitik dengan menggunakan
pendekatan cross sectional atau potong lintang.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Kema, yang
49
dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan
April 2013. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua Kepala Keluarga yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Kema yang terdiri
dari 9 Desa yakni: Desa Kema 1, Kema 2,
Kema 3, Lansot, Lilang, Waleo, Makalisung,
Tontalete dan Tontalete Rok-rok dengan luas
wilayah 10.408 Km2 dengan jumlah penduduk
sebesar 14.730 jiwa, dengan jumlah kepala
keluarga sebanyak 4.136. Target Populasinya
adalah keluarga yang tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Kema yang memanfaatkan dan
yang tidak memanfaatkan Puskemas Kema.
Pengambilan sampel penelitian ini,
menggunakan rumus yang dikutip dari Suryono
(2011), sebagai berikut:
n=N
1+(N x d2 )
Keterangan:
N = besar populasi
n = besar sampel
d2 = presisi (10%)
perhitungan sampel diambil berdasrkan data
jumlah kepala keluarga wilayah kerja
Puskemas Kema, yaitu sebanyak 4.136 KK,
sehingga ditetapkan sampel penelitian sebagai
berikut:
n =N
1+(N x d2 )
n =4136
1+(4236 x 0,12 )
n =4136
1+(4136 x 0,01 )
n =4136
42,36 = 97,63
= 99 responden
Penentuan sampel yang akan diambil dengan
menggunakan teknik pengambilan sampel
secara Two Stage Cluster Sampling, yaitu
teknik pengambilan sampel secara acak pada
kelompok individu dalam populasi yang terjadi
secara alamiah, misalnya berdasarkan wilayah
penelitian (Sastroasmoro dan Ismael, 2008).
Wilayah kerja Puskesmas Kema secara Cluster
diambil total dari jumlah desa yakni 9 desa
yakni, desa Kema I, Kema II, Kema III, Lansot,
Lilang, Waleo, Makalisung, Tontalete dan
Tontalete Rok-rok, kemudian dilanjutkan
dengan teknik Simple Random Sampling di
masing-masing desa. Berdasarkan jumlah
responden maka tiap desa diambil masing-
masing 11 responden.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan
di Puskesmas Kema. Tabel 4.11 Hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Puskesmas Kema.
Tabel 4.11 yang menghubungkan antara
pengetahuan dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Puskesmas menunjukan bahwa
yang memiliki pengetahuan baik dengan status
memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas sebanyak 41 (62,12%) responden,
sedangkan responden yang memiliki
pengetahuan baik namun tidak memanfaatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 25
(37,88%) responden. Kemudian untuk
responden dengan pengetahuan kurang baik
namun memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas sebanyak 9 (27,27%) responden,
sedangkan responden dengan pengetahuan
yang kurang baik dan tidak memanfaatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 24
(72,73%) responden. Perhitungan
menggunakan uji chi-square dengan bantuan
program Statistical Product For Service
Solution (SPSS) versi 19 menghasilkan nilai
probabilitas sebesar 0,002 dengan tingkat
kesalahan (α) 0,05. Berdasarkan hasil tersebut,
dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan
antara tingkat pengetahuan dengan
Pemanfaatan
Puskesmas
Pengetahuan
Baik Kurang
Baik
n % n %
Memanfaatkan
Tidak
Memanfaatkan
41
25
62,
12
37,
88
9
2
4
27,27
72,73
Total 66 100 3
3
100
Uji X2 (α = 0,05) df
=1 p value = 0,002
50
pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesma
Kema.
Hubungan antara sikap masyarakat dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Kema Kecamatan Kema
Kabupaten Minahasa Utara
Tabel 4.12 Hubungan antara sikap masyarakat
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Kema.
Data pada Tabel 4.12 yang menghubungkan
antara sikap masyarakat dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan di Puskesmas menunjukan
bahwa responden dengan sikap baik dan
memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas sebanyak 47 (88,68%) responden,
sedangkan responden dengan sikap baik namun
tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas sebanyak 6 (11,32%) responden.
Kemudian untuk responden dengan sikap
kurang baik namun memanfaatkan pelayanan
kesehatan di Puskesmas sebanyak 3 (6,52%)
responden, sedangkan responden dengan sikap
kurang baik dan tidak memanfaatkan pelayanan
kesehatan di Puskesmas sebanyak 43 (93,48%)
responden. Perhitungan menggunakan uji chi-
square dengan bantuan program Statistical
Product For Service Solution (SPSS) versi 19
menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,000
dengan tingkat kesalahan (α) 0,05. Berdasarkan
hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa terdapat
hubungan antara sikap masyarakat dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesma
Kema.
Hubungan antara status pekerjaan
masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Puskesmas Kema Kecamatan
Kema Kabupaten Minahasa Utara
Tabel 4.13 Hubungan antara status pekerjaan
masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Puskesmas Kema.
Data pada Tabel 4.13 di atas yang
menghubungkan antara status pekerjaan
masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Puskesmas menunjukan bahwa
responden dengan status bekerja dan
memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas sebanyak 40 (50,00%) responden,
sedangkan responden dengan status bekerja
namun tidak memanfaatkan pelayanan
kesehatan di Puskesmas sebanyak 40 (50,00%)
responden. Kemudian untuk responden dengan
status tidak bekerja namun memanfaatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 10
(52,63%) responden, sedangkan responden
dengan status tidak bekerja namun tidak
memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas sebanyak 9 (43,37%) responden.
Perhitungan menggunakan uji chi-square
dengan bantuan program Statistical Product
For Service Solution (SPSS) versi 19
menghasilkan nilai probabilitas sebesar 1,000
dengan tingkat kesalahan (α) 0,05. Berdasarkan
hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan antara status pekerjaan
masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Puskesma Kema.
KESIMPULAN
1. Tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai pelayanan kesehatan di
Puskesmas Kema dikategorikan baik,
dimana tingkat pengetahuan baik
sebanyak 66 responden sedangkan dengan
tingkat pengetahuan kurang baik
sebanyak 33 responden.
2. Sikap masyarakat mengenai pelayanan
kesehatan di Puskesmas Kema
dikategorikan baik, dimana sikap baik
sebanyak 53 responden dan kurang baik
sebanyak 46 responden.
Pemanfaatan
Puskesmas
Sikap
Baik Kurang
Baik
n % n %
Memanfaatkan
Tidak
Memanfaatkan
47
6
88,68
11,32
3
43
6,52
93,48
Total 53 100 46 100
Uji X2 (α =
0,05) df=1 p value = 0,000
Pemanfaatan
Puskesmas
Status Pekerjaan
Bekerja Tidak
Bekerja
n % n %
Memanfaatkan
Tidak
memanfaatkan
40
40
50,00
50,00
10
9
52,63
43,37
Total 80 100 19 100
Uji X2 (α =
0,05) df=1 value = 1,000
51
3. Masyarakat Kema rata-rata telah memiliki
pekerjaan, dimana status bekerja
sebanyak 80 responden dan yang tidak
bekerja sebanyak 19 responden.
4. Masyarakat Kema rata-rata sudah
memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Kema, dimana responden
yang memanfaatkan Puskesmas sebanyak
50 responden dan yang tidak
memanfaatkan sebanyak 49 responden.
5. Terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan masyarakat dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Kema Kecamatan Kema
Kabupaten Minahasa Utara, dimana nilai
p = 0,002 < 0,05.
6. Terdapat hubungan antara sikap
masyarakat dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema
Kabupaten Minahasa Utara, dimana nilai
p = 0,000 < 0,05.
7. Tidak terdapat hubungan antara status
pekerjaan masyarakat dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Kema Kecamatan Kema
Kabupaten Minahasa Utara, dimana p =
1,000 > 0,05.
SARAN
Saran dari hasil penelitian ini yang perlu
dijadikan pertimbangan anatara lain:
1. Bagi Puskesmas Kema
Meningkatkan sosialisasi program kepada
seluruh masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas melalui upaya promosi
kesehatan, salah satunya dengan
melakukan program penyuluhan kepada
masyarakat, khususnya mengenai
pelayanan kesehatan yang ada di
Puskesmas.
2. Bagi masyarakat
Diharapkan dapat meningkatkan
pemanfaatan pelayanan kesehatan yang
ada di Puskesmas sebagai sarana
pelayanan kesehatan dasar agar tercapai
derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tinginya.
3. Bagi dunia pendidikan dan penelitian
selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan masukan untuk menambah
wawasan juga sebagai pembanding
dengan penelitian selanjutnya dengan
melihat baik dari jumlah sampel
penelitian, metode penelitian,
penambahan variabel yang lain serta
karakteristik daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Addani, A. 2008. Pengaruh Karakteristik
Masyarakat Terhadap Utilisasi
Puskesmas di Kabupaten Bireuen
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(Tesis).Medan:UniversitasSumateraUta
ra.(Online),http://repisetory.usu.ac.id/bi
stream/123456789/6663/1/047012002.p
df, diakses pada tanggal 19 januari 2013.
Adisasmito, W. 2010. Sistem Kesehatan.
Jakarta: Rajawali Pers.
Anonim, 2009. Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009,
tentang Kesehatan. Jakarta:
Fokusmedia.
Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi
Kesehatan. Jakarta: PT Binarupa
Aksara.
Hartono, B. 2010. Promosi Kesehatan di
Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kemenkes, 2004. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128 Tahun 2004, tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas. Jakarta.
Profil Puskesmas Kema Tahun 2011
Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa
Utara Provinsi Sulawesi Utara.
Suryono. 2011. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Buku Kesehatan.
Syamsurizal. 2009. Hubungan pengetahuan
dan sikap keluarga terhadap
pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh
keluarga klien gangguan jiwa di Nagari
Pilubang wilayah kerja Puskesmas
Sungai Limau. (Skripsi). Universitas
Andalas. (Online).
http://repository.unand.ac.id/560.pdf,
diakses pada tanggal 15 februari 2013.
Tombi, H. 2012. Hubungan Antara
Karakteristik Masyarakat Kelurahan
Sindulang I Dengan Pemanfaatan
Puskesmas Tuminting. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Unsrat (Online)
http://fkm.unsrat.ac.id/wcontent/upload
s/2012/10/HanaTombi.pdf, diakses pada
tanggal 23 Januari 2013.
52
HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DAN KONSUMSI ALKOHOL
DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN POLIKLINIK UMUM DI
PUSKESMAS TUMARATAS KECAMATAN LANGOWAN BARAT KABUPATEN
MINAHASA
Diyan Oroh*, Meyer T. Egam*
* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK
Hipertensi adalah penyebab kematian utama ketiga di Indonesia untuk semua umur, yaitu mencapai 17-
21 % dari proporsi penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi. Faktor pemicu/resiko penyakit hipertensi
yang dapat diubah seperti obesitas, merokok, stres, penggunaan estrogen, kurang olahraga, konsumsi
lemak, konsumsi alkohol dan garam. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara
kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas
Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian dilakukan di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa pada
bulan Februari tahun 2013 sampai Mei tahun 2013. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 107 orang.
Sampel diambil secara simple random sampling (sampel acak sederhana). Data diperoleh melalui
kuesioner dan wawancara langsung. Analisis data dilakukan meliputi analisis univariat dan analisis
bivariat menggunakan uji Chi-square pada program SPSS.
Hasil uji statistik menunjukkan kebiasaan merokok mempunyai hubungan yang bermakna
dengan hipertensi (p = 0,000; OR = 6,0 dan 95% CI = 2,53-14,22), begitu juga dgn konsumsi alkohol
menunjukan hubungan yang bermakna dengan hipertensi (p = 0,000; OR = 4,3 dan 95% CI 1,86-10,28).
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten
Minahasa.
Kata Kunci: Kebiasaan Merokok, Konsumsi Alkohol, Hipertensi
ABSTRACT
Hypertension is the third leading cause of death in Indonesia for all ages, reaching 17-21% of the
proportion of the population and mostly undetectable. Trigger factors / risk of hypertension that can be
changed such as obesity, smoking, stress, use of estrogen, lack of exercise, consumption of fat, alcohol
and salt consumption. The study was conducted to determine the relationship between smoking habit
and alcohol consumption with the incidence of hypertension in the Health Center West Langowan
Tumaratas Minahasa district.
The study was an observational analytic cross sectional approach. The study was conducted at
the Health Center of West Langowan Tumaratas Minahasa district in February of 2013 to May of 2013.
The sample in this study amounted to 107 people. Samples were collected by simple random sampling
(simple random sampling). Data were obtained through questionnaires and direct interviews. Data
analysis includes univariate and bivariate analysis using Chi-square test in SPSS.
