Executive Summary Kek
Post on 14-Dec-2015
38 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
1
Executive Summary
I. PENDAHULUAN
Salah satu arah pembangunan jangka panjang nasional yang tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2005-2025 adalah mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Kemampuan bangsa
untuk berdaya saing tinggi merupakan kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran
bangsa. Untuk memperkuat daya saing bangsa, pembangunan nasional dalam jangka
panjang diarahkan salah satunya adalah untuk memperkuat perekonomian domestik
berbasis keunggulan di setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun
keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan di dalam negeri.
Untuk mengembangkan perekonomian nasional, khususnya sektor industri dan
perdagangan, pemerintah telah merumuskan beberapa konsep pengembangan kawasan
ekonomi strategis nasional seperti Kawasan Berikat; Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu (KAPET); Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB); dan lain-
lain. Namun demikian, pengembangan kawasan-kawasan ekonomi strategis nasional
tersebut selama ini masih belum menunjukkan keberhasilan yang berarti.
Belajar dari pengalaman sebelumnya dan dalam rangka mempercepat pencapaian
pembangunan ekonomi nasional, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui
penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geo-ekonomi dan geo-strategis yang disebut
dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan
industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Pengembangan KEK bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai
model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain
industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.
Ketentuan pengembangan KEK selanjutnya diatur dengan diterbitkannya Undang-undang
tentang Kawasan Ekonomi Khusus No. 39 Tahun 2009 dan telah disahkan pada bulan
EEXXEECCUUTTIIVVEE SSUUMMMMAARRYY
2
Executive Summary
September 2009.
Pengembangan KEK diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi banyak hal seperti
menekan urbanisasi ke kota-kota besar, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi
kawasan dan pada akhirnya berkurangnya tingkat kemiskinan. Keberadaan KEK diharapkan
mendorong kegiatan ekspor, meningkatkan investasi serta dapat mendorong pertumbuhan
wilayah sekitarnya. Secara luas, pengembangan KEK merupakan upaya peningkatan daya
saing Indonesia yang masih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
Dalam pelaksanaan pengembangan KEK perlu didukung oleh ketersediaan infrastruktur
pekerjaan umum (PU) dan permukiman. Ketersediaan infrastruktur yang berkualitas
merupakan salah satu faktor penentu daya tarik suatu kawasan/wilayah. Selain itu kinerja
infrastruktur merupakan faktor kunci dalam menentukan daya saing global. Tantangan
penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman dalam mendukung pengembangan KEK
kedepan adalah bagaimana meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang berkualitas dan
kinerjanya dapat diandalkan agar daya tarik dan daya saing Indonesia dalam konteks global
dapat membaik.
Dalam rangka mendorong pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai salah satu
upaya untuk penguatan daya saing perekonomian, diperlukan kajian kebijakan
penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman. Pustra sesuai dengan tupoksinya
memandang perlu menyusun kajian kebijakan penyelenggaraan infrastruktur PU dan
permukiman untuk mendorong pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Adapun
tujuan kajian ini adalah merumuskan kebijakan penyelenggaraan infrastruktur bidang PU
dan permukiman untuk mendorong pengembangan KEK.
II. PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI DAN KAWASAN STRATEGIS
NASIONAL DI INDONESIA
Indonesia memiliki beberapa konsep pengembangan kawasan ekonomi ataupun kawasan
strategis nasional yang pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan pembangunan dan
perekonomian wilayah agar terjadi pemerataan pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Tidak semua konsep kawasan tersebut dapat
diterapkan di seluruh wilayah Indonesia karena tiap konsep memiliki kriteria dan prinsip
yang berbeda-beda, sehingga dalam penerapannya disesuaikan dengan kondisi atau
3
Executive Summary
karakteristik suatu wilayah. Konsep kawasan ekonomi dan kawasan strategis nasional di
Indonesia yang telah diterapkan adalah Kawasan Andalan, Kawasan Ekonomi Terpadu
(KAPET), Kawasan Berikat, dan Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas (KPBPB).
Selanjutnya, Indonesia akan mencoba untuk mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) guna mengikuti persaingan perkembangan wilayah internasional. Selain itu juga akan
dikembangkan Koridor Ekonomi (KE) yang akan menciptakan konektivitas nasional agar
aktivitas ekonomi dapat berjalan dengan lancar dan mudah, baik di dalam pulau maupun
antar pulau.
Kawasan Andalan, KAPET, Kawasan Berikat, KPBPB dan KE dibentuk untuk pengembangan
wilayah dengan skala nasional, sedangkan KEK memiliki konsep yang dipersiapkan untuk
menjadi kawasan yang bertaraf internasional. Adapun konsep yang tidak jauh berbeda
dengan KEK adalah KPBPB. Namun, pada dasarnya kedua kawasan ini memiliki tujuan
pengembangan yang sangat berbeda. KPBPB dibentuk sebagai pintu untuk membuka
hubungan dengan negara lain dalam bidang pelabuhanan dan perdagangan, tetapi bentuk
kawasan secara keseluruhan tidak harus bertaraf internasional. Sedangkan KEK sebagai
kawasan khusus memiliki berbagai jenis aktivitas dan berdaya saing global guna
meningkatkan perekonomian nasional. Pada tabel 1 merupakan hasil sintesa mengenai
karakteristik kawasan ekonomi dan kawasan strategis nasional di Indonesia agar dapat
membedakan konsep KEK dengan kawasan lainnya secara rinci, namun KE tidak termasuk di
dalamnya karena belum memiliki kerangka hukum untuk penetapan dan pengembangan
kawasan tersebut.
III. KAJIAN BEST PRACTICE PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI
KHUSUS DI BEBERAPA NEGARA
Dari sintesa pelaksanaan kawasan ekonomi khusus di beberapa negara, secara umum
karakteristik KEK dapat dikelompokkan ke dalam dua model generik pelaksanaan KEK yang
telah diterapkan, yaitu:
1. KEK sebagai sebuah terminologi makro untuk kawasan yang ditetapkan untuk
menyediakan lingkungan yang secara internasional kompetitif serta bebas dari
berbagai hambatan berusaha dalam rangka memacu peningkatan ekspor nasional.
Konsep ini dapat ditemukan di negara India dan Filipina. Di India dikenal tiga jenis
umum Special Economic Zone (SEZ) meliputi : (a) SEZ for multiproduct, yaitu SEZ yang
terdiri dari sejumlah perusahaan yang tergolong dalam lebih dari satu sektor, yang di
4
Executive Summary
dalamnya juga terdapat kegiatan perdagangan dan pergudangan; (b) SEZ for specific
sector, yaitu SEZ bagi satu sektor tertentu saja (bisa lebih dari satu perusahaan) atau
SEZ untuk berbagai pelayanan satu sektor, seperti dalam pelabuhan atau bandar
udara; dan (c) SEZ for Free Trade and Warehouse yaitu SEZ yang secara khusus
menyediakan pelayanan fasilitas kegiatan perdagangan bebas dan pergudangan,
fasilitasnya bisa untuk kegiatan yang multi sektor maupun untuk satu sektor tertentu
saja. Di Filipina, kawasan-kawasan semacam ini dapat berbentuk Industrial Estates
(IES), Export Processing Zones (EPZs), Free Trade Zone, dan Tourist/Recreational
Centers.
2. KEK sebagai sebuah model untuk menyebutkan kawasan dengan kebijakan ekonomi
terbuka yang didalamnya mencakup Free Trade Zone (FTZ), Export Processing Zone
(EPZ), pelabuhan (Port), High Tech Industrial Estate dan lain sebagainya atau dikenal
dengan sebutan zones within zone. Konsepsi ini memberikan otoritas kepada badan
pelaksana untuk mengoperasikan KEK secara penuh atas mandat dari pemerintah
pusat.
5
Executive Summary
Tabel 1
Karakteristik Kawasan Ekonomi dan Strategis Nasional di Indonesia
Kawasan Andalan Kawasan Berikat KAPET KPBPB KEK
Dasar Kebijakan Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN.
Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2009
Keputusan Presiden No. 150 Tahun 2000.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2000.
Undang-Undang No. 39 Tahun 2009.
Definisi Suatu kawasan yang dikembangkan untuk mengurangi kesenjangan antardaerah melalui pengembangan kegiatan ekonomi yang diandalkan sebagai motor penggerak pengembangan wilayah.
Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor.
Wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan mempunyai sektor unggulan yang dapat mengerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan sekitarnya dan/atau memerlukan dana investasi yang besar bagi pengembangannya.
Suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum NKRI yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
Kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum NKRI yang ditetapkan untuk penyelenggaraan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu yang diberikan perlakuan khusus seperti dibebaskan dari kepabeanan, perpajakan, dan didukung infrastruktur.
Penetapan Kawasan
Ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Tujuan Pembentukan Kawasan
Sebagai pusat dan pendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan di sekitarnya.
Untuk memudahkan dan mempercepat proses impor dan ekspor, meningkatkan ekspor non migas khususnya ekspor industri manufaktur, meningkatkan dan mempercepat investasi, baik PMA maupun PMDN, membuka atau menyerap tenaga kerja serta memberi peluang bagi proses alih teknologi.
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah Indonesia dengan memberikan peluang kepada dunia usaha agar mampu berperan serta dalam kegiatan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang relatif tertinggal dan beberapa lainnya di Kawasan Barat Indonesia (KBI).
Sebagai tempat untuk mengembangkan usaha-usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, perbankan, asuransi, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya.
Mendorong investasi dan meningkatkan daya saing internasional, pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja dan penerimaan devisa.
Pengelola Kawasan (kelembagaan)
Pemerintah Daerah Kawasan Andalan.
Penyelenggara dan pengusaha Kawasan Berikat yang berbadan hukum.
1. Badan Pengembangan diketuai Menko Perekonomian.
2. Badan Pengelola diketuai Gubernur.
3. Tim Teknis diketuai Menkimpraswil.
1. Dewan Nasional diketuai Menko Perekonomian.
2. Dewan Kawasan berasal dari unsur pemerintah.
3. Badan Pengusahaan Kawasan.
1. Dewan Nasional diketuai Menko Perekonomian.
2. Dewan Kawasan diketuai Gubernur.
3. Administrator 4. Badan Usaha
6
Executive Summary
Kawasan Andalan Kawasan Berikat KAPET KPBPB KEK
Fasilitas Tidak ada fasilitas. 1. Fasilitas kepabeanan berupa pengangguhan bea masuk.
2. Fasilitas perpajakan. 3. Kemudahan perizinan.
Penangguhan Bea Masuk tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22.
1. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KPBPB melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean diberikan pembebasan bea masuk, PPN, PPnBM, dan Cukai.
2. Pemasukan barang konsumsi dari luar Daerah Pabean untuk kebutuhan penduduk di KPBPB diberikan pembebasan bea masuk, PPN, PPnBM, dan
cukai.
1. Fasilitas fiskal antara lain: perpajakan, kepabeanan dan cukai; perdagangan; pertanahan; keimigrasian; dan ketenagakerjaan.
2. Fasilitas non fiskal berupa kemudahan dan keringanan antara lain: bidang perijinan usaha; kegiatan usaha; perbankan; permodalan; perindustrian; perdagangan; kepelabuhan dan keamanan.
Prinsip dan Syarat 1. Perwujudan struktur pemanfaatan ruang nasional (RTRWN).
2. Ada RTRW Propinsi serta RTRW Kabupaten/Kota.
1. Mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Kawasan Berikat.
2. Berlokasi di kawasan industri atau kawasan budidaya yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan.
3. Memiliki Surat Izin Tempat Usaha, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait.
1. Memiliki potensi untuk cepat tumbuh.
2. Mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya.
3. Memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.
4. Untuk mengembangkan KAPET sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, beberapa wilayah dalam KAPET dapat ditetapkan sebagai Kawasan Berikat.
1. Mengembangkan usaha-usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, perbankan, asuransi, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya.
2. Jangka waktu kawasan adalah 70 tahun terhitung sejak ditetapkan.
3. Jumlah dan jenis barang yang diberikan fasilitas ditetapkan oleh Badan Pengusahaan.
4. Penyediaan dan pengembangan
1. Sesuai dengan RTRW dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung.
2. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK.
3. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan.
4. Mempunyai batas yang jelas.
5. Terdiri atas satu atau
7
Executive Summary
Kawasan Andalan Kawasan Berikat KAPET KPBPB KEK
prasarana dan sarana air dan sumber air; prasarana dan sarana perhubungan, termasuk pelabuhan laut dan bandar udara; bangunan dan jaringan listrik; pos dan telekomunikasi, serta prasarana dan sarana lainnya.
5. Mata uang rupiah merupakan alat pembayaran yang sah di KPBPB.
beberapa zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan/atau ekonomi lain.
6. KEK harus siap beroperasi dalam waktu paling lama 3 tahun sejak ditetapkan.
7. Mata uang rupiah merupakan alat pembayaran yang sah di KEK.
Penyelenggaraan Infrastruktur PU dan Permukiman
Pemerintah Daerah dan SKPD terkait bertanggungjawab atas penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman. Aturan dalam penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman terdapat pada RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota. Alokasi dana dalam pembangunan infrastruktur PU dan permukiman tersebut diperoleh dari APBN dan APBD.
Pembangunan infrastruktur kawasan berikat difasilitasi oleh pemerintah dan penyelenggara Kawasan Berikat. Besarnya biaya untuk pembangunan infrastruktur tersebut diperoleh dari APBN atau APBD, perusahaan yang berada di dalam kawasan tersebut, serta investor domestik ataupun asing.
Pihak yang berperan dalam mengkoordinasikan pembangunan infrastruktur adalah Gubernur dengan menetapkan kebijakan dan strategi pengembangan KAPET. Sedangkan pihak yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman adalah Badan Pengelola KAPET yang bekerjasama dengan SKPD terkait. Alokasi dana pembangunan infrastruktur diperoleh dari APBN dan APBD.
Penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman dikoordinasikan kepada Badan Pengusahaan KPBPB sebagai pengelola. Adapun dana yang dibutuhkan dalam memenuhi infrastruktur dan perumahan tersebut diperoleh dari APBN, APBD, serta sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Standar infrastruktur PU dan permukiman minimal dalam KEK ditetapkan oleh Dewan Nasional yang dituangkan dalam Rencana Induk Nasional dan kebijakan umum yang terkait. Pihak yang melaksanakan pengembangan infrastruktur PU dan permukiman tersebut adalah Dewan Kawasan yang dapat dilakukan melalui pola kemitraan atau kerjasama pengadaan investasi antara pemerintah pusat, swasta, dan masyarakat.
Faktor-faktor Penyebab Keberhasilan atau Kegagalan Pengembangan Kawasan
Faktor utama penyebab kegagalan pengembangan Kawasan Andalan adalah kurang optimalnya program pengembangan wilayah yang telah banyak dikembangkan,
Permasalahan yang menyebabkan kegagalan kawasan berikat diantaranya: 1. Inefisiensi pengelolaan
kawasan. 2. Impor yang bebas bea
Permasalahan yang menyebabkan kegagalan KAPET diantaranya: 1. Kurangnya peran
kelembagaan pengelola dan pelaksana.
Permasalahan yang dihadapi KPBPB diantaranya: 1. Kemudahan dalam
perijinan belum berlangsung secara optimal.
Pengembangan KEK dapat dikatakan berhasil apabila: 1. Adanya komitmen yang
kuat antara pemerintah daerah, kebijakan fiskal dan nonfiskal, serta
8
Executive Summary
Kawasan Andalan Kawasan Berikat KAPET KPBPB KEK
karena: 1. Menekankan pada sisi
pengelolaan project oriented.
2. Kurang terfokus pada kesinambungan program jangka panjang.
3. Dan masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan pengembangan wilayah.
pada kawasan berikat hanyalah impor dari barang-barang yang menjadi bahan baku dalam proses produksi barang untuk ekspor.
3. Iklim investasi yang kurang menunjang karena rendahnya tingkat kepercayaan investor.
4. Trend pendapatan yang relatif stagnan, namun sebaliknya biaya semakin meningkat.
5. Infrastruktur yang kurang memadai, serta sarana dan prasarana yang sudah tua.
6. Sistem birokrasi pada kawasan berikat relatif masih rumit, seperti persyaratan teknis dan nonteknis semakin ketat.
2. Kebijakan insentif fiskal yang diberikan pemerintah kurang menarik investor.
3. Iklim investasi belum kondusif karena belum adanya kemudahan birokrasi.
4. Terbatasnya aksessibilitas pendukung kelancaran pengembangan usaha, seperti infrastruktur yang belum memadai.
2. Ketersediaan fasilitas kepelabuhan belum optimal, dan belum adanya penentuan pelabuhan untuk pemasukan dan pengeluaran barang.
3. Adanya ketentuan mengenai barang larangan dan pembatasan yang berlaku nasional.
4. Teknis dan sistem prosedur kepabeanan yang ada belum diatur secara tegas.
5. Menurunnya daya tarik penanaman modal oleh investor asing dan domestik.
6. Penerimaan negara dari pajak tidak sebanding dengan potensi kerugian akibat pemberian fasilitas fiskal dan non fiskal.