Statistical test results showed the risk factors of smoking habit have a significant association
with hypertension (p = 0.000; OR = 6.0 and 95% CI = 2.53 to 14.22), as well as with alcohol
consumption showed a significant association with hypertension (p = 0.000; OR = 4.3 and 95% CI 1.86
to 10.28). The conclusion of study, there is a relationship between smoking habit and alcohol
consumption with the incidence of hypertension in the Health Center West Langowan Tumaratas
Minahasa district.
Keywords: Smoking Habit, Alcohol Consumption, Hypertension
53
PENDAHULUAN
Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009
Pasal 3, pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis. Indikator
yang sering digunakan untuk mengukur derajat
kesehatan adalah angka kesakitan (morbidity),
angka kematian (mortality), status gizi, dan
angka harapan hidup.
Terjadinya pergeseran pola penyakit
menunjukan terjadinya perubahan status
kesehatan masyarakat. Keadaan tersebut
dikatakan sebagai transisi epidemiologi yakni
lebih memfokuskan aspek pergeseran pola
penyakit yang diawali wabah dan berbagai
penyakit infeksi (Penyakit Menular) bergeser
ke penyakit degeneratif (Penyakit Tidak
Menular) (Khomsan, 2003). Menurut
Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2008,
proporsi penyebab kematian oleh Penyakit
Menular (PM) di Indonesia telah menurun
sepertiganya dari 44% menjadi 28%,
sedangkan akibat Penyakit Tidak Menular
(PTM) mengalami peningkatan yang cukup
tinggi dari 42% menjadi 60%.
Hipertensi adalah penyebab kematian
utama ketiga di Indonesia untuk semua umur,
yaitu mencapai 17-21 % dari proporsi
penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi
(Depkes, 2008). Menurut Joint National
Committee (JNC) 7 (2003), hipertensi adalah
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg pada seseorang
yang tidak sedang mengkonsumsi obat
antihipertensi (Yogiantoro, 2006). Menurut
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
kejadian hipertensi pada usia 18 tahun ke atas
mencapai 31,7%, dimana hanya 7,2%
penduduk yang sudah mengetahui menderita
hipertensi dan dari 7,2%, hanya 0,4% penderita
yang mengkonsumsi obat hipertensi
dikarenakan cakupan diagnosis hipertensi oleh
tenaga kesehatan hanya mencapai 24%, atau
dengan kata lain sebanyak 76,0% kejadian
hipertensi dalam masyarakat memang belum
terdiagnosis.
Faktor pemicu/resiko penyakit
hipertensi dapat dibedakan menjadi faktor yang
tidak dapat diubah/dikontrol seperti umur, jenis
kelamin, riwayat keluarga dan faktor yang
dapat diubah seperti merokok, asupan garam,
konsumsi lemak, konsumsi alkohol, obesitas,
stres, penggunaan estrogen, dan kurang
olahraga (Mansjoer, 2009&Yogiantoro,2006).
Salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi
yang dapat diubah, yaitu kebiasaan merokok.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang
Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, hubungan
antara kebiasaan merokok dengan hipertensi
dibuktikan dengan kandungan nikotin dalam
rokok. Nikotin dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah termasuk
pembuluh darah koroner yang memberi
oksigen pada jantung, karena penyempitan
pembuluh darah, maka jantung akan bekerja
keras, sehingga memerlukan oksigen lebih
banyak yang menyebabkan aliran darah
dipercepat dan terjadi kenaikan tekanan darah.
Negara-negara berkembang seperti di
Indonesia jumlah perokok dari waktu ke waktu
semakin meningkat. Pada tahun 2007 mencapai
34,2 kemudian pada tahun 2010 meningkat lagi
menjadi 34,7 (Depkes, 2008). Indonesia
merupakan salah satu negara dengan jumlah
perokok terbesar di dunia. Dari data World
Health Organization (WHO) pada tahun 2008,
dapat disimpulkan bahwa Indonesia menempati
urutan ketiga pada sepuluh negara perokok
terbesar dunia. Sulawesi utara merupakan salah
satu provinsi di Indonesia yang memiliki
prevalensi perokok melebihi angka rata-rata
nasional. Pada tahun 2007 prevalensi perokok
di Sulawesi Utara adalah 24,6% (Depkes,
2008), dan meningkat pada tahun 2010 menjadi
29,1%.
Faktor resiko terjadinya penyakit
hipertensi yang lain yaitu konsumsi alkohol.
Telah dibuktikan dalam penelitian sebelumnya
bahwa konsumsi alkohol setiap hari dapat
54
meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar
1,21 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar
0,55 mmHg untuk rata-rata satu kali minum per
hari (Russel dkk, 1991).
Kebiasaan minum alkohol juga telah
menjadi salah satu kebiasaan bagi masyarakat
di Sulawesi Utara. Menurut riskesdas 2007,
prevalensi masyarakat di Sulawesi Utara yang
mengkonsumsi alkohol mencapai 17,4%
melebihi angka rata-rata nasional yaitu 4,6%
(Depkes, 2008). Hal ini mungkin juga menjadi
salah satu pemicu tingginya prevalensi kejadian
hipertensi di wilayah Sulawesi Utara.
Menurut Dinkes tahun 2008, penderita
hipertensi di Sulawesi Utara mencapai 31,2 %
dan ditemukan dua wilayah dengan prevalensi
>40% yakni Kabupaten Minahasa dan Kota
Tomohon. Pada tahun 2012, penderita
hipertensi di Sulawesi utara khusus untuk kasus
baru mencapai 33.968 kasus (Dinkes Provinsi
Sulut, 2013). Pada tahun 2010 sampai 2012,
hipertensi menempati peringkat kedua sebagai
penyakit yang paling banyak ditemukan
dipuskesmas-puskesmas seluruh Kabupaten
Minahasa. Pada tahun 2012 penderita
hipertensi di Kabupaten Minahasa juga
mengalami peningkatan yang drastis yakni
mencapai 30.174 kasus, baik kasus lama
maupun kasus baru (Angka Kesakitan Dinas
Kesehatan Kab. Minahasa). Data angka
kesakitan Dinas Kesehatan Kabupaten
Minahasa menunjukkan bahwa pada tahun
2012, kasus penderita hipertensi paling banyak
ditemukan di 2 puskesmas di Langowan Barat
dengan jumlah kasus mencapai 3027 kasus,
salah satunya yaitu di Puskesmas Tumaratas.
Puskesmas Tumaratas merupakan salah
satu Puskesmas dengan 14 desa sebagai
wilayah kerja. Beberapa desa diantaranya
memiliki sarana dan prasarana kesehatan yang
baik, bahkan untuk tenaga kesehatan sendiri
cukup tersedia. Status sosial ekonomi,
pendidikan, kesehatan, pemerintahan,
pekerjaan, akses transportasi, dan informasi
juga cukup baik. Namun seiring
berkembangnya jaman, pola hidup masyarakat
juga mengalami perubahan dan perkembangan
mulai dari pola makan, gaya hidup, aktivitas
fisik sampai stres. Kebiasaan merokok dan
konsumsi alkohol merupakan gaya hidup yang
semakin hari semakin menjadi kebiasaan dan
tren dikalangan masyarakat. Perubahan gaya
hidup inilah yang mungkin dapat memicu
peningkatan kasus penderita hipertensi dari
tahun ke tahun.
Berdasarkan data-data tersebut, maka
penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan kebiasaan
merokok dan konsumsi alkohol dengan
kejadian hipertensi pada pasien poliklinik
umum di Puskesmas Tumaratas Kecamatan
Langowan Barat Kabupaten Minahasa.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah observasional
analitik dengan pendekatan Cross Sectional
atau potong lintang yaitu mempelajari
hubungan antara variabel dependen (hipertensi)
dan variabel independen (kebiasaan merokok
dan konsumsi alkohol) melalui pengukuran
sesaat atau hanya satu kali saja serta dilakukan
secara simultan. Desain Cross Sectional
digunakan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu
untuk mengetahui adanya hubungan antara
perilaku merokok dan konsumsi alkohol
terhadap kejadian hipertensi pada pasien
poliklinik umum Puskesmas Tumaratas
Kecamatan Langowan Barat Kabupaten
Minahasa.
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas
Tumaratas Kecamatan Langowan Barat
Kabupaten Minahasa. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2013
sampai bulan April tahun 2013.
HASIL PENELITIAN
Distribusi karakteristik responden di
Puskesmas Tumaratas dapat dilihat pada tabel
2.
Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik
responden di Puskesmas Tumaratas Kecamatan
55
Langowan Barat Kabupaten Minahasa tahun
2013.
Karakteristik n %
Umur
40-49 tahun 45 42,06
50-59 tahun 43 40,18
60-69 tahun 14 13,08
70-79 tahun 5 4,68
Jenis Kelamin
Perempuan 46 42,9
Laki-laki 61 57,1
Pendidikan Terakhir
SD 47 43,92
SMP 10 9,35
SMA 43 40,18
S1 7 6,55
Riwayat Hipertensi
pada Keluarga
Ada 43 40,18
Tidak ada 64 59,82
Berdasarkan Tabel 2. distribusi responden
berdasarkan karakteristik umur diketahui
bahwa 42,06% responden berada pada
kelompok umur 40-49 tahun, sedangkan
40,18% responden berada pada kelompok umur
50-59 tahun. Dapat dilihat bahwa sebagian
besar responden berada pada kelompok umur
40-49 dan 50-59 tahun.
Distribusi responden berdasarkan jenis
kelamin diketahui bahwa sebanyak 57,1%
responden berjenis kelamin laki-laki dan 42,9%
responden berjenis kelamin perempuan. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa responden pada
penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin
laki-laki daripada perempuan.
Distribusi responden berdasarkan
tingkat pendidikan terakhir dapat dilihat bahwa
sebanyak 43,92% responden memiliki status
pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD),
namun 40,18% responden lainnya memiliki
status pendidikan terakhir SMA, bahkan ada
6,55% responden yang mendapat gelar sarjana.
Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar
responden telah memiliki status pendidikan
yang cukup baik, meskipun responden
terbanyak merupakan lulusan sekolah dasar.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa sebanyak 59,82% responden tidak
memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga.
2. Gambaran Penderita Hipertensi
Distribusi frekuensi responden penderita
hipertensi berdasarkan riwayat diagnosis dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Distribusi frekuensi responden
penderita hipertensi berdasarkan riwayat
diagnosis di Puskesmas Tumaratas Kecamatan
Langowan Barat Kabupaten Minahasa tahun
2013.
Riwayat
Hipertensi n %
Ada 39 36,4
Tidak ada 68 63,6
Total 107 100
Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat bahwa
63,6% responden tidak menderita hipertensi
dan 36,4% responden menderita hipertensi.
Hasil ini memang menunjukkan bahwa
sebagian besar responden tidak menderita
hipertensi, namun yang menjadi masalah yaitu
36,4% responden menderita hipertensi, yang
berarti ada 39 orang dari 107 responden yang
menderita hipertensi.
3. Gambaran Kebiasaan Merokok
Tabel 4. Distribusi frekuensi responden
berdasarkan kebiasaan merokok di Puskesmas
Tumaratas Kecamatan Langowan Barat
Kabupaten Minahasa tahun 2013.
Gambaran Kebiasaan
Merokok n %
Kebiasaan Merokok
Ya 43 40,2
56
Tidak 64 59,8
Usia merokok pertama
kali
14-18 tahun 32 42,47
19-23 tahun 34 46,57
24-28 tahun 8 10,96
Jumlah Batang/hari
< 10 batang 7 16,28
10-20 batang 35 81,4
>20 batang 1 2,32
Jenis Rokok
Non Filter 6 8,11
Filter 68 91,89
Pernah merokok
Ya 31 47,62
Tidak 33 52,38
Terakhir kali merokok
≤ 1 tahun 16 51,62
> 1 tahun 15 48,38
Lama merokok
10-19 tahun 10 33,25
20-29 tahun 9 30,03
30-39 tahun 8 26,80
40-49 tahun 3 9,92
Teman merokok
Ada 57 53,27
Tidak ada 50 46,73
Bahaya merokok
Tahu 107 100
Tidak tahu 0 0
Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa
responden yang tidak memiliki kebiasaan
merokok lebih banyak dibandingkan dengan
responden yang memiliki kebiasaan merokok,
yaitu dengan presentase 59,8% untuk
responden yang tidak memiliki kebiasaan
merokok dan 40,2% untuk responden yang
memiliki kebiasaan merokok.
Hasil penelitian berdasarkan usia
pertama kali merokok, dapat dilihat bahwa
46,57% responden ada pada kelompok usia 19-
23 tahun, dan 42,47% responden ada pada
kelompok usia 14-18 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
yang memiliki kebiasaan merokok maupun
pernah merokok, pertama kali mengkonsumsi
rokok pada usia 19-23 tahun dan 14-18 tahun.
Hasil penelitian berdasarkan jumlah
batang rokok/hari, dapat dilihat bahwa yang
paling banyak dikonsumsi per hari yaitu 10-20
batang (81,4%). Hal ini dapat menunjukkan
bahwa responden yang memiliki kebiasaan
merokok sebagian besar merupakan perokok
sedang yaitu perokok yang mengkonsumsi
rokok 10-20 batang/hari.
Hasil penelitian berdasarkan jenis
rokok, dapat dilihat bahwa rokok filter
merupakan jenis rokok yang paling banyak
dikonsumsi oleh responden, baik pada
responden yang saat ini memiliki kebiasaan
merokok maupun pada responden yang pernah
merokok dengan presentase 91,89%.
Hasil penelitian berdasarkan pernah atau
tidak pernahnya mengkonsumsi rokok, dapat
dilihat bahwa 52,38% responden sama sekali
tidak pernah mengkonsumsi rokok,sedangkan
47,62% responden pernah mengkonsumsi
rokok. Hasil ini menunjukkan bahwa dari 64
responden yang saat ini tidak memiliki
kebiasaan merokok, 33 diantaranya (52,38%)
sama sekali tidak pernah mengkonsumsi rokok,
jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan
responden yang pernah mengkonsumsi rokok
yaitu 31 orang (47,62%).
Hasil penelitian berdasarkan terakhir
kali merokok, dapat dilihat bahwa responden
yang terakhir kali merokok ≤ 1 tahun (51,62%)
lebih banyak dibandingkan dengan responden
yang terakhir kali merokok > 1 tahun (48,38%).
Hal ini dapat menunjukkan bahwa responden
yang pernah merokok sebagian besar berhenti
merokok ≤ 1 tahun yang lalu.
57
Hasil penelitian berdasarkan lamanya
mengkonsumsi rokok, dapat dilihat bahwa
33,25% responden memiliki 10-19 tahun
frekuensi lama merokok sedangkan 30,03%
memiliki 20-29 tahun frekuensi lama merokok.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang terlalu besar antara jumlah
responden yang memiliki frekuensi lama
merokok 10-19 tahun dengan jumlah responden
yang memiliki frekuensi lama merokok 20-29
tahun sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-
rata responden telah mengkonsumsi rokok
sejak lama.
Hasil penelitian berdasarkan teman
merokok, dapat dilihat bahwa responden yang
memiliki teman merokok atau orang lain
disekitar lingkungan yang mengkonsumsi
rokok sebanyak 53,27%, jumlah ini lebih
banyak dibanding dengan responden yang tidak
memiliki teman merokok atau orang lain
disekitar lingkungan yang mengkonsumsi
rokok yaitu 46,73%.
Hasil penelitian berdasarkan bahaya
merokok, dapat dilihat bahwa semua responden
tahu akan bahaya dari rokok (100%). Hal ini
menunjukkan bahwa semua responden
sebenarnya mengetahui bahaya dari rokok
sendiri.
4. Gambaran Konsumsi Alkohol
Tabel 5. Distribusi frekuensi responden yang
mengkonsumsi alkohol di Puskesmas
Tumaratas Kecamatan Langowan Barat
Kabupaten Minahasa tahun 2013.
Gambaran Konsumsi
Alkohol
n
%
Konsumsi
alkohol
Ya 53 49,5
Tidak 54 50,5
Jenis minuman
Cap tikus 38 71,7
Anggur 9 16,9
Bir 5 9,5
Saguer 1 1,9
Frekuensi
konsumsi
Setiap hari 27 50,95
1-4x/minggu 15 28,30
<1x/minggu 11 20,75
Jumlah alkohol
(sloki)
3-4 sloki 12 22,65
1-2 sloki 35 66,03
< 1 sloki 6 11,32
Lama konsumsi
41-50 tahun 6 11,32
31-40 tahun 23 43,4
21-30 tahun 21 39,26
11-20 tahun 3 5,66
Berdasarkan Tabel 5. dapat dilihat bahwa
responden yang tidak mengkonsumsi alkohol
50,5% sedangkan responden yang
mengkonsumsi alkohol 49,5%. Hal ini
menunjukkan bahwa hanya terdapat sedikit
perbedaan antara responden yang tidak
mengkonsumsi alkohol dengan responden yang
mengkonsumsi alkohol.
Hasil penelitian berdasarkan jenis
minuman, dapat dilihat bahwa cap tikus
merupakan jenis minuman beralkohol yang
paling banyak dikonsumsi oleh responden
dengan 71,7%, dan anggur merupakan jenis
minuman beralkohol kedua yang paling banyak
dikonsumsi oleh responden dengan 16,9%.
Hasil penelitian berdasarkan frekuensi
konsumsi, dapat dilihat bahwa 50,95%
58
responden yang mengkonsumsi alkohol
memiliki frekuensi konsumsi setiap hari. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengkonsumsi alkohol setiap hari.
Hasil penelitian berdasarkan jumlah
konsumsi alkohol, dapat dilihat bahwa
responden yang mengkonsumsi alkohol, paling
banyak mengkonsumsi dalam jumlah 1-2 sloki
yaitu 66,03%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-
rata responden mengkonsumsi alkohol dalam
jumlah yang tidak terlalu banyak yaitu 1-2
sloki.
Hasil penelitian berdasarkan lama
mengkonsumsi alkohol, dapat dilihat bahwa
responden yang mengkonsumsi alkohol selama
21-30 tahun memiliki presentase yang paling
banyak yaitu 39,62%. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden yang
mengkonsumsi alkohol memang telah cukup
lama mengkonsumsi alkohol tersebut.
C. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara Kebiasaan Merokok
dengan Hipertensi
Hasil analisis hubungan antara kebiasaan
merokok dengan hipertensi dapat dilihat pada
tabel 6.
Tabel 6. Hubungan antara Kebiasaan Merokok
dengan Hipertensi di Puskesmas Tumaratas
Kecamatan Langowan Barat Kabupaten
Minahasa tahun 2013.
Kebiasaan
Merokok
Kejadian hipertensi
Total p
value OR
Hipertensi Tidak
Hipertensi
95%
CI
n % n % N %
Ya 26 66,7 17 25 43 41,2
Tidak 13 33,3 51 75 64 59.8
0,000 6,0 2,53-
14,22
Total 39 100 68 100 107 100
Berdasarkan Tabel 6. hasil analisis hubungan
antara kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi diperoleh bahwa diantara 107
responden, terdapat 26 responden (66,6%) yang
menderita hipertensi dan memiliki kebiasaan
merokok, 13 responden (33,4%) menderita
hipertensi tapi tidak memiliki kebiasaan
merokok, 17 responden (25%) memiliki
kebiasaan merokok tapi tidak menderita
hipertensi dan 51 responden (75%) tidak
memiliki kebiasaan merokok dan tidak
menderita hipertensi. Dari hasil uji statistic
diperoleh nilai p sebesar 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara kebiasaan merokok dengan
kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas.
Uji hubungan ini juga menghasilkan nilai OR
sebesar 6,0 (CI 95% = 2,532 – 14,220), ini
berarti bahwa responden yang mempunyai
kebiasaan merokok memiliki peluang 6 kali
lebih besar menderita hipertensi dibandingkan
dengan responden yang tidak memiliki
kebiasaan merokok.
2. Hubungan antara Konsumsi Alkohol dengan
Hipertensi
Hasil analisis hubungan antara konsumsi
alkohol dengan hipertensi dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7. Hubungan antara Konsumsi Alkohol
dengan Hipertensi di Puskesmas Tumaratas
Kecamatan Langowan Barat Kabupaten
Minahasa tahun 2013.
hasil analisis hubungan antara konsumsi
alkohol dengan kejadian hipertensi diperoleh
bahwa diantara 53 responden yang
mengkonsumsi alkohol, terdapat 28 responden
59
(71,79%) yang terdiagnosis hipertensi.
Sedangkan diantara 54 responden yang tidak
mengkonsumsi alkohol, terdapat 11 responden
(28,21%) yang terdiagnosis hipertensi. Dari
hasil uji statistik diperoleh nilai p sebesar 0,000.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara konsumsi alkohol
dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Tumaratas. Uji hubungan ini juga
menghasilkan nilai OR sebesar 4,378 (CI 95%
= 1,864 – 10,285), ini berarti bahwa responden
yang mengkonsumsi alkohol memiliki peluang
4,378 kali lebih besar menderita penyakit
hipertensi dibandingkan dengan responden
yang tidak mengkonsumsi alkohol.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian berdasarkan karakteristik umur
responden menunjukkan bahwa responden
paling banyak termasuk pada kelompok umur
40-49 tahun yaitu 45 orang (42,06%),
kemudian disusul oleh kelompok umur 50-59
tahun yaitu 43 orang (40,18%), kelompok umur
60-69 tahun yaitu 14 orang (13,08%) dan yang
paling sedikit pada kelompok umur 70-79 tahun
yaitu 5 orang (4,68%). Dalam penelitian ini
dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita
hipertensi termasuk pada kelompok umur 40-
49 tahun. Menurut Sugiharto dalam
penelitiannya mengenai faktor-faktor resiko
hipertensi, orang dengan umur 45-55 tahun
mempunyai resiko terkena hipertensi 2,22 kali
lebih besar dibanding umur 25-35 tahun,
sedangkan orang dengan umur 56-65 tahun
berisiko hipertensi 4,76 kali lebih besar
dibanding umur 25-35 tahun (Sugiharto, 2007).
Hasil ini menunjukkan bahwa semakin
meningkatnya umur seseorang maka resiko
terkena hipertensi juga semakin meningkat,
dikarenakan faktor usia mempengaruhi tingkat
elastisitas pembuluh darah seseorang, semakin
berkurang tingkat elastisitas pembuluh darah
hal itulah yang dapat mengakibatkan terjadinya
hipertensi.
Hasil penelitian berdasarkan jenis
kelamin menunjukkan bahwa responden laki-
laki yaitu 61 orang (57,1%) ditemukan lebih
banyak dibandingkan dengan responden
perempuan yaitu 46 orang (42,9%). Menurut
Depkes (2006), hipertensi cenderung lebih
banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan
perempuan, karena laki-laki memiliki gaya
hidup yang kemungkinan besar dapat
meningkatkan tekanan darah daripada
perempuan, seperti mengkonsumsi alkohol dan
merokok. Perempuan usia produktif sekitar 30-
40 tahun jarang terkena serangan jantung
dibanding laki-laki (Suhardjono, 2012).
Perempuan yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein
(HDL) sehingga dapat mencegah terbentuknya
aterosklerosis.
Hasil penelitian berdasarkan
karakteristik pendidikan terakhir responden
menunjukkan bahwa responden yang memiliki
tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar
(SD) mempunyai jumlah terbanyak yaitu 47
orang (43,92%), kemudian disusul dengan
tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas
yaitu 43 orang (40,18%), Sekolah Menengah
Pertama (SMP) yaitu 10 orang (9,35%) dan
yang paling sedikit responden dengan tingkat
pendidikan Sarjana yaitu 7 orang (6,55%).
Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang
ditemukan sebagian besar belum memiliki
tingkat pendidikan yang cukup tinggi, namun
sebagian besar responden lainnya juga
mengenyam pendidikan hingga Sekolah
Menengah Atas, bahkan ada beberapa
responden yang memiliki tingkat pendidikan
terakhir S1.
Hasil penelitian berdasarkan
karakteristik riwayat hipertensi responden
menunjukkan bahwa sebanyak 64 responden
(59,82%) tidak memiliki riwayat hipertensi
dalam keluarganya sedangkan 43 responden
(40,18%) lainnya mempunyai riwayat
hipertensi dalam keluarganya (sebagian besar
dari ayah). Riwayat keluarga menurut
Nuariama (2012) dalam penelitiannya
merupakan salah satu faktor resiko yang dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi, ditemukan
bahwa responden dengan riwayat keluarga
60
menderita hipertensi memiliki risiko terkena
hipertensi 14,378 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden tanpa riwayat keluarga
menderita hipertensi. Hipertensi cenderung
merupakan penyakit keturunan, jika salah satu
dari orang tua kita mempunyai riwayat
hipertensi maka sepanjang hidup, kita
berkemungkinan juga mendapatkan penyakit
hipertensi.