7. Pengembangan KPBPB yang diharapkan dapat meningkatkan ekspor daripada impor, ternyata impor masih mendominasi daripada ekspor.
infrastruktur dasar pada kawasan.
2. Pemilihan yang tepat dan pengembangan yang optimal terhadap jenis komoditas yang diunggulkan.
3. Tersedianya infrastruktur sesuai dengan kebutuhan kawasan.
4. Segala bentuk peraturan, hukum dan kemudahan birokrasi dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan keinginan masyarakat internasional.
Sumber: Hasil Sintesa Penyusun, 2010
9
Executive Summary
Berbagai bentuk zona ekonomi yang telah dikenal dan diterapkan di beberapa negara di
dunia dapat digambarkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2
Bentuk Zona Ekonomi
Varian Tujuan Besaran Kawasan
Lokasi Kegiatan ekonomi
Pasar Pengaturan Pembelian Domestik
Kewenangan pengelolaan kawasan
Special Economic Zone (SEZ)
Pembangunan terintegrasi untuk menarik investasi dan penciptaaan lapangan kerja
Bervariasi mulai dari 2,4 km²-400 km²
Campuran Multi sektor Multi market
Diatur sebagai kegiatan impor untuk SEZ, pembebasan dari berbagai aturan fiskal dan PPN
Otorita kawasan terpisah dari pemerintah lokal
Free Trade Zone (FTZ)
Mendukung perdagangan khususnya ekspor
<50 Ha Pelabuhan dan Bandar Udara
Dominasi oleh perdagangan, khususnya terkait processing dan jasa pelayanan
Didominasi ekspor
Pada umumnya diatur sebagai kegiatan impor, untuk SEZ pembebasan dari berbagai aturan fiskal dan PPN
Otorita kawasan terpisah dari pemerintah lokal
Export Processing Zone (EPZ)
Orientasi ekspor
Bervariasi mulai dari 20 Ha-1.600 Ha
Pelabuhan dan Bandar Udara
Didominasi kegiatan manufaktur
Ekspor Pembelian domestik dan diberlakukan pajak perdagangan domestik
Pada umumnya di bawah otorita pemerintah pusat atau pemerintah lokal
Industrial Zones/Park
Pengembangan industri
<100 Ha Campuran Industri Domestik dan ekspor
Pembelian domestik
Pada umumnya di bawah otoritas pemerintah pusat atau pemerintah lokal
Dilihat dari arealnya, bentuk SEZ di India dan Cina memakai pola zone-within-zone dengan
areal relatif luas sehingga dalam kawasan SEZ tersebut dicakup berbagai jenis kawasan,
baik untuk kepentingan industri, perdagangan, jasa, serta permukiman. Demikian pula
halnya dengan Filipina, khususnya pada lokasi bekas pangkalan militer yang diubah menjadi
SEZ, seperti Subic dan Clark. Untuk Malaysia dan Thailand, karena acuannya adalah Free
Trade Zone maka arealnya lebih terbatas. Dalam beberapa tahun terakhir, di Malaysia
dikembangkan pola yang lebih luas yaitu pengembangan koridor-koridor dengan batasan
yang lebih longgar, seperti di Iskandar Development Region yang merupakan koridor
pembangunan yang dilaksanakan di bagian selatan Johor sehingga koridor ini juga dikenal
sebagai South Johor Economic Region (SJER). Demikian pula di Thailand yang membagi
10
Executive Summary
negaranya menjadi tiga region dan memberikan insentif dan kemudahan yang berbeda-
beda.
Pola pembinaan di kelima negara menunjukkan bahwa penanganan pengembangan kawasan
khusus seluruhnya menunjukkan peranan pemerintah pusat dalam penetapan kebijakan
lebih dominan dibandingkan dengan peranan pemerintah daerah. India yang membentuk
Board of Approval di India, sedang di Filipina dengan pembentukan PEZA, di Cina badan
yang dibentuk adalah bagian dari pemerintah pusat yaitu Kementerian Perhubungan dan
pemerintah provinsi, atau Malaysia dan Thailand yang langsung ditangani oleh Menteri
Keuangan masing-masing. Peranan Pemerintah Pusat tersebut tidak terbatas pada
kebijakan insentif saja, tetapi mencakup pula kriteria, pemilihan lokasi, sampai dengan
pengawasan dalam operasionalnya.
Dalam proses penetapan, India dan Filipina menempuh jalur 2 langkah, yaitu melalui letter
of approval di India, sedang di Filipina dengan President Proclamation. Sesudah langkah
tersebut dan lokasinya sudah siap maka SEZ baru dioperasikan melalui SEZ Notification di
India dan Registration Agreement di Filipina. Untuk Malaysia dan Thailand dapat langsung
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Adapun di Cina ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.
Berdasarkan kajian terhadap pengalaman di lima negara tersebut dan melihat kondisi
obyektif yang ada, maka pengembangan KEK di Indonesia sebaiknya mengambil pola
seperti yang dilakukan di Filipina, Cina dan India, yang intinya sebagai berikut :
SEZ memakai pola zone-within-zone dengan areal yang relatif luas;
Di tingkat pusat dibentuk semacam national board yang bertanggung jawab di bidang
kebijakan umum serta penetapan lokasi SEZ;
Otoritas penuh dari badan pelaksana yang dikelola secara bisnis/profesional;
Untuk lebih menjamin keberhasilannya, pemilihan lokasi harus dilaksanakan melalui
proses seleksi dengan kriteria yang ditetapkan;
Penetapan lokasi SEZ dapat mengikuti pola dua tahap, yaitu tahap pertama deklarasi
dan tahap kedua operasionalisasi;
Insentif yang diberikan seyogyanya juga dapat bersaing dengan yang diberikan oleh
negara-negara tetangga;
Kemitraan pemerintah dan swasta merupakan hal yang wajar dalam berbagai skema
pembangunan, termasuk skema KEK.
11
Executive Summary
Hal yang diterapkan oleh SEZ Cina dan perlu dilakukan dalam mempersiapkan kawasan
ekonomi khusus, setidaknya ada empat karakteristik, yaitu:
Menyediakan berbagai macam fasilitas umum seperti suplai air dan listrik dengan baik
dipersiapkan dan upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi investasi asing;
Perlakuan yang khusus dalam kaitannya dengan pajak dan penggunaan lahan yang
diberikan kepada perusahaan-perusahaan dalam rangka menarik investasi dari mereka;
Produk-produk manufaktur yang dihasilkan ditujukan untuk ekspor;
SEZ dioperasikan dengan cara yang sama dengan ekonomi pasar bebas.
IV. KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PU DAN
PERMUKIMAN
Arah kebijakan dan strategi serta rencana pengembangan infrastruktur PU dan permukiman
di Indonesia diatur dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional mulai dari (1) RPJP
Nasional 2005-2025; (2) RPJM Nasional 2010-2014; (3) RTRW Nasional; (4) Renstra
Kementerian Pekerjaan Umum 2010-2014; (5) Kebijakan dan peraturan perundangan
terkait dengan penyelenggaraan tiap sektor infrastruktur PU dan Permukiman; serta (6)
Kebijakan dan peraturan perundangan terkait penyediaan dan pengelolaan infrastruktur di
tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
V. GAMBARAN UMUM USULAN LOKASI KAWASAN EKONOMI KHUSUS DI
INDONESIA
Kondisi wilayah pada masing-masing usulan KEK memiliki karakteristik yang berbeda, baik
konsep pengembangan kawasan ekonomi yang sedang diterapkan di wilayah usulan lokasi
KEK, luas wilayah usulan lokasi KEK, jumlah penduduk, perekonomian, kelembagaan,
ataupun tingkat pelayanan infrastruktur yang ada di wilayahnya. Perbedaan kondisi
tersebut dapat dibandingkan antara wilayah satu dengan wilayah lainnya untuk mengetahui
kondisi usulan lokasi KEK yang menjadi kawasan ekonomi nasional di wilayah Indonesia.
Tabel 3
Karakteristik Usulan Lokasi KEK
Kawasan Pengembangan Kawasan Ekonomi
Luas dan Lokasi Wilayah
Jumlah Penduduk
Pertumbuhan Ekonomi
Kelembagaan
Sabang Sabang ditetapkan sebagai KPBPB pada tahun 1965. Namun, pada tahun 1985 status Sabang sebagai KPBPB dicabut karena
Terdiri dari daratan dan lautan dengan luas daratan sebesar 118 Km2.