B. Gambaran Penderita Hipertensi di
Puskesmas Tumaratas
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg, atau bila pasien memakai obat
hipertensi (Mansjoer, 2009). Saat ini untuk
menentukan seseorang menderita hipertensi
digunakan ukuran berdasarkan The Seventh
Report Of Joint National Committee On
Prevention, Detection Evaluation, and
Treatment Of High Blood Pressure (JNC 7)
tahun 2003 yaitu dikatakan hipertensi derajat I
jika TDS 140-159 mmHg dan TDD 90-99, serta
dikatakan hipertensi derajat II jika TDS ≥ 160
mmHg dan TDD ≥100 mmHg.
Penelitian mengenai penyakit hipertensi
yang dilakukan di Puskesmas Tumaratas
Kecamatan Langowan Barat ini dengan 107
jumlah sampel, ditemukan 39 (36,4%)
diantaranya menderita penyakit hipertensi,
sedangkan 68 (63,6%) lainnya ditemukan tidak
menderita penyakit hipertensi. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa responden yang
menderita penyakit hipertensi di Puskesmas
Tumaratas lebih sedikit dibandingkan dengan
responden yang tidak menderita hipertensi. Hal
ini dikarenakan adanya faktor-faktor lain yang
mempengaruhi seperti faktor lingkungan,
dalam hal ini masyarakat di Langowan Barat
merupakan masyarakat yang sering dikunjungi
oleh petugas-petugas kesehatan, termasuk
petugas kesehatan dari Puskesmas Tumaratas
sehingga pengetahuan mengenai bahaya
hipertensi dapat diketahui dengan baik.Faktor
gaya hidup masyarakat di Langowan Barat juga
mulai menunjukkan perubahan seiring dengan
perkembangan teknologi. Masyarakat disana
mulai mengurangi beberapa gaya hidup yang
dapat menjadi faktor pencetus terjadinya
hipertensi, seperti mengkonsumsi lemak
berlebih dan kurang berolahraga. Meskipun
jumlah penderita penyakit hipertensi yang
ditemukan lebih sedikit dibandingkan dengan
yang tidak menderita penyakit hipertensi,
namun hal ini tidak dapat diabaikan, diperlukan
adanya penanggulangan yang baik dalam
mengurangi kejadian penyakit hipertensi di
Puskesmas Tumaratas ini secara maksimal.
C. Gambaran Kebiasaan Merokok di
Puskesmas Tumaratas
Penelitian mengenai kebiasaan merokok yang
dilakukan di Puskesmas Tumaratas Kecamatan
Langowan Barat ini menghasilkan yaitu
responden yang memiliki kebiasaan merokok
ada 43 (40,2%) responden dan yang tidak
memiliki kebiasaan merokok ada 64 (59,8%)
responden. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa responden yang memiliki kebiasaan
merokok lebih sedikit dibandingkan dengan
responden yang tidak memiliki kebiasaan
merokok. Hal ini dikarenakan ada beberapa
faktor yang mempengaruhi seperti faktor
ekonomi dan faktor lingkungan dimana
masyarakat di Langowan Barat sering diberikan
penyuluhan tentang bahaya merokok melalui
petugas-petugas kesehatan, bahkan ada
beberapa desa yang mulai mengadakan
peraturan mengenai lingkungan bebas asap
rokok. Faktor penyebab lainnya juga karena
sebagian besar responden yang lain telah
berhenti mengkonsumsi rokok pada saat
penelitian ini dilaksanakan, sehingga
responden tersebut masuk pada kategori pernah
merokok.
Menurut Suradi dalam Novalia (2012),
meningkatnya tekanan darah akibat merokok
dapat ditentukan juga melalui perilaku
merokok seseorang, yaitu jumlah rata-rata
batang rokok yang dihisap setiap hari, jenis
rokok yang dihisap, lama merokok, dan
lingkungan, dalam hal ini teman atau saudara
yang tinggal disekitar kita yang mengkonsumsi
rokok. Jumlah rata-rata batang rokok yang
61
dikonsumsi per hari dapat digunakan sebagai
indikator tingkatan merokok seseorang.
Konsumsi rokok pada penelitian ini
dikategorikan menjadi 3 yaitu perokok ringan
(<10 batang/ hari), perokok sedang (10-20
batang/ hari) dan perokok berat (>20 batang/
hari). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sebagian besar responden yaitu 35 orang
(81,4%) termasuk pada kategori perokok
sedang (10-20 batang/ hari). Hal ini
dikarenakan responden menganggap bahwa
merokok merupakan suatu tren atau kebiasaan
yang banyak diminati, meskipun seluruh
responden (100%) mengetahui dengan pasti
bahaya rokok itu seperti apa. Untuk jenis rokok,
dalam penelitian ini sebagian besar responden
mengkonsumsi rokok filter yaitu 67 responden
(91,78%) dan hanya 6 responden (8,22%) yang
mengkonsumsi rokok non filter. Meskipun
secara teori rokok non filter lebih berbahaya
bagi tubuh, namun rokok filter tidaklah
menjamin adanya perbedaan yang signifikan
antara keduanya dalam hal menghasilkan racun
dalam tubuh. Menurut penelitian dari Novalia
(2012), semua jenis rokok baik filter maupun
non filter dapat membahayakan kesehatan.
Menurut Sirait (2001) dalam
Sirajuddin (2011), umur pertama kali merokok
dapat mempengaruhi lamanya seseorang
mengkonsumsi rokok. Lama merokok adalah
lama waktu responden memiliki kebiasaan
merokok, yang dihitung sejak responden
merokok untuk pertama kalinya sampai pada
saat pengukuran. Lamanya seseorang merokok
akan berdampak pada keterpaparan zat-zat
kimia berbahaya yang terdapat pada rokok.
Dampak dari rokok akan mulai terasa setelah
10-20 tahun digunakan. Bila sebatang rokok
dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan maka
dalam waktu setahun, bagi perokok sejumlah
20 batang (1 bungkus) per hari akan mengalami
70.000 kali hisapan asap rokok. Beberapa zat
kimia dalam rokok bersifat kumulatif
(ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan
mencapai titik toksis sehingga mulai kelihatan
gejala yang ditimbulkannya . Dalam penelitian
ini, usia merokok pertama kali paling banyak
ditemukan pada kategori 19-23 tahun yaitu 34
responden (46,57%), diikuti dengan kategori
terbanyak kedua yaitu 14-18 tahun dengan 31
responden (42,47%). Hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata responden memulai kebiasaan
merokok pada usia-usia remaja menuju dewasa,
dengan dininya usia merokok pertama kali
maka hal itu mempengaruhi lama merokok
seseorang. Dalam penelitian ini lama merokok
yang paling banyak yaitu pada kategori 10-19
tahun (33,25%), kemudian pada kategori 20-29
tahun (30,03%). Hal ini menunjukkan bahwa
rata-rata responden telah cukup lama
mempunyai kebiasaan merokok, dan hal ini
juga dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi,
karena semakin banyak jumlah batang rokok
yang dihisap dan makin lama waktu menjadi
seorang perokok, maka semakin besar risiko
dapat mengalami peningkatan tekanan darah.
D. Gambaran Konsumsi Alkohol di
Puskesmas Tumaratas
Penelitian mengenai konsumsi alkohol yang
dilakukan di Puskesmas Tumaratas Kecamatan
Langowan Barat ini, menghasilkan responden
yang mengkonsumsi alkohol ada 53 (49,5%)
responden, sedangkan yang tidak
mengkonsumsi alkohol ada 54 (50,5%)
responden. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa jumlah responden yang mengkonsumsi
alkohol lebih sedikit dibandingkan jumlah
responden yang tidak mengkonsumsi alkohol.
Hal ini dikarenakan beberapa responden telah
berhenti mengkonsumsi alkohol pada saat
penelitian ini dilakukan.
Pada penelitian ini, ditemukan bahwa
jenis minuman yang paling sering dikonsumsi
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Tumaratas yaitu cap tikus (71,7%) dan anggur
(16,9%). Salah satu faktor masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Tumaratas
(Langowan Barat) mengkonsumsi minuman
beralkohol adalah karena ketersediaan
minuman tersebut yang mudah dijangkau,
bahkan ada beberapa tempat di Langowan
Barat yang secara khusus menjadi tempat
pembuatan minuman beralkohol tersebut
62
khususnya jenis minuman cap tikus. Faktor lain
yang mempengaruhi yaitu keadaan iklim atau
cuaca. Pada penelitian ini ditemukan bahwa
frekuensi konsumsi alkohol yang paling tinggi
yaitu setiap hari (50,95%). Langowan adalah
salah satu wilayah di Kabupaten Minahasa
yang memiliki iklim dingin, sehingga
masyarakat disana cenderung mengkonsumsi
alkohol untuk menghangatkan badan sehingga
rata-rata minuman beralkohol tersebut
dikonsumsi setiap hari.
Jumlah konsumsi alkohol yang paling
banyak ditemukan pada penelitian ini yaitu 1-2
sloki (66,03%), karena cenderung hanya
sebagai penghangat tubuh, masyarakat disana
rata-rata mengkonsumsi alkohol dengan jumlah
yang tidak lebih dari 2 sloki. Lamanya
mengkonsumsi minuman beralkohol pada
penelitian ini ditemukan yang paling banyak
yaitu pada kategori 31-40 tahun (43,4%) dan
kategori 21-30 tahun (39,62%). Hal ini
dikarenakan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Tumaratas sebagian besar telah
mengkonsumsi alkohol pada umur remaja dan
masih menjadi kebiasaan hingga saat ini.
A. Hubungan antara Kebiasaan Merokok
dengan Kejadian Penyakit Hipertensi
Kebiasaan merokok dilihat dari berbagai sudut
pandang memang sangat merugikan, baik untuk
diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Dari
segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia
yang dikandung rokok seperti nikotin, CO
(karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja
dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf
simpatis sehingga mengakibatkan tekanan
darah meningkat dan detak jantung bertambah
cepat, menstimulasi kanker dan berbagai
penyakit lain (Komalasari & Helmi, 2000).
Berdasarkan Center for the Advancement of
health, beberapa contoh penyakit yang
disebabkan oleh kandungan di dalam rokok
yaitu kanker paru-paru, bronkitis, penyakit-
penyakit kardiovaskular, berat badan lahir
rendah, dan keterbelakangan. Rokok
mengandung kurang lebih 4000 jenis bahan
kimia, dengan 40 jenis diantaranya bersifat
karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan
setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi
kesehatan.
Berdasarkan hasil uji analisis pada
analisis bivariat dengan menggunakan chi
square, kebiasaan merokok dengan kejadian
penyakit hipertensi diperoleh probabilitas
sebesar 0,000 dengan p < 0,05. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bemakna antara kebiasaan merokok dengan
kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas
Kecamatan Langowan Barat Kabupaten
Minahasa. Uji hubungan ini juga menghasilkan
nilai OR sebesar 6,0 (CI 95% = 2,532 – 14,220),
ini berarti bahwa responden yang mempunyai
kebiasaan merokok memiliki peluang 6 kali
lebih besar menderita hipertensi dibandingkan
dengan responden yang tidak memiliki
kebiasaan merokok. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nuarima (2012) di Desa Kabongan Kidul yang
memperoleh hasil bahwa kebiasaan merokok
terbukti sebagai salah satu faktor resiko
terjadinya hipertensi. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa orang dengan kebiasaan
merokok memiliki resiko terserang hipertensi
9,537 kali lebih besar dibandingkan orang yang
tidak merokok. Penelitian ini menemukan 36
responden yang memiliki kebiasaan merokok
dan menderita hipertensi sedangkan 38
responden yang lain tidak memiliki kebiasaan
merokok namun juga menderita hipertensi. Hal
ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok
merupakan salah satu pencetus terjadinya
penyakit hipertensi, karena meskipun
responden yang tidak memiliki kebiasaan
merokok lebih banyak dibandingkan dengan
responden yang memiliki kebiasaan merokok,
namun dapat dilihat pada penderita hipertensi,
66,7% memiliki kebiasaan merokok,
sedangkan pada responden yang tidak
menderita hipertensi, 75% tidak memiliki
kebiasaan merokok.
B. Hubungan antara Konsumsi Alkohol
dengan Kejadian Hipertensi
63
Berdasarkan hasil uji analisis pada analisis
bivariat dengan menggunakan chi square,
konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi
diperoleh probabilitas sebesar 0,000 dengan p <
0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bemakna antara
konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di
Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan
Barat Kabupaten Minahasa. Uji hubungan ini
juga menghasilkan nilai OR sebesar 4,378 (CI
95% = 1,864 – 10,285), ini berarti bahwa
responden yang mengkonsumsi alkohol
memiliki peluang 4,378 kali lebih besar
menderita penyakit hipertensi dibandingkan
dengan responden yang tidak mengkonsumsi
alkohol. Hal ini dikarenakan jumlah responden
yang mengkonsumsi alkohol dan menderita
hipertensi lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah responden yang tidak mengkonsumsi
alkohol dan menderita hipertensi.
Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa kebiasaan mengkonsumsi minuman
beralkohol dalam jumlah tertentu merupakan
salah satu faktor yang dapat menimbulkan
penyakit hipertensi. Menurut Marmot, dkk
keterkaitan alkohol dengan hipertensi lebih
kuat daripada banyaknya asupan garam yang
dikonsumsi, hal itu terlihat pada hasil studi ini
yang menyatakan bahwa peminum alkohol
laki-laki dengan dosis 300-499 ml/minggu
dapat meningkatkan tekanan sistolik/diastolik
rata-rata 2,7/1,6 mmHg lebih tinggi
dibandingkan bukan peminum alkohol, dan
untuk peminum ≥500 ml/minggu memiliki
tekanan darah 4,6/3,0 mmHg lebih tinggi
dibandingkan bukan peminum. Sedangkan
untuk perempuan, peminum berat (≥300
ml/minggu) menyebabkan tekanan darah
3,9/3,1 mmHg lebih tinggi dibandingkan
dengan bukan peminum. Penelitian yang
dilakukan oleh Riyadina (2002) pada pekerja
pompa bensin di Jakarta menyatakan bahwa
pekerja yang mengkonsumsi minuman
beralkohol memiliki peluang 2,208 kali lebih
besar dibandingkan dengan bukan peminum
alkohol. Sugiharto (2007) dalam tesisnya
mengenai faktor-faktor resiko hipertensi grade
II pada masyarakat di Kabupaten Karanganyar
menyatakan bahwa kebiasaan sering
mengkonsumsi minuman beralkohol terbukti
sebagai faktor risiko hipertensi dengan nilai
p=0,028 dan nilai OR= 4,86 (CI 95% = 1,03-
22,87) yang berarti bahwa responden yang
mengkonsumsi alkohol berpeluang 4,86 kali
lebih besar dibandingkan responden yang tidak
mengkonsumsi alkohol. Bahkan menurut
penelitian yang dilakukan oleh Malonda
(2012), menunjukkan bahwa pada kaum lansia
yang mengkonsumsi alkohol berisiko 2,8 kali
lebih besar untuk menderita hipertensi
dibandingkan dengan lansia yang tidak
mengkonsumsi alkohol.
G. Keterbatasan Penelitian
Tidak semua faktor risiko kejadian hipertensi
dapat diteliti karena keterbatasan kemampuan,
waktu dan biaya. Faktor penelitian lainnya
seperti konsumsi lemak, kurangnya olahraga,
stress, dan penggunaan pil KB pada wanita bisa
menjadi faktor pengganggu pada penelitian ini.
KESIMPULAN
1. Pasien poliklinik umum yang datang
berkunjung di Puskesmas Tumaratas, yang
menderita hipertensi yaitu 36,4% dan yang
tidak menderita hipertensi yaitu 63,6%.
2. Pasien poliklinik umum yang datang
berkunjung di Puskesmas Tumaratas, yang
mempunyai kebiasaan merokok yaitu
40,2% dan yang tidak memiliki kebiasaan
merokok yaitu 59,8%.
3. Pasien poliklinik umum yang datang
berkunjung di Puskesmas Tumaratas, yang
mengkonsumsi alkohol yaitu 49,54% dan
yang tidak mengkonsumsi alkohol yaitu
50,46%.
4. Terdapat hubungan antara kebiasaan
merokok dengan kejadian hipertensi pada
pasien poliklinik umum di Puskesmas
Tumaratas Kecamatan Langowan Barat
Kabupaten Minahasa, dimana masyarakat
yang memiliki kebiasaan merokok
mempunyai peluang menderita hipertensi
64
6 kali lebih besar daripada yang tidak
memiliki kebiasaan merokok.
5. Terdapat hubungan antara konsumsi
alkohol dengan kejadian hipertensi pada
pasien poliklinik umum di Puskesmas
Tumaratas Kecamatan langowan Barat
Kabupaten Minahasa, dimana masyarakat
yang mengkonsumsi alkohol mempunyai
peluang menderita hipertensi 4,3 kali lebih
besar daripada yang tidak mengkonsumsi
alkohol.
SARAN
1. Bagi seluruh petugas kesehatan yang ada
di Puskesmas Tumaratas kiranya dapat
lebih aktif dalam kegiatan penyuluhan
tentang penyakit-penyakit degeneratif
terlebih khusus penyakit hipertensi. Pada
posyandu yang dilaksanakan setiap bulan
di desa-desa, kiranya para petugas
kesehatan bisa lebih aktif mengundang
masyarakat untuk rutin memeriksakan
tekanan darahnya agar dapat mencegah
terjadinya hipertensi.
2. Bagi seluruh masyarakat yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Tumaratas,
yaitu seluruh masyarakat di Langowan
Barat, kiranya dapat lebih memperhatikan
gaya hidup sehat. Hindari gaya hidup
tidak sehat seperti merokok dan
mengkonsumsi alkohol, karena kedua hal
tersebut merupakan faktor-faktor resiko
yang dapat memicu terjadinya hipertensi.
Masyarakat juga sebaiknya lebih rutin
memeriksakan tekanan darah pada
petugas-petugas kesehatan agar tekanan
darah dapat dikontrol.
3. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain diharapkan dapat meneliti
variabel-variabel lainnya yang memiliki
kemungkinan berhubungan dengan
kejadian hipertensi yang belum diteliti
oleh peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Bustan M. N. 2007.Epidemiologi Penyakit
tidak menular.Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) Indonesia Tahun
2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan, Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2006. Pedoman Teknis Penemuan dan
Tata Laksana Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular Direktorat
Jenderal PP & PL Depkes RI.
Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa. 2013.
Laporan Angka Kesakitan di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Minahasa Tahun 2012.
Tondano
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara.
2013. Laporan Surveilans Terpadu di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012.
Manado
Gunawan, L. 2005. Hipertensi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Ed-2.
Jakarta: EGC.
JNC-7. 2003. The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure (online).
(http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/h
ypertension/jnc7full.pdf).
Diakses pada tanggal 4 Februari 2013
Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk
Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Komalasari, D dan Helmi, F. 2000. Faktor-
Faktor Penyebab Perilaku Merokok
Pada Remaja. Jurnal Psikologi, No. 1
Hal 37-47. Yogyakarta.
Lemeshow, S., Hosmer, D., Klar, J., Lwanga,
S., 1997. Besar Sampel Dalam
Penelitian Kesehatan (Terjemahan).
Jogyakarta: UGM Press.
65
Lumbantobing, S. 2008. Tekanan Darah
Tinggi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Malonda, N. S. H. 2012. Pola Makan dan
Konsumsi Alkohol Sebagai Faktor
Risiko Hipertensi Pada Lansia di Kota
Tomohon Sulawesi Utara. Jurnal.
UGM. Yogyakarta.
Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran.
Ed 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Marmot, M. G., Elliott, P., Shipley, M. J. et al.
1994. Alcohol and blood pressure:
The INTERSALT study. British Medical
Journal, 308: 1263–1267
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Novalia, A. 2012. Hubungan Antara Kebiasaan
Merokok dengan Tekanan Darah
Meningkat Karyawan Laki-laki di
Nasmoco Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Vol. 1, no 2, Tahun 2012.
Semarang.
Nuariama, A. 2012. Faktor Resiko Hipertensi
Pada Masyarakat di Desa Kabongan
Kidul, Kabupaten Rembang. Jurnal
Media Medika Muda, Vol. IX, no 9.
(Online). (Available
from:http://eprints.undip.ac.id/37291/1/
AGNESIA_NUARIMA_G2A008009_
LAP_KTI.pdf) diakses 26 Februari
2013
Nugraheni. S, Suryandari. M, Aruben. A. 2008.
Pengendalian Faktor Determinan
sebagai Upaya Penatalaksanaan
Hipertensi di Tingkat Puskesmas,
(Online). (Available from:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/)
diakses 24 Januari 2013.
Nurwijaya, H & Ikawati, Z. 2009. Bahaya
Alkohol dan Cara Mencegah
Kecanduannya. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Pudiastuti, D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Riyadina, W. 2002. Faktor-Faktor Risiko
Hipertensi Pada Operator Pompa
Bensin (SPBU) di Jakarta. Jurnal Media
Litbang Kesehatan, Vol. XII,
Nomor 2, Tahun 2002. Jakarta
Rudianto, B. 2013. Menaklukan hipertensi dan
diabetes. Yogyakarta:
Sakkhasukma.
Russel ML, Cooper ML, Frone MR, Welte JW.
1991. Alcohol Drinking Patterns and
Blood Pressure. AM J Public Health 81
(4):452-7.
Sandhya. P. 2010. Menopause and High Blood
Pressure. (Online). (Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/)
diakses 3 Februari 2013
Sarasaty, R. 2011. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan dengan Hipertensi Pada
Kelompok Lanjut Usia di Kelurahan
Sawah Baru Kecamatan Ciputat, Kota
Tangerang Selatan Tahun 2011. Skripsi.
(Online).
(Available
from:http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_
digital/RINAWANG%20JADI.pdf)
diakses 28 Januari 2013.
Sirajuddin. 2011. Pengaruh Paparan Asap
Rokok Terhadap Kejadian Berat Badan
Lahir Bayi di Sulawesi Selatan. Jurnal
Media Gizi Pangan, Vol. XI, Edisi 1,
Tahun 2011. Makasar.
Soemantri, S. 2005. Transisi Epidemiologi Di
Indonesia. Bandung: Litbangkes.
Sugiharto, A. 2007. Faktor-faktor Risiko
Hipertensi Grade II pada Masyarakat
(Studi Kasus di Kabupaten
Karanganyar), (online). (Available
from: http://eprints.undip.ac.id/) diakses
22 Januari 2013.
Suhardjono. 2012. Mengapa Wanita Lebih
Kebal Terhadap Hipertensi. (Online).
(Available from:
http://www.penyakit.infogue.com/) diakses 23
februari
2013.
Suparto, 2000. Sehat Menjelang Usia Senja.
Bandung: Remaja Rosdakarya Effset.
Supariasa. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta:
EGC.
Yogiantoro, M.(2006) Hipertensi Esensial.
Buku Ajar Ilmu Penyakit
66
Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FK UI
67
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN IBU
RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI
LINGKUNGAN II KELURAHAN ISTIQLAL KECAMATAN WENANG KOTA
MANADO TAHUN 2013
Farah Marwah Sumah*, Rahayu H. Akil*
* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Pengelolaan sampah rumah tanggamerupakan hal yang fenomenal pada saat ini.Dengan
pendekatan reduce, reuse dan recycle (3 R),secara umum timbulan sampah akan berkurang dari
sumbernya sehingga sampah yang dibuang ke sistem pengelolaan TPA akan berkurang.Diperlukan
kesadaraan masyarakat tentang pengelolaan sampah agar dampak yang ditimbulkan dari dampak
negatif sampah dapat diminimalisir.Kelurahan Istiqlal adalah salah satu Kelurahan yang ada di
Kecamatan Wenang Kota Manado dengan jumlah penduduk cukup banyak. Pengaruh sampah
dalam pencemaran lingkungan dapat ditinjau melalui tiga aspek, yaitu melalui aspek fisik, kimiawi,
dan biologis. Secara fisik sampah dapat mengotori lingkungan sehingga memberikan kesan jorok,
tidak estetik, terlebih apabila sampah tersebut membusuk sehingga menimbulkan bau yang tidak
sedap.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan rancangan cross
sectional study denganmenggunakan uji uji chi-square (x2).Besar sampel yang terpenuhi dalam
penelitian ini adalah 69 responden dan diambil secara systematic random sampling. Berdasarkan
Tingkat Pengetahuan, pengetahuan baik sebanyak 36 orang (52,2%), pengetahuan tidak baik
sebanyak 33 orang (47,9%). Berdasarkan sikap responden, sikap baik sebanyak 42 responden
(60,9%), dan sikap tidak baik sebanyak 27 responden (39,1%). Berdasarkan tindakan responden,
tindakan baik sebanyak 43 responden (62,3%), dan tindakan tidak baik 27 responden (37,7%).
Pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan pengelolaan sampah rumah tangga (ρ = 0,401).
Sikap tidak memiliki hubungan dengan pengelolaan sampah rumah tangga (ρ = 0,51).
Kata kunci: Pengetahuan, sikap, tindakan, pengelolaan sampah rumah tangga
ABSTRACT
Household waste management is a phenomenal thing. With reduce, reuse, and recycle (3R),
generally the amount of waste product will be decreasing. The society need to realize the importance
of organizing the household waste products, so the bad impact can be minimalized. Kelurahan
Istiqlal is on Kecamatan Wenang Manado city and has a big number of population. The effect of
waste can be observed by three aspect, which is physic, chemical, and biologic. Physically, the
environment will be soiled by waste and looks dirty, not aesthetic, and if the waste was decomposed
it smells bad.
This research used ananalyticalresearch study with cross-sectional study and using the
chi-square test. The amount of sample size in this research were 69 responders and being taken by
Systematic Random Sampling. Based on knowledge level, there are 36 respondents with good
knowledge (52,2%), 33 respondents (47,9%) were less knowledge. Based on attitude, there are 42
respondents (60,9%) with good attitude, and the less attitude were 27 respondents (39,1%). Based
on action, there are 43 respondents (62,3%) with good act, and 27 respondents (37,7%) were bad
act. Knowledge was not correlated with household waste management (ρ = 0,401). Attitude was not
correlated with household waste management (ρ = 0,51).
Keywords: knowledge, attitude, household waste management
68
PENDAHULUAN1
Pengetahuan pengelolaan sampah dengan
prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sudah
menjadi kebijakan secara nasional sejak
disahkannya Undang-undang No. 18 tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dengan
menerapkan prinsip ini, secara umum
diharapkan timbulan sampah akan berkurang
dari sumbernya sehingga sampah yang
dibuang ke TPA juga berkurang. Di samping
itu juga dapat menjadi alat dalam
mengoptimalkan pemanfaatan sampah
sehingga sampah memiliki nilai ekonomis
dan dapat membuka lapangan pekerjaan.
Sampai tahun 2012, baru sekitar
75% sampah yang terangkut ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) dari seluruh
produksi sampah total sebesar 2.725 m3/hari.
Sampah yang mendominasi adalah sampah
organik 1.750 m3, dan sampah an-organik
yang meliputi kertas 205 m3, kaca 21 m3,
plastik 725 m3, kayu 71 m3, kaca/gelas 21 m3,
dan sampah lain 155 m3 (Dinas Kebersihan
dan Pertamanan kota Manado, 2012). Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya pertambahan penduduk dan arus
urbanisasi yang pesat telah menyebabkan
timbulan sampah pada perkotaan semakin
tinggi, kendaraan pengangkut yang jumlah
maupun kondisinya kurang memadai, sistem
pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak
ramah lingkungan, dan belum diterapkannya
pendekatan reduce, reuse dan recycle (3 R)
(Nahadi, 2007). Untuk mencapai kondisi
masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera
dimasa yang akan datang, akan sangat
diperlukan adanya lingkungan permukiman
yang sehat. Dari aspek persampahan, maka
kata sehat akan berarti sebagai kondisi yang
akan dapat dicapai bila sampah dapat dikelola
secara baik sehingga bersih dari lingkungan
permukiman dimana manusia beraktifitas di
dalamnya (Permen PU nomor:
21/PRT/M/2006).
Manado Green and Clean
merupakan program menciptakan kota
Manado yang bersih dan hijau. Bersih berarti
tidak ada sampah yang merusak
pemandangan kota sedangkan hijau berarti
tidak ada kegersangan dalam pemandangan
mata, dimana sejauh mata memandang yang
tampak adalah taman. Program ini
merupakan hasil kerjasama antara Unilever,
Balai Lingkungan Hidup (BLH) Kota
Manado, dan Manado Post sebagai bagian
dari program lingkungan Unilever Indonesia
Foundation, program berbasis masyarakat,
Manado Green and Clean tahun 2011.
Dampak dari proyek ini adalah 8-10%
pengurangan limbah di setiap kota di mana
program ini dijalankan. Kota-kota lain yang
menjalankan program serupa adalah
Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Makassar,
Medan, Bandung, Banjarmasin, Balikpapan,
dan Denpasar. Tujuannya adalah untuk
memberdayakan masyarakat dalam
penanganan limbah domestik melalui
pemilahan sampah, pembuatan kompos, dan
kegiatan penghijauan. Secara nasional,
program ini memiliki manfaat lebih dari 6
juta orang Indonesia (Anonim, 2011).
Kelurahan Istiqlal merupakan salah
satu kelurahan yang tergolong daerah
pinggiran dimana kondisi status sosial
ekonominya masih rendah. Kelurahan Istiqlal
juga merupakan daerah rawan banjir. Selain
itu, kelurahan Istiqlal juga berada sekitar
±20m dari Sungai, dan sungai biasanya jadi
tempat pembuangan sampah. Diperlukan
kesadaraan masyarakat tentang pengelolaan
sampah agar dampak yang ditimbulkan dari
dampak negatif sampah dapat diminimalisir.
Oleh karena itu, maka peneliti merasa perlu
mengetahui tentang hubungan antara
pengetahuan dan sikap dengan tindakan ibu
rumah tangga dalam pengelolaan sampah
rumah tangga di kelurahan Istiqlal.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang akan di
gunakan ini adalah survey penelitian analitik
dengan rancangan Cross sectional study.
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan
Istiqlal Lingkungan II Kecamatan Wenang
Kota Manado. Penelitian akan dilakukan
pada bulan Maret – juni 2013. Populasi dari
penelitian ini adalah seluruh masyarakat di
Lingkungan II Kelurahan Istiqlal dengan
jumlah KK sebanyak 218 ( 615 jiwa).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Individu
Umur Responden yang berumur kurang dari 47
tahun berjumlah 19 orang (27,5%) dan
responden yang berumur 47 tahun dan 47
tahun ke atas berjumlah 50 orang (72,5%).
69
Menurut Eviyani dalam Khairunnisa (2011),
tidak selamanya umur seseorang menentukan
apa yang dia kerjakan dan bagaimana hasil
pekerjaannya. Umur hanya menunjukkan
seberapa lama dan seberapa kuat dia
melakukan pekerjaannya tersebut.
Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan, responden
paling banyak adalah yang memiliki
pendidikan menengah yaitu sebanyak 51
responden (73,9%), kemudian pendidikan
dasar sebanyak 10 responden (14,5%), dan
yang paling sedikit adalah pendidikan tinggi
sebanyak 8 responden (11,6%). Sesuai
dengan Notoatmodjo (2010), yang
mengemukakan bahwa manusia yang
memiliki sumber daya manusia yang lebih
baik, dalam arti tingkat pendidikan yang lebih
tinggi maka akan semakin mengerti dan
semakin mudah memahami manfaat dari
suatu hal
Status Pekerjaan
berdasarkan status pekerjaan, diketahui
bahwa sebanyak 19 responden memiliki
status bekerja, sedangkan 50 responden
memiliki status tidak bekerja. Menurut
Khairunnisa (2011), secara umum, ibu yang
memiliki pekerjaan di luar rumah cenderung
tidak peduli dengan hal-hal yang berkaitan
dengan urusan rumah tangga apalagi mereka
sudah mempunyai orang yang akan
mengurusinya.
Pendapatan Sesuai Upah Minimum
Propinsi (UMP)
sebanyak 46 responden memiliki pendapatan
sesuai UMR yaitu Rp.1.550.000,- atau lebih
dari UMR dan sebanyak 23 responden
memiliki pendapatan di bawah UMR.
Menurut penelitian Eviyani (2007) dalam
Khairunnisa (2011), tidak selamanya jumlah
penghasilan menentukan mau tidaknya
seseorang dalam melakukan kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan
masyarakat sekitar meskipun kegiatan
tersebut juga memerlukan biaya.
Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Tabel 1.1 Hubungan Pengetahuan Responden
dengan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Berdasarkan tabel 1.1 diketahui bahwa
responden dengan pengetahuan baik yang
melakukan pengolahan sampah dengan baik
sebanyak 22 orang (22%) dan yang Tidak
baik sebanyak 16 orang (16%). Responden
yang memiliki pengetahuan tidak baik yang
melakukan pengolahan sampah dengan baik
sebanyak 21 orang (21%) dan yang Tidak
baik sebanyak 10 orang (10%).
Dari hasil uji chi-square didapatkan
nilai p = 0,401 (p > 0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan
tindakan pengelolaan sampah rumah tangga
di Lingkungan II Kelurahan Istiqlal
Kecamatan Wenang Kota Manado.
Hubungan Sikap Responden Dengan
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Tabel 4.12 Hubungan antara sikap responden
dengan pengelolaan sampah rumah tangga.
Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa
responden dengan sikap baik yang
melakukan pengolahan sampah dengan baik
sebanyak 30 orang (30%) dan yang tidak baik
sebanyak 12 orang (12%). Responden yang
memiliki sikap tidak baik yang melakukan
pengolahan sampah dengan baik sebanyak 13
orang (13%) dan yang tidak baik sebanyak 14
orang (14%).
Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p =
0,51 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
Pengetahuan
Tindakan
Total pvalue Tidak Baik Baik
N % n %
Tidak Baik 10 10 21 21 31
Baik 16 16 22 22 38 0,401
26 26 43 43 69
Sikap
Tindakan
Total
pvalue Tidak Baik Baik
n % N %
Tidak Baik 14 14 13 13 27
Baik 12 12 30 30 42 0,51
26 26 43 43 69
70
antara sikap dengan tindakan pengelolaan
sampah rumah tangga di Lingkungan II
Kelurahan Istiqlal Kecamatan Wenang Kota
Manado.
Berdasarkan hasil penelitian di
kelurahan istiqlal linkungan II, di peroleh
sampel sebanyak 69 ibu rumah tangga.
Responden pada penelitian ini sebanyak 19
orang (27,5%) berumur di bawah 47 tahun
dan yang berumur di 47 tahun atau lebih dari
47 tahun sebanyak 50 orang (72,5%).
Menurut Eviyani dalam Khairunnisa (2011),
tidak selamanya umur seseorang menentukan
apa yang dia kerjakan dan bagaimana hasil
pekerjaannya. Umur hanya menunjukkan
seberapa lama dan seberapa kuat dia
melakukan pekerjaannya tersebut.
Sebenarnya tidak ada batas yang tegas pada
usia berapa penampilan seseorang mulai
menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis
alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal
pencapaian puncak maupun menurunnya
(Ali, 2011). Untuk pengetahuan responden
yang terbanyak adalah responden dengan
pengetahuan baik yaitu 36 orang (52,2 %) dan
pengetahuan tidak baik sebanyak 33 orang
(47,8%). Untuk sikap responden yang
tertinggi yaitu sikap baik dengan jumlah 42
orang (60,9%) dan sikap tidak baik sebanyak
27 orang (39,1%). Menurut Notoatmodjo
(2010), perilaku seseorang akan lebih baik
dan dapat bertahan lebih lama apabila
didasari oleh tingkat pengetahuan dan
kesadaran yang baik. Seseorang yang
mempunyai pengetahuan yang baik akan
sesuatu hal diharapkan akan mempunyai
sikap yang baik yang diwujudkan dengan
tindakan yang baik pula. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara statistik tidak ada hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dengan
pengelolaan sampah rumah tangga di
lingkungan II Kelurahan Istiqlal Kecamatan
Wenang Kota Manado dengan probabilitas
sebesar 0,555 (p > 0,05).
KESIMPULAN
Terdapat sebanyak 52,2% ibu rumah tangga
berpengetahuan baik, dan berpengetahuan
tidak baik sebanyak 47,8% ibu rumah
tangga.
1. Terdapat sebanyak 60,9% ibu rumah
tangga memiliki sikap baik, dan 39,1%
ibu rumah tangga yang memiliki sikap
tidak baik.
2. Terdapat sebanyak 62,3% ibu rumah
tangga memiliki tindakan pengelolaan
sampah rumah tangga baik, dan 37,7%
ibu rumah tangga yang memiliki tindakan
pengelolaan sampah rumah tangga tidak
baik.
3. Tidak terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan tindakan
pengelolaan sampah rumah tangga di
lingkungan II kelurahan Istiqlal
Kecamatan Wenang Kota Manado.