Terletak di kepulauan Indonesia
Pada tahun 2007, jumlah penduduk sebesar
Pertumbuhan ekonomi Sabang pada tahun 2007 yaitu 3,69%.
Dikelola oleh Badan Pengusahaan Sabang.
12
Executive Summary
Kawasan Pengembangan Kawasan Ekonomi
Luas dan Lokasi Wilayah
Jumlah Penduduk
Pertumbuhan Ekonomi
Kelembagaan
dibukanya KPBPB di Kawasan Batam.
Tahun 1998 Kota Sabang dijadikan sebagai KAPET dengan Keppes No. 171/1998
Pada tahun 2000, Sabang kembali ditetapkan sebagai KPBPB.
paling barat, berada pada jalur lalu lintas pelayaran dan penerbangan internasional dan berdekatan dengan Singapura, Malaysia, & Thailand.
33.007 jiwa.
Batam Pada tahun 2007, Batam mengembangkan kawasannya sebagai KPBPB bersama Bintan dan Karimun.
Terdiri dari daratan dan lautan dengan luas daratan sebesar 715 Km2.
Berada pada jalur lalu lintas pelayaran dan penerbangan internasional, dan berdekatan dengan Singapura, Malaysia, & Thailand.
Pada tahun 2007, jumlah penduduk sebesar 724.315 jiwa.
Pertumbuhan ekonomi Batam pada tahun 2007 yaitu 7,6%.
Dikelola oleh Badan Pengusahaan Batam.
Bintan Pengembangan kawasan di Bintan sebagai kawasan strategis nasional baru dimulai pada tahun 2007 dengan ditetapkannya sebagai KPBPB bersama Batam dan Karimun.
Terdiri dari daratan dan lautan dengan luas daratan sebesar 1.319,51 km2.
Berada pada jalur lalu lintas pelayaran dan penerbangan internasional, dan berdekatan dengan Singapura, Malaysia, & Thailand.
Pada tahun 2007, jumlah penduduk sebesar 122.677 jiwa.
Pertumbuhan ekonomi Bintan pada tahun 2007 yaitu 5,31%.
Dikelola oleh Badan Pengusahaan Bintan.
Biak Biak telah ditetapkan sebagai KAPET pada tahun 1996. Cakupan wilayah dalam pengembangan KAPET terdiri dari 5 kabupaten yang ada di Papua dan berpusat di Kabupaten Biak Numfor.
Terdiri dari daratan dan lautan dengan luas daratan sebesar 2.888 km².
Terletak disebelah utara tepat di bibir Samudera Pasifik.
Pada tahun 2005, jumlah penduduk sebesar 113.682 jiwa.
Pertumbuhan ekonomi Biak pada tahun 2007 yaitu 8,30%.
Dikelola oleh Badan Pengelola Biak.
Suramadu Suramadu yang diusulkan Pemprov untuk menjadi KEK berdasarkan pertimbangan adanya Jembatan Suramadu yang menghubungkan Kota Surabaya dengan Pulau Madura yang menjadi embrio perkembangan kawasan.
Berupa daratan yang berada di pulau yang berbeda, Surabaya berada di Pulau Jawa dan Bangkalan di Pulau Madura.
Luas Surabaya dan Bangkalan yaitu 1.634,5 km2
(Surabaya 374,36 km2 dan Bangkalan 1.260,14 Km2).
Pada tahun 2008 di Surabaya sebesar 2.902.507 jiwa, sedangkan di Bangkalan sebesar 956.996 jiwa.
Pertumbuhan ekonomi Surabaya pada tahun 2007 yaitu 6,33%.
Dikelola oleh Badan Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura.
13
Executive Summary
Kawasan Pengembangan Kawasan Ekonomi
Luas dan Lokasi Wilayah
Jumlah Penduduk
Pertumbuhan Ekonomi
Kelembagaan
Berada di tengah-tengah antara kawasan timur dan barat Indonesia.
Sumber: Hasil Analisa Penyusun, 2010
Pada umumnya kondisi infrastruktur di wilayah usulan lokasi KEK masih belum memadai
untuk menjadi KEK, hal ini berdasarkan analisa tingkat pelayanan infrastruktur PU dan
permukiman dengan membandingkan kondisi eksisting infrastruktur dengan SPM
Infrastruktur Perkotaan. Jika wilayah usulan lokasi KEK tidak mampu memberi pelayanan
sesuai dengan standar perkotaan, dikhawatirkan kota-kota tersebut juga tidak mampu
memberi pelayanan infrastruktur sebagai KEK yang bertaraf internasional. Hal ini perlu
diperhatikan karena pelayanan infrastruktur merupakan pertimbangan utama investor
dalam menanamkan modal dan syarat utama dalam pengembangan kawasan.
VI. KEBUTUHAN DAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL INFRASTRUKTUR
DALAM KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus memerlukan infrastruktur yang memadai dengan
jangkauan pelayanan ke seluruh kawasan. Penyediaan infrastruktur dalam kawasan ini
bertaraf internasional sesuai dengan fungsi KEK sebagai kawasan global yang berdaya saing
internasional. Sehingga sebagai kawasan khusus, maka KEK memerlukan standar pelayanan
minimal dalam penyelenggaraan infrastruktur agar pelayanan infrastruktur dapat sesuai
dengan kebutuhan KEK.
Tabel 4
Usulan Standar Pelayanan Minimal Infrastruktur Dalam KEK
Jenis Infrastruktur
Dasar Pertimbangan Standar Pelayanan
Kuantitas Kualitas
1. Jaringan Jalan Di dalam KEK terdapat pelabuhan dan bandara sebagai prasarana perhubungan internasional, sehingga dalam KEK memerlukan akses berupa jalan dari dan ke pelabuhan dan bandara.
Jaringan jalan akan dilewati kendaraan dengan
Jalan utama memiliki lebar jalan 2x9m, lebar bahu jalan 2 m dan lebar bagian jalan untuk median 1 m.
Jalan kolektor memiliki lebar jalan 2x6m dan bahu jalan 2x1,5m.
Jalan lokal memiliki
Akses menuju dan dari bandara serta pelabuhan mudah.
Akses ke semua zona dalam KEK terlayani.
Kapasitas jalan dapat dilalui oleh truk dan kontainer.
Konstruksi jalan dibuat dengan bahan kontruksi yang kuat.
14
Executive Summary
Jenis Infrastruktur
Dasar Pertimbangan Standar Pelayanan
Kuantitas Kualitas
volume yang cukup besar, dan jenis kendaraan yang besar pula seperti truk, kontainer, dll.
Di dalam KEK akan terdapat berbagai zona, sehingga diperlukan jaringan jalan yang menghubungkan seluruh zona tersebut.
lebar jalan 7m dengan lebar bahu jalan masing-masing 1,5m.
2. Air Bersih Di dalam KEK terdapat kawasan industri, sehingga distribusi air bersih semakin besar.
Seluruh zona yang ada di KEK harus terlayani air bersih.
Sistem jaringan dengan memanfaatkan seluruh potensi air baku.
Distribusi air bersih 60-220 lt/org/hari untuk zona permukiman.
Distribusi air bersih 30-50 lt/org/hari untuk lingkungan perumahan.
Distribusi air bersih untuk zona industri: - Air domestik 150-
250 lt/hari - Air non domestik
1000-2500 lt/hari.
Kebutuhan air bersih di setiap zona terpenuhi.
Kualitas air bersih memenuhi standar baku mutu air bersih.
Tidak ada kebocoran pada pipa air bersih.
3. Sanitasi dan Pengolahan Limbah
Seluruh zona terlayani sarana sanitasi dan pengolahan limbah yang baik agar tidak terjadi pencemaran lingkungan.
Sarana sanitasi individual dan komunal: - Toilet
RT/Jamban/MCK - Septik Tank
Penanganan lumpur tinja untuk mendukung onsite system: - Truk Tinja - IPLT
Limbah dialirkan ke septic tank, tanpa ada kebocoran dan bau.
Tidak ada rembesan langsung/pencemaran air tinja dari septic tank ke air tanah.
Pengolahan lumpur tinja selanjutnya di IPLT.
4. Drainase Kapasitas drainase dapat menampung air buangan dalam jangka panjang.
Tidak terjadi genangan dan banjir di seluruh zona.
Sistem penyaluran drainase menggunakan sistem kombinasi yang menggabungkan air kotor rumah tangga dan air hujan.
Saluran tersier dirancang untuk melayani wilayah tangkapan seluas 0 - 5ha, sekunder 5 - 25ha, dan primer 25 - 50ha.
Tidak terjadi genangan atau banjir, bila terjadi genangan rata-rata < 30 cm, lama genangan < 2 jam.
Frekuensi kejadian Banjir < 2 kali setahun.
15
Executive Summary
Jenis Infrastruktur
Dasar Pertimbangan Standar Pelayanan
Kuantitas Kualitas
Bentuk saluran tersier sampai sekunder dirancang segiempat dilengkapi perkerasan dari pasangan batu kali.
5. Persampahan Pengelolaan sampah terlayani hingga seluruh zona di dalam KEK.
Sistem pengolahan sampah menggunakan cara yang ramah lingkungan.
Sistem pengelolaan sampah dioperasionalkan di seluruh zona.
Terdapat penanganan khusus terhadap limbah B3.
Penanganan sampah 100% di setiap zona.
Persebaran TPS sesuai dengan cakupan wilayahnya.
Terdapat TPA dengan kapasitas yang memadai dan sistem pengolahan yang ramah lingkungan, seperti sanitary landfill.
Tidak ada penanganan sampah secara open dumping.
Tidak ada pembuangan sampah secara liar.
Konsep 3R sudah diterapkan di setiap zona.
Medical waste ditangani secara swakelola oleh RS
Sumber: Hasil Analisa Penyusun, 2010
VII ISU STRATEGIS PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR PU DAN
PERMUKIMAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS
a. Isu dan Permasalahan Strategis Pengembangan Kawasan Ekonomi Strategis Nasional
1. Dukungan legal untuk memantapkan fungsi kawasan.
2. Pembagian peran Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Pengelola yang
dibentuk dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan ekonomi.
3. Dukungan kelembagaan dan sumberdaya yang memadai dalam melaksanakan
fungsi pengelolaan kawasan.
4. Sumber pendanaan masih sangat terbatas untuk pengembangan kawasan.
5. Kelengkapan fasilitas penunjang investasi belum tersedia dengan baik.
6. Dukungan infrastruktur yang memadai.
16
Executive Summary
b. Isu dan Permasalahan Strategis Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang PU Dan
Permukiman
1. Belum optimalnya pengelolaan sumber daya air.
2. Rendahnya cakupan pelayanan air bersih di wilayah usulan lokasi KEK.
3. Menurunnya kualitas jalan akibat peningkatan volume kendaraan dan kurangnya
pemeliharaan.
4. Meningkatnya pencemaran lingkungan akibat lemahnya sistem pengelolaan limbah.
5. Tidak berfungsinya saluran drainase sebagai pematus air hujan.
6. Menurunnya kualitas sistem pengelolaan sampah.
c. Analisis SWOT Penyelenggaraan Infrastruktur PU dan Permukiman di Wilayah
Usulan Kawasan Ekonomi Khusus
Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and Threats) ini digunakan untuk
memetakan potensi dan masalah, baik secara internal ataupun eksternal, terkait dengan
pengembangan kawasan serta penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman di
wilayah usulan lokasi KEK. Hasil analisis ini dapat digunakan sebagai aplikasi alat bantu
pengambilan keputusan atau kebijakan.
17
Executive Summary
Tabel 5
Analisis SWOT Penyelenggaraan Infrastruktur PU dan Permukiman Untuk Mendorong Pengembangan KEK di Kawasan Sabang
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
STRENGTH
1. Lokasi berada di jalur lalu lintas pelayaran internasional. 2. Infrastruktur jalan pada umumnya telah menjangkau ke seluruh
kawasan. 3. Terdapat pelabuhan internasional hub dan pelabuhan nasional. 4. Terdapat bussiness plan yang dapat segera diimplementasikan. 5. Adanya Dewan Kawasan Sabang dan Badan Pengusahaan
Kawasan Sabang yang mengelola kawasan.
WEAKNESS
1. Pelayanan infrastruktur PU dan permukiman belum optimal. 2. Masalah lingkungan, seperti banjir dan penumpukan sampah
yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. 3. Terbatasnya dana dalam pengembangan kawasan dan
infrastruktur. 4. Pembagian peran Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan
Pengelola dalam penyelenggaraan infrastruktur.
OPPORTUNITIES
1. Menjadi sebuah pintu gerbang bagi perdagangan dunia.
2. Semakin berkembangnya Sumatera dan terbukanya jenis usaha baru.
3. Meningkatnya investor dan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain.
4. Meningkatnya pendapatan nasional.
STRATEGI Strength-Opportunities
1. Lokasi berada di jalur lalu lintas pelayaran internasional, dan adanya pelabuhan internasional hub dan pelabuhan nasional merupakan kekuatan kawasan menjadi sebuah pintu gerbang bagi perdagangan dunia (S1,3; O1).
2. Infrastruktur jalan yang telah menjangkau ke seluruh kawasan dapat membuka peluang semakin berkembangnya Sumatera dan terbukanya jenis usaha baru (S2 ; O2).
3. Adanya bussiness plan yang implementatif dan kelembagaan Dewan Kawasan dan BPKS sebagai pengelola kawasan merupakan kekuatan untuk meningkatkan investor, hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain, dan meningkatnya pendapatan nasional (S4,5 ; O3,4).
STRATEGI Weakness-Opportunities
1. Meningkatkan pelayanan infrastruktur untuk mendukung kawasan menjadi pintu gerbang bagi perdagangan dunia (W1; O1).
2. Mengatasi masalah lingkungan (seperti banjir dan persampahan) untuk menangkap peluang berkembangnya Sumatera dan terbukanya jenis usaha baru (W2; O2).
3. Adanya pembagian peran yang jelas antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Pengelola dalam penyelenggaraan infrastruktur dapat meningkatkan investor, hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain, dan meningkatnya pendapatan nasional yang akan memenuhi kebutuhan dana untuk pengembangan kawasan dan infrastruktur (W3,4 ; O3,4).
THREATS
1. Rendahnya daya saing Kawasan Sabang dengan kawasan ekonomi di negara lain.
2. Fasilitas penunjang investasi belum tersedia dengan baik.
3. Kondisi investasi masih tertinggal, mengingat sektor riil kurang berkembang.
STRATEGI Strength-Threats
1. Lokasi yang berada di jalur lalu lintas pelayaran internasional, tersedianya infrastruktur jalan yang telah menjangkau ke seluruh kawasan, pelabuhan internasional hub dan pelabuhan nasional dapat menjadi kekuatan untuk meningkatkan daya saing Kawasan Sabang dengan kawasan kawasan ekonomi di negara lain (S1,2,3 ; T1).
2. Adanya bussiness plan yang implementatif dan kelembagaan Dewan Kawasan dan BPKS sebagai pengelola kawasan dapat mendirikan fasilitas penunjang investasi dan memperbaiki kondisi investasi yang masih tertinggal (S4,5 ; T2,3).
STRATEGI Weakness-Threats
1. Meningkatkan pelayanan infrastruktur dan mengatasi masalah lingkungan untuk menekan ancaman rendahnya daya saing Kawasan Sabang dengan kawasan ekonomi di negara lain (W1,2 ; T1).
2. Pembagian peran Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Pengelola dalam penyelenggaraan infrastruktur dapat mendirikan sebuah fasilitas penunjang investasi dan meningkatkan investasi agar dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan kawasan dan infrastruktur terpenuhi (S3,4 ; T2,3).
18
Executive Summary
Tabel 6
Analisis SWOT Penyelenggaraan Infrastruktur PU dan Permukiman Untuk Mendorong Pengembangan KEK di Kawasan Batam
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
STRENGTH
1. Lokasi berada di jalur lalu lintas pelayaran internasional. 2. Infrastruktur jalan pada umumnya telah menjangkau ke seluruh
kawasan. 3. Terdapat satu bandara internasional dan tiga pelabuhan bebas. 4. Terdapat rencana pengembangan KPBPB Batam dalam RTR BBK
(Batam, Bintan, Karimun). 5. Adanya Dewan Kawasan BBK, Badan Otorita Batam dan Badan
Pengusahaan Batam yang mengelola kawasan.
WEAKNESS
1. Pelayanan infrastruktur belum memadai. 2. Tidak ada pembagian kelas jalan nasional, provinsi dan lokal. 3. Masalah lingkungan, seperti banjir dan penumpukan sampah
yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. 4. Terbatasnya dana dalam pengembangan kawasan dan
infrastruktur. 5. Belum terciptanya koordinasi yang baik antar lembaga
pemerintah sehingga terjadi inkonsistensi dan tumpang tindih kebijakan ekonomi antar sektor atau instansi.