4. Tidak terdapat hubungan antara sikap
dengan tindakan pengelolaan sampah
rumah tangga di lingkungan II kelurahan
Istiqlal Kecamatan Wenang Kota
Manado.
SARAN 1. Perlu adanya peningkatan pengetahuan
ibu rumah tangga, dalam hal ini
melaksanakan penyuluhan-penyuluhan
tentang pengelolaan sampah rumah
tangga.
2. Kelurahan Istiqlal wajib mendorong,
mendukung dan menfasilitasi segala
kegiatan yang berkaitan dengan prinsip
3R dalam pengelolaan sampah dengan
menerbitkan peraturan, menyediakan
sarana dan prasarana, insentif,
permodalan dan jaminan pasar bagi
produk daur ulang.
3. Pihak Kelurahan diharapkan dapat
bekerja sama dengan Dinas Kesehatan
Kota Manado dalam penyediaan media
informasi kesehatan (poster, leaflet dan
lain-lain) khususnya mengenai
pengelolaan sampah rumah tangga baik
sampah organik maupun sampah
anorganik.
4. Masyarakat perlu lebih meningkatkan
kepedulian mengenai masalah sampah
yang dihasilkan oleh tiap-tiap rumah
tangga, khususnya mengenai pengelolaan
sampahPerlunya penelitian lebih lanjut
mengenai pengelolaan sampah rumah
tangga di tiap-tiap kelurahan di Kota
Manado.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2008. Undang-Undang RI
Nomor 18 Tahun 2008, Tentang
Pengelolaan Sampah
Anonimous, 2011. Program Lingkungan,
(Online)
(http://www.unilever.co.id/id/aboutus
/yayasanunileverindonesia/programli
ngkungan/, diakses tanggal 10
Februari 2013)
71
Anonimous, 2012a. Profil Kebersihan dan
Pertamanan Kota Manado. Manado:
Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Anonimous, 2012b. Profil Kelurahan
Istiqlal. Manado: Kelurahan Istiqlal.
Artiningsih, K. 2008. Peran Serta
Masyarakat dalam Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga. Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang (Online) (diakses
tanggal 16 Mei 2013)
Aurora, L. 2011. Knowledge, Attitude and
Practices regarding Waste
Management in Selected Hostel
Students of University of Rajasthan,
Jaipur. International Journal of
Chemical, Environmental and
Pharmaceutical Research Vol. 2,
No.1, 40-43 January-April, 2011.
(Online) (diakses tanggal 14 April
2013)
Banga, M. 2011. Household Knowledge,
Attitudes and Practices in Solid Waste
Segregation and Recycling: The Case
of Urban Kampala. Zambia Social
Science Journal Volume 2 Number 1
May 2011 (Online) (diakses tanggal
14 April 2013)
Chabibah, M. 2009. Hubungan Pengetahuan
dan Sikap dengan Tindakan Ibu
Rumah Tangga dalam Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga di Kelurahan
Jambangan. (Online) (diakses tanggal
30 Januari 2013)
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan
Lingkungan. EGC. Jakarta. Hal 111-
123
Fadhilah, A. 2011. Kajian Pengelolaan
Sampah Kampus Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro. ISSN: 0853-2877
MODUL Vo.11 No. 2 Agustus 2011
(Online) (diakses tanggal 16 Mei
2013)
Faizah, 2008. Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga Berbasis Masyarakat (Studi
Kasus di Kota Yogyakarta). Skripsi.
(Online) (diakses tanggal 6 Maret
2013)
Khairunnisa, 2011. Hubungan Karakteristik
Ibu Rumah Tangga Dengan
Pengolahan Sampah Domestik Dalam
Mewujudkan Medan Green And Clean
(Mdgc) Di Lingkungan I Kelurahan
Pulo Brayan Darat Ii Kecamatan
Medan Timur Kota Medan Tahun
2011, (Online)
(http://repository.usu.ac.id/handle/12
3456789/30773, diakses tanggal 30
Januari 2013)
Lerik, 2008. Hubungan antara pengetahuan
dan sikap dengan praktik ibu rumah
tangga dalam pemberantasan sarang
nyamuk demam berdarah dengue
(PSN-DBD) di Kelurahan Oebufu
Kecamatan Oebobo Kota Kupang
tahun 2008, MKM Vol. 03 No. 01 Juni
2008. (Online) (diakses tanggal 25
April 2013)
Maulana, H. 2009. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku. EGC: Jakarta.
Meikawati, 2008. Hubungan antara
Pengetahuan dan Sikap tentang
Higiene Sanitasi Petugas Penjamah
Makanan dengan Praktek Higiene
Sanitasi di Unit Instalasi Gizi RSJ di
Amino Gondohutomo Semarang
2008 (Online) (25 April 2013)
Mifbakhuddin, 2010. Gambaran
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Tinjauan Aspek Pendidikan,
Pengetahuan, dan
PendapatanPperkapita di RT 6 RW 1
Kelurahan Pedurungan Tengah
Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Indonesia Vol 6 no 1 Th
2010 (Online) (diakses tanggal 14
April 2013)
Nahadi, 2007. Program Pengelolaan Sampah
Melalui Pemanfaatan Teknologi
Komposting Berbasis Masyarakat
(Online)
(http://jurnal.upi.edu/file/Nahadi2.pdf
, diakses tanggal 16 Mei 2013)
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan
Masyarakat Ilmu & Seni. Rineka
Cipta. Jakarta. Hal 187-191
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi
Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 115-
130
Notoatmodjo, S., 2012. Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku. Jakarta. : Rineka
Cipta
Pohan, Y. 2013. Pengelolaan Sampah
Perumahan Kawasan Pedesaan
Berdasarkan Karakteristik Timbulan
Sampah di Kabupaten Gresik.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2,
No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539
(2301-9271 Print) (Online) (diakses
tanggal 16 Mei 2013)
Riswan, 2011. Pengelolaan sampah rumah
tangga di kecamatan daha selatan.
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol.9, No. 1,
72
April 2011, (online)
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/
ilmulingkungan/article/view/2085,
diakses tanggal 18 Januari 2013)
Sidarto, 2010. Analisis Usaha Proses
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dengan Pendekatan Cost and Benefit
Ratio Guna Menunjang Kebersihan
Lingkungan. Jurnal Teknologi,
Volume 3 No.2, Desember 2010, 161-
168 (online) (diakses tanggal 25 April
2013)
Soemirat, J. 2011. Kesehatan Lingkungan.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. Hal.180-184
Soma, S. 2010. Pengantar Ilmu Teknik
Lingkungan Seri: Pengelolaan
Sampah Perkotaan. IPB Press. Bogor
Sukandarrumidi, 2009. Rekayasa Gambut,
Briket Batubara, dan Sampah
Organik. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. Hal 63-64
Sulistyorini, L. 2005. Pengelolaan Sampah
Dengan Cara Menjadikannya
Kompos. JURNAL KESEHATAN
LINGKUNGAN, VOL. 2, NO. 1,
JULI 2005 : 77 – 84. (Online) (diakses
tanggal 16 Mei 2013)
Susanto, R. Hubungan pengetahuan
terhadap pengelolaan sampah
Organik dan non organik pada
masyarakat RW 03 Sumbersari
Malang (Online), (diakses tanggal 14
April 2013)
Utami, B. 2008. Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga berbasis Komunitas: Teladan
dari Dua Komunitas di Sleman dan
Jakarta Selatan (Online)
(http://jurnalsodality.ipb.ac.id/jurnalp
df/edisi4-3.pdf, diakses tanggal 16
Mei 2013)
73
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT KECACINGAN
DENGAN INFESTASI CACING PADA SISWA SD DI KELURAHAN BENGKOL
KECAMATAN MAPANGET KOTA MANADO Preliana Mustafa*, Henry Palendeng**,Benedictus.S.Lampus**
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
** Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRACT
Prevalence of Worms in Indonesia in general is still very high at 60% - 80%. The high prevalence of this worm
disease can have an impact on public health, especially children's nutritional status in infancy. School-age
children is a community group that is expected to grow into a human resource potential in the future so keep in
mind and be prepared to be grown both physically and intellectually. The purpose of this study was to analyze
whether there is a relationship between the behavior of elementary students worm disease prevention Bengkol
with worm infestation.
This research is analytic survey with a cross-sectional study design. The research was conducted in SD
and SD ADVENT GMIM Bengkol, in April-May 2013. The population in this study were all students in grade IV,
V, and VI in the Village Elementary School District Bengkol Mapanget Manado City totaling 89 people. The
number of samples is 80 people who are determined based on inclusion and exclusion criteria. The results show
the percentage of worm infestation of 11.25% (44.44% Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura 22.22%, and
33.33% Hookworm).
From statistical test results obtained hubunganun value of 0.734 for the knowledge variable (p> 0.05),
the attitude of 1.00 (P >0.05), and the action of 0.476 (p> 0.05). Based on the results of this study concluded that
there was no correlation between knowledge with worm infestation, there is no relationship between attitudes to
worm infestation and there is no relationship between the actions of the infestation warm.
Keywords: attitude, infestation warms, student at elementary school
ABSTRAK
Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, yaitu 60% - 80%. Tingginya prevalensi
penyakit cacing ini dapat memberikan dampak pada kesehatan masyarakat terutama status gizi anak dalam masa
pertumbuhannya. Anak usia sekolah merupakan golongan masyarakat yang diharapkan dapat tumbuh menjadi
sumber daya manusia yang potensial di masa yang akan datang sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan untuk
dapat tumbuh sempurna baik fisik maupun intelektualnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
apakah terdapat hubungan antara perilaku pencegahan penyakit kecacingan Siswa SD Bengkol dengan infestasi
cacing.
Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional.
Penelitian ini dilakukan di SD GMIM dan SD ADVENT Bengkol, pada bulan April - Mei 2013. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV, V, dan VI Sekolah Dasar di Kelurahan Bengkol Kecamatan
Mapanget Kota Manado yang berjumlah 89 orang. Jumlah sampel adalah 80 orang yang ditentukan berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan presentase infestasi cacing sebesar 11,25% (Ascaris
lumbricoides 44,44%, Trichuris trichiura 22,22%, dan Hookworm 33,33%).
Dari hasil uji stastistik didapatkan nilai hubunganun untuk variabel pengetahuan sebesar 1,000
(p>0,05), sikap sebesar 1,000 (p>0,05), dan tindakan sebesar 0,470 (p>0,05). Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan infestasi cacing, tidak terdapat
hubungan antara sikap dengan infestasi cacing dan tidak terdapat hubungan antara tindakan dengan infestasi
cacing.
Kata Kunci: perilaku, infestasi cacing, siswa sekolah dasar
74
PENDAHULUAN
Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya
masih sangat tinggi, yaitu 60% - 80%. Hal ini
terjadi dikarenakan Indonesia berada dalam posisi
geografis dengan temperatur dan kelembaban
yang sesuai untuk tempat hidup dan berkembang
biaknya cacing (Depkes, 2006). ). Infeksi cacing
usus merupakan infeksi kronik yang paling
banyak menyerang anak balita dan anak usia
sekolah dasar. Infeksi cacing usus ditularkan
melalui tanah yang tercemar telur cacing, tempat
tinggal yang tidak saniter dan cara hidup tidak
bersih merupakan masalah kesehatan masyarakat,
di pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan di
Indonesia ( Mardiana, 2008).
Faktor faktor yang menyebabkan masih
tingginya infeksi cacing adalah rendahnya tingkat
sanitasi pribadi (perilaku hidup bersih sehat)
seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan
setelah buang air besar (BAB), kebersihan kuku,
perilaku jajan di sembarang tempat yang
kebersihannya tidak dapat dikontrol, perilaku
BAB tidak di WC yang menyebabkan
pencemaran tanah dan lingkungan oleh feses yang
mengandung telur cacing serta ketersediaan
sumber air bersih (Winita, 2012).
Perilaku hidup yang bersih dan sehat
merupakan faktor kedua terbesar setelah faktor
lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
individu, kelompok, atau masyarakat. Perilaku ini
menyangkut pengetahuan akan pentingnya
higiene perorangan, sikap dalam menanggapi
penyakit serta tindakan yang dilakukan dalam
menghadapi suatu penyakit atau permasalahan
kesehatan lainnya (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Data Dinas Kesehatan Kota
Manado kasus kecacingan di Kota Manado pada
tahun 2012 sebanyak 102 kasus dan kasus
terbanyak yang ditemukan adalah di wilayah kerja
Puskesmas Bengkol yaitu 32 kasus.