OPPORTUNITIES
1. Menjadi sebuah pintu gerbang bagi perdagangan dunia.
2. Semakin berkembangnya Sumatera dan terbukanya jenis usaha baru.
3. Meningkatnya investor dan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain.
4. Meningkatnya pendapatan nasional.
STRATEGI Strength-Opportunities
1. Lokasi berada di jalur lalu lintas pelayaran internasional, infrastruktur jalan yang telah menjangkau ke seluruh kawasan, rencana pengembangan KPBPB Batam dalam RTR BBK dapat membuka peluang semakin berkembangnya Sumatera dan terbukanya jenis usaha baru (S1,2,4 ; O2).
2. Adanya bandara internasional dan pelabuhan bebas merupakan kekuatan kawasan menjadi sebuah pintu gerbang bagi perdagangan dunia (S3; O1).
3. Adanya Dewan Kawasan BBK, BOB dan BP Batam sebagai pengelola kawasan merupakan kekuatan untuk meningkatkan investor, hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain, dan meningkatnya pendapatan nasional (S5 ; O3,4).
STRATEGI Weakness-Opportunities
1. Meningkatkan pelayanan infrastruktur untuk mendukung kawasan menjadi pintu gerbang bagi perdagangan dunia (W1; O1).
2. Mengatasi masalah lingkungan (seperti banjir dan persampahan) untuk menangkap peluang berkembangnya Sumatera dan terbukanya jenis usaha baru (W3; O2)
3. Pembagian kelas jalan nasional, provinsi dan lokal, serta terciptanya koordinasi yang baik antar lembaga pemerintah dapat meningkatkan investor, kerjasama antara Indonesia dengan negara lain, dan meningkatnya pendapatan nasional yang akan memenuhi kebutuhan dana untuk pengembangan kawasan dan infrastruktur (W2,4,5 ; O3,4).
THREATS
1. Menurunnya daya saing ekonomi Batam dengan Free Trade Zone di negara lain.
2. Tidak adanya kebijakan yang terkait dengan investasi, misalnya kebijakan tentang infrastruktur, sarana dan prasarana.
STRATEGI Strength-Threats
1. Lokasi berada di jalur lalu lintas pelayaran internasional, tersedianya infrastruktur jalan yang menjangkau seluruh kawasan, bandara internasional dan pelabuhan bebas, serta rencana pengembangan KPBPB Batam dalam RTR BBK dapat mengurangi ancaman menurunnya daya saing ekonomi Batam dengan FTZ di negara lain (S1,2,3,4 ; T1).
2. Adanya Dewan Kawasan BBK, BOB dan BP Batam sebagai pengelola kawasan dapat mengajukan kebijakan yang terkait dengan investasi, misalnya kebijakan tentang infrastruktur, sarana dan prasarana (S5 ; T2).
STRATEGI Weakness-Threats
1. Meningkatkan pelayanan infrastruktur dan mengatasi masalah lingkungan untuk menekan ancaman menurunnya daya saing ekonomi Batam dengan Free Trade Zone di negara lain (W1,3 ; T1).
2. Pembagian kelas jalan nasional, provinsi dan lokal, serta terciptanya koordinasi yang baik antar lembaga pemerintah dapat mendorong penyusunan kebijakan yang terkait dengan investasi, misalnya kebijakan tentang infrastruktur, sarana dan prasarana agar dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan infrastruktur terpenuhi (W2,3,4 ; T2).
19
Executive Summary
Tabel 7
Analisis SWOT Penyelenggaraan Infrastruktur PU dan Permukiman Untuk Mendorong Pengembangan KEK di Kawasan Bintan
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
STRENGTH
1. Lokasi berada di jalur lalu lintas pelayaran internasional. 2. Terdapat satu pelabuhan bebas. 3. Terdapat rencana pengembangan KPBPB Bintan dalam RTR BBK
(Batam, Bintan, Karimun). 4. Adanya Dewan Kawasan BBK dan Badan Pengusahaan Bintan
yang mengelola kawasan.
WEAKNESS
1. Pelayanan infrastruktur belum memadai. 2. Masalah lingkungan perkotaan belum teratasi dengan baik. 3. Terbatasnya dana dalam pengembangan kawasan dan
infrastruktur. 4. Koordinasi dan komitmen antar lembaga pemerintah sehingga
terjadi inkonsistensi dan tumpang tindih kebijakan ekonomi antar sektor atau instansi.
OPPORTUNITIES
1. Menjadi sebuah pintu gerbang bagi perdagangan dunia.
2. Semakin berkembangnya Sumatera dan terbukanya jenis usaha baru.
3. Meningkatnya investor dan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain.
4. Meningkatnya pendapatan nasional.
STRATEGI Strength-Opportunities
1. Lokasi berada di jalur lalu lintas pelayaran internasional, adanya pelabuhan bebas dan rencana pengembangan KPBPB Bintan dalam RTR BBK merupakan kekuatan untuk menjadi sebuah pintu gerbang bagi perdagangan dunia, semakin berkembangnya Sumatera dan terbukanya jenis usaha baru (S1,2,3 ; O1,2).
2. Adanya Dewan Kawasan BBK dan Badan Pengusahaan Bintan yang mengelola kawasan dapat mendukung peningkatan investor dan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain yang akan mempengaruhi peningkatan pendapatan nasional (S4 ; O3,4).
STRATEGI Weakness-Opportunities
1. Meningkatkan pelayanan infrastruktur dan mengatasi masalah lingkungan perkotaan merupakan peluang Bintan untuk menjadi sebuah pintu gerbang bagi perdagangan dunia, semakin berkembangnya Sumatera, dan terbukanya jenis usaha baru (W1,2 ; O1,2).
2. Adanya koordinasi dan komitmen yang kuat antar lembaga pemerintah dapat meningkatkan investor dan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain yang akan memenuhi kebutuhan dana dalam pengembangan kawasan dan infrastruktur dan mempengaruhi pendapatan nasional (W3,4 ; O3,4)
THREATS
1. Menurunnya daya saing ekonomi Bintan dengan Free Trade Zone di negara lain.
2. Tidak adanya kebijakan yang terkait dengan investasi, misalnya kebijakan tentang infrastruktur, sarana dan prasarana.
STRATEGI Strength-Threats
1. Lokasi berada di jalur lalu lintas pelayaran internasional, adanya pelabuhan bebas dan rencana pengembangan KPBPB Bintan dalam RTR BBK merupakan kekuatan untuk menekan terjadinya penurunan daya saing ekonomi Bintan dengan Free Trade Zone di negara lain (S1,2,3; T1).
2. Adanya Dewan Kawasan BBK dan Badan Pengusahaan Bintan sebagai pengelola kawasan dapat mengajukan kebijakan yang terkait dengan investasi, misalnya kebijakan tentang infrastruktur, sarana dan prasarana (S4 ; T2).
STRATEGI Weakness-Threats
1. Meningkatkan pelayanan infrastruktur dan mengatasi masalah lingkungan perkotaan untuk menekan ancaman menurunnya daya saing ekonomi Bintan dengan Free Trade Zone di negara lain (W1,2 ; T1).
2. Adanya koordinasi dan komitmen yang kuat antar lembaga pemerintah dapat mendukung tersusunnya kebijakan yang terkait dengan investasi, misalnya kebijakan tentang infrastruktur, sarana dan prasarana agar dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan kawasan dan infrastruktur tersebut terpenuhi (W3,4 ; T2).
20
Executive Summary
Tabel 8
Analisis SWOT Penyelenggaraan Infrastruktur PU dan Permukiman Untuk Mendorong Pengembangan KEK di Kawasan Biak
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
STRENGTH
1. Lokasi berada disebelah utara tepat di bibir Samudera Pasifik.
2. Adanya BP KAPET Biak sebagai pengelola yang dapat menjadi embrio pengelola KEK.
3. Terdapat lembaga donor yang membantu dalam pengembangan infrastruktur.
WEAKNESS
1. Dukungan infrastruktur tidak memadai. 2. Terbatasnya dana dalam pengembangan kawasan dan
infrastruktur. 3. Lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintah dan
kapasitas keanggotaannya.
OPPORTUNITIES
1. Meningkatnya investor dan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain.
2. Meningkatnya pendapatan nasional.
STRATEGI Strength-Opportunities
1. Adanya BP KAPET Biak sebagai pengelola yang dapat menjadi embrio pengelola KEK dan lembaga donor yang membantu dalam pengembangan infrastruktur merupakan kekuatan untuk meningkatkan investor dan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain dan meningkatkan pendapatan nasional (S2,3 ; O1,2)
STRATEGI Weakness-Opportunities
1. Dukungan infrastruktur yang memadai dan meningkatkan koordinasi antar lembaga pemerintah dan kapasitas keanggotaannya untuk menangkap peluang meningkatnya investor, hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain, dan pendapatan nasional yang akan memenuhi kebutuhan dana dalam pengembangan kawasan dan infrastruktur (W1,2,3 ; O1,2).
THREATS
1. Tumpang tindihnya peraturan di tingkat daerah dengan aturan yang lebih tinggi.
2. Iklim investasi tidak kondusif. 3. Tidak berdaya saing
internasional.
STRATEGI Strength-Threats
1. Adanya BP KAPET Biak sebagai pengelola yang dapat menjadi embrio pengelola KEK dapat mengusulkan komitmen yang jelas antara peraturan di tingkat daerah dengan aturan yang lebih tinggi (S2 ; T1).
2. Lokasi yang berada disebelah utara tepat di bibir Samudera Pasifik dan adanya lembaga donor yang membantu dalam pengembangan infrastruktur merupakan kekuatan untuk menekan ancaman iklim investasi tidak kondusif dan kawasan tidak berdaya saing internasional (S1,3 ; T2,3).
STRATEGI Weakness-Threats
1. Dukungan infrastruktur yang memadai dapat membuat kawasan berdaya saing internasional (W1 ; T3).
2. Kuatnya koordinasi antar lembaga pemerintah dan kapasitas keanggotaannya dapat menekan ancaman tumpang tindihnya peraturan di tingkat daerah dengan aturan yang lebih tinggi serta iklim investasi tidak kondusif (W1,3 ; T1,2).
21
Executive Summary
Tabel 9
Analisis SWOT Penyelenggaraan Infrastruktur PU dan Permukiman Untuk Mendorong Pengembangan KEK di Kawasan Suramadu
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
STRENGTH
1. Lokasi berada di tengah-tengah antara kawasan timur dan barat Indonesia.
2. Menjadi hub di Koridor Pantai Utara pada rencana Koridor Ekonomi Indonesia.
3. Terdapat Bussiness Plan pengembangan Kawasan Suramadu. 4. Adanya Badan Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura
(BPWS) sebagai pengelola kawasan.
WEAKNESS
1. Dukungan infrastruktur di Madura masih jauh tertinggal dengan Surabaya.
2. Terbatasnya dana dalam pengembangan kawasan dan infrastruktur.
3. Koordinasi dan komitmen antar lembaga pemerintah kurang baik dan tidak mendukung.
OPPORTUNITIES
1. Madura akan berkembang seperti Pulau Jawa.
2. Memiliki konektivitas nasional. 3. Meningkatnya investor dan
hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain.
4. Meningkatnya pendapatan nasional.
STRATEGI Strength-Opportunities
1. Lokasi yang berada di tengah-tengah antara kawasan timur dan barat Indonesia, serta akan menjadi hub di Koridor Pantai Utara pada rencana Koridor Ekonomi Indonesia merupakan kekuatan kawasan memiliki konektivitas nasional yang akan meningkatkan pengembangan infrastruktur dan Madura akan berkembanga seperti Pulau Jawa (S1,2 ; O1,2).
2. Adanya Bussiness Plan pengembangan Kawasan Suramadu dan BPWS sebagai pengelola kawasan merupakan kekuatan untuk membuka peluang meningkatnya investor, hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain, dan meningkatkan pendapatan (S3,4 ; O3,4).
STRATEGI Weakness-Opportunities
1. Dukungan infrastruktur yang seimbang dan memadai di Surabaya-Madura membuat Madura berkembang seperti Pulau Jawa dan Kawasan Suramadu memiliki konektivitas nasional (W1 ; O1,2).
2. Dukungan koordinasi dan kuatnya komitmen antar lembaga pemerintah membuka peluang meningkatnya investor, hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain, dan pendapatan nasional yang akan memenuhi dana untuk pengembangan kawasan dan infrastruktur (W2,3 ; O3,4)
THREATS
1. Pembebasan lahan yang sulit untuk dituntaskan.
2. Iklim investasi tidak kondusif. 3. Tidak berdaya saing
internasional.
STRATEGI Strength-Threats
1. Menjadi hub di Koridor Pantai Utara pada rencana Koridor Ekonomi Indonesia, adanya Bussiness Plan pengembangan Kawasan Suramadu, dan BPWS sebagai pengelola kawasan merupakan kekuatan untuk meningkatkan investasi dan daya saing internasional kawasan (S2,3,4 ; T2,3).
STRATEGI Weakness-Threats 1. Dukungan infrastruktur yang seimbang dan memadai di
Surabaya-Madura akan meningkatkan investasi dan daya saing internasional (W1 ; T2,3).
2. Dukungan koordinasi dan kuatnya komitmen antar lembaga pemerintah akan menekan ancaman sulitnya pembebasan lahan untuk mengembangkan kawasan dan infrastruktur (W3 ; T1)
22
Executive Summary
VIII. KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR PU DAN
PERMUKIMAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS
a. Arah Kebijakan Umum Dan Strategi Penyelenggaraan Infrastruktur PU dan
Permukiman di Kawasan Ekonomi Khusus
1. Pembangunan infrastruktur PU dan permukiman sesuai dengan arahan Rencana
Tata Ruang Wilayah dan Rencana Induk Kawasan Ekonomi Khusus.
Strategi yang dapat dilakukan antara lain melalui: (i) mengintegrasikan sektor-sektor
pembangunan infrastruktur dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Induk
Kawasan Ekonomi Khusus; (ii) meningkatkan peran serta seluruh pemangku
kepentingan yang terkait dalam mensinergikan rencana pembangunan infrastruktur
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Induk Kawasan Ekonomi Khusus; (iii)
menyusun masterplan infrastruktur Kawasan Ekonomi Khusus.
2. Mengembangkan world class infrastructure untuk meningkatkan daya saing
Kawasan Ekonomi Khusus.
Strategi yang dapat dilakukan antara lain melalui: (i) pembangunan infrastruktur
sesuai dengan kebutuhan Kawasan Ekonomi Khusus yang berdaya saing internasional;
(ii) penyediaan infrastruktur yang berstandar internasional; (iii) menciptakan
pelayanan infrastruktur dengan inovasi dan teknologi tinggi; (iv) menyelesaikan
masalah-masalah pelayanan infrastruktur yang kurang memadai.
3. Meningkatkan komitmen kelembagaan yang terkait dengan pembangunan
infrastruktur PU dan permukiman di Kawasan Ekonomi Khusus.
Strategi yang dapat dilakukan antara lain melalui: (i) menetapkan pembagian
kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Dewan Kawasan dalam
pembangunan infrastruktur di Kawasan Ekonomi Khusus; (ii) mengembangkan kapasitas
kelembagaan dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur di Kawasan Ekonomi
Khusus.
4. Mengembangkan pola kemitraan pemerintah dan swasta dalam pembangunan
infrastruktur PU dan permukiman.
Strategi yang dapat dilakukan antara lain melalui: (i) meningkatkan kerjasama
pemerintah-swasta (public-private patnership) dalam pembangunan infrastruktur; (ii)
menyusun peraturan perundan-undangan yang terkait dengan kemitraan pemerintah-
23
Executive Summary
swasta (public-private partnership) dalam pembangunan infrastruktur; (iii)
mengembangkan pusat jasa pemerintahan berskala internasional dan nasional beserta
fasilitas pendukungnya.
5. Menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk pembangunan infrastruktur PU
dan permukiman.
Strategi yang dapat dilakukan antara lain melalui: (i) mendorong penerapan tata
pemerintahan yang baik dalam pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (transparansi,
akuntabilitas, efisien dan efektif) untuk mendorong investasi dan menjamin para
pelaku pembangunan memiliki akses yang mudah dalam menjalankan usahanya; (ii)
membentuk lembaga keuangan khusus sebagai fasilitas penunjang investasi untuk
mempermudah investor dalam menanamkan modalnya; (iii) meningkatkan keamanan
dan ketertiban Kawasan Ekonomi Khusus, serta memberikan perlindungan hukum dan
jaminan terhadap hak publik.
b. Arah Kebijakan Sektoral Penyelenggaraan Infrastruktur PU dan Permukiman di
Kawasan Ekonomi Khusus
1. Arah Kebijakan Penyelenggaraan Sumber Daya Air
i. Meningkatkan pengelolaan bangunan infrastruktur sumber daya air untuk
mendukung pengembangan pengelolaan resiko bencana banjir dan kekeringan,
serta pengembangan perlindungan pantai.
ii. Menyusun Rencana Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air yang mendukung
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus.
iii. Pengendalian pencemaran dan pengelolaan kualitas air pada sumber air dan badan
air dengan melibatkan stakeholder yang terkait dalam pengembangan Kawasan
Ekonomi Khusus.