Berdasarkan latar belakang maka
dirumusan masalah penelitian yaitu apakah
terdapat hubungan antara perilaku tentang
pencegahan penyakit kecacingan dengan infestasi
cacing pada siswa SD di kelurahan Bengkol
Kecamatan Mapanget Kota Manado.
METODE PENELITAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat survei analitik dengan
rancangan penelitian cross sectional (studi potong
lintang).
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD GMIM dan SD
ADVENT Bengkol Kecamatan Mapanget Kota
Manado, pada bulan April sampai dengan bulan
Mei 2013.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas IV, V, dan VI SD GMIM yang
berjumlah 44 siswa dan seluruh siswa kelas IV, V,
dan VI SD ADVENT yang berjumlah 45 siswa di
Kelurahan Bengkol Kecamatan Mapanget Kota
Manado dengan jumlah keseluruhan sebanyak 89
siswa. Dengan kriteria: a) Kriteria Inklusi: Siswa
kelas IV, V dan VI SD GMIM dan SD ADVENT
Bengkol Kota Manado, dapat berkomunikasi
dengan baik, siswa yang bersedia menjadi
responden, mendapatkan izin dari orang tua, b)
Kriteria Eksklusi: Siswa yang minum obat cacing
dalam waktu 6 bulan terakhir, tidak bersedia
menjadi responden. Sampel yang diambil
berjumlah 80 orang dengan menggunakan total
sampling.
Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
perilaku tentang pencegahan penyakit
kecacingan, yang akan diukur yaitu : pengetahuan
siswa SD Bengkol tentang pencegahan penyakit
kecacingan, sikap siswa SD Bengkol tentang
pencegahan penyakit kecacingan dan tindakan
siswa SD Bengkol tentang pencegahan penyakit
kecacingan. Sedangkan variabel terikat dalam
penelitian ini adalah infestasi cacing.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu
Kuesioner, dan pemeriksaan Laboratorium,
Laboratorium yang digunakan adalah
Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran
Universitas Samratulangi Manado
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
SPSS versi 20, data yang telah diolah selanjutnya
di analisis dengan menggunakan uji Fisher’s
Exact untuk mengetahui hubungan antara perilaku
tentang pencegahan penyakit kecacingan dengan
infestasi cacing.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Tabel Silang Pengetahuan Tentang
Penyakit Kecacingan dengan Infestasi Cacing
Penge
tahua
n
Cacingan Total p
Value Positif Negatif
n % N % N %
Tidak
Baik 1 1,25 7 8,7 8 10
1.000
Baik 8 10 64 80 72 90
Total 9 11,2 71 88,7 80 100
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa
responden dengan infestasi cacing positif
terdistribusi pada kategori pengetahuan tidak baik
1(1,25%) responden dan 8(10%) berpengetahuan
baik, sedangkan responden yang negatif cacingan
75
terdistribusi pada kategori pengetahuan yang
tidak baik sebanyak 7(8,7%) responden dan
64(80%) responden yang berpengetahuan baik.
Tabel 2. Tabel Silang Sikap Tentang Penyakit
Kecacingan dengan Infestasi Cacing
Sikap
Cacingan Total p
Value Positif Negatif
n % N % N %
Tidak
Baik 1 1,25 10 12,5 11 13,8
1,000
Baik 8 10 61 76,2 69 86,2
Total 9 11,2 71 88,7 80 100
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa
responden dengan infestasi cacing positif
terdistribusi pada kategori sikap yang tidak baik
yaitu 1(1,25%) responden dan 8(10%) responden
sikap baik, sedangkan responden yang negatif
cacingan terdistribusi pada kategori sikap yang
tidak baik sebanyak 10(12,5%) responden dan
61(76,2%) responden yang bersikap baik.
Tabel 3. Tabel Silang Tindakan Tentang Penyakit
Kecacingan dengan Infestasi Cacing
Tinda
kan
Cacingan Total p
Value Positif Negatif
n % N % N %
Tidak
Baik 2 2,5 29 36,2 31 38,7
0,476
Baik 7 8,7 42 52,5 49 61,2
Total 9 11,2 71 88,7 80 100
Berdasarkan tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa
responden dengan infestasi cacing positif
terdistribusi pada kategori tindakan yang tidak
baik yaitu 2(2,5%) responden dan 7(8,75%)
responden tindakannya baik, sedangkan
responden yang negatif cacingan terdistribusi
pada kategori tindakan yang tidak baik sebanyak
29(36,25%) responden dan 42(52,5%) responden
tindakannya baik.
Hubungan Pengetahuan tentang Penyakit
Kecacingan dengan Infestasi Cacing
Dari hasil pengolahan data yang menggunakan
perhitungan Fisher exact dengan bantuan
program SPSS version 20 for Windows
menghasilkan nilai probabilitas sebesar 1.000
(P>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa H0
diterima yang berarti bahwa tidak ada hubungan
antara pengetahuan tentang penyakit kecacingan
dengan infestasi cacing pada siswa SD Bengkol.
Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian
yang dilakukan oleh Dondokambey (2011)
tentang hubungan antara pengetahuan tentang
penyakit cacingan dengan infestasi cacing pada
siswa di SD Kristen Solagrita Tongkain, dimana
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara pengetahuan tentang penyakit
cacingan dengan infestasi cacing (P>0,05).
Hubungan Sikap tentang Penyakit Kecacingan
dengan Infestasi Cacing
Dari hasil pengolahan data yang menggunakan
perhitungan Fisher exact memperoleh hasil yaitu
antara sikap dengan infestasi cacing mempunyai
probabilitas sebesar 1,000 (P>0,05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti
bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan
infestasi cacing pada siswa SD Bengkol. Dari 80
orang siswa yang mempunyai sikap yang baik
sebanyak 69(86,2%) responden dan 11(13,8%)
responden mempunyai sikap tidak baik dengan
infestasi cacing negatif, sedangkan responden
yang positif cacingan terdapat pada kategori sikap
yang baik sebanyak 8(10%) responden dan
1(1,25%) responden yang bersikap tidak baik. Ini
berarti bahwa pada umumnya responden yang
mempunyai sikap yang baik atau respons yang
positif belum tentu dapat mewujudkan hal-hal
yang direspons tersebut menjadi suatu tindakan
nyata dan hal ini dibuktikan dengan jumlah
responden yang mempunyai sikap yang baik,
lebih banyak positif terinfeksi cacing daripada
responden yang mempunyai sikap yang tidak baik
yaitu hanya 1,25 % responden.
Penelitian yang dilakukan oleh Samad
(2009) tentang hubungan infeksi dengan
pencemaran tanah oleh telur cacing yang
ditularkan melalui tanah dan perilaku anak
Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung
Kecamatan Medan Tembung didapat hasil yaitu
tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap
dengan kejadian cacingan (P>0,05).
Penelitian lain yang dilakukan oleh
Salbilah (2008) tentang hubungan karakteristik
siswa dan sanitasi lingkungan dengan infeksi
cacinggan sekolah dasar di Kecamatan Medan
Beawan, hasil penelitian menunjukkan prevalensi
rate infeksi cacingan sebesar 53,8% tidak ada
hubungan antara sikap dengan infeksi kecacingan
(P>0,05).
Hubungan Tindakan tentang Penyakit
Kecacingan dengan Infestasi Cacing
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan
perhitungan Fisher exact memperoleh hasil yaitu
antara tindakan tentang penyakit kecacingan
dengan infestasi cacing mempunyai probabilitas
sebesar 0,476 (P>0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti
bahwa tidak ada hubungan antara Tindakan
dengan infestasi cacing pada siswa SD Bengkol.
Penelitian ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ottay (2010) tentang hubungan
antara perilaku pemulung dengan kejadian
penyakit cacingan di tempat pembuangan akhir
sampah sumompo kota manado yang
mendapatkan hasil yang sama yaitu tidak ada
76
hubungan antara tindakan dengan kejadian
cacingan di TPA Kota Manado.
Penelitian yang dilakukan oleh Pawestri
(2009) tentang hubungan antara pengetahuan
sikap dan perilaku dengan kejadian cacingan pada
siswa SDN Karang 1, Wedi, Klaten, Jawa tengah
di dapat bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara perilaku siswa dengan kejadian
cacingan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
SD GMIM dan SD ADVENT Kelurahan Bengkol
Kecamatan Mapanget Kota Manado maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Proporsi kejadian cacingan pada anak SD
GMIM dan SD ADVENT Bengkol
sebanyak 9 responden (11,25%)
2. Tidak ada hubungan antara pengetahuan
tentang pencegahan penyakit cacingan
dengan infestasi cacing pada anak usia sekolah
dasar di SD Bengkol.
3. Tidak ada hubungan antara sikap tentang
pencegahan penyakit cacingan dengan
infestasi cacing pada anak usia sekolah dasar
di SD Bengkol
4. Tidak ada hubungan antara tindakan tentang
pencegahan penyakit cacingan dengan
infestasi cacing pada anak usia sekolah dasar
di SD Bengkol
SARAN
1. Perlu ditingkatkan lagi Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat, untuk pencegahan penyakit
cacingan, seperti mencuci tangan sebelum
makan, memakai alas kaki ketika bermain dan
beraktifitas
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang
infestasi cacing dengan jumlah sampel yang
lebih besar ditambah dengan faktor-faktor
lainya yang berpengaruh terhadap infestasi
cacing.
DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, 2006. Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor
424/MENKES/SK/VI/2006 tentang
Pedoman Pengendalian Cacingan.
(Online),
http://www.hukor.Depkes.go.id/up_prod
_kepmenkes/KMK.20No.2042420ttgPe
domanPengendalianCacingan.pdf.
(diakses tanggal 9 April 2013).
Dondokambey. H, 2011. Hubungan Antara
Perilaku Tentang Penyakit Cacingan
Dengan Infestasi Cacing Di SD Kristen
Solgrita Tongkaina. Skripsi
Lalandos. J. L, Kareri. D. G. R, 2008. Prevalensi
Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan
Melalui Tanah Pada siswa SD GMIM Lahay
Roy Malalayang. MKM Vol. 03 No. 02
Desember 2008, (online),
http://mediakesehatanmasyarakat.files.word
press.com/2012/06/artikel-4.pdf (diakses
tanggal 29 Februari 2013)
Mardiana, Djarismawati. 2008. Prevalensi
Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar
Wajib Belajar Pelayanan Gerakan
TerpaduPengentasan Kemiskinan
daerah kumuh Di Wilayah DKI Jakarta.
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2
Agustus 2008 : 769-774, (online)(
diakses tanggal 2 April 2013)
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineke
Cipta
Ottay, RI. 2010. Hubungan antara
PerilakuPemulung debgab Kejadian
Penyakit Cacingan di TPA Sampah
Sumompo Kota Manado. Jurnal Biomedik
Vol. 2 No. 1 Maret 2010.
(online)http://ejournal.unsrat.ac.id/index.ph
p/biomedik/article/view/841/659
( siakses tanggal 2 Mei 2013 )
Pawesri. G. S, 2009. Hubungan Pengetahuan,
Sikap, dan Perilaku Dengan Kejadian
Cacingan Pada Siswa SDN Karang I,
Wedi, Klaten, Jawa Tengah. (online)
http://repository.uii.ac.id/710/SK/I/000/
000/000417/uiiskripsihubunganpengeta
huan-05711024-GALUHPAWESTRI-
3814943656-abstract.pdf
(diakses tanggal 15 mei 2013).
Salbiah, 2008. Hubungan Karakterstik Siswa Dan
Sanitasi Lingkungan Dengan Infeksi
Cacingan Siswa Sekolah Dasar Di
Kecamatan Medan Belawan.
(online)http://repository.usu.ac.id/bitstre
am/123456789/6776/1/057023018.pdf
Samad, H. 2009. Hubungan Infeksi Dengan
Pencemaran Tanah Oleh telur cacing
Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan
Perilaku Anak Sekolah Dasar Di
Kelurahan Tembung Kecamatan Medan
Tembung. Tesis, Medan, Universitas
Sumatra Utara (online )
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123
456789/6238/1/09E01347.pdf, (diakses
17 mei 2013)
Zukhriadi, R 2008. Hubungan Higiene
Perorangan Siswa Dengan Infeksi
Kecacingan Anak SD Negeri di
Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga.
Tesis. (online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/6822/1/08E00343.pdf
(diakses tanggal 9 April 2013).
Winita. R, Mulyanti, dan Astuti. H, 2012, Upaya
Pemberantasan Kecacingan Di Sekolah
Dasar, Makara, Kesehatan, vol. 16, no. 2,
77
Desember 2012 (online)
journal.ui.ac.id/index.php/health/article/do
wnload/1631/1361
top related