2. Arah Kebijakan Penyediaan Air Bersih
i. Meningkatkan pelayanan air bersih ke seluruh wilayah Kawasan Ekonomi Khusus
secara terintegrasi.
ii. Meningkatkan kapasitas Dewan Kawasan dan Administrator dalam penyelenggaraan
infrastruktur air bersih.
24
Executive Summary
iii. Menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha (swasta) untuk turut
berperanserta secara aktif dalam memberikan pelayanan air minum melalui
kerjasama pemerintah-swasta (public-private partnership).
3. Arah Kebijakan Penyelenggaraan Jalan
i. Mengintegrasikan jaringan jalan ke seluruh wilayah Kawasan Ekonomi Khusus guna
memperlancar mobilisasi dan distribusi barang.
ii. Membangun jalan dengan kapasitas yang memadai dan aman untuk segala jenis
moda angkutan.
iii. Penyelenggaraan infrastruktur jalan dilakukan dengan penataan kelembagaan
melalui pengaturan kembali kewenangan dan tanggung jawab antara Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan Dewan Kawasan.
iv. Mendorong keterlibatan peran swasta dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan.
4. Arah Kebijakan Pengelolaan Air Limbah
i. Menggunakan inovasi dan teknologi tinggi dalam pengelolaan air limbah.
ii. Menyusun masterplan pengolahan air limbah pada Kawasan Ekonomi Khusus.
iii. Meningkatkan kapasitas Dewan Kawasan dan Administrator dalam penyelenggaraan
infrastruktur pengolahan air limbah.
iv. Menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha (swasta) untuk turut
berperanserta secara aktif dalam memberikan pelayanan pengolahan air limbah
melalui kerjasama pemerintah-swasta (public-private partnership).
5. Arah Kebijakan Penyelenggaraan Drainase
i. Menciptakan kesadaran seluruh stakeholders terhadap pentingnya peningkatan
pelayanan drainase.
ii. Menyusun masterplan drainase pada Kawasan Ekonomi Khusus.
iii. Menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha (swasta) untuk turut
berperanserta secara aktif dalam memberikan pelayanan pengelolaan drainase
melalui kerjasama pemerintah-swasta (public-private partnership).
6. Arah Kebijakan Pengelolaan Sampah
i. Menciptakan kesadaran kepada seluruh stakeholder terhadap pentingnya
peningkatan pelayanan persampahan.
ii. Meningkatkan sistem pengelolaan sampah guna menjaga kelestarian lingkungan.
25
Executive Summary
iii. Menggunakan inovasi dan teknologi tinggi serta ramah lingkungan dalam
pengolahan sampah.
iv. Menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha (swasta) untuk turut
berperanserta secara aktif dalam memberikan pelayanan pengelolaan sampah
melalui kerjasama pemerintah-swasta (public-private partnership), baik dalam
handling-tranportation maupun dalam pengelolaan TPA.
IX. PENUTUP
a. Kesimpulan
Dalam pelaksanaannya, pengembangan KEK juga perlu didukung oleh ketersediaan
infrastruktur bidang PU dan permukiman. Ketersediaan infrastruktur yang berkualitas
merupakan salah satu faktor penentu daya tarik suatu kawasan/wilayah. Selain itu kinerja
infrastruktur merupakan faktor kunci dalam menentukan daya saing global. Tantangan
penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman dalam mendukung pengembangan KEK
kedepan adalah bagaimana meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang berkualitas dan
kinerjanya dapat diandalkan agar daya tarik dan daya saing Indonesia dalam konteks global
dapat membaik.
Pada umumnya kondisi infrastruktur di wilayah usulan lokasi KEK masih belum memadai
untuk menjadi KEK, hal ini berdasarkan analisa tingkat pelayanan infrastruktur PU dan
permukiman dengan membandingkan kondisi eksisting infrastruktur dengan SPM
Infrastruktur Perkotaan. Jika wilayah usulan lokasi KEK tidak mampu memberi pelayanan
sesuai dengan standar perkotaan, dikhawatirkan kota-kota tersebut juga tidak mampu
memberi pelayanan infrastruktur sebagai KEK yang bertaraf internasional. Hal ini perlu
diperhatikan karena pelayanan infrastruktur merupakan pertimbangan utama investor
dalam menanamkan modal dan syarat utama dalam pengembangan kawasan.
Arah kebijakan dan strategi yang telah dirumuskan pada kajian ini merupakan prinsip dan
strategi yang perlu diperhatikan dalam melakukan tindakan untuk mengembangkan
infrastruktur PU dan permukiman guna mendorong pengembangan KEK. Selain itu, arah
kebijakan yang disusun dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam merumuskan lebih
lanjut kebijakan dan strategi penyelenggaraan infrastruktur bidang PU dan permukiman
sesuai dengan kondisi dan karakteristik permasalahan yang dihadapi wilayah usulan lokasi
KEK pada umumnya.
26
Executive Summary
b. Rekomendasi
1. Kajian yang mendalam mengenai tugas dan wewenang untuk pemantapan
kelembagaan, serta upaya untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan.
Dalam upaya mewujudkan Kawasan Ekonomi Khusus yang berdaya saing, diperlukan
komitmen kelembagaan yang kuat yang kuat, baik kelembagaan di Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, ataupun Badan Pengelola. Untuk itu diperlukan kajian yang
mendetail mengenai tugas dan wewenang yang jelas di setiap kelembagaan yang
bertujuan untuk mempermudah proses pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus.
Dengan jelasnya pembagian tugas dan wewenang antar kelembagaan, dapat
mempermudah prosedur yang dijalani dan tidak ada peran ganda antar kelembagaan
dalam urusan pengembangan kawasan dan infrastruktur pada Kawasan Ekonomi
Khusus. Selain itu juga diperlukan upaya peningkatan kapasitas kelembagaan agar
pembagian tugas dan wewenang yang jelas nantinya dapat dilaksanakan dengan
optimal sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Peningkatan kapasitas kelembagaan
merupakan suatu hal yang krusial sebagai upaya untuk mewujudkan kelembagaan yang
kokoh demi kelancaran operasi Kawasan Ekonomi Khusus.
2. Pengembangan model kemitraan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dalam
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus dan penyelenggaraan infrastrukturnya.
Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus pada umumnya tidak dapat dilaksanakan oleh
pemerintah secara mandiri, terutama adanya permasalahan kebutuhan dana yang
sangat besar sedangkan dana pemerintah sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan
kajian pengembangan model kemitraan agar banyak investor yang berminat untuk
bekerja sama dalam mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus dan penyelenggaraan
infrastrukturnya. Model kemitraan yang akan dirumuskan nanti diharapkan dapat
menjadi kekuatan untuk menarik investor guna mengembangkan Kawasan Ekonomi
Khusus.
3. Kajian kebijakan tentang pola pendanaan untuk pengembangan Kawasan Ekonomi
Khusus dan penyelenggaraan infrastrukturnya.
Pendanaan merupakan permasalahan klasik di Indonesia dalam mengembangkan suatu
kawasan. Apalagi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus ini akan dikembangkan
dengan pelayanan yang bertaraf internasional, sehingga dana yang dibutuhkan sangat
besar. Untuk membantu permasalahan ini, maka diperlukan kajian kebijakan tentang
27
Executive Summary
pola pendanaan untuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus dan penyelenggaraan
infrastrukturnya. Dengan adanya rumusan kebijakan mengenai pola pendanaan akan
menjadi acuan kelembagaan terkait dalam mengalokasikan dana, dan investor dalam
menanamkan modalnya.
4. Kajian arahan lokasi Kawasan Ekonomi Khusus yang terintegrasi dengan
pengembangan Koridor Ekonomi Terkait dan kebutuhan Infrastruktur untuk
mengkaitkan Nodes dan Hubs dalam KE.
Berdasarkan kesimpulan diatas bahwa pengembangan Koridor Ekonomi akan
meningkatkan integrasi dan konektivitas bagi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sebagai
konsekuensi dari keterkaitan KEK dan KE maka pengembangan KEK harus berlokasi
pada Koridor Ekonomi yang akan dikembangkan. Untuk itu diperlukan penentuan
arahan lokasi KEK yang sesuai dengan pengembangan 6 (enam) Koridor Ekonomi yang
direncakana, serta mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur, baik pada Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) maupun kebutuhan infrastruktur yang menghubungkan antar
kawasan yang menghubungkan KEK sebagai salah satu Node dengan Nodes yang lain
serta Hubs dalam Koridor Ekonomi (KE).
top related